uterus

39
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam segala bidang berpengaruh terhadap meningkatnya kritis masyarakat terhadap mutu pelayanan kesehatan, terutama pelayanan kebidanan. Menjadi tantangan bagi profesi bidan untuk mengembangkan kompetensi dan profesionalisme dalam menjalankan praktik kebidanan serta dalam memberikan pelayanan berkualitas (Wahyuningsih & Zein, 2005). Pelayanan kebidanan tergantung bagaimana struktur sosial budaya masyarakat dan termasuk kondisi sosial ekonomi, sosial demografi. Parameter sosial demografi dalam pelayanan kebidanan antara lain: perbaikan status gizi bayi, cakupan pertolongan persalinan, menurunnya angka kematian ibu, menurunnya angka kematian bayi, cakupan penanganan kasus berisiko, meningkatnya cakupan pemeriksaan antenatal (Wahyuningsih & Zein, 2005). 1

description

fiologis uterus

Transcript of uterus

Page 1: uterus

BAB I

PENDAHULUAN

A.        Latar Belakang

     Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam segala bidang berpengaruh terhadap

meningkatnya kritis masyarakat terhadap mutu pelayanan kesehatan, terutama pelayanan

kebidanan. Menjadi tantangan bagi profesi bidan untuk mengembangkan kompetensi dan

profesionalisme dalam menjalankan praktik kebidanan serta dalam memberikan pelayanan

berkualitas (Wahyuningsih & Zein, 2005).

     Pelayanan kebidanan tergantung bagaimana struktur sosial budaya masyarakat dan termasuk

kondisi sosial ekonomi, sosial demografi. Parameter sosial demografi dalam pelayanan

kebidanan antara lain: perbaikan status gizi bayi, cakupan pertolongan persalinan, menurunnya

angka kematian ibu, menurunnya angka kematian bayi, cakupan penanganan kasus berisiko,

meningkatnya cakupan pemeriksaan antenatal (Wahyuningsih & Zein, 2005).

1     Kesehatan reproduksi adalah ilmu yang mempelajari alat dan fungsi reproduksi, baik pada

laki-laki maupun perempuan, yang merupakan bagian intergral dari sistem tubuh manusia

lainnya serta hubungannya secara timbal balik dengan lingkungannya, termasuk lingkungan

sosial (Martaadisoebrata, Sastrawinata, Saifuddin, 2005).

     Di Indonesia, mioma uteri ditemukan 2,30–11,7% pada semua penderita ginekologi yang

dirawat. Mioma uteri merupakan tumor pada uterus yang paling sering dijumpai. Diperkirakan 1

dibanding 4 atau 5 wanita yang berumur lebih dari 35 tahun terdapat mioma uteri (Sutoto, 2005).

Page 2: uterus

     Mioma uteri yang menjadi leiomyosarcoma ditemukan hanya 0,32-0,6% dari seluruh

kasus mioma uteri serta merupakan 50-75% dari semua sarkoma uterus. Keganasan umumnya

baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus yang telah diangkat. Kecurigaan akan

keganasan uterus apabila mioma uteri cepat membesar dan apabila terjadi pembesaran sarang

mioma dalam menopause (Sutoto, 2005).

     Angka kejadian seluruh gangguan reproduksi pada wanita mulai awal tahun 2007 hingga

April 2008 di RSU dr. Moewardi (RSDM) tercatat 280 kasus, termasuk di dalamnya mioma uteri

sejumlah 166 orang atau 59,28% dari seluruh kasus. Sedangkan untuk kasus leiomyosarcoma

tercatat 1 kasus pada April 2008. Dapat dikatakan leiomyosarcoma merupakan kasus satu-

satunya sejak 2007 sampai dengan April 2008.

     Berdasarkan latar belakang di atas, karena kejarangan dari kasus leiomyosarcoma, penulis

merasa tertarik untuk membuat Karya Tulis Ilmiah dengan studi kasus mengenai “Asuhan

Kebidanan Gangguan Reproduksi pada Nn. S dengan Leiomyosarcoma Post Histerektomi di

RSU dr. Moewardi Surakarta.” Penulis berharap dapat mempelajari dan memahami pemberian

asuhan kebidanan yang tepat pada kasus leiomyosarcoma, sehingga, bila di kemudian hari

ditemukan kasus serupa diharapkan tenaga kesehatan  khususnya bidan dapat memberikan

asuhan kebidanan yang komprehensif sesuai dengan kemandirian bidan.

B.         Tujuan

1.      Tujuan Umum

Page 3: uterus

     Tujuan umum dari studi kasus ini adalah untuk mempelajari dan memahami pemberian

asuhan kebidanan pada wanita yang mengalami gangguan sistem reproduksi leiomyosarcoma

post histerektomi dengan menggunakan pendekatan tujuh langkah Varney.

2.      Tujuan Khusus

     Adapun tuuan khusus dri studi kasus ini antara lain:

                       a.          Mahasiswa dapat melakukan pengumpulan dan pengkajian data dasar, baik secara subyektif

maupun obyektif pada kasus leiomyosarcoma.

                       b.          Mahasiswa dapat melakukan interpretasi data klien untuk kasus leiomyosarcoma.

                       c.          Mahasiswa dapat menetapkan diagnosa potensial dan antisipasi tindakan yang harus dilakukan

pada kasus leiomyosarcoma sesuai dengan kemandirian bidan.

                      d.          Mahasiswa dapat menetapkan kebutuhan/tindakan segera untuk konsultasi, kolaborasi, atau

merujuk kasus leiomyosarcoma ke tingkat pelayanan kesehatan yang lebih tinggi.

                       e.          Mahasiswa dapat menetapkan rencana asuhan kebidanan untuk kasus leiomyosarcoma.

