Unud-154-650390876-Bab i, II, III, IV, V, Vi, Vii New

109
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana sebagian besar penduduknya hidup dari hasil bercocok tanam atau bertani, sehingga pertanian merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam kesejahteraan kehidupan penduduk Indonesia. Peranan sektor pertanian memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 15,3% pada tahun 2009 berdasarkan harga berlaku. Kontribusi sektor pertanian masih relatif lebih besar dari pada sektor- sektor lainnya, walaupun selama periode 2004 - 2009 pertumbuhannya sebesar 6.99 % dibandingkan dengan sektor lainnya terjadi penurunan (Lampiran 1). Selanjutnya berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) tahun 2010, sektor pertanian menyumbang tenaga kerja sebanyak 42 juta orang lebih dari jumlah penduduk 15 tahun keatas yang bekerja menurut lapangan kerja utama yang hampir mencapai 110 juta orang. Jika dilihat dari nilai absolutnya, maka kontribusi sektor pertanian terhadap PDB merupakan jumlah yang besar, sehingga seharusnya dapat dianalogikan bahwa petani seharusnya menerima pendapatan yang memadai untuk dapat hidup sejahtera. Namun pada kenyataannya, apabila dilihat melalui peta kemiskinan di Indonesia, kiranya dapat dipastikan bahwa bagian terbesar penduduk yang miskin adalah yang bekerja di sektor pertanian (Tambunan, 2003 : 23-24). Hal ini menyebabkan bidang pertanian harus dapat memacu diri untuk dapat meningkatkan produk

Transcript of Unud-154-650390876-Bab i, II, III, IV, V, Vi, Vii New

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Indonesia adalah negara agraris dimana sebagian besar penduduknya

    hidup dari hasil bercocok tanam atau bertani, sehingga pertanian merupakan

    sektor yang memegang peranan penting dalam kesejahteraan kehidupan penduduk

    Indonesia. Peranan sektor pertanian memiliki kontribusi bagi pembentukan

    Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 15,3% pada tahun 2009 berdasarkan harga

    berlaku. Kontribusi sektor pertanian masih relatif lebih besar dari pada sektor-

    sektor lainnya, walaupun selama periode 2004 - 2009 pertumbuhannya sebesar

    6.99 % dibandingkan dengan sektor lainnya terjadi penurunan (Lampiran 1).

    Selanjutnya berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS)

    tahun 2010, sektor pertanian menyumbang tenaga kerja sebanyak 42 juta orang

    lebih dari jumlah penduduk 15 tahun keatas yang bekerja menurut lapangan kerja

    utama yang hampir mencapai 110 juta orang. Jika dilihat dari nilai absolutnya,

    maka kontribusi sektor pertanian terhadap PDB merupakan jumlah yang besar,

    sehingga seharusnya dapat dianalogikan bahwa petani seharusnya menerima

    pendapatan yang memadai untuk dapat hidup sejahtera. Namun pada

    kenyataannya, apabila dilihat melalui peta kemiskinan di Indonesia, kiranya dapat

    dipastikan bahwa bagian terbesar penduduk yang miskin adalah yang bekerja di

    sektor pertanian (Tambunan, 2003 : 23-24). Hal ini menyebabkan bidang

    pertanian harus dapat memacu diri untuk dapat meningkatkan produk

  • 2

    pertaniannya, khususnya produk pertanian tanaman pangan. Salah satu komoditi

    tanaman pangan potensial untuk dikembangkan adalah tanaman padi.

    Sebagai salah satu pilar ekonomi negara, sektor pertanian diharapkan

    dapat meningkatkan pendapatan terutama dari penduduk pedesaan yang masih di

    bawah garis kemiskinan. Untuk itu, berbagai investasi dan kebijakan telah

    dilakukan pemerintah untuk mendorong pertumbuhan di sektor pertanian.

    Investasi di sektor pertanian seringkali sangat mahal, ditambah lagi tingkat

    pengembaliannya sangat rendah dan waktu investasinya juga panjang sehingga

    tidak terlalu menarik swasta. Oleh sebab itu pembangunan irigasi, penyuluhan

    pertanian dan berbagai bentuk investasi dalam bentuk subsidi dan lainnya pada

    umumnya harus dilakukan oleh pemerintah.

    Menurut Suparta, pembangunan pertanian penting dalam memaksimalkan

    pemanfaatan geografi dan kekayaan alam Indonesia, memadukannya dengan

    teknologi agar mampu memperoleh hasil sesuai dengan yang diharapkan. Sektor

    pertanian berperan penting dalam menyediakan bahan pangan bagi seluruh

    penduduk maupun menyediakan bahan baku bagi industri, dan untuk perdagangan

    ekspor (Suparta, 2010 : 10). Hal ini diawali dengan meningkatkan kualitas

    sumberdaya manusia yang baik, dimana setiap individu dalam rumah tangga

    mendapatkan asupan pangan dalam jumlah yang cukup, aman, dan bergizi secara

    berkelanjutan yang pada gilirannya akan meningkatkan status kesehatan dan

    memberikan kesempatan agar setiap individu mencapai potensi maksimumnya.

    Dengan demikian ketahanan pangan merupakan komponen yang tak terpisahkan

  • 3

    dari ketahanan nasional, dimana ketahanan nasional berkaitan erat dengan kualitas

    sumber daya manusia.

    Isu ketahanan pangan menjadi topik penting karena pangan merupakan

    kebutuhan paling hakiki yang menentukan kualitas sumber daya manusia dan

    stabilitas sosial politik sebagai prasyarat untuk melaksanakan pembangunan.

    (Ilham, dkk, 2006). Ketahanan pangan ini menjadi semakin penting karena pangan

    bukan hanya merupakan kebutuhan dasar (basic need) tetapi juga merupakan hak

    dasar (basic right) bagi setiap umat manusia yang wajib dipenuhi. Oleh karena

    pangan merupakan hak dasar itulah, maka negara berkewajiban untuk memastikan

    bahwa setiap individu warga negara telah mendapatkan haknya atas pangan

    (Hariyadi, dkk, 2009 : 1).

    Program peningkatan ketahanan pangan diarahkan untuk dapat memenuhi

    kebutuhan pangan masyarakat di dalam negeri dari produksi pangan nasional.

    Ketahanan pangan bagi suatu negara merupakan hal yang sangat penting, terutama

    bagi negara yang mempunyai jumlah penduduk sangat banyak seperti Indonesia.

    Jumlah penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 220 juta jiwa pada tahun 2020

    dan diproyeksikan 270 juta jiwa pada tahun 2025 (Hanafie, 2010 : 272).

    Sebagian besar petani padi merupakan masyarakat miskin atau

    berpendapatan rendah, rata-rata pendapatan rumah tangga petani masih rendah,

    yakni hanya sekitar 30% dari total pendapatan keluarga (Mardianto, 2001). Selain

    berhadapan dengan rendahnya pendapatan yang diterima petani, sektor pertanian

    juga dihadapkan pada penurunan produksi dan produktivitas hasil pertanian. Hal

    ini berkaitan erat dengan sulitnya produktivitas padi di lahan-lahan sawah irigasi

  • 4

    yang telah bertahun-tahun diberi pupuk input tinggi tanpa mempertimbangkan

    status kesuburan lahan dan pemberian pupuk organik.

    Untuk memecahkan masalah tersebut, pemerintah melancarkan dua

    pendekatan pembangunan pertanian. Pertama pembangunan pertanian

    berwawasan agribisnis dan kedua, pembangunan pertanian tidak lagi dipandang

    sebagai pembangunan parsial pengembangan komoditas tetapi di dalam

    implementasinya sangat terkait dengan pembangunan wilayah.

    Sesuai amanat dalam Undang-Undang No. 17 tahun 2007 tentang Rencana

    Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025, saat ini memasuki

    periode Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahap ke-2

    (2010-2014), setelah periode RPJMN tahap ke-1 (2005-2009) berakhir. Pada

    RPJMN tahap ke-2 (2010-2014), pembangunan pertanian tetap memegang peran

    yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut

    digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan kapital,

    penyediaan bahan pangan, bahan baku industri, pakan dan bio-energi, penyerap

    tenaga kerja, sumber devisa negara, dan sumber pendapatan, serta pelestarian

    lingkungan melalui praktek usahatani yang ramah lingkungan (Renstra

    Kementerian Pertanian 2010-2014).

    Komitmen Indonesia untuk mewujudkan ketahanan pangan tertuang pada

    Undang -Undang (UU) No. 7 tahun 1996 tentang Pangan dan Peraturan

    Pemerintah Republik Indonesia (PP) No. 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan

    Pangan. Ketahanan pangan didefinisikan sebagai kondisi terpenuhinya pangan

  • 5

    bagi rumah tangga yang tercermin dari ketersediaan pangan yang cukup, baik

    jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau.

    Secara makro pembangunan pertanian dituangkan pada visi pembangunan

    pertanian 2025 yang pertama kali dicanangkan pada era pemerintahan Presiden

    Susilo Bambang Yudhoyono dengan Kabinet Indonesia Bersatu jilid I. Pada

    seminar dan lokakarya nasional 12 Maret 2005 tentang Arah kebijakan

    pembangunan pertanian nasional pada kabinet Indonesia bersatu, Menteri

    Pertanian kala itu dijabat oleh Anton Apriyantono, menyampaikan pidato yang

    menyatakan bahwa, pembangunan pertanian masih dihadapkan kepada sejumlah

    kendala dan masalah yang harus dipecahkan, antara lain : (1) Keterbatasan dan

    penurunan kapasitas sumberdaya pertanian, (2) Sistem alih teknologi yang masih

    lemah dan kurang tepat sasaran, (3) Keterbatasan akses terhadap layanan usaha,

    terutama permodalan, (4) Rantai tata niaga yang panjang dan sistem pemasaran

    yang belum adil, (5) Kualitas, mentalis, keterampilan sumberdaya petani rendah,

    (6) Kelembagaan dan posisi tawar petani rendah, (7) Lemahnya koordinasi antar

    lembaga terkait dan birokrasi, dan (8) Kebijakan makro ekonomi yang belum

    berpihak kepada petani.

    Sehingga memperhatikan permasalahan tersebut, maka visi pembangunan

    pertanian sampai tahun 2025 adalah: Terwujudnya sistem pertanian industrial

    berkelanjutan yang berdayasaing dan mampu menjamin ketahanan pangan

    dan kesejahteraan petani. Secara lebih spesifik sasaran jangka panjang yang

    perlu ditempuh adalah: (1) Terwujudnya sistem pertanian industrial yang

    berdayasaing; (2) Mantapnya ketahanan pangan secara mandiri; (3) Terciptanya

  • 6

    kesempatan kerja penuh bagi masyarakat pertanian; dan (4) Hapusnya masyarakat

    petani miskin dan meningkatnya pendapatan petani.

    Sedangkan target utama Kementerian Pertanian Tahun 2010-2014 yaitu:

    (1) Pencapaian swasembada dan swasembada berkelanjutan, (2) Peningkatan

    diversifikasi pangan, (3) Peningkatan nilai tambah, daya saing dan ekspor, dan (4)

    Peningkatan kesejahteraan petani (Restra Kementerian Pertanian 2010-2014).

    Implementasi dari pelaksanaan visi tersebut dituangkan dalam Program

    Ketahanan Pangan Nasional 2005-2009 yaitu : Program Peningkatan

    Ketahanan Pangan, Program Peningkatan Kesejahteraan Petani, dan

    Program Penerapan Kepemerintahan yang Baik. Selanjutnya program tahap

    ke-2 yang dilaksanakan oleh Badan Ketahanan Pangan pada tahun 2010-2014

    sesuai dengan visi dan misi, tugas pokok dan fungsinya serta memperhatikan

    permasalahan dan potensi ketahanan pangan; adalah Program Peningkatan

    Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat (www.bkp.deptan.go.id).

    Sedangkan secara mikro atau teknis, pembangunan pertanian dituangkan

    dalam bentuk kebijakan yang dilahirkan oleh Badan Penelitian Teknologi

    Pertanian (BPTP). Untuk meningkatkan produksi padi nasional, Badan Litbang

    Pertanian telah mengembangkan model Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT)

    padi sawah pada tahun 1999 hingga 2002 di 26 propinsi melalui Program

    Peningkatan Produktivitas Padi Terpadu (P3T) (www.agrina-online.com). Hal ini

    didasari oleh pendekatan agribisnis yang terkait erat dengan pembangunan

    wilayah pedesaan dengan menggunakan sumber daya lokal dan budaya lokal.

