NILAI NILAI ISLAM PADA BUDAYA BETAWI DI LENGKONG...
Transcript of NILAI NILAI ISLAM PADA BUDAYA BETAWI DI LENGKONG...
NILAI-NILAI ISLAM PADA BUDAYA BETAWI
DI LENGKONG WETAN SERPONG TANGERANG SELATAN
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora
Sebagai salah satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum)
Oleh:
Ilham Fauzi
NIM. 1112022000045
PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018 M./ 1439 H.
LEⅣIBAR PERSETUJUAN PEⅣIBI1/1BING
NILAI―NILAIISLAⅣIPADA BUDAYA BETAWI DI
LENGKONG WETAN SERPONG TANGERANG SELATAN
SkHpsi
Dittukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora untuk Memenuhi Sdah satu
Syartt Mendapttkan Celar Sttana Humaniora(S.Hum)
Oleh:
Ilham FauziNIPl.1112022000045
Pembil■ bing
Dr.H.Abdo ChairNIP。 195412311983031030
PROGAⅣISTUDISEJARAH DAN PERADABAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUⅣ lANIORA
UNIVERSITASISLAM NEGRISYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439H/2018 Ⅳl
LEMBAR PERi\YATAAN
Saya yangbertandatangan di bawah ini:
Nama Mahasiswa
NIMProgram Studi
1.
: Ilham Fauzi
:1112022000045
: Sejarah dan Peradaban Islam
つ乙
う0
Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri
yang merupakan hasil penelitian, pengolahan dan analisis saya sendiri
serta bukan merupakan replikasi maupun saduran dari hasil karya atau
hasil penelitian orang lain.
Apabila terbukti skripsi ini merupakan plagiat atau replikasi maka skripsi
dianggap gugur dan harus melakukan penelitian ulang untuk men)rusun
skripsi baru dan kelulusan serta gelarnya dibatalkan.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala akibat yang timbul
dikemudian hari menjadi tanggung jawab saya.
IV
Jakarta,l3 Maret 2018
v
ABSTRAK
Skripsi ini meneliti tentang Nilai-Nilai Islam Pada Budaya Betawi di
Lengkong Wetan, Serpong, Tangerang Selatan. Dalam merekonstruksi skripsi ini,
penulis menggunakan metode analisys hystoris, berupa kajian pustaka,
wawancara dan observasi secara langsung.
Temuan penelitian ini adalah masyarakat Lengkong Wetan secara umum
merupakan masyarakat beretnis Betawi yang mempertahankan kebudayaan
Betawi seperti Pencak Silat, Kesenian Lenong, dan Buka Palang Pintu. Akan
tetapi kebudayaan Betawi yang dilestarikan oleh masyarakat Lengkong Wetan
kaya akan nilai-nilai Islamnya. Sebagaimana dalam Silat terdapat tawasul dan
tahlil, dalam Buka Palang Pintu terdapat sike (membaca al-Qur’an) serta pada
Lenong terdapat cerita mengenai perjuangan Islam melawan penjajah.
Keberadaan nilai-nilai Islam pada budaya Betawi di masyarakat Lengkong
Wetan, Serpong menjadi kontribusi tersendiri bagi budaya maupun Islam. Oleh
karena itu penulis ingin mengetahui apa saja nilai-nilai Islam yang terdapat pada
budaya Betawi di Lengkong Wetan, Serpong, Tangerang Selatan.
Keyword: Nilai-nilai Islam, Budaya Betawi, Lengkong Wetan.
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulilah tiada kata yang paling indah yang dapat penulis ungkapkan
selain rasa syukur kehadirat Allah SWT yang telah Melimpahkan rahmat dan
karunia Nya serta kekuatan dan kesehatan, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Sholawat dan salam penulis haturkan kepada baginda Nabi
Muhammad SAW berserta keluarga, sahabat, dan para pengikutnya. Rasa syukur
serta tekad yang kuat akhirnya penulis berhasil menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Nilai-Nilai Islam Pada Budaya Betawi di Lengkong Wetan,
Serpong, Tangerang Selatan”. Semoga karya ini dapat menjadi sumbangsih bagi
siapa saja yang ingin bergelut pada dunia penelitian, khususnya bagi yang
memfokuskan kajian pada budaya Betawi lainnya.
vii
UCAPAN TERIMA KASIH
Dalam penyelesaian skripsi ini penulis menyadari bahwa semua ini
tidaklah semata berhasil dengan tenaga dan upaya sendiri, namun banyak pihak
yang telah berpartisipasi dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, baik yang
bersifat moril maupun materil, maka dengan ini sepatutnya penulis
menyampaikan banyak terima kasih atas kerjasama dan dorongannya. Untuk itu
penulis mengucapkan terima kasih yang terdalam kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Sukron Kamil, M.Ag, Dekan Fakultas Adab dan
Humaniora UIN Jakarta, berikut pula semua wakil Dekan, I, II, dan III
seluruh staf dan pegawai Fakultas Adab dan Humaniora.
2. Bapak H. Nurhasan, M.A selaku Ketua Jurusan dan ibu Shalikatus
Sa’adiyah, M.Pd selaku Sekretaris Jurusan Sejarah dab Peradaban Islam
yang telah membantu administrasi procedural akademik mulai dari
perkuliahan hingga selesainya jejang S-1 penulis.
3. Bapak Dr. H. Abd. Chair selaku pembimbing skripsi yang dengan ikhlas
memberikan ilmu dan waktunya untuk penulis hingga selesainya penulis
skripsi ini.
4. Ibu Dr. Amelia Fauzia selaku pembimbing akademik yang telah
membimbing penulis dalam menghadapi masa-masa perkuliahan dari awal
masuk sampai akhir perkuliahan.
5. Bapak Dr. Saidun Derani, M.A selaku penguji 1 dan Bapak Drs. H. Azhar
Shaleh, M.A selaku penguji 2 yang telah meluangkan waktunya untuk
pengujian skripsi.
6. Seluruh dosen Progam Studi Sejarah dan Peradaban Islam yang telah
banyak berjasa terhadap penulis dalam memberikan motivasi dan
bimbingan keilmuannya.
7. Kedua orang tua tercinta ibunda Hj. Yenih Maryanih dan Ayah H. Sukria.
Yang telah mendidik, mengasuh, membimbing dengan kasih sayang yang
tulus sehingga anakmu ini bisa menyelesaikan studinya sampai perguruan
tinggi.
viii
8. Kepada Imam Mukorobin S.Hum (selaku asisten dosen) terima kasih
banyak telah membimbing, memberikan masukan, dan meminjamkan
buku sekaligus mengoreksi revisian penulis sampai selesai.
9. Kepada Maratun Nafisah, terima kasih karena telah mensuport dan selalu
mendukung penulis dan menemani penulis untuk mencari buku-buku serta
dokumentasi dalam penulisan skripsi ini.
10. Kakak-kakak tercinta Aries, Fahmi, David, dan Adik tercinta Imam yang
selalu menyemangati penulis dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.
11. Kepada Teman-teman SKI angkatan 2012, dan teman-teman lainnya yang
ikut memberikan partisipasinya khususnya kepada Juansyah, Azhar,
Miftah, Azami, Sohiman, Setyo, Mustaqim, Fathzry dan semua orang yang
telah membantu penulis hingga selesainya skripsi ini.
Demikian ucapan terimakasih penulis, semoga amal baik semua pihak yang telah
berkenan memberikan informasi yang penulis butuhkan untuk penulisan skripsi
ini, mendapatkan imbalan dan pahala sebesar-besarnya dari Allah SWT. Jika ada
kesalahan dan kekurangan, penulis mohon masukan yang kontruktif, sehingga
skripsi ini bermanfaat bagi pembacanya.
Jakarta, 13 Maret 2018
Penulis
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................................. i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................ ii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................................... iv
ABSTRAK ............................................................................................................................. v
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ vi
UCAPAN TERIMA KASIH ............................................................................................ vii
DAFTAR ISI ........................................................................................................................ ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah ........................................................... 4
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................ 5
D. Tinjauan Pustaka .................................................................................... 6
E. Kerangka Teoritik .................................................................................. 8
1. Perubahan Sosial ............................................................................. 8
2. Fungsionalis ..................................................................................... 9
3. Islamisasi .......................................................................................... 9
F. Metodologi Penelitian ......................................................................... 11
1. Metode Penelitian .......................................................................... 11
2. Teknik Pengumpulan Data ........................................................... 11
3. Teknik Pengolahan Data .............................................................. 14
4. Teknik Penulisan ........................................................................... 14
5. Pedoman Penulisan ....................................................................... 14
G. Sistematika Penulisan.......................................................................... 14
BAB II SEKILAS TENTANG LENGKONG WETAN, SERPONG,
TANGERANG SELATAN
A. Kondisi Geografis Lengkong Wetan ................................................. 16
B. Sejarah Lengkong ................................................................................ 18
x
C. Kondisi Keagamaan dan Kebudayaan di Lengkong Wetan ........... 22
1. Kondisi Keagamaan ...................................................................... 23
2. Kondisi Sosial Kebudayaan ......................................................... 25
D. Aktifitas Keseharian Masyarakat Lengkong .................................... 27
BAB III ISLAM DAN BUDAYA BETAWI
A. Masuknya Islam di Betawi ................................................................. 30
B. Bentuk Islamisasi di Betawi ............................................................... 32
1. Pondok Pesantren .......................................................................... 33
2. Madrasah ........................................................................................ 33
3. Majlis Taklim ................................................................................. 34
C. Budaya Betawi ..................................................................................... 35
1. Asal Usul Betawi ........................................................................... 35
2. Macam-macam Budaya Betawi................................................... 37
BAB IV NILAI-NILAI ISLAM PADA BUDAYA BETAWI DI
LENGKONG WETAN
A. Perkembangan Islam di Lengkong Wetan ........................................ 41
B. Budaya Betawi di Lengkong Wetan.................................................. 48
C. Nilai-Nilai Islam Dalam Budaya Betawi di Lengkong Wetan ...... 55
D. Kiat-Kiat Masyarakat Lengkong dalam Melestarikan Budaya
Betawi.................................................................................................... 59
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................... 63
B. Kritik dan Saran ................................................................................... 64
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 65
LAMPIRAN......................................................................................................................... 70
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebudayaan dan masyarakat merupakan dua hal yang tidak bisa
dipisahkan. Akan tetapi eksistensinya lama kelamaan mengalami perubahan,
bahkan beberapa di antaranya bisa saja hilang dari peradaban manusia. Selain
persoalan eksistensi, beberapa kebudayaan juga ditemukan mengalami
penambahan nilai-nilai1, seperti masuknya nilai-nilai agama dalam sebuah
kebudayaan. Peneliti Devita Roswita mengemukakan bahwa budaya Betawi
mengalami rekacipta tradisi sebagai strategi adaptasi menghadapi keragaman
dan keseragaman. Seperti Buka Palang Pintu pada mulanya merupakan tradisi
upacara, namun saat ini bertransformasi sebagai komoditas. Tujuan utama
rekacipta tradisi adalah pelestarian budaya, karena di dalamnya bukan hanya
terdapat nilai budaya saja, melainkan agama, sosial, sejarah, dan ekonomi.2
Masyarakat Betawi merupakan sebuah komunitas penduduk asli Jakarta
yang lahir dan terbentuk relatif baru, yaitu pada sekitar abad ke19. Etnis
Betawi yang terbentuk merupakan hasil percampuran antara bebagai unsur
suku bangsa, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar wilayah
Nusantara.3
Penggunaan istilah Betawi merujuk kepada Batavia, kelompok etnis
Betawi lahir dan berkembang menjadi sebuah komunitas yang memiliki
identitas tersendiri. Berawal dari perlakuan yang tidak adil oleh penjajah
Belanda terhadap struktur sosial di kota Batavia terhadap masyarakat pribumi,
serta penguasaan wilayah yang mulai mencampur adukkan kebudayaan,
1 Nilai adalah alat yang menunjukan alasan dasar bahwa “cara pelaksanaan atau
keadaan akhir tertentu lebih disukai secara sosial dibandingkan cara pelaksanaan atau keadaan
akhir yang berlawan, nilai memuat elemen pertimbangan yang membawa ide-ide seorang
individu mengenai hal-hal yang benar, baik, atau diinginkan. Lihat juga Robbins, Stephen P.
Perilaku Organisasi Buku 1. Jakarta: Salemba Empat, 2007. Hlm. 146-156. 2Devi Roswita, “Tradisi Buka Palang Pintu: Transformasi Tradisi Menuju Komoditas”
dalam Jurnal FISIP UI, 2013, h. 21. 3 Abdul Azis, Islam dan Masyarakat Betawi, (Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu, 2002)
h. 2.
2
terutama setelah Batavia mulai dijadikan pusat pemerintahan kolonial, saat itu
terbentuklah sebuah komunitas yang menentang kebijakan tersebut, komunitas
ini berusaha untuk menjaga kebudayaan masyarakat pribumi, mempertahankan
keberadaannya, serta melestarikannya. Komunitas inilah yang sekarang kita
kenal dengan istilah etnis Betawi.
Pembentukan komunitas etnis secara umum dipengaruhi beberapa
faktor yang membedakan dengan etnis lain. Faktor tersebut berupa persamaan
geografis, kepercayaan, adat istiadat, mitos, maupun sejarah yang unik. Adat
istiadat tersebut kemudian membentuk sebuah kebudayaan yang merupakan
ukuran serta pedoman kehidupan manusia. Budaya menjadikan manusia
memiliki nilai yang menjadi dasar setiap langkah yang akan dilakukannya.4
Seluruh rangka kebudayaan dan etnis Betawi, ada beberapa wilayah
yang mengembangkan budaya tersebut dan berusaha melestarikannya yang di
antaranya; Setu Babakan, Rawa Belong, Lebak Bulus, Lengkong Wetan, dan
Lain-lainnya. Kebudayaan yang berkembang dalam suatu masyarakat biasanya
merupakan sumber acuan bagi mereka dalam merespon berbagai perubahan.
Sistem kebudayaan tersebut akan menyeleksi perubahan ditolak atau diterima
oleh masyarakat.
Selain kebudayaan, agama berperan penting di masyarakat dalam
menanggapi perubahan sosial. Agama dalam pendekatan sejarah merupakan
artikulasi dalam perkembangan sejarah. Perubahan yang dimaksud meliputi
hingga meluas pada penyebaran dan perkembangan agama.5 Dengan demikian,
suatu agama yang masuk pada masyarakat tidak pernah bisa ditemukan dalam
bentuk aslinya secara utuh, selalu ada pelenturan nilai-nilai (fluiditas).6
4 Budiono, Herusatoto, Simbolisme dalam Budaya Jawa, (Yogyakarta: Hindita Graha
Widia, 2000), h. 7. 5 M. Ridwan Lubis, Agama dalam Perbincangan Sosiologi, (Bandung: Citapustaka,
2010), h. 9. 6 Dadang Kahmad, Sosiologi Agama; Potret Agama dalam Dinamika Konflik,
(Bandung: Pustaka Setia, 2011), h. 15. Lihat juga dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) Fluiditas memiliki satu arti. Fluiditas memiliki arti dalam kelas adjektiva atau kata sifat
sehingga fluiditas dapat mengubah kata benda atau kata ganti, biasanya dengan
menjelaskannya atau membuatnya menjadi lebih spesifik.
3
Pentingnya nilai-nilai juga termuat dalam pandangan masyarakat
Betawi terhadap kepemimpinan. Ridwan Saidi menjelaskan bahwa
penghormatan masyarakat Betawi kepada Guru7 dan Mualim (ulama).
8 Secara
umum masyarakat Betawi menghargai jawara9 dan ulama yang merupakan
bukan bentuk konfrontasi10
, melainkan hubungan fungsional11
yang saling
terikat.12
Lengkong merupakan sebuah daerah yang kental akan keagamaan dan
budayanya. Hal ini dibuktikan banyaknya pesantren yang berdiri dan bertahan
di sana. Kondisi tersebut juga menyebabkan Lengkong dikenal dengan istilah
Lengkong Ulama.13
Dalam perkembangannya Lengkong mengalami perluasan
wilayah sehingga muncul berbagai nama Lengkong lainnya, yaitu: Lengkong
Ulama, Lengkong Karya, Lengkong Gudang, Lengkong Wetan, dan
sebagainya. Diantara sekian banyak Lengkong, Lengkong Wetan, Kecamatan
Serpong, Tangerang Selatan adalah wilayah yang dikenal sebagai tempat
berkembangannya komunitas Betawi yang masih sangat mepertahankan
kebudayaannya.
Beberapa kebudayaan yang masih bertahan di Lengkong Wetan
diantaranya; Pencak Silat14
, Buka Palang Pintu15
, dan Kesenian Lenong16
.
7 Pengertian Guru yang penulis maksud merupakan orang yang berpendidikan serta
mengajar pendidikan, seperti pada sekolah-sekolah lainnya. Secara umum tidak ada perbedaan
guru yang dipahami oleh masyarakat Betawi dan masyarakat lainnya. 8 Pengertian Ulama yang penulis maksud merupakan orang yang ahli dalam ilmu-ilmu
keislaman. Lihat dalam buku Ridwan Saidi, Profil Orang Betawi, Asal-Usul, Kebudayaan, dan
Adat Isitadatnya, (Jakarta: PT Gunara Kata, 2001), h. 88. 9 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Arti kata Jawara ialah Pendekar
atau jagoan. Wawancara dengan Rahmat Hidayat di Lengkong Wetan tanggal 26 januari 2018.
Istilah jawara bagi masyarakat natif Betawi yaitu Juware atau Juara yang tidak terkalahkan
dalam hal bela diri “maen pukulan” atau pencak silat.
10 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Konfrontasi yang berarti
permusuhan atau pertentangan. 11
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Fungsional berarti dilihat dari segi fungsi:
kedua kata itu secara fungsional sepadan. 12
Rakhmad Zailani Kiki dkk, Geneologi Intelektual Ulam Betawi, (Jakarta: Jakarta
Islamic Center, 2011), 23. 13
Firman Firdaus, “Persepsi Masyarakat Pribumi Terhadap Pendatang di Kampung
Lengkong Ulama Tangerang Banten” dalam Skripsi Fakultas Psikologi, Uin Syarif
Hidayatullah Jakarta tahun 2008, h. 8. 14
Silat secara umum dipahami sebagai bentuk bela diri dalam rangka menghindari
atau menyelamatkan diri dalam sebuah perkelahian. Silat merupakan inti dari pembelaan dari
4
Meskipun di wilayah lengkong wetan dan sekitarnya mengalami proses
modernisasi, masyakat masih sangat antusias dalam melestarikan warisan
budaya itu. salah satunya upaya para sesepuh dan masyarakat lengkong wetan
yaitu dengan mengenalkan dan mengajarkan budaya Betawi itu sendiri kepada
anak, cucu mereka secara langsung. Sehingga eksistensi keberadaan tradisi itu
diharapkan terus berlanjut.
Agama dan budaya yang melekat pada masyarakat Betawi Lengkong
Wetan merupakan salah satu contoh atau bukti eksistensi17
sejarah. Bahkan
pada zaman modern dengan kemajuan teknologi yang signifikan seperti saat ini
masyarakat Betawi Lengkong Wetan masih mempertahankan budayanya yang
kental dengan nilai-nilai Islam di dalamnya. Hal ini menjadikan penulis tertarik
untuk meneliti “Nilai-Nilai Islam Pada Budaya Betawi di Lengkong Wetan,
Serpong, Tangerang Selatan” dan apa saja kiat-kiat masyarakatnya dalam
melestarikan tradisi leluhur.
B. Batasan dan Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis membatasi penelitian
agar lebih fokus dan terarah pada masalah apa saja nilai-nilai Islam yang terdapat
tanpa mengenal tempat dan keadaan. Lihat juga Keluarga Pencak SIlat Nusantara (KPSN),
Buku Pelajaran Pencak Silat Nusantara (Jakarta:KPSN, 2011), Hlm. 2 15
Buka Palang Pintu merupakan tradisi yang memiliki nilai kebudayaan bagi
masyarakat Betawi dan kerap dijumpai dalam acara pernikahan. Secara etimologi palang
berarti balok atau melintang, sedangkan pintu adalah lubang atau jalan untuk masuk dan keluar.
Terminology palang pintu diambil dari kiasan pada Betawi zaman dulu. Lihat juga Devi
Roswita, “Tradisi Buka Palang Pintu: Transformasi Tradisi Upacara Menuju Komoditas”
dalam Jurnal Fisip UI, tahun 2013. Hlm. 7. 16
Kesenian Lenong merupakan seni peran yang menggabungkan berbagai macam
kegiatan seni seperti, musik, tari, nyanyi dan peran. Secara umum, pertunjukan Lenong tanpa
scenario, pemainnya melakukan adegan-adegan sesuai dengan arahan pemimpin. Lihat dalam
buku Abdul Chaer, Foklor Betawi Kebudayaan dan Kehidupan Orang Betawi, (Jakarta: Masup
Jakarta, 2012). Hlm 204, pemikiran dan pendapat serupa juga dikemukakan Adbul Qodir,
selaku Ketua IRMAS, Remaja Seni di Lengkong Wetan, wawancara pribadi, Lengkong
Wetam. 13November 2017. 17
Eksistensi berasal dari kata bahasa latin existere yang artinya muncul, ada timbul
memiliki keberadaan aktual. Kamus besar bahasa Indonesia. Jakarta: balai pustaka. 1997. hal.
253. Menurut buku Lorens Bagus (1996). Kamus filsafat. Jakarta: gramedia. Hlm. 183-185.
Terdapat beberapa pengertian tentang exsistensi yang dijelaskan menjadi 4 pengertian.
Pertama, esistensi adalah apa yang ada. Kedua, exsistensi adalah apa yang memiliki aktualitas.
Ketiga, exsistensi adalah segala sesuatu yang dialami dan menekankan bahwa sesuatu itu ada.
Keempat, exsistensi adalah kesempurnaan.
5
pada budaya Betawi di Lengkong Wetan, Serpong, Tangerang Selatan? Adapaun
rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kondisi agama dan budaya di Lengkong Wetan, Tangerang
Selatan?
2. Apa saja nilai-nilai Islam yang terkandung dalam budaya Betawi di
Lengkong Wetan, Serpong, Tangerang Selatan?
3. Bagaimana masyarakat Lengkong Wetan, Serpong, Tangerang Selatan
dalam mempertahankan serta melestarikan budaya Betawi?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui kondisi keagamaan dan kondisi kebudayaan di
Lengkong Wetan, Serpong, Tangerang Selatan.
2. Untuk mengetahui apa saja nilai-nilai Islam yang terkandung dalam
budaya Betawi di Lengkong Wetan, Serpong, Tangerang Selatan
3. Untuk mengetahui peran dan kontribusi tokoh masyarakat dan alim
ulama dalam penerapan tradisi pada masyaraat di Lengkong Wetan,
Serpong, Tangerang Selatan.
Adapun manfaatnya adalah sebagai berikut:
1. Bagi Kampus sebagai sumbangan hasil karya penelitian untuk
Fakultas Adab dan Humaniora khususnya di Jurusan Sejarah dan
Peradaban Islam dan umumnya untuk UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Bagi masyarakat sebagai tambahan informasi mengenai kajian
tentang nilai-nilai islam yang terdapat pada tradisi kebudayaan
Betawi di masyarakat Lengkong Wetan kecamatan serpong
tangerang selatan.
3. Penelitian ini secara kelembagaan akademik untuk pengembangan
ilmu-ilmu sosial kemasyarakatan, terutama ilmu sejarah.
6
D. Tinjauan Pustaka
Terdapat beberapa penelitian terkait tema agama dan budaya di
Lengkong Wetan. Berikut rinciannya.
Pertama skripsi yang berjudul “Penerimaan Masyarakat Betawi Muslim
Terhadap Kesenian Musik Gambang Kromong dan Tari Ronggeng Blantek di
Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan” yang ditulis oleh Siti Uswatun
Chasanah, Mahasiswa Universitas Negeri Islam Syarif Hidayatullah Jakarta,
Jurusan Sejarah dan kebudayaan Islam, pada tahun 2014. Yang isinya
membahas mengenai penerimaan masyarakat muslim betawi di Setu Babakan
terhadap kesenian musik gambang kromong dan tari ronggeng. Persamaan
dengan penelitian yang akan dilakukan adalah kebudayaan Betawi yang
menjadi objek material penelitiannya. Adapun perbedaannya dengan penelitian
yang akan dilakukan adalah jenis budaya Betawi serta daerah yang ditelitinya.
Penulis meneliti daerah Lengkong Wetan, sedangkan Siti Uswatun meneliti di
daerah Setu Babakan.
Kedua skripsi yang berjudul “Peran Perkampungan Betawi Setu
Babakan dalam Melestarikan dan Mengembangkan Budaya Betawi (2004 –
2007)” ditulis oleh Yulia Kartika pada Jurusan Sejarah Kebudayan Islam,
Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2009.
Skripsi tersebut terfokus pada sejauh mana upaya masyarakat Setu Babakan
dalam mempertahankan serta melestarikan budaya Betawi. Perbedaan dengan
penelitian yang akan dilakukan adalah perbedaan daerah serta persoalan nilai-
nilai Islami dalam kebudayaan Betawi. Penulis mengambil daerah Lengkong
Wetan sebagai objek penelitian. Sedangkan penelitian Yulia Kartika
mengambil daerah Setu Babakan dan hanya menjelaskan persoalan pelestarian
kebudayaan Betawi.
Ketiga penelitian Saidun Derani berjudul “Ulama Betawi Perspektif
Sejarah” dalam Jurnal Turats Vol. XIX No. 2 Tahun 2013, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Pada penelitian tersebut menjelaskan islamisasi atau
penyebaran Islam serta kontribusi keilmuan Muslim di Betawi. Hasilnya ulama
7
Betawi cukup signifikan dalam pembangunan bangsa dalam transmisi
keilmuan. Penelitian ini menjadi rujukan penulis sebagai landasan teori
Islamisasi di Betawi.
Selain skripsi dan penelitian dalam jurnal, terdapat beberapa buku yang
membahas budaya maupun keislaman Betawi. Di antaranya adalah buku yang
ditulis oleh Abdul Aziz berjudul Islam dan Masyarakat Betawi. Buku tersebut
menjelaskan tentang perkembangan masyarakat Betawi dalam menghadapi
perubahan zaman. Kemudian buku yang ditulis oleh Abdul Chaer, pada tahun
2012 berjudul Foklor Betawi Kebudayaan dan Kehidupan Orang Betawi,
pembahasannya sangat tertuju pada masyarakat Betawi, dari budaya
masyarakatnya, kesenian, tradisi masyarakat, sampai busana dan arsitektur
bangunannya pun dibahas, namun secara detail pembahasan mengenai nilai-
nilai Islam dalam Betawi itu sendiri belum dijelaskan secara menyeluruh.
Selain itu juga terdapat buku Geneologi Intelektual Ulama Betawi yang
diterbitkan oleh Pusat Pengkajian dan Pengembangan Islam Jakarta, Jakarta
Islamic Centre pada tahun 2011. Buku tersebut merupakan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Rakhmad Zailani Kiki dkk, serta dibimbing oleh
Azyumardi Azra dan Ridwan Saidi.
Dari tinjaun pustaka di atas terdapat beberapa persamaan dan
perbedaan. Persamaannya secara umum terletak pada kebudayaan Betawi yang
diteliti. Selain itu teori yang digunakan mengacu pada buku-buku memiliki
kesamaan yaitu teori Islamisasi serta penyebaran jaringan ulama di Betawi.
Adapun perbedaannya adalah penulis lebih spesifik di daerah Lengkong
Wetan, Serpong, Tangerang Selatan. Sejauh ini belum ada penelitian mengenai
kebudayaan dalam perspektif sejarah di Lengkong Wetan, Serpong, Tangerang
Selatan. Oleh karena itu penelitian ini bersifat baru dan original.
E. Kerangka Teori
Teori yang digunakan penulis untuk meneliti nilai-nilai Islam pada
budaya Betawi ini adalah teori perubahan sosial, fungsionalisme dan teori
Islamisasi. Untuk lebih jelasnya akan dibahas satu persatu di bawah ini. Teori
perubahan sosial yang digunakan merupakan teori dalam perspektif sejarah.
8
Sebagaimana pendapat Kartodirjo bahwa perubahan sosial merupakan gejala
sejarah atas proses terjadinya perubahan dalam konteks sosial.18
Berikut
penjelasan detail mengenai teori-teori yang digunakan.
1. Perubahan Sosial
Perubahan merupakan suatu kondisi yang berbeda dari sebelumnya
dengan kondisi yang terjadi saat ini. Adanya perubahan merupakan hasil
perbandingan waktu tertentu yang terjadi pada satu masyarakat. Dalam
perubahan tentunya memuat proses terbentuknya perubahan itu sendiri. Proses
tersebut menunjukkan sebuah gejala sejarah. Gejala sejarah juga memuat
persoalan hubungan kausal sekaligus proses yang terjadi dari sebelum hingga
sesudah adanya perubahan.19
Dalam perubahan sosial setidaknya memuat dua unsur:
a. Dinamika masyarakat memajukan tingkat perubahan ke arah yang
lebih maju dengan melihat berbagai faktor yang melatarbelakangi
perubahan tersebut.
b. Arah perubahan sosial menuju dari sederhana ke bentuk yang lebih
kompleks, dengan kata lain menuju pada arah yang lebih baik.20
Dalam teori perubahan sosial, Talcot Parson berpendapat bahwa asumsi
terjadinya perubahan sosial berasal dari hubungan antar lembaga atau
komunitas dalam masyarakat yang berakibat pada perubahan sistem sosial
(seperti bahasa maupun budaya) maupun struktur sosial (peran dan fungsi).
