unud-873-504275813-bab vi

11
111 BAB VI KENDALA-KENDALA YANG DIHADAPI DAN CARA MENGATASI KENDALA DALAM PEMBERDAYAAN KETERAMPILAN VOKASIONAL BAGI ANAK TUNARUNGU PADA SEKOLAH LUAR BIASA BAGIAN B NEGERI DI KABUPATEN TABANAN Pemberdayaan merupakan program yang dilaksanakan dalam jangka waktu yang panjang. Pemberdayaan harus dilaksanakan secara berkesinambungan dan terus-menerus. Upaya memberikan pelatihan sebagai kegiatan keterampilan dalam suatu proses. Pelaksanaan program pemberdayaan keterampilan vokasional tidak terlepas dari kendala-kendala. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ada beberapa kendala dan kesulitan yang dihadapi dalam pelaksanaan pelatihan keterampilan, yaitu “keterbatasan modal usaha, keterbatasan kemampuan dan motivasi sumber daya manusia (SDM), serta kurangnya sarana dan prasarana ”. Menurut Watson dalam Adi (2008 : 259 – 275), “kendala yang terjadi dalam pelaksanaan program pemberdayaan dapat berasal dari kepribadian individu dalam komunitas dan bisa juga berasal dari sistem sosial”. Sesuai dengan pendapat di atas, kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pemberdayaan keterampilan di SLB.B N Tabanan dibagi menjadi dua yaitu (a) kendala yang berasal dari dalam kepribadian peserta didik dan pendidik serta (b) kendala dari lingkungan. Kendala-kendala tersebut adalah sebagai berikut.

description

iman

Transcript of unud-873-504275813-bab vi

Page 1: unud-873-504275813-bab vi

111

BAB VI

KENDALA-KENDALA YANG DIHADAPI DAN CARA MENGATASI

KENDALA DALAM PEMBERDAYAAN KETERAMPILAN

VOKASIONAL BAGI ANAK TUNARUNGU

PADA SEKOLAH LUAR BIASA BAGIAN B NEGERI

DI KABUPATEN TABANAN

Pemberdayaan merupakan program yang dilaksanakan dalam jangka

waktu yang panjang. Pemberdayaan harus dilaksanakan secara berkesinambungan

dan terus-menerus. Upaya memberikan pelatihan sebagai kegiatan keterampilan

dalam suatu proses. Pelaksanaan program pemberdayaan keterampilan vokasional

tidak terlepas dari kendala-kendala. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan,

ada beberapa kendala dan kesulitan yang dihadapi dalam pelaksanaan pelatihan

keterampilan, yaitu “keterbatasan modal usaha, keterbatasan kemampuan dan

motivasi sumber daya manusia (SDM), serta kurangnya sarana dan prasarana ”.

Menurut Watson dalam Adi (2008 : 259 – 275), “kendala yang terjadi dalam

pelaksanaan program pemberdayaan dapat berasal dari kepribadian individu

dalam komunitas dan bisa juga berasal dari sistem sosial”.

Sesuai dengan pendapat di atas, kendala-kendala yang dihadapi dalam

pelaksanaan pemberdayaan keterampilan di SLB.B N Tabanan dibagi menjadi dua

yaitu (a) kendala yang berasal dari dalam kepribadian peserta didik dan pendidik

serta (b) kendala dari lingkungan. Kendala-kendala tersebut adalah sebagai

berikut.

Page 2: unud-873-504275813-bab vi

112

6.1 Kendala yang Berasal dari Peserta Didik

6.1.1 Kestabilan (homeostasis)

Kurangnya pemahaman anak tunarungu, baik bahasa lisan maupun bahasa

tulisan sering kali menyebabkan anak tunarungu menafsirkan sesuatu dengan cara

yang negatif atau salah. Hal ini sering mengakibatkan tekanan pada emosinya.

Tekanan pada emosinya itu dapat menghambat perkembangan pribadinya, yaitu

dengan menampilkan sikap menutup diri, bertindak secara agresif, atau sebaliknya

menampakkan kebimbangan dan keragu-raguan. Emosi yang bergejolak pada

anak tunarungu disebabkan oleh di satu pihak adanya kemiskinan dalam

penguasaan kosakatanya, dan di pihak lain karena adanya pengaruh-pengaruh dari

luar yang diterimanya seperti teman dan faktor lingkungan.

