unud-1269-222536571-bab v
-
Upload
novi-plaikoil -
Category
Documents
-
view
23 -
download
5
description
Transcript of unud-1269-222536571-bab v
55
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Uji Pendahuluan
5.1.1 Ekstraksi spons genus Haliclona Grant, 1836
Metode ekstraksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah maserasi.
Maserasi dipilih karena merupakan metode yang paling sederhana dengan
peralatan yang relatif mudah untuk didapatkan. Maserasi dilakukan tanpa adanya
tahap pemanasan sehingga dapat menghindari terjadinya kerusakan komponen
senyawa-senyawa pada spons yang tidak tahan panas.
Maserasi dilakukan dengan sesekali pengadukan yang bertujuan untuk
meratakan konsentrasi larutan di luar butir sampel sehingga dengan perlakuan
tersebut derajat perbedaan konsentrasi yang sekecil-kecilnya antara larutan di
dalam dengan di luar sel tetap terjaga.
Hasil ekstraksi 100 gram spons Genus Haliclona Grant, 1836 masing-
masing menggunakan etanol dan metanol memberikan perolehan ekstrak kasar
etanol 4,24 gram dan ekstrak kasar metanol 3,87 gram. Kedua ekstrak kasar
(etanol dan metanol) diuji toksisitasnya menggunakan larva Artemia salina Leach.
5.1.2 Uji toksisitas ekstrak etanol dan metanol terhadap larva Artemia salina
Leach.
Ekstrak pekat etanol dan metanol dari spons Haliclona Grant, 1836 diuji
toksisitasnya terhadap larva Artemia salina L. menggunakan metode Brine Shrimp
Lethality Test (BSLT). BSLT merupakan praskrining terhadap senyawa-senyawa
55
56
yang diduga berkhasiat sebagai antikanker (Meyer, 1982). Dari pengujian ini
dihitung nilai LC50 dari setiap ekstrak.
LC50 merupakan konsentrasi yang dapat menyebabkan kematian 50 %
pada larva Artemia salina L. Nilai ini digunakan untuk menentukan tingkat
toksisitas suatu zat. Semakin besar nilai LC50 menunjukkan toksisitas semakin
kecil. Hasil uji ekstrak etanol dan metanol spons genus Haliclona Grant, 1836
terhadap larva Artemia salina L. dapat dilihat pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1.
Hasil Uji Ekstrak Etanol dan Metanol Spons
Genus Haliclona Grant, 1836 terhadap Larva Artemia salina L.
Konsentrasi % Mortalitas
Ekstrak etanol Ekstrak metanol
0 0 0
10 20 23,33
100 70 83,33
1000 100 100
Log konsentrasi pada 50
% mortalitas 1,67 1,51
LC50 (ppm) 101,67
= 46,77 101,51
= 32,36
Keterangan : LC50 = konsentrasi yang menyebabkan 50 % kematian
0 ppm = kontrol
Berdasarkan hasil uji toksisitas yang dilakukan pada ekstrak etanol dan
ekstrak metanol spons genus Haliclona Grant, 1836, diperoleh nilai LC50 ekstrak
etanol dan metanol berturut-turut sebesar 46,77 ppm dan 32,36 ppm. Perhitungan
pembuatan larutan dapat dilihat pada Lampiran 2 dan perhitungan LC50 pada
Lampiran 3. Menurut Meyer (1982) suatu zat dikatakan aktif atau toksik bila nilai
LC50 < 1000 ppm untuk ekstrak dan < 20 ppm untuk senyawa. Dengan demikian,
dapat dinyatakan bahwa ekstrak etanol dan metanol bersifat toksik karena nilai
57
LC50 < 1000 ppm. Akan tetapi dari kedua ekstrak ini yang bersifat lebih toksik
adalah ekstrak metanol. Setelah diperoleh hasil bahwa ekstrak metanol lebih
toksik, 3000 gram spons genus Haliclona Grant, 1836 dimaserasi dengan 5 L
metanol sehingga diperoleh 16,84 gram ekstrak kental metanol. Ekstrak kental ini
selanjutnya digunakan dalam penelitian.
5.2 Partisi Ekstrak Metanol Spons Genus Haliclona Grant, 1836
Partisi dilakukan dengan cara menambahkan pelarut pengekstrak yang
tidak saling bercampur kemudian dilakukan pengocokan sehingga terjadi
distribusi zat terlarut di antara kedua pelarut (Khopkar, 2003). Pengocokan yang
dilakukan bertujuan untuk memperluas area permukaan kontak di antara kedua
pelarut. Pelarut yang digunakan dalam partisi ekstrak metanol yaitu n-heksana dan
kloroform. Sebelum dilakukan partisi menggunakan n-heksana dan kloroform,
ekstrak kental metanol dilarutkan terlebih dahulu dengan 250 mL air.
Partisi dari 16,84 gram ekstrak metanol menunjukkan perolehan ekstrak n-
heksana (EH) sebanyak 1,64 gram; 1,72 gram ekstrak kloroform (EK) dan ekstrak
air (EA) sebanyak 13,62 gram. Hasil partisi menunjukkan perbedaan daya larut
senyawa pada ekstrak metanol terhadap pelarut n-heksana, kloroform dan air.
Senyawa pada ekstrak metanol spons genus Haliclona Grant, 1836 lebih banyak
terlarut pada pelarut air dibandingkan dalam n-heksana maupun kloroform. Hal
ini menunjukkan senyawa yang terkandung dalam spons genus Haliclona Grant,
1836 sebagian besar bersifat polar.
58
5.3 Uji Toksisitas Masing-masing Ekstrak (n-Heksana, Kloroform dan Air)
terhadap Larva Artemia salina L.
Hasil pengujian toksisitas ekstrak n-heksana, kloroform dan air ekstrak
spons genus Haliclona Grant, 1836 ditunjukkan pada Tabel 5.2. Hasil uji
toksisitas menunjukkan ketiga ekstrak hasil partisi (n-heksana, kloroform dan air)
tergolong toksik. Perhitungan LC50 disajikan pada Lampiran 4.
Tabel 5.2.
