unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

100
TESIS PENGARUH KINERJA KEUANGAN TERHADAP ALOKASI BELANJA MODAL DAN PERTUMBUHAN EKONOMI PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA SE-PROVINSI BALI TAHUN 2006 S.D. 2013 I KETUT ARSA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015

description

Thesis I K Arsa

Transcript of unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

Page 1: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

TESIS

PENGARUH KINERJA KEUANGAN TERHADAP

ALOKASI BELANJA MODAL DAN PERTUMBUHAN

EKONOMI PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA

SE-PROVINSI BALI TAHUN 2006 S.D. 2013

I KETUT ARSA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

2015

Page 2: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

TESIS

PENGARUH KINERJA KEUANGAN TERHADAP

ALOKASI BELANJA MODAL DAN PERTUMBUHAN

EKONOMI PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA

SE-PROVINSI BALI TAHUN 2006 S.D. 2013

I KETUT ARSA

NIM. : 0991462019

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

2015

Page 3: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

i

PENGARUH KINERJA KEUANGAN TERHADAP

ALOKASI BELANJA MODAL DAN PERTUMBUHAN

EKONOMI PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA

SE-PROVINSI BALI TAHUN 2006 S.D. 2013

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister

Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Ekonomi,

Program Pascasarjana Universitas Udayana

I KETUT ARSA

NIM 0991462019

PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2015

Page 4: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

ii

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 6 FEBRUARI 2015

Pembimbing I,

Prof. Dr. N. Djinar Setiawina, SE., MS NIP. 19530730 198303 1 001

Pembimbing II,

Dr. I Gede Sudjana Budiasa, SE., M.Si. NIP. 19541122 198403 1 002

Mengetahui,

Ketua Program Studi Magister Ilmu Ekonomi Program Pascasarjana Universitas Udayana

Prof. Dr. N. Djinar Setiawina, SE., MS NIP. 19530730 198303 1 001

Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana,

Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi,Sp.S(K) NIP. 19590215 198510 2 001

Page 5: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

iii

Tesis Ini Telah Diuji pada Tanggal 31 Januari 2015

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana No.:4526/UN.14.4/HK/2014, Tanggal 31 Desember 2014

Ketua: Prof. Dr. N. Djinar Setiawina, SE., MS Anggota: 1. Dr. I Gede Sudjana Budiasa, SE., MP 2. Prof. Dr. I Wayan Sudirman, SE., SU 3. Prof. Dr. Made Suyana Utama, SE., MS 4. Dr. N. Yuliarmi, SE. MP

Page 6: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

iv

Surat Pernyataan Bebas Plagiat

Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : I Ketut Arsa NIM : 0991462019 Program Studi : Ilmu Ekonomi Judul Tesis : Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap Alokasi Belanja

Modal dan Pertumbuhan Ekonomi Pemerintah Kabupaten/Kota se-Provinsi Bali Tahun 2006 s.d. 2013

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat.

Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya

bersedia menerima sanksi sesuia Peraturan Mendiknas RI Nomor 17 tahun 2010

dan Peraturan Peundang-Undangan yang berlaku.

Denpasar, 6 Februari 2015 Yang membuat pernyataan (I Ketut Arsa)

Page 7: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

v

UCAPAN TERIMA KASIH

Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena atas segala rahmat dan petunjuk-Nya, tesis ini dapat penulis selesaikan. Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. N. Djinar Setiawina, SE., MS sebagai Pembimbing I dan Dr. I Gede Sudjana Budiasa, SE., M.Si, sebagai Pembimbing II, yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan, dan saran kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini. Ucapan yang sama juga penulis tujukan kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Ketut Suastika SpPD KEMD atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Magister Ilmu Ekonomi di Universitas Udayana. Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi,Sp.S(K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa program Magister Ilmu Ekonomi pada Program Pascasarjana Universitas Udayana. Tidak lupa pula penulis ucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. I Gusti Bagus Wiksuana, SE., MS Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Udayana atas ijin yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan Magister.

Pada kesempatan yang berbahagia ini pula, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu dan Ayah yang telah mengasuh dan membesarkan penulis, memberikan dasar-dasar berpikir logik dan suasana demokratis, sehingga tercipta lahan yang baik untuk berkembangnya kreativitas. Akhirnya penulis ucapkan terima kasih kepada istri tercinta “Ai” dan anak-anak tersayang, Adit dan Anand, serta si kecil Dik Omang, yang dengan penuh pengorbanan telah memberikan kepada penulis motivasi dan kesempatan untuk lebih berkosentrasi menyelesaikan tesis ini.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada setiap pihak, para sahabat, yang penulis tidak dapat sebutkan satu per satu, yang telah rela memberikan masukan, meluangkan waktu, dan memberikan sumbangan pemikiran, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini, serta kepada penulis sekeluarga.

Page 8: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

vi

PENGARUH KINERJA KEUANGAN TERHADAP ALOKASI BELANJA MODAL DAN PERTUMBUHAN EKONOMI PEMERINTAH

KABUPATEN/KOTA SE-PROVINSI BALI TAHUN 2006 S.D. 201 3

ABSTRAK

Pengelolaan keuangan daerah yang baik akan berpengaruh terhadap kemajuan suatu daerah. Pengelolaan keuangan daerah yang dilakukan secara ekonomis, efisien, dan efektif atau memenuhi prinsip value for money serta partisipasi, transparansi, akuntabilitas, dan keadilan akan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Tingkat kemampuan keuangan daerah salah satunya dapat diukur dari besarnya penerimaan daerah, khususnya pendapatan asli daerah. Upaya pemerintah daerah dalam menggali kemampuan keuangan daerah dapat dilihat dari kinerja keuangan daerah yang diukur menggunakan analisis rasio keuangan pemerintah daerah. Pengukuran kinerja keuangan pada pemerintah daerah juga digunakan untuk menilai akuntabilitas dan kemampuan keuangan daerah dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Dengan demikian maka suatu daerah yang kinerja keuangannya dinyatakan baik berarti daerah tersebut memiliki kemampuan keuangan untuk membiayai pelaksanaan otonomi daerah.

Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan memperoleh bukti empiris pengaruh langsung komponen kinerja keuangan pemerintah daerah terhadap alokasi belanja modal dan pertumbuhan ekonomi pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi Bali tahun 2006 s.d. 2013. Serta untuk menguji dan memperoleh bukti empiris pengaruh tidak langsung komponen kinerja keuangan pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi Bali terhadap pertumbuhan ekonomi melalui alokasi belanja modal. Sumber data yang digunakan adalah data sekunder berupa laporan keuangan pemerintah daerah kapupaten/kota se-Provinsi Bali tahun 2006 s.d. 2013. Teknik analisis data menggunakan analisis jalur (path analysis) dengan Program Eviews.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa derajat desentralisasi, efektifivitas PAD berpengaruh positif signifikan terhadap belanja modal, ketergantungan keuangan berpengaruh negatif signifikan terhadap belanja modal. Kemandirian keuangan dan kontribusi BUMD tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap alokasi belanja modal. Semetara itu, alokasi belanja modal berpengaruh positif signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi Bali, sedangkan hanya tiga komponen kinerja keuangan, berupa tingkat desentralisasi, ketergantungan keuangan, dan efektivitas PAD yang berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Pemerintah Kabupaten/Kota se-Provinsi Bali, sedangkan dua komponen kinerja keuangan lainnya, yaitu berupa kemandirian keuangan dan kontribusi tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi melalui alokasi belanja modal. Kata Kunci: Kinerja Keuangan, Belanja Modal, Pertumbuhan Ekonomi

Page 9: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

vii

EFFECT OF FINANCIAL PERFORMANCE OF ALLOCATION OF CAPITAL EXPENDITURES AND ECONOMIC GROWTH IN THE PROVINCE OF BALI

ABSTRACT

Good financial management area will affect the progress of a region. Financial management conducted economically, efficiently, and effectively or fulfill the principle of value for money as well as participation, transparency, accountability, and justice will be able to boost economic growth. The level of financial ability one area can be measured from the amount of local revenue, especially revenue. Efforts to explore the ability of local governments to finance the viewable area of the financial performance measured using financial ratio analysis of local government. Measurement of financial performance in local government are also used to assess accountability and fiscal capacity in the implementation of regional autonomy. Thus, an area which otherwise good financial performance means the area has the financial ability to finance the implementation of regional autonomy.

This study aims to examine and obtain empirical evidence of a direct effect of the financial performance of local government and the allocation of capital expenditures in The Province of Bali towards capital expenditure. And to examine and obtain empirical evidence does not directly influence the financial performance of local government in The Province of Bali on economic growth. Source of data used are secondary data from financial reports of local governments regency and The Bali Provincial Government in 2013. Analysis using path analysis with Eviews.

The results show that degree of decentralization, effectiveness of PAD significant positive effect on capital expenditures. financial dependence significant negative effect on Capital expenditure. While the independen of financial and contibution of regian enterprice do not have an influence on the alocation of capital expenditure District/City government. Capital expenditure has significant positive effect on economic growth. This indicates that the economic development that has been implemented is determined by the capital expenditure of the government. Financial performance component had significant effect on economic growth through capital expenditures. Based on the five indicators of financial performance used in this study, three of them showed significant results. They are degree of decentralization, effectiveness of PAD, and financial dependence. Keywords: Financial Performance, Capital Expenditures, Economic Growth

Page 10: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

viii

DAFTAR ISI Halaman JUDUL ........................................................................................................... i PRASYARAT GELAR ................................................................................. ii LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iii PENETAPAN PANITIA PENGUJI ............................................................. iv SURAT PERNYATAAN .............................................................................. v UCAPAN TERIMA KASIH ......................................................................... vi ABSTRAK ..................................................................................................... vii ABTRACT ..................................................................................................... viii DAFTAR ISI .................................................................................................. ix DAFTAR TABEL ......................................................................................... xi DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xiii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah ...................................................................... 9 1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................... 11

1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................... 11 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kinerja Keuangan ....................................................................... 13 2.1.1 Derajat Desentralisasi ........................................................ 15 2.1.2 Ketergantungan Keuangan ................................................ 16 2.1.3 Kemandirian Keuangan ..................................................... 16 2.1.4 Efektivitas PAD ................................................................. 17 2.1.5 Derajat Kontribusi BUMD ................................................ 19 2.2 Belanja Modal ............................................................................ 20 2.3 Pertumbuhan Ekonomi ............................................................... 23 BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir ...................................................................... 25 3.2 Konsep, Kerangka dan Model (Statistik) Penelitian ................. 29 3.3 Hipoteisis Penelitian .................................................................. 30 BAB IV METODA PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian ................................................................. 32 4.2 Lokasi, Ruang Lingkup dan Waktu Penelitian .......................... 34 4.3 Identifikasi Variabel .................................................................... 34 4.4 Definisi Operasional Variabel .................................................... 34 4.5 Jenis dan Sumber Data ................................................................ 36 4.5.1 Jenis Data .......................................................................... 36 4.5.2 Sumber Data ....................................................................... 36 4.6 Populasi penelitian ..................................................................... 37

Page 11: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

ix

4.7 Teknik Analisis Data ................................................................... 37 4.7.1 Pengujian Kesesuaian Model ............................................. 37 4.7.2 Metode Pemilihan Data ...................................................... 39 4.7.3 Koefisien Determinasi ........................................................ 41 4.7.4 Uji Kelayakan Model (Uji F) ............................................. 41 4.7.5 Uji Hipotesis (Uji t) ............................................................ 41 4.7.6 Path Analysis ...................................................................... 42 4.7.7 Asumsi – Asumsi Analisis Jalur ........................................ 42 4.7.8 Pengujian Hipotesis Mediasi .............................................. 43 BAB V DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 5.1 Deskripsi Data Hasil Penelitian .......................................... 46 5.2 Pengujian Kesesuaian Model ............................................... 48 5.3 Path Analysis ....................................................................... 50 5.4 Pembahasan ......................................................................... 56

5.4.1 Pengaruh Derajat Desentralisasi Terhadap Alokasi Belanja Modal ........................................................... 56

5.4.2 Pengaruh Ketergantungan Keuangan Terhadap Alokasi Belanja Modal .............................................. 57 5.4.3 Pengaruh Kemandirian Keuangan Terhadap Belanja

Modal ........................................................................ 58 5.4.4 Pengaruh Efektivitas PAD Terhadap Belanja Modal 58 5.4.5 Pengaruh Derajat Kontribusi BUMD Terhadap Belanja Modal ........................................................... 59 5.4.6 Pengaruh Alokasi Belanja Modal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi .............................................. 60 5.4.7 Pengaruh tidak Langsung Derajat Desentralisasi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi .............................. 61 5.4.8 Pengaruh tidak Langsung Ketergantungan Keuangan

Terhadap Pertumbuhan Ekonomi .............................. 61 5.4.9 Pengaruh tidak Langsung Kemandirian Keuangan

Terhadap Pertumbuhan Ekonomi .............................. 62 5.4.10 Pengaruh tidak Langsung Efektivitas PAD Terhadap

Pertumbuhan Ekonomi .............................................. 62 5.4.11 Pengaruh tidak Langsung Derajat Kontribusi BUMD

Terhadap Pertumbuhan Ekonomi .............................. 63 5.5 Keterbatasan Penelitian ......................................................... 63 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN PENELITIAN 6.1 Simpulan ............................................................................. 65 6.2 Saran ............................................................................. 67 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 70 LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 12: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

x

DAFTAR TABEL

No. Tabel Halaman 5.1 Statistik Deskriptif .................................................................................. 47 5.2 Tabel Hasil Uji Chow............................................................................. 49 5.3 Tabel Hasil Uji Hausman ........................................................................ 50 5.4 Tabel Hasil Uji F ..................................................................................... 51 5.5 Tabel Hasil uji t (Pengaruh Langsung) ................................................... 53 5.6 Tabel Hasil Uji Sobel .............................................................................. 55

Page 13: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

xi

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Halaman 1.1 Grafik Kecenderungan Belanja Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota se-

Provinsi Bali Periode 2003-2005 ............................................................ 5 1.2 Grafik Laju Pertumbuhan Ekonomi Pemerintah Kabupaten/Kota Se-Provinsi

Bali Tahun 2003-2005............................................................................ 8 3.1 Rerangka Berpikir .................................................................................. 28 3.2 Konsep Penelitian.................................................................................... 29 3.3 Kerangka Penelitian ................................................................................ 30 4.1 Rancangan Penelitian .............................................................................. 33 4.2 Gambar Pengaruh X Terhadap Y1 Sebelum Efek Mediasi .................... 43 4.3 Gambar Pengaruh X Terhadap Y2 Sesudah Efek Mediasi .................... 44 4.4 Gambar Model Struktural Penggaruh Kinerja Keuangan terhadap

Pertumbuhan Ekonomi melalui Alokasi Belanja Modal ......................... 45 5.1 Gambar Hasil Analisis Jalur Konstruk .................................................... 53

Page 14: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Halaman 1 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian ................................................... 74 2 Uji Chow Struktur 1 ................................................................................ 75 3 Uji Chow Struktur 2 ................................................................................ 79 4 Uji Hausman ........................................................................................... 83 5 Uji Sobel ................................................................................................. 85

Page 15: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional

yang dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi daerah dan pengaturan

sumberdaya nasional yang memberikan kesempatan bagi peningkatan demokrasi

dan kinerja daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat menuju

masyarakat madani yang bebas kolusi, korupsi dan nepotisme. Penyelenggaraan

pemerintah daerah sebagai subsistem negara dimaksudkan untuk meningkatkan

daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan

masyarakat. Sebagai daerah otonom, kabupaten/kota untuk bertindak sebagai

motor, sedangkan pemerintah Provinsi sebagai koordinator mempunyai

kewenangan dan tanggung jawab menyelenggarakan kepentingan masyarakat

berdasarkan prinsip-prinsip keterbukaan, partisipasi masyarakat, dan

pertanggungjawaban kepada masyarakat.

Pembangunan merupakan suatu rangkaian proses perubahan menuju

keadaan yang lebih baik dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Menurut Samuelson dan Nordhaus (2004), salah satu indikator makro

keberhasilan pembangunan diantaranya dilihat dari pertumbuhan ekonomi yang

menunjukkan barang dan jasa yang dihasilkan suatu daerah. Faktor yang dapat

mendorong pertumbuhan ekonomi, antara lain ketersediaan sumberdaya manusia,

sumberdaya alam, pembentukan modal, dan teknologi

Page 16: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

2

Otonomi daerah berlaku di Indonesia berdasarkan UU 22/1999 (direvisi

menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintahan Daerah. Dengan otonomi daerah,

daerah berhak untuk mengatur dan mengurus rumah tangga di daerahnya sendiri.