Adapun sumber perubahan sosialnya berasal dari faktor endogen mencakup
sistem masyarakat itu sendiri dan eksogen berupa masyarakat pendatang atau
dari luar.21
18
Sartono Kartodirjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah, (Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 1992), h. 4 19
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2013), h. 78. 20
Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metode Sejarah (Jakarta:
Gramedia, 1992), h. 99. 21
Syamsir Alam dan Amir Fadhilah, Sosiologi Pedesaan, (Jakarta: Lembaga
Penelitian UIN Jakarta, 2008), h. 126.
9
2. Fungsionalis
Selain teori perubahan sosial, penulis juga menggunakan teori
fungsionalis tentang kebudayaan yang dikemukakan Bronislow Malinowski
(1884-1942). Menurut Malinowski, bahwasannya semua unsur kebudayaan
akan bermanfaat bagi masyarakat atau dengan kata lain bahwa fungsionalisme
berpandangan bahwa kebudayaan mempertahankan setiap pola kelakuan yang
sudah menjadi kebiasaan, yang sudah merupakan bagian kebudayaan dalam
suatu masyarakat. 22
Inti teori fungsionalisme adalah bahwa segala aktifitas kebudayaan
yang di lakukan oleh masyarakat sebenarnya mempunyai maksud untuk
memuaskan suatu rangkaian dari sejumlah kebutuhan naluri manusia yang
berhubungan dengan seluruh kehidupannya (pemenuhan kebutuhan). Teori
tersebut di gunakan untuk menjelaskan nilai-nilai yang terdapat dan terkandung
di budaya Betawi, untuk mengukuhkan keberadaan nilai-nilai islam dalam
masyarakat, serta memahami dan memaknai simbol-simbol sebagai satu
kesatuan yang mutlak di sadari, agar dapat menjelaskan permasalahan yang di
teliti. Dengan menggunakan teori ini, di harapkan dapat membantu peneliti
untuk mengetahui internalisasi nilai-nilai islam dalam budaya tersebut.
3. Islamisasi
Masyarakat Betawi yang kental akan nilai-nilai religusnya
mengharuskan penelitian ini mengkaji lebih mendalam mengenai agama serta
teori masuknya Islam ke lengkong. Sebagaimana agama dalam perspektif
sejarah merupakan respon terhadap perubahan sosial. Peranan sejarah dalam
konteks agama adalah menggambarkan perubahan sosial yang terpengaruh
agama.23
Hal tersebut dipertegas oleh Max Weber bahwa agama
mempengaruhi pandangan hidup manusia terhadap perubahan yang terjadi di
masyarakat.24
Adapun teori untuk mengupas masuknya agama Islam disebut
22
Koentjaraningrat, Sejarah Teori Antropologi I, (Jakarta: UI Press, 1980), h. 167. 23
M. Ridwan Lubis, Agama dalam Perbincangan Sosiologi, (Bandung: Citapustaka,
2010), h. 9. 24
Syamsuddin Abdillah, Agama dan Masyarakat Pendekatan Sosiologi Agama,
(Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 91.
10
dengan teori Islamisasi. Islamisasi adalah teori yang menjelaskan proses dan
berkembangnya Islam, khususnya di Indonesia.
Adapun teori Islamisasi yang digunakan penulis adalah teori Syekh
Quro. Teori ini juga dibahas oleh Saidun Derani dalam Jurnal Turats. Teori
tersebut merupakan teori yang jelas dan tegas dalam menjelaskan sejarah
masuknya Islam di Betawi.
1) Teori Syaikh Quro
Menurut Ridwan Saidi, Islam pertama kali masuk ke tanah Betawi
dibawakan oleh Syaikh Hasanuddin yang kemudian dikenal dengan Syekh
Quro. Syekh Quro merupakan ulama berasal Kamboja yang menyebarkan
Islam ke Betawi pada tahun 1409.25
Selain itu didukung dengan para
pedagang Muslim sudah berlalu lalang pada adab ke 7 masehi ke pelabuhan
Nusantara, berniaga ke Cina. Teori ini menegaskan mengapa komunitas
Muslim di Nusantara pada umumnya seperti Petani, Malaka, Sumatera,
Champa.26
Penerimaan Islam di Betawi yang dibawakan oleh Syekh Quro tidak
terlepas dari metode dakwah persuasif. Cara-cara dakwah yang bersifat
persuasif inilah yang menyebabkan Islam bisa diterima pada masa Hindu
Budha. Hal ini dikarenakan ulama atau mubaligh yang menyebarkan Islam
memiliki ilmu keislaman serta memahami jiwa masyarakat yang menjadi
sasaran dakwah.27
Syekh Quro adalah putra dari salah seorang ulama besar di Makkah,
yaitu Syekh Yusuf Siddik yang menyebarkan agama Islam di Campa. Syekh
Yusuf Siddik masih keturunan Sayidina Husain bin Sayyidina Ali
Karamallaahu wajhah. Tidak diketahui dengan pasti tentang riwayat masa
kecil dari Syekh Quro. Sumber tertulis hanya menjelaskan bahwa pada
tahun 1409 masehi, setelah berdakwah di Campa dan Malaka, Syekh Quro
25
Rakhmad Zaili Kiki Dkk, Geneologi, h. 31. 26
Saidun Derani, “Ulama Betawi Perspektif Sejarah” dalam Jurnal At-Turats Vol.
XIX No.1 Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2012, h. 114-
115. 27
Saidun Derani, “Ulama Betawi Perspektif Sejarah” dalam Jurnal At-Turats Vol.
XIX No.1 Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2012, h. 118.
11
mengadakan kunjungan ke daerah Martasinga Pasambangan dan Japura
hingga akhirnya sampai ke pelabuhan Muara Jati, Cirebon. Beberapa tahun
kemudian, Syekh Quro kembali ke wilayah Pajajaran. Ia kembali bersama
pengiringnya menumpang kapal yang dipimpin Laksamana Cheng Ho
dalam perjalanannya menuju Majapahit. Dalam pelayarannya itu, armada
Cheng Ho tiba di Pura Karawang, Syekh Hasanuddin beserta para
penggiringnya turun di Karawang.28
F. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Dalam melakukan penelitian pada kajian sejarah perlu menggunakan
pemahaman metode sejarah. Metode sejarah adalah suatu proses menguji dan
menganalisis secara kritis terhadap rekaman dan peninggalan masa lampau
berdasarkan data-data yang telah diperoleh.29
2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data menggunakan dua teknik, library research
(pencarian data kepustakaan) dan field research (penelitian lapangan).30
a. Library Research merupakan studi kepustakaan. Teknik ini merupakan
pencarian data dari sumber-sumber tertulis yang ada dalam kepustakaan.
Penulis mencari dan mengumpulkan data dari perpustakaan meliputi buku
terkait Nilai-nilai Islam dan budaya Betawi maupun skripsi yang berkaitan
dengan penelitian ini. Pencarian dilakukan di Perpustakaan Utama UIN
Syarif Hidayatullah dan perpustakaan fakultas Adab dan Humaniora.
Adapun data yang dikumpulkan melalui kepustakaan di antaranya adalah:
Sejarah Kampung Lengkong, ditulis oleh Mukri Mian, Profil Orang
Betawi, Asal-Usul, Kebudayaan, dan Adat Isitadatnya ditulis oleh Ridwan
Saidi, Geneologi Intelektual Ulam Betawi ditulis oleh Rakhmad Zailani
28
Rakhmad Zailani Kiki Dkk, Geneologi, h. 32-34. 29
Louis Gottshalck, Mengerti Sejarah, Terj. Nugroho Susanto (Jakarta: Universitas
Indonesia, Press, 2008), h. 39 30
Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah, (Jakarta: Logoso Wacana Ilmu,
1999), h. 107.
12
Kiki dkk. Arkeologi Islam Nusantara ditulis oleh Uka Tjandrasasmita,
Foklor Betawi: Kebudayaan dan Kehidupan Orang Betawi ditulis oleh
Abdul Chaer, Islam dan Masyarakat Betawi ditulis oleh Abdul Aziz. serta
jurnal terkait Betawi, Islam dan Kebudayaannya di antaranya: “Ulama
Betawi Perspektif Sejarah” ditulis oleh Saidun Derani dalam Jurnal
Turats, Fakultas Adab, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, “Kajian Pola
Pemukiman Kampung Lengkong Ulama, Serpong” ditulis oleh Muammar
Khamdevi dalam Jurnal Dimensi, dan “Indahnya Betawi” ditulis oleh Mita
Purbasari dalam Jurn al HUMANIORA Universitas Bina Nusantara.
b. Field Research merupakan teknik pengumpulan data yang diambil dari
lapangan penelitian. Dalam mengambil data dari lapangan, penulis
menggunakan tiga teknik. Berikut uraian detailnya:
a) Observasi (Pengamatan)31
: Merupakan pengamatan secara langsung di
daerah Lengkong Wetan, Serpong, Tangerang Selatan serta fenomena
yang berkaitan dengan nilai-nilai Islam pada budaya Betawi.
Selanjutnya penulis menyimpulkan mengenai nilai-nilai Islam dalam
budaya Betawi di Lengkong Wetang, Serpong, Tangerang Selatan.
b) Wawancara32
: merupakan teknik pengambilan data menggunakan
tanya jawab kepada narasumber yang dipilih. Adapun narasumbernya
diambil dari orang-orang yang mengetahui secara langsung mengenai
kebudayaan maupun keislaman yang ada di Lengkong Wetan, Serpong
Tangerang Selatan. Sedangkan teknik wawancaranya menggunakan
pendekekatan semistrukur, yakni campuran antara wawancara
terstruktur dan tidak terstruktur. Hal ini dilakukan dalam rangka
memberikan keleluasaan terhadap penulis serta narasumber agar
mendapatkan informasi tepat.
Penulis memilih 8 (delapan) narasumber yang diwawancarai. Berikut
uraian detailnya:
1. Amil Husein; selaku orang yang bertanggung jawab dalam
persoalan keagamaan Islam di Lengkong Wetan.
31
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori & Praktek H. 143 32
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori & Praktek H. 160-161
13
2. Ibrahim bin Mulud; selaku pengasuh dan pengajar Rumah Seni
Budaya Betawi di Lengkong Wetan.
3. Rahmat Hidayat; selaku pengasuh dan pengajar Rumah Seni
Budaya Betawi di Lengkong Wetan.
4. Wasri Susanto; selaku ketua RW di Lengkong Wetan
5. Sardadi; selalu sesepuh dan tokoh masyarakat di Lengkong Wetan.
6. Junaedi; selaku anggota Persatuan Pendekar Persilatan dan Seni
Budaya Betawi Indonesia (P3SBBI).
7. Reni; merupakan tokoh masyarakat dan selaku ketua Posyandu di
Lengkong Wetan.
8. Abdul Qadir; pengurus Ikatan Remaja Masjid.
c) Dokumentasi33
: merupakan mengumpulkan data dengan cara
mengambil pengumpulan data menggunakan metode kepustakaan
dengan mengakses beberapa sumber-sumber tertulis berupa Buku,
Jurnal serta situs Internet. Dalam tahap dokumentasi harus diuji
melalui kritik yang bersifat internal dan eksternal.34
Kritik internal
peneliti untuk dapat menilai kelayakan dan keaslian sember atau
menguji lebih jauh dokumen tersebut, artinya peneliti ingin menguji
seberapa jauh dapat dipercaya kebenaran dari informasi yang
diberikan. Dalam kritik intern ditunjukan untuk dapat memahami
sebuah teks. Tahap selanjutnya kritik ekternal dilakukan untuk
mengetahui atau menguji keaslihan suatu sumber. Usaha dalam
mendapatkan bukti sumber otentik dengan melakukan penelitian
terhadap sebuah sumber. Dalam kritik ekternal berfungsi sebagai
berikut: 1). Apakah sumber tersebut merupakan salah satu sumber
yang kita butuhkan. 2). Apakah itu merupakan sumber salah satu yang
asli. 3). Apakah sumber tersebut masih ada atau sudah mengalami
suatu perubahan.
33
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori & Praktek H. 175 34
M. Dien Madjid, Johan Wahyudhi, Ilmu Sejarah Sebuah Pengantar, (Jakarta:
Kencana, 2014). Cet 1. H.223-224.
14
3. Teknik Pengolahan Data
Penulis menggunakan teknik analisis hystoris dan analisis deskriptif.
Analisis hystoris atau analisis sejarah merupakan pemahaman terhadap
hubungan antara masalah dengan data35
yang ditemukan yang dikaji dengan
teori.36
Adapun descriptive-analisys atau analisis deskripsi merupakan
mengolah data dengan menggambarkan secara runtut dan menuliskannya
dalam laporan penelitian.
4. Teknik Penulisan
Teknik penulisannya menggunakan historiografi yang merupakan fase
terakhir dalam penelitian sejarah, di mana pada fase ini akan didapatkan hasil
tulisan sejarah yang tentunya berbeda dengan sosiologi ataupun disiplin ilmu
sosial lainnya. Hal ini dikarenakan dalam penulisan sejarah, kronologi
merupakan sebuah faktor penting yang membedakannya dengan tulisan
lainnya.
5. Pedoman Penulisan
Panduan penulisan skripsi ini berdasarkan pada Pedoman Penulisan
Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2017 yang diterbitkan oleh Lembaga Penjamin Mutu (LPM) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
G. Sistematika Penulisan
Sebuah peristiwa sejarah yang diteliti dengan metodologi dan
pembagian babakan, harus dibagi sesuai sistematika serta kaidah dalam
penelitian sejarah. Pembabakan tahapan pembahasan cerita peristiwa sejarah,
dapat dibagi dalam beberapa bab dan sub-bab, yang sifatnya tidak mengikat
35
Data sebagai bahan memerlukan pengolahan, penyeleksian, pengkatagorian, dengan
merujuk kreteria tertentu. Dan kreteria ini sangat bergantung kepada subjek yang melakukan
pengkajian. Misalnya, kuesioner hasil survey pedesaan memuat banyak data masyarakat
pendesaan. Lihat juga Kartodirdjo. Pendekatan Ilmu Sosial dam Metodologi Sejarah. Hlm. 17. 36
Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah, h. 144.
15
dan tidak dibatasi jumlahnya. Pada penelitian sejarah, sebuah peristiwa sejarah
selalu didasarkan pada kaidah dasar, yaitu awal, saat, dan akhir peristiwa.37
Secara keseluruhan skripsi ini terbagi ke dalam lima bab, adapun
berikut rinciannya:
Bab I adalah pendahuluan, diantaranya latar belakang masalah, batasan
dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka,
kerangka teoritik, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II adalah membahas mengenai seputar daerah Lengkong Wetan,
secara geografis dan demografis, dilanjutkan dengan pembahasan sejarah
Lengkong, mengenai kondisi sosial keagamaan dan kondisi sosial kebudayaan
masyarakat Lengkong Wetan, dan di akhir pembahasan, penulis menyisipkan
pembahasan mengenai keseharian masyarakat Lengkong Wetan, pada
pembahasan ini penulis lebih tertuju pada kesenian dan kebudayaan
masyarakat.
Bab III adalah Islam dan Budaya di Betawi, pada bagian ini terbagi
dalam tiga Sub, yaitu masuknya Islam di Betawi, bentuknya Islamisasi di
Betawi dan budaya Betawi.
Bab IV merupakan kelanjutan dari bab sebelumnya, yang membahas
tentang nilai-nilai Islam pada budaya Betawi di Lengkong Wetan. Adapun
pembahasannya terbagi menjadi empat Sub, yaitu perkembangan Islam di
Lengkong Wetan, Budaya Betawi di Lengkong Wetan dan yang terakhir nilai-
nilai Islam dalam Budaya Betawi di Lengkong Wetan.
Bab V adalah akhir dari seluruh proses penelitian ini, didalamnya berisi
tentang analisa dan hal-hal yang berkaitan dengan keadaan proses penelitian
ini. bagian inilah yang menjadi akhir dari seluruh rangkaian penelitian, tentang
pembahasan suatu tema dari sebuah peristiwa suatu sejarah.
37
Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah, hlm. 69.
16
BAB II
GAMBARAN UMUM LENGKONG WETAN
A. Kondisi Geografis Lengkong Wetan
Lengkong Wetan38
merupakan salah satu kelurahan yang ada di
Kecamatan Serpong, Kabupaten Tangerang Selatan, Provinsi Banten.
Kelurahan Lengkong wetan memiliki luas wilayah 250,50 km, dengan jarak
dari kelurahan Lengkong Wetan sampai pusat Pemerintahan Kecamatan yaitu
7,5 km, jarak dari kelurahan Lengkong Wetan sampai pusat Pemerintahan Kota
yaitu 16,6 km, jarak dari kelurahan Lengkong Wetan sampai Kota/Ibu Kota
Kabupaten yaitu 16,6 km, dan jarak dari kelurahan Lengkong Wetan sampai
Ibu Kota Provinsi yaitu 72 km.39
Kelurahan Lengkong wetan terdiri dari 12 Rw, yang di dalamnya
terdapat 36 Rt. 12 Rw ini tersebar di seluruh wilayah Barat, timur, Utara, dan
Selatan. Sama halnya dengan kelurahan-kelurahan di Indonesia pada umunya,
di Lengkong Wetan juga mempunyai Visi dan Misi yang dijadikan pedoman
38
Menurut sejarah Lengkong Wetan, bahwa Lengkong Wetan itu berasal dari ata
LINKON atau LENCKONG (menurut Bahasa Belanda) wilayah Lengkong dulunya adalah
bagian dari Kesultanan Banten. Yang berkuasa dari tahun 1651-1672. Sultan Banten di perintah
oleh Sultan Abdul Fath atau yang lebih dikenal dengan nama Sultan Ageng Tirtayasa. Dalam
pemerintahannya Banten mengalami masa kejayaan, abik dibidang perdagangan dalam dan luar
negri dan pada waktu itu Sultan Ageng Tirtayasa tidak menyukai VOC dengan alasan pertama
VOC merebut wilayah kekuasaannya, alasan yang kedua pihak sering terjadi didaerah Banten
dan Batavia disekitar Angke, Pesing dan Tangerang. Salah satu penyerangan pasukan Sultan
Ageng Tirtayasa adalah ke Lengkong.
Wetan adalah suatu wilayah yang letaknya disebelah timur Lengkong Kiai, sedangkan
sebelah Selatan adalah Lengkong Gudang, Lengkong yang dahulunya terbilang luas sehingga
nama Linkon yang menurut bahasa Belanda menjadi Lengkong sedangkan sebelah timur
disebut Wetan, maka di gabungkan nama tersebut menjadi satu yaitu Lengkong Wetan.
Kepimpinan Desa/Dusun pada Tahun: 1). Pada Tahun 1943-1945 di Pimpin oleh Isa
Ingking. 2). Pada Tahun 1945-1946 di Pimpin olleh Kinan. 3). Pada Tahun 1947-1979 di
Pimpin oleh H. M. Sirin Bin Encin. 4). Pada Tahun 1980-1988 di Pimpin oleh H.M. Amin. 5).
Pada Tahun 1989-1998 di Pimpin oleh H. M. Siran.
Perubahan status Desa menjadi Kelurahan berdasarkan Perbup Tanggal 19 September
2005 bersama dengan 76 Desa lainnya di Kabupaten Tangerang berdasarkan Peraturan Daerah
Kabupaten Tangerang No. 3 Tahun 2005. Kelurahan Lengkong Wetan bagian dari Wilayah
Kabupaten Tangerang. Berdasarkan Undang-Undang No. 51 Tahun 2008 tentang pembentukan
Kota Tangerang Selatan, maka Kelurahan Lengkong Wetan bagian dari Wilayah Kota
Tangerang Selatan. Di lihat dari Profil Kelurahan Lengkong Wetan. 39
Bersumber dari buku Monografi kelurahan Lengkong Wetan mengenai monografi
kelurahan Lengkong wetan.
17
demi membangun dan mengembangkan wilayahnya. Adapun Visi dan Misi
kelurahan lengkong Wetan yaitu:
Visi
“Terciptanya Masyarakat Lengkong Wetan yang Mandiri, Partisipatif,
Demokrasi Dan Berwawasan Luas.”40
Misi
Meningkatkan Profesionalisme para Aparatur di tingkat Kelurahan
Lengkong wetan dalam rangka pelayanan.
Mewujudkan peran serta masyarakat dalam meningkatkan perekonomian
dan daya beli.41
Adapun batas wilayah kelurahan Lengkong Wetan yaitu; sebelah Utara
Kelurahan berbatasan dengan kecamatan Serpong Utara, sebelah Selatan
kelurahan berbatasan dengan kelurahan Lengkong Gudang/Lengkong Gudang
Timur, sebelah Barat kelurahan berbatasan dengan kecamatan Pagedangan, dan
sebelah Timur kelurahan berbatasan dengan kecamatan Pondok Aren.42
Dikutip dari buku laporan tahunan pemerintahan kelurahan Lengkong
Wetan mengenai data monografi kelurahan, pada bulan September 2017
jumlah penduduk kelurahan Lengkong Wetan tercatat sebanyak 8810 jiwa,
dengan rincian 4498 laki - laki, dan 4312 perempuan, dalam golongan usia 0-
15 tahun sebanyak 1724, usia 15-65 tahun sebanyak 6260, dan usia 65 ke atas
sebanyak 826, sedangkan jumlah kepala keluarga (KK) yang terdapat di
Lengkong wetan berjumlah 3478 KK.43
40
Bersumber dari data arsip kelurahan Lengkong Wetan mengenai profil Kelurahan
Lengkong Wetan, sumber serupa dapat dilihat di pamplet/ banner di kelurahan Lengkong
Wetan. 41
Bersumber dari data arsip kelurahan Lengkong Wetan mengenai profil Kelurahan
Lengkong Wetan, sumber serupa dapat dilihat di pamplet/ banner di kelurahan Lengkong
Wetan. 42
Bersumber dari buku Monografi kelurahan Lengkong Wetan mengenai monografi
kelurahan Lengkong wetan. 43
Bersumber dari Profil Kelurahan Lengkong Wetan
18
Dilansir dari data yang tersimpan di buku tahunan kelurahan Lengkong
Wetan mengenai monografi daerah pada tahun 2017, Mata
pencaharian/pekerjaan penduduk Lengkong Wetan dapat dilihat pada rincian
berikut :
1. Karyawan:
a) Pegawai Negeri Sipil berjumlah 80 orang
b) ABRI berjumlah 7 orang
2. Wiraswasta/Pedagang berjumlah 1851 orang
3. Petani berjumlah 7 orang
4. Pertukangan berjumlah 38 orang
5. Buruh Tani berjumlah 15 orang
6. Pensiunan berjumlah 11 orang
7. Pemulung berjumlah 8 orang
8. Jasa berjumlah 1642 orang.44
B. Sejarah Lengkong
Lengkong merupakan daerah yang secara geografis berada di
Tangerang dengan beretnis Sunda, Jawa, Betawi, dan Arab. Lengkong juga
kerap disebut dengan Lengkong Ulama, Lengkong Alit, maupun Lengkong
Sumedang. Penamaan Lengkong sendiri tidak lepas dari aspek sejarah
munculnya kampung lengkong. Seperti Lengkong Ulama dinisbahkan karena
Lengkong merupakan daerah dengan kondisi religius yang sangat tinggi.
Lengkong dicetuskan oleh Raden45
Aria Wangsakara46
atau yang
dikenal dengan Haji Wangsakara atau Kyai Lenyep47
. Pada tahun 1628 Raden
44
Bersumber dari buku Monografi kelurahan Lengkong Wetan mengenai monografi
kelurahan Lengkong wetan. 45
Raden adalah gelar putra dan putri raja atau sapaan kepada keturunan raja atau
bangsawan (keturunan raja). Mahmud bin Bakyr, Kamus Bahasa Melayu Nusantara (Bandar
Seri Begawan: Dewan Bahasa dan Pustaka Brunei, 2003), hal. 2190. Lihat juga Tim Penyusun
Kamus Pusat Pembinaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Pengembangan Bahasa, hal. 718. 46
Raden Aria Wangsakara salah satu ulama yang berperan dalam pengembangan
Islam di Tangerang, yang berpusat di Kampung Lengkong Ulama, Desa Lengkong Kulon,
Kecamatan Pagedangan, Tangerang, Banten. Selain sebagai seorang mubaligh Islam, dia juga
dikenal sebagai tokoh pejuang melawan penjajahan kompeni Belanda. Lihat juga skripsi imam
mukorobin yang berjudul Raden Aria Wangsaraka dan Peranannya Dalam Perkembangan
Islam di Lengkong Ulama Tangerang. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013, hal, 2
19
Aria Wangsakara berpindah dari Sumedang menuju Karawang. Pada tahun
1633 Raden Aria Wangsakara direstui oleh Sultan Banten untuk menguasai
daerah bekas kekuasaan Pucuk Umum yang kalah dari Sultan Banten.
Kemudian di daerah tersebut Wangsakara mulai membangun daerah tersebut
dengan mengambil tempat petilasan atau lokasinya di tepian Cisadane dan kali
Cipicung kemudian dinamakan “Lengkong”.48
Istilah Lengkong Ulama49
atau Sumedang merupakan istilah yang
mengandung arti sejarah. Disebut Lengkong Ulama atau Sumedang karena
sejarah kampung tersebut dimunculkan oleh kyai atau ulama. Sedangkan
Sumedang adalah orang ulama tersebut yang berasal dari Sumedang.50
Sejarah
berkembangnya daerah Lengkong yang dibawakan oleh ulama atau kyai yang
berasal dari Sumedang, yakni Raden Aria Wangsakara.51
Selain itu juga
dikarenakan Lengkong merupakan simbol daerah dengan nilai religius yang
sangat kuat. Terdapat juga masjid tertua yang dibangun Raden Aria
Wangsakara pada tahun 1640. Bahkan dalam penelitian Firman disebutkan
bahwa Lengkong adalah “dapurnya Mekkah”52
sebagai pebanding dari Aceh
yang memiliki gelar “serambi Mekkah”.53
47
Kyai Lenyep adalah julukan yang diberikan masyarakat dan para tokoh lainnya
karena beliau ahli dalam ilmu agama, salah satunya ilmu falaq dan paririmbon. Sebagai contoh,
penggunaan sistem penanggalan Windu. Selain itu juga beliau membuat sistem Tarikh Jawa,
yaitu kombinasi penanggalan Hindu (Saka) dengan Hijriyah. Lihat dalam Mian Mukri, Sejarah
Kampung Lengkong, hal. 4. 48
Mukri Mian, Sejarah Kampung Lenkong, h. 7. 49
Kampung Lengkong Ulama adalah salah satu pusat penyebaran dan pengembangan
agama islam, serta basis perlawanan rakyat Tangerang melawan penjajah. Lihat juga skripsi
imam mukorobin yang berjudul Raden Aria Wangsaraka dan Peranannya Dalam
Perkembangan Islam di Lengkong Ulama Tangerang. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013,
hal, 2. 50
Tubagus Nadjib, Potret Lengkong Ulama: Rekonstruksi Sejarah dan Arkeologi,
(Tangerang: Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata, 2011), h. 26. 51
Uka Tjandrasasmita, Arkeologi Islam Nusantara, (Jakarta: Gramdeia, 2009), h. 122. 52
Dilihat juga dalam Skripsi Firman Firdaus, “Persepsi Masyarakat Pribumi Terhadap
Pendatang di Kampung Lengkong Ulama Tangerang” UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: tahun
2008, h. 8. Istilan Tadju Sobirin (Mantan Bupati Tangerang) mengatakan “kalau Aceh
mempunyai julukan serambi Mekkah maka Lengkong dijuluki olehnya sebagai dapurnya
Mekkah”. Disamping dijadikan tempat penyebaran agama Islam Lengkong Ulama dijadikan
sebagai tempat perjuangan oleh para pejuang melawan penjajah Belanda. Seiring
perkembangan zaman, Lengkong menjadi kampung yang cukup disegani dan dihormati oleh
masyarakat sekitar lengkong. Itu disebabkan karena Lengkong Ulama mempunyai prestasi-
prestasi yang cukup membanggakan, seperti masjid tertua (yang dibangun oleh Raden Aria
Wangsakara tahun 1640) di Kabupaten Tangerang. Disamping itu juga, banyak keturunan Arab
20
Raden Arya Wangsakara adalah seorang ulama yang merupakan
Pangeran Arya Wiraraja II yang berasal dari Sumedang, yang pindah ke Banten
untuk menghindari dari tekanan Kerajaan Mataram dan dari Pemberontakan
Dipati Ukur.54
Selain itu kata Lengkong ini juga menunjukkan bahwa lokasi
kampung ini berada pada sebuah lingkung air dan sungai.
