repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL :...

214
ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN TERNAK SAPI POTONG DI PROVINSI SULAWESI UTARA DISERTASI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Doktor Oleh : VERRY LENGKONG HANNY REMBANG NIM 107050100111019 PROGRAM DOKTOR ILMU TERNAK MINAT AGRIBISNIS PETERNAKAN PASCASARJANA FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2017

Transcript of repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL :...

Page 1: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN TERNAK SAPI POTONG DI PROVINSI SULAWESI UTARA

DISERTASI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Doktor

Oleh :

VERRY LENGKONG HANNY REMBANG NIM 107050100111019

PROGRAM DOKTOR ILMU TERNAK MINAT AGRIBISNIS PETERNAKAN

PASCASARJANA FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG 2017

Page 2: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

i

DISERTASI

JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi

Sulawesi Utara

N A M A : Verry Lengkong Hanny Rembang N I M : 10 70 50 100 111 019

Disetujui, Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Budi Hartono, MS Ketua

Ir. Hari Dwi Utami, MS., M.Appl.Sc.,Ph.D Prof.Ir.Vicky.V.J.Panelewen, MSc.,Ph.D Anggota Anggota

Diketahui :

Ketua Program Studi Ilmu Ternak Dekan Fakultas Peternakan Pascasarjana Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Prof. Dr. Ir. M. Nur Ihsan, MS Prof. Dr.Sc.Agr. Ir. Suyadi, MS NIP. 1953 0612 1981 031 003 NIP. 1962 0403 1987 011 001

Ujian terbuka : 21 Februari 2017

Page 3: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

ii

IDENTITAS TIM PENGUJI

JUDUL DISERTASI : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di

Provinsi Sulawesi Utara

Nama Mahasiswa : Verry Lengkong Hanny Rembang

N I M : 10 70 50 100 111 019

Program Studi : Ilmu Ternak

Minat : Agibisnis Peternakan

KOMISI PROMOTOR :

Promotor : Prof. Dr. Ir. Budi Hartono, MS

Ko–Promotor 1 : Ir. Hari Dwi Utami, MS., M.Appl.Sc., Ph.D

Ko–Promotor 2 : Prof. Ir. Vicky. V.J. Panelewen, MSc.,Ph.D

TIM PENGUJI :

Dosen Penguji 1 : Prof. Dr. Ir. Zaenal Fanani, MS.

Dosen Penguji 2 : Dr. Ir. Bambang Ali Nugroho, MS., DAA.

Dosen Penguji 3 : Dr. Ir. Hary Nugroho, MS.

Dosen Penguji Tamu : Dr. Ir Umi Wisapti Ningsih, MS

Tanggal Ujian : 21 Pebruari 2017

Page 4: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

iii

PERNYATAAN ORISINALITAS DISERTASI

Saya menyatakan dengan sebenar–benarnya bahwa sepanjang

pengetahuan saya, di dalam Naskah Disertasi ini tidak terdapat karya ilmiah yang

pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu

Perguruan Tinggi dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis

atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah

ini dan disebutkan dalam sumber kutiban dan daftar pustaka.

Apabila ternyata di dalam naskah Disertasi ini dapat dibuktikan terdapat

unsur–unsur jiplakan, saya bersedia Disertasi ini digugurkan dan gelar akademik

yang telah saya peroleh (DOKTOR) dibatalkan, serta diproses sesuai dengan

peraturan perundang–undangan yang berlaku (UU No. 20 Tahun 2003, pasal 25

ayat 2 dan pasal 70).

Malang, Februari 2017

Mahasiswa,

Verry Lengkong Hanny Rembang NIM. 10 70 50 100 111 019

Page 5: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

iv

MOTTO

Hidup Untuk Tuhan lewat Usaha Baku Beking Pande Agar Jadi Berkat Bagi Sesama Manusia;

Dimana ada Usaha, disitu ada jalan.

Amsal 1 : 7a, Takut Akan Tuhan adalah Permulaan Pengetahuan.

Disertasi ini ku persembahkan kepada

Anak – anak ku Vanly Verna Revieke Rembang, SPt, SPd, MSi ;

dr. Vivie Ireyke Rembang dan Vini Paskalini Rembang. SKep, serta

Istriku Dra. Meiske Ketty Elvien Olga Kesek, SPd

Page 6: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

v

RIWAYAT HIDUP

Verry Lengkong Hanny Rembang, dilahirkan di Kawangkoan Kabupaten

Minahasa, 27 September 1955. Ayah : Herling Hart Rembang (Alm) dan Ibu :

Wilhelmina Non Bujung (Alm).

Pendidikan : SD Negeri Wuwuk Kabupaten Minahasa Selatan Tahun

1968. SMP Nasional Wuwuk Kabupaten Minahasa Selatan tahun 1971. SMA

Nasional Kawangkoan (jurusan Pas–Pal) tahun 1974. Tahun 1975 diterima pada

Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi, Manado. Februari 1977 pindah

ke Fakultas Peternakan Unsrat Manado, lulus Sarjana Muda Ilmu Ternak

dengan gelar BSc, tahun 1982 dan lulus Sarjana Lengkap dibidang ilmu Ternak,

tahun 1985 dengan gelar Insinyur (Ir). Melanjutkan studi pada Program S–2

Program studi Studi Pembangunan di UKSW–Salatiga dan lulus pada tahun

1998 dengan gelar Magister Sains (MSi). Tahun 2010, melanjutkan studi ke

program Doktor (S–3) di Program Pascasarjana Universitas Brawijaya Program

Studi Ilmu Ternak Minat Agribisnis Peternakan dengan sumber biaya dari usaha

sendiri.

Tahun 1977 – 1979 guru SMP dan SMA Pembangunan Bahu–Manado.

Tahun 1980 – 1984, guru SMP PGRI 1 dan SMA PGRI 2 Manado. Tahun 1984–

1987 selaku Kepala Sekolah SPP–PGRI dan Ketua Jurusan Pendidikan

Matematika pada PGSLTP Handayani di Manado. Tahun 1983 – 1986 sebagai

asisten dosen Biology di Laboratorium Dasar Unsrat dan Fakultas Peternakan

Unsrat (SK.Rektor Unsrat, Manado). Tahun 1987 sebagai staf Pengajar tetap

Fakultas Peternakan Unsrat Manado hingga sekarang. Matakuliah yang pernah

diampu di Fakultas Peternakan Unsrat : Biologi (Teori dan Praktikum), Ekology,

AMDAL, Perwilayahan Ternak, Perubahan Sosial, Perencanaan Pembangunan

Peternakan, Metode Penelitian Sosial Ekonomi Peternakan, Ekonomi Makro,

Tataniaga Hasil Ternak, dan Manajemen Pemasaran. Matakuliah di luar Fakultas

dalam lingkungan Unsrat adalah Ilmu Alamiah Dasar di Fakultas Hukum Unsrat.

Menikah dengan Dra Meiske Ketty Elvien Olga Kesek, S.Pd dan di

karuniai 3 (tiga) orang anak: 1) Vanly Verna Revieke Rembang, S.Pt, S.Pd, M.Si.

2) Dokter Vivie Ireyke Rembang. 3) Vini Paskalini Rembang S.Kep.

Malang, Februari 2017 Verry Lengkong Hanny Rembang

Page 7: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

vi

UCAPAN TERIMA KASIH

Segala puji, syukur, hormat dan kemuliaan penulis persembahkan kepada

Tuhan Yang Maha Esa, Maha Tinggi, Maha Agung, Maha Mulia, Maha Kuasa

dan Maha Kasih, atas semua berkat, kasih dan anugerah–Nya bagi penulis.

Penulis menyadari kelemahan dan kekurangan yang dimiliki, sebab itu penulis

benar–benar merasakan dorongan dan bimbingan oleh Yang Terhormat Bapak

Prof. Dr. Ir. Budi Hartono, MS selaku Promotor, ibu Ir. Hari Dwi Utami, MS.,

M.Appl.Sc., Ph.D selaku Ko–Promotor dan bapak Prof.Ir.Vicky.V.V.J. Panelewen,

M.Sc., Ph.D selaku Ko–Promotor, dimana selain membimbing juga membuka

pintu yang selebar–lebarnya bagi penulis untuk berkonsultasi dan berdiskusi.

Sikap familiar, toleransi terhadap pandangan dan gagasan penulis, kemudian

memberikan motivasi, dorongan dan mengarahkan serta memberikan bimbingan

secara sungguh– sungguh dan ikhlas.

Kebaikan–kebaikan yang telah penulis terima, dirasakan sebagai hutang

budi yang tidak ternilai harganya. Pada kesempatan ini, perkenankan penulis

secara tulus dari lubuk hati yang dalam menghaturkan rasa syukur dan bangga

serta terima kasih yang sebesar–besarnya kepada bapak–bapak dan ibu

pembimbing bagi semua ketabahan, keteguhan dan keihlasannya memberikan

dorongan serta membimbing penulis sejak dari persiapan ujian kualifikasi hingga

pada pelaksanaan ujan terbuka untuk laporan penelitian Disertasi ini. Penulis

hanya mampu berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa, Maha Kasih, Maha

Pemurah, dan Maha Penyayang, kiranya kepada bapak–bapak dan ibu

dicurahkan berkat, rahmat dan kesehatan.

Penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada semua pihak yang

membantu dan memungkinkan penulis mengikuti pendidikan Program Doktor

Ilmu Ternak ini hingga pelaksanaan Ujian Sidang Terbuka terhadap hasil

penelitian Disertasi ini, antara lain kepada :

1. Yang terhormat, Bapak Prof. Dr. Ir. Mohammad Bisri sebagai Rektor

Universitas Brawijaya dan Bapak Prof. Dr. Ir. Yogi Sugito sebagai Rektor

Universitas Brawijaya periode 2010 – 2014, serta Bapak Prof. Dr.Sc.Agr. Ir.

Suyadi, MS sebagai Dekan Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya dan

Bapak Prof. Dr. Ir. Kusmartono sebagai Dekan Fakultas Peternakan

Universitas Brawijaya periode 2011 – 2015 maupun Ibu Prof. Dr. Ir. Hartutik,

MP yang pada tahun 2010 selaku Dekan Fakultas Peternakan telah

memberi ijin, menerima, memberi kesempatan dan membina penulis

Page 8: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

vii

menjadi mahasiswa Program Doktor Ilmu Ternak dan studi pada

Pascasarjana Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya.

2. Yang terhormat, Ibu Prof. Dr. Ir. Ellen Joan Kumaat, M.Sc. sebagai Rektor

Universitas Sam Ratulangi dan Bapak Prof. Dr. Donald A. Rumokoy SH.,MH

sebagai Rektor Universitas Sam Ratulangi periode 2008 – 2012, serta

Bapak Prof. Dr. Ir. Charles L. Kaunang, MS sebagai Dekan Fakultas

Peternakan Universitas Sam Ratulangi dan Ibu Prof. Dr. Ir. Marie Najoan,

MP sebagai Dekan Fakultas Peternakan Universitas Sam Ratulangi periode

2009 – 2013 yang telah memberi tugas belajar bagi penulis sebagai

mahasiswa Program Pascasarjana Fakultas Peternakan Universitas

Brawijaya.

3. Yang terhormat, Tim Penguji disertasi, bapak Prof.Dr.Ir.Zaenal Fanani,MS.,

bapak Dr.Ir.Bambang Ali Nugroho, MS, DAA., bapak Dr.Ir.Hary Nugroho,MS.

Yang telah bersedia menguji untuk memberikan saran serta masukan sejak

pelaksanaan seminar hasil hingga dalam pelaksanaan Ujian Disertasi ini.

4. Yang terhormat ibu Dr. Ir Umi Wisapti Ningsih, MS selaku dosen tamu, telah

bersedia menguji untuk memberikan saran serta masukan pada

pelaksanaan Ujian Disertasi ini.

5. Bapak Gubernur dengan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik serta Dinas

Pertanian Provinsi Sulawesi Utara; bapak Bupati dengan Badan Kesatuan

Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat serta sub–Dinas Peternakan

Dinas Pertanian Kabupaten Minahasa; bapak Wali Kota dengan Badan

Kesatuan Bangsa dan Politik serta Dinas Pertanian–Perikanan dan

Peternakan Kota Tomohon; bapak Wali Kota dengan Badan Kesatuan

Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat serta Dinas Pertanian Kota

Manado; atas kesempatan yang telah diberikan pada penulis untuk

melakukan penelitian tentang Efisiensi Pemasaran ternak sapi potong di

daerah wilayah pemerintahannya.

6. Bapak–ibu teman–teman seperjuangan sebagai mahasiswa angkatan tahun

2010 pada Program Doktor Ilmu Ternak Fakultas Peternakan Universitas

Brawijaya, Malang.

7. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Pengelola Rumah Potong

Hewan sapi (RPH), PD Pasar Kota Manado dan pemilik Tempat

Pemotongan Hewan sapi (TPH) di kota Manado; PD Pasar dan pemilik

Tempat Pemotongan Hewan (TPH) di Kota Tomohon; maupun PD Pasar

dan Pengelola Pasar “Pasar Blantek” sapi Kabupaten Minahasa di

Page 9: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

viii

Kawangkoaan Kabupaten Minahasa, atas pelayanannya selama penulis

melakukan penelitian untuk penulisan Disertasi ini.

8. Studi program doktor saya ini tidak akan terlaksana tanpa restu, motivasi

maupun dukungan doa keluarga–ku terutama isteri dan anak–anak belahan

jiwaku yang tak henti–hentinya disertai linangan air mata memohon kasih

dan sayang Tuhan Yang Maha Esa, Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

bagi keberhasilan studi ini. Terimalah ucapan terima kasih ini isteri–ku

tercinta Dra Meiske Ketty Elvien Kesek, SPd serta anak–anak belahan

jiwaku dan sangat kusayangi,Vanly Verna Revieke Rembang, SPt, SPd, MSi

dan Dokter Vivie Ireyke Rembang serta Vini Paskalini Rembang, SKep

maupun menantuku Juniar Fitria Situmorang, SE; yang telah sabar menanti

penyelesaian studi Program Doktor Ilmu Ternak di Universitas Brawijaya ini.

Kepada papi (Alm) dan mami (Alm) serta kakak ku {Dokter Christ H. L.

Rembang (Alm)},dan adik-adikku Lili A.J.Rembang,SE., Reflin S. Rembang,

SPd (Alm), Drita S. Rembang, SPd dan Ir Jane.H.W.Rembang, MP serta

adik ipar ku Dr.Ir.Tilly F.D.Lumi, MSi; terima kasih atas nasihat dan motivasi

serta dukungan doanya yang telah diberikan bagi keberhasilan studi penulis.

9. Teman–teman mahasiswa S-3 angkatan 2010 yang tinggal di asrama

Dinoyo {saat saya tidak berdaya (dua kali jatuh sakit), mengantarkan saya

ke Rumah sakit terdekat (RSI)} maupun teman–teman mahasiswa di Guest

House Pemda Sulawesi utara di kota Malang tahun 2015 – 2017, terima

kasih atas motivasi dan dukungan doanya bagi keberhasilan studi penulis.

10. Penulis menyadari sebagai manusia tentunya tidak luput dari kelemahan

dan kekurangan serta ketidak sempurnaannya, sebab itu dengan senang

hati, penulis menerima masukan yang konstruktif demi perbaikan penulisan

Disertasi ini. Semoga hasil penelitian pada Disertasi ini bermanfaat bagi

semua pembaca yang membutuhkan demi pengembangan ilmu dan

pengetahuan maupun pengembangan teknologi pemasaran bagi dunia

peternakan.

Malang, Februari 2017

Penulis,

Verry Lengkong Hanny Rembang

Page 10: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas kasih karunia–Nya

sehingga penulis diberikan kemampuan dalam menyelesaikan materi Hasil

Penelitian untuk Disertasi yang telah dibawa dalam Ujian Terbuka dengan judul :

Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara.

Penetapan judul tersebut dilatarbelakangi pemikiran bahwa usaha peternakan

sapi potong di Sulawesi Utara masih dilaksanakan secara sambilan dengan

model pemasaran konvensional yang merupakan ciri khas usaha yang bersifat

tradisional. Untuk menuju pada usaha yang bersifat modern dan komersial maka

salah satu upaya yang dilakukan adalah pembangunan usaha peternakan

berorientasi pada pasar sebagai terminal agribisnis guna mendukung

pengembangan usaha peternakan sapi potong. Secara empirik, usaha agribisnis

terdiri dari subsistem – subsistem agribisnis, maka peranan pemasaran

merupakan kunci keberhasilan agribisnis peternakan sapi potong. Model

pemasaran konvensional diduga menjadi penyebab inefisiensinya model

pemasaran sapi potong yang berdampak pada rendahnya pendapatan petani

peternak sapi dibanding pemasar ternak sapi / konsumen bisnis selaku

konsumen akhir ternak sapi potong. Untuk kepentingan tersebut, maka struktur

pasar dan pola integrasi pasar sebagai landasan mencapai tingkat efisiensi

pemasaran sapi potong sangat urgen dan perlu adanya penelitian kearah hal

tersebut..

Penelitian ini melihat sejauhmana model pemasaran ternak sapi potong

menciptakan efisiensi pemasaran dalam pengembangan agribisnis peternakan

sapi potong di Sulawesi Utara.

Penulis menyadari kekurangan dan keterbatasan yang dimiliki penulis,

walaupun telah dikerahkan semua kemampuan untuk lebih teliti, tetapi masih

dirasakan banyak kekurangannya, sebab itu penulis mengucapkan terima kasih

atas saran yang bersifat konstruksif yang telah penulis terima bagi

penyempurnaan disertasi ini.

Malang, Februari 2017

Penulis,

Verry Lengkong Hanny Rembang

Page 11: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

x

RINGKASAN

Verry Lengkong Hanny Rembang, Program Pascasarjana, Fakultas Peternakan,

Universitas Brawijaya Malang. Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong

di Provinsi Sulawesi Utara. Ketua Komisi Pembimbing: Prof.Dr.Ir.Budi Hartono,

MS; Anggota: Ir. Hari Dwi Utami, MS.,M.Appl.Sc.,Ph.D; Anggota: Prof. Ir. Vicky.

V. J. Panelewen, M.Sc., Ph.D.

Penelitiani ini bertujuan untuk Menganalisis struktur pasar ternak sapi potong, Menganalisis pola integrasi pemasaran ternak sapi potong, dan Menganalisis efisiensi pemasaran sapi potong di Sulawesi Utara. Kebutuhan ketersediaan ternak sapi di Sulawesi Utara hingga kini kenyataannya jauh dari harapan. Rendahnya laju ketersediaan ternak sapi tidak mampu mengimbangi laju pertumbuhan permintaan akibat pertumbuhan penduduk. Ketersediaan ternak sapi biasanya dipengaruhi oleh kegiatan lembaga pemasaran dari hulu kehilir sehingga berpengaruh pada struktur pasar, integrasi pemasaran, efisiensi pemasaran dan insentif yang diterima tiap lembaga pemasaran. Besarnya insentif yang diperoleh dari model pemasaran tersebut, diharapkan dapat menciptakan peningkatan penawaran ternak sapi, sehingga ikut mengimbangi permintaan pasar akan ternak sapi. Besarnya insentif ikut meningkatkan pendapatan yang mengarah pada peningkatan kesejahteraan petani peternak khususnya di Sulawesi Utara.

Tinjauan pustaka dari penelitian ini bersumber dari hasil penelitian terdahulu mengenai pemasaran sapi potong, dan efisiensi pemasaran. Landasan teori berbasis pada pasar, pemasaran dan model pemasaran, strategi pengendalian saluran pemasaran dan integrasi pemasaran, struktur pasar, perilaku dan tampilan pasar, integrasi dan efisiensi pemasaran, dan agroindustri peternakan sapi.

Kerangka konseptual penelitian terlihat dari: Ternak sapi potong di Sulawesi Utara merupakan salah satu komoditi ekonomi yang berperan penting sebagai penyedia lapangan kerja, penyerap tenaga kerja keluarga, tenaga kerja ternak, alat transportasi, tabungan, hobi, penentu status sosial, dan sebagai ternak potong. Ternak sapi mampu merubah input yang kurang bernilai ekonomi berupa hijauan pakan ternak atau hasil ikutan pertanian menjadi produk bernilai tambah, sebab itu ternak sapi bernilai ekonomi. Ternak sapi bernilai ekonomi sebab dapat meningkatkan pendapatan rakyat dan berkedudukan penting dalam pemasaran hasil ternak. Model pemasaran yang hanya berorientasi produk akan membentuk pola integrasi pemasaran vertikal maupun horisontal yang rapuh akibatnya, peternak sapi dapat merugi bila terus berlanjut dan dapat mengakibatkan kebangkrutan / exit.

Penelitian ini dilakukan di Sulawesi Utara terhadap efisiensi pemasaran dari model pemasaran ternak sapi dengan sasaran untuk menganalisis struktur pasar, model integrasi pemasaran dan efisiensi pemasaran ternak sapi potong di Sulawesi Utara dengan sampel kota Manado, kota Tomohon dan Kabupaten Minahasa (Kawangkoan). Penelitian ini berlangsung selama 4 (empat) bulan, yaitu dari 18 Desember 2014 – 18 April 2015.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Pertama, Struktur pasar dari pemasaran ternak sapi potong di Sulawesi Utara, dengan melakukan Analisis struktur pasar melalui pendekatan matematis menggunakan alat analisis “Kr”, pasar ternak sapi di Sulawesi Utara cenderung mengarah pada oligopsoni konsentrasi tinggi. Kedua, Model Integrasi Pemasaran ternak sapi potong di

Page 12: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

xi

Sulawesi utara secara umum masih menggunakan pola integrasi vertical yang tradisional / terputus–putus. Harga ternak sapi potong di tiap pasar masih ditentukan oleh harga dipasar itu sendiri pada bulan sebelumnya dan bukan oleh harga ternak sapi di pasar lainnya. Ketiga: Secara parsial, berdasarkan analisis transmsi harga, hanya pasar Tomohon yang menunjukkan pasar efisien untuk transmisi harga produsen ke pedagang perantara pemasaran dan ke konsumen akhir selaku konsumen bisnis. Secara keseluruhan, hasil analisis efisiensi pemasaran memperlihatkan nilai EP < 1, maka dapat disimpulkan bahwa model pemasaran adalah efisien.

Beberapa rekomendasi dari penelitian adalah: (1) Informasi pasar tentang harga ternak sapi belum sampai ke produsen dengan sempurna, sehingga harus ada upaya lebih efektif dari dinas terkait untuk menginformasikan harga ternak sapi potong. Secara lebih luas, ada upaya mengumpulkan dan menyebarkan harga ternak sapi potong menurut jenis dan kualitas yang berlaku di suatu wilayah., (2) Diperlukan suatu organsiasi yang menangani perencanaan produksi dan penjajakan pemasaran hasil ternak sapi potong, misalnya koperasi. Peternak sudah saatnya bergabung dengan kelompok usaha yang mampu memperkuat posisi tawar menawar terhadap konsumen akhir selaku konsumen bisnis ternak sapi potong., dan (3) Perlunya standarisasi produk (ternak sapi) yang konsisten untuk memperoleh segmentasi pasar yang relatif stabil sehingga dapat meningkatkan pendapatan peternak sapi. Untuk itu diperlukan perhatian dan kerjasama dari dinas terkait dalam hal pengembangan teknologi.

Page 13: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

xii

SUMMARY

Verry Lengkong Hanny Rembang, Postgraduate Program, Faculty of Animal Husbandry, Brawijaya University Malang. Beef Cattle Marketing Efficiency Analysis at North Sulawesi Province. Promoter: Prof.Dr.Ir.Budi Hartono, MS; Co–Promoters : Ir. Hari Dwi Utami, MS.,M.Appl.Sc.,Ph.D and Prof. Ir. Vicky. V. J. Panelewen, M.Sc., Ph.D.

This study aims to analyze the structure of beef cattle market, marketing integration Analysing patterns of beef cattle, and analyze the efficiency of beef cattle marketing in North Sulawesi. Needs availability of cattle in North Sulawesi until now the reality is far from expectations. The low rate of availability of cattle was not able to keep pace with growth in demand due to population growth. Availability cattle are usually influenced by the activities of the upstream downstream marketing agencies that affect market structure, the integration of marketing, marketing efficiency and the incentives that each marketing agencies. The amount of the incentive obtained from the marketing model, is expected to create an increase in deals cattle and thus help offset the market demand for cattle. The amount of the incentive helps to improve incomes that lead to improving the welfare of livestock farmers, especially in North Sulawesi.

The literature review of the research comes from the results of previous research on beef cattle marketing, and marketing efficiency. The theoretical basis based on the market, marketing and marketing model, the control strategy of marketing channels and marketing integration, market structure, market behavior and appearance, integration and marketing efficiency, cattle farms and agro-industry.

The conceptual framework of the research looks of: Beef cattle in North Sulawesi is one of the commodities economy plays an important role as an employer, employer of the family, labor livestock, transportation, savings, hobbies, determinant of social status, and as livestock. Cattle are able to change the input of less economic value in the form of forage or agricultural by-products into value-added products cattle because it has economic value. Cattle economic value because it can increase the income of the people and domiciled important in the marketing of livestock products. Marketing model were oriented products will form a pattern of vertical and horizontal integration of marketing fragile as a result, cattle ranchers can lose if persists and can lead to bankruptcy / exit.This study was conducted in North Sulawesi to the marketing efficiency of marketing models cattle with the goal of analyzing the marketing structure, a model of integration of marketing and marketing efficiency of beef cattle in the North Sulawesi with sample area at the city of Manado, Tomohon and Minahasa (Kawangkoan). The study will last for four (4) months, namely from December 18, 2014 - April 18, 2015.

The results showed that: First, the market structure of the marketing of beef cattle in North Sulawesi, is mathematically using analysis tools "Cr", tends to lead to high concentrations oligopsony. Second, Model Integration Marketing beef cattle in northern Sulawesi in general are still using the traditional pattern of vertical integration / discontinuous. Prices of beef cattle slices in each market is determined by the price of beef cattle on the market itself in the previous month and not by the price of beef cattle in the other markets. Third Partially, based on the analysis transmsi price, the market just Tomohon which shows the efficient market for the transmission of producer prices to intermediaries and to consumers. Overall, the results show the value of marketing efficiency analysis EP <1, it can be concluded that the marketing model is efficient.

Page 14: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

xiii

The recommendations of the study are: (1) information about the market price to the producer is not perfect, so there should be more effective efforts of relevant agencies to inform the price. More broadly, there is an attempt to collect and disseminate price of beef cattle according to the type and quality prevailing in the region. (2) It takes a organsiasi that handles production planning and assessment of the marketing of beef cattle, such as cooperatives. Breeders already time to join a business group that is able to strengthen the bargaining position of the direct consumer.; And (3) The need for standardization of products (beef cattle) which is consistent to obtain a relatively stable market segmentation so as to increase the income of cattle farmers. It required the attention and cooperation of the relevant agencies in terms of technological development.

Page 15: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

xiv

DAFTAR SINGKATAN

RPH = Rumah Potong Hewan sapi (milik pemerintah, sifatnya legal)

TPH = Tempat Pemotongan Hewan sapi (milik perorangan / konsumen bisnis selaku konsumen akhir ternak sapi). TPH dikota Manado sifatnya illegal karena pemerintah sudah menyediakan RPH sapi potong.

HMS = Horizontal Marketing System / sistem pemasaran horisontal

VMS = Vertical Marketing System / sistem pemasaran vertikal

MCM = Multy Channel Marketing / sistem pemasaran multi saluran

MLM = Multy Level Marketing / pemasaran menggunakan banyak tingkatan

Kr = Konsentrasi Rasio (menggambarkan rasio penerimaan dan pengeluaran dan dinyatakan dalam satuan % (persentase)

Pr = Price of Retailer / harga ditingkat konsumen bisnis selaku konsumen akhir ternak sapi rangkap pengecer daging sapi. Mereka adalah pengguna RPH atau pemilik TPH

Pp = Price of jobber / harga ditingkat pedagang perantara pemasaran

Pf = Price of farmer / harga di tingkat petani peternak sapi selaku produsen ternak sapi.

BP = Biaya Pemasaran

EP = Efisiensi Pemasaran

MP 1 = Margin Pemasaran 1

MP 2 = Margin Pemasaran 2

Spf = Share harga di tingkat petani – peternak

Spp = Share harga di tingkat pedagang perantara pemasaran

Ski = Share keuntungan lembaga pemasaran ke i.

Sbi = Share biaya lembaga pemasaran ke i

Page 16: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

xv

PI = Profitability Index dengan menggunakan satuan persentase (%)

Konsumen Akhir = Konsumen bisnis yaitu petani–peternak sapi pemilik tempat pemotongan hewan (TPH) atau pengguna rumah potong hewan (RPH) milik pemerintah sekaligus pembeli ternak sapi potong untuk di sembelih dan di jual dalam bentuk daging.

Konsumen Bisnis

= Konsumen akhir atau pembeli ternak sapi hidup untuk tujuan bisnis / disembeli untuk di jual dalam bentuk daging sapi

Saluran Pemasaran

= Lembaga – lembaga pemasaran yang menjadi sasaran dalam pemasaran. Simamora Bilson (2003) menyatakannya sebagai organisasi yang terkait satu sama lain dan terlibat dalam penyaluran produk sejak dari produsen sampai ke konsumen.

Rantai Pemasaran

= Lembaga – lembaga pemasaran yang saling berinteraksi dalam suatu model pemasaran vertical.

Jaring–jaring Pemasaran

= Lembaga – lembaga pemasaran yang saling berinteraksi dalam penyaluran suatu produk dari produsen hingga kekonsumen akhir baik secara vertikal maupun horizontal (antar lembaga pemasaran yang setingkat) sehingga membentuk suatu pola jaring – jaring pemasaran.

Page 17: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

xvi

DAFTAR ISI

Isi Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN ....................................................................... i

IDENTITAS PENGUJI.............................................................................. ii

PERNYATAAN ORISINALITAS . .......................................................... iii

MOTTO ................................................................................................... iv

RIWAYAT HIDUP. ................................................................................ v

UCAPAN TERIMA KASIH . ................................................................... vi

KATA PENGANTAR ................................................................................ ix

RINGKASAN. ...................................................................................... x

SUMMARY. ........................................................................................ xii

DAFTAR SINGKATAN. ....................................................................... xiv

DAFTAR ISI ............................................................................................. xvi

DAFTAR TABEL ...................................................................................... xviii

DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xx

DAFTAR LAMPIRAN. .............................................................................. xxii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1

1.1. Latarbelakang ................................................................... 1

1.2. Masalah Penelitian ............................................................ 11

1.3. Tujuan Penelitian .............................................................. 14

1.4. Manfaat Penelitian ............................................................ 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 15

2.1. Hasil Penelitian Terdahulu ................................................ 15

2.1.1. Pemasaran Ternak Sapi Potong. ............................ 15

2.1.2. Efisiensi Pemasaran. ............................................... 19

2.1.2.1. Efisiensi Pemasaran Dalam Bidang Agribisnis. 19

2.1.2.2. Efisiensi Pemasaran Dalam Bidang Agribisnis

Peternakan. .............................................. 22

2.2. LandasanTeori .................................................................. 28

2.2.1. Pasar ..................................................................... 28

2.2.2. Pemasaran dan Model Pemasaran ........................ 31

2.2.3. Strategi Pengendalian Saluran Pemasaran dan

Integrasi Pemasaran. ............................................. 34

2.2.3.1 Saluran Pemasaran Konvensional...... ..... 39

2.2.3.2 Vertical Marketing System (VMS) ...... ...... 40

2.2.3.3 Horizontal Marketing System (HMS) ...... . 42

2.2.3.4 Sistem Distribusi Multisaluran Pemasaran/

Saluran Pemasaran Hibrida (Multy Channel

Marketing / MCM)...... ............................... 42

2.2.4. Struktur Pasar ........................................................ 44

2.2.5. Perilaku Dan Tampilan Pasar. ............................... 52

Page 18: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

xvii

2.2.6. Integrasi dan Efisiensi Pemasaran. ........................ 58

2.2.6.1. Integrasi Pemasaran. .............................. 58

2.2.6.2. Efisiensi Pemasaran. .............................. 61

2.2.7. Agroindustri Peternakan Sapi. ............................... 71

2.2.8. Pemasaran Dalam Agroindustri Peternakan Sapi. . 73

BAB III KERANGKA KONSEPTUAL PENELITIAN ............................... 75

3.1. Kerangka Konsep Penelitian... .......................................... 75

3.2. Hipotesis Penelitian............................................................. 79

3.3 Definisi Operasional Variabel Penelitian .......................... 80

BAB IV METODE PENELITIAN. ........................................................ 86

4.1. Lokasi Penelitian. ........................................................ 86

4.2. Populasi dan sampel Penelitian. .................................. 91

4.3. Metode Pengambilan Data . ......................................... 93

4.4. Teknik Analisa Data. .................................................... 94

4.4.1. Struktur Pasar (Market Structure). ..................... 95

4.4.2. Model Integrasi Pemasaran. ............................. 100

4.4.2.1. Integrasi Pemasaran Horisontal. ......... 100

4.4.2.2. Integrasi Pemasaran Vertikal. ........... 101

4.4.3. Analisis Efisiensi Pemasaran. ........................... 109

4.4.4. Perbandingan Penggunaan Alat Analisis. ......... 111

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. ................................................. 114

5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian. ............................ 114

5.2. Karakteristik Demografi Responden. ............................ 120

5.3. Struktur Pasar. .............................................................. 128

5.3.1. Pendekatan Kualitatif. ....................................... 128

5.3.2. Pendekatan Matematis. .................................... 141

5.4. Model Integrasi Pemasaran. ............................................ 172

5.5. Analisis Efisiensi Pemasaran. ........................................ 179

5.5.1. Pola Penentuan Harga Ternak Sapi Potong. ......... 179

5.5.2. Efisiensi Pemasaran. ........................................... 180

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. ................................................. 182

6.1. Kesimpulan. ................................................................. 182

6.2. Saran. .......................................................................... 182

DAFTAR PUSTAKA. ........................................................................... 184

DAFTAR LAMPIRAN. ......................................................................... 192

Page 19: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

xviii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1. Ciri – Ciri Persaingan Pasar. ................................................ 45 4.1. Jumlah Ternak Sapi Potong Di Sulawesi Utara Tahun 2014 .... 88 4.2. Jumlah Rumah Tangga, Pedagang (Perantara pemasaran)

Ternak Sapi Potong Menurut Kabupaten / Kota Tahun 2011 ... 89 4.3. Jumlah Ternak Sapi Menurut Kecamatan Di Kabupaten

Minahasa Tahun 2014 ............................................................. 91

4.4. Data Peternak Sampel dan Pedagang Ternak Sapi sampel. ... 93

5.1 Demografi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan. ..... 121 5.2 Demografi Responden Berdasarkan Usia. ......................... 122 5.3 Demografi Responden Berdasarkan Lama Beternak Sapi . .... 123. 5.4. Demografi Responden Berdasarkan Tingkat Penghasilan. .... 126 5.5 Demografi Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan ... 127 5.6. Jarak Tempuh .......................................................................... 129 5.7. Data Peternak Sampel dan Pedagang Perantara Pemasaran

Ternak Sapi Sampel. ............................................................. 129 5.8. Konsumen Bisnis / Konsumen Akhir Ternak Sapi Selaku

Pemasar Daging Sapi. ........................................................... 130 5.9 Perhitungan Konsentrasi Rasio (Kr). ................................... 141 5.10. Hasil Analisis Transmisi Harga di Pasar Manado. ........... 142 5.11. Hasil Analisis Transmisi Harga di Pasar Tomohon. ........ 146 5.12 Hasil Analisis Transmisi Harga di Pasar Minahasa. ........... 150 5.13 Hasil Analisis Model Simultan Pasar Manado. ................ 155 5.14 Hasil Analisis Model Simultan Pasar Tomohon. ............. 158 5.15 Hasil Analisis Model Simultan Pasar Minahasa ................... 161 5.16 Index of Market Connection (IMC) Pasar Manado. .............. 165 5.17 Index of Market Connection (IMC) Pasar Tomohon. ......... 167

Page 20: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

xix

5.18 Index of Market Connection (IMC) Pasar Minahasa. ............ 170 5.19 Model Integrasi Pemasaran. ............................................... 173 5.20 Pola Analisis Perkiraan Harga Ternak Sapi Dalam Pemasaran. 180 5.21 Analisis Efisiensi Pemasaran. ............................................. 180

Page 21: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

xx

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1. Model Pemasaran Sapi Potong di Malawi Tengah Dan Selatan. .................................................................. 25

2.2. Mekanisme Pasar ............................................................... 29 2.3. Bentuk – Bentuk Persaingan. .......................................... 45 2.4. Keadaan Pasar Persaingan Sempurna ............................... 46 2.5. Pasar Monopolistik .............................................................. 47 2.6. Pasar Monopoli. ................................................................. 48 2.7. Pasar Monopsoni. ............................................................... 49 2.8. Perusahan Pada Kondisi Oligopoli. ..................................... 50 2.9. Fungsi Primer, Turunan dan Marjin Pemasaran. ................. 57

2.10. Model Keseimbangan Dua Wilayah / Pasar......................... 66

2.11. Pertukaran Antara Dua Daerah Akibat Perbedaan Permintaan Dan Penawaran Dengan Mempertimbangkan Biaya Transportasi. Komoditi Mengalir dari Daerah Surplus Y ke Daerah Defisit X . ........ 69

2.12. Penentuan Harga keseimbangan, Jumlah Komoditi

Daerah Surplus Dan Defisit ................................................. 71

3.1. Kerangka Konseptual Penelitian Model Pemasaran ........ 78

4.1. Analisis Path : Elastisitas Transmisi. .............................. 97

4.2 Analisis Regresi : Integrasi Pemasaran Vertikal. ............. 102

4.3 Integrasi Pasar Jangka Pendek dan Jangka Panjang. ...... 105

4.4 Integrasi Pasar Secara Simultan. .................................. 107

5.1 Karakteristik Demografi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan. ............................................................ 121

5.2. Karakteristik Demografi Responden Berdasarkan

Tingkat Usia. .................................................................... 122 5.3 Karakteristik Demografi Responden Berdasarkan Lama

Beternak Sapi. ................................................................... 124

Page 22: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

xxi

5.4 Karakteristik Demografi Responden Berdasarkan Tingkat Penghasilan. ...................................................... 127

5.5 Karakteristik Demografi Responden Berdasarkan

Jumlah Tanggungan. ..................................................... 128 5.6 Jaring – Jaring Pemasaran Ternak Sapi Potong di

Manado. ......................................................................... 132 5.7 Rantai Pemasaran Ternak Sapi Potong di Kota Manado. 132 5.8 Jaring – Jaring Pemasaran Ternak Sapi Potong di Kota

Tomohon. ......................................................................... 133 5.9 Rantai Pemasaran Ternak Sapi Potong di Kota Tomohon. . 134

5.10 Jaring – Jaring Pemasaran Ternak Sapi Potong di Kabupaten Minahasa. ....................................................... 135

5.11 Rantai Pemasaran Ternak Sapi Potong di Kabupaten

Minahasa. ......................................................................... 135 5.12 Hasil Analisis Path : Elastisitas Transmisi di Pasar

Manado. ........................................................................... 145 5.13 Hasil Analisis Path : Elastisitas Transmisi di Pasar

Tomohon. ......................................................................... 149 5.14 Hasil Analisis Path : Elastisitas Transmisi di Pasar

Minahasa. ......................................................................... 153 5.15 Hasil Analisis Model Simultan di Pasar Manado. ........... 156

5.16 Hasil Analisis Model Simultan di Pasar Tomohon. ........ 159 5.17 Hasil Analisis Model Simultan di Pasar Minahasa. ........... 162 5.18 Index of Market Connection (IMC) Pasar Manado. .......... 166

5.19 Index of Market Connection (IMC) Pasar Tomohon. ....... 168

5.20 Index of Market Connection (IMC) Pasar Minahasa. ...... 170

5.21 Model Integrasi Pemasaran di Manado. ........................ 174

5.22 Model Integrasi Pemasaran di Tomohon. ......................... 176

5.23 Model Integrasi Pemasaran di Minahasa. ...................... 177

5.24 Model Integrasi Pemasaran Keseluruhan. ..................... 179

Page 23: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

xxii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Konsentrasi Rasio. .......................................................... 192 2. Elastisitas Transmisi. ........................................................ 194

3. Model Simultan. ............................................................... 202 4. Index Market Connection. ................................................ 208 5 Model Integrasi Pemasaran. ............................................ 210 6 Analisis Efisiensi Pemasaran. ............................................ 211 7 Demografi Responden. .................................................. 213 8 Photo Pasar “Blantek” Ternak Sapi di Kawangkoan

Kabupaten Minahasa. ..................................................... 214 9 Photo Ternak Sapi di Kota Tomohon. ............................ 216 10 Photo Ternak Sapi di Kota Manado. .............................. 217 11 Surat Ijin Penelitian dari Pemerintah Provinsi Sulawesi

Utara. ............................................................................. 218 12 Surat Ijin Penelitian dari Pemerintah Kabupaten

Minahasa. ....................................................................... 219 13 Surat Ijin Penelitian dari Pemerintah Kota Manado. ........ 220 14 Surat Ijin Penelitian dari Pemerintah Kota Tomohon. ...... 221

Page 24: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

1

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Warga negara Indonesia sebagian besar tinggal dipedesaan serta hidup

dari sektor pertanian dan peternakan. Indonesia merupakan negara kepulauan

yang berada didaerah tropis, memiliki tumbuh tumbuhan hari netral (tumbuh

tumbuhan yang dapat berbunga dan berbuah sepanjang tahun di daerah tropis

karena panjang siang hari dan malam harinya adalah sama) sebab itu tumbuh

subur dan hijau sepanjang tahun. Pertanian dan industri pertanian (agroindustri)

dapat tumbuh kembang dengan baik karena adanya bahan baku lokal berupa

bibit tanaman yang di butuhkan sehingga ikut mendukung pembangunan

peternakan dan kesejahteraan masyarakatnya. Kenyataan ini sulit ditemukan di

belahan bumi lainnya karena itu masyarakatnya seharusnya hidup sejahtera.

Pembangunan sektor pertanian peternakan sangat perlu memperhatikan

peningkatan pendapatan dan kesejahteraan rakyatnya. Seluruh enersi perlu

diarahkan bagi kesejahteraan petani peternak dan pedesaan pada umumnya.

Revitalisasi pertanian bisa berhasil jika pembangunannya bisa mengentaskan

masyarakat petani peternak dan warga desa dari jeratan rantai kemiskinan.

Sasarannya ialah pembangunan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan

pendapatan petani peternak, pembangunan pertanian dan pedesaan.

Laju pertumbuhan ekonomi masyarakat desa perlu didukung adanya

kegiatan ekonomi guna menghasilkan komoditi pemuas kebutuhan yang sifatnya

sangat langka dan punya peluang bisnis. Kegiatan ekonomi itu dapat berupa

agribisnis peternakan termasuk didalamnya agroindustri peternakan sapi potong.

Kegiatan beternak sapi ini merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang

memenuhi kriteria tersebut. Kegiatan ekonomi ini harus dapat menyiapkan

Page 25: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

2

lapangan kerja, menyerap tenaga kerja, dapat dipilih untuk menaikan

pendapatan dan kesejahteraan masyarakat desa.

Secara geografis, Sulawesi Utara adalah salah satu daerah yang sangat

strategis di kawasan Asia Pasifik karena merupakan pintu gerbang lalulintas

keluar masuknya aneka barang dagangan. Masyarakatnya terutama hidup dari

sektor pertanian dan menjadikan ternak sapi komplementer dengan usaha

taninya. Komplementer dalam hal ini saling melengkapi, artinya sektor pertanian

akan maju jika didukung adanya tenaga kerja ternak sapi, tetapi tenaga kerja

ternak sapi butuh hasil ikutan pertanian sebagai bahan pakannya. Ternak sapi

yang digunakan dalam bidang tani dikenal dengan ternah sapi pertanian.

Masyarakat Sulawesi Utara hidup dari usaha tani sebab ditunjang oleh budaya

beternak sapi terutama sapi pertanian, tersedianya lahan pertanian-peternakan

dan pusat pasar sapi. Ternak sapi merupakan salah satu jenis komoditi ekonomi

yang berpotensi dikembangkan karena kelangkaannya sebab itu memiliki nilai

ekonomi. Kelangkaan ternak sapi pertanian (sapi yang komplemen dengan

usaha tani) maupun sapi potong ikut membuka peluang pemasaran ternak sapi

yang sangat menjanjikan potensi peluang usaha kearah masa depan di Sulawesi

Utara.

Kelangkaan ternak sapi terutama sapi pertanian di Sulawesi diperlihatkan

oleh tingginya harga perekor ternak sapi pertanian yang jauh lebih mahal dari

harga sapi potong (bisa dua kali harga sapi potong bahkan lebih mahal lagi

sesuai negosiasi berdasarkan ciri khas lahiriahnya). Harga ternak sapi makin

tinggi bila keterampilannya menarik bajak di areal pertanian makin baik. Harga

ternak sapi turun saat berubah fungsinya sebagai ternak sapi potong karena

perhitungannya bukan berdasarkan kemampuan membantu kerja tani, tapi

berdasarkan perkiraan berat hidup dan jumlah kilogram daging yang dapat

diperoleh dari ternak itu. (Ka.sub.Din Peternakan Dinas Pertanian, Peternakan

Page 26: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

3

dan Perkebunan Kabupaten Minahasa, consultation individual, 2015).

Perkembangan populasi ternak di Sulawesi Utara yaitu : tahun 2010 (98,522

ekor), tahun 2011 (105,225 ekor) dan tahun 2012 (119,889 ekor). Pemotongan

ternak sapi pada tahun 2012 sebanyak 23,205 ekor (Statistik Peternakan tahun

2013). Pemotongan ternak sapi pada tahun 2011 sebanyak 22,916 ekor)

(Statistik Peternakan tahun 2012). Produksi daging sapi di Sulawesi utara

berturut turut dari tahun 2010 (4,385,918 Kg), tahun 2011 (4,446,437 Kg) dan

tahun 2012 (4,500,958 Kg) (Statistik Peternakan tahun 2013). Artinya terjadi

peningkatan pemotongan ternak sapi sedangkan populasi ternak sapi sangat

berfluktuasi. Hasil prasurvey mengindikasikan bahwa pemotongan ternak sapi

tiap harinya oleh konsumen akhir ternak sapi (pemilik TPH maupun pengguna

RPH) selalu didasarkan atas kebutuhan permintaan daging sapi oleh rumah

makan, supermarket maupun pedagang asongan. Kosumen akhir ternak sapi

baik pengguna RPH maupun pemilik TPH secara keseluruhan mengatakan

bahwa pemotongan ternak sapi disesuaikan dengan kebutuhan permintaan para

pelanggan setiap hari perminggu sebab itu berapa kebutuhan konsumsi perhari

itulah yang ditawarkan ke pasar. Jumlah pemotongan ternak sapi dibatasi pada

kebutuhan harian pelanggan sebab para konsumen akhir ternak sapi (konsumen

bisnis) tidak menyiapkan tempat penyimpanan hasil jagalan ternak sapi (cool

storage) yang belum terjual sebab itu pukul 08.00 pagi semua jualan telah habis

terjual.. Berdasarkan data tersebut, maka Jumlah penawaran hasil ternak sapi

sama dengan jumlah permintaan untuk konsumsi.

Informasi ini belum begitu akurat karena data jumlah ternak sapi yang di

eksport keluar provinsi Sulawesi Utara oleh pedagang antar provinsi, belum

terdata lewat buku statistik tahun tersebut. Faktor faktor tadi berdampak pada

terjadinya kelangkaan ternak sapi dan ikut mempengaruhi tingkat kenaikan harga

ternak sapi di Sulawesi utara.

Page 27: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

4

Dinas Pertanian dan Peternakan provinsi Sulawesi Utara (Anonimous,

2013) menyatakan, potensi wilayah Sulawesi Utara yang luas lahannya sekitar

1.527.219 Ha, dapat digunakan untuk areal tanaman pangan, hortikultura dan

perkebunan, merupakan sumber bahan baku pakan ternak. Produksi hijauan

yang dapat dihasilkan pertahun mampu memenuhi kebutuhan pakan ternak

hingga 1.718.052 ekor yang bila dibandingkan populasi ternak sapi Sulawesi

utara Tahun 2012 sebesar 110.486 ekor, maka prospek pengembangan ternak

sapi daerah ini dapat mencapai satu juta ekor. Pemerintah daerah telah

menetapkan ternak sapi sebagai ternak andalan guna menaikkan pertumbuhan

ekonomi khususnya dari subsektor Peternakan.

Profil usaha peternakan sapi di Sulawesi Utara hingga kini masih

bertahan karena diusahakan oleh para petani pemilik ternak sapi secara

komplementer dengan usaha taninya (perkebunan kelapa, tani jagung, tani padi,

transportasi dalam usaha agribisnis). Ternak sapi di Sulawesi utara

komplementer dengan usaha pertanian sebab merupakan sumber tenaga kerja

untuk menggantikan sebagian tenaga kerja manusia. Tenaga ternak sapi tani /

kerja di Sulawesi Utara bermanfaat buat :

1. menarik bajak di lahan pertanian untuk ditanami jagung atau padi,

2. menarik sisir tani guna meratakan permukaan sawah untuk ditanami padi,

3. mengangkut bibit padi atau bibit jagung maupun pupuk dari rumah petani ke

areal pertanian,

4. mengangkut hasil pertanian (padi, jagung atau sayur mayur) maupun hasil

perkebunan (biji kelapa, kopra, cengkih) dari areal pertanian / perkebunan

ke tempat penampungan dan dari tempat penampungan ke rumah petani

atau ke pasar.

Ternak sapi yang kurang produktif atau kurang baik untuk mendukung

usaha pertanian (berusia diatas 7 tahun, betina minimal sudah tiga kali beranak),

Page 28: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

5

di jual oleh petani peternak sapi sebagai sapi potong. Ternak sapi berfungsi

sebagai tabungan, sumber tenaga kerja ternak termasuk untuk transportasi

input output pertanian, memiliki makna prestise masyarakat dan sumber devisa

yang potensil. Ternak sapi berperan dalam penyediaan bahan makanan bergizi

tinggi berupa daging / protein hewani. Masyarakat memelihara ternak sapi

secara perorangan maupun dalam bentuk kelompok tani petani peternak sapi

pada skala usaha 1 3 ekor per kepala keluarga. Ternak sapi juga dipelihara

untuk tujuan penggemukan dan setelah 3 6 bulan kemudian, di jual ke pasar

dalam bentuk daging sapi. Jenis ternak sapi yang ada yaitu: sapi PO, sapi Bali,

dan sapi Bacan.Ternak sapi banyak dipelihara di bawah pohon kelapa atau

padang penggembalaan dan menjelang malam di bawah kerumah untuk

digembalakan ataupun dipekerjakan esoknya.

Setiap petani peternak pemilik ternak sapi adalah agribisnisman (usahawan

bidang pertanian termasuk usaha tani dan ternak sapi walau skala kecil / rumah

tangga), menginginkan perkembangan usahanya kearah masa depan

berkelanjutan. Model pemasaran berkelanjutan membutuhkan pola pengaturan

penawaran dan permintaan terintegrasi agar pemasaran lebih efisien. Pola

pengaturan penawaran dan permintaan terintegrasi bertujuan agar ditemukan

suatu model pemasaran berkelanjutan. Pemasaran merupakan aspek penting

dalam proses agribisnis; sebab dapat memacu berkembangnya program

penerapan teknologi sistem agribisnis. Pemasaran ternak sapi oleh petani /

produsen, biasanya menggunakan berbagai lembaga pemasaran agar sampai

ketangan konsumen akhir. Proses pemasaran membutuhkan biaya untuk

menjalankan fungsi fungsi pemasaran agar produk tiba ditangan konsumen

sesuai tempat dan waktunya secara efektif dan efisien. Model pemasaran ternak

sapi yang efisiens perlu perhatian agar ternak sampai ketangan konsumen

dengan harga yang wajar dan lembaga pemasaran yang terlibat dapat

Page 29: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

6

menjalankan fungsi pemasaran secara baik. Pebisnis harus mengelola pola

integrasi pemasaran guna merebut peluang pasar dan menguasainya agar

model pemasaran berkelanjutan dapat dicapai.

Usaha beternak sapi sangat bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat

untuk itu, ternak sapi harus dipasarkan. Permasalahan sistem pemasaran ternak

sapi yaitu ternak mudah mengalami stres, penurunan berat badan dan kematian,

sebab itu bagaimana model pemasaran yang baik agar dapat berkelanjutan perlu

diketahui. Secara empirik, model pemasaran bisa terdiri dari dua mata rantai

saluran distribusi atau lebih. Kodrat (2009) menjelaskan bahwa pemasaran

sebagai suatu model terbentuk oleh unsur-unsur saluran pemasaran yang

menghubungkan mata rantai pemasaran yang satu dengan lainnya. Saluran

pemasaran (saluran distribusi) menjadi salah satu penentu keberhasilan kegiatan

bisnis. Soekartawi (1993) berpendapat bahwa, pemasaran yang efisien adalah

sampainya produk kekonsumen akhir menurut tempat, waktu, dan bentuk yang

diinginkan konsumen dengan biaya serendah rendahnya, serta adanya distribusi

harga secara adil yang di bayar konsumen akhir sebagai insentif kepada semua

mata rantai pemasaran yang terkait dalam kegiatan pengadaan input dan

kegiatan produksi serta pemasaran tersebut. Kotler dan Keller (2009)

menyatakan tujuan kunci pemasaran adalah mengembangkan hubungan yang

dalam dan bertahan lama dengan orang dan organisasi yang secara langsung

mempengaruhi kesuksesan aktifitas pemasaran itu. Hasil akhir dari pemasaran

hubungan adalah modal perusahan berupa jaringan pemasaran.

Keberadaan pasar serta struktur pasar ternak sapi di Sulawesi Utara

didukung oleh ketersediaan pasar

Kabupaten Minahasa, rumah potong hewan (RPH) milik pemerintah daerah dan

pengguna RPH sebagai konsumen akhir ternak sapi di Kota Manado. Selain

adanya RPH, terdapat pula konsumen akhir pemilik tempat pemotongan hewan

Page 30: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

7

(TPH) ternak sapi yang ramai terdapat di kota Manado dan kota Tomohon.