Hasil Uji Toksisitas Ekstrak n-Heksana, Kloroform dan Air
terhadap Larva Artemia salina L.
Konsentrasi % Mortalitas
Ekstrak n-Heksana Ekstrak Kloroform Ekstrak air
0 0 0 0
10 3,33 6,67 6,67
100 13,33 76,67 46,67
1000 70 90 90
Log konsentrasi
pada 50 %
mortalitas 2,63 1,81 2,05
LC50 (ppm) 102,63
= 426,58 101,81
= 64,57 102,05
= 112,20
Keterangan : LC50 = konsentrasi yang menyebabkan 50 % kematian
0 ppm = kontrol
Nilai LC50 ketiga ekstrak hasil partisi menunjukkan penurunan jika
dibandingkan dengan nilai LC50 ekstrak metanol sebelum dipartisi yaitu 32,36
ppm. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa-senyawa toksik yang terkandung
dalam masing-masing ekstrak bekerja sinergis sehingga menyebabkan ekstrak
metanol yang belum dipartisi memiliki toksisitas lebih tinggi dibandingkan
toksisitas masing-masing ekstrak hasil partisi.
Berdasarkan data hasil uji toksisitas terhadap larva Artemia salina L.,
diperoleh bahwa ekstrak kloroform bersifat paling toksik yaitu memiliki nilai
LC50 sebesar 64,57 ppm sedangkan ekstrak air dan n-heksana masing-masing
59
memiliki nilai LC50 sebesar 112,20 ppm dan 426,58 ppm. Hasil uji ini
mengindikasikan bahwa senyawa-senyawa yang memiliki toksisitas tinggi dan
berpotensi sebagai antikanker pada spons genus Haliclona Grant, 1836 bersifat
semipolar. Selanjutnya terhadap ekstrak kloroform dilakukan pemisahan dengan
kromatografi kolom.
5.4 Pemisahan dan Pemurnian Ekstrak Kloroform Spons Genus Haliclona
Grant, 1836
Pemisahan dan pemurnian ekstrak kloroform dilakukan dengan cara
kromatografi kolom. Untuk menentukan eluen yang paling baik pada proses
kromatografi kolom, dilakukan dengan cara kromatografi Lapis Tipis (KLT).
Proses KLT bertujuan untuk melihat pola pemisahan senyawa pada
ekstrak dan untuk menentukan fase gerak yang paling sesuai pada kromatografi
kolom. Fase gerak yang digunakan adalah berbagai campuran pelarut dengan
polaritas yang berbeda. Fase gerak terbaik adalah yang menghasilkan jumlah noda
terbanyak dengan jarak pisah yang baik. KLT yang dilakukan menggunakan silika
gel GF254 (1 x 10 cm) sebagai fase diam. Hasil kromatografi lapis tipis dengan
beberapa jenis campuran eluen disajikan pada Tabel 5.3, kromatogram KLT dan
perhitungan harga Rf dicantumkan pada Lampiran 5 dan 6.
Pendeteksian noda pada KLT dilakukan menggunakan lampu UV 254 nm
dan 366 nm. Berdasarkan data pada Tabel 5.3 dapat diketahui eluen terbaik yang
memberikan jumlah noda yang terbanyak dengan pemisahan terbaik adalah etil
asetat : n-heksana (2 : 8) yaitu dengan jumlah noda 4 buah berbentuk bulat.
Menurut Still (1978), pemilihan sistem eluen dengan KLT sebaiknya harus
60
memiliki ΔRf 0,15 – 0,20. Dengan demikian, etil asetat : n-heksana (2 : 8)
digunakan pada pemisahan menggunakan kromatografi kolom.
Tabel 5.3
Harga Rf Hasil Kromatografi Lapis Tipis Ekstrak Kloroform
Pengembang Jumlah noda Harga Rf (cm)
Etil asetat : n-heksana
1 : 9 4 0,035; 0,059; 0,094; 0,153
2 : 8 4 0,235; 0,447; 0,518; 0,576
3 : 7 4 0,047; 0,435; 0,565; 0,659
8 : 2 2 0,847; 0,953
9 : 1 2 0,894; 0,965
Etanol : etil asetat
7 : 3 1 0,941
8 : 2 1 0,906
Etil asetat : kloroform
2 : 8 3 0,176; 0,612; 0,671
3 : 7 2 0,176; 0,647
5 : 5 2 0,847; 0,965
6 : 4 2 0,624; 0,929
7 : 3 3 0,612; 0,729; 0,941
8 : 2 2 0,106; 0,946
9 : 1 2 0,765; 0,941
Kloroform : n-heksan
5 : 5 3 0,059; 0,188; 0,412
6 : 4 2 0,141; 0,353
7 : 3 3 0,024; 0,200; 0,329
8 : 2 4 0,047; 0,259; 0,318; 0,388
9 : 1 4 0,047; 0,200; 0,282; 0,353
Pada proses kromatografi kolom, fase diam yang digunakan adalah silika
gel 60 sebanyak 60 gram. Ekstrak kloroform yang digunakan sebanyak 1,5 gram.
Kecepatan alir fase gerak adalah 1 mL/menit. Senyawa yang terelusi terlebih
dahulu adalah senyawa yang bersifat kurang polar. Hal ini disebabkan senyawa
yang terelusi dengan silika gel (fase diam) memiliki interaksi yang lemah,
sedangkan senyawa yang terelusi terakhir memiliki sifat yang lebih polar karena
61
memiliki interaksi yang kuat dengan silika gel dan tertahan lebih lama pada fase
diam. Eluat ditampung setiap 3 mL sehingga dihasilkan 126 botol eluat.
Setelah tertampung 126 botol masih terdapat ekstrak yang belum terpisah
dengan baik, hal ini terlihat dari masih adanya komponen berwarna coklat di
bagian atas kolom. Oleh karena itu, proses pemisahan dilanjutkan dengan cara
kromatografi kolom gradien. Eluen yang digunakan adalah etil asetat dan etanol.
