Usul Pkl Fix

34
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung (Zea mays L.) adalah komoditas pertanian penting kedua di Indonesia setelah padi yang dimanfaatkan sebagai bahan pangan pokok karena memiliki kandungan gizi seperti karbohidrat, vitamin, protein dan serat kasar yang cukup memadai dan sebagai bahan baku industri gula jagung. Indonesia daerah-daerah penghasil tanaman jagung adalah Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Madura, Daerah Istimewa Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, dan Maluku. Khusus daerah Jawa Timur dan Madura, tanaman jagung dibudidayakan cukup intensif karena selain tanah dan iklimnya sangat mendukung untuk pertumbuhan tanaman jagung, di daerah tersebut khususnya di Madura jagung banyak dimanfaatkan sebagai makanan pokok (Warisno, 2007). 1

description

FREE

Transcript of Usul Pkl Fix

Page 1: Usul Pkl Fix

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jagung (Zea mays L.) adalah komoditas pertanian penting kedua di

Indonesia setelah padi yang dimanfaatkan sebagai bahan pangan pokok karena

memiliki kandungan gizi seperti karbohidrat, vitamin, protein dan serat kasar yang

cukup memadai dan sebagai bahan baku industri gula jagung. Indonesia daerah-

daerah penghasil tanaman jagung adalah Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur,

Madura, Daerah Istimewa Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara,

Sulawesi Selatan, dan Maluku. Khusus daerah Jawa Timur dan Madura, tanaman

jagung dibudidayakan cukup intensif karena selain tanah dan iklimnya sangat

mendukung untuk pertumbuhan tanaman jagung, di daerah tersebut khususnya di

Madura jagung banyak dimanfaatkan sebagai makanan pokok (Warisno, 2007).

Produksi jagung di Indonesia tahun 2014 sebesar 19.032.677 ton

mengalami peningkatan dibandingkan dengan produksi jagung tahun 2013

sebesar 18.506.287 ton (Badan Pusat Statistik, 2014). Luas panen jagung di

seluruh Indonesia tahun 2014 sebesar 3.838.015 ha dan masih melakukan impor

3-3,5 ton/tahun untuk mencukupi kebutuhan jagung dalam negeri baik sebagai

bahan pangan maupun sebagai pakan ternak. Indonesia dapat diprediksikan akan

bebas impor jagung pada tahun 2015.

Rendahnya produksi rata-rata jagung nasional, antara lain disebabkan

belum meluasnya penanaman varietas unggul dan belum memperhatikan teknik

pengelolaan tanaman jagung, misalnya teknik bercocok tanam, pemupukan,

1

Page 2: Usul Pkl Fix

pengendalian hama dan penyakit belum sesuai dengan teknologi maju yang

berkembang di lapangan atau teknologi hasil penelitian para pakar dibidangnya

(Purwono dan Hartono, 2005).

Hama dan penyakit merupakan faktor pembatas produksi pada tanaman

jagung, salah satu penyakit penting pada tanaman jagung adalah penyakit hawar

pelepah daun yang disebabkan oleh jamur Rhizoctonia solani. Intensitas tinggi,

penyakit ini mengakibatkan kehilangan hasil pada tanaman jagung hingga 100 %.

Selain hawar pelepah daun penyakit yang sering muncul pada tanaman jagung

adalah penyakit bulai, bercak daun, gosong bengkak, busuk tongkol, busuk batang

dan busuk biji.

Hama jagung diketahui menyerang pada seluruh fase pertumbuhan

tanaman jagung, baik vegetatif maupun generatif. Hama yang biasa ditemukan

pada tanaman jagung adalah lalat bibit (Atherigona sp.), penggerek batang

(Ostrinia furnacalis), penggerek tongkol (Helicoverpa armigera), pemakan daun

(Spodoptera litura), kutu daun (Aphis sp.) dan belalang (Locusta sp.)

(Kalshoven, 1981).

Laboratorium Pengamatan dan Peramalan Hama dan Penyakit Tanaman

Pangan dan Hortikultura Temanggung adalah institusi perlindungan tanaman yang

merupakan pusat peramalan, pengamatan, dan pengendalian hama penyakit

tanaman. Laboratorium ini juga melayani kegiatan bagi masyarakat yang

membutuhkan, seperti pelatihan dan pengembangan agensia hayati/nabati yang

berkonsentrasi pada tanaman pangan dan hortikultura, salah satunya adalah

tanaman jagung yang menjadi komoditi utama yang memiliki potensi produksi

2

Page 3: Usul Pkl Fix

yang cukup tinggi. Oleh karena itu maka penulis tertarik untuk melakukan praktik

kerja lapangan pengendalian hama dan penyakit tanaman jagung untuk

mengetahui metode pengendalian hama dan penyakit tanaman jagung yang baik

sebagai salah satu syarat praktik kerja lapangan yang akan dilaksanakan di

Laboratorium Pengamatan dan Peramalan Hama dan Penyakit Tanaman Pangan

dan Hortikultura Temanggung.