Lengkong merupakan daerah yang sangat strategis. Hal ini dibuktikan
dengan adanya peninggalan prasasti media pada abad ke 5 M dari kerajaan
Tarumanegara. Pada masa Padjajaran, kali Cisadane merupakan tempat lalu
lintas menuju pelabuhan Tangerang. Selanjutnya pada masa kesultanan Banten,
kali Cisadane menjadi penghubung perairan dalam melawan penjajah
Belanda.55
Keberadaan kali Cisadane sebagai daerah yang difungsikan sebagai
jalur transportasi menjadi bukti bahwa Cisadane berperan sangat penting dari
masa ke masa. Hal tersebut berdampak pada daerah aliran sungai (DAS) yang
tak kalah pentingnya. Sebagaimana dengan adanya bukti makam Raden Aria
Wangsakara berdekatan dengan selokan atau kali kecil yang menuju kali
Cisadane. Atas kondisi tersebut dapat dikatakan Lengkong tidak hanya berada
di pinggiran kali Cisadane, tetapi juga menjadi persinggahan menuju kali
Cisadane.
Dalam penjelasan islamisasi di Lengkong terdapat beberapa
penyesuaian antara peninggalan arkeolog maupun cerita serta naskah yang
masih ada sebagai peninggalan sejarah. Uka Tjandrasasmita menyimpulkan
tiga hal. pertama pendiri kampung Lengkong adalah Pangeran Aria
Wangsakara yang masih memiliki garis keturunan dengan Raden Syarif
Hidayatullah (Sunan Gunung Djati). Garis keturunan ini memiliki kedekatan
bukti bahwa terjadi penyebaran Islam di wilayah Lengkong oleh Pangeran Aria
yang bermukim di Lengkong (menurut Ust. Baiquni Selaku ketua RW atau Jaro Lengkong
Ulama). Komunitas Arab dapat dijumpai salah satunya di daerah selatan, Tangerang, Yaitu
Desa Lengkong Ulama. 53
Firman Firdaus, “Persepsi Masyarakat Pribumi Terhadap Pendatang di Kampung
Lengkong Ulama Tangerang” dalam Skripsi Fakultas Psikologi, UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta: tahun 2008, h. 8. 54
Tjandrasasmita, Arkeologi Islam, h. 123. 55
Tubagus Nadjib, Potret Lengkong Ulama, h. 22-23.
21
Wangsakara. Selain itu daerah Banten dikuasai oleh Sultan Abul Mafakhir
Mahmud Abdul Kadir yang notabenenya sudah beragama Islam.56
Kedua perjuangan Wangsakara sebagai ulama juga mendirikan masjid
sebagai tempat dan media menyebarkan Islam di Lengkong. Selain itu
Wangsakara bersama masyarakat turut aktif mengadakan perlawanan terhadap
VOC sejak tahun 1651. Ketiga kampung Lengkong merupakan daerah yang
bernilai sejarah sebab terdapat dalam lokasi strategis dari masa kerajaan
Taruma (abad ke 5 M) hingga masa kedatangan Pangeran Aria Wangsakara
(Abad ke 16).57
Lengkong secara umum merupakan perkampungan yang berada di
jantung kota Serpong berdampingan dengan pengembangan kota Bumi
Serpong Damai (BSD).58
Masyarakat mengenal Lengkong dengan nama
Lengkong Kyai, Lengkong Ulama, Lengkong Santri maupun Lengkong
Sumedang. Baru pada tahun 2005 pemerintah kabupaten Tangerang
mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) tentang pembentukan 77 kelurahan di
Lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang. Hasilnya dalam Perda
tersebut mengangkat Desa Lengkong menjadi empat kelurahan, yaitu
Lengkong Gudang, Lengkong Wetan, Lengkong Gudang Timur, dan Lengkong
Karya.59
Dengan demikian penamaan Lengkong berarti mencakup kepada
empat kelurahan tersebut.
Lengkong Wetan secara umum dapat disimpulkan sebagai daerah yang
beretnis Betawi. Hal ini dapat dibuktikan dengan dua hal, yaitu hubungan
Betawi dengan geografis dan Betawi dengan Keturunan atau orang-orang di
dalamnya. Dalam teorinya, Betawi secara geografis berada di kawasan Nusa
Kalapa. Adapun yang dimaksud Nusa Kalapa adalah daerah Tangerang dan
56
Tjandrasasmita, Arkeologi Islam, h. 125. 57
Tjandrasasmita, Arkeologi Islam, h. 136. 58
Muammar Khamdevi, “Kajian Pola Permukiman Khas Kampung Lengkong Ulama,
Serpong, Banten” dalam Jurnal Dimensi, Vol. 39, No. 1, tahun 2012, h. 31. 59
Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang No. 3 Tahun 2005 tentang Pembentukan 77
Kelurahan Di Lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang pasal 2 ayat 3 poin 29,
30, 33 dan 38.
22
Jakarta. Selanjutnya suku Betawi juga merupakan perpaduan dari berbagai
etnis maupun budaya lain yang menjadi satu, seperti Cina, Sunda dan lainnya.
Lengkong Wetan merupakan salah satu daerah yang menjadi bagian
dari Lengkong. Secara umum bentuk keagamaan di Lengkong Wetan memiliki
kesamaan dengan yang ada di Lengkong. Sebagaimana Lengkong dikenal
dengan sebutan Lengkong Ulama, Lengkong Sumedang, maupun Lengkong
Kyai. Dengan demikian, Lengkong Wetan memiliki identifikasi yang serupa
dengan Lengkong secara umum.
Selanjutnya mengenai Betawi juga merupakan etnis campuran juga
terjadi di Lengkong Wetan. Sebagaimana kondisi geografis Lengkong Wetan
menjadikannya daerah yang sering ditempati oleh orang-orang dari luar, seperi
Cina, Sunda, Kalimantan dan sebagainya. Hal ini dibuktikan bahwa Lengkong
merupakan daerah yang strategis sebagai pusat perdagangan. Lengkong berada
di kawasan Sungai Cisadane sebagai pusat perdagangan untuk mengangkut
kopi ke Jawa.60
Kampung tersebut sangat strategis sehingga banyak masyarakat
lain berdatangan, seperti dari Cina dan sebagainya.61
Dengan demikian
masyarakat di Lengkong Wetan merupakan campuran dari berbagai etnis.
C. Kondisi Keagamaan dan Kebudayaan di Lengkong Wetan
1. Kondisi Keagamaan
Agama memiliki peran yang sangat penting dalam perkembangan
masyarakat dari masa ke masa. Fungsi dari agama itu sendiri sangatlah besar,
bahkan jika kita telaah lebih jauh ke belakang dari segi etnografik, tidak ada
satu kelompok manusia di dunia ini yang tidak memiliki kepercayaan atau
agama.62
Begitu pun dengan masyarakat di Lengkong Wetan, keyakinan
masyarakat Lengkong Wetan serupa dengan masyarakat Indonesia pada
umumnya yaitu mendasarkan agama dalam kehidupan masyarakatnya.
Mengenai keagamaan di Lengkong Wetan khususnya di RW 10, yang terdiri
60
Uka Tjandrasasmita Arkeologi Islam Nusantara, (Jakarta: Gramdeia, 2009), h. 123. 61
Mukri Mian, Sejarah Kampung Lengkong Ulama, (Jakarta, tt, 1983), h. 7. 62
Irfanul Hidayah, “Agama dan Budaya Lokal: Peran Agama Dalam Proses
Marginalisasi Budaya Lokal”, dalam jurnal religi, vol 2, no 2, juli 2003, h. 136.
23
dari 4 RT, masyarakatnya mayoritas beragama islam, dan hanya sebagian kecil
penduduknya beragama Kristen dan Budha.63
Masyarakat sangat menyadari pentingnya ilmu agama bagi kehidupan
mereka. Hal ini dibuktikan dengan adanya tempat-tempat ibadah di lengkong
wetan seperti mushola, masjid, dan rumah seni dan ibadah, yang mana
beberapa tempat tersebut memiliki tujuan yang sama yaitu mengajarkan
generasi muda untuk mengenal ilmu agama Islam, dan memberi kesadaran
kepada orang tua pentingnya mengarahkan anak untuk menimba ilmu agama
yang nantinya akan menjadi bekal dalam kehidupannya.64
Kebiasaan mengaji sejak kecil sudah mulai diterapkan oleh para orang
tua kepada anaknya. Hal ini dibuktikan dari banyaknya remaja dan anak yang
masih berusia dini ikut serta memenuhi tempat-tempat pengajian di Lengkong
Wetan. Hal ini diharapkan nantinya dapat menumbuhkan generasi-generasi
baru yang memahami agama Islam, yang siap menjadi pemimpin bangsa
kedepannya.65
Masyarakat Lengkong Wetan dikenal sangat toleransi. Meskipun
berbeda keyakinan, namun mereka hidup rukun dan saling menghormati.
Bahkan diketahui salah satu non muslim yang masuk agama Islam, disebabkan
adanya keramahan masyarakat muslim yang tidak memandang perbedaan
tersebut. baik dalam kegiatan sehari-hari maupun peringatan hari besar islam
(PHBI), masyarakat non muslim turut ikut serta dan terkesan tertarik akan
ajaran islam. Mungkin hal ini juga yang menyebabkan banyaknya mualaf di
daerah itu.66
63
Husein, selaku amil di Lengkong Wetan, wawancara pribadi, Lengkong Wetan, 23
september 2017.
64 Ibrahim bin mulud, selaku pengajar dan pengurus rumah seni budaya (pelaku seni
budaya Betawi) di Lengkong Wetan, wawancara pribadi, Lengkong Wetan, 23 september
2017. 65
Ibrahim bin mulud, selaku pengajar dan pengurus rumah seni budaya (pelaku seni
budaya Betawi) di Lengkong Wetan, wawancara pribadi, Lengkong Wetan, 23 september
2017. 66
Husein, selaku amil di Lengkong Wetan, wawancara pribadi, Lengkong Wetan, 23
september 2017.
24
Kondisi sosial keagamaan di Lengkong Wetan sangatlah maju. Hal ini
dapat dilihat dari sarana prasarana dan kegiatan sosial keagamaan yang selalu
terlaksana.
a) Tempat Ibadah
Lengkong Wetan terdapat tempat-tempat yang dijadikan sebagai tempat
ibadah yaitu berupa mesjid, gereja dan mushola. Prasarana tersebut terdiri
dari; 3 Masjid, 10 Mushola dan 3 Gereja.
b) Aktifitas Keagamaan
Mengenai kegiatan kemasyarakat yang bersangkutan dengan aktivitas
keagamaan di lengkong wetan. ada beberapa pengajian yang
diselenggarakan di Lengkong Wetan ini. Pengajian tersebut terbagi
menjadi beberapa bagian, yaitu: Pengajian khusus ibu-ibu, pengajian untuk
bapak-bapak dan pengajian khusus remaja.
Semua pengajian tersebut diselenggarakan di masjid-masjid dan
mushola-mushola di Lengkong Wetan. Waktu pengajian pun disesuaikan
dengan kegiatan dan rutinitas masyarakat setempat, sehingga sama sekali tidak
menggangu rutinitas harian mereka. Harinya pun dari setiap golongan berbeda
beda, ada yang diselenggarakan pada hari senin, kamis, dan sabtu. Namun
semuanya biasanya dipusatkan di masjid “Nurul Iman” yang berada di
pesantren Al Husaeni, kemudian setiap hari kamis di mushola Al Ikhlas, di hari
sabtu di mushola Al Furqon, untuk waktu biasanya masyarakat merutinkan
kegiatan positif tersebut. Jika ibu-ibu diselenggarakan setiap minggu, bapak-
bapak biasanya dua minggu sekali, dan remaja sebulan sekali. Lokasinya pun
bergilir dari mushola yang satu ke mushola yang lain. Untuk
pengordinasiannya berasal dari masyarakat dan pengurus-pengurusnya.
Kebetulan guru atau ustad yang mengajarkan pengajian pun masih berdomisili
di Lengkong Wetan, sehingga memudahkan masyarakat menerima wejangan
dan pengajaran guru tersebut. Disamping menghemat biaya transportasi dan
25
bayaran ustad, memungkinkan juga masyarakat lebih mudah menerima
pengajaran yang diberikan karena sudah mengenal ustad atau guru tersebut.67
2. Kondisi Sosial Kebudayaan
Kondisi masyarakat Lengkong Wetan, jika dilihat dari sistem sosial
kebudayaan, dalam kurun waktu akhir-akhir ini menurun, dikarenakan generasi
muda mulai terpengaruh dengan perkembangan zaman yang cenderung bebas
mengikuti kebudayaan luar negeri. Namun, para budayawan dan seniman di
lengkong wetan tidak bosan-bosan mencoba dan berusaha untuk melestarikan
budaya Betawi agar tidak hilang digerus zaman dengan berbagai cara. Semua
itu merupakan perjuangan yang berat, bukan hanya di Lengkong Wetan saja,
bahkan di beberapa tempat pun agak sedikit kesulitan melestarikan budayanya
saat modernisasi sudah mulai hadir di tengah-tengah masyarakat. Mengenai hal
ini, para seniman dan para budayawan tidak pantang menyerah karena meraka
berprinsip “kalo bukan kita siapa lagi, kalo bukan sekarang kapan lagi”.
Modernisasi yang berkiblat ke barat (luar negeri) sudah mengubah pola fikir
masyarakat yang tadinya suka dan cinta pada budaya, dan sekarang sudah
mulai terfokus pada media sosial yang sudah menjadi tren di masa sekarang.68
Munculnya rumah seni budaya adalah wujud nyata para pelaku budaya
yang mencoba melestarikan budaya Betawi di Lengkong Wetan. Dan kegiatan-
kegiatan di dalamnya pun tidak keluar dari koridor agama Islam yang ada.69
Di
rumah seni budaya ini, kebudayaan Betawi yang diajarkan tujuannya adalah
mengajak generasi muda dalam mengenal seni dan agama Islam. Kegiatan di
dalamnya juga terdiri dari kesenian-kesenian yang sudah ada di masyarakat
muslim Betawi, seperti silat, hadroh, lenong, marawis, dan kesenian-kesenian
lain yang diminati oleh masyarakat Lengkong Wetan. Penerapannya pun
variatif, ada waktunya bercanda dan ada waktunya serius agar masyarakat yang
67
Husein, selaku amil di Lengkong Wetan, wawancara pribadi, Lengkong Wetan, 23
september 2017. 68
Ibrahim bin mulud, selaku pengajar dan pengurus rumah seni budaya (pelaku seni
budaya Betawi) di Lengkong Wetan, wawancara pribadi, Lengkong Wetan, 23 september
2017. 69
Husein, selaku amil di Lengkong Wetan, wawancara pribadi, Lengkong Wetan, 23
september 2017.
26
ikut serta dalam kegiatan rumah seni budaya ini tidak gampang bosan dengan
kegiatan yang itu saja. Meskipun cara penerapannya demikian, kedisiplinan
tetap menjadi nomer satu, karena dimanapun tempatnya, jika sudah tidak
disiplin maka akan membuat rugi diri sendiri ataupun orang lain nantinya.70
.
Kegiatan masyarakat yang bersinggungan dengan adat Betawi, biasanya
dilangsungkan juga secara meriah oleh masyarakat Lengkong Wetan, seperti
hajatan, nikahan, festival Betawi, dan lain-lain. Antusias masyarakatnya pun
tidak kalah dengan saat perayaan hari besar Islam berlangsung, semua warga
ikut terjun dan mencoba mengabadikan kegiatan-kegiatan tersebut dengan
dokumentasi dan foto-foto. Selain bertujuan memperkenalkan budaya Betawi
kepada masyarakat sekitar, tujuan dari perayaan ini pun agar bisa melestarikan
budaya Betawi itu sendiri di Lengkong Wetan.71
Cara lain yang diterapkan pelaku budaya untuk mengenalkan budaya
Betawi dan melestarikannya adalah dengan mengadakan festival. Festival ini
biasa disebut dengan “Lebaran Betawi”72
. Di dalam festival tersebut biasanya
dikenalkan kepada masyarakat luas mengenai kebudayaan Betawi secara
menyeluruh, dari segi seni, pakaian adat, makanan khas, sofenir, dan lain-lain.
Tujuan diselenggarakan kegiatan budaya ini yaitu agar terangkatnya kembali
budaya Betawi yang perlahan-lahan hilang digerus oleh perkembangan zaman
yang semakin moderen. Disamping menyesuaikan dengan perkembangan
70
Ibrahim bin mulud, selaku pengajar dan pengurus rumah seni budaya (pelaku seni
budaya Betawi) di Lengkong Wetan, wawancara pribadi, Lengkong Wetan, 23 september
2017. 71
Husein, selaku amil di Lengkong Wetan, wawancara pribadi, Lengkong Wetan, 23
september 2017. 72
Masyarakat Betawi selalu memiliki tradisi Lebaran Betawi untuk berkumpul pasca
Lebaran selang waktu 3 pekan hingga satu bulan setelah Lebaran. “Biasanya masih dekat-dekat
bulan syawal. Agar saudara dan kerabat yang tak bertemu saat Lebaran Syawal, bisa berjumpa
saat lebaran Betawi. Tujuan Lebaran Betawi lebih tepatnnya untuk mempererat silaturahmi.
Ditambah lagi, agar masyarakat Betawi dapat lebih mengenal tradisi Betawi yang Unik.
Wawancara pribadi dengan Ibrahim bin Mulud, selaku pengurus dan pengajar rumah seni
Budaya di Lengkong Wetan, 23 september 2017.
27
zaman kegiatan dalam festival ini juga diatur sedemikian rupa agar menarik
minat masyarakat untuk ikut serta dan turut serta dalam menyaksikannya.73
D. Aktifitas Keseharian Masyarakat Lengkong
Tak ubahnya seperti masyarakat Indonesia pada umunya, keseharian
masyarakat Lengkong Wetan pun sama saja sesuai dengan profesinya masing-
masing, kegiatan mereka setiap pagi bekerja dan sepulangnya berkumpul
bersama keluarga di rumah. Namun ada kegiatan lain yang mengikat
masyarakat yang satu dengan yang lain agar bisa saling berkomunikasi, yaitu
dengan pengajian dan bergotong-royong dalam pembangunan sarana dan
prasana masyarakat di Lengkong Wetan. Selain itu antusias masyarakat
terhadap sesuatu yang berbau positif pun sangat bagus, hal ini dibuktikan saat
adanya perayaaan hari-hari besar, seperti Maulid Nabi Muhammad SAW,
tahun baru Islam, Festival Betawi, dan lain-lain. Masyarakat berdatangan dan
ikut serta memeriahkan kegiatan tersebut, bahkan tempat yang disediakan oleh
panitia terkadang sampai penuh oleh masyarakat yang berdatangan.
Pelaksanaan perayaan hari-hari besar itu pun disesuaikan dengan adat
keagamaan masyarakat setempat.74
Jika dilihat dari pekerjaan dan mata pencaharian masyarakat Lengkong
Wetan yang sangat variable, dapat di definisikan bahwa keseharian masyarakat
setiap harinya sangat berbeda-beda dalam menjalankan aktivitasnya. Namun
itu semua tidak menutup keaktifan masyarakat dalam membangun
kelembagaan sosial kemasyarakat di dalamnya. Hal ini terwujud dari
banyaknya kegiatan masyarakat yang terkait dalam ruang lingkup sosial,
diantaranya adalah:
73
Ibrahim bin mulud, selaku pengajar dan pengurus rumah seni budaya (pelaku seni
budaya Betawi) di Lengkong Wetan, wawancara pribadi, Lengkong Wetan, 23 september
2017. 74
Husein, selaku amil di Lengkong Wetan, wawancara pribadi, Lengkong Wetan, 23
september 2017.
28
1. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM)
Jumlah pengurus dan anggotanya mencapai 20 orang. Lembaga
pemberdayaan masyarakatnya ini setiap bulannya terdapat beberapa kegiatan
yaitu berjumlah 12, yang tujuan dari kegiatan tersebut adalah untuk membantu
masyarakat pada umumnya untuk bergotong royong dalam membangun sarana
dan prasarana di Lengkong Wetan, salah satunya adalah pembangunan rumah
bersubsidi, jalan konblok, saluran air, spiteng dan lain-lain. Semua kegiatan
tersebut bertujuan sama, yaitu dari warga untuk warga.75
2. Pembinaan Kesejahteraan Keluarga
Gerakan PKK bertujuan memperdayakan keluarga untuk meningkatkan
kesejahteraan menuju terwujudnya keluarga yang beriman dan bertaqwa
kepada tuhan yang maha esa, berakhlak mulia dan berbudi luhur, sehat
sejahtera, maju dan mandiri, kesetaraan dan keadilan gender serta kesadaran
hukum dan lingkungannya di Lengkong Wetan.
Tim Penggerak PKK berperan sebagai motivator, fasilitator, perencana,
pelaksana, pengendali dan penggerak. Pembinaan tehnis kepada keluarga dan
masyarakat Lengkong Wetan dilaksanakan dalam kerja sama dengan unsur
dinas instansi pemerintah terkait. Jumlah pengurus dan anggota berjumlah 50
orang, dan terdiri dari 12 kegiatan yang aktif tiap bulannya.76
3. Karang Taruna
Jumlah karang taruna di Lengkong Wetan yaitu hanya satu. Tujuan
dibentuknya karang taruna ini adalah untuk mengajak generasi muda untuk
lebih aktif dalam membangun lingkungan dan masyarakat di wilayahnya,
selain itu juga karang taruna di fungsikan untuk mengatur serta mengkordinir
jika ada kegiatan-kegiatan yang sifatnya umum di Lengkong Wetan, seperti
kesenian, festival budaya, 17 Agustusan, dan kegiatan-kegiatan lain yang
berdampak positif bagi masyarakat Lengkong Wetan.
75
Bersumber dari buku Monografi kelurahan Lengkong Wetan mengenai monografi
kelurahan Lengkong wetan, seputar kelembagaan. 76
Bersumber dari buku Monografi kelurahan Lengkong Wetan mengenai monografi
kelurahan Lengkong wetan, seputar kelembagaan.
29
4. Ikatan Remaja Masjid (IRMAS)
Tidak berbeda dengan karang taruna, tujuan dibentuknya IRMAS di
Lengkong Wetan yaitu untuk mengajak generasi muda untuk lebih aktif di
masyarakat wilayahnya. Namun yang membedakan keduanya adalah fokus
kegiatannya, jika karang taruna tertuju kegiatannya pada kegiatan umum pada
masyarakat, sedangkan IRMAS fokus kegiatannya tertuju pada kegiatan yang
bersangkutan dengan agama Islam, seperti PHBI (Perayaan Hari Besar Islam),
Maulid Nabi Muhammad, Tahun baru Islam, dan kegiatan keagamaan lainnya.
Meskipun dengan banyaknya kegiatan yang sudah ada di Lengkong
Wetan, tetap saja perilaku keseharian masyarakat di lengkong wetan khususnya
pada remaja, mereka lebih suka berkumpul dan mengobrol dari pada ikut serta
dalam kegiatan-kegiatan yang di selenggarakan oleh pelaku budaya dalam
bentuk tradisi kebudayaan Betawi, dan kegiatan manfaat lainnya. Namun tidak
keseluruhannya seperti itu ada juga sebagian yang suka bahkan aktif pada
kegiatan di masyarakat dan kesenian Betawi. Bahkan ada yang mencoba untuk
ikut serta dalam kegiatan-kegiatan berbau seni betawi tersebut. Dalam hal ini
dapat di simpulkan bahwa peran orang tua sangatlah penting, di samping untuk
mengajak anaknya untuk lebih menyukai kegiatan-kegiatan dan kesenian
dimasyarakat, supaya generasi berikutnya bisa melestarikan kegiatan-kegiatan
positif yang sudah dibangun. Maka dari itulah peran penting dalam
melestarikan kebudayaan bukan hanya tugas golongan tertentu, melainkan
orang tua, pelaku budaya, tokoh kampung dan masyarakat umum.77
77
Ibrahim bin mulud, selaku pengajar dan pengurus rumah seni budaya (pelaku seni
budaya Betawi) di Lengkong Wetan, wawancara pribadi, Lengkong Wetan, 23 september
2017.
30
BAB III
ISLAM DAN BUDAYA DI BETAWI
A. Masuknya Islam di Betawi
Sejarah masuknya Islam di Betawi pada dasarnya mengikuti dua teori
yang dijelaskan oleh Saidun Derani. Menurutnya masuknya Islam di Betawi
terbagi menjadi dua teori, teori Fatahillah dan Teori Syekh Quro. Pendapat
tersebut juga dinyatakan oleh Ridwan Saidi.
Teori masuknya Islam dari Syekh Quro berdasarkan pada catatan
sebagaimana penyebaran Islam di Nusantara secara umum. Masuknya Islam di
Nusantara diwarnai dengan perdagangan maupun hubungan politik antar
kerajaan dengan Nusantara. Menurut Saidun Derani, Syekh Quro datang ke
Nusantara pada tahun 1412 dan alasannya adalah politik dan agama.78
Diterimanya Islam di Betawi dengan teori Syekh Quro terdapat
beberapa alasan. Pertama Syekh Quro merupakan orang Campa, dimana orang
Campa merupakan orang Melayu yang memiliki kedekatan dengan orang Jawa
di bagian barat. Baik orang Campa maupun Betawi telah memiliki kedekatan
dan keakraban. Kedua Syekh Quro adalah nama atau gelar yang lebih dikenal
daripada nama aslinya. Penamaan Syekh Quro dikarenakan Ia sangat rajin
mengaji dan sangat merdu suaranya, sehingga seperti seorang qori’ kemudian
dipanggillah Syekh Quro.79
Syekh Quro atau nama aslinya adalah Syekh Hasanuddin Bin Yusuf
Shidiq merupakan ulama besar agama Islam di Campa. Syekh Quro putra
Yusuf Shidiq yang garis keturunannya nyambung sampai ke Ali Ibn Abu
78
Saidun Derani, “Ulama Betawi Perspektif Sejarah” dalam Jurnal At-Turats, Vol.
XIX No. 2, Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Syarih Hidayatullah Jakarta tahun 2013, h.
115. 79
Khamad Zailani Kiki, Dkk, Geneologi Intelektual Ulama Betawi, (Jakarta: Jakarta
Islamic Centre, 2011), h. 31-33.
31
Thalib bersama Fatimah yang tentunya bersambung dengan Nabi
Muhammad.80
Dengan kata lain secara biologis masih keturunan Nabi.81
Mengenai Islamisasi dan diterimanya Islam melalui Syekh Quro
terdapat beberapa penjelasan. Pertama Ridwan Saidi menegaskan bahwa sikap,
sifat serta ajaran yang dibawakannya dengan cara yang lembut sehingga
banyak masyarakat yang tertarik mengikuti agama Islam. Kedua metode
dakwah yang disampaikan menggunakan pendekatan persuasif sehingga
mengenai langsung di dalam diri masyarakat. Dakwah yang persuasif ini
dilandasi dengan pengetahuan Islam yang mendalam serta menguasai jiwa
masyarakat yang menjadi sasaran dakwah.82
Adapun teori masuknya Islam dari Fatahillah sebagaimana diungkapkan
oleh Abdul Aziz bahwa Islam masuk Betawi pada saat Fatahillah masuk ke
Sunda Kelapa untuk menyerbu Portugis pada tahun 1527.83
Kejadian tersebut
berawal adanya perjanjian antara Portugis dengan Padjajaran. Salah satu poin
perjanjiannya adalah Padjajaran harus membantu Portugis untuk menyerang
Demak atau lainnya. Pada tahun yang sama, sedang berkembang kerajaan
Islam yang berpusat di Demak. Atau secara umum Islam sedang tumbuh dalam
fase perpolitikan.84
Atas dasar inilah Raden Fatahillah memimpin serangan
kepada Portugis di Bandar Calapa (Sunda Kelapa).85
Pasca penyerbuan
terhadap Portugis inilah kemudian Fatahillah mulai menyebarkan Islam di
daerah Sunda Kelapa atau yang sekarang dikenal dengan Betawi.
80
Khamad Zailani Kiki, dkk, Geneologi Intelektual, h. 32. 81
Saidun Derani, “Ulama Betawi Perspektif Sejarah” dalam Jurnal At-Turats, Vol.
XIX No. 2, Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Syarih Hidayatullah Jakarta tahun 2013, h.
156. 82
Saidun Derani, “Ulama Betawi Perspektif Sejarah” dalam Jurnal At-Turats, Vol.
XIX No. 2, Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Syarih Hidayatullah Jakarta tahun 2013, h.
118. 83
Abdul Aziz, Islam dan Masyarakt Betawi, (Jakarta: Logos, 2002), h. 41. 84
Saidun Derani, “Ulama Betawi Perspektif Sejarah” dalam Jurnal At-Turats, Vol.
XIX No. 2, Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Syarih Hidayatullah Jakarta tahun 2013, h.
118. 85
Uka Tjandrasasmita, Arkeologi Islam Nusantara, (Jakarta: KPG, 2009), h. 142.
32
Jatuhnya Sunda Kelapa di bawah kekuasaan Islam berdapampak pada
penyebaran agama Islam yang pesat di Betawi. Di bawah kekuasaan Islam
pula, Sunda Kelapa berganti nama menjadi Jayakarta.
Jika dibandingkan ke dua teori masuknya Islam di betawi akan
menghasilkan sebagai berikut: pertama ditinjau dari segi tahun kedatangannya
maka Syekh Quro masuk dan menyebarkan Islam terlebih dahulu. Kedua
ditinjau dari segi wilayahnya, Fatahillah langsung masuk di Bandar Calapa
yang notabenenya adalah daerah Betawi. Oleh karena itu kedua teori ini
memiliki tingkat kebenaran yang sama, sehingga kedua teori ini dapat
digunakan.