  • 7

    Program P3T pada dasarnya mencakup empat kegiatan pokok, yaitu: (1)

    Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT), (2) Sistem Integrasi Padi-Ternak (SIPT),

    (3) Penguatan kelembagaan tani melalui penguatan Kelompok Usaha Agribisnis

    Terpadu (KUAT), dan (4) Pelayanan jasa keuangan model Kredit Usaha Mandiri

    (KUM) (Sugiarto dan Hendiarto, 2003). Tujuan utama kegiatan Pengelolaan

    Tanaman Terpadu (PTT) adalah: (1) Meningkatkan produktivitas padi minimal

    0,5 ton/ha, (2) Memperbaiki struktur tanah dengan penggunaan pupuk organik, (3)

    Meningkatkan pendapatan petani melalui efisiensi penggunaan input, (4)

    Memperkuat kelembagaan tani, khususnya dalam aspek agribisnis dan (5)

    Mempercepat diseminasi teknologi inovatif (Mashur, dkk, 2002).

    Pelaksanaan masing-masing komponen PTT, SIPT, KUAT, dan KUM

    bersifat spesifik lokasi, yakni berdasar permasalahan di lokasi dimana komponen

    tersebut diterapkan. Program ini merupakan program baru di bidang pertanian dan

    dicanangkan secara simultan (berlanjut) dengan memberi dana kepada petani

    secara bergilir untuk melaksanakan komponen kegiatan proyek.

    Di Provinsi Bali khususnya, program P3T dilaporkan dapat meningkatkan

    produktivitas padi. Menurut data Dinas Pertanian Tanaman Pangan (Distan)

    Provinsi Bali, menunjukkan bahwa luas tanam dan panen padi cukup fluktuatif

    dan cenderung agak menurun sangat tergantung dari ketersediaan irigasi dan juga

    lahan. Dalam rangka mengantisipasi penurunan produksi sebagai akibat

    penurunan luas tanam dan panen maka upaya-upaya peningkatan produktivitas

    (produksi per satuan luas) terus diintensifkan pelaksanaannya melalui peningkatan

    mutu intensifikasi yang didukung dengan adanya kebijakan subsidi, proteksi dan

  • 8

    pengembangan teknologi spesifik lokasi. Upaya-upaya tersebut terangkum dalam

    komponen program P3T.

    Khusus mengenai kebijakan subsidi pupuk petani merupakan salah satu

    kebijakan utama pembangunan pertanian yang telah lama dilaksanakan

    pemerintah dengan cakupan dan besaran yang berubah dari waktu ke waktu. Di

    Indonesia, subsidi pertanian berupa subsidi harga input usahatani, yaitu subsidi

    pupuk, benih dan bunga kredit.

    Usaha peningkatan produksi padi ini diikuti oleh penyediaan penunjang

    produksi, salah satunya adalah ketersediaan pupuk. Penggunaan pupuk berimbang

    dalam usahatani padi sangat perlu dilakukan, namun disatu sisi harga pupuk

    sangat mahal. Oleh karenanya, pemerintah melakukan kebijakan dengan

    memberikan subsidi pupuk kepada petani padi sawah. Dengan program P3T

    menunjukkan angka yang cukup signifikan bagi perkembangan produksi padi di

    Bali. Secara rinci perkembangan luas tanam, panen, produktivitas dan produksi

    Padi di Provinsi Bali tahun 2005 s/d 2009 yakni :

    Tabel 1.1

    Perkembangan Luas Tanam,Panen, Produktivitas dan Produksi Padi di Provinsi

    Bali tahun 2005 s/d 2009

    PADI

    Tahun

    2005 2006 2007 2008 2009

    Tanam (Ha)

    Panen (Ha)

    Produktivitas (Ku/Ha)

    Produksi (Ton)

    152,887

    142,356

    55.28

    786,961

    145,795

    150,557

    55.85

    840,891

    154,724

    145,030

    57.90

    839,775

    158,726

    143,999

    58.37

    840,465

    151,764

    150,283

    58.47

    878,764 Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali 2010

  • 9

    Alokasi kebutuhan pupuk bersubsidi untuk sektor pertanian tahun 2010

    (dalam ton), adalah sebagai berikut :

    Tabel 1.2

    Alokasi Kebutuhan Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian tahun 2010

    Sub Sektor UREA SP-36/Superphos ZA NPK ORGANIK

    Tanaman Pangan 3,640,000 576,708 404,253 1,237,100 591,500

    Hortikultura 516,146 48,967 164,860 179,456 83,874

    Perkebunan 1,235,574 301,156 378,633 547,445 200,781

    Peternakan 16,538 1,349 2,255 - 2,687

    Perikanan Budidaya 191,742 71,820 - - 31,158

    Cadangan Budidaya 400,000 - - 200,000 -

    JUMLAH 6,000,000 1,000,000 950,000 2,200,000 910,000

    Sumber : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian 2010

    Alokasi kebutuhan pupuk bersubsidi tahun 2010 menurut jenis dan jumlah

    pupuk per bulan-nya untuk Provinsi Bali adalah :

    Tabel 1.3

    Alokasi Kebutuhan Pupuk Bersubsidi tahun 2010 menurut Jenis dan Jumlah

    Pupuk per Bulan Provinsi Bali

    No Jenis Pupuk Jumlah (Ton)

    1 Urea 57,000

    2 SP-36/Superphos 5,500

    3 ZA 11,649

    4 NPK 33,333

    5 Organik 60,667

    Selanjutnya menurut data dari Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian

    Pertanian 2010, bahwa tahun 2010, Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk

    bersubsidi di kios pengecer resmi, ditingkat kecamatan/desa ditetapkan sebagai

    berikut :

  • 10

    Tabel 1.4

    Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi di Tingkat Kecamatan/Desa

    Jenis Pupuk Harga

    (Rp/kg) (Rp/Zak)

    UREA 1,200 60,000 @50 kg

    ZA 1,050 52,500 @50 kg

    SP-36 1,550 77,500 @50 kg

    Superphos 1,250 62,500 @50 kg

    NPK Phonska 1,750 87,500 @50 kg

    NPK Pelangi 1,830 91,500 @50 kg

    NPK Kujang 1,586 79,300 @50 kg

    Organik 500 25,000 @50 kg

    atau 10,000 @20 kg Sumber : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian 2010

    Catatan :

    1. HET pupuk bersubsidi tersebut dalam kemasan 50 kg atau 20 kg, yang dibeli petani, pekebun, peternak, pembudidaya ikan atau gudang di kios

    pengecer resmi secara tunai.

    2. Jenis pupuk NPK bersubsidi dimaksud terdiri dari : a) pupuk NPK Phonska (15 :15 :15) yang diproduksi oleh PT Petrokimia Gresik ; b)

    pupuk NPK Pelangi (20 :10 :10) yang diproduksi oleh PT Pupuk Kaltim ;

    c) pupuk NPK Kujang (30 :6 :8) yang diproduksi oleh PT Pupuk Kujang.

    3. Untuk alokasi kebutuhan pupuk SP-36 dapat dipenuhi dengan pupuk Superphos sampai dengan bulan Maret 2010 yang telah ditetapkan dalam

    Permentan No. 22/Permentan/SR. 130/2/2010 tentang Perubahan

    Permentan No. 50/Permentan/SR. 130/11/2009.

    Berdasarkan data tersebut menggambarkan bahwa pemerintah melakukan

    pemberian subsidi input dan dukungan harga bagi petani, yaitu subsidi yang

    menitikberatkan pada sarana produksi, seperti pupuk, benih, maupun alat dan

    mesin pertanian (input).

    Kabupaten Tabanan, yang terletak di Provinsi Bali merupakan kabupaten

    yang memiliki luas tanaman padi paling luas di Bali, dimana luas sawah di

    Kabupaten Tabanan 22.465 hektare dari total 81.482 hektare sawah di Bali, jika

    ditinjau dari produksi padi di daerah Tabanan tahun 2009 Kabupaten Tabanan

  • 11

    dapat menghasilkan gabah 242 ribu ton per tahun, dimana tiap hektare sawah

    menghasilkan 5,98 ton gabah kering.(Bali Dalam Angka, 2010). Sampai saat ini

    Tabanan menjadi penyumbang produksi padi tertinggi di Bali. Hal ini sesuai

    dengan julukan kabupaten Tabanan sebagai lumbung beras di Bali. Kabupaten

    Tabanan terdiri atas 10 kecamatan, dan salah satu kecamatan dengan luas tanam

    dan luas panen terbesar adalah kecamatan Penebel yaitu berturut-turut 8.788 ha

    dan 8.569, dengan produksi padi sawah sebesar 4.297.353,5 ton (Dinas Pertanian

    Tanaman Pangan Kabupaten Tabanan, 2008).

    Seperti halnya penggunaan benih berkualitas, orientasi petani pangan

    adalah minimalisasi biaya produksi, belum ke arah maksilisasi keuntungan.

    Disamping itu, teknologi pemupukan petani masih relatif rendah akibat

    terbatasnya kemampuan permodalan petani atau tidak tersedianya pupuk pada saat

    dibutuhkan petani. Oleh karena itu, pemberian subsidi pupuk yang diberikan

    pemerintah untuk meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan petani menjadi

    hal yang prioritas bagi ketahanan pangan Indonesia.

    Hasil penelitian Kasiyati (2004) mengindikasikan bahwa kebijakan subsidi

    pupuk dapat meningkatkan pendapatan petani di Jawa Tengah. Ini berarti bahwa

    kebijakan subsidi pupuk diduga dapat berdampak signifikan terhadap peningkatan

    pendapatan petani didaerah lainnya juga, khususnya Tabanan.

    Berdasarkan posisi yang strategis tersebut, usahatani padi seyogyanya

    diusahakan dengan baik serta memiliki unggulan kompetitif dan dapat

    meningkatkan keuntungan. Keadaan yang demikian akan menguntungkan bagi

    ketahanan pangan, ekonomi nasional, bahkan stabilitas nasional. Dengan

  • 12

    demikian kebijakan subsidi pupuk dimaksudkan untuk membantu petani agar

    dapat memperoleh pupuk dengan harga terjangkau sehingga proses usahatani

    dapat berjalan secara berkesinambungan, memiliki keunggulan kompetitif serta

    dapat meningkatkan keuntungan usahatani padi.

    Sehingga perlu kajian terhadap pengaruh subsidi pupuk tersebut, karena

    dampak yang ditimbulkan oleh adanya kebijakan subsidi pupuk tersebut akan

    berpengaruh terhadap keunggulan kompetitif dan tingkat keuntungan usahatani

    padi.

    1.2 Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dikemukan bahwa akibat

    dari adanya subsidi pupuk pada usahatani padi di Bali akan menimbulkan

    berbagai dampak. Oleh karenanya permasalahan yang dihadapi sebagai berikut.

    1. Apakah usahatani padi sawah masih merupakan usahatani yang memiliki

    keunggulan kompetitif pada dua musim tanam yang berbeda di Kabupaten

    Tabanan.

    2. Berapakah tingkat keuntungan usahatani padi sawah sebagai dampak dari

    subsidi pupuk pada dua musim tanam yang berbeda di Kabupaten Tabanan.

    1.3 Tujuan Penelitian

    Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah maka tujuan dari

    penelitian ini adalah sebagai berikut :

  • 13

    1. Menganalisis keunggulan kompetitif usahatani padi sawah sebagai dampak

    dari subsidi pupuk pada dua musim tanam yang berbeda di Kabupaten

    Tabanan.

    2. Menganalisis tingkat keuntungan usahatani padi sawah sebagai dampak dari

    akibat adanya subsisi pupuk pada dua musim tanam yang berbeda di

    Kabupaten Tabanan.

    1.4 Manfaat Penelitian

    Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka manfaat yang ingin didapatkan

    dari penelitian ini sebagai berikut :

    1. Bermanfaat bagi khasanah ilmu pengetahuan yang terkait dengan dampak

    kebijakan subsidi pupuk.