                        f.          Mahasiswa dapat melakukan tindakan yang harus dilakukan sesuai dengan rencana asuhan

kebidanan untuk kasus leiomyosarcoma.

                       g.          Mahasiswa dapat menetapkan evaluasi efektivitas asuhan yang diberikan dan memperbaiki

tindakan yang dipandang perlu.

C.        Manfaat

     Manfaat yang diperoleh dari penyusunan KTI ini ada dua, yaitu:

1.      Manfaat Teoretis

Hasil studi kasus leiomyosarcoma dapat digunakan sebagai acuan bila ditemukan kasus yang

sama.

Page 4: uterus

2.      Manfaat Aplikatif

a.       Institusi

Hasil studi kasus ini dapat dimanfaatkan untuk menambah informasi dan pengetahuan kasus

leiomyosarcoma dalam pendidikan.

b.      Dinas Kesehatan/RSDM

1)      Bagi Dinas Kesehatan

a)      Dapat dijadikan sebagai bahan masukan yang berguna dalam pelayanan atau deteksi dini pada

wanita usia subur.

b)      Dengan ditemukannya kasus leiomyosarcoma akan meningkatkan mutu pelayanan pada wanita

usia subur.

2)      Bagi RSDM dapat dijadikan acuan dalam pemberian asuhan kebidanan oleh pelaksana

pelayanan kesehatan untuk kasus leiomyosarcoma di RSDM.

c.       Masyarakat

Dengan ditemukannya kasus leiomyosarcoma akan meningkatkan kewaspadaan masyarakat

untuk melakukan deteksi dini terhadap sistem reproduksinya.

Page 5: uterus

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.        Teori Medis

1.      Fisiologi Uterus

     Uterus berbentuk seperti buah advokat atau buah pear yang sedikit gepeng ke arah muka

belakang. Ukurannya sebesar telur ayam dan mempunyai rongga. Dindingnya terdiri dari otot-

otot polos. Ukuran panjang uterus adalah 7-7,5 cm, lebar di atas 5,25 cm, tebal 2,5 cm, dan tebal

dinding 1,25 cm (Wiknjosastro, 2005).

     Korpus uteri adalah bagian uterus yang terbesar. Pada kehamilan, bagian ini mempunyai

fungsi sebagai tempat janin berkembang. Rongga yang terdapat di korpus uteri disebut kavum

uteri (rongga rahim). (Wiknjosastro, 2005).

     Menurut Manuaba (1998), dinding uterus terdiri dari 3 lapisan, yaitu :

Page 6: uterus

a.       Peritoneum

b.      Lapisan otot/miometrium

c.       Selaput lendir kavum uteri (endometrium)

2.      Mioma Uteri

6     Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari lapisan otot uterus dan jaringan ikat

yang menumpangnya, sehingga dalam kepustakaan juga dikenal istilah fibromioma, leiomioma,

ataupun fibroid (Sutoto, 2005).

a.       Patologi Anatomi

     Sarang mioma di uterus berasal dari korpus uterus dan serviks uterus. Menurut letaknya,

mioma dapat kita temukan sebagai:

1)      Mioma Submukosum: mioma berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga

uterus.

2)      Mioma Intramural: mioma terdapat di dinding uterus di antara serabut miometrium.

3)      Mioma Subserosum: mioma yang tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada

permukaan uterus, diliputi oleh serosa.

Mioma submukosum dapat tumbuh bertangkai menjadi polip, kemudian dilahirkan melalui

saluran servik (myoma geburt)               (Sutoto, 2005)

b.      Keluhan Utama

     Menurut Sutoto (2005), keluhan yang dirasakan penderita mioma uteri sebagai keluhan utama

pada umumnya adalah:

1)      Perdarahan abnormal

Page 7: uterus

2)      Nyeri

3)      Efek penekanan.

c.       Diagnosa

     Seringkali penderita sendiri mengeluh akan rasa berat dan adanya benjolan pada perut bagian

bawah. Pemeriksaan bimanual akan mengungkapkan tumor padat uterus, yang umumnya terletak

di garis tengah ataupun agak ke samping, seringkali teraba berbenjol-benjol.       USG abdominal

dan transvaginal dapat membantu dan menegakkan dugaan klinis (Sutoto, 2005).

d.      Komplikasi

     Menurut Sutoto (2005), komplikasi yang mungkin timbul antara lain:

1)      Degenerasi ganas

Keganasan umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus yang telah diangkat.

Komplikasi ini dicurigai jika ada keluhan nyeri atau ukuran tumor yang semakin bertambah

besar terutama jika dijumpai pada penderita yang sudah menopause.

2)      Anemia

Anemia timbul karena seringkali penderita mioma uteri mengalami perdarahan pervaginam yang

abnormal. Perdarahan abnormal pada kasus mioma uteri akan mengakibatkan anemia defisiensi

besi.

3)      Torsi

Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan sirkulasi akut sehingga

mengalami nekrosis. Dengan demikian timbul sindroma abdomen akut, mual, muntah dan syok.

4)      Infertilitas

Infertilitas dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau menekan pars interstisialis tuba.

Page 8: uterus

e.       Penanganan

     Pemilihan penanganan dari mioma uteri tergantung pada usia penderita, paritas, status

kehamilan, ukuran tumor, lokasi, dan derajat keluhan. Tidak semua mioma uteri memerlukan

terapi pembedahan. Kurang lebih 55% dari semua kasus mioma uteri tidak membutuhkan suatu

pengobatan apapun, apalagi jika ukuran mioma uteri masih kecil dan tidak menimbulkan

keluhan.