B. Bentuk Islamisasi di Betawi
Dalam menyebarkan agama Islam, para mubaligh tentu melakukannya
dengan dakwah. Adapun dakwah yang dimaksud adalah berupa ajakan dan
suruan agar masuk ke dalam agama Islam. Akan tetapi dalam praktiknya, para
mubaligh tidak sebatas berdakwah dengan menyampaikan ajaran Islam,
melainkan menggunakan prinsip serta metode yang berdampak pada
penerimaan Islam secara besar-besaran.
Hal yang utama dalam melakukan dakwah para mubaligh setidaknya
memiliki keilmuan Islam yang mendalam serta memahami kondisi masyarakat.
Pengetahuan Islam yang mendalam dan pemahaman terhadap masyarakat ini
kemudian diterapkan untuk melayani kebutuhan spiritual masyarakat, sehingga
masyarakat mudah menerima apa yang dijelaskan oleh penyebar agama Islam.
Selain itu para mubaligh melakukan pendekatan persuasif dalam menjalankan
dakwahnya. Metode ini yang diakui sebagai alasan penerimaan Islam secara
besar-besaran di Nusantara.86
Akan tetapi selain menggunakan metode berdakwah, para penyebar
Islam juga menggunakan sarana dan prasarana sebagai penyebaran Islam.
86
Saidun Derani, “Ulama Betawi Perspektif Sejarah” dalam Jurnal At-Turats, Vol.
XIX No. 2, Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Syarih Hidayatullah Jakarta tahun 2013, h.
117.
33
Sarana yang dimaksud adalah bentuk bangunan berupa masjid atau surau
sebagai tempat beribadah sekaligus tempat menimba ilmu Islam.87
Dalam buku
geneologi Intelektual Ulama di Betawi terdapat tiga hal pokok yang menjadi
tempat atau media penyebaran Islam di Betawi. Ketiganya adalah pondok
pesantren, madrasah dan majlis taklim. Berikut rinciannya:
1. Pondok Pesantren
Pondok Pesantren merupakan institusi pendidikan agama Islam tertua di
Betawi. Hal ini dibuktikan dengan adanya pesantren Syekh Quro yang beridiri
pada abad ke 14 M. Secara umum pondok pesantren yang ada di Betawi
bercorak salafi. Akan tetapi pasca kemerdekaan, pesantren di Betawi pun
sebagian bertransformasi menjadi pesantren modern.88
Salah satu pondok pesantren salafi yang terkenal adalah yang didirikan
dan dipimpin oleh Guru Marzuki89
, Cipinang Muara. Hampir semua orang tua
Betawi pada zaman itu yang ingin anaknya menjadi ulama memasukan
anaknya ke Pondok Pesantren Guru Marzuki, Cipinang Muara.90
2. Madrasah
Madrasah di Indonesia dipandang sebagai perkembangan lebih lanjut
atau pembaruan dari lembaga pendidikan pesantren atau surau. 25 Khusus di
Betawi, madrasah yang pertama kali berdiri adalah Madrasah “Jam`iyatul
Khair” yang didirikan oleh Ali dan Idrus yang berasal dari keluarga Shahab.
87
Uka Tjandrasasmita, Arkeologi Islam, h. 125. 88
Rakhmad Zailani Kiki dkk, Geneologi, h. 37. 89
Nama lengkap beliau adalah Ahmad Marzuki dilahirkan pada malam ahad tanggal
16 Ramadhan 1293 H. (1876 M) di Rawa Bangke (sekarang Rawa Bunga) didaerah jatinegara
(mester) Jakarta Timur. Guru Marzuki adalah anak pertama dari dua bersaudara. Adiknya
adalah seorang wanita yang bernama Mardiyah. Ayahnya bernama Ahmad Mirshod bin
Hasnum bin Khatib Saad bin Sulthan yang diberi gelar Laksana Malayang salah seorang
pangerang dari kesultanan Fattoni di Muangthai Selatan atau Srilanka. Ibudanya adalah
seorang wanita yang sholihah tekun beribadah serta membimbing Guru Marzuki hingga
menjadi seorang yang sangat harum namanya. Nama ibundanya adalah H.j. Fatimah binti H.
Syihabuddin bi Maghrib Almadury berasal dari tanah Madura keturunan dari Maulana Ishaq
yang kuburannya di kota Gresik Jawa Timur. Lihat juga dalam
http://roudhotutolibin.blogspot.co.id/2013/12/biografi-guru-marzuki-muara_12.html?m=1
Penulis H. Abdullah Ahmad Muara. diakses pada hari rabu 16 mei 2018, jam 20:22 90
Rakhmad Zailani Kiki dkk, Geneologi, h. 38.
34
Ulama Betawi yang pernah didik di madrasah ini di antaranya adalah Syekh
Dr. Nahrawi Abdussalam Al-Indunisi. Menyusul kemudian Madrasah
“Unwanul Falah”, Kwitang yang didirikan oleh Habib Ali Al-Habsyi91
(Habib
Ali Kwitang) pada tahun 1911. Murid-murid yang didik di madrasah ini
kemudian menjadi ulama Betawi terkemuka, seperti KH. Abdullah Syafi`i,
KH. Thohir Rohili, KH. Zayadi Muhadjir, KH. Ismailo Pendurenan, KH.
Muhammad Naim Cipete, KH. Fathullah Harun dan Mu`allim KH. M. Syafi`i
Hadzami. Lalu berdiri pula Madrasah Al-Ihsaniyah, di Salemba Tegalan, yang
salah satu muridnya adalah KH. Fathullah Harun.92
Madrasah di tanah Betawi berkembang pesat setelah kemerdekaan yang
kebanyakan didirikan dan dipimpin oleh ulama Betawi terkemuka. Seperti
Madrasah Asy-Syafi`iyyah yang didirikan oleh KH. Abdullah Syafi`i,
Madrasah Ath-Thohiriyyah yang didirikan oleh KH. Thohir Rohili, Madrasah
AlWathoniyyah yang didirikan oleh KH. Hasbiyallah dan kini memiliki lebih
dari 60 cabang, Madrasah AlKhalidiyah yang didirikan oleh KH. Khalid
Damat, Madrasah Manhalun Nasyi`in yang didirikan oleh KH. Abdul Hanan
Said, dan lain-lain. Dari madrasah ini lahirlah ulama Betawi, seperti KH.
Saifuddin Amsir yang merupakan alumni dari Madrasah Asy-Syafi`iyyah.93
3. Majlis Taklim
Majelis taklim merupakan instusi pendidikan yang memiliki fungsi
strategis dalam memaksimalkan masjid sebagai tempat pendidikan umat. Hal
ini dikarenakan, sebagian besar majelis taklim dari dahulu sampai sekarang,
khususnya di Betawi, menjadikan masjid sebagai tempat aktifitasnya dan
sangat berperan penting dalam melahirkan ulama Betawi yang mumpuni di
91
Beliau adalah Habib „Ali bin „Abdur Rahman bin „Abdullah bin Muhammad al-
Habsyi. Lahir di Kwitang, Jakarta, pada 20 Jamadil Awwal 1286H/20 April 1870 M. Ayahanda
beliau adalah Habib „Abdur Rahman al-Habsyi seorang Ulama yang hidup zuhud, manakala
bunda beliau seorang wanita yang sholeha bernama Nyai Hajjah Salmah puteri seorang Ulama
Betawi dari Kampung Melayu, Jatinegara, Jakarta Timur. Lihat juga
http://www.santrionline.net/2016/04/manakib-biografi-al-habib-ali-bin.html&hl=id-ID Diakses
pada hari rabu 16 Mei 2018. Jam 20:46. 92
Rakhmad Zailani Kiki dkk, Geneologi, h. 40. 93
Rakhmad Zailani Kiki dkk, Geneologi, h. 41.
35
bidangnya94
. Salah satu contohnya adalah mu`allim KH. Syafi`i Hadzami,
`allamah di bidang fiqih asy-syafi`i yang pengaruhnya sangat luas bahkan
sampai hari ini, baik di masyarakat Betawi atau di luar Betawi.95
Majelis Taklim Habib Ali Kwitang (Habib Ali al-Habsyi) yang pertama
kali beraktivitas pada tanggal 20 April 1870 merupakan yang tertua di Betawi.
Setelah Habib Ali Kwitang wafat, majelisnya diteruskan oleh anaknya, Habib
Muhammad alHabsyi, dan kemudian dilanjutkan oleh cucunya Habib
Abdurrahman al-Habsyi. Dari Majelis Taklim Habib Ali Kwitang inilah
muncul ulama-ulama besar Betawi.96
C. Budaya Betawi
1. Asal Usul Betawi
Mengenai asal usul kelompok etnis Betawi yang muncul dari
percampuran berbagai ras ini, menimbulkan beberapa keraguan di beberapa
pihak dengan beberapa alasan yang logis, seperi beberapa pendapat yang
menyatakan bahwa nenek moyang orang Betawi sudah ada sejak daerah itu
dikenal dengan nama Sunda Kelapa, yang pada tahun 1522 dikontrakan kepada
Portugis oleh kerajaan Pakuan, dan akhirnya dimerdekakan oleh fatahillah.97
Namun keraguan yang bersifat logis saja tidaklah cukup memberikan
penjelasan ilmiah tanpa didukung oleh data-data kesejarahan dan rekontruksi
yang juga logis berdasarkan data-data yang tersedia.98
Pro dan kontra mengenai terbentuknya etnis Betawi selalu menjadi
bahan yang sangat menarik untuk dikaji. Namun sebagai suatu komunitas etnis,
penduduk asli Jakarta yang identik dengan istilah Betawi, hal ini
94
Wawancara dengan Husein di Lengkong Wetan pada 12 November 2017. Husein
atau akrab dengan Bapak Husen merupakan Amil atau ulama yang berkontribusi pada
keagamaan Islam, seperti mengajar pendidikan agama Islam 95
Rakhmad Zailani Kiki dkk, Geneologi, h. 43. 96
Rakhmad Zailani Kiki dkk, Geneologi, h. 44. 97
Lihat Ridwan Saidi (1994), Orang betawi dan Modernisasi Jakarta, LSIP Jakarta.
Dalam hal ini mengajukan pertanyaan: …” apakah kota Sunda Kelapa yang sudah memiliki
pelabuhan samudra tidak memiliki penduduk? Apakah penghuni Betawi lama cuma tonggeret,
tumbila, kadal buduk, dan bekatul? 98
Abdul Azis, Islam dan Masyarakat Betawi, (Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu,
2002), hal 19-20.
36
memperlihatkan kecenderungan pemikiran mengenai pembentukan etnis
Betawi itu sendiri. Etnis Betawi yang terbentuk relatif baru, yaitu pada sekitar
permulaan abad ke 19 merupakan hasil percampuran antar berbagai unsur suku
bangsa, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar wilayah Nusantara. Hal
ini dapat dibuktikan dari penggunaan kata Betawi yang berasal dari Batavia,
yaitu nama yang digunakan oleh Belanda untuk kota Jakarta zaman dulu.
Sebagaimana yang dijelaskan dalam Panduan Peserta Abang None
Jakarta bahwa menurut bahasa, kata BETAWI berasal dari kata BATAVIA
yang dinisbahkan dengan gaya bahasa Arab yang artinya “berasal dari
Batavia”. Seperti JAWI, BANJARI, BANTANI, dst. yang dinisbahkan dari
kata JAVA, BANJAR (MASIN), BANTEN, dst. Yang berarti berasal dari
tanah Jawa, Banjarmasin, Banten, dst. Batavia sendiri adalah nama sebuah kota
baru, yang dibangun oleh Gubernur Jenderal Belanda, Jan Pieterzon Coen pada
tahun 1619 M, setelah membumi-hanguskan kota lama sebelumnya yaitu kota
Jayakarta milik keturunan kerajaan Cirebon dan Banten.99
Tekanan Belanda yang meletakkan kaum pribumi sebagai lapisan
bawah di susunan sosial masyarakatnya, menjadikan kelompok etnis Betawi
lahir dan berkembang menjadi komunitas yang memiliki identitas tersendiri.
Tekanan tersebut bukan hanya berasal dari perlakuan sosial melainkan juga
kekuasaan wilayah dan sumber-sumber dan penetrasi kebudayaan terutama saat
Batavia tumbuh menjadi kota metropolitan dan ditetapkan sebagai pusat
pemerintahan kolonial bagi seluruh wilayah Hindia Belanda. Namun demikian,
etnis Betawi tetap tumbuh dan mempertahankan keberadaannya melalui
pemerataan.100
99
Ikatan Abang None Jakarta Selatan 2017, Buku Panduan Peserta Abang None
Jakarta Tahun 2018, Jakarta: tt. 2017, h.10. 100
Abdul Azis, Islam dan Masyarakat Betawi, (Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu,
2002), hal 2 – 3.
37
2. Macam-Macam Budaya Betawi
Terdapat beberapa kebudayaan yang ada di Betawi. Akan tetapi penulis
hanya menuliskan tiga bentuk budaya Betawi. Ketiganya adalah Lenong,
Pencak Silat, dan Buka Palang Pintu. Berikut penjelasan detailnya.
a) Kesenian Lenong
Kesenian Lenong merupakan seni peran yang menggabungkan
berbagai macam kegiatan seni seperti, musik, tari, nyanyi dan peran. Secara
umum, pertunjukan lenong tanpa skenario, pemainnya melakukan adegan-
adegan sesuai dengan arahan pemimpin. Misalnya, pemimpin menyatakan
“malam ini kita akan memainkan cerita tuan tanah dari kedaung”, maka para
pemain biasanya sudah tahu bagiannya dan perannya masing-masing.
Meskipun demikian latihan dalam menyatukan peran terkadang dibutuhkan
sebelum pentas dilaksanakan.101
Kesenian Lenong biasa dipertunjukan disaat pagelaran hajatan-hajatan
di Lengkong Wetan, Karena pada dasarnya masyarakat Lengkong Wetan
sendiri lebih memilih menonton pertunjukan ini karena mencerminkan
masyarakat Betawi yang mencintai karya seninya sendiri. Selain sifatnya
yang menghibur, kebanyakan pertunjukan yang dibawakan oleh para
pemain lenong biasanya temanya berbeda-beda, hal inilah yang menjadi
daya tarik masyarakat untuk selalu ingin menonton pertunjukannya. Lenong
biasanya dilombakan dalam pagelaran festival Betawi, karena kebiasaan
para pemain lenong di Lengkong Wetan yang sering tampil di hajatan-
hajatan masyarakat, maka tidak jarang jika setelah festival pemain lenong
dari Lengkong Wetan sering mendapatkan juara dalam pagelaran seni
budaya tersebut.102
101
Abdul Chaer, Foklor Betawi Kebudayaan dan Kehidupan Orang Betawi, (Jakarta:
Masup Jakarta, 2012), hal 204, pemikiran dan pendapat yang serupa juga dikemukakan Abdul
Qodir, selaku ketua IRMAS, Remaja Seni di Lengkong Wetan, wawancara pribadi, Lengkong
Wetan, 13 november 2017. 102
Husein, selaku amil di Lengkong Wetan, wawancara pribadi, Lengkong Wetan, 23
september 2017, pendapat serupa juga dikemukakan oleh Junaedi, selaku sesepuh masyarakat
di Lengkong Wetan, wawancara pribadi, Lengkong Wetan, 12 november 2017.
38
b) Pencak Silat
Silat secara umum dipahami sebagai bentuk bela diri dalam rangka
menghindar atau menyelamatkan diri dalam sebuah perkelahian. Silat
merupakan inti dari pembelaan diri tanpa mengenal tempat dan keadaan.103
Secara khusus pencak silat merupakan salah satu ilmu bela diri yang sering
sekali digunakan oleh sebagian komunitas khususnya bagi masyarakat
Betawi. Fungsi dari silat itu sendiri untuk membentengi diri dari serangan
seorang musuh, dan untuk melindungi diri dari kekerasan.104
Seni bela diri
bukan hanya mengajarkan tentang bela diri yang identik dengan kekerasan,
selain itu juga untuk dapat membentuk mental bagi setiap orang dan dapat
diterapkan dikehidupan sehari-hari. Silat beksi merupakan suatu seni bela
diri tradisional yang berasal dari Indonesia. silat beksi sebagai bagian dari
kebudayaan Indonesia berkembang sejalan dengan sejarah perkembangan
masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Betawi.105
Terdapat istilah berbeda yang digunakan untuk menuliskan pencak
silat, yakni “maen pukulan”. Maen pukulan pada dasarnya memiliki makna
yang sama dengan pencak silat. Hanya saja Maen Pukulan merupakan
istilah yang disadur dari bahasa asli Betawi, sehingga istilah yang lebih
dikenal adalah “maen pukulan” dibandingkan pencak silat. Maen pukulan di
Betawi masih terbagi menjadi beberapa aliran. Beksi adalah salah satu di
antara “maen pukulan” tersebut.106
Pencak silat bisa juga masuk ke dalam seni tari karena menggunakan
gerakan-gerakan tubuh sebagai alat penyampainnya, selain itu pencak silat
juga merupakan kesenian bela diri yang merupakan salah satu tuntutan anak
Betawi yang selain bisa ngaji dan bisa pergi haji, juga harus bisa bela diri.
103
Keluarga Pencak Silat Nusantara (KPSN), Buku Pelajaran Pencak Silat Nusantara
(Jakarta: KPSN, 2011), h. 2. 104
http://silatbeksi.blogspot.co.id/2006/06/visi-misi-pps-beksi.html diakses pada
tanggal 22 April 2018, jam 9:14. 105
M. Saleh, Pencak Silat (Sejarah perkembangan, empat aspek,pembentukan sikap
dan gerak), (Bandung, IKIP. 1991). H. 1. 106
G.J. Nawi, Maen Pukulan: Pencak Silat Betawi (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2016), h. 12.
39
Silat sendiri merupakan alat beladiri, sedangkan tari pencak silat adalah
sebuah pertunjukan bukan penggunaan silat yang sebenarnya. Bisa
dikategorikan silat merupakan sarana bagi masyarakat Betawi dulu yang
berkeinginan kuat untuk mengusir penjajah dengan membela diri.107
c) Buka Palang Pintu
Buka Palang Pintu merupakan tradisi yang memiliki nilai kebudayaan
bagi masyarakat Betawi dan kerap dijumpai dalam acara pernikahan. Secara
etimologi palang berarti balok yang melintang, sedangkan pintu adalah
lubang atau jalan untuk masuk dan keluar. Terminologi palang pintu diambil
dari kiasan pada Betawi zaman dulu.108
Dalam palang pintu yang dimaksud adalah persyaratan pengantin pria
sebelum menemui pengantin perempuan. Persyaratan tersebut diajukan oleh
keluarga pengantin perempuan kepada pengantin pria ketika pengantin pria
sudah sampai di depan rumahnya. Jika pengantin pria ingin masuk, maka
harus memenuhi persyaratannya. Adapun persyaratannya adalah keluarga
penganten perempuan menantang penganten pria untuk berduel
menggunakan jawara dan ditantang untuk adu sike.109
Jika kedua syarat ini
dimenangkan oleh pihak penganten pria, maka penganten pria dan
rombongan diperbolehkan masuk ke dalam rumah penganten perempuan.
Makna dari palang pintu sendiri dimaksudkan bahwa perempuan
adalah calon ibu yang akan melahirkan generasi penerus. Oleh karena itu
perempuan musti mendapatkan pendamping (imam) yang ideal, yakni
mampu bertahan secara fisik dan punya ilmu agama. Dalam kebudayaan
107
Abdul Chaer, Foklor Betawi Kebudayaan dan Kehidupan Orang Betawi, (Jakarta:
Masup Jakarta, 2012), hal 203. 108
Devi Roswita, “Tradisi Buka Palang Pintu: Transformasi Tradisi Upacara Menuju
Komoditas” dalam Jurnal Fisip UI, tahun 2013, h. 7. 109
Dalam tradisi buka palang pintu masing-masing keluarga penganten membawa
Jagoan. Jagoan merupakan orang yang jago atau ahli pencak silat. Praktiknya kelurga
penganten perempuan akan menantang keluarga laki-laki untuk berduel (beradu pencak silat)
melalui jagoan yang masing-masing sudah disiapkan. Selain menantang duel, keluarga
perempuan juga menantang sike. Sike merupakan tantangan membaca al-Qur‟an dengan suara
merdu (sebagaimana qiroah dalam lomba). Lihat Abdul Chaer, Foklor Betawi Kebudayaan dan
Kehidupan Orang Betawi, (Jakarta: Masup Jakarta, 2012), h. 176.
40
masyarakat Betawi, laki-laki ideal adalah orang yang mampu bermain silat
dan pandai mengaji. Sehingga secara lahir dan batin laki-laki bisa
melindungi dan menjaga keluarganya.110
110
Devi Roswita, “Tradisi Buka Palang Pintu: Transformasi Tradisi Upacara Menuju
Komoditas” dalam Jurnal Fisip UI, tahun 2013, h. 8.
41
BAB IV
NILAI-NILAI ISLAM PADA BUDAYA BETAWI
DI LENGKONG WETAN
A. Perkembangan Islam di Lengkong Wetan
Masuknya agama Islam di Lengkong Wetan, tidak ubahnya dengan
teori masuknya Islam di beberapa wilayah yang ada di Indonesia. Bermula dari
beberapa tokoh agama Islam seperti wali songo yang menyiarkan agama Islam
ke satu wilayah lalu berlanjut menuju ke wilayah lainnya secara bertahap.
Setelah itu, ajaran yang diajarkan oleh alim ulama tersebut mulai dilestarikan
oleh masyarakat di wilayah tersebut dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Alhasil, maka muncullah peradaban Islam yang terbangun secara merata di
suatu wilayah.111
Agama Islam yang dikenalkan oleh para alim ulama terdahulu tidak
serta merta langsung menerapkan pada inti agama Islam yang berupa syariat-
syariat agama. Karena dulu keyakinan masyarakat masih bersifat Animisme112
dan Dinamisme.113
Maka awalnya, pengenalan agama Islam yaitu melalui
ketauhidan terlebih dahulu, keyakinan yang ditanamkan kepada masyarakat
111
Wawancara dengan Rahmat Hidayat di Lengkong Wetan pada 12 November 2017.
Rahmat Hidayat atau dikenal akrab bang Rahmat merupakan pengajar dan pengasuh rumah
seni budaya (pelaku seni budaya Betawi). Kontribusinya terhadap pelestariaan budaya Betawi
dapat dilihat dari kepeduliaanya terhadap generasi-generasi muda yang ingin belajar kesenian
Betawi, beliau membangun sanggar seni Betawi yang betujuan untuk mengajarkan mereka 112
Animisme berasal dari kata kata anima, anime; dari bahasa latin Animus, dan
bahasa Yunani Avepos, dalam bahasa Sanskerta disebut Prana, dalam bahasa Ibrani disebut
Ruah, yang artinya napas atau jiwa. Lihat Buku Dr. Zakiah Darajat, dkk. Perbandingan
Agama, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996). Hlm. 24. Kuncoroningrat dalam bukunya yang berjudul
Sejarah Kebudayaan Indonesia juga menjelaskan bahwa animism adalah kepercayaan yang
menganggap bahwa semua yang bergerak dianggap hidup dan mempunyai kekuatan ghaib atau
memiliki roh yang berwatak baik maupun buruk. Dilihat dalam buku Kuncoroningrat, Sejarah
Kebudayaan Indonesia, (Yogyakarta: Jambatan, 1954). Hlm. 103. 113
Perkataan dinamisme berasal dari bahasa Yunani, yaitu dunamos atau dalam bahas
Inggris disebut dynamic yang artinya kekuatan, kekuasaan dan daya.
Dapat disimpulkan bahwa dinamisme adalah kepercayaan terhadap benda-benda di
sekitar manusia yang diyakini mempunyai kekuatan ghaib. Maksud dari kekuatan tersebut
adalah kekuatan yang berada dalam suatu benda (bisa berasal dari api, air, batu-batuan, benda
ciptaan, pepohonan, hewan atau bahkan manusia sendiri) dan diyakini mampu memberikan
manfaat atau memberikan bahaya. Dilihat dari buku Dr. Zakiah Darajat, dkk. Perbandingan
Agama, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996). Hlm. 98-109.
42
lebih tertuju pada keesaan tuhan semesta alam yaitu Allah SWT sebagai tuhan
yang menciptakan mereka, lalu saat masyarakat sudah memantapkan hati
kepada Allah SWT dengan keyakinan dan kepercayaan yang sempurna, maka,
setelahnya baru ditanamkan oleh alim ulama akan ajaran-ajaran agama Islam
yang berupa syariat-syariat agama.114
Untuk menjelaskan masuknya islamisasi di Lengkong Wetan dapat
dipahami melalui teori Islamisasi dari Betawi. Islam terlebih dahulu masuk ke
Kalapa sebagaimana teori Syekh Quro maupun teori Fatahillah. Secara umum
kedua teori tersebut menegaskan bahwa Islam masuk ke Kalapa pada abad ke
14 M. Dalam teori Fatahillah lebih dijelaskan bahwa kedatangan Fatahillah
sekaligus meruntuhkan Kerajaan Padjajaran yang bekerja sama dengan
Portugis. Setelah kedatangan Islam di Kalapa, kemudian menyebarluas. Hingga
pada abad ke 16 M Islam masuk dan menyebar di Lengkong melalui Raden
Aria Wangsakara. Salah satu daerah di dalam Lengkong tersebut adalah
Lengkong Wetan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Islam masuk ke
Lengkong Wetan terjadi pada adab ke 16 M. Dua abad setelah Islam masuk di
Sunda Kelapa.
Adapun perkembangan islam di Lengkong Wetan saat ini secara umum
dilakukan oleh para Amil.115
Tidak hanya berperan menyebarkan Islam saja,
akan tetapi amil juga bertanggung jawab atas keseluruhan kegiatan keagamaan
yang bersifat tradisi atau kebiasaan seperti pengajian, lalu tahlil, dan hajatan.
Selain itu amil juga berperan dalam membimbing masyarakat di lingkungan
yang dibina, dari segi kerukunan dalam beragama, ketaatan dalam ibadah,
penanaman ahlakul karimah dan penerapan pengajian rutinan bagi semua
114
Wawancara dengan Husein di Lengkong Wetan pada 12 November 2017. Husein
atau akrab dengan Bapak Husen merupakan Amil atau ulama yang berkontribusi pada
keagamaan Islam, seperti mengajar pendidikan agama Islam. Pendapat serupa juga
dikemukakan oleh Reni, selaku sesepuh di masyarakat yang menjabat sebagai Ketua posyandu
di Lengkong Wetan, wawancara pribadi, Lengkong Wetan, 15 oktober 2017. 115
Di masyarakat lengkong wetan, Amil adalah julukan atau gelar setingkat dengan
kyai, haji atau pun ulama yang ahli agama dan mempunyai peran penting dalam
mengembangkan ajaran agama islam. Berbeda dengan masyarakat pada umumnya, amil hanya
dikenal sebagai orang yang menikahkan pasangan calon suami istri atau penghulu.
43
kalangan, yang diikuti oleh para ibu, bapak, remaja dan anak-anak yang masih
berusia dini.116
Menurut Sadardadi117
atau yang biasa di panggil engkong Dadi,
Islamisasi di Lengkong Wetan dilakukan oleh Sakim, seorang Amil paska
kemerdekaan dengan metode dakwah berupa pengajian rutin dan Tablig Akbar.
Sakim juga merupakan murid dari Kyai Mustaqiem118
dan Kyai Syafi‟I
sesepuh Kampung Lengkong Ulama Desa Lengkong Kulon Tangerang,
Banten.119
Selain Sakim, menurut enyak Reni120
orang yang berperan dalam
Islamisasi di Lengkong Wetan pasca kemerdekaan adalah H. M. Sirin Bin
Encin. Beliau merupakan tokoh masyarakat yang berasal dari Lengkong Kyai
atau Lengkong Ulama. H. M. Sirin mengajarkan ilmu agama ke Lengkong
Wetan melalui pengajian yang diadakan di rumahnya. Masyarakat sangat
antusiat untuk mempelajari agama islam. Salah satu kendala pada masa itu
adalah tidak ada kendaran, sehingga masyarakat dapat mengikuti pengajian
hanya dengan berjalan kaki. Hal ini pula yang menyebabkan keyakinan dan
keimanan masyakat pada masa itu sangat matang karena kesungguhan dalam
belajar ilmu agama.121
Dari dua narasumber di atas dapat disimpulkan bahwa orang yang
berperan dalam islamisasi di Lengkong Wetan pasca kemerdekaan adalah
116
Wawancara dengan Husein di Lengkong Wetan pada 12 November 2017. 117
Sardadi akrab dengan panggilan engkong Dadi merupakan salah satu tokoh
masyarakat di Lengkong Wetan. Beliau sangat dihormati oleh masyarakat Lengkong Wetan
karena jasa-jasanya dalam membangun karakter masyarakat Betawi di daerah Lengkong wetan.