B. Tujuan Praktik Kerja Lapangan

Praktik kerja lapangan ini mempunyai tujuan yaitu untuk :

1. Mengetahui kondisi geografis, sejarah, organisasi, dan kegiatan utama di

Laboratorium Pengamatan dan Peramalan Hama dan Penyakit Tanaman

Pangan dan Hortikultura Temanggung.

2. Mengetahui secara langsung proses dan pengendalian penyakit jagung di

Laboratorium Pengamatan dan Peramalan Hama dan Penyakit Tanaman

Pangan dan Hortikultura Temanggung.

3. Mengetahui informasi permasalahan dan membantu memecahkan

permasalahan yang dihadapi di lapang yang berkaitan dengan penyakit

tanaman jagung di Laboratorium Pengamatan dan Peramalan Hama dan

Penyakit Tanaman Pangan dan Hortikultura Temanggung.

C. Manfaat Praktik Kerja Lapangan

Manfaaat Praktik Kerja Lapang adalah sebagai berikut :

1. Bagi mahasiswa praktik kerja lapangan ini bermanfaat untuk latihan kerja

menambah pengetahuan hard skill dan soft skill, dan dapat

3

Page 4: Usul Pkl Fix

mengembangangkan ilmu yang sudah didapatkan selama kuliah maupun ilmu

yang akan diperoleh, hasil praktik kerja lapangan dapat digunakan sebagai

bahan pertimbangan untuk melaksanakan penelitian dan informasi bagi yang

membutuhkan.

2. Kehadiran mahasiswa dapat membantu dalam melengkapi data dan informasi

terkait penggunaan teknologi pengelolaan tanaman untuk mengendalikan hama

dan penyakit tanaman jagung.

3. Manfaat dari pelaksanaan praktik kerja lapangan ini bagi instansi perguruan

tinggi (fakultas pertanian) adalah langkah awal untuk melaksanakan kerjasama

sehingga dapat mendukung Tri Dharma perguruan tinggi dan pengkayaan

kurikulum serta pengembangan ilmu.

4

Page 5: Usul Pkl Fix

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Biologi dan Ekologi Tanaman Jagung

Menurut Tjitrosoepomo (1991), tanaman Jagung (Zea mays L.) dapat

diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Subdivisio : Angiospermae

Class : Monocotyledoneae

Ordo : Poales

Familia : Poaceae

Genus : Zea

Spesies : Zea mays L.

Jagung berakar serabut, dapat mencapai kedalaman 8 m meskipun sebagian

besar berada pada kisaran 2 m. Jagung mempunyai tiga macam akar serabut, yaitu

akar seminal, akar adventif, dan akar kait atau penyangga. Akar seminal adalah

akar yang berkembang dari radikula dan embrio. Akar adventif adalah akar yang

semula berkembang dari buku di ujung mesokotil, kemudian berkembang dari tiap

buku secara berurutan dan terus ke atas antara 7-10 buku, semuanya di bawah

permukaan tanah. Akar kait atau penyangga adalah akar adventif yang muncul

pada dua atau tiga buku di atas permukaan tanah. Fungsi dari akar penyangga

adalah menjaga tanaman agar tetap tegak dan mengatasi rebah batang.

Perkembangan akar jagung (kedalaman dan penyebarannya) bergantung pada

5

Page 6: Usul Pkl Fix

varietas, pengolahan tanah, fisik dan kimia tanah, keadaan air tanah, dan

pemupukan (Subekti dan Syafruddin, 2012).

Batang jagung cukup kokoh namun tidak banyak mengandung lignin.

Tanaman jagung mempunyai batang yang tegak, berbentuk silindris, dan terdiri

atas sejumlah ruas dan buku ruas. Pada buku ruas terdapat tunas yang berkembang

menjadi tongkol. Dua tunas teratas berkembang menjadi tongkol yang produktif.

Batang memiliki tiga komponen jaringan utama, yaitu kulit (epidermis), jaringan

pembuluh (bundles vaskuler), dan pusat batang (pith). Genotipe jagung yang

mempunyai batang kuat memiliki lebih banyak lapisan jaringan sklerenkim

berdinding tebal di bawah epidermis batang dan sekeliling bundles vaskuler

(Paliwal, 2000). Pada tanaman jagung yang sudah tua, jarak antar ruas semakin

berkurang. Batang tanaman jagung beruas-ruas dengan jumlah 10-40 ruas. Batang

memiliki dua fungsi yaitu sebagai tempat daun dan sebagai tempat pertukaran

unsur hara (Belfield dan Brown, 2008).

