UP_4_Displasia_Abomasum_(Autosaved)

17
LAPORAN TUGAS TUTORIAL BLOK 15 UP 4 RUMINANSIA I DISPLASIA ABOMASUM Disusun oleh : Nama : Kelviano Muqit NIM : 09/284105/KH/06282 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 1

description

abomasum

Transcript of UP_4_Displasia_Abomasum_(Autosaved)

LAPORAN TUGAS TUTORIAL BLOK 15 UP 4

RUMINANSIA IDISPLASIA ABOMASUM

Disusun oleh :

Nama : Kelviano Muqit

NIM

: 09/284105/KH/06282

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2011Tujuan Pembelajaran1. Bagaimanakah mnajemen pakan ternak yang baik pada sapi perah pada saat pasca partus?

2. Mengetahui tentang displasia meliputi : etiologi, pathogenesis, gejala klinis, terapi dan pencegahan3. Mengetahui tentang gangguan pada abomasum selain displasia!

MANAJEMEN PAKAN TERNAK Nutrisi pada pakan digunakan untuk produksi susu dan keturunan sebagai hasil dari metabolisme. Pada peternakan sapi perah modern yang menghasilkan produksi susu sapi kualitas tinggi sehingga miliki kebutuhan nutrisi tertentu untuk memelihara keseimbangan metabolisme. Ada tiga faktor mengenai metabolisme yang dihubungkan dengan peristiwa dari Displasia Abomasum : hipokalsemia, alkalosis metabolisme dan kesetimbangan energi negatif (NEB). Kalsium turun di dalam minggu yang kedua masa menyusu anak ditemukan di dalam sapi-sapi sebelum menderita Displasia Abomasum (Van Winden, 2002)

Gambar 1. Proses terjadinya Displasia Abomasum yang dipengaruhi oleh beberapa faktor

(Van Winden, 2002)

Sapi-sapi dengan pakan kering dengan bentuk dari partikel-partikel yang besar akan meningkatkan kerja saluran gastrointestinal. Peningkatan ini di dalam partikel-partikel yang besar adalah yang dikombinasikan dengan arus laju ingesta. Pakan dengan kadar rendah serat yang rendah menyebabkan perut besar rendah partikel pakan mengakibatkan suatu arus pencernaan menjadi lambat. Di dalam periode yang kering, diet berisi sebagian besar dari bahan kasar, selagi setelah melahirkan rangsum itu adalah kaya akan konsentrat-konsentrat. Suatu diet berisi konsentrat-konsentrat yang dibandingkan dengan ransum bahan kasar menimbulkan urangnya myoelectrical aktivitas abomasum (Van Winden, 2002)

Apabila arus pencernaan ingesta berjalan lambat maka pembentukan asam lemak volatil VFA pada rumen menjadi lambat dan meningkatkan tekanan osmotik. Tingginya tekanan osmotik akan menurunkan aktifitas abomasum dalam mencerna bahan pakan. Selain itu tingginya tekanan osmotik dapat mengakibatkan air terserap ke dalam rumen sehingga proses penyerapan VFA menjadi berkurang (Van Winden, 2002)

Pada sapi perah yang setelah melahirkan terjadi ketidakseimbangan energi bahwa energi dalam pembuatan air susu melebihi masukan energi. Selama laktasi glukosa dan hormon insulin berkurang dalam darah, sedangkan badan keton dan zat asam non ester meningkat dalam darah. Rendahnya hormon insulin dan glukosa dapt mengembangkan proses terjadinya DA (Van Winden, 2002).Mengenai penanganan yang dilakukan adalah pemberian pemberian konsentrat yang lebih sedikit jumlahnya pada dry cow dan memperbanyak jumlah hijauan. Pakan dry cow harus mengandung konsentrat kurang dari 30%. Idealnya, 2 kg/hari konsentrat diberikan selama 2 minggu terakhir selama periode terakhir dari fase dry cow untuk membantu roses pencernaan oleh mikroflora, yang mana mikroflora tersebut akan mengatur penyerapan nutrisi dari konsentrat untuk pembentukan susu pada awal laktasi (Andrews dkk, 2004)DISPLASIA

