UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA -...

99
i UIN Syarif Hidayatullah Jakarta UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI TOKSISITAS AKUT GELATIN BABI PADA TIKUS BETINA GALUR SPRAGUE DAWLEY SKRIPSI ADE RACHMA ISLAMIAH 1112102000037 FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA JUNI 2016

Transcript of UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA -...

Page 1: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

i

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

UJI TOKSISITAS AKUT GELATIN BABI PADA TIKUS

BETINA GALUR SPRAGUE DAWLEY

SKRIPSI

ADE RACHMA ISLAMIAH

1112102000037

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

JUNI 2016

Page 2: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

ii

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

UJI TOKSISITAS AKUT GELATIN BABI PADA TIKUS

BETINA GALUR SPRAGUE DAWLEY

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

ADE RACHMA ISLAMIAH

1112102000037

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

JUNI 2016

Page 3: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

iii

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 4: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

iv

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 5: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

v

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 6: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

vi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ABSTRAK

Nama : Ade Rachma Islamiah

Program Studi : Farmasi

Judul Skripsi : Uji Toksisitas Akut Gelatin Babi Pada Tikus Betina Galur

Sprague Dawley

Gelatin babi merupakan salah satu eksipien yang banyak digunakan pada industri

farmasi. Berdasarkan tingkat kemurniannya, gelatin babi terbagi menjadi golongan

farmasetik dan pro analisis. Adanya perbedaan tingkat kemurnian gelatin babi dapat

meningkatkan potensi toksisitas. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan tingkat

keamanan dari gelatin babi golongan farmasetik dan pro analisis melalui uji toksisitas

akut pada tikus betina Sprague-Dawley dengan metode Up and Down Procedure

(OECD 425). Hewan uji tikus betina galur Sprague Dawley dibagi menjadi kelompok

kontrol (akuades ±4 ml), kelompok uji gelatin babi golongan farmasetik dan kelompok

uji golongan babi pro analisis. Seluruh hewan uji diamati secara individu untuk melihat

adanya perubahan berat badan dan tanda-tanda toksisitas selama 14 hari dan perubahan

pada histopatologi hati dan ginjal hewan uji. Hasil dari limit test menunjukkan bahwa

nilai LD50 gelatin babi golongan farmasetik ataupun pro analisis adalah >5000

mg/kgBB. Hasil pengamatan menunjukkan tidak ada perubahan bermakna pada berat

badan tikus uji (p≥0,05) dan tidak ada tikus uji yang menunjukkan tanda-tanda

toksisitas. Pemeriksan histopatologi menunjukkan bahwa pemberian gelatin babi

golongan farmasetik ataupun pro analisis tidak menyebabkan perubahan bermakna

pada histopatologi hati dan ginjal (p≥0,05). Berdasarkan data di atas, gelatin babi

golongan farmasetik ataupun pro analisis bersifat tidak toksik.

Kata Kunci : Gelatin babi, OECD 425, nilai LD50

Page 7: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

vii

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ABSTRACT

Name : Ade Rachma Islamiah

Programme of Study : Pharmacy

Title : Acute Toxicity Study Of Porcine Gelatin in Female

Sprague-Dawley Rats

Porcine gelatin is widely utilized in the pharmaceutical industry as an excipient. Based

on the level of purity, porcine gelatin is divided into pharmaceutical grade and pro

analysis grade. The different of purity can increase toxicity potent. The present study

was aimed to evaluate the safety of porcine gelatin pharmaceutical grade and pro

analysis grade by acute oral toxicity study in female Sprague-Dawley rats as per Up

and Down Procedure (OECD guideline 425). Female Sprague-Dawley are divided into

three groups such as control (aquadest ±4 ml), porcine gelatin pharmaceutical grade

and porcine gelatin pro analysis grade. All the animals were individually observed for

change in body weight, wellness parameters for 14 days and histopathological effect

on liver and kidney of rats. Limit test showed that the porcine gelatin pharmaceutical

grade or pro analysis grade LD50 is greater than 5000 mg/kgBW. There were no

significant changes were observed in body weight (p≥0,05) and wellness parameters.