Setiap daerah memiliki pemerintahan daerahnya sendiri yang menjalankan

kewenangannya sendiri yang tidak dapat diganggu gugat oleh daerah lain, baik

secara horisontal maupun vertikal. Demikian juga halnya dengan pengelolaan

keuangan daerah, juga telah mengalami perubahan yang sangat mendasar sejak

diterapkannya otonomi daerah pada tahun 2001. Undang-undang (UU) No. 32

Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004 yang menjadi landasan utama dalam

pelaksanaan otonomi daerah pada hakekatnya adalah untuk mendekatkan

pelayanan dari pemerintah kepada masyarakat dan memberikan kebebasan yang

lebih besar kepada daerah untuk lebih mengoptimalkan potensi yang dimiliki

daerah, baik menyangkut sumber daya manusia, dana maupun sumber daya lain

yang merupakan kekayaan daerah. Dengan otonomi daerah, pemerintah daerah

diharapkan semakin mandiri, mengurangi ketergantungan terhadap pemerintah

pusat, baik dalam hal pembiayaan pembangunan maupun dalam hal pengelolaan

keuangan daerah.

Pengelolaan keuangan daerah yang baik akan berpengaruh terhadap

kemajuan suatu daerah. Pengelolaan keuangan daerah yang dilakukan secara

ekonomis, efisien, dan efektif atau memenuhi prinsip value for money serta

partisipasi, transparansi, akuntabilitas, dan keadilan akan dapat mendorong

pertumbuhan ekonomi. Pengelolaan keuangan daerah yang baik tidak hanya

membutuhkan sumber daya manusia yang handal, tetapi juga harus didukung oleh

Page 17: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

3

kemampuan keuangan daerah yang memadai. Tingkat kemampuan keuangan

daerah salah satunya dapat diukur dari besarnya penerimaan daerah, khususnya

pendapatan asli daerah. Upaya pemerintah daerah dalam menggali kemampuan

keuangan daerah dapat dilihat dari kinerja keuangan daerah yang diukur

menggunakan analisis rasio keuangan pemerintah daerah. Pengukuran kinerja

keuangan pada pemerintah daerah juga digunakan untuk menilai akuntabilitas dan

kemampuan keuangan daerah dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Dengan

demikian maka suatu daerah yang kinerja keuangannya dinyatakan baik berarti

daerah tersebut memiliki kemampuan keuangan untuk membiayai pelaksanaan

otonomi daerah.

Namun demikian, pemerintah daerah, dalam proses menuju peningkatan

kemampuan keuangan tersebut, terutama dari segi pembiayaan penyelenggaraan

pemerintahan dan pembangunan masih dirasakan kurang. Hal ini tercermin dari

peranan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Anggaran Pendapatan dan

Belanja Daerah (APBD) pada sebagian besar pemerintah daerah yang dirasakan

masih rendah. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hirawan, bahwa selama ini

Pendapatan Asli Daerah secara keseluruhan masih merupakan bagian yang relatif

kecil dan bahkan hanya sekitar 4 persen dari keseluruhan penerimaan negara

(Insukindro, dkk, 1994 : 2)

PAD yang diperoleh dan dipungut oleh pemerintah daerah berdasarkan

peraturan daerah berdasarkan peraturan perundang-undangn. PAD meliputi: Pajak

Daerah, Retribusi Daerah, Bagian Laba Perusahaan Daerah, dan Lain-lain PAD

Yang Sah. Komponen PAD yang memberikan kontribusi penerimaan terbesar

Page 18: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

4

adalah pajak daerah dan retribusi daerah. Pemerintah daerah hendaknya

mempunyai pengetahuan dan kemampuan, serta dapat mengidentifikasikan

tentang sumber-sumber pendapatan asli daerah yang potensial. Dengan tidak

memperhatikan dan mengelola pajak daerah dan retribusi daerah yang potensial

maka pengelolaan tidak akan efektif, efisien dan ekonomis. Pada akhirnya akan

merugikan masyarakat dan pemerintah daerah sebagai pemungut karena pajak dan

retribusi tidak mengenai sasaran dan realisasi terhadap penerimaan daerah tidak

optimal.

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja keuangan daerah

dapat digunakan sebagai dasar penilaian kesuksesan pemerintah daerah dalam

menjalankan otonomi daerah. Setiaji dan Adi (2007), menggunakan tingkat

kemampuan keuangan daerah yang diukur dengan kinerja pendapatan asli daerah.

Sedangkan Adi (2005) menggunakan pertumbuhan ekonomi daerah memasuki era

otonomi untuk membedakan tingkat kesiapan daerah, hasilnya bahwa kinerja

keuangan daerah memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.

Dalam menyusun anggaran, pemerintah daerah dituntut untuk kreatif dan

inovatif, karena pada umumnya penganggaran akan menghadapi masalah

pengalokasian. Masalah pengalokasian ini terutama terkait dengan sumber daya.

Dengan sumber daya yang terbatas, pemerintah daerah harus dapat

mengalokasikan penerimaan yang diperoleh untuk belanja daerah yang bersifat

produktif. Belanja daerah merupakan perkiraan beban pengeluaran daerah yang

dialokasikan secara adil dan merata agar relatif dapat dinikmati oleh seluruh

Page 19: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

5

kelompok masyarakat tanpa diskriminasi, khususnya dalam pemberian pelayanan

umum.

Rasio belanja modal terhadap total belanja daerah mencerminkan porsi

belanja daerah yang dibelanjakan untuk belanja modal. Belanja Modal ditambah

belanja barang dan jasa, merupakan belanja pemerintah yang diharapkan memiliki

pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi suatu daerah, selain dari

sektor swasta, rumah tangga, dan luar negeri. Oleh karena itu, semakin tinggi

angka rasionya, semakin baik pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi.

Sebaliknya, semakin rendah angkanya, semakin buruk pengaruhnya terhadap

pertumbuhan ekonomi. Kecenderungan belanja daerah se-Provinsi Bali untuk

periode tahun 2003 - 2005 disajikan pada Gambar 1.1 sebagai berikut:

-

200,000,000.00

400,000,000.00

600,000,000.00

800,000,000.00

dalam Rp000

2003

2004

2005

Gambar 1.1 : Grafik Kecenderungan Belanja Pemerintah Daerah

Kabupaten/Kota se-Provinsi Bali Periode 2003-2005

Gambar 1.1 menunjukkan bahwa kecenderungan belanja pemerintah

daerah kabupaten/kota se-Provinsi Bali periode tahun 2003 s.d. 2005, secara

Page 20: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

6

umum mengalami fluktuasi, kecuali Belanja Pemerintah Kabupaten Badung,

Bangli, dan Pemerintah Kabupaten Karangasem, yang terus mengalami

peningkatan. Untuk Pemerintah Kabupaten Badung, belanja daerah pada Tahun

2003 sebesar Rp456.479.350.000,00, Tahun 2004, mengalami peningkatan,

sehingga menjadi Rp549.833.710.000,00, pada Tahun 2005, jumlah ini terus

meningkat sehingga mencapai Rp700.381.720.000,00. Belanja Daerah Pemerintah

Kabupaten Bangli pada Tahun 2003 adalah sebesar Rp181.840.560.000,00, pada

Tahun 2004, nilai total belanja daerah meningkat menjada Rp183.671.010.000,00,

dan pada Tahun 2005 terus mengalami peningkatan, sehingga menjadi Rp

196.920.490.000,00. Belanja Daerah Pemerintah Kabupaten Karangasem pada

Tahun 2003 sebesar Rp247.036.260.000,00, Tahun 2004 mengalami peningkatan

menjadi sebesar Rp254.458.480.000,00, dan pada tahun 2005 terus mengalami

peningkatan, sehingga mencapai Rp255.627.050.000,00.

Pertumbuhan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB), sebagai tolok

ukur pertumbuhan suatu ekonomi regional juga tidak bisa lepas dari peran

pengeluaran pemerintah di sektor layanan publik. Pengeluaran pemerintah daerah

diukur dari total belanja operasional dan belanja modal yang dialokasikan dalam

anggaran daerah. Semakin besar pengeluaran pemerintah daerah yang produktif,

maka semakin memperbesar tingkat perekonomian suatu daerah.

Pertumbuhan ekonomi merupakan kemampuan suatu daerah dalam

menyediakan kebutuhan akan barang dan jasa kepada masyarakat dalam jumlah

yang banyak, sehingga memungkinkan untuk kenaikan standar hidup. Tiga faktor

atau komponen utama pertumbuhan ekonomi, yaitu akumulasi modal,

pertumbuhan penduduk, dan hal-hal yang berhubungan dengan kenaikan jumlah

Page 21: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

7

angkatan kerja yang dianggap secara positif merangsang pertumbuhan ekonomi.

Kemajuan suatu daerah dapat ditunjukkan salah satunya dengan pertumbuhan

ekonomi yang baik, di mana salah satu faktor yang memengaruhi pertumbuhan

ekonomi adalah investasi yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah. Untuk dapat

meningkatkan investasi, maka kemampuan keuangan daerah juga harus memadai.

Indikator besar kecilnya investasi daerah adalah tingginya rasio belanja modal

dalam APBD. Alokasi belanja modal pada pemerintah daerah juga dipengaruhi

oleh baik tidaknya kinerja keuangan daerah, seperti derajat desentralisasi,

ketergantungan keuangan, kemandirian keuangan, efektivitas Pendapatan Asli

Daerah (PAD), dan derajat kontribusi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

Dengan demikian terdapat keterkaitan antara pertumbuhan ekonomi daerah

dengan alokasi belanja modal serta kinerja keuangan. Secara empiris belum

banyak bukti yang mengkaitkan langsung antara kinerja keuangan daerah dengan

pertumbuhan ekonomi daerah.

Selama tahun 2003-2005, secara umum laju pertumbuhan ekonomi

pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi Bali, mengalami peningkatan, kecuali

untuk tiga pemerintah kabupaten mengalami fluktuasi, yaitu Pemerintah

Kabupaten Jembrana, Pemerintah Kabupaten Tabanan, dan Pemerintah Kabupaten

Buleleng. Pada Tahun 2003, pertumbuhan ekonomi Kabupaten Jembrana sebesar

12,03%, pada tahun 2004, mengalami penurunan, sehingga menjadi 10,59%,

tetapi pada tahun 2005, kembali mengalami peningkatan, sehingga menjadi

16,08%. pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tabanan sebesar 10,23%, pada tahun

2004, mengalami penurunan, sehingga menjadi 9,83%, tetapi pada tahun 2005,

Page 22: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

8

kembali mengalami peningkatan, sehingga menjadi 20,91%. Pertumbuhan

ekonomi Kabupaten Buleleng sebesar 11,42%, pada tahun 2004, mengalami

penurunan, sehingga menjadi 9,29%, tetapi pada tahun 2005, kembali mengalami

peningkatan, sehingga menjadi 15,76%. Laju pertumbuhan ekonomi tersebut

untuk seluruh kabupaten/kota se-provinsi Bali dapat disajikan pada Gambar 1.2

sebagai berikut:

200320042005

-

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

2003

2004

2005

Sumber: BPS Provinsi Bali (diolah)

Gambar 1.2 : Grafik Laju Pertumbuhan Ekonomi Pemerintah Kabupaten/Kota Se-Provinsi Bali Tahun 2003-2005

Memperhatikan informasi yang tersaji pada Grafik 2, dimana secara umum

laju pertumbuhan ekonomi pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi Bali

mengalami peningkatan, kecuali untuk tiga pemerintah daerah yang berfluktuasi,

dan dikaitkan dengan informasi tentang kecenderungan belanja pemerintah

kabupaten/kota se-Provinsi Bali yang disajikan pada Grafik 1, yang cenderung

berfluktuasi, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh

Page 23: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

9

kinerja keuangan terhadap alokasi belanja modal dan pertumbuhan ekonomi

pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi Bali.

Penelitian ini difokuskan untuk mengetahui peran kinerja keuangan daerah

dalam mempengaruhi keputusan pengalokasian anggaran belanja modal dan

pertumbuhan ekonomi. Memang banyak faktor yang dapat mempengaruhi proses

penyusunan anggaran hingga munculnya masalah-masalah keagenan, di antaranya

kondisi keuangan daerah, kepentingan pribadi (private interest), kepentingan

politik, perilaku oportunistik, moral hazard, dan sebagainya. Namun dari sekian

banyak faktor, yang mudah diukur (observable) adalah faktor yang berasal dari

keuangan daerah itu sendiri, jadi penelitian ini akan mengambil variabel yang

berasal dari keuangan daerah, yaitu kinerja keuangan daerah. Kinerja keuangan

daerah dalam penelitian ini diukur berdasarkan derajat desentralisasi,

ketergantungan keuangan, kemandirian keuangan, efektifitas PAD, dan derajat

kontribusi BUMD. Alokasi belanja modal merupakan anggaran untuk

memperoleh aset tetap dan aset lainnya yang memberikan manfaat lebih dari satu

periode akuntansi, sedangkan pertumbuhan ekonomi pada penelitian ini diukur

dengan PDRB.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas , maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah:

1) Apakah derajat desentralisasi pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi Bali

secara langsung berpengaruh positif signifikan terhadap alokasi belanja

modal?

Page 24: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

10

2) Apakah ketergantungan keuangan pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi

Bali secara langsung berpengaruh negatif signifikan terhadap alokasi

belanja modal?

3) Apakah kemandirian keuangan pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi

Bali secara langsung berpengaruh positif signifikan terhadap alokasi

belanja modal?

4) Apakah efektifitas PAD pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi Bali

secara langsung berpengaruh positif signifikan terhadap alokasi belanja

modal?

5) Apakah derajat kontribusi BUMD pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi

Bali secara langsung berpengaruh positif signifikan terhadap alokasi

belanja modal?

6) Apakah alokasi belanja modal pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi Bali

secara langsung berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi?

7) Apakah derajat desentralisasi pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi Bali

secara tidak langsung berpengaruh positif signifikan terhadap

pertumbuhan ekonomi?

8) Apakah ketergantungan keuangan pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi

Bali secara tidak langsung berpengaruh negatif signifikan terhadap

pertumbuhan ekonomi?

9) Apakah kemandirian keuangan pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi

Bali secara tidak langsung berpengaruh positif signifikan terhadap

pertumbuhan ekonomi?

Page 25: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

11

10) Apakah efektifitas PAD pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi Bali

secara tidak langsung berpengaruh positif signifikan terhadap

pertumbuhan ekonomi?

11) Apakah derajat kontribusi BUMD pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi

Bali secara tidak langsung berpengaruh positif signifikan terhadap

pertumbuhan ekonomi?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

1) Untuk menguji dan memperoleh bukti empiris pengaruh langsung

komponen kinerja keuangan pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi Bali

terhadap alokasi belanja modal.

2) Untuk menguji dan memperoleh bukti empiris pengaruh langsung

alokasi belanja modal pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi Bali

terhadap pertumbuhan ekonomi.

3) Untuk menguji dan memperoleh bukti empiris pengaruh tidak langsung

komponen kinerja keuangan pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi Bali

terhadap pertumbuhan ekonomi.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan akan memberikan faedah atau manfaat sebagai

berikut:

1) Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi

Page 26: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

12

pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya yang terkait dengan kinerja

keuangan daerah, alokasi belanja modal, dan pertumbuhan ekonomi.

2) Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi

para pengambil kebijakan di jajaran pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi

Bali dalam menetapkan kebijakan pembangunan ekonomi daerah, khususnya

masalah kinerja keuangan dan alokasi belanja modal.

Page 27: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

13

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kinerja Keuangan

Kinerja adalah sebuah kata dalam bahasa Indonesia dari kata dasar yang

menterjemahkan kata dari bahasa asing prestasi. Bisa pula berarti hasil kerja. Kata

kinerja (performance) dalam konteks tugas, sama dengan prestasi kerja.

Pengertian kinerja dalam organisasi merupakan jawaban dari berhasil atau

tidaknya tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Pengertian kinerja

(performance) adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu

kegiatan program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi

organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi.

