Vacant Room_ Teori Marxis

8
10/20/2014 Vacant Room: Teori Marxis http://cynthianurcahya.blogspot.com/2012/07/teori-marxis.html 1/8 Waktu tak kan pernah berbalik, tak peduli ia bergerak dengan merangkak, berjalan atau berlari. Tapi ada satu yang tak pernah berubah, aku senang mendengar suara riuh dedaunan pada angin pergantian musim. Meski langkahku tak berbekas, meski keberadaanku seperti tiada, dan kadangkala kulihat langit senja yang tak jingga, tapi aku masih disini, setia menanti senyum mentari di pagi hari, dimana harapan seharusnya tak pernah mati. Vacant Room Tuesday, July 31, 2012 Teori Marxis Alih bahasa dari buku yang berjudul "Critical Theory Today" karya Lois Tyson. Apakah pendekatan Marxis masih relevan dengan kondisi yang ada pada saat ini? Bukankan Blok Komunis di Eropa telah runtuh? Dengan demikian Marxisme sudah tidak berlaku lagi. Tanpa mengikutsertakan Cina sebagai negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia dan masih konsisten dalam menjalankan sistem pemerintahan komunis, dua pertanyaan di atas sepertinya telah menafikan dua fakta penting. Pertama, selain komunitas yang relatif kecil dan berumur relatif singkat, sejauh yang kita ketahui bahwa masyarakat Marxis yang sesungguhnya belum pernah terbentuk di muka bumi ini. Masyarakat komunis, meskipun mereka mengklaim bahwa prinsip-prinsip yang digunakan didasarkan pada teori Karl Marx (1818-1883), pada kenyataannya tetap mempraktekan sistem oligarki dimana pemerintahan dilakukan oleh sekelompok kecil yang memiliki wewenang dalam mengatur keuangan dan senjata, serta memaksakan kebijakan-kebijakan kepada masyarakat dan melakukan kekerasan fisik dalam mejalankan fungsi kepatuhannya. Dan yang kedua, meskipun ketika masyarakat Marxis memang benar-benar terbentuk di negara-negara yang menjalankan paham komunis, dan saat ini tatanan dalam masyarakat Marxis sudah tidak berlaku lagi, teori Marxis akan tetap menjadi khazanah keilmuan tertentu yang akan memperkaya cara pandang kita dalam memahami sejarah dan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada saat ini. Teori Marxis dapat digunakan untuk menginterpretasi kegagalan rezim komunis. Bagaimanapun, sebelum melakukan interpretasi dengan menggunakan pendekatan Marxis terhadap serangkaian kejadian politik atau peristiwa apapun, kita tentunya harus memahami apa yang dimaksud dengan teori Marxis itu sendiri. Premis-premis fundamental Marxisme Sebenarnya apa yang disebut dengan teori Marxis? Mari kita coba menjawab pertanyaan tersebut dengan menjawab pertanyaan lainnya: apa yang akan dikatakan para kritikus Marxis mengenai pendekatan psikoanalisis (lihat pembahasan sebelumnya "Pendekatan Psikoanalisis")? Kemungkinan mereka akan mengatakan bahwa dengan memusatkan perhatian kita terhadap kondisi kejiwaan dan elemen-elemen yang membentuk struktur kepribadian seseorang, seperti misalnya permasalahan-permasalahan yang terjadi di keluarga, psikoanalisa telah mengalihkan perhatian kita dari dorongan/kekuatan nyata yang membentuk pengalaman manusia yaitu sistem ekonomi dalam masyarakat. Pernyataan tersebut pun akan berlaku untuk teori-teori lainnya. Apabila sebuah teori tidak mengedepankan realita-realita ekonomi, maka teori tersebut telah mengartikan kebudayaan manusia dengan tidak tepat. Bagi Marxisme, meraih dan mempertahankan kekuasaan ekonomi merupakan motif dari seluruh aktivitas sosial dan politik, termasuk pendidikan, filosofi, agama, pemerintahan, seni, ilmu pengetahuan, teknologi, media, dan seterusnya. Dengan demikian, ekonomi merupakan dasar dimana superstruktur dari realtitas sosial/politik/ideologi terbangun. Kekuatan ekonomi pun berdampak pada kekuasaan sosial dan polik, sehingga belakangan ini istilah kelas sosio-ekonomi (socioeconomic class) lebih sering digunakan menggantikan istilah kelas ekonomi dalam pembahasan-pembahasan mengenai struktur kelas. Cynthia Can't stop listening to music. Kind of solitary but hate to be alone sometimes. Speak less but yell a lot :). Like learning something new while trying to be the best I can be. View my complete profile About Me Curhat (1) Kritik Sastra (8) Linguistik (2) My Works (7) Serba-Serbi (7) Teori Sastra (4) Labels We don't read and write poetry because it's cute. We read and write poetry because we are members of the human race. And the human race is filled with passion. Medicine, law, business, engineering, these are all noble pursuits, and necessary to sustain life. But poetry, beauty, romance, love, these are what we stay alive for. (Dead Poets Society). Literary Work Follow by Email Email address... Submit Tweets by @CynthiaNurcahya My Tuips My Favorite Links 0 More Next Blog» Create Blog

description

politik

Transcript of Vacant Room_ Teori Marxis

Page 1: Vacant Room_ Teori Marxis

10/20/2014 Vacant Room: Teori Marxis

http://cynthianurcahya.blogspot.com/2012/07/teori-marxis.html 1/8

Waktu tak kan pernah berbalik, tak peduli ia bergerak dengan merangkak, berjalan atau berlari. Tapi ada satu yang tak pernah berubah,aku senang mendengar suara riuh dedaunan pada angin pergantian musim. Meski langkahku tak berbekas, meski keberadaanku sepertitiada, dan kadangkala kulihat langit senja yang tak jingga, tapi aku masih disini, setia menanti senyum mentari di pagi hari, dimanaharapan seharusnya tak pernah mati.

Vacant Room

Tuesday, July 31, 2012

Teori Marxis

Alih bahasa dari buku yang berjudul "Critical Theory Today" karya Lois Tyson.

Apakah pendekatan Marxis masih relevan dengan kondisi yang ada pada saat ini? Bukankan Blok Komunis di Eropa telahruntuh? Dengan demikian Marxisme sudah tidak berlaku lagi. Tanpa mengikutsertakan Cina sebagai negara dengan jumlahpenduduk terbanyak di dunia dan masih konsisten dalam menjalankan sistem pemerintahan komunis, dua pertanyaan diatas sepertinya telah menafikan dua fakta penting. Pertama, selain komunitas yang relatif kecil dan berumur relatif singkat,sejauh yang kita ketahui bahwa masyarakat Marxis yang sesungguhnya belum pernah terbentuk di muka bumi ini.Masyarakat komunis, meskipun mereka mengklaim bahwa prinsip-prinsip yang digunakan didasarkan pada teori Karl Marx(1818-1883), pada kenyataannya tetap mempraktekan sistem oligarki dimana pemerintahan dilakukan oleh sekelompokkecil yang memiliki wewenang dalam mengatur keuangan dan senjata, serta memaksakan kebijakan-kebijakan kepadamasyarakat dan melakukan kekerasan fisik dalam mejalankan fungsi kepatuhannya. Dan yang kedua, meskipun ketikamasyarakat Marxis memang benar-benar terbentuk di negara-negara yang menjalankan paham komunis, dan saat initatanan dalam masyarakat Marxis sudah tidak berlaku lagi, teori Marxis akan tetap menjadi khazanah keilmuan tertentuyang akan memperkaya cara pandang kita dalam memahami sejarah dan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada saat ini.Teori Marxis dapat digunakan untuk menginterpretasi kegagalan rezim komunis. Bagaimanapun, sebelum melakukaninterpretasi dengan menggunakan pendekatan Marxis terhadap serangkaian kejadian politik atau peristiwa apapun, kitatentunya harus memahami apa yang dimaksud dengan teori Marxis itu sendiri.