Tempat pemotongan sapi (TPH) di kota Manado sifatnya illegal karena sudah

ada RPH milik pemerintah kota Manado yang operasionalnya langsung dibawah

pengawasan pemerintah kota.

pusat pertemuan antara produsen ternak sapi dari daerah sekitar kecamatan

Kawangkoan, perantara pemasaran dari daerah sekitar kecamatan Kawangkoan,

konsumen akhir ternak sapi, dan pedagang dari daerah lainnya dalam provinsi

Sulawesi Utara maupun pedagang dari provinsi Sulawesi tengah dan provinsi

Gorontalo.

sebab sejak awal berdirinya pasar sapi ini adalah pasar barter sapi (bahasa

Manado pasar blantek ). Keberadaan pasar sejak zaman

penjajahan Belanda dan tidak ada catatan maupun informasi kapan berdirinya.

(Pusat

Kesehatan Hewan) dan fasilitas tempat AI sapi, tapi belum ada TPH dan RPH.

Ternak sapi yang diperjualbelikan disini terutama untuk ternak pertanian

kemudian untuk ternak potong. Di pasar ini, terdapat banyak penjual dan banyak

pembeli yang bebas masuk keluar lokasi pasar tanpa adanya pembagian tempat

menetap. Ternak yang ada dalam pasar blantek ini hanya terdiri dari ternak sapi.

Petani peternak sapi dan kelompok tani ternak sapi menempati wilayah

pedesaan dan daerah perifer perkotaan.

Mobilitas penduduk Sulawesi Utara cukup tinggi terutama di kota Manado

dan Tomohon karena di dukung adanya perguruan tinggi dan pusat

perekonomian. Masyarakat (pedagang, PNS, dan mahasiswa) banyak yang

bermukim di kota Manado tapi kerja maupun kuliah di Kota Tomohon dan ada

pula yang kerja maupun kuliah di Tondano (Ibu Kota Kabupaten Minahasa).

Page 31: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

8

Mobilitas penduduk yang tinggi itu, ikut meningkatkan permintaan akan

hasil ternak sapi. Permintaan akan ternak sapi dan produk daging sapi di

Sulawesi utara berdasarkan data statistik: populasi ternak sapi potong di

Sulawesi utara pada tahun 2009 (106,598 ekor); tahun 2010 (998,522 ekor);

tahun 2011 (105,225 ekor). Sedangkan jumlah pemotogan ternak sapi pada

tahun 2011 (22,916 ekor) dan produksi daging ternak sapi tahun 2011 (4,446,437

Kg), sedangkan pemotongan ternak sapi tahun 2012 (23,205 ekor) dan produksi

daging tahun 2012 (4,500,958 Kg). Berdasarkan data statistik tahun 2013, jumlah

penduduk Sulawesi utara tahun 2011 (2,296,666 orang) dan tahun 2012

(2,319,916 orang) sedangkan konsumsi daging sapi pada tahun 2011 (4,446,437

Kg), dan tahun 2012 (4,500,958 Kg) dengan demikian, konsumsi daging sapi

perkapita tahun 2011 (1.936 Kg = 1,936 gram perkapita) dan tahun 2012 (1.940

Kg = 1.940 gram perkapita). Artinya terjadi kenaikan konsumsi perkapita sebesar

0,21 % pertahun. Kenyataan ini disebabkan daging ternak sapi di Sulawesi utara

bukanlah menu utama karena masih banyak menu alternatif sebagai sumber

protein hewani dan sumber protein nabatinya.

Profil pemasaran ternak sapi di Sulawesi utara mengikuti suatu model

yang secara alami berbeda ditiap daerah dan memperlihatkan model pemasaran

konvensional. Perbedaan model ini biasanya dipengaruhi oleh keberadaan

pedagang perantara dan jaraknya dari pusat pasar sapi (Kota Manado, kota

l Konvensional karena

produsen belum terintegrasi VMS (Vertical Marketting System / system

pemasaran yang vertical) dengan konsumen akhir ternak sapi, sebab itu

pemasaran ternaknya dikuasai perantara pemasaran (pedagang perantara).

Kegiatan penawaran dan pembelian ternak sapi antara produsen dan pembeli

sering dijumpai penentuan berat badannya hanya berdasarkan perkiraan. Pasar

hewan disana belum memiliki timbangan ternak, sebab itu peternak sapi sering

Page 32: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

9

mengalami kerugian, karena penentuan berat badan sapi potong bukan

berdasarkan hasil timbangan, tapi atas dasar perkiraan dan kekuatan tawar

menawar. Teknologi pemasaran konvensional (terputus putus, belum terpadu /

belum terintegrasi) sifatnya sangat tradisional dan belum tertata dengan baik

serta mudah dipermainkan pedagang perantara. Perkembangan teknologi

pemasaran dewasa ini akan menggusur model pemasaran konvensional sebab

belum tertata baik dan produsen menempati kedudukan yang lemah. Posisi

petani peternak yang lemah dalam pemasaran menyebabkan mereka hanya

menerima harga (price taker) yang sangat fluktuatif sebab dipermainkan

pedagang, akhirnya mereka tetap dililit rantai kemiskinan. Petani peternak sapi

maupun konsumen akhir ternak sapi selaku konsumen bisnis ternak sapi potong

secara alami akan berusaha bertahan hidup, diantaranya melakukan pengaturan

permintaan dan penawaran secara terintegrasi (tertata dan terpadu dengan

kebutuhan serta permintaan pasar) agar lebih efisien sebagai suatu model

pemasaran. Pengaturan integrasi ini tercipta bila terdapat win win solution

usaha saling menguntungkan antar elemen lembaga pemasaran vertical sebagai

suatu model pembangunan ekonomi peternakan yang saling ketergantungan.

Harapan kearah masa depan jika dilihat dari letak geografis, budaya

beternak oleh masyarakat peternak sapi, ketersediaan lahan pertanian dan areal

peternakan sapi mencerminkan kebutuhan terhadap ternak dan tenaga kerja

ternak sapi. Adanya pasar ternak sapi maupun peningkatan permintaan akan

ternak sapi, maka Sulawesi utara dapat menjadi sentra pengembangan

peternakan sapi potong kearah masa depan yang dapat menyiapkan surplus

penawaran ternak sapi untuk kebutuhan lokal sehingga bisa melakukan eksport.

Tumbuh suburnya usaha rumah makan, restoran, perhotelan, pasar tradisional

maupun supermarket di kota Manado dan kota Tomohon serta keamanan yang

terjamin, ikut menaikan permintaan akan ternak sapi sebagai input RPH dan TPH

Page 33: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

10

serta usaha tani. Kenaikan permintaan akan menaikan kelangkaan ternak sapi.

Makin langka ketersediaan ternak sapi di pasar, makin mendorong naiknya harga

dan nilai ekonomi ternak sapi maupun pendapatan dan kesejahteraan produsen

ternak sapi serta merubah model pemasaran ternak sapi. Naiknya nilai ekonomi

ternak sapi di suatu daerah, ikut menambah peluang agribisnis sapi potong

kearah masa depan di daerah bersangkutan.

Penelitian tentang struktur pasar dalam usaha pertanian telah menjadi

perhatian para peneliti karena sifat produk produk pertanian yang mudah rusak.

Hal ini terlihat dari penelitian tentang pemasaran panili di Bali oleh Idrus dan

Widyantara (1996) dengan kesimpulan bahwa: pemasaran panili di Bali tidak

terintegrasi, baik secara vertikal maupun horizontal sehingga struktur pasar yang

ada mengarah kepada pasar monopsoni. Penelitian tentang struktur pasar dalam

pemasaran buah anggur telah dilakukan di Bali oleh Wardhana (1993) yang

berkesimpulan bahwa struktur pasar buah anggur di Bali adalah oligopsoni.

Dalam kondisi ini, pembeli bertindak selaku price setter (penentu harga)

sedangkan petani hanya sebagai price taker (penerima harga) karena bargaining

positionnya lemah. Penelitian lain yang juga dilakukan di Bali oleh Darma

Setiawan (1997) tentang analisis pemasaran rumput laut yang mengkaji tentang

struktur, perilaku dan tampilan pasar diperoleh hasil bahwa pasar rumput laut di

Bali cenderung ke arah persaingan tidak sempurna (imperfect market) yakni

pasar oligopsoni.

Penelitian tentang pemasaran bunga potong telah dilakukan oleh Kiptiyah

dan Semaoen (1994) di Jawa Timur, bahwa nilai korelasi antara harga di tingkat

konsumen dan harga di tingkat produsen untuk setiap jenis bunga berkisar

antara 0.584 0.957. Artinya, semakin besar korelasi antara penawaran harga

ditingkat konsumen dan permintaan harga ditingkat produsen maka kedua pasar

tersebut semakin kuat terintegrasi.

Page 34: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

11

Penelitian Afifuddin S dan S.I. Kusuma (2007) tentang pengaruh Struktur

Pasar CPO terhadap pengembangan ekonomi wilayah Sumatera Utara

menyimpulkan bahwa, Struktur pasar CPO di Sumatera Utara berbentuk

oligopsoni. Kelompok pedagang besar mendominasi perdagangan CPO dan

mereka telah mengintegrasikan dirinya secara vertikal mulai dari perkebunannya,

industri pengolahan hingga kepemasaran produknya. Pasar ekspor, harga

ekspor dan harga domestik berpengaruh secara nyata terhadap pengembangan

ekonomi wilayah (luas lahan kelapa sawit), namun pasar domestik tidak

berpengaruh secara nyata terhadap luas lahan.

Penelitian tentang rantai pasokan usaha tani ternak sapi penggemukan

oleh masyarakat, telah dilakukan oleh Wahyuni (2006) terhadap usaha

masyarakat peternak sapi potong di kabupaten Tuban. Hasil penelitian ini

berkesimpulan bahwa model pemasaran ternak sapi di Tuban telah mempolakan

suatu strategi pemasaran terintegrasi.

Penelitian terhadap efisiensi pemasaran hasil hasil usaha pertanian

diatas, telah dilakukan, tetapi penelitian terhadap efisiensi pemasaran ternak sapi

potong masih sangat kurang sebab itu sangat dibutuhkan penelitian kearah hal

tersebut.

Perbedaan model pemasaran (pola pengaturan permintaan penawaran

terintegrasi dengan saluran distribusi) pada tiap pemasar memunculkan

perbedaan efisiensi pemasaran. Informasi model pemasaran sapi potong yang

efisien di Sulawesi Utara, masih sangat kurang. Sebab itu penelitian untuk

menemukan model pemasaran ternak sapi potong yang efisien dirasa perlu.

1.2. Masalah Penelitian

Berdasarkan atas fenomena di atas, maka pada penelitian ini akan

membahas struktur pasar, pola integrasi pemasaran (kesatuan penawaran dan

Page 35: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

12

permintaan), dan efisiensi pemasaran, yang menggambarkan model pemasaran

sapi potong yang efisien. Kodrat (2009), berpendapat bahwa, upaya

mendominasi pasar sesungguhnya adalah proses pengembangan hubungan

antara pemasar dan penyalur. Sistem pemasaran vertikal menggambarkan pola

hubungan interaksi antar lembaga: Produsen, grosir, dan pengecer berlaku

sebagai satu kesatuan bukan perusahan terpisah. Distribusi merupakan ujung

tombak dari pemasaran.

Ternak sapi memiliki fluktuasi harga dan resiko kerugian akibat

penurunan berat badan atau kematian jika manajemennya kurang baik. Fluktuasi

harga bisa disebabkan adanya variasi permintaan dan penawaran, bila jumlah

permintaan lebih kecil dari penawaran, maka harga cenderung menurun, petani

peternak tidak memiliki posisi tawar dan hanya sebagai penerima harga (Price

Taker). Petani peternak sapi selama ini kurang berpengalaman dalam

memasarkan ternaknya, sebab itu mudah tergantung pada jasa pedagang.

Pedagang memiliki pengetahuan tentang organisasi pemasaran dan konsumen

akhir ternak sapi sebab itu bisa mempermainkan harga di tingkat produsen.

Kebutuhan ketersediaan ternak sapi di Sulawesi Utara hingga kini

kenyataannya jauh dari harapan. Anonymous, 2012 tentang Statistik peternakan

menyatakan bahwa, produksi daging sapi provinsi Sulawesi Utara pada tahun

2010 adalah 4.385.918 Kg; ternak sapi yang dipotong 22,916 ekor. Penulis

berpendapat, bila rataan berat ternak sapi 300 Kg/ekor dan 32 %-nya (persentasi

daging sesuai hasil konsultasi dengan para pemilik TPH / pengguna RPH)

adalah daging, maka produksi daging sapi lokal adalah 2.199.936 Kg. Artinya,

dibandingkan produksi daging sapi tahun 2010, maka selisih 2.185.982 Kg

daging sapi pada tahun tersebut diperoleh dari import untuk keperluan Hotel.

Rendahnya laju ketersediaan ternak sapi tidak mampu mengimbangi laju

pertumbuhan permintaan akibat pertumbuhan penduduk. Ketersediaan ternak

Page 36: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

13

sapi biasanya dipengaruhi oleh kegiatan lembaga pemasaran dari hulu kehilir

sehingga berpengaruh pada struktur pasar, integrasi pemasaran, efisiensi

pemasaran dan insentif yang diterima tiap lembaga pemasaran. Pemasaran sapi

disektor hulu didominasi oleh petani peternak karena budidaya ternak sapi

didominasi untuk usaha pertanian dan sebagai tabungan. Ternak sapi afkir dan

ternak sapi yang kurang produktif serta ternak sapi yang memiliki tanda lahiriah

yang tidak disenangi, dijual sebagai sapi potong dengan harga lebih rendah dari

sapi untuk keperluan pertanian. Harga ternak sapi potong lebih stabil karena

didasarkan pada perkiraan jumlah kandungan dagingnya dan harga daging

eceran dipasar untuk penentuan harga ternak sapi hidup. Harga ternak sapi

potong disektor hilir ditentukan oleh para konsumen bisnis (pemilik TPH /

pengguna RPH) berdasarkan tafsiran jumlah kilogram daging ternak sapi

bersangkutan. Besarnya insentif yang didapat dari model pemasaran tersebut,

diharapkan akan menciptakan peningkatan penawaran ternak sapi, sehingga ikut

mengimbangi permintaan pasar akan ternak sapi. Besarnya insentif ikut

meningkatkan pendapatan yang mengarah pada peningkatan kesejahteraan

petani peternak khususnya di Sulawesi Utara. Nampaknya harapan itu masih

jauh dari kenyataannya, sebab masih banyak peternak sapi yang dililit lingkaran

setan kemiskinan, adanya pemasar ternak sapi / konsumen bisnis yang exit dan

mencari lapangan kerja lainnya. Adanya pemasar yang exit terlihat dari

berkurangnya pengguna RPH / konsumen bisnis (11 orang kini yang aktif tinggal

4 orang) dan beralih jadi pengecer daging sapi dari konsumen bisnis lainnya.

Struktur pasar yang bersifat monopoli, konfigurasi saluran distribusi pemasaran

yang konvensional (penawaran dan permintaan belum terintegrasi) serta

inefisiensi pemasaran sapi potong diduga menjadi penyebab menjauhnya

harapan dari kenyataan disana.

Page 37: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

14

Berdasarkan permasalahan tersebut maka dirumuskan beberapa

persoalan, yaitu:

1. Bagaimana struktur pasar ternak sapi potong di Sulawesi Utara?

2. Bagaimana model integrasi pemasaran ternak sapi potong di Sulawesi Utara?

3. Bagaimana efisiensi pemasaran ternak sapi potong di Sulawesi Utara?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah penelitian tadi, maka yang menjadi tujuan

penelitian ini ialah untuk :

1. Menganalisis struktur pasar ternak sapi potong di Sulawesi Utara.

2. Menganalisis model integrasi pemasaran ternak sapi potong di Sulawesi

Utara.

3. Menganalisis efisiensi pemasaran ternak sapi potong di Sulawesi Utara.

1.4. Manfaat Penelitian

Melalui hasil penelitian ini diharapkan dapat diperoleh suatu manfaat

yang berguna yaitu :

1. Sebagai sumbangan pemikiran bagi pemerintah dalam merumuskan

kebijakan investasi, pemasaran dan pembangunan agribisnis peternakan.

2. Sebagai sumbangan pada pengembangan ilmu ekonomi peternakan, melalui

pengaturan penawaran dan permintaan ternak sapi potong yang terintegrasi

untuk mendapatkan model pemasaran yang efisien.

3. Dengan diketahuinya pengaruh model pemasaran ternak sapi potong yang

efisien, maka dapat diketahui pola perencanaan pemasaran bagi

keberlanjutan usaha agribisnis sapi potong.

Page 38: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

15

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hasil Penelitian Terdahulu

2.1.1. Pemasaran Ternak Sapi Potong

Produk agribisnis peternakan berupa ternak sapi, mudah mengalami

kerugian ekonomi akibat manajemen yang kurang baik, penurunan berat badan,

serangan kuman penyakit, gangguan kesehatan ternak, kecelakaan ternak,

kematian maupun pencurian. Sebab itu, perlu penanganan yang baik dan efektif

serta model pemasaran yang efisien.

Pellokila, dkk (1993) meneliti tentang pemasaran lewat permintaan

daging sapi di kota Administratif Kupang melalui analisis biaya pemasaran,

margin pemasaran, keuntungan pemasaran dan efisiensi pemasaran dengan

hasil yang cukup baik

Studi yang dilakukan oleh Sudhir and Today's

market has become consumer driven and the marketer has to delight the

customer to achieve success. To achieve this service firms have to identify needs

of the customer, design the product mix, communicate price to the public and

promote the services in such a way to position that in an attractive manner and in

different way than the competito

dan pemasar senang membuat pelanggan berhasil. Perusahan melakukan

pelayanan tersebut setelah mengidentifikasi kebutuhan pelanggan, membentuk

produk campuran, mengembangkan cara pelayanan menarik dalam setiap posisi

yang berbeda dari cara pesaing dan mengkomunikasikan harga kemasyarakat.

Pemasaran ternak sapi di provinsi Jawa Timur telah diteliti oleh Winarno,

dkk (2005) hasilnya, pemasarannya berlangsung secara lokal dan regional yaitu

antar wilayah kabupaten sebagai sentra-sentra ternak. Pemasaran tersebut juga

diwarnai adanya perdagangan ternak sapi potong antar wilayah provinsi maupun

Page 39: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

16

antar pulau. Melalui pola pemasaran demikian, terdapat beberapa pola distribusi

rantai pemasaran ternak sapi potong di Provinsi Jawa Timur ke luar daerah.

Aspek geografis, aktivitas pemasaran sapi potong di Jawa Timur dapat di

kategorikan menjadi tiga wilayah pemasaran yaitu: aktivitas pemasaran lokal,

regional dan internasional. Secara lokal, transaksi jual-beli ternak sapi dilakukan

oleh peternak / pedagang lokal di pasar setempat. Transaksi juga terjadi baik

antara pemilik ternak dengan pedagang pengumpul tingkat desa / kecamatan, atau

kabupaten serta antar pedagang pengumpul di Jawa Timur.

Cruz, dkk (2003 2004), menuliskan hasil penelitiannya di Dili Timor Leste

bahwa, model pemasaran ternak sapi memiliki rantai distribusi baik langsung

maupun tidak langsung dalam memenuhi kebutuhan konsumen. Penelitian ini

memperlihatkan pola interaksi sebagai pranata sosial yang membentuk pola

integrasi vertikal maupun horizontal antar lembaga pemasaran ternak sapi.

Model pemasaran ternak sapi mengandung suatu strategi distribusi pemasaran

terhadap konsumen ternak sapi. Petani peternak penggemukan, pedagang sapi,

maupun CCT/NCB di Dili Timor Leste telah membentuk suatu strategi distribusi

pemasaran yang terintegrasi.

Secara rasio, makin pendek rantai pemasaran, makin tinggi nilai transaksi

yang diterima peternak selaku produsen. Semakin panjang rantai pemasaran

semakin kecil nilai transaksi yang diterima produsen. Cruz, dkk (2003 2004),

menggambarkan lima pola integrasi saluran pemasaran ternak sapi di Covalima.

Keberadaan CCT / NCB yaitu sebagai lembaga penyangga keuangan bagi

peternak (penggemukan) sapi, mitra dalam pemasaran ternak sapi dan eksportir.

Keberadaannya memperpendek rantai distribusi pemasaran guna meningkatkan

penerimaan produsen / peternak ternak sapi. Penelitian ini memperlihatkan pula

pola integrasi saluran pemasaran sapi di distrik Bobonaro Timor Leste dengan

empat model rantai pemasaran. Konsumen dikelompokkan dalam tiga kategori:

Page 40: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

17

yaitu konsumen lokal, konsumen di Dili dan konsumen di Indonesia. Konsumen

lokal di Bobonaro mendapatkan ternak sapi dari petani paronisasi dan secara

langsung dari peternak sapi. Ternak sapi dari distrik ini juga diangkut ke

konsumen di Dili melalui pedagang ternak sapi untuk dipelihara selama beberapa

hari sebelum dibawah ke tempat pemotongan hewan. Produsen ternak sapi

terdiri atas 2 (dua) bagian yaitu petani peternak dan petani penggemukan sapi.

Kelebihan petani penggemukan ternak sapi di distrik Bobonaro yaitu: punya

kesempatan mengekspor ternaknya ke Indonesia.

Wahyuni (2006), meneliti tentang rantai pasokan usaha tani ternak sapi

penggemukan oleh masyarakat peternak sapi potong di kabupaten Tuban pada

tahun 2006. Hasil penelian menunjukan bahwa, setidaknya ada delapan pola

integrasi saluran pemasaran ternak sapi yang membentuk model pemasaran

ternak hidup di Kabupaten Tuban. Pemasaran ternak sapi hidup ternyata

disamping untuk memenuhi kebutuhan lokal, juga kebutuhan luar daerah.

Adanya pemasukan ternak sapi ke wilayah Tuban guna memenuhi kebutuhan

ternak sapi masyarakat menceritakan peluang pemasaran ternak sapi potong di

wilayah Tuban cukup terbuka. Model pemasaran ternak sapi di Tuban

memperlihatkan pola integrasi vertikal maupun horizontal antar lembaga

pemasaran ternak sapi di kabupaten Tuban. Model pemasaran ternak sapi ini

melatarbelakangi suatu strategi distribusi pemasaran yang terintegrasi.

Hasil penelitian Suarda, A. (2009) menjelaskan bahwa aktivitas

pemasaran ternak sapi potong di Sulawesi Selatan dijalankan melalui tiga tipe

saluran pemasaran yaitu: model pertama hanya terjadi saat petani peternak

memerlukan sesuatu untuk kebutuhan hidupnya. Saluran kedua adalah model

pemasaran yang ada pada pasaran lokal baik di tingkat desa, kecamatan,

maupun provinsi. Semua sampel petani peternak pada wilayah penelitian,

menjual langsung ternaknya pada pedagang pengumpul. Pedagang pengumpul

Page 41: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

18

tersebut menjual kembali ternak sapi kepada konsumen. Saluran ketiga untuk

pemasaran regional dan berfungsi saat pedagang pengumpul melakukan

aktifitas pembelian di desa-desa sampel dan kemudian di jual kepada pedagang

antar pulau di Makassar. Ternak sapi tersebut selanjutnya dijual kembali pada

konsumen atau pedagang yang berkedudukan di Kalimantan Timur maupun di

Jakarta. Penelitian ini berkesimpulan bahwa sistem saluran pemasaran ternak

sapi potong di Sulawesi Selatan telah efisien pada tiga tipe saluran pemasaran

yang ada.

Balafif (2010) menyatakan bahwa pada pemasaran hasil peternakan ke

konsumen akhir, banyak pihak yang terlibat yaitu, pedagang pengumpul,

pedagang besar, dan pengecer di pasar. Semakin panjang jalur pemasaran akan

semakin lemah posisi peternak. Keberadaan beberapa pihak dalam pemasaran

sangat membantu peternak, karena tidak semua peternak punya kemampuan

memasarkan sendiri ternaknya. Kendala tersebut disebabkan waktu, dana, jalur

pemasaran dan lainnya. Pedagang pengumpul, pedagang besar, maupun

pengecer biasanya lebih mampu dan lebih menjamin pemasaran hasil

peternakan dibanding peternak.

Daroini, A. (2013) meneliti tentang pola pemasaran sapi potong pada

peternak skala kecil di kabupaten Kediri bahwa, dalam proses menjual sapi

potong, peternak dapat memilih pembeli yang potensial guna memutus peran

belantik (makelar) sapi dalam proses penjualan, sebab adanya pendampingan

melalui kelompok dan tidak menerima pembayaran yang tidak tunai. Ternak sapi

pada awalnya ditimbang, tapi pada proses penentuan harga ternak sapi,

peternak hanya sebagai penerima harga yang tidak realistis (price taker), sebab

penentuan harga hanya didasarkan pada tampilan fisik. Petani telah

mempertimbangkan waktu kapan sapi yang dipelihara layak dijual tapi, saat

membutuhkan uang, ternak sapi sewaktu-waktu dapat dijual. Peternak menjual

Page 42: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

19

ternak sapi guna memenuhi kebutuhan sandang, pangan, papan, membiayai

pendidikan anak, membeli sepeda motor dan melakukan investasi usaha on farm

maupun off farm.

Jokosusilo B (2011), saat meneliti tentang integrasi pasar dan efisiensi

ekonomi usahatani sapi potong di Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan

Kalimantan Timur berkesimpulan bahwa, usaha sapi potong didaerah surplus

belum tentu memiliki efisiensi ekonomi yang lebih tinggi dibanding usaha sapi

potong di daerah defisit. Efisiensi ekonomi usaha sapi potong menunjukan

tingkat keuntungan usaha yang diterima peternak dan keuntungan pada usaha

sapi potong ditentukan oleh pola usaha dan komposisi sapi potong yang

dipelihara.

2.1.2. Efisiensi Pemasaran

2.1.2.1. Efisiensi Pemasaran dalam bidang Agribisnis

Sasaran para ilmuan dan para ekonom termasuk pelaku kegiatan

ekonomi peternakan yaitu menganalisis tingkat efektifitas dan efisiensi dari suatu

kegiatan bisnis. Efektifitas mengarah pada kegiatan manajemen sedangkan

efisiensi mengarah pada pendekatan biaya sekecil kecilnya guna memperoleh

keuntungan sebesar besarnya. Makin besar keuntungan disertai makin kecilnya

biaya berarti makin efisien. Efisiensi pula dapat terlihat bila keuntungan tetap tapi

biaya menurun maupun biaya tetap tapi keuntungan meningkat. Kenyataan ini

bias terjadi dengan adanya pembubuhan teknologi pemasaran. Hal ini terlihat

pula dari beberapa hasil penelitian dalam bidang pertanian berikut ini. Dekayanti

dkk (2003), meneliti tentang efisiensi pemasaran ikan nila di kabupaten Banjar

provinsi Kalimantan Selatan berkesimpulan bahwa, struktur pasar ikan nila

mengarah pada struktur pasar tidak sempurna sebab itu pemasaran ikan nila,

tidak efisien. Marjin pada semua saluran pemasaran cukup besar, distribusi

Page 43: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

20

marjin pada masing masing lembaga pemasaran tidak merata, rasio keuntungan

dan biaya yang diterima petani ikan sangat kecil sebab itu sistem pemasarannya

tidak efisien.

Penelitian yang dilakukan Fransiska Anna (2003) terhadap efisiensi

pemasaran ikan kembung di Muara Angke kecamatan Penjaringan Kota Madya

Jakarta Utara, Provinsi DKI Jakarta menyimpulkan bahwa: struktur pasar menuju

pada persaingan tidak sempurna sebab para pedagang dapat mempengaruhi

harga pemasaran. Pada praktek pembelian dan penjualan, telah terjadi kerja

sama untuk menjaga stabilitas harga pasar. Penentuan harga ditentukan

lembaga pemasaran diatasnya. Marjin saluran pemasaran pertama lebih besar

dari saluran pemasaran kedua. Bagian harga yang diterima nelayan pada

saluran pemasaran pertama lebih kecil dari saluran pemasaran kedua artinya,

saluran pemasaran kedua lebih efisien.

Purnama, M. N. (2004), meneliti tentang efisiensi pemasaran ikan hias di

desa Cibuntu kecamatan Ciampa Kabupaten Bogor dengan simpulan bahwa,

terdapat dua pola saluran pemasaran ikan hias. Struktur pasar ditingkat

produsen (pembudidaya ikan) dan pemasaran ditingkat tengkulak serta di tingkat

agen, masing masing mengarah pada pasar oligopsonistik. Pasar di tingkat

pengecer mengarah pada pasar persaingan monopolistik. Pembudidaya

menerima bagian lebih rendah dari lembaga pemasaran lainnya; keuntungan

lembaga pemasaran belum merata sebab itu, pemasaran ikan hias di desa

Cibuntu kecamatan Ciampea kabupaten Bogor belum efisien.

Suatu penelitian tentang efisiensi pemasaran jeruk didesa Karang Duku

kecamatan Belawang Barito Kuala Kalimantan Selatan telah dilakukan oleh

Suherti, L., Z. Fanani dan A. W. Muhaimin (2009) menyatakan bahwa, struktur

pasarnya mengarah pada pasar persaingan tidak sempurna dalam hal ini adalah

oligopsoni, masih ada tingkat pasar yang belum terintegrasi, distribusi marjin

Page 44: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

21

belum merata, share harga pada petani masih rendah, rasio keuntungan dan

biayanya bervariasi sebab itu pemasaran jeruk didesa Karang Duku kecamatan

Belawang Barito Kuala Kalimantan Selatan belum efisien.

Safitri, D. R. (2002), melakukan penelitian tentang efisiensi pemasaran

pupuk urea pada pemasaran Pusri daerah Jawa Timur menyimpulkan bahwa,

marjin pemasaran pupuk urea di Jawa timur belum tersebar merata ke lembaga

lembaga pemasarannya, pasar masih tersekmentasi karenanya pasar belum

terintegrasi sebab itu pemasaran pupuk urea di Jawa timur belum efisien.

Setiorini, F. (2008) meneliti tentang Efisiensi Pemasaran Ikan Mas Di

Kecamatan Pagelaran Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung dengan

simpulan bahwa, pada saluran 2, pemasaran yang dilakukan pedagang

pengecer dalam kecamatan adalah efisien. bahwa rasio keuntungan dan biaya

sebesar 128,38 artinya, keuntungan yang diperoleh lebih besar dari biaya

pemasaran yang dikeluarkan. Rasio keuntungan dan biaya pemasaran

pedagang pengecer luar kecamatan yang terbesar terdapat pada saluran 1 yaitu

176,3%, sedangkan rasio keuntungan dan biaya terkecil berada pada saluran 3

yaitu 81,37%. Pada saluran 3 pemasaran yang dilakukan pedagang pengecer

luar kecamatan belum efisien kerena biaya yang dikeuarkan lebih besar dari

jumlah keuntungan yang diperoleh. Rasio keuntungan dan biaya pada rumah

makan pada saluran 1 sebesar 43,38% menunjukan bahwa pemasaran yang

dilakukan belum efisien karena biaya yang dikeluarkan lebih besar dari pada

keuntungan yang diperoleh. Pada tingkat pemilik kolam pemancingan rasio

keuntungan dan biaya pada saluran 4 (empat) yang diperoleh sebesar 215,79%.

Nilai ini menunjukkan bahwa pemasaran yang dilakukan pemilik kolam

pemancingan efisien sebab keuntungan yang didapat lebih besar dari biaya yang

dikeluarkan.

Page 45: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

22

2.1.2.2. Efisiensi Pemasaran Dalam Bidang Agribisnis Peternakan

Penelitian tentang pemasaran hasil usaha peternakan telah dilakukan

melalui beberapa penelitian berikut ini. Mukson, dkk (2005) meneliti tentang

efisiensi pemasaran telur ayam ras di Kabupaten Kendal Jawa Tengah dengan

kesimpulan bahwa, terdapat empat pola pemasaran yang digunakan oleh

produsen telur ayam ras. Besarnya marjin pemasaran tergantung dari panjang

pendeknya pola pemasaran yang digunakan. Makin panjang pola pemasaran

yang digunakan, makin besar marjin pemasarannya. Walaupun demikian, pola

pemasaran telur ayam ras baik yang digunakan oleh produsen maupun lembaga

perantara pemasaran, sudah efisien yaitu sebesar 86,7 %.

Suatu penelitian yang dilakukan oleh Kusuma, M.E.W., H.D. Utami dan

B.A. Nugroho (2013) mengenai efisiensi pemasaran telur ayam ras di kecamatan

Karangploso kabupaten Malang terlihat bahwa, terdapat tiga jalur saluran

pemasaran yang digunakan produsen telur ayam ras. Jalur pertama memiliki

lima mata rantai pemasaran; jalur kedua memiliki empat mata rantai pemasaran;

sedangkan yang ketiga, hanya menggunakan tiga mata rantai pemasaran.

Disimpulkan bahwa jalur ketigalah yang paling efisien sebab memiliki marjin

pemasaran yang terkecil tapi memiliki B/C - ratio tertinggi.

Nur, M. K. (2008), meneliti tentang efisiensi pemasaran pedet Jantan

Sapi Perah di kota Batu menyimpulkan bahwa, baik hasil analisis konsentrasi

rasio maupun analisis regresi memperlihatkan bahwa pemasaran sapi perah

jantan di kota Batu mengarah pada persaingan sempurna hal ini juga berarti

bahwa harga di tingkat pedagang terintegrasi secara sempurna dengan harga di

tingkat petani peternak. Share harga yang diterima petani peternak di daerah

penelitian mengindikasikan bahwa petani peternak di daerah ini sudah menerima

harga yang layak. Hasil analisis share keuntungan dan distribusi marjin yang

belum merata (marjin terbesar ada pada pedagang perantara sedangkan marjin

Page 46: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

23

ditingkat petani petani sangat kecil), maka sistem pemasaran pedet di Kota Batu

belum efisien.

Arficho (2011) melakukan penelitian tentang price spread analysis of

cattle in Hadiya Pastoral Areas Spread harga sapi potong, di daerah

pastoral Hadiya) zona SNNPR, Ethiopia dengan tujuan menilai efisiensi

pemasaran ternak sapi. Data yang dianalisis bersumber dari data primer dan

data sekunder. Analisis marjin pemasaran menunjukkan bahwa, penggunaan

biaya tertinggi ada pada penjagal (tukang daging) ( 94 Birr per kepala) diikuti

oleh pedagang keliling dan amatir. Pendapatan terbesar diperoleh kolektor

pedesaan yang mendapatkan keuntungan terbesar (542 Birr per kepala) diikuti

oleh penjagal / tukang daging (506 Birr per kepala). Share terbesar didapat oleh

para produsen yang melakukan penjualan langsung ke konsumen diikuti oleh

penjualan langsung ke penjagal / tukang daging dan penjagal/tukang daging

melalui kolektor pedesaan. Penelitian ini memperlihatkan bahwa, keuntungan

bagi peternak dapat meningkatkan lebih baik saat terintegrasikan secara vertical.

Integrasi vertikal dibutuhkan karena menambah kegiatan akan menambah biaya

dan risiko, sebab itu perlu mengidentifikasi sebuah teknologi yang tepat,

pelatihan pada sistem pemasaran yang akan dilakukan, memberikan informasi

dan modal kerja akan mengatasi masalah dan meningkatkan keuntungan dari

pemasaran

Dayanandan (2011) telah meneliti tentang Production and Marketing

Efficiency of Dairy Farm in Highland of Ethiopia an Economic Analysis. Penelitian

ini menguji model produksi dan model pemasaran yang mampu meningkatkan

efisiensi usaha ternak sapi potong di Ethiopia. Adapun fungsi produksi berbasis

Coubb Douglass yaitu milk output ditentukan oleh concentrate, dry fodder, green

fodder, labor, cost of miscellaneous, dan stage of lactation. Hasil penelitian

memperlihatkan bahwa produk susu sapi ditentukan oleh pemberian konsentrat,

Page 47: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

24

pakan kering, hijauan pakan ternak, tenaga kerja, biaya biaya lainnya, dan

tahapan laktasi, dimana pakan konsentrat adalah penentu yang dominan untuk

mendapatkan produk susu sapi secara maksimal.

Girei, Dire, and Bello (2013), telah melakukan penelitian tentang

Assessment of Cost and Returns of Cattle Marketing in Central Zone of

Adamawa State, Nigeria. Penelitian ini bertujuan untuk menguji biaya dan tingkat

pengembalian pada pemasaran ternak sapi potong di Nigeria. Metode yang

digunakan adalah Model Total Variable Cost (TVC), Total Revenue (TR), dan

Gross Margin (GM). Dari ketiganya diperoleh Gini Coefficient (GC) dan Market

Margin (MM) pemasaran sapi. Market Margin pada pemasaran ternak sapi di

Nigeria sebesar 9.09% dengan Gini Coefficent sebesar 0.65. Permasalahan

tingginya biaya transportasi menjadi permasalahan pelik dalam pemasaran

ternak sapi potong sehingga market margin yang diperoleh sangat kecil.

Dzanja, Kapondammgaga, dan Tchale (2013) meneliti tentang Value

Chain Analysis of Beef in Central and Southern Malawi (Case Studies of

Lilongwe and Chkhwawa Districts), 2013. Penelitian ini untuk menguji rantai nilai

pemasaran sapi potong di Malawi serta menguji efisiensi pasar yang terjadi.

Penelitian ini melihat jaringan pemasaran sapi dari input supply sebesar 1,12

USD per kilogram sapi atau 26% dari keseluruhan. Rantai kedua yaitu farm

production sebesar $ 1,25 per kilogram sapi atau 29%. Rantai ketiga yaitu

sebesar $ 1,64 per kilogram atau 38%. Processing sebesar $ 3,95 per kilogram

atau 92%, dan rantai kelima yaitu distribution yaitu sebesar $ 4,28 per kilogram

atau 100%. Penelitian merekomendasikan rantai sistematis dalam perdagangan

sapi potong yaitu sebagai berikut :

Page 48: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

25

Gambar. 2.1. Model Pemasaran Sapi Potong di Malawi Tengah dan Selatan

Tibi And Aphunu (2015), telah melakukan penelitian tentang analysis of

the cattle market in Delta State- The Supply Determinant, 2015. Penelitian ini

bertujuan untuk meneliti pasar sapi potong berbasis pengukuran penawaran.

Pemodelan yang digunakan adalah jumlah sapi yang di pasarkan dipengaruhi

oleh modal, jumlah sapi yang di tawarkan, harga per sapi, biaya pemeliharaan

per sapi, biaya transportasi. Hasil analisis memperlihatkan jumlah sapi yang di

pasarkan sangat dipengaruhi oleh modal, jumlah sapi yang di tawarkan, harga

per sapi, biaya pemeliharaan per sapi, biaya transportasi.

Bushara (2015), menguji model efisiensi pemasaran sapi potong berbasis

model multivariate Co integration. Makalah ini membahas multivariat co-integrasi

hasil regresi atas harga ternak dengan menggunakan vektor auto-regresi (VAR)

dari Johansen. Analisis jangka panjang dari harga sapi di pasar yang dipilih

menunjukkan bukti kuat dari yang ada hubungan jangka panjang antara pasar

ternak di Sudan. Ternyata dari jangka panjang di Elobied dan Nyala hasilnya

adalah harga pasar Y dipengaruhi semua pasar lainnya, sementara harga pasar

lain tidak mempengaruhi mereka sama sekali. Interpretasi balik ini mungkin sifat

yang sama bahwa, Elobied dan Nyala sebagai sumber utama ternak, dalam arti

bahwa permintaan untuk ternak dipasar Omdurman dan Medani meningkat

Page 49: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

26

dalam jangka panjang menyebabkan pasar ini menjadi pemimpin harga (demand

driven). Hasilnya ialah, ada hubungan jangka pendek antara pasar ternak di

Sudan kecuali untuk pasar Nyala yang tampaknya dipisahkan dari pasar lain

mungkin karena jarak yang jauh dari Nyala. Pasar Omdurman dalam jangka

pendek memiliki efek pada sebagian besar pasar ternak di Sudan namun tidak

terpengaruh oleh mereka karena arah peningkatan pertumbuhan investasi di

seluruh wilayah ibukota nasional. Artinya, ada diskriminasi pembangunan yang

tidak seimbang terhadap daerah lain di Sudan. Penyebab pemisahan pasar

Nyala dari sisa pasar mungkin karena konflik yang sedang berlangsung di

wilayah ini, membuat para pedagang sapi menahan diri memasuki pasar ini dan

memungkinkan ternak sapi berpindah dari pasar ini ke negara-negara tetangga

dalam bentuk penyelundupan.

Suardika, Ambarawati, dan Sudarma (2015), meneliti tentang Efektivitas

Kemitraan Ternak Sapi Potong terhadap Pendapatan Petani Peternak di

Kabupaten Timor Tengah Utara Propinsi NTT. Mereka berkesimpulan bahwa :

Kemitran usaha ternak sapi potong antara YMTM dengan petani-peternak di

Kabupaten TTU tercapai dengan kategori cukup efektif. Faktor karakteristik

petani-peternak, pendampingan YMTM dan teknik sapta usaha peternakan sapi

potong berpengaruh nyata terhadap efektivitas kemitran usaha ternak sapi

potong. Efektivitas kemitran usaha ternak sapi potong sebesar 87,69% oleh

ketiga faktor tersebut. Efektivitas kemitran berpengaruh nyata terhadap

pendapatan petani peternak, dimana pendapatan petani-peternak dapat

dijelaskan sebesar 38,13 % oleh efektivitas kemitran. Rata-rata kontribusi

pendapatan kemitran usaha ternak sapi potong sebesar 29,91% yang tergolong

kategori rendah terhadap pendapatan petani-peternak dari usahatani secara

keseluruhan (Rp 1.949.342). Saran penelitian: 1) Petani-peternak perlu

menaikkan penambahan berat badan ternak sapi potong per hari (daily gain),

Page 50: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

27

menambah jumlah ternak sapi potong yang dipeliharanya, seleksi bibit ternak

sapi bali yang unggul dengan umur lebih dari 1,5 tahun. 2) YMTM perlu

meningkatkan pendidikan non formal petani-peternak dengan cara menambah

frekuensi latihan, praktek teknis dan manajemen usaha ternak sapi potong.

YMTM perlu meningkatkan bimbingan tenis kepada petani-peternak dalam hal

praktek pengolahan kotoran ternak sapi menjadi kompos, pemanfatan kotoran

ternak sapi segar untuk biogas, analisis ekonomi usaha ternak sapi potong dan

pemilhan bibit ternak sapi yang unggul. YMTM perlu meningkatkan kapasitas staf

lapangannya dan petani-peternak dalam hal pola pemberian pakan yang sesuai

berat badan ternak sapi potong, pengolahan sisa-sisa hasil pertanian menjadi

pakan ternak bergizi, peningkatan produksi tanaman yang dapat menjadi sumber

konsentrat lokal dan pemberian pelayanan vaksinasi untuk ternak sapi.

Semua hasil penelitian tadi memperlihatkan interaksi sosial yang

menggambarkan model integrasi pemasaran (permintaan penawaran) dengan

saluran distribusinya. Integrasi pemasaran ini mempolakan keterpaduan harga

ditingkat pembeli / peminta dengan harga ditingkat penawar / produsen /

pemasok. Keterpaduan harga pada permintaan dan penawaran dalam saluran

pemasaran ini dapat menciptakan saling ketergantungan antara pelaku

pemasaran, serta meningkatkan efisiensi dan efektifitas pemasaran, sebab itu

butuh perhatian yang mendalam.

Sulawesi Utara adalah lembaga pemasaran (petani peternak sapi, perantara

pemasaran, peternak sapi potong selaku konsumen akhir ternak sapi sebagai

pemilik tempat pemotongan sapi (TPH) atau pengguna RPH. Efisiensi

pemasaran sangat berpengaruh pada keberlanjutan usaha, sebab itu penelitian

kearah analisis struktur pasar, pola integrasi saluran pemasaran dan efisiensi

pemasaran dirasa sangat urgen karena merupakan kunci keberhasilan dan

keberlanjutan suatu model pemasaran termasuk pemasaran ternak sapi.

Page 51: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

28

2.2. Landasan Teori

2.2.1. Pasar

Tjiptono (2008) berpendapat bahwa pasar adalah tempat bertemunya

calon penjual dan calon pembeli barang dan jasa yang akan melakukan

transaksi. Transaksi adalah kesepakatan dalam kegiatan jual-beli. Syarat

terjadinya transaksi adalah ada barang yang diperjual belikan, ada pedagang,

ada pembeli, ada kesepakatan harga barang, dan tidak ada paksaan dari pihak

manapun. Tjiptono mendefinisikan pasar ditinjau dari sudut pandang ekonomika

adalah permintaan yang dibuat oleh sekelompok pembeli potensial terhadap

suatu barang atau jasa. Dilihat dari sudut pandang pemasaran, pasar terdiri dari

semua pelanggan potensial yang punya kebutuhan atau keinginan tertentu yang

mungkin bersedia dan sanggup untuk melibatkan diri dalam proses pertukaran

guna memuaskan kebutuhan atau keinginan tersebut. Besarnya pasar

tergantung jumlah orang yang memiliki kebutuhan, punya sumber daya yang

diminati orang / pihak lain, dan bersedia menawarkan sumber daya tersebut

untuk ditukar agar bisa memenuhi keinginan konsumen. Jenis pasar berdasarkan

bentuk kegiatannya, dibagi menjadi 2 bagian yaitu pasar nyata dan pasar tidak

nyata (abstrak). Jenis pasar berdasarkan atas cara transaksinya, dibedakan

menjadi pasar tradisional dan pasar modern. Pasar berdasarkan tujuan

pembeliannya yaitu:

1. Pasar konsumen akhir, dan

2. Pasar organisasional (pasar bisnis)

Konsumen akhir yaitu tiap individu dan rumah tangga yang tujuan pembeliannya

guna memenuhi kebutuhan sendiri atau untuk di konsumsi langsung

Lokasi fisik sebagai tempat terjadinya pembelian dan penjualan disebut

pasar, ini merupakan pengertian sederhana/sempit. Pengertian pasar dalam arti

luas atau pengertian menurut teori ekonomi adalah pertemuan antara penawaran

Page 52: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

29

dan permintaan atau perpotongan antara kurva penawaran dan kurva

permintaan, pada titik potong tersebut terbentuklah harga yang merupakan

keseimbangan antara jumlah yang ditawarkan oleh produsen dan jumlah yang

diminta atau diinginkan konsumen (Lipsey,1985 dalam Widiyantara,1995).

Samuelson dan Nordhaus (1999), melukiskan peningkatan permintaan

konsumen kedalam bentuk kurva permintaan yang miring kekanan sedangkan

peningkatan penawaran digambarkannya kedalam bentuk kurva penawaran

yang miring ke kiri. Kedua kekuatan pasar ini akhirnya membentuk suatu

keseimbangan pada suatu titik yang disebut titik Equilibrium.

Kenyataan menunjukkan bahwa pasar itu terpisah dalam ruang (market

spatial) dan akan terjadi ketidakseimbangan pasar apabila diantara dua daerah,

di mana daerah yang satu mengalami kelebihan produksi (excess supply)

sedangkan daerah yang lain mengalami kelebihan permintaan (excess demand).

Kondisi seperti ini akan mengakibatkan arus perpindahan barang dari daerah

excess supply kedaerah excess demand pada akhirnya akan terjadi

keseimbangan, sebagaimana yang diperlihatkan pada grafik di bawah ini.

Gambar 2.2. Mekanisme Pasar

Page 53: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

30

Gambar 2.2 memperlihatkan bahwa sebelum terjadi penjualan, harga di X

sebesar Px (gambar a) lebih murah dari harga barang di Y (gambar b) atau

dapat dinyatakan sebagai berikut Px < Py. Setelah terjadi penjualan dengan

asumsi bahwa tidak ada biaya transfer yang dikeluarkan oleh penjual, maka akan

terjadi kenaikan harga di X karena sebagian produk di bawa ke Y oleh penjual,

sebab itu harga pokok di Y akan turun. Proses penjualan akan berhenti pada

saat harga pokok di X sama dengan harga pokok produk tersebut di Y. Apabila

ada biaya transfer atau pajak maupun kendala lainnya, perpindahan produk akan

terus berlanjut dari pasar dengan harga produk yang lebih rendah ke pasar

dimana harga produk tersebut lebih tinggi. Penjualan akan terhenti atau telah

tercapai keseimbangan apabila perbedaan harga antara dua pasar tersebut

hanya sebesar biaya transfer (Azzaino, 1981).

Pasar merupakan terminal dari semua kegiatan bisnis seperti halnya

agrobisnis peternakan termasuk didalamnya industry peternakan sapi potong.

Simamora Bilson (2001) berpendapat bahwa, pasar adalah sekumpulan pembeli

aktual dan pembeli potensial terhadap suatu produk. Pasar penjual terjadi jika

penjual memiliki kekuatan tawar menawar yang lebih kuat, pembelilah yang aktif

mencari penjual. Pasar pembeli terjadi jika pembeli memiliki kekuatan tawar

menawar (bargaining power) lebih tinggi, penjualah yang aktif mencari pembeli.

Penelitian pemasaran dilakukan melalui analisis dengan pendekatan

organisasi pasar yang meliputi struktur, perilaku, tampilan pasar, dan dikenal

dengan analisis S C P (Structure, Conduct, Performance). Awalnya analisis ini

hanya digunakan menganalisis organisasi pasar dalam sektor industri di negara-

negara industri maju seperti Amerika Serikat, namun belakangan telah banyak

digunakan untuk menganalisis produk-produk pertanian (Alhusniduki, 1991).

Page 54: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

31

2.2.2. Pemasaran dan Model Pemasaran

Sistem distribusi dalam kegiatan pemasaran di sebut juga sistem

pemasaran. Sistem distribusi hasil ternak ke pasar disebut juga sistem

pemasaran hasil ternak. Definisi tentang pemasaran telah banyak dikemukakan

oleh para ahli ekonomi. Pemasaran pada hakekatnya merupakan aktivitas yang

ditujukan terhadap barang dan jasa sehingga dapat berpindah dari tangan

produsen ketangan konsumen.

Kohl dan Uhl (1980) mendefinisikan pemasaran sebagai tampilan

aktivitas bisnis yang terlibat dalam arus barang dan jasa dari pintu gerbang

usahatani (farm gate) sampai ketangan konsumen. Saefuddin (1982)

mendefinisikan pemasaran sebagai aktivitas yang berkaitan dengan bergeraknya

barang dan jasa dari produsen kekonsumen. Tujuan pemasaran adalah agar

barang dan atau jasa yang dihasilkan petani maupun perusahaan sebagai

produsen sampai ke konsumen. Kegiatan kegiatan yang dilakukan agar barang

dan jasa dapat berpindah dari sektor produksi kesektor konsumsi disebut fungsi

pemasaran. Fungsi pemasaran ini mencakup : a) fungsi pertukaran yang meliputi

pembelian dan penjualan; b) fungsi fisik meliputi pengumpulan, pengolahan,

pengangkutan dan c) fungsi fasilitas yang meliputi standarisasi dan grading,

penanggungan resiko, pembiayaan dan informasi harga. Fungsi fungsi

pemasaran ini dilakukan oleh lembaga pemasaran sebagai upaya pemindahan

barang dan jasa dari sector produksi kesektor konsumsi.

Abdul (2008) memaparkan beberapa pendapat mengenai pemasaran

diantaranya: Kotler, pemasaran (Marketing) adalah kegiatan manusia yang

diarahkan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan melalui proses pertukaran.

Kotler dan Amstrong, pemasaran adalah suatu proses sosial dan managerial

yang membuat individu dan kelompok memperoleh apa yang masyarakat

Page 55: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

32

butuhkan dan inginkan lewat penciptaan dan pertukaran timbal balik produk dan

nilai dengan orang lain.

Sobirin (1993), mengemukakan bahwa, model pemasaran merupakan

suatu kegiatan atau cara kerja untuk mendistribusikan sesuatu produk berupa

barang, bahan makanan, atau jasa kepada konsumen. Kegiatan utama model

pemasaran adalah pemantauan dan pengembangan informasi pasar domestik

dan luar negeri. Stanton (1996) mendefinisikan pemasaran adalah sistem

keseluruhan dari kegiatan usaha yang ditujukan untuk merencanakan,

menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa yang

dapat memuaskan kebutuhan pembeli. McDonald dan Keegan (1999)

menuliskan bahwa pada pemasaran garda depan, konsep pemasaran telah

diperpanjang dengan mengintegrasikan pemikiran untuk memuaskan konsumen

kepada setiap fungsi perusahan.

Pemasaran sebagai suatu model, terbentuk oleh unsur-unsur saluran

distribusi yang menghubungkan mata rantai pemasaran yang satu dengan

lainnya sehinga membentuk suatu pola kegiatan ekonomi yang menggambarkan

suatu model pemasaran. Model pemasaran berbeda berdasarkan jenis,

kebutuhan, ketahanan komoditi tersebut terhadap pengaruh lingkungan fisik,

serta penggunaan teknologi terhadap suatu komoditi ekonomi. Model pemasaran

dapat digambarkan secara verbal dalam bentuk saluran pemasaran tersebut.

Mubyarto, (1992, dalam Mee, 2010) berpendapat bahwa, saluran pemasaran

disebut juga saluran distribusi, menjadi salah satu tulang punggung keberhasilan

kegiatan bisnis. Pemasaran yang efisien adalah sampainya produk kekonsumen

akhir menurut tempat, waktu, dan bentuk yang diinginkan konsumen dengan

biaya serendah rendahnya serta adanya pembagian secara adil dari harga yang

di bayar konsumen akhir pada semua pihak yang terkait dalam kegiatan produksi

dan pemasaran

Page 56: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

33

Penggunaan pasar sebagai saluran distribusi akan membentuk rantai

pemasaran. Secara empirik, rantai pemasaran bisa terdiri dari dua mata rantai

atau lebih. Penggunaan mata rantai pemasaran dapat membentuk sistem

distribusi sehingga dikenal adanya model pemasaran vertikal dan horizontal.

