Uji Farmakodinamik Obat Antihiperurisemia

7
UJI FARMAKODINAMIK OBAT-OBAT ANTIHIPERURISEMIA TERHADAP MENCIT (Mus musculus) Hendriani Paramita 1 , Rais al Qadri 1 , Rezky Aprhodyta 1 , Veronica Toban 1 , Wahyuni 1 , Yetmilka Florensia 1 , Satriyani 2 1. Mahasiswa Fakultas Farmasi, Universitas Hasanuddin 2. Asisten Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi I Fakultas Farmasi, Universitas Hasanuddin ABSTRAK Telah dilakukan praktikum tentang pengaruh pemberian obat-obat antihiperurisemia. Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui efek berbagai senyawa obat yang tergolong uricosuric dan uricostatic terhadap mencit (Mus musculus). Dihitung kadar asam urat darah mencit sebelum dilakukan induksi menggunakan jus hati ayam dengan dosis 0,5 ml/20 g BB 3 kali sehari selama 7 hari berturut-turut, kemudian diukur kembali kadar asam urat mencit. Lalu masing-masing mencit diberi perlakuan obat-obatan antihiperurisemia satu kali sehari selama 3 hari berturut-turut. Obat-obat yang digunakan antara lain Allopurinol (uricostatic), Ekstrak Sambiloto, serta NaCMC sebagai kontrol negatif. Hasil percobaan menunjukkan Allopurinol dan Ekstrak Sambiloto dapat menurunkan kadar asam urat darah mencit. Analisis data menggunakan ANOVA Single Factor menunjukkan bahwa data tidak signifikan karena F < F crit dan P > 0,05. Kata Kunci : Hiperurisemia, uricosuric, uricostatic, allopurinol, ekstrak sambiloto PENDAHULUAN Hiperurisemia adalah keadaan peningkatan kadar asam urat darah di atas normal. Secara biokomiawi akan terjadi hipersaturasi yaitu kelarutan asam urat di serum yang melewati ambang batasnya. Batasan hiperurisemia secara ideal yaitu kadar asam urat di atas 2 standar deviasi hasil laboratorium pada populasi normal (1, 2). Namun secara pragmatis berdasarkan berbagai studi epidemologi dapat digunakan patokan kadar asam urat > 7 mg/dL pada laki-laki, dan > 6 mg/dL pada perempuan. Keadaan hiperurisemia akan berisiko timbulnya arthritis gout, nefropati urat, atau batu ginjal. Hiperurisemia bisa terjadi akibat peningkatan metabolisme asam urat, penurunan ekskresi asam urat urin, atau gabungan keduanya (1, 3). Sedangkan gout merupakan kelompok penyakit heterogen sebagai akibat deposisi kristal monosodium urat pada jaringan, akibat gangguan metabolisme berupa hiperurisemia. Manifestasi klinik deposisi urat meliputi artritis gout, akumulasi kristal di jaringan yang merusak tulang (tofus), batu urat, dan nefropati urat (1). Metabolisme Asam Urat Asam urat adalah hasil akhir metabolisme purin. Pada keadaan normal, 90% metabolit nukleotid (adenin, guanin dan hipoxantin) dipakai kembali untuk membentuk AMP, IMP dan GMP oleh adenine phosphoribosyltransferase (APRT) dan hypoxanthin guanine phosphoribosyltransferase (HGPRT). Hanya 10% sisanya diubah menjadi xantin kemudian menjadi asam urat oleh xanthine oxidase (XO) (1). Kelarutan urat yang rendah, terutama asam urat adalah alasan

description

farmakologi toksikologi

Transcript of Uji Farmakodinamik Obat Antihiperurisemia

UJI FARMAKODINAMIK OBAT-OBAT ANTIHIPERURISEMIA TERHADAP MENCIT (Mus musculus)

Hendriani Paramita1, Rais al Qadri1, Rezky Aprhodyta1, Veronica Toban1, Wahyuni1, Yetmilka Florensia1, Satriyani2

1. Mahasiswa Fakultas Farmasi, Universitas Hasanuddin2. Asisten Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi I Fakultas Farmasi, Universitas Hasanuddin