Premis-premis fundamental Marxisme

Sebenarnya apa yang disebut dengan teori Marxis? Mari kita coba menjawab pertanyaan tersebut dengan menjawabpertanyaan lainnya: apa yang akan dikatakan para kritikus Marxis mengenai pendekatan psikoanalisis (lihat pembahasansebelumnya "Pendekatan Psikoanalisis")? Kemungkinan mereka akan mengatakan bahwa dengan memusatkan perhatiankita terhadap kondisi kejiwaan dan elemen-elemen yang membentuk struktur kepribadian seseorang, seperti misalnyapermasalahan-permasalahan yang terjadi di keluarga, psikoanalisa telah mengalihkan perhatian kita daridorongan/kekuatan nyata yang membentuk pengalaman manusia yaitu sistem ekonomi dalam masyarakat. Pernyataantersebut pun akan berlaku untuk teori-teori lainnya. Apabila sebuah teori tidak mengedepankan realita-realita ekonomi,maka teori tersebut telah mengartikan kebudayaan manusia dengan tidak tepat. Bagi Marxisme, meraih danmempertahankan kekuasaan ekonomi merupakan motif dari seluruh aktivitas sosial dan politik, termasuk pendidikan, filosofi,agama, pemerintahan, seni, ilmu pengetahuan, teknologi, media, dan seterusnya. Dengan demikian, ekonomi merupakandasar dimana superstruktur dari realtitas sosial/politik/ideologi terbangun. Kekuatan ekonomi pun berdampak padakekuasaan sosial dan polik, sehingga belakangan ini istilah kelas sosio-ekonomi (socioeconomic class) lebih sering digunakanmenggantikan istilah kelas ekonomi dalam pembahasan-pembahasan mengenai struktur kelas.

Cynthia

Can't stop listening tomusic. Kind of solitarybut hate to be alonesometimes. Speak less

but yell a lot :). Like learningsomething new while trying to be thebest I can be.

View my complete profile

About Me

Curhat (1)

Kritik Sastra (8)

Linguistik (2)

My Works (7)

Serba-Serbi (7)

Teori Sastra (4)

Labels

We don't readand write poetrybecause it's cute.We read andwrite poetrybecause weare membersof the human race.And the human raceis filled withpassion.Medicine, law,business, engineering,these are allnoble pursuits, andnecessary to sustainlife. But poetry,beauty, romance, love,these are what we stayalive for.(Dead Poets Society).

Literary Work

Follow by Email

Email address... Submit

Tweets by @CynthiaNurcahya

My Tuips

My Favorite Links

0 More Next Blog» Create Blog

Page 2: Vacant Room_ Teori Marxis

10/20/2014 Vacant Room: Teori Marxis

http://cynthianurcahya.blogspot.com/2012/07/teori-marxis.html 2/8

Dalam terminologi Marxis, kondisi ekonomi adalah keadaan materi, dan suasana sosial/politik/ideologi yang muncul darikondisi materi, dan disebut sebagai situasi historis. Bagi para kritikus Marxis, baik peristiwa yang dialami oleh manusia(dalam domain politik atau pribadi) maupun hasil karya manusia (mulai dari kapal selam nuklir hingga tayangan televisi)tidak dapat dimengerti tanpa pemahaman terlebih dahulu mengenai kondisi materi/historis dimana peristiwa tersebutmuncul dan karya-karya tersebut lahir. Dengan demikian, terdapat penyebab materi/historis atas semua peristiwa yangdialami manusia dan karya-karya yang dihasilkan. Gambaran yang akurat mengenai seluk-beluk kehidupan manusia danperistiwa-peristiwa yang terjadi di dalamnya tidak dapat diperoleh melalui pencarian sesuatu yang abstrak, nilai dan prinsip-prinsip abadi, tetapi hanya bisa didapatkan dengan memahami kondisi nyata yang ada/yang terjadi di muka bumi ini. Olehkarena itu, analisis Maxis terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam kehidupan manusia termasuk karya-karya yangdihasilkan menitikberatkan pada hubungan antar kelas sosio-ekonomi, baik yang terbentuk di dalam masyarakat maupunantar masyarakat, dan hubungan tersebut menjelaskan seluruh kegiatan manusia dalam hal distribusi dan dinamikakekuasaan ekonomi. Praksis atau metode Marxis menyatakan bahwa ide-ide teoritis memiliki nilai ketika bisa diaplikasikansecara nyata, atau dalam kata lain diterapkan dalam dunia nyata.

Dari sudut pandang Marxis, perbedaan dalam kelas sosio-ekonomi jauh lebih penting dari perbedaan dalam agama, ras,etnis, atau gender, yaitu perbedaan antara "si kaya" dan "si miskin", perbedaan antara kaum borjuis – mereka yangmenguasai kekayaan alam, ekonomi, dan sumber daya manusia serta kaum proletar – masyarakat kebanyakan yang hidupdalam kondisi di bawah standar, umumnya mengerjakan pekerjaan-pekerjaan kasar/manual mulai dari pekerja tambang,buruh pabrik, penggali parit, membuat jalan raya – pekerjaan yang hanya akan menambah pundi-pundi kekayaan bagikalangan borjuis. Sayangnya, proletariat sendiri adalah yang terakhir dalam menyadari fakta tersebut. Beberapa penganutpaham Marxis percaya, sebagaimana yang diyakini oleh Karl Marx, bahwa suatu hari kaum proletar akan secara spontanmembangun kesadaran kelas untuk bangkit, melakukan revolusi untuk melawan para penindas (borjuis), dan menciptakansebuah masyarakat tanpa kelas. Bagaimanapun, ketika kaum proletar di negara tertentu manapun telah bertindak sebagaisebuah kelompok, terlepas dari keragaman yang ada di dalamnya (misalnya terlepas apakah mereka memberikan suarapada kandidat politik yang sama, memboikot perusahaan yang sama, atau melakukan pemogokan sampai kebutuhanmereka terpenuhi), akan terjadi perubahan radikal pada struktur kekuatan yang ada pada saat ini.

Sistem Kelas di Amerika

Di Amerika Serikat, saat ini semakin sulit untuk menggolongkan seseorang secara jelas apakah ia termasuk ke dalam kelasborjuis atau proletar. Seseorang yang menjalankan bisnis keluarga skala kecil dan mempekerjakan beberapa pegawai bisasaja memperoleh keuntungan usaha dengan jumlah yang lebih sedikit dari pendapatan per-tahun seorang pegawaipemasaran di suatu perusahaan besar. Dengan kata lain, di Amerika (dan negara-negara modern lain pada umumnya)setidaknya beberapa pegawai/pekerja dapat menghasilkan jumlah pendapatan yang lebih besar dari pemilik usaha. Olehkarena itu, akan lebih mudah jika menggolongkan kelas sosio-ekonomi masyarakat Amerika berdasarkan gaya hidup yangmereka jalani tanpa mempermasalahkan bagaimana cara mereka memperoleh uang (bekerja atau mengelola bisnis). Untuklebih jelasnya, mari kita buat peta sederhana mengenai pembagian kelas sosio-ekonomi masyarakat Amerika modern.

Terlepas dari kita setuju atau tidak mengenai individu-individu mana saja dapat dikategorikan sebagai kaum borjuis atauproletar, sebagian besar kita akan melihat perbedaan mencolok dalam kelas sosio-ekonomi dan gaya hidup diantarakelompok-kelompok masyarakat berikut ini: tuna wisma, mereka yang hanya memiliki sedikit harta benda (apabila ada) dansedikit harapan untuk menuju perubahan yang lebih baik; orang miskin, mereka pada umumnya hanya memiliki aksespendidikan dan peluang karir yang terbatas, sehingga mereka harus terus berjuang untuk mencukupi kebutuhan keluargadan hidup dalam ketakukan akan kehilangan tempat tinggal dan berakhir menjadi tuna wisma; masyarakat yang mapansecara finansial yaitu mereka yang memiliki tempat tinggal nyaman, kendaraan, dan mampu menyekolahkan anak-anakmereka hingga ke jenjang perguruan tinggi; orang kaya adalah mereka yang mampu membeli dua rumah atau lebih,beberapa kendaraan, dan barang-barang mewah; dan masyarakat yang tergolong sangat kaya biasanya terdiri daripara pemilik perusahaan besar yang mapan, memiliki rumah mewah dan luas, limosin, pesawat terbang dan kapal pesiarpribadi, kelompok masyarakat ini tidak pernah memiliki permasalahan apapun yang terkait dengan keuangan. Secarasederhana kelima kondisi sosiso-ekonomi tersebut biasa dikenal dengan istilah masyarakat kelas terendah, kelas bawah,kelas menengah, kelas atas, dan "aristokrasi."