Abomasum pada ruminansia sering disebut sebagai lambung sejati, karena proses pencernaan di dalamnya menyerupai pada hewan monogastrik setelah diolah sebelumnya pada rumen, reticulum, dan omasum. Setidaknya terdapat tiga permasalahan gangguan pada abomasum yang sering di sebut dalam literature dan juga menghasilkan beberapa gejala klinis yang berbeda.Diantaranya adalah : (1) Left Displacement of the Abomasum (LDA) atau sering dikenal dalam bahasa Indonesia sebagai Displasia Abomasum Kiri, (2) Right Displacement of the Abomasum (RDA) atau Displasia Abomasum Kanan. (3) Ulceration. Dan beberapa laporan menyebutkan impaksio. Ketiga kondisi tersebut (LDA, RDA, ulserasi) haruslah ditangani dengan baik dalam suatu proses peternakan, terutama peternakan sapi perah, dan hal-hal tersebut belum pernah dilaporkan pada ruminansia liar. Dalam kenyataan lapangan ternyata kasus LDA sangat sering terjadi pada sapi perah, terutama bagi sapi dewasa yang baru pertama kali melahirkan, dan sangat jarang sekali terjadi pada sapi pedaging (Andrews dkk, 2004) Pakan sangat mempengaruhi etiologi dari displasia, terutama pada pemberian konsentrat yang berlebihan. Pada daerah Inggris dan AS, kasus LDA slebih sering terjadi daripada kasus RDA ataipun ulserasi. Namun pada daerah Skandinavia kasus RDA lebih sering terjadi daripada LDA, mungkin hal ini dikarenakan perimbangan pemberian pakan konsentrat dan hijauan.Left Displacement of the Abomasum (LDA)/ Displasia Abomasum Kiri

Kasus LDA sering sekali terjadi pada sapi perah betina, walaupun ada beberapa kasus yang terjadi pada sapi perah pejantan. Dalam beberapa hal LDA merupakan suatu gangguan sekunder daripada endocarditis. Secara keseluruhan terdapat banyak variasi yang menyertai kasus-kasus LDA, dalam beberapa laporan tahunan terdapat kasus 25-30 dari 1000 sapi, namun dalam keterangan yang lain dilaporkan 4-6 dari 1000 sapi (Andrews dkk, 2004). Etiologi dan Patogenesis

Etiologi paling tepat dari LDA belum dipahami secara menyeluruh, namun kejadian-kejadian LDA umumnya terjadi setelah terjadinya parturisi, yang mana terjadi pergeseran atau disposisi gravid uterus setelah keluarnya fetus dari dalam tubuh induk. Telah di observasi bahwa pada periode akhir pregnansi sapi perah, kehadiran gravid uterus telah menyebabkan perpindahan tempat abomasum menjadi ke arah anterior dan agak ke kiri, dan setelah partus maka organ-organ tadi akan kembali ke posisi semula. Setelah terjadinya calving atau partus tersebut, umumnya akan terjadi abomasum atoni dan akumulasi gas pada abomasum. Hal ini di sebabkan oleh beberapa hal, antara lain :1. Pemberian konsentrat yang berlebihan yang bertendensi akan meningkatkan asidosis dan gas.

2. Akumulasi dari tanah dan kerikil, yang mana akan menyebabkan kelukaan pada mukosa abomasum.3. Kondisi stress atau gangguan metabolic yang terjadi bersamaan pada saat partus. Hipokalsemia dapat menyebabkan atoni pada abomasum

4. Kejadian gangguan sistemik yang menghasilkan toksemia, contohnya metritis akut

Keadaan lain yang mungkin mendorong terjadinya Displasia Abomasum adalah berpindahnya alat-alat pencernaan karena malakukan gerakan yang tidak biasanya dilakukan oleh sapi, misalnya gerakan menaiki teman padaa saat hewan tersebut sedang dalam kondisi berahi (Subronto, 2008).Dilihat dari kejadian tersebut maka atoni abomasum dan tingginya kadar gas dalam abomasum merupakan faktor-faktor pathogenesis yang tinggi dari terjadinya Displasia Abomasum. Ketika berpindah ke bagian kiri dan organ berada dalam posisi antara dinding abdominal di sebelah kiri dan rumen di sebelah kanan, gejala atoni dan hadirnya gas dalam abomasum akan mencegah abomasum untuk kembali ke posisi semula (Blowey & Weaver, 2003).

Gejala Klinis

Gejala klinis yang dapat di amati pada kasus LDA, menurut Andrews ( 2004).adalah:

Produksi susu menurun, nanfsu makan dan proses ruminasi menurun drastic Terjadinya acetonemia kronis

Pada kasus yang parah, nafsu makan dapat berkurang, proses ruminasi pun dapat menghilang

Konsistensi feses lembek, dikarenakan kebanyakan diberi pakan konsentrat.

Temperature rectum normal namun detak jantung dapat mencapai 80-100 kali /menit.