     Penanganan yang dapat dilakukan adalah:

1)      Pemberian GnRH agonist (GnRHa).

2)      Pembedahan

a)      Miomektomi

b)      Histerektomi

3)      Raditerapi (Sutoto, 2005).

3.      Leiomyosarcoma (Novak, 1996)

a.       Sarkoma Uterus

     Sarcoma of the uterus is far less common than carcinoma, however, any precise statistics are

difficult to assemble, for many clinics designate as low grade sarcomas what other might

consider as merely cellular myomas. Obviously, this discrepancy affects not only salvage but

also the incidence.

     Sarkoma uterus lebih jarang terjadi daripada karsinoma, akan tetapi jumlah tepatnya sulit

untuk diketahui secara pasti. Banyak tanda-tanda klinis sarkoma stadium awal yang hanya

dianggap sel-sel mioma belaka. Secara jelas, ketidaksesuaian ini tidak hanya mempengaruhi

tindakan pengobatan, tetapi juga mempengaruhi kejadian.

Page 9: uterus

     In an early study from our own laboratory sarcomas constituted less than 5% of all uterine

malignant tumors, and we suspect this is the approximate ratio at the present time. Although

uncommon, it is a rather serious lesion because of its tendency to spread via blood stream, so

that lung and liver metastases as well as local invasion are common.

     Pada studi awal di laboratorium, dari seluruh tumor ganas uterus, jumlah sarkoma kurang dari

5% dan kami menduga bahwa jumlah tersebut kurang lebih merupakan ratio untuk saat ini.

Meskipun tidak biasa, lesi sarkoma lebih berbahaya. Karena kecenderungannya untuk menyebar

melalui aliran darah sehingga metastase ke paru-paru dan hati.

b.      Patologi dan Klasifikasi

     It is now  generally accepted that sarcoma of the uterus may arise from any of the connective

tissue elements of the uterine structure, and that it may be of myogenic origin as well. Thus it

may arise from the myometrium, endometrium, blood vessels, or a myoma. Whether any lesion

should be categorized as a leiomyosarcoma or fibromyosarcoma seems of purely academic

interest as compared to whether it is malignant or benign. Such designations as round, spindle,

mixed, or other that purely descriptive.

     Secara umum sarkoma uterus berasal dari penghubung jaringan dari struktur uterus dan

mungkin berasal dari sel-sel mioma. Jadi, sarkoma dapat berasal dari miometrium, endometrium,

pembuluh darah, atau sebuah mioma. Beberapa lesi seharusnya dikategorikan sebagai sebuah

leiomyosarcoma atau fibromyosarcoma sebagai perbandingan apakah lesi tersebut ganas atau

jinak. Tanda-tandanya seperti bulat, gelendong, campuran, atau yang lain yang merupakan

deskripsi belaka.

     Ober, among others, has attempted to classify sarcoma on a histogenetic basis, and he

proposes the following scheme.

Page 10: uterus

     Ober, dengan yang lain, berusaha mengklasifikasikan sarkoma ke dalam sebuah dasar

histogenetik dan mengemukakan pola klasifikasi tersebut:

1)      Leiomyosarcoma

2)      Mesenchymal sarcoma

a)      Homolog murni seperti sarkoma endometrium

b)      Heterolog murni seperti rhabdomyosarcoma

c)      Homolog campuran seperti karsinosarkoma

d)     Heterolog campuran seperti karsinosarkoma ditambah elemen-elemen heterolog lain.

3)      Sarkoma pembuluh darah

4)      Lymphoma

5)      Tidak dapat dikalsifikasikan

6)      Metastasis

     Ada banyak sub klasifikasi yang tidak diperlukan untuk dapat dikerjakan dengan sederhana

dalam membagi lesi-lesi tersebut. Hal ini cukup sulit untuk membedakan lesi-lesi tersebut dari

bermacam tumor-tumor epitel tanpa memperhatikan spesifikasi ketepatan histogenesis.

Microscopic Pattern (Pola Mikroskopik)

     At least to mitotic figures per high power field should be encountered before considering a

diagnosis of sarcoma. Montague et al, note that with two to five mitoses per high power field, the

five-year salvage exceeds 75%, with six to ten mitoses, salvage drops to less than 40%, and is

negligible where there are more than 10/HPF. The salvage of ever 50% is much more

encouraging than other figures, although the series is small.

     Sedikitnya ada dua gambaran mitosis setiap peneropongan berkekuatan tinggi yang

seharusnya ditemukan sebelum mendiagnosa bahwa hat tersebut adalah sarkoma. Montague dkk,

Page 11: uterus

mencatat bahwa 2-5 mitosis per peneropongan berkekuatan tinggi. Pengobatan selama 5 tahun

melampaui 75%, 6-10 mitosis, pengobatan menurun hingga kurang dari 40%, dan dapat

diabaikan bila lebih dari 10/HPF. Pengobatan sampai 50% banyak memberikan harapan daripada

gambaran lain walaupun rangkaiannya kecil.

     Mitotic activity, giant cell formation, and increasing degrees of pleomorphism are frequent in

leiomyosarcoma and often offer a distrinctive contrast to the orderly pattern of myoma from

which the malignancy may have arisen. Nevertheless, it is not always easy to be sure whether or

not sarcoma is secondary to benign myoma. The mere presence of myomas does not justify this

assumption and, moreover, it must be remembered that sarcoma may arise as a rather nodular

growth which might simulate a myoma. On the other hand, when a sarcoma is found developing

in the interior of a myoma in which one can still find abundant evidence of the original benign

tumor, the origin from such a tumor seems clear. In the late stages of the disease, however, such

aids in the determining the origin of the tumor are not available, and one can only speculate.