Sangatlah jelas bahwa anggota masyarakat kelas bawah tertindas secara ekonomi: mereka terbelit dengan berbagaipermasalahan ekonomi dan terkena dampak terberat atas resesi ekonomi, serta hanya memiliki sarana terbatas untukmeningkatkan taraf kehidupan mereka. Sebaliknya, anggota dari masyarakat kelas atas dan "aristokrasi" menikmatikeistimewaan-keistimewaan ekonomi: mereka menjalani gaya hidup mewah, hampir tidak terpengaruh dengan resesiekonomi, serta menyimpan persediaan keuangan yang sangat banyak. Tapi bagaimana dengan anggota masyarakat kelasmenengah? Apakah mereka mengalami penindasan ekonomi atau malah mendapatkan keistimewaan secara ekonomi?Tentu saja jawabannya adalah keduanya. Gaya hidup dan kondisi sosiso-ekonomi masyarakat kelas menengah tentunyalebih baik dari masyarakat kelas bawah, hanya saja mereka tidak mampu untuk membeli rumah mewah berukuran besar;mereka memiliki stabilitas finansial yang lebih baik jika dibandingkan dengan masyarakat kelas bawah, meski mereka punkadang kala turut merasakan dampak resesi ekonomi dan dihantui kekhawatiran yang beralasan atas kondisi finansialmereka di masa yang akan datang; mereka diuntungkan dari bentuk-bentuk jaringan pengaman ekonomi seperti asuransimedis dan rencana-rencana pensiun, namun mereka pun harus membayar pajak dalam jumlah yang besar (dimanasebagian diantaranya merasa bahwa hal tersebut tidak adil).

Lalu mengapa kaum yang tertindas tidak melakukan perlawanan balik? Apa yang membuat masyarakat kelas bawahbertahan di posisi mereka dan terus berharap pada belas kasihan orang kaya? Untuk kaum miskin dan tuna wisma di

BBC Learning English

Free Classic Novels_pdf

Free E-Book

Ideas Worth Spreading

Poetry Archive

University of YouTube

5,855Total Pageviews

Page 3: Vacant Room_ Teori Marxis

10/20/2014 Vacant Room: Teori Marxis

http://cynthianurcahya.blogspot.com/2012/07/teori-marxis.html 3/8

Amerika pada saat ini, perjuangan mereka untuk bertahan hidup adalah faktor yang membuat mereka tetap berada dalamketerpurukan. Seseorang yang terus berjuang hanya untuk bertahan hidup atau berusaha agar anak-anaknya tetap makan,tentunya tidak memiliki kesempatan untuk terlibat secara aktif dalam kegiatan politik atau bahkan memiliki kesadaran politik.Elemen lainnya yang memperburuk nasib para proletar adalah aparat dan para petugas yang merupakan perpanjangantangan pemerintah. Di bawah instruksi dari pemerintah mereka seringkali bertindak kasar dan menganiaya masyarakatkelas bawah, orang miskin dianggap sebagai ancaman terhadap struktur kekuasaan, misalnya saja para aktivis serikatburuh seringkali ditangkap, dipukuli, atau bahkan dibunuh, atau beberapa tahun lalu para tuna wisma digusur dari rumahkarton mereka yang terletak di Central Park, New York. Hunian kumuh mereka dianggap mengganggu pemandanganapabila dilihat dari kaca jendela apartemen-apartemen mewah yang berdiri tegak di sekitar taman kota tersebut.Penindasan terhadap masyarakat miskin pun bahkan masih terus berlanjut yaitu melalui ideologi.

Peran Ideologi

Bagi Marxisme, ideologi merupakan sebuah sistem keyakinan, dan seluruh sistem keyakinan merupakan produk daripengkondisian budaya. Contohnya, kapitalisme, komunisme, Marxisme, patriotisme, agama, kode etik, humanisme, danastrologi, semuanya adalah ideologi. Teori-teori sastra pun merupakan ideologi. Bahkan pemahaman kita terhadappengetahuan mengenai perilaku alam adalah ideologi. Tetapi, meskipun hampir keseluruhan ilmu pengetahuan dapat kitaasumsikan memiliki komponen ideologis, tidak seluruh ideologi memiliki produktivitas yang sama atau dapat diterima begitusaja. Ideologi-ideologi yang tidak diharapkan biasanya memicu agenda politik represif, disamarkan sebagai cara alamidalam memandang dunia alih-alih ditampilkan secara nyata sebagai ideologi untuk memastikan bahwa ideologi-ideologitersebut diterima oleh khalayak. "Suatu hal yang wajar apabila laki-laki berada di pucuk pimpinan karena secara biologislaki-laki memang lebih unggul, sehingga secara fisik, intelektual, dan emosional laki-laki dianggap lebih mampu daripadaperempuan." Ungkapan tersebut merupakan ideologi seksis yang disamarkan menjadi pandangan alamiah alih-alih sebagaiproduk keyakinan budaya. "Setiap keluarga ingin memilki sebuah rumah dan sebidang tanah" merupakan ideologi kapitalis.Keyakinan tersebut pun dibenarkan oleh sebagian besar masyarakat Amerika tanpa menyadari bahwa keinginan untukmemiliki sebidang tanah tersebut lahir dalam balutan budaya kapitalis, budaya yang melingkupi kehidupan sehari-harimasyarakat Amerika (dan sebagian besar masyarakat dunia lainnya pada era sekarang ini). Sebaliknya, penduduk asliBenua Amerika (Suku Indian) justru mempertanyakan keyakinan tersebut, bagaimana mungkin sebidang tanah bisadimiliki? Bagi mereka, hal tersebut sama saja seperti mencoba memiliki udara yang kita hirup.

Dengan disamarkan menjadi sebuah kewajaran, ideologi represif menjadi sulit untuk dipahami sebagai dampak dari kondisimateri/historis, karena sebagian besar dari kita mungkin tidak menyadari bahwa ideologi-ideologi represif tersebut lahir darisebuah kondisi materi/historis dan kemudian terkait erat dengan cara kita memandang dunia. Marxisme mengakui dirinyasebagai sebuah ideologi, dan mengupayakan agar kita menyadari bahwa seluruh cara pandang kita merupakan produk darikondisi materi/historis, dimana ideologi represif seringkali membutakan kita dari fakta tersebut dan memaksa kita untuktunduk kepada sistem kekuasaan yang berfondasikan ideologi represif tersebut. Meskipun para pakar Marxis mempunyaipendapat yang beragam mengenai sejauh mana seseorang bisa "terprogram" oleh suatu ideologi, tetapi seluruhnyasepakat bahwa sebuah ideologi dikatakan benar-benar berhasil apabila tidak dirasa lagi sebagai ideologi melainkandianggap sebagai cara pikir alami dalam memandang dunia, khususnya oleh pihak-pihak yang beracuan pada ideologitersebut. Dengan demikian, meskipun sebagian pihak berpendapat bahwa kepentingan ekonomi masyarakat kelasmenengah di Amerika akan lebih baik apabila dikelola dalam aliansi politik bersama dengan masyarakat miskin dalamrangka memastikan distribusi ekonomi yang lebih berimbang antara masyarakat kelas bawah dan menengah, tetapi dalambeberapa kepentingan politik, masyarakat kelas menengah seringkali lebih berpihak pada masyarakat kelas atas.