Tonus rumen sangat lemah atau bahkan menghilang, dikarenakan terhalang oleh abomasum. Kehadiran gas pada abomasum sangat terasa.

Pada beberapa kasus akut penggelembungan pada bagian flank kiri sangat terasa

Diagnosa

Untuk mendiagnosa terjadinya LDA relative mudah, utamanya apabila pada bagian tersebut menghasilkan bunyi ping ketika dilakukan auskultasi. Konfirmasi dilakukannya pemeriksaan atau diagnose adalah melalui perkusi dan auskultasi pada bagian kiri flank. Stetoskop ditaruh pada intercostal terakhir (diantara costae), dan sejajar dengan sublumbar fossa, dengan mendengarkan lewat stetoskop makan akan didapati bahwa terdengar suara resonan abomasum. Suara tersebut akan terdengar seperti ping-ping seperti piring diketuk (Andrews dkk, 2004).Apabila suara ping terdengar dengan resonansi yang tinngi, ini menandakan bahwa gas telah memenuhi sebagian besar daripada ruang di abomasum sehingga menutupi celah antara rumen dan dinding abdominal (Blowey & Weaver, 2003).Lokasi suara ping yang paling jelas pada kasus LDA adalah area antara costae ke 9 sampai costae ke 15 , sampai bagian 1/3 tengah dari abdomen, walaupun hal ini tidak menjadi sesuatu yang baku karena ping dapat pula terjadi lebih caudal atau lebih ke ventralPada kasus ini juga dapat diamati adanya gejala ketosis dalam darah, dan ketosis pun harus dibandingkan anatara ketosis sekunder dan ketosis primer, kebanyakan kasus pada LDA pasca kelahiran adalah adalah ketosis primer (Subronto, 2008).

Terapia. Operasi.

Merupakan terapi terbaik. Banyak macam cara atau metode operasi yang digunakan, misalnya : Right paramedian abomasopexy; right flank omentopexy dan left flank abomasopexy. Keberhasilan operasi ini ditentukan oleh kondisi umum sapi (semakin baik BCS, semakin baik peluang untuk sembuh), kecepatan diagnosa, ukuran sapi (sapi yang terlalu tinggi dan besar bisa menyulitkan proses operasi), dan keahlian dokter hewan itu sendiri selain faktor umum operasi lainnya. Secara singkat, prosedur operasinya adalah sebagai berikut (operasi melalui flank kiri):

1.Bersihkan dan cuci kulit serta cukur bulu pada daerah flank kiri yang akan disayat kemudian bilas dengan antiseptik. Ingat, pastikan alat dan tangan operaor steril sebelum melakukan operasi.

2.Sayat kulit bagian flank sebesar 15- 20 cm (tergantung besarnya tangan operator) hingga lapisan-lapisan otot perut sampai terlihat bagian dalam uang perut. Hati-hati, jangan sampai menyayat rumen.

3.Masukkan tangan yang sudah steril dan temukan abomasum yang posisinya terletak diantara rumen dan dinding perut.

4.Siapkan jarum no. 18 yang sudah disambungkan dengan pipa yang seukuran kemudian keluarkan gas yang ada dalam abomasum dengan cara menusuk bagian apex abomasum menggunakan jarum tadi hingga setengah isi gasnya keluar. Jangan sampai benar-benar collaps karena kita harus menemukan pylorusnya untuk difiksasi.

5.Setelah abomasum setengah collaps, temukan bagian pylorusnya dan fiksasi menggunakan cat gut (ukurannya menyesuaikan, saya biasa menggunakan yang berukuran 7 atau 8) yang sudah terhubungkan dengan vaginal suture needle lalu Ikat dengan baik.

6.Setelah itu lanjutkan pengeluaran gas dari abomasum hingga benar- benar collaps (kempis).

7.Sekarang kita siap untuk memfiksasi abomasum ke bagian paling ventral dari ruang perut dengan cara merasakan menggunakan ujung jari anda. Setelah yakin posisinya ventral, tembuskan cat gut tadi hingga menembus kulit ventral kedua sisi lalu ikat keduanya di luar kulit bagian ventral. Pastikan ikatannya benar-benar kuat sehingga tidak mungkin lepas. Untuk proses ini operator akan membutuhkan asisten untuk mengikatnya sedang operator memastikan seluruh bagian abomasum berada di bagian ventral dari ruang perut.

8.Setelah semua bagian abomasum berada di bagian ventral dari ruang perut, segera keluarkan tangan dan masukkan antibiotik (saya menggunakan penstrep) yang telah diencerkan dalam NaCl fisiologis untuk mencegah infeksi kedalam ruang perut.