Dalam mengikuti keterampilan vokasional, anak tunarungu masih kurang

stabil, tergantung keinginan dari pribadi siswa. Pada saat siswa ingin belajar

keterampilan dia mengikuti, pada saat tidak ingin belajar keterampilan dia pun

tidak masuk. Bisa dikatakan bahwa motivasi untuk mengikuti keterampilan masih

dalam taraf timbul tenggelam / kurang. Berikut ungkapan Nadi Utami.

“… Saya malas mengikuti keterampilan kalau teman-teman yang masukcuma sedikit. Jadi kurang semangat dalam belajarnya ditambah lagiruangannya tidak nyaman…” (wawancara 9 Mei 2013).

Berdasarkan ungkapan di atas dapat disimpulkan bahwa niat untuk belajar dalam

mengikuti pelatihan keterampilan sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan yaitu

teman dan ruangan yang tidak nyaman. Tidak nyaman di sini karena ruangan

berfungsi ganda, yang dimaksud dengan ruangan berfungsi ganda di sini adalah

Page 3: unud-873-504275813-bab vi

113

ruangan digunakan untuk dua fungsi. Contoh ruang pelatihan untuk menjahit

digunakan juga sebagai pelatihan salon kecantikan.

McClelland (1961:34) mengatakan bahwa kegagalan pembangunan sebuah

masyarakat disebabkan oleh warga masyarakat tersebut tidak memiliki motivasi

untuk berprestasi. Anak tunarungu bersifat pasrah dan menerima nasib apa adanya

tanpa perlawanan. Oleh sebab itu, agar pembangunan (dalam hal ini adalah

pemberdayaan keterampilan vokasional bagi anak tunarungu) berhasil, sikap anak

tunarungu harus diubah dan didorong untuk memiliki motivasi. Seberapa kuat

motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan kualitas perilaku yang

ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja, maupun dalam kehidupan

lainnya.

6.1.2 Kemampuan mengingat

Inteligensi merupakan faktor yang sangat penting dalam belajar meskipun

di samping itu ada faktor-faktor lain yang tidak dapat diabaikan begitu saja,

seperti kondisi kesehatan dan faktor lingkungan. Inteligensi merupakan motor dari

perkembangan mental seseorang. Pada umumnya anak tunarungu memiliki

inteligensi yang tinggi, rata-rata, dan inteligensi yang rendah. Sesuai dengan sifat

keturunannya, anak tunarungu sukar memahami konsep abstrak sebab untuk dapat

memahami dan menangkap pengertian abstrak sangat diperlukan pemahaman

yang baik akan bahasa lisan dan bahasa tulisan. Kemampuan mengingat pada

anak tunarungu kurang optimal bila dibandingkan dengan anak normal. Dalam

mengikuti pelatihan keterampilan diperlukan kesabaran yang tinggi karena harus

selalu mengulang. Berikut ungkapan Sri Agustini.

Page 4: unud-873-504275813-bab vi

114

“…Saya sering lupa pada pelajaran yang sudah diajarkan oleh guru padahal pelajaran itu baru kemarin diberikan…” (wawancara 9 Mei 2013).

Kemampuan mengingat yang kurang menyebabkan pencapaian hasil

keterampilan memerlukan waktu yang cukup lama.

6.1.3 Superego

Superego yang terlalu kuat dalam diri seseorang cenderung membuat ia

tidak mau atau sulit menerima pemberitahuan oleh teman sebaya. Dalam hal ini,

biasanya harus diberi tahu oleh guru bila kurang mengerti dalam proses pelatihan

keterampilan. Dorongan superego yang berlebihan dapat menimbulkan kepatuhan

yang berlebihan pula. Berikut ungkapan Mia Astrika Dewi.

“…Guru itu lebih pintar daripada teman-teman. Oleh sebab itu, saya lebihmengerti kalau guru yang memberi tahu …”(wawancara…Mei 2013).

Berdasarkan ungkapan di atas Mia menganggap teman-temannya sama dengan

dirinya, yaitu masih dalam tahap belajar.

6.1.4 Rasa tidak percaya diri (self distrust)

Faktor sosial merupakan lingkungan hidup di mana seorang anak mampu

berinteraksi dengan lingkungannya, baik interaksi antar individu, antara individu

dan kelompok, keluarga, dan antara individu dengan lingkungan masyarakat yang

lebih luas. Adanya perlakuan yang kurang wajar dari anggota keluarga dan

anggota masyarakat dapat menimbulkan beberapa aspek yang negative, seperti

perasaan rendah diri dan merasa diasingkan oleh keluarga atau masyarakat,

perasaan cemburu, perasaan syak wasangka, merasa diperlakukan tidak adil,

kurang dapat bergaul, mudah marah, dan berlaku agresif. Berikut ungkapan Dwi

Jayanti.