Daun jagung adalah daun sempurna. Bentuknya memanjang, merupakan

bangun pita (ligulatus), ujung daun runcing (acutus), tepi daun rata (integer),

antara pelepah dan helai daun terdapat ligula. Tulang daun sejajar dengan ibu

tulang daun. Permukaan daun ada yang licin dan ada yang berambut, stomata pada

daun jagung berbentuk halter, yang khas dimiliki familia Poaceae. Setiap stomata

dikelilingi sel epidermis berbentuk kipas yang berperan penting dalam respon

tanaman menanggapi defisit air pada sel-sel daun (Subekti dan Syafruddin, 2012).

Jagung disebut juga tanaman berumah satu (monoeciuos) karena bunga

jantan dan betinanya terdapat dalam satu tanaman. Bunga betina, tongkol, muncul

6

Page 7: Usul Pkl Fix

dari axillary apices tajuk. Bunga jantan (tassel) berkembang dari titik tumbuh

apikal di ujung tanaman. Pada tahap awal, kedua bunga memiliki primordia bunga

biseksual. Selama proses perkembangan, primordia stamen pada axillary bunga

tidak berkembang dan menjadi bunga betina. Demikian pula halnya primordia

ginaecium pada apikal bunga, tidak berkembang dan menjadi bunga jantan

(Paliwal, 2000). Bunga jantan terletak dipucuk yang ditandai dengan adanya

rambut atau tassel dan bunga betina terletak di ketiak daun dan akan

mengeluarkan stil dan stigma. Bunga jagung tergolong bunga tidak lengkap

karena struktur bunganya tidak mempunyai petal dan sepal dimana organ bunga

jantan (staminate) dan organ bunga betina (pestilate) tidak terdapat dalam satu

bunga disebut berumah satu (Abror, 2010).

Subekti dan Syafruddin (2012) mengemukakan bahwa tongkol tumbuh dari

buku, di antara batang dan pelepah daun. Pada umumnya, satu tanaman hanya

dapat menghasilkan satu tongkol produktif meskipun memiliki sejumlah bunga

betina. Beberapa varietas unggul dapat menghasilkan lebih dari satu tongkol

produktif, dan disebut sebagai varietas prolifik. Bunga jantan jagung cenderung

siap untuk penyerbukan 2-5 hari lebih dini daripada bunga betinanya (protandri).

Tongkol jagung yang terletak pada bagian atas umumnya lebih dahulu

terbentuk dan lebih besar dibanding tongkol yang terletak pada bagian bawah.

Setiap tongkol terdiri atas 10-16 baris biji yang jumlahnya selalu genap. Biji

jagung disebut kariopsis, dinding ovari atau perikarp menyatu dengan kulit biji

atau testa, membentuk dinding buah. Biji jagung terdiri atas tiga bagian utama,

yaitu (a) pericarp, berupa lapisan luar yang tipis, berfungsi mencegah embrio dari

7

Page 8: Usul Pkl Fix

organisme pengganggu dan kehilangan air; (b) endosperm, sebagai cadangan

makanan, mencapai 75% dari bobot biji, didalamnya mengandung 90% pati dan

10% protein, mineral, minyak, dan lainnya; dan (c) embrio (lembaga), sebagai

miniatur tanaman yang terdiri atas plamule, akar radikal, scutelum, dan koleoptil.

Jagung tumbuh di lahan kering, sawah dan pasang surut (Widyastuti dan

Adisarwanto, 2002). Jenis tanah yang dapat ditanami jagung antara lain andosol,

latosol, dan grumosol. Tanah bertekstur lempung atau liat berdebu (latosol)

merupakan jenis tanah yang terbaik untuk pertumbuhan jagung. Tanaman jagung

akan tumbuh dengan baik pada tanah yang subur, gembur dan kaya humus. Pada

tanah berpasir, tanaman jagung manis hibrida bisa tumbuh dengan baik dengan

syarat kandungan unsur hara tersedia dan mencukupi. Pada tanah berat atau sangat

berat, misalnya tanah grumosol, jagung manis hibrida masih dapat tumbuh dengan

baik dengan syarat tata air dan tata udara diperhatikan (Warisno, 2007).

Daerah yang dikehendaki oleh sebagian besar tanaman jagung yaitu daerah

beriklim sedang hingga beriklim subtropik/tropis basah. Jagung dapat tumbuh di

daerah yang terletak antara 500LU – 400LS. Pada lahan yang tidak beririgasi,

pertumbuhan tanaman memerlukan curah hujan ideal sekitar 85-200 mm/bulan.

Tanaman jagung membutuhkan pH tanah antara 5,6-7,5 dengan kemiringan tanah

kurang dari 8 % dengan ketinggian antara 1000-1800 mdpl dengan ketinggian

optimum antara 50-600 mdpl. Suhu yang dikehendaki tanaman jagung untuk

pertumbuhan terbaiknya antara 270C - 320C (Purwono dan Hartono, 2005).