Salah satu contoh sederhanya adalah, masyarakat kelas menengah cenderung tidak senang kepada kaum miskin karenauang pajak yang mereka bayarkan akan digunakan untuk mendanai program pemerintah yaitu membantu masyarakatmiskin. Bagaimanapun, masyarakat kelas menengah telah gagal memahami dua realitas penting yaitu: (1) posisi-posisikekuasaan diduduki oleh orang kaya, dan merekalah yang memutuskan kemana uang-uang pajak tersebut akan disalurkan(dengan kata lain, masyarakat kelas ataslah yang telah membuat masyarakat kelas menengah menyokong kehidupanmasyarakat kelas bawah), dan (2) masyarakat miskin hanya menerima sebagian kecil dana yang pada awalnyadialokasikan bagi mereka, karena sebagian besar uang pajak ternyata masuk kembali ke kantong orang kaya melaluikecurangan-kecurangan (suap, kecurangan dalam pembukuan) sebagai pihak yang mengendalikan pelayanan sosial danmengelola karyawan-karyawan kelas menengah. Lalu ideologi apakah yang telah membutakan masyarakat kelasmenengah Amerika modern (dan masyarakat-masyarakat kelas menengah di negara maju lainnya, atau negara-negaradengan kondisi ekonomi serupa dengan Amerika) sehingga mereka tidak menyadari akan ketidakadilan sosial ekonomiyang terjadi pada saat ini? Sebagian besar masyarakat kelas menengah telah dibutakan oleh keyakinan mereka tentangupaya dalam mengejar mimpi dan memaknai harapan, atau di Amerika sendiri khususnya dikenal dengan istilah "Americandream," dimana keberhasilan (finansial) merupakan buah dari inisiatif dan kerja keras. Maka dari itu, apabila seseorangtergolong ke dalam masyarakat miskin, hal tersebut tiada lain disebabkan karena orang tersebut kurang berupaya ataumalas.

Di Amerika, merupakan suatu hal yang lumrah apabila seseorang menginginkan rumah yang lebih nyaman, pakaian yanglebih bagus, dan seterusnya. Kata "lebih" disini tidak hanya mengacu pada sesuatu yang lebih baik dari yang pernah dimilikisebelumnya, tetapi juga lebih dari yang dimiliki orang lain. Masyarakat Amerika meyakini bahwa "berkompetisi" adalah suatukeharusan dan keinginan untuk menjadi unggul adalah sebuah kewajaran. Lagipula, bukankan hukum alam punmengajarkan hal yang serupa? "Yang kuat akan bertahan!" Dan bukankan pandangan tersebut sangat sesuai dengansemangat individualisme yang berkembang di Amerika? Tanpa semangat individualisme tersebut, Amerika mungkin tidakakan tumbuh menjadi negara besar seperti yang ada pada saat ini.

Page 4: Vacant Room_ Teori Marxis

10/20/2014 Vacant Room: Teori Marxis

http://cynthianurcahya.blogspot.com/2012/07/teori-marxis.html 4/8

Sementara pandangan mengenai upaya manusia tersebut tampak wajar dan benar, dan kita tentunya dapat mengambilcontoh orang-orang yang telah berhasil karena kerja kerasnya masing-masing, analisis Marxis tetap memandang bahwabudaya kompetisi dan upaya individu (baca American dream) sebagai suatu ideologi, sistem keyakinan, bukan cara alamidalam memandang dunia. Dan seperti ideologi-ideologi lainnya yang mendukung ketidakadilan sosial ekonomi – yaitusarana-sarana produksi (sumber daya alam, finansial dan manusia) dikuasai oleh pihak swasta dan pihak-pihak yangmemiliki sarana produksi tersebut menduduki kelas masyarakat dominan – American dream telah membutakan masyarakatAmerika terhadap tragedi kegagalan moral baik yang terjadi di masa lampau maupun saat ini: genosida/pembunuhan masalterhadap penduduk asli Amerika, perbudakan terhadap bangsa Afrika, perlakuan kasar terhadap masyarakat pendatang,jurang pemisah yang semakin lebar antara si kaya dan si miskin, semakin bertambahnya jumlah penduduk tuna wisma, danseterusnya. Dengan kata lain keberhasilan American dream hanya akan dinikmati oleh segelintir orang dan menciptakankesengsaraan bagi masyarakat kebanyakan. Dan disanalah kekuatan ideologi tersebut memainkan peran, keyakinantentang kewajaran dan keadilan dalam upaya meraih mimpi telah membutakan masyarakat mengenai realitas keras di balikkeyakinan tersebut.

Sebagian dari kita mungkin ingin menginterupsi dan bertanya, "Bukankah kalau mau berhasil memang harus bekerja-keras? Meskipun dalam prakteknya konsep tersebut kadangkala tidak selalu benar, tapi bukankah kita sebaiknya terusberusaha hingga berhasil?" Bagi Marxisme, ketika sebuah konsep berfungsi untuk menutupi kegagalannya tersediri, makadapat dikategorikan sebuah konsep palsu, atau kesadaran palsu yang mana tujuan utamanya adalah mendukungkepentingan pihak-pihak yang berkuasa. Dalam kasus American dream, pertanyaan untuk analisis Marxisnya adalah,"Bagaimana caranya sehingga hampir seluruh masyarakat Amerika mendukung konsep American dream, bahkan olehmereka yang gagal mewujudkan harapan tersebut, dan bagaimana konsep tersebut sebenarnya hanya mendukungkepentingan pihak-pihak yang berkuasa?"

American dream serupa dengan lotere dimana setiap orang memiliki peluang untuk menang, dan selayaknya kecanduanjudi pada umumnya, masyarakat berpegang teguh pada kemungkinan menang tersebut. Pada faktanya, ketika kondisifinansial kita semakin lemah, maka akan semakin besar kita berharap untuk menang. Konsep American dream punmemperdengarkan apa yang ingin didengar oleh masyarakat: setiap orang memiliki peluang yang sama tanpa melihat latarbelakang sosialnya apakah dari keluarga miskin atau kaya. Tidak peduli apakah orang kaya pun sependapat dengan haltersebut, yang terpenting adalah keyakinan diri kita sendiri. Keyakinan ini pun termasuk dengan tidak mempermasalahkanbahwa orang kaya mendapat layanan kesehatan terbaik, memiliki kenyamanan materi, hak sosial yang lebih, dankeistimewaan-keistimewaan lainnya. Setiap orang perlu merasa baik akan dirinya sendiri, terutama ketika kehidupan tidakterlalu bersahabat dikarenakan beban permasalahan keuangan mislnya, maka sebagian besar orang akan semakin tertarikpada konsep pemuasan ego yang ditawarkan oleh American dream (setiap orang memiliki peluang yang sama). Sebalikya,American dream pun menghindarkan para orang kaya dari rasa bersalah ketika mereka dapat menikmati gaya hidupmewah dan mapan sementara begitu banyak saudara sebangsa lainnya hidup dalam himpitan kemiskinan. KonsepAmerican dream mengajarkan pada orang kaya bahwa mereka layak atas kemewahan yang mereka miliki sebagai buahdari upaya yang mereka lakukan. Dengan demikian konsep yang ditawarkan American dream telah menutupi realitamateri/historis dan berhasil menginspirasi hampir seluruh masyarakat Amerika dari berbagai kalangan kelas sosial ekonomi.