Further, histopathological examination showed the porcine gelatin pharmaceutical

grade or pro analysis grade did not cause significant change in liver and renal

histopatological (p≥0,05). Overall, the result suggest that the oral administration of

porcine gelatin pharmaceutical grade or pro analysis grade is non toxic.

Kata Kunci : Porcine gelatin, OECD 425, LD50

Page 8: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

viii

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang

telah melimpahkan rahmat, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penelitian dan menyusun skripsi berjudul “Uji Toksisitas Akut Gelatin Babi Pada

Tikus Betina Galur Sprague Dawley” dengan baik. Shalawat serta salam senantiasa

penulis curahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat

serta para pengikut di jalan yang diridhoi-Nya.

Penulis menyadari bahwa dalam penelitian sampai penyusunan skripsi ini tidak

akan terwujud tanpa adanya bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak.

Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis tidak lupa

mengucapkan terima kasih banyak kepada :

1. Ibu Dr. Nurmeilis, M.Si, Apt selaku Ketua dan Ibu Nelly Suryani, Ph.D, Apt

selaku Sekretaris Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Dr. Azrifitria, M.Si., Apt., dan Zilhadia, M.Si., Apt., selaku pembimbing,

yang senantiasa memberikan bimbingan, ilmu, masukan, dukungan, dan

semangat kepada penulis.

3. Ibu dr. Dyah Ayu Woro Setyaningrum, M. Biomed, terimakasih telah bersedia

memberikan ilmu dan waktu kepada penulis selama penelitian berlangsung

4. Kedua orang tua tercinta Ayahanda Suryadi dan Ibunda Rosnaenah yang

senantiasa memberikan kasih sayang, dukungan baik moril maupun materil,

serta doa tiada henti yang selalu menyertai setiap langkah penulis.

5. Kakak dan Adikku Lani Suryani, Yuslam Rochim dan Rizka Amirah serta

keluarga besar yang selalu memberikan semangat dan dukungan kepada

penulis.

6. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan yang telah memberikan ilmunya kepada penulis.

7. Sahabat terbaik, Nurul Fitri Rukmana yang selalu memberikan semangat,

dukungan, doa kepada penulis.

8. Sahabat seperjuangan, Azmi Indillah yang senantiasa menjadi sahabat diskusi,

memotivasi dan menemani penulis melewati Up and Down nya penelitian ini.

9. Rekan seperjuangan penulis, Denny Bachtiar, Afina Almas Ghassani, Nita

Fitriani dan Siti Windi Hariani, Hary Abdul Rahman atas semua keceriaan,

bantuan dan motivasi kepada penulis.

Page 9: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

ix

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

10. Teman-teman yang senantiasa berbagi gelak tawa bersama selama proses

penelitian dan skripsi Nabilah Urwatul, Verona Shaqilla, Anissa Florensia,

Fenny Delfiyanti, Zakiyah Zahra, Noni Tri Utami dan Rakha Jati Prasetyo.

11. Kakak-kakak yang senantiasa berbagi pengalaman, ilmu dan waktunya (Kak

aci, Kak eca, Kak Fathiyah, Kak Rian, Kak Rahmi)

12. Laboran Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Kak Eris, Kak Tiwi, Kak

Walid, Kak Rani, Kak Yaenap, yang membantu penulis selama penelitian.

13. Rekan-rekan pengurus HMPS Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta periode

2014-2015 atas semua pengalaman dan motivasinya kepada penulis.

14. Teman-teman 2012 atas segala bantuan, kebersamaan, motivasi selama

pengerjaan skripsi ini maupun selama di bangku perkuliahan.

15. Semua pihak yang telah membantu selama penelitian dan penyelesaian naskah

skripsi baik secara langsung maupun tidak langsung yang namanya tidak dapat

penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih belum sempurna dan

banyak kekurangan. Oleh karena itu saran serta kritik yang membangun sangat

diharapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi

pembaca pada umumnya. Amin Ya Robbal’alamin.

