unud-400-304244440-tesis
-
Upload
roby-blueboys -
Category
Documents
-
view
235 -
download
0
description
Transcript of unud-400-304244440-tesis
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyediaan pelayanan maternal dan neonatal yang berkualitas merupakan hal
yang sangat penting dilakukan di negara berkembang termasuk Indonesia. Hal
tersebut disebabkan oleh masih tingginya Angka Kematian Ibu dan Bayi (Depkes RI,
2005). Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007, menunjukkan bahwa
Angka Kematian Ibu sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup sedangkan Angka
Kematian Bayi sebesar 52 per 1000 kelahiran hidup. Untuk menurunkan angka
kematian tersebut sampai tercapainya target MDGs pada tahun 2015 sebesar 102 per
100.000 kelahiran hidup, maka diupayakan program peningkatan pelayanan kesehatan
yang dapat menjangkau masyarakat secara luas sampai ketingkat desa yang terpencil.
Untuk mempercepat tercapainya maksud tersebut, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia (Depkes RI) menempatkan bidan di desa, ini sesuai dengan Surat
Edaran Direktur Jenderal Pembina Kesehatan Masyarakat No:
429/Binkesmas/Dj.III/1990 tanggal 29 Maret 1999 tentang penempatan tenaga
kesehatan di daerah terpencil yang menyatakan bahwa untuk pencapaian target derajat
kesehatan maka penempatan bidan di desa merupakan salah satu strategi, dimana di
harapkan bidan tinggal dan bertugas melayani masyarakat di desa dengan wilayah
kerja satu sampai dua desa.
Kabupaten Sumba Barat Daya (SBD) dengan luas wilayah 1.445,32 km²
mewilayahi 96 desa dan 8 Puskesmas. Jumlah Penduduk 285.414 jiwa, Pasangan Usia
Subur 46.404 pasangan, jumlah ibu hamil tahun 2010 sebesar 8252 ibu hamil.
Proporsi bidan mencapai 83,33% (78 bidan) dengan penempatan yang hampir merata
di seluruh desa yang ada di wilayah Kabupaten SBD. Meskipun demikian, cakupan
2
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan masih sangat rendah dan cendrung
menurun yaitu 68 % tahun 2008, 52% tahun 2009 dan 48% tahun 2010. Disisi lain
cakupan persalinan oleh dukun meningkat yaitu sebesar 25% tahun 2008, sebesar
27% tahun 2009 dan sebesar 22% tahun 2010. Dilaporkan juga bahwa Cakupan K1
sebesar 8050 orang (98%) dan cakupan K4 sebesar 3313 orang (40%) (Dinkes Kab.
SBD, 2010).
Jumlah bidan desa yang memiliki kit bidan sebanyak 69 bidan (77,5%).
Tenaga kesehatan dalam hal ini adalah dokter setiap puskesmas 1 orang dan perawat
298 orang dan bidan seluruhnya 96 orang sedang bidan desa berjumlah 76 tetapi
dokter dan perawat tidak menolong persalinan.
Rendahnya cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan bisa mengakibatkan
tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Dinas
kesehatan Kabupaten SBD tahun 2010, melaporkan adanya peningkatan AKI sebesar
13 orang atau 280/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2008, 19 orang atau
278/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2009 dan 29 orang, atau 380/100.000
kelahiran hidup pada tahun 2010. Sedangkan Angka Kematian Neonatus dilaporkan
sebesar 32/1000 kelahiran hidup pada tahun 2008, sebanyak 39/1000 kelahiran
hidup pada tahun 2009, d a n sebanyak 42/1000 kelahiran hidup pada tahun 2010
(Dinkes SBD, 2010).
Berbagai upaya telah dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Sumba
Barat Daya untuk meningkatkan kinerja bidan desa diantaranya melalui
peningkatan jenjang pendidikan bidan desa ke jenjang Diploma III Kebidanan
Pelatihan Audit Maternal Perinatal (AMP), pelatihan insersi IUD, pelatihan Asuhan
Persalinan Normal (APN), serta pelatihan Penanganan Obstetri dan Neonatal Dasar
(Dinkes SBD, 2010). Namun upaya-upaya tersebut belum menghasilkan kinerja kerja
3
bidan desa yang baik. Rendahnya cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan telah
dihubungkan dengan masalah kinerja bidan desa (Bernandir, 2008).
Kinerja adalah prestasi kerja atau hasil kerja (output) berupa produk atau jasa
yang dicapai seseorang dalam menjalankan tugasnya baik kualitas maupun kuantitas
melalui sumber daya manusia dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung
yang diberikan kepadanya (Gomes, 2000). Bidan desa sebagai petugas kesehatan di
garis terdepan dan sesuai dengan fungsi keberdaannya diharapkan mampu
meningkatkan cakupan pertolongan persalinan. Namun terdapat banyak faktor yang
mempengaruhi kinerja bidan desa tersebut di antaranya adalah faktor individu
(internal) terdiri atas : 1) Kemampuan, 2) Pengalaman, 3) Motivasi, 4) Pembelajaran,
5) Motivasi, 6) Sikap dan faktor lingkungan kerja organisasi (eksternal) terdiri atas
imbalan/penghargaan, sarana/peralatan, beban kerja (Mangkunegara, 2006). Pendapat
tersebut sesuai pula dengan teori konvergensi William Stren yang merupakan
perpaduan dari pandangan teori heriditas dari Schopenhauer dan teori lingkungan John
Locke, secara inti Schopenhauer berpandangan bahwa hanya faktor individu
(termasuk faktor keturunannya) yang sangat menentukan seorang individu mampu
berprestasi atau tidak, sedangkan Jhon Locke dalam teori lingkungan
berpandangan bahwa hanya faktor lingkungan yang sangat menentukan seorang
individu mampu berprestasi atau tidak (Mangkunegara, 2006).
Profil kinerja bidan desa di Kabupaten SBD menunjukkan pertolongan
persalinan masih sangat rendah. Berdasarkan tingkat pendidikan, sebanyak 80%
bidan desa masih berjenjang Diploma I (Dinas kesehatan SBD, 2010). Dari hasil studi
pendahuluan didapatkan bahwa sebagian besar bidan desa tergolong masih muda dari
segi usia dan pengalaman kerja, sehingga menimbulkan persepsi kurang mampu oleh
masyarakat pengguna jasa mereka. Dari segi fasilitas, masih ada bidan desa yang tidak
4
memiliki Kit bidan, sebagian lagi memiliki Kit dalam kondisi tidak prima. Hal lain
yang menjadi masalah adalah besarnya beban kerja bidan desa, karena selain
melaksanakan tugas dan fungsi sebagai bidan, mereka juga dibebani tugas-tugas lain
yang bersifat administratif seperti pendataan langsung, menjadi bendahara, mengikuti
rapat, dan pengabdian kepada masyarakat. Di sisi lain imbalan yang didapatkan relatif
kecil.
Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini ditujukan untuk mengevaluasi
faktor kemampuan, pengalaman, imbalan, peralatan dan beban kerja terhadap kinerja
bidan desa dalam upaya pertolongan persalinan di Kabupaten SBD. Hasil penelitian
ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam pelaksanaan program KIA sehingga
AKI dan AKB dapat diturunkan.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah kemampuan, pengalaman,
imbalan, peralatan dan beban kerja berhubungan dengan kinerja bidan desa dalam
pertolongan persalinan faktor di Kabupaten SBD? ”
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui hubungan kemampuan, pengalaman, imbalan, peralatan dan
beban kerja dengan kinerja bidan desa dalam pertolongan persalinan di
Kabupaten Sumba Barat Daya.
1.3.2 Tujuan khusus
Untuk mengetahui :
1. Hubungan antara kemampuan dengan kinerja bidan desa dalam
pertolongan persalinan di Kabupaten Sumba Barat Daya.
2. Hubungan antara pengalaman dengan kinerja bidan desa dalam
5
pertolongan persalinan di Kabupaten Sumba Barat Daya.
3. Hubungan imbalan dengan kinerja bidan desa dalam pertolongan
persalinan di Kabupaten Sumba Barat Daya.
4. Hubungan kelengkapan peralatan dengan kinerja bidan desa dalam
pertolongan persalinan di Kabupaten Sumba Barat Daya.
5. Hubungan beban kerja dengan kinerja bidan desa dalam pertolongan
persalinan di Kabupaten Sumba Barat Daya
6. Besarnya pengaruh variabel kemampuan, pengalaman dan beban kerja
dengan kinerja bidan desa di Kabupatn Sumba Barat Daya.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam
konsep-konsep teori tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan
sumber daya manusia kesehatan khususnya kinerja bidan desa.
1.4.2 Praktis
a. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi bahan informasi bagi
pemegang program KIA untuk meningkatkan cakupan pertolongan
persalinan dan menetapkan langkah-langkah strategis dalam memberikan
pengarahan, bimbingan dan evaluasi terhadap bidan desa dalam upaya
peningkatan kinerja bidan desa.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan bagi para
penentu/pemegang kebijakan dalam mengambil suatu kebijakan.
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Bidan Desa
Bidan di Desa adalah bidan yang ditempatkan, diwajibkan tinggal serta
bertugas melayani masyarakat dalam pencapaian target derajat kesehatan di wilayah
kerjanya yang meliputi satu sampai dua desa. Dalam melaksanakan tugasnya bidan
bertanggung jawab langsung kepada Kepala Puskesmas setempat dan bekerja
sama dengan perangkat desa (Leimena, 1994).
Maksud dilaksanakannya penempatan bidan di desa menurut Depkes RI
adalah sebagai berikut :
a. Mempercepat penurunan Angka Kematian Ibu (AKI)
b. Menurunkan tingkat fertilitas, sehingga menurunnya Angka
Kematian Ibu (AKI) dan meneruskan penurunan angka kematian bayi
yang pada lima tahun terakhir sudah mengalami penurunan cukup besar
c. Merupakan upaya untuk memperluas jangkauan kualitas pelayanan
kesehatan ibu dan anak di samping untuk mendekatkan pelayanan
kesehatan lainnya.
Tujuan penempatan bidan di desa adalah :
a. Meningkatnya cakupan mutu dan pemerataan jangkauan pelayanan
kesehatan ibu hamil, pertolongan persalinan, perawatan nifas, kesehatan
bayi dan anak balita serta pelayanan dan konseling pemakaian
kontrasepsi serta keluarga berencana melalui upaya strategis antara lain
melalui Posyandu dan Polindes.
b. Terjaringnya seluruh kasus resiko tinggi ibu hamil, bersalin, nifas dan
7
bayi baru lahir untuk mendapatkan penanganan yang memadai sesuai kasus
dan rujukannya.
c. Meningkatnya peran serta masyarakat dalam pembinaan kesehatan
ibu dan anak di wilayah kerjanya.
d. Meningkatnya perilaku hidup sehat pada ibu, keluarga dan masyarakat yang
mendukung dalam upaya penurunan angka kematian ibu dan angka
kematian bayi.
Menurut panduan bidan desa (Depkes, 1999) disebutkan ada dua tugas
pokok bidan yaitu :
a. Melaksanakan kegiatan puskesmas di desa wilayah kerjanya berdasarkan
urutan prioritas masalah kesehatan yang dihadapi sesuai dengan
kewenangan yang dimiliki dan diberikan.
b. Menggerakan dan membina masyarakat desa di wilayah kerjanya agar
tumbuh kesadaran untuk berperilaku sehat.
Sedangkan Fungsi bidan desa adalah
a. Memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat di rumah-rumah,
menangani persalinan, pelayanan keluarga berencana dan pengayoman
medis kontrasepsi.
b. Menggerakan dan membina peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan
sesuai permasalahan di tempat.
c. Membina dan memberikan bimbingan teknis kepada kader dan dukun bayi.
d. Membina kelompok dasawisma di bidang kesehatan.
e. Membina kerja sama lintas program, lintas sektoral dan lembaga swadaya
masyarakat.
f. Melakukan rujukan medis maupun rujukan kesehatan ke Puskesmas kecuali
8
dalam keadaan darurat harus dirujuk ke fasilitas kesehatan lainnya.
g. Mendeteksi secara dini adanya efek samping dan komplikasi pemakaian
kontrasepsi serta adanya penyakit-penyakit lain dan berusaha mengatasi
sesuai dengan kemampuan.
Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan RI No.900/ Menkes/SK/VII/2002.
Bidan dalam menjalankan praktik profesinya berwenang untuk memberikan
pelayanan yang meliputi : Pelayanan Kebidanan kepada Ibu pada masa
pranikah, prahamil, masa kehamilan, masa persalinan, masa nifas, menyusui.