Menurut sudut pandang Marxis, ideologi memainkan peranan penting dalam menjaga eksistensi pihak-pihak yang berkusa.Berikut ini adalah beberapa contoh untuk memperkuat perspektif tersebut. Classism (diskriminasi yang didasarkan padaperbedaan kelas sosial) adalah ideologi yang memandang bahwa nilai seseorang ditentukan berdasarkan kelas sosialnya:semakin tinggi kelas sosial seseorang maka ia akan semakin baik, hal ini pun biasanya diakaitkan dengan keturunan. Dalamsudut pandang para fanatisme strata sosial, orang-orang yang berada dalam skala sosial lebih tinggi secara alaminya akanlebih superior, terpelajar, beretika, dan seterusnya. Sebaliknya, orang-orang yang berasal dari kalangan bawah alaminyaadalah individu yang pemalas dan tidak bertanggung jawab. Oleh karena itu, merupakan suatu kewajaran ketika posisikepemimpinan/kekuasaan diduduki oleh individu-individu kelas atas karena mereka memang terlahir untuk menjadipemimpin, dan satunya-satunya yang pantas dan bisa dipercaya untuk memiliki kekuasaan.

Patriotisme adalah ideologi yang membuat rakyat miskin berperang melawan rakyat miskin dari negara lainnya (uang dankedudukan sosial seringkali membuat seseorang terbebas dari tugas berperang), sementara kaum borjuis dari keduanegara yang bertikai meraup keuntungan dari masa perang ekonmi. Patriotisme menumbuhkan semangat pada diri kaummiskin sebagai bagian dari suatu negara dan terpisah dari negara lainnya, alih-alih sebagai kaum tertindas dunia danmelawan masyarakat kelas istimewa, termasuk yang berasal dari negara mereka sendiri. Patriotisme mencegah para kaummiskin untuk bersatu dan memperbaiki kondisi sosial ekonomi mereka dalam skala global.

Agama, yang disebut oleh Karl Marx sebagai "candu bagi masyarakat," adalah ideologi yang membuat seseorang merasapuas dengan kondisi miskin yang ia alami, atau setidaknya bersikap toleran terhadap himpitan ekonomi yang dihadapi,serupa dengan kinerja obat penenang. Pertanyaan mengenai keberadaan Tuhan bukanlah permasalahan mendasar dalamanalisis Marxis, melainkan yang menjadi fokus utamanya adalah tindalan terorganisir apa yang dilakukan manusia atasnama Tuhan. Misalnya ketika banyak kelompok umat beragama berupaya untuk memberi makan, pakaian, tempat tinggal,dan memberikan akses pendidikan kepada masyarakat miskin dunia, ajaran agama yang disebarluaskan bersamaandengan bantuan yang diberikan adalah keyakinan bahwa dengan tidak melakukan tindak kekerasan maka kaum miskintersebut pada akhirnya akan mendapatkan ganjaran pahala di surga. Sangat jelas bahwa sekitar 10% populasi dunia yangmenguasai kurang lebih 90% kekayaan dunia memiliki kepentingan dalam mendukung penyebaran nilai-nilai agamatersebut terhadap kaum miskin.

Individualisme, yang merupakan landasan dari konsep American dream, adalah ideologi yang mempromosikan upaya

Page 5: Vacant Room_ Teori Marxis

10/20/2014 Vacant Room: Teori Marxis

http://cynthianurcahya.blogspot.com/2012/07/teori-marxis.html 5/8

masing-masing individu dalam mencapai tujuan yang tidak mudah untuk diraih, sebuah tujuan yang seringkali melibatkanresiko-resiko yang tidak siap dilalui oleh kebanyakan orang. Pada masa lalu, tujuan yang dimaksud biasanya berupa upayapencarian emas atau barang tambang bernilai lainnya, dan sebagian besar orang harus mengorbankan nyawa merekadalam upaya pencarian tersebut. Untuk saat ini, tujuan yang ingin dicapai biasanya melibatkan resiko usaha yang sangatbesar, seseorang harus berhadapan dengan resiko kehilangan seluruh uangnya untuk mencapai tujuan yang ingin ia raih.Meskipun kemampuan untuk menaklukan semua resiko terdengar mengagumkan, para pemikir Marxis tetap memandangbahwa individualisme adalah sebuah ideologi yang syarat dengan penindasan dan kasar karena individualismemenempatkan kepentingan pribadi di atas kepentingan orang lain atau bahkan keberlangsungan hidup orang banyaklainnya. Dengan hanya berfokus pada kemapanan diri sendiri, individualisme telah menghancurkan konsep kesejahteraansecara kolektif dan khususnya perbaikan hidup bagi masyarakat kelas bawah. Selain itu, individualisme pun memberikankita ilusi bahwa kita dapat membuat keputusan kita sendiri tanpa dipengaruhi oleh ideologi apapun, yang pada faktanya kitasemua dipengaruhi oleh berbagai idelogi sepanjang masa hidup kita, terlepas apakah kita menyadarinya atau tidak.

Konsumerisme adalah landasan lain dari konsep American dream. Konsumerisme adalah sebuah ideologi yangmenekankan bahwa nilai seseorang ditentukan dengan apa yang mampu ia beli. Dengan demikian, konsumerismememenuhi dua tujuan ideologis secara bersamaan: konsumerisme menciptakan ilusi bahwa saya bisa menjadi "sebaik"orang-orang kaya ketika saya dapat membeli apa yang mampu mereka beli (meskipun dengan jalan mengutang ataumembayar dengan kartu kredit), dan secara tidak sadar saya terus menambah pundi-pundi kekayaan para konglomeratsebagai pihak yang memproduksi dan menjual kebutuhan kepada konsumen dan menuai keuntungan dari jumlah bunga 15-20% yang dibebankan pada tagihan kartu kredit saya.

Tentunya masih banyak lagi contoh-contoh ideologi kapitalis lainnya yang bisa kita analisis. Beberapa contoh kecil di atashanya ditunjukan untuk menggambarkan pandangan umum teori Marxis terhadap ideologi represif. Tujuan utamapendekatan Marxis adalah untuk mengidentifikasi ideologi yang melatarbelakangi lahirnya sebuah karya budaya, sepertikarya sastra, film, lukisan, musik, program televisi, iklan komersil, pendidikan, filsafat populer, agama, bentuk-bentukhiburan, dan seterusnya, serta untuk menganilis bagaimana ideologi tersebut mendukung atau sebaliknya melemahkansistem sosio-ekonomi (struktur kekuasaan), khususnya pda saat produksi budaya memainkan peranan penting. Ketika parapenganut Marxisme meyakini bahwa seluruh fenomena sosial, dimulai dari praktek membesarkan anak hinggapermasalahan-permasalahan lingkungan, adalah bagian dari produk budaya, dan budaya tidak dapat dipisahkan dari sistemsosio-ekonnomi yang melingkupinya – banyak dari mereka yang tertarik pada produksi budaya dalam lingkup yang lebihsempit, misalnya seni, musik, film, teater, sastra, dan televisi. Bagi para kritikus Marxis, budaya dalam lingkup yang lebihsempit adalah sarana menyampaikan ideologi yang paling utama, karena produk-produk budaya dalam skala kecil tersebutdapat mejangkau begitu banyak massa dalam bentuk yang tidak disadari, yaitu hiburan. Ketika kita merasa terhibur,pertahanan kita pun menurun, dan kita berada dalam kondisi yang rentan terhadap pemrograman ideologi.

Perhatikan contoh berikut ini, sebuah representasi dari seorang laki-laki tuna wisma yang muncul dalam acara komedisituasi di sebuah televisi. Laki-laki tuna wisma setiap malam tidur di halte bus, yang merupakan setting lokasi dari acarakomedi situasi tersebut. Adegan berlanjut ketika si laki-laki sedang berbicara di telepon pada sebuah bilik telepon umum,kemudian tukang pos datang dan memberikan surat kepada laki-laki tersebut (terdengar suara tawa: laki-laki tuna wismasangat sering berkeliaran di halte bus sehingga tukang pos pun mengira bahwa halte bus tersebut adalah rumahnya). Lelakituna wisma pun memeriksa surat-suratnya dan kemudan berkomentar dengan santai sambil menggelengkan kepala, "Andaisaja kantor pos mau bekerja lebih keras dan selektif dalam menyortir surat-surat sampah ini!" (terdengar suara tawa yanglebih keras: alih-alih mengeluhkan atau menyadari kondisi sebenarnya yang ia alami, ia mengeluh tentang surat-suratsampah yang ia terima). Adegan dalam komedi tersebut kemungkinan terkesan baik-baik saja, tapi seorang kritikus Marxisakan melihat bahwa ada sebuah pesan tersirat yang mendukung kepentingan struktur kekuasaan kapitalis: "Tidak perlukhawatir terhadap para tuna wisma; mereka baik-baik saja" atau lebih parahnya, "Para tuna wisma memang biasa dan sukahidup seperti itu, dan itu memang gaya hidup mereka."