Dulu beliau merupakan seorang pejuang yang memerangi penjajah dan selaku pelaku seni
budaya Betawi. Wawancara dengan Sadardadi di Lengkong Wetan tanggal 23 September 2017. 118
Nama lengkap K.H. Mustaqim adalah Sayid habib Mustaqim bin Darda bin Sayid
Abi Khairuddin bin Alwi bin Sayid al-husain dan menurut sejarawan Halwany Michrob, Sayid
Abi Khairuddin adalah Sayid Ali utusan mekah yang ikut berjuang melawan penjajah Belanda
bersama pasukan Banten tahun 1659. Tubagus Najib, Potret Lengkong Ulama: Rekontruksi
Sejarah dan Arkeologi (Tangerang: DISPORABUDPAR, 2011), hal. 11. 119
Wawancara dengan Sadardadi di Lengkong Wetan tanggal 23 September 2017. 120 Reni atau biasa di panggil Enyak Reni merupakan tokoh masyarakat di Lengkong
Wetan yang memiliki kontribusi besar pada bidang pelayanan kesehatan. Di Lengkong Wetan
enyak Reni di tunjuk menjadi ketua posyandu oleh masyarakat. Karena peran besarnya di
bidang kesehatan dan pelayanan masyarakatlah yang membuat masyarakat percaya kepada
beliau. 121
Wawancara dengan Reni di Lengkong Wetan pada tanggal 25 September 2017.
44
Sakim dan H. M. Sirin. Sakim adalah murid dari Kyai Mustaqim dan Kyai
Syafi‟i. Sedangkan H. M. Sirin merupakan Amil yang berasal dari Lengkong
Kyai. Dengan kata lain H. M. Sirin merupakan orang yang berasal dari daerah
pusat Islam di Lengkong. Yang membedakan peran Islamisasi antara Sakim
dan H. M. Sirin adalah lokasinya. Sakim mengajarkan Islam dengan membuat
kegiatan langsung di Lengkong Wetan, sedangkan H. M. Sirin membuat
kegiatannya di Lengkong Kyai. Akan tetapi keduanya tetap memiliki pengaruh
dalam Islamisasi di Lengkong Wetan.
Adapun bentuk islamisasi yang berkembang di daerah Lengkong dapat
dilihat dengan adanya Pondok Pesantren Modern Al-Husainy. Pondok Modern
Al-Husainy bertempat di Lengkong Wetan, RT 2/RW 10. Pondok tersebut
berdiri pada tahun 1991 dan mulai menerima santri pada tahun 1993.122
Didirikan oleh Habib Ali bin Alwi bin Husein bin Ali bin Thohir123
atau akrab
dengan sebutan Habib Ali Al-Husainy. Keberadaan Pondok Pesantren Modern
122
Pada tanggal 9 September 1991, Habib Ali Alwi menggagas ide untuk mendirikan
sebuah pondok pesantren di atas tanah wakaf seluas 1 hektar dari keluarga H. Sano di kampung
Perigi, Desa Lengkong Wetan, Serpong, Tangerang Selatan. Pesantren mulai dibangun pada
bulan Oktober 1991. Pada awalnya, pesantren tersebut bernama Pondok Pesantren Nur As-
Sholihat sesuai nama yayasan yang didirikan oleh Syarifah Alawiyah binti Thohir (kakak
perempuan Habib Ali) di Kota Bambu, Palmerah, Jakarta Barat. Namun beberapa tahun
kemudian, nama pesantren diubah menjadi Pondok Pesantren Modern Al-Husainy. Pada awal
berdiri, di pesantren juga dibangun Taman kanak-kanak dan madrasah diniyah. Kemudian
sepanjang tahun 1993-1994, barulah didirikan asrama santri, madrasah tsanawiyah, hingga
madrasah aliyah. Wawancara dengan Husein di Lengkong Wetan pada 12 November 2017.
Husein atau akrab dengan Bapak Husen merupakan Amil atau ulama yang berkontribusi pada
keagamaan Islam, seperti mengajar pendidikan agama Islam. 123
KH. Habib Ali Alwi bin Thoir lahir di desa Kabupaten Maluku Tengah Kecamatan
Leihitu pada tanggal 2 September 1966. Beliau merupakan putra ke 6 dari 7 bersaudara
pasangan dari Habib Alwi bin Husein bin Thohir dan Anawiyah binti Ustman, ayahnya seorang
pengusaha swasta yang sukses saat itu, dan yang lebih istimewa adalah KH. Habib Ali Alwi
bin Thohir adalah keturunan ke-6 dari seorang ulama besar di Hadramaut Yaman, al-Iman al-
Qutubul Irsyad Al-Habib Abdullah Bin Husein bin Thohir, yang bergelar “Dua Pemilik Lautan
Ilmu Lahir maupun Batin” dan juga pengarang kitab salaf, Sulam at-Taufik yang menjadi
rujukan di Pondok-pondok Pesantren di Indonesia termasuk di Pondok Pesantren Modern al-
Husainy yang dipimpinnya saat ini. sebagai keturunan dari seorang ulama besar dan da‟I di
Maluku, Habib Husen bin Ali bin Thohir, sejak kecil beliau memiliki cita-cita tinggi untuk
mengembangkan dan memajukan Islam. Pendidikan yang diterima dari orang tuanya,
menjadikan beliau seorang yang selalu perihatin pada keadaan di sekelilingnya. Sejak kecil
beliau terkenal dengan jiwa sosialnya dan inilah yang membuat beliau kokoh untuk
mengembangkan dakwah Islam. Di lihat dari Syarifah Sa, Diyah. “Retorika Dakwah KH.
Habib Ali Alwi Bin Thohir” dalam Skripsi Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta tahun 2007.
45
Al-Husainy mendukung bentuk Islamisasi yang ada di Lengkong Wetan. Hal
tersebut berdampak perkembangan Islam semakin pesat di Lengkong Wetan.
Secara umum terdapat dua faktor yang menyebabkan diterima dan
berkembangnya Islam di Lengkong Wetan. Pertama, metode dakwah. Menurut
Husein, pola ajaran agama Islam yang diterapkan oleh alim ulama dalam
pengajian yaitu dengan menyesuaikan dengan objeknya. Jika objek atau
jama‟ah yang mengaji adalah orang tua, maka pembahasan agamanya lebih ke
pelajaran fiqih dengan metode menjelaskan lalu dilanjutkan dengan sesi tanya
jawab. Namun jika objeknya adalah remaja maka alim ulama akan lebih
menerapkan metode bahsul masail atau diskusi. Berbeda lagi jika pengajian
yang dilakukan objeknya adalah anak-anak maka arah dari pengajiaanya lebih
ke pembelajaran syariat-syariat agama Islam secara mendasar. Jadi pengajian
dan pengajaran agama Islam yang diterapkan oleh alim ulama di Lengkong
Wetan lebih disesuaikan dengan objeknya.124
Sebagaimana ditegaskan juga oleh Junaidi bahwa Islam diterima di
Lengkong Wetan melalui kegiatan-kegiatan di masyarakat. Kegiatan tersebut
menyangkup pada pengajian-pengajian rutinan yang diselenggarakan oleh
tokoh agama di Lengkong Wetan, selain pengajian perayaan hari besar Islam
juga menarik masyarakat untuk mengenal serta melestarikan hari-hari penting
dalam Islam melalui sebuah perayaan. Dengan adanya kegiatan tersebut secara
tidak langsung tokoh masyarakat sudah mengenalkan dan mengajarkan agama
Islam kepada masyarakat. Kegiatan-kegiatan tersebut memiliki daya tarik
tersendiri bagi masyarakat luas untuk mau mengenal agama Islam.125
Adapun dakwah yang diterapkan untuk menarik dan mau mengenal
agama Islam dengan cara mengajak masyarakat muslim di Lengkong Wetan
untuk ikut serta dalam kegiatan-kegiatan keagamaan dengan tanpa paksaan,
124
Wawancara dengan Husein, selaku amil di Lengkong Wetan, tanggal 23 september
2017. 125
Wawancara dengan Junaidi di Lengkong Wetan tanggal 27 September 2017.
Junaedi atau dikenal Bang Juned merupakan anggota dari Persatuan Pendekar Persilatan dan
Seni Budaya Banten Indonesia (PPPSBBI). Kontribusinya pada masyarakat ditunjukan dengan
melestarikan kebudayaan dan tradisi masyarakat.
46
seperti pengajian, perayaan hari besar Islam, dzikir, tahlil, dan lain-lain. Dari
kegiatan tersebut memiliki daya tarik bagi masyarakat untuk mau dan
mengenal agama Islam. Setelah sudah ada keinginan, maka masyarakat akan
mulai belajar agama Islam lebih dalam dan memahami pengetahuan
keagamaan secara lebih spesifik.126
Hal tersebut senada dengan teori Islamisasi bahwa dakwah para
mubaligh menggunakan pendekatan persuasif serta memiliki pemahaman
mendalam agama Islam.127
Para pendakwah menyesuaikan dakwah dengan
target sasaran, inilah yang kemudian Islam bisa tersebar luas di Lengkong
Wetan.
Kedua, faktor ajaran agama Islam. Agama Islam yang disebarkan di
Lengkong Wetan menekankan sikap toleransinya. Sebagaimana menurut Wasri
Susanto selaku ketua RW di Lengkong Wetan berpendapat bahwa masuknya
Islam di Lengkong Wetan diterima dengan mudah dikarenakan toleransinya.
Karena sifatnya yang toleransi maka masyarakat di Lengkong Wetan mudah
dalam menerimanya. Ketertarikan masyarakat pribumi sendiri terhadap agama
Islam karena sifatnya yang lebih mengajarkan manusia untuk saling
menghargai, dan menghormati bukan sebaliknya menindas dan memperbudak.
Setelah itu, Islam mulai mendominasi keyakinan mayoritas masyarakat
pribumi.128
Selain itu Abdul Qodir juga berpendapat megnenai ajaran Islam yang
bersifat toleransi membuat masyarakat mudah menerimanya. Selain itu juga
penyebaran agama Islam mulai merata di lingkungan masyarakat Lengkong
126
Ibrahim bin mulud, selaku pengajar dan pengurus rumah seni budaya (pelaku seni
budaya Betawi) di Lengkong Wetan, wawancara pribadi, Lengkong Wetan, 23 september
2017. Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Rahmat Hidayat (bang Rahmat), selaku
pengajar dan pengasuh rumah seni budaya (pelaku seni budaya Betawi) di Lengkong Wetan,
wawancara pribadi, Lengkong Wetan, 12 november 2017. 127
Saidun Derani, “Ulama Betawi Perspektif Sejarah” dalam Jurnal At-Turats Vol.
XIX No.1 Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2012, h. 118. 128
Wawancara dengan Wasri Susanto diLengkong Wetan pada tanggal 23 September
2017. Wasri Susanto merupakan Ketua RW di Kelurahan Lengkong Wetan dan cukup banyak
pengetahuan mengenai budaya, tradisi dan kondisi keberagamaan di Lengkong Wetan.
47
didasari oleh dukungan tokoh-tokoh masyarakat yang mendukung terwujudnya
kegiatan-kegiatan yang sifatnya keagamaan.129
Dari kedua faktor diterimanya Islam di Lengkong Wetan yang
dijelaskan diatas, penulis menemukan satu hal yang menarik yang menjadi inti
dari penyebaran Islam, yaitu berkembang melalui kegiatan peringatan hari-hari
besar Islam. Dari berbagai narasumber menyatakan bahwa kegiatan tersebut
menunjukkan besarnya ketertarikan masyarakat terhadap agama Islam. Hal
tersebut menunjukkan bahwa Amil menggunakan pendekatan yang lebih
mengena pada masyarakat.
Melalui proses yang sangat panjang dan memakan waktu yang tidak
sebentar, dengan berjalannya waktu keagamaan yang sudah dikenalkan lambat
laun mulai berkembang dan ditingkatkan oleh mayoritas masyarakat di
Lengkong Wetan. Ini terbukti dari munculnya kegiatan-kegiatan keagamaan
seperti pengajian-pengajian rutinan di ruang lingkup masyarakat Lengkong
Wetan. Selain itu, antusias masyarakat menyambut hal ini juga sangat bagus,
hal ini dapat dilihat dari ramainya masyarakat yang menghadiri pengajian dan
meriahnya perayaan hari-hari besar Islam.130
Perkembangan di Lengkong Wetan dalam hal keagamaan sudah mulai
terlihat dari kegiatan-kegiatan keagamaan yang sudah mulai dilestarikan oleh
mayoritas masyarakatnya. Terbukti bahwa di Lengkong Wetan terdapat
beberapa pengajian-pengajian yang melibatkan masyarakat di dalamnya.
Pengajian tersebut bertujuan untuk mengenalkan ajaran agama Islam secara
menyeluruh dan lebih merata. Dalam pengajian itu juga bukan hanya
melibatkan bapak-bapak atau ibu-ibu saja melainkan semua golongan, dimulai
dari anak-anak berusia dini, sampai remajanya pun di ikut sertakan, bahkan
waktu pelaksanaannya pun sudah dirangkai sedemikian rupa agar seluruh
129
Wawancara dengan Abdul Qadir di Lengkong Wetan tanggal 13 November 2017.
Abdul Qodir merupakan ketua Ikatan Remaja Masjid (IRMAS) di Lengkong Wetan. Informasi
dibutuhkan dalam menjelaskan perkembangan Islam di Lengkong Wetan. 130
Wawancara dengan Abdul Qodir di Lengkong Wetan pada tanggal 13 november
2017.
48
golongan masyarakat bisa mengenal dan memahami agama secara merata
melalui pelajaran dan pengajian di majelis ilmu.131
Adanya proses serta perkembangan yang menjadi lebih baik
menunjukkan kesesuaian dengan teori perubahan sosial dalam penelitian
sejarah. Hal ini ditunjukkan dengan adanya arah perubahan yang lebih maju
berupa berkembang pesatnya Islam di Lengkong Wetan. Kemudian juga
didukung dengan adanya proses penyampaian yang sederhana menjadi lebih
kompleks. Adanya kegiatan-kegiatan seperti pengajian, majlis taklim, serta
peringatan hari besar Islam merupakan proses Islamisasi yang mengarah pada
sesuatu yang lebih baik.
Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa kondisi agama Islam di
Lengkong Wetan terbagi menjadi beberapa fase. Fase pertama merupakan fase
hubungan antara Islamisasi di Betawi sampai ke Lengkong Ulama. Fase kedua
adalah penerimaan Islam di Lengkong Wetan secara bertahap dan berkembang
luas. Pada fase ini merupakan awal masuknya Islam di Lengkong Wetan. Fase
ketiga adalah perkembangan Islam di Lengkong yang signifikan dan masih
bertahan hingga saat ini.
B. Budaya Betawi di Lengkong Wetan
Sebelum membahas budaya Betawi, penulis terlebih dahulu akan
menjelaskan hubungan antara Lengkong Wetan dengan Betawi. Lengkong
secara umum merupakan perkampungan yang berada di jantung kota Serpong
berdampingan dengan pengembangan kota Bumi Serpong Damai (BSD).132
Masyarakat mengenal Lengkong dengan nama Lengkong Kyai, Lengkong
Ulama, Lengkong Santri maupun Lengkong Sumedang. Penamaan tersebut
merupakan penisbahan atas kondisi religius masyarakatnya yang sangat tinggi.
Kecuali nama Lengkong Sumedang, istilah tersebut dinisbahkan pada asal-usul
kampung Lengkong yang dibentuk oleh Raden Aria Wangsakara yang berasal
131
Wawancara dengan Husein di Lengkong Wetan tanggal 23 September 2017. 132
Muammar Khamdevi, “Kajian Pola Permukiman Khas Kampung Lengkong
Ulama, Serpong, Banten” dalam Jurnal Dimensi, Vol. 39, No. 1, tahun 2012, h. 31.
49
dari Sumedang. Baru pada tahun 2005 pemerintah kabupaten Tangerang
mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) tentang pembentukan 77 kelurahan di
Lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang. Hasilnya dalam Perda
tersebut mengangkat Desa Lengkong menjadi tiga kelurahan, yaitu Lengkong
Gudang, Lengkong Wetan, Lengkong Gudang Timur, dan Lengkong Karya.133
Dengan demikian penamaan Lengkong berarti mencakup kepada empat
kelurahan tersebut.
Lengkong Wetan secara umum dapat disimpulkan sebagai daerah yang
beretnis Betawi. Hal ini dapat dibuktikan dengan dua hal, yaitu hubungan
Betawi dengan geografis dan Betawi dengan Keturunan atau orang-orang di
dalamnya. Dalam teorinya, Betawi secara geografis berada di kawasan Nusa
Kalapa. Adapun yang dimaksud Nusa Kalapa adalah daerah Tangerang dan
Jakarta. Selanjutnya suku Betawi juga merupakan perpaduan dari berbagai
etnis maupun budaya lain yang menjadi satu, seperti Cina, Sunda dan lainnya.
Suku Betawi merupakan orang-orang keturunan dari Nusa Kalapa.134
Nusa Kalapa adalah daerah yang kemudian disebut dengan Sunda Kelapa.
Wilayah Sunda Kelapa yaitu meliputi Tangerang dan Jakarta. Pada masa
Kerajaan Tarumanegara maupun Padjajaran, Kalapa merupakan daerah yang
cukup sentral sebagai perdagangan. Hal ini dikarenakan di Kalapa terdapat
pelabuhan sebagai sarana perhubungan antar kerajaan untuk menunjang
hubungan dagang maupun politik.135
Hubungannya dengan Lengkong Wetan
adalah bahwa Lengkong Wetan secara administrasi berada di Tangerang.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa Lengkong Wetan secara etnis dihuni
oleh suku Betawi.
Selanjutnya mengenai Betawi juga merupakan etnis campuran juga
terjadi di Lengkong Wetan. Sebagaimana kondisi geografis Lengkong Wetan
133
Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang No. 3 Tahun 2005 tentang Pembentukan
77 Kelurahan Di Lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang pasal 2 ayat 3 poin 29,
30, 33 dan 38. 134
Ridwan Saidi, Profil Orang Betawi, h. 6. 135
Ahmad Yanua Samantho, Pakuan Padjajaran dan Bogor dalam Pusaran Sejarah
Dunia, (Bogor: Bayt al-Hikmah, .tth), h. 26.
50
menjadikannya daerah yang sering ditempati oleh orang-orang dari luar, seperi
Cina, Sunda, Kalimantan dan sebagainya. Hal ini dibuktikan bahwa Lengkong
merupakan daerah yang strategis sebagai pusat perdadangan. Lengkong berada
di kawasan Sungai Cisadane sebagai pusat perdagangan untuk mengangkut
kopi ke Jawa.136
Kampung tersebut sangat strategis sehingga banyak
masyarakat lain berdatangan, seperti dari Cina dan sebagainya.137
Dengan
demikian masyarakat di Lengkong Wetan merupakan campuran dari berbagai
etnis.
Adapun dalam tinjauan Budaya, Betawi secara umum terbagi menjadi
dua, Betawi Tengah dan Betawi Pinggiran. Betawi Tengah merupakan etnis
Betawi yang menetap di di bagian kota Jakarta yang dahulu dinamakan
keresidenan Batavia (Jakarta Pusat - urban). Betawi Tengah menganut gaya
hidup tempo lama, misalnya perayaan upacara perkawinan, khitanan, tradisi
lebaran, dan memegang teguh agama serta adat istiadat (mengaji). Adapun
Betawi Pinggiran juga disebut dengan Betawi Udik / Betawi Ora terdiri atas
dua kelompok, yaitu pertama, kelompok dari bagian Utara dan Barat Jakarta
serta Tangerang, yang dipengaruhi oleh kebudayaan Cina; kedua, kelompok
dari bagian Timur dan Selatan Jakarta, Bekasi, dan Bogor, yang dipengaruhi
oleh kebudayaan dan adat istiadat Sunda.138
Ditinjau dari segi kebudayaan Lengkong Wetan masuk dalam golongan
Betawi Pinggiran. Hal ini dikarenakan beberapa faktor. Pertama Betawi
Pinggiran secara geografis berada Tangerang. Kedua kondisi masyaraka
Lengkong Wetan banyak campuran dengan etnis lain seperti Cina dan
sebagainya. Hal ini dibuktikan dengan pendapat Mukri Mian bahwa Kampung
Lengkong banyak imigran yang berasal dari Cina.
Dari pendapat di atas maka dapat dipahami bahwa kampung Lengkong
merupakan daerah yang secara administrasi masuk ke Tangerang tetapi
136
Uka Tjandrasasmita Arkeologi Islam Nusantar, (Jakarta: Gramdeia, 2009), h. 123. 137
Mukri Mian, Sejarah Kampung Lengkong Ulama, (Jakarta, tt, 1983), h. 7. 138
Mita Purbasari, “Indahnya Betawi” dalam Jurnal HUMANIORA Vol.1, No. 1,
Universitas Bina Nusantara tahun 2010, h. 3.
51
masyarakatnya bersuku Betawi. Baik dari segi sejarahnya maupun dari segi
masyarakat serta kebudayaannya. Sedangkan Lengkong Wetan sebagai bagian
dari Lengkong maka dapat dipahami bahwa Lengkong Wetan merupakan
daerah beretnis Betawi sebagaimana kampung Lengkong secara umum.
Perbedaanya adalah Lengkong Wetan sudah menjadi daerah administrasi
berupa kelurahan yang memisahkan dengan Lengkong Gudang, Lengkong
Gudang Timur dan Lengkong Karya.
Masyarakat Lengkong Wetan mengakui bahwa mereka adalah orang
Betawi yang perlu melestarikan kebudayaannya. Dari hasil wawancara yang
didapatkan terdapat dua pendapat mengenai keberadaan budaya Betawi di
Lengkong Wetan. Pendapat pertama disampaikan oleh Sardadi. Menurutnya
budaya Betawi yang ada di Lengkong Wetan merupakan percampuran
masyarakat pribumi dengan masyarakat pendatang sehingga menghasilkan
sebuah budaya yang baru.139
Dengan kata lain budaya Betawi yang ada di
Lengkong Wetan telah mengalami modifikasi.
Pendapat ke dua disampaikan oleh Junaidi selaku anggota Persatuan
Pendekar Persilatan dan Seni Budaya Banten Indonesia (PPPSBBI).
Menurutnya bahwa budaya Betawi merupakan budaya asli Betawi yang
diwariskan secara turun temurun kepada anak cucunya. Selain itu diwariskan
secara langsung biasanya memerintahkan anaknya untuk belajar di sanggar-
sanggar seni budaya.140
Pendapat Junaidi diperkuat oleh Susanto selaku ketua RW di Lengkong
Wetan. Menurutnya budaya Betawi sendiri sudah mengakar secara turun
temurun sejak dulu. Budaya Betawi terus diperbarui dengan berkembangnya
zaman, agar tidak terkesan kuno dan membosankan. Dilain sisi, pelestarian
selalu dimunculkan di setiap generasinya, agar identitas masyarakat Betawi di
Lengkong Wetan ini tidak hilang.141
Adanya pembaharuan pada budaya Betawi
139
Wawancara dengan Sadardadi di Lengkong Wetan tanggal 23 September 2017. 140
Wawancara dengan Junaidi di Lengkong Wetan tanggal 27 September 2017. 141
Wawancara dengan Wasri Susanto diLengkong Wetan pada tanggal 23 September
2017
52
menurut Reni justru mendongkrak kelestarian budaya Betawi di Lengkong
Wetan.142
Husain juga berpendapat bahwa budaya Betawi di Lengkong Wetan
bukan seperti pandangan masyarakat pada umumnya, yang mengatakan bahwa
budaya Betawi muncul karena campuran budaya masyarakat pendatang yang
menjadi satu. Beliau mengungkapkan kemunculan budaya Betawi di Lengkong
Wetan berdasarkan turun temurun dari leluhur-leluhur Betawi dulu, dan asal
muasal budaya Betawi itu sendiri di Lengkong Wetan yaitu berasal dari
masyarakat Betawi yang tinggal di daerah lain, yang mencoba mencari
lingkungan baru, kemudian datang ke daerah di Lengkong Wetan dan menetap
di Lengkong Wetan.143
Sebaimana budaya Betawi pada umumnya, maka masyarakat Lengkong
Wetan ikut melestarikan budaya Betawi. Hal tersebut dipertegas oleh Ibrahim
bin Mulud selaku pengurus Rumah Seni Budaya Betawi di Lengkong Wetan.
Menurutnya membudidayakan dan melestarikan kebudayaan leluhur sudah
mengakar dari nenek moyang. Di Lengkong Wetan, pelaku seni memiliki
tanggung jawab melestarikan atas tradisi masyarakat Betawi dari festival
budaya Betawi, kesenian-kesenian Betawi, tradisi adat Betawi, sampai
kebiasaan baik masyarakat Betawi. Semua dilakukan dengan tujuan
kebudayaan asli mereka selalu ada dan dikenal.144
Dari dua pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa budaya
Betawi yang ada di Lengkong Wetan merupakan budaya asli orang-orang
Betawi. Adapun bentuk campuran yang dimaksud lebih mengarah pada sisi
nilai-nilai yang ada dalam rangka tujuan melestarikan budaya Betawi.
142
Wawancara dengan Reni di Lengkong Wetan pada tanggal 25 September 2017. 143
Wawancara dengan Husein di Lengkong Wetan pada 12 November 2017. 144
Ibrahim bin mulud, selaku pengajar dan pengurus rumah seni budaya (pelaku seni
budaya Betawi) di Lengkong Wetan, wawancara pribadi, Lengkong Wetan, 23 september
2017, pendapat serupa juga dikemukakan oleh Rahmat Hidayat (bang Rahmat), selaku
pengajar dan pengasuh rumah seni budaya (pelaku seni budaya Betawi) di Lengkong Wetan,
wawancara pribadi, Lengkong Wetan, 12 november 2017.
53
Selain memperkenalkan budaya Betawi kepada masyarakat luas melalui
festival-festival dan lomba-lomba yang bernuansa Betawi, para pelaku seni di
Lengkong Wetan juga menggunakan tempat untuk mengenalkan budaya
tersebut dengan membangun rumah seni (sanggar). Karena mereka yakin
pembelajaran mengenai budaya Betawi sangatlah diperlukan bagi generasi-
generasi di zaman sekarang ini, selain melestarikan dan mengajarkan kepada
generasi penerus di era sekarang, tujuan dari rumah seni (sanggar) ini juga
mengupayakan agar budaya Betawi tidak hilang dan dilupakan oleh
masyarakat. Oleh sebab itu, mereka (para pelaku seni) memperkenalkan
kepada generasi-generasi muda sekarang agar budaya Betawi bisa
berkelanjutan nantinya.145
Adapun budaya Betawi yang dilestarikan di Lengkong Wetan adalah:
a. Silat cingkrik
Silat Cingkrik merupakan salah satu aliran dalam silat Betawi yang
berasal dari Betawi Tengah (Midland). Silat Cingkrik berasal dari Rawa
Belong, Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Cingkrik berarti jingkrak-jingkrak atau
dalam logat Betawinya cingkrak-cingkrik yang bermakna lincah.146
Adi Windoro “Batavia 1740: Menyisir Jejak Betawi” menjelaskan
Sejarah Silat Cingkrik merupakan aliran ini diciptakan oleh Ki Maing sekitar
tahun 1920-an. Ki Maing disebutkan sebelumnya pernah berguru silat di Kulon
(wilayah barat, bisa jadi Meruya atau Banten), namun ia mendapat inspirasi
untuk menciptakan aliran silatnya sendiri setelah memperhatikan gerak-gerik
seekor kera.147
Diceritakan bahwa ada seekor kera yang berupaya mengambil
145
Ibrahim bin mulud, wawancara pribadi, Lengkong Wetan, 23 september 2017. 146
G.J. Nawi, Maen Pukulan: Pencak Silat Khas Betawi, h. 99 – 104. 147
Adi, Windoro “Batavia 1740: Menyisir Jejak Betawi” (PT. Gramedia Pustaka
Utama 2010). Hlm 35. Lihat juga buku G.J. Nawi “Maen Pukulan: Pencak Silat Khas Betawi”
(Yayasan Pustaka Obor Indonesia 2016). Hlm 101-102.
54
tongkat Ki Maing, yang menghindar saat iserang serta menyerang balik dengan
cepat.148
Namun demikian, secara umum Silat Cingkrik memiliki 12 jurus dasar
seperti:149
1). Keset Bacot. 2). Keset Gedor. 3). Cingkrik. 4). Langkah Tiga. 5).
Langkah Empat. 6). Buka Satu. 7). Saup. 8). Macan. 9). Tiktuk. 10). Singa.
11). Lokbe. 12). Longok. Serta ada bagian dari gerakan gabungan kedua belas
jurus tersebut yang dinamakan Bongbang, yang kerap jurus gabungan ini
dipertontonkan dalam pagelaran beladiri. Arti Sambut adalah latihan
perkelahian berpasangan, yaitu terdapat 3 jurus sambut seperti:150
1). Sambut
Tujuh Muka. 2). Sambut Gulung. 3). Sambut Habis, atau Sambut Detik.
Sambut bertujuan melatih reflek untuk menghadapi serangan yang bertubi-tubi.
Silat Cingkrik yang diajarkan di Lengkong Wetan memfokuskan pada
gerakan tangan dan kaki. Diawali pemanasan sebagai metode yang bertujuan
agar urat-urat dan persendian dalam tubuh terbiasa (tidak kaget). dalam prosesi
pembelajarannya biasanya dipandu oleh para pelaku silat yang lebih senior.
Setelah semua gerakan silat terselesaikan maka latihannya akan di tutup
dengan doa dan salam-salaman.151
b. Lenong
Lenong adalah pentas seni berbentuk drama sejarah atau legenda, aksi
dan komedi yang menjadi kekhasan suku Betawi. Lenong di Lengkong Wetan
sering dilaksanakan pada hari-hari penting seperti pada acara festival Betawi,
nikahan, sunatan, dan lain sebagainya.