Permendagri No. 13 Tahun 2006 menyebutkan pengertian kinerja sebagai

berikut, kinerja adalah keluaran/hasil dari kegiatan /program yang akan atau telah

dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas

yang terukur. Dari berbagai pengertian tersebut, kinerja menekankan apa yang

dihasilkan dari fungsi-fungsi suatu pekerjaan. Bila disimak lebih lanjut apa yang

terjadi dalam sebuah pekerjaan adalah suatu proses yang mengolah input menjadi

output (hasil kerja).

Pengukuran kinerja adalah suatu metode atau alat yang digunakan untuk

mencatat dan menilai pencapaian pelaksanaan kegiatan berdasarkan tujuan,

sasaran dan strategi. Pandangan tradisional terhadap pengukuran kinerja

organisasi sering hanya menekankan pada minimisasi biaya (input), misalnya

Page 28: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

14

dengan penghematan biaya operasional. Sistem pengukuran kinerja modern selain

menilai input dan output juga menilai tingkat fleksibilitas organisasi melayani

pelanggan. Dalam melakukan pengukuran kinerja pada pemerintah sudah

selayaknya meninggalkan pandangan tradisional dan beralih pada pandangan

modern. Hal ini karena semua jasa dan produk yang dihasilkan pemerintah

Kinerja merupakan pencapaian atas apa yang direncanakan, baik oleh pribadi

maupun organisasi. Apabila pencapaian sesuai dengan yang direncanakan, maka

kinerja yang dilakukan terlaksana dengan baik. Apabila pencapaian melebihi dari

apa yang direncanakan dapat dikatakan kinerjanya sangat bagus. Apabila

pencapaian tidak sesuai dengan apa yang direncanakan atau kurang dari apa yang

direncanakan, maka kinerjanya jelek. Secara umum, tujuan pengukuran kinerja

adalah:

a) Untuk mengkomunikasikan strategi secara lebih baik

b) Untuk mengukur kinerja finansial dan nonfinansial secara berimbang,

sehingga dapat ditelusur perkembangan pencapaian strategi.

c) Untuk mengakomodasi pemahaman kepentingan manajer level menengah

dan bawah serta memotivasi untuk mencapai kesesuaian tujuan.

d) Sebagai alat untuk mencapai kepuasan berdasarkan pendekatan individual

dan kemampuan kolektif yang rasional.

Disamping tujuan, pengukuran kinerja juga memiliki beberapa manfaat.

Manfaat pengukuran kinerja antara lain:

a) Memberikan pemahaman mengenai ukuran yang digunakan untuk menilai

kinerja manajemen.

Page 29: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

15

b) Memberikan arah untuk mencapai target kinerja yang telah ditetapkan.

c) Untuk memonitor dan mengevaluasi pencapaian kinerja dan

membandingkannya dengan target kinerja serta melakukan tindakan

kolektif untuk memperbaikinya.

d) Sebagai dasar untuk memberikan penghargaan dan hukuman secara

obyektif atas pencapaian prestasi yang diukur sesuai dengan sistem

pengukuran kinerja yang telah disepakati.

e) Sebagai alat komunikasi antara bawahan dan pimpinan dalam rangka

memperbaiki kinerja organisasi.

Kinerja keuangan adalah suatu ukuran kinerja yang menggunakan indikator

keuangan. Analisis kinerja keuangan pada dasarnya dilakukan untuk menilai

kinerja di masa lalu dengan melakukan berbagai analisis, sehingga diperoleh

posisi keuangan yang mewakili realitas entitas dan potensi-potensi kinerja yang

akan berlanjut. Menurut Halim (2008) analisis keuangan adalah usaha

mengidentifikasi ciri-ciri keuangan berdasarkan laporan keuangan yang tersedia.

Dalam organisasi pemerintah untuk mengukur kinerja keuangan ada beberapa

ukuran kinerja, yaitu derajat desentralisasi, ketergantungan keuangan, rasio

kemandirian keuangan daerah, rasio efektivitas, rasio efisiensi, rasio keserasian,

debt service coverage ratio, dan pertumbuhan.

2.1.1 Derajat Desentralisasi

Derajat desentralisasi menunjukkan derajat kontribusi PAD terhadap total

pendapatan daerah. Semakin tinggi kontribusi PAD, maka semakin tinggi

Page 30: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

16

kemampuan daerah dalam penyelenggaraan desentralisasi. Derajat desentralisasi

dihitung dengan formula sebagai berikut (BPKP, 2012):

PAD Derajat Desentralisasi = x 100% ………..(1)

Total Pendapatan Daerah

2.1.2 Ketergantungan Keuangan

Ketergantungan keuangan dihitung dengan membandingkan jumlah

pendapatan transfer dengan total pendapatan daerah. Semakin tinggi rasio ini

maka semakin besar ketergantungan daerah terhadap pemerintah pusat/provinsi.

Ketergantungan keuangan dihitung dengan formula sebagai berikut (BPKP,

2012):

Pendapatan Transfer Ketergantungan = x 100% ………………(2) Keuangan Total Pendapatan Daerah

2.1.3 Kemandirian Keuangan

Rasio kemandirian keuangan daerah (otonomi fiskal) menunjukkan

kemampuan daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan,

pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan

retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Rasio kemandirian

keuangan daerah menggambarkan ketergantungan daerah terhadap sumber dana

eksternal. Semakin tinggi rasio kemandirian, mengandung arti bahwa tingkat

ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak eksternal (terutama pemerintah

pusat dan provinsi) semakin rendah, dan demikian pula sebaliknya. Rasio

Page 31: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

17

kemandirian juga menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat dalam

pembangunan daerah. Semakin tinggi rasio kemandirian, semakin tinggi

partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah yang

merupakan komponen utama PAD. kemandirian keuangan daerah dihitung dengan

formula sebagai berikut (BPKP, 2012):

PAD Kemandirian = x 100% ………………(3) Keuangan Transfer Pusat + Provinsi + Pinjaman

2.1.4 Efektivitas PAD

Rasio efektivitas menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam

merealisasikan PAD yang direncanakan, dibandingkan dengan target yang

ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah. Kemampuan pemerintah daerah dalam

menjalankan tugas dan fungsinya dikategorikan efektif apabila rasio yang dicapai

minimal sebesar satu atau 100%. Namun demikian, semakin tinggi rasio

efektivitas, maka kemampuan pemerintah daerah pun semakin baik. Pengertian

efektivitas berhubungan dengan derajat keberhasilan suatu operasi pada sektor

publik, sehingga suatu kegiatan dikatakan efektif jika kegiatan tersebut

mempunyai pengaruh besar terhadap kemampuan menyediakan pelayanan

masyarakat yang merupakan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Semakin

besar realisasi penerimaan PAD dibanding target penerimaan PAD, maka dapat

dikatakan semakin efektif, begitu pula sebaliknya. Nilai efektivitas diperoleh dari

perbandingan sebagaimana tersebut di atas, diukur dengan kriteria penilaian

kinerja keuangan (Medi, 1996 dalam Budiarto, 2007). Apabila persentase kinerja

Page 32: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

18

keuangan di atas 100 persen dapat dikatakan sangat efektif, 90 - 100 persen adalah

efektif, 80 – 90 persen adalah cukup efektif, 60– 80 persen adalah kurang efektif

dan kurang dari 60 persen adalah tidak efektif.

Untuk memperoleh ukuran yang lebih baik, rasio efektivitas perlu

disandingkan dengan rasio efisiensi yang dicapai pemerintah daerah. Rasio

efisiensi adalah rasio yang menggambarkan perbandingkan antara besarnya biaya

yang dikeluarkan untuk memperoleh PAD dengan realisasi PAD yang diterima.

Semakin kecil rasio efisiensi berarti kinerja pemerintah daerah semakin baik.

Untuk itu perlu dihitung secara cermat besarnya biaya yang dikeluarkan untuk

merealisasikan seluruh PAD yang diterima tersebut efisien atau tidak. Hal tersebut

perlu dilakukan karena meskipun pemerintah daerah berhasil merealisasikan

pendapatan sesuai target, namun jika ternyata biaya yang dikeluarkan untuk

merealisasikan target penerimaan PAD lebih besar dari realisasi pendapatan itu

sendiri, maka berarti pemerintah daerah belum efisien. Rasio efisiensi juga

menggambarkan perbandingan antara output dan input atau realisasi pengeluaran

dengan realisasi penerimaan daerah. Semakin kecil rasio ini, maka semakin

efisien, begitu pula sebaliknya. Rasio efektivitas dihitung dengan formula

sebagai berikut (Halim, 2002):

Realisasi PAD Efektivitas PAD = x 100% ………………(4) Target PAD

Pada sektor pelayanan publik, suatu kegiatan dikatakan telah dikerjakan

secara efisien jika pelaksanaan pekerjaan tersebut telah mencapai hasil (output)

dengan biaya (input) yang terendah atau dengan biaya minimal diperoleh hasil

Page 33: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

19

yang diinginkan. Khusus dalam bidang keuangan daerah, penilaian efisiensi

keuangan dilakukan dengan melakukan perbandingan antara realisasi pengeluaran

dan realisasi penerimaan. Apabila kinerja keuangan di atas 100 persen ke atas

dapat dikatakan tidak efisien, 90– 100 persen adalah kurang efisien, 80 – 90

persen adalah cukup efisien, 60– 80 persen adalah efisien dan dibawah dari 60

persen adalah sangat efisien. Faktor penentu efisiensi dan efektivitas sebagai

berikut: a) faktor sumber daya, baik sumber daya manusia seperti tenaga kerja,

kemampuan kerja, maupun sumber daya fisik seperti peralatan kerja, tempat

bekerja, serta dana keuangan; b) faktor struktur organisasi, yaitu susunan yang

stabil dari jabatan-jabatan, baik itu struktural maupun fungsional; c) faktor

teknologi pelaksanaan pekerjaan; d. faktor dukungan kepada aparatur dan

pelaksanaannya, baik pimpinan maupun masyarakat; e) faktor pimpinan dalam

arti kemampuan untuk mengkombinasikan keempat faktor tersebut kedalam suatu

usaha yang berdaya guna dan berhasil guna untuk mencapai sasaran yang

dimaksud.

2.1.5 Derajat Kontribusi BUMD

Derajat kontribusi BUMD digunakan untuk mengetahui tingkat

kontribusi perusahaan daerah dalam mendukung pendapatan daerah. Rasio ini

dihitung dengan formula sebagai berikut (BPKP, 2012):

Penerimaan Bagian Laba BUMD Derajat Kontribusi = x 100% ……….(5) BUMD Penerimaan PAD

Page 34: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

20

2.2 Belanja Modal

Belanja modal adalah pengeluaran pemerintah daerah yang manfaatnya lebih

dari satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah dan

berakibat menambah belanja yang bersifat rutin. Belanja modal diklasifikasikan

dalam dua kelompok, kelompok pertama adalah belanja publik yaitu belanja yang

manfaatnya dapat langsung dinikmati masyarakat misalnya: pembangunan

jembatan, pembelian mobil ambulan untuk umum dan Iain-lain. Kelompok kedua

adalah belanja aparatur yaitu belanja yang manfaatnya tidak dinikmati langsung

oleh masyarakat tetapi dapat dirasakan langsung oleh aparatur misalnya:

pembangunan gedung dewan, pembelian mobil dinas dan lain-lain. Hampir semua

anggaran belanja modal mengandung komitmen adanya pengeluaran dalam

jangka yang cukup panjang.

Belanja modal sangat erat kaitannya dengan investasi yang dilakukan oleh

pemerintah daerah. Halim (2008) menyatakan bahwa kata investasi dapat

diartikan macam-macam tergantung pada titik padang atau konteks

mengartikannya. Dalam bahasa ekonomi makro investasi dapat diartikan berbeda

dengan bahasa ekonomi mikro, dan dapat berbeda pula dengan bahasa akuntansi.

Dalam bahasa akuntansi pada konteks jenis belanja/biaya, investasi dapat

dimunculkan dari adanya perbedaan antara revenue expenditure dan capital

expenditure. Investasi termasuk dalam pengertian belanja modal adalah capital

expenditure, yang didefmisikan sebagai belanja/biaya/pengeluaran yang memberi

manfaat lebih dari satu tahun.

Page 35: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

21

Dalam PP No. 58 Tahun 2005 disebutkan bahwa belanja modal adalah

pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/pengadaan aset tetap dan

aset lainnya yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk

digunakan dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan

dan mesin, gedung dan bangunan, jaringan, buku perpustakaan dan hewan. Dalam

Permendagri No. 13 Tahun 2006 belanja modal didefinisikan sebagai pengeluaran

yang dilakukan dalam rangka pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap

berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk

digunakan dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan

dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap

lainnya.

Menurut PP Nomor 71 Tahun 2010, belanja modal merupakan belanja

Pemerintah Daerah yang manfaatnya melebihi 1 tahun anggaran dan akan

menambah aset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja

yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan pada kelompok belanja operasional.

Belanja modal digunakan untuk memperoleh aset tetap pemerintah daerah seperti

peralatan, infrastruktur, dan harta tetap lainnya. Cara mendapatkan belanja modal

dengan membeli melalui proses lelang atau tender.

Aset tetap yang dimiliki pemerintah daerah sebagai akibat adanya belanja modal

merupakan syarat utama dalam memberikan pelayanan publik. Untuk menambah aset

tetap, pemerintah daerah mengalokasikan dana dalam bentuk anggaran belanja modal

dalam APBD. Setiap tahun diadakan pengadaan aset tetap oleh pemerintah daerah

Page 36: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

22

sesuai dengan prioritas anggaran dan pelayanan publik yang memberikan dampak

jangka panjang secara financial.

Sedangkan menurut PSAP Nomor 2, Belanja Modal adalah pengeluaran

anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih

dari satu periode akuntansi. Selanjutnya pada pasal 53 ayat 2 Permendagri Nomor

59 Tahun 2007 ditentukan bahwa nilai aset tetap berwujud yang dianggarkan

dalam belanja modal sebesar harga beli/bangun aset ditambah seluruh belanja

yang terkait dengan pengadaan/ pembangunan aset sampai aset tersebut siap

digunakan. Kemudian pada pasal 53 ayat 4 Permendagri Nomor 59 Tahun 2007

disebutkan bahwa Kepala Daerah menetapkan batas minimal kapitalisasi sebagai

dasar pembebanan belanja modal selain memenuhi batas minimal juga

pengeluaran anggaran untuk belanja barang tersebut harus memberi manfaat lebih

satu periode akuntansi bersifat tidak rutin. Ketentuan hal ini sejalan dengan PP 24

Tahun 2004 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan khususnya PSAP No 7,

yang mengatur tentang akuntansi aset tetap. Belanja modal merupakan

pengeluaran anggaran yang digunakan dalam rangka memperoleh atau menambah

aset tetap dan aset lainnya yang memberikan manfaat lebih dari satu periode

akuntansi serta melebihi batasan minimal kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya

yang ditetapkan pemerintah.

Menurut Halim (2004:73), belanja modal merupakan belanja Pemerintah

Daerah yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset

atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin

seperti biaya pemeliharaan pada kelompok belanja operasional. Belanja modal

Page 37: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

23

dapat juga disimpulkan sebagai pengeluaran yang dilakukan dalam rangka

pembentukan modal yang sifatnya menambah aset tetap/inventaris yang

memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi, termasuk didalamnya

adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau

menambah masa manfaat, rneningkatkan kapasitas dan kualitas asset

2.3 Pertumbuhan Ekonomi

Secara umum pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai perkembangan

kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang

diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat.

Pertumbuhan ekonomi dapat juga diartikan sebagai kenaikan Gross Domestic

Product (GDP) atau Gross National Product (GNP) tanpa memandang apakah

kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk atau

apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak (Arsyad, 1999). Todaro

(1997) dalam Adi (2007) secara spesifik menyebutkan ada tiga faktor atau

komponen utama pertumbuhan ekonomi, yaitu akumulasi modal, pertumbuhan

penduduk, dan hal-hal yang berhubungan dengan kenaikan jumlah angkatan kerja

yang dianggap secara positif merangsang pertumbuhan ekonomi.

Pertumbuhan ekonomi juga didefinisikan sebagai meningkatnya kegiatan

ekonomi pada suatu daerah yang akan berdampak pada tingkat kemakmuran dan

kemandirian daerah. Pertumbuhan ini akan terjadi apabila seluruh pemangku

kepentingan di daerah bekerjasama dalam meningkatkan kualitas kegiatan

ekonomi seperti meningkatkan investasi. Dalam upaya peningkatan kemandirian

daerah juga dituntut untuk mengoptimalkan potensi pendapatan yang dimiliki dan

Page 38: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

24

salah satunya dengan memberikan proporsi belanja modal yang lebih besar untuk

pembangunan di sektor-sektor yang produktif.

