Vaksin MMR tidak Menyebabkan Autisme

2
RAD Journal 2012:12:001 Vaksin MMR dan Autisme Tidak Berkaitan, Robertus Arian Datusanantyo | 1 Vaksin MMR dan Autisme Tidak Berkaitan Robertus Arian Datusanantyo* Ikatan Dokter Anak Indonesia telah lama memasukkan vaksin measlesmumpsrubella (MMR) pada daftar rekomendasi vaksinasi dasar untuk anak Indonesia. Sayangnya banyak juga berita miring tentang vaksin MMR yang dikatakan menyebabkan peningkatan insidensi autisme pada anak. Tuduhan terhadap vaksin MMR ini salah satunya didasarkan pada penelitian Wakefield dkk yang diterbitkan pada jurnal The Lancet tahun 1998 dengan judul “Ileallymphoidnodular hyperplasia, nonspecific colitis, and pervasive developmental disorder in children”. Publikasi sensasional media atas publikasi tersebut telah menyebabkan kepanikan di seluruh dunia, menurunkan cakupan vaksin MMR, meningkatkan pembiayaan kesehatan, dan menempatkan jutaan anak pada resiko penyakit infeksi. Jurnal ilmiah “The Lancet” tanggal 2 Februari 2010 mengumumkan penarikan terhadap jurnal ilmiah yang ditulis oleh Wakefield tersebut, sebagai respon atas keputusan UK General Medical Council's Fitness to Practise Panel tanggal 28 Januari 2010 yang menyatakan bahwa ada ketidaksesuaian fakta yang tertulis pada jurnal tersebut. Fakta tersebut adalah bahwa kedua belas anak yang diikutsertakan dalam penelitian tersebut dirujuk berurutan kepada peneliti dan bahwa penelitian ini disetujui oleh komite etika di tempat Wakefield bekerja. Nyatanya, kedua belas anak tersebut dirujuk kepada peneliti dengan tujuan khusus, dan tidak adanya ijin terhadap pemeriksaan penunjang invasif terhadap anakanak tersebut. Seorang wartawan bernama Brian Deer pada tahun 2004 pernah mendapatkan fakta bahwa kedua belas anak tersebut tidak dirujuk berurutan kepada peneliti, melainkan dikirim oleh pengacara kelalaian medis yang diminta untuk membantu beberapa orang tua yang hendak menuntut dokter atas “kecacatan” yang terjadi akibat vaksin MMR. Deer pernah mengajukan permohonan kepada The Lancet atas temuan ini namun ditolak. Investigasi independen juga menemukan adanya imbalan dengan sejumlah uang tertentu pada saat pengambilan sampel tersebut, dan adanya kontribusi keuangan pihak yang merujuk kepada peneliti atas hasil pemeriksaan peneliti terhadap anakanak tersebut. Wakefield sendiri dalam publikasi asli penelitian tersebut mengemukakan bahwa dia dan koleganya mengamati beberapa anak yang setelah tumbuh normal kehilangan kemampuan komunikasi, disertai denagn keluhan saluran cerna berupa nyeri perut, diare, kembung, dan sedikit intoleransi makanan. Wakefield dkk dalam diskusinya juga menuliskan bahwa penelitian ini tidak bermaksud menghubungkan kumpulan gejala tadi dengan vaksin MMR. Walau demikian, peneliti menekankan fakta bahwa autisme berkaitan langsung dengan virus rubela dan ensefalitis karena virus, dan vaksin polivalen MMR juga berhubungan dengan sindrom tersebut. Dalam sebuah konferensi pers, Wakefield juga menyarankan pemberian ketiga vaksin secara terpisah dengan interval satu tahun tanpa dasar ilmiah yang jelas. Pernyataan inilah yang dianggap menyebabkan adanya “kepercayaan palsu” terhadap hubungan vaksin MMR dan autisme di seluruh dunia. Akibatnya, cakupan vaksin menurun, dan measles (campak) kembali terjadi khususnya di Eropa dan mengakibatkan kerusakan yang signifikan. Penelitian Smeeth dkk tahun 2004 telah membuktikan bahwa tidak ada hubungan antara vaksin MMR dengan gangguan perkembangan pervasif. Penelitian ini melibatkan 1294 kasus dan 4469 kontrol dengan desain penelitian casecontrol menggunakan data sekunder dari UK General Practice Research Database terhadap semua orang yang lahir dari tahun 1973 dan datang ke pusat pelayanan kesehatan primer dengan gangguan perkembangan tahun 1987 sampai dengan 2001. Penelitian secara terbatas juga dilakukan pada mereka yang menerima vaksinasi MMR sebelum usia tiga tahun dan mereka yang terpapar informasi media mengenai efek MMR terhadap autisme dengan hasil akhir yang serupa. Apa yang kemudian bisa kita pelajari dari kasus ini? Pertama, saya ingin mengutip Helen Bedford dan David Elliman yang intinya mengkritik para profesional yang tanggapannya hangathangat kuku terhadap pemberitaan media yang sangat sensasional terhadap dugaan akibat negatif vaksin MMR terhadap perkembangan mental anak.