    2. Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai suatu acuan atau

    referensi maupun informasi bagi penelitian lebih lanjut untuk pengembangan

    sistem subsidi pupuk.

    3. Bagi petani diharapkan mendapatkan ilmu pengetahuan agar bisa

    meningkatkan keuntungan atau pendapatan.

    4. Bagi pemerintah hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat untuk

    mengambil kebijakan baru dalam sistem usahatani padi sawah di Kabupaten

    Tabanan dalam rangka peningkatan pendapatan dan daya saing.

  • 14

    1.5 Ruang Lingkup Penelitian

    Terkait dengan latar belakang permasalahan tersebut diatas, maka penulis

    bermaksud mengkaji dampak dari kebijakan subsidi pupuk terhadap keunggulan

    kompetitif dan tingkat keuntungan usahatani padi sawah melalui pendekatan

    Policy Analysis Matrix (PAM), yang dalam hal ini penulis batasi hanya kepada

    petani padi yang menggunakan subsidi pupuk. Penelitian ini akan dilaksanakan di

    subak terluas dari masing-masing kecamatan yang ada di Kabupaten Tabanan

    Bali.

  • 15

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    2.1 Kerangka Analisis Kebijakan

    Kerangka analisis (framework) adalah pendekatan atau metode yang

    disusun dengan baik dan konsisten dalam rangka menghasilkan pemikiran-

    pemikiran yang jelas. Pemahaman tentang kerangka analisis kebijakan sangat

    diperlukan oleh para pembuat kebijakan sebagai konskwensi logis dari kebijakan

    yang ada. Sebuah framework dirancang sedemikian rupa agar mampu menelaah

    berbagai hubungan yang terjadi dalam sebuah sistem perekonomian, misalnya

    mengapa aktivitas yang dilakukan oleh satu kelompok masyarakat mempengaruhi

    kelompok lainnya. Masalah pertanian berhubungan dengan masalah produksi dan

    konsumsi dari berbagai komoditas, sebagai hasil dari sebuah usaha tani atau

    usaha peternakan.Sebuah kebijakan adalah sebuah intervensi pemerintah,

    dimaksudkan untuk merubah prilaku produsen dan konsumen. Analisis

    merupakan evaluasi dari berbagai keputusan pemerintah yang merubah

    perekonomian. Oleh karena itu, sebuah framework analisis kebijakan pertanian

    dapat diartikan sebagai sebuah sistem untuk menganalisis kebijakan publik yang

    mempengaruhi produsen, pedagang, dan konsumen dari berbagai produk

    pertanian (Pearson, dkk., 2005)

    Komponen utama dari framework kebijakan pertanian yang dibahas ada

    empat yaitu tujuan (objectives), kendala (constraints), kebijakan (policies), dan

    strategi (strategies). Objektives merupakan tujuan yang diharapkan akan dicapai

    oleh sebuah kebijakan ekonomi yang dibuat oleh para pembuat kebijakan.

  • 16

    Contraints adalahsuatu keadaan (ekonomi) yang membuat apa yang bisa dicapai

    menjadi terbatas. Kebijakan terdiri atas berbagai instrument yang bisa digunakan

    pemerintah untuk merubah outcome perekonomian. Sebuah kebijakan yang

    efektif akan merubah prilaku produsen, pedagang, dan konsumen, serta

    menciptakan outcome baru dari sebuah perekonomian. Strategies adalah

    seperangkat instrument kebijakan yang digunakan oleh pemerintah untuk

    mencapai objectives yang telah ditetapkan.Setiap strategi dilaksanakan melalui

    penerapan berbagai kebijakan yang terkoordinasi dengan baik.

    Kerangka kebijakan digambarkan seperti sebuah alur lingkar (mengikuti

    arah jarum jam) dari sejumlah hubungan kausal dari keempat komponen tersebut

    di atas. Strategi para pengambil kebijakan terdiri atas seperangkat kebijakan yang

    dimaksudkan untuk meningkatkan outcome ekonomi, sebagaimana yang telah

    ditetapkan oleh para pengambil keputusan atau pengambil kebijakan (Gambar 1).

    Gambar 2.1. Grafik alur kerangka kerja (framework) kebijakan (Pearson et al, 2003)

    Strategi Kebijakan

    Evaluasi

    Tujuan Mendukung atau

    menghambat

    Kendala

    Dilaksanakan

    melalui

    Terdiri atas

  • 17

    Penilaian dampak kebijakan terhadap pencapaian tujuan memungkinkan

    untuk melakukan penyesuaian strategi yang telah ditetapkan bila

    diperlukan.Dalam hal ini pemerintah membuat strategi pembangunan pertanian

    dengan menentukan seperangkat kebijakan untuk mencapai tujuan yang telah

    ditetapkan dengan mempertimbangkan berbagai kendala ekonomi pada sektor

    pertanian.

    2.1.1 Tujuan Dasar Analisis Kebijakan

    Kebijakan pemerintah mempunyai tujuan utama yaitu efisiensi (eficiency),

    pemerataan (equity), dan ketahanan (scurity). Efisiensi tercapai apabila alokasi

    sumber daya ekonomi yang langka mampu menghasilkan pendapatan maksimum,

    serta alokasi barang dan jasa yang menghasilkan tingkat kepuasan konsumen

    yang paling tinggi. Pemerataan diartikan sebagai distribusi pendapatan diantara

    kelompok masyarakat atau wilayah yang menjadi target pembuat kebijakan.

    Umumnya, pemerataan yang lebih baik akan dicapai melalui distribusi

    pendapatan yang lebih baik atau lebih merata. Namun karena kebijakan

    merupakan aktivitas pemerintah, maka para penentu kebijakanlah yang

    menentukan definisi pemerataan tersebut.

    Ketahanan pangan diartikan sebagai ketersediaan pangan pada tingkat

    harga yang stabil dan terjangkau. Ketahanan pangan akan meningkat apabila

    stabilitas politik dan ekonomi memungkinkan produsen ataupun konsumen

    meminimumkan adjustment cost. Di dalam kerangka ini, setiap tujuan yang

    dicapai oleh pemerintah akan terkait paling tidak dengan salah satu dari ketiga

    tujuan dasar yang telah disebutkan yaitu efisiensi, pemerataan, dan ketahanan.

  • 18

    Menurut Pearson dan Gotsch (2003) trade-offs akan terjadi ketika salah satu

    tujuan bisa dicapai dengan mengorbankan tujuan lainnya yaitu mencapai tujuan

    yang satu, tetapi mengorbankan tujuan lainnya. Apabila terjadi trade-offs, maka

    pembuat kebijakan harus memberikan bobot atas setiap tujuan yang saling

    bertentangan itu, dengan mnentukan beberapa manfaat yang bisa diraih dari suatu

    tujuan dibandingkan dengan kerugian yang diderita oleh tujuan lainnya dan

    umumnya trade-offs selalu saja terjadi.

    2.1.2 Kendala-kendala yang Membatasi Kebijakan Pertanian

    Kendala-kendala yang membatasi gerak sebuah kebijakan adalah

    penawaran, permintaan, dan harga dunia. Penawaran (produksi nasional) dibatasi

    oleh ketersediaan sumber daya (lahan, tenaga kerja dan modal), teknologi, harga

    input, dan kemampuan manajemen. Parameter ini merupakan komponen dari

    fungsi produksi sehingga membatasi kemampuan perekonomian dalam

    menghasilkan komoditas pertanian. Permintaan (konsumsi nasional) dibatasi atau

    dipengaruhi oleh jumlah penduduk, pendapatan, selera, dan harga output.

    Parameter ini merupakan komponen dari fungsi permintaan sehingga

    mempengaruhi kemampuan perekonomian dalam mengkonsumsi produk-produk

    pertanian. Selanjutnya harga dunia, untuk komoditas yang diperdagangkan secara

    internasional baik input maupun output, menentukan dan membatasi peluang

    untuk mengimpor dalam rangka meningkatkan supplay domestic dan

    mengeksport dalam rangka memperluas pasar bagi produk domestik. Ketiga

    parameter ekonomi ini menentukan pasar bagi sebuah komoditas pertanian dan

    merupakan kekuatan utama dalam mempengaruhi terbentuknya harga serta

  • 19

    alokasi sumberdaya. Kendala-kendala ekonomi bisa mengarah kepada terjadinya

    trade-offs dalam pembuatan kebijakan (Monke dan Pearson, 1995; Bahri, 2005).

    2.1.3 Kategori Kebijakan yang Mempengaruhi Pertanian.

    Kebijakan-kebijakan yang mempengaruhi sektor pertanian dapat

    digolongkan pada tiga katagori yaitu kebijakan harga, kebijakan makro ekonomi,

    dan kebijakan investasi publik. Kebijakan harga komoditas pertanian merupakan

    kebijakan yang bersifat spesifik komoditas. Setiap instrumen kebijakan harga

    pertanian akan menimbulkan transfer dari produsen kepada konsumen terhadap

    komoditas bersangkutan maupun anggaran pemerintah atau sebaliknya.

    Kebijakan harga juga mempengaruhi input pertanian.

    Produsen dan konsumen komoditas pertanian sangat dipengaruhi oleh

    kebijakan makro ekonomi meskipun seringkali mereka tidak terlibat dalam proses

    pembuatan kebijakan yang bersifat nasional ini. Kebijakan makro ekonomi

    mencakup seluruh wilayah dalam satu negara, sehingga kebijakan ini

    mempengaruhi seluruh komoditas.

    Katagori ketiga dari kebijakan-kebijakan yang mempengaruhi sektor

    pertanian adalah investasi publik dalam bentuk barang-barang modal pada

    infrastruktur, sumberdaya manusia, serta penelitian dan teknologi. Kebijakan

    investasi publik ini mengalokasikan pengeluaran investasi (modal) yang

    bersumber dari anggaran belanja negara. Kebijakan ini bisa mempengaruhi

    berbagai kelompok, produsen, pedagang, dan konsumen, dengan dampak yang

  • 20

    berbeda karena dampak tersebut bersifat spesifik pada wilayah dimana investasi

    itu terjadi (Pearson dkk.,2005).

    2.2 Kebijakan Subsidi

    Campur tangan pemerintah diperlukan untuk mempengaruhi keputusan

    produsen, konsumen dan para pelaku pemasaran agar terlaksana pembangunan

    pertanian sesuai dengan yang direncanakan. Campur tangan ini disebut sebagai

    politik pertanian (agricultural policy) atau kebijakan pertanian (Hanafie,

    2010 : 229).

    Campur tangan pemerintah tersebut diperlukan untuk memutus rantai

    lingkaran kemiskinan yang tak berujung pangkal, yang merupakan gambaran

    hubungan keterkaitan timbal balik dari beberapa karakteristik negara berkembang

    (seperti Indonesia) berupa sumber daya yang ada belum dikelola sebagaimana

    mestinya, mata pencaharian penduduk yang mayoritas pertanian berlangsung

    dalam kondisi yang kurang produktif, adanya dualisme ekonomi antara sektor

    modern yang mengikuti ekonomi pasar dan sektor tradisional yang mengikuti

    ekonomi subsisten, serta tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi dengan

    kualitas sumber daya manusianya yang masih relatif rendah (Hanafie, 2010 : 229).

    Sedangkan kebijakan pemerintah yang berkenaan dengan produksi

    domestik suatu komoditas antara lain berupa kebijakan harga dan pedagangan

    input dan output yang pada prinsipnya bertujuan untuk memperkuat atau

    meningkatkan daya saing dari komoditas yang bersangkutan di pasar domestik.

    Hal ini ditempuh agar produsen domestik terdorong untuk memanfaatkan

  • 21

    sumberdaya domestik secara intensif, sehingga diharapkan produsen yang

    bersangkutan dapat beroperasi dengan nilai tambah yang lebih tinggi dari

    sebelumnya.

    Di samping kebijaksanaan harga yang menyangkut hasil-hasil pertanian,

    peningkatan pendapatan petani dapat dicapai dengan pemberian subsidi pada sarana-

    sarana produksi seperti pupuk atau pestisida. Subsidi ini mempunyai pengaruh untuk

    menurunkan biaya produksi yang dalam teori ekonomi berarti menggeser kurva

    penawaran ke kanan. Subsidi adalah pemberian pemerintah kepada produsen untuk

    mengurangi biaya produksi yang ditanggung produsen. Subsidi dapat menurunkan

    harga. Sampai dimana besarnya keuntungan yang diperoleh pembeli dengan adanya

    subsidi adalah bergantung kepada besarnya penurunan harga yang berlaku

    (Sukirno, 2005).

