UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI … · i . uin syarif hidayatullah jakarta . uji aktivitas gel...
Transcript of UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI … · i . uin syarif hidayatullah jakarta . uji aktivitas gel...
i
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
UJI AKTIVITAS GEL ISOLAT KATEKIN GAMBIR
(Uncaria gambir Roxb.) TERHADAP PENYEMBUHAN
LUKA BAKAR PADA TIKUS PUTIH (Rattus
norvegicus) JANTAN GALUR SPRAGUE DAWLEY
SKRIPSI
NURSETYOWATI RAHAYU
1112102000049
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
JUNI 2016
ii
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
UJI AKTIVITAS GEL ISOLAT KATEKIN GAMBIR
(Uncaria gambir Roxb.) TERHADAP PENYEMBUHAN
LUKA BAKAR PADA TIKUS PUTIH (Rattus
norvegicus) JANTAN GALUR SPRAGUE DAWLEY
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
NURSETYOWATI RAHAYU
1112102000049
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
JUNI 2016
HALAMAN PERNY ATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah basil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dilrutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Nursetyowati Rahayu
NIM : 1112102000049
Tanda Tangan
Tanggal : 24 Juni 2016
iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
Nama : Nursetyowati Rahayu
NIM : 1112102000049
Program Studi : F armasi
Judul : Uji Aktivitas Gel Isolat Katekin Gambir (Uncaria gambir Roxb.)
terhadap Penyembuhan Luka Bakar pada Tikus Putih (Rattus
Norvegicus) Jantan Galur Sprague Dawley
Disetujui Oleh:
Mengetahui,
Pembimbing II
Lina Elfita, M.Si., Apt. NIP. 197312122011012002
Ketua Program Studi Farmasi
FKIK UIN SyarifHidayatullah Jakarta
Dr. Nurmeilis, M.Si., Apt. NIP 197404302005012003
iv
HALAMANPENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh :
Nama
NIM
Program Studi
Judul Skripsi
: Nursetyowati Rahayu
: 1112102000049
: Farmasi
: Uji Aktivitas Gel Isolat Katekin Gambir (Uncaria
Gambir Roxb.) terhadap Penyembuhan Luka Bakar pada
Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan Galur Sprague
Dawley
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi, Falkutas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing I : Dr. M.Yanis Musdja, M.Sc., Apt (
Pembimbing II : Lina Elfita, M.Si., Apt. (
Penguji I : Yuni Anggraeni, M.Farm., Apt
Penguji II : Yardi, Ph.D., Apt (~
Ditetapkan di : Ciputat
Tanggal : 24 Juni 2016
v
vi
ABSTRAK
Nama : Nursetyowati Rahayu
Program Studi : Farmasi
Judul : Uji Aktivitas Gel Isolat Katekin Gambir (Uncaria Gambir
Roxb.) terhadap Penyembuhan Luka Bakar pada Tikus
Putih (Rattus norvegicus) Jantan Galur Sprague Dawley
Gambir (Uncaria gambir Roxb.) mengandung flavonoid, tanin, saponin dan
alkaloid yang dapat membantu dalam proses penyembuhan luka bakar. Salah satu
komponen utama yang terdapat pada gambir adalah katekin. Katekin merupakan
senyawa flavonoid yang diperoleh dari gambir yang memiliki khasiat sebagai
antiinflamasi, antioksidan dan antibakteri. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui aktivitas isolat katekin gambir dalam bentuk sediaan gel terhadap
penyembuhan luka bakar pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur
Sprague Dawley melalui pengamatan patologi anatomi dan histopatologi.
Sebanyak 30 tikus putih jantan dibagi menjadi 5 kelompok, yaitu kelompok
kontrol positif yang diberikan gel Bioplasenton®, kontrol negatif yang diberikan
basis gel, dan 3 kelompok uji yang diberikan gel dengan isolat katekin gambir
dengan konsentrasi yang bervariasi (1%, 2% dan 4%). Metode pembuatan luka
bakar derajat dua menggunakan metode Akhoondinasab et al. Pemberian gel pada
masing-masing kelompok dilakukan setiap hari selama 21hari. Parameter patologi
anatomi yang diamati meliputi pembentukan keropeng, penurunan luas luka bakar
dan persentase penyembuhan luka bakar. Parameter histologi yang diamati
meliputi infiltrasi sel radang dan neokapilerisasi. Hasil analisis statistik
menggunakan uji one way-ANOVA dan Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa gel
isolat katekin gambir dengan konsentrasi yang bervariasi (1%, 2% dan 4%)
menunjukkan efek penurunan luas luka bakar dan peningkatan persentase
penyembuhan luka bakar yang tidak berbeda signifikan dengan kontrol positif
dan kontrol negatif (P>0,05). Hasil pengamatan histopatologi menunjukkan
bahwa isolat katekin gambir mampu mengurangi jumlah sel radang dan
meningkatkan pembentukan neokapiler dibanding kelompok kontrol negatif. Gel
isolat katekin gambir dapat membantu dalam proses penyembuhan luka bakar
derajat dua pada fase inflamasi dan proliferasi.
Kata Kunci : Isolat katekin gambir, Uncaria gambir Roxb., gel isolat katekin,
luka bakar.
vii
ABSTRACT
Name : Nursetyowati Rahayu
Major : Pharmacy
Judul : Study of Burn Wound Healing Activity Catechin Gambir
(Uncaria Gambir Roxb.) Isolate on White Male Rats
(Rattus norvegicus) Sprague Dawley Strain
Gambir (Uncaria Gambir Roxb.) contains flavonoids, tannins, saponins and
alkaloids that can help in the healing process of burns. Catechin is a flavonoid
compound which is obtainable from gambir, known as anti inflamation,
antioxidant and antibacterial. The objective of this research is to examine gross
and microscopic catechin gambir isolate activity on wound healing process of
white male rats (Rattus norvegicus) Sprague Dawley strain. The rats were divided
into five groups; one group act as positive control received Bioplasenton® gel,
one group act as negative control received gel base, and the other group are
received catechin gambir isolate gel in various contrentration (1%, 2%, 4%). The
method of making a second degree burn wound was the Akhoondinasab method.
The catechin gambir isolate gel were applied twice a day for 21 days. The gross
parameters observed include scab formation, extensive burns and percentage of
wound healing. The microscopic parameter observed include the presence of
inflammatory cell and new formed capillary. The results of statistical analysis
One-Way ANOVA and Kruskal Wallis test shows that the catechin gambir isolate
gel with various concentration (1%, 2%, 4%) indicates that the extensive burns
and increasing percentage of wound healing effect did not differ significantly
while compared with positive and negative controls (P>0,05). Histopathology
observation results that the catechin gambir isolate gel could decrease the number
of inflammatory cell and increase the number of new formed capillary while
compared with negative group. The catechin gambir isolate gel can help in the
second degree burns healing process at the inflamatory and proliferation phase.
Keywords : The catechin gambir isolate, Uncaria Gambir Roxb., The catechin
isolate gel, burn wound.
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan ke hadirat
Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia Nya penulis dapat menyelesaikan
penelitian dan penulisan skripsi ini hingga selesai. Shalawat dan salam senantiasa
tercurah kepada Rasulullah saw semoga kita sebagai umatnya mendapat syafaat
darinya hingga akhir zaman. Skripsi ini berjudul “Uji Aktivitas Gel Isolat
Katekin Gambir (Uncaria gambir) terhadap Penyembuhan Luka Bakar pada
Tikus Putih (Rattus Norvegicus) Jantan Galur Sprague Dawley” yang telah
diajukan sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi Program
Studi Farmasi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi ini penulis menyadari
bahwa penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini perkenankan penulis menyampaikan
penghargaan dan rasa terimakasih kepada:
1. Bapak Dr. M. Yanis Musdja, M.Sc., Apt dan ibu Lina Elfita M.Si., Apt
selaku dosen pembimbing yang telah memberikan ilmu, arahan,
bimbingan serta meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam penelitian
dan penulisan skripsi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Ibu Yuni Anggraeni M.Si., Apt dan Bapak Yardi Ph.D., Apt selaku dosen
penguji yang telah banyak memberikan evaluasi dan saran dalam
penulisan skripsi ini.
3. dr. Dyah Ayu Woro Setyaningrum yang telah membantu dan memberikan
arahan dalam proses pengamatan histologi.
4. Bapak Dr. Arief Sumantri, M.Kes selaku dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Bapak dan ibu dosen program studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis.
6. Para staf karyawan dan laboran Program Studi Farmasi yang telah banyak
membantu dalam proses berlangsungnya penelitian ini.
7. Kedua orang tua tercinta, bapak Ir. Budi Rekso Prabowo dan ibu Dra.
Neneng Susilawati sebagai motivator terbesar penulis yang senantiasa
ix
memberikan dorongan, semangat, perhatian baik secara moril maupun
materiil serta kasih sayang dan do’a yang tiada henti.
8. Adik-adik tercinta, Rahayu Budi Lestari dan Tri Lestari Budiasih atas
setiap motivasi, semangat, dukungan dan doanya bagi penulis.
9. Rekan, sahabat, sekaligus keluarga tersayang, Muhammad Zeze Fauzi, Siti
Nurasiyah, Dwi Purwati, Virna Virniadinata. Terima kasih untuk segala
motivasi, semangat, dukungan dan doanya untuk kelancaran skripsi.
10. Sahabat-sahabat seperjuangan selama kuliah, Mauliana, Pipit Fitriyah,
Putri Wulandari, Zaenab Salsabila dan Rouli Meparia Utami. Terima kasih
atas kebaikan, semangat, motivasi dan kebersamaan yang sangat berharga
dalam 4 tahun terakhir ini.
11. Sahabat seperjuangan penelitian Farmakologi 2012 (windi, deny, afin,
amma, ami, nita, hari, atul, pipit, umi, afra, fika hilmi), terima kasih atas
bantuan, kesabaran dan motivasinya selama penelitian.
12. Sahabat tulip family (Rema, Yolan, Elsa, Echa, Rani, Lilis, Umi, Afra,
Ani) atas setiap dukungan, kebaikan, semangat dan motivasinya selama
pendidikan perkuliahan.
13. Teman-teman Farmasi 2012, khususnya farmasi BD untuk kekompakan
dan canda-tawa selama pendidikan perkuliahan.
14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
membantu penulis selama ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi terdapat kekurangan dan masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun demi hasil yang lebih baik. Penulis berharap penyusunan skripsi ini
mendatangkan banyak manfaat dan pelajaran bagi semua orang khususnya para
pembaca. Penulis berharap semoga Allah SWT membalas segala kebaikan semua
pihak yang telah membantu.
Ciputat, Juni 2016
Penulis
HALAMAN PERNY<\TAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama : Nursetyowati Rahayu NIJVl : 1112102000049 Program Studi: Farmasi Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan J enis Karya : Skripsi
Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah saya,denganjudul: UJI AKTIVITAS GEL ISOLAT KA.TEKIN GAMBIR (UNCARIA GAMBIR
ROXB.) TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA BAKAR PADA TIKUS PUTIH (RATTUS NORVEGICUS) JANTAN GALUR SPRAGUE DAWLEY
Untuk dipub1ikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-undang Hale Cipta.
Demikian pemyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenamya.
Dibuat di Pada Tanggal
:Jakarta : 24 Juni 2016
Yang menyatakan,
X
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL .................................................................................. i
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ........................................ iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... v
ABSTRAK ..................................................................................................... vi
ABSTRACT ................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ................................................................................... viii HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .............. x
DAFTAR ISI .................................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL................................................................................ .......... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xv
BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................... .. 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................ 1
1.2. Perumusan Masalah ................................................................ 3
1.3. Tujuan Penelitian .................................................................... 3
1.4. Hipotesis ................................................................................. 4
1.5.Manfaat Penelitian ................................................................... 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 5
2.1 Tanaman Gambir ...................................................................... 5
2.2.1 Taksonomi ...................................................................... 5
2.2.2 Nama Daerah .................................................................. 6
2.2.3 Deskripsi Tanaman ......................................................... 6
2.2.4 Khasiat dan Manfaat ...................................................... 7
2.2.5 Kandungan Kimia ......................................................... ` 8
2.2 Tinjauan Hewan Percobaan ..................................................... 9
1.2.1 Klasifikasi Tikus Putih .................................................. 9
1.2.2 Biologis Tikus Putih ..................................................... 9
1.3 Kulit .................................................................................... ..... 11
1.3.1 Struktur Kulit ................................................................ 11
1.3.2 Fungsi Kulit .................................................................. 13
2.4 Luka Bakar .............................................................................. 14
2.4.1 Definisi ......................................................................... 14
2.4.2 Faktor-Faktor yang Berperan ....................................... 14
2.4.3 Klasifikasi Luka Bakar ................................................. 15
2.4.3.1 Berdasarkan Penyebab ......................................... 15
2.4.3.2 Berdasarkan Kedalaman Luka ............................. 15
2.4.4 Luas Luka Bakar ........................................................... 17
2.4.5 Kategori Penderita ........................................................ 17
2.4.5.1 Luka Bakar Ringan .............................................. 17
xii
2.4.5.2 Luka Bakar Sedang .............................................. 18
2.4.5.3 Luka Bakar Berat ................................................. 18
2.4.6 Patofisiologi Luka Bakar .............................................. 18
2.4.7 Penyembuhan Luka Bakar ............................................ 20
2.5 Ekstraksi ................................................................................... 22
2.5.1 Definisi .......................................................................... 22
2.5.2 Metode Ekstraksi ............................................................ 23
2.6 Gel ............................................................................................ 24
BAB 3 METODE PENELITIAN ............................................................ 25
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian................................................... 25
3.2 Alat dan Bahan ......................................................................... 25
3.2.1 Alat ................................................................................ 25
3.2.2 Bahan ............................................................................ 25
3.3 Hewan Uji ................................................................................. 26
3.4 Prosedur Penelitian ................................................................... 26
3.4.1 Pengumpulan Bahan ....................................................... 26
3.4.2 Pemeriksaan Simplisia .................................................... 26
3.4.3 Penyiapan Simplisia ....................................................... 26
3.4.4 Identifikasi Urea ............................................................. 26
3.4.5 Skrining Fitokimia .......................................................... 26
3.4.6 Isolasi Katekin Gambir ................................................... 27
3.4.7 Pemeriksaan Katekin Gambir ......................................... 27
3.4.8 Pembuatan Sediaan Gel .................................................. 28
3.5 Persiapan Hewan Uji ................................................................ 29
3.5.1 Pembuatan Luka Bakar Pada Punggung Tikus .............. 30
3.5.2 Pengujian Efek Penyembuhan Luka Bakar Gel Isolat
Katekin Gambir ............................................................... 30
3.5.3 Pengamatan Patologi anatomi ....................................... 31
3.5.4 Eksisi Kulit Tikus .......................................................... 31
3.5.5 Pembuatan Preparat Histopatologi Jaringan Kulit Tikus 31
3.5.6 Pengamatan Preparat Histopatologi .............................. 32
3.6 Analisis Data ........................................................................... 32
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................... 33
4.1. Hasil Determinasi Gambir ....................................................... 33
4.2. Hasil Ekstraksi ......................................................................... 33
4.3. Hasil Uji Cemaran Urea dan Penapisan Fitokimia ................. 34
4.4. Hasil Pemeriksaan Mutu Gambir ............................................ 35
4.5. Hasil Evaluasi Sediaan Gel ..................................................... 37
4.6. Hasil Pengukuran Berat Badan Tikus ...................................... 39
4.7. Hasil Pengamatan Luka Bakar ................................................ 40
4.7.1 Hasil Pengamatan Patologi anatomi ............................... 41
4.7.2 Hasil Pengamatan Preparat Histopatologi ...................... 45
BAB 5 Kesimpulan ................................................................................... 50 5.1 Kesimpulan ............................................................................... 50
5.2 Saran ......................................................................................... 50
Daftar Pustaka ............................................................................................... 51
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Alat Kempa Gambir ..................................................................... 5
Gambar 2.2 Morfologi Tanaman Gambir ....................................................... 5
Gambar 2.3 Tanaman Gambir ......................................................................... 6
Gambar 2.4 Struktur Katekin .......................................................................... 9
Gambar 2.5 Struktur Anatomi Kulit ............................................................... 11
Gambar 2.6 Klasifikasi Luka Bakar Berdasarkan Kedalaman Luka ............... 17
Gambar 2.7 Diagram Rule of Nine Dari Wallace Untuk Dewasa ................... 17
Gambar 2.8 Zona Kerusakan Jaringan ............................................................ 20
Gambar 4.1 Grafik Rata-Rata Berat Badan Tikus Selama Aklimatisasi ......... 39
Gambar 4.2 Grafik Rata-Rata Berat Badan Tikus Selama Perlakuan ............. 39
Gambar 4.3 Grafik Persentase Penyembuhan Luka Bakar ............................. 45
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Lund dan Browder (untuk anak) ..................................................... 17
Tabel 3.1 Pembagian Kelompok Perlakuan .................................................... 30
Tabel 4.1 Hasil Uji Cemaran Urea Dan Penapisan Fitokimia ........................ 34
Tabel 4.2 Hasil Uji Pemeriksaan Mutu Gambir .............................................. 35
Tabel 4.3 Hasil Evaluasi Sediaan Gel ............................................................. 37
Tabel 4.4 Pengamatan Keropeng .................................................................... 42
Tabel 4.5 Hasil Pengukuran Penurunan Luas Luka Bakar ............................. 44
Tabel 4.6 Penilaian Histopatologi Dengan Sistem Skoring ............................ 46
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Alur Penelitian ............................................................................ 57
Lampiran 2. Determinasi Tanaman ................................................................. 58
Lampiran 3. Sertifikat Katekin Pembanding ................................................... 59
Lampiran 4. Surat Keterangan Kesehatan Hewan .......................................... 60
Lampiran 5. Hasil Perhitungan Rendemen ..................................................... 61
Lampiran 6. Hasil Perhitungan Kadar Air ...................................................... 61
Lampiran 7. Hasil Perhitungan Kadar Abu ..................................................... 61
Lampiran 8. Hasil Perhitungan Penetapan Kadar ........................................... 62
Lampiran 9. Gambar Pengamatan Perubahan Luas Luka Bakar .................... 64
Lampiran 10. Tahap Pengukuran Luas Luka Bakar......................................... 67
Lampiran 11. Skoring Pengamatan Histopatologi .......................................... 68
Lampiran 12. Dokumentasi Penelitian ............................................................ 70
Lampiran 13. Hasil Analisis Statistik Persentase Penyembuhan Luka Bakar
Derajat Dua Hari ke-8 .............................................................. 72
Lampiran 14. Hasil Analisis Statistik Persentase Penyembuhan Luka Bakar
Derajat Dua Hari ke-15 ............................................................. 76
Lampiran 21. Hasil Analisis Statistik Persentase Penyembuhan Luka Bakar
Derajat Dua Hari ke-21 ............................................................. 80
1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kulit merupakan organ terbesar dari tubuh, yang menyumbang sekitar 15%
dari total berat badan orang dewasa. Kulit melakukan banyak fungsi vital,
termasuk perlindungan fisik terhadap gangguan luar, kimia, dan agen biologis,
serta mencegah kehilangan air berlebih dari tubuh dan berperan dalam
termoregulasi (Kanitakis, 2002). Masalah pada kulit yang sering dijumpai adalah
luka. Luka ada beberapa jenis, salah satunya adalah luka bakar (Wasitaatmadja S,
2002).