     Aktivitas mitosis, pembentukan sel raksasa, dan derajat peningkatan pleomorphism sering

terjadi pada leiomyosarcoma dan sering memperlihatkan perbedaan khusus yang mencolok pada

pola perawatan dari mioma yang mengganas yang mungkin muncul. Walaupun demikian, tidak

mudah untuk meyakinkan apakah hal tersebut benar-benar sarkoma atau tidak, bentuk sekunder

dari mioma jinak. Hanya dengan adanya mioma tidak berarti bahwa asumsi kita benar, dan lebih

jauh lagi harus diingat bahwa sarkoma mungkin muncul dari pertumbuhan nodular yang

disebabkan mioma. Di sisi lain saat perkembangan sarkoma ditemukan di dalam sebuah mioma

di mana masih ditemukan banyak tanda dari tumor jinak asli, asal dari tumor tersebut masih

jelas. Tidak adanya petunjuk penyakit yang diibaratkan pertolongan dalam menentukan asal

tumor membuat seseorang hanya dapat berspekulasi.

Page 12: uterus

c.       Gejala Klinis

     Although leiomyosarcoma is a very infrequent complication of myoma, in the nature of 0.2%

or less (Thornton and Carter, Corscaden and Singh, and Montague et al), the prevalence of

myomata still makes this the most common form of uterine sarcoma.

     Meskipun leiomyosarcoma sangat jarang terjadi pada komplikasi mioma, sekitar 0.2% atau

kurang (Thornton dan Carter, Corscaden dan Singh, dan Montague dkk), prevalensi dari mioma

masih merupakan bentuk paling umum dari sarkoma uteri.

     Because of the rarity of malignant degeneratio, however, the clinician tends to disregard this

in his treatment of myomata. Sudden celerated growth of a previously static tumor or post

menopausal enlargement will always suggest the possibility of sarcoma, and indicate surgery

despite any symptoms. Actually most cases will ultimately show only degenerative changes, but

clinician cannot afford to procrastinate.

     Karena kejarangan dari degenerasi ganas, pemeriksaan klinis cenderung tidak

memperlihatkan hal tersebut. Kemudian tumbuh cepat setelah sebelumnya mengalami

pembesaran statis atau pembesaran post menopause akan selalu memberi kesan bahwa hal

tersebut adalah sarkoma dan merupakan indikasi pembedahan, meskipun tidak ada gejala

sebenarnya kasus paling banyak pada akhirnya hanya akan menunjukkan perubahan degeneratif,

tetapi pemeriksaan klinik tidak boleh ditunda.

d.      Diagnosa

     The diagnosis of the particular lesion is rarely made preoperatively because the symptoms

and physical findings are atributed to the myomata, indeed surgery itself only rarely affords a

clue, for in many instances the malignant chages will involve only the central area of the tumor

Page 13: uterus

so that the surface is not abnormal. On accasion the myoma may be somewhat softer, cytic, and

yellowish, and thus quite different from the firm nodular concistency usually found.

     Diagnosis dari lesi partikel tersebut jarang dibuat sebelum tindakan operatif. Karena dari

gejalanya dan pemeriksaan fisik ditemukan sifat dari mioma. Tentu saja hanya dengan

pembedahan, jarang memberikan sebuah petunjuk, misalnya, banyak perubahan ganas hanya

akan melibatkan area pusat dari tumor sehingga permukaannya tidak abnormal. Dalam beberapa

kesempatan, mioma mungkin agak lebih lunak, sitik, dan kekuning-kuningan. Jadi sangat

berbeda dari konsistensi kerasnya nodular yang biasa ditemukan.

     With reference to the much discussed question of the incidence of sarcomatous changes in

myomas, the white discrepancy of figures quoted suggests that there is incomplete uniformity in

recognition of the histological criteria of the malignancy. The most common error is to mistake

very cellular but benign myomas for spindle cell sarcoma, so that in some series an insidence of

10% malignancy is reported. It would seem that mere cellularity in the absence of increased

mitoses and abnormal and giant cells should not warrant the diagnosis of even a “low-grade

sarcoma”. Such is not the rule, however, and this might account for the high incidence of

sarcoma in some clinics, as well as a high salvage, for these lesios rarely cause difficulties in the

patient’s subsequent course.

     Berdasarkan referensi dari banyak pertanyaan yang didiskusikan mengenai kejadian sarkoma

yang merupakan perubahan dari mioma, ketidaksesuaian gambar yang diberikan, mengesankan

bahwa terjadi penggabungan yang tidak sempurna dalam pengenalan kriteria histologi dari

proses keganasan. Kesalahan yang paling umum adalah kekeliruan seluler mioma jinak dengan

sel sarkoma yang berbentuk gelondong. Sehingga, beberapa rangkaian kejadian dilaporkan 10%

insiden keganasan. Hal ini akan memperlihatkan bahwa hanya sel-sel yang tidak ada dari

Page 14: uterus

peningkatan mitosis, ketidaknormalan, dan sel-sel raksasa tidak menjamin diagnosa, bahkan

pada sarkoma stadium awal. Bagaimanapun juga, hal tersebut tidak menjadi pedoman dan

mungkin laporan untuk insiden sarkoma yang tinggi di beberapa klinik. Sama halnya dengan

tingkat pengobatan yang tinggi untuk lesi-lesi ini jarang menyebabkan kesulitan pada latihan

pasien selanjutnya.

e.       Penanganan dengan Pembedahan

     If the tumor is cut open after its removal, one will find an absence of the symmetrically

whorled white, firm, surface. Instead there is apt to be a softer yellowish concistency. Although

this may represent merely degenerative phenomena, it should impel the surgeon to increase the

scope of his operation, removal of rather than ovarian conservation, hysterectomy rather than

myomectomy, etc.