Jakarta, Juni 2016

Penulis

Page 10: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

x

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 11: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

xi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ ii

HALAMAN PERSYARATAN ORISINILITAS ........................................... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................ iv

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... v

ABSTRAK ........................................................................................................ vi

ABSTRACT ..................................................................................................... vii

KATA PENGANTAR .................................................................................... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .................. x

DAFTAR ISI .................................................................................................... xi

DAFTAR TABEL .......................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiv

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xv

BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ........................................................................... 4

1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................ 4

1.3.1 Tujuan Umum .............................................................. 4

1.3.2 Tujuan Khusus .............................................................. 4

1.4 Manfaat Penelitian .......................................................................... 5

1.4.1 Manfaat Teoritis ............................................................ 5

1.4.2 Manfaat Metodologi ...................................................... 5

1.4.3 Manfaat Aplikatif .......................................................... 5

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 6

2. 1. Eksipien ......................................................................................... 6

2. 2. Gelatin ........................................................................................... 6

2.2.1 Sifat Fisika Kimia Gelatin .................................................... 7

2.2.2 Klasifikasi Gelatin ................................................................ 8

2.2.3 Manfaat Gelatin .................................................................... 9

2. 3. Toksisitas ...................................................................................... 9

2. 4. Uji Toksisitas .............................................................................. 10

2. 5. Uji Toksisitas Akut Oral ............................................................. 10

2.5.1 Penentuan Nilai LD50 ........................................................ 12

2.5.1.1 Metode Standar OECD 401 AOT ............................. 12

2.5.1.2 Metode Standar OECD 420 FDP ............................... 13

2.5.1.3 Metode Standar OECD 423 ATC ............................... 14

2.5.1.4 Metode Standar OECD 425 Up and Down Procedure14

2. 6. Penelitian Uji Toksisitas .............................................................. 18

2. 7. Pengamatan Tanda Toksisitas Tikus ........................................... 19

2. 8. Efek Toksik Terhadap Organ ..................................................... 21

2.8.1 Hati ............................................................................. 21

2.8.2 Ginjal ........................................................................... 22

Page 12: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

xii

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. 9. Tinjauan Hewan Uji ................................................................... 24

2.9.1 Klasifikasi Tikus Putih........................................................ 24

2.9.2 Karakteristik Tikus Betina Sprague-Dawley ...................... 24

BAB 3. METODE PENELITIAN ................................................................. 26

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................... 26

3.2. Alat dan Bahan Penelitian .............................................................. 26

3.2.1 Alat Penelitian ...................................................................... 26

3.2.2 Bahan Penelitian ................................................................... 26

3.2.3 Hewan Uji ............................................................................. 26

3.3 Rancangan Penelitian ...................................................................... 27

3.3.1 Besar Sampel ......................................................................... 27

3.3.2 Dosis Perlakuan ..................................................................... 27

3.4 Prosedur Penelitian .......................................................................... 28

3.4.1 Penyiapan Larutan Gelatin .................................................... 28

3.4.2 Penyiapan Hewan Uji ............................................................ 28

3.4.3 Uji Toksisitas Akut Gelatin Babi .......................................... 28

3.4.4 Pengamatan Toksisitas .......................................................... 29

3.4.4.1 Penentuan Nilai LD50 .............................................. 29

3.4.4.2 Pengamatan Berat Badan Tikus ................................ 29

3.4.4.3 Pengamatan Tanda Toksisitas ................................... 29

3.4.4.4 Pengamatan Histopatologi Organ Hati dan Ginjal .. 30

3.5 Analisis Data ................................................................................... 31

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 32

4.1 Hasil Penelitian ............................................................................... 32

4.1.1 Penyiapan Bahan Uji .......................................................... 32

4.1.2 Penentuan Nilai LD50 ......................................................... 33

4.1.3 Hasil Pengukuran Berat Badan Tikus ................................ 34

4.1.4 Pengamatan Tanda Toksisitas ............................................ 35

4.1.5 Pengamatan Histopatologi .................................................. 36

4.1.5.1 Hati ......................................................................... 35

4.1.5.2 Ginjal ...................................................................... 37

4.2 Pembahasan ..................................................................................... 39

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 46 5.1 Kesimpulan ...................................................................................... 46