Sistem pemasaran dapat membentuk hubungan kepentingan distribusi dengan

mata rantai yang sederajat maupun tidak sederajat sehingga membentuk pola

distribusi pemasaran. Pola distribusi menggambarkan suatu rantai dan jaringan

pemasaran karena itu model pemasaran mencerminkan suatu rantai pemasaran

dan jaring jaring pemasaran. Salah satu bagian penting dari pemasaran adalah

saluran pemasaran, yakni saluran yang digunakan produsen untuk menyalurkan

barang ke konsumen atau pemakai produk. Kodrat (2009) menyatakan bahwa

pengelolaan saluran distribusi dan jalur pemasaran sangat krusial sebab

menentukan bagaimana produk tersedia bagi para pelanggan sebagai

pengguna. Hal ini biasanya melekat dengan tiga indikator yaitu: spreading,

coverage, dan penetration. Bila ini dilakukan dengan baik maka jaminannya

adalah produk tersedia dengan baik di pelanggan dan akan mendominasi pasar.

Model Pemasaran berkelanjutan selain berorientasi produk, juga

berorientasi pasar dan membentuk pola integrasi kelembagaan yang mendukung

retensi pasar aktual untuk tetap setia berbelanja padanya. Hal ini sejalan dengan

pendapat Tjiptono (2002) bahwa pemasaran adalah sebuah proses sosial dalam

memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia. Jadi, segala kegiatan dalam

hubungannya dengan pemuasan kebutuhan manusia merupakan bagian dari

konsep pemasaran. Pemasaran dimulai dengan pemenuhan kebutuhan manusia

yang kemudian bertumbuh menjadi keinginan manusia. Pandangan ahli ekonomi

terhadap pemasaran adalah dalam menciptakan waktu dan tempat dimana

produk diperlukan atau diinginkan lalu menyerahkan produk tersebut untuk

memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen (konsep pemasaran).

Page 57: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

34

2.2.3. Strategi Pengendalian Saluran Pemasaran dan Integrasi Pemasaran

Pemasaran merupakan ujung tombak dari semua kegiatan bisnis

termasuk dalamnya agribisnis sapi potong. Sebab itu pengelolaan saluran

pemasaran merupakan suatu hal yang sangat urgen untuk mengoptimumkan

keuntungan dan meningkatkan efisiensi pemasaran. Pengelolaan yang baik

terhadap saluran pemasaran dapat menciptakan suatu pola integrasi

pemasaran dan menciptakan tingkat efisiensi serta keberlanjutan usaha.

Saefuddin (1982) berpendapat, bahwa rantai pemasaran atau saluran

pemasaran merupakan aliran yang dilalui oleh barang dan jasa dari produsen

melalui lembaga pemasaran sampai barang dan jasa tersebut tiba ditangan

konsumen. Panjang pendeknya rantai pemasaran yang dilalui oleh suatu

komoditas tergantung dari : a) jarak antara produsen dan konsumen; b) cepat

atau tidaknya komoditas tersebut menjadi rusak; c) skala produksi dan posisi

keuangan produsen. Pola rantai pemasaran untuk komoditas pertanian berbeda

dengan pola rantai pemasaran untuk produk/komoditas industri.

Setiap pemasar butuh strategi guna memasuki peluang pasar baik untuk

membuka pasar baru, memasuki pasar yang sudah ada atau untuk bertahan

hidup. Terdapat beberapa macam manfaat yang dapat digunakan dalam strategi

untuk berhasil memasuki, dan bertahan hidup pada peluang pasar seperti

manfaat produk, manfaat harga, manfaat promosi, informasi, manfaat tempat dan

manfaat waktu. Kedua manfaat terakhir (tempat dan waktu) dapat dipadukan

menjadi satu kekuatan dalam strategi distribusi, sebab itu strategi distribusi

pemasaran merupakan gabungan dari usaha pemanfaatan waktu dan tempat

terhadap pelanggan/konsumen aktual. Strategi distribusi mengandung nilai utility

of place dan utility of time. Kodrat (2009) memaparkan bahwa produk produk

yang suksespun biasanya dipengaruhi oleh kemampuan pemasar menerapkan

strategi distribusinya. Pendistribusian produk secara fisik menjadi hal utama

Page 58: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

35

dalam pelayanan ini dan dikenal dengan istilah DIFOTEF (Delivery in Full on

Time Error Free). Artinya, pelayanan yang baik adalah kecepatan dalam

penyediaan produk sesuai kebutuhan pelanggan, dalam jumlah yang dibutuhkan

tanpa ada kesalahan. Kecepatan dalam penyediaan produk ini akan menjadi

keunggulan bersaing suatu perusahan.

Kotler (2002) mengemukakan strategi bauran pemasaran berupa 4

(empat) P yaitu produk, price (harga), promosi, dan place (tempat) untuk

memasuki dan bertahan hidup dalam suatu pasar. Strategi ini dapat digunakan

pula untuk melakukan penyerangan terhadap kekuatan penguasaan pasar oleh

lawan bisnis. Tjiptono (2008) mengajukan 8 strategi yaitu: kepuasan pelanggan,

strategi pasar, strategi produk, strategi penetapan harga, strategi distribusi,

strategi promosi, strategi pemasaran dalam produk Life cycle (PLC), strategi

pemasaran dalam berbagai posisi persaingan.

Widodo (2008) menuliskan bahwa, kreativitas strategi adalah hal yang

penting dalam melakukan aktivitas demikian pula dalam dunia pemasaran,

kreativitas dipandang penting dalam setiap penyusunan strategi pemasaran.

Alvarado and Kotzab (2001) memaparkan pemberian contoh terbaik tentang

strategi distribusi dari perusahan Wal Wal Mart has consistently made

improvement to its bottom line by streamlining its distribution operations to better

. Secara konsisten Wal Mart melakukan kemajuan dalam

penyempurnaan kebutuhan dasar kegiatan distribusinya guna memberikan

pelayanan yang terbaik bagi para pelanggannya. Alvarado dan Kotzab (2001)

mengemukakan pula importantly, it is not only Wal

policy, bu

company

Wal Mart tapi juga pada kebijakan seluruh pengguna yang melakukan kegiatan

Page 59: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

36

pengecer dan menterjemahkannya sendiri pada kemampulabaan yang besar

bagi perusahan.

Kodrat (2009) menuliskan bahwa keberhasilan dalam industri saat ini

tidak hanya ditentukan oleh inovasi produk dan harga yang murah saja, namun

yang lebih penting adalah inovasi distribusi. Keberhasilan pemasaran suatu

produk sangat dipengaruhi dukungan para penjual. Untuk itu, pemasar

berkepentingan mengelola para pengecer atau penjual yang berhadapan

langsung dengan pembeli akhir. Saluran distribusi merupakan perantara untuk

memindahkan produk atau jasa dari produsen ke konsumen. Inti saluran ditribusi

membicarakan dua kutub / sisi yaitu kutub prinsipal (produsen) dan kutub

konsumen. Kutub produsen adalah bagaimana produk tersebut dapat tersebar

secara luas. Kutub konsumen adalah bagaimana konsumen bisa memperoleh

produk dengan mudah. Titik temu kedua kutub ini yaitu faktor kedekatan dan

kemudahan. Produsen dan distributor ingin mendekatkan produknya ke

konsumen sehingga konsumen merasa mudah mendapatkan produk.

Swastha (1999) dalam Kodrat (2009) mengelompokan distribusi dalam

tiga fungsi yaitu: (1) fungsi pertukaran (transaction function), (2) fungsi

penyediaan fisik (logistical function), dan (3) fungsi penunjang (facilitating

function).

Rangkuti (2004) mengemukakan bahwa, strategi rantai pasokan (supply

chain) harus di dukung kegiatan yang dapat meningkatkan kinerja perusahan

maupun produk secara lebih baik, misalnya: melakukan inovasi produk, pilihan

produk, kecepatan pengiriman, kemudahan akses secara global, sehingga yang

diinginkan pelanggan dapat segera direalisasikan dan dipenuhi. Caranya yaitu

mengimplementasi pemasaran melalui desain yang fleksibel dan terintegrasi.

Lamb dkk (2001) menuliskan bahwa, banyak perusahan melihat siklus

waktu dari saat pesanan masuk sampai pengiriman dapat dikurangi hampir

Page 60: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

37

setengahnya disebabkan interaksi langsung (dan segera) antara anggota saluran

dan fungsi produksi dalam suatu perusahan. Pengurangan dalam siklus waktu ini

membuat para pengecer membatasi jumlah persediaan yang dibutuhkan di

gudang yang akhirnya mengurangi biaya dan harga. Saluran pemasaran (disebut

juga channel of distribution) merupakan serangkaian dari organisasi yang saling

bergantung dan memudahkan pemindahan kepemilikan sebagaimana produk

bergerak dari produsen kepengguna bisnis atau pelanggan. Anggota saluran

adalah seluruh pihak dalam saluran pemasaran yang bernegosiasi satu dengan

lainnya, membeli dan menjual produk, serta memudahkan perubahan

kepemilikan antara pembeli dan penjual dalam memindahkan produk dari

fabrikan ketangan konsumen akhir. Saluran pemasaran membantu dalam

mengatasi perbedaan kuantitas, keragaman produk (assortment), waktu, dan

ruang yang diciptakan oleh skala ekonomis dalam produksi.

Strategi pengelolaan rantai pasokan dan distribusi pemasaran harus

diperhatikan guna menjamin keberlanjutan bisnis. Penguasaan rantai pasokan

(supply chain) secara terlanjutkan akan mendukung keberlanjutan usaha bisnis.

Strategi pengelolaan distribusi sangat berguna bagi para pemasar termasuk

pebisnis dalam agroindustri peternakan sapi potong sebagai alat dalam perang

bisnis guna memenangkan pemasaran. Rangkuti (2004) menuliskan bahwa

pendekatan saluran penawaran (supply chain) secara terpadu harus dapat

menggantikan cara berpikir konvensional dan fungsional. Perusahan harus

berfikir secara fleksibel baik dalam membuat desain secara terintegrasi sesuai

dengan keinginan pelanggan sampai pengiriman yang sangat cepat. Hal ini jadi

kebutuhan mutlak untuk bersaing. Faktor faktor yang harus dipertimbangkan

dalam menentukan desain saluran distribusi pemasaran yaitu: distribusi langsung

oleh produsen, pertimbangan pembeli, karakteristik produk dan jenis produk

yang dihasilkan. Produsen memiliki sifat yang unik pada distribusi pemasaran

Page 61: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

38

langsung sebab dapat langsung mencapai pengguna akhir (end user). Produsen

memiliki alternatif pertimbangan distribusi pemasaran yaitu: (a) distribusi

pemasaran secara langsung, (b) pertimbangan pembeli (c) karakteristik produk,

(d) jenis produk yang dihasilkan. Ada tiga alternatif pilihan distribusi: (1) distribusi

secara langsung, (2) menggunakan perantara, (3) gunakan kedua duanya.

Di era globalisasi pasar dewasa ini para pemasar makin mengefektifkan

pemanfaatan saluran pemasaran guna meningkatkan efisiensi pemasaran.

Caranya yaitu melakukan konfigurasi saluran distribusi pemasaran agar menang

di tiap perang bisnis dan usahanya berkelanjutan. Tjiptono (2008), menyatakan

bahwa strategi pengendalian saluran distribusi (channel control strategy) adalah

menguasai semua anggota dalam saluran distribusi agar dapat mengendalikan

kegiatan mereka secara terpusat kearah pencapaian tujuan bersama. Tujuan

strategi ini yaitu: 1) Meningkatkan pengendalian. 2) Memperbaiki ketidak

efisienan. 3) Mengetahui efektifitas biaya lewat kurva pengalaman, 4) Mencapai

skala ekonomis.

Rangkuti (2004) mengkonfigurasikan model saluran distribusi pemasaran

yaitu: 1. Conventional channel, 2. Vertical marketing system (VMS). Sedangkan

Tjiptono F(2008), memodelkan tingkalaku saluran dalam tiga model konfigurasi

saluran distribusi pemasaran yaitu: 1. Convensional channel. 2. Vertical

marketing system (VMS). 3. Horisontal marketing system (HMS). Jenis jenis

strategi pengendalian saluran distribusi pemasaran yang biasa digunakan antara

lain: Vertical marketing system (VMS), horisontal marketing system (HMS). VMS

terdiri dari : corporate VMS, administered VMS, dan contractual VMS.

Kotler dan Armstrong (2008) membagi tingkat saluran pemasaran

kedalam dua bagian besar yaitu: 1) saluran pemasaran langsung, dan 2) saluran

pemasaran tidak langsung (menggunakan satu saluran atau lebih tingkat

pemasaran). Kotler dan Armstrong (2008), Kodrat (2009), menyatakan bahwa

Page 62: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

39

tingkalaku saluran distribusi dibagi dalam empat model tingkalaku saluran

distribusi yaitu : 1) sistem konvensional (CMS). 2) sistem pemasaran vertikal

(VMS), 3) sistem pemasaran horisontal (HMS), dan 4) sistem pemasaran

multisaluran (multy channel marketing system / MMS)

Kodrat (2009) berpendapat bahwa pola hubungan antara produsen

dengan anggota saluran distribusi berkembang dari saluran pemasaran

konvensional menjadi sistem pemasaran vertical (Vertical marketing

system/VMS), sistem pemasaran horizontal (horizontal marketing system) dan

sistem pemasaran multi saluran (multy channel marketing system).

2.2.3.1. Saluran Pemasaran Konvensional.

Saluran distribusi konvensional adalah kelompok organisasi independen

yang berhubungan secara tradisional (Rangkuti, 2004). Saluran pemasaran

konvensional biasanya terdiri dari produsen, pedagang grosir, dan pengecer

bebas, yang berupaya memaksimalkan labanya masing masing (Tjiptono, 2008).

Masing masing organisasi lebih mementingkan dirinya sendiri dari pada saluran

distribusi secara keseluruhan. Hubungan antar saluran distribusi konvensional

lebih bersifat informal dan anggota-anggotanya tidak berkoordinasi secara ketat.

Fokusnya lebih pada transaksi pembeli penjual disbanding kolaburasi saluran

distribusi (Rangkuti, 2008).

Kotler dan Armstrong (2008) menyatakan bahwa, saluran distribusi

konvensional terdiri dari satu atau lebih produsen independen, pedagang grosir,

dan pengecer, masing masing merupakan bisnis terpisah yang berusaha

memaksimalkan labanya sendiri. Tidak ada anggota saluran yang mempunyai

kendali cukup besar atas anggota lain, dan tidak ada sarana formal untuk

menugaskan peran dan menyelesaikan konflik saluran. Kodrat (2009)

berpendapat bahwa saluran distribusi pemasaran konvensional mempunyai sifat

Page 63: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

40

jual putus, tidak ada hubungan kerja sama antara penjual dan pembeli, dan

nasib produk tidak dapat ditelusuri oleh produsen setelah dijual kepada anggota

saluran. Pola hubungan produsen dan anggota saluran distribusi berkembang

dari saluran pemasaran konvensional ke sistem pemasaran vertikal (VMS),

2.2.3.2. Vertical marketing system (VMS)

Kebanyakan perusahan menganggap bahwa, pengendalian terhadap

anggota salurannya merupakan faktor penting sebab dapat menimbulkan skala

ekonomis usaha, pembelian barang menjadi murah, dapat menerapkan iklan

bersama, dan mampu mempekerjakan akhli pemasaran. Strategi pengendalian

saluran distribusi adalah menguasai semua anggota dalam saluran distribusi

agar dapat mengendalikan kegiatan masyarakat secara terpusat kearah

pencapaian tujuan bersama Kodrat (2009).

Rangkuti, (2008) berpendapat, saluran distribusi berupa Vertical

marketing system (VMS) adalah pengelolaan secara terkoordinasi dengan

dukungan sistem yang terprogram. VMS lebih banyak mendominasi sektor

pengecer (Retailing) dan merupakan faktor yang sangat menentukan dalam

bisnis, produk industrial dan jasa. Kegiatan yang perlu dilakukan produsen

adalah menentukan:

a. Desain dan penanggung jawab saluran distribusi

b. Jenis dan efektivitas saluran distribusi

c. Konfigurasi saluran distribusi

VMS merupakan saluran distribusi yang paling dominan untuk consumer

product. Pilihan strategi saluran distribusi dimulai saat manajemen memutuskan

untuk ikut mengelola saluran atau memanfaatkan saluran yang sudah ada

(Rangkuti, 2004). Struktur saluran distribusi dimana produsen, pedagang grosir

Page 64: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

41

dan pengecer bertindak sebagai sistem terpadu. VMS dapat didominasi oleh

produsen, pedagang grosir, atau pengecer (Kotler dan Armstrong, 2008).

Kotler dan Armstrong (2008) dan Tjiptono (2008) mengajukan tiga tipe

utama VMS yaitu: 1) Korporasi (Corporate), 2), teradministrasi 3) kontraktual.

1) Corporate VMS

Tjiptono (2002) menyatakan bahwa, Corporate VMS dapat berbentuk

integrasi kedepan dan integrasi kebelakang (backward and forward integration).

Kedua bentuk ini dapat dilakukan secara penuh atau parsial. Integrasi kedepan

terbentuk bila pedagang grosir mendirikan sendiri outlet retailnya. Pertimbangan

dipilihnya integrasi kedepan oleh supplier dan reseller, yaitu:

1. Perusahan perusahan dalam saluran distribusi dapat mencapai

efisiensi dan efektifitas yang lebih tinggi bila punya organisasi yang ikut

dalam aliran fisik dan kepemilikan barang.

2. Kegiatan distribusi lembaga lembaga dalam saluran dapat dikendalikan.

3. Integrasi kedepan memungkinkan supplier memiliki akses dalam saluran

pemasaran.

Integrasi ke belakang terjadi bila retailer atau wholesaler memiliki pemasok

barang dan jasa sendiri. Manfaat yang didapat dari integrasi kebelakang adalah:

1. Terjaminnya pasokan barang dagangan atau bahan mentah yang

kualitasnya konsisten secara berkesinambungan.

2. Aliran fisik, informasi, dan transaksi dapat dilakukan secara efektif dan

efisien.

3. Dapat menjadi faktor pendukung keunggulan bersaing.

2) Administred VMS.

Suatu jaringan yang kegiatan kegiatan pemasarannya terkoordinasi

dalam suatu program yang disusun oleh satu atau beberapa perusahan, dimana

perusahan bersangkutan tidak berstatus sebagai pemilik keseluruhan jaringan.

Page 65: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

42

Perusahan tersebut dianggap sebagai pemimpin (leader) karena ukuran dan

kekuatannya yang besar. Lembaga lembaga pemasaran dalam Administred

VMS umumnya mengejar tujuannya sendiri sendiri dan tidak memiliki struktur

organisasi formal yang menyatukan mereka.

3) Contraktual VMS.

Suatu jaringan yang terdiri dari anggota anggota saluran independen

yang mengintegrasikan program program pemasarannya dalam perjanjian

(kontrak) untuk mencapai penghematan atau hasil pemasaran yang lebih baik.

2.2.3.3. Horizontal marketing system (HMS)

Sistem pemasaran horizontal adalah dua atau lebih perusahan terpisah

melakukan program bersama untuk memanfaatkan kesempatan pemasaran

yang muncul, bisa terjadi secara permanen atau sementara (Kodrat, 2009).

Tjiptono (2008) berpendapat bahwa, HMS ialah jaringan yang terbentuk

jika beberapa perusahan perantara yang tidak berkaitan menggabungkan

sumberdaya dan program pemasarannya guna memanfaatkan peluang pasar

yang ada, dalam hal ini mereka berada dibawah satu manajemen. Kotler dan

Armstrong (2008) menyatakan bahwa, sistem pemasaran horisontal (horizontal

marketing system, HMS) dimana dua atau lebih perusahan pada satu tingkat

bergabung bersama untuk meraih peluang pemasaran baru. Melalui bekerja

sama, perusahan dapat menggabungkan sumberdaya keuangan, produksi, atau

pemasaran mereka untuk mencapai lebih banyak dari pada yang dilakukan satu

perusahan saja.

2.2.3.4. Sistem Distribusi Multisaluran Pemasaran/Saluran Pemasaran Hibrida (multy channel marketing/MCM)

Kotler dan Armstrong (2008) berpendapat bahwa, sistem distribusi

multisaluran adalah sistem distribusi dimana sebuah perusahan menetapkan dua

Page 66: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

43

atau lebih saluran pemasaran untuk menjangkau satu atau lebih segmen

pelanggan. Sistem distribusi multisaluran sering disebut saluran pemasaran

hibrida. Saluran pemasaran hibrida ini terjadi ketika satu perusahan menetapkan

dua atau lebih saluran pemasaran untuk menjangkau satu atau lebih segmen

pelanggan. Dewasa ini, penggunaan sistem multisaluran/saluran pemasaran

hibrida telah meningkat pesat digunakan oleh banyak perusahan besar dan kecil.

Secara empirik, pemasar dalam kegiatan pendistribusian pemasaran

akan menggunakan beberapa lembaga pemasaran guna menjangkau

konsumen. Gitosudarmo (2012) memperkenalkan beberapa saluran distribusi

(channell of distribution) yaitu :

1) Zero level distribution. Artinya, kita melakukan distribusi langsung, tanpa

menggunakan penyalur (direct distribution atau direct marketing).

2) One level distribution. Artinya menggunakan satu penyalur tunggal atau agen

tunggal dalam memasarkan produknya.

3) Two level distribution. Artinya, menggunakan saluran distribusi bertingkat dua.

Biasanya dilakukan oleh wholesaler atau pedagang besar (grosir) pada level

pertama kemudian dilanjutkan pada tingkat penyaluran kedua yaitu pengecer.

4) Multy Level Distribution / Multy Level Marketing (MLM). Artinya menggunakan

banyak sekali tingkatan penyaluran agar menjangkau konsumen yang lebih

intensif. Banyak dilakukan untuk keperluan sehari hari seperti: sabun,

kosmetik, dan perlengkapan rumah tangga lainnya.

Logika MLM yaitu : a) makin banyak penyalur, makin efektif menjangkau

konsumen. b) makin banyak menjangkau konsumen, makin banyak hasil

penjualan, c) makin banyak penjualan, makin besar keuntungan.

Page 67: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

44

2.2.4. Struktur pasar

Di pasar biasanya ada barang-barang tertentu yang hanya dikuasai oleh

satu atau beberapa penjual atau pembeli, kondisi ini menggambarkan struktur

pasar. Struktur pasar adalah kondisi yang menggambarkan keadaan penting

suatu pasar seperti jumlah penjual (perusahan), keseragaman produk antar

penjual, kemudahan keluar masuk pasar dan bentuk persaingannya (Kasmadi,

2008).

Struktur pasar ialah karakteristik organisasional suatu pasar yang dalam

pelaksanaannya ialah menentukan hubungan antara pembeli dan penjual di

pasar, dengan penjual potensial yang akan masuk pasar. Azzaino (1981),

mengemukakan bahwa, struktur pasar ialah suatu dimensi yang menjelaskan

definisi industri dan jumlah perusahaan yang ada di pasar, distribusi perusahaan

dengan berbagai ukuran diferensiasi, produk dan syarat-syarat keluar masuk

pasar. Taken dan Asnawi (1977) berpendapat bahwa, pada kondisi pasar yang

berbeda, sistem pemasarannya pun berbeda. Taken dan Asnawi (1977) serta

Azzaino (1981) membedakan struktur pasar atas persaingan sempurna dan

persaingan tidak sempurna. Pasar persaingan tidak sempurna dibedakan

menjadi pasar monopoli, pasar monopsoni, pasar oligopoli, dan pasar oligopsoni.

Struktur pasar dikatakan berada pada kondisi persaingan sempurna atau

tidak sempurna ditentukan oleh homogenitas barang dan / atau jasa yang

ditawarkan serta jumlah pembeli dan penjual yag ada di pasar saat itu.

Handerson dan Quandt (1980) menyatakan bahwa struktur pasar terdiri

dari pasar persaingan sempurna, monopsoni dan oligopsoni. Koutsoyiannis

(1982) membedakan struktur pasar pada pasar persaingan sempurna, pasar

monopoli dan persaingan monopolistik. Miller dan Meiners (1994) membedakan

struktur pasar kedalam pasar persaingan sempurna, pasar monopoli, persaingan

monopolistik dan pasar oligopoli.

Page 68: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

45

Gitosudarmo, H. I. (2012) menyatakan bahwa posisi monopoli merupakan

posisi yang selalu diinginkan pengusaha karena dalam posisi ini mereka akan

memiliki penguasaan pasar serta comparative advantage yang tinggi. Kondisi

persaingan pasar dan pemasaran digambarkan pada Gambar (2.3) berikut ini :

Persaingan Sempurna

Persaingan Monopolistis

Persaingan Oligopoli Monopoli

Gambar 2.3. Bentuk bentuk Persaingan

Masing masing bentuk persaingan pasar tadi, memiliki ciri serta sifat

sifat sendiri sendiri yang dapat ditunjukan dalam suatu Tabel 2.1 berikut :

Tabel 2.1. Ciri Ciri Persaingan Pasar

Keterangan Persaingan Sempurna

Persaingan Monopolistik

PersainganOligopoli Monopoli

Jumlah Pengusaha Sangat banyak Banyak Sedikit Satu

Jenis Kecil Agak besar besar Raksasa

Persaingan harga Tajam cukup Ringan Tanpa persaingan

Suatu pasar disebut persaingan sempurna jika: (1) jumlah pembeli dan

penjual sangat banyak sehingga peranan pembeli maupun penjual secara

individual tidak mampu mempengaruhi harga pasar yang ada dengan

meningkatkan jumlah pembelian maupun jumlah penjualan; (2) Produk yang

dihasilkan, homogen. Homogenitas di sini dimaksudkan sebagai karakteristik

teknis maupun jasa yang diperlukan pemasarannya sama; (3) mobilitas faktor

produksi ke dalam pasar tidak ada hambatan sama sekali; (4) informasi pasar

sempurna dan diperoleh secara gratis, baik saat ini maupun waktu yang akan

datang. Contoh: petani padi yang menghasilkan beras. Produsen terdiri dari

banyak sekali petani yang menghasilkan beras terstandar untuk dijual di pasar.

Petani seperti halnya pimpinan perusahaan, menghadapi macam-macam biaya

Page 69: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

46

yang dikeluarkan untuk menghasilkan padi. Biaya tersebut meliputi biaya tetap

(BT), biaya varibel (BV) dan biaya marginal (BM) sedangkan harga pokok beras

tetap. Pada pasar persaingan sempurna, petani tidak mungkin dapat

mempengaruhi harga pasar secara individu, (dengan asumsi tidak ada campur

tangan pemerintah). Secara grafik keadaan ini digambarkan dengan kurva-kurva:

biaya rata-rata (BR) dan biaya marginal (BM) seperti berikut (Masyrofie, 1993).

Gambar 2.4. Keadaan Pasar Persaingan Sempurna

Keterangan : BR = Biaya rata-rata; BM = Biaya marginal MR = Marginal Revenue (Penerimaan Marginal)

Melalui Gambar 2.4. di atas, dilukiskan bahwa petani akan berproduksi

pada titik Q saat BM = MR. Keadaan ini merupakan keseimbangan jangka

panjang. Bila harga naik, maka produsen lain akan masuk pasar sampai BM =

MR = BR, sebaliknya bila harga turun maka petani atau produsen akan keluar

dari pasar sampai BM = MR = BR kembali. Kondisi seperti ini petani tidak punya

kekuatan mempengaruhi harga pasar, jadi hanya menerima harga yang berlaku

di pasar (hanya price taker saja). Satu-satunya cara meningkatkan pendapatan,

yaitu menekan biaya produksiyang dikeluarkan untuk menghasilkan produk.

Sebab itu, pasar persaingan sempurna biaya rata-ratanya terendah.

Bentuk pasar persaingan monopolistik, mungkin bisa dilihat dari pasar

pakan ternak. Produk ini untuk kebutuhan yang sama tapi bisa terjadi perbedaan

konsentrasi bahan yang digunakan atau mungkin pula pembeli yakin pakan yang

Page 70: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

47

dihasilkan perusahaan A berbeda dari yang dihasilkan perusahaan B, kendati

kenyataannya sama saja. Sebab itu pembeli mau saja membeli walau harga

berbeda dari yang ditawarkan oleh para produsen lainnya.Melalui perbedaan

produk, suatu perusahaan kecil akan dapat beroperasi sebagaimana perusahaan

monopoli. Perusahaan akan mempunyai BM dan BR sebagai kendala biaya pada

persaingan murni. Tetapi produknya yang berbeda bedadari perusahaan lain,

maka bentuk kurva permintaannya (D) menurun dari kiri atas ke kanan bawah.

Artinya, perusahaan harus menerima harga rendah jikamau menambah produk

yang akan ditawarkan guna menaikan volume penjualan. Bentuk pasar

monopolistik ini dapat ditunjukkan pada grafik berikut.

Gambar 2.5. Pasar Monopolistik

Keterangan: BM = Biaya Marginal; BR = Biaya rata-rata; MR = Marginal Revenue

Jumlah permintaan adalah sebesar OQ1 pada BM = MR, dan harga

produk sebesar H. Produsen dapat merubah harga dengan merubah produksi,

iklan atau aktivitas promosi lainnya.

Pasar monopoli ialah suatu struktur pasar dimana hanya satu perusahaan

yang menjual produk di pasar dan perusahaan lain sulit masuk pasar tersebut.

Sukirno (1995) mengemukakan alasan perusahaan bersifat monopoli sebab :

a) menguasai bahan baku strategis guna menghasilkan produk yang akan dijual;

BM

Page 71: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

48

b) menguasai teknik produksi yang spesifik; c) hak paten; d) adanya lisensi

pemerintah; e) skala perusahaan besar. Cara monopolis memperoleh laba

maksimum terlukis melalui grafik berikut ini.

Gambar 2.6. Pasar Monopoli

Keterangan : Hrg = Harga BTR = Biaya Total Rata-Rata BM = Biaya Marginal MR = Marginal Revenue

Pada Gambar 2.6. nampak bahwa keuntungan maksimum tercapai pada

saat BM = MR dengan jumlah produksi dan permintaan pasar sebesar OQ pada

harga H1. Perbedaan harga H1 dan H2 adalah keuntungan monopolis.Apabila

monopolis memproduksi sebanyak Q akan dijual dengan harga yang lebih tinggi

yakni H1. Padahal dalam keadaan keuntungan maksimum (BM = MR) harga

produk yang sebenarnya hanya sebesar H3. Ditetapkannya harga sejumlah

produk (Q) sebesar H1, perusahaan berada dalam keadaan kelebihan laba

(excess profit) yaitu seluas daerah H1H2AB, hal inilah yang menyebabkan

inefisiensi karena factor factor penyebab monopoli.

Azzaino (1981) berpendapat bahwa, suatu pasar dikatakan sebagai pasar

monopsoni bila di dalam pasar tersebut hanya ada satu pembeli, sedangkan

penjual atau produsennya banyak, hal ini dijumpai pada pemasaran hasil

pertanian ditingkat petani produsen. Struktur pasar ini kurva penawarannya

BM

Page 72: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

49

mempunyai slope positif, yang berarti bahwa harga produk dipengaruhi oleh

pembelian monopsoni. Makin besar pembelian monopsoni akan suatu produk

maka harga produk tersebut makin tinggi dan sebaliknya. Perusahaan

monopsoni yang mau memaksimumkan keuntungannya,maka penggunaan input

sampai pada suatu jumlah di mana nilai produk marginal dari faktor produksi

tersebut (NPMF) sama dengan biaya faktor marginalnya (NPMF = BFM),

sedangkan harga dari input ditentukan oleh titik titik sepanjang kurva

penawaran. MRP adalah tambahan terhadap total revenue sebagai sumbangan

dalam menggunakan satu input. BFM adalah tambahan terhadap biaya total

sebagai akibat tambahan penggunaan satu satuan input. Selama MRP > BFM,

penambahan penggunaan input akan tetap meningkatkan keuntungan.

Sebaliknya, bila MRP < BFM, kerugian akan bertambah dalam menambah

produksi dengan menggunakan input tersebut. Keuntungan penggunaan input

akan maksimum jika berproduksi pada BFM = MRP. Kesamaan ini terjadi pada

titik potong E dalam gambar di bawah ini.

Gambar 2.7. Pasar Monopsoni

Gambar 2.7. memperlihatkan OQ adalah jumlah input yang digunakan,

berhubungan dengan titik F pada kurva penawaran karena itu, OQ satuan input

BFM

Page 73: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

50

akan ditawarkan pada harga H2 per satuan. H2 adalah harga keseimbangan

pasar input berhubung penggunaan input sebanyak OQ (Azzaino,1981).

Pasar oligopoli adalah suatu keadaan pasar di mana hanya terdapat

beberapa penjual, masing-masing pengusaha berusaha mempengaruhi harga

pasar dan harus memperhatikan tindakan rivalnya, baik dalam bentuk produksi

maupun aktivitas penjualan produk serta harga. Kurva permintaan akan putus

(kinked demand curve) karena setiap pesaing gagal mengikuti kenaikan harga,

bahkan selalu bersesuaian dalam keadaan harga turun,sebab itu menyebabkan

ketidakberlanjutan kurva MR (Gambar 2.8).

Gambar 2.8: Perusahaan pada kondisi oligopoli

Saat harganya H1, produk yang dijual perusahaan adalah OQ. Oligopolis

yakin bila menurunkan harga penjualan maka rivalnya akan ikutmenurunkan

harga dan jumlah penjualan akan meningkat sesuai kurva permintaan BF. Bila

oligopolis menaikkan harga, sedangkan rivalnya tidak menaikkan harga maka

kurva permintaan yang dihadapi oligopolis adalah AB (relatif datar). Jadi kurva

ABF ialah kurva permintaan oligopolis (Sudarsono,1995).

Sudarsono (1995), menyatakan kurva permintaan marginal (PM) sebagai

kurva terputus ACDF. Oligopolis dapat mencapai keuntungan maksimum saat

BM = BR. Pada kondisi ini produk dijual dengan harga H1 dengan jumlah produk

A

Page 74: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

51

sebanyak OQ. Jika oligopolis menurunkan harga maka harga akan mengikuti

kurva permintaan BF, bukan kelanjutan kurva AB dan Q bertambah banyak.

Kurva permintaan untuk penurunan harga ini lebih curam dari kurva permintaan

pada saat harga naik. Pada pasar oligopsoni akan terjadi sebaliknya. Jika

oligopsonis meningkatkan harga pembelian inputnya, maka rivalnya akan ikut

menaikkan harga pembelian input, apabila terjadi sebaliknya maka rivalnya tidak

akan menurunkan harga pembeliannya.

Stiffel (1975) berpendapat, struktur pasar menunjukkan karakteristik

yang mempengaruhi perilaku pedagang dan tampilannya, yang dapat diamati

dari 3 unsur masing-masing : a) ratio konsentrasi, b) elastisitas suplai dan c)

keadaan masuk pasar. Sedangkan Dahl dan Hammond (1977) menyatakan,

struktur pasar dapat diukur melalui : 1) konsentrasi penjual; 2) konsentrasi

pembeli; 3) kendala masuk pasar dan 4) diferensiasi produk.

Struktur pasar persaingan sempurna dapat dilihat dari koefisien regresi

harga antara tingkat pasar tertentu dengan tingkat pasar yang lebih rendah.

Sexton, et al, (1991) menyatakan, untuk mengetahui dua pasar terintegrasi atau

tidak, dapat dilakukan dengan analisis regresi dimana harga di tingkat pasar ke-i

sebagai variabel terikat sedangkan harga di tingkat pasar ke-i + 1 dan selisih

biaya transportasi sebagai variabel bebas. Apabila koefisien regresinya sama

dengan satu, maka dapat dikatakan bahwa pasar dalam keadaan persaingan

sempurna, sedangkan apabila koefisien regresinya < 1, maka pasar cenderung

ke arah monopoli dan jika > 1 maka pasar cenderung ke arah monopsoni.

Dahl dan Hammond (1977), Purcell (1979) menyatakan bahwa untuk

mengukur struktur pasar dapat dilakukan dengan : a) konsentrasi penjual,

yaitu apabila 4 : 10 perusahaan menjual 82 % dari total produk (konsentrasi

produk 82 %) berarti dalam industri atau perusahaan 82 % aktivitas

ekonomi dikendalikan oleh 4 perusahaan tersebut; b) konsentrasi pembeli

Page 75: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

52

merupakan kebalikan dari konsentrasi penjual yaitu apabila konsentrasi pembeli

82 % berarti 82 % dari produk yang ada dikuasai oleh 4 perusahaan tersebut; c)

kendala masuk pasar dan d) diferensiasi produk.

2.2.5. Perilaku dan Tampilan Pasar

Perilaku pasar merupakan pola tingkah laku lembaga pemasaran dalam

menyesuaikan diri dengan pasar di mana ia melakukan pembelian dan penjualan

produk. Clindiff (1988) dalam Widiyantara (1995) menyatakan, ada dua pengaruh

pokok yang mempengaruhi pembeli yakni pengaruh individu dan pengaruh

lingkungan. Pengaruh individu adalah kebutuhan, motivasi, persepsi, belajar dan

sikap. Pengaruh lingkungan adalah pengaruh keluarga, budaya, ekonomi, sosial

dan bisnis. Berkaitan dengan pengaruh, baik individu maupun lingkungan

tersebut maka Lawang (1986) dalam Widiyantara (1995) menyatakan bahwa

perilaku manusia bila dikaitkan dengan pertukaran, maka perilaku tersebut

dipengaruhi oleh faktor biaya, imbalan dan keuntungan. Sekelompok atau

seseorang mempunyai perilaku tertentu merupakan refleksi dari pertimbangan-

pertimbangan terhadap biaya yang telah dikeluarkan, kemungkinan imbalan yang

akan diterima / diperoleh dan bentuk keuntungan diperoleh atau diharapkan.

Saefuddin (1982) mengemukakan salah satu kriteria yang cocok untuk

merumuskan suatu situasi pasar yang dapat mengoptimumkan keuntungan

sosial dan memaksimumkan efisiensi pemasaran adalah perilaku pasar yang

meliputi: 1) praktek-praktek penentuan harga yang mendorong terjadinya

grading dan standarisasi produk; 2) seragamnya biaya pemasaran; 3) praktek-

praktek penentuan harga bebas dari kolusi dan taktik-taktik yang tidak jujur,

maupun perdagangan gelap; 4) kebijaksanaan harga yang mendorong perbaikan

mutu produk dan meningkatkan kepuasan konsumen.

Page 76: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

53

Perilaku pasar dapat juga dilihat dari integrasi pasar, yang meliputi

integrasi vertikal dan integrasi horizontal. Integrasi adalah penggabungan

kegiatan dalam pemasaran pada satu sistem manajemen. Integrasi vertikal

merupakan penggabungan proses dan fungsi dua atau lebih lembaga

pemasaran pada tahap distribusi ke dalam satu sistem manajemen. Secara

empirik, terjadi bila pelaku ekonomi (pengusaha / konsumen bisnis) memiliki

pelanggan yang secara tetap memasukkan bahan baku usahanya / rantai pasok

sehingga bisa terjamin penyediaan bahan baku usahanya (integrasi kebelakang).

Integrasi kedepan terjadi bila pengusaha / konsumen bisnis memiliki / menguasai

beberapa penjual / pengecer terhadap produk yang ia tawarkan kepasar yang

menyebabkan produknya mudah dipasarkan (integrasi kedepan).

Integrasi horizontal adalah penggabungan dua atau lebih lembaga

pemasaran yang melakukan fungsi yang sama pada tahap distribusi yang sama

pula ke dalam satu sistem manajemen. Secara empirik, hal ini terjadi bila dua

orang atau lebih yang merupakan sesama produsen atau sesama konsumen

bisnis untuk produk yang sejenis menggabungkan usahanya untuk membentuk

suatu kekuatan ekonomi yang lebih baik.

Makna penting dari integrasi vertikal yaitu akan menurunkan biaya

pemasaran sehingga menguntungkan konsumen. Sebaliknya integrasi horizontal

akan dapat memperkuat posisi produsen atau perusahaan dan menghindarkan

persaingan dengan perusahaan sejenis (Hanafiah dan Saefuddin, 1986).

Sementara itu Alhusniduki (1991) menyatakan bahwa analisis integrasi pasar

secara horizontal digunakan untuk melihat apakah mekanisme harga berjalan

secara serentak atau tidak. Alat analisis yang digunakan adalah korelasi harga

antara pasar yang satu dengan yang lainnya. Analisis integrasi pasar secara

vertikal digunakan untuk melihat secara kasar keadaan pasar pada tingkatan

lokal, kecamatan, kabupaten, kota dan provinsi. Analisis ini mampu menjelaskan

Page 77: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

54

kekuatan tawar menawar antara petani dengan lembaga pemasaran, atau

antara lembaga tingkat bawah dengan lembaga perantara yang di atasnya.

Secara teoritis bila pasar bersaing sempurna, maka dapat dijabarkan

dalam formula matematis berikut :

Pj = (b1 + b2) + Pi

Keterangan: Pj = Harga pada tingkat pasar ke-i

Pi = Harga pada tingkat pasar ke-I + 1 b1 = Biaya pemasaran (biaya transportasi) b2 = Keuntungan lembaga pemasaran

Asumsinya b1 dan b2 konstan terhadap satuan komoditas yang dijual maka,

Pj = a + Pi

Sebab itu bila pasar berada dalam keadaan bersaing sempurna, maka:

Pj = a0 + a1Pi

Berdasarkan pandangan tersebut di atas disimpulkan bahwa, bila:

a1 < erjadi monopoli penjualan pada lembaga pemasaran dari tingkat pasar yang satu dengan tingkat pasar yang di atasnya

a1 = Pasar berjalan dalam keadaan bersaing sempurna. a1 > erjadi monopsoni pembelian dari lembaga pemasaran yang diatas

dengan yang dibawahnya.

Tampilan pasar adalah hasil akhir yang muncul akibat penyesuaian-

penyesuaian yang dilakukan lembaga pemasaran pada struktur pasar tertentu di

mana perusahaan beroperasi. Stiffel (1975) menyatakan bahwa tampilan pasar

adalah hubungan struktur pasar dengan perilaku pasar dalam hal kebijaksanaan

harga dan produk. Tampilan diukur dari efisiensi penggunaan sumber daya, tidak

adanya keuntungan monopsoni, perbaikan sistem pemasaran yang dapat

meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tampilan pasar bisa pula dipengaruhi

oleh persaingan non harga, seperti upaya promosi, adanya perbaikan produk

sehingga lebih tahan lama, lebih mudah diperbaiki dan sebagainya.

Page 78: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

55

Azzaino (1981) menyatakan bahwa tampilan pasar dapat dilihat dari

tingkat harga, margin, keuntungan investasi dan pengembangan produk.

Tampilan pasar ini juga dapat diukur dari bagian harga yang diterima oleh petani

). Bagian harga yang diterima merupakan ratio antara harga

penjualan petani dengan harga penjualan pengecer atau harga konsumen.

Secara matematis dapat dinyatakan :

Fs = Pf x 100% Pr

Keterangan: Fs = Farmer s share

Pf = Harga jual di tingkat petani Pr = Harga jual di tingkat pengecer

Share keuntungan, lembaga pemasaran ke-i:

Ski=. Ki

x 100% Pr Pf

Ki = Pji Pbi bij

Keterangan: Ski = Share keuntungan lembaga pemasaran

Ki = Keuntungan lembaga pemasaran Pr = Harga beli konsumen Pf = Harga jual petani Pji = Harga jual lembaga pemasaran ke-i Pbi = Harga beli lembaga pemasaran ke-i bij = Biaya yang dikeluarkan lembaga pemasaran

Margin pemasaran dimaksudkan sebagai perbedaan harga suatu

komoditas yang diterima produsen dengan harga yang dibayar konsumen.

Margin pemasaran terdiri dari biaya untuk menyalurkan atau mendistribusikan

atau memasarkan dan keuntungan lembaga pemasaran.

Umumnya margin pemasaran bersifat dapat berubah menurut waktu dan

keadaan ekonomi dan tergantung pula pada harga yang dibayar konsumen. Bila

harga konsumen itu kecil, turun/berkurang maka produsen menerima harga yang

relatif rendah/kecil. Bila harga yang dibayar oleh konsumen naik, maka produsen

akan menerima harga yang relatif lebih besar. Biasanya margin pemasaran itu

Page 79: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

56

bersifat fleksibel secara relatif atau tidak banyak berubah, misalnya harga suatu

barang naik, tetapi biaya pemasaran tetap, maka harga yang diterima produsen

menjadi lebih besar (Atmakusuma, 1984). Dikatakan pula bahwa margin

pemasaran dapat menjadi konstan pada kondisi-kondisi tertentu, kendatipun

jumlah yang dipasarkan atau ditawarkan berubah dan pada kondisi yang lain

margin pemasaran itu berubah. Jika fungsi penawaran elastisitas sempurna

(horizontal) maka margin pemasaran konstan walaupun permintaan meningkat.

Apabila harga suatu komoditas tetap, maka margin pemasaran berikut

pendistribusian akan berlainan, karena : (1) sifat komoditas itu sendiri, misalnya

untuk komoditas pertanian mempunyai sifat cepat membusuk (perishable)

mempunyai resiko besar sehingga memiliki margin pemasaran yang lebih besar

dari pada komoditas yang tahan lama; (2) adanya perlakuan pengolahan hasil;

(3) adanya organisasi yang terorganisir dan tidak terorganisir, (4) kesediaan

membayar dari pada konsumen terhadap suatu komoditas yang ingin dibelinya.

Keuntungan lembaga pemasaran merupakan bagian dari margin pemasaran,

dan ditentukan oleh faktor-faktor berikut: (a) harga modal dari barang; (b) jumlah

komoditas yang dijual dan (c) keuntungan yang diperhitungkan sebagai

cadangan dari penanggungan resiko. Bila dibandingkan dengan perubahan

harga, maka margin itu sebenarnya relatif stabil atau flexibility marketing margin.

Sebab besarnya biaya pemasaran ditentukan oleh jumlah atau volume

penawaran barang, permintaan dan tidak tergantung pada harga barang.

Margin pemasaran dapat dikurangi dengan cara : 1) mengurangi biaya

pemasaran; 2) memperbaiki sistem informasi pasar, memperkuat posisi tawar

menawar (bargainning position) dari produsen dan 3) stabilitas harga produk.

Pengurangan biaya pemasaran dapat melalui cara: 1) mengoptimumkan jumlah

dan besarnya lembaga pemasaran yang menyelenggarakan fungsi-fungsi

pemasaran; 2) memperbaiki cara kerja dari setiap lembaga pemasaran, misalnya

Page 80: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

57

dengan cara self service, iklim usaha yang baik dan dengan cara

menyederhanakan sistem distribusi barang (Kotler dan Keller, 2009).

Keuntungan lembaga pemasaran yang berlebihan dapat pula diperkecil

dengan cara: 1) memperbaiki resiko teknis dan ekonomis; 2) memperbaiki

struktur pasar yang bersaing terlalu hebat, misalnya monopsoni, oligopoly dan

sebagainya. Usaha perbaikan biaya pemasaran dan tingkat keuntungan lembaga

tersebut dapat meningkatkan efisiensi pemasaran (Kotler dan Keller, 2009).

Gambar 2.9. Fungsi Primer, Turunan dan Margin Pemasaran

Melalui Gambar 2.9, terlihat bahwa, margin pemasaran merupakan

perbedaan harga konsumen (Pr) yang juga sebagai permintaan primer dengan

harga yang diterima produsen (Pf) juga sebagai permintaan turunan dari suatu

komoditas. Permintaan primer merupakan permintaan atas harga dan jumlah

pada tingkat konsumen. Permintaan turunan merupakan hubungan antara harga

dan jumlah dimana petani bersedia menjual produknya. Permintaan primer

merupakan permintaan konsumen (Pr) sedangkan permintaan turunan (Pd)

merupakan permintaan di tingkat petani. Penawaran primer (Sp) merupakan

penawaran di tingkat produsen. Begitupun dengan penawaran turunan (Sd)

Page 81: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

58

adalah penawaran yang terjadi di tingkat konsumen yang dilakukan oleh

pedagang maupun oleh processor.

Atmakusuma (1984) menyatakan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh

terhadap perbedaan harga adalah akibat sifat komoditas pertanian yang mudah

rusak dalam proses pemasaran, misalnya proses pengumpulan, pengangkutan

atau penyimpanan sering terjadi resiko rusak/susut sebagai akibat atau pengaruh

iklim/cuaca atau hama/penyakit. Dengan adanya resiko-resiko tersebut maka

kualitas maupun kuantitas produk tersebut berkurang/menurun.

2.2.6. Integrasi dan Efisiensi Pemasaran

2.2.6.1. Integrasi Pemasaran

Konsep teori dari integrasi pemasaran adalah hukum satu harga untuk

seluruh pasar yang diasumsikan apabila tidak ada biaya transfer komoditi yang

sama pada pasar yang berbeda akan memiliki harga yang sama. Jika suatu barang

diperjualbelikan pada tingkat harga yang berbeda, orang-orang akan memilih untuk

membeli pada pasar yang menjual barang dengan harga terendah dan produsen

akan menjual barang pada pasar yang memiliki harga jual lebih tinggi. Akibatnya

seiring dengan naiknya permintaan, harga akan naik namun pada pasar yang

sebelumnya memiliki harga tinggi, seiring dengan naiknya penawaran, harga akan

turun sehingga membuat harga antar pasar menjadi sama (Nicholson, 2000).

Beberapa definisi integrasi pasar telah dikemukakan pada berbagai studi

terdahulu. Harris (1979) mengindikasikan integrasi pasar sebagai keterpaduan

diantara beberapa pasar yang memiliki korelasi harga tinggi. Ravallion (1986)

mengemukakan bahwa pasar-pasar secara spasial terintegrasi jika terjadi

aktivitas penjualan diantara pasar-pasar tersebut. McNew (1996) membatasi

integrasi pasar sebagai kondisi ekuilibrium spasial efisien yang dicerminkan oleh

adanya kejutan (shock) pada pasar tertentu yang secara sempurna

Page 82: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

59

ditransmisikan ke pasar-pasar lainnya. Sejalan dengan pandangan ini, Goodwin

dan Schroeder (1991) menggambarkan integrasi pasar berkaitan dengan lokasi-

lokasi spasial yang memiliki perubahan harga one-to-one. Muwanga dan Snyder

(1997) mengemukakan bahwa pasar-pasar terintegrasi jika terjadi aktivitas

perdagangan antara dua atau lebih pasar-pasar yang terpisah secara spasial,

kemudian harga di suatu pasar berhubungan atau berkorelasi dengan harga di

pasar-pasar lainnya. Dalam hal ini, perubahan harga di suatu pasar secara

parsial atau total ditransmisikan ke harga yang terjadi di pasar-pasar lain, baik

dalam jangka pendek atau jangka panjang.

Integrasi pasar merupakan keterkaitan hubungan antara pasar di suatu

wilayah dengan pasar di wilayah lainnya. Integrasi pasar mencerminkan efek dari

perubahan harga pada satu pasar terhadap pasar lainnya dimana hal ini

diasumsikan pada integrasi sempurna dengan dua daerah yang berbeda.

Pengertian integrasi atau keterpaduan pasar juga dapat dipahami dengan melihat

sejauh mana pembentukan harga suatu komoditas pada suatu tingkat lembaga

pemasaran tertentu dipengaruhi oleh harga di tingkat lembaga pemasaran lainnya.

Integrasi terjadi bila terdapat kondisi harga di tingkat selanjutnya sama dengan

harga ditingkat sekarang ditambah biaya pemasaran. Suatu sistem pasar yang

terpadu akan terlihat adanya korelasi yang tinggi sepanjang waktu dari beberapa

pasar (Heytes, 1986). Integrasi pasar di lokasi berbeda mengacu pada terdapatnya

pergerakan serempak atau hubungan jangka panjang harga-harga. Golleti et all

(1995) dan Barrett (1996), mengemukakan bahwa, dua pasar dikatakan

terintegrasi bila perubahan harga pada satu pasar akan mempengaruhi harga

pasar lainnya dengan arah yang sama dan tingkat yang sama pula. Bila pasar-

pasar tidak terintegrasi dalam lokasi yang berjauhan atau antar waktu,

menunjukkan bahwa ketidak efisienan pasar terjadi akibat pemusatan pasar

yang menentukan penetapan dan distorsi harga di pasar.

Page 83: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

60

Baffes dan Bruce (2003) menyatakan, pasar dapat dikatakan terintegrasi

bila perubahan harga di pasar dunia langsung diteruskan dan direfleksikan ke

pasar dalam negeri; dengan kata lain pola harga yang ditunjukkan harus sama.

Sebuah sistem pasar yang terintegrasi secara efisien akan memiliki hubungan

positif antara harga di wilayah pasar yang berbeda.

Rifin dan Nurdiyani (2007) mengatakan bahwa terintegrasi atau tidaknya

suatu pasar dapat dianalisis dengan memperhatikan faktor :

(1) Segmentasi pasar

Pasar dikatakan tidak terintegrasi jika pasar tersegmentasi, yaitu apabila

perubahan harga yang terjadi di pasar acuan tidak mempunyai pengaruh baik

cepat atau lambat terhadap harga di pasar domestik. Terintegrasinya pasar

domestik, maka harga yang terjadi di pasar domestic itu dipengaruhi oleh

perubahan harga yang ada di pasar acuan.

(2) Integrasi jangka Pendek

Pasar dikatakan terintegrasi jangka pendek apabila perubahan harga yang

terjadi di pasar acuan secara langsung dan diteruskan ke dalam harga di

pasar domestik. Hal ini juga mengisyaratkan tidak ada efek lag pada harga

dimasa yang akan datang.

Analisis integrasi pasar penting untuk dilakukan karena beberapa alasan

(Goletti dan Tsigas, 1996) di dalam Anindita (2004) antara lain :

(1) Mengidentifikasi kelompok-kelompok pasar yang terintegrasikan secara dekat

dan mengetahui tingkat harga antar lokasi yang berbeda dalam suatu Negara,

pemerintah dapat memperbaiki rencana kebijakan dari liberalisasi pasar.

(2) Pengetahuan tentang integrasi pasar mempermudah pengawasan terhadap

perubahan harga, untuk mengatur kebijakan stabilitas harga.

(3) Model integrasi pasar dapat digunakan untuk memprediksi harga-harga di

semua wilayah, misalnya mengetahui hubungan harga-harga diantara pasar

Page 84: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

61

yang berbeda akan memfasilitasi perkiraan harga di tempat yang lain.