Kembali ke konsep American dream. Bagaimana kotribusi American dream terhadap gambaran kehidupan tuna wismatersebut? Konsep American dream berkontribusi dengan mempromosikan mitos, sebagaimana yang telah dibahassebelumnya, bahwa keberhasilan finansial hanya dapat diperoleh semata-mata melalui inisiatif dan kerja keras. Oleh karenaitu, orang miskin sudah pasti pemalas. Secara tidak langsung, kita dipaksa untuk melupakan fakta bahwa seseorang tidakdapat memperoleh pekerjaan apabila tidak memiliki tempat tinggal (kita harus mencantumkan alamat rumah kita dalamdaftar riwayat hidup ketika akan melamar pekerjaan), dan seseorang tidak akan mampu membeli sebuah rumah apabilatidak memiliki pekerjaan/penghasilan, jadi sebagian besar tuna wisma terpaksa menjalani kehidupan sebagai gelandangandikarenakan kondisi ekonomi yang berada diluar kendali mereka, dan sebagian tuna wisma lainnya kemungkinan terpaksahidup menggelandang karena mereka diusir dari rumah sakit jiwa, yang mana mereka sebenarnya membutuhkanpengobatan/terapi yang mahal dan tentunya tempat tinggal.

Perilaku manusia, komoditas, dan keluarga

Meskipun karya-karya Karl Marx pada umumnya berfokus pada permasalahan ekonomi, satu hal yang tidak bisa dilupakanyaitu pada masa ia menjadi mahasiswa, ia banyak mengkaji tentang psikologi sosial. Salah satu contonhnya adalahkepedulian Marx terhadap bangkitnya industrialisme pada pertengahan abad ke-19. Marx prihatin terhadap dampak darikerja pabrik terhadap orang-orang yang dipaksa untuk menjual tenaga mereka untuk bekerja di sektor industri,menggantikan mata pencaharian mereka sebelumnya sebagai petani atau pengrajin mandiri. Karena para pekerja pabrikmenghasilkan produk dalam jumlah yang besar dan beroperasi dalam sistem kerja masal, maka tidak ada salah satu produkpun yang menandakan keberadaan kontribusi dari masing-masing buruh pabrik, Marx melihat bahwa para pekerja pabriktidak hanya terpisah dari produk yang mereka hasilkan tetapi juga upaya/kinerja yang telah mereka kerahkan, dan Marx

Page 6: Vacant Room_ Teori Marxis

10/20/2014 Vacant Room: Teori Marxis

http://cynthianurcahya.blogspot.com/2012/07/teori-marxis.html 6/8

menekankan akan adanya suatu efek yang melemahkan, atau yang ia sebut dengan istilah alienated labor (tenaga kerjaterasing) pada buruh dah pada masyarakat secara keseluruhan.

Demikian pula dengan perhatian Marx terhadap bangkitnya ekonomi kapitalis, yang menjadi fokus utamanya adalahdampak-dampak kapitalisme terhadap nilai-nilai manusia. Dalam sistem ekonomi kapitalis, nilai suatu benda/objek menjadiimpersonal. Nilainya diterjemahkan ke dalam moneter atau jumlah uang, dan ditentukan semata-mata berdasarkanketerkaitannya dengan pasar moneter. Yang menjadi pertanyaan utamanya adalah, ada berapa banyak orang yang akanmembeli barang tersebut, dan mereka bersedia membayar berapa untuk mendapatkannya? Terlepas apakah orang-orangbenar membutuhkan barang tersebut atau harga yang ditetapkan memang benar-benar layak atau sesuai. Dalam budayaAnglo-Eropa, kapitalisme muncul sebgai pengganti dari sistem ekonomi barter dimana tenaga kerja atau barang ditukardengan tenaga kerja atau barang lainnya, tergantung pada kemampuan dan kebutuhan masing-masing individu yangterlibat dalam proses pertukaran tersebut. Para kritikus Marxis sebelumnya lebih banyak menitikberatkan tentangbagaimana ideologi ditularkan melalui budaya populer dan bekerja di dalam kehidupan emosional kita. Dengan demikian,ketertarikan Marx yang selanjutnya adalah perilaku manusia dan pengalaman.

Tentu saja pandangan Marx mengenai perilaku manusia mengikutsertakan dampak kerusakan yang disebabkan kapitalismeterhadap psikologi manusia, dan dampak-dampak kerusakan tersebut seringkali muncul dalam hubungan kita dengankomoditas. Berdasarkan Marxisme, nilai suatu komoditas tidak terletak pada apa yang dapat dilakukan komoditas tersebut(nilai kegunaan) tetapi pada jumlah uang atau komoditas lain yang dapat dijadikan sebagai sarana barter (nilai tukar), ataudalam status sosial, komoditas tersebut menandakan kedudukan pemiliknya (tanda nilai tukar). Suatu benda dapatdikategorikan sebagai komoditas apabila benda tersebut bernilai tukar. Contohnya ketika saya membaca suatu buku hanyauntuk kesenangan atau menambah informasi, atau bahkan saya gunakan untuk menopang kaki meja, maka buku tersebuthanya memiliki nilai guna. Ketika saya dapat menjual buku tersebut, maka buku tersebut memiliki nilai tukar. Apabila ketikasaya menggenggam buku tersebut dan membuat orang lain yang melihatnya terkesan, maka buku tersebut memiliki tandanilai tukar.

Komodifikasi adalah tindakan menghubungkan objek/benda atau orang dengan nilai tukar atau tanda nilai tukarnya. Sayamengkomodifikasi sebuah karya seni yang saya beli sebagai investasi, yang artinya suatu hari nanti saya bermaksud untukmenjualnya dengan harga yang lebih tinggi, atau ketika saya membelinya saya ingin memberi kesan kepada orang-orangbahwa saya adalah individu yang memiliki cita rasa seni yang tinggi. Pada akhirnya, poses komodifikasi tersebut pun akansaya lakukan pada manusia, tepatnya ketika saya mencoba menjalin hubungan dengan mereka. Sekali lagi, suatuobjek/benda dapat dikatakan sebagai komoditas apabila objek/benda tersebut memiliki nilai tukar atau tanda nilai tukar.Sebagian dari kita memilih pasangan hidup atau kekasih dengan mempertimbangkan seberapa banyak uang atau hartabenda yang dapat mereka berikan pada kita (nilai tukar), memilih teman/sahabat dengan mempertimbangkan seberapabanyak keuntungan yang dapat kita peroleh melalui pertemanan tersebut (nilai tukar), atau kita memilih berkencan denganseseorang untuk membuat teman-teman dan orang-orang di sekitar kita terkesan (tanda nilai tukar). Apabila hal tersebutkita lakukan, maka secara sadar atau tidak kita telah melakukan komodifikasi terhadap manusia.