8

Page 9: Usul Pkl Fix

B. Hama dan Penyakit Tanaman Jagung

serta Upaya Pengendalian

Tanaman jagung rentan dengan berbagai penyakit baik yang disebabkan

oleh bakteri maupun jamur. Penyakit pada tanaman jagung adalah :

1. Penyakit Bulai (Downy mildew)

Semangun (2004) menjelaskan bahwa penyakit bulai disebabkan oleh jamur

Peronosclerospora maydis dan P. javanica serta P. philippinensis. P. maydis

mempunyai konidia hialin yang berdinding tipis berukuran 24 – 46,6 x 12 – 20

mikrometer. Konidiofor berukuran 132 – 261 mikrometer. Oogonia berwarna

coklat kemerahan dan berbentuk elips tidak beraturan. Pada umumnya konidiofor

bercabang 3 atau 4. Cabang terakhir membentuk stigma. Konidia yang masih

muda berbentuk bulat, sedangkan yang sudah masak berbentuk jorong.

Suhu udara 270C serta keadaan yang lembap jamur ini akan merajalela.

Umur 2-3 minggu setelah tanam gejalanya dimulai dari daun meruncing, kecil,

kaku, pertumbuhan batang terhambat, warna menguning, sisi bawah daun terdapat

lapisan spora jamur warna putih; umur 3-5 minggu mengalami gangguan

pertumbuhan, daun berubah warna dari bagian pangkal daun, tongkol berubah

bentuk dan isi; pada tanaman dewasa, terdapat garis-garis kecoklatan pada daun

tua.

Pengendalian penyakit bulai pada tanaman jagung dapat dilakukan dengan

langkah-langkah secara terpadu yaitu dengan penanaman jenis-jenis jagung yang

tahan terhadap penyakit bulai (Balitsereal, 2005). Permulaan musim hujan

tanaman jagung tegalan ditanam agak awal secara serentak untuk suatu daerah

9

Page 10: Usul Pkl Fix

yang luas, segeralah mencabut tanaman yang menunjukkan gejala penyakit agar

tidak menjadi sumber infeksi bagi tanaman di sekitarnya, terutama untuk tanaman

yang lebih muda.

2. Karat (Rust)

Penyakit ini disebabkan oleh jamur Puccinia sorghi Schw dan P. polypora

Underw. Jamur ini memiliki banyak uredium (urediosorus) pada kedua sisi daun

dan upih daun, rapat atau jarang, tersebar tidak mementu, bulat dengan garis

tengah lebih kurang 1 mm, atau memanjang lebih kurang 10 mm panjang,

berwarna coklat epidermis daun yang menutupnya segera pecah. Urediospora

bulat atau jorong, 24-29 x 22-29 mikrometer, berdinding coklat kemerahan,

berduri-duri halus, tebal 1,5-2 mikrometer, pori 3-4, ekuatoral. Jamur membentuk

telium terbuka, berwarna hitam, di tempat yang sama dengan uredium; biasanya

pada waktu tanam menjelang masak. Teliospora jorong, berbentuk tabung atau

gada, tumpul atau agak meruncing, biasanya agak mengecil pada sekat, 35-50 x

16-23 mikrometer, dengan dinding berwarna coklat, dipangkalnya agak pucat,

halus, tebal, dinding samping 1-1,5 mikrometer, tebal dinding ujung 3-6

mikrometer; tangkai panjang, sampai 80 mikrometer, kuning pucat (Semangun,

2004).

Menurut Shurtleff (1980), gejala yang ditimbulkan pada tanaman dewasa

adalah daun tua terdapat titik-titik noda berwarna merah kecoklatan seperti karat

serta terdapat serbuk berwarna kuning kecoklatan, serbuk jamur ini berkembang

dan memanjang.

10

Page 11: Usul Pkl Fix

Varietas jagung di Indonesia cukup tahan terhadap penyakit karat, sehingga

penyakit karat dirasa kurang merugikan. Pengendalian penyakit dapat dilakukan

dengan penanaman jenis tahan atau cukup tahan terhadap penyakit karat seperti

metro, kania putih, harapan, harapan baru, arjuna, bromo, parikesit, rama, bisma,

surya, lamuru, dan srikandi. Selain penggunaan varietas diatas, penyakit karat

juga dapat dikendalikan dengan melakukan sanitasi, mengatur kelembapan pada

areal tanam, dan apabila diperlukan dapat menggunakan fungisida.