ABSTRAKTelah dilakukan praktikum tentang pengaruh pemberian obat-obat antihiperurisemia. Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui efek berbagai senyawa obat yang tergolong uricosuric dan uricostatic terhadap mencit (Mus musculus). Dihitung kadar asam urat darah mencit sebelum dilakukan induksi menggunakan jus hati ayam dengan dosis 0,5 ml/20 g BB 3 kali sehari selama 7 hari berturut-turut, kemudian diukur kembali kadar asam urat mencit. Lalu masing-masing mencit diberi perlakuan obat-obatan antihiperurisemia satu kali sehari selama 3 hari berturut-turut. Obat-obat yang digunakan antara lain Allopurinol (uricostatic), Ekstrak Sambiloto, serta NaCMC sebagai kontrol negatif. Hasil percobaan menunjukkan Allopurinol dan Ekstrak Sambiloto dapat menurunkan kadar asam urat darah mencit. Analisis data menggunakan ANOVA Single Factor menunjukkan bahwa data tidak signifikan karena F < F crit dan P > 0,05.Kata Kunci : Hiperurisemia, uricosuric, uricostatic, allopurinol, ekstrak sambiloto

PENDAHULUANHiperurisemia adalah keadaan peningkatan kadar asam urat darah di atas normal. Secara biokomiawi akan terjadi hipersaturasi yaitu kelarutan asam urat di serum yang melewati ambang batasnya. Batasan hiperurisemia secara ideal yaitu kadar asam urat di atas 2 standar deviasi hasil laboratorium pada populasi normal (1, 2). Namun secara pragmatis berdasarkan berbagai studi epidemologi dapat digunakan patokan kadar asam urat > 7 mg/dL pada laki-laki, dan > 6 mg/dL pada perempuan. Keadaan hiperurisemia akan berisiko timbulnya arthritis gout, nefropati urat, atau batu ginjal. Hiperurisemia bisa terjadi akibat peningkatan metabolisme asam urat, penurunan ekskresi asam urat urin, atau gabungan keduanya (1, 3). Sedangkan gout merupakan kelompok penyakit heterogen sebagai akibat deposisi kristal monosodium urat pada jaringan, akibat gangguan metabolisme berupa hiperurisemia. Manifestasi klinik deposisi urat meliputi artritis gout, akumulasi kristal di jaringan yang merusak tulang (tofus), batu urat, dan nefropati urat (1).Metabolisme Asam Urat Asam urat adalah hasil akhir metabolisme purin. Pada keadaan normal, 90% metabolit nukleotid (adenin, guanin dan hipoxantin) dipakai kembali untuk membentuk AMP, IMP dan GMP oleh adenine phosphoribosyltransferase (APRT) dan hypoxanthin guanine phosphoribosyltransferase (HGPRT). Hanya 10% sisanya diubah menjadi xantin kemudian menjadi asam urat oleh xanthine oxidase (XO) (1). Kelarutan urat yang rendah, terutama asam urat adalah alasan mengapa hiperurisemia menimbulkan gout. Eksresi asam urat oleh ginjal mencapai 10% jumlah yang difiltrasi, sehingga pada hasil akhir urin kadarnya 10-20 kali kadar plasma. Hiperurisemia terjadi pada 10% populasi di negara maju, 1 di antara 20 menderita gout (laki-laki lebih banyak dari pada perempuan), 90% pasien gout adalah gout primer dengan predisposisi genetik. Hiperurisemia primer terjadi karena ekskresi ginjal baru dapat meningkat sesuai dengan produksinya jika kadarnya dalam plasma dan filtrat glomerularnya meningkat (hiperurisemia asimptomatik). Jika terjadi peningkatan asupan purin, terjadi penumpukan kristal monosodium urat. Peningkatan kadar asam urat dalam urin menyebabkan terjadinya batu saluran kemih. Alkohol, obesitas dan beberapa obat seperti diuretik meningkatkan metabolisme adenin nukleotida sehingga memudahkan terjadinya penumpukan kristal. Pada gout kronik, serangan berulang menimbulkan kerusakan sendi, serta penumpukan urat (tofus) pada daun telinga dan ginjal (nefropati urat). Obat urikosurik seperti benzbromaron dan benziodaron meningkatkan ekskresi asam urat sehingga menurunkan kadar plasmanya. Sedangkan alopurinol adalah suatu anti xantin oksidase (XO), menurunkan produksi asam urat lewat blokade enzim tersebut (3).Penyebab Hiperurisemia dan Gout Penyebab hiperurisemia dibedakan menjadi penyebab primer pada sebagian besar kasus, serta penyebab sekunder dan idiopatik. Penyebab primer berarti tidak ada penyakit atau penyebab lain, berbeda dengan kelompok sekunder yang didapatkan penyebab lain, baik genetik maupun metabolik. Pada 99% kasus gout dan hiperurisemia dengan penyebab primer, ditemukan kelainan molekuler