Page 5: unud-873-504275813-bab vi

115

“…Kurangnya pemahaman dan miskinnya bahasa dalam berkomunikasimembuat saya tidak mengerti apa yang dimaksudkan oleh orang lainsehingga saya tidak bisa memberikan timbal balik karena itu sayadianggap orang yang bodoh…”

Rasa tidak percaya diri membuat anak tunarungu tidak yakin dengan

kemampuannya sehingga sulit untuk menggali dan memunculkan potensi yang

ada pada dirinya. Hal ini membuatnya menjadi sulit berkembang karena ia sendiri

tidak mau berkembang. Kegagalan membuat rangkaian sejumlah objek atau

mengonstruksi suatu bentuk tertentu dapat menyebabkan anak mengalami

frustrasi. Dengan mendampingi anak pada saat belajar, pendidik dapat melatih

anak untuk belajar bersabar, mengendalikan diri dan tidak cepat putus asa dalam

mengonstruksi sesuatu. Bimbingan yang baik bagi anak mengarahkan anak untuk

dapat mengendalikan dirinya kelak pada kemudian hari untuk tidak cepat frustrasi

dalam menghadapi permasalahan (Titik Setyawahyuni, 2007: 18). Berdasarkan

ungkapan dan teori di atas diketahui bahwa anak tunarungu memerlukan

bimbingan dari guru untuk menumbuhkan rasa percaya diri agar siswa dapat

mengembangkan potensi yang dimilikinya.

6.2 Kendala yang berasal dari lingkungan

6.2.1 Tenaga pendidik

Guru memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan belajar

keterampilan di sekolah. Disamping itu, juga sangat berperan dalam membantu

perkembangan peserta didik untuk mewujudkan tujuan hidup siswa secara

optimal, baik di bidang akademik maupun keterampilan vokasional yang

diselenggarakan di SLB.B N Tabanan. Peran guru dalam proses kegiatan

Page 6: unud-873-504275813-bab vi

116

pembelajaran keterampilan adalah sebagai pendidik, pengajar, pembimbing,

pelatih, penasihat, pembaru (inovator), model dan teladan, pendorong kreativitas,

dan lain-lain. Berkaitan dengan ini, guru memiliki peranan yang unik dan sangat

kompleks di dalam proses kegiatan keterampilan, dalam usahanya mengantarkan

siswa/anak didik ke taraf yang dicita-citakan. Oleh karena itu, guru harus

merencanakan setiap kegiatan sesuai dengan profesi dan tanggung jawabnya.

Begitu pentingnya peranan seorang guru, tetapi di SLB.B N Tabanan, yang

mengajarkan keterampilan kurang berkompeten di bidangnya seperti guru yang

mengajar keterampilan pembuatan batako dan keterampilan meronce, mereka

mengajar keterampilan bukan karena mempunyai ijazah yang mendukung,

melainkan hanya berdasarkaan pengalaman. Hal ini sesuai dengan hasil

wawancara dengan I Wayan Ceger sebagai berikut.

“…Tenaga pendidik dalam mengajarkan keterampilan kurang kompeten dibidangnya dan hanya berdasarkan pengalaman yang dimiliki karenatuntutan kurikulum yang mengharuskan bahwa pembelajaran di SMALB40% di bidang akademik dan 60% di bidang keterampilan vokasionalmaka dari itu, SLB.B N Tabanan memanfaatkan guru yang ada, tetapisudah berpengalaman di bidangnya walaupun tidak mempunyai ijazahyang berkaitan dengan keterampilan yang diajarkan…”(wawancara 9 Mei2013).Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa keterampilan vokasional

harus diadakan karena sudah menjadi aturan dari pemerintah walaupun bertolak

belakang dengan keadaan yang ada di lapangan, yaitu belum ada guru yang

berkompeten di bidangnya. Walaupun gurunya kurang berkompeten, yaitu di

bidang pembuatan batako, batako berhasil menjadi keterampilan yang sukses.

Keberhasilannya membina anak tunarungu terbukti dari hasil pembuatan batako

sudah dipasarkan.