    Subsidi diartikan sebagai pembayaran sebagian harga oleh pemerintah

    sehingga harga dalam negeri lebih rendah daripada biaya rata-rata pembuatan

    suatu komoditi atau harga internasionalnya. Ada 2 macam subsidi, yaitu subsidi

    harga produksi dan subsidi harga faktor produksi (Hanafie, 2010 : 238).

    a. Subsidi harga produksi Subsidi ini bertujuan melindungi konsumen dalam negeri, artinya

    konsumen dalam negeri dapat membeli barang yang harganya lebih rendah

    daripada biaya rat-rata pembuatan suatu komoditas atau harga

    internasionalnya. Untuk meningkatkan produksi hasil-hasil pertanian,

    khususnya beras, pemerintah memberikan subsidi harga faktor produksi,

    seperti pupuk, pestisida, dan bibit. Subsidi untuk usaha tani padi yang

    ditanggung oleh pemerintah sangat besar, misalnya biaya yang ditanggung

    oleh pemerintah untuk mengimpor atau memproduksi pupuk dalam negeri.

    b. Subsidi harga faktor produksi Untuk membeli pupuk yang harganya relatif mahal, seringkali petani tidak

    memiliki uang tunai. Untuk itu, petani dapat memperoleh kredit dengan

    bunga yang relatif rendah. Selisih antara bunga bank sesungguhnya

  • 22

    dengan bunga yang harus ditanggung petani, dibayarkan oleh pemerintah

    dalam bentuk subsidi kepada petani.

    Pengadaan pupuk bersubsidi akan meningkatkan efisiensi usaha tani, yaitu

    berimplikasi pada peningkatan pemanfaatan lahan dan penggunaan benih yang

    secara sinergis berpengaruh terhadap peningkatan produksi pertanian. Kemudian,

    peningkatan produksi dengan biaya yang disubsidi dan harga output yang stabil

    menyebabkan pendapatan petani meningkat. Kedua hal tersebut akan

    mempengaruhi aspek ketersediaan dan aksesibilitas, sehingga akan mempengaruhi

    status ketahanan pangan.

    2.2.1 Kebijakan Subsidi Pupuk

    Pembangunan pertanian yang diarahkan untuk mewujudkan pertanian

    yang tangguh dan efisien memerlukan kebijakan yang berkaitan langsung dengan

    pertumbuhan, stabilitas, dan pemerataan pembangunan ekonomi. Salah satu cara

    untuk menciptakan pertanian yang tangguh adalah melalui peningkatan produksi

    pertanian yang berkelanjutan. Salah satu kebijakan yang dapat meningkatkan

    produksi pertanian adalah melalui penerapan teknologi usahatani yaitu berupa

    penggunaan pupuk sebagai salah satu input produksi. Teknologi pertanian yang

    dimaksud adalah teknologi modern. Tanpa penggunaan teknologi modern maka

    hasil panen tidak akan sebesar yang diharapkan (Ratna, 2000).

    Dalam rangka mencapai tujuan ini, pemerintah selalu berupaya

    mendorong petani untuk memanfaatkan pupuk secara tepat waktu dan tepat dosis.

    Konsekuensinya adalah pemerintah juga harus berupaya meningkatkan produksi

    pupuk, sehingga tercapai pasokan yang cukup dan juga dengan harga yang dapat

    dijangkau oleh petani.

  • 23

    Namun sebagai bahan pangan pokok seperti padi dan palawija, umumnya

    mempunyai kurva permintaan yang inelastis, sehingga perubahan produksi akan

    sangat berpengaruh pada perubahan harga bahan pangan tersebut. Besarnya

    investasi yang dikeluarkan untuk memproduksi pupuk dalam jumlah besar

    tentunya mempunyai konsekuensi terhadap harga pupuk, dimana pupuk harus

    dijual dengan harga yang diperhitungkan dengan biaya produksi agar produsen

    pupuk tidak merugi dan tetap dapat melangsungkan kegiatan usahanya.

    Melihat keadaan tersebut di atas, maka pemerintah merasa perlu

    menerapkan kebijakan pemberian subsidi penyediaan pupuk kepada produsen

    pupuk agar dapat menurunkan biaya produksi. Sedangkan untuk menjaga agar

    harga pupuk terjangkau oleh petani, maka pemerintah juga menetapkan HET

    (celling price) terhadap harga jual pupuk. Selanjutnya menurut Monke dan

    Pearson (1995 : 45) menyatakan bahwa subsidi input mempunyai relevansi

    langsung hanya kepada produsen output. Sehubungan dengan petani, maka petani

    dapat dianggap sebagai produsen padi dan pupuk merupakan input pertanian,

    sehingga dengan demikian subsidi pupuk merupakan subsidi input kepada petani.

    Dengan adanya subsidi input ini maka biaya produksi padi akan berkurang,

    sehingga produksi meningkat. Namun tidak bisa dihindari hilangnya efisiensi

    ekonomi karena uang untuk subsidi tersebut dialokasikan ke sektor-sektor lain

    yang lebih produktif. Hilangnya efisiensi tersebut merupakan biaya ekonomi

    yang harus ditanggung oleh kas pemerintah dan secara tidak langsung berarti

    ditanggung oleh masyarakat banyak sebagai pembayar pajak kepada kas

    pemerintah.

  • 24

    Kombinasi penerapan kebijakan subsidi pupuk dan penetapan HET

    (Harga Eceran Tertinggi) tersebut akan menimbulkan DWL (Dead Weight Loss),

    yaitu manfaat yang hilang dalam sistem karena tidak dinikmati baik oleh

    konsumen maupun produsen, dan oleh karenanya merupakan inefisiensi yang

    menjadi biaya ekonomi yang harus ditanggung pemerintah.

    Sampai saat ini tingkat produksi beberapa pangan utama masih dibawah

    tingkat konsumsinya. Oleh karena itu, maka peningkatan kapasitas produksi

    pangan nasional merupakan salah satu upaya memperkuat pilar ketahanan pangan

    nasional. Salah satu faktor produksi penting dalam peningkatan kapasitas produksi

    pangan utama seperti padi adalah pupuk. Penggunaan pupuk yang sesuai dengan

    kebutuhan tanaman akan mampu meningkatkan kapasitas produksi pangan

    nasional. Ada dua aspek untuk melihat pentingnya subsidi pupuk bagi petani

    yaitu : (1) kecenderungan peningkatan harga pupuk dunia dan (2) kecenderungan

    penurunan laba usahatani (Dinas Pertanian Tabanan, 2005 ).

    Subsidi pupuk di Indonesia dimulai pada tahun 1971, yaitu untuk

    melengkapi introduksi varietas padi unggul baru. Varietas padi unggul baru

    tersebut sangat responsif terhadap pupuk. Dengan menanam varietas padi unggul

    baru, produsen dapat meningkatkan keuntungannya dengan menambah

    penggunaan pupuk. Dengan adanya subsidi pupuk, diharapkan petani bersedia

    menerapkan penggunaan pupuk sebagaimana yang direkomendasikan sehingga

    produksi padi meningkat dan kebutuhan pangan dalam negeri tercukupi

    (Hanafie, 2010 : 238-239).

  • 25

    Memasuki akhir dekade 1990-an pemerintah mengumumkan paket

    kebijakan Desember 1998, yaitu : (1) menghapus perbedaan harga pupuk yang

    dialokasikan untuk tanaman pangan maupun tanaman perkebunan, (2) menghapus

    subsidi pupuk, (3) menghilangkan monopoli distribusi dan membuka peluang bagi

    distributor baru (PT. Pusri tidak lagi menjadi distributor tunggal dalam penyaluran

    pupuk), (4) menghapus holding company untuk mendorong berkembangnya

    kompetisi yang sehat antar produsen pupuk , dan (5) menghapus quota ekspor dan

    kontrol terhadap impor pupuk.

    Dampak positif dari kebijakan tersebut terlihat dari : (a) tersedianya pupuk

    dalam jumlah yang cukup di kios-kios, (b) harga eceran urea di tingkat petani

    pada umumnya dibawah harga patokan KUT, dan (c) variasi harga eceran pupuk

    SP-36 dan ZA yang sebagian berasal dari impor, masih mendekati harga plafon

    KUT. Sementara itu, dampak negatif dari kebijakan tersebut adalah : (a) relatif

    tingginya harga pupuk mendorong munculnya pupuk alternatif yang relatif murah,

    namun dengan kualitas yang beragam dan kurang terjamin, dan (b) pasar pupuk

    yang mengarah ke oligopolistik, dimana hanya distributor bermodal kuat yang

    mampu membeli pupuk di Lini I dan II serta mampu menyalurkan pupuk ke

    daerah yang bukan wilayah kerjanya. Peningkatan harga pupuk dunia akibat

    peningkatan harga gas sejak tahun 2000 telah mendorong pemerintah kembali

    memberikan subsidi pupuk pada tahun 2001.

    Perhitungan subsidi pupuk dapat dilakukan dengan dua cara yaitu

    perhitungan subsidi atas biaya distribusi dan subsidi harga gas. Subsidi atas biaya

    distribusi adalah konsep yang selama ini telah disusun, yang pada dasarnya

  • 26

    subsidi pemerintah kepada petani dihitung dari selisih antara Harga Eceran

    Tertinggi (HET) dengan seluruh biaya yang terjadi mulai dari produksi sampai

    dengan pupuk berada di Lini IV. Sedangkan subsidi harga gas dihitung dengan

    melihat jumlah subsidi yang tersedia digunakan untuk menekan biaya gas di

    masing-masing produsen, sedemikian rupa sehingga total biaya produksi

    ditambah dengan marjin, biaya distribusi dari pabrik sampai dengan Lini IV

    (termasuk PPN 10 persen), menghasilkan HET seperti yang telah ditetapkan

    (Maulana, 2006).

    Selama tahun 2001-2002, subsidi pupuk diberikan dalam bentuk insentif

    gas domestik (IGD) sebagai bahan baku utama untuk produksi pupuk Urea. Di sisi

    lain, peningkatan harga pupuk dunia memaksa pemerintah untuk mengendalikan

    harga pupuk domestik dalam rangka membantu petani dan mencegah dampak

    negatifnya terhadap kinerja sektor pertanian. Oleh karena itu, sejak tahun 2003

    pemerintah meningkatkan dan memperluas subsidi, tidak saja subsidi gas untuk

    Urea tetapi juga subsidi harga untuk pupuk lainnya (SP-36, ZA dan NPK). Namun

    demikian, kebijakan subsidi pupuk tersebut mengandung kelemahan yang

    membuat kebijakan tidak efektif menjamin HET, yang diindikasikan oleh : (a)

    relatif lebih tingginya harga pupuk eceran di tingkat petani dibanding HET pupuk

    yang berlaku, (b) volume penyaluran pupuk bersubsidi tidak dapat dipastikan, dan

    (c) wilayah tanggung-jawab distribusi tidak dapat dipisah secara tegas (wilayah

    tanggung-jawab pabrik pupuk didasarkan pada wilayah provinsi yang tidak

    mungkin diisolir) (Rachman, 2009).

  • 27

    2.3 Keunggulan Kompetitif

    Abad ke-21 atau disebut era milenium ketiga ini menunjukkan bahwa

    tingkat persaingan di berbagai sektor semakin tajam sehingga setiap unit yang

    ingin menang dalam persaingan tersebut harus memiliki keunggulan kompetitif

    (competitive advantage) tertentu dibandingkan dengan pesaingnya (Mujiati, 2008).