Masing-masing eluat ditampung sebanyak 25 ml per botol, dengan total volum 75
ml, sehingga terdapat 3 botol untuk masing-masing eluen. Pemisahan tersebut
menghasilkan 6 botol, yaitu nomor 127 sampai 132 seperti tercantum pada Tabel
5.4.
Tabel 5.4
Hasil Pemisahan dengan Kromatografi Kolom Gradien
Botol No. Fase Gerak Warna Fraksi
127, 128, 129 Etil asetat Coklat muda
130, 131, 132 Etanol Coklat tua
.
Seluruh eluat hasil kolom selanjutnya dilihat nodanya dengan cara KLT.
Dalam hal ini, KLT dilakukan dengan tujuan pengelompokan lebih lanjut
terhadap fraksi-fraksi yang diperoleh berdasarkan kesamaan profil kandungan
kimia dari bercak KLT yang terbentuk. Berdasarkan kesamaan pola nodanya
diperoleh lima fraksi yaitu F1 – F5. Terdapat beberapa botol eluat pada hasil
kromatografi kolom tidak dapat dimasukkan ke dalam fraksi karena eluat-eluat
tersebut tidak menampakkan noda pada KLT. Data lengkap kromatogram dan
perhitungan Rf dicantumkan pada Lampiran 7 dan 8.
62
Tabel 5.5.
Harga Rf Eluat Hasil Kromatografi Kolom
Berdasarkan KLT Penggabungan
Fraksi (botol ke-) Jumlah Noda Rf Warna
Fraksi 1 (1 - 15) 1 0,506 Kuning pucat
Fraksi 2 (16 - 40) 1 0,447 Kuning pucat
Fraksi 3 (41 - 49) 1 0,294 Kuning pucat
Fraksi 4 (50 - 126) 2 0,176; 0,235 Kuning pucat
Fraksi 5 (127 + 128) 1 0,090 Coklat muda
Pemisahan dengan kromatografi kolom didasarkan pada perbedaan
interaksi analit terhadap fase diam dan fase gerak. Kromatografi kolom dengan
fase diam silika gel menggunakan fase gerak pelarut organik atau campuran
pelarut organik. Fase gerak berfungsi membawa komponen sampel lewat pada
silika gel dengan memindahkan analit dari partikel-partikel fase diam. Molekul
analit bebas untuk berpindah bersama pelarut, jika molekul analit tidak berikatan
dengan permukaan silika gel. Golongan polar pelarut dapat bersaing dengan analit
untuk menempatkan ikatan pada permukaan silika gel. Oleh karena itu, jika
pelarut yang digunakan terlalu polar akan berinteraksi kuat dengan permukaan
silika gel dan akan meninggalkan tempat fase diam dengan membebaskan ikatan
dengan analit tersebut. Kemudian analit bergerak cepat pada fase diam. Dengan
cara yang sama, gugus polar pelarut dapat mengikat kuat dengan gugus polar pada
analit dan menghalangi interaksi analit dengan permukaan silika gel.
Partisi zat terlarut berlangsung di pelarut yang turun (fasa mobil) dan
pelarut yang teradsorbsi oleh adsorben (fasa stationer). Selama perjalanan turun
zat terlarut akan mengalami proses adsorpsi dan partisi berulang-ulang. Laju
penurunan berbeda untuk masing-masing zat terlarut dan bergantung pada
63
koefisien partisi masing-masing zat terlarut. Akhirnya, zat terlarut akan
terpisahkan membentuk beberapa lapisan.
Fraksi kloroform ekstrak spons genus Haliclona Grant, 1836 setelah
dipisahkan dengan kromatografi kolom menghasilkan lima fraksi yang berbeda.
Masing-masing fraksi selanjutnya diuji toksisitasnya terhadap larva Artemia
salina L.
5.5 Uji Toksisitas Fraksi-fraksi Hasil Pemisahan Kromatografi Kolom
Ekstrak Kloroform terhadap Larva Artemia salina L.
Hasil uji toksisitas fraksi hasil kromatografi kolom terlihat pada Tabel 5.6
dan perhitungan LC50 dicantumkan pada Lampiran 9. Berdasarkan data pada
Tabel 5.6 menunjukkan bahwa semua fraksi bersifat toksik. Diantara semua fraksi
yang diujikan, fraksi satu memiliki toksisitas paling tinggi terhadap larva Artemia
salina L. dengan nilai LC50 sebesar 70,79 ppm. Nilai LC50 dari ekstrak kasar
metanol, ekstrak partisi kloroform dan isolat toksik F1 berturut-turut sebesar 32,36
ppm; 64,57 ppm dan 70,79 ppm. Nilai LC50 ini menunjukkan kecenderungan yang
menurun. Hal ini kemungkinan disebabkan senyawa-senyawa toksik yang
terkandung dalam ekstrak spons genus Haliclona Grant, 1836 bekerja sinergis
sehingga ketika dipartisi ataupun dimurnikan dengan kromatografi kolom,
toksisitasnya cenderung menurun.
64
Tabel 5.6
Uji Toksisitas Fraksi Hasil Kromatografi Kolom
terhadap Larva Artemia salina L.
Fraksi Konsentrasi
(ppm)
%
Mortalitas
Log Konsentrasi pada
50 % Mortalitas
LC50 (ppm)
F1
0 0
1,85 101,85
= 70,79 10 20
100 63,33
1000 80
F2
0 0
2,11 102,11
= 128,82 10 6,67
100 43,33
1000 86,67
F3
0 0
2,33 102,33
= 213,79 10 6,67
100 36,67
1000 73,33
F4
0 0
2,51 102,51
= 323,59 10 6,67
100 46,67
1000 90
F5
0 0
2,76 102,76
= 575,44 10 13,33
100 16,67
1000 63,33
Fraksi satu (F1) menunjukkan satu spot dengan nilai Rf paling besar yaitu
sebesar 0,506 dibandingkan spot pada fraksi lainnya. Hal ini mengindikasikan
bahwa senyawa yang terkandung dalam fraksi satu sangat lemah teradsorpsi pada
silika gel sehingga muncul paling awal. Fraksi satu selanjutnya diuji aktifitasnya
sebagai antikanker terhadap sel HeLa dan diidentifikasi kandungan senyawanya
dengan KG-SM.