Page 7: unud-873-504275813-bab vi

117

6.2.2 Sarana dan prasarana

Dalam konteks sarana prasarana, Adi (2008 : 287) mengatakan bahwa

“modal fisik merupakan salah satu modal dasar yang terdapat dalam setiap

masyarakat”. Modal fisik terdiri atas dua kelompok, yaitu bangunan dan

infrastruktur. Bangunan di sini berupa ruangan dalam pelaksanaan pelatihan

keterampilan dan infrastruktur berupa peralatan keterampilan. Salah satu faktor

yang memengaruhi keberhasilan suatu program adalah mengenai sarana dan

prasarana. Sarana dan prasaran di SLB.B N Tabanan masih sangat terbatas, yaitu

ruang keterampilan vokasional yang tersedia baru ada satu ruangan. Dalam

ruangan tersebut ada dua aktivitas keterampilan yang dilaksanakan, yaitu

keterampilan menjahit dan salon kecantikan. Ditambah lagi peralatan menjahit

seperti mesin jahit, lemari, dan bahan-bahan keperluan menjahit disimpan dalam

ruangan itu juga. Mesin jahit banyak yang rusak. Dari empat mesin jahit hanya

dua mesin jahit yang bisa dipakai. Di samping itu, peralatan salon kecantikan,

seperti steamer, dan lemari kaca disimpan di situ juga sehingga menambah sempit

ruangan. Kondisi seperti itu kurang nyaman untuk pelaksanaan proses

pembelajaran. Selain itu banyak kosmetik yang sudah expired. Untuk

keterampilan pembuatan batako ada empat biji cetakan. Jadi, masih kurang dan

tidak ada alat transportasi untuk pengiriman. Ruang workshop sebagai tempat

pameran hasil karya anak belum ada. Berikut penuturan kepala sekolah, I Made

Warsawan,S.Pd.

“…kurikulum 2004 harus dilaksanakan walaupun sarana dan prasaranabelum memadai. Kurikulum 2004 yang terimplementasi melalui programpemberdayaan keterampilan vokasional yang dilaksanakan di sekolah inimemang belum diikuti dengan sarana dan prasarana yang memadai. Saya

Page 8: unud-873-504275813-bab vi

118

dan guru-guru lebih memprioritaskan proses belajar keterampilannyasementara ruang workshop masih dalam proses pengajuan kepemerintah…” ( wawancara 10 Mei 2013 ).

Ungkapan di atas menunjukkan bahwa sarana dan prasarana yang ada memang

kurang memadai. Jadi, salah atu alternatifnya adalah dengan memanfaatkan yang

telah ada dan memprioritaskan dalam proses pembelajaran.

Permodalan mempunyai peranan penting dalam menentukan keberhasilan

suatu usaha yang dirintis. Pemerintah memberikan dana hanya untuk pelatihan

keterampilan yang diajukan melalui Rencana Kerja Anggaran Sekolah (RKAS).

Jadi, untuk kepentingan berproduksi belum ada dana sehingga permodalan dalam

pembuatan batako meminjam dari yayasan. Minimnya bantuan yang dapat

diberikan oleh yayasan dan kurangnya waktu pengerjaan dalam pembuatan batako

mengakibatkan banyak pesanan batako yang tidak bisa dipenuhi oleh sekolah.

Pemasaran menjadi kunci utama untuk suksesnya pengembangan suatu

usaha. Kenyataan pada saat ini ekonomi rakyat lemah, kesenjangan makin

meningkat, dan terjadi banyak monopoli menyebabkan lapisan masyarakat bawah

(tunarungu) sulit untuk menembus jaringan pasar yang dikuasai oleh golongan

yang kuat. Oleh karena itu, untuk mengatasinya dibangun sistem kemitraan yang

saling menguntungkan.

6.3 Cara Mengatasi Kendala-Kendala Pemberdayaan Keterampilan Vokasional

6.3.1 Bagi peserta didik dan tenaga pendidik

Banyaknya kendala yang dihadapi tidak seharusnya menyebabkan guru

menjadi putus asa dan menyerah pada keadaan, justru merupakan cambuk untuk

Page 9: unud-873-504275813-bab vi

119

maju dengan keadaan yang serba terbatas, baik dilihat dari segi kemampuan

peserta didik yang tunarungu maupun sarana dan prasarana yang kurang memadai.