    Keunggulan kompetitif bisa dibentuk melalui berbagai cara, seperti

    menciptakan produk dengan desain yang unik, penggunaan teknologi, desain

    organisasi, dan utilisasi sumber daya manusia. Pengelolaan organisasi atau

    perusahaan untuk membentuk keunggulan bersaing melalui cara-cara seperti itu

    pada masa yang akan datang akan menjadi tema penting bagi manajemen. Hal itu

    disebabkan oleh perubahan lingkungan ekonomi, politik, dan teknologi yang cepat

    serta efek persaingan global, yang pada akhirnya bermuara pada perubahan

    kebutuhan. Perubahan kebutuhan adalah perubahan terhadap kualitas produk,

    desain produk, dan kualitas pelayanan. Konsep tentang keunggulan kompetitif

    atau keunggulan bersaing merupakan salah satu fokus perhatian yang penting bagi

    manajemen. Hal itu merupakan upaya untuk meletakkan organisasi atau

    perusahaan pada posisi persaingan pasar yang lebih kuat melalui kompetensi

    organisasi yang khas (distinctive competence) dibandingkan dengan kompetensi

    yang dimiliki perusahaan-perusahaan pesaing.

    Kemampuan bersaing organisasi melalui SDM berarti meletakkan peran

    orang dalam perusahaan untuk selalu melakukan peningkatan kualitas dan inovasi,

    baik terhadap proses, sistem, maupun produk. Melalui cara ini perusahaan atau

    pihak manapun diharapkan mampu mempertahankan, meningkatkan market share,

  • 28

    atau memperluas pasar dibandingkan dengan kekuatan pesaing dalam industri.

    Semua faktor keunggulan untuk bersaing, seperti desain produk, teknologi, dan

    organisasi pada akhirnya bertumpu pada dukungan SDM. Menurut

    Benardin dan Russel (1993), ada dua prinsip untuk menciptakan keunggulan

    kompetitif, yaitu nilai yang diterima oleh pasar serta keunikan-keunikan produk

    dan jasa yang ditawarkan organisasi. Keunggulan kompetitif akan terbentuk bila

    customers merasa memperoleh nilai tambah dari transaksi yang mereka lakukan

    dengan organisasi.

    Demikian pula dengan keunikan yang ditawarkan, keunggulan kompetitif

    dapat dipertahankan melalui penciptaan barang dan jasa yang tidak mudah ditiru

    oleh pesaing. Sehingga dapat meningkatkan pendapatan. Dalam usahatani,

    keunggulan kompetitif terjadi manakala dalam suatu luasan lahan yang sama

    mampu dihasilkan produk yang menghasilkan pendapatan relatif tinggi. Sebagai

    contoh bahwa padi ladang memiliki keunggulan kompetitif terhadap jagung dan

    ubi kayu, tetapi tidak kompetitif terhadap ubi jalar, kacang tanah dan kedelai. Hal

    ini salah satu penyebabnya karena faktor harga jual jagung yang relatif rendah,

    sehingga walaupun produksinya lebih tinggi dibandingkan kacang tanah,

    penerimaan dan keuntungannya tetap rendah (Hendayana, 2003). Keunggulan

    kompetitif beranjak dari pandangan bahwa semua keunggulan, baik dalam bentuk

    produk, teknologi, sistem, maupun proses bermuara pada kualitas SDM. Faktor-

    faktor yang inherent (terpadu) dalam pengertian keunggulan SDM, seperti

    kompetensi, komitmen, kecerdasan intelektual, kepribadian, dan motivasi

    merupakan human capital yang perlu dibangun terus-menerus kualitasnya, baik

  • 29

    melalui pendekatan lunak maupun pendekatan keras dalam upaya meningkatkan

    profitabilitas dan memenuhi kepentingan customers. Keunggulan Kompetitif

    muncul bila pelanggan merasa bahwa mereka menerima nilai lebih dari transaksi

    yang dilakukan dengan sebuah organisasi pesaingnya. Sehingga keunggulan

    kompetitif adalah keunggulan yang dimiliki oleh organisasi, dimana

    keunggulannya dipergunakan untuk berkompetisi dan bersaing dengan organisasi

    lainnya, untuk mendapatkan sesuatu sesuai dengan keunggulan yang dimilikinya.

    2.4 Tingkat Keuntungan Usaha Tani (Keuntungan Finansial dan Sosial)

    Keuntungan finansial (private profitability atau PP) adalah perbedaaan

    antara penerimaan (A) dengan biaya-biaya (B+C) dalam sistem pertanian atau PP

    = D = (A B C). Dengan demikian keuntungan privat yang terdapat pada baris

    pertama matrik dihitung berdasarkan penerimaan dan biaya sesungguhnya yang

    diterima dan dibayarkan oleh petani, pedagang atau pengolah hasil dalam sistem

    pertanian. Harga-harga yang terjadi adalah harga yang telah dipengaruhi oleh

    kebijakan pemerintah dan kegagalan pasar. Keuntungan privat merupakan ukuran

    daya saing dalam harga pasar aktual. Jika PP negatif (D < 0), artinya usaha itu

    rugi dan dengan begitu dapat dipakai untuk estimasi apakah kegiatannya

    dihentikan. Apabila sama dengan nul (D = 0) berarti usahatani tersebut

    memperoleh keuntungan normal (normal profit). Apabila PP positif (D > 0)

    menunjukkan keadaan yang lebih daripada tingkat pengembalian normal dan

    dapat meningkatkan investasi di waktu yang akan datang. Suatu usaha layak

  • 30

    diteruskan jika selisih antara penerimaan dan seluruh biaya minimal sama dengan

    nul (Astawa, 2006 : 18).

    Penerimaan merupakan total penerimaan dari kegiatan usahatani yang

    diterima pada akhir proses produksi. Penerimaan usahatani dapat pula diartikan

    sebagai keuntungan material yang diperoleh seorang petani atau bentuk imbalan

    jasa petani maupun keluarganya sebagai pengelola usahatani maupun akibat

    pemakaian barang modal yang dimilikinya. Penerimaan usahatani dapat

    dibedakan menjadi dua, yaitu penerimaan bersih usahatani dan penerimaan kotor

    usahatani (gross income). Penerimaan usahatani dipengaruhi oleh produksi fisik

    yang dihasilkan, dimana produksi fisik adalah hasil fisik yang diperoleh dalam

    suatu proses produksi dalam kegiatan usahatani selama satu musim tanam.

    Penerimaan usahatani akan meningkat jika produksi yang dihasilkan bertambah

    dan sebaliknya akan menurun bila produksi yang dihasilkan berkurang.

    Disamping itu, bertambah atau berkurangnya produksi juga dipengaruhi oleh

    tingkat penggunaan input pertanian (Soekartawi, dkk, 1986). Peningkatan

    produksi dapat diperoleh dengan mengalokasikan input produksi secara tepat dan

    berimbang. Hal ini berarti petani secara rasional melakukan usahatani dengan

    tujuan meningkatkan produksi untuk memaksimumkan keuntungan. Keuntungan

    maksimum diperoleh apabila produksi per satuan luas pengusahaan dapat optimal,

    artinya mencapai produksi yang maksimal dengan menggunakan input produksi

    secara tepat dan berimbang Oleh karena itu pengaruh pemakaian input produksi

    terhadap pendapatan petani perlu diketahui sehingga petani dapat mengambil

  • 31

    sikap untuk mengurangi atau menambah input produksi tersebut

    (Sahara, dkk, 2006).

    Keuntungan finansial merupakan hasil analisis yang mudah dimengerti.

    Apabila penerimaan lebih besar dari biaya, keuntungan finansial akan menjadi

    positif. Dalam analisis PAM, keuntungan merupakan excess profit (return to

    management) yaitu nilai lebih setelah semua biaya diperhitungkan termasuk biaya

    modal. Apabila suatu sistem usahatani memperoleh keuntungan finansial yang

    positif berarti sistem usahatani tersebut mampu bersaing pada tingkat harga aktual

    termasuk didalamnya dampak dari kebijakan dan kegagalan pasar.

    Sedangkan keuntungan sosial (social profitability atau SP) adalah

    perbedaan antara penerimaan ekonomi (E) dengan biaya ekonomi (F + G) atau SP

    = H = (E F G). Sehingga keuntungan sosial dihitung dari perbedaan

    penerimaan dan biaya dengan menggunakan harga sosial. SP merupakan ukuran

    efisiensi karena output dan input dinilai dalam harga yang menunjukkan nilai

    kelangkaan (biaya oportunitas ekonomi). Untuk output dan inpout yang

    diperdagangkan secara internasional ditentukan dari harga dunia. Input (faktor

    ekonomi, G) yaitu service faktor produksi domestik (lahan, tenaga kerja, dan

    kapital) tidak mempunyai harga dunia, maka ditentukan oleh pasar domestik.

    Keuntungan ekonomi merupakan hasil analisis PAM yang menarik. Keuntungan

    ekonomi sistem usahatani yang tinggi sangat menarik perhatian pemerintah yang

    mementingkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Investasi baru harus

    memberikan keuntungan yang tinggi bila ingin memaksimalkan pertumbuhan

    ekonomi. Manfaat penggunaan teknologi baru atau investasi publik dapat dihitung

  • 32

    dengan membandingkan tingkat keuntungan ekonomi pada sistem usahatani yang

    ada saat ini dengan keuntungan ekonomi yang diharapkan akan diperoleh setelah

    penerapan teknologi baru atau setelah investasi publik itu dimanfaatkan. Namun

    terkadang sistem usahatani yang memiliki keuntungan finansial dan ekonomi

    tidak dapat berkembang dengan cepat dilapangan. Pada kondisi ini, diperlukan

    pemahaman tentang kendala yang menyebabkan komoditas tersebut tidak

    berkembang sebelum melakukan investasi publik memberikan bantuan teknis atau

    mengambil kebijakan harga yang bertujuan meningkatkan pertumbuhan sektor

    pertanian. Beberapa kendala tersebut yaitu investasi (asing dan domestik)

    khawatir dengan masalah keamanan di Indonesia, tidak adanya kepastian hukum,

    ketidakpastian harga internasional akibat proteksi negara kaya seperti USA

    (Astawa, 2006).

    2.5 Policy Analysis Matrix (PAM) untuk Kebijakan Pertanian

    Produktivitas pertanian, baik di pemerintahan pusat, provinsi, maupun

    kabupaten dapat ditingkatkan melalui investasi pada sektor pertanian dengan

    menggunakan instrument kebijakan harga, kebijakan makroekonomi,dan

    kebijakan investasi publik. Kebijakan makroekonomi hanya bisa diterapkan pada

    tingkat pusat dan memerlukan analisis tersendiri oleh para ahli ekonomi makro.

    Sementara di pihak lain, para ahli ekonomi pertanian melakukan penkajian

    tentang pengaruh kebijakan harga dan kebijakan investasi. Namun demikian,

    dampak kebijakan harga dan kebijakan investasi pertanian dapat dikaji melalui

    pendekatan yang sama, yaitu Policy Analysis Matrix (PAM). Hasil analsis PAM

  • 33

    ini dapat menunjukkan pengaruh individual maupun kolektif dari kebijakan harga

    dan kebijakan faktor domestik. PAM juga memberikan baseline information yang

    penting bagi Benefit-Cost Analysis untuk kegiatan investasi di bidang pertanian

    (Pearson dkk., 2005)

    Transfer kebijakan dapat dihitung dari baris ketiga matrik PAM yaitu

    perbedaan antara lain yang diperoleh pada baris pertama dengan baris kedua. Nilai

    ini menunjukkan besarnya kegagalan pasar dan insentif kebijakan pemerintah.

    Jika kegagalan pasar dianggap tidak begitu berpengaruh, maka analisis tentang

    pengaruh insentif kebijakan pemerintah dapat dilakukan. Beberapa analisis yang

    dapat digunakan matriks PAM untuk melihat insentif pengaruh kebijakan

    pemerintah adalah sebagai berikut.