65
5.6 Uji Kemurnian Isolat Toksik (F1)
Kemurnian isolat toksik F1 diuji dengan menggunakan metode KLT
dimana eluen yang digunakan adalah campuran pelarut dengan tingkat kepolaran
yang berbeda-beda. Hasil KLT kemurnian memperlihatkan bahwa dari semua
eluen yang digunakan memberikan noda tunggal. Jadi fraksi tersebut dapat
dikatakan sebagai fraksi yang relatif murni secara kromatografi lapis tipis. Hasil
selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.7.
Tabel 5.7
Hasil Uji Kemurnian F1 dengan Metode KLT
Fase Gerak Penampak Noda Lampu UV Harga Rf (cm)
254 nm 366 nm
Etil asetat : n-heksana (7 : 3) Coklat Ungu 0,824
Etil asetat : n-heksana (1 : 9) Coklat Ungu 0,412
Kloroform : n-heksana (1 : 1) Coklat Ungu 0,353
Etanol : n-heksana (7 : 3) Coklat Ungu 0,918
5.7 Uji Antikanker secara in vitro terhadap Sel HeLa
Berdasarkan uji sitotoksisitas dengan MTT diperoleh nilai optical density
(OD), kemudian nilai rata-rata OD tersebut dikonversi menjadi % daya hambat.
Hasil pengamatan absorbansi dan perhitungan persen daya hambat pada sel HeLa
setelah diberi isolat toksik (F1) ekstrak kloroform spons genus Haliclona Grant,
1836 disajikan pada Tabel 5. 8.
66
Tabel 5.8.
Data Optical Density (OD) Isolat Toksik (F1)
Ekstrak Spons Haliclona Grant, 1836 terhadap Sel HeLa
Sampel
µg/ml
Ulangan Rerata % Daya
hambat ODI ODII ODIII
1000 0,246 0,249 0,281 0,259 31,51
500 0,328 0,275 0,288 0,297 21,36
250 0,314 0,292 0,327 0,311 17,65
125 0,281 0,302 0,316 0,300 20,65
62,5 0,316 0,310 0,295 0,307 18,71
31,25 0,319 0,303 0,312 0,311 17,56
15,52 0,333 0,280 0,294 0,302 19,95
7,81 0,314 0,319 0,356 0,330 12.71
3,90 0,338 0,357 0,340 0,345 8,65
1,95 0,322 0,31 0,350 0,327 13.33
Kontrol Sel 0,376 0,378 0,379 0,378 0,00
Berdasarkan data pada Tabel 5.8 dapat dibuat grafik hubungan antara %
daya hambat vs konsentrasi fraksi yang digunakan untuk perhitungan IC50.
Adapun grafik penentuan IC50 digambarkan pada Gambar 5.1.
Gambar 5.1.
Grafik % Daya Hambat Fraksi Satu Ekstrak Spons Genus Haliclona Grant, 1836
terhadap Sel HeLa
y = 0.016x + 15.00
R² = 0.703
0
5
10
15
20
25
30
35
0 200 400 600 800 1000 1200
% D
aya h
am
bat
Konsentrasi F1 (µg/ml)
67
Mitokondrial reduktase
MTT (Kuning) Formazan
(Kristal biru keunguan)
Pengujian dengan menggunakan MTT didasarkan pada pemecahan garam
tetrazolium yang berwarna kuning dan larut dalam air menjadi kristal biru
keunguan (formazan) yang tidak larut dalam air. Pemecahan MTT terjadi pada
mitokondria sel yang hidup oleh suksinat hidrogenase. Reaksi menggunakan MTT
ini melibatkan piridin nukleotida kofaktor NADH dan NADPH yang hanya
dikatalisis oleh sel hidup, sehingga jumlah formazan yang terbentuk proporsional
dengan jumlah sel yang hidup (Doyle dan Griffiths, 2000).
Warna ungu formazan dapat dibaca absorbansinya dengan microplate
reader pada panjang gelombang 595 nm. Intensitas warna ungu yang terbentuk
berbanding langsung dengan jumlah sel yang aktif melakukan metabolisme,
sehingga absorbansi menggambarkan jumlah sel hidup. Semakin kuat intensitas
warna ungu yang terbentuk, absorbansi akan semakin tinggi, hal ini menunjukkan
bahwa semakin banyak MTT yang diabsorbsi ke dalam sel hidup. MTT dipecah
melalui reaksi reduksi oleh enzim reduktase dalam rantai respirasi mitokondria.
Gambar 5.2 memperlihatkan reaksi reduksi MTT menjadi formazan.
Gambar 5.2.
Reaksi Reduksi MTT Menjadi Formazan
N N
NN
S
N
CH3
CH3
Br
N
NH
NN
S
N
CH3
CH3
68
Berdasarkan grafik pada Gambar 5.1 terlihat kecendrungan peningkatan
daya hambat sel HeLa dengan meningkatnya konsentrasi F1 yang diberikan. Daya
hambat tertinggi pada konsentrasi 1000 ppm dengan persen daya hambat 31,51
sedangkan daya hambat terendah pada konsentrasi 3,90 ppm dengan persen daya
hambat 8,65. Menurut Iradjajanegara dan Priyo Wahyudi (2010), kecenderungan
semakin tinggi konsentrasi ekstrak ceplukan (Physalis angulata) semakin banyak
kandungan senyawa yang terdapat pada ekstrak tersebut sehingga semakin tinggi
pula efek sitotoksik terhadap sel T47D. Perbedaan kadar sitotoksik pada setiap
konsentrasi juga disebabkan adanya faktor biochemical uncoupling yaitu zat-zat
yang terkandung di dalam ekstrak akan mempengaruhi sintesis molekul ATP
tanpa mempengaruhi transfor electron (normal) dapat menyebabkan liberasi
energy sehingga menghasilkan panas (Priyanto, 2007). Peningkatan dosis
konsentrasi akan meningkatkan jumlah zat yang terkandung di dalamnya, efek
biochemical uncoupling pun semakin banyak sehingga efek toksik akan semakin
besar.