5.2 Saran ................................................................................................ 46

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 47

LAMPIRAN ..................................................................................................... 56

Page 13: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

xiii

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 2.1 Kriteria Toksisitas Senyawa Berdasarkan GHS .................................11

Tabel 2.2 Klasifikasi Toksisitas Akut Loomis ....................................................12

Tabel 2.3 Perbandingan Metode Uji Toksisitas Akut OECD .............................17

Tabel 2.4 Data Biologis Tikus ............................................................................25

Tabel 3.1 Dosis Perlakuan Pada Tikus ................................................................27

Tabel 3.2 Skoring Derajat Kerusakan Jaringan Hati ...........................................30

Tabel 3.3 Skoring Derajat Kerusakan Jaringan Ginjal........................................31

Tabel 4.1 Data Respon Hewan Uji Terhadap Dosis ...........................................33

Tabel 4.2 Pengamatan Tanda Toksisitas .............................................................35

Tabel 4.3 Rerata Skoring Histopatologi Jaringan Hati Hewan Uji .....................36

Tabel 4.4 Rerata Skoring Histopatologi Jaringan Ginjal Hewan Uji ..................37

Tabel 4.5 Gambaran Histopatologi Organ Hati Dan Ginjal Tikus......................38

Page 14: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

xiv

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Struktur Kimia Gelatin .................................................................... 7

Gambar 2.2 Histologi Hati Normal ................................................................... 22

Gambar 2.3 Histologi Ginjal Normal ................................................................ 23

Gambar 4.1 Gelatin Babi golongan farmasetik dan pro analisis ....................... 32

Gambar 4.2 Rerata Berat Badan Tikus Tiap Kelompok ................................... 34

Gambar 5.1 Serbuk Gelatin Babi Golongan Farmasetik ................................... 63

Gambar 5.2 Serbuk Gelatin Babi Golongan Pro Analisis ................................. 63

Gambar 5.3 Proses Penimbangan Serbuk Gelatin Babi .................................... 63

Gambar 5.4 Proses Pelarutan Gelatin Dengan Akuades Pada Suhu 600C ........ 63

Gambar 5.5 Larutan Gelatin Babi Golongan Farmasetik.................................. 63

Gambar 5.6 Larutan Gelatin Babi Golongan Pro Analisis ................................ 63

Gambar 5.7 Hewan Uji ..................................................................................... 63

Gambar 5.8 Penimbangan Hewan Uji ............................................................... 63

Gambar 5.9 Penyondean Larutan Gelatin Babi................................................. 64

Gambar 5.10 Hewan Uji Dibius Dengan Eter ................................................... 64

Gambar 5.11 Pembedahan Hewan Uji .............................................................. 64

Gambar 5.12 Preparat Histopatologi Hati Dan Ginjal Tikus ............................ 64

Page 15: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

xv

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Keterangan Sehat Hewan Uji .................................................. 56

Lampiran 2. Surat Keterangan Lolos Kaji Etik..................................................... 57

Lampiran 3. Alur Penelitian .................................................................................. 58

Lampiran 4. Rancangan Uji Toksisitas Akut Gelatin Babi dengan Metode Up and Down

Procedure ............................................................................................................... 60

Lampiran 5.Perhitungan Dosis Gelatin Babi ........................................................ 61

Lampiran 6. Penentuan Nilai LD50 pada Limit Test ............................................ 62

Lampiran 7. Gambar Kegiatan Penelitian ............................................................. 63

Lampiran 8. Nilai LD50 Bahan Uji ...................................................................... 65