yang tidak jelas meskipun diketahui adanya mekanisme penurunan sekresi pada 80-90% dan produksi berlebihan pada 10-20% kasus. Sedangkan pada kelompok hiperurisemia dan gout sekunder, terjadi melalui mekanisme produksi berlebihan, seperti gangguan metabolisme purin pada defisiensi enzim glucose-6- phosphatase atau fructose-1-phospate aldolase (1). Hal yang sama juga terjadi pada keadaan infark miokard, status epileptikus, penyakit hemolisis kronis, polisitemia, psoriasis, keganasan mieloproliferatif dan limfoproliferatif; yang meningkatkan pemecahan ATP dan asam nukleat dari inti sel. Mekanisme penurunan sekresi dapat ditemukan pada keadaan penyakit ginjal kronik, dehidrasi, diabetes insipidus, alkoholisme, myxodema, hiperparatiroid, ketoasidosis dan keracunan berilium. Selain itu juga dapat terjadi pada pemakaian obat seperti diuretik, salisilat dosis rendah, pirazinamid, etambutol dan siklosporin. Hiperurisemia diketahui juga berkaitan dengan berbagai keadaan gangguan metabolik seperti diabetes melitus, hipertrigliseridemia, obesitas, sindrom metabolik, dan hipotiroidisme. Sebaliknya hiperurisemia diduga menjadi faktor risiko hipertensi, aterosklerosis dan penyakit jantung koroner (3).Berdasarkan patofisiologisnya, hiperurisemia atau peningkatan asam urat terjadi akibat beberapa hal, yaitu peningkatan produksi asam urat, penurunan eksresi asam urat, dan gabungan keduanya. Peningkatan produksi asam urat terjadi akibat peningkatan kecepatan biosintesa purin dari asam amino untuk membentuk inti sel DNA dan RNA. Peningkatan produksi asam urat juga bisa disebabkan asupan makanan kaya protein dan purin atau asam nukleat berlebihan. Asam urat akan meningkatkan dalam darah jika eksresi atau pembuangannya terganggu. Sekitar 90 % penderita hiperurisemia mengalami gangguan ginjal dalam pembuangan asam urat ini. Dalam kondisi normal, tubuh mampu mengeluarkan 2/3 asam urat melalui urin (sekitar 300 sampai denga 600 mg per hari). Sedangkan sisanya dieksresikan melalui saluran gastrointestinal (4).Purin terdapat dalam semua makanan yang mengandung protein. Contoh makanan yang mengandung tinggi purin adalah jeroan (misalnya, pankreas dan timus), ikan asin, ikan sarden, daging kambing, sapi, hati, ikan salmon, ginjal, ayam kalkun dan lain-lain. Kadar asam urat serum merupakan refleksi dari perilaku makan. Asam urat merupakan hasil akhir dari metabolisme purin dan konsumsi makanan tinggi purin akan mengakibatkan meningkatnya kadar asam urat total. Asam urat juga berhubungan dengan berbagai penyakit seperti hipertensi, penyakit kardiovaskular, diabetes mellitus dan berbagai penyakit metabolik lainnya. Mekanisme terjadinya hiperurisemia pada penyakit metabolik adalah karena peningkatan kerja ginjal sehingga lama-kelamaan menyebabkan kelelahan ginjal dan menurunkan kerja ginjal sehingga eksresi asam urat berkurang (5, 6). Peningkatan asam urat juga dapat menyebabkan peningkatan C-Reactive Protein (CRP). CRP merupakan biomarker terjadinya inflamasi sistemik, yang kemudian mempermudah terjadinya penyakit metabolik seperti hipertensi dan penyakit kardiovaskular (7).Purin adalah protein yang termasuk dalam golongan nukleo-protein. Selain didapat dari makanan, purin juga berasal dari penghancuran sel-sel tubuh yang sudah tua. Pembuatan atau sintesis purin juga bisa dilakukan oleh tubuh sendiri dari bahan-bahan seperti CO2, glutamin, glisin, asam urat, dan asam folfat. Diduga metabolit purin diangkut ke hati, lalu mengalami oksidasi menjadi asam urat. Kelebihan asam urat dibuang melalui ginjal dan usus (8).Manusia mengubah adenosin dan guanosin menjadi asam urat. Adenosin mula-mula diubah menjadi inosin oleh adenosin deaminase. Selain pada primata tingkat tinggi, uratase (urikase) mengubah asam urat menjadi alantoin, suatu produk yang larut-air pada mamalia. Namun, karena manusia tidak memiliki uratase, produk akhir metabolism purin adalah asam urat. Ketika kadar asam urat serum melebihi batas kelarutannya, terjadilah kristalisasi natrium urat di jaringan lunak dan sendi sehingga menimbulkan reaksi inflamasi, artritis gout. Namun, sebagian besar kasus gout mencerminkan gangguan pengaturan asam urat di ginjal (9).