Pelayanan kebidanan kepada ibu meliputi :
a. Penyuluhan dan konseling,
b. Pemeriksaan fisik
c. Pelayanan antenatal pada kehamilan abnormal
d. Pertolongan pada kehamilan abnormal yang mencakup abortus imminens,
Hiperemesis gravidarum tingkat I, pre eklampsia ringan dan anemia ringan
e. Pertolongan persalinan normal.
f. Pertolongan persalinan abnormal yaitu yang mencakup letak sungsang pada
multi gravida, partus macet kepala di dasar panggul, ketuban pecah dini
(KPD) tanpa infeksi, perdarahan primer post partum, laserasi jalan lahir,
distosia karena inersia uteri, post term dan pre term.
Kebijakan penempatan tersebut diharapkan para bidan di desa dapat
mengarahkan kegiatannya sesuai dengan maksud dan tujuan bekerja secara efektif
dan efesien para bidan di desa diharapkan mampu memberikan kontribusi yang
nyata dalam upaya penurunan angka kematian ibu dan kematian bayi (Anzwar,
2000).
9
Kebijakan pemerintah saat ini adalah bahwa tenaga fungsional minimal harus
berpendidikan Diploma III, termasuk bidan desa. Bidan desa di harapkan tinggal dan
bertugas melayani masyarakat di desa dengan wilayah kerja satu sampai dua desa.
2.2 Kinerja Bidan Di Desa
2.2.1 Pengertian Kinerja Bidan Desa
Beberapa pengertian kinerja atau prestasi kerja atau unjuk kerja
dikemukakan oleh sejumlah penulis buku Manajemen Sumber Daya Manusia di
antaranya pendapat Ilyas menyatakan bahwa kinerja adalah penampilan hasil kerja
personal baik secara kualitas dan kuantitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat
merupakan hasil personal individu atau organisasi dan tidak terbatas kepada
pemangku jabatan struktural ataupun fungsional semata (Ilyas, 2000).
Pendapat Gomes tentang definisi kinerja karyawan adalah ungkapan seperti
output, efisiensi serta efektivitas yang sering dihubungkan dengan produktivitas
(Gomes, 2000). Istilah kinerja menurut pakar pendidikan Indonesia didefinisikan
adalah ungkapan kemampuan yang didasari oleh pengetahuan, sikap, keterampilan
dan motivasi dalam menghasilkan sesuatu (Ardana, 2008). Istilah kinerja atau
prestasi kerja merupakan istilah yang berhubungan dengan kualitas dan
produktivitas di luar hasil (output) pekerjaan seseorang atau sekelompok orang
sehingga untuk memperbaiki prestasi kerja seseorang/kelompok merupakan
bagian yang penting dengan seluruh tingkat manajemen (Akmad, 2004).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa
kinerja adalah prestasi kerja atau hasil kerja (output) berupa produk atau jasa
yang dicapai seseorang atau kelompok dalam menjalankan tugasnya, baik
kualitas maupun kuantitas melalui sumber daya manusia dalam melaksanakan
10
tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Dengan demikian kinerja bidan adalah sesuatu yang dicapai oleh seorang bidan
dalam melaksanakan kegiatannya baik tugas pokok maupun kegiatan administrasi,
kegiatan pembinaan serta kegiatan lain-lain yang dapat mendukung keberhasilan
tugas-tugasnya. Jadi kinerja merupakan prestasi yang diperlihatkan oleh bidan
tersebut serta hal ini tentu menunjukkan kemampuan kerja pada bidan tersebut
yang dapat dilihat dari cakupan pertolongan persalinan.
Tujuan evaluasi kinerja secara umum adalah untuk memperbaiki atau
meningkatkan kinerja individu melalui peningkatan kinerja dalam upaya
peningkatan produktivitas organisasi. Secara khusus dilakukan dalam kaitannya
dengan berbagai kebijakan terhadap pegawai seperti untuk tujuan promosi,
kenaikan gaji pendidikan dan latihan, sehingga penilaian kinerja dapat menjadi
landasan untuk penilaian sejauh mana kegiatan dilaksanakan (Hariandja, 2002).
2.2.2 Pengukuran Kinerja
Melakukan pengukuran kinerja adalah menetapkan ktriterianya, kemudian langkah
berikutnya adalah mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan hal tersebut,
baik berupa data primer maupun data sekunder selama periode tertentu kemudian di
bandingkan hasil tersebut terhadapa target yang dibuat untuk periode yang sama,
sehingga didapatkan suatu tingkat kinerja dari seseorang yang sedang diukur.
Beberapa teori yang mengemukakan tentang cara pengukuran kinerja seseorang
adalah :
Certo (1989) dalam Ilyas (2000), menyatakan penilaian adalah proses penulusuran
kegiatan pribadi personel pada masa tertentu, dan menilai hasil karya yang
ditampilkan terhadap pencapaian sasaran sistem manajemen. Menurut Maier (1965)
yang umum dipakai sampai sekarang adalah sebagai kriteria untuk mengukur kinerja
11
seseorang adalah kualitas, kuantitas, waktu yang dipakai, jabatan yang dipegang,
absensi dan keslamatan dalam menjalankan tugas. Untuk memudahkan pengukuran
kinerja Maier membagi pekerjaan dalam 2 jenis yaitu :
1. Pekerjaan produksi dimana secara kuantitaif orang membuat sesuatu standar
objektif, hasil produksi orang dapat dihitung dan mutunya dapat dinilai melalui
suatu pengujian.
2. Pekerjaan non produksi, dimana ukuran sukses tidaknya seseorang dalam
tugasnya biasanya diperoleh melalui pertimbangan subjektif. Pengukuran dapat
dilakukan oleh penilaian atasan, teman, peneliti atau oleh diri sendiri, sehingga
dibuat standar yang objektif baru dilakukan penilaian.
Sadeli (2005), pengukuran kinerja bidan desa dapat di ukur dengan cakupan
K-4 dan pertolongan persalinan. Sedangkan Retnasih (2005), pengukuran kinerja
bidan lebih tepat dari hasil kerja dan cakupan program
Dari teori di atas, kinerja seseorang dapat dinilai antara lain dari hasil yang dicapai
atau tingkat pencapaian target yang menunjukkan kualitas dan kuantitas kerja
tersebut. Untuk menghitung kinerja bidan adalah waktu/jam produktif dijumlah dari
formolir kegiatan. Dalam hal mengukur kinerja bidan dalam pertolongan persalinan
oleh bidan desa pengukurannya melalui target cakupan persalinan.
Cakupan persalinan oleh bidan adalah skor yang diperoleh dari presentasi
cakupan pertolongan persalinan oleh bidan menurut Pedoman Pelayanan Persalinan
Bidan di Desa, (Depkes, 2005) sebagai berikut :
- Cakupan kurang : cakupan ≤ 50 % dari target dalam 1 tahun
- Cakupan cukup : cakupan 51-75% dari target dalam 1 tahun
- Cakupan Baik : cakupan ≥76 % dari target dalam 1 tahun
12
2.3 Pertolongan Persalinan
Persalinan dan kelahiran merupakan kejadian fisiologi yang normal, kelahiran
seorang bayi juga merupakan peristiwa sosial yang ibu dan keluarganya nantikan
selama sembilan bulan. Ketika persalinan dimulai peranan ibu adalah untuk
melahirkan bayinya dan peran petugas kesehatan (bidan) adalah memantau persalinan
untuk mendeteksi dini adanya komplikasi disamping bersama keluarga memberikan
bantuan dan dukungan pada ibu bersalin (Depkes, 2005).
Persalinan adalah proses membuka dan menepisnya serviks, dan janin turun ke
dalam jalan lahir, kelahiran adalah proses di mana janin dan ketuban didorong keluar
melalui jalan lahir (Prawiroharjo, 2002). Persalinan dan kelahiran normal adalah
proses pengeluaran janin yang terjadi pada masa kehamilan cukup bulan (37 -42
minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18
jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin.
Tujuan asuhan persalinan adalah untuk memberikan asuhan yang memadai
selama persalinan dalam upaya mencapai pertolongan persalinan yang bersih serta
aman, dengan memperhatikan aspek sayang ibu dan sayang bayi.
2.3.1. Asuhan Kebidanan selama Persalinan normal
Persalinan membutuhkan usaha total ibu secara fisik dan emosional, karena
itu dukungan moril dan upaya untuk menimbulkan rasa nyaman bagi ibu bersalin
sangatlah penting. Ibu mungkin berada dalam tahapan persalinan dan kondisi yang
berbeda-beda satu sama lain, sehingga kebutuhan masing-masing pun berbeda.
Perawatan yang diberikan perlu disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing ibu
(IBI, 2006).
Peranan petugas kesehatan adalah memantau dengan seksama dan
memberikan dukungan serta kenyamanan pada ibu baik segi emosi, perasaan
13
maupun fisik, adapun tindakan yang perlu dilakukan oleh petugas kesehatan adalah :
a. Menghadirkan orang yang dianggap penting oleh ibu seperti :keluarga,
suami pasien ataupun teman dekat, dukungan dapat diberikan berupa :
mengusap keringat, menemani/membimbing jalan-jalan (mobilisasi),
memberikan minum, merubah posisi dan memijat atau menggosok
pinggang.
b. Mengatur aktivitas dan posisi ibu sesuai dengan kesanggupannya,
apabila ibu ingin tetap ditempat tidur diusahakan untuk tidak tidur dalam
posisi terlentang lurus.
c. Membimbing ibu untuk rileks sewaktu ada his dengan cara menarik
nafas panjang, tahan napas sebentar kemudian dilepaskan dengan cara
meniup sewaktu ada his.
d. Menjaga privasi ibu dengan tetap menjaga hak privasi ibu dalam persalinan
antara lain dengan menggunakan penutup atau tirai, tidak menghadirkan
orang lain tanpa sepengetahuan dan seizinnya.
e. Penjelasan tentang kemajuan persalinan, perubahan yang terjadi pada ibu
serta prosedur yang akan dilaksanakan dan hasil-hasil pemeriksaan.
f. Menjaga kebersihan diri, dengan cara menganjurkan ibu untuk mandi dan
membasuh kemaluannya sesudah buang air kecil/besar.
g. Mengatasi rasa panas dengan cara menggunakan kipas angin atau AC
dalam kamar, menggunakan kipas biasa atau menganjurkan ibu untuk
mandi.
h. Melakukan masase atau pijatan pada punggung atau mengusap perut
dengan lembut.
i. Pemerian cukup minum untuk memenuhi kebutuhan energi dan mencegah
14
dehidrasi.
j. Mempertahankan kandung kemih tetap kosong dengan menganjurkan ibu
untuk berkemih sesering mungkin.
k. Melakukan sentuhan sesuai dengan keinginan ibu, dengan memberikan
sentuhan pada salah satu bagian yang bertujuan untuk mengurangi
perasaan sendirian ibu selama proses persalinan.