148
Prabowo, Erik R. Antonius Fran Setiawan, ed. “Silat Nusantara” (Litera 2016).
Hlm. 22. 149
G.J. Nawi, Maen Pukulan: Pencak Silat Khas Betawi, hlm 104. Lihat juga
Prabowo, Erik R. Antonius Fran Setiawan, ed. “Silat Nusantara” (Litera 2016). Hlm. 22. Lihat
juga dalam buku Adi, Windoro “Batavia 1740: Menyisir Jejak Betawi” (PT. Gramedia Pustaka
Utama 2010). Hlm 22-23. 150 Prabowo, Erik R. Antonius Fran Setiawan, ed. “Silat Nusantara” (Litera 2016).
Hlm. 22. Lihat juga dalam buku Adi, Windoro “Batavia 1740: Menyisir Jejak Betawi” (PT.
Gramedia Pustaka Utama 2010). Hlm 22-23. Lihat juga G.J. Nawi, Maen Pukulan: Pencak
Silat Khas Betawi, hlm 104. 151
Rahmat Hidayat (bang Rahmat), selaku pengajar dan pengasuh rumah seni budaya
(pelaku seni budaya Betawi) di Lengkong Wetan, wawancara pribadi, Lengkong Wetan, 26
januari 2018.
55
Tradisi kesenian lenong sendiri dalam pelaksanaannya yaitu diawali
dengan pembuatan skenario cerita yang disusun oleh para pelaku seni dan alur
ceritanya diadaptasi dari kisah tokoh-tokoh Betawi. Dalam akhir cerita
dibumbui dengan pesan moral bagi masyarakat yang tujuannya adalah
mengingatkan masyarakat mengenai pentingnya melestarikan budaya leluhur
yang telah susah payah di perjuangkan oleh para tokoh-tokoh Betawi zaman
dulu.152
c. Buka Palang pintu
Tradisi buka palang pintu dalam pernikahan Betawi, merupakan tradisi
yang sering diadakan oleh masyarakat Betawi saat menerima tamu sebelum
prosesi akad dalam pernikahan dimulai. Dalam prosesinya, dari kedua belah
pihak antara rombongan pengantin pria dan wanita saling berhadapan dengan
didampingi beberapa pesilat. Palang pintu merupakan simbol awal bersatunya
kedua belah pihak.
Palang pintu adalah tradisi simbolik yang menyatakan pihak mempelai
pria pantas untuk meminang pihak mempelai wanita. Di dalamnya terdiri dari
adu pantun, silat, dan mengaji (membaca al-quran). ketiga syarat ini
merupakan simbol bahwa orang Betawi bukan hanya bisa berpantun, tapi harus
bisa main pukul (membela diri) dan mengaji.153
C. Nilai-Nilai Islam pada Budaya Betawi di Lengkong Wetan
Ketiga jenis budaya Betawi yang dilestarikan oleh masyarakat
Lengkong Wetan terdapat beberapa modifikasi di dalamnya. Salah satu unsur
yang mendominasi dalam modifikasi budaya Betawi tersebut adalah nilai-nilai
Islam. Hal ini dapat dibuktikan melalui adanya perbedaan antara budaya asli
silat, lenong, maupun palang pintu yang berkembang di Lengkong Wetan kaya
152
Rahmat Hidayat (bang Rahmat), selaku pengajar dan pengasuh rumah seni budaya
(pelaku seni budaya Betawi) di Lengkong Wetan, wawancara pribadi, Lengkong Wetan, 26
januari 2018. 153
Husein, selaku amil di Lengkong Wetan, wawancara pribadi, Lengkong Wetan, 23
september 2017.
56
akan nilai-nilai Islam seperti pembacaan shalawat kepada Nabi Muhammad,
pembacaan do‟a, maupun praktik-praktik Islam lainnya.
Silat yang dikembangkan di Lengkong Wetan adalah silat Cingkrik.
Pada awalnya silat cingkrik merupakan salah satu aliran pencak silat khas
Betawi yang menekankan pada kelincahan gerakan. Akan tetapi silat cingkrik
yang ada di Lengkong Wetan memiliki ketentuan-ketentuan lain yang bernilai
Islami.
Nilai-nilai Islam pada budaya Betawi di Lengkong Wetan terwujud
pada tradisi palang pintu, silat dan tradisi masyarakat Betawi lainnya. Tradisi
tersebut sudah ada sejak dahulu dan masyarakat sekarang hanya tinggal
melestarikannya saja. Budaya Betawi di Lengkong Wetan sama sekali tidak
berseberangan dengan ajaran agama Islam, justru yang dilakukan tokoh-tokoh
Islam di Lengkong Wetan dalam mengajarkan agama Islam ke masyarakatnya
mengadaptasikan dengan kebudayaan dan kesenian Betawi di lingkungan
tersebut. Memang dari dasarnya budaya Betawi sudah tidak berseberangan
dengan agama Islam, jadi tidak menyulitkan tokoh-tokoh Islam untuk
menanamkan ajaran agama Islam dan menggabungkannya dengan budaya
masyarakat setempat.154
Rahmat Hidayat selaku pengajar dan pengasuh Rumah Seni Budaya
Betawi (RSBB) menuturkan ada adab yang harus dilakukan yaitu dengan
mengawali kegiatan dengan membaca surat yasin dan membaca tahlil. Setelah
itu membacakan al fatihah yang tujuannya untuk mengirimkan bacaan tersebut
kepada para tokoh-tokoh Betawi yang menciptakan gerakan-gerakan silat
Cingkrik. Setelah semua gerakan silat terselesaikan maka latihannya akan di
tutup dengan doa dan salam-salaman.155
Pembacaan tahlil, surat Yasin, dan pembacaan al-Fatikhah pada
dasarnya ritual yang ada dalam agama Islam. Silat Cingkrik sebagaimana yang
154
Husein, selaku amil di Lengkong Wetan, wawancara pribadi, Lengkong Wetan, 23
september 2017. 155
Rahmat Hidayat (bang Rahmat), selaku pengajar dan pengasuh rumah seni budaya
(pelaku seni budaya Betawi) di Lengkong Wetan, wawancara pribadi, Lengkong Wetan, 26
januari 2018.
57
dijelaskan oleh Nawi dalam buku Maen Pukulan tidak mensyaratkan adanya
ritual Islami di atas. Dengan demikian terdapat nilai-nilai Islam dalam silat
cingkrik yang dilestarikan oleh masyarakat Lenong Wetan.
Pengadaan nilai-nilai Islami dalam silat cingkrik secara umum
disebabkan kemunculan budaya Betawi yaitu berasal dari tokoh agama yang
cinta dengan budaya. Pendiri rumah budaya juga merupakan tokoh yang
beragama Islam. karena tokohnya adalah orang Islam, maka secara otomatis
ajaran yang diajarkan ke masyarakat mengenai kebudayaan dan kesenian
Betawi kepada masyakat pun akan berlandaskan atas ajaran Islam yang di anut
oleh tokoh tersebut.156
Selain terdapat pada silat, nilai-nilai Islam juga terdapat pada budaya
palang pintu. Budaya palang pintu pada prinsipnya sarat akan nilai agama
Islam. Palang pintu secara umum terdiri dari dua unsur, silat dan ngaji.157
Dari
awal kemunculannya saja palang pintu sudah memiliki nilai-nilai Islam, maka
dalam pelestarian budaya palang pintu bisa dipastikan terdapat nilai-nilai
Islam.
Palang pintu yang dilestarikan oleh masyarakat Lengkong Wetan
meliputi prosesi sebagaiaman biasa dilakukan oleh masyarakat Betawi saat
menerima tamu sebelum prosesi akad dalam pernikahan dimulai. Palang pintu
merupakan simbol pembuka antara dua belah pihak, dari mempelai wanita atau
mempelai pria. Untuk prosesinya saat pihak mempelai pria datang dengan
diiringi oleh musik marawis, pihak mempelai wanita menyambutnya dengan
palang pintu.
Dalam palang pintu tersebut pun ada syarat-syarat yang harus dipenuhi
oleh pihak mempelai pria sebagai simbol bahwa pihak mempelai pria pantas
untuk meminang pihak mempelai wanita. Syarat-syaratnya yaitu adu pantun,
156
Junaedi, selaku sesepuh di masyarakat di Lengkong Wetan, wawancara pribadi,
Lengkong Wetan, 15 oktober 2017. 157
Devi Roswita, “Indahnya Betawi”, h. 6.
58
silat, dan mengaji, ketiga syarat ini merupakan simbol bahwa orang Betawi
bukan hanya bisa berpantun, tapi harus bisa main pukul dan mengaji.158
Pada dasarnya tradisi palang pintu dalam pernikahan Betawi merupakan
tradisi Betawi yang ada unsur-unsur keagamaanya, karena dalam prosesinya
terdapat kegiatan yang bersangkutan dengan agama seperti mengaji,
pembacaan ayat-ayat suci Al-Quran dan bacaan sholawat nabi yang diiringi
dengan musik marawis.159
Hal ini kemudian yang dilestarikan oleh masyarakat
Lengkong Wetan.
Adapun nilai-nilai Islam pada budaya Lenong dapat dilihat dari kisah
tokoh Betawi yang berjuang membela agama Islam. Sebelum melakukan
pementasan juga terdapat do‟a sebagaimana doa dalam Islam. Cerita yang
dipertunjukkan merupakan hal-hal yang berkaitan dengan agama Islam.
Dengan kata lain Lenong merupakan pementasan dalam menceritakan
perkembangan Islam. Dengan demikian Lenong juga bagian dari dakwah
Islam. Dan di akhir pementasan ditutup dengan salam dan doa sebagaimana
doa dalam Islam.160
Nilai-nilai Islam yang terkandung dalam budaya silat, palang pintu dan
lenong merupakan model pelestarian budaya yang tidak melepaskan aspek
keagamaan. Hal ini disebabkan budaya Betawi yang ada di Lengkong Wetan
kemunculannya adalah setelah agama Islam, maka secara tidak langsung
tradisi-tradisi Betawi yang dilaksanakan di masyarakat semuanya masih
berlandaskan dengan ajaran agama Islam. Tradisi tersebut seperti tradisi
nikahan yang di dalamnya terdapat palang pintunya, pelaksanaannya pun
mengadopsi ajaran agama Islam dengan menyuarakan solawatan kepada
kanjeng nabi Muhammad SAW yang diselipkan pada prosesinya. Tradisi lain
seperti kesenian silat, dalam pelaksanaannya setiap masyarakat yang belajar
158
Husein, selaku amil di Lengkong Wetan, wawancara pribadi, Lengkong Wetan, 23
september 2017. 159
Husein, selaku amil di Lengkong Wetan, wawancara pribadi, Lengkong Wetan, 23
september 2017. 160
Rahmat Hidayat (bang Rahmat), selaku pengajar dan pengasuh rumah seni budaya
(pelaku seni budaya Betawi) di Lengkong Wetan, wawancara pribadi, Lengkong Wetan, 26
januari 2018.
59
silat, pertama tama ditanamkan ilmu mengaji terlebih dahulu, setelahnya baru
belajar silat, waktu pelaksanaannya pun dimalam hari setelah ibadah sholat
dilaksanakan. Tradisi lainnya yaitu tradisi lenong, dalam pelaksanaanya para
pelaku lenong menanamkan ajaran-ajaran Islam dan dongeng-dongeng agama
Islam di dalam alur ceritanya.161
D. Kiat-Kiat Masyarakat Lengkong dalam Melestarikan Budaya Betawi
Keberadaan budaya Betawi di Lengkong Wetan merupakan bukti
bahwa masyarakat Lengkong Wetan masih melestarikan kebudayaan Betawi.
Budaya Betawi sudah mengakar turun temurun sejak dulu. Akan tetapi dalam
pelestariannya, budaya Betawi terus diperbaharui sesuai dengan perkembangan
zaman dan tidak terkesan kuno atau membosankan.162
Pada dasarnya pelestarian budaya erat kaitannya dengan ketertarikan
masyarakat terhadap budaya tersebut. Sebagaimana budaya Betawi
diperkenalkan kepada para penduduk lokal, dan para pendatang. Karena
budaya Betawi tersebut terlihat unik, menimbulkan ketertarikan masyarakat
untuk mengenal dan belajar budaya baru tersebut. Dari sinilah budaya tersebut
mulai berkembang dan dilestarikan sampai sekarang ini.163
Dalam melestarikan budaya Betawi, secara khusus di Lengkong Wetan
terdapat pelaku seni yang bertanggungjawab dalam persoalan mengajar hingga
mengadakan kegiatan berbau kebudayaan Betawi. Pelaku seni merupakan
seorang yang memiliki kontribusi besar terhadap kebudayaan Betawi.
Terbilang penting karena perannya dalam membudidayakan dan melestarikan
kebudayaan leluhur sangat signifikan, bahkan terbilang sudah mengakar dari
nenek moyang mereka. Di Lengkong Wetan, pelaku seni memiliki tanggung
jawab melestarikan atas tradisi masyarakat Betawi dari festival budaya Betawi,
kesenian-kesenian Betawi, tradisi adat Betawi, sampai kebiasaan baik
161
Junaedi, selaku sesepuh di masyarakat di Lengkong Wetan, wawancara pribadi,
Lengkong Wetan, 15 oktober 2017.
162
Wawancara dengan Wasri Susanto diLengkong Wetan pada tanggal 23 September
2017 163
Wawancara dengan Reni di Lengkong Wetan pada tanggal 25 September 2017.
60
masyarakat Betawi. Semua tanggung jawab itu bukan karena paksaan,
melainkan dari kesadaran para pelaku seni sendiri yang mengharapkan
kebudayaan asli mereka selalu ada dan dikenal. Oleh sebab itu, mereka
mencoba melestarikan kebudayaan tersebut agar tidak hilang dengan
bergantinya era.164
Selain orang yang berperan dalam melestarikan budaya Betawi,
terdapat beberapa cara yang dilakukan oleh masyarakat Lengkon Wetan dalam
melestarikan kebudayaannya. Berikut penjelasan detailnya:
Pertama mewariskan budaya secara langsung. Pelestarian model ini
biasanya dilakukan dengan cara mengajarkan kebudayaan Betawi secara
langsung kepada keturunannya. Sebagaimana banyak jawara-jawara, orang
tuanya menginginkan anak dan keturunannya tetap mempertahankan
kedudukannya sebagai jawara. Oleh karena itu kedudukan jawara akan tetap
terjaga sekaligus melestarikan kebudayaan Betawi.165
Kedua melestarikan melalui sanggar. Bentuk pelestarian ini dilakukan
dengan cara mendidik generasi selanjutnya melalui rumah seni atau padepokan
tempat belajar budaya Betawi. Sebagaimana adanya Rumah Seni dan Budaya
Betawi. Masyarakat Lengkong selain orang yang berpengaruh biasanya
menyuruh anak-anaknya untuk belajar di di sanggar-sanggar seni budaya.166
Pembelajaran mengenai budaya Betawi sangatlah diperlukan bagi generasi-
generasi di zaman sekarang ini, selain melestarikan dan mengajarkan kepada
generasi penerus di era sekarang, tujuan dari rumah seni (sanggar) ini juga
mengupayakan agar budaya Betawi tidak hilang dan dilupakan oleh
masyarakat. Oleh sebab itu, mereka (para pelaku seni) memperkenalkan
164
Ibrahim bin mulud, selaku pengajar dan pengurus rumah seni budaya (pelaku seni
budaya Betawi) di Lengkong Wetan, wawancara pribadi, Lengkong Wetan, 23 september
2017, pendapat serupa juga dikemukakan oleh Rahmat Hidayat (bang Rahmat), selaku
pengajar dan pengasuh rumah seni budaya (pelaku seni budaya Betawi) di Lengkong Wetan,
wawancara pribadi, Lengkong Wetan, 12 november 2017. 165
Wawancara dengan Junaidi di Lengkong Wetan tanggal 27 September 2017. 166
Wawancara dengan Junaidi di Lengkong Wetan tanggal 27 September 2017.
61
kepada generasi-generasi muda sekarang agar budaya Betawi bisa
berkelanjutan nantinya.167
Ketiga melestarikan melalui kegiatan. Salah satu bentuk kegiatan dalam
rangka memperkenalkan sekaligus melestarikan budaya Betawi adalah
“Lebaran Betawi”. Di dalam festival tersebut biasanya dikenalkan kepada
masyarakat luas mengenai kebudayaan Betawi secara menyeluruh, dari segi
seni, pakaian adat, makanan khas, sofenir, dan lain lain. Tujuan
diselenggarakan kegiatan budaya ini yaitu agar terangkatnya kembali budaya
Betawi yang perlahan-lahan hilang digerus oleh perkembangan zaman yang
semakin modern. Disamping menyesuaikan dengan perkembangan zaman
kegiatan dalam festival ini juga diatur sedemikian rupa agar menarik minat
masyarakat untuk ikut serta dan turut serta dalam menyaksikannya. Selain
lebaran Betawi, pelestarian budaya Betawi juga dilakukan melalui kegiatan
hajatan seperti sunatan, nikahan dan hajatan lainnya.168
Ketiga penjelasan di atas merupakan gambaran umum mengenai
metode atau cara yang dilakukan masyarakat Lengkong Wetan dalam rangka
melestarikan budaya Betawi. Baik dilakukan secara langsung, melalui sanggar
atau rumah seni, dan melalui kegiatan, baik dalam festival maupun dalam
hajatan. Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk kesadaran masyarakat
Lengkong akan pentingnya sebuah budaya.
Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa budaya Betawi dapat
dilestarikan melalui adanya pelaku seni dan kegiatan pertunjukkan kesenian.
Pelaku seni secara khusus berperan mengajarkan dan melestarikan budaya
Betawi, sedangkan kegiatan pertunjukkan kesenian merupakan bagian dari
pengenalan budaya Betawi kepada masyarakat yang lebih luas. Dengan
demikian kedua aspek tersebut tidak bisa dipisahkan. Pelaku seni menciptakan
masyarakat yang mengetahui serta menguasai kebudayaannya. Pertunjukkan
adalah momentuk sosialisasi untuk menarik masyarakat agar tetap
167
Ibrahim bin mulud, wawancara pribadi, Lengkong Wetan, 23 september 2017. 168
Ibrahim bin mulud, wawancara pribadi, Lengkong Wetan, 23 september 2017.
62
mempertahankan budayanya. Jika salah satunya tidak ada, maka pelestarian
budaya tidak bisa dilakukan.
Atas dasar hal tersebut bisa menjelaskan bahwa budaya Betawi yang
berkembang tidak sebatas hiburan semata, sebab ada pendidikan khusus
melalui sanggar atau rumah seni. Sehingga dapat dikatakan bahwa pelaku seni
atau orang yang belajar budaya Betawi menguasi betul aspek kebudayaan
Betawi.169
Adapun kegiatan atau festival berkaitan pertunjukkan seni budaya
Betawi merupakan kreatifitas atau rekacipta masyarakat dalam menginovasi
kebudayaan agar tidak membosankan. Adanya pembaharuan pada budaya
Betawi justru mendongkrak kelestarian budaya Betawi di Lengkong Wetan.170
169
Wawancara dengan Junaidi di Lengkong Wetan tanggal 27 September 2017. 170
Wawancara dengan Reni di Lengkong Wetan pada tanggal 25 September 2017.
63
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penelitian ini menjawab rumusan masalah yang telah dibuat. Adapun
hasilnya adalah sebagai berikut:
1. Kondisi agama Islam di Lengkong Wetan. Islam yang berada di
Lengkong Wetan secara khusus dikembangkan oleh Amil. Amil
merupakan orang yang menguasai ilmu agama Islam serta
bertanggung jawab pada kegiatan-kegiatan keagamaan Islam. Adapun
orang yang berperan adalah Sakim merupakan murid Kyai Mustaqim
dan Kyai Syafi‟i serta H.M. Sirin bin Encin. Adapun bentuk
pengembangan Islamnya dilakukan dengan cara mengadakan kegiatan
keagamaan berupa pengajian, maupun peringatan hari besar Islam.
Terdapat Pondok Pesantren Modern Al-Husainy yang dipimpin oleh
Habib Ali bin Alwi bin Husein bin Ali bin Thohir atau akrab dengan
sebutan Habib Ali Al-Husainy dan bertempat di Lengkong Wetan, RT
2/RW 10.
2. Nilai-nilai Islami yang terkandung dalam budaya Betawi di antaranya
pembacaan tahlil, dan membaca surat yasin serta berdoa sebelum
melakukan Pencak Silat Cingkrik. Dalam Kesenian Lenong, alur
cerita yang disampaikan berupa perjuangan tokoh Betawi dalam
menyebarkan Islam serta melawan penjajah Belanda. Adapun dalam
Buka Palang Pintu terdapat persyaratan membaca al-Qur‟an.
3. Pelestarian budaya Betawi di Lengkong Wetan dilakukan secara
langsung maupun tidak secara langsung. secara langsung berarti orang
tua mengajarkan budaya kepada anak-anaknya. Adapun yang secara
tidak langsung berupa pembelajaran budaya di rumah seni atau tempat
pendidikan Pencak Silat maupun sanggar seni. Selain itu bentuk
pelestarian budaya Betawi di Lengkong Wetan juga dilakukan dengan
64
cara mengadakan festival-festival seni. Keseluruhannya memiliki
tujuan dalam rangka tetap mempertahankan budaya Betawi.
A. Kritik dan Saran
Terdapat beberapa kekurangan dalam penelitian ini. Di antaranya
adalah rujukan khusus mengenai Lengkong Wetan yang sedikit serta sulit
didapatkan. Lebih banyak buku atau referensi Lengkong secara umum, seperti
Lengkong Ulama, atau Lengkong Kyai. Selanjutnya secara geografis
Lengkong Wetan kerap digeneralisasi dengan Lengkong Ulama atau
Lengkong Kyai, padahal Lengkong Wetan merupakan wilayah administrasi
berupa kelurahan yang berbeda dengan Lengkong Lengkong Gudang,
Lengkong Gudang Timur, dan Lengkong Karya.
Adapun saran untuk peneliti selanjutnya diharapkan dapat mengupas
lebih khusus pada aspek kebudayaan Betawi yang ada di Lengkong Wetan.
Sebab dalam penelitian ini penulis terfokus pada budaya Silat, Lenong dan
Palang Pintu, sedangkan budaya Betawi masih banyak yang perlu dikaji lebih
mendalam serta perlu dilestarikan. Hal tersebut dalam rangka menjaga
warisan sejarah berupa kebudayaan Betawi.
65
DAFTAR PUSTAKA
Babad:
Mian, Mukri. Sejarah Kampung Lenkong Ulama Tangerang, tt.tt. 1983.
Jurnal:
Derani, Saidun. “Ulama Betawi Perspektif Sejarah” dalam Jurnal At-Turats,
Vol. XIX No. 2, Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Syarih
Hidayatullah Jakarta tahun 2013.
Devi, Roswita. “Tradisi Buka Palang Pintu: Transformasi Tradisi Upacara
Menuju Komoditas” dalam Jurnal Fisip UI, tahun 2013.
Hidayah, Irfanul. “Agama dan Budaya Lokal: Peran Agama Dalam Proses
Marginalisasi Budaya Lokal”, dalam Jurnal Religi, vol 2, no 2, juli
2003.
Purbasari, Mita. “Indahnya Betawi” dalam Jurnal HUMANIORA Vol.1, No. 1,
Universitas Bina Nusantara tahun 2010.
Khamdevi, Muammar. “Kajian Pola Permukiman Khas Kampung Lengkong
Ulama, Serpong, Banten” dalam Jurnal Dimensi, Vol. 39, No. 1,
tahun 2012.
Skripsi:
Firdaus, Firman. “Persepsi Masyarakat Pribumi Terhadap Pendatang di
Kampung Lengkong Ulama Tangerang” dalam Skripsi Fakultas
Psikologi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2008.
Imam, Mukorobin. “Raden Aria Wangsakara dan Peranannya Dalam
Perkembangan Islam di Lengkong Ulama Tangerang” dalam Skripsi
Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tahun 2013.
66
Syarifah Sa, Diyah. “Retorika Dakwah KH. Habib Ali Alwi Bin Thohir” dalam
Skripsi Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta tahun 2007.
Wawancara Pribadi:
Wawancara dengan Abdul Qadir di Lengkong Wetan tanggal 13 November
2017.
Wawancara dengan Husein di Lengkong Wetan pada 12 November 2017.
Wawancara dengan Junaidi di Lengkong Wetan tanggal 27 September 2017.
Wawancara dengan Rahmat Hidayat di Lengkong Wetan tanggal 26 januari
2018.
Wawancara dengan Reni di Lengkong Wetan pada tanggal 25 September 2017.
Wawancara dengan Sadardadi di Lengkong Wetan tanggal 23 September 2017.
Wawancara dengan Wasri Susanto diLengkong Wetan pada tanggal 23
September 2017.
Wawancara Ibrahim bin Mulud di Lengkong Wetan tanggal 23 september
2017.
Sumber Data Kelurahan Lengkong Wetan:
Data Arsip Kelurahan Lengkong Wetan mengenai Monografi Kelurahan
Lengkong Wetan, seputar sarana dan prasarana.
Data Arsip Kelurahan Lengkong Wetan mengenai Profil Kelurahan Lengkong
Wetan tahun 2016.
Buku:
Abdillah, Syamsuddin. Agama dan Masyarakat Pendekatan Sosiologi Agama.
Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.
67
Abdurrahman, Dudung. Metode Penelitian Sejarah. Jakarta: Logoso Wacana
Ilmu, 1999.
Alam, Syamsir. dan Fadhilah, Amir. Sosiologi Pedesaan. Jakarta: Lembaga
Penelitian UIN Jakarta, 2008.
Azis, Abdul. Islam dan Masyarakat Betawi. Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu.
2002.
Adi, Windoro “Batavia 1740: Menyisir Jejak Betawi” (PT. Gramedia Pustaka
Utama 2010). H
Budiono, Herusatoto. Simbolisme dalam Budaya Jawa. Yogyakarta: Hindita
Graha Widia, 2000.
Chaer, Abdul. Foklor Betawi Kebudayaan dan Kehidupan Orang Betawi.
Jakarta: Masup Jakarta, 2012.
Erik R, Prabowo. Antonius, Fran Setiawan, ed. “Silat Nusantara” (Litera
2016).
Zakiah, Darajat, dkk. Perbandingan Agama, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996).
Gottshalck, Louis. Mengerti Sejarah, Terj. Nugroho Susanto. Jakarta:
Universitas Indonesia, Press, 2008.
Gunawan, Imam. Metode Penelitian Kualitatif Teori & Praktek, Jakarta: Bumi
Aksara, 2013.
Ikatan Abang None Jakarta Selatan 2017. Buku Panduan Peserta Abang None
Jakarta Tahun 2018, Jakarta: tt. 2017.
Kahmad, Dadang. Sosiologi Agama; Potret Agama dalam Dinamika Konflik.
Bandung: Pustaka Setia, 2011.
Kartodirdjo, Sartono. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metode Sejarah. Jakarta:
Gramedia, 1992.
68
Keluarga Pencak Silat Nusantara (KPSN). Buku Pelajaran Pencak Silat
Nusantara. Jakarta: KPSN, 2011.
Kiki, Rakhmad Zailani. dkk. Geneologi Intelektual Ulam Betawi. Jakarta:
Jakarta Islamic Center, 2011.
Koentjaraningrat. Sejarah Teori Antropologi I. Jakarta: UI Press, 1980.
Kuntowijoyo. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana, 2013.
Lubis, M. Ridwan. Agama dalam Perbincangan Sosiologi. Bandung:
Citapustaka, 2010.
Najib, Tubagus. Potret Lengkong Ulama; Rekonstruksi Sejarah dan Arkeologi.
Tangerang: Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata.
2011.
M. Dien Madjid, Johan Wahyudhi, Ilmu Sejarah Sebuah Pengantar, (Jakarta:
Kencana, 2014
Nawi, G.J. Maen Pukulan: Pencak Silat Betawi. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 2016.
Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang No. 3 Tahun 2005 tentang
Pembentukan 77 Kelurahan Di Lingkungan Pemerintah Daerah
Kabupaten Tangerang.
Pusat Data. Monografi kelurahan Lengkong Wetan tahun 2017.
Saidi, Ridwan. Profil Orang Betawi, Asal-Usul, Kebudayaan, dan Adat
Isitadatnya. Jakarta: PT Gunara Kata, 2001.
Saleh, M. Pencak Silat: (Sejarah Perkembangan, Empat Aspek,Pembentukan
Sikap dan Gerak. Bandung, IKIP. 1991.
Samantho, Ahmad Yanua. Pakuan Padjajaran dan Bogor dalam Pusaran
Sejarah Dunia. Bogor: Bayt al-Hikmah, .tth.
69
Tjandrasasmita, Uka. Arkeologi Islam Nusantara. Jakarta: KPG, 2009.
Web:
http://silatbeksi.blogspot.co.id/2006/06/visi-misi-pps-beksi.html diakses pada
tanggal 22 April 2018, jam 9:14.
http://roudhotutolibin.blogspot.co.id/2013/12/biografi-guru-marzuki-
muara_12.html?m=1 Penulis H. Abdullah Ahmad Muara. diakses 16
Mei 2018, jam 20:22
http://www.santrionline.net/2016/04/manakib-biografi-al-habib-ali-
bin.html&hl=id-ID Diakses pada hari rabu 16 Mei 2018. Jam 20:46.