Menurut perpektif Marxis, karena keberlangsungan kapitalisme tergantung pada konsumerisme, maka kapitalismemempromosikan tanda nilai tukar sebagai cara utama dalam menghubungkan masing-masing individu dengan dunia disekitarnya. Hal terbaik bagi para pelaku sistem ekonomi kapitalis adalah masyarakat (yang juga telah terbalut dalam budayakapitalisme) yang merasa kurang percaya diri/resah dengan diri mereka apabila mereka tidak terlihat trendi. Dengandemikian, masyarakat akan terus terdorong untuk membeli baju baru, membeli produk kosmetik mahal, dan pergi ke salonbergengsi untuk merasa lebih baik, membuat orang-orang di sekitar terkesan, atau setidaknya tidak merasa minder dariorang lain. Dengan demikian, semakin seseorang merasa tidak nyaman dengan dirinya, maka hal tersebut akan mendorongseseorang untuk membeli atau mengkonsumsi lebih banyak kebutuhan/layanan. (Apakah gigi saya kurang putih? Haruskahsaya meluruskan rambut saya? dan seterusnya). Dan karena rasa tidak aman mengenai diri sendiri dan perilaku yangselalu membanding-bandingkan diri dengan orang lain (apakah telepon genggam yang saya miliki lebih canggih dari iapunya? Apakah kulit saya sehalus kulitnya?) membuat kita membeli lebih banyak produk, persaingan yang dipromosikandalam sistem ekonomi kapitalis tidak hanya antar perusahaan yang berniat menjual produk, tetapi juga antar individu yangmerasa bahwa mereka perlu mempromosikan diri mereka sendiri untuk menjadi populer atau sukses.

Untuk memastikan keberlangsungannya, kapitalisme terus membutuhkan pasar baru untuk menjual produk dan sumberbahan baku baru untuk menghasilkan produk tersebut. Dengan demikian, Marxisme memandang bahwa kapitalismebertanggung jawab atas penyebaran imperialisme: dominasi militer, ekonomi dan budaya terhadap suatu negara yangdilakukan oleh negara lain demi kepentingan finansial negara yang mendominasi tanpa memperdulikan atau hanya sedikitperhatian terhadap kesejahteraan negara yang didominasi. Kendali Spanyol atas Meksiko, dominasi Inggris terhadap India,eksplotasi Belgia terhadap wilayah Kongo –Afrika, dan upaya Amerika Serikat untuk mensubordinasi/menomorduakanpenduduk asli di Amerika Utara, Tengah dan Selatan adalah contoh kecil dari kegiatan-kegiatan imperialis. Ketika negaraimpelialis membentuk komunitas pada sebuah negara "terbelakang," maka komunitas tersebut disebut koloni. Terlepas dariklaim negara-negara imperialis yang menyatakan bahwa kendali yang mereka lakukan membawa pengaruh positif terhadapkoloni-koloninya, tujuan utama sebenarnya adalah keuntungan ekonomi bagi "negara induk/negara yang mendominasi."

Dalam konteks kapitalisme, kesadaran pun dapat "dijajah." Kolonisasi kesadaran masyarakat kelas dua (masyarakat darinegara-negara berkembang/terbelakang/miskin) dilakukan dengan meyakinkan mereka untuk melihat kondisi merekasebagaimana yang diinginkan oleh negara imperialis, misalnya menanamkan keyakinan bahwa mereka secara mental,spiritual dan budaya masih jauh tertinggal dari negara penakluk, dan kehidupan mereka akan lebih baik di bawah"bimbingan" dan "perlindungan" pemimpin baru/negara imperialis. Para pemilik budak pada era sebelum perang sipil diAmerika misalnya, para pemilik budak mencoba meyakinkan para budak Afrikanya bahwa mereka tidak beradab, tidak

Page 7: Vacant Room_ Teori Marxis

10/20/2014 Vacant Room: Teori Marxis

http://cynthianurcahya.blogspot.com/2012/07/teori-marxis.html 7/8

bertuhan dan kapanpun bisa kembali pada kanibalisme apabila tidak diawasi secara terus-menerus oleh tuan kulit putihmereka. Pada faktanya, budak-budak Afrika tersebut berasal dari kebudayaan kuno yang mana mereka memiliki berbagaimacam bentuk seni, musik, agama, dan nilai-nilai etika yang dapat mereka banggakan. Upaya serupa dalam menjajahkesadaran para garis ras (keturunan dari budak-budak Afrika yang dibawa ke Amerika) berlanjut hingga abad ke-20 melaluipenanaman citra buruk tentang masyarakat Amerika kulit hitam di media, pemaparan yang tidak tepat/memadai mengenaipengalaman warga Afrika-Amerika di buku-buku sejarah, dan penggambaran mengenai kehebatan dan keagungan bagsaAnglo-Saxon.

Sangat jelas bahwa perhatian Marxisme pada psikologi manusia tumpang tindih dengan pendekatan psikoanalisis: keduateori tersebut mempelajari perilaku manusia dan motivasi psikologis. Meskipun demikian, psikoanalisa menitikberatkan padajiwa individu dan pembentukannya di dalam keluarga, sedangkan Marxisme berfokus pada dorongan-doronganmateri/historis – politik dan ideologi dari sistem sosio-ekonomi – yang membentuk pengalaman psikologis dan perilakuindividu maupun kelompok/masyarakat. Bagi Marxisme, keluarga bukanlah sumber dari identitas psikologi seseorangmengingat baik individu maupun keluarga adalah produk dari keadaan materi/historis. Keluarga secara tidak sadarmembawa serta "program" budaya dalam membesarkan anak-anaknya, tetapi program tersebut sebenarnya dihasilkan olehbudaya sosio-ekonomi. Meskipun orang tua kita yang menceritakan dongeng sebelum tidur, membawa kita ke bioskop, danorang tua kita yang membentuk moral kita, tetapi sebenarnya sistem sosial yang melatarbelakangi muncul/dibuatnyacerita/dongeng, film, dan moral, yang mana semuanya ditujukan untuk melayani kepentingan-kepentingan para pihak yangmengendalikan sistem sosial tersebut. Maka dari itu, ketika kritikus psikoanalisis meneliti konflik keluarga dan luka-lukapsikologis untuk menentukan struktur perilaku manusia, para kritikus Marxis menguji perilaku manusia sebagai produk darikekuatan ideologi yang dibawa oleh elemen-elemen budaya seperti film, busana, seni, musik, pendidikan, dan hukum.Selain itu, para kritikus Marxis akan menunjukan bahwa disfungsi/gangguan di dalam keluarga pun merupakan produk darisistem sosial ekonomi dan ideologi-ideologi yang berlaku di dalam sistem tersebut.

Marxisme dan sastra

Tema keluarga seringkali muncul dalam karya sastra, jadi mari kita mulai pembahasan kita mengenai Marxisme dan sastradengan membandingkan pembacaan Marxis dan psikoanalisis terhadap drama keluarga karya Arthur Miller yang berjudulDeath of a Salesman (1949). Pembacaan psikoanalisis terhadap drama tersebut akan menitikberatkan pada elemen-elemen seperti pengabaian yang dirasakan oleh Willy sejak ia kecil oleh ayah dan kakak laki-lakinya; penolakan Willyterhadap realitas yang kemudian diproyeksikan pada anak laki-lakinya Biff; pesaingan saudara antara Happy dan Biff;penolakan dan pemindahan permasalahan sebenarnya dengan Willy yang dilakukan oleh Linda. Adegan utama yang akandigunakan sebagai media interpretasi dalam proses pembacaan psikoanalisis adalah konfrontasi Biff dengan Willy di hotel,yaitu pada saat ia menemukan ayahnya bersama perempuan lain. Aspek-aspek drama, sebagaimana yang tercantum diatas, merupakan elemen yang paling menarik bagi para kritikus psikoanalisis karena para kritikus psikoanalisis lebihberfokus pada kondisi psikologi masing-masing individu sebagai produk dari sebuah keluarga. Pembacaan Marxissebaliknya akan menitikberatkan pada permasalahan-permasalahan psikologis yang diakibatkan oleh kondisi materi/historis:ideologi American dream yang mengatakan pada Willy bahwa harga dirinya hanya dapat diperoleh melalui keberhasilanekonomi, dan ideologi tersebut pun yang memaksa Willy untuk terus melihat ke atas, berkaca pada saudaranya Ben yangjauh lebih sukses; ideologi konsumerisme yang membuat keluarga Loman membeli barang-barang yang sebenarnyamereka tidak mampu beli dengan cara kredit; kerasnya daya saing bisnis dunia yang tetap menempatkan Willy padapekerjaan komisi setelah tiga puluh tahun ia mengabdi pada suatu perusahaan; potensi tindakan eksploitatif dari suatusistem sosio-ekonomi yaitu dimana tidak seluruh perusahaan perlu menyediakan dana pensiun yang cukup bagikaryawannya; dan ideologi kapitalisme "yang kuat akan bertahan" yang menyebabkan Howard memecat Willy tanpamemperdulikan dampak tersebut terhdap kondisi mental Willy yang memang sudah terganggu. Adegan utama yangdigunakan sebagai interpretasi dalam proses pembacaan Marxis adalah ketika Howard (setelah menunjukan tanda-tandakeberhasilannya secara ekonomi) memecat Willy, dan menyuruh Willy untuk meminta bantuan keuangan pada anak-anaknya.