(4) Mengidentifikasi faktor-faktor struktural yang bertanggung jawab terhadap

integrasi pasar, sehingga para pembuat kebijakan dapat memahami jenis infra

struktur pemasaran mana yang lebih relevan untuk pengembangan pasar

pertanian di suatu negara.

2.2.6.2. Efisiensi Pemasaran

Pasar akan memperlihatkan fungsinya secara efisien jika memanfaatkan

semua informasi yang tersedia. Jika pasar menggunakan harga yang lalu (past

prices) secara tepat dalam penentuan harga pada saat ini (current price

determination), maka sistem pemasaran yang berlaku dapat dikategorikan efisien

(Leuthold dan Hartmann, 1979). Dalam sistem tersebut, informasi harga dan

kemungkinan substitusi produk antar pasar selalu berpengaruh terhadap perilaku

penjual dan pembeli. Transmisi dan pemanfaatan informasi diantara berbagai

pasar dapat mengakibatkan harga dari komoditas tertentu bergerak secara

bersamaan di berbagai pasar tersebut. Kondisi ini menunjukkan keberadaan

integrasi pasar yang merupakan salah satu indikator penting efisiensi sistem

pemasaran (Heytens, 1986). Pengukuran integrasi pasar kentang dapat

memberikan informasi penting menyangkut cara kerja pasar guna memperbaiki

kebijakan liberalisasi pasar, memantau pergerakan harga, melakukan peramalan

harga dan memperbaiki kebijakan investasi infrastruktur pemasaran kentang

(Goletti and Christina-Tsigas, 1995). Uraian studi diatas, diarahkan guna

mengkaji integrasi pasar kentang di beberapa kota besar pusat konsumsi

(Bandung, Jakarta, Medan dan Singapura).

Problematika utama pemasaran komoditas pertanian adalah upaya apa

yang seharusnya dilakukan agar jasa lembaga pemasaran memuaskan petani

produsen dan konsumen produk pertanian, artinya bahwa dalam pengaliran

Page 85: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

62

produk pertanian dari petani produsen sampai di konsumen secara efisien

(Purcell, 1979). Kohl dan Url (1980) mendefinisikan efisiensi pemasaran sebagai

peningkatan ratio output dan input yang dapat dicapai dengan cara: 1) output

tetap/konstan sedangkan input berkurang; 2) output meningkat dan input tetap;

3) output meningkat dengan persentase yang lebih besar dibandingkan dengan

persentase kenaikan input dan 4) output berkurang dengan persentase yang

lebih rendah dari persentase penurunan input.

Tingkat keefisienan antar pasar di berbagai tempat yang berjauhan punya

implikas penting dalam liberalisasi pasar dan perumusan kebijakan. Mengingat

pentingnya masalah integrasi pasar, maka sejumlah uji empiris terhadap dalil

harga tunggal dan ukuran kesatuan serta keefisienan pasar telah banyak

dilakukan (Fackler dan Goodwin, 2001). Dalil ini menyatakan bahwa pada

keadaan pasar bersaing, semua harga-harga dalam suatu pasar akan seragam

setelah biaya tambahan kegunaan terhadap tempat, waktu dan bentuk dari suatu

barang di pasar yang bersangkutan disesuaikan (Kohls dan Uhl, 1998). Seiring

perkembangan teknologi pengolahan data dan tersedianya data deret waktu,

maka beberapa metode telah dikembangkan untuk penelitian efisiensi pasar ini.

Analisis efisiensi pasar dapat dilakukan dengan pengukuran:

1) efisiensi teknis/operasional, dalam hal ini mengukur produktifitas pelaksanaan

jasa pemasaran di dalam perusahaan,

2) efisiensi alokatif (efisiensi harga), dalam hal ini mengukur bagaimana harga

pasar mencerminkan biaya produksi dan biaya pemasaran secara memadai

pada sistem pemasaran secara keseluruhan. Efisiensi teknis dinyatakan

dalam ratio output pemasaran terhadap inputnya:

Output Pemasaran Efisiensi Operasional = . . ............. (1)

Input Pemasaran

Page 86: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

63

Prinsipnya pengukuran efisiensi ini adalah kegiatan fisik, misalnya output per jam

kerja. Efisiensi alokatif diasumsikan bahwa output dan input berbentuk fisik yang

tetap, berhubungan dengan pencerminan biaya output yang bergerak melalui

sistem pemasaran. Harga yang dibayar konsumen terhadap barang yang dibeli

harus mencerminkan secara tepat semua biaya dan harga produk. Bila tidak

terjadi seperti ini, maka pasar tersebut berada dalam keadaan persaingan tidak

sempurna seperti monopoli / oligopoli maupun monopsoni / oligopsoni.

Soekartawi (1993) berpendapat bila keuntungan yang diperoleh sebagai akibat

pengaruh harga maka dapat dikatakan bahwa pengalokasian faktor produksi

memenuhi efisiensi harga.

Mubyarto (1991) mengemukakan suatu sistem pemasaran yang

dikatakan efisien bila memenuhi dua syarat : Pertama mampu menyampaikan

hasil-hasil dari produsen ke konsumen dengan biaya yang semurah-murahnya

dan kedua mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga

yang dibayar konsumen akhir kepada semua pihak yang terlibat dalam produksi

dan pemasaran barang itu. Sedangkan Tomek dan Robinson (1977)

membedakan efisiensi pemasaran itu menjadi efisiensi operasional dan efisiensi

alokatif atau efisiensi harga. Efisiensi operasional atau efisiensi teknis

penekanannya pada kemampuan meminimumkan biaya-biaya dalam melakukan

fungsi pemasaran. Efisiensi harga atau efisiensi ekonomis penekanan pada

keterkaitan kemampuan harga dalam mengalokasikan komoditas dari produsen

ke konsumen. Indikator dalam mencermati efisiensi operasional adalah margin

pemasaran, yakni perbedaan harga yang dibayar oleh konsumen akhir dengan

harga yang diterima pada tingkat petani. Margin pemasaran ini terdiri dari biaya

pemasaran (marketing cost) dan keuntungan pemasaran (marketing profit).

Semakin besar biaya pemasaran dan atau semakin besar keuntungan

Page 87: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

64

pemasaran suatu komoditas, maka margin pemasaran semakin besar yang

menyebabkan sistem pemasaran menjadi tidak efisien.

Efisiensi harga ditunjukkan oleh korelasi antara harga di tingkat

konsumen dengan harga di tingkat produsen. Azzano (1982) mengemukakan

bahwa untuk melihat efisiensi harga digunakan analisis integrasi pasar secara

vertikal. Dua pasar dikatakan terintegrasi apabila perubahan harga dari salah

satu pasar disalurkan/diteruskan ke pasar lainnya. Berkaitan dengan efisiensi

operasional maupun efisiensi harga, maka suatu sistem pemasaran dikatakan

efisien apabila untuk suatu komoditas yang mengalir melalui berbagai lembaga

pemasaran dari produsen ke konsumen diperlukan margin pemasaran yang

rendah dan tingkat korelasi yang tinggi. Tapi, hal ini bukan suatu patokan harga

mati yang tidak dapat diganggu gugat, sebab bisa terjadi pada kasus tertentu

bahwa margin pemasaran tinggi dan korelasi harga juga tinggi. Sebab itu margin

pemasaran dan korelasi harga sebagai indikator efisiensi pemasaran tidak lagi

saling melengkapi sehingga diperlukan indikator lain.

Saefuddin (1982) menyatakan dua konsep yang dapat digunakan dalam

mengukur efisiensi pemasaran yakni konsep input output ratio dan konsep S-P-C

(Structure, Performance dan Conduct) atau struktur, tampilan dan perilaku. Input

adalah berbagai ramuan dari tenaga kerja, dan manajemen yang digunakan

lembaga-lembaga pemasaran pada proses pemasaran. Output adalah kepuasan

konsumen terhadap barang dan jasa yang dihasilkan lembaga tersebut.

Peningkatan efisiensi terjadi bila suatu perubahan menyebabkan biaya

input untuk menghasilkan suatu barang dan atau jasa meningkat dengan tidak

mengurangi kepuasan konsumen. Bila terjadi perubahan yang menyebabkan

adanya penurunan biaya input tetapi tidak mempertahankan atau tidak diikuti

adanya peningkatan kepuasan konsumen maka dikatakan terjadi penurunan

Page 88: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

65

efisiensi. Penggunaan konsep efisiensi seperti ini sangat sulit karena adanya

kesulitan dalam mengukur tingkat kepuasan (Atmakusuma, 1984).

Kelemahan adanya penambahan biaya pemasaran yaitu seringkali

diperlukan penambahan jasa kepada konsumen, tetapi penambahan jasa tidak

selalu dicerminkan dalam pertambahan nilai produk yang dipasarkan. Sebaliknya

menurunnya nilai produk mungkin disebabkan oleh penurunan harga di tingkat

konsumen, sehingga standar dalam pendekatan ini tidak ada. Karena itu

pendekatan yang lebih tepat, dan lebih banyak digunakan dalam mengukur

efisiensi pemasaran di negara-negara maju terutama Amerika Serikat, dan kini

mulai digunakan oleh negara-negara yang sedang berkembang adalah dengan

analisis struktur pasar (market structure), perilaku pasar (market conduct) dan

tampilan pasar (market performance) Alhusniduki, dkk (1991) .

Berkaitan dengan integrasi dan efisiensi, diperlukan konsep

keseimbangan antar pasar. Konsep ini ditunjukkan dari hubungan harga antar

pasar. Model ini dijelaskan dengan mengembangkan kurva excess supply dan

excess demand pada dua daerah yang melakukan perdagangan, dan

memungkinkan untuk melakukan pendugaan harga yang terbentuk pada masing-

masing pasar, dan jumlah komoditi yang akan diperdagangkan. Perbedaan

harga yang sama di berbagai pasar merupakan hasil dari keseimbangan jumlah

permintaan dan penawaran dari produk tersebut. Produk akan mengalir dari

pasar yang mempunyai harga rendah ke pasar yang memperoleh harga yang

lebih tinggi (Tomek dan Robinson, 1990).

Analisis keseimbangan harga di beberapa pasar dikategorikan menjadi

dua yaitu pasar yang memiliki potensi surplus dan pasar yang berpotensi defisit.

Pasar potensial surplus adalah pasar yang memiliki kelebihan cadangan

terhadap konsumsi, sedangkan pasar potensial defisit adalah pasar yang

memiliki kekurangan cadangan terhadap konsumsi. Prinsip umum untuk

Page 89: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

66

mengembangkan model perdagangan antar daerah digambarkan dengan

bantuan diagram yang menunjukkan fungsi supply dan demand pada masing-

masing pasar, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.10.

Gambar 2.10. Model keseimbangan dua wilayah/pasar

Gambar 2.10. menunjukkan bahwa pasar A berpotensi surplus dan pasar

B berpotensi defisit. Gambar tersebut memperlihatkan bahwa pasar A tidak ada

perdagangan maka harga yang terbentuk adalah P1 di pasar A dan P2 di pasar B

dimana P1<P2. Kelebihan cadangan konsumsi di pasar A akan mendorong

pelaku di pasar B mendatangkan komoditi dari pasar lain guna memenuhi

permintaan pasar B. Model keseimbangan ini memungkinkan untuk melakukan

pendugaan harga yang terbentuk pada masing-masing pasar dan jumlah

komoditi yang diperdagangkan. Kelebihan penawaran (Excess supply) adalah

selisih antara jumlah yang ditawarkan dengan jumlah yang diminta pada suatu

tingkat harga pada waktu tertentu, akan meningkat dengan semakin tingginya

harga dan akan bernilai nol pada saat terjadi keseimbangan pasar A (P1).

Kelebihan permintaan (Excess demand) adalah selisih antara jumlah yang

diminta dengan jumlah yang ditawarkan pada suatu tingkat harga dan waktu

tertentu, akan meningkat dengan semakin rendahnya harga dan waktu tertentu,

Page 90: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

67

dan akan bernilai nol pada saat terjadi keseimbangan pasar B (P2).Kurva yang

terbentuk berlaku jika memenuhi beberapa asumsi, antara lain :

(1) Asumsi pertama tidak ada hambatan perdagangan. Pada dasarnya integrasi

yang sempurna ditandai dengan terciptanya law of one price (LOP) sangat

memungkinkan tidak terjadi, hal ini dapat dijelaskan berdasarkan alasan

bahwa dikawasan tersebut tidak terbuka untuk dimasuki oleh pelaku pasar

lainnya. Halangan bagi terjadinya keterpaduan karena adanya hambatan

dalam perdagangan, informasi yang tidak sempurna dan adanya pengalihan

resiko, serta dapat terjadi karena adanya kompetisi yang tidak sempurna.

Beberapa alasan suatu kawasan tidak terbuka untuk dimasuki pelaku pasar

dari kawasan lain, salah satunya ialah adanya pembatas atau hambatan

perdagangan sehingga pelaku pasar tidak dapat keluar masuk pasar dengan

bebas. Hambatan perdagangan yang umum diterapkan adalah hambatan

tarif dan non tarif. Hambatan tarif adalah dalam bentuk pajak, sedangkan

hambatan non tarif misalnya dalam bentuk ketentuan-ketentuan yang harus

dipenuhi pelaku pasar. Hambatan yang diterapkan itu akan meningkatkan

biaya transfer sehingga perdagangan akan terus berlangsung sampai biaya

transfer sama dengan selisih harga atau bahkan melebihi. Jika hal ini terjadi

maka pelaku pasar tidak akan memperoleh keuntungan dalam perdagangan

antar pasar. Akibatnya transfer kelebihan permintaan maupun kelebihan

penawaran tidak akan terjadi dan harga akan bergerak secara individual

pada masing-masing pasar.

(2) Asumsi kedua adalah tidak terdapat biaya transaksi di masing-masing pasar.

Informasi dapat diakses oleh seluruh pelaku pasar dengan baik sehingga

dapat digunakan seluruhnya untuk memprediksi harga dimasa depan.

Perubahan harga di salah satu pasar (Pasar A dan Pasar B) akan

ditransmisikan dengan sempurna dalam waktu yang singkat. Gambar 2

Page 91: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

68

memperlihatkan adanya informasi harga yang bisa diakses seluruh pihak

yang dapat dijelaskan dengan melihat seberapa besar persentase perubahan

harga di pasar A menyebabkan persentase perubahan pada pasar B dan

sebaliknya. Perbaikan arus informasi menyebabkan perubahan harga pada

satu pasar akan langsung ditransmisikan dengan sempurna. Besarnya nilai

- P1) (P2 - . Dengan kata lain ialah persentase perubahan

harga di pasar A akan sama dengan persentase perubahan harga di pasar B.

Prinsip perbedaan harga antar wilayah akan mengarah ke harga yang

sama, dimana perbedaan yang terjadi disebabkan adanya biaya transportasi.

Kondisi ini terjadi bila tidak ada hambatan keluar terhadap pergerakan produk

dari kedua wilayah tersebut. Secara umum, dalam pasar kompetitif dengan

komoditi yang sama, maka prinsip perbedaan harga di dua wilayah tidak akan

melebihi biaya transfer (Anindita, 2004). Tomek dan Robinson (1990)

menyatakan bahwa, prinsip perbedaan harga akan mengikuti dua aturan, yaitu :

Pertama, perbedaan harga antara dua wilayah (pasar) yang saling melakukan

perdagangan akan sama dengan biaya transfer.Kedua,perbedaan harga antara

dua wilayah (pasar) yang tidak melakukan perdagangan akan lebih kecil atau

sama dengan biaya transfer.

Biaya transfer ialah biaya yang dibutuhkan untuk memindahkan barang

dari dua daerah atau lebih, biaya transfer ini meliputi biaya terminal dan biaya

transportasi. Biaya terminal merupakan biaya yang dibutuhkan sampai suatu

komoditi siap di angkut, meliputi biaya bongkar muat, biaya retribusi dan biaya

tambahan lainnya. Biaya transportasi merupakan biaya yang dikeluarkan untuk

memindahkan barang antar dua tempat atau kegiatan tambahan (Samuelson,

1952). Biaya transportasi ini merupakan fungsi jarak, dimana semakin jauh

jaraknya, semakin tinggi pula biaya transportasinya. Olehnya, keseimbangan

antar daerah harus mempertimbangkan biaya transfer (t). Sebab itu biaya

Page 92: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

69

transfer (t) diperhitungkan dengan melakukan penjumlahan vertikal pada sumbu

harga di daerah surplus. Hal itu dapat dilihat pada Gambar 2.11.

Gambar 2.11. Pertukaran antara dua daerah akibat perbedaan permintaan dan

penawaran dengan mempertimbangkan biaya transportasi. Komoditi mengalir dari daerah surplus Y ke daerah defisit X.

Pada harga sebesar c per unit, maka di daerah surplus Y terdapat

kelebihan penawaran (excess supply) sebesar f-g. Kelebihan penawaran ini

dipindahkan untuk memenuhi kelebihan permintaan (excess demand) di daerah

defisit X. Jumlah barang yang dipindahkan dari daerah surplus Y harus sama

dengan jumlah barang yang diterima di daerah defisit X atau f g = d e.

Dengan demikian keseimbangan kombinasi pasar terjadi di titik E, artinya apabila

pasar X dan pasar Y merupakan satu kesatuan, maka pada harga sebesar c per

unit jumlah barang yang diminta sama dengan jumlah barang yang ditawarkan

yaitu sebesar Q* unit.

Aliran komoditi pertanian dari daerah surplus Y ke daerah defisit X akan

terhenti pada saat harga di daerah surplus ditambah biaya transfer sama dengan

harga di daerah defisit (b + t = a) atau (t = a b). Hal tersebut disebabkan :

1. Biaya transfer lebih kecil dari selisih harga di daerah defisit dan harga di

daerah surplus t < (a b).

Page 93: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

70

Pada kondisi ini lembaga pemasaran akan menikmati keuntungan apabila

mereka menyampaikan barang dari daerah Y ke daerah X sebab selisih

antar dua daerah lebih besar dari biaya transfer yang dibutuhkan untuk

menyampaikan barang dari daerah Y ke daerah X. Banyak lembaga

pemasaran yang ingin memindahkan komoditi perikanan dari daerah Y ke

daerah X dan proses perpindahan ini berlangsung terus sehingga selisih

harga di daerah defisit dengan harga di daerah surplus semakin kecil.

2. Biaya transfer lebih kecil dari selisih harga di daerah defisit dan harga di

daerah surplus t < (a b). Pada kondisi ini lembaga pemasaran akan

mengalami kerugian, karena biaya yang dibutuhkan untuk memindahkan

komoditi dari daerah surplus Y ke daerah defisit X lebih besar dariselisih

harga di daerah defisit dan daerah surplus. Bila lembaga pemasaran tetap

melakukan aktifitas memindahkan komoditi perikanan dari daerah surplus Y

ke daerah defisit X maka akan mengalami kerugian, pada saat demikian

banyak lembaga pemasaran akan menghentikan kegiatannya.

3. Biaya transfer sama dengan selisih harga di daerah defisit dengan daerah

surplus atau t = a b. Pada kondisi demikian lembaga pemasaran yang

memindahkan komoditi perikanan dari daerah surplus ke daerah defisit akan

mencapai titik impas, artinya selisih harga di daerah defisit dengan daerah

surplus sama dengan biaya yang dibutuhkan untuk memindahkan komoditi

perikanan dari daerah surplus Y ke daerah defisit X. Untuk menjelaskan

harga keseimbangan, konsumsi, jumlah daerah defisit dan daerah surplus

dapat dilihat pada Gambar 2.12.

Page 94: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

71

Gambar 2.12. Penentuan harga keseimbangan, jumlah komoditi daerah surplus

dan defisit.

Gambar 2.12 menjelaskan bahwa dalam waktu yang relative pendek,

kurva penawaran di daerah surplus Y dan daerah defisit X masing-masing

ditunjukkan oleh kurva penawaran Sx dan Sy. Kurva penawarannya bersifat

inelastis sempurna, karena dalam jangka waktu yang relative pendek produsen

tidak dapat mengubah penggunaan faktor produksi untuk merespon perubahan

harga. Sedangkan permintaan di daerah Y dan daerah X masing-masing

ditunjukkan dengan kurva permintaan Dy dan Dx. Asumsinya tidak terdapat

perdagangan antar daerah, maka harga dan jumlah keseimbangan di daerah Y

masing-

daerah X masing-

2.2.7. Agroindustri Peternakan Sapi

Manusia sejak zaman dulu telah akrap dengan hewan baik sebagai

hiburan, kesayangan, penjaga rumah, pemburu, untuk upacara ritual/adat

maupun untuk tujuan ekonomi. Hewan yang di pelihara untuk tujuan ekonomi di

sebut ternak. Usaha pembudidayaan ternak di kenal dengan usaha peternakan.

Agrobisnis peternakan sapi yaitu suatu kegiatan bisnis yang mendayaupayakan

Page 95: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

72

ternak sebagai mesin biologis guna menghasilkan suatu jenis produk/komoditi

ekonomi pemuas kebutuhan manusia berupa ternak, tambahan berat badan,

daging, susu, dan lainnya.

Agroindustri peternakan adalah industri dengan bahan baku komoditas

pertanian dan hasil ikutannya untuk menghasilkan produk bernilai ekonomi tinggi

dengan menggunakan ternak sebagai fabrik biologinya. Rahardi (2003),

berpendapat bahwa agroindustri adalah industri dengan bahan baku komoditas

pertanian, atau industri yang merupakan bagian tak terpisahkan dari kegiatan

sektor pertanian dalam arti luas

Soedjana T. D (2009), menyatakan bahwa, populasi sapi potong pada

periode 2001 2005 memiliki tingkat pertumbuhan negative (- 0,9 %), jumlah

populasi 11,137 juta (tahun 2001) dan 10,679 juta (tahun 2005), tahun 2006

jumlah populasi 10.875 juta dan meningkat pada tahun 2008 sebesar 11,869

juta. Pada kurun waktu 2006 2008 terjadi tingkat pertumbuhan sebesar 4,5 %.

Pada periode 2007 2008, terjadi peningkatan produksi daging (3,8%) dengan

jumlah produksi pada tahun 2007 sebesar 339.480 ton (berasal dari sapi lokal

263.458 ton dan sapi import 76.022 ton), pada tahun 2008 sebesar 352.413 ton

(berasal dari sapi lokal 251.941 ton dan sapi import 100.472 ton). Periode ini ada

peningkatan import daging sapi sebesar 9,42 % yaitu: 64.010 ton (tahun 2007).

Kegiatan produksi ternak di Negara maju, hampir semuanya dilakukan

secara professional serta perhitungan komersial, padat modal, padat teknologi.

Usaha ini di sebut industri peternakan sebab ternak telah dibudidayakan sebagai

ternak industry (Sukarya, 1991). Industry peternakan (rakyat) berguna untuk

meningkatkan produktifitas dan menaikkan kesejahteraan masyarakat.

Pengelolaannya perlu ditangani lebih professional, bukan hanya terbatas pada

memilih bibit, memberi pakan, pengendalian penyakit, tapi mencakup seluruh

Page 96: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

73

aspek manajemen, termasuk sistem informasi pasar bagi manajemen

pemasarannya.

Anton (2007)

Indonesia punya prospek yang sangat besar karena permintaan terhadap produk

daging, susu maupun kulit terus meningkat seirama dengan pertambahan

penduduk dan perkembangan perekonomian nasional. Sejalan dengan kondisi

perekonomian nasional yang makin membaik, prospek bisnis peternakan juga

menjanjikan namun penuh dengan tantangan, sebab sering mengalami masalah

yang menghambat pengembangannya baik secara makro maupun mikro.

Industri peternakan berfungsi merubah input ke output bernilai tinggi,

makin besar produksi, makin besar keuntungan. Nampaknya hal ini tidak cukup

kuat menciptakan usaha bisnis berkelanjutan. Widyahartono (1985) menuliskan,

sikap ingin tahu dan pantang menyerah manajer Jepang menyebabkan

perusahan besar yang top beralih dari orientasi produksi ke orientasi pemasaran.

Teknik bisnis Amerika seperti volume tinggi, marjin rendah, perputaran serba

cepat, lini barang yang luas, taktik promosi yang agresif, digunakan di toko toko

Jepang.

2.2.8. Pemasaran Dalam Agroindustri Peternakan Sapi

Winarso, dkk (2005) menuliskan tentang tinjauan ekonomi ternak sapi

potong di Jawa Timur bahwa kegiatan perdagangan ternak sapi potong selain

dilakukan antar kabupaten dalam propinsi sebagai sentra sentra ternak, juga

antar wilayah provinsi maupun antar pulau. Pola pemasaran demikian dengan

sendirinya terbentuk beberapa jalur rantai pemasaran ternak sapi potong keluar

wilayah Provinsi Jawa Timur. Aspek geografis, aktivitas pemasaran sapi potong

di Jawa Timur di kategorikan jadi tiga wilayah yaitu: aktivitas pemasaran lokal,

aktivitas pemasaran regional dan aktivitas pemasaran internasional.

Page 97: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

74

Kohland Uhl (1986) menuliskan bahwa,

organization trends in the food industry are: (1) specialization and diversification,

(2) decentralization, . Tiga hal penting yang cenderung

mempengaruhi organisasi pasar pada industry makanan yaitu: (1) spesialisasi

Each level of the market

. Tiap tingkatan pasar menyumbangkan

manfaatnya pada produk akhir.

Produk agroindustri peternakan sapi berupa ternak sapi, rentan pada

perubahan cuaca, perubahan pola pemberian pakan dan pola transportasi sebab

itu butuh penanganan serius dalam pemasarannya karena bisa menimbulkan

stress dan penurunan berat badan. Berdasarkan alasan tadi, hasil agroindustri

peternakan sapi butuh proses pemasaran yang cepat, baik, dan efisien.

Pemasaran hasil agroindustri peternakan sapi potong terdiri dari lembaga

lembaga pemasaran yang menyalurkan suatu produk hingga ke konsumen

akhir. Rantai distribusi adalah jalur atau sistem pemasaran, dari produsen

melalui pedagang pengumpul tingkat desa, pedagang pengumpul tingkat kota,

pedagang antar kota hingga ke pengecer (Rahardi, 2003).

Model pemasaran menggambarkan suatu kegiatan atau pola kegiatan

mendistribusikan suatu produk berupa barang, jasa, bahan makanan, ternak atau

daging hasil ternak kepada konsumen. Guna meningkatkan keberkelanjutan

pemasaran, maka dibutuhkan strategi distribusi pemasaran yang mempercepat

tibanya produk (misalnya: ternak sapi) ke konsumen, disinilah fungsi pemasaran

itu berlangsung. Penulis setuju dengan pendapat Kodrat (2009), bahwa distribusi

merupakan ujung tombak pemasaran.

Page 98: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

75

BAB III. KERANGKA KONSEPTUAL PENELITIAN

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Ternak sapi potong di Sulawesi Utara merupakan salah satu komoditi

ekonomi yang berperan penting sebagai penyedia lapangan kerja, penyerap

tenaga kerja keluarga, tenaga kerja ternak, alat transportasi, tabungan, hobi,

penentu status sosial, dan sebagai ternak potong. Ternak sapi mampu merubah

input yang kurang bernilai ekonomi berupa hijauan pakan ternak atau hasil ikutan

pertanian menjadi produk bernilai tambah sebab itu ternak sapi bernilai ekonomi.

Ternak sapi bernilai ekonomi sebab dapat meningkatkan pendapatan rakyat dan

berkedudukan penting dalam pemasaran hasil ternak. Model pemasaran yang

hanya berorientasi produk akan membentuk pola integrasi pemasaran vertikal

maupun horisontal yang rapuh akibatnya, peternak sapi dapat merugi bila terus

berlanjut dan dapat mengakibatkan kebangkrutan / exit.

Kodrat (2009) memaparkan bahwa produk produk yang suksespun

biasanya dipengaruhi kemampuan pemasar menerapkan strategi distribusinya.

Pelayanan yang baik yaitu kecepatan penyediaan produk sesuai kebutuhan

pelanggan, dalam jumlah yang dibutuhkan tanpa ada kesalahan. Kecepatan

penyediaan ini menjadi keunggulan bersaing suatu perusahan. Rangkuti (2004)

menuliskan bahwa pendekatan saluran penawaran (supply chain) secara terpadu

harus bisa menggantikan pola pikir konvensional dan fungsional. Perusahan

harus berfikir fleksibel dalam membuat desain secara terintegrasi sesuai

keinginan pelanggan sampai pengiriman yang sangat cepat, hal ini jadi

kebutuhan mutlak untuk bersaing. Penerapan supply chain management

berpengaruh sangat besar pada: a) Volume penjualan, b) proses internal

meningkat setelah supply chain dilakukan.

Page 99: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

76

Permasalahan yang sangat vital dalam kegiatan ekonomi peternakan sapi

potong yaitu, pola berpikir konvensional dengan usaha peternakan sapi yang

belum terintegrasi secara baik dengan pusat pasar sebab itu masih ada petani

peternak sapi yang terbelit lingkaran setan kemiskinan. Petani peternak menjual

ternak sapi bunting atau ternak produktif mungkin karena tekanan ekonomi serta

butuh biaya studi anak, dan lainnya. Saat butuh biaya studi anak atau keperluan

rumah tangganya yang sangat mendesak, biasanya orang mudah menjual

; sebab itu dibutuhkan

model pemasaran yang dapat meringankan tekanan ekonomi. Model pemasaran

tersebut sebaiknya memiliki pusat layanan pemasaran yaitu: peternak sapi

potong pemilik TPH/pengguna RPH selaku konsumen akhir ternak sapi/pemasar

selaku konsumen bisnis yang terintegrasi VMS dengan permintaan pasar/

pelanggan dan produsen guna menaikan efisiensi pemasaran.

Proses pemasaran ternak sapi dari petani pemilik sapi (pembudidaya) ke

konsumen akhir seringkali melibatkan beberapa lembaga pemasaran yang terdiri

dari petani pemilik ternak sapi, kolompok tani ternak sapi, pedagang perantara

pemasaran, dan konsumen akhir ternak sapi hidup. Proses pemasaran ternak

sapi dari produsen ke konsumen akhir ternak sapi dengan mekanisme baru

(terintegrasi), butuh penanganan yang tepat agar mencapai tingkat efisiensi

pemasaran. Struktur pemasaran secara langsung mempengaruhi perilaku

pemasaran karenanya pada integrasi pemasaran, pelaku pemasaran akan

menyesuaikan jumlah pembelian dan penjualannya guna meningkatkan efisiensi.

Inti konsep integrasi pemasaran ini terletak pada kekuatan supply and demand.

Guna mengetahui model pemasaran ternak sapi yang efisien di Sulawesi

utara, dimana telah melibatkan lembaga pemasaran yang telah melakukan

fungsi fungsi pemasaran (fungsi pertukaran, fungsi fisik, fungsi fasilitas), maka

dilakukan telaah terhadap keragaan pasar dengan melakukan analisis marjin

Page 100: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

77

pemasaran, analisis struktur pasar (dengan melihat informasi harga ternak sapi,

keadaan produk, kondisi keluar masuk pasar ternak sapi, jumlah penjual dan

jumlah pembeli ternak sapi), menganalisis perilaku pasar (mekanisme penentuan

harga, sistem pembayaran, dan kerjasama antar lembaga pemasaran).

Informasi mengenai efisiensi pemasaran ternak sapi di Sulawesi Utara,

diharapkan dapat diperoleh dari hasil telaahan lewat analisis keragaan pasar

(analisis marjin pemasaran), struktur pasar, perilaku pasar dan B/C rasio.

Efisiensi pemasaran merupakan pokok permasalahan yang mencerminkan

keberlanjutan usaha. Sebab itu, tujuan utama dari penelitian ini adalah melihat

efisiensi pemasaran ternak sapi di Sulawesi Utara.

Masyarakat Sulawesi Utara punya modal sosial gotong royong berupa

mapalus / tolong menolong, sebaiknya dijadikan suatu bentuk kegiatan ekonomi

kelompok terorganisir dan melembaga berupa kelompok tani ternak sapi potong.

Modal sosial tadi bila menjadi bagian model pemasaran sapi, maka akan

terbentuk model pemasaran sapi potong yang pola penawaran permintaannya

terintegrasi / VMS dan memperpendek rantai pemasaran serta menaikan

efisiensi pemasaran. Makin panjang rantai distribusi pemasaran, makin besar

marjin pemasaran, makin kecil insentif yang diterima produsen sebab itu model

pemasarannya makin tidak efisien. Petani peternak sapi pada saat paceklik,

dapat meminjam uang pada kelompok peternak sapi dimana ia jadi anggota.

Kelompok akan melihat harga jual yang lebih menguntungkan untuk menjual

ternak sapi milik kelompok/anggota. Organisasi ini diharapkan dapat memberi

kekuatan posisi tawar bagi petani pemilik ternak sapi selaku penyedia input sapi

bagi konsumen ternak sapi potong dalam pemasaran dan dapat membantu

anggota kelompok keluar dari lingkaran setan kemiskinan.

Secara rasio, struktur pasar akan mempengaruhi perilaku pasar. Struktur

pasar bersama sama dengan perilaku pasar dan tingkat harga komoditi ekonomi

Page 101: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

78

(dalam penelitian ini adalah ternak sapi potong) serta besarnya insentif

pemasaran yang diperoleh dari suatu kegiatan pemasaran akan berdampak

pada penampilan pasar yang nantinya ikut mempengaruhi tingkat efisiensi

pemasaran. Efisiensi pemasaran dapat dinaikan bila rantai pemasaran

diperpendek dan adanya teknologi integrasi pemasaran. Model pemasaran

dikatakan baik jika memberikan manfaat yang sama bagi tiap pelaku pemasaran

dan efisien. Model konsep ini dapat dilukiskan seperti pada Gambar 3.1. berikut.

Produsen Konsumen (petani pemilik ternak, Perantara Pemasaran Akhir*) Kelompok petani Ternak, (kekuatan Ternak sapi peternak sapi) permintaan penawaran)

ELEMEN STRUKTUR PASAR - Jumlah Pembeli & Penjual Fungsi - Diferensiasi Produk Pemasaran - Hambatan Keluar masuk pasar

Harga di Tingkat Insentif Pemasaran/ Harga di Tingkat Peternak sapi Manfaat (Margin, Konsumen Akhir (individu, kelompok) Keuntungan) Ternak Sapi Struktur Pasar

Perilaku Pasar

Penampilan Pasar Efisiensi Pemasaran

Gambar 3.1. Kerangka Konseptual Penelitian Model Pemasaran

Keterangan: Aliran distribusi pemasaran/penawaran ternaksapi ke konsumen akhir

Aliran distribusi pemasaran/penawaran ternak lewat perantara pemasaran ternak sapi ke konsumen akhir selaku konsumen bisnis ternak sapi. Aliran informasi harga, uang dan permintaan akan ternak sapi

dan Pola integrasi pemasaran vertikal (VMS) *) Konsumen bisnis / konsumen akhir terhadap ternak sapi yaitu peternak

sapi potong/penjagal selaku pemilik tempat pemotongan hewan (TPH) maupun pengguna rumah potong hewan (RPH) milik pemerintah daerah. Kerangka konseptual pada Gambar 3.1, memperlihatkan bahwa, petani

peternak dan kelompok peternak sapi menjadi sumber input bagi konsumen

bisnis / konsumen akhir ternak sapi selaku pemilik TPH / pengguna RPH.

Peternak sapi potong selaku konsumen bisnis / konsumen akhir ternak sapi

Page 102: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

79

dapat membentuk pola pemasaran dengan strategi pengendalian distribusi

pemasaran terintegrasi guna meningkatkan efisiensi. Strategi pengendalian

saluran distribusi memungkinkan peternak sapi potong / konsumen bisnis ternak

sapi mengintegrasikan kebutuhan ternak sapi untuk melayani pelanggannya saat

itu. Lembaga pemasaran (petani peternak, perantara pemasaran dan konsumen

akhir ternak sapi selaku konsumen bisnis) melalui konsep pada gambar 3.1,

diharapkan memperoleh distribusi insentif pemasaran (Marjin, keuntungan) yang

memadai. Model pemasaran terintegrasi (penawaran sesuai permintaan pasar)

sebagai modal terbentuknya model pemasaran yang efisien dan terlanjutkan.

Pola pikir ini sejalan dengan pandangan Kodrat (2009) bahwa pengelolaan

saluran distribusi dan jalur pemasaran sangat krusial sebab menentukan

bagaimana produk tersedia bagi para pelanggan sebagai pengguna, bila

dilakukan dengan baik maka jaminannya adalah produk tersedia dengan baik

pada pelanggan dan akan mendominasi pasar.

3.2. Hipotesis Penelitian

1. Diduga harga di tingkat konsumen akhir ternak sapi berpengaruh

terhadap harga di tingkat produsen ternak sapi potong di Sulawesi utara.

Hipotesis 1 ini dijawab melalui model regresi yang menyatakan hubungan

elastisitas harga di tingkat peternak dan elastisitas harga di tingkat

konsumen akhir / pemasar / penjagal selaku konsumen bisnis ternak sapi.

2. Diduga terdapat integrasi antar pemasaran yang berpengaruh pada

efisiensi pemasaran ternak sapi potong di Sulawesi Utara.

Hipotesis ini dijawab lewat model regresi panel guna menganalisis

hubungan harga di tingkat konsumen akhir / pemasar / penjagal selaku

konsumen bisnis ternak sapi dan harga di tingkat produsen yang

diintegrasikan ketiap lokasi pemasaran dan waktu.

Page 103: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

80

3. Diduga model pemasaran ternak sapi berpengaruh pada efisiensi

pemasaran sapi potong di Sulawesi Utara.

Hipotesis ini dijawab lewat analisis marjin pemasaran, struktur pasar,

integrasi pemasaran (harga di tingkat konsumen akhir / pemasar /

penjagal selaku konsumen bisnis ternak sapi yang diintegrasikan ke

produsen), analisis indeks profitabilitas pemasaran ternak sapi.

3.3. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Berdasarkan latar belakang, permasalahan, kerangka konseptual dan

hipotesis maka variabel variabel yang digunakan definisinya sebagai berikut:

1. Konsentrasi Ratio (KR) adalah perbandingan antara jumlah komoditi

ekonomi (ternak sapi potong) yang dibeli dibanding dengan jumlah komoditi

ekonomi (ternak sapi potong) yang dipasarkan kemudian dikali dengan 100

(%).

2. Jumlah komoditi ekonomi yang dibeli adalah jumlah ternak sapi potong yang

dibeli (ekor/tahun).

3. Jumlah komoditi ekonomi yang dipasarkan adalah jumlah ternak sapi potong

yang di distribusikan / jual ke pasar (ekor / tahun)

4. Harga ternak sapi potong di tingkat konsumen akhir / konsumen bisnis

ternak sapi adalah harga ternak sapi di tingkat konsumen akhir / konsumen

bisnis ternak sapi (Rp/ekor)

5. Harga ternak sapi potong ditingkat produsen adalah harga ternak sapi

ditingkat produsen ternak sapi / petani peternak sapi (Rp / ekor)

6. Permintaan ternak sapi potong ialah jumlah permintaan ternak sapi di pasar

acuan / konsumen akhir selaku konsumen bisnis ternak sapi (ekor /minggu)

7. Penawaran ternak sapi potong ialah jumlah penawaran ternak sapi di pasar

acuan / konsumen akhir selaku konsumen bisnis ternak sapi (ekor / minggu)

Page 104: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

81

8. Sapi potong (definisi konsep di lokasi penelitian) adalah ternak sapi yang

tidak produktif / afkir dengan alasan sudah tua, kurang baik sebagai tenaga

kerja tani, betina yang sudah lebih dari tiga kali beranak, ternak sapi yang

tubuhnya cacat, ternak sapi yang mengalami kecelakaan, ternak sapi

dengan tanda tanda lahiriah yang kurang baik dan usianya satu tahun atau

lebih.

9. Tanda lahiriah (pulis / ririmpuan / unyeng unyeng) pada ternak yang kurang

baik / tidak disenangi petani peternak sapi terutama yang terletak dibagian

atas pada kedua sela mata dari ternak sapi.

10. Marjin pemasaran adalah selisih antara harga di tingkat konsumen akhir

ternak sapi dengan harga di tingkat produsen ternak sapi (Rp/ekor)

11. Biaya lembaga pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan oleh lembaga

pemasaran untuk memasarkan ternak sapi (Rp/ekor)

12. Keuntungan pemasaran adalah keuntungan yang diperoleh dari pemasaran

ternak sapi (selisih antara penerimaan dan pengeluaran) (Rp/ekor)

13. Harga jual pada lembaga pemasaran adalah harga jual ternak sapi yang

dilakukan oleh lembaga pemasaran ternak sapi (Rp/ekor)

14. Harga beli lembaga pemasaran adalah harga pembelian ternak sapi yang

dilakukan oleh lembaga pemasaran ternak sapi (Rp/ekor)

15. Biaya pemasaran adalah biaya biaya yang dikeluarkan lembaga pemasaran

dalam memasarkan ternak sapi (Rp/ekor)

16. Share harga yang diterima peternak adalah perbandingan antara harga di

tingkat peternak dibandingkan harga ditingkat konsumen ternak sapi (%).

17. Efisiensi adalah suatu ukuran keberhasilan yang dinilai dari segi besarnya

sumber / biaya untuk mencapai hasil dari kegiatan yang dijalankan dengan

biaya serendah rendahnya menghasilkan output yang sebesar besarnya.

Page 105: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

82

Efisiensi pemasaran di ukur pula dengan satuan R/C ratio. Makin besar

R/C ratio, makin efisien (R/C ratio: perbandingan pendapatan dan biaya).

Selain definisi operasional tiap variabel, juga didefinisikan istilah penting

yang digunakan dalam penelitian ini:

1. Pendapatan Petani Peternak sapi adalah jumlah pendapatan dalam usaha

taninya (rupiah pertahun) dan pendapatan usaha beternak sapi yang

diperoleh dari usaha menjual ternak / tenaga ternak sapi (Rp/Tahun).

2. Variabel Peternak sapi potong selaku konsumen akhir / konsumen bisnis

ternak sapi dan pemilik tempat pemotongan hewan (TPH) maupun pengguna

jasa RPH milik pemerintah adalah Pedagang Besar (PB) yang bertujuan

untuk mendapatkan manfaat ekonomi dari konversi ternak sapi kedaging

hasil ternak sapi. Sumber input (ternak sapi) selain dari usaha sendiri /

beternak sapi potong (sebagai stocking

ternak sapi, petani peternak sapi dan kelompok peternak sapi maupun dari

pedagang / perantara pemasaran.

3. RPH adalah Rumah Potong Hewan milik Pemerintah daerah sebab itu,

pengoperasiannya berada dibawah bimbingan dan pengawasan Pemerintah.

4. TPH adalah Tempat Pemotongan Hewan ternak sapi milik perorangan /

swasta yang pengoperasiannya dilakukan sendiiri oleh pemilik TPH.

5. Biaya pemasaran pada Pedagang Besar / konsumen akhir selaku konsumen

bisnis (di Kota Tomohon ia juga Peternak sapi potong) ternak sapi hidup /

pemilik TPH atau pengguna RPH selaku pusat pasar ternak sapi, dihitung

berdasarkan jumlah ternak yang disiapkan perminggu dikali dengan biaya

pengadaan input (stocking) dan biaya penjualan (biaya konversi dan menjual

hasil ternak) (rupiah perminggu).

Page 106: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

83

6. Pendapatan Pedagang Besar / konsumen bisnis selaku konsumen akhir

ternak sapi / pemilik TPH / pengguna RPH selaku pusat pasar, dihitung

berdasarkan jumlah penjualan hasil konversi ternak sapi (rupiah / minggu).

7. Perantara pemasaran / Jobber / pedagang ternak sapi yaitu: pengguna

peluang usaha yang tidak dapat dijangkau produsen ternak sapi (petani

peternak) dan pusat pasar ternak sapi / konsumen akhir selaku konsumen

bisnis ternak sapi. Jobber membeli ternak sapi potong dari petani dan di jual

ke konsumen akhir untuk ternak potong atau membeli ternak sapi pertanian

untuk di jual pada petani lainnya yang membutuhkan sapi pertanian.

8. Sapi pertanian adalah sapi usia kerja dan tenaganya digunakan sebagai

tenaga kerja dibidang pertanian misalnya : menarik bajak untuk membajak di

areal untuk usaha tani jagung, sayur mayur maupun sawah; menarik sisi tani

pada sawah yang mau di tanamii padi maupun untuk mengangkut pupuk,

bibit kekebun dan mengangkut hasil usaha tani kerumah. Di bidang

perkebunan tenaga kerja ternak sapi digunakan untuk mengangkut buah

kelapa dari pohon ke tempat pengasapan kopra dan mengangkut kopra

kegudang kopra atau ke tempat pemasaran.

9. Makelar (agent middleman / broker) yaitu: perantara pemasaran yang tidak

memiliki / membeli ternak, tugasnya mencarikan pembeli, menegosiasikan

dan melakukan transaksi atas nama konsumen akhir / konsumen bisnis

ternak sapi hidup. Makelar tidak memiliki sendiri barang / ternak sapi yang

dinegosiasikan.

10. Keuntungan perantara pemasaran / Jobber / pedagang adalah keuntungan

yang dihitung berdasarkan jumlah pendapatan sebagai hasil penjualan ternak

sapi dikurangi biaya pembelian ternak sapi (rupiah perminggu).

11. Distribusi pemasaran adalah suatu pola penyaluran ternak sapi oleh lembaga

pemasaran (petani peternak / produsen ternak sapi, perantara pemasaran

Page 107: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

84

dan konsumen akhir ternak sapi). Pola distribusi ini merupakan strategi untuk

menjaga keberlanjutan usaha pemasaran ternak sapi. Indikatornya:

a) dapatkah lembaga pemasaran melayani permintaan pasar sesuai jumlah

dan kualitas yang dibutuhkan konsumen ternak sapi.

b) adakah lembaga pemasaran mengadakan stocking ternak sapi

c) adakah lembaga pemasaran melakukan pemasaran terencana sesuai

permintaan dan kebutuhan fisik konsumen.

d) berapa kali lembaga pemasaran menjual ternak sapi dalam sebulan.

12. Stocking ternak sapi adalah pola penyediaan ternak sebagai input usaha

pemasaran ternak sapi untuk menjamin permintaan pelanggan ternak sapi.

13. Lembaga pemasaran adalah mata rantai distribusi ternak sapi yang terlibat

dalam pemasaran ternak sapipotong.

14. Definisi sapi masyarakat Sulawesi Utara adalah

ternak sapi afkir sebab :tidak baik untuk tenaga kerja tani, betina yang tidak

produktif, sapi yang mengalami kecelakaan, dan sapi yang memiliki tanda

bawaan (unyeng-unyeng / pulis / ririmpuan) yang kurang baik.

15. Konsumen akhir ternak sapi adalah Pedagang Besar termasuk peternak sapi

potong pemilik TPH / pengguna RPH selaku pusat pasar ternak sapi.

Tjiptono, F. (2008) menyebutnya konsumen bisnis.

16. Pengecer ternak sapi adalah konsumen akhir ternak sapi / konsumen bisnis.

17. Usaha Konvesi ternak sapi adalah usaha mentransfer ternak sapi ke bentuk

karkas / daging sapi

18. Struktur pasar adalah bentuk pasar berdasarkan atas karakteristik atau sifat

yang dimiliki lembaga pemasaran yang terlibat dalamnya. Jadi, suatu kondisi

yang menggambarkan keadaan penting suatu pasar. Indikatornya seperti :

i. jumlah penjual,

ii. homogenitas komoditi ekonomi yang diperjualbelikan,

Page 108: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

85

iii. kebebasan keluar masuk pasar,

iv. ada tidaknya campur tangan pemerintah.

19. Integrasi pemasaran adalah suatu keterpaduan pasar ternak sapi yang

mempolakan keterkaitan / keterpaduan (integrasi) harga ternak sapi ditingkat

petani peternak sapi selaku produsen (supplyer) dan ditingkat konsumen

akhir / konsumen bisnis ternak sapi sebagai pemilik TPH atau pengguna RPH

ternak sapi (buyer / peminta). Indikatornya adalah:

a) ada tidaknya praktek-praktek penentuan harga,

b) ada tidaknya kerja sama antar petani peternak sapi selaku produsen

(supplyer) ternak sapi dan konsumen bisnis/konsumen akhir ternak sapi.

c) Ada tidaknya hubungan keterkaitan kerjasama antara penyedia input

(petani peternak / kelompok tani ternak sapi) selaku produsen (supplyer)

ternak sapi dan konsumen akhir ternak sapi / konsumen bisnis ternak sapi

sebagai pemilik TPH atau pengguna RPH.

d) Adakah ternak sapi yang ditawarkan petani peternak selaku produsen

(supplyer) ternak sapi ke konsumen akhir / konsumen bisnis berdasarkan

informasi dari konsumen bisnis / konsumen akhir ternak sapi.

20. Perilaku pasar adalah praktek praktek penentuan harga. Indikatornya :

a) ada tidaknya praktek penentuan harga;

b) ada tidaknya kerjasama antar lembaga pemasar ternak sapi.

21. Model pemasaran yang efisien yaitu model pemasaran yang memiliki biaya

terendah dengan hasil yang lebih baik.

22. Data panel yaitu gabungan antara data runtut waktu (time series) dan data

silang (cross section).

Page 109: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

86

BAB IV. METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Sulawesi Utara terhadap efisiensi pemasaran

dari model pemasaran ternak sapi dengan sasaran analisis efisiensi pemasaran

sapi potong di Sulawesi utara. Penelitian berlangsung 4 (empat) bulan, yaitu dari

18 Desember 2014 18 April 2015. Penentuan waktu penelitian ini guna menekan

bias akibat hari raya terutama hari raya keagamaan maupun pendaftaran anak

untuk melanjutkan studi yang ikut berpengaruh pada harga ternak sapi.

Pemilihan Provinsi Sulawesi Utara sebagai lokasi penelitian karena

memiliki potensi sebagai sentra pengembangan ternak sapi di kawasan timur

Indonesia yang dilatarbelakangi adanya budaya beternak sapi. Pengembangan

ternak sapi ini didukung tersedianya areal luas untuk penggembalaan, adanya

hijauan pakan ternak dan sisa hasil pertanian melimpah. Masyarakatnya

terutama hidup dari usaha tani dan memanfaatkan ternak sapi secara

komplementer (saling melengkapi / saling mendukung) dengan usaha taninya.

Daging ternak sapi bukanlah menu utama masyarakat Sulawesi Utara sebab itu

secara rasio, dapat menekan jumlah penyembelihan ternak sapi. Menu alternatif

untuk konsumsi masyarakatnya seperti hasil laut, hasil hutan (daging tikus hutan,

ayam hutan, ular piton, dan lainnya) dan hasil budidaya ternak seperti daging

babi maupun daging ayam kampung, dan sayur mayur.

Penentuan sampel lokasi penelitian secara purposive yaitu di kota

Manado dan kota Tomohon serta kabupaten Minahasa. Hal ini berdasarkan hasil

prasurvey bahwa pusat perdagangan ternak sapi potong di provinsi Sulawesi

Utara terdapat di tiga daerah tersebut. Alasannya yaitu :

1) Kota Manado memiliki RPH dan TPH serta konsumen akhir ternak sapi

selaku konsumen bisnis ternak sapi, hotel hotel, banyak rumah makan,

Page 110: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

87

rumah sakit dan pasar tradisional yang menawarkan daging sapi tiap hari,

pusat perdagangan, pusat pendidikan tinggi dan ibu kota provinsi);

2) Kota Tomohon walaupun belum memiliki RPH, tapi memiliki TPH dan

konsumen akhir ternak sapi serta petani peternak sapi dan kelompok tani

ternak sapi, hotel dan rumah sakit, dan lembaga pendidikan tinggi, serta

pasar tradisional yang menawarkan daging sapi tiap hari. Masyarakat

Tomohon dan sekitarnya, hidup dari usaha tani (jagung dan / atau sayur

mayor) yang pengolahan tanahnya membutuhkan tenaga kerja ternak sapi

untuk menarik bajak di lahan tani. Petani menggunakan tenaga kerja ternak

sapi guna menarik bajak di lahan untuk usaha tani jagung atau sayur mayur.

Selain untuk mendukung usaha tani, ternak sapi juga digunakan sebagai

tabungan saat membutuhkan biaya yang cukup besar hingga harus menjual

ternak sapi untuk anak sekolah maupun untuk membangun atau

memperbaiki rumah tinggal.

3) Kabupaten Minahasa memiliki pusat pasar ternak sapi se provinsi

Sulawesi utara yang berada di kota kecil Kawangkoan selaku pusat

pemasaran ternak sapi, petani peternak sapi, dan pusat pedagang ternak

sapi. Kota Kawangkoan terdiri dari 3 kecamatan yaitu kecamatan

Kawangkoan, kecamatan Kawangkoan Timur dan Kecamatan Kawangkoan

Barat; secara administratif kota ini ada dibawah kabupaten Minahasa.

Masyarakat Kawangkoan dan sekitarnya, hidup dari usaha tani (jagung dan /

atau kacang tanah) yang pengolahan tanahnya membutuhkan tenaga kerja

ternak sapi untuk menarik bajak di lahan tani. Penggunaan ternak sapi

selain komplementer dengan usaha tani, juga untuk tabungan dan bisnis.

Sebagai tabungan artinya, saat membutuhkan biaya yang cukup besar

untuk anak sekolah maupun, membangun atau memperbaiki rumah tinggal,

maka harus menjual ternak sapi. Bisnis artinya, bila ada pembeli

Page 111: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

88

menawarkan harga yang lebih tinggi, maka ternak sapi itu dijual; sebab itu

mereka sering mengunjungi pasar pada tiap hari pasar ternak sapi

(kamis). Petani peternak sapi dan pedagang di Kawangkoan dan sekitarnya

saling mengetahui harga pasar ternak sapi sebab mereka bebas masuk

keluar pasar tanpa ada pembagian lokasi pedagang ternak sapi.

4) Ternak sapi yang disenangi petani di Sulawesi utara termasuk di Kota

Manado, kota Tomohon, dan kabupaten Minahasa adalah sapi PO karena

mudah untuk di jual kembali. Permintaan akan ternak sapi potong di daerah

lainnya kurang berarti atau tidak ada karena menu utama untuk konsumsi

masyarakat Sulawesi utara bukan daging sapi..