Http://herraoctaviany.blogspot.com/2015/09/palang-pintu-lengkong-
wetan.html?m=1 Jual Perlengkapan Budaya Betawi (diakses jam
21:22, tanggal 10 Janurai 2018).
70
LAMPIRAN
Lampiran Wawancara
Berikut ini merupakan daftar pertanyaan sekaligus jawaban hasil wawancara
antara peneliti dengan pihak internal (masyarakat).
Wawancara pertama.
Nama : Bpk. Amil Husein, selaku Amil di Lengkong Wetan.
Tanggal wawancara : 23 september 2017.
Tempat : Kediaman Bpk. Amil Husein di Lengkong Wetan.
Berikut adalah lampiran hasil wawancara peneliti dengan narasumber secara
langsung.
T: Bagaimana kondisi sosial keagamaan di Lengkong Wetan.?
J: Di Lengkong Wetan, keyakinan masyarakat Lengkong Wetan serupa dengan
masyarakat Indonesia pada umumnya yaitu mendasarkan agama dalam kehidupan
masyarakatnya. Mengenai keagamaan di lengkong wetan khususnya di rw 10,
yang tergolong dari 4 rt, itu sangat variatif keagamaannya, ada yang memeluk
agama Islam, dan ada juga yang non muslim, bahkan di salah satu rt di rw 10 ini
ada yang mayoritasnya masyarakatnya beragama non muslim, yaitu beragama
Budha, dan Kristen. termasuk ketua rtnya juga beragam budha, dan sisanya
mayoritas muslim.
T: Bagaimana pendapat bapak mengenai agama di Lengkong Wetan khususnya
agama Islam,?
J: Mengenai agama, meskipun adanya perbedaan keagamaan di ruang lingkup
masyarakatnya, masyarakat Lengkong Wetan sangat bertoleransi dan saling
menghargai antara agama yang satu dengan agama yang lain dalam beragama.
Bahkan ada sebagian masyarakat yang non muslim yang masuk ke agama Islam
karena keramahan masyarakat muslim itu sendiri kepada agama-agama lain yang
diwujudkan dengan saling menghargai dan sikap sopan dan santun yang
masyarakat muslim berikan ke masyarakat lain. Meskipun kedudukan mereka non
muslim. Kebanyakan dari mereka sering bergaul dengan masyarakat muslim dan
71
ikut serta kepada kegiatan-kegiatan keagamaan, sehingga mereka tertarik dan
mulai mengenal dan akhirnya masuklah ke agama Islam.
T: Menurut bapak bagaimana proses Islam masuk di Lengkong Wetan,?
J: pengenalan agama Islamnya yaitu melalui ketauhidan terlebih dahulu,
keyakinan yang ditanamkan kepada masyarakat lebih tertuju pada keesaan tuhan
semesta alam yaitu Allah SWT sebagai tuhan yang menciptakan mereka, lalu saat
masyarakat sudah memantapkan hati kepada Allah SWT dengan keyakinan dan
kepercayaan yang sempurna, maka, setelahnya baru ditanamkan oleh alim ulama
akan ajaran-ajaran agama Islam yang berupa syariat-syariat agama.
T: Lalu bagaimana proses islamisasi tersebut berlangsung,?
J: penerapan atau pengenalan agama Islam yang tidak secara langsung
mengajarkan kepada syariat dan rukun-rukun Islam yang sifatnya harus
dilaksanakan, tapi pengenalan agama Islam itu melalui ketauhidan terlebih dahulu.
karena tujuan awalnya agar masyarakat memiliki keyakinan dan kepercayaan
terlebih dahulu terhadap keesaan dan keagungan Allah SWT. Setelah masyakarat
sudah yakin, baru ditanamkan ajaran-ajaran agama Islam yang sifatnya syariat,
yang menuntut mereka untuk melaksanakan apa yang diperintahkan oleh agama
Islam. Karena jika pengajarannya langsung diterapkan syariat Islam, maka akan
muncul penolakan dan pemberontakan dari masyarakat, karena dulunya
masyarakat di Lengkong Wetan masih berkeyakinan terdapat sesuatu yang
sifatnya Animisme dan Dinamisme.
T: Saat agama Islam sudah hadir di tengah-tengah masyarakat Lengkong Wetan,
lalu bagaimana prosesi atau kegiatan keagamaan tersebut di Lengkong Wetan,?
J: Mengenai kegiatan kemasyarakat yang bersangkutan dengan aktivitas
keagamaan di lengkong wetan yaitu ada beberapa pengajian yang diselenggarakan
di Lengkong Wetan ini. Pengajian tersebut tersebut terbagi menjadi beberapa
bagian, yaitu: Pengajian khusus ibu-ibu, Pengajian untuk bapak-bapak, dan
Pengajian khusus remaja. Semua pengajian tersebut diselenggarakan di masjid-
masjid dan mushola-mushola di Lengkong Wetan.
T: Mengenai waktu atau jadwal pengajian tersebut, bagaimana bapak sebagai amil
mengaturnya agar tidak bentrok dengan rutinitas masyarakat,?
72
J: Mengenai waktu pengajian disesuaikan dengan kegiatan dan rutinitas
masyarakat setempat, sehingga sama sekali tidak menggangu rutinitas harian
mereka. Harinya pun dari setiap golongan berbeda beda, ada yang
diselenggarakan pada hari senin, kamis, dan sabtu. Namun semuanya biasanya
dipusatkan di masjid “Nurul Iman” yang berada di pesantren Al Husaeni,
kemudian setiap hari kamis di mushola Al Ikhlas, di hari sabtu di mushola Al
Furqon, untuk waktu biasanya masyarakat merutinkan kegiatan positif tersebut.
Jika ibu-ibu diselenggarakan setiap minggu, bapak-bapak biasanya dua minggu
sekali, dan remaja sebulan sekali. Lokasinya pun bergilir dari mushola yang satu
ke mushola yang lain. Untuk pengordinasiannya berasal dari masyarakat dan
pengurus-pengurusnya. Kebetulan guru atau ust yang mengajarkan pengajian pun
masih berdomisili di Lengkong Wetan, sehingga memudahkan masyarakat
menerima wejangan dan pengajaran guru tersebut. Disamping menghemat biaya
transportasi dan bayaran ust, memungkinkan juga masyarakat lebih mudah
menerima pengajaran yang diberikan karena sudah mengenal ust atau guru
tersebut.
T: Apakah kegiatan keagamaan yang diusung tersebut mengalami
perkembangan,?
J: Perkembangan di Lengkong Wetan dalam hal keagamaan sudah mulai terlihat
dari kegiatan-kegiatan keagamaan yang sudah mulai dilestarikan oleh mayoritas
masyarakatnya. Terbukti bahwa di Lengkong Wetan terdapat beberapa pengajian-
pengajian yang melibatkan masyarakat di dalamnya. Dan dari pengajian tersebut
bertujuan untuk mengenalkan ajaran agama Islam secara menyeluruh dan lebih
merata. Dalam pengajian tersebut juga bukan hanya melibatkan bapak-bapak atau
ibu-ibu saja melainkan semua golongan, dari anak-anak usia dini, sampai
remajanya pun di ikut sertakan, bahkan waktu pelaksanaannya pun sudah
dirangkai sedemikian rupa agar seluruh golongan masyarakat bisa mengenal dan
memahami agama secara merata melalui pelajaran dan pengajian di majelis ilmu.
T: Menurut bapak, apa tugas seorang amil, dan apa bagaimana pendapat bapak
mengenai amil,?
J: Alim ulama atau biasa dipanggil amil oleh mayoritas masyarakat Lengkong
Wetan, merupakan seorang yang mengerti akan agama Islam, dari segi pengajaran
73
agama Islam sampai penerapan tradisi perayaan hari besarnya seperti Isra wal
Miraj, Maulid Nabi, Nisfu Sya‟ban, dan lain lain. Maka tak heran jika di
Lengkong Wetan yang notabenenya memiliki beberapa RW ada beberapa amil
yang dijadikan panutan oleh warganya. Tanggung jawab amil sendiri sangatlah
berkaitan dengan keseluruhan kegiatan keagamaan yang bersifat tradisi atau
kebiasaan seperti pengajian, lalu tahlil, dan hajatan. Selain itu amil juga memiliki
tanggung jawab dalam membimbing masyarakat di lingkungannya, dari segi
kerukunan dalam beragama, ketaatan dalam ibadah, penanaman ahlakul karimah
dan penerapan pengajian rutinan bagi semua kalangan, dimulai dari ibu-ibu,
bapak-bapak, sampai anak-anak usia muda dan kecil, yang berguna untuk
menambah wawasan keilmuan agama masyarakat.
T: Bagaimana tanggapan bapak mengenai budaya Betawi,?
J: Munculnya seni budaya dan wadah budaya tersebut seperti rumah seni,
merupakan wujud nyata para pelaku budaya yang mencoba melestarikan budaya
Betawi di Lengkong Wetan. Dan kegiatan-kegiatan di dalamnya pun tidak keluar
dari koridor agama Islam yang ada.
T: Adakah kegiatan yang dilakukan masyarakat yang berkaitan dengan budaya
Betawi di Lengkong Wetan,?
J: Seputar kegiatan masyarakat yang bersinggungan dengan adat Betawi, biasanya
dilangsungkan juga secara meriah oleh masyarakat Lengkong Wetan, seperti
hajatan, nikahan, festival Betawi, dan lain lain. Antusias masyarakatnya pun tidak
kalah dengan saat perayaan hari besar Islam berlangsung, semua warga ikut terjun
dan mencoba mengabadikan kegiatan-kegiatan tersebut dengan dokumentasi dan
foto-foto. Selain bertujuan memperkenalkan budaya Betawi kepada masyarakat
sekitar, tujuan dari perayaan ini pun agar bisa melestarikan budaya Betawi itu
sendiri di Lengkong Wetan
T: Lalu bagaimana keseharian masyarakat Lengkong Wetan menurut bapak,?
J: keseharian masyarakat Lengkong Wetan pun sama saja sesuai dengan
profesinya masing-masing, kegiatan mereka setiap pagi bekerja dan sepulangnya
berkumpul bersama keluarga di rumah. Namun ada kegiatan lain yang mengikat
masyarakat yang satu dengan yang lain bisa agar bisa saling berkomunikasi, yaitu
dengan pengajian dan bergotong-royong dalam pembangunan sarana dan prasana
74
masyarakat di Lengkong Wetan. Selain itu antusias masyarakat terhadap sesuatu
yang berbau positif pun sangat bagus, hal ini dibuktikan saat adanya perayaaan
hari-hari besar, seperti Maulid Nabi Muhammad saw, tahun baru Islam, Festival
Betawi, dan lain lain. Masyarakat berdatangan dan ikut serta memeriahkan
kegiatan tersebut, bahkan tempat yang disediakan oleh panitia terkadang sampai
penuh oleh masyarakat yang berdatangan. Pelaksanaan perayaan hari-hari besar
itu pun disesuaikan dengan adat keagamaan masyarakat setempat.
T: Secara garis besar, bisakah bapak jelaskan kemunculan budaya betawi di
Lengkong Wetan,?
J: kemunculan budaya Betawi di Lengkong Wetan bukan seperti pandangan
masyarakat pada umumnya, yang mengatakan bahwa budaya Betawi muncul
karena campuran budaya masyarakat pendatang yang menjadi satu. Beliau
mengungkapkan kemunculan budaya Betawi di Lengkong Wetan berdasarkan
turun temurun dari leluhur-leluhur Betawi dulu, dan asal muasal budaya Betawi
itu sendiri di Lengkong Wetan yaitu berasal dari masyarakat Betawi yang tinggal
di daerah lain, yang mencoba mencari lingkungan baru, kemudian datang ke
daerah di Lengkong Wetan dan menetap disana. Jadi pada intinya kemunculan
budaya Betawi di Lengkong Wetan bukan berasal dari keragaman budaya
masyarakat rantau, tapi berasal dari masyarakat Betawi rantau yang singgah di
Lengkong dan kemudian menetap disana dan beranak pinak hingga sekarang ini.
T: Bisakah bapak berikan contoh salah satu tradisi Betawi di Lengkong wetan.?
J: Tradisi palang pintu dalam pernikahan Betawi, merupakan tradisi yang biasa
dilakukan oleh masyarakat Betawi saat menerima tamu sebelum prosesi akad
dalam pernikahan dimulai. Biasanya tamu yang datang adalah mempelai pria yang
mendatangi mempelai wanita, dan palang pintu disini merupakan simbol pembuka
antara dua belah pihak, dari mempelai wanita atau mempelai pria. Untuk
prosesinya saat pihak mempelai pria datang dengan diiringi oleh musik marawis,
pihak mempelai wanita menyambutnya dengan palang pintu. Dalam palang pintu
tersebut pun ada syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pihak mempelai pria
sebagai simbol bahwa pihak mempelai pria pantas untuk meminang pihak
mempelai wanita. Syarat-syaratnya yaitu adu pantun, silat, dan mengaji, ketiga
syarat ini merupakan simbol bahwa orang Betawi bukan hanya bisa berpantun,
75
tapi harus bisa main pukul dan mengaji. Saat beradu biasanya pihak tuan rumah
atau mempelai wanita akan mengalah, karena tradisi ini merupakan tes sebelum
akad pernikahan dimulai atau biasa dikenal dengan penyambutan tamu pihak
mempelai. Setelah itu biasanya pihak tamu dipersilahkan masuk oleh pihak tuan
rumah, saat pihak tamu masuk biasanya di barengi oleh penyerahan barang
bawaan yang akan di berikan kepada pihak tuan rumah. Jika di Lengkong wetan
seserahan yang sering dibawa yaitu berupa bahan-bahan pokok, baik mateng
ataupun mentah, artinya bahan mentah seperti sayuran, ikan, telur, dan lain
sebagainya, dan ada juga bahan yang mateng seperti kue-kue tradisional, jika di
Lengkong Wetan yang menjadi ciri khas kue bawaannya yaitu ada dodol, uli,
cucur, dan sebagainya, lalu ada juga seserahan yang biasa disebut penyalin seperti
pakaian untuk pihak tuan rumah baik mempelai ataupun keluarganya, lalu ada
juga seserahan yang berbentuk perhiasan dan uang, dan ada juga yang
memberikan alat-alat perabotan rumah tangga. Pada dasarnya tradisi palang pintu
dalam pernikahan Betawi merupakan tradisi Betawi yang ada unsur-unsur
keagamaanya, karena dalam prosesinya terdapat kegiatan yang bersangkutan
dengan agama seperti mengaji, pembacaan ayat-ayat suci al quran dan bacaan
solawat nabi yang diiringi dengan musik marawis.
T: Adakah nilai nilai Islam pada budaya Betawi di Lengkong Wetan,?
J: Nilai-nilai Islam pada budaya Betawi di Lengkong Wetan terwujud pada tradisi
masyarakat, seperti tradisi palang pintu, silat dan tradisi masyarakat Betawi
lainnya. Tradisi tersebut sudah ada sejak dahulu dan masyarakat sekarang hanya
tinggal melestarikannya saja. Budaya Betawi di Lengkong Wetan sama sekali
tidak berseberangan dengan ajaran agama Islam, justru yang dilakukan tokoh-
tokoh Islam di Lengkong Wetan dalam mengajarkan agama Islam ke
masyarakatnya mengadaptsikan dengan kebudayaan dan kesenian Betawi di
lingkungan tersebut. Memang dari dasarnya budaya Betawi sudah tidak
berseberangan dengan agama Islam, jadi tidak menyulitkan tokoh-tokoh Islam
untuk menanamkan ajaran agama Islam dan menggabungkannya dengan budaya
masyarakat setempat.
76
Wawancara Kedua
Nama : Ibrahim bin mulud (Bang Baim), selaku pengajar dan
pengurus rumah seni budaya (pelaku seni budaya Betawi) di
Lengkong Wetan.
Tanggal Wawancara : 23 september 2017.
Tempat : Kediaman Bang Baim di Lengkong Wetan.
Berikut adalah lampiran hasil wawancara peneliti dengan narasumber secara
langsung.
T: bagaimana proses agama Islam itu mulai dikenalkan pada masyarakat
Lengkong Wetan,?
J: Pendekatan secara sosial mulai diterapkan oleh alim ulama untuk menarik dan
mau mengenal agama Islam dengan cara mengajak masyarakat muslim di
Lengkong Wetan untuk ikut serta dalam kegiatan-kegiatan keagamaan dengan
tanpa paksaan, seperti pengajian, perayaan hari besar Islam, dzikir dan tahlil, dan
lain-lain. Yang dari kegiatan tersebut memiliki daya tarik bagi masyarakat untuk
mau dan mengenal agama Islam. Setelah sudah ada keinginan, maka masyarakat
akan mulai belajar agama Islam lebih dalam dan memahami pengetahuan
keagamaan secara lebih spesifik.
T: Menurut abang, apakah penting adanya wadah bagi masyarakat untuk menimba
ilmu agama atau ilmu budaya,?
J: Kesadaran masyarakat akan pentingnya ilmu agama bagi kehidupan mereka.
Hal ini dibuktikan dengan adanya tempat-tempat ibadah di lengkong wetan seperti
mushola, masjid, dan rumah seni dan ibadah, yang mana beberapa tempat tersebut
memiliki tujuan yang sama yaitu mengajarkan generasi muda untuk mengenal
ilmu agama Islam, dan menyadarkan pada orang tua pentingnya menyuruh
anaknya untuk menimba ilmu agama yang nantinya akan menjadi bekal, serta
dengan ilmu tersebut akan bermanfaat nantinya di kemudian hari.
T: Lalu bagaimana caranya,?
J: Kebiasaan mengaji sejak kecil sudah mulai diterapkan oleh para orang tua
kepada anaknya, hal ini dibuktikan dari banyaknya anak-anak seusia dini, anak-
77
anak kecil, bahkan remaja yang ikut serta memenuhi tempat-tempat pengajian di
Lengkong Wetan. Hal ini nantinya bisa melahirkan generasi-generasi baru yang
memahami agama Islam, yang nantinya bisa menjadi pemimpin-pemimpin bangsa
kedepannya.
T: Bagaimana kondisi sosial budaya masyarakat di Lengkong Wetan,?
J: Kondisi masyarakat Lengkong Wetan, jika dilihat dari sistem sosial
kebudayaan, dalam kurun waktu akhir-akhir ini menurun, dikarenakan generasi
muda mulai terpengaruh dengan perkembangan zaman yang mulai berkiblat ke
luar negeri. Namun semua pelaku budaya dan seniman di lengkong wetan tidak
bosan-bosan mencoba dan berusaha untuk melestarikan budaya Betawi agar tidak
hilang digerus zaman dengan berbagai cara. Semua itu merupakan perjuangan
yang berat, bukan hanya di Lengkong Wetan saja, bahkan di beberapa tempat pun
agak sedikit kesulitan melestarikan budayanya saat modernisasi sudah mulai hadir
di tengah-tengah masyarakat.
T: Apa yang abang ketahui mengenai pelaku seni,?
J: Pelaku seni merupakan seorang yang memiliki kontribusi besar terhadap
kebudayaan Betawi. Terbilang penting karena perannya dalam membudidayakan
dan melestarikan kebudayaan leluhur, pelaku seni memiliki tanggung jawab
melestarikan atas tradisi masyarakat Betawi dari festival budaya Betawi,
kesenian-kesenian Betawi, tradisi adat Betawi, sampai kebiasaan baik masyarakat
Betawi. Semua tanggung jawab itu bukan karena paksaan, melainkan dari
kesadaran para pelaku seni sendiri yang mengharapkan kebudayaan asli mereka
selalu ada dan dikenal, oleh sebab itu mereka mencoba melestarikan kebudayaan
tersebut agar tidak hilang dengan bergantinya era. Selain memperkenalkan budaya
Betawi kepada masyarakat luas melalui festival-festival dan lomba-lomba yang
bernuansa Betawi, para pelaku seni di Lengkong Wetan juga menggunakan
tempat untuk mengenalkan budaya tersebut dengan membangun rumah seni
(sanggar).
T: Bagaimana abang selaku pelaku seni budaya Betawi melestarikan budaya
Betawi,?
J: Munculnya rumah seni budaya adalah wujud nyata para pelaku budaya
mencoba melestarikan budaya Betawi di Lengkong Wetan. Di rumah seni budaya
78
ini, kebudayaan Betawi yang diajarkan tujuannya adalah mengajak generasi muda
dalam mengenal seni dan agama Islam. Kegiatan di dalamnya juga terdiri dari
kesenian-kesenian yang sudah ada di masyarakat muslim Betawi, seperti silat,
hadroh, lenong, marawis, dan kesenian-kesenian lain yang diminati oleh
masyarakat Lengkong Wetan. Penerapannya pun variatif, ada waktunya bercanda
dan ada waktunya serius agar masyarakat yang ikut serta dalam kegiatan rumah
seni budaya ini tidak gampang bosen dengan kegiatan yang itu-itu saja. Meskipun
cara penerapannya demikian, kedisiplinan tetap menjadi nomer satu, karena
dimanapun tempatnya, jika sudah tidak disiplin maka akan membuat rugi diri
sendiri ataupun orang lain nantinya.
T: Adakah cara lain yang diterapkan untuk mengajak dan mengenalkan budaya
Betawi di masyarakat,?
J: Cara lain yang diterapkan pelaku budaya untuk mengenalkan budaya Betawi
dan melestarikannya adalah dengan mengadakan festival. Festival ini biasa
disebut dengan “Lebaran Betawi”. Di dalam festival tersebut biasanya dikenalkan
kepada masyarakat luas mengenai kebudayaan Betawi secara menyeluruh, dari
segi seni, pakaian adat, makanan khas, sofenir, dan lain lain. Tujuan
diselenggarakan kegiatan budaya ini yaitu agar terangkatnya kembali budaya
Betawi yang perlahan-lahan hilang digerus oleh perkembangan zaman yang
semakin modern. Disamping menyesuaikan dengan perkembangan zaman
kegiatan dalam festival ini juga diatur sedemikian rupa agar menarik minat
masyarakat untuk ikut serta dan turut serta dalam menyaksikannya.
T: Lalu bagaimana tanggapan dan perilaku masyarakat saat para pelaku seni mulai
mengajak dan memperkenalkan budaya Betawi di lingkungan mereka,?
J: Meskipun dengan banyaknya kegiatan yang sudah ada di Lengkong Wetan,
tetap saja perilaku keseharian masyarakat di lengkong wetan khususnya pada
remaja, mereka lebih suka berkumpul dan mengobrol ketimbang ikut serta dalam
kegiatan-kegiatan yang di selenggarakan oleh pelaku budaya dalam bentuk tradisi
kebudayaan Betawi, dan kegiatan-kegiatan lain. Namun tidak keseluruhannya
seperti itu ada juga sebagian yang suka bahkan aktif pada kegiatan di masyarakat
dan kesenian Betawi. Bahkan ada yang mencoba untuk ikut serta dalam kegiatan-
kegiatan berbau seni betawi tersebut. Dapat di definisikan disini, peran orang tua
79
sangatlah penting, di samping untuk mengajak anaknya untuk lebih menyukai
kegiatan-kegiatan dan kesenian dimasyarakat, supaya generasi berikutnya bisa
melestarikan kegiatan-kegiatan positif yang sudah dibangun. Karena jika hanya
pelaku budaya, tokoh-tokoh kampong dan masyarakat saja yang berperan aktif
dalam mengajak untuk mencintai kebudayaan dan melestarikannya, sangatlah sulit
karena nantinya jatuhnya akan menjadi pemaksaan kepada generasi muda.
T: Mengenai budaya Betawi adakah kesenian musik disana,?
J: Ada, salah satu contohnya adalah kesenian musik tanjidor, Kesenian ini biasa
dimanfaatkan untuk masyarakat Lengkong Wetan untuk mencari dana untuk
pagelaran hari – hari besar seperti 17 agustusan atau festival Betawi. Selain
mengenalkan ke masyarakat luas saat berkeliling, musik tanjidor sendiri memiliki
daya tarik bagi masyarakat luas karena musiknya yang terbilang unik dan bersifat
klasik.
80
Wawancara Ketiga
Nama : Rahmat Hidayat (bang Rahmat), selaku pengasuh rumah
seni budaya (pelaku seni budaya Betawi) di Lengkong
Wetan.
Tanggal Wawancara : 12 september 2017.
Tempat : Kediaman Bang Rahmat di Lengkong Wetan.
Berikut adalah lampiran hasil wawancara peneliti dengan narasumber secara
langsung.
T: Apa yang abang ketahui mengenai masuknya Islam di Lengkong Wetan,?
J: Teori mengenai masuknya agama Islam di Lengkong Wetan, yaitu bermula dari
beberapa tokoh agama Islam seperti wali songo yang menyiarkan agama Islam ke
satu wilayah lalu berlanjut menuju ke wilayah lainnya secara bertahap. Setelah itu,
ajaran yang diajarkan oleh alim ulama tersebut mulai dilestarikan oleh masyarakat
di wilayah tersebut dari satu generasi ke generasi berikutnya. Alhasil, maka
muncullah peradaban Islam yang terbangun secara merata di suatu wilayah. Jika
ditelusuri, Islam sudah ada dan ajarannya sudah berlangsung sejak dulu di
Lengkong Wetan, maka tidaklah heran jika penanaman aqidah dan ajaran-ajaran
Islam di Lengkong Wetan masih berlangsung secara merata sampai detik ini.
T: Adakah kendala yang dialami oleh para penyiar agama Islam pada masa itu,?
J: kendalanya ya dakwah dan penyiaran agama Islam yang dilakukan oleh alim
ulama di Lengkong Wetan tidak serta merta mendapatkan respon yang baik di
kalangan masyarakat, karena pada dasarnya masyarakat yang berdomisili di
Lengkong Wetan tidak keseluruhannya merupakan para penduduk pribumi,
melainkan pendatang yang merantau lalu menetap dan kebanyakan dari mereka
sudah memegang keyakinannya masing-masing yang dibawa dari daerah asal
mereka.
T: Lalu bagaimana dengan budaya Betawi,?
J: Pada awal pengenalannya, budaya Betawi justru lebih disambut baik oleh
orang-orang pendatang, dan orang pribumi sendiri justru sangat sedikit yang
tertarik. Alasan mereka (pendatang) sangat tertarik, karena mereka beranggapan
81
bahwa budaya Betawi ini sangat unik dan tidak begitu rumit dalam
pembelajarannya, selain itu, dalam penerapan budayanya, budaya Betawi tidak
keluar dari koridor agama Islam justru dasar penanaman agama pada budaya ini
sangatlah kuat. Sebaliknya masyarakat pribumi justru beranggapan bahwa karena
mereka sudah bisa maka mereka tidak mau belajar.
T: Adakah kesenian yang sering dimainkan oleh masyarakat Lengkong wetan,?
J: Mengenai kesenian banyak macamnya salah satu contohnya adalah rebana dan
marawis. Di Lengkong Wetan kesenian Rebana bukan hanya digunakan saat
acara-acara besar Islam dan acara pernikahan saja, tapi kesenian tersebut juga
digunakan saat barjanji, dan hajatan-hajatan di masyarakat. Selain itu, kesenian
rebana di Lengkong Wetan bukan hanya sering digunakan saja, melainkan juga
dilestarikan dengan cara mengajarkan kepada anak-anak usia dini ataupun anak-
anak muda untuk belajar kesenian tersebut di rumah seni, tujuannya adalah agar
ada regenerasi ,yang melanjutkan dan melestarikan kesenian tersebut di kemudian
hari.
T: Untuk saat ini bagaimana abang sebagai pelaku seni memberikan pendidikan
dan pengajaran terhadap masyarakat Lengkong wetan,?
J: Dalam hal pendidikan kebudayaan di masyarakat Lengkong Wetan, penerapan
yang dilakukan adalah dengan memfasilitasi masyarakat yang ingin belajar
budaya betawi di rumah seni. Selain belajar budaya, di rumah seni juga mereka
diajarkan mengenai pengetahuan agama Islam, karena pada dasarnya kebudayaan
Betawi itu tidak terlepas dari ajaran agama Islam. Setelah mereka belajar dan
memahami budaya Betawi dan agama Islam barulah mereka diikut sertakan dalam
kegiatan-kegiatan adat di Lengkong Wetan, seperti hajatan dengan menampilkan
silat, hadroh, marawis, dan lenong, lalu di festival perlombaan Betawi mereka pun
di ikut sertakan membawa nama besar kampung mereka. Dari sinilah secara tidak
langsung para remaja tau anak-anak muda ini mengenalkan budaya Betawi kepada
masyarakat luas.
T: Berbicara mengenai tradisi masyarakat di Lengkong wetan, apa sajakah tradisi
yang abang ketahui dan masih berlangsung sampai sekarang,?