Menurut WHO, luka bakar adalah cedera pada kulit atau jaringan organik
lainnya terutama disebabkan oleh panas atau karena radiasi, radioaktivitas, listrik,
gesekan atau kontak dengan bahan kimia. Luka kulit akibat radiasi ultraviolet,
radioaktivitas, listrik atau bahan kimia, serta kerusakan saluran pernapasan akibat
menghirup asap, juga dianggap luka bakar. Luka bakar termasuk kecelakaan yang
sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari khususnya di rumah tangga dan yang
sering ditemukan adalah luka bakar derajat II (Izzati, 2015).
Prinsip penanganan utama luka bakar ringan adalah mendinginkan luka yang
terbakar dengan air, mencegah infeksi dan memberi kesempatan sisa-sisa epitel
untuk berproliferasi dan menutup permukaan luka. Luka dapat dirawat secara
tertutup atau terbuka (Syamsuhidayat dan Jong, 1997).
Berdasarkan review yang dilakukan oleh Nungki Ratna Martina dan Aditya
Wardhana, telah dilakukan studi analisis deskriptif untuk menganalisa data dari
rekam medis pasien yang dirawat di Unit Luka Bakar RSCM dari Januari 2011 –
Desember 2012. Dari studi tersebut didapatkan hasil bahwa selama 2 tahun
terakhir terdapat 275 pasien luka bakar, 203 diantaranya dewasa. Jumlah kematian
pada pasien dewasa yaitu 76 pasien (27,6%). Diantara pasien yang meninggal,
78% disebabkan oleh api, luka bakar listrik (14%), air panas (4%), kimia (3%),
dan metal (1%). Hampir semua luas luka bakar adalah deep dermal (derajat 2) dan
full thickness (derajat 3). Penyebab kematian yaitu septicaemia (42,1%),
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kegagalan organ multipel (31,6%), systemic inflammatory response syndrome
(17,6%), dan acute respiratory distress syndrome (87,6%).
Upaya menyembuhkan berbagai penyakit terus dilakukan yaitu salah satunya
dengan pencarian obat baru, hal ini mendorong para peneliti untuk berusaha
menemukannya dengan memanfaatkan tumbuhan asli Indonesia. Di dalam hutan
tropis Indonesia diperkirakan terdapat sekitar 30.000 jenis tumbuhan. Diduga dari
jumlah tersebut sekitar 9.600 jenis diketahui berkhasiat sebagai obat dan 200 jenis
diantaranya merupakan tumbuhan obat penting bagi industri obat tradisional
(Hilpiani, 2012).
Tanaman Gambir merupakan komoditas unggulan propinsi Sumatera Barat
yang mampu memasok 90 persen kebutuhan pasar dunia (Departemen Pertanian,
2006). Kandungan utama bongkahan gambir adalah katekin (40 - 60%), zat
penyamak (22 - 50%), serta sejumlah alkaloid seperti gambirtannin, turunan
dihidro dan okso-gambirtannin (Amos, 2010). Secara kimiawi katekin merupakan
polihidroksi flavonoid yang menunjukkan karakteristik larut dalam air (Taniguchi
dkk., 2007).
Gambir mengandung flavonoid, tanin, saponin dan alkaloid yang dapat
membantu dalam proses penyembuhan luka bakar pada kulit punggung tikus.
Gambir telah digunakan untuk pengobatan karena mempunyai efek antimikroba
dan anti-inflamasi. Gambir digunakan masyarakat sebagai obat tradisional untuk
pengobatan luka bakar (Handayani, 2015). Sebagian besar efek farmakologis dari
senyawa flavonoid gambir tampaknya terkait dengan potensi sebagai antioksidan
(Ningsih Sri, 2014). Menurut Anggraini et al. (2011) senyawa flavonoid memiliki
efek antiinflamasi yang berfungsi sebagai antiradang dan mampu mencegah
kekakuan dan nyeri. Selain itu gambir mempunyai aktivitas sebagai antibakteri
(Musdja, 2012).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Fitri Handayani, Eka
Siswanto dan Lintang Ayu T.P (2015) tentang Uji Aktivitas Ekstrak Etanol
Gambir (Uncaria gambir) terhadap Penyembuhan Luka Bakar pada Kulit
Punggung Mencit Putih Jantan (Mus musculus L.) dilaporkan bahwa konsentrasi
ekstrak etanol gambir sebesar 45% terbukti efektif terhadap penyembuhan luka
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
bakar. Hal inilah yang menjadi dasar penelitian untuk mengetahui konsentrasi
isolat katekin gambir yang efektif untuk penyembuhan luka bakar.
Salah satu cara untuk mengobati luka bakar yaitu dengan pemberian obat
secara topikal. Salah satu bentuk sediaan topikal adalah gel. Sediaan gel lebih
disukai karena memiliki kandungan air yang bersifat mendinginkan,
menyejukkan, melembabkan, mudah penggunaannya, mudah berpenetrasi pada
kulit, sehingga memberikan efek penyembuhan yang lebih cepat sesuai dengan
basis yang digunakan (Ansel, 2005). Oleh karena itu penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui aktivitas isolat katekin gambir yang dibuat dalam sediaan gel
sebagai pengobatan luka bakar dan diaplikasikan pada kulit punggung tikus yang
sebelumnya telah diinduksi luka bakar.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah gel isolat katekin gambir mempunyai aktivitas terhadap
penyembuhan luka bakar derajat dua pada tikus putih (Rattus norvegicus)
jantan galur Sprague Dawley?
2. Bagaimana pengaruh variasi konsentrasi gel isolat katekin gambir terhadap
penyembuhan luka bakar derajat dua pada tikus putih (Rattus norvegicus)
jantan galur Sprague Dawley?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui aktivitas isolat katekin gambir dalam bentuk sediaan gel
terhadap penyembuhan luka bakar derajat dua pada tikus putih (Rattus
norvegicus) jantan galur Sprague Dawley melalui pengamatan anatomi dan
histopatologi
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui pengaruh variasi konsentrasi gel isolat katekin gambir
terhadap penyembuhan luka bakar derajat dua pada tikus putih (Rattus
norvegicus) jantan galur Sprague Dawley
4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Membandingkan proses penyembuhan luka bakar derajat dua yang dirawat
dengan gel isolat katekin gambir (Uncaria gambir), gel luka bakar yang
telah beredar di pasaran dan dasar gel tanpa isolat katekin gambir pada
tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague Dawley
3. Membandingkan gambaran histologi proses penyembuhan luka bakar
derajat dua yang dirawat dengan gel isolat katekin gambir (Uncaria
gambir), gel luka bakar yang telah beresar dipasaran dan dasar gel tanpa
isolat katekin gambir pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur
Sprague Dawley
1.4 Hipotesis
1. Pemberian gel isolat katekin gambir yang dioleskan secara topikal dapat
menurunkan luas luka bakar derajat dua
2. Pemberian gel isolat katekin gambir yang dioleskan secara topikal dapat
mempercepat waktu penyembuhan luka bakar derajat dua
1.5 Manfaat Penelitian
1. Menambah pengetahuan serta wawasan tentang perawatan luka bakar dari
gel isolat katekin gambir dan prosedur penelitian
2. Dapat memberikan informasi pada masyarakat mengenai khasiat gel isolat
katekin gambir sebagai alternatif terapi untuk perawatan luka bakar
3. Sebagai dasar penelitian lain untuk mengembangkan dan melakukan
penelitian tentang variasi sediaan dari isolat katekin gambir terhadap luka
bakar pada khususnya dan berbagai jenis luka pada umumnya
5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Gambir
Gambir adalah ekstrak air panas dari daun dan ranting tanaman gambir
yang disedimentasikan dan kemudian dicetak dan dikeringkan. Hampir 95%
produksi dibuat menjadi produk ini, yang dinamakan betel bite atau plan masala.
Bentuk cetakan biasanya silinder, menyerupai gula merah. Warnanya coklat
kehitaman. Nama lainnya adalah catechu, gutta gambir, catechu pallidum (pale
catechu) (Nainggolan, 2013).
Gambar 2.1 Alat kempa gambir (Nainggolan, 2013).
2.1.1 Taksonomi
Menurut Nainggolan (2013) klasifikasi taksonomi tanaman gambir adalah
sebagai berikut :
Kerajaan : Plantae
Division : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Gentianales
Suku : Rubiaceae
Marga : Uncaria
Spesies : U. Gambir
Nama Binomial : Uncaria gambir Roxb
Gambar 2.2 Morfologi Tanaman gambir
(www.mbglibrary.com)
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.1.2 Nama Daerah
Menurut Direktorat Obat Asli Indonesia (2007), ada beberapa nama daerah
untuk gambir:
Sumatera : gambee, gani, kacu (Aceh), sontang (Batak),
gambe (Nias), gambie, gambu, gimber
(Minangkabau), sepelet (Lampung).
Jawa : santun (Jawa); gambir (Madura).
Nusa Tenggara : tagambe (Bima), gamur (Sumba).
Kalimantan : kelare, abi, gamer, kambin, sori.
Sulawesi : gambele, gambere, gambe.
Maluku :nggame, kame, kampir, kambir, tagabere, gagabere,
gabere, gambe.
(dalam Musdja, 2011)
2.1.3 Deskripsi Tanaman
Gambir (Uncaria gambir) merupakan tanaman perdu, termasuk salah satu
jenis tanaman famili Rubiaceae (kopi-kopian). Bentuk keseluruhan tanaman ini
seperti pohon bougenvil, yaitu merambat dan berkayu (Nainggolan, 2013).
Spesies gambir (Uncaria gambir) umumnya ditemukan di Malaysia dan
Singapura, juga ditemukan di Sumatera, dan Kalimantan. Spesies ini telah
dibudidayakan untuk gambir, yaitu bahan penyamakan yang diperoleh dari
ekstrak air daun dan ranting gambir (Phillipson et al., 1978; Ahmed et al., 1978
dalam Heitzman, 2004).
Gambar 2.3 Tanaman gambir (Nainggolan, 2013).
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Menurut Soedibyo (1998), gambir (Uncaria gambir) termasuk ke dalam
famili Rubiaceae (kopi-kopian). Gambir merupakan tanaman perdu dengan tinggi
1-3 m. Batangnya tegak, bulat, percabangan simpodial, warna cokelat pucat.
Daunnya tunggal, berhadapan, berbentuk lonjong, tepi bergerigi, pangkal bulat,
ujung meruncing, panjang 8-13 cm, lebar 4-7 cm, dan berwarna hijau. Bunga
gambir adalah bunga majemuk, berbentuk lonceng, terletak di ketiak daun,
panjang lebih kurang 5 cm, memiliki mahkota sebanyak 5 helai yang berbentuk
lonjong, dan berwarna ungu (Febriana Nurul, 2006). Buah berbentuk kapsul,
sempit dan panjang, terbagi menjadi 2 belahan. Memiliki banyak biji, kecil, halus,
berbentuk jarum dan bersayap, panjang 0,4 cm, berwarna kuning (Direktorat Obat
Asli Indonesia, 2007 dalam Musdja, 2011).
2.1.4 Khasiat dan Manfaat
Heitzman (2014) melaporkan bahwa spesies banyak digunakan sebagai
obat tradisional termasuk untuk pengobatan luka dan tukak, demam, sakit kepala,
penyakit gastrointestinal, dan infeksi akibat bakteri/jamur (Chang et al., 1989).
Fungsi lain gambir adalah sebagai campuran obat, seperti sebagai luka bakar, obat
kumur-kumur, obat sariawan, serta obat sakit kulit (dibalurkan) (Hilpiani, 2012)
Katekin merupakan astringent dan dapat digunakan untuk pengobatan
diare dan gangguan pencernaan lainnya (Martindale, 2009). Selain itu manfaat
dan kegunaan gambir cukup beragam yakni sebagai ramuan makan sirih maupun
sebagai bahan baku dan bahan penolong berbagai industri seperti industri farmasi,
penyamak kulit, zat pewarna industri tekstil, ramuan cat, pestisida nabati, dan
lain-lain (Nainggolan, 2013).
Penelitian yang berkaitan dengan aktivitas ekstrak gambir telah banyak
dilakukan diantaranya aktivitas antibakteri dari ekstrak daun gambir (Pambayun et
al., 2007), gambir sebagai anti-lipid peroksidasi (Ningsih, Sri. 2014), gambir
sebagai imunodilator (Musdja, 2012) dan gambir sebagai penyembuh luka bakar
(Sumoza, 2014 dan Handayani Fitri, 2015). Beberapa aktivitas ekstrak gambir di
atas sebagian besar disebabkan oleh katekin yang terkandung di dalam gambir.
Selain uji aktivitas ekstrak gambir, telah dilakukan juga beberapa uji aktivitas dari
katekin, diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Agustin (2013) yang
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
melaporkan bahwa katekin efektif sebagai tabir surya dan dinyatakan bahwa
katekin merupakan senyawa flavonoid yang termasuk senyawa fenolik yang
potensial sebagai antioksidan dan mempunyai bioaktivitas sebagai obat, selain itu
katekin juga terbukti mempunyai aktivitas anti spasmodik, bronkodilator dan
vasodilator (Ghayur et al., 2007). Dalam penelitian lain, dilaporkan bahwa katekin
gambir mempunyai aktivitas antibakteri rata-rata lebih kuat dari ekstrak gambir
terhadap bakteri yang diuji yakni 5 bakteri Gram positif; Bacillus subtilis,
Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Streptococcus mutans dan
Streptococcus viridans serta 5 bakteri Gram negatif; Escherichia coli, Shigella
flexneri, Proteus aeruginosa, Proteus mirabilis dan Proteus vulgaris (Musdja,
2011). Untuk penggunaan sebagai kosmetik, telah dilakukan penelitian bahwa
katekin efektif sebagai antiaging (Maurya dan Rizvi, 2009).
2.1.5 Kandungan Kimia
Ekstrak (getah) dari daun dan ranting mengandung asam katechu tannat
(tannin), katekin, pirokatekol, fluorescein, lilin, minyak lemak. Komponen utama
gambir adalah asam katechu tannat (20-50%), katechin (7-33%), dan pirokatekol
(20-30%) (Ferdinal, 2014). Adanya perbedaan kadar katekin pada gambir
dipengaruhi oleh kondisi daun yang diekstrak. Daun gambir muda memiliki
rendemen ekstrak lebih tinggi daripada daun tua (Hilpiani, 2012).
Katekin (C15H14O6) merupakan ekstrak dari gambir yang berpotensi
sebagai antiinflamasi, antioksidan, antibakteri, antitumor, dan antivirus
(Nakagawa, 2005). Katekin terdiri dari katekin (C), epikatekin (EC), epikatekin
galat (ECG), epigalokatekin (EGC) dan epigalokatekingalat (EGCG) (Zaveri,
2005).
Katekin termasuk dalam golongan flavonoid, tidak berwarna, dan dalam
keadaan murni sedikit larut dalam air dingin tetapi mudah larut dalam air panas,
larut dalam alkohol dan etil asetat. Ketika katekin dipanaskan pada suhu 110° C
atau dipanaskan dalam larutan alkali karbonat, maka katekin akan kehilangan
sebuah molekul air dan berubah menjadi asam katechu tannat atau tanin (Ferdinal,
2014). Katekin hampir tidak larut dalam kloroform, benzene dan eter (Amos et
al., 2004).
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2.4 Struktur Katekin (Heitzman, 2004)
Menurut Anggraini et al., (2011) senyawa flavonoid memiliki efek
antiinflamasi yang berfungsi sebagai antiradang dan mampu mencegah kekakuan
dan nyeri. Katekin merupakan senyawa polifenol yang berpotensi sebagai
antioksidan dan antibakteri. Katekin paling banyak terdapat pada tanaman gambir
(Uncaria gambir) (Arakawa, 2004)
2.2 Tinjauan Hewan Percobaan
2.2.1 Klasifikasi Tikus Putih
Menurut Krinke (2000) klasifikasi tikus putih (Rattus norvegicus) adalah
sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Class : Mammalia
Order : Rodentia
Family : Muridae
Genus : Rattus
Species : norvegicus
2.2.2 Biologis Tikus Putih (Rattus norvegicus)
Hewan laboratorium atau hewan percobaan adalah hewan yang sengaja
dipelihara dan diternakkan untuk dipakai sebagai hewan modelguna mempelajari
dan mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dalam skala penelitian atau
pengamatan laboratorium. Tikus termasuk hewan mamalia, oleh sebab itu
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dampaknya terhadap suatu perlakukan mungkin tidak jauh berbeda dibanding
mamalian lainnya. Selain itu, penggunaan tikus sebagai hewan percobaan juga
didasarkan atas pertimbangan ekonomis dan kemampuan hidup tikus hanya 2-3
tahun dengan lama reproduksi 1 tahun.