     Jika tumor itu dibuka setelah dipotong, kita tidak akan menemukan permukaan dengan

lingkaran atau alur-alur putih simetris dan kuat, tetapi, cenderung dengan konsistensi  lebih lunak

dan kekuning-kuningan. Walaupun hal ini hanya memperlihatkan fenomena degenerasi, hat

tersebut seharusnya mendorong dokter bedah untuk memperluas bidang operasi, misalnya,

pemotongan daripada konservasi ovarium, histerektomi daripada miomektomi, dan sebagainya

(Novak, 1996)

     Menurut Husodo (2005), keputusan untuk melakukan operasi tertentu diambil setelah dibuat

diagnosis tentang penyakitnya dan kondisi penderita. Pembedahan dengan jalan laparotomi pada

uterus antara lain:

1)      Histeretomi yaitu pembukaan uterus untuk mengeluarkan isinya dan menutupnya kembali.

2)      Miomektomi yaitu histeretomi dengan tujuan khusus untuk mengangkat satu mioma atau lebih.

3)      Histerektomi yaitu pengangkatan uterus. Histerektomi dibagi tiga, yaitu:

Page 15: uterus

a)      Histerektomi subtotal yaitu mengangkat seluruh uterus tanpa membuka vagina.

b)      Histerektomi total yaitu mengangkat seluruh uterus dengan membuka vagina.

c)      Histerektomi radikal untuk mengangkat karsinoma serviks uterus untuk mengangkat uterus, alat-

alat adneks, sebagian dari parametrium, bagian atas vagina, dan bagian-bagian regional.

Apabila histerektomi dilaksanakan maka pada wanita dekat menopause dilakukan pula salpingo-

ooforektomi bilateral untuk mencegah timbulnya kanker ovarium di kemudian hari. Pada wanita

yang lebih muda, biasanya satu ovarium ditinggalkan untuk keperluan fungsi hormonalnya.

f.       Penanganan Masa Pascabedah

     Penanganan pasacabedah pada kasus leiomyosarcoma pada dasarnya tidak jauh berbeda

dengan penanganan pada kasus laparotomi yang lain. Sesudah operasi timbul beberapa

perubahan pada badan, antara lain:

1)      Kehilangan darah dan air yang menyebabkan berkurangnya volume cairan dalam sirkulasi.

2)      Diuresis pascaoperasi agak berkurang, tetapi beberapa hari kemudian menjadi normal kembali.

Pengukuran air kencing yang dikeluarkan sangat penting karena oligouri merupakan tanda syok

mengancam.

     Setelah operasi selesai, penderita tidak boleh ditinggalkan sampai dia sadar, harus dijaga

supaya jalan pernafasan tetap bebas. Sebagai akibat anestesi, penderita pascaoperasi biasanya

enek, kadang sampai muntah. Ia tidak boleh minum sampai rasa enek hilang sama sekali,

kemudian boleh minum sedikit-sedikit yang lambat laun ditingkatkan.  Dalam 24-48 jam

pascaoperasi hendaknya diberi makanan cairan, setelah itu makanan lunak kemudian makanan

biasa.

     Sesudah penderita sadar biasanya memerlukan obat penahan nyeri dan antibiotik. Penderita

dapat menggerakkan lengan, kaki, dan tidur miring bila tidak menghalangi infus yang diberikan

Page 16: uterus

padanya. Pada umumnya pengangkatan jahitan pada laparotomi dilakukan pada hari ke-7 untuk

sebagian dan diselesaikan pada hari ke-10.

g.      Komplikasi-komplikasi Pascaoperasi

     Komplikasi-komplikasi yang mungkin timbul adalah:

1)      Syok

     Peristiwa ini terjadi karena insufisiensi akut dari sistem sirkulasi dengan akibat sel-sel

jaringan tidak mendapat zat-zat makanan dan O2 yang dapat mengakibatkan kematiannya.

Penyebab syok antara lain hemoragi, sepsis, neurogenik, kardiogenik, atau kombinasi.

2)      Hemoragi

     Hemoragi pascaoperasi timbul, biasanya karena ikatan terlepas atau karena penghentian darah

kurang sempurna. Perdarahan yang mengalir keluar mudah diketahui, yang sulit diketahui adalah

perdarahan dalam rongga perut. Diagnosis dapat dibuat dengan observasi cermat, nadi

meningkat, tekanan darah turun, penderita tampak pucat dan gelisah, kadang-kadang mengeluh

kesakitan di perut. Dan pada periksa ketok perut ditemukan suara pekak di samping.

3)      Gangguan jalan kencing

a)      Retensio urine

b)      Infeksi jalan kencing

c)      Distensi perut

4)      Infeksi

Page 17: uterus

     Infeksi bisa timbul apabila dalam medan operasi sumber infeksi piogen terbuka, drainase

tidak mencukupi, atau ketahanan tubuh penderita demikian buruk sehingga tidak mampu

mengatasi infeksi.

5)      Terbukanya luka operasi dan eviserasi

     Sebab-sebab terbukanya luka operasi pasca pembedahan ialah luka tidak dijahit dengan

sempurna, distensi perut, batuk atau muntah keras, infeksi, dan debilitas penderita.

6)      Tromboflebitis

     Komplikasi ini jarang terjadi di Indonesia. Penyakit ini terdapat pada vena yang bersangkutan

sebagai radang dan sebagai trombosis tanpa radang.

h.      Radioterapi dalam Ginekologi

     Menurut Djakaria (2005) radioterapi adalah suatu cara pengobatan dengan menggunakan

sinar pengion, yang bertujuan merusak sel-sel abnormal tanpa menimbulkan kerusakan atau

gangguan yang berat dan irrevesibel pada jaringan sehat di sekitarnya.