Lampiran 9. Data Berat Badan Tikus.................................................................... 67

Lampiran 10. Analisis Data Bobot Tikus ............................................................. 68

Lampiran 11. Hasil Pengamatan Tanda-tanda Toksisitas ..................................... 71

Lampiran 12. Pengamatan Tanda Toksisitas ........................................................ 72

Lampiran 13. Gambar Histopatologi Hati Tikus .................................................. 73

Lampiran 14. Skoring Derajat Kerusakan Histopatologi Hati Tikus .................... 75

Lampiran 15. Analisis Skoring Derajat Kerusakan Histopatologi Hati Tikus ...... 76

Lampiran 16. Gambar Histopatologi Ginjal Tikus ............................................... 79

Lampiran 17. . Skoring Derajat Kerusakan Histopatologi Ginjal Tikus ............... 81

Lampiran 18. Analisis Skoring Derajat Kerusakan Histopatologi Ginjal Tikus... 82

Page 16: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

1

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 tentang

kesehatan, yang termasuk ke dalam sediaan farmasi adalah obat dan bahan obat. Obat

merupakan bahan atau campuran bahan yang digunakan untuk mempengaruhi sistem

fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,

penyembuhan, pemulihan, peningkatan, kesehatan dan kontrasepsi (Departemen

Kesehatan RI, 2005). Kandungan obat dapat berupa bahan aktif tunggal atau campuran

bahan aktif dengan eksipien.

Eksipien adalah bahan tambahan pada formulasi sediaan yang berfungsi untuk

menjaga stabilitas obat atau meningkatkan bioavailabilitas zat aktif (Pifferi, et al.,

2002). Karakteristik yang ideal bagi eksipien yang digunakan adalah stabil secara

kimia, bersifat inert, ekonomis dan tidak toksik (Chaudhari, et al., 2012). Sifat eksipien

yang dianggap inert menjadikan profil keamanannya jarang diperhatikan (Pifferi et

al.,2002). Padahal, eksipien yang terdapat dalam obat juga akan dicerna oleh tubuh.

Beberapa eksipien dilaporkan dapat menimbulkan efek toksik, yakni pemberian

siklodekstrin dengan dosis 1000mg/kgBB/hari secara oral dapat menyebabkan diare

pada hewan uji (Stella V.J, et al., 2008). Efek toksik juga dapat ditimbulkan oleh

propilen glikol berupa disfungsi ginjal, gangguan keseimbangan cairan tubuh dan

kejang pada manusia (Zar T, et al., 2007). Penggunaan minyak jarak sebagai eksipien

pada lipstik diketahui dapat menimbulkan dermatitis (Sai, 1983). Penambahan β-

siklodekstrin sebagai eksipien pada sediaan intravena dan subkutan juga dilaporkan

dapat menimbulkan nekrosis pada tubulus ginjal (Osteberg et al.,2011). Efek toksik

eksipien juga dapat ditimbulkan oleh lesitin berupa depresi saluran pernapasan dan

gangguan motorik dengan dosis pemberian ≥10.000mg/kgBB (Manley, 2014).

Penentuan profil keamanan eksipien menjadi hal yang penting untuk dilakukan.

Page 17: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

2

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Profil keamanan eksipien dapat ditentukan melalui uji toksisitas akut. Uji

toksisitas akut adalah suatu pengujian untuk mendeteksi efek toksik yang muncul

setelah pemberian sediaan uji dalam dosis tunggal pada hewan uji (BPOM, 2014). Pada

uji toksisitas akut, dilakukan pengamatan hewan uji selama 24 jam dan dilanjutkan

selama 7-14 hari. Tujuan uji toksisitas akut adalah untuk menentukan nilai Lethal Dose

50 (LD50), yaitu dosis tunggal suatu senyawa yang secara statistik diperkirakan akan

membunuh 50% hewan percobaan (Harmita, 2006). Selain itu, uji toksisitas akut juga

bertujuan untuk mengamati berbagai gejala yang dapat timbul karena efek toksik dari

senyawa uji (Wahyono et al., 2006). Hewan uji yang digunakan dapat berupa tikus atau

mencit betina yang telah diaklimatisasi terlebih dahulu (Organisation for Economic

Co-operation and Development, 2008).