description

Tulisan ini aslinya telah dipublikasikan di http://robertusarian.wordpress.com/2010/02/04/vaksin-mmr-dan-autisme-tidak-berkaitan/ pada 4 Februari 2010. Beberapa hari yang lalu saya aplot di sini namun saya hapus dan saya ganti yang ini karena kesalahan saya memahami "file conversion". Selamat menikmati.

Transcript of Vaksin MMR tidak Menyebabkan Autisme

Page 1: Vaksin MMR tidak Menyebabkan Autisme

RAD Journal 2012:12:001

Vaksin MMR dan Autisme Tidak Berkaitan, Robertus Arian Datusanantyo | 1

Vaksin  MMR  dan  Autisme  Tidak  Berkaitan  Robertus  Arian  Datusanantyo*      Ikatan  Dokter  Anak  Indonesia  telah  lama  memasukkan  vaksin  measles-­‐mumps-­‐rubella  (MMR)  pada  daftar   rekomendasi   vaksinasi   dasar   untuk   anak   Indonesia.   Sayangnya   banyak   juga   berita   miring  tentang   vaksin   MMR   yang   dikatakan   menyebabkan   peningkatan   insidensi   autisme   pada   anak.  Tuduhan   terhadap   vaksin  MMR   ini   salah   satunya   didasarkan   pada   penelitian  Wakefield   dkk   yang  diterbitkan   pada   jurnal   The   Lancet   tahun   1998   dengan   judul   “Ileal-­‐lymphoid-­‐nodular   hyperplasia,  non-­‐specific  colitis,  and  pervasive  developmental  disorder  in  children”.  Publikasi  sensasional  media  atas  publikasi  tersebut  telah  menyebabkan  kepanikan  di  seluruh  dunia,  menurunkan  cakupan  vaksin  MMR,  meningkatkan  pembiayaan  kesehatan,  dan  menempatkan   jutaan   anak  pada   resiko  penyakit  infeksi.  

Jurnal  ilmiah  “The  Lancet”  tanggal  2  Februari  2010  mengumumkan  penarikan  terhadap  jurnal  ilmiah   yang   ditulis   oleh   Wakefield   tersebut,   sebagai   respon   atas   keputusan   UK   General   Medical  Council's   Fitness   to   Practise   Panel   tanggal   28   Januari   2010   yang   menyatakan   bahwa   ada  ketidaksesuaian   fakta   yang   tertulis   pada   jurnal   tersebut.   Fakta   tersebut   adalah  bahwa  kedua  belas  anak   yang   diikutsertakan   dalam   penelitian   tersebut   dirujuk   berurutan   kepada   peneliti   dan   bahwa  penelitian  ini  disetujui  oleh  komite  etika  di  tempat  Wakefield  bekerja.  Nyatanya,  kedua  belas  anak  tersebut  dirujuk  kepada  peneliti  dengan  tujuan  khusus,  dan  tidak  adanya  ijin  terhadap  pemeriksaan  penunjang  invasif  terhadap  anak-­‐anak  tersebut.    