     Pembedahan pada keganasan korpus uteri telah menunjukkan hasil yang baik. Tetapi, dari

data-data kepustakaan dilaporkan bahwa bila dilakukan operasi saja akan timbul residif pada

vagina dengan variasi antara 10-20%. Kombinasi radiasi dan operasi dapat dilakukan dalam

bentuk prabedah atau pascabedah.

BAB II

Teori Manajemen Kebidanan

1.      Pengertian Manajemen Kebidanan

     Manajemen kebidanan adalah pendekatan yang digunakan oleh bidan dalam menerapkan

metode pemecahan masalah secara sistematis, mulai dari pengkajian, analisa data, diagnosa

kebidanan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi (Sofyan, 2005).

Page 18: uterus

     Manajemen kebidanan adalah suatu metode pengaturan, pengorganisasian pikiran dan

tindakan dalam urutan logis, efektif, dan efisien baik bagi pasien maupun bidan sebagai petugas

kesehatan (Depkes RI, 2006).

2.      Pengertian Asuhan Kebidanan

     Asuhan kebidanan adalah penerapan fungsi dan kegiatan yang menjadi tanggung jawab dalam

memberikan pelayanan kepada klien yang mempunyai kebutuhan atau masalah dalam bidang

kesehatan ibu masa hamil, persalinan, nifas, bayi setelah lahir, serta keluarga berencana (Sofyan,

2005).

3.      Konsep Dasar Manajemen Kebidanan

     Varney (2004) menjelaskan bahwa proses manajemen merupakan proses pemecahan masalah

yang ditemukan oleh perawat-bidan pada awal tahun 1970-an. Proses ini memperkenalkan

sebuah metode dengan pengorganisasian pemikiran dan tindakan-tindakan dengan urutan yang

logis dan menguntungkan baik bagi klien maupun bagi tenaga kesehatan. Proses ini menguraikan

bagaimana perilaku yang diharapkan dari pemberi asuhan. Proses manajemen ini bukan hanya

terdiri dari pemikiran dan tindakan saja melainkan juga pemeriksaan pada setiap langkah agar

pelayanan yang komprehensif dan aman dapat tercapai. Dengan demikian proses manajemen

harus mengikuti aturan yang logis dan memberikan pengertian yang menyatakan pengetahuan,

hasil temuan dan penilaian yang terpisah-pisah menjadi satu kesatuan yang berfokus pada

manajemen klien.

     Proses manajemen terdiri dari 7 langkah yang berurutan di mana setiap langkah

disempurnakan secara periodik. Proses dimulai dengan pengumpulan data dasar dan berakhir

dengan evaluasi. Ketujuh langkah tersebut membentuk suatu karangan lengkap yang dapat

Page 19: uterus

diuraikan lagi menjadi langkah-langkah yang lebih rinci dan ketujuh langkah tersebut adalah

sebagai berikut:

a.       Pengumpulan Data Dasar

     Langkah pertama adalah pengumpulan sebuah data base yang lengkap untuk evaluasi pasien.

Data base ini meliputi sejarah, pemeriksaan fisik dan pelvik jika diperlukan, meninjau diagram

terbaru atau catatan lama rumah sakit, meninjau data laboratorium dan laporan dari penelitian

pendukung, atau seluruh informasi penting dari seluruh sumber yang dapat menerangkan kondisi

pasien.

     Bidan mengumpulkan data base awal yang lengkap walaupun pasien tersebut mengalami

komplikasi yang menyebabkannya membutuhkan konsultasi dengan dokter untuk manajemen

kolaboratif.

     Langkah satu dapat tumpang tindih dengan langkah lima atau enam (atau menjadi bagian

pada urutan selanjutnya) pada saat data yang diperoleh dari tes laboratorium atau penelitian

diagnostik lain. Kadang-kadang bidan perlu memulai data base awal yang lengkap untuk

presentasi kepada dokter.

1)   Pengkajian

     Merupakan langkah awal yang digunakan sebagai landasan dalam proses asuhan kebidanan

meliputi data subyektif dan data obyektif. Data tersebut akan digunakan untuk mengetahui

permasalahan yang ada pada pasien. Hal-hal yang perlu dilaksanakan dalam pengkajian data

penderita leiomyosarcoma adalah sebagai berikut:

a)   Data subyektif

     Merupakan pernyataan yang disampaikan oleh pasien dan dicatat sebagai kutipan langsung

dan hanya mencatat tanda-tanda membuat suatu kesimpulan.

Page 20: uterus

     Adapun data subyektif yang dikumpulkan pada pengkajian penderita leiomyosarcoma adalah

sebagai berikut:

(1)      Identitas pasien

Mengajukan pertanyaan tentang:

                                           (a)     Nama pasien dan nama suami untuk mengetahui identitas pasien, dan suami sebagai orang

yang bertanggung jawab dan sebagai kepala keluarga.

                                           (b)     Umur penderita untuk mengetahui apakah masih dalam usia subur atau tidak.

                                           (c)     Agama untuk memberi motifasi sesuai keyakinannya.

                                          (d)     Suku/bangsa untuk mengetahui ras.

                                           (e)     Pendidikan berhubungan dengan  daya pikir pasien, tingkat penerimaan terhadap informasi

untuk mempermudah pemberian KIE.

                                            (f)     Pekerjaan untuk mengetahui tingkat sosial ekonomi keluarga

                                           (g)     Alamat untuk mengetahui tempat tinggal atau domisili pasien.  

(2)      Keluhan utama

     Adalah keadaan atau alasan yang mendorong pasien datang ke tenaga kesehatan/rumah sakit.