Salah satu faktor yang dapat mendorong semakin tingginya kemampuan

keuangan daerah adalah pertumbuhan ekonomi. Saragih (2003) mengemukakan

bahwa kenaikan PAD merupakan ekses dari pertumbuhan ekonomi. Sependapat

dengan hal itu, Bappenas (2004) menyatakan bahwa pertumbuhan PAD

seharusnya sensitif terhadap pertumbuhan ekonomi. Kedua pendapat ini

menyiratkan perlunya prioritasi kebijakan yang lebih tinggi terhadap upaya-upaya

untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi daripada kebijakan yang lebih

menekankan pada upaya peningkatan PAD secara langsung.

Page 39: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

25

BAB III

KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting tolok ukur

keberhasilan pembangunan ekonomi pada suatu negara yang menggambarkan

telah terjadinya peningkatan barang dan jasa yang dihasilkan sebagai syarat yang

diperlukan bagi proses pembangunan. Simon Kuznets dalam Todaro (2003),

mengungkapkan bahwa peningkatan investasi fisik maupun sumberdaya manusia

yang dapat meningkatkan produktivitas merupakan sumber utama bagi

pertumbuhan ekonomi.

Menurut teori pertumbuhan ekonomi Neo Klasik Solow-Swan dalam

Sukirno (2006), faktor-faktor yang berperan dalam mendorong pertumbuhan

ekonomi yaitu tenaga kerja, akumulasi modal serta tingkat kemajuan teknologi.

Pengeluaran pemerintah untuk pembelian barang dan jasa bagi pemenuhan

pelayanan publik merupakan salah satu komponen pembentuk GDP yang akan

menyebabkan adanya pertukaran output barang dan jasa dalam perekonomian.

Menurut Tambunan (2011), pengeluaran pemerintah merupakan bagian dari

kebijakan fiskal pemerintah yang bertujuan untuk memacu pertumbuhan ekonomi.

Pengeluaran pemerintah dalam bentuk alokasi belanja modal didasarkan pada

kebutuhan sarana dan prasarana baik untuk kelancaran pelaksanaan tugas

pemerintahan maupun untuk fasilitas publik berupa tanah, peralatan dan mesin,

gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya. Melalui

Page 40: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

26

peningkatan belanja modal APBD tersebut diharapkan menjadi faktor pendorong

timbulnya berbagai investasi baru di daerah dalam mengoptimalkan pemanfaatan

berbagai sumberdaya untuk kegiatan produksi, sehingga pada akhirnya dapat

meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah.

Halim dan Abdullah (2006), menunjukkan bahwa pengalokasian belanja

modal berkaitan dengan ketersediaan pendanaan dari pendapatan daerah.

Sementara Sularso dan Restianto (2011), memperlihatkan bahwa alokasi belanja

modal berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi, sehingga anggaran

yang dialokasikan dapat menjadi stimulus terhadap perekonomian.

Dalam rangka pelaksanaan desentralisasi fiskal, Pemerintah melakukan

transfer dana APBN kepada daerah berupa Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk

membiayai kegiatan khusus prioritas nasional yang menjadi urusan daerah yang

diarahkan pada kegiatan yang bersifat investasi pembangunan berbagai sarana dan

prasarana pelayanan publik. Daerah penerima DAK memiliki kewajiban untuk

menyediakan dana pendamping dalam APBD minimal sebesar 10 persen dari

jumlah DAK yang diterima. Dengan demikian, peningkatan transfer berupa DAK

akan turut mendorong peningkatan alokasi belanja modal pada APBD.

Selain ditentukan oleh kemampuan pendanaan, alokasi belanja modal akan

ditentukan pula oleh kondisi ketersediaan infrastruktur daerah yang dihadapi,

diantaranya ketersediaan infrastruktur pendidikan dasar sebagai salah satu upaya

pemerintah dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Disamping itu,

alokasi belanja modal turut dipengaruhi oleh kebutuhan alokasi belanja lainnya

dalam APBD terutama pemenuhan kebutuhan belanja pegawai.

Page 41: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

27

Otonomi daerah berlaku di Indonesia berdasarkan UU 22/1999 (direvisi

menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintahan Daerah, dimana dalam otonomi

daerah, daerah berhak untuk mengatur dan mengurus rumah tangga di daerahnya

sendiri. Setiap daerah memiliki pemerintahan daerahnya sendiri yang menjalankan

kewenangannya sendiri yang tidak dapat diganggu gugat oleh daerah lain, baik

secara horisontal maupun vertikal. Konsekuensi logis diberlakukannya otonomi

daerah adalah menyebabkan diberlakukannya desentralisasi fiskal. Dengan desentralisasi

fiskal, maka pemerintah daerah mempunyai wewenang lebih luas dalam pengelolaan

keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah yang baik akan ditunjukkan dengan kinerja

keuangan yang baik pula. Kinerja keuangan akan dapat meningkatkan alokasi belanja

modal pemerintah daerah untuk menyediakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh

masyarakat. Alokasi belanja modal yang memadai akan memberikan kontribusi terhadap

pertumbuhan ekonomi daerah. Kinerja keuangan yang baik juga diharapkan dapat

digunakan sebagai alternatif alat untuk memprediksi kontribusi anggaran pemerintah

daerah terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.

Penelitian sebelumnya yang menganalisis hubungan belanja modal

pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi diantaranya Alexiou (2009), bahwa

pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh belanja modal pemerintah, belanja

konsumsi pemerintah, investasi swasta, tenaga kerja, perdagangan bebas, serta

bantuan luar negeri. Penelitian Darwanto dan Yustikasari menemukan bahwa

pendapatan asli daerah, dan dana alokasi umum berpengaruh positif terhadap

belanja modal dalam APBD. Sementara pada penelitian Sularso dan Restianto

(2011) hubungan antara belanja modal dan pertumbuhan ekonomi disusun dalam

Page 42: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

28

bentuk simultan dimana kinerja keuangan daerah berupa derajat desentralisasi,

ketergantungan keuangan, efektivitas PAD dan derajat kontribusi BUMD

berpengaruh terhadap alokasi belanja modal dan belanja modal berpengaruh

terhadap pertumbuhan ekonomi. Penelitian Purbadharmaja (2006) dan Sodik

(2007) yang menunjukkan pengeluaran pemerintah memberi kontribusi nyata dan

positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Rahayu (2004) menunjukkan bahwa

pengeluaran pemerintah untuk investasi publik menghasilkan dampak positif yang

signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan uraian di atas maka

kerangka berpikir dalam penelitian ini seperti ditunjukkan pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Kerangka Berpikir

Kajian Empiris

Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap Alokasi Belanja Modal dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di

Bali

Kajian Teoritis

- Kinerja Keuangan (Halim, 2007,2008 dan BPKP, 2012)

- Belanja Modal (Halim, 2002, Permendagri no 13, PP 24 dan 58)

- Pertumbuhan Ekonomi (Adi, 2005)

- Rahayu (2004) - Halim dan Abdullah (2006)

- Purbadharmaja (2006)

- Sodik (2007) - Alexiou (2009) - Darwanto dan Yustikasari (2009)

Rumusan Masalah

Hipotesis

Teknik Analisis

Hasil

Simpulan dan Saran

Page 43: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

29

3.2 Konsep, Kerangka, dan Model (Statistik) Penelitian

Berdasarkan rerangka berpikir yang telah dijelaskan sebelumnya,

kemudian disusunlah konsep, kerangka, dan model (statistik) penelitian yang

menjelaskan hubungan logis dari landasan teoritis dan kajian empiris yang telah

dijelaskan pada bagian sebelumnya. Konsep tersebut dapat disajikan dalam

Gambar 3.2 sebagai berikut:

Gambar 3.2 Konsep Penelitian

Kinerja Keuangan: - Derajat desentralisasi

(X1) - Ketergantungan

keuangan (X2)

- Kemandirian keuangan (X3)

- Efektivitas PAD (X4) - Derajat konribusi

BUMD (X5)

Alokasi Belanja Modal

(Y1)

Pertumbuhan Ekonomi

(Y2)

Page 44: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

30

Gambar 3.3 Kerangka Penelitian

Model Penelitian (Statistik)

Y1 =α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 + e ----------------------------------------------- (1)

Y2 = α 2 + + β6Y1 + e2 ----------------------------------------------------------- (2)

3.3 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teoritis dan hasil-hasil penelitian terdahulu, maka

hipotesis yang dikembangkan pada penelitian ini adalah:

H1: Derajat desentralisasi pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi Bali secara langsung

berpengaruh positif signifikan terhadap alokasi belanja modal.

Derajat

Desentralisasi

(X1)

Ketergantungan

Keuangan

(X2)

Kemandirian

Keuangan

(X3)

Efektivitas PAD

(X4)

Kontribusi BUMD

(X5)

Alokasi Belanja

Modal

(Y1)

Pertumbuhan

Ekonomi

(Y2)

e2 e1

P1

P4

P2

P3

P5

P6

Page 45: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

31

H2: Ketergantungan keuangan pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi Bali secara

langsung berpengaruh negatif signifikan terhadap alokasi belanja modal.

H3: Kemandirian keuangan pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi Bali secara langsung

berpengaruh positif signifikan terhadap alokasi belanja modal.

H4: Efektifitas PAD pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi Bali secara

langsung berpengaruh positif signifikan terhadap alokasi belanja modal.

H5: Derajat kontribusi BUMD pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi Bali secara

langsung berpengaruh positif signifikan terhadap alokasi belanja modal.

H6: Alokasi belanja modal pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi Bali secara

langsung berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.

H7: Derajat desentralisasi pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi Bali secara tidak

langsung berpengaruh positif signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.

H8: Ketergantungan keuangan pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi Bali secara tidak

langsung berpengaruh negatif signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.

H9: Kemandirian keuangan pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi Bali secara tidak

langsung berpengaruh positif signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.

H10: Efektifitas PAD pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi Bali secara tidak

langsung berpengaruh positif signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.

H11: Derajat kontribusi BUMD pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi Bali secara tidak

langsung berpengaruh positif signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.

Page 46: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

32

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian menjelaskan rencana dari struktur riset yang

mengarahkan proses dan hasil penelitian sedapat mungkin menjadi valid, objektif,

efisien, dan efektif. Pada bab sebelumnya telah dijelaskan latar belakang,

masalah, tujuan, manfaat, kajian pustaka dan kerangka berpikir. Tahapan

selanjutnya yang harus dilakukan dalam penelitian ini adalah mempersiapkan data

penelitian dan melakukan analisis, sehingga dapat ditarik kesimpulan sesuai

dengan hasil yang diperoleh, masalah, dan tujuan penelitian.

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari laporan

keuangan pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Bali pada Tahun 2008 s.d. 2013,

sedangkan data untuk tahun 2003 .s.d. 2007 diperoleh dari halaman situs

http://dpkd.depkeu.go.id. Penelitian menguji pengaruh langsung komponen

kinerja keuangan terhadap belanja modal, pengaruh langsung belanja modal

terhadap pertumbuhan ekonomi, dan pengaruh tidak langsung komponen kinerja

keuangan terhadap pertumbuhan ekonomi. Teknik analisis data yang digunakan

adalah dengan analisis jalur dan pengolahan Program Eviews.

Tahapan-tahapan penelitian disajikan dalam bentuk rancangan penelitian

seperti pada Gambar 4.1.

Page 47: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

33

Gambar 4.1 Rancangan Penelitian

Keterangan: : Hubungan antar elemen penelitian : Kesesuaian antara masalah penelitian dengan kesimpulan

Latar Belakang

Manfaat Penelitian

Tujuan Penelitian

Masalah Penelitian

Kuantitatif

Data Sekunder

Data Penelitian

Kajian Pustaka +

Kajian Empiris

Rancangan Penelitian

Kerangka Berpikir dan

Konsep - Kinerja

Keuangan

- Belanja Modal

- Pertumbuhan Ekonomi

Variabel Penelitian

Kesimpulan Penelitian

Hasil Pengujian dan pembahasan

Teknik Analisis Data

Saran dan implikasi

Page 48: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

34

4.2 Lokasi Penelitian, Ruang Lingkup dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada seluruh pemerintah kabupaten/kota di

Provinsi Bali pada Tahun 2014. Penelitian ini menganalisis pengaruh komponen

kinerja keuangan pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi Bali terhadap alokasi biaya

modal dan pertumbuhan ekonomi tahun 2006 s.d. 2013. Kinerja keuangan diukur

dengan derajat desentralisasi, ketergantungan keuangan, kemandirian keuangan,

efektivitas PAD, dan derajat kontribusi BUMD.

4.3 Identifikasi Variabel

Berdasarkan teori-teori dan hipotesis penelitian, maka variabel-variabel yang

digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1) Variabel bebas merupakan variabel yang memengaruhi atau yang menjadi

sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat (Sugiyono, 2008:59).

Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah kinerja keuangan

yang diproksikan dengan derajat desentralisasi, ketergantungan keuangan,

kemandirian keuangan, efektivitas PAD dan derajat kontribusi BUMD.

2) Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi

akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2008:59). Dalam penelitian

ini yang menjadi variabel terikat adalah belanja modal dan pertumbuhan

ekonomi.

4.4 Definisi Operasional Variabel

1) Derajat desentralisasi menunjukkan derajat kontribusi PAD terhadap

total pendapatan daerah. Semakin tinggi kontribusi PAD maka semakin

tinggi kemampuan daerah dalam penyelenggaraan desentralisasi.

Page 49: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

35

Derajat desentralisasi merupakan perbandingan antara PAD dengan

Total pendapatan daerah.

2) Ketergantungan keuangan dihitung dengan membandingkan jumlah

pendapatan transfer dengan total pendapatan daerah. Semakin tinggi

rasio ini maka semakin besar ketergantungan daerah terhadap

pemerintahpusat/propinsi.

3) Kemandirian keuangan adalah kemampuan daerah dalam membiayai

sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kepada

masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber

pendapatan yang diperlukan daerah. Rasio kemandirian keuangan daerah

diukur dengan membandingan PAD dengan transfer pusat, provinsi dan

pinjaman.

4) Efektivitas PAD adalah kemampuan pemerintah daerah dalam

merealisasikan PAD yang direncanakan dibandingkan dengan target

yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah. Rasio efektivitas

merupakan perbandingan antara realisasi PAD dengan target PAD.

5) Derajat kontribusi BUMD digunakan untuk mengetahui tingkat

kontribusi perusahaan daerah dalam mendukung pendapatan daerah.

Rasio merupakan perbandingan penerimaan bagian laba BUMD

dengan penerimaan PAD.

6) Alokasi Belanja Modal adalah alokasi pengeluaran anggaran untuk

perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari

Page 50: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

36

satu periode akuntansi, dibandingkan dengan total belanja dalam

APBD.

7) Pertumbuhan ekonomi daerah adalah kenaikan (GDP) atau PDRB tanpa

memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat

pertumbuhan penduduk atau apakah terjadi perubahan struktur ekonomi.

Laju pertumbuhan PDRB merupakan laju pertumbuhan dari tahun ke

tahun yang dihitung dengan membandingkan PDRB tahun t dikurangi

PDRD tahun t-1 dibagi dengan PDRB tahun t-1.

4.5 Jenis dan Sumber Data

4.5.1 Jenis Data

Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data

kuantitatif. Data Kuantitatif adalah data yang dinyatakan dalam bentuk angka,

yang merupakan hasil dari perhitungan dan pengukuran. Data Kuantitatif dalam

Penelitian ini berupa perhitungan rasio-rasio kinerja keuangan, belanja modal dan

pertumbuhan ekonomi pemerintah kabupaten/kota yang ada di Provinsi Bali.

4.5.2 Sumber Data

Penelitian menggunakan data sekunder berupa laporan keuangan

pemerintah kabupaten/kota se-provinsi Bali Tahun 2006 - 2013 yang disusun

berdasarkan PP No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan

dan/atau Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan

Keuangan Daerah serta data statistik ekonomi daerah.

Page 51: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

37

4.6 Populasi penelitian

Populasi penelitian adalah seluruh Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Bali.