3. Hawar daun

Holliday (1980) menjelaskan bahwa, penyakit hawar daun turcicum

disebabkan oleh jamur E. turcicum (Pass.). Leonard et Suggs. Jamur membentuk

konidiofor yang keluar dari mulut daun (stomata), satu atau dua dalam kelompok,

lurus atau lentur, berwarna coklat, panjangnya sampai 300 µm, tebal 7-11 µm,

secara umum 8-9 µm. Konidia lurus atau agak melengkung, jorong atau berbentuk

gada terbalik, pucat atau berwarna coklat jerami, halus mempunyai 4-9 sekat

palsu, panjang 50-144 (115) µm, dan bagian yang paling lebar berukuran 18-33

µm. Konidia mempunyai hilum menonjol dengan jelas, yang merupakan ciri dari

marga Exserohilum, dalam biakan murni, E. turcicum membentuk askus dalam

peritesium.

Gejala awalnya muncul bercak kecil, jorong, hijau tua. Selanjutnya, bercak

tadi berubah warna menjadi coklat kehijauan. Bercak kemudian membesar dan

mempunyai bentuk yang khas, berupa kumparan atau perahu. Lebar bercak 1-2

cm dan panjang 5-10 cm. Spora banyak terbentuk pada kedua sisi bercak pada

11

Page 12: Usul Pkl Fix

kondisi banyak embun atau setelah turun hujan, yang menyebabkan bercak

berwarna hijau tua beledu, yang makin ke tepi warnanya makin muda.

Beberapa cara yang dapat dilakukan dalam upaya pengendalian terhadap

hawar daun antara lain sanitasi lingkungan meliputi pengolahan tanah dan

penyiangan tanaman, penanaman jenis yang tahan antara lain jenis kalingga,

arjuna, dan hibrida. Jika diperlukan penyakit dapat dikendalikan dengan fungisida,

antara lain mankzoeb, sedangkan untuk jamur yang terbawa oleh biji dapat

dimatikan dengan thiram dan karboxin atau dengan perawatan udara panas selama

17 menit dengan suhu 540C-550C (Oka, 1993).

4. Gosong (Corn smut)

Menurut Semangun (2004), penyakit ini disebabkan jamur Ustilago maydis

(DC) Cda, Ustilago zeae (Schw) Ung, Uredo zeae Schw, Uredo maydis DC.

Teliosporanya berbentuk bulat sampai elips, berwarna coklat sampai hitam,

diameter 8-11 mikrometer. Spora diploid ini tumbuh membentuk promiselium

dengan empat atau lebih sporidia. Infeksi dapat dilakukan langsung oleh hipa

yang tumbuh dari teliospora atau dari hasil fusi antara sporidia dan hipa.

Gejala penyakit gosong yaitu pada tongkol ditandai dengan masuknya jamur

ini ke dalam biji pada tongkol sehingga terjadi pembengkakan dan mengeluarkan

kelenjar (gall), pembengkakan ini menyebabkan pembungkus rusak dan spora

tersebar. Pengendalian dilakukan dengan mengatur kelembaban areal pertanaman

jagung dengan cara pengeringan dan irigasi, memotong bagian tanaman yang

terkena kemudian dibakar. Untuk langkah pencegahan dapat dilakukan dengan

mencampur benih dengan fungisida secara merata.

12

Page 13: Usul Pkl Fix

5. Busuk tongkol dan busuk batang

Penyebabnya jamur Fusarium atau Gibberella antara lain Gibberella zeae

(Schw), Gibberella fujikuroi (Schw), Gibberella moniliforme. Patogen penyebab

penyakit busuk batang memproduksi spora pada permukaan tanaman inangnya.

Spora dapat disebarkan oleh angin, air hujan ataupun serangga. Jamur dapat

bertahan pada sisa-sisa tanaman yang terinfeksi dalam fase hifa atau piknidia dan

peritesia yang berisi spora. Pada kondisi lingkungan yang sesuai untuk

perkembangannya, spora akan keluar dari piknidia atau peritesia. Spora pada

permukaan tanaman jagung akan tumbuh dan menginfeksi melalui akar ataupun

pangkal batang. Infeksi awal dapat melalui luka atau membentuk sejenis

apresoria yang mampu masuk ke jaringan tanaman. Spora yang terbawa angin

dapat menginfeksi ke tongkol, dan biji yang terinfeksi bila ditanam dapat

menyebabkan penyakit busuk batang (Wakman et al., 2005).

Menurut Kaiser et al. (1997), tanaman jagung tampak layu atau seluruh

daunnya mengering, gejala tersebut umumnya terjadi pada stadia generatif.

Pangkal batang yang terinfeksi berubah warna dari hijau menjadi kecoklatan,

bagian dalam busuk, sehingga mudah rebah, dan bagian kulit luarnya tipis. Pada

pangkal batang yang terinfeksi tersebut terlihat warna merah jambu, merah

kecoklatan atau coklat.

Busuk tongkol banyak ditemukan pada tanaman yang lemah sehingga

penyakit dapat dikurangi dengan pemeliharaan tanaman yang baik, antara lain

dengan pemupukan yang seimbang. Tidak membiarkan tongkol terlalu lama

mengering diladang, dan jika akan turun hujan bagian batang dibawah tongkol

13

Page 14: Usul Pkl Fix

dipatahkan agar ujung tongkol tidak mengarah keatas. Dibanyak negara penyakit

dikendalikan dengan penanaman varietas yang tahan, sedangkan di Indonesia

belum tersedia varietas jagung yang tahan terhadap busuk tongkol dan busuk

batang.