Petani memelihara ternak sapi secara individu maupun dalam kelompok

tani. Populasi sapinya terlihat pada Tabel 4.1. berikut ini.

Tabel 4.1. Jumlah Ternak Sapi Potong Di Sulawesi Utara Tahun 2014 No Kabupaten/Kota Jumlah(Ekor) 1 Bolaang Mongondow 23.311 2 Minahasa 27.938 3 Kepulauan Sangihe 1.142 4 Kepulauan Talaud 1.315 5 Minahasa Selatan 10.186 6 Minahasa Utara 9.624 7 Kepulauan Sitaro 52 8 Minahasa Tenggara 3.474 9 Bolaang Mongondow Selatan 8.684

10 Bolaang Mongondow Timur 8.498 11 Manado 2.473 12 Bitung 1.358 13 Tomohon 1.709 14 Kotamobagu 1.276 15 Bolaang Mongondow Utara 7.295

Jumlah 108.335 Sumber : BPS Sulut 2015

Besarnya perhatian masyarakat Sulawesi Utara sebagai petani

peternak maupun sebagai pedagang dan lainnya, terlihat pada Tabel 4.2.

berikut ini.

Page 112: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

89

Tabel 4.2, Jumlah Rumah Tangga, Pedagang (perantara pemasaran) ternak Sapi Potong Menurut Kabupaten / Kota Tahun 2011.

No Kabupaten / Kota

Jenis Unit Usaha Pemeliharaan Ternak Jumlah Rumah Tangga

Petani-peternak Peda-gang

Lain-nya*)

Jumlah (2+3+4)

0 1 2 3 4 5 01 Bolaang Mongondow 7.890 6 4 7.900 02 Minahasa 6.487 36 5 6.528 03 Minahasa Selatan 5.436 10 --- 5.446 04 Minahasa Utara 4.097 6 2 4.105 05 Minahasa Tenggara 1.579 5 --- 1.584 06 Bolaang Mongondow Utara 4.321 3 --- 4.324 07 Bolaang Mongondow Selatan 1.433 1 --- 1.434 08 Bolaang Mongondow Timur 1.124 --- --- 1.124 09 Kepulauan Sangihe 965 1 --- 966 10 Kepulauan Talaud 876 --- --- 876 11 Sitaro 28 --- --- 28 12 Kota Manado 647 7 --- 654 13 Kota Bitung 787 3 --- 790 14 Kota Tomohon 1.087 6 3 1.096 15 Kota Kotamobagu 626 14 --- 640

Sulawesi Utara 37.383 98 14 37.495 Sumber : Statistik Peternakan Tahun 2012. Dinas Pertanian dan Peternakan

Provinsi Sulawesi Utara.

*) Data ini, oleh BPS belum terdefinisikan apakah masuk kategori rumah tangga petani peternak atau pedagang ternak sapi, sebab berbentuk suatu organisasi yang punya satu kepemilikan ternak sapi seperti pesantren maupun kelompok tani peternak sapi.

Potensi Sulawesi Utara didukung tersedianya populasi ternak sapi

(Tabel 4.1) dan perhatian pada ternak sapi (Tabel 4.2) serta adanya pusat pasar

ternak sapi (disebut ini, terdapat di

kota Kawangkoan kabupaten Minahasa. Kota Kawangkoan ini terdiri atas tiga

kecamatan (Kecamatan Kawangkoan, Kecamatan Kawangkoan Timur dan

Kecamatan Kawangkoan Barat) yang secara aministratif, kota ini berada dalam

wilayah kekuasaan pemerintah Kabupaten Minahasa Provinsi Sulawesi utara.

Kota Manado dan kota Tomohon juga memiliki ciri khas-nya sendiri yaitu:

Kota Manado memiliki RPH sedangkan kota Tomohon dan Kawangkoan tidak

memiliki RPH. Konsumen akhir selaku konsumen bisnis ternak sapi di Manado

dan kota Tomohon ada yang memiliki TPH sedangkan konsumen akhir ternak

Page 113: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

90

sapi pengguna RPH hanya dijumpai di kota Manado. Konsumen akhir ternak sapi

di kota Manado dan kota Tomohon menjadikan pusat pasar blantek sapi di

Kawangkoan sebagai salah satu sumber input. Aktifitas perekonomian di pusat

kota sangat padat, karena itu banyak menyerap tenaga kerja dari dalam dan luar

kota yang dengan sendirinya meningkatkan permintaan akan hasil ternak sapi.

Pasar tradisional maupun pasar swalayan dikota Manado dan kota Tomohon

menyediakan tempat penjualan / outlet produk hasil ternak sapi. Ketersediaan

pasar ternak sapi ikut mendukung kelancaran kegiatan ekonomi termasuk usaha

beternak sapi. Populasi petani pemilik ternak sapi, kelompok tani ternak sapi,

menempati daerah perifer dalam wilayah kota Manado dan kota Tomohon serta

kota Kawangkoan. Usaha beternak sapi dilakukan secara komplementer dengan

usaha tani di daerah perifer (periphery).

Pusat pasar blantek sapi di Sulawesi Utara berada di kelurahan Uner II

kecamatan Kawangkoan Kabupaten Minahasa dan beroperasi pada hari kamis

tiap minggunya. Saat hari raya agama (hari raya Idul Fitri, Idul Adha, Natal,

Tahun baru, Paskah, dan lainnya), maupun hari raya nasional seperti 17 Agustus

jatuh pada hari kamis, maka Dinas Pasar di Kecamatan akan mengumumkan

lewat alat pembesar suara tentang hari alternative yang dipilih agar hari pasar

Pasar blantek sapi ini diramaikan oleh konsumen akhir selaku konsumen bisnis

ternak sapi (pemilik TPH atau pengguna RPH) yang datang dari luar kota

Kawangkoan, petani peternak sapi dan perantara pemasaran sapi pada hari

kamis. dilengkapi dengan fasilitas pemerintah

berupa gedung Puskeswan yang dilengkapi adanya tempat AI, lapangan / lahan

terbuka dan gedung pasar sapi serta tempat menaikan dan menurunkan ternak

sapi dari dan ke truk pengangkut, petugas pasar dari dinas pasar dan petugas

Puskeswan dari Dinas Pertanian Peternakan kabupaten Minahasa. Pasar

Page 114: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

91

blantek ini menjadi sumber input bagi pemerintah bila ada permintaan ternak sapi

dari luar daerah ke Pemda Minahasa. Wilayahnya dekat kaki gunung Soputan

yang ikut mendukung tersedianya air bagi usaha tani ternak dan hijauan pakan

ternak. Masyarakatnya terutama hidup dari usaha tani jagung, padi, kacang

tanah dan kacang merah (brenebon), sebab itu Kawangkoan disebut kota

kacang. Masyarakat Kawangkoan dan sekitarnya selain beternak sapi, juga

memelihara kuda pacu. Populasi ternak sapi terbanyak di Kabupaten Minahasa

berada di Kawangkoan dan tersebar diseluruh wilayahnya. Populasi ternak sapi

di Minahasa dapat diikuti pada Tabel 4.3. berikut ini.

Tabel 4.3. Jumlah Ternak Sapi Menurut Kecamatan Di Kabupaten Minahasa Tahun 2014

No Kecamatan Jantan (ekor) Betina (ekor) Jumlah (ekor) 01 Tondano Barat 217 366 583 02 Tondano Timur 245 411 656 03 Tondano Utara 218 728 947 04 Tondano Selatan 206 473 679 05 Eris 25 271 296 06 Lembean Timur 39 122 161 07 Kombi 26 111 137 08 Pineleng 208 1.118 1.326 09 Tombulu 62 378 440 10 Langowan Barat 372 1.552 1.924 11 Langowan Timur 52 152 204 12 Langowan Selatan 142 350 492 13 Langowan Utara 47 301 348 14 Kakas 853 2.224 3.077 15 Tompaso 991 3.464 4.455 16 Remboken 627 3.141 3.768 17 Kawangkoan 1.178 4.846 6.024 18 Tombariri 215 1.905 2.120 19 Sonder 57 244 301

Minahasa 6.481 21.457 27.938 Sumber : BPS Kabupaten Minahasa, 2015

4.2. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dapat didefinisikan sebagai kumpulan individu individu sejenis

(Biologi) atau masyarakat yang membentuk pola interaksi yang sama (sosiologi).

Populasi bila dikaji dari sudut pandang statistik dan metode penelitian, Sugiyono

(2007), opulasi adalah keseluruhan obyek yang dikaji dalam

Page 115: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

92

penelitian. Berkaitan dengan analisis struktur pasar, pola integrasi pemasaran

dan efisiensi pemasaran sapi potong, maka populasi pada penelitian ini adalah

seluruh rumah tangga petani peternak sapi potong, pedagang perantara

pemasaran ternak sapi, konsumen bisnis selaku konsumen akhir ternak sapi

yang juga pemilik TPH atau pengguna RPH sapi sebagai pemasar ternak sapi di

Sulawesi Utara.

Pusat pemasaran ternak sapi potong di Sulawesi Utara terdapat di

Kawangkoan selaku pusat pemasaran ternak sapi. Berdasarkan data pada

Tabel 4.2, tentang jumlah rumah tangga petani peternak sapi, diketahui bahwa

jumlah populasi penelitian adalah 37.383 rumah tangga peternak sapi. Berkaitan

dengan besarnya populasi dan ketidakterjangkauan peneliti menemui seluruh

populasi, maka penelitian ini menggunakan sampel yaitu sebagian dari populasi.

Pengambilan sampel yaitu secara purposive kepada keberadaan kepadatan /

jumlah pembeli (peminta) dan jumlah penjual (penawar) di pusat pasar ternak

sapi (guna mengetahui struktur pasar ternak sapi) di pasar ternak sapi,

petani pemilik ternak sapi, pedagang perantara pemasaran ternak sapi dan

konsumen bisnis selaku konsumen akhir ternak sapi di Sulawesi Utara.

Teknik pengambilan sampel responden ditentukan secara snowball.

Langkah awal adalah mendapatkan informasi tentang peternak sapi potong

pemilik TPH atau pengguna RPH sebagai konsumen bisnis / pemasar ternak

sapi yang juga selaku konsumen akhir ternak sapi melalui instansi / Dinas

terkait (Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi, Dinas Pertanian kota

Manado; Dinas Pertanian Peternakan dan Perkebunan kabupaten Minahasa

serta Dinas Pertanian, Peternakan, dan Perikanan kota Tomohon). Konsumen

akhir ternak sapi tadi selanjutnya menjadi basis untuk melacak dengan

Snowball informasi tentang informan informan yang menjadi perantara

Page 116: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

93

pemasaran / pedagang ternak sapi selaku sumber input bagi pemasar/

konsumen bisnis selaku konsumen akhir ternak sapi tadi. Sampel berbasis

snowball berdasarkan kelompok tani ternak ternak sapi dimana ia menjadi

anggota kelompoknya. Besarnya sampel petani peternak, kelompok tani

ternak sapi, pedagang perantara pemasaran dan pemasar ternak sapi dapat

dilihat pada Tabel 4.4, berikut ini.

Tabel 4.4. Data Peternak Sampel Dan Pedagang Ternak sapi Sampel.

No Lokasi Pasar Ternak Sapi

Petani-Peternak Sapi(orang)

Pedagang Perantara

Pemasaran (orang)

Konsumen akhir*) Ternak Sapi

(orang)

Jumlah Sampel (orang) (2+3+4)

0 1 2 3 4 5 1 Kota Manado 18 03 07 28 2 KotaTomohon 28 02 03 33

3 Kab.Minahasa (Kawangkoan) 54 05 -- 59

Total 100 10 10 120 Keterangan: *) Konsumen akhir ternak sapi adalah konsumen bisnis ternak sapi

potong yang juga pemilik TPH atau pengguna RPH (konsumen akhir ternak sapi hidup juga selaku pengecer daging sapi di pasar tradisional dan distributor daging sapi ke pasar swalayan).

4.3. Metode Pengambilan Data

Sasaran pengamatan yang diamati dalam penelitian ini adalah

pergerakan ternak sapi, model distribusi (pola stocking ternak sapi dan distribusi

pemasaran),marjin pemasaran, dan adakah elemen-elemen pembentuk struktur

pasar,pola integrasi pemasaran(pengaturanpermintaan dan penawaran pada

saluran pemasaran), biaya pemasaran, pendapatan lembaga pemasaran

(produsen, perantara pemasaran dan konsumen akhir ternak sapi), rasio

masukan dan keluaran pada pemasaran ternak sapi di Sulawesi utara.

Basis utama dari satuan pengamatan pusat pemasaran yaitu peternak

sapi potong selaku pemilik TPH maupun pengguna RPH sebagai konsumen

akhir ternak sapi. Sedangkan informan kunci adalah pimpinan kelompok tani

Page 117: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

94

ternak sapi dalam lokasi penelitian yang didapat berdasarkan informasi dari

petani pemilik ternak sapi.

Jenis data yang akan diambil adalah data primer dan data sekunder.

Pengumpulan data primer dilakukan dengan teknik wawancara langsung pada

petani pemilik ternak sapi, pedagang perantara pemasaran, peternak sapi

potong sebagai konsumen akhir selaku pemasar / konsumen bisnis ternak sapi

dengan berpedoman pada kuesioner yang telah disusun lebih dulu sebagai alat

pengumpulan data. Data sekunder diperoleh dari berbagai dokumen / laporan

dinas / instansi terkait seperti : Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi

Sulawesi Utara, Dinas Pertanian kota Manado; Dinas Pertanian, Peternakan,

dan Perikanan kota Tomohon: Dinas Pertanian Peternakan dan Perkebunan

kabupaten Minahasa di Tondano serta kantor statistik setempat dan ketua

kelompok peternak sapi dilokasi penelitian.

4.4. Teknik Analisis Data

Kriteria standar yang baku dalam mengukur efisiensi pemasaran hingga

saat ini belum tersedia, sebab itu masih terdapat beberapa alat ukur seperti

pendekatan Structure Conduct Performance (S C P), integrasi pemasaran,

marjin pemasaran, share pemasaran, rasio biaya dan produksi yang dipasarkan

(%-ase), R/C-rasio.

Data yang telah diperoleh selanjutnya di identifikasi dan diolah secara

tabularis. Data yang sifatnya kualitatif akan diolah lanjut secara deskriptif sebagai

prosedur pemecahan masalah yang diteliti dengan menggambarkan keadaan

subjek/objek penelitian (lembaga pemasaran pembentuk model pemasaran

ternak sapi di Sulawesi utara) berdasarkan fakta fakta empirik yang diperoleh

pada saat penelitian seperti :

1. Pola distribusi pemasaran ternak sapi.

Page 118: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

95

2. Analisis struktur pasar (pendekatan organisasi dan perilaku pemasaran/

Marketing Conduct).

Data kuantitatif selanjutnya akan dianalisis lanjut yang penjabarannya

akan diformulasikan secara matematis untuk menganalisis masalah masalah

yang diteliti guna mendapatkan jawaban terhadap tujuan penelitian dalam hal ini

melakukan pendekatan : struktur pasar, Conduct dan Performance (S C P)

integrasi pemasaran, dan efisiensi pemasaran.

4.4.1. Struktur Pasar (Market Structure)

Tujuan pertama pada penelitian ini adalah menganalisis struktur pasar

dari pemasaran ternak sapi potong di Sulawesi utara. Struktur pasar

menggambarkan karakteristik organisasi pemasaran dan kelembagaan suatu

model pemasaran yang mencirikan suatu aktifitas pemasaran pengguna pasar

ternak sapi, jumlah penjual dan pembeli pada suatu pola kelembagaan

pemasaran ternak sapi.

Ada dua model pendekatan yang digunakan untuk menganalisis struktur

pasar yang ada dalam penelitian ini, yaitu:

I. Pendekatan Organisasi Pemasaran

Menganalisis organisasi pemasaran dengan memperhatikan :

(1). jumlah penjual dan pembeli ternak sapi dalam pasar

(2). ada atau tidaknya diferensiasi produk (perbedaan produk).

(3). besarnya hambatan untuk masuk pasar ternak sapi.

(4). informasi pasar ternak sapi

II. Pendekatan Matematis.

a) menganalisis besarnya Konsentrasi Rasio (Kr)

Struktur pasar ini di analisis dengan menggunakan konsentrasi ratio dan

elastisitas harga. Konsentrasi rasio adalah rasio antara jumlah komoditi yang

Page 119: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

96

dibeli dengan jumlah yang dipasarkan dan dinyatakan dalam satuan persen.

Secara matematis Hay dan Morris (1991) dalam Prasodjo (1997), yang disitasi

oleh Dekayanti. T (2003), telah menjabarkan konsentrasi rasio dalam suatu

formula matematis sebagai berikut:

Volume yang dibeli Kr = x 100 % ......... (1) *)

Volume yang dipasarkan

*) {Hay dan Morris (1991) dalam Prasodjo (1997), yang disitasi oleh Dekayanti. T (2003)}

Keterangan : Kr = konsentrasi rasio yang dinyatakan dalam satuan persentase.

Ketentuan pada formulasi matematik tersebut adalah sebagai berikut:

Bila terdapat 1 (satu) pemasar dengan Kr minimal 95 %, maka pemasaran tersebut mengarah pada pasar monopsoni.

Bila terdapat 4 (empat) pemasar dengan Kr minimal 80 %, maka pemasaran tersebut cenderung mengarah pada oligopsoni dengan konsentrasi tinggi.

Bila terdapat 8 (delapan) pemasar dengan Kr minimal 80 %, maka pemasar tersebut dikatakan berstruktur oligopsoni dengan konsentrasi sedang.

b) Elastisitas Transmisi

Elastisitas transmisi digunakan untuk melihat hubungan elastisitas harga

di tingkat petani peternak / produsen dengan elastisitas harga di tingkat

konsumen akhir ternak sapi / Pedagang Besar selaku pemasar / konsumen

bisnis ternak sapi. Secara matematis, model formula dasar analisis elastisitas

transmisi ini (Masyrofie, 1994 dalam Dekayanti, T. 2003) secara matematis dapat

dijabarkan sebagai berikut :

Pf = Pr ................................. (2) (formula dasar).

Formula (2) tersebut dalam penelitian ini guna melihat keterpaduan harga

antara produsen ternak sapi dan konsumen akhir selaku konsumen bisnis ternak

sapi, dijabarkan menjadi formula elastisitas transmisi (3) yang secara matematis

adalah sebagai berikut :

Page 120: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

97

1 21f r pP P P ................................ (3a)

32p rP P ................................ (3b)

Keterangan: Pr = harga ternak sapi di tingkat konsumen akhir ternak sapi(Rp/kg); Pp= harga ternak sapi di tingkat perantara pemasaran ternak sapi (Rp / kg); Pf = harga ternak sapi di tingkat produsen ternak sapi (Rp / kg);

= intersep 1 = koefisien elastisitas transmisi harga ternak sapi di tingkat produsen ke

harga ternak sapi di tingkat konsumen akhir 2 = koefisien elastisitas transmisi harga ternak sapi di tingkat produsen ke

harga ternak sapi di tingkat perantara pemasaran 3 = koefisien elastisitas transmisi harga ternak sapi di tingkat perantara

pemasaran ke harga ternak sapi di tingkat konsumen akhir

Formula pada model (3) selanjutnya disederhanakan dalam bentuk

persamaan analisis path pada formulasi berikut:

1 1 2 1f r pLnP Ln LnP LnP ................................ (4a)

2 3 2p rLnP Ln LnP ................................ (4b)

Secara grafik disajikan pada Gambar 15 berikut:

Harga ternak sapi di tingkat perantara

konsumen akhir (Pr)

Harga ternak sapi di tingkat perantara pemasaran (Pp)

Harga ternak sapi di tingkat produsen (Pf)

3

1

2

Gambar 4.1. Analisis Path: Elastisitas Transmisi

Keterangan Gambar 4.1 : 1 = koefisien elastisitas transmisi harga ternak sapi di tingkat produsen ke

harga ternak sapi di tingkat konsumen akhir 2 = koefisien elastisitas transmisi harga ternak sapi di tingkat produsen

(petani peternak sapi) ke harga ternak sapi di tingkat perantara pemasaran

3 = koefisien elastisitas transmisi harga ternak sapi di tingkat perantara pemasaran ke harga ternak sapi di tingkat konsumen akhir

Terdapat dua pengujian hipotesis dalam model analisis path di atas.

Pengujian hipotesis pertama, adalah pengujian signifikansi hubungan antara

Page 121: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

98

harga ternak sapi di tingkat konsumen akhir (Pr) terhadap harga ternak sapi di

tingkat perantara pemasaran (Pp) dan harga ternak sapi di tingkat produsen (Pf),

serta harga ternak sapi di tingkat perantara pemasaran (Pp) terhadap harga

ternak sapi di tingkat produsen (Pf). Adapun hipotesis pertama diuji sebagai

berikut:

H0 1 = 0 (tidak terdapat pengaruh signifikan antara harga ternak sapi di tingkat konsumen akhir (Pr) terhadap harga ternak sapi di tingkat produsen (Pf)

H1 1 (terdapat pengaruh signifikan antara harga ternak sapi di tingkat konsumen akhir (Pr) terhadap harga ternak sapi di tingkat produsen (Pf)

H0 2 = 0 (tidak terdapat pengaruh signifikan antara harga ternak sapi di tingkat konsumen akhir (Pr) terhadap harga ternak sapi di tingkat perantara (Pp)

H1 2 (terdapat pengaruh signifikan antara harga ternak sapi di tingkat konsumen akhir (Pr) terhadap harga ternak sapi di tingkat perantara (Pp)

H0 3 = 0 (tidak terdapat pengaruh signifikan antara harga ternak sapi di tingkat pedagang perantara pemasaran (Pp) terhadap harga ternak sapi di tingkat produsen (Pf)

H1 3 (terdapat pengaruh signifikan antara harga ternak sapi di tingkat pedagang perantara pemasaran (Pp) terhadap harga ternak sapi di tingkat produsen (Pf)

H0 diterima jika nilai P-value > 0.05, sedangkan H0 ditolak dan H1diterima jika

nilai P-value < 0.05.

Pengujian hipotesis kedua berkaitan pengujian pemodelan pemasaran

ternak sapi efisien atau tidak. Adapun hipotesis kedua disajikan sebagai berikut:

H0 1 = 1 (model pemasaran ternak sapi di Sulawesi utara tidak efisien, karena tidak terjadi elastisitas transmisi antara harga ternak sapi di tingkat konsumen akhir (Pr) terhadap harga ternak sapi di tingkat produsen (Pf)

H1 1 (model pemasaran ternak sapi di Sulawesi utara efisien, karena tidak terjadi elastisitas transmisi antara harga ternak sapi di tingkat konsumen akhir (Pr) terhadap harga ternak sapi di tingkat produsen (Pf)

H0 2 = 1 (model pemasaran ternak sapi di Sulawesi utara tidak efisien, karena tidak terjadi elastisitas transmisi antara harga ternak sapi di tingkat konsumen akhir (Pr) terhadap harga ternak sapi di tingkat perantara (Pp)

Page 122: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

99

H1 2 (model pemasaran ternak sapi di Sulawesi utara efisien, karena tidak terjadi elastisitas transmisi antara harga ternak sapi di tingkat konsumen akhir (Pr) terhadap harga ternak sapi di tingkat perantara (Pp)

H0 3 = 1 (model pemasaran ternak sapi di Sulawesi utara tidak efisien, karena tidak terjadi elastisitas transmisi antara harga ternak sapi di tingkat pedagang perantara pemasaran (Pp) terhadap harga ternak sapi di tingkat produsen (Pf)

H1 3 (model pemasaran ternak sapi di Sulawesi utara efisien, karena tidak terjadi elastisitas transmisi antara harga ternak sapi di tingkat pedagang perantara pemasaran (Pp) terhadap harga ternak sapi di tingkat produsen (Pf)

H0 diterima jika nilai interval konfidensi [batas bawah, batas atas] mengandung

angka 1 di dalam interval tersebut (terpenuhi jika batas bawah < 1, dan batas

atas > 1), sebaliknya H0 ditolak dan H1 diterima jika nilai interval konfidensi [batas

bawah, batas atas] tidak mengandung angka 1 di dalam interval tersebut

(terpenuhi jika batas bawah dan batas atas < 1, atau batas bawah dan batas

atas > 1).

c) menganalisis Perilaku Pemasaran (Marketing Conduct):

Perilaku pemasaran akan dianalisis secara kualitatif berdasarkan hasil

pengamatan :

(1) ada tidaknya praktek praktek penentuan harga ternak sapi

(2) ada tidaknya kerjasama antar perantara pemasaran / pedagang

(3) ada tidaknya kerjasama antar produsen ternak sapi

(4) ada tidaknya pola informasi harga dalam pemasaran ternak sapi pada

produsen dan konsumen

(5) ada tidaknya praktek ketidak jujuran pada perantara pemasaran ternak

sapi maupun konsumen akhir ternak sapi

Page 123: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

100

4.4.2. Model Integrasi Pemasaran

Tujuan kedua pada penelitian ini adalah menganalisis model integrasi

pemasaran sapi potong di Sulawesi Utara. Integrasi pemasaran dalam hal ini

pergerakan harga yang berhubungan dengan dua pasar ternak sapi atau lebih.

Azzaino, 1982 dan Arshad, 1980 dalam Dekayanti (2003) menyatakan bahwa

integrasi pasar menunjukan seberapa jauh pembentukan harga suatu komoditas

pada tingkat lembaga, tempat/daerah, atau pasar lainnya. Integrasi pasar dapat

digunakan untuk melihat persaingan yang ditunjukan oleh harga di tingkat

produsen dan harga di tingkat konsumen. Azzaino (1982) mengemukakan

bahwa, koefisien korelasi mengindikasikan adanya integrasi pemasaran yang

merupakan ukuran struktur pasar yang efisien. Integrasi pemasaran terdiri dari

dua bagian yaitu secara horizontal dan vertikal.

4.4.2.1. Integrasi Pemasaran Horizontal.

Analisis integrasi pemasaran secara horizontal dilakukan untuk melihat

hubungan mekanisme harga ditingkat pasar yang sama pada suatu daerah

(horizontal) berjalan serentak atau tidak, maka digunakan perhitungan korelasi

yang penjabarannya dapat diformulasikan secara matematik (Simamora, B. 2004

dan Lele. 1971 dalam Dekayanti, T. 2003) yaitu :

n Xi Yi Xi ( Yi) r = ........................ (6)

[ Xi2 ( Xi)2] [n Yi

2 ( Yi)2]

Kriterianya adalah :

H0 = rxy = 1, artinya : pasar ternak sapi tidak terintegrasi

H1 = rxy

Page 124: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

101

4.4.2.2. Integrasi Pemasaran Vertikal.

Analisis integrasi pasar secara vertikal berguna untuk mengetahui

keadaan antara pasar dalam tingkat lokal / desa, kecamatan, kabupaten, dan

provinsi atau antara pasar produsen dengan konsumen. Analisis ini mampu

menjelaskan kekuatan tawar menawar antara petani dengan lembaga lembaga

perantara, atau antara lembaga perantara dengan lembaga perantara yang ada

diatasnya (Masyrofie, 1994 dalam Dekayanti T, 2003).

Analisis integrasi pemasaran secara vertikal ini dipakai untuk mengetahui

keadaan keterkaitan pasar pada tingkat yang berbeda tingkatannya, dengan kata

lain lebih tinggi tingkatannya yang dalam penelitian ini antara produsen / petani

peternak sapi dan konsumen ternak sapi. Analisis integrasi pemasaran ternak

sapi secara vertikal dapat digunakan untuk menjelaskan kekuatan tawar

menawar (supply and demand power) antara produsen ternak sapi dan

konsumen perantara pemasarannya, atau antara produsen ternak sapi dengan

konsumen akhir ternak sapi maupun antara konsumen perantara pemasaran

dengan konsumen akhir ternak sapi.

Alat analisis untuk menyelesaikan permasalahan di atas digunakan

analisis regresi linier sederhana terhadap model pemasaran ternak sapi pada

ketiga wilayah pemasaran yang menjadi sasaran penelitian. Sugiyono (2007)

mengemukakan suatu model analisis regresi yang pada penelitian ini digunakan

sebagai rumus umum dalam analisis pemasaran ternak sapi di Provinsi Sulawesi

utara melalui ketiga wilayah penelitian pemasaran (kota Manado, kota Tomohon,

dan Kabupaten Minahasa), rumus umum tersebut diformulasikan sebagai

berikut:

Page 125: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

102

Yi = + i Xi ................................. (7) (formula dasar)

Keterangan : i = 1, 2, 3, ......., n

Formula model (7) (Sugiyono, 2007), dalam penelitian ini secara simultan

dijabarkan dalam bentuk persamaan matematik pada formula (8) berikut :

Y = + 1X1 + 2X2 + 3X3 + 4X4 + 5X5 + 6X6 + e ........... (8)

YA = + 11X1A + 21X2A+ 31X3A+ 41X4A + 51X5 + 61X6 + eA (8a) YB = + 12X1B + 22X2B+ 32X3B+ 42X4B + 52X5 + 62X6 + eB ..... (8b) YC = + 13X1C + 23X2C+ 33X3C+ 43X4C + 53X5 + 63X6 + eC ....... (8c) Hal ini dapat digambarkan pada gambar 4.2 berikut ini :

Harga ternak sapi di tingkat produsen (Y)

Harga ternak sapi di tingkat pemasar (X1)

Konsentrasi Rasio (X2)

Penawaran Ternak Sapi (X3)

Permintaan Ternak Sapi (X4)

Biaya Pemasaran Ternak Sapi di tingkat

peternak (X5)

Keuntungan Pemasaran Ternak

Sapi di tingkat peternak (X6)

1

2

3

4

5

6

Gambar 4.2. Analisis Regresi: Integrasi Pemasaran Vertikal

Keterangan : = Koefisien intersep regresi = Koefisien slope regresi

YA = Harga ternak sapi di tingkat produsen di pasar Manado YB = Harga ternak sapi di tingkat produsen di pasar Tomohon YC = Harga ternak sapi di tingkat produsen di pasar Kawangkoan Minahasa X1A = Harga ternak sapi di tingkat konsumen akhir ternak sapi di pasar Manado X1B = Harga ternak sapi di tingkat konsumen akhir ternak sapi di pasar Tomohon

Page 126: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

103

X1C = Harga ternak sapi di tingkat konsumen akhir ternak sapi di pasar Kawangkoan Minahasa

X2A = Konsentrasi Rasio di pasar Manado X2B = Konsentrasi Rasio di pasar Tomohon X2C = Konsentrasi Rasio di (pasar) Kawangkoan Minahasa X3A = Penawaran ternak sapi pada konsumen akhir ternak sapi di kota Manado X3B = Penawaran ternak sapi pada konsumen akhir ternak sapi di kota Tomohon X3C = Penawaran ternak sapi pada konsumen akhir di (pasar) Kawangkoan

Minahasa X4A = Permintaan ternak sapi oleh konsumen akhir ternak sapi di kota Manado X4B = Permintaan ternak sapi oleh konsumen akhir sapi di pasar Tomohon X4C = Permintaan ternak sapi oleh konsumen akhir ternak sapi di pasar

Kawangkoan Minahasa X5A = Biaya pemasaran ternak sapi di tingkat petani peternak di kota Manado X5B = Biaya pemasaran ternak sapi di tingkat petani peternak di kota Tomohon X5C = Biaya pemasaran ternak sapi di tingkat petani peternak di Kawangkoan

Minahasa X6A = Keuntungan pemasaran ternak sapi di tingkat petani peternak di kota

Manado X6B = Keuntungan pemasaran ternak sapi di tingkat petani peternak di kota

Tomohon X6C = Keuntungan pemasaran ternak sapi di tingkat petani peternak di

Kawangkoan Minahasa e = Error (residual) model

Adapun hipotesis diuji sebagai berikut:

H0 1 = 0 (tidak terdapat pengaruh signifikan antara harga ternak sapi di tingkat konsumen akhir (X1) terhadap harga ternak di tingkat produsen (Y)

H1 1 (terdapat pengaruh signifikan antara harga ternak sapi di tingkat konsumen akhir (X1) terhadap harga ternak di tingkat produsen (Y)

H0 2 = 0 (tidak terdapat pengaruh signifikan antara konsentrasi rasio (X2) terhadap harga ternak sapi di tingkat produsen (Y)

H1 2 (terdapat pengaruh signifikan antara konsentrasi rasio (X2) terhadap harga ternak sapi di tingkat produsen (Y)

H0 3 = 0 (tidak terdapat pengaruh signifikan antara penawaran ternak sapi (X3) terhadap harga ternak sapi di tingkat produsen (Y)

H1 3 (terdapat pengaruh signifikan antara penawaran ternak sapi (X3) terhadap harga ternak sapi di tingkat produsen (Y)

H0 4 = 0 (tidak terdapat pengaruh signifikan antara permintaan ternak sapi (X4) terhadap harga ternak sapi di tingkat produsen (Y)

H1 4 (terdapat pengaruh signifikan antara permintaan ternak sapi (X4) terhadap harga ternak sapi di tingkat produsen (Y)

H0 5 = 0 (tidak terdapat pengaruh signifikan antara biaya pemasaran ternak sapi di tingkat petani (X5) terhadap harga ternak sapi di tingkat produsen (Y)

H1 5 (terdapat pengaruh signifikan antara biaya pemasaran ternak sapi di tingkat petani (X5) terhadap harga ternak sapi di tingkat produsen (Y)

Page 127: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

104

H0 6 = 0 (tidak terdapat pengaruh signifikan antara keuntungan pemasaran ternak sapi di tingkat petani (X6) terhadap harga ternak sapi di tingkat produsen (Y)

H1 6 (terdapat pengaruh signifikan antara keuntungan pemasaran ternak sapi di tingkat petani (X6) terhadap harga ternak sapi di tingkat produsen (Y)

H0 diterima jika nilai P-value > 0.05, sedangkan H0 ditolak dan H1diterima jika

nilai P-value < 0.05.

Selain persamaan regresi di atas, juga dilakukan uji dengan analisis

regresi yang menguji keterpaduan jangka pendek dan jangka panjang melalui

Index of Market Connection (IMC), sebagai berikut:

Integrasi Pasar Jangka Pendek:

Pfi(t) = 0 + 1 Pri(t) + 2 Ppi(t) + eit ........................ (9)

Integrasi Pasar Jangka Panjang:

Pfi(t) = 0 + 1 Pfi(t-1) + 2 Pri(t) + 3 (Pri(t) Pri(t-1)) + eit .......... (10)

Keterangan: Pfi(t) = Harga ternak sapi di tingkat produsen (Rp/Kg) bulan ini pada

pasar ke-i (i = 1 = Manado, i = 2 = Tomohon, i =3 = Kawangkoan/ kabupaten Minahasa).

Ppi(t) = Harga ternak sapi di tingkat pedagang perantara pemasaran (Rp/Kg) bulan ini pada pasar ke-i (i = 1 = Manado, i = 2 = Tomohon, i = 3 = Kawangkoan/ kabupaten Minahasa)

Pri(t) = Harga ternak sapi di tingkat konsumen akhir (Rp/Kg) bulan ini pada pasar ke-i (i = 1 = Manado, i = 2 = Tomohon, i = 3 = Kawangkoan/ Kabupaten Minahasa,).

Pfi(t-1) = Harga ternak sapi di tingkat produsen (Rp/Kg) bulan sebelumnya pada pasar ke-i (i=1=Manado, i=2=Tomohon, i=3=Kawangkoan/ Kabupaten Minahasa,).

Pri(t) Pri(t-1) = Selisih ternak sapi di tingkat pemasar (Rp/Kg) bulan ini dengan bulan sebelumnya pada pasar ke-i (i = 1 = Manado, i= 2 = Tomohon, i = 3 = Kawangkoan/ kabupaten Minahasa,).

b1 = Koefisien jangka pendek a3 = Koefisien jangka panjang

Formula ini secara verbal dapat digambarkan pada gambar 4.3. seperti

berikut ini :

Page 128: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

105

Harga ternak sapi di tingkat produsen bulan ini

(Pf(t))

Harga ternak sapi di tingkat perantara

pemasaran bulan ini (Pp(t))Harga ternak sapi di

tingkat konsumen akhir bulan ini (Pr(t))

12

Harga ternak sapi di tingkat produsen bulan

sebelumnya (Pf-1)

Integrasi Pasar Jangka Pendek

Selisih Harga ternak sapi di tingkat konsumen akhir

bulan ini dengan bulan sebelumnya (Pr(t)-Pr(t-1))

Selisih Harga ternak sapi di tingkat perantara pemasaran bulan ini

dengan bulan sebelumnya (Pp(t)-Pp(t-1))

1

23Integrasi Pasar

Jangka Panjang

Gambar 4.3. Integrasi Pasar Jangka Pendek dan Jangka Panjang

Hipotesis yang diuji sebagai berikut:

Pengujian hipotesis kedua berkaitan pengujian pemodelan pemasaran ternak

sapi efisien atau tidak. Adapun hipotesis kedua disajikan sebagai berikut:

Integrasi Pasar Jangka Pendek

H0 1 = 1 (terjadi keseimbangan jangka pendek antara harga ternak sapi di tingkat konsumen akhir ternak sapi (Pr) terhadap harga ternak sapi di tingkat produsen (Pf)

H1 1 (tidak terjadi keseimbangan jangka pendek antara harga ternak sapi di tingkat konsumen akhir ternak sapi (Pr) terhadap harga ternak sapi di tingkat produsen (Pf)

H0 2 = 1 (terjadi keseimbangan jangka pendek antara harga ternak sapi di tingkat perantara pemasaran (Pp) terhadap harga ternak sapi di tingkat produsen (Pf)

H1 2 (tidak terjadi keseimbangan jangka pendek antara harga ternak sapi di tingkat perantara pemasaran (Pp) terhadap harga ternak sapi di tingkat produsen (Pf)

Integrasi Pasar Jangka Panjang

H0 : 2 = 1 (terjadi keseimbangan jangka panjang antara harga ternak sapi di tingkat konsumen (Pr) terhadap harga ternak sapi di tingkat produsen (Pf)

Page 129: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

106

H1 : 2 (tidak terjadi keseimbangan jangka panjang antara harga ternak sapi di tingkat konsumen akhir ternak sapi (Pr) terhadap harga ternak sapi di tingkat produsen (Pf)

H0 : 3 = 1 (terjadi keseimbangan jangka panjang antara harga ternak sapi di

tingkat perantara pemasaran (Pp) terhadap harga ternak sapi di tingkat produsen (Pf)

H1 : 3 (tidak terjadi keseimbangan jangka panjang antara harga ternak sapi

di tingkat perantara pemasaran (Pp) terhadap harga ternak sapi di tingkat produsen (Pf)

H0 diterima jika nilai interval konfidensi [batas bawah, batas atas] mengandung

angka 1 di dalam interval tersebut (terpenuhi jika batas bawah < 1, dan batas

atas > 1), sebaliknya H0 ditolak dan H1 diterima jika nilai interval konfidensi [batas

bawah, batas atas] tidak mengandung angka 1 di dalam interval tersebut

(terpenuhi jika batas bawah dan batas atas < 1, atau batas bawah dan batas

atas > 1).

Integrasi pemasaran secara simultan (model simultan) menggunakan alat

analisis Vector Auto Regression (VAR). Sebelum dilakukan model kointegrasi

dan VAR, terlebih dahulu dilakukan pengujian apakah variabel-variabel (variabel)

yang digunakan memiliki kausalitas atau tidak. Metode yang digunakan adalah

model integrasi VAR. Metode ini telah banyak diterapkan dalam bidang ekonomi

pertanian, antara lain oleh Ravallion (1986), Ardeni (1989), Goodwin dan

Schroeder (1991), Alderman (1972) dan Laping (2006). Bentuk modelnya adalah

menggunakan Vector Auto Regression (VAR) sebagai berikut: Jika terdapat

variabel (harga ternak sapi di Pasar A atau HA, harga ternak sapi di Pasar B atau

HB, dan harga ternak sapi di Pasar C atau HC) dan harga ternak sapi di Pasar D

atau HD) maka formula analisisnya menjadi(Tomek dan Robinson, 1990):

HAt = 01 + 11 HAt-1 + 21 HBt-1 + 31 HCt-1 + V1t ...............(18a)

HBt = 02 + 12 HAt-1 + 22 HBt-1 + 32 HCt-1 + V2t ...............(18b)

HCt = 03 + 13 HAt-1 + 23 HBt-1 + 33 HCt-1 + V3t ...............(18c)

Page 130: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

107

Keterangan: HAt = Harga Ternak sapi Bulan ini di Pasar A (Manado) HBt = Harga Ternak sapi Bulan ini di Pasar B (Tomohon) HCt = Harga Ternak sapi Bulan ini di Pasar C (Minahasa) HAt-1 = Harga Ternak sapi Bulan lalu di Pasar A (Manado) HBt-1 = Harga Ternak sapi Bulan lalu di Pasar B (Tomohon) HCt-1 = Harga Ternak sapi Bulan lalu di Pasar C (Minahasa)

Harga ternak sapi bulan ini di Pasar

Manado (HAt)

Harga ternak sapi bulan lalu di Pasar

Manado (HAt-1)

Harga ternak sapi bulan lalu di Pasar Tomohon (HBt-1)

Harga ternak sapi bulan ini di Pasar Tomohon (HBt)

Harga ternak sapi bulan lalu di Pasar Minahasa (HCt-1)

Harga ternak sapi bulan ini di Pasar Minahasa (HCt)

11

21

31

1213

2223

32

33

Gambar 4.4. Integrasi Pasar Secara Simultan

Adapun hipotesis diuji sebagai berikut:

Secara Simultan:

H0 11 12 13 11 12 13 31 32 33 = 0 (tidak terjadi integrasi pemasaran secara simultan)

H0 11 12 13 11 12 13 31 32 33

pemasaran secara simultan) Secara Parsial:

H0 11 = 0 (tidak terdapat pengaruh signifikan antara harga ternak sapi bulan lalu di Pasar Manado (HAt-1) terhadap harga ternak sapi bulan ini di Pasar Manado (HAt))

H1 11 (terdapat pengaruh signifikan antara harga ternak sapi bulan lalu di

Pasar Manado (HAt-1) terhadap harga ternak sapi bulan ini di Pasar Manado (HAt))

H0 21 = 0 (tidak terdapat pengaruh signifikan antara harga ternak sapi bulan

lalu di Pasar Tomohon (HBt-1) terhadap harga ternak sapi bulan ini di Pasar Manado (HAt))

H1 21 (terdapat pengaruh signifikan antara harga ternak sapi bulan lalu di

Pasar Tomohon (HBt-1) terhadap harga ternak sapi bulan ini di Pasar Manado (HAt))

Page 131: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

108

H0 31 = 0 (tidak terdapat pengaruh signifikan antara harga ternak sapi bulan

lalu di Pasar Minahasa (HCt-1) terhadap harga ternak sapi bulan ini di Pasar Manado (HAt))

H1 31 (terdapat pengaruh signifikan antara harga ternak sapi bulan lalu di

Pasar Minahasa (HCt-1) terhadap harga ternak sapi bulan ini di Pasar Manado (HAt))

H0 11 = 0 (tidak terdapat pengaruh signifikan antara harga ternak sapi bulan lalu di Pasar Manado (HAt-1) terhadap harga ternak sapi bulan ini di Pasar Tomohon (HBt))

H1 11 (terdapat pengaruh signifikan antara harga ternak sapi bulan lalu di

Pasar Manado (HAt-1) terhadap harga ternak sapi bulan ini di Pasar Tomohon (HBt))

H0 21 = 0 (tidak terdapat pengaruh signifikan antara harga ternak sapi bulan

lalu di Pasar Tomohon (HBt-1) terhadap harga ternak sapi bulan ini di Pasar Tomohon (HBt))

H1 21 (terdapat pengaruh signifikan antara harga ternak sapi bulan lalu di

Pasar Tomohon (HBt-1) terhadap harga ternak sapi bulan ini di Pasar Tomohon (HBt))

H0 31 = 0 (tidak terdapat pengaruh signifikan antara harga ternak sapi bulan lalu di Pasar Minahasa (HCt-1) terhadap harga ternak sapi bulan ini di Pasar Tomohon (HBt))

H1 31 (terdapat pengaruh signifikan antara harga ternak sapi bulan lalu di

Pasar Minahasa (HCt-1) terhadap harga ternak sapi bulan ini di Pasar Tomohon (HBt))

H0 11 = 0 (tidak terdapat pengaruh signifikan antara harga ternak sapi bulan lalu di Pasar Manado (HAt-1) terhadap harga ternak sapi bulan ini di Pasar Minahasa (HCt))

H1 13 (terdapat pengaruh signifikan antara harga ternak sapi bulan lalu di

Pasar Manado (HAt-1) terhadap harga ternak sapi bulan ini di Pasar Minahasa (HCt))

H0 23 = 0 (tidak terdapat pengaruh signifikan antara harga ternak sapi bulan

lalu di Pasar Tomohon (HBt-1) terhadap harga ternak sapi bulan ini di Pasar Minahasa (HCt))

H1 23 (terdapat pengaruh signifikan antara harga ternak sapi bulan lalu di

Pasar Tomohon (HBt-1) terhadap harga ternak sapi bulan ini di Pasar Minahasa (HCt))

H0 33 = 0 (tidak terdapat pengaruh signifikan antara harga ternak sapi bulan

lalu di Pasar Minahasa (HCt-1) terhadap harga ternak sapi bulan lalu di Pasar Minahasa (HCt))

Page 132: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

109

H1 33 (terdapat pengaruh signifikan antara harga ternak sapi bulan lalu di Pasar Minahasa (HCt-1) terhadap harga ternak sapi bulan ini di Pasar Minahasa (HCt))

H0 diterima jika nilai P-value > 0.05, sedangkan H0 ditolak dan H1diterima jika

nilai P-value < 0.05.

4.4.3. Analisis Efisiensi Pemasaran

Tujuan ketiga pada penelitian ini yaitu menganalisis efisiensi pemasaran

pemasaran sapi potong di Sulawesi Utara. Kohl dan Url (1980) mendefinisikan

efisiensi pemasaran sebagai peningkatan rasio output dan input yang dapat

dicapai dengan cara: 1) output tetap / konstan sedangkan input berkurang; 2)

output meningkat dan input tetap; 3) output meningkat dengan persentase yang

lebih besar dibandingkan dengan persentase kenaikan input dan 4) output

berkurang dengan persentase yang lebih rendah dari persentase penurunan

input.

Data hasil analisis tabularis selanjutnya digunakan untuk mengetahui

efisiensi pemasaran ternak sapi di Sulawesi Utara dengan menggunakan formula

efisiensi pemasaran (Ep) yang dijabarkan oleh Downey dan Erikson (1992) yaitu:

Bila : Ep > 1, maka model pemasaran tidak efisien.

Ep < 1, maka model pemasaran adalah efisien.

Analisis efisiensi pemasaran juga terlihat dari penampilan pasar lewat

hasil analisis Marjin Pemasaran dan share harga yang diterima peternak yaitu:

Analisis Marjin Pemasaran (Kohl dan Url (1980))

MP = Pr Pf ................................. (20)

Ep = Biaya Pemasaran

.................... (19) Nilai Ternak Sapi Yang dipasarkan

Page 133: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

110

Pada penelitian ini memodifikasi persamaan (20) menjadi dua tahapan

yaitu marjin pemasaran (MP), Pr ke Pp, dan marjin pemasaran (MP), Pp ke Pf,

sehingga diperoleh:

MP1 = Pr Pp ................................. (21a)

MP2 = Pp Pf ................................. (21b)

jika : MP > 1, berarti tidak efisien

MP < 1, berarti efisien (Maulidi, dkk dalam Littro, 1992, dikutib oleh

Anita dkk, 2012).

Keterangan: MP = marjin pemasaran (Rp/kg); Pr = harga di tingkat konsumen akhir ternak sapi (Rp/kg); Pf = harga di tingkat petani peternak selaku produsen (Rp/kg); Pp = harga di tingkat pedagang perantara pemasaran (Rp/kg); Bpi = biaya pada lembaga pemasaran ke i(Rp/ kg); Kpi = keuntungan lembaga pemasaran ke i (Rp/ kg);

Share harga yang diterima peternak (Kohl dan Url (1980) adalah sebagai

berikut :

Pf SPf = x 100 % .......................... (22a) Pp

Pp SPp = x 100 % .......................... (22b) Pr

Keterangan: SPf = share harga di tingkat petani peternak sapi; SPp = share harga di tingkat pedagang perantara pemasaran; Pf = harga di tingkat petani peternak sapi; Pp = harga di tingkat pedagang perantara pemasaran; Pr = harga di tingkat konsumen akhir selaku konsumen bisnis.

Alhusniduki (1991) mendefinisikan share biaya pemasaran dan share

keuntungan dapat pula digunakan untuk meng-analisis efisiensi pemasaran

dengan formulasi sebagai berikut:

Page 134: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

111

SKi = (Ki) / (Pr Pf) x 100 % ............................ (25)

Sbi = (Bi) / (Pr Pf) x 100 % ............................ (26)

Keterangan: Ski = share keuntungan lembaga pemasaran ke i; Sbi = share biaya pemasaran ke i.

Dengan kriteria sebagai berikut:

Apabila perbandingan share keuntungan dari masing-masing lembaga

pemasaran yang terlibat dalam proses pemasaran adalah adil, maka sistem

pemasarannya dikatakan efisien.

Apabila perbandingan share keuntungan dengan biaya pemasaran masing-

masing lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses pemasaran adalah

adil dan logis, maka sistem pemasarannya dikatakan efisien.

Besarnya nilai keuntungan dari semua lembaga pemasaran ternak sapi

yang ada, dianalisis dengan menggunakan suatu formula matematik sebagai

berikut :

Dimana : PI = Profitability Index (%) ki = Keuntungan pemasaran (i m ; i = jumlah lembaga

pemasaran yang terlibat) bi = Biaya pemasaran ternak sapi (i n ; i = jumlah jenis biaya)

Kriteria pada analisis profitability indeks yaitu :

a. Jika PI 1 maka pemasaran dikatakan efisien.

b. Jika PI < 1 maka pemasaran tidak efisien

(Maulidi, dkk dalam Littoro, 1992; 65, disitasi oleh Ani., A. Muani dan A. Suyatno,

2012).

4.4.4. Perbandingan Penggunaan Alat Analisis

Penelitian ini menggunakan beberapa alat analisis. Untuk pengujian

struktur pasar menggunakan metode yaitu metode pendekatan organisasi

ki PI = X 100%......................................................... (27) bi

Page 135: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

112

pemasaran dan metode matematis. Pendekatan matematis menggunakan dua

metode yaitu pengukuran konsentrasi rasio (Kr) dan elastisitas transmisi.

Pengukuran Konsentrasi Rasio berbasis perbandingan volume penjualan ternak

sapi yang dipasarkan, jadi pengukuran Kr ini hanya berbasis pada kuantitas

penjualan ternak sapi. Di sisi lain, elastisitas transmisi menggunakan pendekatan

pemodelan berbasis bentuk hubungan sebab akibat antara harga, yaitu harga di

tingkat konsumen akhir selaku konsumen bisnis ternak sapi dan di tingkat

pedagang perantara pemasaran dan petani peternak sapi selaku produsen.

Pendekatan kedua berbasis model lebih unggul mengingat pertimbangan antar

ketergantungan harga baik di tingkat konsumen bisnis ternak sapi selaku

konsumen akhir ternak sapi, pedagang perantara pemasaran, maupun petani

peternak sapi selaku produsen.

Untuk pengujian integrasi pemasaran, menggunakan dua teknik yaitu

integrasi pemasaran horisontal, dan integrasi pemasaran vertikal. Perbedaan

sangat mencolok pada keduanya yaitu untuk horisontal berarti melihat hubungan

mekanisme harga di tingkat pasar yang sama, sedangkan vertikal di tingkat

pemasaran yang berbeda (produsen pedagang perantara pemasaran,

konsumen akhir selaku konsumen bisnis ternak sapi). Analisis integrasi

pemasaran ternak sapi secara vertikal dapat digunakan untuk menjelaskan

kekuatan tawar menawar (supply and demand power) antara produsen ternak

sapi dan pedagang perantara pemasarannya, atau antara produsen ternak sapi

dengan konsumen akhir ternak sapi maupun antara pedagang perantara

pemasaran dengan konsumen akhir ternak sapi. Jadi integrasi pemasaran

vertikal lebih kompleks perhitungannya dibandingkan horisontal, dan penelitian

ini fokus pada pengukuran integrasi pemasaran vertikal mengingat kondisi di

lapangan bersifat pasar vertikal (produsen ke pedagang perantara pemasaran,

pedagang perantara pemasaran ke konsumen akhir ternak sapi).

Page 136: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

113

Terdapat tiga analisis yang digunakan untuk integrasi pemasaran vertikal

yaitu analisis regresi integrasi pemasaran vertikal, dalam hal ini untuk menguji

pengaruh harga ternak sapi di tingkat produsen yang ditentukan oleh harga

ternak sapi di tingkat pemasaran, konsentrasi rasio, penawaran, permintaan,

biaya pemasaran, keuntungan pemasaran. Teknik kedua yaitu index of market

connection (IMC). Perbedaannnya, metode kedua ini fokus pada pengukuran

integrasi pasar jangka pendek dan jangka panjang, sedangkan metode

sebelumnya tidak mempertimbangkan aspek jangka pendek maupun jangka

panjang. Teknik ketiga yaitu pengukuran integrasi pemasaran secara simultan

dengan mempertimbangkan keterkaitan ketiga wilayah penelitian menggunakan

VAR. Keunggulan metode ketiga ini, mengintegrasikan model pemasaran vertikal

(produsen pedagang perantara pemasaran, pedagang perantara pemasaran

konsumen akhir ternak sapi) dan integrasi pemasaran horisontal (Manado

Tomohon Minahasa).

Metode terakhir yaitu untuk menganalisis efisiensi pemasaran. Analisis ini

untuk menguji efisiensi pemasaran ternak sapi potong di Sulawesi Utara.

Berbeda dengan teknik sebelumnya, untuk metode terakhir ini menggunakan

pengukuran nilai (bukan pemodelan) baik itu nilai efisisiensi pemasaran berbasis

biaya dan nilai ternak, marjin pemasaran (yaitu selisih harga di tingkat produsen

pedagang perantara pemasaran konsumen akhir ternak sapi), dan share

keuntungan.