2.3.2 Prosedur Tetap Persalinan
Menurut Buku acuan Asuhan Persalinan Normal Prosedur tetap
persalinan yang harus dilaksanakan oleh bidan adalah sebagai berikut (Depkes,
2006) :
a. Bidan menyiapkan peralatan partus, memastikan kelengkapan alat
pertolongan persalinan termasuk mematahkan ampul oksitosin dan
memasukan satu buah alat suntik sekali pakai.
b. Menyiapkan diri untuk memberikan pertolongan persalinan
dengan memakai celemek, memastikan lengan/tangan tidak memakai
perhiasan, mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, memakai
sarung tangan DTT pada tangan kanan yang akan digunakan untuk
pemeriksaan dalam dan mengambil alat suntik sekali pakai dengan
tangan yang bersarung tangan isi dengan oksitosin dan letakan
kembali ke dalam wadah partus set. Apabila ketuban belum pecah
pinggirkan setengah kocher pada partus set.
c. Pastikan pembukaan lengkap dan keadaan janin baik bersihkan vulva
dan perineum dengan menggunakan kapas basah dengan gerakan dari
vulva ke perineum, lakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan
pembukaan sudah lengkap dan selaput ketuban sudah pecah. Periksa
15
denyut jantung janin setelah kontraksi uterus selesai --- DJJ dalam
batas normal (120- 160x/menit). Siapkan ibu dan keluarga untuk
membantu proses pimpinan meneran apabila telah terjadi his dan ibu
merasa ingin meneran.
d. Lakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan yang kuat
untuk meneran.
e. Lakukan pemasangan handuk bersih untuk mengeringkan janin pada
perut ibu saat kepala janin terlihat pada vulva dengan diameter 5 -6 cm.
f. Untuk lahir kepala, saat sub occiput tampak di bawah simfisis tangan
kanan melindungi perineum dengan di alas lipatan kain di bawah
bokong ibu sementara tangan kiri menahan puncak kepala agar
tidak terjadi defleks dan usapkan kasa/kain bersih untuk membersihan
muka janin dari lendir dan darah.
g. Setelah seluruh badan bayi lahir pegang bayi bertumpu pada lengan
kanan sedemikian rupa hingga bayi menghadap ke arah penolong,
kemudian letakan bayi di atas perut ibu dengan posisi lebih rendah dari
badan.
h. Lakukan pemeriksaan fundus uteri untuk memastikan kehamilan
tunggal, beritahu ibu akan disuntik dengan oksitosin 10 unit secara
intramuskuler pada bagian luar paha kanan 1/3 atas setelah melakukan
aspirasi terlebih dahulu untuk memastikan ujung jarum tidak mengenai
pembuluh darah.
i. Pindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5 – 10 cm dari vulva
dan letakan tangan kiri di atas simpisis ntuk menahan bagian
bawah uterus, sementara tangan kanan memegang tali pusat dengan
16
menggunakan klem atau kain kasa dengan jarak 5 – 10 cm dari vulva,
pada saat uterus kontraksi, menegangkan tali pusat dengan tangan
kanan sementara tangan kiri menekan uterus dengan hati-hati ke arah
dorsokranial.
j. Keluarkan plasenta jika dengan penegangan tali pusat terkendali tali
pusat bertambah panjang dan terasa adanya pelepasan plasentas minta
ibu untuk meneran sedikit sementara tangan kanan menarik tali pusat
ke arah bawah kemudian ke atas sesuai dengan kurve jalan lahir hingga
plasenta tampak pada pulva.
k. Segera setelah plasenta lahir lakukan masase pada fundus uteri dengan
menggosok fundus secara sirkuler menggunakan bagian palmar 4 jari
kiri hingga kontraksi uterus baik (fundus teraba keras).
l. Periksa bagian maternal dan bagian fetal plasenta dengan tangan
kanan untuk memastikan bahwa seluruh kotiledon dan selaput ketuban
sudah lahir lengkap sehingga tidak terjadi kemungkinan adanya
perdarahan pasca persalinan.
m. Pasca tindakan, periksa kembali kontraksi uterus dan tanda adanya
perdarahan pervaginam pastikan kontraksi uterus baik.
n. Ikat tali pusat lebih kurang 1 cm dari umbilikus dengan simpul
mati, ikat balik tali pusat untuk kedua kali, membungkus bayi dan
berikan kepada ibu untuk disusui.
o. Lanjutkan pemantauan terhadap kontraksi uterus, tanda perdarahan
pervaginam dan tanda vital ibu : 2 – 3 kali dalam 10 menit pertama,
setiap 15 menit pada satu jam pertama, setiap 20 – 30 menit pada jam
kedua.
17
p. Evaluasi jumlah perdarahan yang terjadi dan periksa nadi ibu apabila
terdapat robekan jalan lahir yang memerlukan penjahitan lakukan
penjahitan.
Jaga kebersihan dan keamanan ibu dengan cara : redam semua
peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5, buang bahan- bahan yang
terkontaminasi, bersihkan ibu dari sisa air ketuban, lendir dan darah,
gantilah pakaiannya dengan yang bersih/kering, pastikan ibu merasa aman,
dekontaminasi tempat persalinan dengan larutan klorin 0,5%, cuci tangan
dengan sabun dan air mengalir serta lengkapi partograf dan periksa
tekanan darah.
2.4. Faktor-Faktor yang mempengaruhi kinerja Bidan Desa
Pendapat Timple tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja terdiri dari
faktor internal dan faktor eksternal. Faktor Internal (disposisional) yaitu faktor yang
dihubungkan dengan sifat-sifat seseorang, misalnya kinerja seseorang baik disebabkan
karena mempunyai kemampuan tinggi dan seseorang itu tipe pekerja keras,
sedangkan seseorang mempunyai kinerja jelek disebabkan orang tersebut mempunyai
kemampuan rendah dan orang tersebut tidak memiliki upaya-upaya untuk
memperbaiki kemampuannya (Timple, 1999).
Faktor Eskternal yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang
yang berasal dari lingkungan, seperti perilaku, sikap dan tindakan-tindakan rekan
kerja, bawahan atau pimpinan, fasilitas kerja dan iklim organisasi.
Sadeli (2005), menyimpulkan dalam penilitiannya bahwa pengukuran kinerja
bidan desa dapat di ukur dengan cakupan K-4 dan cakupan pertolongan persalinan.
Sedangkan Retnasih (2005) menyimpulkan bahwa kualitas non fisik individu adalah
variabel yang paling berperan dan erat hubungannya dengan kinerja bidan dan
18
pengukuran kinerja bidan lebih tepat dari hasil kerja dan cakupan program.
Namun dapat di singkat bahwa ada beberapa faktor yang sangat mempengaruhi
kinerja bidan di desa antara lain adalah :
a. Kemampuan
Pendapat Ardana, dkk (2008) tentang kemampuan kerja adalah kapasitas
individu dalam menyelesaikan berbagai tugas dalam sebuah pekerjaan,
kemampuan menyeluruh seorang karyawan meliputi kemampuan intelektual dan
kemampuan fisik.
Kemampuan Intelektual dibutuhkan untuk menunjukan aktivitas-aktivitas mental.
Misalnya test IQ dibuat untuk mengetahui kemampuan intelektual seseorang
demikian juga dengan test-test lain, dengan kata lain test-test yang digunakan untuk
mengukur dimensi- dimensi khusus dari intelegensi dapat dijadikan pegangan kuat
untuk meramalkan prestasi kerja.
Kemampuan fisik diperlukan untuk melakukan tugas yang menuntut stamina
koordinasi tubuh atau keseimbangan, kekuatan, kecepatan dan kelenturan atau
fleksibilitas tubuh. Kemampuan fisik ini terutama penting pada pekerjaan-pekerjaan
yang sifatnya rutin dan yang lebih terstandar di tingkat bawah dari hirarki
perusahaan. Manajemen harus lebih mampu mengidentifikasi kemampuan fisik
yang mana yang sesuai dengan jenis pekerjaannya, karena masing- masing karyawan
memiliki perbedaan dalam jenis kemampuan fisik tersebut.
Jenis-jenis pekerjaan tersebut memiliki tuntutan dan kemampuan yang berbeda
terhadap karyawan. Prestasi kerja akan meningkat apabila ada kesesuaian antara
kemampuan dan jenis pekerjaannya, oleh karena itu kebutuhan akan kemampuan
khusus karyawan, intelektual, maupun fisik secara jelas harus dirincikan dalam
19
persyaratan kemampuan kerja yang diperlukan sehingga mereka dapat
menyelesaikan kemampuan kerja sesuai yang diharapkan.
b. Pengalaman
Siagian (2004) berpendapat bahwa pengalaman seseorang dalam melakukan
tugas tertentu secara terus menerus dalam waktu yang cukup lama dapat
meningkatkan kedewasaan teknisnya. Contohnya apabila awalnya seorang bidan
mampu menolong persalinan dalam satu hari satu orang ibu, semakin lama b idan
tersebut melakukan tugasnya, kemampuan untuk menolong persalinan akan semakin
tinggi. Dalam artian akan semakin kemampuan bidan dalam menolong persalianan,
asumsi yang sama berlaku untuk semua jenis pekerjaan. Hal ini dikarenakan
salah satu kelebihan dari sifat manusia dibandingkan dengan mahluk lain adalah
kemampuan belajar dari pengalaman yang telah didapat terutama didalam
pengalaman yang berakhir pada kesalahan.
Menurut Muchlas (1999), pengalaman-pengalaman pribadi ini dapat
memiliki dampak pertama kepada komponen kognitif dari sikapnya, artinya
pengalaman-pengalaman pribadi dengan obyek tertentu (orang, benda atau
peristiwa) dengan cara menghubungkan obyek tersebut dengan pengalaman lain
dimana anda telah memiliki sikap tertentu terhadap pengalaman itu.
Pengalaman bidan desa dalam memberikan pertolongan persalinan
merupakan hal yang sangat penting, semakin banyak pengalaman yang diperoleh
semakin mudah dalam mengatasi masalah yang dihadapi. Artinya sejauh mana
kreativitas, keterampilan serta kualitas kerja bidan dalam melaksanakan pertolongan
persalinan sangat bergantung kepada sejauh mana pengalaman bidan desa dalam
memberikan pelayanan. Berapa jumlah fartus yang pernah ditolong, bagaimana mutu
pertolongan yang dilakukan bidan, apakah bidan bisa menolong persalinan dengan
20
penyulit atau apakah bidan dapat menolong persalinan pada kondisi ibu melahirkan
dengan resiko dan apakah bidan dapat dengan cepat melakukan tindakan rujukan
apabila diperlukan.
c. Penghargaan/Imbalan
Imbalan diartikan Gibson dkk, (1995) adalah sesuatu yang diberikan manajer
kepada para karyawan setelah mereka memberikan kemampuan, keahlian dan
usahanya kepada organisasi, imbalan dapat berupa upah, alih tugas promosi, pujian
dan pengakuan.
Jika karyawan melihat bahwa kerja keras dan kinerja yang unggul dan
diberikan imbalan oleh organisasi, mereka akan mengharapkan hubungan seperti itu
terus berlanjut di masa depan, oleh karena itu mereka akan menentukan tingkat
kinerja yang lebih tinggi dan mengharapkan tingkat kompensasi yang tinggi pula.
Sudah barang tentu bilamana karyawan memperkirakan hubungan yang lemah
antara kinerja dengan imbalan, maka mereka mungkin akan menentukan tujuan-tujuan
minimal guna mempertahankan pekerjaan mereka tetapi tidak melihat perlunya
menonjolkan diri dalam posisi- posisi mereka.
Dasar-dasar didalam memberikan imbalan terhadap para karyawan menurut
Leavit (2007) adalah : a) Menghubungkan antara upah dengan prestasi kerja atau
kinerja. Penerimaan upah atas dasar per jam ditambah dengan bonus tiap unit yang
diperoleh di atas standar tertentu. b) Pemberian imbalan yang meliputi total unit,
pemberian bonus bulanan untuk setiap karyawan didasarkan kepada indeks produksi
secara total. Dengan kata lain pemberian gaji bersih karyawan tidak didasarkan
kepada produktivitas individu melainkan didasarkan kepada efisiensi produksi dari
perusahaan. c) Pola gaji secara langsung , dalam pola ini perusahaan memberikan
21
gajinya kepada setiap individu dari lapisan paling atas sampai paling bawah tanpa
didasarkan kepada bentuk produksi per jam atau tarif insentif. Hipotesis yang
melandasi hat tersebut adalah : apabila individu diberikan kondisi kerja yang baik
mereka akan termotivasi secara positif oleh bermacam-macam hal selain uang, dan
uang adalah merupakan faktor kesehatan yang harus tersedia dalam jumlah yang
cukup memadai.
a. Tujuan Memberikan Imbalan
Tujuan program dalam memberikan imbalan menurut Leavitt
antara lain untuk : 1) Manajer memberikan upah kepada karyawan sebagai
pengganti hasil kerja yang baik. 2) Manajer memberikan upah kepada
karyawan sebagai hadiah dari hasil kerja yang baik. 3) Manajer
memberikan imbalan kepada karyawan untuk mendorong supaya mereka
bekerja lebih giat (Leavit, 2007), sedangkan Gibson menjelaskan bahwa
tujuan program pemberian imbalan diantaranya untuk : 1) Menarik orang-
orang yang berkualitas untuk bergabung dalam organisasi. 2)
Mempertahankan karyawan agar mereka tetap dapat bekerja. 3) Memotivasi
karyawan untuk mencapai hasil kerja yang tinggi.