Hubungan antara konsentrasi F1 dengan persen daya hambat mengikuti
model persamaan y = 0,016x + 15,00, dengan y adalah % daya hambat dan x
adalah konsentrasi F1 (ppm). Setelah nilai y disubstitusikan sama dengan 50,
maka diperoleh nilai IC50 adalah 2187,5 ppm. Perhitungan IC50 dapat dilihat pada
Lampiran 14.
Nilai IC50 menunjukkan nilai konsentrasi yang menghasilkan hambatan
proliferasi sel sebesar 50 % dari populasi. Klasifikasi aktivitas sitotoksik ekstrak
terhadap sel kanker dapat digolongkan kategori sangat aktif jika nilai IC50 < 10
69
μg/mL, kategori aktif jika nilai IC50 10 – 100 μg/mL dan kategori cukup aktif jika
nilai IC50 100 - 500 μg/mL (Weerapreeyakul et al., 2012). Menurut Cao (1998),
senyawa murni digolongkan sangat aktif apabila memiliki nilai IC50 < 5 μg/mL,
aktif 5-10 μg/mL, sedang 11-30 μg/mL dan tidak aktif >30 μg/mL. Berdasarkan
klasifikasi tersebut, isolat F1 spons genus Haliclona Grant, 1836 mempunyai
aktivitas menghambat sel Hela dengan nilai IC50 2187,5 ppm (μg/mL), akan tetapi
tidak berpotensi untuk dikembangkan sebagai obat antikanker.
Nilai LC50 ekstrak kasar, partisi dan isolat toksik dengan metode BSLT
tidak menunjukkan adanya hubungan positif dengan nilai IC50 terhadap sel kanker
serviks HeLa dengan metode MTT. Penelitian lain juga menunjukkan hal yang
serupa. Penelitian Carballo et al. (2002) dilaporkan senyawa isopropanol dari
ekstrak spesies invertebrata dan makroalga laut menunjukkan korelasi yang
rendah antara sitotoksisitas dengan BSLT dan sitotoksisitas terhadap sel kanker
paru-paru (A-549) serta sel kanker usus (HT-29).
5.8 Identifikasi Isolat Toksik (F1)
Identifikasi isolat toksik dilakukan dengan uji fitokimia dan Kromatografi
Gas-Spektroskopi Massa (KG-SM).
5.8.1 Uji fitokimia
Fraksi (F1) spons genus Haliclona Grant, 1836 diuji kandungan
fitokimianya. Adapun prosedur pembuatan larutan dan pengujian fitokimia
masing-masing golongan disajikan pada Lampiran 12. Hasil skrining fitokimia
fraksi disajikan pada Tabel 5.9.
70
Tabel 5.9.
Uji Fitokimia Fraksi Satu (F1) Hasil Kromatografi Kolom Ekstrak Kloroform
Uji Fitokimia Pereaksi Perubahan Warna Kesimpulan
Alkaloid Mayer Tidak ada perubahan -
Dragendrof Tidak ada perubahan -
Flavonoid Bate-Smith Tidak ada perubahan -
Triterpenoid/Steroid Lieberman-
Burchard Biru +
Polifenol FeCl3 1 % Tidak ada perubahan -
Saponin Uji busa/Froth +
HCl 2 % Tidak ada perubahan -
Berdasarkan hasil uji di atas mengindikasikan bahwa fraksi toksik (F1)
spons genus Haliclona Grant, 1836 mengandung senyawa golongan steroid.
5.8.2 Identifikasi isolat toksik (F1) dengan kromatografi gas-spektroskopi
massa (KG-SM)
Fraksi F1 dianalisis komponen senyawa yang terkandung di dalamnya
dengan menggunakan GC-MS. Kromatogram hasil analisis fraksi tersebut
memperlihatkan 8 puncak seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5.3. Masing-
masing puncak diidentifikasi lebih lanjut dengan spektrometer massa, dimana
setiap senyawa mempunyai pola fragmentasi massa yang spesifik.
Gambar 5.3.
Kromatogram Hasil Analisis Fraksi 1
1 2 3
4
Waktu Retensi (menit)
Intensitas
71
Identifikasi dilakukan dengan membandingkan spektrum massa masing-
masing puncak dengan senyawa-senyawa yang telah diketahui dan terprogram
dalam database GC-MS, sehingga dapat diduga senyawa-senyawa penyusun
Fraksi F1. Jumlah puncak pada kromatogram GC adalah 8 puncak, namun hanya 4
puncak (puncak 1, 2, 3, dan 4) yang dapat dianalisis berdasarkan data base MS.
Sedangkan 4 puncak lainnya (puncak 5, 6, 7, dan 8) belum dapat dianalisis karena
memiliki nilai kemiripan rendah dengan data base library MS, sehingga
diperlukan beberapa identifikasi lanjutan seperti H-NMR dan C-NMR. Hasil
analisis spektrum massa dari kromatogram F1 spons genus Haliclona Grant, 1836
dan perkiraan senyawa berdasarkan data base dapat dilihat pada Tabel 5.10.
Tabel 5.10.
Senyawa-senyawa yang diduga dari Masing-masing Puncak pada Kromatogram
Fraksi 1 Spons Genus Haliclona Grant, 1836
Puncak M+
Waktu Retensi
(menit) % Area Senyawa yang diduga
1 214 11,901 3,91 Metil dodekanoat
2 270 16,414 2,60 Metil heksadekanoat
3 320 17,419 6,85 Dekil metil ptalat
4 278 21,929 26,67 Mono(2-etilheksil)-1,2-
Benzenadikarboksilat
Hasil spektrometer massa masing-masing puncak secara lengkap disajikan
pada Lampiran 16.
1) Identifikasi senyawa pada puncak 1 dengan tR = 11,901 menit (3,91%)
Spektrum massa senyawa pada puncak 1 dan spektrum massa senyawa
yang identik berdasarkan data base NIST08s. LIB dapat dilihat pada Gambar 5.4.
72
m/z
m/z
Kel
imp
ahan
rela
tif
Kel
imp
ahan
rela
tif
Gambar 5.4.