Menurut Adiyati (2011), hewan coba merupakan hewan yang dikembang
biakkan untuk digunakan sebagai hewan uji coba. Tikus sering digunakan pada
berbagai macam penelitian medis selama bertahun-tahun. Hal ini dikarenakan
tikus memiliki karakteristik genetik yang unik, mudah berkembang biak, murah
serta mudah untuk mendapatkannya. Tikus merupakan hewan yang melakukan
aktivitasnya pada malam hari (nocturnal).
Tikus yang sudah menyebar keseluruh dunia dan digunakan secara luas
untuk penelitian laboratorium ataupun sebagai hewan kesayangan adalah tikus
putih (Rattus norvegicus) yang berasal dari Asia Tengah (Malole dan Pramono
1989). Tikus laboratorium pertama-tama dikembangkan di Amerika Serikat antara
tahun 1877 dan 1893 (Robinson, 1979).
Tikus putih (R. norvegicus) yang memiliki nama lain Norway rat,
termasuk ke dalam hewan mamalia yang memiliki ekor panjang. Ciri-ciri galur ini
yaitu bertubuh panjang dengan kepala lebih sempit. Telinga tikus ini tebal dan
pendek dengan rambut halus. Mata tikus putih berwarna merah. Ciri yang paling
terlihat adalah ekornya yang panjang. Bobot badan tikus jantan pada umur dua
belas minggu mencapai 240 gram sedangkan betinanya mencapai 200 gram. Tikus
memiliki lama hidup berkisar antara 4-5 tahun dengan berat badan umum tikus
jantan berkisar antara 267-500 gram dan betina 225-325 gram (Sirois 2005).
Terdapat beberapa galur tikus yang sering digunakan dalam penelitian.
Galur-galur tersebut antara lain: Wistar, Sprague Dawley, Long Evans, dan
Holdzman. Dalam penelitian ini digunakan galur Sprague Dawley dengan ciri-ciri
berwarna putih, berkepala kecil dan ekornya lebih panjang dari badannya (Smith,
1998). Tikus Sprague Dawley merupakan jenis albino serbaguna secara ekstensif
dalam riset medis. Keuntungan utamanya adalah ketenangan dan kemudahan
penanganannya.
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.3 Kulit
Gambar 2.5 Struktur anatomi Kulit (Brunner & Suddarth, 1996)
Kulit (kutis) merupakan pembungkus dan pelindung tubuh yang tahan air,
mengandung ujung-ujung saraf, dan membantu pengaturan suhu tubuh
(O’Rahilly, 1995). Kulit merupakan “selimut” yang menutupi permukaan tubuh
dan memiliki fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan dan
rangsangan luar. Fungsi perlindungan ini terjadi melalui sejumlah mekanisme
biologis, seperti pembentukan lapisan tanduk secara terus-menerus (keratinisasi
dan pelepasan sel-sel yang sudah mati), respirasi dan pengaturan suhu tubuh,
produksi sebum dan keringat dan pembentukan pigmen melanin untuk melindungi
kulit dari bahaya sinar ultraviolet matahari, sebagai peraba dan perasa serta
pertahanan tekanan dan infeksi dari luar (Tranggono dan Latifah, 2007).
2.3.1 Stuktur Kulit
Menurut Iswari (2007), pembagian kulit secara garis besar tersusun atas
tiga lapisan utama :
1. Lapisan epidermis, lapisan ini terdiri atas stratum corneum, stratum
lusidum, stratum granulosum, stratum spinosum dan stratum basale.
a) Stratum corneum (lapisan tanduk) adalah lapisan kulit yang
paling luar dan terdiri atas beberapa lapisan sel-sel gepeng
yang mati, tidak berinti dan protoplasmanya telah berubah
menjadi keratin (zat tanduk). Secara alami, sel-sel yang sudah
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mati dipermukaan kulit akan melepaskan diri untuk
berdegenerasi.
b) Stratum lusidum (daerah sawar/lapisan jernih) terdapat
langsung di bawah lapisan korneum, merupakan lapisan sel
gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi
protein yang disebut eleidin.
c) Stratum granulosum (lapisan keratohialin/lapisan berbutir-
butir) tersusun oleh sel-sel keratinosit yang berbentuk pligonal,
berbutir kasar, berinti mengkerut. Stoughton menemukan
bahwa di dalam butir ketohialin itu terdapat bahan logam,
khusunya tembaga yang menjadi katalisator proses pertandukan
kulit.
d) Stratum spinosum (lapisan malphigi) merupakan lapisan yang
berisi filament-filamen kecil yang terdiri atas serabut protein.
Cairan limfe masih ditemukan mengitari sel-sel dalam lapisan
malphigi ini.
e) Stratum germinativum (lapisan basal) adalah lapisan terbawah
epidermis. Di dalam stratum germinativum terdapat sel-sel
melanosit, yaitu sel-sel yang tidak mengalami keratinisasi dan
fungsinya hanya membentuk pigmen melanin.
2. Lapisan Dermis adalah lapisan dibawah epidermis yang jauh lebih
tebal daripada epidermis. Lapisan dermis terdiri dari bahan dasar
serabut kolagen dan elastin, yang berada di dalam substansi dasar yang
bersifat koloid dan terbuat dari gelatin mukopolisakarida (Herlihy,
2000). Bagian dermis mengandung papiler permukaan yang terdiri dari
kolagen yang longgar dan rapuh, serat-serat elastik, bercampur dengan
fibroblast, sel mast dan makrofag (O’Rahilly, 1995)
3. Lapisan subkutis (hypodermis) merupakan kelanjutan dermis. Terdiri
dari jaringa ikat longgar berisi sel-sel lemak didalamnya. Sel lemak
merupakan sel bulat, besar, dengan inti terdesak ke pinggir karena
sitoplasma lemak bertambah. Lapisan sel-sel lemak disebut panikulus
adipose yang berfungsi sebagai cadangan makanan. Di dalam laipsan
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ini terdapat juga ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah dan getah
bening.
Apabila kulit rusak, maka sebagian atau seluruh epidermis akan
terangkat membentuk lepuh karena adanya plasma (misalnya pada luka
bakar derajat dua). Penekanan dan gesekan yang lama pada kulit akan
mengakibatkan kulit menebal dan kapalan. Bila sebagian epidermis,
bersama lapisan teratas dermis rusak, maka akan terbentuk epidermis
baru dari folikel rambut, serta dari kelenjar keringat dan kelenjar
sebasea yang ada ditempat tersebut. Bila kerusakan melibatkan seluruh
ketebalan dermis (misalnya pada luka bakar yang dalam), epitelisasi
hanya dapat terjadi dari pertumbuhan tepi epidermis di sekitarnya
(O’Rahilly, 1995).
2.3.2 Fungsi Kulit (Herlihy, 2000)
Fungsi kulit antara lain:
1. Melindungi kulit dari zat berbahaya dan membantu untuk menahan
air dan elektrolit
2. Melindungi struktur internal dan organ dari luka akibat pukulan,
sayatan, bahan kimia berbahaya, cahaya matahari, luka bakar dan
mikroorganisme patogen
3. Melakukan fungsi ekskretori walaupun dalam jumlah kecil, seperti
ekskresi air, garam, dan sejumlah kecil urea
4. Bertindak sebagai kelenjar dengan mensintesis dan mensekresi
vitamin D karena sel kulit mengandung molekul yang dapat
dirubah menjadi vitamin D ketika terpapar cahaya matahari
5. Melakukan peran sensorik dengan membagi daerah reseptor
sensori untuk sentuhan, tekanan, nyeri dan suhu.
6. Berperan penting dalam pengaturan suhu tubuh
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.4 Luka Bakar
2.4.1 Definisi
Luka bakar (Combustio) adalah suatu bentuk kerusakan dan atau
kehilangan jaringan yang disebabkan oleh kontak dengan sumber yang memiliki
suhu sangat tinggi (misalnya api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi) atau
suhu yang sangat rendah (Moenadjat, 2009). Menurut WHO, luka bakar adalah
cedera pada kulit atau jaringan organik lainnya terutama disebabkan oleh panas
atau karena radiasi, radioaktivitas, listrik, gesekan atau kontak dengan bahan
kimia. Luka kulit akibat radiasi ultraviolet, radioaktivitas, listrik atau bahan kimia,
serta kerusakan saluran pernapasan akibat menghirup asap, juga dianggap luka
bakar.
Trauma merupakan kerusakan fisik yang disebabkan tekanan, benturan,
distorsi atau kekuatan mekanik lainnya. Luka bakar merupakan tipe trauma yang
dapat mempengaruhi epidermis, dermis dan jaringan yang lebih dalam (Martini,
2001)
2.4.2 Faktor-Faktor Yang Berperan (Moenadjat, 2009)
Faktor-faktor yang berperan pada luka bakar dibagi menjadi tiga
kelompok, yaitu: a) faktor penderita, b) faktor trauma, c) faktor
penatalaksanaan.
2.4.3 Klasifikasi Luka Bakar
Fak
tor
Pen
der
ita
Kondisi Umum:
1. Usia
2. Gender
3. Status Gizi
Faktor Premorbid:
1. Kelainan Kardiovaskular
2. Kelainan Neurologik
3. Kelainan Paru
4. Kelainan Metabolisme
5. Kelainan Ginjal
6. Kelainan Psikiatrik
7. Kehamilan
Fak
tor
Tra
um
a 1. Jenis Luka Bakar
2. Luas Luka Bakar
3. Kedalaman Luka Bakar
4. Lokasi
5. Trauma Penyerta
6. Respons Individu
Fak
tor
Pen
atal
aksa
naa
n
1. Penatalaksanaan pada Fase
Awal (Fase akut, Fase syok)
2. Penatalaksanaan pada Fase
setelah fase akut (fase kedua)
3. Perawatan Luka
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.4.3.1 Berdasarkan Penyebab
Menurut Moenadjat (2009), klasifikasi luka bakar berdasarkan penyebab
antara lain:
1. Luka bakar karena api atau benda panas lainnya (pada literatur
disebut dengan istilah burn)
2. Luka bakar karena minyak panas
3. Luka bakar karena air panas (scald)
4. Luka bakar karena bahan kimia yang bersifat asam kuat atau basa
kuat (chemical burn)
5. Luka bakar karena listrik atau petir (electric burn)
6. Luka bakar karena radiasi
7. Luka bakar karena ledakan
2.4.3.2 Berdasarkan Kedalaman Kerusakan Jaringan (Luka)
a. Luka bakar derajat I
Kerap diberi simbol 10. Kerusakan jaringan terbatas pada
bagian permukaan (superfisial) yaitu epidermis. Kulit kering,
hiperemik memberikan eflorensi berupa eritema. Tidak dijumpai
bula. Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi.
Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 5-10 hari.
Contohnya adalah luka bakar karena sengatan matahari.
b. Luka bakar derajat II
Kerap diberi simbol 20. Kerusakan meliputi epidermis &
sebagian dermis, respon yang timbul berupa reaksi inflamasi akut
dan proses eksudasi. Terasa nyeri karena ujung-ujung saraf
sensorik teriritasi. Luka derajat II dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Derajat dua dangkal
a) Kerusakan mengenai epidermis dan sebagian (sepertiga
bagian superfisial) dermis
b) Terjadi epidermolisis yang diikuti terbentuknya lepuh
(bula) yang merupakan karakteristik luka bakar derajat II
dangkal.
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
c) Bila epidermis terkelupas, terlihat dasar luka berwarna
kemerahan, kadang pucat, edematus dan eksudatif
d) Apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat,
kelenjar sebasea
e) Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 10-14
hari
2. Derajat dua dalam
a) Kerusakan mengenai hampir seluruh (duapertiga bagian
superfisial) dermis
b) Apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat,
kelenjar sebasea sebagian utuh.
c) Penyembuhan terjadi lebih lama tergantung pada
apendises kulit yang tersisa. Biasanya penyembuhan
terjadi dalam waktu lebih dari dua minggu.
c. Luka bakar derajat III
Kerusakan meliputi seluruh ketebalan kulit (epidermis dan
dermis) serta lapisan yang lebih dalam. Apendises kulit seperti
kelenjar keringat, kelenjar sebasea, folikel rambut mengalami
kerusakan. Tidak dijumpai bula. Kulit yang terbakar berwarna
pucat atau lebih putih karena terbentuk eksar. Tidak dijumpai rasa
nyeri, bahkan hilang sensasi karena ujung-ujung serabut saraf
sensorik mengalami kerusakan atau kematian. Penyembuhan
terjadi lama karena tidak ada proses epitelisasi spontan baik dari
tepi luka (membran basalis), maupun apendises kulit.
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2.6. Klasifikasi Luka Bakar Berdasarkan Kedalaman Luka
(Thibodeau et al., 2005)
2.4.4 Luas Luka Bakar
Luas luka bakar pada dewasa dihitung menggunakan rumus sembilan (Rule of
Nine) yang diprovokasi oleh Wallace; didasari atas perhitungan kelipatan 9,
dimana 1% luas permukaan tubuh adalah luas telapak tangan penderita. Pada
anak-anak menggunakan tabel dari Lund dan Browder yang mengacu pada ukuran
bagian tubuh terbesar pada sorang bayi/anak (yaitu kepala).
Gambar 2.7 Diagram Rule of Nine dari Wallace untuk dewasa (Moenadjat,
2009)
Tabel 1. Lund dan Browder (untuk anak) (Moenadjat, 2009)
Fourth degree (full
thickness reaching
muscle or bone)
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.4.5 Kategori Penderita
2.4.5.1 Luka Bakar Ringan
a. Luka bakar derajat dua dan tiga <10% pada kelompok usia <10 tahun
dan <50 tahun
b. Luka bakar derajat dua dan tiga <15% pada kelompok usia lain
c. Luka bakar derajat dua dan tiga <10% pada semua kelompok usia;
tanpa cedera pada tangan, kaki dan perineum
2.4.5.2 Luka Bakar Sedang
a. Luka bakar derajat dua dan tiga 10-20% pada kelompok usia <10
tahun dan >50 tahun
b. Luka bakar derajat dua dan tiga 15-25% pada kelompok usia lain,
dengan luka bakar derajat tiga <10%
c. Luka bakar derajat tiga <10% pada semua kelompok usia; tanpa cedera
pada tangan, kaki dan perineum
2.4.5.3 Luka bakar Kritis, Luka Bakar Berat, Luka Bakar Masif
a. Luka bakar derajat dua dan tiga>20% pada kelompok usia <10 tahun
dan >50 tahun
b. Luka bakar derajat dua dan tiga >25% pada kelompok usia lain
c. Trauma inhalasi
d. Luka bakar multipel
e. Luka bakar pada populasi risiko tinggi
f. Luka bakar listrik tegangan tinggi
g. Luka bakar tangan, kaki dan perineum
2.4.6 Patofisiologi Luka Bakar
Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas ke
tubuh. Panas tersebut mungkin dipindahkan melalui konduksi atau radiasi
elektromagnetik. Luka bakar dikategorikan sebagai luka bakar termal, radiasi atau
luka bakar kimiawi (Effendi, 1999).
Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan.
Pembuluh kapiler yang terpejan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi. Sel
darah yang ada didalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Syamsuhidayat dan Jong, 1997). Destruksi jaringan terjadi akibat koagulasi,
denaturasi protein atau ionisasi isi sel. Dalamnya luka bakar tergantung pada suhu
agen penyebab luka bakar dan lamanya kontak agen tersebut (Brunner dan
Sudarth, 1996). Sel-sel dapat menahan temperatur sampai 440 C tanpa kerusakan
bermakna. Antara 440 C dan 51
0 C, kecepatan kerusakan jaringan berlipat ganda
untuk tiap derajat kenaikan temperatur dan waktu penyinaran yang terbatas dapat
ditoleransi. Di atas 510 C, protein terdenaturasi dan kecepatan kerusakan jaringan
sangat hebat. Temperatur diatas 700 C menyebabkan kerusakan selular yang
sangat cepat dan hanya periode penyinaran sangat singkat yang dapat ditahan
(Sabiston, 1995).
Jackson membedakan tiga area pada luka sebagaimana diuraikan berikut:
1. Zona koagulasi, zona nekrosis
Daerah yang langsung mengalami kerusakan (koagulasi protein) akibat
pengaruh cedera termis, hampir dapat dipastikan jaringan ini mengalami nekrosis
beberapa saat setelah kontak; karenanya disebut juga sebagai zona nekrosis.
2. Zona statis
Daerah yang langsung berada di luar/di sekitar zona koagulasi. Di daerah
ini terjadi kerusakan endotel pembuluh darah disertai kerusakan trombosit dan
leukosit sehingga terjadi gangguan perfusi (no flow phenomena), diikuti
perubahan permeabilitas kapiler, trombosis dan respon inflamasi lokal. Proses ini
berlangsung selama 12-24 jam pasca cedera, dan mungkin berakhir dnegan
nekrosis jaringan.
3. Zona hiperemi
Daerah di luar zona statis ikut mengalami reaksi berupa vasodilatasi tanpa
banyak melibatkan reaksi selular. Tergantung keadaan umum dan terapi yang
diberikan, zona ketiga dapat mengalami penyembuhan spontan; atau berubah
menjadi zona kedua bahkan zona pertama (Moenadjat, 2009).
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2.8 Zona Kerusakan Jaringan (Brunner & Suddarth, 1996)
2.4.7 Penyembuhan Luka Bakar
Tindakan yang dapat dilakukan pada luka bakar adalah dengan
memberikan terapi lokal dengan tujuan mendapatkan kesembuhan secepat
mungkin, sehingga jumlah jaringan fibrosis yang terbentuk akan sedikit dan
dengan demikin mengurangi jaringan parut. Diusahakan pula pencegahan
terjadinya peradangan yang merupakan hambatan paling besar terhadap kecepatan
penyembuhan (Ansel, 2005).