Seorang  wartawan  bernama  Brian  Deer  pada  tahun  2004  pernah  mendapatkan  fakta  bahwa  kedua   belas   anak   tersebut   tidak   dirujuk   berurutan   kepada   peneliti,   melainkan   dikirim   oleh  pengacara   kelalaian   medis   yang   diminta   untuk   membantu   beberapa   orang   tua   yang   hendak  menuntut   dokter   atas   “kecacatan”   yang   terjadi   akibat   vaksin   MMR.   Deer   pernah   mengajukan  permohonan   kepada   The   Lancet   atas   temuan   ini   namun   ditolak.   Investigasi   independen   juga  menemukan   adanya   imbalan   dengan   sejumlah   uang   tertentu   pada   saat   pengambilan   sampel  tersebut,   dan   adanya   kontribusi   keuangan   pihak   yang   merujuk   kepada   peneliti   atas   hasil  pemeriksaan  peneliti  terhadap  anak-­‐anak  tersebut.  

Wakefield   sendiri   dalam   publikasi   asli   penelitian   tersebut   mengemukakan   bahwa   dia   dan  koleganya   mengamati   beberapa   anak   yang   setelah   tumbuh   normal   kehilangan   kemampuan  komunikasi,  disertai  denagn  keluhan  saluran  cerna  berupa  nyeri  perut,  diare,  kembung,  dan  sedikit  intoleransi  makanan.  Wakefield  dkk  dalam  diskusinya   juga  menuliskan  bahwa  penelitian   ini   tidak  bermaksud  menghubungkan  kumpulan   gejala   tadi   dengan   vaksin  MMR.  Walau  demikian,   peneliti  menekankan   fakta   bahwa   autisme   berkaitan   langsung   dengan   virus   rubela   dan   ensefalitis   karena  virus,  dan  vaksin  polivalen  MMR  juga  berhubungan  dengan  sindrom  tersebut.    

Dalam  sebuah  konferensi  pers,  Wakefield  juga  menyarankan  pemberian  ketiga  vaksin  secara  terpisah  dengan  interval  satu  tahun  tanpa  dasar  ilmiah  yang  jelas.  Pernyataan  inilah  yang  dianggap  menyebabkan  adanya  “kepercayaan  palsu”  terhadap  hubungan  vaksin  MMR  dan  autisme  di  seluruh  dunia.   Akibatnya,   cakupan   vaksin   menurun,   dan   measles   (campak)   kembali   terjadi   khususnya   di  Eropa  dan  mengakibatkan  kerusakan  yang  signifikan.    

Penelitian   Smeeth   dkk   tahun   2004   telah  membuktikan   bahwa   tidak   ada   hubungan   antara  vaksin  MMR   dengan   gangguan   perkembangan   pervasif.   Penelitian   ini   melibatkan   1294   kasus   dan  4469   kontrol   dengan  desain   penelitian   case-­‐control  menggunakan  data   sekunder   dari  UK  General  Practice  Research  Database   terhadap   semua  orang  yang   lahir  dari   tahun   1973  dan  datang  ke  pusat  pelayanan   kesehatan   primer   dengan   gangguan   perkembangan   tahun   1987   sampai   dengan   2001.  Penelitian  secara  terbatas  juga  dilakukan  pada  mereka  yang  menerima  vaksinasi  MMR  sebelum  usia  tiga   tahun   dan   mereka   yang   terpapar   informasi   media   mengenai   efek   MMR   terhadap   autisme    dengan  hasil  akhir  yang  serupa.    