Jadi jumlah objek penelitian sebanyak 72, yaitu sembilan pemerintah

kabupaten/kota se-Provinsi Bali, yang terdiri dari delapan kabupaten yaitu

Kabupaten Jembrana, Kabupaten Tabanan, Kabupaten Badung, Kabupaten

Gianyar, Kabupaten Klungkung, Kabupaten Karangasem, Kabupaten Bangli dan

Kabupaten Buleleng, serta satu pemerintah kota yaitu Pemerintah Kota Denpasar

dalam rentang waktu delapan tahun, yaitu tahun 2006 s.d. 2013.

4.7 Teknik Analisis Data

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan analisis jalur (path analysis)

dengan Program Eviews berdasarkan data sekunder, dimana metode ini menguji

secara bersama-sama model yang terdiri dari variabel independen dan variabel

dependen.

4.7.1 Pengujian Kesesuaian Model

1. Teknik analisis yang digunakan di dalam penelitian ini adalah analisis

regresi data panel dengan menggunakan alat uji statistik Eviews. Data

panel merupakan gabungan antara data silang (cross section) dengan

data runtut waktu (time series). Data panel diperkenalkan oleh Howles

pada tahun 1950. Data runtut waktu biasanya meliputi satu objek

(misalnya harga saham, kurs mata uang, atau tingkat inflasi), tetapi

meliputi beberapa periode (bisa harian, bulanan, kuartalan, tahunan, dan

sebagainya). Data silang terdiri atas beberapa atau banyak objek, sering

Page 52: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

38

disebut responden, (misal perusahaan) dengan beberapa jenis data (misal

laba, biaya iklan, laba ditahan, dan tingkat investasi).

Dalam pembahasan teknik estimasi model regresi data panel, ada tiga

teknil yang dapat digunakan, yaitu:

1) Model dengan metode OLS (common)

2) Model Fixed effect

3) Model Random effect

Commond Effect Model merupakan model sederhana yaitu

menggabungkan seluruh data time series dengan cross section,

selanjutnya dilakukan estimasi model dengan menggunakan OLS

(Ordinary Least Square). Model ini menganggap bahwa intersep dan

slop dari setiap variabel sama untuk setiap obyek observasi. Dengan

kata lain, hasil regresi ini dianggap berlaku untuk semua kabupaten/kota

pada semua waktu. Kelemahan model ini adalah ketidakseuaian model

dengan keadaan sebenarnya. Kondisi tiap obyek dapat berbeda dan

kondisi suatu obyek satu waktu dengan waktu yang lain dapat berbeda

Fixed Effect Model, salah satu kesulitan prosedur panel data adalah

bahwa asumsi intersep dan slope yang konsisten sulit terpenuhi. Untuk

mengatasi hal tersebut, yang dilakukan dalam panel data adalah dengan

memasukkan variabel boneka (dummy variable) untuk mengizinkan

terjadinya perbedaan nilai parameter yang berbeda-beda, baik lintas unit

(cross section) maupun antarwaktu (time series). Pendekatan dengan

Page 53: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

39

memasukkan variable boneka ini dikenal dengan sebutan model efek

tetap (fixed effect) atau Least Square Dummy Variable (LSDV).

Random Effect Model (REM), digunakan untuk mengatasi kelemahan

model efek tetap yang menggunakan dummy variable, sehingga model

mengalami ketidakpastian. Penggunaan dummy variable akan

mengurangi derajat bebas (degree of freedom) yang pada akhirnya akan

mengurangi efisiensi dari parameter yang diestimasi. REM

menggunakan residual yang diduga memiliki hubungan antawaktu dan

antarindividu, sehingga REM mengasumsikan bahwa setiap individu

memiliki perbedaan intersep yang merupakan variabel acak.

4.7.2 Metode Pemilihan Data

Pertama yang harus dilakukan adalah melakukan uji F untuk memilih

metode mana yang terbaik diantara ketiga metode tersebut dilakukan uji Chow

dan uji Hausmant. Uji Chow dilakukan untuk menguji antara metode common

effect dan fixed effect, sedangkan uji Hausment dilakukan untuk menguji apakah

data dianalisis dengan menggunakan fixed effect atau random effect, pengujian

tersebut dilakukan dengan Eviews. Dalam melakukan uji Chow, data diregresikan

dengan menggunakan common effect dan fixed effect terlebih dahulu kemudian

dibuat hipotesis untuk diuji. Hipotesis tersebut adalah sebagai berikut:

Ho: metode common effect (model pool)

Ha: metode fixed effects

Pedoman yang akan digunakan dalam pengambilan kesimpulan uji Chow adalah

sebagai berikut:

Page 54: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

40

1. Jika nilai probability F≥ 0,05 artinya Ho diterima; maka model yang

dipilih adalah model common effect.

2. Jika nilai probability F < 0,05 artinya Ho ditolak; maka modal yang dipilih

adalah model fixed effect, dan dilanjutkan dengan uji Hausman untuk

memilih apakah menggunakan metode fixed effect atau metode random

effect.

Namun, uji Hauman tidak perlu dilakukan apabila hasil Uji Chow

menunjukkan bahwa Ho diterima, atau dengan kata lain menyimpulkan

bahwa model yang paling tepat digunakan dalam persamaan regresi adalah

model common effect.

Selanjutnya untuk melakukan Hausman Test, data juga diregresikan dengan

metode random effect, kemudian dibandingkan antara fixed effect dan random

effect dengan membuat hipotesis:

Ho: Model Random effect

Ha: Model fixed effect,

Pedoman yang akan digunakan dalam pengambilan kesimpulan uji Hausman

adalah sebagai berikut:

1. Jika Nilai probability Chi-Square ≥ 0,05, maka Ho diterima, yang artinya

model random effect.

2. Jika Nilai probability Chi-Square < 0,05, maka Ho diterima, yang artinya

model fixed effect.

Page 55: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

41

4.7.3 Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi (R2) mengukur seberapa jauh kemampuan model

dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah

di antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel

independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai

yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir

semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen

(Ghozali, 2009: 87). Total variasi yang dapat dijelaskan oleh semua variabel yang

dilibatka dalam model diukur dengan:

4.7.4 Uji Kelayakan Model (Uji F)

Pengujian ini dilakukan untuk menguji pengaruh secara simultan variabel

bebas terhadap variabel terikatnya, dimana jika variabel bebas memiliki pengaruh

secara simultan terhadap variabel terikat maka model persamaan regresi masuk

dalam kriteria cocok atau fit.

4.7.5 Uji Hipotesis (Uji t)

Uji hipotesis menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen

secara parsial dalam menerangkan variasi variabel dependen. Pengujian ini dapat

dilakukan dengan melihat pada hasil regresi yang dilakukan dengan Program

Eviews, yaitu dengan membandingkan tingkat signifikansi masing-masing

variabel bebas dengan α = 0,05.

Page 56: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

42

4.7.6 Path Analysis

Pola pengaruh antarvariabel yang diteliti merupakan pengaruh sebab

akibat dari satu atau beberapa variabel independen kepada satu atau beberapa

variabel dependen. Bentuk pengaruh sebab akibat dalam penelitian ini

menggunakan model yang tidak sederhana, yaitu adanya variabel yang berperan

ganda, sebagai variabel independen pada suatu kasus, namun menjadi variabel

dependen pada kasus lain.

Analisis jalur digunakan untuk menganalisis hubungan antarvariabel dengan

tujuan untuk mengetahui pengaruh langsung maupun tidak langsung, seperangkat

variabel bebas (eksogen) terhadap variabel terikat (endogen). Model analisis jalur

merupakan pola hubungan sebab akibat atau a set of hypothesized causal

asymmetric relation among the variable, Ridwan dan Engkos (2007).

Seperti yang dikemukakan Sugiyono (2008), dalam model kausal dibedakan

antara variabel eksogenus dan variabel endogenus. Variabel eksogenus adalah

variabel yang keberagamannya tidak dipengaruhi oleh penyebab di dalam sistem

(model), variabel ini ditetapkan sebagai variabel pemula yang memberi efek

kepada variabel lain. Variabel ini tidak diperhitungkan jumlah sisanya

(disturbance) meskipun sebenarnya juga mempunyai sisa (error). Sedangkan

variabel endogenus adalah variabel yang keragamannya terjelaskan oleh variabel

eksogenus dan variabel endogenus lainnya dalam model.

4.7.7 Asumsi – Asumsi Analisis Jalur

Beberapa asumsi yang mendasari analisis jalur (path analysis) menurut

Ridwan dan Engkos (2007) adalah sebagai berikut:

Page 57: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

43

1) Hubungan antar variabel adalah bersifat linier, adaptif, dan berifat normal.

2) Hanya sistem aliran kausal ke satu arah artinya tidak ada arah kausalitas

yang berbalik.

3) Variabel terikat (endogen) minimal dalam skala ukur interval atau ratio.

4) Menggunakan data yang bersifat standardized, yaitu data dimana data

mentah dibagi dengan standar deviasi dari masing-masing data.

5) Observed variable diukur tanpa kesalahan (instrumen pengukuran valid

dan reliabel), artinya variabel yang diteliti dapat di observasi secara

langsung.

6) Model yang dianalisis dispesifikasikan (diidentifikasi) dengan benar

berdasarkan teori-teori dan konsep-konsep yang relevan artinya model

teori yang dikaji atau diuji dibangun berdasarkan kerangka teoritis tertentu

yang mampu menjelaskan hubungan kausalitas antarvariabel yang diteliti.

4.7.8 Pengujian Hipotesis Mediasi

Pengujian hipotesis mediasi dapat dilakukan dengan prosedur yang

dikembangkan oleh Sobel tahun 1982 (dalam Baron and Kenny, 1986) dan

dikenal dengan uji Sobel (Sobel test).

C X Y1

Gambar 4.2: Pengaruh X Terhadap Y1 Sebelum Efek Mediasi

Koefisien jalur C pada Gambar 4.2 dinamakan pengaruh langsung

variabel X terhadap Y1. Persamaan regresinya adalah Y1 = (CX). Pengaruh X

Page 58: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

44

terhadap Y2 dapat dimediasi oleh variabel Y1, dalam bentuk model mediasi

sebagai berikut:

X Y1 Y2

Gambar 4.3: Pengaruh X Terhadap Y2 Sesudah Efek Mediasi

Persamaan regresi dari Gambar 4.3 dibagi menjadi 2 yaitu 1) Y1 = ax;

2) Y2 = bY1.

Sobel test adalah salah satu alat dalam pengujian analisis mediasi. Dari

hasil analisis Eviews, diperoleh koefisien jalur a beserta standar error dari

koefisien jalur a (atau disebut dengan sa), dan diperoleh koefisien jalur b

beserta standar error dari koefisien jalur b (atau disebut dengan Sb). Sobel test

akan menghasilkan standar error dari pengaruh tidak langsung x terhadap y2

melalui mediasi y1, yaitu koefisien ab, dengan standar deviasi ab adalah

sebagai berikut:

2222baab SaSbS +=

2222ba

hitungSaSb

bxaZ

+=

Nilai Zhitung dibandingkan dengan nilai kritis yaitu 1,96. Jika nilai

Zhitung > 1,96 maka mengindikasikan adanya pengaruh mediasi variabel Y1

pada pengujian hubungan X terhadap Y2. Pada penelitian ini, model struktural

yang ditampilkan seperti Gambar 4.4:

b a

Page 59: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

45

Gambar 4.4 : Model Struktural Penggaruh Kinerja Keuangan terhadap Pertumbuhan Ekonomi melalui Alokasi Belanja Modal

Gambar 4.4 menunjukkan bahwa pada penelitian ini melibatkan variabel

Alokasi Belanja Modal sebagai variabel mediasi atau intervening. Pendekatan

Sobel Test pada penelitian ini bertujuan untuk menguji signifikansi pengaruh tidak

langsung Kinerja Keuangan (untuk setiap komponennya) terhadap Pertumbuhan

Ekonomi.

Kinerja Keuangan(X)

Pertumbuhan Ekonomi (Y2)

Alokasi Belanja

Modal (Y1)

Page 60: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

46

BAB V

DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

Bab ini membahas analisis data dan hasil penelitian dari sampel yang telah

terkumpul. Data dalam penelitian ini dianalisis dengan statistik deskriptif,

kemudian dilakukan pengujian model, dan terakhir pengujian hipotesis. Statistik

deskriptif memberikan gambaran tentang distribusi frekuensi variabel-variabel

penelitian, nilai maksimum, minimum, rata-rata dan standar deviasi. Penelitian ini

dilaksanakan pada seluruh pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi Bali pada

Tahun 2014. Penelitian ini menganalisis pengaruh kinerja keuangan pemerintah

kabupaten/kota se-Provinsi Bali terhadap alokasi biaya modal dan pertumbuhan

ekonomi tahun 2006 s.d. 2013.

5.1 Deskripsi Data Hasil Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pengaruh kinerja keuangan

pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi Bali terhadap alokasi biaya modal dan

pertumbuhan ekonomi Tahun 2006 s.d. 2013. Data penelitian meliputi sembilan

kabupaten/kota se-Provinsi Bali dalam rentang waktu tahun 2006 s.d. 2013.

Berikut adalah gambaran umum data penelitian seperti pada Tabel 5.1. Statistik

deskriptif digunakan untuk menganalisis dan menyajikan data kuantitatif dengan

tujuan untuk mengetahui gambaran sampel penelitian. Statistik deskriptif dapat

memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari rata-rata (mean),

standar deviasi (standard deviation), varian, maksimum, minimum, sum, range,

kurtosis dan skewness (Ghozali, 2011:19). Statistik deskriptif yang digunakan

Page 61: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

47

dalam penelitian ini adalah rata-rata (mean), standar deviasi (standard deviation),

maksimum, dan minimum.

Tabel 5.1

Statistik Deskriptif

Variabel N Minimum Maksimum Mean Std. Deviation

Derajat Desentralisasi (X1)

Ketergantungan Keuangan (X2)

Kemandirian

Keuangan (X3)

Efektivitas PAD (X4)

Derajat Kontribusi BUMD (X5)

Alokasi Belanja

Modal (Y1)

Pertumbuhan Ekonomi (Y2)

72

72

72

72

72

72

72

0.03

0.22

0.03

0.9

0.02

0.06

0.07

0.77

0.97

3.53

1.69

0.14

0.31

0.26

0.18

0.81

0.35

1.17

0.07

0.16

0.14

0.18

0.18

0.65

0.14

0.04

0.06

0.04

Sumber: Lampiran 1

Berdasarkan Tabel 5.1 variabel kinerja keuangan yang diukur dengan

Derajat Ketergantungan (X1), Ketergantungan Keuangan (X2), Kemandirian

Keuangan (X3), Efektivitas PAD (X4), Derajat Kontribusi BUMD (X5)

mempunyai gambaran sebagai berikut:

1) Rasio derajat ketergantungan mempunyai nilai minimun sebesar 3 persen,

terbesar sebesar 77 persen dengan rata-rata sebesar 18 persen dan standar

deviasinya sebesar 18 persen.

2) Rasio ketergantungan keuangan mempunyai nilai rata-rata sebesar 81

Page 62: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

48

persen, nilai terbesar sebesar 97 persen, nilai minimum sebesar 22 persen

dengan standar deviasinya sebesar 18 persen.

3) Rasio kemandirian keuangan mempunyai nilai minimun sebesar 3 persen,

terbesar sebesar 353 persen dengan rata-rata sebesar 35 persen dan standar

deviasinya sebesar 65 persen.

4) Efektivitas PAD mempunyai nilai rata-rata sebesar 117 persen, nilai

tertinggi 169 persen, terendah sebesar 90 persen dengan standar deviasi

sebesar 14 persen.

5) Derajat kontribusi BUMD mempunyai nilai terbesar sebesar 14 persen,

nilai minimun 2 persen dengan rata-rata 7 persen dan standar deviasi

sebesar 4 persen.

Variabel alokasi belanja modal yang merupakan alokasi pengeluaran

anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya mempunyai nilai rata-rata

sebesar 16 persen. Nilai tertinggi variabel ini sebesar 31 persen, nilai terendah

sebesar 6 persen dan standar deviasi sebesar 6 persen.

Variabel pertumbuhan ekonomi merupakan laju pertumbuhan PDRB dari

tahun ke tahun mempunyai nilai rata-rata sebesar 14 persen. pertumbuhan

ekonomi tertinggi sebesar 26 persen dengan pertumbuhan ekonomi terendah

sebesar 7 persen dan standar deviasi sebesar 4 persen.