Mengingat sifat kulit sebagai penyimpan panas yang terbaik (heat restore)
maka pada pasien yang mengalami luka bakar, tubuh masih menyimpan energi
panas sampai beberapa menit setelah terjadinya trauma panas. Oleh karena itu,
tindakan pendinginan luka perlu dilakukan untuk mencegah pasien berada pada
zona luka bakar lebih dalam. Tindakan ini juga dapat mengurangi perluasan
kerusakan fisik sel, mencegah dehidrasi dan membersihkan luka sekaligus
mengurangi nyeri (Effendi, 1999). Proses penyembuhan luka yang dibagi dalam
tiga fase yaitu fase inflamasi, proliferasi dan penyudahan jaringan atau maturasi.
1. Fase inflamasi
Fase inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka sampai hari ke-5. Sel mast
dalam jaringan ikat menghaslkan serotonin dan histamin yang meningkatkan
permeabilitas kapiler, terjadi eksudasi cairan, sel radang disertai vasodilatasi
setempat yang menyebabkan edema dan pembengkakan. Pembuluh kapiler yang
cedera mengalami kontraksi dan trombosis memfasilitasi hemostasis. Hemostatis
terjadi karena trombosit yang keluar dari pembuluh darah saling melengket dan
21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
bersama dengan fibrin yang terbentuk membekukan darah yang keluar dari
pembuluh darah.
Iskemik pada luka melepaskan histamin dan agen kimia vasoaktif lainnya
yang menyebabkan vasodilatasi sekitar jaringan. Aliran darah akan lebih banyak
ke daerah sekitar jaringan dan menghasilkan eritema, pembengkakan, panas, dan
rasa tidak nyaman seperti rasa sensasi berdenyut. Aktivasi seluler pada fase ini
adalah migrasi leukosit dari pembuluh darah yang dilatasi. Respon pertahanan
melawan patogen dilakuan oleh Polimorfonuklear (PMN) atau leukosit dan
makrofag ke daeah luka. PMN akan melindungi luka dari invasi bakteri ketika
makrofag membersihkan debris pada luka.
2. Fase proliferasi
Fase ini berlangsung dari akhir fase inflamasi (hari ke-6 sampai akhir minggu
ke-3). Fase proliferasi disebut juga fibroplasias karena yang menonjol adalah
proses proliferasi fibroblast. Pada fase ini luka dipenuhi oleh sel radang. Fibroblas
dan kolagen membentuk jaringan berwarna kemerahan dan mudah berdarah
dengan permukaan yang berbenjol halus yang disebut jaringan granulasi. PMN
akan membunuh bakteri patogen dan makrofag akan memfagosit bakteri yang
mati dan debris dalam usaha membersihkan luka. Selain itu, makrofag juga sangat
penting dalam proses penyembuhan luka karena dapat menstimulasi fibroblastik
sel untuk membuat kolagen.
Pada fase ini serat dibentuk dan dihancurkan kembali untuk penyesuaian diri
dengan tegangan pada luka yang cenderung mengerut. Sifat ini, bersama dengan
sifat kontraktil miofibroblast, menyebabkan tarikan pada tepi luka. Pada akhir fase
ini kekuatan regangan luka mencapai 25% jaringan normal. Nantinya, dalam
proses penyudahan kekuatan serat kolagen bertambah karena ikatan intramolekul
dan antar molekul.
Epitel dari tepi luka yang terdiri dari sel basal terlepas dari dasarnya dan
berpindah mengisi permukaan luka. Tempatnya kemudian diisi oleh sel baru yang
terbentuk dari proses mitosis. Proses migrasi hanya bisa terjadi ke arah yang lebih
rendah atau datar, sebab epitel tak dapat bermigrasi ke arah yang lebih tinggi.
Proses ini baru berhenti setelah epitel saling menyentuh dan menutup seluruh
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
permukaan luka. Sebaliknya, proses ini akan berjalan terus bila permukaan luka
belum tertutup epitel. Dengan tertutupnya permukaan luka, proses fibroplasia
dengan pembentukan jaringan granulasi juga akan berhenti dan mulailah proses
pematangan dalam fase penyudahan.
Angiogenesis akan terjadi untuk membangun jaringan pembuluh darah baru.
Kapiler baru yang terbentuk akan terlihat pada kemerahan (ruddy), jaringan
granulasi tidak rata atau bergelombang (bumpy). Migrasi sel epitel terjadi diatas
dasar luka yang bergranulasi. Sel epitel bergranulasi dari tepi sekitar luka atau dari
folikel rambut, kelenjar keringat atau kelenjar sebasea dalam luka. Sel tersebut
nampak tipis, mengkilap (translucent film) melewati luka serta sangat rapuh dan
mudah rusak. Migrasi berhenti ketika luka menutup dan mitosis epitelium
menebal ke lapisan ke 4 hingga 5 yang diperlukan untuk membentuk epidermis.
3. Fase maturasi/remodelling
Fase ini berlangsung selama 2 bulan atau lebih, bahkan sampai 1 tahun. Pada
fase ini terjadi proses pematangan yang terdiri dari penyerapan kembali jaringan
yang berlebih, pengerutan dan akhirnya terbentuk kembali jaringan yang baru.
Tubuh berusaha menormalkan kembali semua yang menjadi abnormal karena
proses penyembuhan. Selama proses ini dihasilkan jaringan parut yang pucat,
tipis, dan lemas serta mudah digerakkan dari dasar. Terlihat pengerutan maksimal
pada luka. Pada akhir fase ini, perupaan luka kulit mampu menahan regangan kira
– kira 80% kemampuan kulit normal (Moenadjat, 2009).
2.5 Ekstraksi
2.5.1 Definisi
Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari
simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, diluar pengaruh matahari
langsung (Ditjen POM, 1979). Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan
kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan
menggunakan pelarut cair. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia
dapat digolongkan ke dalam senyawa minyak atsiri, alkaloid, flavonoid dan lain-
lain. Dengan diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (Ditjen POM,
2000).
Proses ekstraksi dapat melalu tahap melalui serbuk, pembasahan,
penyarian, dan pemekatan. Sistem pelarut yang digunakan dalam ekstraksi harus
dipilih berdasarkan kemampuannya dalam melarutkan jumlah yang maksimum
dari zat aktif dan seminimum mungkin bagi unsur yang tidak diinginkan.
2.5.2 Metode Ekstraksi
Pembagian metode ekstraksi menurut Ditjen POM (2000) yaitu cara
dingin dan cara panas. Metode cara dingin meliputi maserasi, perkolasi. Metode
cara panas meliputi refluks, sokletasi, digesti, infus, dekok.
1. Ekstraksi dengan Menggunakan Pelarut
a. Cara dingin
1) Maserasi
Suatu metode ekstrak menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan
atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Secara teknologi termasuk
ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan.
Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang kontinu (terus menerus).
Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan
penyaringan maserat pertama dan seterusnya.
2) Perkolasi
Proses ekstraksi dengan pelarut yang baru sampai sempurna (exhaustive
extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari
tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya
(penetesan/penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh ekstrak
(perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bertahan.
b. Cara panas
1) Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya selama
waktu tertentu dan dalam jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan
adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu
pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2) Soxhlet
Proses ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya
dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah
pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
3) Digesti
Proses maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur yang
lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum dilakukan pada
temperatur 40–50oC.
4) Infus
Proses ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus
tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98oC selama waktu
tertentu (15 – 20 menit).
5) Dekok
Proses infus pada waktu yang lebih lama ≥ 30 menit dan temperatur sampai
titik didih air.
2.6 Gel
Menurut Farmakope Indonesia edisi IV menyatakan bahwa Gel atau Jeli
adalah suatu sistem dispersi semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari
partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh
suatu cairan.
Sediaan gel memiliki kandungan air yang bersifat mendinginkan,
menyejukkan, melembabkan, mudah penggunaannya, mudah berpenetrasi pada
kulit, sehingga memberikan efek penyembuhan yang lebih cepat sesuai dengan
basis yang digunakan (Ansel, 2005).
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian berlangsung pada bulan Januari 2016 hingga Juni 2016 di
Laboratorium Kimia Obat (PMC), Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia (PNA),
Laboratorium Penelitian 1 (PDR), Laboratorium Penelitian 2 (PBB), dan
Laboratorium Animal House Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Sedangkan untuk pembuatan preparat histologi
dilakukan di Laboratorium Patologi Universitas Indonesia
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan untuk penelitian ini yaitu, timbangan analitik
(AND GH-202 dan Wiggen Hauser), timbangan hewan (Ohauss), rotary
evaporator, blender (National), kandang tikus beserta tempat makan dan minum,
spuit 1 cc, wadah pembiusan, plat besi berukuran 4x2 cm, pH meter (HANA
Instruments), spektrofotometer UV, viskometer (HAAKE), kaca objek dan
penutup, mikroskop cahaya (Olympus SZ61 dan Termometer), gelas beaker
(ukuran 50 ml, 100 ml dan 1000 ml) merk pyrex, gelas ukur (ukuran 5 ml, 10 ml,
50 ml, 100 ml) merk pyrex, mortar, alu, corong, cawan porselen, batang
pengaduk, pinset, spatula, alumunium foil, sudip, kapas, kertas saring.
3.2.2 Bahan Penelitian
Bahan uji yang digunakan untuk penelitian ini adalah katekin dari tanaman
gambir (Uncaria gambir Roxb.) yang diperoleh dari Payakumbuh, Sumatra Barat.
bahan lain yang digunakan yaitu aqua destilata, pelarut etil asetat teknis, gel
bioplasenton, alcohol swab, cairan injeksi ketamin 50 mg/ml, Na CMC, propilen
glikol, gliserin, larutan formaldehid 10% dan hematoxylin-Eosin.
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.3 Hewan Uji
Hewan percobaan, tikus putih jantan (Rattus novergicus) jantan galur Sprague
Dawley berusia 2-3 bulan dengan bobot 100-150 gram diperoleh dari
Laboratorium Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (IPB).
3.4 Prosedur Penelitian
3.4.1 Pengumpulan Bahan
Gambir (Uncaria gambir Roxb) diperoleh dari Payakumbuh, Sumatra
Barat.
3.4.2 Pemeriksaan Simplisia (Seterminasi)
Determinasi gambir dilakukan di Pusat Penelitian Kebun Raya Bogor.
Determinasi dilakukan untuk memastikan kebenaran simplisia yang akan
digunakan.
3.4.3 Penyiapan Simplisia
Pada tahap awal penelitian dilakukan pemeriksaan organoleptis dari
gambir yang menyangkut pemeriksaan warna, bau dan rasa. Gambir berupa
bongkahan dihaluskan hingga berbentuk serbuk dengan cara ditumbuk kemudian
diblender.
3.4.4 Identifikasi Urea
Melarutkan 100 mg dalam 1 ml air, tambahkan 1 ml asam nitrat P;
terbentuk endapan hablur putih. (Depkes, 1979).
3.4.5 Skrining Fitokimia
a. Identifikasi golongan flavonoid
1 gram sampel ditambahkan 50 ml air panas, dididihkan 5 menit dan
disaring, filtrat yang akan digunakan sebagai larutan percobaan. Ke dalam 5 ml
larutan percobaan (dalam tabung reaksi) ditambahkan serbuk atau lempeng
magnesium secukupnya dan 1 ml HCl pekat, serta 5 ml butanol, dikocok dengan
kuat lalu dibiarkan hingga memisah. Jika terbentuk warna pada lapisan butanol
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lapisan atas) maka hal itu menunjukkan adanya senyawa golongan flavonoid
(Fransworth, 1969).
3.4.6 Isolasi Katekin Gambir
Sebanyak 500 g serbuk gambir diekstraksi dengan pelarut air pada
temperatur mendidih 90 – 960 C selama 15 menit sambil diaduk. Kemudian infusa
disaring dalam keadaan panas dengan menggunakan corong yang dilapisi kertas
saring. Ekstrak kemudian dipartisi menggunakan etil asetat dengan perbandingan
1:½ dan ditambahkan NaCl sampai jenuh. Kemudian diambil fase etil asetat dan
fase air dipartisi berulang dengan etil asetat. Fase etil asetat kemudian diuapkan
dengan evaporator sampai kental kemudian dicuci dengan air dingin, dan disaring.
Katekin yang menempel pada kertas saring dikeringkan dalam oven 700 C
(Hargono, 1986).
Hitung hasil rendemen isolat katekin gambir (Uncaria gambir Roxb)
dengan rumus:
% Rendemen =
x % kemurnian
3.4.7 Pemeriksaan Mutu Katekin Gambir
a. Penetapan Kadar Katekin
Membuat katekin standar konsentrasi 1 mg/ml dengan menimbang 50 mg
katekin standar dilarutkan dalam etil asetat hingga 50 ml. kemudian diencerkan
menjadi 0,02 mg/mL, 0,03 mg/mL, 0,04 mg/mL, 0,05 mg/mL dan 0,06 mg/mL.
Diukur serapan dengan menggunakan spektrofotometer UV pada panjang
gelombang maksimum dan dibuat kurva kalibrasi serta persamaan regresi (Lucida,
2007)
Sampel katekin ditimbang sebanyak 50 mg dan dilarutkan dalam etil asetat
hingga 50 ml. Lalu dibuat konsentrasi 0,04 mg/mL. Diukur serapan dengan
menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang maksimum dan
dihitung kadar katekin menggunakan kurva kalibrasi.
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b. Kadar Abu
1 g sampel yang telah digerus dan ditimbang seksama, dimasukkan, ke
dalam krus silikat yang telah dipijarkan dan ditara, ratakan. Dipijarkan perlahan-
lahan selama ± 1 jam dan pemijaran disempurnakan dengan tanur bersuhu tinggi
600o ± 20
o C. Sampai diperoleh abu berwarna abu-abu. Didinginkan dalam
desikator, kemudian ditimbang serta dicatat pengurangan beratnya (Ditjen POM,
2000).
c. Kadar Air
1 gram serbuk katekin dimasukkan dan ditimbang seksama dalam wadah
yang telah ditara. Katekin dikeringkan pada oven suhu 105oC selama 5 jam dan
ditimbang. Pengeringan dilanjutkan dan ditimbang pada jarak 1 jam sampai
perbedaan antara 2 penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 0,001 g (Ditjen
POM, 2000).
3.4.7 Pembuatan Sediaan Gel (Erlia et al. 2014)
Gel dibuat dengan formula:
Na CMC 3,75%
Propilen glikol 3,75%
Gliserin 7,5%
Nipagin 0,05%
Aquadest ad 60
Na-CMC dikembangkan dengan cara ditaburkan di atas air panas dan
dibiarkan selama 15 menit hingga mengembang (1:20) (Emrizal, 2012). Dalam
wadah lain, nipagin dilarutkan dengan aquades dan dimasukan perlahan kedalam
basis Na-CMC, serta gliserin dan propilenglikol, aduk hingga homogen kemudian
masukkan aquades perlahan kemudian aduk secara kontinyu hingga terbentuk gel.
Setelah gel homogen, isolat katekin gambir dilarutkan kedalam air hangat. Setelah
larut, masukkan isolat katekin gambir ke dalam gel dan aduk kembali hingga
homogen. Gel dibuat menjadi konsentrasi 0,25% b/b, 0,5% b/b dan 1% b/b.
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
a. Evaluasi Sediaan Gel
1. Pemeriksaan organoleptis
Uji organoleptik dilakukan untuk melihat tampilan fisik sediaan dengan
cara melakukan pengamatan terhadap bentuk, warna dan bau dari sediaan yang
telah dibuat (Anief, 1997 dalam Mappa, dkk. 2013)
2. Pemeriksaan homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk melihat apakah sediaan yang telah
dibuat homogen atau tidak. Gel diuji homogenitasnya dengan mengoleskan pada
sekeping kaca atau bahan transparan yang cocok, dimana sediaan diambil 3
bagian yaitu atas, tengah dan bawah. Homogenitas ditunjukkan dengan tidak
adanya butiran kasar (Ditjen POM, 2000).
3. Pengukuran viskositas
Viskositas diukur dengan menggunakan viskometer Brookfield, spindel
no. 6 dengan kecepatan 50 putaran per menit (rpm) (Ida Nur, 2012).
4. Pemeriksaan pH gel
Uji pH dilakukan untuk melihat tingkat keasaman sediaan gel untuk
menjamin sediaan gel tidak menyebabkan iritasi pada kulit. Pemeriksaan pH
dilakukan dengan alat pH meter. Sebelum dilakukan pengujian, elektroda pada pH
meter dicuci dengan air suling dan dikeringkan dengan kertas tisu. Pengukuran pH
sediaan dilakukan dengan mencelupkan elektroda ke dalam sediaan lalu ditunggu
hingga muncul angka pada pH meter. Angka yang tertera pada pH meter
menunjukkan pH sediaan gel (Utami, 2015). pH sediaan yang memenuhi kriteria
pH kulit yaitu dalam interval 4,5 – 6,5 (Tranggono dan Latifa, 2007 dalam
Mappa, dkk. 2013).
3.5 Persiapan Hewan Uji
Hewan percobaan yang digunakan tikus putih jantan (Rattus novergicus)
jantan galur Sprague Dawley berusia 2-3 bulan dengan bobot 100-150 gram.
Hewan tersebut diaklimatisasi terlebih dahulu selama 1 minggu agar dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungan dan selama proses adaptasi dilakukan
pengamatan kondisi umum serta dilakukan penimbangan berat badan setiap hari.
Hewan uji yang sakit, dengan ciri-ciri aktivitas berkurang, lebih banyak diam, dan
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
bulunya berdiri, tidak akan diikutsertakan dalam penelitian. Pengelompokkan
hewan uji yang sehat dilakukan sebelum melaksanakan penelitian.