Menurut Gito sudarmo dan Sudito, (2000) tujuan pemberian
imbalan diantaranya adalah : 1) Memotivasi anggota organisasi, artinya
sistem imbalan yang dibentuk oleh organisasi harus mampu untuk memacu
motivasi kerja dari anggota organisasi agar berprestasii pada tingkat yang
lebih tingg. Caranya dengan memperhatikan secara cermat bahwa
imbalan harus memiliki nilai dimata karyawan. 2) Membuat betah
pekerja yang sudah ada artinya mempertahankan agar para pekerja
terutama yang berkualitas tetap mencintai pekerjaannya dan tidak mudah
22
untuk berpindah ke pada organisasi lainnya. 3) Menarik personil yang
berkualitas untuk masuk dalam organisasi.
b. Macam-macam imbalan
Menurut Simamora bentuk imbalan-imbalan dan sistem kompensasi
di dalam organisasi mempunyai dua type dasar atau katagori. Kedua tipe
diartikan sebagai imbalan-imbalan intrinsik (intrinsic reward) dan
imbalan-imbalan ekstrinsik (extrinsic reward).
Imbalan intrinsik adalah imbalan yang merupakan bagian dari
pekerjaan itu sendiri, imbalan tersebut mencakup rasa penyelesaian
(completion), pencapaian prestasi (achievement) otonomi (autonomy) dan
pertumbuhan pribadi (personal growth) sedangkan imbalan ekstrinsik
adalah imbalan yang berasal dari pekerjaan imbalan tersebut mencakup
uang status, promosi, dan rasa hormat.
c. Hubungan Imbalan dengan kinerja bidan desa
Menurut Gibson bahwa imbalan instrinsik maupun ekstrinsik dapat
digunakan untuk memotivasi pekerja, dengan cacatan bahwa imbalan harus
dinilai oleh orang yang bersangkutan dan imbalan berkaitan dengan tingkat
prestasi kerja yang akan dimotivasi.
Dalam pelayanan kebidanan para pemimpin puskesmas maupun kepala dinas
kesehatan berusaha mebuat para bidan bekerja keras, lebih giat, lebih efektif
dengan memberikan imbalan yang sesuai dengan kinerja bidan di desa.
d. Sumber daya/peralatan
a. Pengertian
Salah satu faktor pendukung yang tidak boleh dilupakan dalam
pelayanan adalah faktor sarana atau alat dalam pelaksanaan tugas
23
pelayanan. Sarana pelayanan yang dimaksud disini adalah segala jenis
peralatan, perlengkapan kerja dan fasilitas lain yang berfungsi sebagai alat
utama/pembantu dalam pelaksanaan pekerjaan (Sota, 2003).
Alat adalah sarana yang membantu manusia melakukan pekerjaan
dengan lebih berkeahlian, efisien atau efektif jika seorang manusia
mengendalikannya, teknologi akan dipergunakan sebagai sebuah alat, jika
ia mengendalikan mereka dipakai sebagai mesin (Sota, 2003).
Fungsi sarana pelayanan menurut Moenir (2006) diantaranya
adalah: 1) Untuk mempercepat proses pelaksanaan pekerjaan, sehingga dapat
menghemat waktu, 2)meningkatkan produktivitas baik barang ataupun
jasa, 3) kualitas produk yang lebih baik/terjamin, 4) lebih
mudah/sederhana dalam gerak para pelakunya, 5) menimbulkan rasa
kenyamanan bagi orang-orang yang berkepentingan, 6) menimbulkan
perasaan puas pada orang-orang yang berkepentingan sehingga dapat
mengurangi sifat emosional mereka.
Faktor-faktor pendukung pelayanan yang cukup penting untuk
diperhatikan adalah sarana yang ada untuk melaksanakan tugas/pekerjaan
layanan. Sarana terbagi dua yaitu sarana kerja dan fasilitas, sedangkan
sarana kerja sendiri meliputi : peralatan, perlengkapan dan alat bantu. Sarana
fasilitas meliputi gedung dengan segala kelengkapannya, fasilitas komunikasi
dan kemudahan lain.
b. Hubungan sumber daya peralatan dengan kinerja
Berbeda-bedanya macam pekerjaan memerlukan peralatan yang
berpeda pula, mencocokan alat-alat yang tepat akan membuat
kinerja lebih produktif, suatu peralatan belum tentu cocok karena alat itu
24
mahal atau lebih besar peralatan paling baik adalah peralatan yang dapat
mengerjakan pekerjaan yang diperlukan dengan usaha minimum, dengan
kerumitan yang minimum dan dengan kekuatan yang minimum pula.
Bekerja memerlukan alat-alat atau perlengkapan yang cocok,
peralatan merupakan jembatan antara kerja dan pekerjaan dan harus cocok
dengan kedua-duanya. Peralatan dapat dipakai untuk mekanisasi atau untuk
mengautomasian, masing-masing dengan penerapan analisis, sintesis
menjadi proses produksi.
e. Beban Kerja
a. Pengertian
Beban kerja adalah semua faktor yang menentukan orang yang
sedang bekerja (Ruhimat, 2003). Definisi lain tentang beban kerja
adalah merupakan sebagian dari kapasitas kemampuan pekerja yang
diberikan untuk mengerjakan tugasnya (Sugianto, 2006).
Beban kerja berpengaruh terhadap kinerja individu dalam
melaksanakan pekerjaan yang dilakukan. Beban kerja tidak hanya dilihat
dari beban fisik semata akan tetapi beban kerja juga bisa berupa beban
mental. Pekerja yang mempunyai beban kerja yang berlebihan akan
menurunkan produktifitas dan kualitas hasil kerja, dan ada kemungkinan
dalam pelaksanaan pekerjaaan tidak tepat
waktu, kurang memuaskan dan mengakibatkan kekecewaan
dengan hasil yang diharapkan.
Menurut Ilyas terdapat 3 cara (teknik) yang dapat
digunakan dalam penghitungan beban kerja personal yaitu :
1). Work Sampling, teknik ini dikembangkan pada dunia industri
25
untuk melihat beban kerja yang dipangku oleh personal pada suatu
unit, bidang ataupun jenis tenaga tertentu. Pada work sampling ini
kita dapat mengamati , aktivitas apa yang sedang dilakukan personal
pada waktu jam kerja, apakah aktivitaspersonel berkaitan dengan
fungsi dan tugasnya pada waktu jam kerja, proporsi waktu kerja yang
digunakan untuk kegiatan produktif atau tidak produktif, pola
beban kerja personel dikaitkan dengan waktu, dan schedule jam
kerja.
2). Time and Motion Studies, teknik ini mengamati dan mengikuti
dengan cermat tentang kegiatan yang dilakukan oleh personil yang
sedang kita amati.
3). Pencatatan kegiatan sendiri (Daily Log), teknik ini merupakan
bentuk sederhana dari work sampling dimana orang yang diteliti
menuliskan sendiri kegiatan dan waktu yang digunakan untuk
kegiatan tersebut.
b. Cara pengukuran beban kerja
Konsep yang mendasari pengukuran beban kerja adalah
penyelesaian suatu tugas memerlukan waktu tertentu. Tingkat beban
kerja diperhitungkan dari jumlah waktu yang telah dipakai untuk
mengerjakan suatu tugas sampai selesai. Cara pengukuran beban kerja
terbagi kedalam 2 cara yaitu :
1). Cara pengukuran berdasarkan konsep kapasitas energi yang terbatas
atau lebih dikenal dengan metode primer. Metode tugas primer
dilakukan untuk mengetahui performans pekerja yang ditunjukan
sewaktu dia mengerjakan satu tugas, dua macam performans yang
26
biasa diukur adalah kecepatan dan kecermatan.
2). Cara pengukuran tugas sekunder, dalam metode ini selain
diminta untuk mengerjakan tugas pokok pekerja juga diminta untuk
mengerjakan tugas tambahan. Semakin besar tuntutan energi untuk
keperluan tugas pokok, semakin sedikit energi yang tersisa untuk
keperluan tugas tambahan.
c. Hubungan beban kerja dengan kinerja
Ditinjau dari kepentingan pekerja, beban kerja mengandung konsep
penggunaan energi pokok dan energi cadangan yang tersedia, suatu tugas
dipandang berat apabila energi pokok telah habis dipakai dan masih
harus menggunakan energi cadangan untuk menyelesaikan tugas lain
(Ruhimat, 2003).
Para pekerja merasa bahwa beban kerja yang
harusditanggung semakin berat, artinya pekerjaan yang ditugaskan tidak
sesuai dengan kemampuan untuk menyelesaikan tugas tersebut. Manusia
hanya memiliki kapasitas energi yang terbatas, sebagai akibatnya jika
seseorang harus mengerjakan beberapa tugas atau kegiatan dalam waktu
yang bersamaan akan terjadi kompetisi prioritas antar tugas-tugas itu
untuk memperebutkan energi yang terbatas. Semakin banyak tugas yang
harus dikerjakan oleh seseorang itu berarti semakin berat beban
kerja yang disandangnya dan semakin tidak optimal hasil yang
didapatkannya.
27
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP
DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir
Adanya tenaga kesehatan yang terampil dan profesional diharapkan dapat
menjadi salah satu faktor yang menentukan kinerja sumber daya manusia yang
bersangkutan. Kinerja bidan desa merupakan salah satu ukuran yang dapat dipakai
dalam menentukan percepatan penurunan AKI. Berdasarkan penelusuran teori-teori
kepustakaan tentang kinerja yang disampaikan oleh Timple (1999) yaitu faktor-faktor
yang mempengaruhi kinerja adalah faktor internal dan eksternal. Retnasih (2005)
menyatakan pengukuran kinerja bidan lebih tepat dari hasil kerja dan cakupan
program. Demikian juga dengan Saledi (2005) bahwa pengukuran bidan di desa
dilakukan dengan melihat cakupan K-4 dan pertolongan persalinan.
Teori-teori diatas dapat dipakai sebagai acuan untuk memahami bagaimana :
hubungan kemampuan, pengalaman, Imbalan, alat dan beban kerja dengan kinerja
bidan desa dalam pertolongan persalinan. Selain faktor-faktor tersebut di atas,
tentunya masih banyak faktor yang lain yang berpengaruh terhadap kinerja bidan desa,
misalnya motivasi, dukungan, masa kerja, tekanan, domisili. Namun dalam penelitian
ini sesuai dengan permasalahan yang ada di kabupaten SBD maka peneliti membatasi
hanya melihat lima faktor yaitu pengalaman, kemampuan, alat, imbalan dan beban
kerja, yang dapat di gambarkan pada kerangka konsep di bawah ini.
28
3.2 Kerangka Konsep
Variabel yang diteliti
Variabel yang tidak diteliti
Sumber : Modifikasi Gibson dkk (1995) dan Mangkunegara (2006)
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
Faktor Internal :
‐ Kemampuan ‐ Pengalaman
Faktor Eksternal :
‐ Imbalan ‐ Peralatan ‐ Beban kerja.
KINERJA BIDAN DESA
DALAM PERTOLONGAN
PERSALINAN
‐ Motivasi ‐ Sikap ‐ Tekanan
‐ Masa kerja ‐ Domisili ‐ Lingkungan
29
3.3 Hipotesis
1. Ada hubungan positif kemampuan dengan kinerja bidan desa dalam
pertolongan persalinan di kabupaten SBD.
2. Ada hubungan positif pengalaman dengan kinerja bidan desa dalam
pertolongan persalinan di Kabupaten SBD.
3. Ada hubungan positif imbalan dengan kinerja bidan desa dalam pertolongan
persalinan di Kabupaten SBD.
4. Ada hubungan positif peralatan dengan kinerja bidan desa dalam pertolongan
persalinan di Kabupaten SBD.
5. Ada hubungan negatif beban kerja dengan kinerja bidan desa dalam
pertolongan persalinan di Kabupaten SBD.
30
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Desain penelitian ini adalah analitik Observasional (Cross Sectional) dengan
subyek penelitian adalah bidan desa di Kabupaten SBD.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Sumba Barat Daya pada bulan
Agustus– September 2011.
4.3 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah bidang KIA & Kesehatan Reproduksi
dan terbatas pada beberapa faktor yang berhubungan dengan kinerja bidan desa
dalam menolong persalinan.
4.4 Populasi dan Sampel
4.4.1 Populasi Penelitian
Pada penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh bidan desa di
Kabupaten Sumba Barat Daya. Populasi target adalah bidan desa yang tercatat dan
aktif bekerja sedangkan populasi terjangkaunya adalah bidan desa yang bekerja di
desa.
4.4.2 Sampel
Dalam penelitian ini sampel yang diambil adalah bidan desa yang
memenuhi kriteria inklusi.
1) Kriteria Inklusi
Bidan yang bekerja di desa.
31
2) Kriteria Eksklusi
a. Sedang mengikuti pendidikan baik D3 kebidanan atau sekolah lain.
b. Bidan desa dalam keadaan sakit.
c. Bidan desa sedang cuti panjang.