5.2 Pengujian Kesesuaian Model

Hasil pengujian terhadap kesesuaian model menggunakan uji Chow dan uji

Hausman.

Page 63: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

49

1) Uji Chow (Chow Test)

Chow test yakni pengujian untuk menentukan model Common Effect atau

Fixed Effect yang paling tepat digunakan dalam mengestimasi data panel.

Hipotesis dalam uji chow adalah:

H0 : Common Effect Model atau pooled OLS H1 : Fixed Effect Model

Dasar penolakan terhadap hipotesis di atas adalah dengan membandingkan

perhitungan F-statistik dengan F-tabel. Perbandingan dipakai apabila hasil F

hitung lebih besar (>) dari F tabel, maka H0 ditolak, yang berarti model yang

paling tepat digunakan adalah Fixed Effect Model. Begitupun sebaliknya, jika F

hitung lebih kecil (<) dari F tabel maka H0 diterima dan model yang digunakan

adalah Common Effect Model

Hasil pengujian ditunjukkan seperti pada Tabel 5.2 di bawah ini:

Tabel 5.2 Hasil Uji Chow

Keterangan Persamaan 1 Persamaan 2 F Hitung 23.56 112.38 F Tabel 2.17 2.17

Sumber: Lampiran 2 dan Lampiran 3

Berdasarkan Tabel 5.2, diperoleh nilai F hitung untuk kedua persamaan lebih

besar dari F tabel, yaitu untuk persamaan 1, diperoleh F hitung sebesar 23,56,

lebih besar dari F tabel sebesar 2,17, sedangkan untuk persamaan 2 diperoleh F

hitung sebesar 112,38, lebih besar dari F tabel sebesar 2,17. Berdasarkan hasil

tersebut, maka H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian, maka model yang

pilih adalah fixed effect model.

Page 64: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

50

2) Uji Hausman (Hausman Test)

Uji Hausman dilakukan untuk menguji apakah data dianalisis dengan

menggunakan fixed effect atau random effect.

Hipotesis dalam uji Hausman adalah:

H0: Random effect model H1: Fixed effect model Dari hasil pengujian diperoleh hasil seperti pada Tabel 5.3 di bawah ini:

Tabel 5.3 Hasil Uji Hausman Keterangan Persamaan 1 Persamaan 2 Chi Square 0.22 6.01 P Value 0.99 0.42

Sumber: Lampiran 4

Berdasarkan Tabel 5.3, diperoleh nilai P Value untuk kedua persamaan lebih

besar dari α=0,05, yaitu untuk persamaan 1, diperoleh P Value sebesar 0,99,

sedangkan untuk persamaan 2 diperoleh P Value sebesar 0,42. Berdasarkan hasil

tersebut, maka H0 diterima dan H1 ditolak. Dengan demikian, maka model yang

pilih adalah Random effect model.

5.3 Path Analysis

Analisis jalur (path analysis) digunakan untuk mengetahui pola hubungan

variabel-variabel penelitian dan menguji pengaruh variabel independen terhadap

variabel dependen, baik secara simultan maupun pengaruh variabel-variabel

tersebut secara individual. Analisis path merupakan teknik statistik yang

digunakan untuk menguji hubungan kausalitas antara dua atau lebih variabel.

Pengujian hipotesis dengan path analysis didasarkan pada hasil pengolahan dari

model penelitian. Dari hasil pengolahan data dengan analisis jalur dapat diketahui

besarnya koefisien masing-masing variabel terhadap variabel lainnya atau disebut

Page 65: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

51

dengan koefisien jalur (path coeffisient). Pada analisis jalur digunakan evaluasi

model berupa square multiple correlation untuk variabel dependen dan nilai

keofisien standardized regression weights untuk variabel independen, kemudian

dinilai signifikansi berdasarkan nilai C.R. (t hitung) untuk setiap jalurnya. Untuk

menilai signifikansi model jalur antarkonstruk dalam model struktural dilihat dari

nilai C.R. jalur antarkonstruk atau dengan melihat p-value. Nilai p-value untuk

pengaruh langsung, baik untuk persamaan 1 maupun 2 diperoleh dari analisis

Program Eviews, sedangkan untuk melihat pengaruh tidak langsung

menggunakan rumus sobel.

1) Uji Kelayakan Model

Pengujian ini dilakukan untuk menguji pengaruh secara simultan variabel

bebas terhadap variabel terikatnya, dimana jika variabel bebas memiliki

pengaruh secara simultan terhadap variabel terikat, maka model persamaan

regresi masuk dalam kriteria cocok atau fit.

a) Uji F

Berdasarkan hasil analisis diperoleh hasil seperti pada Tabel 5.4 di bawah

ini:

Tabel 5.4 Hasil Uji F

Keterangan Persamaan 1 F Hitung 17.50

Prob(F-statistic) 0.00 Sumber: data diolah

Berdasarkan Tabel 5.4, diperoleh nilai Prob (F-statistik ) untuk persamaan

1 sebesar 0,00, lebih kecil dari 0,05. Hal tersebut menunjukkan bahwa secara

Page 66: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

52

simultan variabel Derajat desentralisasi, Ketergantungan Keuangan,

Kemandirian Keuangan, Efektifivitas PAD, dan Kontribusi BUMD

berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal.

b) Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi (R2) mengukur seberapa jauh kemampuan model

dalam menerangkan variasi variabel dependen. Berdasarkan hasil analisis

diperoleh nilai R2 persamaan 1 sebesar 0,88, artinya kemampuan variabel-

variabel independen dalam menjelaskan variasi-variabel dependen sebesar 88

persen, sisanya 12 persen dijelaskan oleh variabel-variabel lain di luar variabel

yang diteliti. Nilai R2 persamaan 2 sebesar 0,92, artinya kemampuan variabel-

variabel independen dalam menjelaskan variasi-variabel dependen sebesar 92

persen, sisanya 8 persen dijelaskan oleh variabel-variabel lain di luar variabel

yang diteliti.

Hasil koefisien determinasi gabungan persamaan struktural

yaitu , diperoleh nilai

persen, artinya informasi yang terkandung dapat dijelaskan oleh model yang

dibentuk, sedangkan sisanya, yaitu sebesar 0,1 persen dijelaskan oleh variabel

lain di luar model yang bentuk.

2) Uji Pengaruh Langsung

Uji hipotesis menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen

secara parsial dalam menerangkan variasi variabel dependen. Pengujian ini dapat

dilakukan dengan melihat pada hasil regresi yang dilakukan dengan program

Page 67: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

53

Eviews, yaitu dengan membandingkan tingkat signifikansi masing-masing

variabel bebas dengan α = 0,05.

Tabel 5.5 Hasil uji t (Pengaruh Langsung)

Variabel β βStd t hitung Sig.

X1 Y1

3,216 0,241 2,9214 0,0048

X2 Y1 -1,356 -0,218 -3,2620 0,0018 X3 Y1 0,174 0,175 0,4757 0,6358 X4 Y1 0,556 0,254 4,1585 0,0001 X5 Y1 0,059 0,200 1,2773 0,2059 Y1 Y2 0,140 0,295 5,7762 0,0000

Berdasarkan Tabel 5.5 hubungan antarvariabel dapat dilihat lebih jelas pada

Gambar 5.1 sebagai berikut:

Gambar 5.1: Hasil Analisis Jalur

Derajat

Desentralisasi

(X1)

Ketergantungan

Keuangan

(X2)

Kemandirian

Keuangan

(X3)

Efektivitas PAD

(X4)

Kontribusi BUMD

(X5)

Alokasi Belanja

Modal

(Y1)

Pertumbuhan

Ekonomi

(Y2)

0,27 0,33

0,241

0,254

-0,218

0,175

0,200

0,295

Page 68: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

54

Berdasarkan hasil uji t seperti Tabel 5.5, maka dapat disimpulkan sebagai

berikut:

1) Derajat Desentralisai mempunyai koefisien beta sebesar 0,241 dengan nilai

signifikansi sebasar 0,0048 yang lebih kecil dari 0,05. Hal ini berarti Derajat

Desentralisasi berpengaruh positif signifikan terhadap alokasi belanja modal,

2) Ketergantungan Keuangan mempunyai koefisien beta sebesar -0,218 dengan

nilai signifikansi sebasar 0,0018 yang lebih kecil dari 0,05. Hal ini berarti

Ketergantungan Keuangan berpengaruh negatif signifikan terhadap alokasi

belanja modal.

3) Kemandirian Keuangan mempunyai koefisien beta sebesar 0,178 dengan nilai

signifikansi sebasar 0,6358 yang lebih besar dari 0,05. Hal ini berarti

Kemandirian Keuangan tidak berpengaruh signifikan terhadap alokasi belanja

modal.

4) Efektifitas PAD mempunyai koefisien beta sebesar 0,254 dengan nilai

signifikansi sebasar 0,0001 yang lebih kecil dari 0,05. Hal ini berarti

Efektifitas PAD berpengaruh positif signifikan terhadap alokasi belanja

modal.

5) Derajat Kontribusi BUMD mempunyai koefisien beta sebesar 0,200 terhadap

alokasi belanja modal. Hal ini berarti Derajat Kontribusi BUMD tidak

berpengaruh positif signifikan terhadap alokasi belanja modal.

6) Alokasi Belanja Modal mempunyai koefisien beta sebesar 0,295 dengan nilai

signifikansi sebasar 0,000 yang lebih kecil dari 0,05. Hal ini berarti Alokasi

Page 69: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

55

Belanja Modal berpengaruh positif signifikan terhadap alokasi Pertumbuhan

Ekonomi.

3) Uji Pengaruh Tak Langsung

Pada penelitian ini, uji Sobel digunakan untuk menguji analisis path, Hasil uji

sobel ditunjukkan pada Tabel 5.6 sebagai berikut,

Tabel 5.6 Hasil Uji Sobel (Pengaruh Tidak Langsung)

No Variable Coefficient Std. Error axb Uji Sobel

a SX1? 3.2162 1.1009 0.0458 0.0176 2.6069

b SX2? -1.3561 0.4157 -0.0193 0.0068 -2.8404

c SX3? 0.1742 0.3661 0.0025 0.0052 0.4741

d SX4? 0.5570 0.1339 0.0079 0.0024 3.3748

e SX5? 0.0591 0.0462 0.0008 0.0007 1.2472 Sumber: Lampiran 5

Berdasarkan Tabel 5.6 di atas maka dapat disimpulkan pengaruh tidak

langsung komponen kinerja keuangan terhadap pertumbuhan ekonomi melalui

variabel alokasi belanja modal sebagai berikut:

a) Pengaruh tidak langsung Derajat Desentralisasi terhadap Pertumbuhan

Ekonomi memiliki nilai Z sebesar 2,607 yang lebih besar dari 1,96. Hal

tersebut membuktikan bahwa secara tidak langsung Derajat Desentralisasi

melalui alokasi belanja modal berpengaruh positif terhadap pertumbuhan

ekonomi.

b) Pengaruh tidak langsung Ketergantungan Keuangan terhadap Pertumbuhan

Ekonomi memiliki nilai Z sebesar -2,840 yang lebih besar dari 1,96. Hal

tersebut membuktikan bahwa secara tidak langsung Ketergantungan Keuangan

Page 70: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

56

melalui alokasi belanja modal berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan

ekonomi.

c) Pengaruh tidak langsung Kemandirian Keuangan terhadap Pertumbuhan

Ekonomi memiliki nilai Z sebesar 0,474 yang lebih kecil dari 1,96. Hal

tersebut membuktikan bahwa secara tidak langsung Kemandirian Keuangan

melalui alokasi belanja modal tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan

ekonomi.

d) Pengaruh tidak langsung Efektivitas PAD terhadap Pertumbuhan Ekonomi

memiliki nilai Z sebesar 3,374 yang lebih besar dari 1,96. Hal tersebut

membuktikan bahwa secara tidak langsung Efektivitas PAD melalui alokasi

belanja modal berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.

e) Pengaruh tidak langsung Derajat Kontribusi BUMD terhadap Pertumbuhan

Ekonomi memiliki nilai Z sebesar 1,247 yang lebih kecil dari 1,96. Hal

tersebut membuktikan bahwa secara tidak langsung Derajat Kontribusi

BUMD melalui alokasi belanja modal tidak berpengaruh terhadap

pertumbuhan ekonomi.

5.4 Pembahasan

5.4.1 Pengaruh Derajat Desentralisasi Terhadap Belanja Modal

Berdasarkan hasil analisis variabel Derajat Desentralisai mempunyai

koefisien beta sebesar 0,241 dengan nilai signifikansi sebasar 0,0048 yang lebih

kecil dari 0,05. Hal ini berarti hipotesis pertama dalam penelitian ini diterima,

Page 71: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

57

Derajat Desentralisasi berpengaruh positif signifikan terhadap alokasi belanja

modal.

Dengan desentralisasi fiskal, maka pemerintah daerah mempunyai wewenang lebih

luas dalam pengelolaan keuangan daerah, sehingga pemerintah daerah dapat

meningkatkan alokasi belanja modal pemerintah daerah untuk menyediakan sarana dan

prasarana yang dibutuhkan oleh masyarakat.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Sularso dan Restianto (2011) yang menemukan derajat desentralisasi tidak

berpengaruh terhadap alokasi belanja modal.

5.4.2 Pengaruh Ketergantungan Keuangan Terhadap Belanja Modal

Berdasarkan hasil analisis variabel Ketergantungan Keuangan mempunyai

koefisien beta sebesar -0,218 dengan nilai signifikansi sebasar 0,0018 yang lebih

kecil dari 0,05. Hal ini berarti hipotesis kedua yang dikembangkan dalam

penelitian ini diterima, Ketergantungan Keuangan berpengaruh negatif signifikan

terhadap alokasi belanja modal.

Berdasarkan temuan tersebut memberikan indikasi bahwa dengan

ketergantungan yang rendah, maka semakin kecil ketergantungan daerah terhadap

pemerintah pusat/provinsi, yang berarti kemampuan keuangan pemerintah daerah

lebih baik, sehingga dapat mengalokasikan belanja modal lebih besar, Penelitian

ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sularso dan Restianto (2011)

yang menemukan adanya pengaruh negatif signifikan antara ketergantungan

keuangan dengan alokasi biaya modal.

Page 72: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

58

5.4.3 Pengaruh Kemandirian Keuangan Terhadap Belanja Modal

Berdasarkan hasil analisis variabel Kemandirian Keuangan mempunyai

koefisien beta sebesar 1,175 dengan nilai signifikansi sebasar 0,6358 yang lebih

besar dari 0,05. Hal ini berarti hipotesis ketiga yang dikembangkan dalam

penelitian ini ditolak. Kemandirian Keuangan tidak berpengaruh signifikan

terhadap alokasi belanja modal.

Dengan hasil yang demikian menunjukkan bahwa sebagian besar

pemerintah daerah yang ada di Provinsi Bali mampu membiayai pembangunan

daerahnya secara mandiri. Artinya bahwa pemerintah daerah masih tergantung

dari pemerintah pusat dan atau provinsi dalam pembelajaan daerahnya. Dengan

demikian, pemerintah daerah tidak memiliki fleksibilitas untuk memggunakan

dana, karena penerimaan dana dari pemerintah pusat dan/atau provinsi telah jelas

peruntukannya.

5.4.4 Pengaruh Efektivitas PAD Terhadap Belanja Modal

Berdasarkan hasil analisis variabel Efektifitas PAD mempunyai koefisien

beta sebesar 0,254 dengan nilai signifikansi sebasar 0,0001 yang lebih kecil dari

0,05. Hal ini berarti hipotesis keempat yang dikembangkan dalam penelitian ini

diterima. Efektifitas PAD berpengaruh positif signifikan terhadap alokasi belanja

modal.

Kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan PAD yang

direncanakan sangat menentukan dalam alokasi belanja modal, semakin tinggi

PAD yang diperoleh, maka semakin tinggi juga peluang untuk alokasi belanja

modalnya.

Page 73: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

59

Hal ini sejalan dengan penelitian Wong (2002) yang menunjukkan adanya

kontribusi positif PAD ketika pemerintah melakukan pembangunan pada sektor

industri.

5.4.5 Pengaruh Derajat Kontribusi BUMD Terhadap Belanja Modal

Berdasarkan hasil analisis variabel Derajat Kontribusi BUMD mempunyai

koefisien beta sebesar 0,200 dengan nilai signifikansi sebasar 0,2059 yang lebih

besar dari 0,05. Hal ini berarti hipotesis kelima yang dikembangkan dalam

penelitian ini ditolak. Derajat Kontribusi BUMD tidak berpengaruh signifikan

terhadap alokasi belanja modal.