Page 137: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

114

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitian ini mengkaji rumah tangga petani peternak sapi potong,

pedagang perantara pemasaran ternak sapi potong, pedagang besar {konsumen

bisnis selaku konsumen akhir ternak sapi dan pemilik Tempat pemotongan

hewan (TPH) atau pengguna Rumah potong hewan (RPH)} di Sulawesi Utara.

Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Sulawesi Utara (2014)

menginformasikan bahwa, Sulawesi Utara memiliki potensi yang besar untuk

pengembangan usaha beternak sapi karena didukung oleh sumber daya alam

(lahan, pakan), sumber daya manusia, serta peluang pasar yang memadai.

Ternak sapi mempunyai prospek dan potensi pasar yang cerah di Sulawesi

utara. Selain memberikan tambahan pendapatan bagi petani peternak, usaha

beternak sapi juga merupakan sumber pendapatan daerah melalui perdagangan

antarprovinsi dan antarpulau, antara lain ke Maluku, Papua, Jawa (Jakarta), dan

Kalimantan Timur.

Pemerintah dalam hal ini Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi

Sulawesi Utara telah melakukan berbagai langkah untuk mengembangkan

peternakan di wilayah tersebut. Satu dari kebijakan tersebut adalah memberikan

bantuan ternak sapi maupun modal kepada kelompok petani peternak sapi.

Upaya mengembangkan kawasan integrasi ternak sapi tanaman di Kabupaten

Minahasa dan Bolaang Mongondow, misalnya, pemerintah memberikan bantuan

dana kepada kelompok tani peternak sapi melalui Bantuan Pinjaman Langsung

Masyarakat (Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Sulawesi Utara 2014).

Di Sulawesi Utara, ternak sapi dipelihara secara terpadu dengan

tanaman, yang dikenal dengan sistem integrasi tanaman ternak (integrated

Page 138: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

115

farming system). Menurut Priyanti (2007), usaha ternak sapi tanaman dapat

memberikan dampak budi daya, sosial, dan ekonomi yang positif. Potensi

ketersediaan pakan dari limbah tanaman cukup besar sepanjang tahun sehingga

dapat mengurangi ketergantungan terhadap pakan dari luar dan menjamin

keberlanjutan usaha ternak (Priyanti, 2007). Pola integrasi tanaman ternak di

Sulawesi Utara yang dijumpai adalah integrasi sapi jagung di Minahasa dan

integrasi sapi kelapa di Bolaang Mongondow. Sistem integrasi merupakan

penerapan usaha tani terpadu melalui pendekatan low external input antara

ternak sapi dan tanaman (Priyanti 2007). Sistem ini sangat menguntungkan

karena ternak dapat memanfaatkan rumput dan hijauan pakan yang tumbuh liar,

jerami atau limbah pertanian sebagai pakan, selain menghasilkan kotoran

sebagai pupuk organik untuk meningkatkan kesuburan tanah. Sistem integrasi

juga dapat menambah pendapatan rumah tangga dengan mengolah kotoran sapi

menjadi kompos. Pupuk kompos selanjutnya dapat dijual kepada petani lain atau

masyarakat yang membutuhkannya. Usaha tani integrasi menerapkan

pendekatan sistem dalam satu kesatuan daur produksi (Priyanti 2007).

Selanjutnya, Suwandi (2005) dan Priyanti (2007) dalam penelitiannya, telah

mengkaji sistem integrasi tanaman ternak sapi potong. Beberapa hasil penelitian

menunjukkan sistem integrasi ternak sapi tanaman dapat meningkatkan

pendapatan petani (Sariubang et al. 2003; Suwandi 2005; Dinas Peternakan

Provinsi Sumatera Barat 2007; Priyanti 2007). Di Sulawesi Utara, sapi yang

penghasil daging sekaligus ternak kerja.

Kebijakan Subsektor Peternakan Di Sulawesi Utara, umumnya

didominasi oleh peternakan rakyat berskala kecil dan diusahakan secara

sambilan. Petani peternak dalam mengembangkan usaha tersebut, menghadapi

masalah kekurangan modal. Berkaitan dengan hal itu, pemerintah telah

Page 139: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

116

menggulirkan berbagai paket kredit sebagai sumber pembiayaan bagi petani

peternak, baik dari sumber keuangan formal maupun nonformal (kredit individu

dan bagi hasil).

Guna menunjang pembangunan peternakan, pemerintah melakukan

berbagai upaya untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor dalam

memenuhi kebutuhan dalam negeri. Upaya ini dilakukan dengan membuka

peluang investasi dan pasar sekaligus mengembangkan investasi nasional

dengan meningkatkan peran swasta dalam pembangunan peternakan serta

memanfaatkan sumber daya lokal secara optimal (Direktorat Pengembangan

Peternakan 2004).

Pemerintah sebagai motivator, akselerator, regulator, fasilitator, dan

promotor sangat berperan dalam pembangunan peternakan. Pemerintah Provinsi

Sulawesi Utara telah menempuh berbagai cara, namun pembangunan

peternakan sangat terkait dengan sumber daya yang ada sehingga kebijakan

pemerintah perlu didasarkan pada potensi daerah. Program Dinas Pertanian dan

Peternakan Provinsi Sulawesi Utara tahun 2005 adalah meningkatkan ketahanan

pangan, nilai tambah dan daya saing komoditas peternakan, kesejahteraan

masyarakat, serta mengembangkan komoditas unggulan daerah. Program

program tersebut nampaknya belum berjalan sebagaimana yang dicanangkan.

Program sebaiknya dibarengi dengan penerapan strategi agresif dan diversifikatif

termasuk dalam pengembangan usaha ternak sapi. Strategi ini diadopsi dari

Hoda (2002) dan dianggap relevan dengan kondisi usaha ternak sapi di Sulawesi

Utara, karena penyediaan hijauan pakan bukan hanya bergantung pada limbah

pertanian tetapi juga dengan gerakan menanam hijauan pakan ternak. Guna

mendukung program program tersebut, pemerintah perlu memperkenalkan

penanaman rumput maupun tanaman leguminosa unggul pada lahan kosong.

Rumput Brachiaria brizanta dan legum Arachis pintoi tahan terhadap naungan

Page 140: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

117

sehingga dapat ditanam di antara pohon kelapa, sedangkan yang tidak tahan

naungan seperti rumput Pennisetum purpureum dan legum Centrosema

pubescens ditanam di lahan terbuka. Usaha lain adalah memberikan pelatihan

kepada petani mengenai teknik budi daya tanaman, pemeliharaan ternak, dan

pengawetan tanaman hijauan pakan ternak unggul menjadi silase.

Usaha beternak sapi di Sulawesi Utara umumnya bersifat ekstensif atau

tradisional. Upaya yang dapat dilakukan bagi pembangunan usaha peternakan

antara lain adalah memberikan penyuluhan secara intensif kepada petani

peternak mengenai manajemen pemeliharaan, kesehatan serta reproduksi

ternak. Melalui upaya ini diharapkan usaha beternak berkembang dari tradisional

ke komersial dengan orientasi bisnis atau memperoleh keuntungan.

Bermodalkan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki, petani-peternak dapat

memecahkan masalah masalah dalam berusaha ternak sapi. Penyuluhan yang

diberikan dengan menggunakan metode laku (latihan dan kunjungan) akan

memberikan hasil yang optimal. Kelompok-kelompok petani-peternak telah

dibentuk untuk memudahkan penyuluhan dan pelatihan peningkatan

keterampilan peternak. Berkaitan dengan hal ini, pemerintah mencanangkan

program pengembangan kelembagaan kelompok petani-peternak. Kelompok

selanjutnya mendapat pembinaan secara intensif dan kontinyu dari pemerintah.

Contoh kelompok petani-peternak yang telah dibentuk dan terorganisir dengan

baik dan mendapat binaan khusus adalah kelompok tani-ternak Torona di Desa

Kanonang II Kecamatan Kawangkoan. Kelompok beranggotakan 28 rumah

tangga dengan pekerjaan utama kepala keluarga petani-peternak (51,53%).

Pemeliharaan ternak sapi masih bersifat tradisional dengan tujuan utama

yaitu menyediakan tenaga kerja untuk mengolah tanah lahan pertanian dan

mengangkut hasil pertanian. Ternak dibiarkan berada di lahan pertanian untuk

mencari makan. Petani-peternak yang tergabung dalam kelompok menggunakan

Page 141: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

118

bibit sapi lokal yang telah diseleksi. Guna mendapatkan bibit unggul, petani

peternak sapi telah menggunakan inseminasi buatan (IB) untuk mengawinkan

ternak sapinya. Anak atau pedet yang lahir divaksinasi sesuai kebutuhan dan

diberi obat bila sakit. Masalah yang dihadapi petani-peternak anggota kelompok

adalah keterbatasan modal (Somba 2003). Masalah ini perlu mendapat perhatian

dari pemerintah, antara lain dengan mencari investor untuk lebih mendorong

pengembangan usaha beternak sapi di Sulawesi Utara

Volume perdagangan ternak antarprovinsi dan antarpulau di Sulawesi

Utara meningkat setiap tahun. Pada perdagangan ternak sapi, pemerintah dapat

berperan dalam penentuan harga maupun penetapan batas minimum bobot

ternak yang akan diperdagangkan. Upaya ini bertujuan untuk meningkatkan

efisiensi penggunaan sumber daya, kualitas ternak, serta pendapatan.

Penetapan batas minimum bobot ternak yang dapat diperdagangkan akan

memotivasi petani-peternak untuk meningkatkan bobot badan sapi sehingga

harga yang diperoleh lebih tinggi. Hal ini dilakukan oleh pedagang ternak sapi di

Tomohon. Kebijakan pemerintah berkaitan dengan usaha tani integrasi sapi-

tanaman perlu disosialisasikan dibarengi dengan strategi agresif seperti

penyuluhan secara rutin. Respons petani-peternak dalam mengadopsi program

tersebut belum memadai. Petani-peternak yang mendapat bantuan ternak sapi

dalam program tersebut sebagian besar gagal karena ternak mati dan sebagian

petani menjual ternaknya (Elly 2008). Hal ini disebabkan pengetahuan petani-

peternak tentang usaha tani integrasi umumnya masih rendah. Priyanti (2007)

menyatakan, adopsi usaha tani integrasi tanaman ternak di Jawa Tengah,

Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Jawa Timur juga belum dilaksanakan secara

seimbang oleh sebagian besar petani-peternak. Adopsi teknologi sistem integrasi

ternak sapi tanaman dipengaruhi oleh karakteristik rumah tangga, kondisi usaha

tani, alokasi penggunaan tenaga kerja keluarga, pendapatan dari usaha beternak

Page 142: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

119

sapi, dan informasi. Walaupun menurut Priyanti (2007), pendidikan dan

pekerjaan kepala keluarga pengaruhnya kecil terhadap keputusan rumah tangga

dalam mengadopsi usaha tani integrasi, kesadaran petani peternak untuk

mengadopsinya memerlukan upaya khusus. Penggunaan kompos, pendapatan

usaha ternak sapi, dan keikutsertaan dalam organisasi berpengaruh nyata

terhadap keputusan petani-peternak dalam mengadopsi sistem usaha tani

integrasi ternak sapi-tanaman.

Usaha beternak merupakan suatu proses mengkombinasikan faktor-

faktor produksi berupa lahan, ternak, tenaga kerja, dan modal untuk

menghasilkan produk peternakan. Keberhasilan usaha ternak sapi bergantung

pada tiga unsur, yaitu bibit, pakan, dan manajemen atau pengelolaan.

Manajemen mencakup pengelolaan perkawinan, pemberian pakan,

perkandangan, dan kesehatan ternak. Manajemen juga mencakup penanganan

hasil ternak, pemasaran, dan pengaturan tenaga kerja. Pemilihan bibit dan

perkawinan ternak umumnya belum mendapat perhatian dari petani-peternak. Di

tahun) hanya 1,79% dari populasi sapi yang ada (Sugeha 1999). Sementara di

Maluku Utara, populasi sapi anak jantan dan betina sekitar 5,40 12,10% dari

populasi sapi yang ada, sapi dara dan jantan muda 4,60 10,90%, dan

mortalitas 4,50 5,80% (Hoda 2012). Hal ini mengindikasikan laju pertumbuhan

populasi ternak lambat karena sapi dewasa digunakan sebagai ternak kerja.

Menurut Santoso dan Tuherkih (2013), lambatnya perkembangan sapi potong

disebabkan oleh dua faktor yang bertentangan, yaitu populasi sapi menurun,

namun jumlah sapi yang dipotong (dilihat dari produksi daging) meningkat. Pada

tahun 2012 dan 2013, populasi sapi di Sulawesi Utara meningkat meskipun

dengan laju yang rendah, namun pada tahun 2014 populasinya menurun 7,56%

disamping produksi daging yang justru meningkat 5,78%.. Penurunan ini

Page 143: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

120

disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain tingkat penerapan teknologi rendah,

kematian ternak tinggi, kelahiran rendah, dan pemeliharaan secara tradisional

atau sebagai usaha sampingan. Petani-peternak memilih mengusahakan ternak

sapi dengan beberapa tujuan. Bagi petani, ternak sapi berfungsi sebagai sumber

pendapatan, protein hewani, dan tenaga kerja serta penghasil pupuk. Fungsi lain

adalah sebagai penghasil bibit dan tabungan. Besarnya kontribusi ternak sapi

terhadap pendapatan bergantung pada jenis sapi yang dipelihara, cara

pemeliharaan, dan alokasi sumber daya yang tersedia di masing-masing wilayah.

Ternak sapi berpotensi dikembangkan di Sulawesi Utara karena 20,82% dari

rumah tangga pertanian berkecimpung dalam usaha beternak (Badan Pusat

Statistik 2013). Pola pemeliharaan ternak secara ekstensif menyebabkan

produktivitasnya rendah sehingga pendapatan juga rendah.

5.2. Karakteristik Demografi Responden

Penelitian ini melibatkan 120 responden dari 3 wilayah penelitian

(Tomohon, Manado, dan Minahasa induk) dan telah dilakukan analisis tabularis.

Hasil analisis tabularis ini tersaji melalui Tabel 5.1. hingga Tabel 5.5. berikut yang

mendeskripsikan karakteristik demografi responden yang terjaring pada

penelitian ini.

Berdasarkan tingkat pendidikan, mayoritas responden di ketiga daerah

penelitian ini berpendidikan SMP yaitu antara 14 - 15 orang seperti terlihat pada

Tabel 5.1.

Page 144: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

121

Tabel 5.1. Demografi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Kriteria

Manado Tomohon Minahasa Total Frekuensi

(orang) % Frekuensi (orang) % Frekuensi

(orang) % Frekuensi (orang) %

SD 12 31.58 12 28.58 14 35.00 38 31.67 SMP 15 39.47 15 35.71 14 35.00 44 36.67 SMA 10 26.32 13 30.95 11 27.50 34 28.33

Sarjana 1 2.63 2 4.76 1 2.50 4 3.33 Jumlah 38 100.00 42 100.00 40 100.00 120 100.00

Secara statistik, Tabel 5.1. ini dapat digambarkan secara grafis dalam

bentuk diagram batang seperti yang terlihat pada Gambar 5.1. berikut ini.

Gamar 5.1. Karakteristik Demografi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Penelitian ini melibatkan 120 responden, dengan mayoritas tingkat

pendidikan rendah yaitu hanya lulusan SMP 37.5% dan SD 31.25%. Responden

yang terjaring dalam penelitian ini memperlihatkan bahwa penduduk yang

memasuki lapangan kerja pemasaran sapi potong ini sebagian besar

berpendidikan tingkat dasar yaitu, SMP (36.67 %) dan SD (31.67 %). Artinya,

kemampuan menganalisis peluang pasar dan berpikir kearah agribisnis sapi

potong yang lebih maju membutuhkan campur tangan pemerintah termasuk

dalamnya perguruan tinggi.

12 12

14 15 15

14

10

13

11

1 2

1

0

2

4

6

8

10

12

14

16

Manado Tomohon Minahasa

Frek

uens

i (O

rang

)

SD SMP SMA Sarjana

Page 145: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

122

Demografi respondent yang terjaring dalam penelitian ini pula dapat

menggambarkan suatu karakteristik responden berdasarkan usianya yang

secara statistik dapat diuraikan seperti pada Tabel 5.2. berikut ini.

Tabel 5.2. Demografi Responden Berdasarkan Usia

Usia (Tahun)

Manado Tomohon Minahasa Total Frekuensi

(orang) % Frekuensi

(orang) % Frekuensi

(orang) % Frekuensi

(orang) %

< 30 1 2.63 1 2.38 0 0 2 1.67 31 40 9 23.68 10 23.81 11 27.50 30 25.00 41 - 50 13 34.21 14 33.33 13 32.50 40 33.33

51 60 10 26.32 12 28.57 11 27.50 33 27.50 > 60 5 13.16 5 11.91 5 12.50 15 12.50

Jumlah 38 100.00 42 100.00 40 100.00 120 100.00

Dari segi usia, mayoritas responden berusia 41 50 tahun (34.38%), dan

berusia 51 60 tahun (26.56%). Secara statistik, Tabel 5.2. ini dapat digambarkan

secara grafis dalam bentuk diagram batang seperti yang terlihat pada Gambar

5.2. berikut ini

Gambar 5.2.Karakteristik Demografi Responden Berdasarkan Usia

1 1 0

9 10

11

14 15

12

10

12

10

5 5 5

0

2

4

6

8

10

12

14

16

Manado Tomohon Minahasa

Frek

uens

i (O

rang

)

< 30 thn 31-40 thn 41-50 thn 51-60 thn > 60 thn

Page 146: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

123

Informasi yang dapat diperoleh lewat Tabel 5.2. dan Gambar 5.2. ialah,

semua responden selaku partisipan dalam pemasaran ternak sapi potong masih

berada pada usia produktif.

Setiap pebisnis termasuk didalamnya para pemasar / agribisnisman

ternak sapi yang termasuk dalam rantai pemasaran sapi potong menginginkan

perkembangan usahanya kearah masa depan yang cerah dan lebih baik.

Perkembangan usaha ini akan tetap berkelanjutan bila dapat memberikan nilai

insentif yang memadai kepada usahawannya. Perkembangan usaha bisnis

apapun yang ditekuni manusia akan selalu dipengaruhi oleh besarnya nilai

insentif yang ia peroleh. Pencapaian keinginan tersebut akan dipermudah oleh

adanya rangsangan nilai insentif yang didapat dari usaha bisnis itu. Makin besar

nilai insentif yang diperoleh pada tiap usaha bisnis, makin memperbesar

kekuatan rangsangan pebisnis untuk memasuki dan mempertahankan

keberlangsungan usahanya tersebut. Besarnya nilai insentif ini akan makin besar

bila didukung oleh adanya penerapan teknologi lokal yang moderen serta tingkat

pengalaman usahawannya pada bidang usaha bersangkutan.

Secara demografi, karakteristik responden bisa dilihat berdasarkan

pengalaman / lamanya beternak sapi, hal tersebut dapat diikuti pada Tabel 5.3.

berikut.

Tabel 5.3. Demografi Responden Berdasarkan Lama Beternak Sapi

Lama Beternak (Tahun)

Manado Tomohon Minahasa Total Frekuensi

(orang) % Frekuensi (orang) % Frekuensi

(orang) % Frekuensi (orang) %

1-5 thn 7 18.42 9 21.43 8 20.00 24 20.00 6-10 thn 6 15.79 7 16.67 7 17.50 20 16.67 11-20 thn 13 34.21 15 35.71 13 32.50 41 34.17 > 20 thn 12 31.58 11 26.19 12 30.00 35 29.16 Jumlah 38 100.00 42 100.00 40 100.00 120 100.00

Page 147: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

124

Secara statistik, informasi yang tersaji dalam Tabel 5.3. ini dapat pula

digambarkan dalam bentuk diagram batang sebagaimana terlihat pada Gambar

5.3. berikut ini.

Gambar 5.3. Karakteristik Demografi Responden Berdasarkan Lama Beternak Sapi.

Informasi pada Tabel 5.3. dan Gambar 5.3. menggambarkan bahwa,

sebagian besar petani peternak sapi sudah memiliki pengalaman beternak sapi

lebih dari 10 tahun. Petani peternak sapi dengan pengalaman beternak sapi

lebih dari 10 tahun yang terjaring dalam penelitian ini yaitu sebanyak 76 orang

atau 63.33 %. Secara rinci dari segi pengalaman, 34.17% responden telah

berpengalaman beternak 11 20 tahun, dan 29.16% berpengalaman beternak

lebih dari 20 tahun. Artinya memiliki banyak pengalaman beternak sapi dan

merasakan manfaatnya. Informasi yang diperoleh dari responden ialah ternak

sapi sebagai tabungan yang sewaktu waktu dapat digunakan / dijual saat :

1) Membutuhkan biaya yang besar untuk menyekolahkan anak.

2) Membangun rumah tinggal.

3) Memperbaiki rumah tinggal

4) Menikahkan anak yang mau menikah

8 8 8 7 7 7

14 14 13

12

10

12

0

2

4

6

8

10

12

14

16

Manado Tomohon Minahasa

Frek

uens

i (O

rang

)

1-5 thn 6-10 thn 11-20 thn > 20 thn

Page 148: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

125

5) Membutuhkan biaya biaya yang besar lainnya (misalnya ada anggota

keluarga yang sakit dan harus dirawat ke rumah sakit, ingin merayakan

hari ulang tahun, merayakan hari hari besar keagamaan dan lainnya)

Alasan yang diberikan para responden untuk memilih ternak sapi kerja /

tani maupun ternak sapi potong dari jenis sapi PO (sapi putih) ialah :

1) Bila mau dijual, banyak dicari orang dan banyak orang yang mau

membelinya sebab itu harga ternak sapinya tetap tinggi.

2) Mudah terjual dan mudah mendapatkan uang dalam jumlah besar.

3) Sapi PO (sapi putih) tahan panas, tenaganya sangat membantu

usaha tani sebab itu sangat dibutuhkan petani.

4) Makanan yang dibutuhkannya mudah diperoleh karena itu mudah

memeliharanya, mudah beradaptasi dengan makanan dan lingkungan

setempat.

5) Berbadan besar, banyak dagingnya sebab itu banyak dicari orang.

6) Bila anak sapi memiliki tanda tanda bawaan yang lengkap, harganya

bisa meroket / jauh lebih tinggi lagi.

7) Budidaya ternak sapi PO (sapi putih) sudah lama dikenal dan telah

membudaya bagi masyarakat petani peternak. Kapan dimulainya

budi daya ternak sapi PO di Sulawesi utara, belum ada catatan yang

jelas.

8)

sapi ini didirikan, belum ada informasi jelas. Informasi yang ada yaitu

n Belanda.

Belajar dari pengalaman beternak sapi sebab dapat memberikan nilai

insentif yang tinggi, maka semua responden menjawab ingin melanjutkan usaha

memasarkan ternak sapi. Artinya, usaha agribisnis dan pemasaran ternak sapi di

Page 149: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

126

Sulawesi utara memiiki masa depan yang cerah dan usahanya bisa

berkelanjutan.

Demografi responden yang terjaring dalam penelitian ini dapat pula

menggambarkan karakteristik penghasilan seperti terlihat pada Tabel 5.4.

berikut.

Tabel 5.4. Demografi Responden Berdasarkan Tingkat Penghasilan

Penghasilan (Rp)

Manado Tomohon Minahasa Total F

(orang) % F (orang) % F

(orang) % F (orang) %

< 1.000.000,- 1 2.63 1 2.38 2 5.00 4 3.33 1.000.000,- 2.000.000,- 4 10.53 5 11.91 6 15.00 15 12.50

>2.000.000,- - 17 44.74 20 47.62 17 42.50 54 45.00

>5.000.000,-10.000.000,- 13 34.21 13 30.95 12 30.00 38 31.67

> 10.000.000,- 3 7.89 3 7.14 3 7.50 9 7.50 Jumlah 38 100.00 42 100.00 40 100.00 120 100.00

Keterangan : F = Frekuensi

Dari segi penghasilan, mayoritas peternak berpengasilan total antara 2 juta

rupiah hingga 5 juta rupiah yaitu 45.00%, dan 31.67 % berpenghasilan total 5-10

juta. Sebaran hasil analisis statistik secara tabularis yang menganalisis tentang

karakteristik penghasilan petani peternak dan pemasar ternak sapi potong di

Sulawesi utara, terlihat pada Tabel 5.4. Karakteristik penghasilan petani peternak

dan pemasar ternak sapi potong di Sulawesi utara ini, dapat pula

ditransformasikan kedalam bentuk diagram batang seperti pada Gambar 5.4.

sebagai berikut.

Page 150: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

127

Gambar 5.4. Karakteristik Demografi Responden Berdasarkan Tingkat Penghasilan

Deskripsi demografi responden yang terjaring dalam penelitian ini dapat

pula menggambarkan karakteristik tanggungan keluarganya seperti yang terlihat

pada Tabel 5.5. berikut.

Tabel 5.5. Demografi Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan

Tanggungan (Rp)

Manado Tomohon Minahasa Total F

(orang) % F (orang) % F

(orang) % F (orang) %

1 orang 5 13.16 6 14.29 6 15.00 17 14.17 2 orang 12 31.58 11 26.19 11 27.50 34 28.33 3 orang 8 21.05 10 23.81 6 15.00 24 20.00 4 orang 11 28.95 13 30.95 13 32.50 37 30.83 5 orang 2 5.26 2 4.76 4 10.00 8 6.67 Jumlah 38 100.00 42 100.00 40 100.00 120 100.00

Keterangan : F = Frekuensi

Secara statistik, informasi yang tersaji dalam Tabel 5.5. ini dapat pula

digambarkan dalam bentuk diagram batang sebagaimana terlihat pada Gambar

5.5. berikut ini

1 1 2

5 5 5

18 19

17

14 13

11

3 3 3

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

Manado Tomohon Minahasa

Frek

uens

i (O

rang

)

< 1jt 1-2 jt 2-5 jt 5-10 jt > 10 jt

Page 151: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

128

Gambar 5.5. Karakteristik Demografi Responden Berdasarkan Tanggungan

Dari segi tanggungan keluarga, mayoritas responden di ketiga wilayah

(kota Manado, Kota Tomohon dan Kabupaten Mnahasa), memiliki tanggungan

keluarga sebanyak 2 orang (34 orang responden atau 28.33 %) dan 4 orang (37

orang responden atau 30.83 %) dalam satu keluarga. Artinya, usaha beternak

sapi skala kecil dapat menunjang kebutuhan ekonomi keluarga petani peternak

sapi dengan tanggungan 2 (dua) sampai 4 (empat) orang.

5.3. Struktur Pasar

5.3.1. Pendekatan Kualitatif

Asal pembelian input sapi potong ditelusuri berdasarkan informasi dari

konsumen akhir ternak sapi selaku konsumen bisnis / pedagang besar ternak

sapi yang juga pemilik TPH maupun yang pengguna RPH, lewat pemasok

(Pedagang perantara Pemasaran ternak sapi) hingga ke petani pemilik ternak

sapi potong selaku produsen ternak sapi yang mengarah pada satu titik yaitu

konsumen akhir ternak sapi selaku konsumen bisnis / Pedagang Besar ternak

sapi yang juga pemilik TPH atau pengguna RPH.

5 6 6

12 11

12

7

9

7

11

13 13

2 2

4

0

2

4

6

8

10

12

14

Manado Tomohon Minahasa

Frek

uens

i (O

rang

)

1 orang 2 orang 3 orang 4 orang 5 orang

Page 152: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

129

Penggunaan waktu dalam penelitian ini dipengaruhi pula oleh faktor

jarak lokasi sasaran dalam wilayah peneltian di Provinsi Sulawesi Utara yang

dapat diikuti melalui Tabel 5.6. berikut ini.

Tabel 5.6. Jarak tempuh: No Tempat asal Melalui Jarak (Km) Tujuan

01 Manado Airmadidi 35,72 Tondano Tomohon 31,26 02 Manado --- 27,00 Airmadidi 03 Manado --- 24,00 Tomohon 04 Manado --- 50,00 Kawangkoan 05 Manado Kawangkoan 80,00 Langowan

06 Manado Inobonto 183,73 Kotamobagu Modoinding 207,26

Pemasar sapi potong / konsumen bisnis selaku konsumen akhir ternak

sapi yang menjadi sampel ditentukan berdasarkan data dari Dinas Pertanian

Peternakan yang terkait. Pedagang perantara pemasaran ternak sapi yang jadi

sumber input ternak sapi bagi pemasar / konsumen bisnis selaku konsumen

akhir ternak sapi, diperoleh melalui teknik Snow Ball berdasarkan informasi dari

peternak sapi potong / pedagang besar / konsumen bisnis sebagai konsumen

akhir ternak sapi. Pedagang perantara pemasaran ternak sapi yang diperoleh

lewat teknik tadi, selanjutnya menjadi awal bola salju guna mendapatkan

informasi tentang petani pemilik ternak sapi selaku produsen ternak sapi yang

jadi sumber ternak sapi potong. Besarnya sampel peternak sapi dan pedagang

perantara pemasaran ternak sapi dapat dilihat pada Tabel 5.7, berikut ini.

Tabel 5.7 Data Peternak Sampel Dan Pedagang Perantara Pemasaran Ternak sapi Sampel.

No Lokasi Pasar Ternak Sapi Petani -

Peternak Sapi (orang)

Jumlah Pedagang Perantara Pemasaran

(orang)

Jumlah Sampel (orang)

1 Kota Manado 10 02 12 2 Kota Tomohon 20 04 24 3 Kawangkoan Kab.Minahasa 50 04 54

Total 80 10 90 Keterangan: Kota Kawangkoan ada tiga kecamatan (Kec. Kawangkoan, Kec.

Kawangkoan Timur dan Kec. Kawangkoan barat) secara administrative ada dibawah pemerintahan Kabupaten Minahasa .

Page 153: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

130

Pedagang pengecer daging sapi yang dijadikan sampel ditentukan

melalui teknik Snow Ball berdasarkan informasi dari konsumen akhir ternak sapi

selaku konsumen bisnis ternak sapi yang adalah pemilik TPH atau pengguna

RPH (rangkap penjagal) sebagai pemasar dan pengecer ternak yang telah

ditransformasikan dalam bentuk daging sapi. Data jumlah konsumen bisnis

selaku konsumen akhir ternak sapi dan pedagang pengecer sebagai sampel

(konsumen aktual), dapat diikuti di Tabel 5.8.

Tabel 5.8. Konsumen Bisnis / Konsumen akhir Ternak sapi Selaku Pemasar Daging Sapi

No

Asal Rantai Pedagang Perantara Pemasaran ternak

sapi Dari Pasar Blantek:

Penjualan Daging Sapi (orang) Konsumen Bisnis/Konsumen

Akhir Ternak sapi juga pemasar daging sapi*)

(orang)

Pengecer Daging Sapi**) (orang)

Jumlah (lajur 3 + lajur 4)

(orang)

1 Kawangkoan - - - 2 Kota Manado 06 14 20 3 Kota Tomohon 04 06 10 Total 10 20 30

Keterangan : *) Konsumen Bisnis selaku Konsumen Akhir Ternak sapi sekaligus penjagal dan pemilik tempat pemotongan hewan sapi (TPH), pengguna RPH selaku pemasar daging sapi dipasar tradisional dan distributor daging sapi ke swalayan.

**) Pernah menjadi pemilik TPH atau pengguna RPH dan merupakan keluarga dekat dari Konsumen akhir ternak sapi selaku konsumen bisnis dan pengecer utama daging sapi di pasar tradisional.

Ternak sapi merupakan plasma nutfah yang potensial dan secara genetik

mempunyai kemampuan adaptasi tinggi terhadap lingkungan tropis. Produktivitas

ternak sapi dapat ditingkatkan dengan memperbaiki efisiensi produksi, antara

lain meningkatkan kelahiran pedet, mengoptimalkan jarak beranak (calving

interval) dan memperhatikan masa involusi induk betina, mengoptimalkan

pengelolaan perkawinan guna menyediakan bakalan, dan memperpanjang masa

produksi. Masalah ini perlu mendapat perhatian lebih serius dari pemerintah.

Realitas terjadinya proses pemasaran sapi potong melalui jual beli antara

peternak dan pedagang perantara pemasaran ternak sapi terutama jual beli

Page 154: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

131

antara peternak dan konsumen akhir ternak sapi pada proses pemasaran sapi

potong. Baik pada kelompok tani peternak sapi maupun petani peternak sapi

individu telah terjadi proses pembelajaran ekonomi melalui kemampuan peternak

mereduksi peran belantik (makelar, Jobber). Peternak memahami peran belantik

(makelar, Jobber) akan menambah biaya atau mengurangi keuntungan. Upaya

yang dilakukan petani peternak dalam proses pemasaran ternak sapi potong,

mampu mereduksi peranan belantik (makelar, Jobber), dapat dimaknai melalui

proses pemasaran ditingkat peternak kelompok pada saat menjual sapi potong.

Proses pendampingan kelompok tani ternak sapi dapat dimaknai

kaitannya dengan eksistensi kelompok yang telah dapat memberikan

pertimbangan peternak penjual (peternak anggota) baik terkait harga yang

diinginkan serta model pembayarannya. Kelompok yang menjual ternak sapi

dikandang komunal peternak mendapat pembayaran cash (tunai) serta jika

pedagang menawar dengan harga yang dianggap belum cocok menurut

pertimbangan kelompok, maka sapi belum akan dijual. Kelompok memiliki

tanggung jawab untuk berusaha mencarikan pedagang yang lebih potensial.

Keberadaan pendampingan kelompok pada anggotanya dapat memberikan

posisi tawar yang lebih kuat pada proses penjualan ternak sapi oleh peternak

anggota. Meskipun pada proses pemasaran ternak sapi yang akan dijual telah

mampu mereduksi peranan belantik, artinya jika dilihat dari kondisi faktual proses

penjualan ternak sapi potong langsung kepedagang perantara pemasaran ternak

sapi. Temuan penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Wahyuni (2007) yang

menganalisis peran dan finansial agen rantai pasok ternak sapi potong, dimana

peternak sapi potong pola poternakan rakyat dalam melakukan proses

pemasaran ternak sapi tidak dijual ke pasar hewan, peternak menjual ke sesama

peternak lain atau dijual kepedagang sapi.

Page 155: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

132

Pola pemasaran sapi di Sulawesi utara, secara deskriptif telah diuraikan

dalam bentuk jaring jaring pemasaran di daerah penelitian sebagaimana terlihat

pada Gambar 5.6. berikut ini.

Gambar 5.6. Jaring Jaring Pemasaran Ternak Sapi Potong di Manado

Jaring jaring pemasaran pada Gambar 5.6. dapat digambarkan kembali

dalam bentuk rantai pemasaran, seperti pada Gambar 5.7. berikut :

Gambar 5.7. Rantai Pemasaran Ternak Sapi Potong di Kota Manado

Keterangan : TPH (Tempat Potong Hewan ternak sapi), milik pribadi konsumen bisnis. RPH (Rumah Potong Hewan ternak sapi), milik pemerintah daerah;

Mengecer daging sapi dibantu jagal (jagal rangkap pengecer daging sapi) dipasar Pinasungkulan Karombasan Manado

Petani Peternak Sapi di Pasar

Kawangkoan/ Minahasa

Petani Peternak Sapi di Manado

Konsumen Bisnis (KB) / Konsumen Akhir (KA) Sapi Pengguna RPH/ Pemlik TPH

Swalayan Jumbo/ PasarTradisonal Bersehati/ Pinasungkulan

Pedagang Perantara Pemasaran Ternak Sapi

Konsumen Bisnis/ Konsumen Akhir Peng-guna RPH/ Pemilik TPH

Petani Peternak Sapi di Manado Konsumen Bisnis /

Konsumen Akhir Pengguna RPH

Swalayan Jumbo/ Pasar Tradisonal Bersehati

Pedagang Perantara Pemasaran Ternak sapi

Swalayan Jumbo/ Pasar Tradisonal Bersehati/Pasar Pinasungkulan

Petani Peternak Sapi di Manado

Pedagang Perantara Pemasaran Ternak Sapi

Konsumen Bisnis/ Konsumen Akhir TernakSapi / Pemilik TPH

Pasar Tradisional Pinasungkulan

Petani PeternakSapi di Manado

Petani Peternak Sapi di Manado

Kawangkoan

Petani Peternak Sapi di Manado

Petani Peternak Sapi di Manado Pasar

Pedagang/ Agen di KotaManado

Pedagang Besar/ Pengguna RPH Sapi di Manado (selaku pengecer Ternak sapi)

Swalayan Jumbo di

Manado

Mengecer daging sapi dibantu jagal (jagal rangkap pengecer daging sapi) dipasar Bersehati Manado

Pedagang Antar Daerah

Pedagang Antar Daerah

Pedagang Besar/ Pemilik TPH Sapi di Manado (selaku pengecer Ternak sapi)

Page 156: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

133

Konsumen akhir selaku konsumen bisnis ternak sapi adalah pemilik TPH

maupun yang pengguna RPH sekaligus penjual ternak sapi dan / atau daging

sapi merangkap pengecer sesuai kebutuhan / permintan pasar.

Gambar 5.6. dan Gambar 5.7. menginformasikan bahwa secara deskriptif,

pola pemasaran ternak sapi yang ada di kota Manado memiliki 4 (empat) pola

rantai pemasaran sapi potong. Sedangkan pola pemasaran sapi di kota

Tomohon, secara dskriptif dapat diikuti melalui Gambar 5.8 dan Gambar 5. 9

berikut ini.

Gambar 5.8. Jaring Jaring Pemasaran Ternak Sapi Potong di Kota Tomohon.

Model Jaring jaring pemasaran pada Gambar 5.8. ini dapat digambarkan

dalam bentuk pola rantai pemasaran ternak sapi potong seperti pada Gambar

5.9, seperti berikut :

Mengecer Daging Sapi dibantu jagal (Jagal rangkap Pengecer Daging Sapi) di Pasar Beriman Kota Tomohon

Petani /Kelompok Peternak Sapi di Kota Tomohon

Petani /Kelompok Peternak Sapi di

Sapi Kawangkoan

Pedagang Besar/ Konsumen Akhir Ternak sapi / Pemilik TPH di Kota Tomohon (Selaku Pengecer Daging Sapi)

Pedagang Perantara Pemasaran Ternak sapi

Page 157: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

134

Gambar 5.9. Rantai Pemasaran Ternak Sapi Potong di Kota Tomohon

Keterangan : TPH (Tempat Potong Hewan); RPH (Rumah Potong Hewan milik pemerintah); Konsumen Akhir selaku Konsumen Bisnis Ternak sapi adalah

pemilik TPH, pengguna RPH sekaligus penjual ternak sapi (Pengecer) sesuai kebutuhan / permintaan pasar ternak sapi.

Saluran pemasaran ternak sapi hidup. Saluran pemasaran ternak sapi yang di konversi ke daging sapi.

Gambar 5.8. dan Gambar 5.9. menginformasikan bahwa secara

deskriptif, model pemasaran ternak sapi di kota Tomohon memiliki 4 (empat)

pola rantai pemasaran ternak sapi potong. Sedangkan pola pemasaran ternak

sapi potong

Kabupaten Minahasa, secara deskriptif dapat diikuti melalui Gambar 5.10

dan Gambar 5. 11., berikut ini.

Swalayan Jumbo Manado dan Mengecer Daging Sapi di Pasar Beriman Kota Tomohon

Swalayan Jumbo Manado dan Mengecer Daging Sapi di Pasar Beriman Kota Tomohon

Petani/Kelompok tani Ternak Sapi di Kota Tomohon

Konsumen Bisnis / Konsumen Akhir Ternak Sapi, Pemilik TPH di Kota Tomohon

Swalayan Jumbo di Manado dan Mengecer Daging Sapi di Pasar Beriman KotaTomohon

Petani/Peternak di Pasar Blantek ternak Sapi Kawangkoan -Minahasa

Konsumen Bisnis / Konsumen Akhir Ternak sapi / Pemilik TPH di Kota Tomohon

Pedagang Perantara Pemasaran

Ternak Sapi

Konsumen Akhir / Konsumen Bisnis Ternak Sapi, Pemilik TPH di Kota Tomohon

Petani Peternak di Pasar

Sapi Kawangkoan Minahasa

Pedagang PerantaraPemasar-an Ternak Sapi

Konsumen Akhir/ Konsumen Bisnis, Pemilik TPH Ternak sapi di Kota Tomohon

Swalayan Jumbo Manado dan MengecerDaging Sapi di Pasar Beriman KotaTomohon

Petani / Kelompok Peternak

Sapi di Kota Tomohon

Page 158: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

135

Gambar 5.10.Jaring Jaring Pemasaran Ternak Sapi Potong di Kabupaten Minahasa

Jaring jaring pemasaran ini dapat digambarkan dalam bentuk rantai

pemasaran, seperti Gambar 5.11., berikut :

Sapi jantan Usia

1 Tahun**)

Gambar 5.11. Rantai Pemasaran Ternak Sapi Potong di Kabupaten Minahasa

Keterangan: e (Blantik) Sapi terdapat dua katagori sapi yang di

perjualbelikan yaitu sapi potong dan sapi putaran / sapi tani. e .Kes.Wan dan kandang AI.

Sumber Semennya dari Lembang (sapi Orlon, Oportune, Onasis, Optima dan Owen) dan Singosari (sapi Krista, Rangga dan Tunguh). (Kasub-Din Peternakan Din-Pertanian Minahasa, Tahun 2015).

**) Hanya sapi jantan yang bisa diantar pulaukan / antar provinsi. (Kasub-Din Peternakan Dinas Pertanian Kabupaten Minahasa, Tahun 2015).

***) Sapi potong di jual ke konsumen akhir pengguna RPH / Pemilik TPH dari Kota Manado dan konsumen akhir pemilik TPH dari Kota Tomohon.

Kelompok Petani Peternak Sapi di Kota Tomohon, Tompaso, Langowan dan Kawangkoan

Petani Peternak Sapi di :Kota Tomohon, sekitar Kota

Kawangkoan (Kec.Kawangkoan,Kec.Kawangkoan Timur, Kec.Kawangkoan Barat), Tompaso dan Langowan.

eSapi di

Kawangkoan Kabupaten Minahasa

Petani Peternak Sapi di

Sapi Kawangkoan

Pedagang Antar Kabupatendan Antar Provinsi

Pedagang Besar / Konsumen Bisnis selaku Konsumen Akhir Ternak sapi / Penjagal Pemilik TPH maupun pengguna RPH

(selaku Pengecer Ternak Sapi sesuai kebutuhan pasar)

Petani / Kelompok Peternak Sapi di Kota Kawangkoan Raya dan sekitarnya

Sapi *)

Petani/Kelompok Peternak Sapi di Kota Kawangkoan Raya dan sekitarnya

Petani / Kelompok Peternak Sapi di Kota Kawangkoan Raya dan sekitarnya

Sapi *)

Pedagang Sapi antar Kabupa-ten/Kota dalam Provinsi ***)

Pedagang Pengguna RPH/ Pemilik TPH di Manado selaku peng-ecer Daging Sapi

Petani / Kelompok Peternak Sapi di Kota Kawangkoan Raya dan sekitarnya

Sapi *)

Pedagang Sapi antar Provinsi (Prov.Gorontalo, Prov.Sulawesi Tengah)

Page 159: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

136

Pola pemasaran sapi potong di Kota Manado disajikan secara lengkap

pada Gambar 5.6. sampai Gambar 5.7. Petani peternak sapi di Manado, ada

yang memasarkan ternak sapi melalui pedagang perantara pemasaran di Kota

Manado, kemudian dipasarkan kepada konsumen bisnis selaku konsumen akhir

pengguna RPH sapi di Manado. Konsumen akhir ternak sapi di kota Manado

sudah dikenal oleh petani peternak, sebab itu bila mereka mau menjual ternak

sapinya sebagai ternak sapi potong, mereka menghubungi konsumen akhir yang

ada di kota Manado. Petani peternak sapi di Pasar Blantek Kawangkoan,

memasarkan ternak sapinya melalui pedagang perantara pemasaran antar

daerah, kemudian dipasarkan kepada konsumen bisnis selaku konsumen akhir

pengguna RPH sapi di Manado. Pada pasar tersebut, kemudian didistribusikan

jagal (jagal rangkap pengecer daging sapi) mengecer daging sapi di Pasar

Pola pemasaran ternak sapi potong di Kota Tomohon disajikan pada

Gambar 5.8. dan Gambar 5.9. bahwa, ada tiga produsen pada pola pemasaran

ternak sapi yaitu : 1) Petani peternak sapi di kota Tomohon, 2) Petani peternak

sapi di sekitar p e 3) Kelompok Petani

peternak sapi. Petani peternak sapi di Kota Tomohon, secara langsung (tanpa

perantara) memasarkan ternak sapinya ke konsumen bisnis selaku konsumen

akhir pemilik TPH sapi di Kota Tomohon. Produsen lainnya yaitu petani peternak

sapi pada pasar Blantek di Kawangkoan, ada yang memasarkan ternak sapinya

melalui pedagang perantara pemasaran antar daerah, dan ada pula yang

memasarkan ke konsumen bisnis selaku konsumen akhir ternak sapi pemilik

TPH sapi dari Kota Tomohon. Konsumen akhir ternak sapi, mendistribusikan ke

pasar Swalayan di kota Manado dan kota Tomohon dan mengecer ternak sapi

Page 160: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

137

dalam bentuk daging sapi (dibantu jagal rangkap pengecer daging sapi) di pasar

Beriman kota Tomohon.

Pola pemasaran ternak sapi potong di Kabupaten Minahasa berpusat

pada oan, disajikan pada Gambar 5.10. dan Gambar

5.11. Pada gambar tersebut terlihat ada dua produsen sapi potong pada pola

pemasaran yaitu 1) petani peternak sapi dan 2) kelompok petani peternak sapi di

sekitar Kota Kawangkoan (Kecamatan Kawangkoan; Kecamatan Kawangkoan

Timur, Kecamatan Kawangkoan Barat), Kecamatan Tompaso Barat, dan

kecamatan Langowan), secara langsung (tanpa perantara) memasarkan ternak

sapinya ke e di Kawangkoan. Pada pasar tersebut, kemudian

didistribusikan pada tiga saluran pemasaran yaitu: 1) petani peternak sapi di

e di Kawangkoan, 2) Pedagang perantara

pemasaran ternak sapi antar kabupaten dan propinsi, serta 3) Konsumen bisnis /

konsumen akhir ternak sapi selaku pemilik TPH sapi dari Kota Tomohon.

Ketiadaan peran makelar dalam proses penjualan ternak sapi meskipun

dapat direduksi, dalam proses penjualan ternak sapi masih perlu direduksi lagi

saat peternak anggota yang menjual ternak sapi potong dengan performa yang

baik sebagai ternak sapi bibit (bakalan ataupun indukan). Perlu diupayakan oleh

kelompok untuk membeli ternak sapi dari anggotanya yang memiliki kriteria baik

sebagai bibit yang baik, untuk tidak dijual keluar kelompok meskipun anggotanya

sangat mendesak membutuhkan uang. Sehingga hanya ternak sapi potong yang

memiliki kriteria bibit yang kurang baik saja yang dijual kepedagang ternak sapi.

Pertimbangan ini didasarkan bahwa ternak sapi potong yang memiliki kriteria

bibit yang baik dapat dipertahankan dalam rangka menjaga dan meningkatkan

produktifitas ternak sapi potong yang dikelola para peternak kelompok.

Pertimbangan lain adalah jika peternak membeli bibit yang memiliki kriteria baik

Page 161: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

138

khususnya pada pedagang ternak sapi harganya bisa lebih mahal, karena

pedagang pasti mencari untung.

Pemasaran ternak sapi potong oleh peternak individu, sebagaimana pada

peternak kelompok yaitu mereka bersikap untuk dapat mereduksi peranan

belantek. Kondisi faktual dapat dilihat bahwa munculnya pembelajaran ekonomi

oleh peternak ketika menjual ternak sapi yaitu sebelum ditawarkan kepedagang,

terlebih dahulu ditawarkan pada sesama peternak disekitar tempat tinggalnya.

Proses ini dianggap lebih mudah karena secara personal mereka sama sama

telah mengenal, sudah terjalin hubungan antar peternak dalam aktifitas mereka

melakukan usaha tani ternak. Tapi, jika penawaran ternak sapi potong tidak

diminati oleh peternak sekitarnya, mereka mencari pedagang yang juga tidak

jauh dari tempat tinggalnya. Pada kondisi ini nampak terdapat proses memilih

calon pembeli oleh peternak individu. Proses dipilihnya pedagang perantara

pemasaran ternak sapi oleh petani peternak sapi yang secara umum

dipertimbangkan pedagang disekitar tempat tinggalnya.

Terdapat salah satu diantara peternak individu tersebut yang memilki

sikap ekonomis terkait pengadaan bibit sapi potong dan penjualan sapi yaitu

lebih memilih konsumen bisnis sebagai konsumen akhir ternak sapi selaku

pemilik TPH atau pengguna RPH, juga sebagai penjagal (rangkap penjual daging

sapi) yang menjagal sendiri ternak sapinya. Pola seperti ini memperlihatkan

adanya proses satu paket penjualan sekaligus pengadaan bibit ternak sapi oleh

petani peternak sapi melalui konsumen bisnis / konsumen akhir ternak sapi

pemilik TPH maupun pada konsumen bisnis ternak sapi pengguna RPH.

Kenyataan ini memperlihatkan efektifitas dan efisiensi baik dari segi waktu pada

proses penjualan serta pengadaan bibit sapi yang akan dipelihara peternak sapi.

Petani peternak sapi tidak perlu lagi melakukan aktifitas menjual dan membeli di

pasar hewan terdekat. Ketika peternak menjual ternak sapi, kenyataannya

Page 162: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

139

jumlah uang yang dibutuhkan belum tentu sejumlah hasil penjualan ternak sapi.

Sisa uang dari kelebihan hasil menjual ternak sapi, oleh peternak penjual diminta

dalam bentuk bibit ternak sapi.

Temuan penelitan ini setidaknya menjadi pemutus mata rantai

pemasaran ternak sapi potong yang terlalu panjang khususnya oleh peternak

skala kecil. Sebagaimana hasil kajian Hasnudi (2004) pada pemasaran ternak

besar seperti sapi dan kerbau di Sumatera Utara, begitu panjangnya mata rantai

pemasaran ternak potong, yang diawali dari penjualan ternak oleh peternak

sampai kepada konsumen akhir (rumah tangga, restoran / pengusaha rumah

makan, pesta hajatan dll) berupa daging. Petani peternak sapi di pedesan pada

umumnya menjual ternaknya ke pedagang pengumpul di tingkat desa, untuk

seterusnya dibawa atau dijualkan ke pasar hewan atau ke pedagang lainnya di

tingkat kecamatan. Pedagang perantara pemasaran ternak dari kota besar

datang membeli ternak sapi potong di pasar hewan, untuk selanjutnya dijual

kepada penjagal di RPH atau kepada agen penjual daging, seterusnya

didistribusikan ke penjual daging di pasar, kemudian dibeli oleh konsumen akhir.

Sistem penjualan ternak sapi seperti terurai diatas telah berlangsung lama tanpa

ada suatu perubahan, dari penjangnya mata rantai pemasaran tersebut.

Pembiayaan dan keuntungan setiap pelaku dalam mata rantai pemasaran yang

panjang akan menjadi pengurang perolehan peternak sebagai produsen.

Perkiraan keuntungan yang diperoleh seluruh pelaku dalam mata rantai tersebut

tidak kurang dari Rp. 1 juta, atau sebesar 20% dari harga rata-rata jual ditingkat

peternak sebesar Rp. 5 juta per ekor. Penentuan harga jual ternak di tingkat

petani peternak sapi dilakukan dengan sistem taksiran, yang kecenderungannya

merugikan pihak peternak, sehingga menambah penderitan petani peternak.

Hasil kajian Hasnudi (2004) juga memperlihatkan bahwa ada

pertimbangan ekonomis lainnya dari peternak yang memilih konsumen bisnis /

Page 163: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

140

konsumen akhir ternak sapi sekaligus penjagal, yaitu ketika uang hasil menjual

ternak sapi tidak diminta secara keseluruhan, maka uang tersebut dititipkan pada

konsumen akhir sebagai tabungan. Peternak merasa cukup membawa uang

sesuai kebutuhannya, jika ternak sapi yang dipelihara adalah satu-satunya, maka

kelebihan dari uang yang diminta diwujudkan dalam bentuk sapi bibit. Bila, petani

peternak masih memiliki sapi yang dipelihara di rumahnya, maka kelebihan uang

dititipkan pada pedagang bersangkutan, dan akan diambil menurut kebutuhanya.

Kalau uang hasil menjual sapi tidak diambil seperlunya, dikawatirkan akan cepat

habis untuk kebutuhan yang dianggap tidak jelas. Selain itu peternak

menganggap konsumen bisnis selaku konsumen akhir ternak sapi, memiliki

kekuatan finansial yang lebih bagus dibanding pedagang perantara pemasaran

ternak sapi saja. Jumlah ternak sapi yang dimiliki konsumen bisnis selaku

konsumen akhir ternak sapi lebih banyak dibanding kepemilikan pedagang biasa,

peternak dimudahkan memilih ternak sapi bibit (kriteria bibit baik meskipun

tampilan fisik sapi terlihat kurus) dari hasil kelebihan sisa uang penjualan sapi

yang diminta dalam bentuk uang tunai sesuai kebutuhan peternak. Proses

tersebut memperlihatkan bahwa konsumen akhir ternak sapi selaku jagal ternak

sapi akan menjagal ternak sapi walau masih dapat dipelihara sebagai bibit sapi

yang baik. Berdasarkan pertimbangan tersebut sebenarnya peternak telah

melakukan proses pembelajaran ekonomi melalui sikap yang dimunculkan dalam

pemilihan ternak sapi bakalan yang masih memiliki peluang bagus untuk

dipelihara. Ternak sapi jika dipelihara dengan baik terutama pola pemberian

pakannya yang cukup bagus (bergizi), akan didapatkan compensatory growth

dimana ternak sapi potong tersebut akan mengalami fase pertumbuhan

(pertambahan) bobot badan yang naik cukup signifikan akibat suplai pemberian

pakan yang lebih berkualitas.