Tanaman jagung juga rentan terhadap serangan hama yang menyerang pada

seluruh fase pertumbuhan tanaman, baik vegetatif maupun generatif. Hama yang

menyerang tanaman jagung antara lain,:

1. Penggerek Batang Jagung (Ostrina furnacalis Guen)

O. furnacalis merupakan hama utama jagung di Asia. Serangga ini

mempunyai lebih dari satu generasi dalam setahun karena didukung oleh curah

hujan yang memberikan pengaruh penting pada aktivitas ngengat dan

oviposisinya (Nafus and Schreiner 1987). Larva O. furnacalis berwarna putih

krem sampai merah jambu dengan bercak berbentuk setengah lingkaran serta

kepala berwarna hitam/coklat. Larva hidup melalui 5 stadium selama 18-30 hari.

Pupa atau kepompong berwarna coklat muda hingga coklat tua, dengan panjang

12-18 mm. Masa pupa selama 5-10 hari, setelah masa pupa larva akan berubah

menjadi ngengat, ukuran ngengat jantan biasanya lebih kecil dari betinanya.

Jantan memiliki sayap bergaris kuning kecoklatan, sedangkan betina bersayap

kuning pucat. Betina mampu memproduksi telur rata-rata 300 butir.

Gejala serangan O. furnacalis dapat terlihat dari kerusakan yang terdapat

pada setiap bagian tanaman jagung, yaitu lubang kecil pada daun, lubang gorokan

pada batang, bunga jantan, atau pangkal tongkol, batang serta tassel yang mudah

patah (Kalshoven, 1981).

14

Page 15: Usul Pkl Fix

Serangan O. furnacalis dapat dikendalikan secara kultur teknis, dengan

menentukan waktu tanam yang tepat, sistem tanam tumpang sari jagung dengan

kedelai atau kacang tanah, pemotongan sebagian bunga jantan (4 dari 6 baris

tanaman). Pengendalian secara hayati diantaranya yaitu memanfaatkan musuh

alami seperti parasitoid Trichogramma spp. yang dapat memarasit telur O.

furnacalis (Pabbage et al., 1999). Predator Euborellia annulata memangsa larva

dan pupa O. furnacalis. Bakteri Bacillus thuringiensis Kurstaki mengendalikan

larva O. furnacalis, jamur sebagai entomopatogenik adalah Beauveria bassiana

dan Metarhizium anisopliae dapat mengendalikan larva O. furnacalis.

Pengendalian kimiawi dilakukan dengan menggunakan insektisida yang berbahan

aktif monokrotofos, triazofos, diklhrofos, dan karbofuran yang efektif untuk

menekan penggerek batang jagung (Baco dan Yasin, 2001).

2. Ulat Grayak (Spodoptera litura F.)

S. litura meletakkan telur secara berkelompok di permukaan daun dan

ditutupi oleh bulu-bulu yang berwarna coklat muda dan setiap kelompok telur

terdiri atas 50-400 butir. Larva terdiri atas enam instar dan instar terakhir

mempunyai bobot mencapai 800 mg dan menghabiskan 80% dari total konsumsi

makanannya (Kalshoven, 1981). Larva bersembunyi dalam tanah pada siang hari

dan baru aktif pada malam hari. S. litura merupakan hama penting pada tanaman

pertanian di Asia Tenggara dan spesies ini juga terdistribusi luas ke seluruh Asia

tropis dan Asia subtropis, Australia, dan pulau-pulau di Pasifik (Kranz et al.,

1977). Spesies ini adalah serangga polipagous. Tanaman inangnya selain jagung

15

Page 16: Usul Pkl Fix

adalah tomat, kapas, tembakau, padi, kakao, jeruk, ubi jalar, kacang tanah, jarak,

kedelai, kentang, kubis, dan bunga matahari (Holloway, 1989).

Gejala serangan larva yang masih kecil merusak daun secara serentak dan

berkelompok. Dengan meninggalkan sisa-sisa epidermis bagian atas, transparan

dan meninggalkan tulang daun saja. Biasanya larva berada di permukaan bawah

daun, umumnya terjadi pada musim kemarau. Hama ini bersifat polifag, selain

jagung ulat grayak juga menyerang tanaman hortikultura, kekacangan, dan

tanaman hias (Holloway, 1989).