    1. NPCO (Nominal Protection Coefficient on Output) yaitu rasio yang

    menunjukkan dampak dari insentif kebijakan pemerintah yang menyebabkan

    terjadinya perbedaan nilai output yang diukur pada harga privat dan harga

    sosial. NPCO = penerimaan privat dibagi penerimaan sosial, merupakan

    indikator dari transfer output. Jika nilai NPCO lebih besar dari satu

    (NPCO 1) menunjukkan adanya proteksi terhadap produsen input,

    sehingga sektor yang menggunakan input tersebut dirugikan karena tingginya

  • 34

    biaya produksi. Jika nilai NPCI kurang dari satu (NPCI1 berarti

    kebijakan pemerintah tidak menimbulkan hambatan untuk berproduksi, dan

    jika EPC

  • 35

    analisis Nominal Protection Coefficient on Input (NPCI), Nominal Protection

    Rate on Input (NPRI), Transfer Input (Input Transfer atau IT) dan Transfer

    Faktor (FT). Transfer input (IT) adalah perbedaan total biaya input tradable

    dalam harga finansial (B) dengan total biaya input tradable dalam harga ekonomi

    (F). Apabila harga finansial input lebih besar daripada harga ekonomi berarti

    kebijakan itu memberikan transfer positif. Hal ini mengakibatkan sistem produksi

    menghasilkan keuntungan finansial yang lebih tinggi, atau dapat menutup biaya

    finansial lebih besar daripada jika tanpa bantuan kebijakan (Astawa, 2006).

    Transfer positif yang menguntungkan produsen juga mempunyai tanda positif

    pada baris PAM. Subsidi pada satu atau lebih input-input tradable menyebabkan

    produksi lebih menguntungkan bagi produsen. Subsidi input ini akan ditandai

    dengan nilai negatif pada PAM. Subsidi-subsidi tersebut akan menambah secara

    langsung pada transfer output yang positif dengan mengurangi biaya negatif.

    Subsidi-subsidi negatif, yaitu berbagai pajak pada input tradable adalah transfer

    negatif dan akan terkurangi dari transfer output yang positif. Dengan demikian

    memudahkan pengertian secara keseluruhan dari dampak perbedaan, rangkaian

    pengaruh output, input Tradable, dan faktor-faktor.

    Nilai nominal protection coefficient on input (NPCI) merupakan rasio

    antara harga privat dari input yang diperdagangkan dengan harga sosialnya.

    Nilai NPCI > 1 mengukur dampak proteksi terhadap produsen input ataupun

    terhadap yang menggunakan input tersebut. Sedangkan nilai NPCI < 1

    mengukur dampak hambatan ekspor input atau subsidi input terhadap konsumen

    input. Dampak dari kebijakan yang terakhir menyebabkan meningkatnya

  • 36

    pemakaian input dalam negeri. Apabila nilai dari dampak kebijakan input

    (NPCI) < 1 berarti kebijakan pemerintah terhadap input berpihak kepada petani.

    Sebaliknya jika nilai dari kebijakan output (NPCO) < 1 berarti kebijakan

    pemerintah terhadap output tidak berpihak pada petani (Mira, 2007).

    Sedangkan besarnya persentase dampak kebijakan pemerintah terhadap

    input ditunjukkan oleh nilai NPRI sebesar {(NPCI 1) x 100%}. Pada komoditi

    input yang non tradable dampak intervensi pemerintah berupa halangan

    perdagangan tidak tampak karena input Non Tradable hanya diproduksi dan

    dikonsumsi di dalam negeri. Intervensi pemerintah dilakukan dalam bentuk

    kebijakan subsidi, baik subsidi positif maupun subsidi negatif (pajak). Akan

    tetapi kebijakan ini akan mempengaruhi produsen dan konsumen, tidak seperti

    kebijakan subsidi pada input yang Tradable.

    2.5.1 Tujuan Analisis PAM (Policy Analysis Matrix)

    Analisis PAM, secara umum mempunyai tiga tujuan. Tujuan pertama

    adalah membantu pembuat keputusan atau pengambil kebijakan, baik di tingkat

    pusat, maupun di tingkat daerah, selanjutnya mengkaji tiga isu utama analisis

    kebijakan pertanian. Isu pertama berkaitan dengan pertanyaan, apakah sebuah

    system usahatani memiliki daya saing pada tingkat harga dan teknologi yang

    ada?. Apakah petani, pedagang dan pengolah mendapat keuntungan pada tingkat

    harga aktual?. Sebuah kebijakan akan merubah nilai output atau biaya input dan

    dengan sendirinya keuntungan privat. Perbedaan keuntungan privat sebelum dan

    sesudah kebijakan menunjukkan pengauh perubahan kebijakan atas daya sauing

    pada tingkat harga actual. Isu kedua adalah dampak investasi public, dalam

  • 37

    bentuk pembangunan infrastruktur baru terhadap tingkat efisiensi sistem

    usahatani.Tingkat efisiensi diukur dengan tingkat keuntungan sosial (social

    profitability), yakni tingkat keuntungan yang dihitung berdasarkan harga

    efisiensi. Investasi publik dalam bentuk jaringan irigasi atau transportasi akan

    meningkatkan nilai output atau menurunkan biaya input. Perbedaan keuntungan

    sosial sebelum dan sesudah adanya investasi publik menunjukkan peningkatan

    keuntungan social.Isu ketiga terkait erat dengan isu kedua, yakni dampak

    investasi baru, dalam bentuk riset atau teknologi pertanian terhadap efisiensi

    sistem usahatani. Sebuah investasi publik dalam bentuk penemuan benih baru,

    teknik budidaya, atau teknologi pengolahan hasil akan meningkatkan hasil

    usahatani atau hasil pengolahan, dan dengan sendirinya akan meningkatkan

    pendapatan atau menurunkan biaya. Perbedaan keuntungan social sebelum dan

    sesudah investasi dalam bentuk riset menunjukkan manfaat dari investasi

    tersebut. Jadi tujuan pertama dari analisis PAM ini pada hakekatnya adalah

    memberikan informasi dan analisis untuk membantu pengambil kebijakan

    pertanian dalam ketiga isu tersebut. Melalui sebuah tabel PAM untuk suatu

    usahatani memungkinkan seseorang untuk menghitung tingkat keuntungan privat

    atau ukuran daya saing usahatani pada tingkat harga actual atau harga pasar.

    Tujuan kedua analisis PAM adalah menghitung tingkat keuntungan social

    sebuah usahatani dihasilkan dengan menilai output dan biaya pada tingkat harga

    efisiensi (social opportunity cost). Dengan melakukan hal yang sama untuk

    berbagai system usahatani lainnya memungkinkan untuk membuat urutan tingkat

    efisiensi dari beberapa usahatani. Perhitungan tingkat keuntungan sosial

  • 38

    ditempatkan pada baris kedua dari table PAM. Hasil perhitungan ini dapat

    digunakan sebagai informasi dasar (baseline information) untuk perhitungan

    analisis keuntungan social (social benefit analysis) pada tingkat harga efisiensi.

    Tujuan ketiga dari analisis PAM adalah menghitung transfer effect,

    sebagai dampak dari sebuah kebijakan. Dengan membandingkan pendapatan dan

    biaya (untuk selanjutnya disebut budget), sebelum dan sesudah penerapan

    kebijakan, selanjutnya dapat ditentukan dampak dari kebijakan tersebut.

    Jadi tujuan dari analisis PAM adalah mengukur dampak kebijakan

    pemerintah terhadap profitabilitas privat dan social, system pertanian dan

    efisiensi terhadap sumber daya. Profitabilitas privat (privat profitability) dan

    daya saing (competitiveness) mungkin menjadi penting dalam pikiran yang

    peduli dengan pendapatan pertanian. Profitabilitas social dan efisiensi sering

    ditekankan oleh para perencana ekonomi yang mengalokasikan sumber daya

    antar sector dan pertumbuhan pendapatan agregat dalam perekonomian.

    Pendekatan PAM sangat cocok untuk analisis empirik dari kebijakan harga

    pertanian dan pendapatan usahatani, kebijakan investasi publik, efisiensi,

    kebijakan riset pertanian dan perubahan teknologi (Monke dan Pearson, 1995;

    dalam Suyatna dan Antara, 2004).

    2.5.2 Identitas Matrik Dalam PAM

    Policy Analysis Matrix mempunyai dua identitas yaitu identitas tingkat

    keuntungan (profitability identity), dan identitas penyimpangan (divergences

    identity).

  • 39

    Identitas keuntungan pada sebuah tabel PAM adalah hubungan

    perhitungan lintas kolom dari tabel (sering juga disebut matrik) tersebut.

    Keuntungan didefinisikan sebagai pendapatan dikurangi biaya-biaya. Semua

    angka di bawah kolom bernama profits dengan sendirinya identik dengan

    selisih antara kolom yang berisi revenue dan kolom yang berisi cost

    (termasuk di dalamnya biaya input tradable dan factor domestic). Oleh karena

    itu keuntungan privat pada PAM adalah selisih dari pendapatan privat dengan

    biaya privat. Perhitungan keuntungan privat, dari budget usahatani dan

    pengolahan hasil, dilakukan untuk mengukur daya saing. Oleh karenanya, salah

    satu dampak penting dari kebijakan pertanian dapat ditunjukkan oleh baris

    pertama tabel PAM (Tabel 2.1). Selanjutnya untuk membandingkan sistem

    usahatani yang berbeda digunakan rasio. Untuk membandingkan daya saing

    sistem usahatani yang berbeda dihitung privat benefit cost ratio (PBCR) untuk

    setiap system, dan selanjutnya kedua rasio tersebut dibandingkan. Jadi PBCR

    adalah pendapatan privat dibagi dengan biaya privat atau PBCR = A/(B+C)

    Pendapatan dan biaya pada tingkat harga sosial (simbol E,F, dan G) pada

    Tabel 2.1, didasarkan pada estimasi the social opportunity cost dari komoditas

    yang diproduksi dan input yang digunakan. Jadi keuntungan social adalah selisih

    antara penerimaan social dengan biaya social, dan ini dilakukan untuk mengukur

    tingkat efisiensi usahatani.

    Harga sosial (harga efisiensi) untuk factor domestic (lahan, tenaga kerja,

    dan modal) juga diestimasi dengan prinsip social opportunity cost. Namun

    karena factor domestic tidak diperdagangkan secara internasional, sehingga tidak

  • 40

    memiliki harga internasional, maka social opportunity cost-nya diestimasi

    melalui pengamatan lapangan atas pasar domestic di pedesaan. Tujuannya adalah

    untuk mengetahui berapa besar output atau pendapatan yang hilang karena factor

    domestic yang digunakan untuk memproduksi komoditas tersebut (misalnya

    padi) dibandingkan dengan apabila digunakan untuk komoditas lainnya (the next

    best alternative commodity) seperti kedelai. Untuk membandingkan tingkat

    efisiensi komoditas yang berbeda dihitung social benfit cost ratio (SBCR) untuk

    setiap usahatani, dan selanjutnya membandingkannya. Jadi SBCR adalah rasio

    antara pendapatan sosial dengan biaya sosial, atau SBCR = E /(F+G)

    Tabel 2.1

    Identitas Keuntungan dan Divergensi dalam PAM

    Uraian Penerimaan Biaya-biaya

    Keuntungan Input Tradable Faktor Domestik

    1 2 3 4 5

    Harga privat A B C D

    Harga sosial E F G H

    Efek Divergensi I J K L

    Keterangan:

    Baris harga privat:

    A = harga output x produksi; B = Biaya privat input tradable, C = Biaya privat input factor

    domestic;

    D = A (B + C) (keuntungan privat). Baris harga social:

    E = harga output social x produksi; F = biaya social input tradable; G = biaya social input factor

    domestic; H = E (F + G) (keuntungan social) Baris efek divergensi:

    I = A E (output transfer); J = B F (input tradable transfer); K = C G (factor domestic transfer); L = I (J + K) atau D - H (transfer bersih)

    Identitas Penyimpangan (divergences identity) adalah hubungan lintas

    baris dari matrik. Divergensi disebabkan oleh harga privat suatu komoditas

    dengan harga sosialnya. Divergensi meningkat, baik oleh karena pengaruh

    kebijakan distortif, yang menyebabkan harga privat berbeda dengan harga

  • 41

    sosialnya atau karena kegagalan pasar menghasilkan harga efisiensi. Semua

    angka pada baris ketiga dari tabel PAM didefinisikan sebagai effect of

    divergences dan sama dengan selisih antara angka pada baris pertama, yang

    dinilai dengan harga privat (private prices), serta angka pada baris kedua, yang

    dinilai dengan harga social (social prices) Pearson, dkk. 2005). Identitas

    keuntungan dan identitas divergensi dapat dilihat pada tabel 2.1.