Page 164: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

141

5.3.2. Pendekatan Matematis

Struktur pasar pada bagian selanjutnya adalah mengkaji secara

matematis melalui pendekatan konsentrasi rasio. Konsentrasi rasio adalah rasio

antara jumlah komoditas yang dibeli dengan jumlah yang dipasarkan dan

dinyatakan dalam satuan persen. Hal ini dapat diikuti melalui hasil analisis

Tabularis pada Tabel 5.9 berikut ini.

Tabel 5.9. Perhitungan Konsentrasi Rasio

Pasar Rata-rata Volume

Yang Dibeli (Kg)

Rata-rata Volume yang dipasarkan

(Kg)

Kr (%)

Manado 295 345 85.51

Tomohon 237 280 84.71

Minahasa 306 350 87.36

Total 85.86 Sumber: Data Primer Diolah, 2016 (Lampiran 1)

Dari hasil perhitungan menghasilkan persentase Kr kumulatif pada 3

(tiga) pasar ternak sapi adalah 85.86 persen, menunjukkan bahwa struktur pasar

cenderung mengarah pada pasar oligopsoni konsentrasi tinggi. Persentase Kr

kumulatif pada pasar ternak sapi di Minahasa adalah 87.36 persen, menunjukan

bahwa struktur pasar cenderung mengarah pada pasar oligopsoni konsentrasi

tinggi. Persentase Kr kumulatif pada pasar ternak sapi di kota Manado adalah

85.51 persen, menunjukan bahwa struktur pasar cenderung mengarah pada

pasar oligopsoni konsentrasi tinggi. Persentase Kr kumulatif pada pasar

Tomohon adalah 84.71 persen, menunjukkan bahwa struktur pasar cenderung

mengarah pada pasar oligopsoni konsentrasi tinggi.

Pengukuran selanjutnya adalah elastisitas transmisi. Analisis transmisi

harga untuk mengetahui respon harga ternak sapi di tingkat petani peternak

produsen karena perubahan harga di tingkat konsumen bisnis yang merupakan

Page 165: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

142

konsumen akhir ternak sapi. Hasil analisis dengan menggunakan alat analisis

regresi linier berganda terhadap data penelitian, terlihat pada Tabel 5.10 Tabel

5.12 (Lampiran 2) sebagai berikut:

Tabel 5.10. Hasil Analisis Transmisi Harga di Pasar Manado

Variabel B P-value Keputusan Interval Konfidensi

Persamaan 1: Pf Konstanta -1.447 Ln Pr (Harga di tingkat konsumen akhir ternak sapi) 0.646 0.008 Signifikan (0.192; 1.100)

Ln Pp (harga di tingkat pedagang perantara pemasaran) 0.469 0.017 Signifikan (0.094; 0.844)*)

Variabel Dependen : Ln Pf (Harga di tingkat Produsen) R2

Pf = 67.1% Persamaan 2: Pp Konstanta 3.819 Ln Pr (Harga di tingkat konsumen akhir ternak sapi) 0.656 0.014 Signifikan (0.151; 1.159)

Variabel Dependen : Ln Pp (Harga di tingkat Pedagang Perantara Pemasaran) R2

Pp = 29.3% Sumber : Data Primer Diolah, 2016 (Lampiran 2) Keterangan: Tanda*) menyatakan efisien (angka 1 ada dalam interval konfidensi)

Persamaan analisis transmisi harga di Pasar Manado sebagai berikut:

Ln Pf = -1.447 + 0.646 Ln Pr + 0.469 Ln Pp

Ln Pp = 3.819 + 0.656 Ln Pr

Pengujian kesesuaian model melalui analisis path menggunakan

koefisien determinasi total (R2total), dengan formulasi sebagai berikut: Angka

koefisien determinasi (R2Pf) pada Pasar Manado sebesar 67.1% mengindikasikan

bahwa harga ternak sapi di tingkat produsen dipengaruhi sebesar 67.1% oleh

harga ternak sapi di tingkat konsumen akhir, dan harga ternak sapi di tingkat

pedagang perantara pemasaran. Angka koefisien determinasi (R2Pp) pada Pasar

di Manado sebesar 29.3% mengindikasikan bahwa harga ternak sapi di tingkat

pedagang perantara pemasaran dipengaruhi sebesar 29.3% oleh harga ternak

Page 166: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

143

sapi di tingkat konsumen akhir. Dengan demikian koefisien determinasi total

sebagai berikut:

R2total = 1 (1 R2

Pf) (1 R2Pp) = 1 (1 0.671) (1 0.293) = 0.767 = 76.7%

Angka koefisien determinasi total sebesar 76.7%, artinya sebesar 76.7% analisis

path mampu menjelaskan keragaman data awal, dan sisanya 23.3% yang tidak

mampu dijelaskan oleh model analisis path. Angka R2total>0.75 atau 75% menurut

Hair dan Ringle (2011) menunjukkan bahwa model yang diperoleh telah

memenuhi goodness of fit (R2total= 76.7% > 75%). Artinya model analisis path

yang diperoleh layak untuk digunakan untuk pengujian hipotesis pada tahapan

selanjutnya.

Hasil analisis menunjukkan bahwa besarnya koefisien regresi harga

ternak sapi di tingkat konsumen akhir dengan harga ternak sapi di tingkat

produsen ( 1) adalah sebesar 0.646, dan hasil pengujian memperlihatkan P-

value sebesar 0.008 < 0.05, mengindikasikan harga ternak sapi di tingkat

konsumen akhir menentukan harga ternak sapi di tingkat produsen. Besarnya

koefisien bertanda positif mengindikasikan semakin tinggi harga ternak sapi di

tingkat konsumen akhir pada Pasar ternak Sapi di Manado berpengaruh

terhadap tingginya harga ternak sapi di tingkat produsen.

Elastisitas transmisi harga ternak sapi antara produsen dengan

konsumen akhir sebesar 0.646. Jika dikaitkan dengan hipotesis 1 = 1, dengan

interval konfidensi sebesar (0.192; 1.100), angka 1 = 1 berada dalam interval

konfidensi tersebut, dengan demikian hipotesis 1 = 1 diterima. Mengingat

elastisitasi transmisi 1= 1 mengindikasikan bahwa model pemasaran ternak sapi

pada transmisi harga di tingkat produsen ke tingkat konsumen akhir pada Pasar

di Manado adalah tidak efisien. Mengingat transmisi tidak efisien, maka apabila

Page 167: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

144

terjadi kenaikan harga sebesar 1% di tingkat konsumen akhir, maka akan

menaikkan harga ternak sapi sebesar 1% di tingkat produsen.

Hasil analisis menunjukkan bahwa besarnya koefisien regresi harga

ternak sapi di tingkat pedagang perantara pemasaran dengan harga ternak sapi

di tingkat produsen ( 2) adalah sebesar 0.469, dan hasil pengujian

memperlihatkan P-value sebesar 0.017 < 0.05, mengindikasikan harga ternak

sapi di tingkat pedagang perantara pemasaran menentukan harga ternak sapi di

tingkat produsen. Besarnya koefisien bertanda positif mengindikasikan semakin

tinggi harga ternak sapi di tingkat pedagang perantara pemasaran pada Pasar

ternak Sapi di Manado berpengaruh tingginya harga ternak sapi di tingkat

produsen.

Elastisitas transmisi harga ternak sapi antara produsen dengan perantara

pemasaran sebesar 0.469. Jika dikaitkan dengan hipotesis 2 = 1, dengan

interval konfidensi sebesar (0.094; 0.844), angka 2 = 1 tidak berada dalam

interval konfidensi tersebut, dengan demikian hipotesis 2 = 1 ditolak. Elastisitasi

transmisi 2 1 mengindikasikan bahwa model pemasaran ternak sapi pada

transmisi harga di tingkat produsen ke tingkat pedagang perantara pemasaran di

Pasar Manado adalah efisien. Elastisitas transmisi harga ternak sapi sebesar

0.469 mengindikasikan apabila terjadi kenaikan harga sebesar 1% di tingkat

pedagang perantara pemasaran, akan menaikkan harga sebesar 0.469% di

tingkat produsen.

Hasil analisis menunjukkan bahwa besarnya koefisien regresi harga

ternak sapi di tingkat konsumen akhir dengan harga ternak sapi di tingkat

perantara ( 3) adalah sebesar 0.655, dan hasil pengujian memperlihatkan P-

value sebesar 0.014 < 0.05, mengindikasikan harga ternak sapi di tingkat

konsumen akhir menentukan harga ternak sapi di tingkat pedagang perantara

Page 168: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

145

pemasaran ternak sapi. Besarnya koefisien bertanda positif mengindikasikan

semakin tinggi harga ternak sapi di tingkat konsumen akhir pada Pasar ternak

Sapi di Manado berpengaruh tingginya harga ternak sapi di tingkat pedagang

perantara pemasaran ternak sapi di Manado.

Elastisitas transmisi harga ternak sapi antara pedagang perantara

pemasaran dengan konsumen akhir ternak sapi sebesar 0.655. Jika dikaitkan

dengan hipotesis 3 = 1, dengan interval konfidensi sebesar (0.151; 1.159),

angka 3 = 1 berada dalam interval konfidensi tersebut, dengan demikian

hipotesis 3 = 1 diterima. Mengingat elastisitasi transmisi 3= 1 mengindikasikan

bahwa model pemasaran ternak sapi pada transmisi harga di tingkat pedagang

perantara pemasaran ke tingkat konsumen akhir di Pasar Manado adalah tidak

efisien. Mengingat transmisi tidak efisien, maka bila terjadi kenaikan harga

sebesar 1% di tingkat konsumen akhir, akan menaikkan harga ternak sapi

sebesar 1% di tingkat pedagang perantara pemasaran ternak sapi. Secara

deskriptif, hal ini dapat digambarkan lewat Gambar 5.12. sebagai berikut :

Harga ternak sapi di tingkat perantara

konsumen akhir (Pr)

Harga ternak sapi di tingkat perantara pemasaran (Pp)

Harga ternak sapi di tingkat produsen (Pf)

Efisien

Tidak Efisien

Gambar 5.12. Hasil Analisis Path: Elastisitas Transmisi di Pasar Manado

Dari ketiga hasil di atas, pemasaran ternak sapi potong di Pasar Manado

efisien jika menilik nilai elastisitas transmisi harga dari pedagang perantara

Page 169: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

146

pemasaran ternak sapi ke produsen ternak sapi (petani peternak sapi), akan

tetapi tidak efisien untuk harga elastisitas transmisi harga dari konsumen akhir

ternak sapi ke produsen / petani peternak sapi, dan konsumen bisnis selaku

konsumen akhir ternak sapi ke pedagang perantara pemasaran ternak sapi.

Hasil analisis transmisi harga ternak sapi di pasar Tomohon dapat diikuti

pada Tabel 5.11 berikut ini :

Tabel 5.11. Hasil Analisis Transmisi Harga di Pasar Tomohon

Variabel B P-value

Keputusan Interval Konfidensi

Persamaan 1: Pf Konstanta -0.880 Ln Pr (Harga di tingkat konsumen akhir ternak sapi) 0.448 0.017 Signifikan (0.089; 0.807)*

Ln Pp (harga di tingkat perantara pemasaran) 0.617 0.002 Signifikan (0.263; 0.971)*

Variabel Dependen : Ln Pf (Harga di tingkat Produsen ternak sapi) R2

Pf = 70.4% Persamaan 2: Pp Konstanta 5.461 Ln Pr (Harga di tingkat konsumen akhir ternak sapi) 0.510 0.024 Signifikan (0.077; 0.944)*

Variabel Dependen : Ln Pp (Harga di tingkat Perantara pemasaran ternak sapi) R2

Pp = 25.4% Sumber: Data Primer Diolah, 2016 (Lampiran 2) Keterangan: Tanda * menyatakan efisien (angka 1 ada dalam interval konfidensi)

Persamaan analisis transmisi harga di Pasar Tomohon sebagai berikut:

Ln Pf = -0.880 + 0.448 Ln Pr + 0.617 Ln Pp

Ln Pp = 5.461 + 0.510 Ln Pr

Pengujian kesesuaian model analisis path menggunakan koefisien

determinasi total (R2total), dengan formulasi sebagai berikut: Angka koefisien

determinasi (R2Pf) pada Pasar Tomohon sebesar 70.4% mengindikasikan bahwa

harga ternak sapi di tingkat produsen dipengaruhi sebesar 70.4% oleh harga

Page 170: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

147

ternak sapi di tingkat konsumen akhir, dan harga ternak sapi di tingkat pedagang

perantara pemasaran. Angka koefisien determinasi (R2Pp) pada Pasar Tomohon

sebesar 25.4% mengindikasikan bahwa harga ternak sapi di tingkat pedagang

perantara pemasaran ternak sapi dipengaruhi sebesar 25.4% oleh harga ternak

sapi di tingkat konsumen akhir. Dengan demikian koefisien determinasi total

sebagai berikut:

R2total = 1 (1 R2

Pf) (1 R2Pp) = 1 (1 0.704) (1 0.254) = 0.779 = 77.9%

Angka koefisien determinasi total sebesar 77.9%, artinya sebesar 77.9% analisis

path mampu menjelaskan keragaman data awal, dan sisanya 22.1% yang tidak

mampu dijelaskan oleh model analisis path. Angka R2total>0.75 atau 75% menurut

Hair dan Ringle (2011) menunjukkan bahwa model yang diperoleh telah

memenuhi goodness of fit (R2total= 77.9% > 75%). Artinya model analis path yang

diperoleh layak digunakan untuk pengujian hipotesis pada tahapan selanjutnya.

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa besarnya koefisien regresi

harga ternak sapi di tingkat konsumen akhir dengan harga ternak sapi di tingkat

produsen ( 1) adalah sebesar 0.448, dan hasil pengujian memperlihatkan P-

value sebesar 0.017 < 0.05, mengindikasikan harga ternak sapi di tingkat

konsumen akhir menentukan harga ternak sapi di tingkat produsen. Besarnya

koefisien bertanda positif mengindikasikan semakin tinggi harga ternak sapi pada

tingkat konsumen akhir di Pasar ternak Sapi Tomohon berpengaruh terhadap

tingginya harga ternak sapi di tingkat produsen.

Elastisitas transmisi harga ternak sapi antara produsen dengan

konsumen akhir sebesar 0.448. Jika dikaitkan dengan hipotesis 1 = 1, dengan

interval konfidensi sebesar (0.089; 0.807), angka 1 = 1 tidak berada dalam

interval konfidensi tersebut, dengan demikian hipotesis 1 = 1 ditolak. Mengingat

elastisitasi transmisi 1 1 mengindikasikan bahwa model pemasaran ternak sapi

Page 171: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

148

pada transmisi harga di tingkat produsen ke tingkat konsumen akhir ternak sapi

di Pasar Tomohon adalah efisien. Elastisitas transmisi harga ternak sapi sebesar

0.448 mengindikasikan apabila terjadi kenaikan harga sebesar 1% di tingkat

konsumen akhir, maka akan menaikkan harga ternak sapi sebesar 0.448% di

tingkat produsen ternak sapi.

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa besarnya koefisien regresi

harga ternak sapi di tingkat pedagang perantara pemasaran dengan harga

ternak sapi di tingkat produsen ( 2) adalah sebesar 0.617, dan hasil pengujian

memperlihatkan P-value sebesar 0.002 < 0.05, mengindikasikan harga ternak

sapi di tingkat pedagang perantara pemasaran menentukan harga ternak sapi di

tingkat produsen ternak sapi. Besarnya koefisien bertanda positif

mengindikasikan semakin tinggi harga ternak sapi di tingkat pedagang perantara

pemasaran ternak sapi di Pasar ternak Sapi Tomohon berpengaruh terhadap

tingginya harga ternak sapi di tingkat produsen ternak sapi.

Elastisitas transmisi harga ternak sapi antara produsen dengan pedagang

perantara pemasaran sebesar 0.617. Jika dikaitkan dengan hipotesis 2 = 1,

dengan interval konfidensi sebesar (0.263; 0.971), angka 2 = 1 tidak berada

dalam interval konfidensi tersebut, dengan demikian hipotesis 2 = 1 ditolak.

Mengingat elastisitasi transmisi 2 1 mengindikasikan bahwa model pemasaran

ternak sapi pada transmisi harga di tingkat produsen ke tingkat pedagang

perantara pemasaran di Pasar Tomohon adalah efisien. Elastisitas transmisi

harga ternak sapi sebesar 0.617 mengindikasikan apabila terjadi kenaikan harga

sebesar 1% di tingkat pedagang perantara pemasaran, maka akan menaikkan

harga ternak sapi sebesar 0.617% di tingkat produsen ternak sapi.

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa besarnya koefisien regresi

harga ternak sapi sapi di tingkat konsumen akhir dengan harga ternak sapi di

Page 172: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

149

tingkat pedagang perantara pemasaran ( 3) adalah sebesar 0.510, dan hasil

pengujian memperlihatkan P-value sebesar 0.024 < 0.05, mengindikasikan harga

ternak sapi di tingkat konsumen akhir menentukan harga ternak sapi di tingkat

pedagang perantara pemasaran ternak sapi. Besarnya koefisien bertanda positif

mengindikasikan semakin tinggi harga ternak sapi di tingkat konsumen akhir di

Pasar ternak Sapi Tomohon berpengaruh tingginya harga ternak sapi di tingkat

pedagang perantara pemasaran ternak sapi di kota Tomohon.

Elastisitas transmisi harga ternak sapi antara pedagang perantara

pemasaran dengan konsumen akhir ternak sapi sebesar 0.510. Jika dikaitkan

dengan hipotesis 3 = 1, dengan interval konfidensi sebesar (0.077; 0.944),

angka 3 = 1 tidak berada dalam interval konfidensi tersebut, dengan demikian

hipotesis 3 = 1 ditolak. Mengingat elastisitasi transmisi 3 1 mengindikasikan

bahwa model pemasaran ternak sapi pada transmisi harga di tingkat pedagang

perantara pemasaran ke tingkat konsumen akhir ternak sapi di Pasar Tomohon

adalah efisien. Elastisitas transmisi harga ternak sapi sebesar 0.510

mengindikasikan apabila terjadi kenaikan harga sebesar 1% di tingkat konsumen

akhir, maka akan menaikkan harga ternak sapi sebesar 0.510% di tingkat

pedagang perantara pemasaran ternak sapi.

Harga ternak sapi di tingkat perantara

konsumen akhir (Pr)

Harga ternak sapi di tingkat perantara pemasaran (Pp)

Harga ternak sapi di tingkat produsen (Pf)

Gambar 5.13. Hasil Analisis Path: Elastisitas Transmisi di Pasar Tomohon

Page 173: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

150

Dari ketiga hasil di atas, pemasaran ternak sapi potong di Pasar Tomohon efisien

jika menilik nilai elastisitas transmisi harga dari produsen ke pedagang perantara

pemasaran ternak sapi, produsen ke konsumen bisnis / konsumen akhir ternak

sapi, dan pedagang perantara pemasaran ke konsumen bisnis selaku konsumen

akhir ternak sapi.

Hasil analisis statistik terhadap transmisi harga ternak sapi pada pasar

ternak sapi di Minahasa, dapat diikuti Tabel 5.12 berikut ini.

Tabel 5.12. Hasil Analisis Transmisi Harga di Pasar Minahasa

Variabel B P-Value Keputusan Interval Konfidensi

Persamaan 1: Pf Konstanta -1.354 Ln Pr (Harga di tingkat konsumen akhir ternak sapi) 0.574 0.016 Signifikan (0.121; 1.028)

Ln Pp (harga di tingkat pedagang perantara pemasaran) 0.531 0.012 Signifikan (0.135; 0.928)*

Variabel Dependen : Ln Pf (Harga di tingkat Produsen) R2

Pf = 65.5% Persamaan 2: Pp Konstanta 4.385 Ln Pr (Harga di tingkat konsumen akhir ternak sapi) 0.606 0.016 SIgnifikan (0.126; 1.086)

Variabel Dependen : Ln Pp (Harga di tingkat Pedagang Perantara Pemasaran) R2

Pp = 28.1% Sumber: Data Primer Diolah, 2016 (Lampiran 2)

Keterangan: Tanda * menyatakan efisien (angka 1 ada dalam interval konfidensi)

Persamaan analisis transmisi harga di Pasar Minahasa sebagai berikut:

Ln Pf = -1.354 + 0.574 Ln Pr + 0.531 Ln Pp

Ln Pp = 4.385 + 0.606 Ln Pr

Pengujian kesesuaian model menggunakan analisis path menggunakan

koefisien determinasi total (R2total), dengan formulasi sebagai berikut: Angka

koefisien determinasi (R2Pf) pada Pasar Minahasa sebesar 65.5%

mengindikasikan bahwa harga ternak sapi di tingkat produsen ternak sapi

Page 174: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

151

dipengaruhi sebesar 65.5% oleh harga ternak sapi di tingkat konsumen akhir

ternak sapi, dan harga ternak sapi di tingkat pedagang perantara pemasaran.

Angka koefisien determinasi (R2Pp) pada Pasar Minahasa sebesar 28.1%

mengindikasikan bahwa harga ternak sapi di tingkat pedagang perantara

pemasaran dipengaruhi sebesar 28.1% oleh harga ternak sapi di tingkat

konsumen akhir ternak sapi. Dengan demikian koefisien determinasi total

sebagai berikut:

R2total = 1 (1 R2

Pf) (1 R2Pp) = 1 (1 0.6755) (1 0.2813) = 0.752 = 75.2%

Angka koefisien determinasi total sebesar 75.2%, artinya sebesar 75.2% analisis

path mampu menjelaskan keragaman data awal, dan sisanya 24.8% yang tidak

mampu dijelaskan oleh model analisis path. Angka R2total>0.75 atau 75% menurut

Hair dan Ringle (2011) menunjukkan bahwa model yang diperoleh telah

memenuhi goodness of fit (R2total= 75.2% > 75%). Artinya model analis path yang

diperoleh layak untuk digunakan untuk pengujian hipotesis pada tahapan

selanjutnya.

Hasil analisis menunjukkan bahwa besarnya koefisien regresi harga

ternak sapi di tingkat konsumen akhir dengan harga ternak sapi di tingkat

produsen ( 1) adalah sebesar 0.574, dan hasil pengujian memperlihatkan P-

value sebesar 0.016 < 0.05, mengindikasikan harga ternak sapi di tingkat

konsumen akhir menentukan harga ternak sapi di tingkat produsen. Besarnya

koefisien bertanda positif mengindikasikan semakin tinggi harga ternak sapi di

tingkat konsumen akhir di Pasar ternak Sapi Minahasa berpengaruh tingginya

harga ternak sapi di tingkat produsen ternak sapi.

Elastisitas transmisi harga ternak sapi antara produsen dengan

konsumen akhir ternak sapi sebesar 0.574. Jika dikaitkan dengan hipotesis 1 =

1, dengan interval konfidensi sebesar (0.121; 1.028), angka 1 = 1 berada dalam

Page 175: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

152

interval konfidensi tersebut, dengan demikian hipotesis 1 = 1 diterima.

Mengingat elastisitasi transmisi 1 = 1 mengindikasikan bahwa model pemasaran

ternak sapi pada transmisi harga di tingkat produsen ke tingkat konsumen akhir

di Pasar Minahasa adalah tidak efisien. Mengingat transmisi tidak efisien, maka

apabila terjadi kenaikan harga sebesar 1% di tingkat konsumen akhir, maka akan

menaikkan harga ternak sapi sebesar 1% di tingkat produsen ternak sapi.

Hasil analisis menunjukkan bahwa besarnya koefisien regresi harga

ternak sapi di tingkat pedagang perantara pemasaran dengan harga ternak sapi

di tingkat produsen ( 2) sebesar 0.531, memperlihatkan P-value sebesar 0.012 <

0.05, mengindikasikan harga ternak sapi di tingkat pedagang perantara

pemasaran menentukan harga ternak sapi di tingkat produsen ternak sapi.

Besarnya koefisien bertanda positif mengindikasikan semakin tinggi harga ternak

sapi di tingkat perantara pemasaran di Pasar ternak Sapi di Minahasa

berpengaruh tingginya harga ternak sapi di tingkat produsen ternak sapi.

Elastisitas transmisi harga ternak sapi antara produsen dengan pedagang

perantara pemasaran sebesar 0.531. Jika dikaitkan dengan hipotesis 2 = 1,

dengan interval konfidensi sebesar (0.135; 0.928), angka 2 = 1 tidak berada

dalam interval konfidensi tersebut, dengan demikian hipotesis 2 = 1 ditolak.

Mengingat elastisitasi transmisi 2 1 mengindikasikan bahwa model pemasaran

ternak sapi pada transmisi harga di tingkat produsen ke tingkat pedagang

perantara pemasaran di Pasar Minahasa adalah efisien. Elastisitas transmisi

harga ternak sapi sebesar 0.531 mengindikasikan apabila terjadi kenaikan harga

ternak sapi sebesar 1% di tingkat pedagang perantara pemasaran, maka akan

menaikkan harga ternak sapi sebesar 0.469% di tingkat produsen ternak sapi.

Hasil analisis menunjukkan bahwa besarnya koefisien regresi harga

ternak sapi di tingkat konsumen akhir dengan harga ternak sapi di tingkat

Page 176: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

153

pedagang perantara pemasaran ( 3) adalah sebesar 0.606, dan hasil pengujian

memperlihatkan P-value sebesar 0.016 < 0.05, mengindikasikan harga ternak

sapi di tingkat konsumen akhir menentukan harga ternak sapi di tingkat

pedagang perantara pemasaran ternak sapi. Besarnya koefisien bertanda positif

mengindikasikan semakin tinggi harga ternak sapi di tingkat konsumen akhir di

Pasar ternak sapi Minahasa berpengaruh tingginya harga ternak sapi di tingkat

pedagang perantara pemasaran ternak sapi.

Elastisitas transmisi harga ternak sapi antara pedagang perantara

pemasaran dengan konsumen akhir ternak sapi sebesar 0.606. Jika dikaitkan

dengan hipotesis 3 = 1, dengan interval konfidensi sebesar (0.126; 1.086),

angka 3 = 1 berada dalam interval konfidensi tersebut, dengan demikian

hipotesis 3 = 1 diterima. Mengingat elastisitasi transmisi 3 = 1 mengindikasikan

bahwa model pemasaran ternak sapi pada transmisi harga di tingkat pedagang

perantara pemasaran ke tingkat konsumen akhir ternak sapi di Pasar Minahasa

adalah tidak efisien. Mengingat transmisi tidak efisien, maka bila terjadi kenaikan

harga sebesar 1% di tingkat konsumen akhir, akan menaikkan harga ternak sapi

sebesar 1% di tingkat pedagang perantara pemasaran ternak sapi.

Harga ternak sapi di tingkat perantara

konsumen akhir (Pr)

Harga ternak sapi di tingkat perantara pemasaran (Pp)

Harga ternak sapi di tingkat produsen (Pf)

Efisien

Tidak Efisien

Gambar 5.14. Hasil Analisis Path: Elastisitas Transmisi di Pasar Minahasa

Page 177: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

154

Dari ketiga hasil di atas, pemasaran ternak sapi potong di Pasar Minahasa

efisien jika menilik nilai elastisitas transmisi harga dari pedagang perantara

pemasaran ke produsen ternak sapi, akan tetapi tidak efisien untuk harga

elastisitas transmisi harga dari konsumen akhir ke produsen ternak sapi, dan

dari konsumen akhir ke pedagang perantara pemasaran ternak sapi.

Dari Tabel 5.10 Tabel 5.12 dan Gambar 5.12 5.14 memperlhatkan

bahwa elastisitas transmisi harga di tingkat produsen ternak sapi ke konsumen

akhir ternak sapi tertinggi ada pada pasar di Manado (elastisitas 0.646), dan

terendah pada pasar di Tomohon (elastisitas 0.587). Elastisitas transmisi harga

produsen ke pedagang perantara pemasaran tertinggi ada pada pasar di

Tomohon (elastisitas 0.617), dan terendah pada pasar di Manado (elastsitas

0.469). Elastisitas transmisi harga di tingkat pedagang perantara pemasaran ke

konsumen akhir ternak sapi tertinggi adalah pada pasar Minahasa (elastisitas

0.606), dan terendah pada pasar Tomohon (elastsitas 0.510). Berbeda dengan di

kedua pasar lainnya, hanya pasar Tomohon yang menunjukkan pasar efisien

untuk transmisi harga dari produsen ke pedagang perantara pemasaran dan dari

pedagang perantara pemasaran ke konsumen akhir ternak sapi. Pasar Manado

dan Minahasa menunjukkan pasar tidak efisien untuk transmisi harga dari

konsumen akhir ke produsen maupun pedagang perantara pemasaran ternak

sapi.

Setelah mengetahui elastisitas transmisi harga ini diharapkan diperoleh

informasi yang dapat digunakan untuk memperbaiki posisi tawar menawar

produsen (peternak). Menurut Sudiyono (2001), pada umumnya posisi peternak

dalam pemasaran produk ternak sapi sangat lemah sekali, hal ini disebabkan

beberapa faktor. Pertama, bagian pangsa pasar (market share) yang dimiliki

umumnya sangat kecil, sehingga peternak bertindak sebagai penerima harga

(price taker), kedua, produk peternakan umumnya diproduksi secara masal dan

Page 178: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

155

homogen, sehingga jika petani menaikkan harga komoditinya akan

menyebabkan konsumen beralih mengkonsumsi komoditi yang dihasilkan petani

lainnya, artinya sangat lemah diferensiasi dari produk peternakan, ketiga, lokasi

produksi yang terpencil dan sulit dicapai alat transportasi yang mudah dan cepat,

empat, kurangnya informasi harga dan kualitas serta kuantitas yang diinginkan

konsumen, dan lima, adanya kredit dan pinjaman dari lembaga pemasaran

kepada peternak yang bersifat mengikat dan memberatkan peternak. Dilihat dari

koefisien determinasi (R2), respon harga ternak sapi di tingkat peternak

(produsen) karena perubahan harga di tingkat konsumen akhir selaku konsumen

bisnis berkisar di atas 90%, artinya cukup besar peranan harga komoditi di

tingkat konsumen akhir selaku konsumen bisnis ternak sapi yang menentukan

harga komoditi di tingkat produsen ternak sapi.

Pada bagian berikutnya dilakukan pengujian secara simultan pengaruh

harga ternak sapi di tingkat konsumen akhir selaku konsumen bisnis, konsentrasi

rasio, dan penawaran, serta permintaan ternak sapi terhadap harga ternak sapi

di tingkat produsen ternak sapi di tiga pasar yaitu Manado, Tomohon, dan

Minahasa. Adanya pengaruh signifikan antar variabel ditandai dengan P-value <

0.05.

Tabel 5.13. Hasil Analisis Model Simultan Pasar Manado

Variabel Koefisien P-value Keputusan Konstanta -7.240 Harga di tingkat pemasar (X1) 0.946 0.000 Signifikan Konsentrasi Rasio (X2) 0.287 0.294 Tidak signifikan Penawaran (X3) 0.098 0.018 Signifikan Permintaan (X4) 0.077 0.045 Signifikan Biaya (X5) 0.066 0.028 Signifikan Keuntungan (X6) 0.227 0.043 Signifikan

Variabel Dependen: Harga di tingkat produsen (Y) R2 = 0.775

Sumber: Data Primer Diolah, 2016 (Lampiran 3)

Page 179: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

156

Pengujian kesesuaian model menggunakan analisis path menggunakan

koefisien determinasi (R2) sebesar 77.5% mengindikasikan bahwa harga ternak

sapi di tingkat produsen dipengaruhi sebesar 77.5% oleh harga ternak sapi di

tingkat pedagang perantara pemasaran, konsentrasi rasio, penawaran,

permintaan, biaya, dan keuntungan. Angka R2>0.75 atau 75% menurut Hair dan

Ringle (2011) menunjukkan bahwa model yang diperoleh telah memenuhi

goodness of fit (R2total= 75.2% > 75%). Artinya model analis regresi yang

diperoleh layak digunakan untuk pengujian hipotesis pada tahapan selanjutnya.

Harga ternak sapi di tingkat produsen (Y)

Harga ternak sapi di tingkat pemasar (X1)

Konsentrasi Rasio (X2)

Penawaran Ternak Sapi (X3)

Permintaan Ternak Sapi (X4)

Biaya Pemasaran Ternak Sapi di tingkat

peternak (X5)

Keuntungan Pemasaran Ternak

Sapi di tingkat peternak (X6)

Signifikan

Tidak Signifikan

Gambar 5.15. Hasil Analisis Model Simultan Pasar Manado

Page 180: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

157

Persamaan simultan untuk Pasar Manado sebagai berikut:

Y = -7.240 + 0.946X1 + 0.287X2 + 0.098X3 + 0.077X4 + 0.066X5 + 0.227X6

Pengaruh harga di tingkat konsumen bisnis selaku konsumen akhir (X1)

terhadap harga di tingkat produsen (Y) sebesar 0.946, dengan P-value 0.000 <

0.05, mengindikasikan adanya pengaruh yang signifikan antara harga di tingkat

konsumen bisnis selaku konsumen akhir (X1) dengan harga di tingkat produsen

ternak sapi (Y) di Pasar Manado. Koefisien bertanda positif mengindikasikan

makin tinggi harga di tingkat konsumen bisnis selaku konsumen akhir ternak sapi

(X1), mengakibatkan makin tinggi pula harga ternak sapi di tingkat produsen (Y).

Pengaruh konsentrasi rasio (X2) terhadap harga ternak sapi di tingkat

produsen (Y) sebesar 0.287, dengan P-value 0.294 > 0.05, mengindikasikan

tidak adanya pengaruh yang signifikan antara konsentrasi rasio (X2) dengan

harga ternak sapi di tingkat produsen (Y) pada Pasar Manado. Artinya

berapapun besarnya konsentrasi rasio (X2), tidak akan menentukan tinggi

rendahnya harga ternak sapi di tingkat produsen (Y).

Pengaruh penawaran ternak sapi (X3) terhadap harga ternak sapi di

tingkat produsen (Y) sebesar 0.098, dengan P-value 0.018 < 0.05,

mengindikasikan adanya pengaruh yang signifikan antara penawaran ternak sapi

(X3) dengan harga di tingkat produsen (Y) di Pasar Manado. Mengingat koefisien

bertanda positif mengindikasikan semakin tinggi penawaran ternak sapi (X3),

akan mengakibatkan semakin tinggi harga ternak sapi di tingkat produsen (Y).

Pengaruh permintaan ternak sapi (X4) terhadap harga ternak sapi di

tingkat produsen (Y) sebesar 0.077, dengan P-value 0.045 < 0.05,

mengindikasikan adanya pengaruh signifikan antara permintaan ternak sapi (X4)

dengan harga ternak di tingkat produsen (Y) di Pasar Manado. Mengingat

koefisien bertanda positif mengindikasikan semakin tinggi permintaan ternak sapi

(X4), akan mengakibatkan semakin tinggi pula harganya di tingkat produsen (Y).

Page 181: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

158

Pengaruh biaya yang dikeluarkan (X5) terhadap harga di tingkat

produsen (Y) sebesar 0.066, dengan P-value 0.028 < 0.05, mengindikasikan

adanya pengaruh signifikan antara biaya yang dikeluarkan (X5) dengan harga

ternak sapi di tingkat produsen (Y) di Pasar Manado. Koefisien bertanda positif

mengindikasikan semakin tinggi biaya pemasaran yang dikeluarkan (X5), akan

mengakibatkan semakin tinggi pula harga ternak sapi di tingkat produsen (Y).

Pengaruh keuntungan yang diperoleh (X6) terhadap harga ternak sapi di

tingkat produsen (Y) sebesar 0.227, dengan P-value 0.043 < 0.05,

mengindikasikan adanya pengaruh signifikan antara keuntungan yang diperoleh

(X6) dengan harga ternak sapi di tingkat produsen (Y) di Pasar Manado.

Mengingat koefisien bertanda positif mengindikasikan semakin tinggi keuntungan

yang diperoleh (X6), mengakibatkan semakin tinggi pula harga ternak sapi di

tingkat produsen (Y). Dari keenam variabel independen, lima diantaranya

signifikan sebagai penentu harga ternak sapi di tingkat produsen (Y) di Pasar

Manado, yaitu harga di tingkat konsumen bisnis selaku konsumen akhir (X1),

penawaran (X3), permintaan (X4), biaya (X5), serta keuntungan (X6) di pasar

Manado.

Tabel 5.14. Hasil Analisis Model Simultan Pasar Tomohon

Variabel Koefisien P-value Keputusan Konstanta -3.214 Harga di tingkat konsumen akhir (X1) 0.632 0.001 Signifikan Konsentrasi Rasio (X2) 0.257 0.339 Tidak signifikan Penawaran (X3) 0.114 0.007 Signifikan Permintaan (X4) 0.085 0.039 Signifikan Biaya (X5) 0.093 0.003 Signifikan Keuntungan (X6) 0.165 0.017 Signifikan

Variabel Dependen: Harga di tingkat produsen ternak sapi (Y) R2 = 0.787

Sumber: Data Primer Diolah, 2016 (Lampiran 3)

Page 182: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

159

Pengujian kesesuaian model menggunakan analisis path dengan

koefisien determinasi (R2) sebesar 78.7% mengindikasikan bahwa harga ternak

sapi di tingkat produsen dipengaruhi sebesar 78.7% oleh harga ternak sapi di

tingkat pedagang perantara pemasaran, konsentrasi rasio, penawaran,

permintaan, biaya, dan keuntungan. Angka R2 > 0.75 atau 75% menurut Hair dan

Ringle (2011) menunjukkan bahwa model yang diperoleh telah memenuhi

goodness of fit (R2total = 78.7% > 75%). Artinya model analis regresi yang

diperoleh layak digunakan untuk pengujian hipotesis pada tahapan selanjutnya.

Harga ternak sapi di tingkat produsen (Y)

Harga ternak sapi di tingkat pemasar (X1)

Konsentrasi Rasio (X2)

Penawaran Ternak Sapi (X3)

Permintaan Ternak Sapi (X4)

Biaya Pemasaran Ternak Sapi di tingkat

peternak (X5)

Keuntungan Pemasaran Ternak

Sapi di tingkat peternak (X6)

Signifikan

Tidak Signifikan

Gambar 5.16. Hasil Analisis Model Simultan Pasar Tomohon

Page 183: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

160

Persamaan simultan untuk Pasar Tomohon sebagai berikut:

Y = -3.214 + 0.632X1 + 0.257X2 + 0.114X3 + 0.085X4 + 0.093X5 + 0.165X6

Pengaruh harga di tingkat konsumen bisnis selaku konsumen akhir ternak

sapi (X1) terhadap harga di tingkat produsen ternak sapi (Y) sebesar 0.632,

dengan P-value 0.001 < 0.05, mengindikasikan pengaruh signifikan antara harga

ternak sapi di tingkat konsumen akhir (X1) dengan harga di tingkat produsen

ternak sapi (Y) di Pasar Tomohon. Mengingat koefisien bertanda positif

mengindikasikan makin tinggi harga ternak sapi di tingkat konsumen akhir (X1),

mengakibatkan semakin tinggi pula harga ternak sapi di tingkat produsen (Y).

Pengaruh konsentrasi rasio (X2) terhadap harga ternak sapi di tingkat

produsen (Y) sebesar 0.257, dengan P-value 0.339 > 0.05, mengindikasikan

tidak adanya pengaruh yang signifikan antara konsentrasi rasio (X2) dengan

harga ternak sapi di tingkat produsen (Y) di Pasar Tomohon. Artinya berapapun

besarnya konsentrasi rasio (X2), tidak akan menentukan tinggi rendahnya harga

ternak sapi di tingkat produsen (Y).

Pengaruh penawaran ternak sapi (X3) pada harga ternak sapi di tingkat

produsen (Y) sebesar 0.098, dengan P-value 0.007 < 0.05, mengindikasikan

adanya pengaruh signifikan antara penawaran ternak sapi (X3) dengan harga

ternak sapi di tingkat produsen (Y) di Pasar Tomohon. Mengingat koefisien

bertanda positif mengindikasikan semakin tinggi penawaran ternak sapi (X3),

akan mengakibatkan makin tinggi pula harga ternak sapi di tingkat produsen (Y).

Pengaruh permintaan (X4) terhadap harga ternak sapi di tingkat produsen

(Y) sebesar 0.085, dengan P-value 0.039 < 0.05, mengindikasikan adanya

pengaruh yang signifikan antara permintaan ternak sapi (X4) dengan harga

ternak sapi di tingkat produsen (Y) di Pasar Tomohon. Mengingat koefisien

bertanda positif mengindikasikan semakin tinggi permintaan ternak sapi (X4),

mengakibatkan semakin tinggi pula harga ternak sapi di tingkat produsen (Y).

Page 184: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

161

Pengaruh biaya pemasaran yang dikeluarkan (X5) terhadap harga ternak

sapi di tingkat produsen (Y) sebesar 0.093, dengan P-value 0.003 < 0.05,

mengindikasikan adanya pengaruh signifikan antara biaya pemasaran yang

dikeluarkan (X5) dengan harga ternak sapi di tingkat produsen (Y) di Pasar

Tomohon. Koefisien bertanda positif mengindikasikan makin tinggi biaya yang

dikeluarkan (X5), akan mengakibatkan semakin tinggi pula harga ternak sapi di

tingkat produsen (Y).

Pengaruh keuntungan yang diperoleh (X6) terhadap harga ternak sapi di

tingkat produsen (Y) sebesar 0.165, dengan P-value 0.017 < 0.05,

mengindikasikan adanya pengaruh yang signifikan antara keuntungan yang

diperoleh (X6) dengan harga ternak sapi di tingkat produsen (Y) di Pasar

Tomohon. Mengingat koefisien bertanda positif mengindikasikan semakin tinggi

keuntungan yang diperoleh (X6), akan mengakibatkan semakin tinggi pula harga

ternak sapi di tingkat produsen (Y). Dari keenam variabel independen, lima

diantaranya signifikan sebagai penentu harga di tingkat produsen (Y) di Pasar

Tomohon, yaitu harga di tingkat konsumen akhir ternak sapi (X1), penawaran

(X3), permintaan (X4), biaya (X5), serta keuntungan (X6) di pasar Tomohon.

Tabel 5.15. Hasil Analisis Model Simultan Pasar Minahasa

Variabel Koefisien P-value Keputusan Konstanta -4.988 Harga di tingkat konsumen akhir ternak sapi (X1) 0.602 0.012 Signifikan Konsentrasi Rasio (X2) 0.314 0.307 Tidak signifikan Penawaran (X3) 0.087 0.048 Signifikan Permintaan (X4) 0.123 0.012 Signifikan Biaya (X5) 0.096 0.010 Signifikan Keuntungan (X6) 0.272 0.013 Signifikan

Variabel Dependen: Harga di tingkat produsen ternak sapi (Y) R2 = 0.772

Sumber: Data Primer Diolah, 2016 (Lampiran 3)

Page 185: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

162

Pengujian kesesuaian model menggunakan analisis path menggunakan

koefisien determinasi (R2) sebesar 77.2% mengindikasikan bahwa harga ternak

sapi di tingkat produsen dipengaruhi sebesar 77.2% oleh harga ternak sapi di

tingkat pedagang perantara pemasaran, konsentrasi rasio, penawaran,

permintaan, biaya, dan keuntungan. Angka R2>0.75 atau 75% menurut Hair dan

Ringle (2011) menunjukkan bahwa model yang diperoleh telah memenuhi

goodness of fit (R2total= 75.2% > 75%). Artinya model analis regresi yang

diperoleh layak digunakan untuk pengujian hipotesis pada tahapan selanjutnya.

Harga ternak sapi di tingkat produsen (Y)

Harga ternak sapi di tingkat pemasar (X1)

Konsentrasi Rasio (X2)

Penawaran Ternak Sapi (X3)

Permintaan Ternak Sapi (X4)

Biaya Pemasaran Ternak Sapi di tingkat

peternak (X5)

Keuntungan Pemasaran Ternak

Sapi di tingkat peternak (X6)

Signifikan

Tidak Signifikan

Gambar 5.17. Hasil Analisis Model Simultan Pasar Minahasa

Persamaan simultan untuk Pasar Minahasa sebagai berikut:

Y = -4.988 + 0.602X1 + 0.314X2 + 0.087X3 + 0.123X4 + 0.096X5 + 0.272X6

Page 186: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

163

Pengaruh harga di tingkat konsumen bisnis selaku konsumen akhir ternak

sapi (X1) terhadap harga ternak sapi di tingkat produsen (Y) sebesar 0.602,

dengan P-value 0.012 < 0.05, mengindikasikan adanya pengaruh yang signifikan

antara harga ternak sapi di tingkat konsumen akhir ternak sapi (X1) dengan

harga ternak sapi pada tingkat produsen (Y) di Pasar Minahasa. Mengingat

koefisien bertanda positif mengindikasikan semakin tinggi harga ternak sapi di

tingkat konsumen akhir ternak sapi (X1), akan mengakibatkan semakin tinggi

pula harga ternak sapi di tingkat produsen (Y).

Pengaruh konsentrasi rasio (X2) terhadap harga ternak sapi di tingkat

produsen (Y) sebesar 0.314, dengan P-value 0.307 > 0.05, mengindikasikan

tidak adanya pengaruh yang signifikan antara konsentrasi rasio (X2) dengan

harga ternak sapi pada tingkat produsen (Y) di Pasar Minahasa. Artinya

berapapun besarnya konsentrasi rasio (X2), tidak akan menentukan tinggi

rendahnya harga ternak sapi di tingkat produsen (Y).

Pengaruh penawaran ternak sapi (X3) terhadap harga ternak sapi di

tingkat produsen (Y) sebesar 0.087, dengan P-value 0.048 < 0.05,

mengindikasikan adanya pengaruh yang signifikan antara penawaran ternak sapi

(X3) dengan harga di tingkat produsen (Y) di Pasar Minahasa. Mengingat

koefisien bertanda positif mengindikasikan semakin tinggi penawaran ternak sapi

(X3), akan mengakibatkan semakin tinggi pula harga di tingkat produsen (Y).

Pengaruh permintaan ternak sapi (X4) terhadap harga ternak sapi di

tingkat produsen (Y) sebesar 0.123, dengan P-value 0.012 < 0.05,

mengindikasikan adanya pengaruh yang signifikan antara permintaan ternak sapi

(X4) dengan harga ternak sapi pada tingkat produsen (Y) di Pasar Minahasa.

Mengingat koefisien bertanda positif mengindikasikan semakin tinggi permintaan

ternak sapi (X4), akan mengakibatkan semakin tinggi pula harga ternak sapi di

tingkat produsen (Y).

Page 187: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

164

Pengaruh biaya yang dikeluarkan (X5) terhadap harga ternak sapi di

tingkat produsen (Y) sebesar 0.096, dengan P-value 0.010 < 0.05,

mengindikasikan adanya pengaruh yang signifikan antara biaya yang dikeluarkan

(X5) dengan harga ternak sapi pada tingkat produsen (Y) di Pasar Minahasa.

Mengingat koefisien bertanda positif mengindikasikan semakin tinggi biaya yang

dikeluarkan (X5), akan mengakibatkan semakin tinggi pula harga ternak sapi di

tingkat produsen (Y).

Pengaruh keuntungan yang diperoleh (X6) terhadap harga ternak sapi di

tingkat produsen (Y) sebesar 0.272, dengan P-value 0.013 < 0.05,

mengindikasikan adanya pengaruh yang signifikan antara keuntungan yang

diperoleh (X6) dengan harga ternak sapi pada tingkat produsen (Y) di Pasar

Minahasa. Mengingat koefisien bertanda positif mengindikasikan semakin tinggi

keuntungan yang diperoleh (X6), akan mengakibatkan semakin tinggi pula harga

harga ternak sapi di tingkat produsen (Y). Dari keenam variabel independen, lima

diantaranya signifikan sebagai penentu harga ternak sapi di tingkat produsen (Y)

di Pasar Minahasa, yaitu harga ternak sapi di tingkat konsumen bisnis selaku

konsumen akhir ternak sapi (X1), penawaran (X3), permintaan (X4), biaya (X5),

serta keuntungan (X6) di pasar Minahasa.

Hasil analisis model struktural di atas memperlihatkan bahwa harga

ternak sapi di tingkat produsen / peternak ditentukan oleh harga ternak sapi di

tingkat konsumen akhir ternak sapi, permintaan ternak sapi, penawaran ternak

sapi, biaya, serta keuntungan, akan tetapi konsentrasi rasio tidak berpengaruh

signifikan terhadap harga ternak sapi di tingkat produsen pada pasar Manado,

Tomohon, serta Minahasa.

Pada analisis tahap selanjutnya adalah melakukan pengujian Analisis

Index of Market Connection (IMC). Data yang digunakan pada penelitian ini

adalah menggunakan data harga bulanan dari harga rata-rata ternak sapi pada

Page 188: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

165

produsen dan harga rata-rata konsumen akhir ternak sapi di ketiga pasar yaitu

Manado, Tomohon, dan Minahasa tahun 2014 2015. Analisis jangka pendek

dan jangka panjang menggunakan IMC dari data time series (data bulanan)

antara harga ternak sapi pada produsen dengan harga ternak sapi pada

konsumen akhir ternak sapi dapat dilhat pada Tabel 5.16 berikut:

Tabel 5.16. Index of Market Connection (IMC) Pasar Manado

Variabel IMC Interval Konfidensi Keputusan Jangka Pendek

Konstanta -1.447 Pr (t) 0.646 (0.192; 1.100) Seimbang Pp (t) 0.469 (0.094; 0.844) Tidak Seimbang

Jangka Panjang Konstanta 4.757

Pf(t-1) 0.573 Pr (t) Pr (t-1) 0.647 (0.359; 0.935) Tidak Seimbang Pp (t) Pp (t-1) 0.336 (0.165; 0.507) Tidak Seimbang

Variabel Dependen: Pf(t) Sumber: Data Primer Diolah, 2016 (Lampiran 4)

Keterangan: Pf (t) : Harga di tingkat produsen ternak sapi bulan ini (t) Pr (t) : Harga di tingkat konsumen akhir ternak sapi bulan ini (t) Pp (t) : Harga di tingkat pedagang perantara pemasaran ternak sapi bulan ini (t) Pf(t-1) : Harga di tingkat produsen bulan sebelumnya (t-1) Pr(t) - Pr(t-1 ): Selisih Harga di tingkat konsumen akhir ternak sapi bulan ini (t)

dengan bulan sebelumnya (t-1) Pp(t) Pp(t-1 ) : Selisih Harga di tingkat pedagang perantara pemasaran bulan ini

(t) dengan bulan sebelumnya (t-1)

Page 189: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

166

Harga ternak sapi di tingkat produsen bulan ini

(Pf(t))

Harga ternak sapi di tingkat perantara

pemasaran bulan ini (Pp(t))Harga ternak sapi di

tingkat konsumen akhir bulan ini (Pr(t))

Harga ternak sapi di tingkat produsen bulan

sebelumnya (Pf-1)

Integrasi Pasar Jangka Pendek

Selisih Harga ternak sapi di tingkat konsumen akhir

bulan ini dengan bulan sebelumnya (Pr(t)-Pr(t-1))

Selisih Harga ternak sapi di tingkat perantara pemasaran bulan ini

dengan bulan sebelumnya (Pp(t)-Pp(t-1))

Integrasi Pasar Jangka Panjang

Terjadi keseimbangan

Tidak terjadi keseimbangan

Gambar 5.18. Index of Market Connection (IMC) Pasar Manado

Tabel 5.16 dan Gambar 5.18 memperlihatkan bahwa IMC jangka pendek

antara harga ternak sapi pada produsen dengan konsumen akhir ternak sapi

sebesar 0.646. Angka 1 berada dalam interval konfidensi, sehingga dapat

disimpulkan terjadi keseimbangan jangka pendek antara harga ternak sapi di

tingkat produsen dengan harga ternak sapi di tingkat konsumen akhir ternak

sapi. IMC jangka pendek antara harga ternak sapi pada produsen dengan

pedagang perantara pemasaran sebesar 0.469. Angka 1 tidak berada dalam

interval konfidensi, sehingga tidak terjadi keseimbangan jangka pendek antara

harga ternak sapi di tingkat produsen dengan harga di tingkat pedagang

perantara pemasaran ternak sapi. Hal ini menunjukkan dalam jangka pendek jika

terjadi perubahan harga pada konsumen akhir ternak sapi di pasar Manado akan

mempengaruhi perubahan harga di pasar produsen ternak sapi, tetapi tidak

berpengaruh pada pasar pedagang perantara pemasaran ternak sapi.

Page 190: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

167

IMC jangka panjang antara harga ternak sapi pada produsen dengan

konsumen akhir ternak sapi sebesar 0.647. Angka 1 tidak berada dalam interval

konfidensi, sehingga dapat disimpulkan tidak terjadi keseimbangan jangka

panjang antara harga ternak sapi di tingkat produsen dengan harga ternak sapi

di tingkat konsumen akhir ternak sapi. IMC jangka panjang antara harga ternak

sapi pada produsen dengan pedagang perantara pemasaran sebesar 0.336.

Angka 1 tidak berada dalam interval konfidensi, sehingga dapat disimpulkan

tidak terjadi keseimbangan jangka panjang antara harga ternak sapi di tingkat

produsen dengan harga ternak sapi di tingkat pedagang perantara pemasaran.