Guru harus memberikan contoh kepada siswa melalui sikap nyata, yaitu berupa

kedisiplinan yang tinggi, kesungguhan dalam memberikan ilmu pengetahuan dan

keterampilan yang dimilikinya, serta konsisten terhadap tugas yang diembannya.

Hal itu dilakukan melalui pelatihan keterampilan yang diselenggarakan dan

mempunyai motivasi tinggi dalam mewujudkan keberhasilan program

keterampilan vokasional, di sinilah letak pentingnya motivasi.

Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang dalam

melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu

sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik). Stoner

(1996:134) menyatakan bahwa motivasi sebagai suatu manajemen untuk

memengaruhi tingkah laku manusia berdasarkan pengetahuan mengenai apa yang

menyebabkan orang bergerak. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan

diri (daya pendorong) seseorang untuk mencapai tujuan. Seberapa kuat motivasi

yang dimiliki individu akan banyak menentukan kualitas perilaku yang

ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja, maupun dalam kehidupan

lainnya. Hal ini sesuai dengan teori motivasi (hierarki kebutuhan) yang

dikemukakan oleh Abraham H. Maslow (dalam teori-teori motivasi oleh Akhmad

Sudrajat, M.Pd pada 6 Februari 2008). Teori motivasi yang dikembangkan oleh

Abraham H. Maslow ini pada intinya berkisar pada pendapat bahwa manusia

mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu (1) kebutuhan fisiologikal

(physiological needs), seperti : rasa lapar, haus, istirahat, dan seks; (2) kebutuhan

Page 10: unud-873-504275813-bab vi

120

rasa aman (safety needs), tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi juga mental,

psikologikal, dan intelektual; (3) kebutuhan akan kasih sayang (love needs); (4)

kebutuhan akan harga diri (esteem needs), yang pada umumnya tercermin dalam

berbagai symbol status; dan (5) aktualisasi diri (self actualization), dalam arti

tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang

terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan nyata.

Dari teori di atas dapat digarisbawahi bahwa manusia memiliki lima

tingkatan kebutuhan, dua di antaranya adalah aktualisasi diri dan harga diri. Untuk

aktualisasi diri bagi anak tunarungu, ada program pemberdayaan keterampilan

vokasional yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan di bidang

keterampilan tertentu yang sesuai dengan bakat dan minat siswa sehingga potensi

siswa dapat berkembang. Dengan berkembangnya potensi siswa maka siswa

memiliki keahlian dibidang keterampilan yang bisa meningkatkan kualitas hidup

dan harga dirinya di masyarakat.

6.3.2 Sarana dan prasarana

Kondisi yang serba terbatas untuk melaksanakan program keterampilan

vokasional, yaitu hanya ada satu ruangan untuk dua jenis keterampilan, maka

untuk mengatasinya, yaitu dengan cara bergiliran dalam pelaksanaannya. Untuk

salon kecantikan hari Selasa sedangkan untuk menjahit hari Rabu, demikian pula

dalam pemakaian mesin jahit karena banyak yang rusak. Untuk bahan-bahan yang

expired tidak ada cara lain selain tidak memakainya lagi, mungkin untuk ke

depannya stok bahan harus memang benar-benar diperhitungkan kegunaan dan

pemakaiannya sehingga tidak sampai expired. Sementara ini apabila ada

Page 11: unud-873-504275813-bab vi

121

pemesanan batako, sekolah tidak bisa melayani pengiriman karena tidak

mempunyai mobil. Karena tidak ada ruang pameran, hasil karya anak dipajang di

lemari kaca dan ditaruh di aula. Apabila ada berbagai acara, hal itu diharapkan

dapat dijadikan sebagai sarana promosi.

Teori motivasi yang memfokuskan pada pertanyaan mengapa perilaku

individu terjadi? Jawabannya adalah (1) kebutuhan-kebutuhan, motif-motif, atau

dorongan-dorongan yang mendorong, menekan, memacu, dan menguatkan

individu untuk melakukan kegiatan, (2) hubungan-hubungan individu dengan

faktor-faktor eksternal yang menyebabkan, mendorong, dan memengaruhi untuk

melakukan suatu kegiatan (Handoko,1986:158). Sejalan dengan teori tersabut

keinginan untuk mengaktualisasikan diri dalam kegiatan pelatihan keterampilan

mendorong anak tunarungu untuk mencapai hasil yang maksimal walaupun

banyak faktor yang memengaruhinya, baik faktor internal maupun eksternal.