Apa  yang  kemudian  bisa  kita  pelajari  dari  kasus  ini?    Pertama,   saya   ingin   mengutip   Helen   Bedford   dan   David   Elliman   yang   intinya   mengkritik  

para  profesional  yang  tanggapannya  hangat-­‐hangat  kuku  terhadap  pemberitaan  media  yang  sangat  sensasional   terhadap   dugaan   akibat   negatif   vaksin   MMR   terhadap   perkembangan   mental   anak.  

Page 2: Vaksin MMR tidak Menyebabkan Autisme

RAD Journal 2012:12:001

Vaksin MMR dan Autisme Tidak Berkaitan, Robertus Arian Datusanantyo | 2

Apapun  resikonya   (pernah  ada  ancaman  pembunuhan  pada  seorang  peneliti  Amerika)  dan  setidak  nyaman   apapun,   para   profesional   termasuk   pada   pemberi   pelayanan   langsung   harus   terus  mengadvokasi  apa  yang  penting  bagi  kesehatan  anak-­‐anak  kita,  bahkan  jika  itu  bertentangan  dengan  pilihan  pasien  maupun  orang  tua.    

Kedua,  sebagai  tenaga    profesional  di  bidang  kesehatan,  harus  ada  langkah  signifikan  untuk  mengembalikan  kepercayaan  para  orang  tua  terhadap  vaksinasi  MMR.  Ini  mencakup  orang  tua  anak  yang   telah   menerima   vaksin   dan   masih   memendam   kekhawatiran   terhadap   efek   negatif   vaksin  tersebut  maupun   kepada   para   orang   tua   yang  masih   ragu-­‐ragu   dan   takut   terhadap   akibat   negatif  vaksin   tersebut   kepada   anak   mereka   yang   belum   divaksinasi.   Caranya   hanya   satu,   yaitu   dengan  menyediakan   informasi   yang  akurat   tidak  hanya  mengenai  manfaat  dan   resiko  vaksin  namun   juga  resiko   penyakit-­‐penyakit   yang   bisa   dicegah   dengan   vaksin   tersebut.   Kesempatan   berkomunikasi  dengan  orang  tua  pasien  adalah  pintu  awal  yang  baik  untuk  mengembangkan  kepercayaan  terhadap  vaksin  MMR  ini.    

Penarikan  publikasi  tersebut  dari  jurnal  The  Lancet  berkontribusi  positif  pada  perkembangan  ilmu   pengetahuan,   dan  membuat   kita   banyak   belajar.   Hasil   pembelajaran   inilah   yang   seharusnya  menjadi  pemacu  kita  untuk  berbuat  lebih  bagi  para  pasien  kita.  Salam!  (RAD)    *Dokter,  bekerja  di  Yogyakarta,  [email protected],  @arianrobertus,  http://robertusarian.com    Referensi  Bedford  HE,  Elliman  DAC,  MMR  vaccine  and  autism,  BMJ  2010;340:c655  Deer  B,    GMC  Wakefield  Verdict,  Reflections  on  investigating  Wakefield,  BMJ  2010;340:c672  DeNoon  DJ,  Study  Linking  Autism  to  Vaccine  Retracted,  WebMD  Health  News    (www.medscape.com)  Dyer  C,  Lancet  retracts  Wakefield’s  MMR  paper,  BMJ  2010;340:c696  Greenhalgh  T,  GMC  Wakefield  Verdict,  Why  did  the  Lancet  take  so  long?,  BMJ  2010;340:c644  Smeeth  L  et  al,  MMR  vaccination  and  pervasive  developmental  disorders:  a  case-­‐control  study,  Lancet  2004;    

364:  963-­‐69  Wakefield   AJ   et   al,   Ileal-­‐lymphoid-­‐nodular   hyperplasia,   non-­‐specific   colitis,   and   pervasive   developmental  

disorder  in  children,  Lancet  1998;  351:  637–41