Hal ini menunjukkan dalam jangka panjang jika terjadi perubahan harga di tingkat

konsumen akhir ternak sapi maupun di tingkat pedagang perantara pemasaran di

pasar Manado, tidak akan mempengaruhi perubahan harga ternak sapi di tingkat

produsen. Hal ini berarti antara pasar produsen dengan pasar konsumen akhir

serta pedagang perantara pemasaran dalam jangka panjang tidak terintegrasi

secara sempurna, dimana harga pada kedua pasar (produsen dan konsumen

akhir ternak sapi) dalam jangka panjang tidak saling mempengaruhi. Besarnya

IMC di pasar Tomohon, dapat diikuti pada Tabel 5.17, berikut ini :

Tabel 5.17. Index of Market Connection (IMC) Pasar Tomohon

Variabel IMC Interval Konfidensi Keputusan

Jangka Pendek Konstanta -0.880

Pr(t) 0.448 (0.089; 0.807) Tidak Seimbang Pp(t) 0.617 (0.263; 0.971) Tidak Seimbang

Jangka Panjang Konstanta 2.925

Pf(t-1) 0.738 Pr(t) Pr(t-1) 0.441 (0.242; 0.641) Tidak Seimbang Pp(t) Pp(t-1) 0.330 (0.088; 0.572) Tidak Seimbang

Variabel Dependen: Pf (t) Sumber: Data Primer Diolah, 2016 (Lampiran 4)

Page 191: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

168

Keterangan: Pf (t) : Harga di tingkat produsen ternak sapi bulan ini (t) Pr (t) : Harga di tingkat konsumen akhir ternak sapi bulan ini (t) Pp (t) : Harga di tingkat pedagang perantara pemasaran ternak sapi bulan ini (t) Pf (t-1) : Harga di tingkat produsen ternak sapi bulan sebelumnya (t-1) Pr (t) - Pr (t-1): Selisih Harga ternak sapi di tingkat konsumen akhir ternak sapi

bulan ini (t) dengan bulan sebelumnya (t-1) Pp (t) Pp (t-1) : Selisih Harga di tingkat pedagagang perantara pemasaran ternak

sapi bulan ini (t) dengan bulan sebelumnya (t-1)

Harga ternak sapi di tingkat produsen bulan ini

(Pf(t))

Harga ternak sapi di tingkat perantara

pemasaran bulan ini (Pp(t))Harga ternak sapi di

tingkat konsumen akhir bulan ini (Pr(t))

Harga ternak sapi di tingkat produsen bulan

sebelumnya (Pf-1)

Integrasi Pasar Jangka Pendek

Selisih Harga ternak sapi di tingkat konsumen akhir

bulan ini dengan bulan sebelumnya (Pr(t)-Pr(t-1))

Selisih Harga ternak sapi di tingkat perantara pemasaran bulan ini

dengan bulan sebelumnya (Pp(t)-Pp(t-1))

Integrasi Pasar Jangka Panjang

Terjadi keseimbangan

Tidak terjadi keseimbangan

Gambar 5.19. Index of Market Connection (IMC) Pasar Tomohon

Tabel 5.17 dan Gambar 5.19 memperlihatkan bahwa IMC jangka pendek

antara harga ternak sapi pada produsen dengan konsumen akhir ternak sapi

sebesar 0.448. Angka 1 tidak berada dalam interval konfidensi, sehingga dapat

disimpulkan tidak terjadi keseimbangan jangka pendek antara harga ternak sapi

di tingkat produsen dengan harga ternak sapi di tingkat konsumen akhir ternak

sapi. IMC jangka pendek antara harga ternak sapi pada produsen dengan

pedagang perantara pemasaran sebesar 0.617. Angka 1 tidak berada dalam

interval konfidensi, sehingga dapat disimpulkan tidak terjadi keseimbangan

Page 192: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

169

jangka pendek antara harga ternak sapi di tingkat produsen dengan harga ternak

sapi di tingkat pedagang perantara pemasaran. Hal ini menunjukkan dalam

jangka pendek jika terjadi perubahan harga di pasar konsumen akhir ternak sapi

di pasar Tomohon akan mempengaruhi perubahan harga ternak sapi di pasar

produsen, akan tetapi tidak di pasar pedagang perantara pemasaran.

IMC jangka panjang antara harga ternak sapi pada produsen dengan

konsumen akhir ternak sapi sebesar 0.441. Angka 1 tidak berada dalam interval

konfidensi, sehingga dapat disimpulkan tidak terjadi keseimbangan jangka

panjang antara harga ternak sapi di tingkat produsen dengan harga ternak sapi

di tingkat konsumen akhir ternak sapi. IMC jangka panjang antara harga ternak

sapi pada produsen dengan pedagang perantara pemasaran sebesar 0.330.

Angka 1 tidak berada dalam interval konfidensi, sehingga dapat disimpulkan

tidak terjadi keseimbangan jangka panjang antara harga ternak sapi di tingkat

produsen dengan harga ternak sapi di tingkat pedagang perantara pemasaran.

Hal ini menunjukkan dalam jangka panjang jika terjadi perubahan harga di

tingkatr konsumen akhir maupun pedagang perantara pemasaran di pasar

Tomohon tidak akan mempengaruhi perubahan harga pada pasar di tingkat

produsen. Hal ini berarti antara harga ternak sapi pada tingkat produsen dengan

harga di tingkat konsumen akhir serta harga di tingkat pedagang perantara

pemasaran dalam jangka panjang tidak terintegrasi secara sempurna, dimana

harga ternak sapi pada kedua pasar (produsen ternak sapi dan konsumen akhir

ternak sapi) dalam jangka panjang tidak saling mempengaruhi.

Page 193: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

170

Tabel 5.18. Index of Market Connection (IMC) Pasar Minahasa

Variabel IMC Interval Konfidensi Keputusan Jangka Pendek

Konstanta -1.354 Pr(t) 0.574 (0.121; 1.028) Seimbang Pp(t) 0.531 (0.135; 0.928) Tidak Seimbang

Jangka Panjang Konstanta 5.459

Pf(t-1) 0.512 Pr(t) Pr(t-1) 0.444 (0.194; 0.694) Tidak Seimbang Pp(t) Pp(t-1) 0.551 (0.349; 0.753) Tidak Seimbang

Variabel Dependen: Pf(t) Sumber: Data Primer Diolah, 2016 (Lampiran 4)

Keterangan: Pf (t) : Harga di tingkat produsen ternak sapi bulan ini (t) Pr (t) : Harga di tingkat konsumen akhir ternak sapi bulan ini (t) Pp (t) : Harga di tingkat pedagang perantara pemasaran bulan ini (t) Pf (t-1) : Harga di tingkat produsen ternak sapi bulan sebelumnya (t-1) Pr (t) - Pr(t-1): Selisih Harga di tingkat konsumen akhir ternak sapi bulan ini (t)

dengan bulan sebelumnya (t-1) Pp(t) Pp(t-1): Selisih Harga di tingkat pedagang perantara pemasaran bulan ini (t)

dengan bulan sebelumnya (t-1)

Harga ternak sapi di tingkat produsen bulan ini

(Pf(t))

Harga ternak sapi di tingkat perantara

pemasaran bulan ini (Pp(t))Harga ternak sapi di

tingkat konsumen akhir bulan ini (Pr(t))

Harga ternak sapi di tingkat produsen bulan

sebelumnya (Pf-1)

Integrasi Pasar Jangka Pendek

Selisih Harga ternak sapi di tingkat konsumen akhir

bulan ini dengan bulan sebelumnya (Pr(t)-Pr(t-1))

Selisih Harga ternak sapi di tingkat perantara pemasaran bulan ini

dengan bulan sebelumnya (Pp(t)-Pp(t-1))

Integrasi Pasar Jangka Panjang

Terjadi keseimbangan

Tidak terjadi keseimbangan

Gambar 5.20. Index of Market Connection (IMC) Pasar Minahasa

Page 194: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

171

Integrasi jangka pendek diukur berdasarkan data penelitan pasar saat

minggu berjalan dalam bulan bersangkutan saat pengumpulan data sedangkan

integrasi jangka panjang diukur dengan memperhatikan data bulan sebelumnya

sesuai informasi dari responden..

Tabel 5.18 dan Gambar 5.20 memperlihatkan bahwa IMC jangka pendek

antara harga ternak sapi pada produsen dengan konsumen akhir ternak sapi

sebesar 0.574. Angka 1 berada dalam interval konfidensi, sehingga dapat

disimpulkan terjadi keseimbangan jangka pendek antara harga ternak sapi di

tingkat produsen ternak sapi dengan harga ternak sapi di tingkat konsumen

konsumen akhir ternak sapi. IMC jangka pendek antara harga ternak sapi pada

produsen dengan konsumen akhir ternak sapi sebesar 0.531. Angka 1 tidak

berada dalam interval konfidensi, sehingga dapat disimpulkan tidak terjadi

keseimbangan jangka pendek antara harga ternak sapi di tingkat produsen

dengan harga ternak sapi di tingkat konsumen akhir ternak sapi. Hal ini

menunjukkan dalam jangka pendek jika terjadi perubahan harga di pasar

konsumen konsumen akhir ternak sapi di pasar Minahasa akan mempengaruhi

perubahan harga di pasar produsen ternak sapi, akan tetapi tidak di pasar

konsumen akhir ternak sapi.

IMC jangka panjang antara harga ternak sapi pada produsen dengan

konsumen akhir ternak sapi sebesar 0.444. Angka 1 tidak berada dalam interval

konfidensi, sehingga dapat disimpulkan tidak terjadi keseimbangan jangka

panjang antara harga ternak sapi di tingkat produsen dengan harga ternak sapi

di tingkat konsumen akhir ternak sapi. IMC jangka panjang antara harga ternak

sapi di tingkat produsen dengan konsumen akhir ternak sapi sebesar 0.551.

Angka 1 tidak berada dalam interval konfidensi, sehingga dapat disimpulkan

tidak terjadi keseimbangan jangka panjang antara harga ternak sapi di tingkat

produsen dengan harga ternak sapi di tingkat konsumen akhir ternak sapi. Hal ini

Page 195: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

172

menunjukkan dalam jangka panjang jika terjadi perubahan harga di pasar

konsumen maupun di tingkat konsumen akhir di pasar Minahasa tidak akan

mempengaruhi perubahan harga di pasar produsen ternak sapi. Hal ini berarti

antara pasar produsen dengan konsumen akhir ternak sapi dalam jangka

panjang tidak terintegrasi secara sempurna, dimana harga pada kedua pasar

(produsen dan konsumen akhir ternak sapi) dalam jangka panjang tidak saling

mempengaruhi.

Dari hasil analisis pada Tabel 5.16 5.18 dan Gambar 5.18 5.20

memperlihatkan bahwa pada Pasar ternak sapi di Manado dan Minahasa terjadi

keseimbangan jangka pendek antara harga di tingkat produsen dengan harga di

tingkat konsumen akhir ternak sapi, akan tetapi pada ketiga pasar tidak terjadi

keseimbangan jangka panjang antara harga di tingkat produsen dengan harga

ternak sapi di tingkat konsumen akhir ternak sapi.

5.4. Model Integrasi Pemasaran

Tujuan kedua penelitian ini adalah menguji model integrasi pemasaran

sapi potong di Sulawesi Utara, khususnya pada tiga pasar yaitu Manado,

Tomohon, dan Minahasa. Alat analisis yang digunakan adalah Vector Auto

Regression (VAR). Hasil pengujian disajikan pada Lampiran 5, terangkum pada

Tabel 5.19. berikut :

Page 196: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

173

Tabel 5.19. Model Integrasi Pemasaran

Variabel Koefisien T-stat P-value Dependent: Harga Di Manado (A)

Konstanta -3512.101 HAt-1 1.158 116.556 0.000 HBt-1 0.005 0.424 0.676 HCt-1 0.011 1.045 0.309

Dependent: Harga Di Tomohon (B) Konstanta -3595.568

HAt-1 0.017 1.641 0.116 HBt-1 1.152 98.537 0.000 HCt-1 0.006 0.489 0.630

Dependent: Harga Di Minahasa (C) Konstanta -2740.724

HAt-1 0.008 0.721 0.479 HBt-1 0.003 0.218 0.829 HCt-1 1.163 94.998 0.000

Sumber: Data Primer Diolah, 2016 (Lampiran 5)

Keterangan:

HAt-1 : Harga ternak sapi di Manado bulan sebelumnya (t-1)

HBt-1 : Harga ternak sapi di Tomohon bulan sebelumnya (t-1)

HCt-1 : Harga ternak sapi di Minahasa bulan sebelumnya (t-1)

Bentuk integrasi terlihat pada hasil analisis VAR model integrasi pasar,

bahwa terdapat integrasi harga pasar di ketiga daerah dimana harga ternak sapi

potong di setiap pasar (Manado, Tomohon, maupun Minahasa) pada bulan

tersebut, hanya ditentukan oleh harga ternak sapi potong di setiap pasar itu

sendiri pada bulan sebelumnya, dan tidak ditentukan oleh harga ternak sapi

potong di pasar lainnya. Hal ini memperlihatkan tidak adanya integrasi dalam

pasar itu sendiri tetapi tidak terlihat integrasi antar pasar ternak sapi potong di

Sulawesi Utara. Secara lengkap disajikan sebagai berikut:

Page 197: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

174

Model integrasi pemasaran ternak sapi di Manado yang diperoleh sebagai

berikut:

HAt = -3512.101 + 1.158 HAt-1 + 0.005 HBt-1 + 0.011 HCt-1

Harga ternak sapi bulan ini di Pasar

Manado (HAt)

Harga ternak sapi bulan lalu di Pasar

Manado (HAt-1)

Harga ternak sapi bulan lalu di Pasar Tomohon (HBt-1)

Harga ternak sapi bulan lalu di Pasar Minahasa (HCt-1)

0.005

0.011

Signifikan

Tidak Signifikan

Gambar 5.21. Model Integrasi Pemasaran di Manado

Harga ternak sapi bulan ini (bulan ke t) di Pasar Manado (HAt)

dipengaruhi oleh harga ternak sapi bulan sebelumnya (bulan ke t-1) di Pasar

Manado (HAt-1), harga ternak sapi bulan sebelumnya (bulan ke t-1) di Pasar

Tomohon (HBt-1), serta harga ternak sapi bulan sebelumnya (bulan ke t-1) di

Pasar Minahasa (HCt-1). Hasil pengujian Vector Auto Regressive (VAR) pada

Tabel 5.19 di atas memperlihatkan bahwa koefisien pengaruh harga ternak sapi

bulan sebelumnya (bulan ke t-1) di Pasar Manado (HAt-1) terhadap pembentukan

harga ternak sapi bulan ini (bulan ke t) di Pasar Manado (HAt) sebesar 1.158,

dengan T-stat 116.556 > 1.96 dan P-value sebesar 0.000 < 0.05. Dengan

demikian terdapat pengaruh yang signifikan dan positif, artinya semakin tinggi

harga ternak sapi bulan sebelumnya (bulan ke t-1) di Pasar Manado (HAt-1), akan

semakin tinggi pula harga ternak sapi bulan ini (bulan ke t) di Pasar Manado

(HAt).

Page 198: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

175

Hasil pengujian Vector Auto Regressive (VAR) pada Tabel 5.19 di atas

memperlihatkan bahwa koefisien pengaruh harga ternak sapi bulan sebelumnya

(bulan ke t-1) di Pasar Tomohon (HBt-1) terhadap pembentukan harga ternak sapi

bulan ini (bulan ke t) di Pasar Manado (HAt) sebesar 0.005, dengan T-stat 0.424

< 1.96 dan P-value sebesar 0.676 > 0.05. Dengan demikian tidak terdapat

pengaruh yang signifikan, artinya berapapun besarnya harga ternak sapi bulan

sebelumnya (bulan ke t-1) di Tomohon (HBt-1) tidak akan berpengaruh terhadap

tinggi rendahnya harga ternak sapi bulan ini (bulan ke t) di Pasar Manado (HAt).

Hasil pengujian Vector Auto Regressive (VAR) pada Tabel 5.19 di atas

memperlihatkan bahwa koefisien pengaruh harga ternak sapi bulan sebelumnya

(bulan ke t-1) di Pasar Minahasa (HCt-1) terhadap pembentukan harga ternak

sapi bulan ini (bulan ke t) di Pasar Manado (HAt) sebesar 0.011, dengan T-stat

1.045 < 1.96 dan P-value sebesar 0.309 > 0.05. Dengan demikian tidak terdapat

pengaruh yang signifikan, artinya berapapun besarnya harga ternak sapi pada

bulan sebelumnya (bulan ke t-1) di Minahasa (HCt-1) tidak akan berpengaruh

terhadap tinggi rendahnya harga ternak sapi bulan ini (bulan ke t) di Pasar

Manado (HAt).

Selanjutnya mengenai pasar di Tomohon. Model integrasi pemasaran di

Tomohon yang diperoleh sebagai berikut:

HBt = -3595.568 + 0.017 HAt-1 + 1.152 HBt-1 + 0.006 HCt-1

Page 199: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

176

Harga ternak sapi bulan lalu di Pasar

Manado (HAt-1)

Harga ternak sapi bulan lalu di Pasar Tomohon (HBt-1)

Harga ternak sapi bulan ini di Pasar Tomohon (HBt)

Harga ternak sapi bulan lalu di Pasar Minahasa (HCt-1)

Signifikan

Tidak Signifikan

Gambar 5.22. Model Integrasi Pemasaran di Tomohon

Harga ternak sapi bulan ini (bulan ke t) di Pasar Tomohon (HBt)

dipengaruhi oleh harga ternak sapi bulan sebelumnya (bulan ke t-1) di Pasar

Tomohon (HAt-1), harga ternak sapi bulan sebelumnya (bulan ke t-1) di Pasar

Manado (HBt-1), serta harga ternak sapi bulan sebelumnya (bulan ke t-1) di Pasar

Minahasa (HCt-1). Hasil pengujian Vector Auto Regressive (VAR) pada Tabel

5.19 di atas memperlihatkan bahwa koefisien pengaruh harga ternak sapi bulan

sebelumnya (bulan ke t-1) di Pasar Tomohon (HBt-1) terhadap pembentukan

harga ternak sapi bulan ini (bulan ke t) di Pasar Tomohon (HBt) sebesar 1.152,

dengan T-stat 98.537 > 1.96 dan P-value sebesar 0.000 < 0.05. Dengan

demikian terdapat pengaruh yang signifikan dan positif, artinya semakin tinggi

harga ternak sapi bulan sebelumnya (bulan ke t-1) di Pasar Tomohon (HBt-1),

akan semakin tinggi pula harga ternak sapi bulan ini (bulan ke t) di Pasar

Tomohon (HBt).

Hasil pengujian Vector Auto Regressive (VAR) pada Tabel 5.19 di atas

memperlihatkan bahwa koefisien pengaruh harga ternak sapi bulan sebelumnya

(bulan ke t-1) di Pasar Manado (HAt-1) terhadap pembentukan harga ternak sapi

bulan ini (bulan ke t) di Pasar Tomohon (HBt) sebesar 0.017, dengan T-stat

Page 200: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

177

1.641 < 1.96 dan P-value sebesar 0.116 > 0.05. Dengan demikian tidak terdapat

pengaruh yang signifikan, artinya berapapun besarnya harga ternak sapi bulan

sebelumnya (bulan ke t-1) di Manado (HAt-1) tidak akan berpengaruh terhadap

tinggi rendahnya harga ternak sapi bulan ini (bulan ke t) di Pasar Tomohon (HBt).

Hasil pengujian Vector Auto Regressive (VAR) pada Tabel 5.19 di atas

memperlihatkan bahwa koefisien pengaruh harga ternak sapi bulan sebelumnya

(bulan ke t-1) di Pasar Minahasa (HCt-1) terhadap pembentukan harga ternak

sapi bulan ini (bulan ke t) di Pasar Tomohon (HBt) sebesar 0.006, dengan T-stat

0.489 < 1.96 dan P-value sebesar 0.630 > 0.05. Dengan demikian tidak terdapat

pengaruh yang signifikan, artinya berapapun besarnya harga ternak sapi bulan

sebelumnya (bulan ke t-1) di Minahasa (HCt-1) tidak akan berpengaruh terhadap

tinggi rendahnya harga ternak sapi bulan ini (bulan ke t) di Pasar Tomohon (HBt).

Selanjutnya mengenai pasar di Minahasa. Model integrasi pemasaran di

Minahasa yang diperoleh sebagai berikut:

HCt = -2740.724 + 0.008 HAt-1 + 0.003 HBt-1 + 1.163 HCt-1

Harga ternak sapi bulan lalu di Pasar

Manado (HAt-1)

Harga ternak sapi bulan lalu di Pasar Tomohon (HBt-1)

Harga ternak sapi bulan lalu di Pasar Minahasa (HCt-1)

Harga ternak sapi bulan ini di Pasar Minahasa (HCt)

Signifikan

Tidak Signifikan

Gambar 5.23. Model Integrasi Pemasaran di Minahasa

Harga daging sapi bulan ini (bulan ke t) di Pasar Minahasa (HCt)

dipengaruhi oleh harga ternak sapi bulan sebelumnya (bulan ke t-1) di Pasar

Page 201: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

178

Minahasa (HAt-1), harga ternak sapi bulan sebelumnya (bulan ke t-1) di Pasar

Manado (HBt-1), serta harga ternak sapi pada bulan sebelumnya (bulan ke t-1) di

Pasar Minahasa (HCt-1). Hasil pengujian Vector Auto Regressive (VAR) pada

Tabel 5.19 di atas memperlihatkan bahwa koefisien pengaruh harga ternak sapi

bulan sebelumnya (bulan ke t-1) di Pasar Minahasa (HCt-1) terhadap

pembentukan harga ternak sapi bulan ini (bulan ke t) di Pasar Minahasa (HCt)

sebesar 1.163, dengan T-stat 94.998 > 1.96 dan P-value sebesar 0.000 < 0.05.

sebab itu terdapat pengaruh yang signifikan dan positif, artinya semakin tinggi

harga ternak sapi bulan sebelumnya (bulan ke t-1) di Pasar Minahasa (HCt-1),

akan semakin tinggi pula harga bulan ini (bulan ke t) di Pasar Minahasa (HCt).

Hasil pengujian Vector Auto Regressive (VAR) pada Tabel 5.14 di atas

memperlihatkan bahwa koefisien pengaruh harga ternak sapi bulan sebelumnya

(bulan ke t-1) di Pasar Manado (HAt-1) terhadap pembentukan harga ternak sapi

bulan ini (bulan ke t) di Pasar Minahasa (HCt) sebesar 0.008, dengan T-stat

0.721 < 1.96 dan P-value sebesar 0.479 > 0.05. Dengan demikian tidak terdapat

pengaruh yang signifikan, artinya berapapun besarnya harga ternak sapi bulan

sebelumnya (bulan ke t-1) di Manado (HAt-1) tidak berpengaruh terhadap tinggi

rendahnya harga ternak sapi bulan ini (bulan ke t) di Pasar Minahasa (HCt).

Hasil pengujian Vector Auto Regressive (VAR) pada Tabel 5.19 di atas

memperlihatkan bahwa koefisien pengaruh harga ternak sapi bulan sebelumnya

(bulan ke t-1) di Pasar Tomohon (HBt-1) terhadap pembentukan harga ternak sapi

bulan ini (bulan ke t) di Pasar Minahasa (HCt) sebesar 0.003, dengan T-stat

0.218 < 1.96 dan P-value sebesar 0.829 > 0.05. Dengan demikian tidak terdapat

pengaruh yang signifikan, artinya berapapun besarnya harga ternak sapi bulan

sebelumnya (bulan ke t-1) di Tomohon (HBt-1) tidak berpengaruh terhadap tinggi

rendahnya harga ternak sapi bulan ini (bulan ke t) di Pasar Minahasa (HCt).

Page 202: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

179

Harga ternak sapi bulan ini di Pasar

Manado (HAt)

Harga ternak sapi bulan lalu di Pasar

Manado (HAt-1)

Harga ternak sapi bulan lalu di Pasar Tomohon (HBt-1)

Harga ternak sapi bulan ini di Pasar Tomohon (HBt)

Harga ternak sapi bulan lalu di Pasar Minahasa (HCt-1)

Harga ternak sapi bulan ini di Pasar Minahasa (HCt)

0.005

0.011

Gambar 5.24. Model Integrasi Pemasaran Keseluruhan

5.5. Analisis Efisiensi Pemasaran

5.5.1. Pola Penentuan Harga Ternak Sapi Potong.

Pola dasar perhitungan dan penentuan harga ternak sapi hidup pada

proses pemasaran ternak sapi di Sulawesi utara, terdapat dua model yaitu :

1) Berdasarkan perkiraan jumlah kilogram daging yang disumbangkannya.

Pola analisis ini menggunakan formula : 0.35 dari perkiraan berat hidup.

Angka 0.35 ini, sesuai pendapat pemilik TPH dan pengguna RPH, 35 %

berat ternak sapi adalah dagingnya. Ternak sapi dengan berat 300 Kg,

menyumbangkan 0.35 X 300 Kg = 105 Kg daging. Bila harga daging sapi

eceran Rp 95.000,-/Kg, maka harga perkilogram daging ternak hidup adalah

Rp 90.000,-/Kg. Harga ternak sapi dengan perkiraan berat badan 300 Kg

adalah: 0,35 X 300 Kg= 105 Kg X Rp 90,000.-= Rp 9,450,000.-/ekor

2) Berdasarkan perkiraan berat ternak sapi hidup. Harga perkilogram ternak

sapi hidup yaitu 0.35 X Rp 90,000.-/Kg daging sembelihan = Rp 31.500.-/Kg.

Jika perkiraan berat ternak sapi 300 Kg, maka harga ternak sapi : 300 Kg X

Rp 31,500.- = Rp 9,450.000.- / ekor ternak.

Dua model analisis penentuan harga ternak sapi hidup pada poin 5.4.1.

memiliki hasil akhir yang sama yang dapat diikuti pada Tabel 5.20 berikut ini.

Page 203: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

180

Tabel 5.20. Pola Analisis Perkiraan Harga Ternak Sapi Potong Dalam Pemasaran

Perkiraan Berat Ternak sapi hidup Harga Ternak Sapi/ Ekor @ Rp / Kg Total / ekor sapi (Rupiah)

Berat Badan Ternak Sapi (BB) 300 Kg 31,500.- 9,450,000,- 1) Perkiraan Jumlah daging bila disembeli 0,35 X 300 Kg

105 Kg 90,000,- 9,450,000, - 2)

Keterangan : *) Harga perkilogram ternak sapi di dapat dari : 0.35 X Rp 90,000.-/kg daging = Rp 31,500.- / Kg ternak sapi hidup

**) Hasil penelitian menunjukan bahwa Pola 2) banyak ditemukan dalam pemasaran ternak sapi potong di Sulawesi Utara.

5.5.2. Efisiensi Pemasaran

Tujuan ketiga pada penelitian ini adalah menguji efisiensi pemasaran sapi

potong di Sulawesi Utara. Alat yang digunakan yaitu: Analisis Marjin Pemasaran,

dan share harga ternak sapi yang diterima peternak disajikan pada Tabel 5.21:

Tabel 5.21. Analisis Efisiensi Pemasaran

Variabel Simbol Satuan Lokasi Pasar Manado Tomohon Minahasa

Harga Konsumen Akhir Pr Rp/KgH 94286,-*) (33000)**)

95000,-*) (33250)**)

91430,-*) (32000)**)

Harga Perantara Pp Rp/KgH 88600,-*) (31000)**)

91500,-*)(32000)**)

91500,-*)(32000)**)

Harga Produsen Pf Rp/KgH 77150,-*) (27000)**)

83.000,*) (29000)**)

83.000,*) (29000)**)

Biaya Pemasaran BP Rp/KgH 3325 3700 4000 Nilai Ternak Sapi NT Rp/KgH 7925 7275 7650

Efisiensi Pemasaran EP 0.420 0.509 0.523 Margin Pemasaran 1 MP1 Rp/KgH 7150 7600 7250 Margin Pemasaran 2 MP2 Rp/KgH 7650 7700 8100

Share harga di tingkat peternak Spf % 90.091 89.980 89.766 Share harga di tingkat perantara Spp % 91.523 91.001 91.609

Share Keuntungan Lembaga Ski % 53.547 47.549 49.837 Share Biaya Pemasaran Sbi % 22.466 24.183 26.059

Profitability Index PI 42.000 50.900 52.300 Sumber: Data Primer Diolah, 2016 (Lampiran 6) Keterangan: Rp / Kg H = Rupiah / Kilogram Ternak sapi Hidup nilainya sama

dengan nilai pada *) setelah dikali dengan angka 0.35. (Tabel 5.20). *) Harga perkilogram berdasarkan perkiraan jumlah kilogram daging

yang di sumbang ternak sapi hidup bila disembeli. **) Harga perkilogram berdasarkan perkiraan berat badan ternak sapi

hidup. Analisis berdasarkan pola*) dan **) hasilnya sama (Tabel 5.20). *) dan **): Dua pola penentuan harga ternak sapi di pasar (hasilnya sama).

Page 204: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

181

Hasil analisis efisiensi pemasaran memperlihatkan nilai EP < 1, maka

dapat disimpulkan bahwa model pemasaran adalah efisien. Marjin pemasaran

tertinggi ada pada Pasar ternak sapi Minahasa, dengan nilai MP2 sebesar

Rp 8.100/ kg. Di sisi lain, margin pemasaran terendah di pasar Manado yaitu

MP1 sebesar Rp 7.150/kg. Persentase share keuntungan diterima peternak (SPf)

< 100%, maka sistem pemasaran ternak sapi potong di Sulawesi Utara

dinyatakan efisien. SPf tertinggi pada pasar Manado yaitu 90.091%, sedangkan

terendah di Minahasa yaitu 89.766%, akan tetapi ketiga nilai SPf pada ketiga

pasar tersebut hampir sama, artinya share harga (harga ternak sapi hidup)

yang diterima peternak di Sulawesi Utara cenderung hampir sama.

Berkaitan dengan share keuntungan lembaga (Ski), berkisar antara 40-

53%, dengan tertinggi di Manado yaitu 53.547%, dan terendah di Tomohon

47.549%. Dari beberapa informan di lapangan menyatakan bahwa perbandingan

share keuntungan dari masing-masing lembaga pemasaran yang terlibat dalam

proses pemasaran adalah adil. Dengan demikian, sistem pemasarannya

dikatakan efisien.

Berkaitan dengan share biaya pemasaran berkisar antara 22 26 %

dengan tertinggi di Minahasa 26.059%, dan terendah di Manado 22.466%. Dari

beberapa informan menyatakan share keuntungan dengan biaya pemasaran

masing-masing lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses pemasaran

ternak sapi adalah adil dan logis, maka sistem pemasarannya dikatakan efisien.

Page 205: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

182

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan atas hasil penelitian dan pembahasan pada subbab

sebelumnya, maka e

adalah pusat pasar sapi di Sulawesi utara dengan kesimpulan sebagai berikut:

1. Struktur pasar dari pemasaran sapi potong di Sulawesi Utara, secara

adalah: cenderung

mengarah pada oligopsoni konsentrasi tinggi.

2. Model Integrasi Pemasaran ternak sapi potong di Sulawesi utara secara

umum masih menggunakan pola integrasi vertical yang tradisional / terputus

putus. Harga ternak sapi potong di tiap pasar masih ditentukan oleh harga

ternak sapi dipasar itu sendiri pada bulan sebelumnya dan bukan oleh harga

ternak sapi di pasar lainnya.

3. Efisiensi pemasaran ternak sapi potong di Sulawesi Utara, secara parsial,

berdasarkan analisis transmsi harga, hanya pasar Tomohon yang

menunjukkan pasar efisien untuk transmisi harga produsen ke pedagang

perantara pemasaran dan ke konsumen bisnis selaku konsumen akhir ternak

sapi. Secara keseluruhan, hasil analisis efisiensi pemasaran (Tabel 5.21)

memperlihatkan nilai EP < 1, maka dapat disimpulkan bahwa model

pemasaran adalah efisien.

6.2. Saran

Berdasarkan atas kesimpulan penelitian pada subbab sebelumnya, maka

saran yang direkomendasikan adalah sebagai berikut:

Page 206: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

183

1. Informasi pasar tentang harga belum sampai ke produsen dengan sempurna,

sehingga harus ada upaya lebih efektif dari dinas terkait untuk

menginformasikan harga. Secara lebih luas, ada upaya mengumpulkan dan

menyebarkan harga ternak sapi potong menurut jenis dan kualitas yang

berlaku di suatu wilayah.

2. Diperlukan suatu organsiasi yang menangani perencanaan produksi dan

penjajakan pemasaran hasil ternak sapi, misalnya koperasi. Peternak sudah

saatnya bergabung dengan kelompok usaha yang mampu memperkuat posisi

tawar menawar terhadap konsumen bisnis selaku konsumen akhir ternak sapi.

3. Perlunya standarisasi produk (ternak sapi) yang konsisten untuk memperoleh

segmentasi pasar yang relatif stabil sehingga dapat meningkatkan

pendapatan petani peternak sapi. Untuk itu diperlukan perhatian dan

kerjasama dari dinas terkait dalam hal pengembangan teknologi.

Page 207: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

184

DAFTAR PUSTAKA

Afifuddin S dan S. I. Kusuma (2007) Pengaruh Struktur Pasar CPO terhadap pengembangan ekonomi wilayah Sumatera Utara.

Alhusniduki,. 1991. Tataniaga Pertanian. Bahan Penataran Perguruan Tinggi Swasta Bidang Pertanian Program Kajian Agribisnis. Direktorat Perguruan Tinggi Swasta. Dirjen Pendidikan Tinggi. Universitas Lampung.

Anonimous. 2011. PASAR PPN DAN PDB. Sumber:http://dudes-ndy.

Arficho, M.T. 2011. Price Spread Analysis of Cattle in Hadiya Pastoral Areas. Journal of Biology, Agriculture, and Healthcare, Vol 1, No, 1, 2011.

Arifin,.2005, Pembangunan Pertanian Paradigma Kebijakan dan Strategi Revitalisasi, Penerbit PT.Gramedia Widia sarana Indonesia, Jakarta.

Arshad,. 1980. The Integration of Falm Oil Market in Peninsular Malaysia, Indian Journal of Agriculture Economic, Vol.45 No 1.

Atmakusuma,. 1984. Tataniaga Peternakan. Jurusan Sosial Ekonomi, Fakultas Peternakan IPB. Bogor.

Azzaino,. 1982. Pengantar Tataniaga Pertanian. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Balafif., 2010. Sistem Pemasaran Sapi Potong Di Kabupaten Bondowoso. GDL

Universitas Muhammadiyah Malang. Animal husbandry.Dibuat: 2010-02-15, dengan 3 file Undergraduate Theses from JIPTUMMPP/2010-02-15 09:53:20 Info Versi live CD dari koleksi perpustakaan Universitas Muhammadiyah Malang. Alamat: Jl.Raya Tlogomas 246 Keyword :Sistem Pemasaran Sapi Potong. Oleh Ahmad Balafif( 04910001 ),Url:http://

BPTP Sultra., 2009. Analisis Kebijaksanaan Pembangunan Pertanian di Provinsi Sultra. Jumat, 29 Mei 2009 14: Hakcipta© 2011 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tenggara Jl. Prof.Muh.Yamin No.89 Kendari 93114, Indonesia e-mail: [email protected] Sumber: http://sultra.litbang. deptan.go.id. Di Undu Sabtu, 18 JuniI 2011

Bushara (2015), Efficiency of Seleted Sudanese Cattle Markets: Multivariate Co-Integration Approach (1995-2011). Int Journal of Economic Management Science, 2015, Volume 4 Issue 7.

Cruz, Serrão, Rola-Rubzen, Afons, Copland, dan Amaral., 2003 2004. Cakupan pasar daging sapi sekarang dan masa depan di Timor Lesté: Studi kasus di Covalima, Maliana, Ambenodan Dili1

Dahl, and Hammond 1977. Market and Price Analysis. The Agricultural Industries. McGRAW-Hill Book Company.

Page 208: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

185

Daironi, A. 2013. Pola Pemasaran Sapi Potong Pada Peternakan Skala Kecil di Kabupaten Kediri. Jurnal Manajemen Agribisnis Vol 13 No 1, Januari 2013.

Darma Setiawan, I Made. 1997. Analisis Pemasaran Rumput Laut (Eucheuma Sp.) Pada Sentra Produksi Rumput Laut di Kecamatan Nusa Penida Bali. Tesis S2 Program Pascasarjana Universitas Brawijaya Malang.

Daroini, A. (2013) Pola pemasaran sapi potong pada peternak skala kecil di kabupaten Kediri.

Daryanto, 2007. Peningkatan Daya Saing Industri Peternakan. Cetakan Pertama. Penerbit P.T. Permata Wacana Lestari (Penerbit Majalah Trobos). Jakarta. ISBN. 978 979-15376-2-9. Edisi April 2007.Hal. 52 54.

Dayanandan, R. 2011. Production and Marketing Efficiency of Dairy Farms in Highland of Ethiopia An Economic Analysis. International Journal of Enterprise Computing and Business Systems, Vol 1 Issue 2 July 2011.

Dzanja, J, Kapondamgaga, P., and Tchale, H. 2013. Value Chain Analysis of Beef in Central and Southern Malawi (Case Studies of Lilongwe and Chickwawa District), International Journal of Business and Social Science, Vol 4 No 6, June 2013.

Dzanja, Kapondammgaga, dan Tchale (2013) Value Chain Analysis of Beef in Central and Southern Malawi (Case Studies of Lilongwe and Chkhwawa Districts), International Journal of Business and Social Science Vol 4 No 6, June 2013

Elly 2007. Sistem Pemasaran Ternak Sapi Di Kabupaten Minahasa Dan Peran Pemerintah. Jurnal 226. Edisi Juli 2007. ISSN 0852-2626. Fakultas Peternakan Universitas Sam Ratulangi. Kampus Unsrat Bahu-Manado Sulawesi Utara. 95115.

Faminow, and Benson. 1991. Spatial Market Integration. American Journal of Agricultural Economics. Volume 72 Number 1 February 1990.

Goletti, and Christina-Tsigas. 1995. Analyzing market integration. In Scott, G.J. (Ed). Prices, products and people: Analyzing agricultural markets in developing countries. International Potato Center.

Goodwin, and Schroeder. 1991. Cointegration tests and spatial price linkages in regional cattle market. American Journal of Agricultural Economics, 73: 1264-1273.

Gujarati, Damodar. 1995. Basic Econometrics. McGRAW-Hill International Company. International Student Edition.

Handerson, and Quandt. 1980. Microeconomic Theory. Thirt Edition. International Student Edition. McGRAQ-Hill International Book Company.

Page 209: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

186

Harris, 1979. There is Method in My Madness or Is It Vice Versa ? Measuring Agricultural Market Performance, Food Research Institute Studies, Vol. XVII No 2 p. 197 218.

Harris, 1995. Using cointegration analysis in econometric modelling, Hemel Hempstead, Hertfordshire, Prentice Hall - Harvester Wheatsheaf, 1995

Hay, Morris. 1991. Industrial Economic and Organization. Theory and Evidence. Second Ed. Oxford University Press.

Heytens, 1986. Testing market integration. Food Research Institute Studies, 20(1):34-49.

Hiersieifer, 1985. Teori Harga dan Aplikasinya. Penerbit Erlangga Jakarta. Alih Bahasa Kusnedi.

Idrus dan Widyantara, 1996. Pemasaran Panili di Bali. Perilaku dan Penampilan Pasar. Lintasan Ekonomi. Majalah Ilmiah Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya Malang.

Istiqomah dan Damayanti., 2011. Penggemukan Ternak Sapi Potong dengan Sistem Kereman di Wilayah Kecamatan Sokaraja, Purwokerto. UPT Balai Pengembangan Proses dan Teknologi Kimia Gunung. No.Arsip: Kegiatan-10008. Di undu, sabtu,18 juni 2011. Sumber:http://www.lipi.go.id

Jokosusilo B (2011), Integrasi pasar dan efisiensi ekonomi usahatani sapi potong di Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan Kalimantan Timur.

Kasmadi (2008).Struktur Pasar Dan Jenis Jenis Pasar. Modul Ekonomi. Edisi. Senin, November 17.Sumber:http://kasmaditoopat.blogspot. com /2008/11/ struktur-pasar.html diundu 16 mei 2011

Kiptiyah, S. M.; Iksan Semaoen, 1994. Konsumsi dan Pemasaran Bunga di Jawa Timur. Laporan Penelitian Universitas Brawijaya Malang.

Kodrat Sukardi David., 2009. Manajemen Distribusi. Old Distribution Channel And Postmo Distribution Channel Approach. Berbasis Teori Dan Praktik. Cetakan Pertama. Edisi Pertama. Penerbit.Graha Ilmu. Candi Gebang Permai Blok R/6 Yogyakarta. ISBN. 978 979 756 512 1.

Kohls and Uhl, J.N. 1980. Marketing of Agricultural Product. Fifth End. Collar. Macmillan Publishing Company. New York.

Kohls, Richard and Downey. 1972. Marketing of Agricultural Product, Macmillan Publishing Co., Inc. New York.

Komisariat PERHEPI Surakarta, 1996. Kajian Keragaan Pasar dan Prospek Daya Saing Komoditas Jambu Mete. Makalah pada Kongres XI dan Kongres XII PERHEPI, 9 11 Agustus 1996. Denpasar.

Kotler dan Keller, 2009. Manajemen Pemasaran. Jilid 1. Edisi 13. Judul Asli. Marketing Management, Thirteenth Edition. Original ISBN: 978 0 13600998 6. Penerbit. Erlangga.

Page 210: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

187

Kotler, 1997. Manajemen Pemasaran: Analisis, Perencanaan, Implementasi dan Kontrol (terjemahan Hendra Teguh SE, Ak dan Ronny A Rusli SE, AK), Prenhallindo, Jakarta.

Kotler, 2002., Manajemen Pemasaran. Edisi Milenium.Jilid 1. Penerbit. P.T. Prenhalindo Jakarta. Judul Asli. Marketing Management. Alih Bahasa Hendra Teguh, SE., Ronny A. Rusli, SE.AK(ed.9), Drs Benyamin Molan (revisi Ed.10). ISBN. 979-683-091-4

Koutsoyiannis,.1982. Modern Microeconomics.Second Edition. (Southeast Asian Reprint).

Kristanto et al. 1986. Pemasaran Hasil hasil Pertanian, Yayasan Obor Jakarta.

Kusuma, M.E.W., H.D.Utami dan B.A. Nugroho (2013) Efisiensi pemasaran telur ayam ras di kecamatan Karangploso kabupaten Malang

Lalus, dkk.1995. Kontribusi Usaha Ternak Terhadap Pendapatan Rumah tangga Petani Lahan Kering di Kabupaten Kupang. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan Universitas Nusa Cendana Kupang.

Lamb., Hair., Mc Daniel., 2001. Pemasaran. Marketing. Buku 2. Penerjemah: David Octarevia. Edisi. Bahasa. Inggris, 2000. By.South Western. Colledge Publishing. Penerbit. Salemba Empat. Web Site: www.salembaempat.co. Leuthold, and Hartmann. 1979. A semi strong form evaluation of the efficiency of the hog futures market. American Journal of Agricultural Economics, 67(4): 482-489.

Liliwen, and Neonbasu. 1994. Prospek Pembangunan, Dinamika dan Tantangan Pembangunan Nusa Tenggara Timur. Penerbit Yayasan Citra Insan Pembaru Kupang.

Majid, 2008. Pengertian, Konsep, Definisi Pemasaran. Sumber: http://majidbsz. wordpress.com Posted on 30 Juni 2008. Diundu. 26 April 2011

Martin, Stephen. 1989. Industrial Economics : Economic Analysis and Public Policy, Macmillan Publishing Company, New York.

Masyrofie, 1993. Pengantar Pemasaran Pertanian. Program Pascasarjana, Universitas Brawijaya Malang.

McDonald and Keegan., 1999. Marketing Plans That Work. Kiat mencapai Pertumbuhan dan Profitabilitas melalui Perencanaan Pemasaran yang Efektif. Cetakan Pertama. Penerbit. PT. Gelora Aksara Pratama. Pengalih Bahasa. Damos Sihombing. Judul Asli: Marketing Plans That Work. Targeting Growth and Profitability. Halaman 9

McNew, 1996. Spatial market integration: Definition, theory and evidence. Agricultural and Resource Economics Review, 25: 1-11.

Miller, LeRoy, Roger and Meiners. 1994. Teori Ekonomi Mikro Intermediate. PT. Raja Grafinda Persada Jakarta Bekerjasama dengan McGRAW-HillInc.

Page 211: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

188

Monke and Petzel. 1991. Market Integration. American Journal of Agricultural Economics. Volume 66 Number 4 November 1984.

Mosher, 1985. Menggerakkan dan Membangun Pertanian. Penerbit Yasaguna Jakarta.

Mubyarto, 1994.Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES Jakarta.

Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian, LP3ES, Jakarta.

Mukson, (2005) efisiensi pemasaran telur ayam ras di Kabupaten Kendal Jawa Tengah

Muwanga, and Snyder. 1997. Market intergration and the law of one price: Case study of selected feeder cattle markets. Economic Research Institute Study Paper #97-11.Utah State University.

Nur, K.M. 2009. Efisiensi Pemasaran Pedet Jantan Sapi Perah. Tesis. Universitas Muhammadiyah Malang.

Parel, et. Al. 1973. Sampling Design and Procedures. Papers on Survey Research Metodology.

Pellokila. 1993. Analisis Permintaan Daging Sapi di Kota Administratif Kupang. Laporan Hasil Penelitian. Fakultas Peternakan Universitas Nusa Cendana Kupang.

Porwadarminto, 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Depdikbud. Pembinaan, Pengembangan, Bahasa. Jakarta.

Prasodjo, 1997. Struktur, Perilaku dan Keragaan Pasar Cabai Rawit di Kecamatan Sukowono Jember, Tesis Program Pascasarjana Universitas Brawijaya Malang.

Purcell, Wayne . 1979. Agricultural Marketing : System, Coordination, Cash and Future Prices, Reston Publishing Company, Inc. A Prentice Hall Company. Reston Virginia.

Purnama, M. N. (2004), Efisiensi pemasaran ikan hias di desa Cibuntu kecamatan Ciampa Kabupaten Bogor

Rahardi., 2003. Cerdas Beragrobisnis. Mengubah Rintangan menjadi Peluang Berinvestasi. Anda Bertanya, Pakar dan Praktisi Menjawab. Cetakan Pertama. September 2003.. ISBN:979 3357 49 5. Perpustakaan Nasional RI: Katalog Dalam Terbitan (KDT). Penerbit.PT. Agromedia Pustaka.

Rangkuti, 2004. Flexible Marketing.Teknik Agar Tetap Tumbuh Dalam Situasi

Bisnis yang Bergejolak dan Analisis Kasus. Penerbit. P.T.Gramedia Pustaka Utama. Jl. Palmerah Barat 33 37, Jakarta.10270. Halaman 68, 75

Page 212: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

189

Rashid, and Chaudhry. 1973. Marketing Efficiency In Theory and Practice, Lowa University Press, Ames.

Ravallion, 1986. Testing Market Integration, American Journal of Agricultural Economics, Vol. 68 No 1. p. 102 109.

Rembang., 2004. Model Pemasaran Daging Sapi Pada Pasar Tradisional Di Kota Manado. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan Universitas Sam Ratulangi, Manado.

Rochadi, Tawaf, H; Sulaeman dan Tonton S. Udiantono, 1993. Strategi Pengembangan Industri Peternakan Sapi Potong Berskala Kecil dan Menengah. Agroindustri Sapi Potong. Prospek Pengembangan pada PJPT II. PPA (Pusat Pengembangan Agribisnis), CIDES (Center for Information and Development Studies. UQ (Jurnal Ilmu dan Kebudayaan UlumulQur;an).

Rochadi,1999. Prospek Usaha Sapi Potong oleh Gerakan Koperasi Menghadapi Era Pasar Bebas. Makalah yang disampaikan pada Seminar Nasional Pengembangan Sapi Potong di Indonesia dalam Era Pasar Bebas di Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang.

Saefuddin, 1981/1982. Pemasaran Produk Pertanian. Fakultas Pertanian IPB. Bogor.

Setiorini, F.(2008). Efisiensi Pemasaran Ikan Mas Di Kecamatan Pagelaran Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung

Sexton, Richard;.King; Hoy and Carman. 1991. Market Integration, Effiency of Arbitrage and Imperfect Competition :Metodology and Application to U.S. Celery. American Journal of Agricultural Economics. Volume 73Number 3 August 1991.

Singarimbun, Masri; Sofian Effendi. 1989. Metode Penelitian Survai. LP3ES. Jakarta.

Sobirin,1993. Agribisnis. Penerbit. Departemen Pertanian. Badan Diklat Pertanian. Proyek pengembangan Penyuluhan Pertanian (NAEP III). Tahun Anggaran 1993/1994. Halaman 2 8

Soedjana Tj, D., 2009. Rencana Strategis Direktorat Jendral Peternakan. 2010

2014. Penerbit. Direktorat Jendral Peternakan Departemen Pertanian, 2009.

Soedjana., 2009. Rencana Strategis Direktorat Jendral Peternakan. 2010 2014.

Penerbit. Direktorat Jendral Peternakan Departemen Pertanian, 2009.

Soekartawi, 1993. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. Teori dan Aplikasi. Penerbit PT. Raja Grafindo Persada Jakarta. Edisi Revisi.

Soekartawi, 1993. Manajemen Pemasaran Dalam Bisnis Modern. Cetakan Pertama. Penerbit.Pustaka Utama Sinar Harapan.

Page 213: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

190

Soekartawi,1989. Manajemen Pemasaran Hasil-hasil Pertanian, Teori dan Aplikasinya. CV. Rajawali. Jakarta.

Soekartawi. 1993. Manajemen Pemasaran Hasil-hasil Pertanian: Teori dan Aplikasinya, PT Raja Grapindo Persada Jakarta.

Stifel, 1975. Imperfect Competition in Vertical Market Network: The Case of Rubber in Thailand, American Journal of Agricultural Economics, Vol. 57 No 4, p. 631 640.

Stiffel,. 1975. Imperfect Competition in a Vertical Market Network: The Case of Rubber in Thailand. American Journal of Agricultural Economics. Volume 57 Number 4 November 1975.

Suarda, 2009. Saluran Ppemasaran Sapi Potong Di Sulawesi Selatan. Edisi. Agustus. Jurnal. Sains dan Teknologi, Vol.9 No.2: 115 118 ISSN 1411-4674. 115 Jurusan Peternakan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar

Suardika, Ambarawati, dan Sudarma., 2015. Efektivitas Kemitraan Ternak Sapi Potong terhadap Pendapatan Petani-Peternak di Kabupaten Timor Tengah Utara Propinsi NTT. Jurnal Manajemen Agribisnis, Volume 3. Nomor 2, Oktober 2015.

Sudarsono, 1995. Pengantar Ekonomi Mikro. Penerbit LP3ES Jakarta.

Sudhir, and Reddy.,2010. A Study OnMarketing Practices In Select Service Industry. Mustang Journal of Business and Ethics. Vol.1.pg.50,16pgs. Sumber: http://proquest.umi.com. Di undu. Jumat, 9. April 2011

Sugiyono, 2010. Statistika untuk Penelitian. Cetakan Ke 17. Penerbit C.V. Alfabeta. Jalan Gegerkalong Hilir. No.84. Bandung. ISBN.978-979-8433-10-8. IKAPI. Halaman 297 342 .

Suherty, L., Fanai, Z., dan Muhaimin, A.W. 2009. Analisis Efisiensi Pemasaran Jeruk. Agritek Vol 17 No 6 November 2009.

Sukirno,(1995). Pengantar Teori Mikro Ekonomi. Penerbit PT. Raja Grafindo Persada Jakarta. Edisi Kedua.

Suryana., 2008. Pengembangan Usaha Ternak Sapi Potong Berorientasi Agribisnis Dengan Pola Kemitraan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan. Jalan Panglima Batur Barat. No.4. Kotak Pos.1018 dan 1032. Banjar-Baru. 70711. Telp.(0511)4772346. Fax (0511) 4781810.E-mail:[email protected]. Diajukan 24 Oktober 2008, diterima 20 Januari 2009. Jurnal. Litbang. Pertanian. 28(1)2009.

Swastha, Basu dan Ibnu., 1991. Pengantar Bisnis Modern (Pengantar Ekonomi

Perusahan). Edisi Ketiga. Penerbit Liberty-Yogyakarta

Teken dan Asnawi. 1977. Teori Ekonomi Mikro. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Page 214: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9138/1/Rembang, Verry Lengkong Hanny.pdfi DISERTASI JUDUL : Analisis Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Provinsi Sulawesi Utara N A M

191

Tibi And Aphunu., 2015. Analysis of the cattle market in Delta State- The Supply Determinant. African Journal of General Agriculture Volume 6 Number 4, December 31, 2015

Tim Peneliti dari Pusat Studi dan Kebijakan Pangan dan Gizi, Lembaga Penelitian IPB.,1996. Bekerja Sama dengan Kantor Menteri Negara Urusan Pangan. Studi Analisis Keterpaduan Pasar pada Sistem Pemasaran Komoditas Strategis.

Tjiptono., 2002. Strategi Pemasaran. Edisi Kedua., Cetakan Keenam. Penerbit .Andi. Jalan. Beo. No.38 40.Yogyakarta. ISBN: 979-533-441-7

Tomek, dan Robinson, 1997.Agricultural Product Prices. Cornell University Press, London.

Tomek, William G. 1977. Agricultural Product Prices.Cornell University Press. Ithaca and London.

Wahyuni, 2006. Strategi Memotivasi Profesionalisme Peternak Sapi Potong Peran dan Finansil Agen Rantai Pasok. Pusat Analisis

Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Jalan A. Yani. Nomor 70. Bogor. 10101. Di undu 21 Juni 2011

Wardana, I Made, 1993. Ketidakstabilan Harga Anggur di Tingkat Petani di Kecamatan Grokgak Kabupaten Buleleng. Tesis S2 Universitas Gajah Mada KPK Universitas Brawijaya Malang.

Wibisono., 2011. Daging Sapi. Disunting oleh Ekabees. Sumber: www.gizi.net. www.appropedia.org. edisi 14 Apil 2011. Sumber: http://ekabees. Diundu sabtu, 18 juni 2011

Widyahartono.,1985. Bisnis dan Manusia Jepang. Penerbit C.V.Intermedia. P.O.Box 4155, Jakarta, 10001. Halaman109-110).

Wikipedia, 2009. Marketing Mix/Bauran Pemasaran. Edisi. Minggu, 12 April 2009 http: //aa-marketing. html diundu 28 April 2011.

Winarso, Sajuti dan Muslim, 2005. Tinjauan Ekonomi Ternak Sapi Potong Di Jawa Timur. Fo Copyright ©2011. Scribd.Inc. Sumber: http://www.scribd.com. diunduselasa, 10 mei 2011.

Yusdja Y., Ilham, N. dan Sejati. W.K.,2003. Profil dan Permasalahan Peternakan. Forum Penelitian Agr Ekonomi Vol 21 (1): 45 56.

Yusuf, M., Ratnada M. dan Nulik.J., 2004. Kelembagaan Pemasaran Sapi Potong di Timor Barat, Nusa Tenggara Timur. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian Jakarta Selatan.