(a) Spektrum massa senyawa pada puncak 1, (b) Spektrum massa
senyawa metil dodekanoat
Berdasarkan data dari library NIST08s. LIB senyawa metil dodekanoat
mempunyai rumus molekul C13H26O2 dengan berat molekul 214. Oleh karena itu
ion molekul (M+) senyawa pada puncak 1 adalah m/z 214 dengan puncak dasar
pada m/z 74. Pola pemenggalan spektrum massa pada senyawa puncak 1
dinyatakan seperti pada Tabel 5.11.
a)
b)
73
Tabel 5.11
Kemungkinan Fragmen yang Hilang dari Senyawa Metil Dodekanoat
m/z Pemenggalan Penggalan
214 M+ C13H26O2
+
183 M+ - OCH3 C12H23O
+
171 M+ - C3H7 C10H19O2
+
157 M+ - C3H7 – CH2 C9H17O2
+
143 M+ - C3H7 – CH2 - CH2 C8H15O2
+
129 M+ - C3H7 – CH2 - CH2 - CH2 C7H13O2
+
115 M+ - C3H7 – CH2 - CH2 - CH2 - CH2 C6H11O2
+
101 M+ - C3H7 – CH2 - CH2 - CH2 - CH2 - CH2 C5H9O2
+
87 M+ - C3H7 – CH2 - CH2 - CH2 - CH2 - CH2 - CH2 C4H7O2
+
74 M+ - C3H7 – CH2 - CH2 - CH2 - CH2 - CH2 - CH2 - CH C3H6O2
+
57 M+ - C9H17O2 C4H9
+
41 M+ - C9H17O2 – CH4 C3H5
+
27 M+ - C9H17O2 – CH4 - CH2 C2H3
+
Berdasarkan berat molekul dan pola fragmentasi dari pendekatan
NIST08s. LIB, maka diduga senyawa puncak 1 identik dengan senyawa metil
dodekanoat yang strukturnya terlihat pada Gambar 5.5.
Gambar 5.5.
Struktur senyawa metil dodekanoat
Fragmentasi yang terjadi pada senyawa metil dodekanoat sesuai dengan
spektrum massa di atas ditunjukkan pada Gambar 5.6.
O
O
74
-OCH3 (-31)
-C3H7
(-43)
Chemical Formula: C10H19O2
+
m/z: 171
-CH2
(-14)
Chemical Formula: C9H17O2+
m/z: 157
-CH2
(-14)
Chemical Formula: C8H15O2+
m/z: 143
-CH2
(-14)
Chemical Formula: C7H13O2+
m/z: 129
-CH2
(-14)
Chemical Formula: C6H11O2+
m/z: 115
Chemical Formula: C5H9O2+
m/z: 101
-CH2
(-14)
Chemical Formula: C4H7O2+
m/z: 87
-CH
(-13)
Chemical Formula: C3H6O2+
m/z: 74
Fragmentasi 1
O
O
Chemical Formula: C13H26O2+
m/z: 214
-e
O
O
O
Chemical Formula: C12H23O+
m/z: 183
H2C
O
O
H2C
O
O
H2C
O
O
H2C
O
O
H2C
O
O
H2C
O
O
H2C
O
O
H2C
O
O
HC
O
O
H
O
O
H
H
H
O
O
H
H
H
75
-C9 H17O2
(-14)
-CH4
(-16)
-CH2
(-14)
m/z
m/z
Kel
imp
ahan
rela
tif
Kel
imp
ahan
rela
tif
Fragmentasi 2
Gambar 5.6.
Pola Fragmentasi Senyawa Metil Dodekanoat
2) Identifikasi senyawa pada puncak 2 dengan tR = 16,414 menit (2,60 %)
Spektrum massa senyawa pada puncak 2 dan spektrum massa senyawa
yang identik berdasarkan data base WILEY7. LIB dapat dilihat pada Gambar 5.7.
Gambar 5.7.
(a) Spektrum Massa Senyawa pada Puncak 2, (b) Spektrum Massa
Senyawa Metil Heksadekanoat
Berdasarkan data dari library WILEY7. LIB senyawa metil heksadekanoat
mempunyai rumus molekul C17H34O2 dengan berat molekul 270. Oleh karena itu
O
O
Chemical Formula: C13H26O2+
m/z: 214
CH2
Chemical Formula: C4H9+
m/z: 57
CH
Chemical Formula: C3H5+
m/z: 41
CHH2C
Chemical Formula: C2H3+
m/z: 27
a)
b)
76
ion molekul (M+) senyawa pada puncak 2 adalah m/z 270 dengan puncak dasar
pada m/z 74. Pola pemenggalan spektrum massa pada senyawa puncak 1
dinyatakan seperti pada Tabel 5.12.
Tabel 5.12
Kemungkinan Fragmen yang Hilang dari Senyawa Metil Heksadekanoat
m/z Pemenggalan Penggalan
270 M+ C17H34O2
+
239 M+ - OCH3 C16H31O
+
227 M+ - C3H7 C14H27O2
+
213 M+ - C3H7 – CH2 C13H25O2
+
199 M+ - C3H7 – CH2 - CH2 C12H23O2
+
185 M+ - C3H7 – CH2 - CH2 - CH2 C11H21O2
+
171 M+ - C3H7 – CH2 - CH2 - CH2 - CH2 C10H19O2
+
157 M+ - C3H7 – CH2 - CH2 - CH2 - CH2 - CH2 C9H17O2
+
143 M+ - C3H7 – CH2 - CH2 - CH2 - CH2 - CH2 - CH2 C8H15O2
+
129 M+ - C3H7 – CH2 - CH2 - CH2 - CH2 - CH2 - CH2 –
CH2
C7H13O2+
115 M+ - C3H7 – CH2 - CH2 - CH2 - CH2 - CH2 - CH2 –
CH2 – CH2
C6H11O2+
101 M+ - C3H7 – CH2 - CH2 - CH2 - CH2 - CH2 - CH2 –
CH2 – CH2 – CH2
C5H9O2+
87 M+ - C3H7 – CH2 - CH2 - CH2 - CH2 - CH2 - CH2 –
CH2 – CH2 – CH2 – CH2
C4H7O2+
74 M+ - C3H7 – CH2 - CH2 - CH2 - CH2 - CH2 - CH2 –
CH2 – CH2 – CH2 – CH2 - CH
C3H6O2 +
69 M+ - C12H25O2 C5H9
+
41 M+ - C12H25O2 – CH2 – CH2 C3H5
+
Berdasarkan berat molekul dan pola fragmentasi dari pendekatan
WILEY7.LIB, maka diduga senyawa puncak 2 identik dengan senyawa metil
heksadekanoat yang strukturnya terlihat pada Gambar 5.8.