J: mengenai tradisi di kampong ini banyak macamnya, salah satunya adalah tradisi
silat. Tradisi silat Betawi sendiri terdiri menjadi berbagai macam nama, namun di
82
Lengkong Wetan tradisi silatnya biasa disebut dengan silat Cingkrik. Tradisi ini
biasa dilaksanakan pada malam jumat dan malam minggu, dan dalam prosesi
adatnya ada adab yang harus dilakukan yaitu dengan mengawali kegiatan dengan
membaca surat yasin dan membaca tahlil. Setelah itu membacakan surat al fatihah
yang tujuannya untuk mengirimkan bacaan tersebut kepada para tokoh-tokoh
Betawi yang menciptakan gerakan-gerakan silat Cingkrik. Setelahnya disambung
dengan pemanasan, karena pada dasarnya kesenian silat merupakan kesenian
Betawi yang prosesinya terfokus pada gerakan, maka pemanasan adalah salah satu
metode yang tepat agar urat-urat dan persendian dalam tubuh tidak merasa kaget
atau terjadi kesalahan saat melakukan gerakannya. setelah pemanasan, lalu
dilanjutkan dengan latihan silat itu sendiri, dalam prosesi pembelajarannya
biasanya dipandu oleh para pelaku silat yang lebih senior. Setelah semua gerakan
silat terselesaikan maka latihannya akan di tutup dengan doa dan salam-salaman.
T: Adakah tradisi lain selain tradisi silat,?
J: ada, seperti Tradisi kesenian marawis. di Lengkong Wetan tradisi ini tak begitu
berbeda dengan kesenian-kesenian musik Betawi pada umumnya. Pada dasarnya
kesenian marawis di Lengkong Wetan ini hanya ingin mengubah kebiasaan
masyarakat yang lebih sering mengadakan layar tancep dan dangdutan pada hari-
hari penting mereka dari pada mengadakan pementasan budaya Betawi, kebiasaan
tersebut pun ingin diubah oleh para pelaku seni Betawi, oleh sebab itulah
dimunculkan kesenian marawis yang diusung oleh rumah seni Betawi di
Lengkong Wetan untuk menanamkan budaya Betawi dan agama Islam pada
masyarakat. Prosesi pelaksanaannya yaitu diawali dengan salam, dan dilanjutkan
dengan menyanyikan sholat kepada kanjeng nabi Muhammad SAW dengan
diiringi dengan tabuhan musik marawis, dan ditutup dengan salam dan ucapan
terima kasih. Untuk pelaksanaannya yaitu di hari-hari penting seperti acara
nikahan, sunatan, maulidan, tahun baru Islam dan acara-acara lainnya.
T: Saya sering mendengar istilah Lenong, apa yang abang ketahui mengenai
Lenong Betawi,?
J: Tradisi kesenian Lenong di Lengkong Wetan, merupakan tradisi yang sering
dilaksanakan pada hari-hari penting seperti pada acara festival Betawi, dan acara-
acara lain yang sering dilakukan oleh masyarakat seperti nikahan, sunatan, dan
83
lain lainnya. Tradisi kesenian lenong sendiri dalam pelaksanaannya yaitu diawali
dengan pembuatan skenario cerita yang dibuat oleh para pelaku seni dan alur
ceritanya diadaptasi dari kisah tokoh-tokoh Betawi yang membela agama dan
budaya dari para penjajah. Lalu sebelum pementasan para pelaku lenong berdoa
terlebih dahulu untuk kelancaran pementasan yang akan ditampilkan. Dalam
pementasannya, para peserta memerankan dan menggambarkan salah satu tokoh
Betawi yang beragama Islam yang berjuang melawan penjajah. Lalu, sebelum
pementasan diakhiri, di ujung cerita biasanya ditanamkan beberapa pesan-pesan
moral bagi masyarakat, yang tujuannya adalah mengingatkan masyarakat
mengenai agama Islam dan pentingnya melestarikan budaya leluhur yang telah
susah payah di perjuangkan oleh para tokoh-tokoh Betawi zaman dulu. Dan di
akhir pementasan ditutup dengan salam dan doa.
84
Wawancara Keempat
Nama : Reni, selaku sesepuh di masyarakat yang menjabat sebagai
Ketua posyandu di Lengkong Wetan.
Tanggal Wawancara : 15 oktober 2017.
Tempat : Kediaman enyak Reni di Lengkong Wetan.
Berikut adalah lampiran hasil wawancara peneliti dengan narasumber secara
langsung.
T: Apa yang enyak ketahui mengenai agama Islam,?
J: Pada awalnya, agama Islam yang dikenalkan oleh para alim ulama terdahulu
tidak serta merta langsung menerapkan pada inti agama Islam yang berupa
syariat-syariat agama. Karena dulu keyakinan masyarakat masih bersifat
Animisme dan Dinamisme. Maka awalnya, pengenalan agama Islam yaitu melalui
ketauhidan terlebih dahulu, keyakinan yang ditanamkan kepada masyarakat lebih
tertuju pada keesaan tuhan semesta alam yaitu Allah SWT sebagai tuhan yang
menciptakan mereka, lalu saat masyarakat sudah memantapkan hati kepada Allah
SWT dengan keyakinan dan kepercayaan yang sempurna, maka, setelahnya baru
ditanamkan oleh alim ulama akan ajaran-ajaran agama Islam yang berupa syariat -
syariat agama.
T: Asal muasal agama Islam di Lengkong Wetan itu dari mana ya enyak?
J: Asal muasalah agama Islam di Lengkong Wetan yaitu berawal dari seorang
guru ngaji yang bernama H. M. Sirin Bin Encin di Lengkong Kiai. Beliau
mengajarkan ngaji kepada masyarakat. Tempatnya pun cukup jauh, dan dimasa itu
dikarenakan masyarakatnya yang memiliki tekad dan niatan kuat untuk mengenal
agama Islam, maka sejauh apapun tempat pengajiannya masyarakat pun tetap
berbondong bondong datang kesana. Ditambah lagi jarak yang jauh yang harus
ditempuh tanpa kendaraan transportasi, jadi masyarakat Lengkong yang ingin
belajar mengaji lebih sering berjalan kaki, maka tak heran jika keyakinan dan
keimanan masyakat pada masa itu sangat matang karena kesungguhan dalam
belajar ilmu agama.
T: Bagaimana kondisi agama Islam di Lengkong Wetan,?
85
J: Agama Islam di Lengkong Wetan untuk sekarang kondisinya mengalami
peningkatan. Hal ini dapat terlihat dari perubahannya, terlihat dari saran dan
prasarananya. Jika dulu, untuk belajar ngaji saja harus pergi jauh meninggalkan
kampung untuk menemui gurunya, karena di Lengkong Wetan sendiri belum ada
tempat untuk ngaji. Namun berbeda dengan sekarang yang sudah ada sarana dan
prasarannya, tinggal kemauan masyarakatnya saja untuk ikut serta atau tidak.
Sebenarnya ajakan sering diutarakan oleh tokoh-tokoh masyarakat kepada
mayoritas masyrakat untuk ikut serta dalam hal-hal yang berkaitan dengan
keagamaan. Tapi ada sebagian yang mau dan ada juga sebagian yang tidak karena
beberapa hal, contohnya ada yang memiliki kesibukan lain seperti bekerja,
mengurus sesuatu, dan lain-lain. Sehingga tak jarang diantara mereka yang tidak
bisa ikut, tetapi berbeda saat masyarakat tidak ada kegiatan lain, masyarakat akan
ikut serta untuk mengaji atau belajar agama Islam. Untuk sekarang agama Islam
lebih berkembang, karena perbandingannya sangat mencolok dengan zaman dulu.
Jika dulu, tempat yang dipergunakan untuk pengajian masih belum ada lampu,
dan letaknya pun jauh. Dilain sisi belum ada majelis-majelis pengajian yang
menampung, sekalipun ada letaknya sangat jauh.
T: Lalu mengenai budaya Betawi, apakah enyak mengetahui asal muasal budaya
Betawi di Lengkong wetan,?
J: Asal muasal budaya betawi sendiri bermula dari para jawara-jawara yang
datang yang dari Batavia menuju wilayah tangerang. Setelah itu, para jawara
betawi tersebut memperkenalkanbudaya betawi kepada para penduduk lokal, dan
para pendatang yang menghuni daerah tersebut. Karena terlihat unik budaya
betawi tersebut, sehingga menimbulkan ketertarikan masyarakat untuk mengenal
dan belajar budaya baru tersebut. Dari sinilah budaya tersebut mulai berkembang
dan dilestarikan sampai sekarang ini.
T: Adakah perkembangan sampai sekarang ini,?
J: Ada, budaya Betawi waktu itu masih terbilang pasif, berbeda dengan sekarang
yang mulai berkembang. Generasi-generasi mudalah yang sekarang mulai
membuat sarana dan prasarana untuk membangun kembali budaya Betawi di
Lengkong Wetan. Seperti rumah seni dan sanggar. Tempat tersebut bertujuan
untuk mengajak anak-anak usia muda dan usia dini untuk mengenal budaya nenek
86
moyang mereka dalam hal kesenian, pertunjukan, makanan dan pakaian yang
berkaitan dengan Betawi.
87
Wawancara Kelima.
Nama : Abdul Qodir, selaku ketua IRMAS (Ikatan Remaja Masjid)
di Lengkong Wetan.
Tanggal Wawancara : 13 november 2017.
Tempat : Kediaman Abdul Qodir di Lengkong Wetan.
Berikut adalah lampiran hasil wawancara peneliti dengan narasumber secara
langsung.
T: Mengenai agama Islam, apa yang abang ketahui,?
J: Agama Islam pada awalnya dimulai dari para pendakwah yang berdakwah di
berbagai tempat di Indonesia dan berujung di daerah Lengkong Wetan. Karena
metode dan ajaran-ajarannya yang bersifat toleransi, maka tak heran jika
masyarakat mudah dalam menerimanya. Dengan berjalannya waktu, penyebaran
agama Islam mulai merata di lingkungan masyarakat Lengkong, hal ini didasari
oleh dukungan tokoh-tokoh masyarakat yang mendukung terwujudnya kegiatan-
kegiatan yang sifatnya keagamaan.
T: Abang kan selaku ketua IRMAS, bagaimana keadaan social keagamaan di
Lengkong Wetan,?
J: Setelah melalui proses yang sangat panjang dan memakan waktu yang tidak
sebentar, dengan berjalannya waktu keagamaan yang sudah dikenalkan lambat
laun mulai berkembang dan ditingkatkan oleh mayoritas masyarakat di Lengkong
Wetan. Ini terbukti dari munculnya kegiatan-kegiatan keagamaan seperti
pengajian-pengajian rutinan di ruang lingkup masyarakat Lengkong Wetan. Selain
itu, antusias masyarakat menyambut hal ini juga sangat bagus, hal ini dapat dilihat
dari ramainya masyarakat yang menghadiri pengajian dan meriahnya perayaan
hari hari besar Islam.
T: Sebagaimana kita ketahui bahwasannya di Lengkong wetan bukan hanya warga
pribumi yang tinggal, melainkan ada para pendatang yang menetap, apakah
terdapat kendala saat ada perbedaan budaya dalam satu daerah,?
J: Banyaknya pendatang yang datang ke beberapa wilayah yang di dominasi oleh
masyarakat Betawi terkadang membuat masyarakat Betawi itu sendiri merasa
88
adanya perbedaan budaya masyarakat pribumi dengan pendatang. Menyikapi
perbedaan budaya tersebut khususnya di Lengkong Wetan masih terbilang wajar,
karena meskipun mayoritas masyarakatnya adalah Betawi, tapi masih ada
masyarakat pendatang yang tinggal di Lengkong Wetan, jadi perlu ditanamkan
kepada masyarakat untuk toleransi antar suku budaya. Karena jika sudah tertanam
sikap toleransi perbedayaan budaya di suata daerah akan menjadi pembelajaran
baru untuk saling mengenal satu sama lain, contoh masyarakat Betawi pribumi
dengan pendatang dari Jawa, Sunda, dan lain lain. Saat mereka berkomunikasi dan
bertoleran maka satu sama lain akan menemukan hal baru dari segi pertukaran
budaya karena mereka akan saling mengenal budaya satu sama lain.
T: Lalu apa yang abang ketahui mengenai budaya Betawi, khususnya di Lengkong
Wetan,?
J: di Lengkong Wetan tergolong kepada budaya Betawi pinggiran. Penerapan
budayanya pun mengikuti budaya terdahulunya. Meskipun pada dasarnya budaya
Betawi itu bersifat sama antara satu dengan yang lain, namun yang membedakan
budaya Betawi yang satu dengan yang lain terlihat dari bahasa, dialog, sampai ke
tradisi keseniannya. Jika diamati dengan seksama maka akan terlihat perbedaan
dari setiap wilayah meskipun dari berbagai wilayah tersebut memiliki budaya
yang sama yaitu Betawi.
T: Berikan sedikit gambaran mengenai kesenian Betawi yang sering berlangsung
di Lengkong Wetan,?
J: Salah satu contohnya adalah kesenian Lenogn. Lenong biasa dipertunjukan
disaat pagelaran hajatan-hajatan di Lengkong Wetan, Karena pada dasarnya
masyarakat Lengkong Wetan sendiri lebih memilih menonton pertunjukan ini
karena mencerminkan masyarakat Betawi yang mencintai karya seninya sendiri.
Selain sifatnya yang menghibur, kebanyakan pertunjukan yang dibawakan oleh
para pemain lenong biasanya temanya berbeda-beda, hal inilah yang menjadi daya
tarik masyarakat untuk selalu ingin menonton pertunjukannya. Lenong biasanya
dilombakan dalam pagelaran festival Betawi, karena kebiasaan para pemain
lenong di Lengkong Wetan yang sering tampil di hajatan-hajatn masyarakat, maka
tidak jarang jika setelah festival pemain lenong dari Lengkong Wetan sering
mendapatkan juara dalam pagelaran seni budaya tersebut.
89
Wawancara Keenam.
Nama : Junaedi, selaku sesepuh masyarakat di Lengkong Wetan.
Tanggal Wawancara : 12 november 2017.
Tempat : Kediaman Bang Juned di Lengkong Wetan.
Berikut adalah lampiran hasil wawancara peneliti dengan narasumber secara
langsung.
T: Apa yang abang ketahui mengenai agama Islam di Lengkong Wetan,?
J: Ajaran agama Islam sudah dimulai sejak usia dini di Lengkong Wetan yaitu
melalui kegiatan-kegiatan di masyarakat. Kegiatan tersebut menyangkup pada
pengajian-pengajian rutinan yang diselenggarakan oleh tokoh agama di Lengkong
Wetan, selain pengajian perayaan hari besar Islam juga menarik masyarakat untuk
mengenal serta melestarikan hari-hari penting dalam Islam melalui sebuah
perayaan. Dengan adanya kegiatan tersebut secara tidak langsung tokoh
masyarakat sudah mengenalkan dan mengajarkan agama Islam kepada
masyarakat. Karena dengan adanya kegiatan-kegiatan tersebut, akan memiliki
daya tarik tersendiri bagi masyarakat luas untuk mau mengenal agama Islam lebih
dalam lagi.
T: Kegiatan tersebut apakah hanya untuk anak-anak saja,?
J: Kegiatan-kegiatan tersebut tidak hanya tertuju kepada anak-anak dalam proses
belajarnya, melainkan tertuju pula kepada para remaja, dan orang tua yang merasa
ilmu agamanya masih kurang dan perlu untuk mengetahui ilmu agama lagi.
T: Adakah seorang pemimpin di Lengkong Wetan,? Jika ada siapakah mereka,?
J: di Lengkong Wetan ada pemimpinnya, yaitu orang-orang yang menjadi panutan
masyarakat. pertama seorang amil atau orang yang mengerti agama dan kedua
seorang pelaku seni atau orang yang memahami adat istiadat di daerah ini
(Betawi).
T: Bagaimana masyarakat menanggapi adanya dua pemimpin dalam satu wilayah
seperti di Lengkong Wetan,?
J: menghadapi perbedaan yang demikian, masyarakat lebih mengambil jalan
tengah yaitu dengan menempatkan tugas atau tanggung jawab masing-masing
pemimpin pada rutenya sendiri-sendiri. Karena pada dasarnya masyarakat
90
Lengkong Wetan lebih menanamkan sikap toleransi dan saling menghargai dan
menghormati antara satu sama lain, sehingga jika ada problema yang melanda
masyarakat perihal perbedaan dari segi agama dan budaya, mereka lebih
mengambil jalur diskusi dalam memecahkan masalah tersebut.
T: Menurut engkong awal muasal kedatangan budaya Betawi itu dari mana,?
J: Awal mulanya budaya Betawi di Lengkong Wetan adanya karena tutun
temurun, karena pada awalnya orang tuanya merupakan pemain dalam kesenian
Betawi, maka diturunkanlah kebiasaan tersebut kepada anak-anaknya. Selain
pengenalan secara langsung orang tua yang mengerti budaya Betawi, biasanya
memerintahkan anaknya untuk belajar di sanggar-sanggar seni budaya, tujuannnya
adalah agar ada generasi penerus yang meneruskan dan melestarikan kebudayaan
Betawi di masa mendatang.
T: Dalam budaya Betawi Sendiri adakah nilai-nilai agama Islamnya,?
J: ada, karena memang kemunculan budaya Betawi yaitu berasal dari tokoh agama
yang cinta dengan budaya, kecintaan mereka tersebut diwujudkan dengan
membuat suatu sanggar kesenian Betawi. Tokoh atau pendiri sanggar tersebut
merupakan orang Islam, dan dari sanggar tersebut dikenalkanlah kesenian Betawi
kepada masyarakat, karena tokohnya adalah orang Islam, maka secara otomatis
ajaran yang diajarkan ke masyarakat mengenai kebudayaan dan kesenian Betawi
kepada masyakat pun akan berlandaskan atas ajaran Islam yang di anut oleh tokoh
tersebut
T: Dalam budaya Betawi ada kesenian yang di sebut Lenong, Apa yang engkong
ketahui mengenai kesenian Lenong Betawi,?
J: Lenong biasa dipertunjukan disaat pagelaran hajatan-hajatan di Lengkong
Wetan. kebanyakan pertunjukan yang dibawakan oleh para pemain lenong
biasanya temanya berbeda-beda, hal inilah yang menjadi daya tarik masyarakat
untuk selalu ingin menonton pertunjukannya.
T: Lalu mengenai perayaan dan tradisi Betawi, dari kesenian sampai prosesi adat
adakah yang bertentangan dengan agama Islam,?
J: Dari sekian banyak perayaan-perayaan kebudayaan Betawi di Lengkong Wetan,
tak ada satupun kegiatan yang bertentangan dengan ajaran agama Islam. Karena
pada dasarnya budaya Betawi yang ada di Lengkong Wetan kemunculannya
91
adalah setelah agama Islam, maka secara tidak langsung tradisi-tradisi Betawi
yang dilaksanakan di masyarakat semuanya masih berlandaskan dengan ajaran
agama Islam.
T: Tolong sebutkan contoh tradisinya,?
J: Tradisi tersebut seperti tradisi nikahan yang di dalamnya terdapat palang
pintunya, pelaksanaannya pun mengadopsi ajaran agama Islam dengan
menyuarakan solawatan kepada kanjeng nabi Muhammad SAW yang diselipkan
pada prosesinya. Tradisi lain seperti kesenian silat, dalam pelaksanaannya setiap
masyarakat yang belajar silat, pertama tama ditanamkan ilmu mengaji terlebih
dahulu, setelahnya baru belajar silat, waktu pelaksanaannya pun dimalam hari
setelah ibadah sholat dilaksanakan. Tradisi lainnya yaitu tradisi lenong, dalam
pelaksanaanya para pelaku lenong menanamkan ajaran-ajaran Islam dan dongeng-
dongeng agama Islam di dalam alur ceritanya.
92
Wawancara Ketujuh.
Nama : Wasri Susanto, selaku ketua RW di Lengkong Wetan.
Tanggal Wawancara : 12 november 2017.
Tempat : Kediaman Wasri Susanto di Lengkong Wetan.
Berikut adalah lampiran hasil wawancara peneliti dengan narasumber secara
langsung.
T: Bagaimana keadaan agama Islam di Lengkong Wetan,? Dan tolong jelaskan
asal muasal kemunculannya,?
J: Agama Islam di Lengkong Wetan pada awalnya merupakan agama para
pendatang. Karena sifatnya yang toleransi maka masyarakat di Lengkong Wetan
mudah dalam menerimanya. Karena pada mulanya masyarakat yang tinggal di
Lengkong Wetan merupakan orang-orang yang beragama Hindu dan Budha, dan
kebanyakan dari masyarakatnya adalah anak buah orang-orang Cina. Orang
pribumi sendiri lebih dikendalikan oleh para pendatang yang awalnya hanya
singgah dan kemudian menetap (orang-orang Cina).
T: Lalu bagaimana agama baru tersebut (Islam) diterima oleh masyarakat di
Lengkong Wetan,?
J: Ketertarikan masyarakat pribumi sendiri terhadap agama Islam karena sifatnya
yang lebih mengajarkan manusia untuk saling menghargai, dan menghormati
bukan sebaliknya menindas dan memperbudak. Setelah itu, Islam mulai
mendominasi keyakinan mayoritas masyarakat pribumi. Sejak masuknya agama
Islam terwujudlah sikap saling menghormati dan menghargai terhadap orang lain.
T: Mengenai budaya Betawi, apa yang bapak ketahui mengenai asal usul budaya
tersebut,?
J: Asal usul kemunculan budaya Betawi di Lengkong Wetan, beliau menuturkan
bahwasannya budaya Betawi sendiri sudah mengakar secara turun temurun sejak
dulu. budaya Betawi terus diperbarui dengan berkembangnya zaman, agar tidak
terkesan kuno dan membosankan. Dilain sisi, pelestarian selalu dimunculkan di
setiap generasinya, agar identitas masyarakat Betawi di Lengkong Wetan ini tidak
hilang. Caranya dengan mengadakan festival atau acara-acara yang berkaitan
dengan budaya Betawi. Acara tersebut bertujuan untuk memikat dan menarik
93
minat masyarakat untuk mau dan mengenal budaya Betawi. Sampai sekarang pun
festival dan acara-acara yang bernuansa Betawi masih sering dilaksanakan.
T: Adakah tradisi yang dilestarikan oleh masyarakat lengkong wetan,?
J: Ada, di Lengkong Wetan terdapat beberapa tradisi yang dilestarikan oleh
masyarakatnya. Tradisi tersebut bukan hanya menyangkut perihal budaya saja,
melainkan ada juga tradisi yang berkaitan dengan agama. Perubahan dan renofasi
pun selalu terlihat pada penerapan dan prosesi tradisi ini, karena pada hakekatnya
perubahan yang terjadi pada penerapan dan prosesi tradisi tersebut masih
bersangkutan dengan tokoh-tokoh masyarakat dan alim ulama pada setiap
dekadenya.
94
Wawancara Kedelapan.
Nama : Sadardadi (engkong Dadi) salah tokoh masyarakat sekaligus
sesepuh di Lengkong Wetan.
Tanggal Wawancara : 12 november 2017.
Tempat : Kediaman engkong Dadi di Lengkong Wetan.
Berikut adalah lampiran hasil wawancara peneliti dengan narasumber secara
langsung.
T: Menurut engkong, Bagaimana awal mula kemunculan agama Islam di
Lengkong Wetan,?
J: Asal muasalnya adanya agama Islam di daerah Serpong ini, dimulai dari daerah
Lengkong Kiai, dulu namanya Lengkong Sumedang. Nama tokohnya adalah
pangerang R. A. Wangsakara , yaitu perang Fatahilah, dan pahlawannya bernama
Daan Mogot, orang Sulawesi, agamanya Kristen tapi kerabat kerabatnya Islam
semua seperti pamannya Prabowo, yaitu Sugianto, dan Letnan Suroto. Di
Lengkong Wetan ini struktur keagamaan masyarakatnya sangat tertinggal, bahkan
nyaris dilupakan. Tetapi saat Indonesia merdeka, di Lengkong Wetan mampu
mencetak generasi-generasi baru yang mau memajukan agama. Pada awalnya
perjuangan para pahlawan tak berharga dan dilupakan begitu saja, karena pada
dasarnya mayoritas masyarakat zaman itu tidak ada yang mengenyam pendidikan,
entah itu pendidikan yang bersifat formal ataupun pendidikan yang sifatnya
keagamaan.
T: Lalu siapa kong tokoh-tokohnya,?
J: Di Lengkong Wetan sendiri, pada awalnya Islam disebarkan oleh pak Sakim
salah seorang amil pasca kemerdekaan. Caranya yaitu dengan mengadakan Tablig
Akbar dan pengajian-pengajian rutinan, dan gurunya adalah Kiai Mustaqiem, dan
Kiai Syafii. Pada awalnya Serpong itu dikuasai oleh orang Cina, namun karena
ada tiga tokoh agama tersebut kemunculan Islam mulai dipertimbangkan dan
disambut oleh masyarakat yang ada di Lengkong Wetan, sehingga masyarakatnya
pun sekarang banyak yang memeluk agama Islam, bahkan sudah mencapai skala
95
mayoritas di Lengkong Wetan. Disini peran seorang tokoh agama memang sangat
penting bagi pemerataan dari ajaran Islam itu sendiri.
T: Mengenai budaya Betawi, menurut engkong, bagaimana asal muasal budaya
Betawi di Lengkong Wetan,?
J: Asal muasal budaya Betawi di Lengkong |Wetan dimulai dari percampuran
masyarakat pribumi dengan masyarakat pendatang. Budaya Betawi sendiri
muncul setelah agama Islam. Pada awalnya di Lengkong Wetan budayanya adalah
budaya cina (songkek), namun saat Islam masuk, pasca kemerdekaan munculah
budaya baru yang dikenal dengan budaya Betawi. Teori ini membuktikan
bahwasannya budaya Betawi yang sekarang dikenal oleh banyak masyarakat di
Indonesia, pada pembentukan kebudayaannya masih melandaskan agama Islam.
T: Lalu siapakah tokoh-tokoh Betawi di Lengkong Wetan,?
J: Tokoh-tokoh Betawi yang mengenalkan dan menyebarkan budaya Betawi pasca
kemerdekaan di Lengkong Wetan yaitu Benyamin dan istrinya, mereka
mengenalkan budaya Betawi dengan memberikan bantuan dari segi sosial dan
sarana-sarana. Setelah itu munculah regenerasi baru yang menggantikan perannya
dalam mengenalkan budaya Betawi di masyarakat, seperti Ibrahim, Rahmat, Awi,
dan lain-lain. Pengenalannya pun dengan berbagai macam cara, ada yang
membangun rumah seni Betawi (sanggar) yang bertujuan untuk mengajak
generasi muda dalam mengenal budaya Betawi, dan yang lainnya yaitu melalui
pementasan-pementasan seni dan festival-festival adat.
96
Lampiran Fhoto:
Lampiran 1: Gambar/Fhoto Kantor Kelurahan Lengkong Wetan
Sumber:
Dokumentasi Pribadi Tanggal 10 Januari 2018
Lampiran 2: Gambar/Fhoto Sekretaris Kelurahan Lengkong Wetan Matalih S.
Sos.
Sumber:
Dokumentasi Pribadi Tanggal 10 Januari 2018
97
Lampiran 3: Gambar/Fhoto Pentas Kesenian Silat Betawi
Sumber:
Dokumentasi Pribadi Tanggal 9 Novomber 2017
Lampiran 4: Gambar/Fhoto Tradisi Buka Palang Pintu
Sumber:
Http://herraoctaviany.blogspot.com/2015/09/palang-pintu-lengkong-
wetan.html?m=1 Jual Perlengkapan Budaya Betawi (diakses jam 21:22, tanggal
10 Janurai 2018)
98
Lampiran 5: Gambar/Fhoto Tradisi Buka Palang Pintu
Sumber:
Http://herraoctaviany.blogspot.com/2015/09/palang-pintu-lengkong-
wetan.html?m=1 Jual Perlengkapan Budaya Betawi (diakses jam 21:40 tanggal 10
Janurai 2018)
Lampiran 6: Gambar/Fhoto Kesenian Silat Cingkrik
Sumber:
Http://herraoctaviany.blogspot.com/2015/09/palang-pintu-lengkong-
wetan.html?m=1 Jual Perlengkapan Budaya Betawi (diakses jam 21:53 tanggal 10
Janurai 2018)
99
Lampiran 7: Gambar/Fhoto Ibrahim Bin Mulud (Pengasuh Rumah Seni Budaya
di Lengkong Wetan)
Sumber:
Dokumentasi Pribadi Tanggal 10 Januari 2018
Lampiran 8: Rahmat Hidayat (Pengasuh Rumah Seni Budaya di Lengkong
Wetan)
Sumber:
Dokumentasi Pribadi Tanggal 10 Januari 2018
100
Lampiran 8: Husein (Selaku Amil di Lengkong Wetan)
Sumber:
Dokumentasi Pribadi Tanggal 10 Januari 2018
Lampiran 8: Engkong Sadardadi (Sesepuh Lengkong Wetan)
Sumber:
Dokumentasi Pribadi Tanggal 10 Januari 2018
101
Lampiran 9: Bapak Wasri Susanto (Selaku RW/Jaro)
Sumber:
Dokumentasi Pribadi Tanggal 10 Januari 2018
Lampiran 9: Bang Junaedi (Anggota PPPSBBI)
Sumber:
Dokumentasi Pribadi Tanggal 10 Januari 2018
102
Lampiran 10: Enyak Reni (Ketua Posyandu di Lengkong Wetan)
Sumber:
Dokumentasi Pribadi Tanggal 10 Januari 2018
Lampiran 10: Abdul Qodir (Ketua IRMAS di Lengkong Wetan)
Sumber:
Dokumentasi Pribadi Tanggal 10 Januari 2018
103