4.4.2.1. Besar sampel
Besar pada penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus Data
Proporsi (Hidayat, 2007) yaitu :
2
2 )1()(d
PxPZn −=
α
Keterangan :
n : Besar sampel minimum
Zα : Skor tingkat kemaknaan (95%= 1.96)
P : Harga proporsi (proporsi Bidan = 0,78)
d : Kesalahan yang dapat ditoleransii = 10%
Berdasarkan rumus tersebut didapat sampel sebesar 66,3 orang yang
kemudian dibulatkan menjadi 67 sampel.
4.4.2.2 Teknik Pengambilan sampel
Pada penelitian ini menggunakan metode Probability Sampling yaitu
systimatic random sampling dengan prosedur sebagai berikut :
1. Membuat kerangka sampel yang merupakan daftar anggota sampel
2. Menentukan besar interval
3. Menentukan sampel pertama dengan cara memilih secara acak. Untuk
memilih sampel berikutnya, sampel pertama ditambahkan dengan
interval sampai jumlah sampel terpenuhi.
32
4.5 Variabel Penelitian
4.5.1 Variabel bebas
Variabel dalam penelitian ini adalah :
(1) Kemampuan bidan desa
(2) Pengalaman bidan desa
(3) Imbalan bidan desa
(4) Peralatan pertolongan persalinan
(5) Beban kerja bidan desa
4.5.2 Variabel Terikat
Kinerja bidan desa dalam pertolongan persalinan.
4.5.3 Definisi Operasional Variabel
Dalam penelitian ini defenisi operasianal adalah :
1. Kinerja bidan desa
Kinerja bidan desa adalah hasil pencapaian pertolongan persalinan
oleh bidan desa yang diukur dengan membandingkan jumlah
cakupan persalinan dengan target dalam satu tahun.
Cakupan persalinan oleh bidan adalah skor yang diperoleh dari
persentase cakupan pertolongan persalinan oleh bidan di Kabupaten
SBD, yaitu jumlah pertolongan persalinan oleh bidan di bagi target
persalinan x 100%. Dengan sasaran program persalinan nasional
adalah 80% oleh tenaga kesehatan. Alat ukur : Pedoman observasi.
Kategori :
a. Baik : Cakupan > 75 %
b. Cukup : Cakupan 50- 75%
c. Kurang : Cakupan < 50%
33
Skala ukur adalah Ordinal
2. Kemampuan bidan desa
Kemampuan bidan desa adalah nilai skor kesesuaian tindakan bidan
desa dalam menolong persalinan sesuai dengan standar Asuhan
Persalinan Normal (APN) menurut Depkes RI 2006.
Pengukuran dilakukan dengan memberikan pertanyaan tertutup
kepada responden dan responden memilih jawaban salah satu dari 2
pilihan jawaban dengan skor : ya diberi skor 2, tidak dengan skor
1.
Kategori :
a. Kurang : total skor ≤ 24
b. Cukup baik : total skor antara 25-26
c. Baik : total skor ≥ 27
Skala pengukuran : Ordinal
3. Pengalaman bidan desa
Pengalaman bidan desa adalah aktivitas pertolongan persalinan
normal dan persalinan abnormal yang telah dilakukan oleh bidan
desa sesuai dengan wewenang bidan desa menurut Keputusan
Menteri Kesehatan RI No. 900 tahun 2002. Alat ukur : Pedoman
wawancara. Hasil ukur : ya di beri skor 2, tidak diberi skor 1.
Kategori :
a. Sedikit : total skor < 50 %
b. Banyak : total skor ≥ 50%
Skala ukur : skala Ordinal.
34
4. Imbalan bidan desa
Imbalan bidan desa adalah persepsi bidan desa terhadap pendapatan
dari upah pelayanan sebagai bidan desa yang di ukur dengan
pedoman wawancara kepada bidan desa. Alat ukur : pedoman
wawancara, hasil ukur : jawaban a di beri skor 1, jawaban b skor 2,
jawaban c skor 3.
Kategori:
a. Kurang : total skor ≤ 10
b. Cukup : total skor 11 – 20
c. Lebih : total skor ≥ 21
Skala: Ordinal
5. Peralatan Pertolongan Persalinan
Peralatan pertolongan persalinan adalah kelengkapan alat
pertolongan persalinan sesuai dengan standar minimal asuhan
persalinan normal yang diukur dengan observasi dan ceklist. Hasil
ukurnya ada di beri skor 1 dan tidak ada diberi skor 0. Variabel ini
di kategorikan menjadi 2 kategori yaitu :
a. Lengkap : Sesuai dengan standar minimal
b. Tidak lengkap : Tidak sesuai dengan standar
minimal.
Skala ukur : Nominal
6. Beban kerja bidan desa
Beban kerja bidan desa adalah persepsi bidan desa tentang berat dan
ringannya tugas pokok dan tugas tambahan yang harus dikerjakan
oleh bidan yang disesuaikan dengan tugas pokok dan fungsi bidan.
35
Alat ukur : pedoman wawancara. Hasil ukur setuju di beri skor 2 dan
tidak setuju di beri skor 1. Semakin besar skor yang didapatkan,
semakin berat beban kerja. Variabel ini di kategorikan menjadi 3
kategori yaitu:
a. Ringan : total skor ≤ 10
b. Sedang : total skor 11 – 15
c. Berat : total skor ≥ 16
Skala ukur : Ordinal.
4.6 Instrument Penelitian
Pada penelitian ini intrument penelitian terdiri dari :
1. Pedoman Wawancara, berisi beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan faktor
kemampuan, pengalaman, imbalan dan beban kerja yang mempengaruhi bidan
desa.
2. Pedoman Observasi, berisikan beberapa daftar nama alat pertolongan persalinan
berdasarkan standar minimal dan cakupan pertolongan persalinan perbulan.
4.6.1 Validitas
Uji validitas dilaksanakan dengan teknik korelasi yaitu mengkorelasi skor
setiap butir dengan total skor variabel dengan menggunakan teknik korelasi
Product Moment. Dasar penilaian adalah butir yang mempunyai korelasi
positif dengan skor total. Korelasi yang tinggi menunjukkan bahwa butir
tersebut mempunyai validitas yang tinggi pula. Syarat minimum untuk
dianggap memenuhi syarat adalah bila r = 0,3 dan bila kurang dari 0.3
dinyatakan tidak valid.
4.6.2 Reliabilitas
Untuk menguji apakah variabel dapat dipercaya, handal dan akurat,
36
dipergunakan Formula koefisien alpha dari Cronbach. Variabel dapat
dikatakan reliabel apabila koefisien alpha Cronbach lebih dari 0,06 (α =
0.06).
4.7 Prosedur Penelitian
1. Menentukan populasi penelitian yaitu seluruh bidan desa di Kabupaten SBD
2. Menetapkan jumlah sampel yaitu bidan desa yang aktif dan bekerja di desa.
3. Pengumpulan data dengan wawancara yaitu data faktor kemampuan,
pengalaman, imbalan, beban kerja dan observasi untuk faktor kelengkapan
peralatan pertolongan persalinan
4. Setelah data terkumpul, data dianalisis dengan SPSS. Dalam analisis ini langsung
dilakukan uji validitas dan reliabilitas terhadap instrumen penelitian.
5. Setelah analisis selanjutnya penulisan laporan.
4.7.1 Alur penelitian
Populasi
Sampel
Wawancara Observasi
Data yang diambil :‐ Kemampuan ‐ Pengalaman ‐ Imbalan ‐ Peralatan ‐ Beban kerja
Analisis Data Penulisan Laporan
37
4.8 Analisis Data
Dalam pelaksanaan analisis data peneliti menggunakan perangkat komputer
program Statistical Product and Service Solutions (SPSS) fow Windows versi
15.00.
4.8.1 Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif untuk menggambarkan masing-masing variabel baik
variabel bebas yaitu kemampuan, pegalaman, imbalan, sarana/peralatan dan
beban kerja maupun variabel terikat yaitu kinerja bidan desa. Analisis
deskriptif ini disajikan dengan membuat tabel distribusi frekuensi
4.8.2 Uji Normalitas
Tahap awal pengujian statistik dilakukan dengan melakukan uji
normalitas dengan uji kolmogorov-smirnov untuk masing-masing variabel
bebas dan variabel terikat. Hasil dari uji normalitas diperoleh data pada
seluruh variabel bebas yang terdiri dari kemampuan bidan desa, pengalaman
bidan desa, imbalan bidan desa, peralatan pertolongan persalinan, dan beban
kerja bidan desa dengan variabel terikat yaitu kinerja bidan desa tidak
berdistribusi normal.
4.8.3 Analisis Inferensial
4.8.3.1 Analisis Bivariat
Untuk mengetahui adanya hubungan yang signifikan antara variabel
bebas dan variabel terikat. Bila didapatkan ada variabel yang tidak
berdistribusi normal, maka uji Rank Spearman digunakan untuk menganalisis
hubungan antara masing-masing variabel bebas dan variabel terikat. Dasar
pengambilan keputusan (berdasarkan tingkat kemaknaan):
a) Jika tingkat kemaknaan > 0,05 maka Ho diterima
38
b) Jika tingkat kemaknaan ≤ 0,05 maka Ho ditolak
Nilai koefisien korelasi (rho) berkisar antara 0-1. Nilai 0
menunjukkan tidak ada hubungan dan nilai 1 menunjukkan hubungan
yang sempurna. Batasan nilai koefisien korelasi yang diperoleh untuk
menentukan besarnya hubungan adalah sebagai berikut:
0,00 – 0,199 : Sangat lemah
0,20 – 0,399 : Lemah
0,40 – 0,599 : Sedang
0,60 – 0,799 : Kuat
0,80 – 1,000 : Sangat kuat
4.8.3.2. Analisis Multivariat
Untuk melihat variabel bebas yang paling menentukan. Dalam penelitian
ini karena satu variabel terikat dengan skala pengukurannya ordinal dan
variabel bebas lebih dari dua dengan skala pengukuran ordinal maka uji
statistik yang dipakai adalah uji regresi logistik ganda.
4.9 Etika Penelitian
Adapun etika yang akan dipegunakan dalam penelitian adalah :
4.9.1 Surat perizinan penelitian
Penelitian ini akan segera dilaksanakan setelah mendapat surat ijin d a r i k o mi s i
E t h i c a l C l e a r a n c e F ak u l t a s K ed o k t e r an Universitas Udayana
Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Bali dan surat ijin penelitian
dari Bupati Kabupaten Sumba Barat Daya Propinsi Nusa Tenggara Timur.
Semua data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini hanya digunakan
untuk keperluan ilmiah saja.
39
4.9.2 Lembar persetujuan menjadi responden (Informed concent)
Lembar persetujuan ini akan diberikan kepada subyek yang akan menjadi
sampel dalam penelitian. Subyek yang menjadi sampel penelitian akan
mendapatkan penjelasan secara detail tentang tujuan penelitian, manfaat, bebas
dari eksploitasi dan informasi yang didapatkan tidak digunakan untuk hal-hal
yang merugikan responden dalam bentuk apapun. Hak-hak selama dalam
penelitian seperti hak untuk menolak menjadi responden serta kewajiban apabila
bersedia menjadi responden.
4.9.3 Confidentiality
Kerahasiaan responden harus terjaga dengan tidak mencantumkan nama
pada lembar pengumpulan data maupun pada lembar kuisioner, tetapi hanya
dengan memberikan kode-kode tertentu sebagai identifikasi responden, dan
hanya kelompok data tertentu saja yang disajikan atau dilaporkan sebagai hasil
riset.
40
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1 Lokasi Penelitian
Kabupaten Sumba Barat Daya merupakan satu dari 4 Kabupaten yang ada di
Pulau Sumba. Kabupaten Sumba Barat Daya (SBD) ibukotanya Tambolaka berdiri
pada tanggal 22 Mei 2007 terletak pada 9 18°-10 20°LS dan 11 55°- 120 23° BT
dengan luas 1.445, 32 km². Mewilayahi 96 desa dan 8 kecamatan dengan jumlah
penduduk 285.414 jiwa. Kabupaten SBD mekar dari kabupaten induk yaitu Kabupaten
Sumba Barat. Keadaan Geografisnya sebagian besar daerah perbukitan sehingga
sulit untuk dijangkau oleh transportasi dan sebagiannya lagi daerah pantai.