3.5.1 Pembuatan Luka Bakar Pada Punggung Tikus
Pembuatan luka bakar dilakukan berdasarkan jurnal yang telah dilakukan
oleh Akhoondinasab et al. (2014). Pengujian efek penyembuhan luka bakar
dilakukan terhadap 30 ekor tikus. Bulu pada daerah dorsal sekitar 3 cm dari
telinga tikus dicukur bulunya menggunakan Veet® dan diberi anastesi lokal
dengan ketamin. Induksi luka bakar dilakukan dengan menggunakan plat besi
berukuran 4x2 cm yang dipanaskan selama 5 menit di dalam air mendidih lalu
ditempelkan pada kulit punggung selama 10 detik dengan tekanan yang sama.
3.5.2 Pengujian Efek Penyembuhan Luka Bakar Gel Isolat Katekin
Gambir
Tabel 3.1 Pembagian kelompok perlakuan
Kelompok Jumlah tikus Perlakuan Keterangan
I 6 Kontrol positif, diberi gel
Bioplasenton®
21 hari
II 6 Kontrol negatif, diberi gel
tanpa isolat katekin
21 hari
III 6 Gel dengan isolat katekin
dosis rendah (1%)
21 hari
IV 6 Gel dengan isolat katekin
dosis sedang (2%)
21 hari
V 6 Gel dengan isolat katekin
dosis tinggi (4%)
21 hari
Luka yang terjadi diamati dan diukur, setelah itu diolesi obat sesuai
kelompok masing-masing, yaitu kontrol negatif dengan basis gel, kontrol positif
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dengan obat komersil (Bioplasenton®) serta tiga kelompok dengan isolat katekin
gambir dengan konsentrasi 1%, 2% dan 4%.
Pemberian gel dilakukan secara topikal sebanyak 0,2 g untuk 1x
pengolesan dengan cara mengoleskannya di bagian luka pada masing-masing
kelompok tikus perlakuan. Pemberian gel dilakukan setiap hari, dari hari ke-1
sampai hari ke 21 setelah perlukaan sebanyak 2 kali sehari pada waktu pagi dan
sore hari.
3.5.3 Pengamatan Patologi Anatomi
Pengamatan secara patologi anatomi dilakukan setiap hari mulai dari hari
ke-1 sampai hari ke-21 setelah perlukaan pada semua tikus perlakuan.
Pengamatan dilakukan dengan cara melihat langsung pada bagian luka. Untuk
menilai penyembuhan luka, diambil foto kulit tikus yang terkena luka bakar setiap
hari kemudian diolah dengan software Image J dan dihitung persentase
penyembuhannya (Akhoondinasab et al. 2014).
3.5.4 Eksisi Kulit Tikus
Pengambilan sampel jaringan kulit dilakukan pada hari ke-7 dari kelima
kelompok diambil masing-masing 1 ekor tikus. Pengambilan kulit dilakukan
setelah tikus sebelumnya di euthanasi dengan menggunakan larutan eter dosis
berlebih secara perinhalasi. Daerah punggung yang akan diambil kulitnya
dibersihkan dari bulu yang mulai tumbuh kembali, kulit digunting dengan
ketebalan ± 3 mm sampai dengan sub kutan dan sepanjang 1-1,5 cm2. Kulit yang
diperoleh kemudian di fiksasi dengan larutan Buffer Neutral Formalin atau BNF
10% dibiarkan pada suhu kamar selama ± 48 jam (Prasetyo, dkk. 2010)
3.5.5 Pembuatan Preparat Histopatologi Jaringan Kulit Tikus
Jaringan kulit yang diperoleh kemudian dibuat preparat histopatologi
dengan pewarna Hematoxylin-Eosin yang dilakukan di Laboratorium Patologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Pembuatan preparat dilakukan dengan
cara: jaringan kulit yang telah difiksasi menggunakan larutan formalin 10% lalu
dilakukan trimming organ dan dimasukkan kedalam cassette tissue dari plastik.
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahap selanjutnya dilakukan proses dehidrasi alkohol menggunakan konsentrasi
alkohol bertingkat yaitu alkohol 70%, 80%, 90%, alkohol absolut I, alkohol
absolut II, kemudian dilakukan penjernihan menggunakan xylol I dan xylol II.
Proses pencetakan atau parafinisasi dilakukan menggunakan parafin I dan parafin
II. Sediaan dimasukkan ke dalam alat pencetak yang berisi parafin setengah
volume dan sediaan diletakkan ke arah vertikal dan horizontal sehingga potongan
melintang melekat pada dasar parafin. Setelah mulai membeku, parafin
ditambahkan kembali hingga alat pencetak penuh dan dibiarkan sampai parafin
mengeras.
Blok-blok parafin kemudian dipotong tipis setebal 5 mikrometer dengan
menggunakan mikrotom. Hasil potongan yang berbentuk pita (ribbon) tersebut
dibentangkan di atas air hangat yang bersuhu 460 C dan langsung diangkat yang
berguna untuk meregangkan potongan agar tidak berlipat atau menghilangkan
lipatan akibat dari pemotongan. Sediaan tersebut kemudian diangkat dan
diletakkan di atas gelas objek dan dikeringkan semalaman dengan inkubator
bersuhu 600 C. Kemudian diwarnai dengan pewarnaan Hematoxyllin-Eosin (HE)
untuk pemeriksaan mikroskopik (Prasetyo, dkk. 2010)
3.5.6 Pengamatan Preparat Histopatologi
Pengamatan secara histopatologi dilakukan pada preparat jaringan kulit
yang telah diambil pada hari ke 7. Pengamatan dilakukan dengan mikroskop
cahaya secara deskriptif. Pengamatan ini meliputi parameter-parameter yang
berperan dalam penyembuhan luka yaitu keberadaan sel radang dan
neokapilerisasi.
3.6 Analisis Data
Data hasil pengujian dianalisis menggunakan software pengolah data dan
disajikan dalam bentuk mean dan standar deviasi dari masing-masing kelompok.
Data diolah menggunakan analisis statistik dengan uji normalitas, uji
homogenitas, One Way ANOVA dan Kruskal-Wallis Test.
33 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Determinasi Gambir
Determinasi ekstrak air kering gambir (bongkahan gambir) dilakukan di
laboratorium Herbarium Bogoriense LIPI Bogor, Jawa Barat. Hasil determinasi
menunjukan bahwa simplisia yang menjadi sampel adalah Uncaria gambir
(Hunter) Roxb., dari famili Rubiaceae (Lampiran 2).
4.2 Hasil Ekstraksi
Isolat katekin gambir diperoleh dengan metode infusa cara panas dengan
menggunakan pelarut air pada suhu 95o C selama 15 menit dengan pengadukan
sesekali dan disaring dalam kondisi panas agar senyawa yang terkandung dalam
gambir dapat terbawa optimal ke dalam filtrat (Depkes RI, 2000). Metode infusa
dengan menggunakan pelarut air pada suhu 95o C dipilih karena berdasarkan
literatur katekin merupakan golongan flavonoid yang mudah larut dalam air panas
(Ferdinal, 2014). Selain itu menurut Pambayun (2007), katekin lebih baik
kelarutannya dalam senyawa polar dan akan lebih besar kelarutannya apabila
menggunakan air panas. Setelah itu ekstrak hasil infusa segera disaring dalam
keadaan panas agar kandungan dalam gambir tetap larut dan tersaring.
Filtrat kemudian dipartisi menggunakan etil asetat dengan perbandingan
1:½. Lapisan atas di tampung ke dalam wadah kemudian lapisan bawah corong
dipartisi berulang sebanyak 3 kali menggunakan etil asetat. Tujuan dilakukan
partisi berulang adalah untuk mendapatkan penarikan hasil ekstrak yang optimum.
Partisi dilakukan untuk memaksimalkan penarikan katekin yang telah diperoleh,
dan pelarut etil asetat dipilih karena berdasarkan literatur katekin merupakan
golongan flavonoid yang mudah larut dalam etil asetat (Ferdinal, 2014). Fase etil
asetat kemudian dipekatkan menggunakan vacum rotary evaporator dengan
tujuan untuk menghilangkan pelarut. Kemudian ekstrak dicuci dengan air dingin
diatas kertas saring. Bagian yang menempel di kertas saring (bagian yang tidak
larut) berwarna kuning kecoklatan merupakan katekin. Katekin dikumpulkan dan
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dikeringkan menggunakan oven pada suhu 700 C kemudian ditimbang. Dari hasil
isolasi, rendemen katekin yang diperoleh sebesar 45,57%.
4.3 Hasil Uji Cemaran Urea Dan Penapisan Fitokimia
Bongkahan gambir (Uncaria gambir R.) dilakukan uji cemaran urea
dengan penambahan asam nitrat P (Depkes, 1979) dan dilakukan identifikasi
kandungan metabolit sekunder dengan cara penapisan fitokimia. Hasil uji cemaran
urea dan penapisan fitokimia dapat dilihat pada tabel 4.1
Tabel 4.1. Hasil Uji Cemaran Urea Dan Penapisan Fitokimia
Uji Metode Hasil
Urea 100 mg gambir dilarutkan dalam 1 ml air
kemudian ditambahkan 1 ml asam nitrat P
terbentuk endapan hablur putih.
Negatif, tidak
terbentuk
endapan putih.
Flavonoid 1 g sampel + 50 ml air panas dididihkan 5
menit dan disaring filtrat
5 ml + serbuk mg secukupnya + 1 ml HCl pekat
+ 5 ml butanol dikocok kuat,dibiarkan hingga
memisah.
Jika terbentuk warna pada lapisan butanol
(lapisan atas), menunjukkan adanya senyawa
golongan flavonoid.
Positif, terbentuk
warna pada
lapisan butanol
(lapisan atas)
Setelah dipastikan simplisia yang digunakan adalah gambir, dilakukan uji
cemaran urea. Uji ini dilakukan untuk memastikan gambir yang digunakan tidak
tercemar urea, yang biasanya digunakan sebagai bahan pengawet pada gambir.
Dari hasil uji cemaran urea menunjukan hasil yang negatif. Kemudian dilakukan
skrining fitokimia berupa uji flavonoid. Uji ini dilakukan untuk memastikan
bahwa di dalam gambir terdapat kandungan katekin karena katekin merupakan
senyawa flavonoid. Dari hasil uji, diperoleh hasil positif.
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.4 Hasil Pemeriksaan Mutu Gambir
Pemeriksaan mutu gambir (Uncaria gambir R.) mengacu pada SNI (2000)
dan Farmakope Herbal I (2008). Hasil pemeriksaan mutu gambir dapat dilihat
pada tabel 4.2
Tabel 4.2 Hasil Uji Pemeriksaan Mutu Gambir
Setelah didapatkan katekin gambir, dilakukan pemeriksaan mutu gambir
yang meliputi penetapan kadar katekin, kadar air dan kadar abu. Penetapan kadar
katekin dilakukan untuk mengetahui persentase kemurnian katekin sampel
terhadap katekin pembanding yang memiliki persentase kemurnian sebesar
93,32% (Lampiran 3). Berdasarkan hasil pengujian menggunakan instrumen
Spektrofotometer UV didapatkan hasil kadar katekin sampel yang diperoleh
sebesar 88,65%. Nilai ini memenuhi rentang kadar katekin yang dipersyaratkan
pada SNI gambir 01-3391-2000 yaitu minimal 60%.
Pengujian kadar air bertujuan untuk memberikan batasan minimal atau
rentang besarnya kandungan air dalam bahan karena jumlah air yang tinggi dapat
menjadi media bagi tumbuhnya bakteri dan jamur yang dapat merusak senyawa
Karakteristik Syarat Gambir sampel
Warna Kuning sampai
kuning kecoklat-
coklatan
Kuning sampai
kuning kecoklat-
coklatan
Bau Khas Khas
Bentuk Padat, kubus tidak
beraturan
Padat, kubus tidak
beraturan
Rasa Sedikit pahit yang
diakhiri rasa agak
manis
Sedikit pahit yang
diakhiri rasa agak
manis
Kadar air Maksimal 14% 14%
Kadar abu Maksimal 5% 1,03%
Kadar
katekin
Minimal 60% 88,65%
36
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang terkandung didalamnya. (Depkes RI, 2000). Uji kadar air katekin gambir
dilakukan dengan metode gravimetri. Dari hasil pengujian diperoleh hasil kadar
air isolat katekin sebesar 14%. Nilai ini memenuhi rentang kadar air yang
dipersyaratkan pada SNI gambir 01-3391-2000 yaitu maksimal 14%.
Penetapan kadar abu total dilakukan dengan tujuan untuk memberikan
gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal
sampai terbentuknya simplisia. Kadar abu total beraitan dengan mineral baik
senyawa organik maupun anorganik yang diperoleh secara internal maupun
eksternal (Depkes RI, 2000). Kadar abu total hendaknya menghasilkan nilai yang
rendah karena uji ini merupakan indikator adanya cemaran logam yang tidak
mudah hilang pada suhu tinggi (Isnawati, 2006). Dari hasil pengujian diperoleh
hasil kadar abu isolat katekin sebesar 1,03%. Nilai ini memenuhi rentang kadar
abu yang dipersyaratkan pada SNI gambir 01-3391-2000 yaitu maksimal 5%.
Katekin merupakan senyawa flavonoid yang termasuk senyawa fenolik
alam yang potensial sebagai antioksidan dan mempunyai bioaktivitas sebagai obat
(Agustin, 2013). Adapun mekanisme kerja dari flavonoid yaitu melancarkan
peredaran darah ke seluruh tubuh dan mencegah terjadinya penyumbatan pada
pembuluh darah (Handayani, 2015). Selain itu katekin berpotensi sebagai
antibakteri (Arakawa, 2004). Menurut Anggraini et al. (2011) senyawa flavonoid
memiliki efek antiinflamasi yang berfungsi sebagai antiradang dan mampu
mencegah kekakuan dan nyeri. Katekin mempunyai aktivitas sebagai antibakteri,
khususnya bakteri gram positif yang diujikan pada bakteri Staphylococcus aureus
(Pambayun et al., 2007) dimana bakteri ini merupakan salah satu bakteri gram
positif yang sering menyebabkan infeksi luka (Pakki, 2009). Selain itu, dengan
adanya aktivitas antibakteri dapat menekan bakteri patogen dan mencegah
pertumbuhan bakteri patogen pada luka sehingga kesembuhan luka dapat
dipercepat. Katekin bekerja sebagai antibakteri dengan mekanisme berikatan
dengan unit peptida pada komponen peptidoglikan dari dinding sel. Terjadinya
pengikatan itu dapat mengacaukan integritas dinding sel bakteri dan menyebabkan
kebocoran pada sel bakteri Gram-positif (Pambayun et al., 2007). Oleh karena itu,
adanya aktivitas antibakteri pada katekin mencegah terjadinya kemungkinan
infeksi saat terjadi luka. Selain itu, katekin mempunyai aktivitas sebagai
37
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
antioksidan yang bekerja dengan memutus rantai lipid peroksidase yang berperan
dalam radikal bebas yang dapat mengikat zat tertentu dan berbahaya bagi tubuh
(Ningsih, 2014) serta dapat merusak tiga jenis senyawa yang penting untuk
mempertahankan integritas sel, yaitu : asam lemak, khususnya asam lemak tak
jenuh yang merupakan komponen penting fosfolipid penyusun membran sel;
DNA, merupakan perangkat genetik sel; protein, memegang berbagai peran
penting seperti enzim, reseptor, antibodi, dan pembentuk matriks sitoskeleton
(Ambiyani, 2013). Sehingga adanya aktivitas antioksidan pada katekin dapat
menghindari kerusakan sel yang lebih parah.
4.5 Hasil Evaluasi Sediaan Gel
Hasil evaluasi sediaan gel isolat katekin gambir (Uncaria gambir R.)
meliputi uji organoleptik, homogenitas, pH dan viskositas. Hasil evaluasi sediaan
gel isolat katekin gambir dapat dilihat pada tabel 4.3
Tabel 4.3 Hasil Evaluasi Sediaan Gel
Karakteristik
Hasil
gel isolat
katekin
konsentrasi 1%
gel isolat
katekin
konsentrasi 2%
gel isolat
katekin
konsentrasi 4%
Organoleptik
Warna Coklat muda
transparan
Coklat
transparan
Coklat
Bentuk Semisolid
transparan
Semisolid
transparan
Semisolid,
tidak
transparan
Bau Khas Khas Khas
Homogenitas Homogen Homogen Homogen
pH 6,51 6,12 5,76
Viskositas 43600 56400 73000
38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Setelah dilakukan pemeriksanaan mutu gambir, isolat katekin kemudian
diformulasikan dalam bentuk sediaan gel. Sediaan gel dipilih karena memiliki
kandungan air yang bersifat mendinginkan, menyejukkan, melembabkan, mudah
penggunaannya, mudah berpenetrasi pada kulit, sehingga memberikan efek
penyembuhan yang lebih cepat sesuai dengan basis yang digunakan (Ansel,
2005). Sehingga hal ini sesuai dengan prinsip penanganan utama luka bakar
ringan yaitu mendinginkan luka yang terbakar dengan air, dimana kandungan gel
sebagian besar terdiri dari air (Syamsuhidayat dan Jong, 1997).
Berdasarkan data hasil evaluasi sediaan gel pada tabel 4.3, secara
organoleptis terlihat bahwa semakin tinggi konsentrasi isolat katekin maka warna
gel akan terlihat lebih gelap akibat warna yang ditimbulkan oleh isolat katekin,
bentuk sediaan yang dihasilkan semisolid, dan menimbulkan bau khas katekin.
Dari evaluasi homogenitas yang dilakukan diatas objek glass terlihat bahwa ketiga
sediaan gel yang dihasilkan homogen. Kemudian dari data viskositas, diketahui
bahwa semakin tinggi konsentrasi isolat pada sediaan gel umumnya memiliki
viskositas lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa isolat katekin gambir
cenderung meningkatkan viskositas basis. Berbeda halnya dengan viskositas,
penambahan isolat katekin dapat menurunkan pH, karena katekin merupakan
senyawa yang bersifat asam (Lucida et al., 2007) sehingga penambahan isolat
katekin dapat memberi nilai keasaman pada sediaan jadi. Namun seluruh sediaan
masih berada dalam pada kisaran pH normal kulit yaitu 4,5-6,5.