9.Jahit satu-satu masing-masing bagian otot perut menggunakan cat gut dan akhiri jahitan kulit dengan menggunakan silk.

10.Berikan antibiotik, antihistamin, analgesik-antipiretik, multivitamin selama 5 hari berturut-turut dan amati kondisinya setiap hari. Amati nafsu makannya, produksinya (sementara perah satu kali saja sampai 1 minggu setelah operasi), kotorannya, suhu tubuhnya. Pastikan semua terkontrol dengan baik.

11.Jika semua kondisi normal, jahitan bisa dibuka 2 minggu post operasi.

Gambar 2. Posisi pembedahan LDA untuk mengembalikan posisi abomasumb. Laparoskopi dan Fiksasi

Merupakan cara pengikatan abomasum dengan dinding abdomen dari luar dengan membuat lubang kecil menggunakan alat seperti trokar dan benang yang deberi penahan. Cara ini memang meminimalkan luka tetapi membutuhkan pengetahuan dan pengalaman yang lebih. Ada berbagai metode laparoskopi dan fiksasi, antara lain: percutaneous toggle-pin fixation; two-step laparoscopic reposition and fixation; one-step laparoscopic reposition and fixation pada posisi hewan berdiri dan one-step laparoscopic fixation pada posisi dorsal recumbency (Andrews dkk, 2004).c. Pemutaran (Rolling technique)

Merupakan cara klasik. Hewan di ikat kakinya kemudian di telentangkan kemudian digoyang-goyangkan kekiri ke kanan. Cara ini memang mudah dilakukan tapi kemungkinan kesembuhan dengan teknik ini kecil.

Gambar 3. Teknik rolling untuk mengembalikan posisi abomasumRight Displacement of the Abomasum (RDA)Pembesaran abomasum yang ke arah kanan sering disebut debagai RDA, ditandai dengan pembesaran perut atau bagian abdominal ke arah kanan yang berlangsung sedikit demi sedikit. Seringkali merupakan awal dari pemuntiran atau torsi abomasum, yang biasanya berlangsung akut dan disertai rasa sakit yang sangat, hingga dalam beberapa waktu penderita tidak mengalami penanganan maka dapat mnegakibatkan kematian (Subronto,2008).

Etiologi

Kasus ini sering terjadi pada permulaan laktasi dan jarang pada saat dry cow .Pada umumnya RDA diderita oleh sapi perah yang sudah tua dan terjadi pada 3-6 minggu setelah kelahiran. Kejadian penyakit hampir selalu mengenai sapi yang lebih banyak tinggal di kandang. Pembesaran abomasum diduga di sebabkan oleh obstruksi atau menurunnya tonus otot abomasum. Secara pasti belum diketahui penyebab kelainannya (Subronto, 2008).

Patogenesis

Sama seperti LDA, etiologi RDA belum diketahui seluruhnya, tetapi tahap pathogenesis hampir sama seperti LDA. Atoni abomasum yang di sebabkan oleh akumulasi pakan konsentrat, lalu di ikuti oleh pembentukan cairan dan akumulasi gas akan memenuhi organ. Kehadiran tanah dan kerikil juga pernah dilaporkan (Andrews dkk, 2004).Kejadian tersebut lalu diikuti oleh puntiran (torsi) abomasum yang mencapai 180-270o dan menyebabkan obstruksi hebat, dengan rasa sakit yang sangat, dan di ikuti oleh timbulnya dehidrasi dan shock. Apabila sudut puntiran tidak terlalu besar, proses akan berlangsung secara subakut dan ingesta dapat di pasasikan ke saluran pencernaan selanjutnya (usus). Seperti LDA, penderita RDA yang kronis akan menurun kondisinya (Subronto, 2008).Gejala KlinisPada penderita akut, ditandai oleh rasa tidak tenang, mengerang, menggeretakkan gigi dan penderita terlitah tidur dan bangun berulang kali. Pulsus menajdi sangat frekuen dan suhu tubuh dalam waktu yang singkat menjadi abnormal.

Feses yang semula terlihat normal akan berhenti keluar sehingga terlihat adanya obstruksi. Abdominal bagian kanan juga akan membesar (Subronto,2008). Gejala lain yang dapat di amati adalah berkurangnya susu yang keluar, ruminasi berhenti dan kontraksi rumen lemah dan tidak berfrekuensi. Temperature rectum normal dan detak jantung mengalami kenaikan menjadi 80-100 detak /menit (Blowey & Weaver, 2003).