Adapun batas-batas wilayah Kabupaten SBD adalah:
Sebelah Utara : Selat Sumba
Sebelah Barat : Samudra Indonesia
Sebelah Selatan : Samudra Indonesia
Sebelah Timur : Kabupaten Sumba Barat
Fasilitas kesehatan yang ada di Kabupaten SBD adalah : 1 buah Rumah Sakit
swasta yang terletak di ibu kota kabupaten, di setiap kecamatan terdapat 1 Puskesmas
induk dan 2 Puskesmas Pembantu. Dari 96 desa yang sudah memiliki bidan dan
polindes sebanyak 76 desa sedangkan 20 lainnya belum ada bidan dan polindesnya.
Jumlah posyandu pada setiap desa rata-rata 2-3 posyandu dan jumlah seluruh
posyandu di kabupaten SBD sebanyak 320 buah.
Di setiap Puskesmas terdapat 1 unit mobil ambulance dan belum ada bidan
yang dibekali dengan kendaraan roda 2, selama ini bila bidan desa memerlukan
transportasi dalam pelayanan pertolongan persalinan, bidan menggunakan
41
transportasi umum atau kendaraan pribadi. Daerah yang tidak terjangkau oleh
transportasi roda 2 atau roda 4 ditempuh dengan berjalan kaki.
Hasil kegiatan yang dicapai oleh bidan desa pada tahun 2010 adalah
- Cakupan K-1 sebesar 6931 atau 92%
- Cakupan K-4 sebesar 2838 atau 38%
- Cakupan pertolongan persalinan sebesar 3771 atau 52%
- Cakupan kunjungan neonatal sebanyak 4225 atau 62%.
5.2 Karakteristik Responden
Responden yang dijadikan sampel pada penelitian ini sebanyak 67 bidan yang
bekerja di desa. Pada saat dilakukan penelitian semua responden berhasil diwawancara
dengan baik. Berikut adalah data yang diperoleh dengan wawancara terstruktur kepada
responden dengan menggunakan kuisioner. Adapun hasil wawancara langsung dengan
menggunakan kuisioner dapat dilihat pada tabel 5.2:
42
Tabel 5.2
Distribusi Karakteristik Responden
Variabel n f %
Umur 67
- 20 - 29 tahun 28 41,8
- 30 - 39 tahun 32 47,8
- > 40 tahun 17 25,4
Tingkat Pendidikan 67
- Sesuai Standar 6 9
- Tidak Sesuai Standar 61 91
Masa Kerja 67
- < 5 tahun 15 22,4
- 6 – 10 31 46,2
- > 10 21 31,4
Pelatihan 67
- Ya 50 74,6
- Tidak 17 25,4
Jenis Pelatihan 67
- APN 40 59,7
- PPGDON 10 14,9
- PONED 11 16,4
- Insersi IUD 20 29,8
- Kemitraan Bidan - Dukun 15 22,3
Dari 67 responden yang diwawancarai diperoleh hasil bahwa responden yang
paling banyak terdapat pada kelompok umur 30 - 39 sebanyak 32 0rang
(47,8%). Dan responden yang paling sedikit pada kelompok >40 tahun sebesar
17 orang (25,4%). Umur yang paling muda adalah 20 tahun dan paling tua
adalah 49 tahun dengan rata-rata umur responden adalah 35 tahun.
43
Tingkat pendidikan responden dibagi menjadi 2 yaitu sesuai standar (D3)
dan tidak sesuai standar (D1). Dari tingkat pendidikan bidan desa sebagian besar
tidak sesuai standar (91%) dan yang sesuai standar hanya 9 %.
Sedangkan berdasarkan masa kerja dari 65 responden yang diwawancarai
diperoleh hasil bahwa masa kerja responden paling banyak adalah 6-10 tahun
yaitu sebanyak 31 responden (46,2%), masa kerja terendah 3 tahun dan masa
kerja tertinggi 18 tahun sehingga rata-rata masa kerja 11 tahun.
Bila dilihat dari karakteristik Pelatihan, masih ada responden yang belum
pernah sekalipun mengikuti pelatihan sebesar 17 orang (25,4%) dan yang sudah
mengikuti sebanyak 50 orang (74,6%). Jenis-jenis pelatihan adalah Asuhan
Persalinan Normal (APN), Pelatihan Penanganan Gawat Darurat Obstetri
Neonatal (PPGDON), kemitraan Bidan Dukun, Insersi IUD, Penanganan
Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED)
44
5.3 Kinerja Bidan Desa menurut Kemampuan, Pengalaman, Imbalan, Peralatan dan
Beban Kerja.
5.3.1 Distribusi Kemampuan, Pengalaman, Imbalan, Peralatan, Beban Kerja dan
Kinerja Bidan Desa
Tabel 5.3.1
Distribusi Kemampuan, Pengalaman, Imbalan, Peralatan, Beban Kerja dan Kinerja Bidan Desa
No Variabel n f %
1 Kemampuan 67
- Kurang 37 55,2
- Cukup 17 25,4
- Baik 13 19,4
2 Pengalaman 67
- Sedikit 32 47,7
- Banyak 35 52,3
3 Imbalan 67
- Kurang 32 47,7
- Cukup 22 32,8
- Lebih 13 19,5
4 Peralatan 67
- Lengkap 20 29,8
- Tidak Lengkap 47 70,2
5 Beban Kerja 67
- Ringan 20 29,8
- Sedang 27 40,4
- Berat 20 29,8
6 Kinerja Bidan Desa 67
- Kurang 20 29,9
- Cukup 30 44,7
- Baik 17 25,4
45
Tabel 5.3.1 menunjukkan sebagian besar responden memiliki
kemampuan cukup dalam pertolongan persalinan sehingga lebih besar bila
dibandingkan dengan responden yang mempunyai kemampuan cukup
dan kemampuan baik. Sedangkan berdasarkan pengalaman responden yang
memiliki pengalaman banyak dalam pertolongan persalinan lebih besar
dibandingkan dengan responden yang mempunyai pengalaman sedikit.
Lebih besar responden menyatakan kurang dalam mendapatkan
imbalan dibandingkan dengan responden yang berpersepsi cukup dan lebih
terhadap imbalan. D an responden yang memiliki peralatan penunjang
yang tidak lengkap lebih banyak dari responden yang memiliki peralatan
pertolongan persalinan yang lengkap. Sedangkan bila dilihat dari variabel
beban kerja maka responden yang mempunyai persepsi sedang terhadap
beban kerja lebih besar bila dibandingkan dengan responden yang
berpersepsi berat dan ringan.
5.3.2 Distribusi Kinerja Bidan Desa Menurut Kemampuan, Pengalaman,
Imbalan, Peralatan Dan Beban Kerja
Berikut ini akan dibahas hubungan kinerja bidan desa dengan
kemampuan, pengalaman, imbalan, peralatan dan beban kerja dalam
pertolongan persalinan yang akan dibahas pada tabel 5.3.2
46
Tabel.5.3.2
Distribusi Kinerja Bidan Desa Menurut Kemampuan, Pengalaman, Imbalan, Peralatan dan Beban Kerja
Variabel Kinerja Bidan Total Kurang Cukup Baik f % f % f % f %
Kemampuan
- Kurang 14 56 4 5,9 6 24 25 37,4
- Cukup 10 39 11 39 6 21 27 40,3
- Baik 3 20 7 46,6 5 33,3 15 22,3
Pengalaman
- Sedikit 11 34,4 13 40,6 8 25 32 47,7
- Banyak 9 25,7 17 46,6 9 25,7 35 52,3
Imbalan
- Kurang 11 34,4 18 56,3 3 9,6 32 47,8
- Cukup 5 22,7 7 31,8 10 45,5 22 32,8
- Lebih 5 30,8 4 38,5 5 30,8 13 19,4
Peralatan
- Lengkap 5 23,8 8 38,1 8 38,1 21 31,3
- Tidak Lengkap 15 32,6 22 47,8 9 19,6 46 68,7
Beban Kerja
- Ringan 7 28 10 40 8 32 25 37,4
- Sedang 5 26,3 11 57,8 3 15,7 19 28,3
- Berat 8 34,7 9 39,2 6 26,1 23 34,3
Responden yang memiliki kemampuan kurang serta kinerjanya kurang
(56%) lebih besar dibandingkan responden yang memiliki kemampuan baik serta
kinerja yang baik (33,3%). Ada kecendurungan bahwa responden yang mempunyai
kemampuan kurang baik menghasilkan kinerja yang kurang baik pula. Sedang
responden yang memiliki pengalaman banyak serta kinerjanya Cukup (46,6%)
lebih besar dibandingkan responden yang memiliki pengalaman sedikit serta kinerja
yang kurang (34,4%). Ini menyatakan bahwa ada kecendurungan semakin banyak
47
bidan mempunyai pengalaman semakin baik kinerja yang dihasilkan.
Persepsi responden terhadap imbalan kurang dan memiliki kinerja cukup
baik (56,3%) lebih besar dibandingkan dengan persepsi responden imbalan lebih
dan memiliki kinerja baik (30,8%). Asumsinya bahwa kinerja bidan desa tidak
ditentukan persepsi bidan desa terhadap imbalan. Sedangkan responden yang
memiliki peralatan tidak lengkap dan memiliki kinerja cukup baik (47,8%) lebih
besar dibandingkan dengan responden memiliki peralatan lengkap dengan
memiliki kinerja baik (38,1%). Hal tersebut menunjukkan bahwa kelengkapan
peralatan pertolongan persalinan tidak mempengaruhi kinerja bidan.
Dari tabel 5.3.2 diketahui persepsi responden terhadap beban kerja yang
sedang dengan kinerjanya cukup baik (57,8%) lebih besar dibandingkan dengan
responden yang memiliki persepsi terhadap beban kerja berat dengan kinerja
yang kurang (34,7%).Terdapat kecenderungan responden yang mempunyai
kinerja kurang baik mempunyai persepsi berat juga terhadap beban kerja.
48
5.3.3 Uji Statistik Kinerja Bidan Desa menurut Kemampuan, Pengalaman,
Imbalan, Peralatan dan Beban Kerja
Tabel 5.3.3.1 Uji Rank-Spearmen Kinerja Bidan Desa dengan Kemampuan, Pengalaman, Imbalan,
Peralatan Dan Beban Kerja N
o
Variabel Kinerja bidan desa rho p
Kurang % Cukup % Baik %
1 Kemampuan
- Kurang 14 56 4 5,9 6 24 0,280 0,002
- Cukup 11 39 11 39 6 21
- Baik 3 20 7 46,6 5 33,3
2 Pengalaman
- Sedikit 11 34,4 13 40,6 8 25 0,680 0,004
- Banyak 9 25,7 17 46,8 9 25,7
3 Imbalan
- Kurang 11 34,4 18 56,3 3 9,6 0,849
- Cukup 5 22,7 7 31,8 10 45,5
- Lebih 5 30,8 4 38,5 5 30,8
4 Peralatan
- Lengkap 5 23,8 8 38,1 8 38,1 0,348
- Tidak
Lengkap
15 32,6 22 47,8 9 19,6
5 Beban Kerja
- Ringan 7 28 10 40 8 32 0,226 1,014
- Sedang 5 26,3 11 57,8 3 15,7
- Berat 8 34,7 9 39,1 6 26
Tabel 5.3.3.1 menunjukkan bahwa dengan menggunakan uji Rank- Spearmen
untuk menguji hubungan variabel kinerja bidan desa dengan kemampuan, pengalaman,
imbalan, peralatan dan beban kerja diperoleh hasil variabel kemampuan, pengalaman
dan beban kerja mempunyai hubungan yang signifikan dengan kinerja bidan desa
dalam pertolongan persalinan. Sedangkan variabel peralatan dan imbalan
49
menunjukkan tidak ada hubungan terhadap kinerja bidan desa dalam pertolongan
persalinan.
Untuk mengetahui hubungan beberapa variabel bebas yaitu Kemampuan,
pengalaman dan beban kerja dengan kinerja bidan desa dilanjutkan dengan
menggunakan analisis regresi logistik. Adapun hasil uji statistik multivariat dengan uji
regresi logistik dapat dilihat pada tabel 5 berikut ini :
Tabel 5.3.3.2
Hasil Uji Statistik Regresi Logistik
Variabel
P
Exp(B)
95.0% C.I.for EXP(B)
Lower Upper
Kemampuan
0,003
3,061
1,457
6,432
Pengalaman
0,001
3,620
1,703
7,697
Beban kerja
0,002
3,001
1,372
6,134
Tabel 5.3.3.2 menunjukkan bahwa dengan analisis multivariat regresi logistik
ketiga variabel bebas kemampuan, pengalaman dan beban kerja menunjukkan ada
pengaruh terhadap kinerja bidan desa dalam pertolongan persalinan di Kabupaten
Sumba Barat Daya, yang paling dominan adalah variabel pengalaman dengan nilai
odds rasio atau Exp (B) = 3,620, dibandingkan dengan kemampuan dengan nilai odds
rasio atau exp (B) = 3,061 dan Beban kerja dengan nilai odds rasio atau exp
(B)=3 ,001.