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.6 Hasil Pengukuran Berat Badan Tikus
Hasil pengukuran berat badan tikus selama aklimatisasi dan selama
perlakuan dapat dilihat pada gambar 4.1 dan gambar 4.2
a. Berat Badan Tikus Selama Aklimatisasi
Gambar 4.1 Grafik Rata-Rata Berat Badan Tikus Selama Aklimatisasi
b. Berat Badan Tikus Selama Perlakuan
Gambar 4.2 Grafik Rata-Rata Berat Badan Tikus Selama Perlakuan
Keterangan:
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7
be
rat
bad
an (
g)
Hari
0
50
100
150
200
250
300
H3 H6 H9 H12 H15 H18 H21
be
rat
bad
an (
g)
Hari
40
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hewan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah 30 ekor tikus putih
jantan (Rattus novergicus) jantan galur Sprague Dawley berusia 2-3 bulan dengan
bobot 100-150 gram. Tikus betina tidak digunakan untuk menghindari pengaruh
faktor hormonal (estrogen dan progesteron) dalam penyembuhan luka (Putri,
2013). Tikus yang digunakan adalah galur Sprague Dawley karena keuntungan
utamanya adalah ketenangan dan kemudahan penanganannya. Hewan tersebut
diaklimatisasi terlebih dahulu selama 1 minggu agar dapat menyesuaikan diri
dengan lingkungan. Selama proses aklimatisasi penimbangan berat badan setiap
hari hingga mencapai bobot yang diinginkan untuk kriteria pengujian luka bakar
(Gambar 4.1). Pada saat aklimatisasi tidak ada hewan uji yang sakit, dengan ciri-
ciri aktivitas berkurang, lebih banyak diam, dan bulunya berdiri (Lampiran 4).
Pakan yang diberikan selama penelitian adalah pakan jenis CP 511B dengan
analisa gizi terlampir (Lampiran 10).
Dari gambar grafik diketahui bahwa berat badan tikus selama aklimatisasi
maupun selama perlakuan mengalami kenaikan berat badan dan tidak mengalami
penurunan berat badan. Hal ini menunjukkan bahwa hewan uji dalam keadaan
sehat dimana salah satu cirinya adalah tidak terjadinya penurunan berat badan
secara signifikan.
4.7 Hasil Pengamatan Luka Bakar
Pada penelitian ini dilakukan uji aktivitas isolat katekin gambir terhadap
penyembuhan luka bakar. Uji ini dilakukan secara eksperimental terhadap hewan
uji berupa tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague Dawley.
Parameter yang diamati meliputi pembentukan keropeng, penurunan luas luka,
persentase penyembuhan luka bakar, keberadaan sel radang dan neokapilerisasi
Desain penelitian dilakukan dengan membagi 30 tikus menjadi 5
kelompok perlakuan yaitu kontrol positif yang diberikan gel bioplasenton,
kelompok kontrol negatif yang diberikan basis gel Na CMC tanpa isolat katekin,
serta tiga kelompok dengan isolat katekin gambir dengan konsentrasi 1%, 2% dan
4%.
Penelitian ini menggunakan gel bioplacenton® sebagai kontrol positif
yang mengandung ekstrak plasenta 10% yang bekerja memicu pembentukan
41
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
jaringan baru dan untuk penyembuhan luka, sedangkan neomisin sulfat 0,5%
untuk mencegah atau mengatasi infeksi bakteri gram negatif pada area luka.
Proses induksi luka bakar dilakukan dengan cara masing-masing tikus
dicukur bulunya pada daerah punggung sekitar 3 cm dari telinga tikus
menggunakan Veet® dan diberi anastesi lokal ketamin-HCl dengan dosis sebesar
49 mg/kgBB secara intramuskular untuk mengurangi rasa sakit akibat induksi
luka bakar dan memudahkan penangannnya. Induksi luka bakar dilakukan dengan
menggunakan plat besi berukuran 4x2 cm yang dipanaskan selama 5 menit di
dalam air mendidih lalu ditempelkan pada kulit punggung selama 10 detik dengan
tekanan yang sama.
Pemberian gel dilakukan secara topikal sebanyak 0,2 g dengan cara
mengoleskannya di bagian luka sesuai dengan kelompok perlakuan. Pemberian
gel dilakukan setiap hari, dari hari ke-1 sampai hari ke 21 setelah perlukaan
sebanyak 2 kali sehari pada waktu pagi dan sore hari.
4.7.1 Hasil Pengamatan Patologi Anatomi
Pengamatan secara patologi anatomi dilakukan dengan mengamati awal
terbentuknya keropeng dan saat lepasnya keropeng serta persentase penyembuhan
luka bakar.
a. Pengamatan Keropeng
Pembentukan keropeng menunjukkan proses penyembuhan luka
memasuki fase proliferasi tahap awal (Agustina, 2011). Untuk mengamati
pembentukan keropeng, pada luka akan terlihat adanya jaringan granulasi yang
ditandai dengan munculnya keropeng. Keropeng ini berfungsi untuk menutup luka
dan mencegah luka dari kontaminasi lebih lanjut oleh mikroba. Pelepasan
keropeng menandakan sudah terjadinya pertumbuhan sel-sel baru pada kulit
sehingga membantu mempercepat lepasnya keropeng dan merapatnya tepi luka
(Aponno et al., 2014)
Pada kelompok kontrol positif, terbentuknya keropeng rata-rata terjadi
pada hari ke 4 dan lepas pada hari ke 11. Pada kelompok kontrol negatif,
terbentuknya keropeng rata-rata terjadi pada hari ke 3 dan lepas pada hari ke 14.
Pada kelompok uji konsentrasi rendah (1%), terbentuknya keropeng rata-rata
42
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
terjadi pada hari ke 2 dan lepas pada hari ke 11. Pada kelompok uji konsentrasi
sedang (2%), terbentuknya keropeng rata-rata terjadi pada hari ke 2 dan lepas
pada hari ke 12. Pada kelompok uji konsentrasi tinggi (4%), terbentuknya
keropeng rata-rata terjadi pada hari ke 1 dan lepas pada hari ke 14.
Tabel 4.4 Pengamatan Keropeng
Rerata hari ke-
KP KN UKR UKS UKT
Terbentuknya
keropeng
4 3 2 2 1
Lepasnya
keropeng
11 14 11 12 14
Keterangan:
KP: Kontrol Positif, KN: Kontrol Negatif, UKR: Uji Konsentrasi Rendah, UKS: Uji
Konsentrasi Sedang; UKT: Uji Konsentrasi Tinggi
Berdasarkan pengamatan terbentuknya keropeng, terlihat bahwa kelompok
uji konsentrasi rendah (1%) berpotensi mempercepat waktu penyembuhan luka
karena pembentukan keropeng paling cepat terbentuk, yaitu pada hari ke-2 dan
terlepas pada hari ke-11 hampir mendekati kelompok kontrol positif dibandingkan
dengan kelompok uji konsentrasi sedang (2%) dan konsentrasi tinggi (4%) serta
kontrol negatif. Pada uji konsentrasi tinggi (4%) pada awalnya dapat
mempercepat pengeringan pada daerah luka namun pengeringan ini memicu
pembentukan keropeng atau jaringan mati yang sangat keras dan tebal dan
menempel erat pada permukaan luka. Jaringan mati ini dapat menghambat
distribusi zat aktif dan absorbsi obat sehingga luka lebih lama sembuh. Lamanya
proses pembentukan jaringan baru mengakibatkan lamanya masa penyembuhan.
Oleh sebab itu kelompok uji konsentrasi tinggi (4%) memiliki waktu
pengelupasan keropeng yang paling lama. Selain itu, dapat diamati bahwa
kelompok kontrol negatif mengalami proses penyembuhan luka yang lama dilihat
dari waktu terbentuknya keropeng dan waktu lepasnya keropeng. Hal ini
43
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
menunjukkan bahwa pemberian basis gel saja tidak mempengaruhi percepatan
penyembuhan luka.
b. Hasil Pengukuran Penurunan Luas Luka Bakar
Pada parameter persentase penyembuhan luka, dilakukan dengan cara
melihat langsung pada bagian luka lalu diukur luas luka bakar dengan aplikasi
imageJ dan dihitung persentase penyembuhan luka bakar (Tabel 4.4). persentase
penyembuhan luka dihitung dengan rumus:
% penyembuhan luka =
x 100%
Luas luka awal luas luka sehari setelah pembuatan luka dan luas luka akhir
adalah luas luka pada hari dilakukan pengamatan.
Luas luka awal yang menjadi perhitungan persentase penyembuhan luka
adalah luas luka sehari setelah tikus dilukai, karenan setelah 24 jam terjadi
kestabilan luas luka (Fimani, 2010). Suatu luka dapat dikatakan sembuh apabila
daerah luka tersebut telah mengalami epitelisasi secara menyeluruh dan tidak lagi
membutuhkan perawatan (Schmidt & Greenspoon, 1991 dalam Handayani 2006).
Hasil pengukuran penurunan luas luka bakar pada seluruh kelompok
perlakuan pada hari ke-1 hingga hari ke-21 menggunakan metode perlukaan
Akhoondinasab (2014) dapat dilihat pada tabel 4.4
44
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.5 Hasil Pengukuran Penurunan Luas Luka Bakar
Kelompok
perlakuan
Hari ke
1 8 15 21
Rata-
rata luas
luka
(dalam
cm2)
Rata-
rata
penurun
an luas
luka
(dalam
cm2) ±
SD
Rata-
rata
persen
tase
luka
(dalam
%)
Rata-
rata
penuru
nan
luas
luka
(dalam
cm2) ±
SD
Rata-
rata
persenta
se luka
(dalam
%)
Rata-
rata
penurun
an luas
luka
(dalam
cm2) ±
SD
Rata-rata
persentas
e luka
(dalam
%)
Konsentrasi
1% 7,34
3,02 ±
0,86 41,14
5,90 ±
1,01 85,83
7,18 ±
0,77 97,87
Konsentrasi
2% 7,36
3,24 ±
1,39 44,02
6,50 ±
1,36 88,32
7,22 ±
1,55 98,02
Konsentrasi
4% 7,31
1,86 ±
0,72 22,44
5,09 ±
1,49 72,78
6,65 ±
0,97 93,99
Kontrol
Positif 7,08
4,22 ±
1,23 59,60
6,78 ±
0,74 95,76
7,08 ±
0,38 100
kontrol
Negatif 7,07
2,85 ±
1,01 40,24
5,73 ±
0,95 81,84
6,78 ±
1,05 95,54
Pemberian gel gambir dengan berbagai tingkatan konsentrasi (1%, 2% dan
4%) memberikan pengaruh terhadap waktu dan persentase penyembuhan luka
bakar (Tabel 4.5). Persentase penyembuhan luka bakar yang terbesar pada hari ke-
8 terlihat pada kontrol positif sebesar 59,60% diikuti oleh kelompok uji
konsentrasi sedang (2%) yaitu 44,02%. Berdasarkan uji statistik kelompok uji
konsentrasi sedang (2%) berbeda signifikan dengan kelompok uji konsentrasi
tinggi (4%) dan kontrol positif dan tidak berbeda signifikan dengan kelompok
kontrol negatif dan kelompok uji konsentrasi rendah (1%).
Persentase penyembuhan luka bakar yang terbesar pada hari ke-15 terlihat
pada kontrol positif sebesar 95,76% diikuti kelompok uji konsentrasi sedang (2%)
yaitu 88,32%. Hasil statistik pada hari ke-15 menunjukkan kelompok kelompok
uji konsentrasi sedang (2%) berbeda signifikan dengan kelompok uji konsentrasi
tinggi (4%) dan tidak berbeda secara signifikan dengan kelompok uji konsentrasi
rendah (1%), kontrol positif dan kontrol negatif. Berdasarkan persentase
penyembuhan luka pada hari ke-21, kelompok kontrol positif menunjukkan hasil
tertinggi dengan persentase penyembuhan sebesar 100% diikuti oleh kelompok uji
konsentrasi sedang (2%) sebesar 98,02%, kelompok uji konsentrasi rendah (1%)
45
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
sebesar 97,87%, kontrol negatif sebesar 95,98% dan kelompok uji konsentrasi
tinggi (4%) sebesar 93,99%. Hal ini menunjukkan bahwa gel isolat katekin
gambir pada kelompok uji konsentrasi rendah (1%) dan kelompok uji konsentrasi
sedang (2%) memiliki aktivitas yang tinggi dan hampir sebanding dengan kontrol
positif dalam persentase penyembuhan luka bakar derajat dua. Namun demikian,
secara statistik persentase penyembuhan luka bakar menunjukkan bahwa data
bersifat normal, namun tidak terdistribusi homogen sehingga pengolahan data
dilanjutkan dengan uji non-parametrik Kruskal-Wallis Test. Data statistik
persentase penyembuhan luka bakar menunjukkan hasil yang tidak signifikan
(p>0,05) pada seluruh kelompok perlakuan.
Gambar 4.3 Grafik Persentase Penyembuhan Luka Bakar
4.7.2 Hasil Pengamatan Preparat Histopatologi
Pengamatan dilakukan dengan mikroskop cahaya (Olympus SZ61) secara
deskriptif pada 20 lapang pandang dengan perbesaran 400 x. Pengamatan preparat
histopatologi dilakukan dengan sistem skoring. Cara pembacaan sistem skoring
dapat dilihat di lampiran 11.
0
20
40
60
80
100
120
H1 H8 H15 H21
Pe
rse
nta
se
Hari
konsentrasi 1%
konsentrasi 2%
konsentrasi 4%
kontrol Positif
kontrol Negatif
46
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.6 Penilaian Histopatologi Dengan Sistem Skoring
Kelompok Skor
Neokapilerisasi Infiltrasi sel radang
Kontrol Positif 3 4
Kontrol Negatif 0 0
Uji Konsentrasi rendah (1%) 1 2
Uji Konsentrasi sedang (2%) 2 3
Uji Konsentrasi tinggi (4%) 0 1
Pada hari ke-7 dilakukan eksisi pada kulit punggung tikus. Eksisi
dilakukan pada salah satu tikus dari masing-masing kelompok yang diambil
secara acak. Pemilihan eksisi pada hari ke-7 karena fase proliferasi atau fase
penyembuhan luka biasanya berlangsung dari akhir fase inflamasi yaitu hari ke-6
sampai akhir minggu ke-3 (moenadjat, 2009). Tahap-tahap utama meliputi
pembentukan barier permeabilitas (epitelisasi), kecukupan suplai darah
(angiogenesis) dan pembentukan kembali jaringan dermis pada jaringan yang luka
(fibroplasia) (Li et al., 2007).
Pembentukan neokapiler atau neovaskularisasi adalah pembentukan
pembuluh darah baru ke derah luka. Infiltrasi sel radang merupakan proses
terjadinya migrasi sel radang ke daerah perlukaan. (Prasetyo, 2010). Dari hasil
skoring dapat diamati bahwa skor neokapilerisasi tertinggi terdapat pada
kelompok kontrol positif, diikuti oleh uji konsentrasi sedang (2%), uji konsentrasi
rendah (1%), uji konsentrasi tinggi (4%) dan kontrol negatif. Skor infiltrasi sel
radang tertinggi terdapat pada kelompok kontrol negatif, diikuti oleh uji
konsentrasi tinggi (4%), uji konsentrasi sedang (2%) dan kontrol positif.
Dari hasil pengamatan secara mikroskopik, dapat diamati adanya sel
radang pada kelima kelompok. Dari hasil skoring parameter infiltrasi sel radang
diketahui bahwa gel isolat katekin konsentrasi 2% memiliki skor tertinggi setelah
kontrol positif dibandingkan kelompok uji lainnya. Skor yang tinggi pada
parameter infiltrasi sel radang menandakan sedikitnya sel radang. Hal ini
disebabkan karena katekin berperan sebagai antiinflamasi dan antibakteri
sedangkan bioplasenton mengandung neomisin sulfat sebagai antibakteri sehingga
47
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
peran sel radang untuk memfagosit mikroba dapat diminimalisir dan pembersihan
luka berjalan cepat.
Sebaliknya, skor terendah berada pada kelompok kelompok negatif dan uji
konsentrasi tinggi (4%). Skoring yang rendah pada parameter infiltrasi sel radang
menandakan banyaknya sel radang. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya bahan
aktif dalam sediaan yang dapat membantu mengeleminir partikel asing sehingga
sangat memungkinkan masih terdapatnya mikroba dan kerusakan jaringan yang
harus difagosit oleh sel-sel tersebut pada daerah luka sehingga tingkat inflamasi
masih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa masih terjadi inflamasi dan proses
fagositosis serta mengindikasikan bahwa kedua kelompok uji ini masih berada
pada fase inflamasi.
Pada parameter neokapilerisasi didapatkan hasil skoring tertinggi pada
kelompok uji konsentrasi sedang (2%) setelah kontrol positif dibandingkan
kelompok uji lainnya. Skoring yang tinggi pada parameter neokapilerisasi
menunjukkan peningkatan jumlah neokapiler yang menandakan berjalannya
proses persembuhan luka pada fase proliferasi. Proses kegiatan seluler yang
penting pada fase ini adalah memperbaiki dan menyembuhkan luka dan ditandai
dengan proliferasi sel (Prasetyo, 2010). Sebaliknya skor infiltrasi sel radang pada
kelompok uji konsentrasi sedang (2%) ini memiliki nilai skoring yang tinggi. Hal
ini menunjukkan bahwa pada kelompok uji konsentrasi sedang (2%) telah
melewati fase inflamasi dan memasuki fase proliferasi.