    Salah satu penyebab terjadinya divergensi adalah kegagalan pasar (market

    failure). Pasar dikatakan gagal apabila tidak mampu menciptakan harga yang

    bersaing, yang mencerminkan social opportunity cost, yang menciptakan alokasi

    sumberdaya maupun produk yang efisien. Kebijakan yang efisien adalah

    intervensi pemerintah untuk memperbaiki kegagalan pasar sehingga

    menghapuskan divergensi. Misalnya, regulasi monopoli untuk menurunkan harga

    penjual (seller price), menyebabkan harga privat dan harga social yang sama,

    dan meningkatkan pendapatan.

    Penyebab kedua dari divergensi adalah kebijakan pemerintah yang

    distortif. Kebijakan distortif diterapkan untuk mencapai tujuan yang bersifat non-

    efisien (yaitu pemerataan dan ketahanan pangan), akan menghambat terjadinya

    alokasi sumberdaya yang efisien dan dengan sendirinya akan menimbulkan

    divergensi. Misalnya, tarif impor beras bisa diterapkan untuk meningkatkan

    pendapatan petani (tujuan pemerataan) dan meningkatkan produksi beras dalam

    negeri (untuk ketahanan pangan). Namun, hal ini menimbulkan kerugian efisiensi

    (efficiency losses) bila beras impor yang digantikannya ternyata lebih murah dari

  • 42

    biaya sumberdaya domestik yang digunakan untuk memproduksi bersa dalam

    negeri sehingga timbul trade off.

    Secara teori, kebijakan yang paling efisien dapat dicapai apabila

    pemerintah mampu menciptakan kebijakan yang mampu menghapuskan

    kegagalan pasar, dan apabila pemerintah mampu mengesampingkan tujuan non-

    efisiensi dan menghapuskan kebijakan yang distortif. Apabila kedua hal tersebut

    menerapkan kebijakan yang efisien dan menghilangkan kebijakan distortif dapat

    dilaksanakan, divergensi dapat dihilangkan dan efek divergensi (nilai yang ada

    pada baris ketiga) akan menjadi nol (Pearson, dkk, 2003).

    Jika keuntungan privat yang diperoleh positif atau minimal sama dengan

    nol, berarti usahatani tersebut memperoleh keuntungan di atas normal. Jika

    keuntungan privat sama dengan nol, berarti usahatani tersebut memperoleh

    keuntungan normal (normal profit). Jika keuntungan privat bernilai negative

    maka usaha tani tersebut tidak menguntungkan. Dari perhitungan harga privat

    maka dapat dihitung besarnya rasio PCR (Privat Cost Ratio) yang besarnya sama

    dengan rasio antara biaya faktor domestik dengan nilai tamah pada harga privat,

    yaitu perbedaan antara nilai output dengan biaya produksi yang diperdagangkan.

    Jadi besarnya PCR = faktor domestik privat (penerimaan privat-input tradable

    privat). Untuk mendapat keuntungan maksimum maka selalu diusahakan

    meminimunkam rasio PCR dengan cara meminimumkan biaya domestik atau

    memaksimumkan nilai tambah.

  • 43

    BAB III

    KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIK DAN HIPOTESIS

    3.1 Kerangka Pemikiran Teoritik

    Komoditas padi / beras merupakan komoditas strategis dalam kehidupan

    soaial ekonomi nasional, mengingat bahwa sekitar 95% penduduk Indonesia

    mengkonsumsi beras sebagai bahan pokoknya dan sekitar 21 juta rumah tangga

    petani pendapatannya bersumber dari usahatani padi. Beras hingga kini masih

    merupakan salah satu komoditi pangan pokok bagi masyarakat Indonesia dan

    merupakan komoditi strategis bagi pembangunan nasional. Pengalaman pada

    periode-periode awal pembangunan di tanah air menunjukkan bahwa kekurangan

    beras sangat mempengaruhi kestabilan pembangunan nasional. Bahkan hingga

    kini, bukan saja pada tingkat nasional, daerah, dan rumah tangga tetapi juga

    tingkat internasional dimana terlihat besarnya dampak yang ditimbulkan akibat

    kekurangan persediaan pangan beras (Tambunan, 2007).

    Sarana produksi yang dimiliki petani dipengaruhi oleh mekanisme harga

    pasar yang berlaku di masyarakat. Mekanisme pasar menentukan besar kecilnya

    harga-harga dari sarana produksi, seperti harga pupuk, harga sewa alat mesin

    pertanian, dan harga sewa lahan maupun sewa tenaga kerja. Sebagai salah satu

    faktor input dari produkstifitas petani, penggunaan pupuk sebagai sarana produksi,

    mempunyai peranan yang strategis dalam peningkatan keunggulan kompetitif dan

    tingkat keuntungan usahatani bagi petani.

    Dalam rangka membantu petani untuk mendapatkan pupuk dengan harga

    terjangkau, pemerintah menetapkan pemberian subsidi penyediaan pupuk yang

  • 44

    dimaksudkan untuk membantu petani agar dapat memperoleh pupuk dengan harga

    terjangkau sehingga proses usahatani dapat berlangsung secara

    berkesinambungan. Kebijakan pemerintah mengenai subsidi pupuk, dilandasi

    pemikiran bahwa pupuk merupakan faktor kunci dalam meningkatkan

    produktivitas, dan subsidi dengan harga pupuk yang lebih murah akan mendorong

    peningkatan penggunaan input tersebut. Selain itu, subsidi pupuk juga

    dimaksudkan untuk merespons kecenderungan kenaikan harga pupuk di pasar

    internasional dan penurunan tingkat keuntungan usaha tani. Selanjutnya,

    kebijakan subsidi pupuk juga bertujuan untuk memenuhi prinsip enam tepat dalam

    penyaluran pupuk, yaitu tepat jenis, jumlah, harga, tempat, waktu, dan

    produktivitas dan produksi pangan nasional serta meningkatkan kesejahteraan

    petani. Sejak itu, subsidi pupuk terus diberikan dalam bentuk harga eceran

    tertinggi atau HET (Susila, 2010).

    Disamping itu akibat terjadinya krisis ekonomi, kemampuan daya beli

    petani menurun sehingga kesulitan bila harus membeli pupuk dengan harga pasar.

    Dengan harga jual sesuai kemampuan petani, sulit bagi produsen pupuk untuk

    menjaga kelangsungan usaha dan kemampuannya dalam menjamin pemenuhan

    kebutuhan pupuk nasional. Agar harga pupuk terjangkau petani dan menjaga

    kelangsungan industri pupuk, pemerintah perlu menyediakan subsidi pupuk

    (Maulana, 2006).

    Oleh karena itu kebijakan pemerintah dapat mempengaruhi mekanisme

    pasar dan menghasilkan sekumpulan harga yang berbeda dengan harga pasar

    bebas. Akibatnya harga input dan output relatif di dalam dan/atau antar wilayah

  • 45

    berubah, dengan demikian mempengaruhi pola insentif produksi dan alokasi

    sumber daya. Faktor input produksi usahatani ada yang tradable seperti pupuk

    kimia, benih, pestisida dan lain-lain, dan ada yang non tradable seperti tenaga

    kerja, lahan dan modal. Komposisi dan faktor input yang digunakan dalam

    produksi akan menentukan biaya usahatani, selanjutnya akan menentukan juga

    kualitas dan kuantitas output-nya. Dengan harga pupuk yang tersubsidi tersebut

    akan memberikan pengaruh bagi biaya produksi kemudian secara signifikan

    berpengaruh pula pada produktifitas yang secara simultan saling berperan

    terhadap daya saing (keunggulan kompetitif) dan tingkat keuntungan usahatani

    padi.

    Berdasarkan posisi yang strategis tersebut, usahatani padi seyogyanya

    diusahakan dengan baik serta memiliki unggulan kompetitif dan dapat

    meningkatkan keuntungan. Namun kenyataannya, bila timbul kendala seperti

    adanya gejolak harga beras, maka akan berdampak negatif terhadap usahatani,

    kesejahteraan petani dan buruh tani, serta konsumen beras terutama kelompok

    miskin. Hal ini akan berdampak pada gairah petani untuk berusahatani padi dan

    pada gilirannya produksi padi akan menurun, dan impor beras akan naik. Keadaan

    yang demikian jelas tidak menguntungkan bagi ketahanan pangan, ekonomi

    nasional, bahkan stabilitas nasional.

    Peningkatan produksi pertanian dan pendapatan petani akan

    mempengaruhi status ketahanan pangan, karena dengan meningkatnya produksi

    maka ketersediaan pangan juga meningkat. Di samping itu terwujud aksesibilitas

    ekonomi dimana daya beli petani menjadi lebih tinggi dan skala usaha taninya

  • 46

    juga dapat ditingkatkan dengan mengoptimalkan keunggulan kompetitif dan

    tingkat keuntungan usahatani. Kerangka konseptual penelitian tersebut disajikan

    pada Gambar 3.1.

    Gambar 3.1. Kerangka Konsep/Pemikiran Mekanisme Pengaruh Subsidi Pupuk terhadap

    Keunggulan Kompetitif dan Tingkat Keuntungan Usahatani Padi

    3.2 Hipotesis

    Berdasarkan tujuan penelitian ditetapkan hipotesis sebagai berikut.

    1. Usahatani padi sawah di Kabupaten Tabanan mempunyai keunggulan

    kompetitif (PCR

  • 47

    BAB IV

    METODE PENELITIAN

    4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

    Penelitian ini dilakukan di seluruh kecamatan kabupaten Tabanan dengan

    masing-masing subak terluasnya. Penentuan lokasi penelitian ini dilakukan secara

    purposive sampling, yaitu penentuan lokasi penelitian yang dilakukan secara

    sengaja dengan beberapa pertimbangan sebagai berikut.

    1. Kabupaten Tabanan merupakan salah satu sentra produksi tanaman padi

    sawah terbesar di Bali yang memiliki keadaan tanah dan iklim yang cocok di

    samping potensi lainnya.

    2. Subak terluas di Tabanan merupakan subak yang paling banyak mendapatkan

    subsidi pupuk.

    3. Kabupaten Tabanan memiliki luas lahan sawah terbesar di Bali.

    4. Pemerintah Kabupaten Tabanan sampai saat ini masih memberikan perhatian

    yang besar pada komoditas tanaman padi sawah, dengan direalisasikannya

    beberapa proyek pertanian berkenaan dengan upaya peningkatan daya saing

    dan menguntungkan usahatani padi sawah

    Dengan demikian diharapkan pemilihan Kabupaten Tabanan cukup

    representatif dan lebih mudah memperoleh data serta informasi untuk menunjang

    penelitian, sehingga secara keseluruhan dapat menggambarkan keadaan usahatani

    padi sawah di Kabupaten Tabanan.

  • 48

    Penelitian lapangan untuk memperoleh data dan informasi tentang biaya

    dan penerimaan sampai impor pada tahun 2010 akan dilakukan sekitar bulan

    Maret 2011.

    4.2 Populasi dan Pengambilan Sampel

    Populasi atau keseluruhan objek pengamatan dalam penelitian ini adalah

    petani padi sawah yang terdapat di subak terluas pada masing-masing kecamatan

    kabupaten Tabanan. Tabanan memiliki 10 kecamatan dengan masing-masing

    subak terluasnya yang terlihat pada tabel 4.1

    Tabel 4.1

    Subak terluas pada masing-masing Kecamatan di Kabupaten Tabanan

    No Kecamatan Subak Luas Baku

    (ha)

    1 Selemadeg Lanyah Bajra I 209

    2 Selemadeg Barat Soko 305

    3 Selemadeg Timur Lanyah Delod Jalan 247

    4 Kerambitan Meliling 290

    5 Tabanan Gubug II 245

    6 Kediri Bengkel 375

    7 Marga Guama 184

    8 Baturiti Poyan 301

    9 Penebel Jatiluwih 303

    10 Pupuan Yeh Saba 132

    Sumber : Data Primer, 2010

    Penentuan populasi dalam penelitian ini menggunakan metode purposive

    random sampling, yaitu pemilihan yang dilakukan secara sengaja berdasarkan

    subak terluas, sehingga jumlah populasi seluruhnya adalah 4547 orang petani.