Gambar 5.8.
Struktur Senyawa Metil Heksadekanoat
Fragmentasi yang terjadi pada senyawa metil heksadekanoat sesuai dengan
spektrum massa di atas ditunjukkan pada Gambar 5.9.
O
O
77
-OCH3 (-31)
-C3H7
(-43)
-CH2
(-14)
-CH2
(-14)
-CH2
(-14)
-CH2
(-14)
-CH2
(-14)
-CH2
(-14)
-CH2
(-14)
-CH2
(-14)
Chemical Formula: C5H9O2
+
m/z: 101
-CH2
(-14)
-CH2
(-14)
Chemical Formula: C4H7O2
+
m/z: 87
-CH
(-13)
Chemical Formula: C3H6O2+
m/z: 74
Fragmentasi 1
O
O
Chemical Formula: C17H34O2+
m/z: 270
-e
O
O
O
Chemical Formula: C16H31O+
m/z: 239
H2C
O
O
Chemical Formula: C14H27O2+
m/z: 227
H2C
O
O
Chemical Formula: C13H25O2+
m/z: 213
H2C
O
O
Chemical Formula: C12H23O2+
m/z: 199
H2C
O
O
Chemical Formula: C11H21O2+
m/z: 185
H2C
O
O
Chemical Formula: C10H19O2+
m/z: 171
Chemical Formula: C9H17O2+
m/z: 157
H2C
O
O
H2C
O
O
Chemical Formula: C8H15O2+
m/z: 143
H2C
O
O
Chemical Formula: C7H13O2+
m/z: 129
H2C
O
O
Chemical Formula: C6H11O2+
m/z: 115
H2C
O
O
H2C
O
O
HC
O
O
H
O
O
H
H
H
O
O
H
H
H
78
-C9 H17O2
(-14)
-C2H4
(-28)
m/z
m/z
Kel
imp
ahan
rela
tif
Kel
imp
ahan
rela
tif
Fragmentasi 2
Gambar 5.9.
Pola Fragmentasi Senyawa Metil Heksadekanoat
3) Identifikasi senyawa pada puncak 3 dengan tR = 17,419 menit (6,85 %)
Spektrum massa senyawa pada puncak 3 dan spektrum massa senyawa
yang identik berdasarkan data base NIST08. LIB dapat dilihat pada Gambar 5.10
.
Gambar 5.10.
(a) Spektrum Massa Senyawa pada Puncak 3, (b) Spektrum Massa
Senyawa Dekil Metil Ptalat
O
O
H
H
CHH2CH
Chemical Formula: C17H34O2+
m/z: 270
Chemical Formula: C5H9+
m/z: 69
CH2H2C
CH2H2C
Chemical Formula: C3H5+
m/z: 41
a)
b)
79
O
O
O
O
Berdasarkan data dari library NIST08. LIB senyawa dekil metil ptalat
mempunyai rumus molekul C19H28O4 dengan berat molekul 320. Oleh karena itu
ion molekul (M+) senyawa pada puncak 3 adalah m/z 320 dengan puncak dasar
pada m/z 163. Tidak terlihatnya M+ pada m/z 320 kemungkinan disebabkan tidak
stabilnya M+ dan segera melepaskan C10H20. Pola pemenggalan spektrum massa
pada senyawa puncak 3 dinyatakan seperti pada tabel 5.13.
Tabel 5.13.
Kemungkinan Fragmen yang Hilang dari Senyawa Dekil Metil Ptalat
m/z Pemenggalan Penggalan
320 M+ C19H28O4
+
180 M+ - C10H20 C9H8O4
+
163 M+ - C10H20 - OH C9H7O3
+
149 M+ - C10H20 – OH - CH2 C8H5O3
+
121 M+ - C10H20 – OH - CH2 - CO C7H5O2
+
104 M+ - C10H20 – OH - CH2 – CO - OH C7H4O
+
57 M+ - C15H19O4 C4H9
+
41 M+ - C15H19O4 – CH4 C3H5
+
27 M+ - C15H19O4 – CH4 – CH2 C2H3
+
Berdasarkan berat molekul dan pola fragmentasi dari pendekatan NIST08.
LIB, maka diduga senyawa puncak 3 identik dengan senyawa dekil metil ptalat
yang strukturnya terlihat pada Gambar 5.11.
Gambar 5.11.
Struktur Senyawa Dekil Metil Ptalat
Fragmentasi yang terjadi pada senyawa dekil metil ptalat sesuai dengan
spektrum massa di atas ditunjukkan pada Gambar 5.12.
80
O
O
O
O
-C10H20
(-140)
O
O
O
O
CH2
H
-OH
(-17)
Chemical Formula: C19H28O4+
m/z: 320
-e
O
OH
O
O
Chemical Formula: C9H8O4+
m/z: 180
O
O
OGH2
H
Chemical Formula: C9H7O3+
m/z: 163
-CH2
(-14)
Chemical Formula: C8H5O3+
m/z: 149
O
OH
O
Chemical Formula: C7H5O2+
m/z: 121
Chemical Formula: C7H4O+
m/z: 121
Chemical Formula: C19H28O4+
m/z: 320
-C15H19O4
(-263)
Chemical Formula: C4H9+
m/z: 57
-CH4
(-16)
Chemical Formula: C3H5+
m/z: 41
-CH2
(-14)
Fragmentasi I
Fragmentasi II
Gambar 5.12.