Kontribusi BUMD merupakan salah satu sumber dari PAD pemerintah

daerah, secara terori semakin tinggi kontribusi BUMD yang diterima, diharapkan

dapat meninggkatkan pendapatan daerah. Dengan meningkatnya pendapatan

daerah, memberikan peluang kepada pemerintah daerah untuk mengalokasikan

belanja modal yang semakin meningkat pula. Namun dari hasil penelitian

menunjukkan bahwa kontribusi dari BUMD tidak begitu signifikan terhadap

alokasi modal. Hal ini lebih disebabkan, kondisi dari sebagian besar perusahaan

daerah masih belum mampu memberikan keuntungan yang diharapkan. Dengan

demikian, dana yang dikeluarkan untuk penyertaan kepada perusahaan daerah

belum mampu memberikan kontribusi yang diharapkan dalam PAD.

Hasil penelitian ini sejalan dengan temuan Asha Florida (2007) bahwa

secara parsial hasil perusahaan dan kekayaan daerah yang dipisahkan tidak

berpengaruh signifikan.

Page 74: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

60

5.4.6 Pengaruh Alokasi Belanja Modal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Berdasarkan hasil analisis variabel Alokasi Belanja Modal mempunyai

koefisien beta sebesar 0,295 dengan nilai signifikansi sebasar 0,000 yang lebih

kecil dari 0,05. Hal ini berarti hipotesis keenam yang dikembangkan dalam

penelitian ini diterima. Alokasi Belanja Modal berpengaruh positif signifikan

terhadap alokasi Pertumbuhan Ekonomi.

Belanja modal adalah alokasi pengeluaran anggaran untuk memperoleh

asset tetap dan aset lainnya yang memberikan manfaat lebih dari satu periode

akuntansi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa alokasi belanja modal

berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan data yang

dianalisis diperoleh hasil bahwa semakin tinggi biaya modal yang dikeluarkan

pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi Bali, maka akan menaikkan pertumbuhan

pertumbuhan ekonomi.

Hasil penelitian ini sejalan dengan temuan Adi (2007) yang menyatakan

bahwa belanja modal pembangunan daerah sangat menentukan pertumbuhan

ekonomi. Penelitian Wong (2002) yang menunjukkan adanya kontribusi positif

terhadap PAD ketika pemerintah melakukan pembangunan pada sektor industry.

Penelitian yang dilakukan Lin dan Liu (2000) yang menemukan korelasi yang

kuat antara share belanja investasi dengan tingkat desentralisasi. Penelitian

Sularso dan Restianto (2011) yang menemukan alokasi belanja modal

berpengaruh positif signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Hasil penelitian

Fitriyanti dan Pratolo (2009) yang menemukan bahwa belanja modal tidak

berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.

Page 75: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

61

5.4.7 Pengaruh tidak Langsung Derajat Desentralisasi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Berdasarkan hasil analisis pengaruh tidak langsung Derajat Desentralisasi

terhadap Pertumbuhan Ekonomi memiliki nilai Z sebesar 2,607 yang lebih besar

dari 1,96, Hal tersebut membuktikan bahwa secara tidak langsung Derajat

Desentralisasi melalui alokasi belanja modal berpengaruh positif signifikan

terhadap pertumbuhan ekonomi, ini berarti hipotesis ketujuh dalam penelitian ini

diterima.

Dengan desentralisasi fiskal, maka pemerintah daerah mempunyai wewenang lebih

luas dalam pengelolaan keuangan daerah, sehingga pemerintah daerah dapat

meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerahnya melalui alokasi belanja modal.

5.4.8 Pengaruh tidak Langsung Ketergantungan Keuangan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Berdasarkan hasil analisis pengaruh tidak langsung Ketergantungan

Keuangan terhadap Pertumbuhan Ekonomi memiliki nilai Z sebesar -2,840 yang

lebih besar dari 1,96. Hal tersebut membuktikan bahwa secara tidak langsung

Ketergantungan Keuangan melalui alokasi belanja modal berpengaruh negatif

signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, maka hipotesis yang kedelapan di

terima.

Berdasarkan temuan tersebut memberikan indikasi bahwa dengan

ketergantungan yang rendah maka semakin kecil ketergantungan daerah terhadap

pemerintah pusat/provinsi, yang berarti kemampuan keuangan pemerintah daerah

lebih baik. Dengan demikian pemerintah daerah dapat memacu pertumbuhan

ekonomi daerahnya melalui alokasi belanja modal. Penelitian ini sejalan dengan

Page 76: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

62

penelitian yang dilakukan oleh Sularso dan Restianto (2011) yang menemukan

adanya pengaruh negatif signifikan antara ketergantungan keuangan dengan

alokasi biaya modal.

5.4.9 Pengaruh tidak Langsung Kemandirian Keuangan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Berdasarkan hasil analisis pengaruh tidak langsung Kemandirian

Keuangan terhadap Pertumbuhan Ekonomi memiliki nilai Z sebesar 0,474 yang

lebih kecil dari 1,96. Hal tersebut membuktikan bahwa secara tidak langsung

Kemandirian Keuangan melalui alokasi belanja modal tidak berpengaruh terhadap

pertumbuhan ekonomi, maka hipotesis kesembilan dalam penelitian ini ditolak.

5.4.10 Pengaruh tidak Langsung Efektivitas PAD Terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Berdasarkan hasil analisis pengaruh tidak langsung Efektivitas PAD

terhadap Pertumbuhan Ekonomi memiliki nilai Z sebesar 3,374 yang lebih besar

dari 1,96. Hal tersebut membuktikan bahwa secara tidak langsung Efektivitas

PAD melalui alokasi belanja modal berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan

ekonomi, maka hipotesis kesepuluh dalam penelitian ini diterima.

Efektivitas PAD merupakan salah satu komponen dari kinerja keuangan

yang diharapkan dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi melalui

pengalokasian belanja modal. Dengan semakin efektifnya PAD, maka semakin

tinggi pula pertumbuhan ekonomi suatu pemda.

Hasil penelitian ini sejalan dengan Bappenas (2004) yang menyatakan

bahwa pertumbuhan PAD seharusnya sensitif terhadap pertumbuhan ekonomi.

Page 77: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

63

5.4.11 Pengaruh tidak Langsung Derajat Kontribusi BUMD Terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Berdasarkan hasil analisis pengaruh tidak langsung Derajat Kontribusi

BUMD terhadap Pertumbuhan Ekonomi memiliki nilai Z sebesar 1,247 yang

lebih kecil dari 1,96. Hal tersebut membuktikan bahwa secara tidak langsung

Derajat Kontribusi BUMD melalui alokasi belanja modal tidak berpengaruh

signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, maka hipotesis kesebelas dalam

penelitian ini ditolak.

Kondisi yang sama seperti analisis pengaruh langsung Kontribusi BUMD

terhadap belanja modal, maka dengan rendahnya kontribusi tersebut, maka

variabel kontribusi BUMD tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap

pertumbuhan ekonomi. Hal ini lebih disebabkan, kondisi dari sebagian besar

perusahaan daerah masih belum mampu memberikan keuntungan yang

diharapkan. Dengan demikian, dana yang dikeluarkan untuk penyertaan kepada

perusahaan daerah belum mampu memberikan kontribusi yang diharapkan dalam

PAD.

5.5 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa laporan keuangan pemerintah

kabupaten/kota tahun 2006 s,d, 2013, tanpa dilakukan konfirmasi dalam bentuk

observasi langsung, wawancara dan penggunaan daftar pertanyaan berupa

kuesioner untuk mengetahui kendala-kendala dalam pencapaian kinerja yang baik.

Penelitian ini juga baru menggunakan 6 rasio kinerja keuangan yaitu: derajat

desentralisasi, ketergantungan keuangan, kemandirian keuangan, efektivitas PAD

Page 78: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

64

dan derajat kontribusi BUMD dan alokasi belanja modal yang digunakan untuk

memprediksi pertumbuhan ekonomi pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi Bali.

Page 79: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

65

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN PENELITIAN

6.1 SIMPULAN

Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan memperoleh bukti empiris

pengaruh langsung kinerja keuangan pemerintah daerah dan alokasi belanja modal

terhadap pertumbuhan ekonomi pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi Bali tahun

2006 s.d. 2013, serta untuk menguji dan memperoleh bukti empiris pengaruh tidak

langsung kinerja keuangan pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi Bali terhadap

pertumbuhan ekonomi. Penelitian dilakukan pada pemerintah pemerintah

Kabupaten/Kota yang ada di Bali. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan

pada bab sebelumnya diperoleh hasil sebagai berikut:

1) Kinerja keuangan pemerintah daerah dalam penelitian ini diukur dengan 5

rasio keuangan pemerintah daerah. Kelima rasio tersebut adalah derajat

desentralisasi, ketergantungan keuangan, kemandirian keuangan,

efektivitas PAD, dan derajat kontribusi BUMD. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa derajat desentralisasi dan efektivitas PAD

berpengaruh positif signifikan terhadap belanja modal, ketergantungan

keuangan berpengaruh negatif signifikan terhadap alokasi belanja modal,

sedangkan kemadirian keuangan dan kontribusi BUMD tidak berpengaruh

pada alokasi belanja modal.

2) Belanja modal adalah alokasi pengeluaran anggaran untuk memperoleh

aset tetap dan aset lainnya, yang memberikan manfaat lebih dari satu

Page 80: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

66

periode akuntansi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa alokasi belanja

modal berpengaruh positif signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal

ini menunjukkan bahwa pembangunan ekonomi yang selama ini

dilaksanakan ditentukan oleh alokasi belanja modal yang dilaksanakan

pemerintah, dan semakin tinggi alokasi biaya modal yang dikeluarkan,

maka dapat menaikan tingkat pertumbuhan ekonomi.

3) Berdasarkan lima indikator kinerja keuangan daerah yang digunakan

dalam penelitian ini, tiga indikator kinerja keuangan daerah yang secara

tidak langsung berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi

melalui belanja modal. Ketiga indikator tersebut adalah derajat

desentralisasi keuangan dan efektifivitas PAD, secara tidak langsung

berpengaruh positif signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi melalui

alokasi belanja modal dan ketergantungan keuangan, secara tidak langsung

berpengaruh negatif signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi melalui

belanja modal, sedangkan kemandirian keuangan dan kontribusi BUMD

secara tidak langsung tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi

melalui alokasi belanja modal. Hal tersebut menunjukkan bahwa derajat

desentralisasi, ketergantungan keuangan dan efektivitas PAD secara tidak

langsung berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi melalui

alokasi belanja modal.

Page 81: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

67

6.2 SARAN

6.2.1 Kepada Pemerintah Daerah

Sesuai dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa pemerintah daerah

dalam melakukan pengeluaran daerah, tidak semata-mata melalui pengalokasian

belanja modal secara langsung, melainkan dapat mempertimbangan pengeluaran

untuk intensifikasi dan ekstensifikasi dalam rangka optimalisasi PAD.

Intesifikasi dalam rangka optimalisasi PAD, dapat berupa kegiatan yang

sangat sederhana, namun di banyak daerah sangat jarang dilakukan, misalnya

berupa kegiatan pemutakhiran data wajib pajak daerah dan atau wajib pajak

retribusi daerah. Dengan kegiatan pemutakhiran tersebut, pemerintah daerah dapat

mengidentifikasi potensi yang dimiliki atas besarnya wajib pajak daerah dan

retribusi daerah yang dapat dihasilkan. Data tentang potensi wajib pajak dan wajib

retribusi tersebut sangatlah penting dalam proses penganggaran penerimaan

pendapatan. Besarnya anggaran pendapatan dapat dihitung berdasarkan data

faktual, bukan dengan hanya sekadar menaikan prosentase tertentu dari anggaran

atau realisasi pendapatan pajak dan retribusi tahun sebelumnya.

Ekstensifikasi dalam rangka optimalisasi PAD, dapat berupa kegiatan untuk

mengidentifikasi atas objek pajak daerah maupun retribusi daerah yang telah

menjadi kewenangan pemerintah kabupatem/kota sesuai dengan amanat Undang-

Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Misalnya pemerintah kabupaten/kota dapat memungut Pajak Parkir. Selama ini,

kegiatan penerimaan daerah berkaitan dengan parkir, hanya diidentifikasi sebagai

objek retribusi, namun belum mengidentifikasi parkir sebagai objek pajak daerah.

Page 82: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

68

Sesuai dengan UU Nomor 28 Tahun 2009, yang menjadi objek pajak parkir adalah

penyelenggaraan tempat Parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan

dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk

penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor. Namun tidak termasuk

penyelenggaraan tempat Parkir oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah,

penyelenggaraan tempat Parkir oleh perkantoran yang hanya digunakan untuk

karyawannya sendiri, penyelenggaraan tempat Parkir oleh kedutaan, konsulat, dan

perwakilan negara asing dengan asas timbal balik, dan penyelenggaraan tempat

Parkir lainnya yang diatur dengan Peraturan Daerah.

Seluruh kegiatan tersebut di atas, baik intensifikasi maupun ekstensifikasi

dalam rangka optimalisasi PAD, memerlukan sumber daya, baik sumber daya

manusia, sarana prasaran, maupun dana. Dengan menyelenggarakan kegiatan

tersebut, pemeritah daerah harus mengalokasikan anggaran daerah yang memadai.

Dengan demikian pengeluaran daerah tersebut dapat meningkatkan PAD, dan

dengan meningkatnya PAD, maka pemerintah daerah lebih fleksibel untuk

mengalokasi pada belanja modal atau kegiatan produktif lainnya, yang pada

akhirnya akan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah masing-masing.

Kepada Peneliti Berikutnya

Penelitian selanjutnya dapat mengembangkan penelitian dengan

menggunakan instrumen kuesioner dan melakukan pengamatan langsung ke

pemerintah daerah, serta melakukan wawancara dengan pihak-pihak terkait.

Penelitian selanjutnya juga dapat mengembangkan penelitian ini dengan

Page 83: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

69

menambahkan variabel lain seperti rasio efisiensi belanja, rasio likuiditas, dan

solvabilitas, sehingga hasil penelitian lebih representatif.

Page 84: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

70

DAFTAR PUSTAKA

Adi, P. H. .2005. Dampak Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi. Jurnal Kritis. Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.

_________.2007. Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi Daerah, Belanja Pembangunan Dan Pendapatan Asli Daerah (Studi pada Kabupaten dan Kota se Jawa-Bali), Jurnal Akuntansi dan Keuangan Sektor Publik. Vol 08. No. 1.

Alexiou Constantinous. 2009. Government Spending and Economic Growth: Econometric Evidence from the South Eastern Europe (SSE). Journal of Economic and Social Research. Vol 11. No. p. 1-16.

Asha Florida, 2007, Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten dan Kota di Propinsi Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara.

BPKP, 2012. Petunjuk Penyusunan Kompilasi Laporan Keuangan dan Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah (Revisi).

BPS, 2014, PDRB Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Bali 2009-2013.

Browne, M.W., dan Cudeck, R. 1993. Alternative ways of as essing model fit. Dalam K.A Bollen dan J.S. Long (Eds.) Testing structural equation model. Newbury park, CA: Sage.

Byrne, B.M. 1998. Issues and opinion on structural equation modeling with LISREL, PRELIS and SIMPLIS: Basic concepts, applications and programming. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Inc.

Darwanto dan Yulia Yurikasari. 2007. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi dan Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal. Simposium Nasional Akuntansi X 26-28 Juli. Makasar.

Diamantopaulus, A., dan Siguaw, J.A. 2000. Introducing LISREL: A guide for the uniniated. Sage Publications.

Efron, B. & R. J. Tibshirani. 1993. An Introduction to the Bootstrap. New York: Chapman and Hall

Page 85: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

71

Ferdinand. A. 2002. Structural Equation Modelling dalam Penelitian Manajemen. Aplikasi Model-Model Rumit dalam Penelitian untuk Tesis S-2 dan Disertasi S-3. Semarang: BP Universitas Diponegoro

Fitriyanti dan Pratolo. 2008. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Pembangunan Terhadap Rasio Kemandirian dan Pertumbuhan Ekonomi. Proceeding Konferensi Penelitian Keuangan Sektor Publik. Jakarta.