     Keluhan utama pada penderita leiomyosarcoma pada awalnya tidak dapat dibedakan dengan

mioma uteri biasa yaitu perdarahan abnormal yang berlangsung terus menerus dan dalam waktu

lama (Sutoto, 2005).

(3)      Riwayat obstetri

     Meliputi riwayat menstruasi seperti menarche, siklus, dan lama menstruasi, kehamilan,

persalinan, dan nifas yang lalu.

(4)      Riwayat kesehatan

Page 21: uterus

     Menanyakan keadaan kesehatan pasien meliputi, riwayat kesehatan sekarang, keluhan utama

yang dirasakan ibu dan riwayat penyakit yang diderita sekarang. Riwayat kesehatan yang lalu

ditanyakan untuk mengetahui penyakit yang dulu pernah diderita serta riwayat operasi, selain itu

riwayat kesehatan keluarga juga ditanyakan untuk menentukan adakah penyakit keturunan.

(5)      Riwayat sosial

     Riwayat perkawinan untuk mengetahui berapa kali klien menikah dan sudah berapa lama,

respon keluarga untuk mengetahui tanggapan dan dukungan  keluarga terhadap penyakit yang

diderita pasien, pengambilan keputusan dalam keluarga untuk mengetahui siapa yang berperan

penting dalam pengambilan keputusan dalam keluarga.

(6)      Data kebiasaan sehari-hari

     Meliputi pengkajian gizi yang dikonsumsi sehari-hari, personal hygiene, pola hubungan

sexual, serta kegiatan sehari-hari.

b)   Data Obyektif

     Merupakan data yang diperoleh dari hasil observasi, pemeriksaan dan penelaahan catatan

keluarga, masyarakat dan lingkungan. Data-data obyektif yang dikumpulkan meliputi:

(1)      Pemeriksaan umum

Meliputi keadaan umum dan kesadaran klien.

(2)      Tanda-tanda vital

Meliputi tekanan darah, nadi, respirasi, dan suhu.

(3)      Status present

Dilakukan untuk mengetahui keadaan umum klien, yang meliputi:

(a)      Kepala: dikaji apakah ada kelainan pada kepala, apakah rambut mudah rontok atau untuk

melihat status gizi.

Page 22: uterus

(b)     Muka: dikaji apakah muka ada kelainan, tampak pucat atau ada oedem.

(c)      Mata: dikaji apakah sklera ikterik, apakah konjunctiva tampak anemis.

(d)     Hidung: apakah ada polip.

(e)      Mulut: apakah mulut bersih atau tidak, apakah ada karies pada gigi, maupun stomatitis.

(f)      Leher: apakah ada pembesaran kelenjar thyroid.

(g)     Telinga: apakah mengeluarkan serumen.

(h)     Dada: apakah ada kelainan pada payudara.

(i)       Abdomen: apakah ada luka bekas operasi dan adakah benjolan pada abdomen.

(j)       Genetalia: apakah ada pengeluaran cairan atau darah.

(k)     Ekstremitas : apakah ada kelainan, lengkap atau tidak ada oedem, reflek patella.

b.      Interpretasi Data Dasar

     Langkah kedua adalah interpretasi dari data menjadi masalah atau diagnosa yang

teridentifikasi secara spesifik. Kata masalah dan diagnosa keduanya digunakan seperti halnya

beberapa masalah tidak dapat didefinisikan sebagai diagnosis, tetapi dibutuhkan sebagai

pertimbangan dalam mengembangkan rencana perawatan yang komprehensif kepada pasien.

     Masalah sering dikaitkan dengan bagaimana wanita mengalami kenyataan atas dignosisnya

dan sering diidentifkasi oleh fokus bidan dalam menangani pasien secara individual.

     Mengidentifikasi masalah dari data yang ada untuk menentukan diagnosa yang akurat, terdiri

dari:

1)      Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan bidan dalam lingkup praktek kebidanan.

Diagnosa kebidanan pada kasus ini adalah Nn.S umur 17 tahun dengan leiomyosarcoma post

histerektomi.

2)      Masalah

Page 23: uterus

Hal-hal yang berkaitan dengan pengalaman klien yang ditemukan dari hasil pengkajian atau yang

menyertai diagnosa.

Masalah yang mungkin timbul pada pasien adalah rasa cemas terhadap kondisinya setelah

operasi.

3)      Kebutuhan

Adalah hal-hal yang dibutuhkan oleh klien dan belum teridentifikasi dalam diagnosa dan

masalah.

Kebutuhan dapat muncul atau tidak tergantung dari hasil pengkajian yang kita temukan pada

pasien.

Kebutuhan yang diperlukan oleh pasien antara lain:

a)      Dukungan moral

b)      Informasi tentang kondisinya

c)      Informasi tentang histerektomi

c.       Mengidentifikasi Diagnosa atau Masalah Potensial

     Langkah ketiga adalah suatu hal untuk antisipasi, pencegahan jika mungkin, penantian dengan

pengawasan penuh, dan persiapan untuk kejadian apapun. Langkah ini vital untuk perawatan

yang aman.

     Diagnosa potencial adalah suatu pernyataan yang timbul berdasarkan diagnosa atau masalah

yang sudah diidentifkasi. Langkah ini mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial lain,

berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa yang sudah diidentifikasi. Langkah ini

membutuhkan antisipasi, untuk bersiap-siap bila diagnosa atau masalah potensial ini benar-benar

terjadi.

     Diagnosa potensial yang mungkin timbul pada pasien adalah perdarahan spontan pascabedah.