Diagnosa

Diagnose dapat dilakukan memakai teknik perkusi dan auskultasi pada sisi kanan flank, sama seperti kasus RDA teknik dan caranya. Melalui palpasi rektal juga dapat diketahui adanya sutau bentukan keras pada sublumbar bagian kanan. Secara umum untuk mendiagnosa kejadian ini dapat melakukan auskultasi pada rongga perut sebelah kanan dan melalui palpasi rektal (Blowey & Weaver, 2003).Terapi Pada kejadian di lapangan dapat melakukan percobaan seperti yang dilakukan pada kasus LDA, namun harus diperhatikan arah puntirannya. Namun satu hal yang harus dicatat bahwa kemungkinan untuk berhasil tidak begitu besar. Pada kejadian akut pertolongan dengan jalan operasi harus dipertimbangkan (Subronto, 2008).GANGGUAN ABOMASUM SELAIN DISPLASIA

Abomasal Ulceration (Ulserasi Abomasum)

Ulserasi dari beberapa tipe ulser dapat terjadi di permukaan mukosa abomasum dalam beberapa kasus penyakit sistemik, namun hal ini jarang diperhatikan karena umumnya gangguan ini muncul bersamaan dengan munculnya gejala klinis lainnya.

Namun munculnya ulserasi abomasum pada sapi dewasa dapat terjadi secara sporadic dan menyebabkan perforasi dan peritonitis atau hemoraghi, yang berlangsung secara akut dan menimbulkan kematian

Etiologi dari ulserasi abomasum belum dikatahui secara pasti, tetapi ada kemungkinan pemberian konsentrat yang berlebihan dapat menyebabkan kasus ulserasi pada abomasum. Blowey (2003) menyatakan bahwa pada saat pembedahan sapi yang mengalami ulaerasi abomasum terlihat banyak tanah dan kerikil yang bercampur dengan ingesta terdapat pada abomasum. Beberapa pendapat menyatakan bahwa etiologi kasus ulserasi abomasum sangat mirip dengan kasus LDA dan RDA, dan juga dalam kenampakan gejala klinisnya, sehingga dalam kasus LDA dan RDA kejadian ulserasi juga dapat ditemukan (Andrews dkk, 2004)..Ulserasi seringkali dihubungkan dengan tingkat stress sapi dan tingginya rasio konsentrat. Ulser dibagi menjadi beberapa tipe : Tipe I tidak ada tanda-tanda spesifik dari hal ini, namun ulser sudah tumbuh di dalam abomasum, Tipe II ulser bersifat persisten yang menghasilkan anemia progreesive, tipe III dan tipe IV dapat menyebabkan peritonitis dan tanda-tanda hewan mengalami sakit yang jelas (Blowey & Weaver, 2003).Abomasal Impaction

Impaksio abomasum tidak terlalu berpengaruh signifikan pada sapi perah dewasa, kasusnya mungkin 1 diantara 100.000 dan lebih sering terjadi pada sapi pedaging daripada sapi perah, yang mana salah satu penyebabnya adalah pemberian pakan yang berkualitas jelek

Kasus impaksio dapat terjadi karena adanya akumulasi dari pakan yang berserabut tinggi, tanah ataupun kerikil. Dan gejala klinis yang timbul adalah penurunan hasil susu yang keluar dan membuat aktivitas ruminasi berhenti serta konstipasi. Temperature rectum masih dalam kondidi normal tetapi detak jantung meningkat hinga kira-kira 100 kali /menit. Pada geala-gejala awal mungkin rasa sakit tidak terlihat dari sapi, namun perkembangan ini akan berlangsung dengan cepat sehingga rasa sakit akan terasa jelas pada anterior ventral abdomen sebelah kanan (Andrews dkk, 2004).DAFTAR ISI

Andrews, A.H., Blowey, R.W., Boyd, H., Eddy, R.G. 2004. Bovine Medicine and Husbandary of Cattle 2nd Edition. Blackwell Publishing : USABlowy, R.W., dan Weaver, A.D. 2003. Color Atlas of diseases and Disorder of Cattle. Elsavier Science : UK

Soebronto. 2003. Ilmu Penyakit Ternak (Mamalia) I. Universitas Gadjah Mada Press : YogyakartaVan winden , Steven C.L. and Rogier Kuiper. 2002. Left Displacement Of The Abomasum In Dairy Cattle: Recent Developments In Epidemiological And Etiological Aspects. Utrecht University, Faculty of Veterinary Medicine, Department of Farm Animal Health, Yalelaan 7, 3584 CL, Utrecht, The Netherlands EMBED Microsoft

1