Pengendalian yang dilakukan untuk mengurangi populasi ulat grayak secara

kultur teknis yaitu dengan pengolahan tanah yang intensif. Pengendalian mekanis

dengan mengumpulkan larva atau pupa dan bagian tanaman yang terserang

kemudian memusnahkannya. Penggunaan perangkap feromon seks untuk ngengat

sebanyak 40 buah per hektar atau 2 buah per 500 m2 dipasang di tengah tanaman

sejak tanaman berumur 2 minggu. Pengendalian Hayati yaitu memanfaatkan

musuh alami seperti patogen SI-NPV (Spodoptera litura- Nuclear Polyhedrosis

Virus). Jamur Cordisep, Aspergillus flavus, Beauveria bassiana, Nomuarea rileyi,

dan Metarhizium anisopliae, bakteri Bacillus thuringensis, nematoda Steinernema

sp., predator Sycanus sp., Andrallus spinideus, Selonepnis geminada, parasitoid

Apanteles sp., Telenomus spodopterae, Microplistis similis, dan Peribeae sp.

Pengendalian secara kimiawi dianggap cukup efektif dengan menggunakan

insektisida seperti monokrotofos, diazinon, khlorpirifos, triazofos, dikhlorovos,

sianofenfos, dan karbaril.

16

Page 17: Usul Pkl Fix

3. Penggerek tongkol jagung (Helicoverpa armigera Hbn.)

Imago betina H. armigera meletakkan telur pada pucuk tanaman dan apabila

tongkol sudah mulai keluar maka telur diletakkan pada rambut jagung. Imago

betina mampu bertelur rata-rata 730 butir. Periode perkembangan larva sangat

bergantung pada suhu dan kualitas makanannya, khususnya pada jagung, masa

perkembangan larva pada suhu 240C-270C adalah 12,8-21,3 hari. Larva serangga

ini bersifat kanibal hal ini merupakan salah satu faktor yang menekan

perkembangan populasinya (Kalshoven, 1981).

Gejala serangan ulat penggerek tongkol dimulai saat pembentukan kuncup

bunga dan buah muda. Larva masuk ke dalam buah muda, memakan biji jagung,

karena larva hidup di dalam buah, biasanya serangan serangga ini sulit diketahui

dan sulit dikendalikan dengan insektisida.

Pengendalian secara kultur teknis dapat dilakukan dengan mengolah tanah

yang baik yang berfungsi untuk merusak pupa yang terbentuk dalam tanah dan

dapat mengurangi populasi H. Armigera berikutnya. Pengendalian secara hayati

dapat dilakukan dengan memanfaatkan musuh alami seperti parasitoid yang cukup

efektif untuk mengendalikan penggerek tongkol. Trchogramma spp. yang

merupakan parasit telur dan Eriborus argentiopilosa (Ichneumonidae) parasit

pada larva muda. Jamur Metarhizium anisopliae, bakteri Bacillus thuringensis

serta Virus Helicoverpa armigera Nuclear Polyhedrosis Virus (HaNPV) dapat

menginfeksi larva.

17

Page 18: Usul Pkl Fix

4. Lalat Bibit (Atherigona sp.)

Atherigona sp. biasanya meletakkan telur pada pagi hari atau malam hari.

Telur-telur tersebut diletakkan secara tunggal di bawah daun atau batang dekat

permukaan tanah. Telur menetas pada malam hari minimal 33 jam atau maksimal

empat hari setelah telur diletakkan. Telur spesies ini berwarna putih dengan

panjang 1,25 mm dan lebar 0,35 mm dan warnanya berubah menjadi gelap

sebelum menetas (CABI, 2001).

Gejala yang disebabkan oleh lalat bibit berupa daun yang berubah warna

menjadi kekuningan di sekitar bekas gigitan atau bagian yang terserang

mengalami pembusukan, akhirnya tanaman menjadi layu, pertumbuhan tanaman

menjadi kerdil atau mati (Kalshoven, 1981).

Pengendalian secara hayati dilakukan dengan memanfaatkan parasitoid yang

memarasit telur seperti Trichogramma sp. dan parasit larva (Opius sp. dan

Tetrastichus sp.), predator Clubiona japonicola yang merupakan predator imago.

Pengendalian secara kultur teknis dan pola tanam dilakukan dengan mengubah

waktu tanam, pergiliran tanaman, serta dengan tanam serempak. Pengendalian

secara kimiawi dengan insektisida dapat dilakukan dengan perlakuan benih (seed

dressing).

18

Page 19: Usul Pkl Fix

III. METODE PRAKTIK KERJA LAPANGAN

A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan

Praktik kerja lapangan dilaksanakan selama 25 hari antara bulan Juli sampai

Agustus 2015 di Laboratorium Pengamatan dan Peramalan Hama dan Penyakit

Tanaman Pangan dan Hortikultura Temanggung.

B. Materi Praktik Kerja Lapang

Materi praktik kerja lapangan ini adalah mengenai pengendalian penyakit

pada tanaman jagung yang dilakukan di Laboratorium Pengamatan dan Peramalan

Hama dan Penyakit Tanaman Pangan dan Hortikultura Temanggung.