Dari hasil analisis semua data, dapat ditarik simpulan bahwa aktivitas
isolat katekin gambir dalam proses penyembuhan luka bakar derajat dua tidak
menunjukkan hasil yang signifikan pada penurunan luas luka bakar dan persentase
penyembuhan luka. Namun, aktivitas isolat katekin gambir mempengaruhi
penyembuhan luka bakar pada fase inflamasi dan fase proliferasi. Hal ini terlihat
pada gambaran histopatologi dimana pada parameter infiltrasi sel radang,
kelompok uji konsentrasi sedang (2%) dapat menurunkan jumlah sel radang
dibanding kelompok uji konsentrasi rendah (1%), uji konsentrasi tinggi (4%) dan
kontrol negatif. Hal ini dikarenakan katekin mempunyai aktivitas sebagai
antiinflamasi dan antibakteri. Keberadaan senyawa ini secara tidak langsung akan
menurunkan rangsangan terhadap migrasi sel radang ke daerah luka sehingga
48
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dapat menurunkan jumlah sel radang dan proses bersihan zat asing dapat berjalan
lebih cepat. Sehingga, kelompok uji konsentrasi sedang (2%) dapat
mempengaruhi penyembuhan luka bakar pada fase inflamasi.
Pada parameter neokapilerisasi, kelompok uji konsentrasi sedang (2%)
menunjukkan skor yang tinggi dibanding kelompok uji konsentrasi rendah (1%),
uji konsentrasi tinggi (4%) dan kontrol negatif. Pada proses reparasi jaringan,
keberadaan pembuluh darah memiliki peranan yang penting untuk memberikan
asupan nutrisi bagi jaringan yang sedang beregenerasi. Selain itu, pembuluh darah
juga mempunyai peranan untuk menghantarkan sel-sel radang yang dibentuk di
sumsum hingga mendekati jaringan yang terluka sehingga sel radang tersebut
melakukan emigrasi. Untuk menunjang fungsi-fungsi tersebut, pembuluh darah
akan membentuk tunas-tunas pembuluh baru yang nantinya akan berkembang
menjadi percabangan baru pada jaringan luka atau disebut neokapilerisasi.
Dengan demikian, banyaknya pembuluh darah baru pada daerah perlukaan pada
kelompok uji konsentrasi sedang (2%) menunjukkan bahwa proses persembuhan
luka telah berjalan pada fase proliferasi.
Pada pengamatan secara patologi anatomi maupun histopatologi
menunjukkan adanya perbedaan antar kelompok. Perbedaan ini menjelaskan
bahwa pada masing-masing kelompok sediaan gel memiliki daya kerja yang
berbeda pula. Daya kerja dari sediaan gel ini dipengaruhi oleh kandungan bahan
aktif pada masing masing gel serta konsentrasi isolat yang mempengaruhi
aktivitasnya baik pada fase inflamasi, fase proliferasi maupun fase maturasi.
Secara umum, kelompok uji konsentrasi sedang (2%) menunjukkan hasil yang
lebih baik dibanding kelompok uji konsentrasi rendah (1%) dan kelompok uji
konsentrasi tinggi (4%). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Sumoza et al., (2014) dimana pada penelitian tentang Pengaruh Gambir terhadap
Penyembuhan Luka Bakar pada Mencit Putih Jantan menunjukkan hasil yang baik
pada kelompok konsentrasi sedang.
Pada kelompok uji konsentrasi sedang (2%) menunjukkan hasil yang
paling baik secara mikroskopis diikuti oleh kelompok uji konsentrasi rendah (1%)
dan kelompok uji konsentrasi tinggi (4%). Namun pada kelompok uji konsentrasi
tinggi (4%) menunjukkan hasil yang kurang memuaskan. Hal ini kemungkinan
49
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
disebabkan gel isolat katekin konsentrasi rendah (1%) memiliki kandungan zat
aktif dibawah dosis optimal sehingga walaupun terdifusi dengan baik akan tetapi
kandungan zat aktif tidak mencukupi untuk penyembuhan luka, konsentrasi
sedang (2%) memiliki kandungan zat aktif yang berada pada rentang dosis
optimal untuk penyembuhan luka sedangkan gel isolat katekin dengan konsentrasi
tinggi (4%) berada diatas dosis optimal untuk penyembuhan luka. Hal ini
menyebabkan gel isolat katekin dengan konsentrasi tinggi (4%) memiliki
viskositas yang tinggi dan mengakibatkan gel terlalu kental sehingga
menyebabkan pelepasan zat aktif dan penetrasinya menjadi lambat ke dalam kulit.
50 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian uji aktivitas isolat katekin gambir (Uncaria
gambir) terhadap penyembuhan luka bakar pada tikus putih (Rattus norvegicus)
jantan galur Sprague-Dawley diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Isolat katekin gambir (Uncaria gambir) pada kelompok uji konsentrasi
1%, 2% dan 4% tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap
penurunan luas luka dan peningkatan persentase penyembuhan luka bakar
derajat dua yang diberikan secara topikal pada pengamatan secara patologi
anatomi.
2. Terdapat perbedaan dalam hal infiltrasi sel radang dan neokapilerisasi
pada hari ke-7 pada kelompok uji konsentrasi 2% dibandingkan dengan
kelompok uji konsentrasi 1%, uji konsentrasi 4% dan kontrol negatif pada
pengamatan secara mikroskopis.
3. Isolat katekin gambir dapat membantu dalam proses penyembuhan luka
bakar pada fase inflamasi dan proliferasi.
5.2 Saran
Adapun saran untuk penelitian lebih lanjut adalah:
1. Perlu dilakukan penambahan parameter histopatologi untuk pengamatan
secara mikroskopis.
2. Perlu dilakukan penambahan hewan uji untuk eksisi agar data
histopatologi tidak hanya dapat diamati secara deskriptif namun juga
secara statistik.
3. Perlu dilakukan pengamatan histopatologi pada beberapa interval waktu
yang berbeda yang mewakili fase inflamasi, proliferasi dan fase maturasi.
51
DAFTAR PUSTAKA
Ambiyani, Winny. 2013. Pemberian Salep Ekstrak Daun Mengkudu (Morinda
Citrifolia L) Meningkatkan Proses Regenerasi Jaringan Luka Pada Tikus
Putih Galur Wistar (Rattus Norvegicus) Jantan. Tesis. Denpasar: Universitas
Udayana
Agustin Rini, Oktadefitri Y, Lucida H. 2013. Formulasi krim tabir surya dari
kombinasi etil p – metoksisinamat dengan katekin. Prosiding Seminar
Nasional Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik III ISSN: 2339-
2592
Akhoondinasab MR, Akhoondinasab M, Saberi M. 2014. Comparison of Healing
Effect of Aloe Vera Extract and Silver Sulfadiazine in Burn Injuries in
Experimental Rat Model. Original article Vol. 3 No. 1; 29-34
American Burn Association. 2012. National Burn Repository: Report of Data
From 2002-2011. Chicago.
(http://www.ameriburn.org/2012NBRAnnualReport.pdf) diakses pada tanggal
3 Maret 2016 pukul 01.07 WIB)
Amos et al. 2004. Teknologi Pasca Panen Gambir. Jakarta: BPPT Press.
Anggraini T., Tai A., Yoshino T., Itani T. 2011. Antioxidative activity and
catechin content of four kinds of Uncaria gambir extracts from West Sumatra
Indonesia. African Journal of Biochemistry Research, 5(1), 33-38.
Anggraini, W. 2008. Efek Antiinflamasi ekstrak etanol daun jambu biji (Psidium
guajava Linn.) pada tikus putih jantan galur wistar. Skripsi. Surakarta:
Fakultas Farmasi, UMS
52
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Ansel, H.C. 2005. Pengantar Bentuk sediaan Farmasi. Edisi 4. Penerjemah:
Farida Ibrahim. Jakarta: UI Press.
Brunner & Suddarth. 1996. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC.
Dewi, May Malia. 2012. Formulasi Sediaan Tablet Hisap Katekin Gambir
(Uncaria Gambir Roxb) Sebagai Imunomodulator Dengan Metode Granulasi
Basah. Skripsi. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.
Departemen Kesehatan RI. 2008. Farmakope Herbal Indonesia. Edisi kesatu.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI
Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi Tiga. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI
Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi Empat. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI
Departemen Kesehatan RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan
Obat. Jakarta: Departemen Kesehatan RI
Effendi, C. 1999. Perawatan Pasien Luka Bakar. Jakarta: EGC
Erlia Eva, Cahaya Noor, Rahmawanty Dina. 2014. Pengaruh Pemberian Gel
Kuersetin Terhadap Jumlah Neutrofil dan Limfosit dalam Proses
Penyembuhan Luka Bakar Derajat II A Pada Tikus Jantan Galur Wistar.
Jurnal Pharmascience, Vol 1, No. 2, Oktober 2014, hal: 38 - 45 ISSN : 2355 –
5386
53
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Emrizal, A., F. Fernando., Suryani, F., M. Ahmad., Sitrat., & D. Arbain. 2012.
Isolasi Senyawa dan Uji Aktivitas Anti-inflamasi Ekstrak Metanol Daun
Puwar Kincung. Jurnal Penelitian Farmasi Indonesia. 1: 1-5.
Gardner, Gray, dan O’Rahilly .1995. Anatomi (Kajian Ranah Tubuh Manusia).
Diterjemahkan oleh Z.S Bustami. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.
Ghayur, M.N., Khan H., Gilani, A.H. 2007. Antispasmodic, Bronchodilator and
Vasodilator Activities of (+)-Catechin, a Naturally Occurring Flavonoid.
Archives of Pharmacal Research, 30(8): 970-975
Handayani Fitri, Siswanto Eka dan Pangesti Lintang A.T. 2015. Uji Aktivitas
Ekstrak Etanol Gambir (Uncaria gambir) Terhadap Penyembuhan Luka
Bakar Pada Kulit Punggung Mencit Putih Jantan (Mus musculus L.) . Jurnal
Ilmiah Manuntung I(2), 133-139
Heitzman E.M., Neto C.C., Winiaz E., Vaisberg A.J., Hammond G.B. 2005.
Ethnobotany, phytochemistry and pharmacology of Uncaria (Rubiaceae).
Phytochemistry, 66, 5 – 39
Hilpiani, Devy. 2012. Uji Toksisitas Akut Isolat Katekin Gambir (Uncaria
Gambier R.) Dari Fase Etil Asetat Terhadap Mencit Putih Jantan Secara In
Vivo. Skripsi. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah
Hosseini, S.V., et al. 2011. The Healing Effect of Honey, Putty, Vitriol and Olive
Oil in Pseudomonas Aeroginosa Infected Burns in Experimental Rat Model.
Asian Journal of Animal an Veterinary Advances 6 ISSN 1683-9919 / DOI:
10.3923/ajava.2011.572.579
Lucida, H., Bakhtiar, A. dan Putri, W.A. 2007. Formulasi sediaan antiseptik
mulut dari katekin gambir. Jurnal Sains Tek. Farmasi
54
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Izzati, Ulfa Zara. 2015. Efektivitas Penyembuhan Luka Bakar Salep Ekstrak
Etanol Daun Senggani (Melastoma Malabathricum L.) Pada Tikus (Rattus
Norvegicus) Jantan Galur Wistar. Skripsi. Pontianak: Universitas
Tanjungpura
Kanitakis, J. 2002. Anatomy, histology and immunohistochemistry of normal
human skin. European Journal of Dermatology
Mappa Tiara, Edy Hosea Jaya, Kojong Novel. 2013. Formulasi Gel Ekstrak Daun
Sasaladahan (Peperomia pellucida (L.) H.B.K) Dan Uji Efektivitasnya
Terhadap Luka Bakar Pada Kelinci. PHARMACON Jurnal Ilmiah Farmasi –
UNSRAT Vol. 2 No.02
Martina Nungki Ratna, Wardhana Aditya. 2013. Mortality Analysis of Adult Burn
Patients. Jurnal Plastik Rekonstruksi Vol.2, No.2
Martini, F.H. 2001. Fundamental of Anatomy & Phisiology. Fifth Edition. San
Francisco: Pearson
Maurya, PK., & Rizvi, S.I. 2009. Protective role of tea catechins on erythrocytes
subjected to oxidative stress during human aging. Natural Product Research,
23(12): 1072–1079.
Moenadjat Y. 2009. Luka bakar masalah dan tata laksana. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.
Musdja, Yanis. 2012. Efek Imunomodulator, Aktifitas Antibakteri Bahan dan
Campuran Bahan Menyirih serta Perbandingan Komposisi Minyak Atsiri
Daun Sirih dengan Campuran Bahan Menyirih. Disertasi. Jakarta: Fakultas
Kedokteran UI
Nainggolan, P dan Parhusip, D. 2013. Teknologi Perbenihan Tanaman Gambir.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara.
55
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Ningsih Sri et al. 2014. Evaluation Of Antilipid Peroxidation Activity Of Gambir
Extract On Liver Homogenat In Vitro. International Journal of PharmTech
Research. ISSN : 0974-4304 Vol.6, No.3, pp 982-989
Ida Nur dan Noer Siti Fauziah. 2012. Uji Stabilitas Fisik Gel Ekstrak Lidah Buaya
(Aloe vera L.). Majalah Farmasi dan Farmakologi, Vol. 16 No.2
Pakki, Dkk. 2009. Uji Aktivitas Antibakteri Enzim Papain Dalam Sediaan Krim
Terhadap Staphylococcus Aureus. Majalah Farmasi Dan Farmakologi Vol.13,
No.1 (Issn: 1410-7031)
Pambayun et al. 2007. Kandungan Fenolik Ekstrak Daun Gambir Dan Aktivitas
Antibakterinya. AGRITECH vol. 27 No. 2
Prasetyo, B.F., Wientarsih, I., Priosoeryanto, B.P. 2010. Aktivitas Sediaan Gel
Ekstrak Batang Pohon Pisang Ambon dalam Proses Penyembuhan Luka
pada Mencit. Jurnal Veteriner. Vol: 11, No 2 : 70-73
Retno Iswari, Tranggono. 2007. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik.
Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama
Rohmawati, Nina. 2008. Efek Penyembuhan Luka Bakar Dalam Sediaan Gel
Ekstrak Etanol 70% Daun Lidah Buaya (Aloe Vera L.) Pada Kulit Punggung
Kelinci New Zealand. Skripsi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah
Surakarta
Sabiston, D. C, 1992. Buku Ajar Bedah. Jakarta: EGC.
Sjamsuhidajat, R, Wim de Jong. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta:EGC
Sumoza Nelsy Sucidayana, Efrizal, Rahayu Resti. 2014. Pengaruh Gambir
(Uncaria gambir R.) Terhadap Penyembuhan Luka Bakar Pada Mencit Putih
56
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Mus musculus L.) Jantan. Jurnal Biologi Universitas Andalas 283-288
(ISSN : 2303-2162)
Taniguchi S., Kuroda K., Yoshikado N., Doi K.I., Tanabe M., Shibata T., Yoshida T.,
Hatano T., (2008) New Dimeric Flavans From Gambir, an Extract of Uncaria
gambir. Japan: The Japan Institute of Heterocyclic Chemistry, Okayama
University, 1-11.
Thibodeau GA, Patton KT. 2005. The Human Body In Health and Disease 4th
edition. Massachusetts: Mosby
Utami Sekar. 2015. Formulasi Sediaan Krim Tipe M/A Dari Minyak Atsiri
(Pogostemon Cablin B.) Dan Uji Aktivitas Repelan. Naskah Publikasi.
Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta
Wasitaatmadha, S. 2002. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ketiga. Jakarta:
FKUI
http://www.who.int/violence_injury_prevention/other_injury/burns/en/ (diakses
pada tanggal 15 Februari 2016 pukul 19.26 WIB)
http://www.kalbemed.com/Products/Drugs/Branded/tabid/245/ID/5699/Bioplacen
ton.aspx (diakses pada tanggal 10 Juni 2016 pukul 20.44)
57
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 1. Alur Penelitian
c
Ekstrak air gambir
(Uncaria gambir ) berupa
bongkahan
Dihaluskan hingga
menjadi serbuk
Ekstraksi cara panas
dengan metode infusa
pada suhu 90-960C
selama ±15 menit
Determinasi
Skrining
fitokimia
Partisi dengan EtilAsetat
(1:½), ditambahkan NaCl
sampai jenuh
Penyaringan
Fase etil asetat
dievaporasi dengan
rotary evaporator
Fase air dipartisi
dengan etilasetat
secara berulang (3x)
Fase etil
asetat
Fase air
dibuang Fase etil asetat pekat
dicuci dengan air
dingin
Kertas saring yang terdapat
katekindikeringkan pada
oven 70oC
Penyaringan
Serbuk katekin
Penetapan kadar
katekin, kadar
air, kadar abu
Pembuatan sediaan gel dan
evaluasi sediaan
Hewan uji: tikus jantan
galur Sprague Dawley
2-3 bulan 100-150 g 30
ekor
Aklimatisasi 1 minggu
makan dan minum secara
ad libitum
Randomisasi menjadi 5
kelompok dengan perlakuan
(@6 ekor tikus) sebagai
berikut:
- Kelompok I (kontrol
positif)
- Kelompok II
(kontrol negatif)
- Kelompok III (gel
isolat katekin
konsentrasi 0,25%)
- Kelompok IV
(gel isolat katekin
konsentrasi 0,5 %)
- Kelompok V (gel
isolat katekin
konsentrasi 1%)
Induksi luka bakar pada
punggung tikus
Aplikasi gel secara topikal
2x sehari selama 21 hari
Eksisi jaringan kulit tikus
pada hari ke-7 pada 1 tikus
dari masing-masing
kelompok
Pembuatan dan
pengamatan preparat
histopatologi
Pengamatan
parameter
Neokapilerisasi
Infiltrasi sel radang
58
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 2. Determinasi Tanaman
59
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 3. Sertifikat Katekin Pembanding
60
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 4. Surat Keterangan Kesehatan Hewan
61
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 5. Hasil Perhitungan Rendemen
% rendemen =
% rendemen =
= 45,57 %
Lampiran 6. Hasil Perhitungan Kadar Air
Kadar air =
x 100%
Berat katekin dalam g sebelum dimasukkan oven (Wo) = 1 g
Berat katekin setelah dimasukkan oven (W1) = 0,857 g
Kadar air =
x 100%
= 14 %
Lampiran 7. Hasil Perhitungan Kadar Abu
Kadar abu =
x 100%
Berat katekin dalam g sebelum dimasukkan tanur (Wo) = 1,062 g
Berat abu katekin setelah dimasukkan tanur (W1) = 0,011 g
Kadar air =
x 100%
= 1,03 %
62
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 8. Hasil Perhitungan Penetapan Kadar
Hasil absorbansi katekin pembanding yang diukur dengan spektrofotometer
UV-vis pada panjang gelombang 279 nm dapat dilihat pada tabel berikut:
Konsentrasi
(mg/mL)
Absorbansi katekin
pembanding
0 0,000
0,02 0,340
0,03 0,538
0,04 0,709
0,05 0,917
63
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hasil absorbansi katekin sampel pada konsentrasi 0,04 mg/mL yang
diukur dengan spektrofotometer UV-vis pada panjang gelombang 279 nm
No Absorbansi Rata-rata
1 0,675
0,683 2 0,688
3 0,685
Dari kurva kalibrasi katekin pembanding tersebut dapat diketahui persamaan
regresi linearnya yaitu y = 18,269x – 0,0107 dan absorbansi katekin sampel
sebesar 0,683. Sehingga perhitungan konsentrasi (x) dan persentase kadar katekin
sampel adalah sebagai berikut:
y = 18,269x – 0,0107
x =
= 0,038 mg/mL
% kadar =
x % kadar katekin pembanding
=
x 93,32% =88,65%
y = 18,269x - 0,0107 R² = 0,9987
-0,2
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
0 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05 0,06
Ab
sorb
ansi
Konsentrasi (mg/mL)
Kurva Kalibrasi Katekin Pembanding
64
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 9. Gambar Pengamatan Perubahan Luas Luka Bakar
Kelompok tikus
Pengamatan luka hari ke
0 3 6 9 12 15 18 21
Konsentrasi rendah (1%)
Konsentrasi sedang (2%)
65
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Konsentrasi tinggi (4%)
Kontrol positif
66
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kontrol negatif
67
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 10. Tahap pengukuran Luas Luka Bakar Menggunakan Software ImageJ
5. Ubah ukuran panjang penggaris
pada kolom “Known distance”
menjadi 1, kemudian ubah satuan
dalam kolom “Unit of Length”
menjadi cm, lalu klik “OK”
7. Klik menubar “Analize”
lalu pilih “Measure”
2. Pilih foto yang akan
digunakan untuk pengukuran
3. Klik icon “straight” pada tool
bar dan buat garis lurus sepanjang
1 cm pada gambar penggaris
4. Klik “analize” pada menu
baru kemudian pilih “Set
scale”
1.Buka Software ImageJ, klik
“File” pada menu bar kemudian
pilih “Open”
8. Setelah itu, akan keluar jendela
“Result” lalu didapatkan hasil
pengukuran luas luka bakar pada
kolom “Area”
6. Klik toolbar “Freehand
Selections” dan buat pola
sesuai bentuk luka gambar
seperti gambar di atas
68
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 11. Skoring Pengamatan Histopatologi (Hosseini, 2011)
Skor Sel Inflamasi Angiogenesis
0 13-15 sel inflamasi
per lapang pandang
Tidak ada
angiogenesis, ada
kongesti, hemoragik
dan edema
1 10-13 sel inflamasi
per lapang pandang
1-2 pembuluh darah per
lapang pandang,
edema, hemoragik,
kongesti
2 7-10 sel inflamasi per
lapang pandang
3-4 pembuluh darah per
lapang pandang,
edema, hemoragik,
kongesti
3 4-7 sel inflamasi per
lapang pandang
5-6 pembuluh darah per
lapang pandang,
edema, hemoragik,
kongesti
4 1-4 sel inflamasi per
lapang pandang
Lebih dari 7 pembuluh
darah per lapang
pandang, edema,
hemoragik, kongesti
69
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambaran histopatologi jaringan kulit tikus putih dengan pewarnaan
Hematoksilin-Eosin pada perbesaran 200x dan 400x
Perbesaran
200x 400x
Kontrol
Positif
Kontrol
Negatif
Uji
Konsentrasi
Rendah
(1%)
Uji
Konsentrasi
Sedang
(2%)
Uji
Konsentrasi
Tinggi (4%)
Keterangan:
Panah hitam : sel radang
Panah biru : neokapilerisasi
70
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 12. Dokumentasi Penelitian
Hasil uji cemaran urea
Hasil uji flavonoid
Ekstrak air kering gambir
(bongkahan gambir)
Infusa gambir
Serbuk katekin
Plat besi berukuran 4x2 cm
Gel konsentrasi 1%
Gel konsentrasi 2%
Gel konsentrasi 4%
71
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Uji homogenitas gel
Analisa gizi pakan tikus
pH meter
Spektrofotometer UV-vis
Viskometer
72
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 13. Hasil Analisis Statistik Persentase Penyembuhan Luka Bakar
Derajat Dua Hari ke-8
a. Uji Normalitas
Tujuan : untuk distribusi normal data persentase penyembuhan luka bakar
Hipotesis :
Ho = data persentase penyembuhan luka bakar terdistribusi normal
Ha = data persentase penyembuhan luka bakar tidak terdistribusi normal
Pengambilan keputusan :
Jika nilai signifikansi > 0,05 Ho diterima
Jika nilai signifikansi < 0,05 Ho ditolak
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
PERSENTASE_PE
NYEMBUHAN_L
UKA_BAKAR
N 25
Normal Parametersa Mean 41.2164
Std. Deviation 15.21128
Most Extreme Differences Absolute .118
Positive .118
Negative -.105
Kolmogorov-Smirnov Z .592
Asymp. Sig. (2-tailed) .875
a. Test distribution is Normal.
Keputusan : data persentase penyembuhan luka bakar seluruh kelompok uji
terdistribusi normal
b. Uji Homogenitas
Tujuan : untuk melihat data persentase penyembuhan luka bakar homogen
atau tidak
Hipotesis :
Ho = data persentase penyembuhan luka bakar terdistribusi homogen
Ha = data persentase penyembuhan luka bakar tidak terdistribusi homogen
73
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pengambilan keputusan :
Jika nilai signifikansi > 0,05 Ho diterima
Jika nilai signifikansi < 0,05 Ho ditolak
Test of Homogeneity of Variances
PERSENTASE_PENYEMBUHAN_LUKA_BAKAR
Levene Statistic df1 df2 Sig.
.565 4 20 .691
Keputusan : data penyembuhan luka bakar seluruh kelompok uji terdistribusi
homogen sehingga dilanjutkan dengan uji Kruskal-Wallis
ANOVA
PERSENTASE_PENYEMBUHAN_LUKA_BAKAR
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 3276.077 4 819.019 7.193 .001
Within Groups 2277.118 20 113.856
Total 5553.195 24
c. Uji Multiple Comparisons Tipe LSD (Least Significant Different)
Tujuan : untuk menentukan data penurunan luas luka bakar abnormal kelompok
signifikan dengan kelompok lainnya.
Hipotesis :
Hipotesis :
Ho = data penurunan luas luka bakar tidak berbeda secara signifikan
Ha = data penurunan luas luka bakar berbeda secara signifikan
Pengambilan keputusan :
Jika nilai signifikansi > 0,05 Ho diterima
Jika nilai signifikansi < 0,05 Ho ditolak
74
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Multiple Comparisons
PERSENTASE_PENYEMBUHAN_LUKA_BAKAR
LSD
(I) PERLAKUAN (J) PERLAKUAN
Mean
Difference
(I-J)
Std.
Error Sig.
95% Confidence
Interval
Lower
Bound
Upper
Bound
KONTROL NEGATIF UJI KONSENTRASI
RENDAH .26200 6.74851 .969 -13.8151 14.3391
UJI KONSENTRASI
SEDANG -1.59000 6.74851 .816 -15.6671 12.4871
UJI KONSENTRASI
TINGGI 17.73000* 6.74851 .016 3.6529 31.8071
KONTROL POSITIF -18.41400* 6.74851 .013 -32.4911 -4.3369
UJI KONSENTRASI
RENDAH
KONTROL NEGATIF -.26200 6.74851 .969 -14.3391 13.8151
UJI KONSENTRASI
SEDANG -1.85200 6.74851 .787 -15.9291 12.2251
UJI KONSENTRASI
TINGGI 17.46800* 6.74851 .018 3.3909 31.5451
KONTROL POSITIF -18.67600* 6.74851 .012 -32.7531 -4.5989
UJI KONSENTRASI
SEDANG
KONTROL NEGATIF 1.59000 6.74851 .816 -12.4871 15.6671
UJI KONSENTRASI
RENDAH 1.85200 6.74851 .787 -12.2251 15.9291
UJI KONSENTRASI
TINGGI 19.32000* 6.74851 .010 5.2429 33.3971
KONTROL POSITIF -16.82400* 6.74851 .022 -30.9011 -2.7469
75
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
UJI KONSENTRASI
TINGGI
KONTROL NEGATIF -17.73000* 6.74851 .016 -31.8071 -3.6529
UJI KONSENTRASI
RENDAH -17.46800* 6.74851 .018 -31.5451 -3.3909
UJI KONSENTRASI
SEDANG -19.32000* 6.74851 .010 -33.3971 -5.2429
KONTROL POSITIF -36.14400* 6.74851 .000 -50.2211 -22.0669
KONTROL POSITIF KONTROL NEGATIF 18.41400* 6.74851 .013 4.3369 32.4911
UJI KONSENTRASI
RENDAH 18.67600* 6.74851 .012 4.5989 32.7531
UJI KONSENTRASI
SEDANG 16.82400* 6.74851 .022 2.7469 30.9011
UJI KONSENTRASI
TINGGI 36.14400* 6.74851 .000 22.0669 50.2211
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Keputusan : Data persentase penyembuhan luka bakar kelompok uji konsentrasi
sedang berbeda signifikan dengan kelompok uji konsentrasi tinggi dan kontrol
positif dan tidak berbeda signifikan dengan kelompok kontrol negatif dan uji
konsentrasi rendah.
76
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 14. Hasil Analisis Statistik Persentase Penyembuhan Luka Bakar
Derajat Dua Hari ke-15
a. Uji Normalitas
Tujuan : untuk distribusi normal data persentase penyembuhan luka bakar
Hipotesis :
Ho = data persentase penyembuhan luka bakar terdistribusi normal
Ha = data persentase penyembuhan luka bakar tidak terdistribusi normal
Pengambilan keputusan :
Jika nilai signifikansi > 0,05 Ho diterima
Jika nilai signifikansi < 0,05 Ho ditolak
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
PERSENTASE_PE
NYEMBUHAN_L
UKA_BAKAR
N 25
Normal Parametersa Mean 84.39320
Std. Deviation 13.143053
Most Extreme Differences Absolute .125
Positive .125
Negative -.117
Kolmogorov-Smirnov Z .625
Asymp. Sig. (2-tailed) .829
a. Test distribution is Normal.
Keputusan : data persentase penyembuhan luka bakar seluruh kelompok uji
terdistribusi normal
b. Uji Homogenitas
Tujuan : untuk melihat data persentase penyembuhan luka bakar homogen
atau tidak
Hipotesis :
Ho = data persentase penyembuhan luka bakar terdistribusi homogen
Ha = data persentase penyembuhan luka bakar tidak terdistribusi homogen
77
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pengambilan keputusan :
Jika nilai signifikansi > 0,05 Ho diterima
Jika nilai signifikansi < 0,05 Ho ditolak
Test of Homogeneity of Variances
PERSENTASE_PENYEMBUHAN_LUKA_BAKAR
Levene Statistic df1 df2 Sig.
1.224 4 20 .332
Keputusan : data penyembuhan luka bakar seluruh kelompok uji terdistribusi
homogen sehingga dilanjutkan dengan uji one-way ANOVA
ANOVA
PERSENTASE_PENYEMBUHAN_LUKA_BAKAR
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 1490.642 4 372.661 2.807 .053
Within Groups 2655.114 20 132.756
Total 4145.756 24
c. Uji Multiple Comparisons Tipe LSD (Least Significant Different)
Tujuan : untuk menentukan data penurunan luas luka bakar abnormal kelompok
signifikan dengan kelompok lainnya.
Hipotesis :
Hipotesis :
Ho = data penurunan luas luka bakar tidak berbeda secara signifikan
Ha = data penurunan luas luka bakar berbeda secara signifikan
Pengambilan keputusan :
Jika nilai signifikansi > 0,05 Ho diterima
Jika nilai signifikansi < 0,05 Ho ditolak
78
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Multiple Comparisons
PERSENTASE_PENYEMBUHAN_LUKA_BAKAR
LSD
(I) PERLAKUAN (J) PERLAKUAN
Mean
Difference
(I-J)
Std.
Error Sig.
95% Confidence
Interval
Lower
Bound
Upper
Bound
KONTROL NEGATIF UJI KONSENTRASI
RENDAH 4.120000 7.287131 .578 -11.08069 19.32069
UJI KONSENTRASI
SEDANG -4.028000 7.287131 .587 -19.22869 11.17269
UJI KONSENTRASI
TINGGI 11.946000 7.287131 .117 -3.25469 27.14669
KONTROL POSITIF -11.064000 7.287131 .145 -26.26469 4.13669
UJI KONSENTRASI
RENDAH
KONTROL NEGATIF -4.120000 7.287131 .578 -19.32069 11.08069
UJI KONSENTRASI
SEDANG -8.148000 7.287131 .277 -23.34869 7.05269
UJI KONSENTRASI
TINGGI 7.826000 7.287131 .296 -7.37469 23.02669
KONTROL POSITIF -15.184000 7.287131 .121 -30.38469 .01669
UJI KONSENTRASI
SEDANG
KONTROL NEGATIF 4.028000 7.287131 .587 -11.17269 19.22869
UJI KONSENTRASI
RENDAH 8.148000 7.287131 .277 -7.05269 23.34869
UJI KONSENTRASI
TINGGI 15.974000* 7.287131 .040 .77331 31.17469
KONTROL POSITIF -7.036000 7.287131 .346 -22.23669 8.16469
UJI KONSENTRASI
TINGGI
KONTROL NEGATIF -11.946000 7.287131 .117 -27.14669 3.25469
UJI KONSENTRASI
RENDAH -7.826000 7.287131 .296 -23.02669 7.37469
UJI KONSENTRASI
SEDANG
-
15.974000* 7.287131 .040 -31.17469 -.77331
KONTROL POSITIF -
23.010000* 7.287131 .005 -38.21069 -7.80931
KONTROL POSITIF KONTROL NEGATIF 11.064000 7.287131 .145 -4.13669 26.26469
UJI KONSENTRASI
RENDAH 15.184000 7.287131 .121 -.01669 30.38469
79
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
UJI KONSENTRASI
SEDANG 7.036000 7.287131 .346 -8.16469 22.23669
UJI KONSENTRASI
TINGGI 23.010000* 7.287131 .005 7.80931 38.21069
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Keputusan : data persentase penyembuhan luka bakar kelompok uji konsentrasi
sedang berbeda signifikan dengan uji konsentrasi tinggi dan tidak berbeda secara
signifikan dengan uji konsentrasi rendah, kontrol positif dan kontrol negatif.
80
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 15. Hasil Analisis Statistik Persentase Penyembuhan Luka Bakar
Derajat Dua Hari ke-21
a. Uji Normalitas
Tujuan : untuk distribusi normal data persentase penyembuhan luka bakar
Hipotesis :
Ho = data persentase penyembuhan luka bakar terdistribusi normal
Ha = data persentase penyembuhan luka bakar tidak terdistribusi normal
Pengambilan keputusan :
Jika nilai signifikansi > 0,05 Ho diterima
Jika nilai signifikansi < 0,05 Ho ditolak
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
PERSENTASE_P
ENYEMBUHAN_
LUKA_BAKAR
N 25
Normal Parametersa Mean 97.18680
Std. Deviation 3.844632
Most Extreme Differences Absolute .248
Positive .232
Negative -.248
Kolmogorov-Smirnov Z 1.239
Asymp. Sig. (2-tailed) .093
a. Test distribution is Normal.
Keputusan : data persentase penyembuhan luka bakar seluruh kelompok uji
terdistribusi normal
b. Uji Homogenitas
Tujuan : untuk melihat data persentase penyembuhan luka bakar homogen
atau tidak
Hipotesis :
Ho = data persentase penyembuhan luka bakar terdistribusi homogen
Ha = data persentase penyembuhan luka bakar tidak terdistribusi homogen
Pengambilan keputusan :
81
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Jika nilai signifikansi > 0,05 Ho diterima
Jika nilai signifikansi < 0,05 Ho ditolak
Test of Homogeneity of Variances
PERSENTASE_PENYEMBUHAN_LUKA_BAKAR
Levene Statistic df1 df2 Sig.
8.162 4 20 .000
Keputusan : data penyembuhan luka bakar seluruh kelompok uji tidak terdistribusi
homogen sehingga dilanjutkan dengan uji Kruskal-Wallis
c. Uji Kruskal-Wallis
Tujuan : untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data
penyembuhan luka bakar seluruh kelompok perlakuan
Hipotesis :
Ho = data persentase penyembuhan luka bakar berbeda secara bermakna
Ha = data persentase penyembuhan luka bakar tidak berbeda secara
bermakna
Pengambilan keputusan :
Jika nilai signifikansi > 0,05 Ho diterima
Jika nilai signifikansi < 0,05 Ho ditolak
Test Statisticsa,b
PERSENTASE_
LUKA_BAKAR
Chi-Square 6.531
Df 4
Asymp. Sig. .163
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable:
PERLAKUAN
Keputusan : data persentase penyembuhan luka bakar seluruh kelompok tidak
berbeda secara signifikan.