Page 24: uterus

     Antisipasi yang dilakukan oleh bidan secara mandiri adalah pengawasan ketat keadaan umum

dan vital sign.

d.      Identifikasi Kebutuhan atau Tindakan Segera

     Langkah keempat menggambarkan sifat berkelanjutan dari manajemen proses tidak hanya

selama perawatan primer atau kunjungan prenatal periodik, tetapi selama para bidan tersebut

terus menerus bersama wanita.

     Menentukan klien terhadap tindakan yang segera dilakukan oleh bidan atau untuk konsultasi,

kolaborasi serta melakukan rujukan terhadap penyimpangan yang abnormal.

     Dalam hal ini bidan dapat mengidentifikasi tindakan segera yang berupa kosultasi dengan

dokter spesialis/melakukan rujukan apabila kemungkinan terjadi komplikasi dalam masa post

operasi. Hal ini mencerminkan kesinambungan dari proses manajemen kebidanan. Tindakan ini

bertujuan agar kegawatdaruratan yang dikhawatirkan dalam diagnosa potensial tidak akan

terjadi.

e.       Perencanaan

     Langkah kelima adalah mengembangkan rencana perawatan yang komprehensif, ditentukan

oleh langkah sebelumnya. Langkah ini adalah sebuah perluasan dari mengidentifikasi masalah

dan diagnosa yang telah diantisipasi dan yang terbaru. Selain itu juga melibatkan usaha untuk

memperoleh bagian tambahan dari data apapun yang hilang atau perlu untuk penyusunan data

base.

     Suatu rencana perawatan yang komprehensif meliputi hal-hal yang diindikasikan oleh kondisi

pasien dan masalah lain yang berkaitan. Juga panduan langkah-langkah antisipasi bagi wanita

tentang apa yang diharapkan kemudian, pengajaran dan konseling pasien, dan rujukan lainnya

untuk mengatasi masalah sosial, ekonomi, keagamaan, keluarga, budaya, atau psikologi.

Page 25: uterus

     Merupakan rancangan upaya yang disusun untuk mengetahui suatu masalah. Tujuan yang

ditetapkan dalam penyusunan rencana mencakup keadaan yang diharapkan dapat dicapai bila

masalah dapat dipecahkan.

     Perencanaan asuhan kebidanan tidak hanya meliputi apa yang sudah terlihat dari kondisi

pasien, dan masalah-masalah yang timbul saja tetapi juga tentang apa yang diperkirakan terjadi

berikutnya, penyuluhan, konseling dan rujukan bila perlu. Rencana tindakan untuk kasus

leiomyosarcoma post histerektomi adalah:

1)      Lakukan observasi keadaan umum dan vital sign pasien.

2)      Kolaborasi dengan dokter SpOG untuk terapi lanjut.

3)      Medikasi luka jahitan.

f.       Pelaksanaan

     Langkah keenam adalah pelaksanaan rencana perawatan yang komprehensif. Hal ini dapat

dilaksanakan seluruhnya oleh bidan, dilakukan oleh wanita yang bersangkutan, atau anggota tim

kesehatan lain. Jika bidan tidak melakukannya sendiri, ia bertanggung jawab atas penggarapan

pelaksanaan.

     Dalam sarana di mana bidan berkolaborasi dengan dokter dan berkontribusi dalam

manajemen perawatan pasien yang mengalami komplikasi maka bidan turut bertanggung jawab

atas pelaksanaan rencana perawatan komprehensif kolaboratif. Pelaksanaan yang efisien akan

mengurangi waktu dan biaya serta meningkatkan kualitas perawatan pasien.

     Kegiatan yang dilakukan mencakup rencana pelaksanaan kegiatan yang sesuai dengan tujuan

yang dicapai dalam pelaksanaan kegiatan, dimonitor perkembangan dan perubahan yang terjadi

diupayakan untuk mencapai hasil yang diharapkan.

g.      Evaluasi

Page 26: uterus

     Langkah ke tujuh adalah evaluasi, merupakan salah satu langkah pemeriksaan dari rencana

perawatan, apakah kebutuhan yang teridentifikasi dalam masalah dan diagnosa. Rencana

dianggap efektif jika hal di atas terlaksana. Menerima manajemen proses sebagai sesuatu yang

terus berlanjut maka perlu untuk mendaur ulang tiap perawatan yang tidak efektif melalui

manajemen proses untuk mengidentifikasi mengapa hal tersebut tidak efektif dan untuk

menyesuaikan rencana perawatan berikutnya.

     Pada kasus leiomyosarcoma hasil evaluasi adalah pasien boleh pulang dengan anjuran untuk

kontrol kembali.

Follow up Data Perkembangan

Dalam karya tulis ilmiah ini penulis menggunakan data perkembangan berupa SOAP adalah

sebagai berikut:

S : Subyektif

Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien melalui anamnesa.

O : Obyektif

Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien, hasil laboratorium untuk

mendukung assessment.

A : Assessment

Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan interpretasi data subyektif dan obyektif.

P : Planning

Menggambarkan pendokumentasian dari perencanaan dan evaluasi berdasarkan assessment.

B.         Aspek Hukum

1.      Kompetensi Bidan Indonesia

Page 27: uterus

Kompetensi ke-9 yaitu asuhan kebidanan pada ibu/wanita dengan gangguan reproduksi :

”Melaksanakan asuhan kebidanan pada wanita/ibu dengan gangguan sistem reproduksi” (Pusat

Pendidikan Tenaga Kesehatan Depkes RI, 2003).

2.      Berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 900/MENKES/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik

Bidan, bidan tidak memiliki wewenang untuk melaksanakan asuhan kebidanan secara mandiri,

tetapi asuhan yang diberikan bersifat rujukan/kolaborasi.