C. Metode Praktik Kerja Lapangan

1. Metode yang digunakan adalah metode observasi dan praktik lapangan untuk

memperoleh data dan informasi yang berhubungan dengan pengendalian

penyakit jagung.

2. Pengambilan data primer melalui pengamatan, praktik langsung, dan

wawancara dengan staff atau petugas lain yang turut serta dalam proses

budidaya.

3. Mencari sumber data sekunder dari arsip atau dokumen yang ada kaitannya

dengan pengendalian penyakit tanaman jagung di Laboratorium Pengamatan

dan Peramalan Hama dan Penyakit Tanaman Pangan dan Hortikultura

Temanggung.

19

Page 20: Usul Pkl Fix

4. Studi pustaka yang mendukung.

D. Jadwal Pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan

Pelaksanaan kerja praktik ini dilaksanakan selama ± 25 hari kerja, bulan Juli

sampai Agustus 2015 dengan pembagian kerja sebagai berikut:

Tabel 1. Jadwal pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan

KegiatanMinggu Ke-

I II III IVOrientasi LapangPraktik LapangPengumpulan DataPenyusunan Laporan

20

Page 21: Usul Pkl Fix

DAFTAR PUSTAKA

Abror, Y.P. 2010. Teknis Budidaya Jagung. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Baco, D. dan M. Yasin. 2001. Pengendalian penggerek jagung (O. furnacalis) dengan predator dan patogen. Laporan Tahunan Penelitian Hama dan Penyakit, Balitjas, Maros.

Balitsereal. 2005. Deskripsi Varietas Unggul Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia (Balitsereal), Maros.

Belfield, S. and C. Brown. 2008. Field Crop Manual : Maize (A Guide to Upland Production in Cambodia). Cambodian Agricultural Research and Development Institute and the State of New South Wales (NSW Department of Primary Industries), Canberra.

Badan Pusat Statistik. 2014. Produksi Tanaman Jagung. Badan Pusat Statistik, Jakarta.

CABI. 2001. Crop Protection Compendium. Commonwealth Agricultural Bureau International (CABI), Wallingford, UK.

Holliday, P. 1980. Fungus Disases of Tropical Crops. Cambridge Univ. Press, Cambridge.

Holloway, J.D. 1989. The moths of Borneo: family Noctuidae, trifine subfamilies: Noctuinae, Heliothinae, Hadeninae, Acronictinae, Amphipyrinae, Agaristinae. Malayan Nature Journal.

Kaiser, A., J. Colles, J. Lawson, and C. Nicholls. 1997. Weed Management : Australian Maize Kondinin Group: Cloverdale, WA.

Kranz, J., H. Schumutterer, and W. Koch. 1977. Diseases, Pests, and Weeds in Tropical Crops. Berlin and Hamburg, Germany: Verlag Paul Parley

Kalshoven, L.G.E. 1981. Pests of Crops in Indonesia. PT. Ichtiar Baru-Van Hoeve, Jakarta.

Nafus, D.M. and I.H. Schreiner. 1987. Location of Ostrinia furnacalis Gueene. Eggs and larvae on sweet corn in relation to plant growth. Journal of econ. Entomol.

21

Page 22: Usul Pkl Fix

Oka, I.N. 1993. Pengantar Epidemiologi Penyakit Tanaman. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Pabbage, M.S., N. Nonci, dan D. Baco. 1999. Efektifitas Trichogramma evanescens pada berbagai umur telur penggerek batang jagung O. furnacalis. Laporan Tahunan Penelitian Hama dan Penyakit, Balitjas, Maros.

Paliwal, R.L. 2000. Tropical Maize: Improvement and Production. Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rome.

Purwono, dan R. Hartono. 2005. Bertanam Jagung Unggul. Penebar swadaya, Jakarta.

Semangun, H. 2004. Penyakit – Penyakit Tanaman Pangan di Indonesia. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Shurtleff, M.C. 1980. Compendium of Corn Diseases. Second Edition. The American Phytopathological Society, USA.

Subekti, N.A., dan R.E. Syafruddin. 2012. Morfologi Tanaman dan Fase Pertumbuhan Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros.

Tjitrosoepomo, C. 1991. Taksonomi Tumbuhan. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Wakman, W., M.S. Kontong, dan Hasanuddin. 2005. Resistant maize varieties against leaf blight and gray leaf spot diseases in highland of North Sumatera. Presented at the 9th Asian Regional Maize Workshop. 4-10 Sept. 2005. Beijing China.

Warisno. 2007. Jagung Hibrida. Kanisius, Yogyakarta.

Widyastuti, Y.E., dan T. Adisarwanto. 2002. Meningkatkan Produksi Jagung di Lahan Kering, Sawah, dan Pasang Surut. PT. Penebar Swadaya, Jakarta.

22