50
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Kinerja Bidan Desa dalam Pertolongan Persalinan
Dari hasil penelitian tentang kinerja bidan desa di Kabupaten Sumba Barat Daya
dapat diketahui bahwa kinerja responden yang termasuk kedalam kategori baik hanya
sebesar 25,4% sedangkan kinerja bidan desa di kabupaten SBD berkategori cukup sebesar
44,7% (Tabel 5.3.1).
Keadaan tersebut sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Darsiwan
(2003), memberikan hasil bahwa dari jumlah 140 bidan desa di kabupaten Magelang
memiliki tingkat kinerja yang cukup.
Adapun kinerja bidan desa di Kabupaten Sumba Barat Daya kategorinya cukup,
disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut :
a. Kinerja dari aspek kuantitas
Menurut pengelola KIA, bahwa rendah cakupan persalinan disebabkan oleh
beberapa hal, antara lain : a) Pemanfaatan bidan desa oleh masyarakat masih sangat
kurang, b) Tingkat kepercayaan sebagian masyarakat terhadap dukun beranak
masih cukup kuat atau dominan, dan c) Terdapat beberapa desa yang belum ada
penempatan bidan desa sehingga lokasi cukup jauh untuk menjangkau pelayanan
bidan desa.
b. Kinerja dari segi efektivitas waktu
Menurut Pengelola KIA, bahwa bidan desa dalam menggunakan waktu belum
efektif, disebabkan banyak kegiatan, kesibukan, maupun permasalahan, baik di
tingkat individu, keluarga, maupun masyarakat luas. Hal tersebut menyebabkan
kesulitan atau hambatan tersendiri di dalam mengatur waktu, yang berakibat
51
pada keterlambatan waktu pelayanan. Di samping itu efektivitas waktu pelayanan
dipengaruhi keadaan medan atau letak geografis kabupaten SBD yang sebagian
besar keadaan wilayahnya adalah perbukitan sehingga ada beberapa tempat yang
tidak terjangkau oleh transportasi. Hal ini akan menyulitkan bidan desa untuk
menjangkau tempat-tempat ibu bersalin. Di sisi lain juga transportasi di kabupaten
SBD pada desa-desa tertentu masih sulit oleh karena desa-desa tersebut berada di
tempat yang terpencil.
c. Kinerja dari efektivitas biaya
Kemampuan ekonomi ibu bersalin. Menurut ibu bersalin bahwa tarif yang
pelayanan persalinan oleh bidan desa dianggap masi murah dan cukup terjangkau.
Tetapi hal ini bagi bidan desa kurang dapat memberikan peluang untuk
mengadakan pembiayaan secara tepat, artinya bahwa ketika bidan memberikan
tarif tersebut maka untuk selanjutnya bidan desa tidak dapat lagi menyediakan
bahan habis pakai yang diperlukan saat persalinan. Hal tersebut disebabkan oleh
keadaan persalinan pada masing-masing ibu bersalin relatif beragam, semakin sulit
proses persalinan maka penggunaan bahan-bahan cenderung melebihi batas
minimal persediaan yang telah ditentukan sebelumnya.
Menurut pengelola KIA, bahwa kinerja bidan desa dapat ditingkatkan melalui
beberapa cara, antara lain :
a. Pelaksanaan supervisi secara rutin dari seksi KIA kepada Bidan desa.
b. Peningkatan kemampuan dan ketrampilan bidan desa melalui pelatihan-pelatihan
atau pendidikan dari D1 ke DIII.
c. Peningkatan kerja sama antara bidan desa dan dukun bayi di sekitar desa, sebagai
mitra kerja dalam pelayanan persalinan.
52
d. Pengadaan atau perbaikan polindes sebagai saranan pelayanan persalinan di tingkat
desa, terutama yang jauh dari puskesmas atau puskesmas pembantu.
e. Penyediaan transportasi antar jemput bagi ibu bersalin untuk mendapatkan
pelayanan persalinan di Puskesmas.
f. Penggantian atau perbaikan peralatan yang rusak atau tidak layak pakai yang
dimiliki bidan desa, sehingga akan memperlancar pekerjaan dan meningkatkan
cakupan persalinan.
g. Pendekatan dengan tokoh-tokoh masyarakat di desa, sebagai pihak yang mampu
mempengaruhi masyarakat untuk memanfaatkan pelayanan bidan desa.
Akchadi (1996), telah melakukan penelitian di 3 propinsi yaitu, Sulawesi
Tenggara, Sumatera Barat dan Bengkulu, menyimpulkan bahwa rata-rata jumlah
persalinan yang di tolong oleh bidan desa selama tiga bulan berkisar sekitar 3 – 5
persalinan. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Widyawati (2003) tentang
pemanfaatan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, mengatakan bahwa 85,6%
ibu hamil sudah mengetahui fasilitas yang akan digunakan untuk pertolongan
persalinannya. Namun ketersediaan fasilitas belum menjamin akan dimanfaatkan
terutama bila tidak ada hubungan sosial yang baik antara bidan dan masyarakat.
Masyarakat di kabupaten SBD terutama di pedesaan, masih lebih percaya
kepada dukun beranak daripada kepada bidan apalagi dokter. Rasa takut masuk rumah
sakit atau Puskesmas masih melekat pada kebanyakan kaum perempuan. Kalaupun
terjadi kematian ibu atau kematian bayi mereka terima sebagai musibah yang bukan
ditentukan manusia. Selain itu masih banyak perempuan yang merasa malu melakukan
pemeriksaan kandungan, apalagi persalinan oleh dokter atau para medis laki-laki.
Dengan sikap seperti itu, kebanyakan kaum perempuan di pedesaan tetap memilih
dukun beranak sebagai penolong persalinan meskipun dengan resiko sangat tinggi.
53
Dan keadaan ini sangat berpengaruh pada cakupan K1, K4, persalinan oleh tenaga
kesehatan, Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Neonatus. Data yang di
dapatkan dari dinas kesehatan Kabupaten Sumba Barat Daya bahwa sampai dengan
Agustus tahun 2011 cakupan K1 sebesar 4630 (61%), K4 sebesar 1911 (25%),
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan sebesar 33 %, kematian ibu bersalin 10
kasus dan kematian neonatus sebesar 24 kasus.
Karena kondisi yang terjadi di Kabupaten Sumba Barat Daya ini hampir sama
di seluruh kabupaten yang berada di Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), maka
pemerintah Propinsi NTT melalui Dinas Kesehatan mengeluarkan suatu program
percepatan penurunan kematian ibu melahirkan dan kematian bayi melalui persalinan
dilakukan di fasilitas kesehatan yang memadai, atau yang lebih dikenal dengan
Program Revolusi Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) yang dicanangkan pada tahun 2009
dan diimplementasikan pada tahun 2010.
6.2 Hubungan Kemampuan dengan Kinerja Bidan Desa
Timple (1999), menyatakan bahwa salah satu faktor yang berpengaruh terhadap
suatu kinerja adalah kemampuan. Apabila kemampuan seseorang terhadap satu
perkerjaan sangat minim, maka akan menghasilkan tingkat kerja yang rendah. Disebut
juga dua dasar atribusi untuk melihat tingkat kinerja kerja di suatu perusahaaan, yaitu :
yang bersifat internal (berhubungan dengan sifat-sifat seseorang) dan eksternal
(berhubungan dengan lingkungan kerja). Faktor internal dalam hal ini adalah
kemampuan dan upaya-upaya kerja.
Muclas (1999), menjelaskan tentang pentingnya kemampuan bagi karyawan,
baik secara intelektualitas maupun secara fisik. Semakin tinggi kemampuan karyawan,
maka akan semakin banyak tugas atau pekerjaan yang dapat diselesaikan dalam
periode tertentu. Hal ini menunjukan besarnya kuantitas hasil kerja karyawan. Dimana
54
menurut Bernardir (2008), bahwa salah satu unsur kinerja adalah kuantitas keluaran
kerja yang dihasilkan seorang pekerja.
Hasil penelitian menunjukan ada kecenderungan bahwa responden yang
mempunyai kemampuan kurang baik menghasilkan kinerja yang kurang baik
pula, kecenderungan ini didukung oleh hasil analisis hubungan menggunakan uji
Rank-Spearmen dengan perolehan n i l a i p sebesar 0,002 (p<0,05) y a n g
a r t i n y a ada hubungan yang bermakna antara kemampuan dengan kinerja,
kekuatan yang terjadi bersifat lemah (rho = 0,280).
Kecenderungan ini didukung oleh teori menuru Timple yang menyatakan
bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja adalah kemampuan. Apabila
kemampuan yang dimiliki seseorang terhadap suatu pekerjaan sangat minim, maka
akan menghasikan tingkat kinerja yang rendah. Hasil penelitian ini juga didukung oleh
penelitian yang dilakukan oleh Wawan Setiawan (2007) di Kabupaten Tasik Malaya
bahwa faktor kemampuan mempunyai hubungan dengan kinerja bidan di desa.
Menurut pengelola KIA hal yang menyebabkan kemampuan bidan desa
mempengaruhi kinerja kerja bidan desa di kabupaten SBD adalah Tingkat pendidikan
bidan desa hanya D1 (91%), sehingga perlu ditingkatkan baik secara formal (jalur
pendidikan) maupun non formal (pelatihan, kursus). Tercatat sejak tahun 2009
sebanyak 10 orang bidan di Kabupaten SBD telah mengikuti pendidikan ke jenjang
Diploma III. Hal ini sebagai wujud komitmen bidan untuk meningkatkan
kemampuan.
Kemampuan bidan desa, baik secara intelegensia maupun secara teknis dapat
ditingkatkan melalui pendidikan formal. Dan Oleh karena kebijakan pemerintah
bahwa pendidikan khususnya tenaga fungsional minimal harus berpendidikan DIII
maka salah satu upaya pemerintah Kabupaten SBD merencanakan untuk membuka
55
Pendidikan kelas jauh Program Khusus Akademi Kebidanan di Kabupaten Sumba
Barat Daya.
6.3 Hubungan Pengalaman dengan Kinerja Bidan Desa
Faktor predisposisi untuk meningkatkan kinerja kerja adalah Pengalaman,
pengetahuan, dll, faktor pendukung seperti pelatihan, penyelesaian kasus-kasus dan
faktor yang memperkuat dimana bidan desa mendapat imbalan dan penghargaan
(Green, 1999). Sedangkan Sadeli (2005), mengatakan dibutuhkan suatu pengalaman
kerja sehingga menimbulkan kepercayaan diri yang tinggi terhadap orang lain. Makin
banyak pengalaman yang dikerja makin terampil bidan tersebut dalam bertugas.
Hasil uji Statistik dengan uji Rank Spearmen menunjukkan bahwa pengalaman
memiliki pengaruh yang signifikan, yaitu nilai p sebesar 0,004, kekuatan hubungan
antara kedua variabel tersebut bersifat kuat (rho = 0,680). Hal tersebut berarti bahwa
semakin tinggi pengalaman bidan desa, maka semakin meningkat kinerja kerja,
khususnya didalam pertolongan persalinan.
Hasil ini didukung oleh teori Gibson dkk (1995), menyatakan bahwa salah satu
faktor yang mempengaruhi kinerja individu adalah pengalaman. Semakin banyak
pengalaman individu dalam suatu pekerjaan maka semakin tinggi pula kinerjanya.
Siagian (2004), menjelaskan tentang peranan pengalaman individu dalam peningkatan
kedewasaan teknis bekerja. Artinya dia selalu memetik pelajaran dari keseluruhan
perjalanan kerja atau karier, sehingga semakin berkurang jumlah kesalahan teknis
yang dibuatnya. Dan semakin baik kualitas kerja yang dihasilkan. Sedangkan menurut
Bernardir (2008), bahwa salah satu indikator penting kinerja adalah kualitas
hasil/keluaran kerja individu.