    Untuk menentukan ukuran sampel yang akan diambil tergantung pada variasi

  • 49

    populasinya. Semakin besar dispersi atau variasi suatu populasi maka semakin

    besar pula ukuran sampel yang diperlukan agar estimasi terhadap parameter

    populasi dapat dilakukan dengan akurat dan presisi. Selanjutnya Riduwan (2006)

    menyebutkan sampel adalah bagian dari populasi yang mempunyai ciri-ciri

    keadaan tertentu yang akan diteliti. Dalam penelitian ini pengambilan ukuran

    sampel dengan menggunakan rumus:

    N

    n =

    N.d2 + 1

    Di mana:

    N = ukuran populasi

    n = sampel

    d2 = = presisi yang ditetapkan

    Pada penelitian ini tingkat ketelitian atau keyakinan yang dikehendaki adalah

    90 % atau dengan tingkat presisi yang diharapkan 10 % atas dasar pertimbangan

    bahwa untuk penelitian sosial tingkat kesalahan masih dapat ditolerir sampai dengan

    10 %. Sehingga besarnya sampel yang diperoleh dari populasi sebanyak 4547 orang

    adalah sebesar 98 orang. Jumlah sampel tersebut selanjutnya diambil secara

    proportional random sampling. Sampel yang diambil pada masing-masing

    kecamatan terdistribusi seperti Tabel 4.2

  • 50

    Tabel 4.2

    Sebaran Sampel di Kabupaten Tabanan

    Tahun 2010

    No Kecamatan Subak Jumlah Petani*

    (orang)

    Ukuran

    Sampel (orang)

    1 Selemadeg Lanyah Bajra I 210 4

    2 Selemadeg Barat Soko 400 9

    3 Selemadeg Timur Lanyah Delod Jalan 450 10

    4 Kerambitan Meliling 993 21

    5 Tabanan Gubug II 300 7

    6 Kediri Bengkel 849 18

    7 Marga Guama 200 4

    8 Baturiti Poyan 500 11

    9 Penebel Jatiluwih 395 9

    10 Pupuan Yeh Saba 250 5

    Jumlah 4547 98

    Sumber: Data Primer (diolah)

    4.3 Jenis, Sumber, dan Metode Pengumpulan Data

    Jenis data yang dibutuhkan untuk mendukung penelitian ini adalah data

    kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif adalah data yang diukur dengan

    suatu alat ukur tertentu, yang diperlukan untuk keperluan analisis secara

    kuantitatif yang berbentuk angka-angka seperti jumlah produksi, jumlah bibit,

    jumlah pupuk, jumlah obat-obatan, biaya bibit, biaya pupuk, biaya tenaga kerja,

    serta biaya lainnya. Sedangkan data kualitatif adalah jenis data yang tidak

    berbentuk angka-angka, (data yang berbentuk kata, kalimat, skema dan gambar)

    tetapi berupa penjelasan yang berhubungan dengan objek penelitian seperti

    potensi padi sawah dan perkembangan produktivitas padi sawah.

    Berdasarkan sumbernya, data yang dikumpulkan dalam penelitian ini

    adalah data primer dan data sekunder.

  • 51

    1. Data primer merupakan data yang dikumpulkan langsung dari lapangan

    dengan metode wawancara dengan menggunakan kuesioner yang telah

    disiapkan sebelumnya. Data primer diperoleh langsung dari sumber pertama

    (responden) yang telah ditentukan dalam hal ini bersumber dari petani padi

    sawah.

    2. Data sekunder adalah data yang dikumpulkan dari sumber tidak langsung

    (sumber kedua) umumnya diperoleh melalui badan/dinas/instansi yang

    bergerak dalam proses pengumpulan data baik instansi pemerintah maupun

    swasta. Data sekunder dalam penelitian ini bersumber dari BPPS (Badan Pusat

    Statistik), Departemen Pertanian, Departemen Perdagangan, Dinas pertanian

    Tanaman Pangan Kabupaten dan Provinsi Bali, dan lembaga lainnya yang

    terkait dengan objek penelitian.

    Metode pengumpulan data merupakan bagian instrument pengumpulan

    data yang menentukan berhasil tidaknya suatu penelitian (Antara, 2006). Metode

    pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan :

    a. Observasi lapangan, yaitu mengadakan pengamatan langsung terhadap obyek

    yang diteliti, sehingga dapat diharapkan diperoleh gambaran yang lebih jelas

    tentang kegiatan usahatani.

    b. Wawancara, yaitu mengadakan tanya jawab langsung kepada responden

    (petani) dengan menggunakan instrumen / menggunakan kuesioner terstruktur

    yang telah disiapkan.

  • 52

    c. Dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan mencari dokumen-

    dokumen atau segala sumber terkait dengan cara studi kepustakaan serta

    pengambilan gambar berupa foto-foto.

    4.4 Variabel Penelitian

    Variabel penelitian terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer

    yang diperlukan dalam penelitian ini sebagai berikut.

    1. Struktur input dan output fisik (tradable input, faktor domestik, dan output)

    2. Harga privat (tradable input, harga faktor domestik, dan harga output di

    tingkat petani)

    Data sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini sebagai berikut.

    1. Perkembangan luas area, produksi produktivitas, konsumsi, ekspor dan impor

    komoditas beras.

    2. Perkembangan produksi, konsumsi dan harga beras dunia.

    3. Perkembangan ekspor dan impor komoditas beras dunia

    4. Budidaya, pengolahan dan pemasaran beras

    5. Perkembangan nilai tukar dolas US terhadap rupiah

    6. Nilai pemilahan kandungan komponen input

    7. Faktor konversi harga pasar aktual (privat) ke harga bayangan (sosial)

    8. Perkembangan harga dasar dan harga impor pupuk kimia

  • 53

    4.5 Definisi Operasional Variabel

    Batasan operasional dan asumsi yang digunakan dalam analisis PAM

    adalah sebagai berikut.

    1. Harga pasar adalah harga yang benar-benar diterima petani atau produsen

    dan didalamnya terdapat kebijakan pemerintah

    2. Harga bayangan adalah harga pada pasar persaingan sempurna yang

    mewakili biaya imbangan sosial yang sesungguhnya. Pada komoditas

    tradable, harga bayangan adalah harga yang terjadi di pasar internasional.

    3. Output bersifat tradable dan input dapat dipisahkan ke dalam input tradable

    dan faktor domestik (input non tradable)

    4. Input tradable adalah input produksi yang dapat diperdagangkan secara

    internasional (seperti pupuk kimia, benih, obat-obatan, alat produksi)

    5. Input non tradable atau faktor domestik adalah input produksi yang tidak

    diperdagangkan di pasar internasional (seperti tenaga kerja, lahan, modal)

    6. Output fisik adalah produksi usahatani padi sawah, dalam hal ini adalah

    gabah kering panen.

    7. Harga privat input adalah harga aktual dari input produksi yang dibayar

    petani padi sawah.

    8. Harga faktor domestik adalah harga input non tradable yang dibayar oleh

    petani padi sawah berdasarkan harga yang berlaku di pasar domestik.

  • 54

    Asumsi tersebut memberikan arti bahwa pada harga-harga input dan

    output komoditas yang dianalisis terdapat gangguan yang berupa peraturan-

    peraturan atau pembatasan dari pemerintah maupun kegagalan pasar. Oleh karena

    itu, harga yang terjadi tidak mencerminkan yang sesungguhnya atau nilai

    kelangkaannya. Output yang dihasilkan merupakan barang-barang yang

    diperdagangkan (traded goods), yaitu suatu komoditas yang harganya ditentukan

    oleh impor atau ekspornya. Input yang digunakan dalam proses sistem komoditas

    tersebut terdiri atas faktor domestik yang tidak diperdagangkan (non tradable

    input) dan faktor produksi yang diperdagangkan (tradable input) Faktor domestik

    non tradable adalah input produksi yang harganya ditentukan oleh pasar

    domestik. Input non tradable adalah lahan, tenaga kerja, dan modal. Disamping

    itu tidak terdapat dampak negatif dan positif kepada pihak lain yang tidak terlibat

    langsung dalam sistem komoditas yang dianalisis.

    4.6 Metode Analisis Data

    Analisis penelitian menggunakan metode PAM (Policy Analysis Matrix).

    Dengan menggunakan metode PAM, ukuran-ukuran koefisien keunggulan

    komparatif (DRC) dan keunggulan kompetitif (PCR), tingkat keuntungan pada

    nilai finansial dan ekonomi usahatani padi, kebijakan pemerintah dapat dihitung

    sekaligus secara menyeluruh dan sistematis (Monke dan Pearson, 1995).

    Indikator intervensi pemerintah antara lain kebijakan transfer harga output dan

    input produksi, proteksi pada output dan input (NPCO dan NPCI), koefisien

  • 55

    proteksi efektif (EPC), profitabilitas (PC) dan subsidi kepada produsen (SRP).

    Secara rinci Tabel PAM yang dihasilkan disajikan pada Tabel 4.3

    Tabel 4.3

    Uraian Penerimaan Input

    Keuntungan Input Tradable Faktor Domestik

    Harga privat A B C D

    Harga sosial E F G H

    Efek Divergensi I J K L

    Keterangan:

    1. Keuntungan privat : D = A B C 2. Keuntungan social : H = E F G 3. Out tranfer : I = A E 4. Input transfer : J = B F 5. Faktor transfer : K = C - G 6. Transfer bersih : L = D H atau L = I J K

    4.6.1 Profitabilitas.

    1. Privat Profitability (D) = A- (B+C)

    Keuntungan privat merupakan indikator daya saing (competitiveness) dari

    sistem komoditas berdasarkan teknologi, nilai input, biaya input dan trasnfer

    kebijakan yang ada. Apabila D> 0, berarti sistem komoditas memperoleh

    provit atas biaya normal yang mempunyai implikasi bahwa komoditas itu

    mampu ekspasi, kecuali apabila sumberdaya terbatas atau adanya komoditas

    alternatif yang lebih menguntungkan.

    2. Social provitability (H) = E (F + G).

    Keuntungan sosial merupakan indikator keunggulan komparetif (comparative

    advantage) dari sistem komoditas pada kondisi tidak ada divergensi baik

    akibat kebijakan pemerintah maupun distorsi pasar. Apabila H > 0, berarti

  • 56

    sistem komoditas memperoleh profit atas biaya normal dalam harga sosial dan

    mempunyai keuntungan komparatif.

    4.6.2 Keunggulan Kompetitif dan Komparatif

    1. Privat Cost Ratio (PCR) = C/(A B)

    PCR yaitu profitabilitas privat yang menunjukkan kemampuan system

    untuk membayar biaya sumberdaya domestic dan tetap kompetitif. Sistem

    bersifat kompetitif jika PCR < 1.

    2. Domestik Resource Cost Ratio (DRCR) = G/(E F)

    DRCR yaitu indicator keunggulan komparatif, yang menunjukkan

    sumberdaya domestic yang dapat dihemat untuk menghasilkan satu unit

    devisa. Sistem mepunyai keunggulan komparatif jika DRCR < 1.Semakin

    kecil nilai DRCR maka system semakin efisien dan mempunyai

    keunggulan komparatif makin tinggi.

    4.6.3 Kebijakan Pemerintah

    1. Kebijakan Input

    a. Transfer Input : IT = B F : Transfer input adalah selisih antara biaya

    input yang dapat diperdagangkan pada harga privat dengan biaya yang

    dapat diperdagangkan pada harga social. Jika nilai IT > 0, menunjukkan

    transfer dari petani produksen kepada produsen input tradable.

    b. Nominal Protection Coefficien on Input (NPCI) = B/F : yaitu indicator

    yang menunjukkan tingkat proteksi pemerintah terhadap harga input

    pertanian domestic. Kebijakan bersifat protektif terhadap input jika nilai

    NPCI < 1, berarti ada kebijakan subsidi terhadap input tradable.

  • 57

    c. Transfer factor : FT = C G: Transfer factor merupakan nilai yang

    menunjukkan perbedaan harga privat dengan harga sosialnya yang

    diterima produsen untuk pembayaran factor-faktor produksi yang tidak

    diperdagangkan. Nilai FP > 0, mengandung arti bahwa ada transfer dari

    petani produsen kepada produsen input non tradable.

    2. Kebijakan Input Output

    a. Effective Protection Coefficient (EPC) = (A-B)/(E-F). : yai