Ghozali, Iman. 2008. Model Persamaan Struktural Konsep dan Aplikasi dengan Program AMOS 16.0. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

__________. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate dengan IBM SPSS 19. Edisi 5. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

__________. Structural Equation Modeling: Teori, Konsep, dan Aplikasi dengan Program Lisrel 8.80. edisi 3. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Gujarati, Damodar. 1995. Basic Econometrics.Third Edition. McGraw Hill International Editions

Halim, Abdul. 2002. Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.

__________. 2007. Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi Keuangan Daerah. Jakarta: Salemba Empat

__________. 2008. Analisis Investasi (Belanja Modal) Sektor Publik Pemerintah Daerah. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.

Halim, A. dan Abdullah, S. 2006. Hubungan dan Masalah Keagenan di Pemerintahan Daerah (Sebuah Peluang Penelitian Anggaran dan Akuntansi). Jurnal Akuntansi Pemerintah. Vol.2 No.1: 53-64.

___________. 2006. Studi atas Belanja Modal pada Anggaran Pemerintah Daerah dalam Hubungannya dengan Belanja Pemeliharaan dan Sumber Pendapatan. Jurnal Akuntansi Pemerintah. Vol.2, No.2. Hal. 17-32.

Hamzah, A. 2008. Analisa Kinerja Keuangan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi, Pengangguran dan Kemiskinan: Pendekatan Analisis Jalur. Universitas Trunojono.

Hanafi, Imam dan Nugroho, T. 2009. Kebijakan Keuangan Daerah: Reformasi

dan Model Pengelolaan Keuangan Daerah di Indonesia. Malang: UB Press.

Page 86: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

72

Insukindro, Mardiasmo, Widayat, W., Jaya, W.K., Purwanto, B.M., Halim, A., Suprianto, J., Purnomo, A.B., 1994, Peranan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Dalam Usaha Peningkatan PAD, Buku I, KKD FE UGM, Yogyakarta

Kawedar, Warsito, dkk. 2008. Akuntansi Sektor Publik. Semarang: Universitas Diponegoro

Lin, J. Y, dan Liu, Z. 2000. Fiscal Decentralization and Economic Growth ni China, Economic Development and Cultural Change. Chicago. Vol 49.

Mardiasmo. 2006. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah: Serial Otonomi Daerah. Yogyakarta: Andi.

Nuarisa, Sheila A. 2013. Pengaruh PAD, DAU dan DAK Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal. Accounting Analysis Journal. Vol.1 No.3: 89-95.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.

Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

Purbadharmaja. 2006. Implikasi Variabel Pengeluaran dan Investasi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Propinsi Bali. Jurnal Buletin Studi Ekonomi. Vol .11 No.1. Hal. 79-91.

Rahayu Tri. 2004. Peranan Sektor Publik Lokal Dalam Pertumbuhan Ekonomi Regional di Wilayah Surakarta. Jurnal Kinerja. Vol. VIII. Hal.133-147.

Ramayandi Arief. 2003. Economic Growth and Government Size In Indonesia: Some Lessons for The Local Authorities. Working Paper in Economics and Development Studies. No. 200302. Padjadjaran University

Ridwan, Kuncoro Engkos Achmad. 2007. Cara Menggunakan dan Memaknai Analisis Jalur (Path Analysis). Cetakan Pertama. Bandung : Alfabeta.

Samuelson, P.A, dan Nordhaus, W, D. 2004. Ilmu Makroekonomi. Edisi XVII. alih bahasa Gretta dkk. Jakarta: PT Media Global Edukasi.

Page 87: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

73

Saragih, J. P. 2003. Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah dalam Otonomi. Bandung: Ghalia Indonesia.

Setiaji, Wirawan, dan Priyo Hari Adi. 2007. Peta Kemampuan Keuangan Sesudah Otonomi Daerah: Apakah Mengalami Pergeseran (studi pada kabupaten dan kota se Jawa Bali), Simposium Nasional Akuntansi, Juli 26-28, Makssar

Sodik Jamzani. 2007. Pengeluaran Pemerintah dan Pertumbuhan Ekonomi Regional: Studi Kasus Data Panel di Indonesia. Jurnal Ekonomi Pembangunan. Vol.12 No.1. Hal. 27-36.

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta

Sukirno Sadono. 2006. Ekonomi Pembangunan: Proses, Masalah dan Dasar Kebijakan. Edisi II. Jakarta: Kencana.

Sularso, H., dan Restianto, Y.E. 2011. Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap Alokasi Belanja Modal dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Jawa Tengah. Media Riset Akuntansi. Vol.1 No.2: 109-124.

Sulistyowati, D. 2011. Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dana Alokasi

Umum, dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Alokasi Belanja Modal. Universitas Diponegoro. Semarang.

Suryarini Trisni (2012). Perilaku Oportunistik Legislatif dalam Penganggaran Daerah Bukti Empiris atas Aplikasi Agency Theory di Sektor Publik. Jurnal Reviu Akuntansi dan Keuangan. Vol.2 No. 1. Hal. 207-216.

Tambunan Tulus T.H. 2011. Perekonomian Indonesia. Bandung: Ghalia Indonesia.

Todaro, Michael P. and Stephen C. Smith. 2003. Pembangunan Ekonomi. Edisi 8. alih bahasa Haris Munandar. Jakarta: Erlangga.

Tuasikal, Askam. 2008. Pengaruh DAU, DAK, PAD dan PDRB Terhadap Belanja Modal Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Indonesia. Jurnal Telaah dan Riset Akuntansi. Vol. 1. No. 2 Juli. Hal 142 – 155.

Wandira, Arbie G. 2013. Pengaruh PAD, DAU, DAK, dan DBH Terhadap Pengalokasian Belanja Modal. Accounting Analysis Journal. Vol.1 No.3: 45-51.

Page 88: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

74

Wibowo Puji. 2008. Mencermati Dampak Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah. Jurnal Keuangan Publik. Vol. 5 No.1. Hal. 55-83.

Widayat dan Amirullah. 2002. Riset Bisnis. Edisi Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Wong, J. D. 2004. The Fiscal Impact of Economic Growth and Development on Local Government Capacity. Journal of Public Bugdeting, Accounting and Financial Management. Fall, 16.3.

Yuliarmi, Nyoman. 2008. Pengaruh Konsumsi Rumah Tangga, Investasi dan Pengeluaran Pemerintah Terhadap PDRB Propinsi Bali. Bulletin Studi Ekonomi. Vo.13 No.2. Universitas Udayana Denpasar.

Page 89: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

Lampiran 1: Statistik Deskriptif Variabel Penelitian

Descriptive Statistic

Variabel N Minimum Maksimum Mean Std. Deviation

Derajat Desentralisasi (X1) Ketergantungan Keuangan (X2) Kemandirian Keuangan (X3) Efektivitas PAD (X4) Derajat Kontribusi BUMD (X5) Alokasi Belanja Modal (Y1) Pertumbuhan Ekonomi (Y2) Valid N (listwise)

72

72

72

72

72

72

72

72

0.03

0.22

0.03

0.9

0.02

0.06

0.07

0.77

0.97

3.53

1.69

0.14

0.31

0.26

0.18

0.81

0.35

1.17

0.07

0.16

0.14

0.18

0.18

0.65

0.14

0.04

0.06

0.04

Page 90: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

Lampiran 2: Uji Chow Struktur 1 Struktur 1

Common Model

Dependent Variable: SY1?

Method: Pooled Least Squares

Date: 01/25/15 Time: 16:49

Sample: 2006 2013

Included observations: 8

Number of cross-sections used: 9

Total panel (balanced) observations: 72

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -0.568962 0.270888 -2.100364 0.0395

SX1? 4.083337 1.857084 2.198789 0.0314

SX2? -1.392422 0.692235 -2.011488 0.0484

SX3? 0.092850 0.658998 0.140896 0.8884

SX4? 0.901112 0.203521 4.427612 0.0000

SX5? 0.020841 0.083828 0.248611 0.8044

R-squared 0.570135 Mean dependent var -1.39E-07

Adjusted R-squared 0.537569 S.D. dependent var 1.000000

S.E. of regression 0.680023 Sum squared resid 30.52046

F-statistic 17.50728 Durbin-Watson stat 0.325796

Prob(F-statistic) 0.000000

Fixed Model

Dependent Variable: SY1?

Method: Pooled Least Squares

Date: 01/25/15 Time: 16:53

Sample: 2006 2013

Included observations: 8

Number of cross-sections used: 9

Total panel (balanced) observations: 72

Page 91: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

SX1? 3.162681 1.154199 2.740153 0.0081

SX2? -1.365112 0.443063 -3.081078 0.0032

SX3? -0.187025 0.376415 -0.496860 0.6212

SX4? 0.546104 0.142016 3.845373 0.0003

SX5? -0.061651 0.047531 -1.297052 0.1997

Fixed Effects

_JBR--C -0.877447

_TBN--C -1.089990

_BDG--C -0.012201

_GIA--C -1.373432

_KLK--C 0.321984

_BGL--C -0.353272

_KAR--C 0.440938

_BLL--C -0.361270

_DPS--C -0.661435

R-squared 0.889593 Mean dependent var -1.39E-07

Adjusted R-squared 0.864847 S.D. dependent var 1.000000

S.E. of regression 0.367632 Sum squared resid 7.838902

F-statistic 116.8322 Durbin-Watson stat 0.904081

Prob(F-statistic) 0.000000

Random Model

Dependent Variable: SY1?

Method: GLS (Variance Components)

Date: 01/25/15 Time: 16:55

Sample: 2006 2013

Included observations: 8

Number of cross-sections used: 9

Total panel (balanced) observations: 72

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -0.448142 0.305094 -1.468868 0.1466

Page 92: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

SX1? 3.216233 1.100922 2.921400 0.0048

SX2? -1.356123 0.415725 -3.262068 0.0018

SX3? 0.174190 0.366138 -0.475750 0.6358

SX4? 0.556981 0.133938 4.158504 0.0001

SX5? 0.059076 0.046248 -1.277385 0.2059

Random Effects

_JBR--C -0.423630

_TBN--C -0.628313

_BDG--C 0.398497

_GIA--C -0.907044

_KLK--C 0.744716

_BGL--C 0.087781

_KAR--C 0.861579

_BLL--C 0.080022

_DPS--C -0.213609

GLS Transformed Regression

R-squared 0.880707 Mean dependent var -1.39E-07

Adjusted R-squared 0.871670 S.D. dependent var 1.000000

S.E. of regression 0.358232 Sum squared resid 8.469812

Durbin-Watson stat 0.836895

Unweighted Statistics including Random

Effects

R-squared 0.889338 Mean dependent var -1.39E-07

Adjusted R-squared 0.880954 S.D. dependent var 1.000000

S.E. of regression 0.345030 Sum squared resid 7.857018

Durbin-Watson stat 0.902167

Page 93: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

Pemilihan common vs fixed model

Rumus Chow test

H0: Common Effect Model H1: Fixed effect model

Struktur 1

Commond SSE1 = 30.52046 Fixed SSE2 = 7.838902n-1 = 7 nt-n-k = 57

F = 23.56104

F tabel= 2.1751

Pemilihan model

Hipotesis

H0: Common effect model

H1: Fixed effect model

taraf nyata 0,05

Kriteria keputusan:

H0 ditolak jika F hitung > F tabel

Hasil analisis

F hitung = 23,56

F tabel = 2,17

Kesimpulan

Karena F hitung > F tabel, maka Ho ditolak sehingga H1 diterima. Jadi Fixed effect model yang dipilih

Page 94: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

Lampiran 3: Uji Chow Struktur 2

Struktur 2

Common model

Dependent Variable: SY2?

Method: Pooled Least Squares

Date: 01/25/15 Time: 18:27

Sample: 2006 2013

Included observations: 8

Number of cross-sections used: 9

Total panel (balanced) observations: 72

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -28.45489 18.22823 -1.561034 0.1230

SY1? 0.014249 0.009071 1.570864 0.1207

R-squared 0.034051 Mean dependent var 0.179167

Adjusted R-squared 0.020252 S.D. dependent var 0.178174

S.E. of regression 0.176361 Sum squared resid 2.177220

F-statistic 2.467614 Durbin-Watson stat 0.176991

Prob(F-statistic) 0.120724

fix Model

Dependent Variable: SY2?

Method: Pooled Least Squares

Date: 01/25/15 Time: 18:29

Sample: 2006 2013

Included observations: 8

Number of cross-sections used: 9

Total panel (balanced) observations: 72

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

SY1? 0.014249 0.002485 5.734803 0.0000

Fixed Effects

Page 95: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

_JBR--C -28.56929

_TBN--C -28.49785

_BDG--C -28.03010

_GIA--C -28.44352

_KLK--C -28.56071

_BGL--C -28.58975

_KAR--C -28.52662

_BLL--C -28.54641

_DPS--C -28.32980

R-squared 0.935807 Mean dependent var 0.179167

Adjusted R-squared 0.926489 S.D. dependent var 0.178174

S.E. of regression 0.048308 Sum squared resid 0.144689

Durbin-Watson stat 2.663282

random model

Dependent Variable: SY2?

Method: GLS (Variance Components)

Date: 01/25/15 Time: 18:30

Sample: 2006 2013

Included observations: 8

Number of cross-sections used: 9

Total panel (balanced) observations: 72

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -28.45489 4.957641 -5.739603 0.0000

SY1? 0.014249 0.002467 5.776210 0.0000

Random Effects

_JBR--C -0.113474

_TBN--C -0.042613

_BDG--C 0.421383

_GIA--C 0.011283

_KLK--C -0.104965

Page 96: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

_BGL--C -0.133778

_KAR--C -0.071148

_BLL--C -0.090779

_DPS--C 0.124091

GLS Transformed Regression

R-squared 0.928559 Mean dependent var 0.179167

Adjusted R-squared 0.927539 S.D. dependent var 0.178174

S.E. of regression 0.047962 Sum squared resid 0.161025

Durbin-Watson stat 2.393094

Unweighted Statistics including Random

Effects

R-squared 0.935749 Mean dependent var 0.179167

Adjusted R-squared 0.934831 S.D. dependent var 0.178174

S.E. of regression 0.045485 Sum squared resid 0.144821

Durbin-Watson stat 2.660867

Pemilihan model Common vs fixed Model

Pemilihan model

Hipotesis

H0: Common effect model

H1: Fixed effect model

taraf nyata 0,05

Kriteria keputusan

H0 ditolak jika F hitung > F tabel

Hasil analisis

Struktur 2

Commond SSE1 = 2.17722 Fixed SSE2 = 0.144689

Page 97: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

n-1 = 7 nt-n-k = 56

F = 112.3807

F tabel= 2.1782

F hitung = 112.3807

F tabel = 2.1782

Kesimpulan

Karena F hitung > F tabel, maka Ho ditolak sehingga H1 diterima. Jadi Fixed effect model yang dipilih

Page 98: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

Lampiran 4: Uji Hausman

Pemilihan Fixed vs Random model Struktur 1

Pemilihan model

Hipotesis

H0: Random effect model

H1: Fixed effect model

taraf nyata 0,05

Kriteria keputusan

H0 ditolak jika p value uji hausman < 0,05

Hasil analisis

Hausman test (fixed versus random effects)

Chi-square (5 d.f.)

0.2252016

p-value 0.9988184

Simpulan:

Karena p value > 0,05, maka H0 diterima. Jadi random effect model yang dipilih

Page 99: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

Pemilihan Fixed vs Random Model Struktur 2

Pemilihan model

Hipotesis

H0: Random effect model

H1: Fixed effect model

taraf nyata 0,05

Kriteria keputusan

H0 ditolak jika p value uji hausman < 0,05

Hasil analisis

Hausman test (fixed versus random effects)

Chi-square (6 d.f.)

6.0166096

p-value 0.4213320

Simpulan:

Karena p value > 0,05, maka H0 diterima. Jadi random effect model yang dipilih

Page 100: unud-1267-1228220008-tesis i k arsa (1)

Lampiran 5: Uji Sobel

No Variable Coefficient Std. Error axb

Uji Sobel

a SX1? 3.2162 1.1009 0.0458 0.0175 2.6069

b SX2? -1.3561 0.4157 -0.0193 0.0068 -2.8403

c SX3? 0.1741 0.3661 0.0024 0.0052 0.4741

d SX4? 0.5569 0.1339 0.0079 0.0023 3.3747

e SX5? 0.0590 0.0462 0.0008 0.0006 1.2472

Variable Coefficient Std. Error

f SY1? 0.014249 0.002467

2222ba

hitungSaSb

bxaZ

+=