Sangat jelas bahwa pendekatan Marxis menggunakan konsep psikoanalisis dalam proses interpretasinya. Contohnyaadalah penyangkalan Willy terhadap kenyataan dan halusinasi-halusinasi regresif yang ia alami dipandang sebagai buktinyata dari agenda ideologis American dream yang bedampak melemahkan pada kondisi psikologis seseorang: Americandream tentu saja baik bagi para pelaku ekonomi kapitalis, tetapi bersamaan dengan hal tersebut, kesejahteraan banyakorang harus dikorbankan, khususnya orang-orang yang tidak mampu mewujudkan mimpi tersebut.

Bagi Marxisme, sastra bukanlah suatu objek yang berada dalam ranah estetik dan tidak mengenal batas waktu sehinggaperlu direnungkan secara pasif, tetapi sebagaimana manifestasi budaya lainnya, sastra adalah produk dari keadaan sosio-ekonomi, yaitu kondisi ideologi pada saat dan tempat dimana karya sastra tersebut ditulis. Karena manusia sendiri adalahproduk dari kondisi sosio-ekonomi dan ideologi, maka diasumsikan bahwa para penulis tidak dapat membuat suatu karyayang tidak menyertakan unsur-unsur ideologi itu sendiri.

Fakta bahwa sastra tumbuh dan mencerminkan kondisi materi/historis yang sesungguhnya memunculkan setidaknya duahal menarik bagi para kritikus Marxis: (1) karya sastra cenderung memperkuat unsur-unsur ideologi yang terkandung didalamnya kepada pembaca, atau (2) karya sastra mengundang pembaca untuk mengkritisi ideologi-ideologi yang termuat didalam karya sastra tersebut. Sebagian besar teks memainkan peran keduanya.

Terkadang tidak hanya semata-mata isi atau tema karya sastra saja yang membawa unsur-unsur ideologi, tetapi jugabentuk dari karya sastra tersebut. Realisme, naturalisme, surealisme, simbolisme, modernisme, posmodernisme, tragedi,komedi satir, dan genre-genre serta unsur-unsur intrinsik sastra lainnya adalah sarana yang didasari konsep-konsep

Page 8: Vacant Room_ Teori Marxis

10/20/2014 Vacant Room: Teori Marxis

http://cynthianurcahya.blogspot.com/2012/07/teori-marxis.html 8/8

Older PostHome

Subscribe to: Post Comments (Atom)

Posted by Cynthia at 11:18 AM

Labels: Teori Sastra

Reactions: funny (0) interesting (0) cool (0)

ideologi. Pertanyaannya adalah, bagaimana genre suatu karya sastra dapat memuat unsur ideologi?

Realisme misalnya. Genre sastra realisme memberikan gambaran mengenai karakter dan rentetan peristiwa secara nyata,seolah-olah kita menyaksikannya langsung di depan mata kita. Perhatian kita ditujukan untuk mengarah pada tindakan-tindakan yang disampaikan melalui kata-kata, kita malah terkadang lupa pada kata-kata yang sedang kita baca, karenanarasi memang disusun sedemikian rupa agar kita "tersesat" di dalam cerita. Sebagian alasan kita tidak menyadari bahasadan strutur yang tertuang dalam suatu karya sastra beraliran realisme karena tindakan direpresentasikan dan disusundalam suatu urutan koheran yang mengajak kita untuk menghubungkan tindakan tersebut dengan peristiwa nyata yangterjadi dalam kehidupan kita pribadi, dan karakter-karakter yang digambarkan dalam cerita sangat mirip dengan orang-orang yang mungkin pernah kita temui. Sehingga kita merasa bahwa diri kita "terdorong masuk" ke dalam cerita.

Bagi sebagian kritikus Marxis, realisme adalah bentuk terbaik untuk menyampaikan tujuan-tujuan Marxis karena genre realismenggambarkan kembali dunia nyata secara jelas dan akurat, lengkap dengan seluruh ketidakadilan dalam sistem sosio-ekonimi dan kontradiksi ideologis, serta mengajak pembaca untuk melihat kenyataan yang tidak menyenangkan terkaitrealitas materi/historis, terlepas apakah penulis memberikan gambaran ketidakadilan dan kenyataan pahit tersebut secarasengaja maupun tidak. Para kritikus Marxis yang menggemari fiksi beraliran realis memiliki kecendurungan untuk meolakfiksi ekperimental bergenre non-realis karena tidak dapat diakses/dipahami oleh pembaca secara umum dan karena terlalueksklusif terkait dengan cara kerja pikiran seseorang, alih-alih dari hubungan individu dengan masyarakat. Meskipundemikian, banyak kritikus Marxis lainnya yang justru sangat menghargai fiksi eksperimental non-realis, karena jenis fiksitersebut menggambarkan fragmentasi pengalaman dan kerenggangan, yang mana dialami oleh sebagian pembaca, danhal tersebut dianggap sebagai kritik terhadap kondisi dunia yang semakin terfragmentasi dan manusia yang semakinterasing sebagai akibat dari sistem ekonomi kapitalis yang berlaku pada saat ini.

Meskipun telah terjadi silang pendapat dalam waktu yang cukup lama diantara para kritikus Marxis tentang jenis karya satraseperti apa yang paling efektif dalam mempromosikan kesadaran sosial dan perubahan politik ke arah yang lebih positif,sebagian besar kritikus Marxis saat ini meyakini bahwa bahkan karya-karya sastra yang memperkuat nilai-nilai kapitalis,imperialis, dan unsur-unsur pengelompokan kelas lainnya justru sangat berguna, dalam arti bahwa karya-karya sastratersebut dapat menunjukan kepada kita bagaimana cara kerja ideologi dalam memaksa kita untuk turut masuk ke dalamkolusi agenda ideologi represif. Novel Mary Shelley yang berjudul Frankenstein (1818) dapat dikategorikan sebagai sebuahkarya yang memperkuat nilai-nilai pembagian kelas, yang mana di dalam novel tersebut digambarkan bahwa individu-individu yang terlahir dalam keluarga kelas atas secara moral dan intelektual lebih unggul dari mereka yang lahir darikelurga kelas lebih rendah. Karakter-karakter yang berasal dari strata sosial bawah digambarkan dengan karakterisasi yangkasar, tidak sensitif, dan mudah marah. Sebaliknya, novel Toni Morrison yang berjudul The Bluest Eye (1970) justrumeruntuhkan nilai-nilai pengelompokan kelas dengan menggambarkan ketidakadilan yang dirasakan oleh masyarakat sosialkelas bawah dikarenakan pemaksaan ekonomi kapitalisme di Amerika di awal tahun 1940-an. Selain itu, denganmengungkapkan bagaimana agama dan film-film fantasi telah merugikan masyarakat miskin dengan mendorong merekauntuk mengabaikan realita kehidupan mereka yang keras, alih-alih dari membentuk organisasi secara politik dan berjuangbersama demi hak-hak mereka dan kesetaraan, maka novel tersebut dapat dikategorikan sebagai novel yang memilikiagenda Marxis.

Referensi:

Tyson, Lois. Critical Theory Today, A User-Friendly Guide. New York: Routledge, 2002

Recommend this on Google

Post a Comment

Create a Link

No comments:

Links to this post

Picture Window template. Template images by cmisje. Powered by Blogger.