Pola Fragmentasi Senyawa Dekil Metil Ptalat
-CO
(-28)
OH
O
-OH
(-17)
C O
O
O
O
O
H2C
CH
CHH2C
Chemical Formula: C2H3+
m/z: 27
81
m/z
m/z
Kel
imp
ahan
rela
tif
Kel
imp
ahan
rela
tif
4) Identifikasi senyawa pada puncak 4 dengan tR = 21,929 menit (26,67 %)
Spektrum massa senyawa pada puncak 4 dan spektrum massa senyawa
yang identik berdasarkan data base NIST08. LIB dapat dilihat pada Gambar 5.13
Gambar 5.13.
(a) Spektrum Massa Senyawa pada Puncak 4, (b) Spektrum Massa
Senyawa mono(2-etilheksil)-1,2-Benzenadikarboksilat
Berdasarkan data dari library NIST08. LIB senyawa mono(2-etilheksil)-
1,2-Benzenadikarboksilat mempunyai rumus molekul C16H22O4 dengan berat
molekul 278. Oleh karena itu ion molekul (M+) senyawa pada puncak 4 adalah
m/z 278 dengan puncak dasar pada m/z 149. Puncak dasar dengan m/z 149
umumnya mengindikasi golongan senyawa turunan benzene 1,2-dikarboksilat
(Silverstein, et al. 1986). Pada kedua spektra massa di atas terlihat bahwa pada
NIST08. LIB dan spektra massa sampel puncak m/z 278 tidak muncul. Sedangkan
spektra puncak yang muncul adalah pada m/z 279. Puncak pada m/z 279
a)
b)
82
kemungkinan merupakan puncak (M + H)+. Pola pemenggalan spektrum massa
pada senyawa puncak 4 dinyatakan seperti pada Tabel 5.14.
Tabel 5.14.
Kemungkinan Fragmen yang Hilang dari Senyawa mono(2-etilheksil)-1,2-
Benzenadikarboksilat
m/z Pemenggalan Penggalan
278 M+ C16H22O4
+
167 M+ - C8H15 C8H7O4
+
149 M+ - C8H15 – H2O C8H5O3
+
71 M+ - C11H11O4 C5H11
+
57 M+ - C11H11O4 – CH2 C4H9
+
41 M+ - C11H11O4 – CH2 – CH4 C3H5
+
27 M+ - C11H11O4 – CH2 – CH4 – CH2 C2H3
+
Berdasarkan berat molekul dan pola fragmentasi dari pendekatan NIST08.
LIB, maka diduga senyawa puncak 4 identik dengan senyawa mono(2-etilheksil)-
1,2-Benzenadikarboksilat yang strukturnya terlihat pada Gambar 5.14.
Gambar 5.14.
Struktur Senyawa mono(2-etilheksil)-1,2-Benzenadikarboksilat
Fragmentasi yang terjadi pada senyawa mono(2-etilheksil)-1,2-
Benzenadikarboksilat sesuai dengan spektrum massa di atas ditunjukkan pada
Gambar 5.15.
O OH
O
O
83
-e
Chemical Formula: C16H22O4+
m/z: 278
-C8H15
(-111)
Chemical Formula: C8H7O4+
m/z: 167 -H2O
(-18)
Chemical Formula: C8H5O3+
m/z: 149
Chemical Formula: C16H22O4+
m/z: 278
-C11H11O4
(-207)
Chemical Formula: C5H11+
m/z: 71
-CH2
(-14)
Chemical Formula: C4H9+
m/z: 57
-CH4
(-16)
Chemical Formula: C3H5+
m/z: 41
-CH2
(-14)
Fragmentasi 1
Fragmentasi 2
Gambar 5.15.
Pola Fragmentasi Senyawa mono(2-etilheksil)-1,2-Benzenadikarboksilat
O OH
O
O O OH
O
O
O OH
OC
O
CH2
H
H
O OH
OH
O
HO OH
OH
O
HO OH
OH
O
H
OH
O
O
O OH
OC
OH
H2CH2C
CH
CHH2C
Chemical Formula: C2H3+
m/z: 27
84
Hasil identifikasi dengan kromatografi gas-spektroskopi massa (GC-MS)
menunjukkan bahwa fraksi satu spons genus Haliclona Grant, 1836 mengandung
empat komponen senyawa yang diidentifikasi sebagai metil dodekanoat, metil
heksadekanoat, dekil metil ptalat, dan mono(2-etilheksil)-1,2-
benzenadikarboksilat.
Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan diketahui senyawa
metil heksadekanoat dan turunan asam benzenadikarboksilat memiliki sifat toksik.
Hasil penelitian Kumar et al. (2010) dan Maruthupandian dan Mohan (2011)
melaporkan bahwa metil heksadekanoat terbukti memiliki aktivitas sebagai
antioksidan. Senyawa mono(2-etilheksil)-1,2-benzenadikarboksilat merupakan
senyawa ester turunan asam karboksilat C16 – C18. Dalam penelitian Rizwan et
al. (2012) dilaporkan senyawa mono(2-etilheksil)-1,2-benzenadikarboksilat yang
diisolasi dari Agave attenuate dikatakan memiliki aktivitas antimikroba.
Chairman et al. (2012) menyatakan senyawa bis(etil heksil) ptalat yang diisolasi
dari Streptomyces bangladeshiensis menunjukkan aktivitas antimikroba, selain itu
senyawa 2-etil heksil ptalat yang diisolasi dari Alchorneya cordifolia memiliki
aktivitas inflamasi.
Sudha dan Masilamani (2012) menyatakan bahwa senyawa bis-2-
metilpropilbenzendikarbosilat dan isooktil ptalat yang diisolasi dari Streptomyces
avidinii strain SU4 memiliki aktivitas antikanker. Yoke et al. (2012) mengisolasi
dinonil-1,2-benzenedikarboksilat dari Clinachantus nutans Lidau yang memiliki
efektivitas antioksidan dan antiproliferasi. Berdasarkan ulasan dari beberapa
85
penelitian di atas, maka senyawa yang diisolasi dari spons genus Haliclona Grant,
1836 memiliki sifat toksik.