METODE KERJAAlat dan BahanAlat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah gunting, spoit 1 ml, kanula, vial, Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah Allopurinol, Ekstrak Sambiloto, jus hati ayam, dan NaCMC 1% b/v.Penyiapan Hewan UjiDalam percobaan ini digunakan 9 ekor mencit. Mencit dibagi kedalam tiga bentuk pengujian, yaitu 3 ekor mencit untuk pengujian peran obat golongan uricostatic (Allopurinol), 3 ekor mencit untuk pengujian Ekstrak Sambiloto, dan 3 ekor mencit sebagai kontrol negatif.Perlakuan Hewan UjiPada awalnya, dilakukan induksi hiperurisemia menggunakan jus hati ayam 0,5 ml/20 g BB secara per oral terhadap mencit untuk meningkatkan kadar asam urat darah mencit. Induksi dilakukan selama tiga kali sehari, tujuh hari berturut-turut. Pada hari ketujuh, diukur kadar asam urat darah mencit, kemudian diberikan perlakuan obat Allopurinol, Ekstrak Sambiloto, dan NaCMC selama dua hari berturut-turut satu kali sehari secara per oral, lalu diukur kadar asam urat darah mencit pada hari pertama dan kedua setelah pemberian obat.PengamatanPengamatan dilakukan dengan mengukur kadar asam urat darah awal mencit, kadar asam urat darah mencit setelah induksi dengan jus hati ayam, juga kadar asam urat darah mencit setelah pemberian obat Allopurinol, Ekstrak Sambiloto, dan NaCMC.

HASIL DAN PEMBAHASANPada percobaan kali ini dilakukan uji farmakodinamika obat-obat anti hiperurisemia, adapun hasil yang didapatkan dari percobaan ini adalah sebagai berikut.

NoPerlakuanData awal sebelum perlakuanData Sebelum Diberi ObatData Hari PertamaData Hari KeduaRata-RataSD

1NaCMC2.13.35.702.782.379601

2NaCMC2.15.883.14.752.671454

3Allopurinol4.8106.805.44.188874

4Allopurinol4.85.83.503.502.531633

5Ekstrak Sambiloto4.025.83.503.332.428635

6Ekstrak Sambiloto4117.605.654.728284

Tabel 1. Hasil Pengukuran Kadar Asam Urat Darah pada Mencit (Mus musculus)

Grafik 1. Data Hasil Pengukuran Kadar Asam Urat Darah pada Mencit (Mus musculus)