Keadaan yang mendukung tingkat korelasi tersebut yaitu masa kerja bidan
desa rata-rata 11 tahun. Hal ini menunjukkan tingkat pengalaman responden di dalam
56
pertolongan persalinan cukup baik. Penelitian yang dilakukan oleh Istiarti (2008),
menyimpulkan bahwa bidan desa dengan masa kerja lebih dari 3 tahun telah memiliki
daya penyesuaian yang tinggi serta telah mampu menyesuaikan diri dengan kehidupan
masyarakat di sekitarnya. Hal ini sangat mempengaruhi tingkat penerimaan
masyarakat terhadap pelayanan bidan desa.
Pengalaman sangat berpengaruh terhadap peningkatan kinerja karena semakin
banyak kasus yang ditangani, semakin tahu bidan tersebut cara penyelesaiannya dan
semakin tinggi kepercayaan masyarakat kepadanya. Agar seluruh bidan desa bisa
berpengalaman, salah satu upaya yang effisien dilakukan adalah program magang di
Rumah sakit maupun di bidan yang banyak persalinannya, sehingga seluruh bidan
desa dapat diberdayakan semaksimal mungkin.
Menurut pengelola KIA, bahwa pengalaman Bidan desa masih perlu
ditingkatkan melalui berbagai macam pelatihan. Data menunjukkan bahwa masih ada
bidan desa yang belum sekalipun mengikuti pelatihan yang berkaitan dengan
tugasnya. Hal yang diupayakan oleh dinas kesehatan adalah merencanakan pada
Rencana Anggaran dan Kegiatan untuk pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan
tugas bidan secara bertahap sehingga semua bidan mendapatkan kesempatan untuk
mengikuti pelatihan.
6.4 Hubungan Imbalan dengan Kinerja Bidan Desa
Salah satu dasar dalam pemberian imbalan para karyawan di suatu perusahaan
yaitu melalui pertimbangan tingkat kinerja yang diberikan (Leavitt, 2007). Gibson
et,al juga menjelaskan bahwa tujuan program kompensasi adalah untuk memotivasi
setiap karyawan dapat mencapai tingkat kinerja yang tinggi, sebagaimana tujuan
pemberian kompensasi yang dikemukakan oleh Leavitt (2007), bahwa upah yang
diberikan pada karyawan sebagai pengganti hasil kerja atau prestasi yang baik.
57
Hasil penelitian dan uji statistik menunjukkan bahwa imbalan tidak memiliki
pengaruh yang signifikan (p = 0,849) pada kinerja bidan desa di Kabupaten Sumba
Barat Daya. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Wawan
Setiawan (2007) di kabupaten Tasik Malaya, bahwa imbalan tidak mempengaruhi
kinerja bidan desa di kabupaten Tasik Malaya. Penelitian Widyawati (2003)
menyatakan bahwa seluruh ibu bersalin yang ditolong oleh ibu bersalin mengeluarkan
biaya persalinan,dan sebagian besar biaya persalinan oleh dukun lebih murah
dibandingkan biaya persalinan oleh tenaga kesehatan. Notoatmodjo (1992)
mengatakan tidak ada hubungan antara pendapatan bidan di desa dengan kinerja.
Di kabupaten SBD imbalan tidak mempengaruhi kinerja bidan desa disebabkan
oleh karena : 1) Bidan desa sudah memiliki penghasilan tetap dari gaji bulanan,
sehingga imbalan tersebut tidak memiliki arti, 2) Sistem pembagian imbalan tahunan
merupakan waktu yang cukup lama atau panjang. Hal ini tidak memberikan nilai
tambah khusus bagi tenaga bidan desa dalam memberikan pelayanan persalinan
maupun pelayanan kesehatan lainnya, 3) Secara kuantitatif bidan desa mendapatkan
imbalan yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan rekan lainnya, di sisi lain bidan
desa banyak yang mampu menghasilkan jumlah pendapatan di atas imbalan yang
diperoleh dari puskesmas. Terhadap permasalahan imbalan ini responden tidak terlalu
mempermasalahkan, dalam arti mereka lebih banyak mengalah atau tidak menuntut,
meskipun sebenarnya terhadap mekanisme insentif itu sendiri mereka tidak puas dan
merasa kurang.
Imbalan memang perlu tapi di sisi lain tugas menolong persalinan (profesi)
ini harus beroriantasi pada pengabdian. Tidak adanya hubungan antara imbalan dan
kinerja bidan desa diasumsikan karena orientasi pengabdian dan imbalan tidak diukur
dengan materi saja tetapi imbalan lain yang bisa didapatkan adalah bahwa setiap
58
pertolongan persalinan merupakan salah satu kredit point bagi bidan desa untuk
kenaikan pangkat dan golongan bidan.
6.5 Hubungan Peralatan dengan Kinerja Bidan Desa
Ketersediaan sarana dan prasarana penunjang yang memadai merupakan
suatu hal yang sangat penting dalam peningkatan cakupan pertolongan persalinan,
sarana kegiatan pertolongan persalinan di antaranya adalah ketersediaan
kendaraan untuk merujuk, obat-obatan yang diperlukan serta kelengkapan alat
persalinan.
Sarana atau alat yang dimiliki bidan untuk menolong persalinan (bidan
kit), merupakan alat penunjang dalam bekerja, tanpa sarana seseorang tidak dapat
berbuat banyak dalam melakukan kegiatan sesuai dengan fungsinya. Sarana bagi
bidan desa merupakan suatu kebutuhan yang vital, tanpa sarana bidan desa tidak
bisa berbuat banyak dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai seorang bidan
desa, disamping fasilitas tambahan lainnya.
Pada penelitian ini ditemukan peralatan bidan desa yang lengkap memiliki
kinerja cukup hanya 38,1 %, sementara yang mempunyai peralatan tidak lengkap
memiliki kinerja cukup sebanyak 47,8%, hal ini merupakan keanehan, mungkin
disebabkan peralatan yang dibutuhkan untuk menolong persalinan cukup dengan kit
bidan tanpa peralatan yang lainnya, sehingga hubungan antara peralatan dengan
kinerja bidan desa dalam pertolongan persalinan tidak bermakna (p>0,005),
hipotesis tidak terbukti.
Dalam menolong persalinan kit bidan dapat dibawa-bawa dan peralatan
pendukung lainnya bisa dimanfaatkan peralatan rumah tangga. Notoatmodjo (1992)
juga menyatakan dalam pengamatannya di lapangan bahwa peralatan dan fasilitas
yang terdapat pada pondok bersalin (polindes) sangatlah sederhana ditambah dengan
59
kondisi bangunan pemondokan yang kualitasnya sangat sederhana. Penelitian
Heslinda (2004) menyatakan bahwa peralatan kerja tidak mempunyai hubungan
dengan kinerja, dan juga didukung oleh Suganda (2007) yang menyatakan bahwa
bidan desa yang tempat tugasnya tersedia fasilitas dengan yang tidak tersedia, tidak
berpengaruh terhadap kinerjanya. Kenyataan bahwa bidan desa dapat bekerja dengan
teknologi tepat guna hanya dengan peralatan seadanya.
Di Kabupaten Sumba Barat Daya saat ini penyedian kit bidan baru dan penggantian
kit bidan yang sudah rusak maupun rehabilitas Polindes yang telah rusak sedang
digalakkan melalui Program Nasional Pengembangan Masyarakat pada setiap
kecamatan dan desa.
6.6 Hubungan Beban Kerja dengan Kinerja Bidan Desa
Beban kerja sangat berpengaruh terhadap kinerja individu dalam melaksanakan
perkerjaan yang dilakukan, beban kerja tidak hanya dilihat dari beban fisik semata
akan tetapi beban kerja juga bisa berupa beban mental. Beban kerja yang cukup
banyak untuk bidan desa membawa akibat yang tidak diinginkan oleh jajaran
kesehatan yaitu terbengkalainya program-program kesehatan terutama yang
berhubungan dengan cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
dan penurunan angka kematian ibu dan bayi.
Terdapat kecenderungan responden yang mempunyai kinerja kurang baik
mempunyai persepsi berat juga terhadap beban kerja. Ruhimat menyatakan beban
kerja mengandung konsep penggunaan energi pokok dan energi cadangan yang
tersedia, suatu tugas akan dipandang berat apabila energi pokok telah habis dipakai
dan masih harus menggunakan energi cadangan untuk menyelesaikan tugas lain.
Hasil analisis hubungan menggunakan uji rank-spearman diperoleh p
value sebesar 0,014 (p<0,05) yang berarti ada hubungan signifikan antara persepsi
60
beban kerja dengan kinerja, kekuatan hubungan kedua variabel tersebut bersifat
lemah (rho = 0,226).
Penelitian ini dikuatkan dengan teori yang dikemukakan Ruhimat (2003)
apabila para pekerja merasa beban kerja yang harus ditanggung terasa semakin
berat, itu berarti pekerjaan yang ditugaskan kepada mereka tidak sesuai dengan
kemampuan untuk menyelesaikan tugas tersebut. Manusia hanya memiliki kapasitas
energi yang terbatas apabila dalam waktu yang bersamaan harus mengerjakan
beberapa tugas akan terjadi kompetensi prioritas antar tugas-tugas tersebut.
6.7 Kelemahan Penelitian
1. Item pertanyaan dalam kuesioner yang digunakan untuk wawancara dengan
responden belum menggunakan item pertanyaan standar dimana seluruh
pertanyaan dibuat sendiri berdasarkan tinjauan pustaka, sehingga item
pertanyaan masih lemah dan untuk menghindari bias antisipasi yang
dilakukan peneliti melakukan kajian- kajian terhadap sumber lain khususnya yang
berkaitan dengan permasalahan kinerja.
2. Banyak responden yang ragu mengisinya, peneliti mengakui belum menemukan
kuesioner kinerja yang baku, antisipasi yang dilakukan peneliti adalah
memberikan penjelasan kepada responden bahwa penelitian yang sedang
dilakukan murni tanpa tendensi tertentu dengan harapan penelitian ini dapat
menggali data serta informasi yang akurat tentang kinerja bidan desa dalam
pertolongan persalinan.
3. Data hasil penelitian (quesioner) yang diperoleh dan tertulis hanya dari bidan desa
dan Pengelola KIA sehingga kurang lengkap dan tidak dilakukan cross cek
kepada Puskesmas.
61
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya dapat
diambil simpulan bahwa Kinerja bidan desa di kabupaten Sumba Barat Daya termasuk
dalam kategori Cukup. Dan hasil analisisnya dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Ada hubungan yang signifikan antara kemampuan dengan kinerja bidan desa di
kabupaten Sumba Barat Daya, yaitu semakin tinggi kemampuan semakin tinggi
kinerja bidan desa.
2. Ada hubungan yang signifikan antara pengalaman dengan kinerja bidan desa di
kabupaten Sumba Barat Daya, yaitu semakin banyak pengalaman dalam
pertolongan persalinan semakin tinggi kinerja bidan desa.
3. Tidak ada hubungan antara Imbalan dengan kinerja bidan desa di kabupaten
Sumba Barat Daya yaitu bahwa besarnya imbalan yang diterima oleh bidan desa
tidak mempengaruhi kinerja bidan desa karena persepsi bidan desa bahwa
menolong persalinan adalah sebuah pengabdian.
4. Tidak ada hubungan antara kelengkapan peralatan dengan kinerja bidan desa di
kabupaten Sumba Barat Daya yaitu bahwa bidan desa yang mempunyai peralatan
lengkap dengan yang tidak lengkap, tidak berpengaruh terhadap kinerjanya.
5. Ada hubungan yang signifikan antara beban kerja dengan kinerja bidan desa di
kabupaten Sumba Barat Daya, yaitu semakin ringan persepsi bidan terhadap
beban kerja semakin tinggi kinerja bidan desa.
6. Pengalaman memiliki peran yang lebih besar dari pada kemampuan dan beban
kerja terhadap kinerja bidan desa di kabupaten Sumba Barat Daya.
62
7.2 Saran
Mengingat kinerja bidan desa ditentukan oleh faktor internal (kemampuan
dan pengalaman) dan faktor eksternal (beban kerja), maka disarankan untuk
meningkatkan kinerja bidan desa melalui:
1. Meningkatkan kemampuan dan pengalaman bidan melalui peningkatan
pendidikan yang sesuai dengan standar, pelatihan, magang maupun
simposium.
2. Memperhatikan beban kerja bidan desa agar tidak menghambat waktu bidan
untuk menolong persalinan.
3. Hasil penelitian ini dijadikan sebagai bahan acuan dalam pengelolaan program
KIA di Kabupaten Sumba Barat Daya.
.