Dari hasil yang diperoleh dari percobaan ini, dapat dilihat pada tabel dan grafik bahwa, kadar asam urat pada mencit yang diberi NaCMC memiliki rata- rata 2,78 mg/dL dan 4,75 mg/dL sementara pada mencit yang diberi obat Allopurinol adalah 5,40 mg/dL dan 3,50 mg/dL dan mencit yang diberi Ekstrak Sambiloto adalah 3,33 mg/dL dan 5,65 mg/dL. Berdasarkan pustaka, obat Allupurinol memberikan efek penurunan kadar asam urat darah karena obat ini merupakan obat golongan urikolitik yang menghambat pembentukan asam urat. Mekanisme aksinya adalah alopurinol dan metabolitnya oxipurinol memblok tahapan akhir dari sintesis asam urat dengan cara menghambat enzim xantin oxidase, yaitu enzim yang mengubah xantin menjadi asam urat. Selain itu, alopurinol juga meningkatkan ekskresi asam urat melalui ginjal dengan cara mengubah asam urat menjadi prekursor oxipurine, hal ini mengurangi pembentukan batu asam urat dan nefropati. Perlakuan pada hewan coba memberikan hasil yang sesuai, di mana setelah pemberian jus hati ayam, mencit yang kadar asam urat darahnya 4,8 mg/dL meningkat menjadi 10 mg/dL dan 5,8 mg/dL, kemudian diberikan Allopurinol dan kadar asam urat darahnya menurun menjadi 6,8 mg/dL dan 5,3 mg/dL. Begitu pula dengan Ekstrak Sambiloto yang dipercaya mampu menurunkan kadar asam urat darah, mencit yang diberikan Ekstrak Sambiloto kadar asam urat darah awalnya yaitu 5,8 mg/dL dan 11 mg/dL dan mengalami penurunan menjadi 3,5 mg/dL dan 7,6 mg/dL. Hal ini diperkuat dengan data kadar asam urat mencit yang diberi kontrol negatif NaCMC, di mana kadar asam urat darah awal mencit yaitu 3,3 mg/dL dan 5,8 mg/dL dan mengalami peningkatan setelah diberi NaCMC menjadi 5,7 mg/dL dan 8 mg/dL.Dilakukan pula analisis ANOVA Sinlge Factor terhadap data yang diperoleh, dan hasil yang didapatkan adalah sebagai berikut.

Anova: Single Factor

SUMMARY

GroupsCountSumAverageVariance

NaCMC411.12.7755.6625

NaCMC4194.757.136666667

Allopurinol421.65.417.54666667

Allopurinol414.13.5256.409166667

Ekstrak Sambiloto413.323.335.898266667

Ekstrak Sambiloto422.65.6522.35666667

ANOVA

Source of VariationSSdfMSFP-valueF crit

Between Groups28.3173333355.6634666670.5227016590.7559918862.772853

Within Groups195.02981810.83498889

Total223.347133323

Tabel 2. Hasil Analisis ANOVA Single Factor terhadap Data Kadar Asam Urat Mencit (Mus musuculus)Dari hasil analisis ANOVA Single Factor, diperoleh nilai F crit yang lebih besar dibandingkan nilai F, dan nilai P value yang lebih besar dari 0,05, sehingga diketahui bahwa data yang diperoleh tidak signifikan.

KESIMPULANBerdasarkan hasil percobaan, obat antihiperurisemia Allopurinol dan Ekstrak Sambiloto memberikan efek yang baik dalam menurunkan kadar asam urat darah mencit. Namun hasil analisis data menggunakan ANOVA Single Factor menunjukkan bahwa data tidak signifikan sebab F < F crit dan P > 0,05.

DAFTAR PUSTAKA1. Firestein, G. S., Budd R. C., Harris E. D., Rudy S., Sergen J. S. 2009. Kelleys Textbook of Rheumatology. 8th ed. 2009. Philadelphia: Saunders. 2. Klippel, J. H., Stone J. H., Crofford L. J., White P. H. 2008. Gout: Clinical features. 3rd ed. New York: Springer.3. Sudoyo, A. W., Setiyohadi B., Alwi I., Simadibrata M., Setiati S. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-4. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI.4. Soeroso, J., Algristian H. 2011. Asam Urat. Jakarta: Penebar Plus.5. Jin, M., Yang F., Yang I., Yin Y., Luo JJ.,Wang H., Yang XF. 2012. Uric Acid: Hyperuricemia and Vascular Disease. Front Biosci.6. Gustafsson, D. dan Unwin R. 2013. The Pathophysiology of Hyperuricaemia and Its Possible Relationship to Cardiovascular Disease, Morbidity and Mortality. BMC Nephrology.7. Krishnan E. 2014. Interaction of Inflammation, Hyperuricemia, and the Prevalence of Hypertension Among Adults Free of Metabolic Syndrome. J Am Heart Assoc.8. Sutrani, L., Alam S., Hadibroto I. 2004. Asam Urat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.9. Murray, R. K., Granner D. K., Rodwell V. W. 2006. Harpers Illustrated Biochemistry, 27th Edition. New York: McGraw-Hill.