Menurut Handbook Of Pharmaceutical Excipient (2006), salah satu eksipien

yang banyak digunakan pada sediaan farmasi adalah gelatin. Gelatin merupakan

protein yang dihasilkan dari hidrolisis jaringan kolagen hewan yang terdapat pada

tulang, kulit dan jaringan ikat (Gimenez et al., 2005). Pada industri farmasi, gelatin

umum digunakan sebagai bahan penyusun kapsul keras dan lunak, pengikat pada tablet,

pelapis pada tablet, stabilizer pada vaksin dan pembawa pada sediaan suppositoria.

Selain industri farmasi, gelatin juga banyak digunakan pada bidang pangan,

kedokteran, kosmetik dan industri fotografi. Pada industri pangan, gelatin dapat

digunakan sebagai pembentuk gel, agen pengikat dan pengemulsi (Gelatin

Manufacture Institute Of America, 2012).

Bahan baku gelatin dapat berasal dari mamalia (kulit sapi, tulang sapi, kulit

babi) maupun ikan. Gelatin yang beredar di pasaran umumnya berasal dari kulit babi

atau sapi (Pranoto et al., 2011) dan diimpor dari negara-negara di Eropa atau Amerika.

Produsen Eropa pada tahun 2011 menyatakan bahwa bahan baku gelatin adalah kulit

babi sebanyak 80%, kulit sapi 15% dan sebanyak 5% sisanya dapat berasal dari babi,

tulang sapi, unggas dan ikan (Jamaludin et al., 2011).

Bagi muslim, penggunaan gelatin babi adalah hal yang haram. Penelitian Choe,

et al (2015) melaporkan bahwa daging babi mengandung lemak dan kolesterol yang

tinggi, sehingga dapat meningkatkan resiko timbulnya penyakit kardiovaskular, seperti

Page 18: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

3

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

obesitas, dislipidemia dan kanker. Menurut Sheikhi dan Firoozabadi (2015), pada babi

terdapat berbagai bibit penyakit, seperti cacing pita Taenia solium, bakteri

Tuberculosis (TBC) dan cacing usus Fasciolopis buski. DNA babi dan manusia juga

diketahui memiliki kemiripan sehingga sifat-sifat buruk babi dapat menular ke

manusia.

Gelatin sebagai eksipien terdiri dari golongan farmasetik dan non-farmasetik

yang dibedakan berdasarkan sifat fisika, kimia dan tingkat kemurniannya. Eksipien

golongan farmasetik adalah senyawa atau bahan kimia yang memiliki kemurnian

sesuai dengan standar yang tertulis di US Pharmacopeia (USP), British Pharmacopeia

(BP) dan Europe Pharmacopiea (Ph.Eur). Sedangkan, golongan non-farmasetik adalah

senyawa kimia dengan tingkat kemurnian lebih tinggi atau lebih rendah dibandingkan

golongan farmasetik. Golongan non-farmasetik terdiri dari golongan teknis, pro

analisis, reagen, food grade dan laboratorium. Tingkat kemurnian gelatin dapat

mempengaruhi efek toksik suatu senyawa. Pemberian senyawa kimia golongan non-

farmasetik pada hewan uji dilaporkan dapat menimbulkan efek toksik (Institutional

Animal Care Use Committe, 2015).

Menurut Handbook Of Pharmaceutical Excipient (2009), gelatin babi yang

beredar di pasaran harus memiliki nilai LD50 >5000 mg/kg. Namun, produk gelatin

babi yang beredar di pasaran tidak melampirkan data toksisitasnya. Penelitian tentang

uji toksisitas akut gelatin babi juga belum pernah dipublikasikan. Padahal penggunaan

gelatin sebagai pembentuk kapsul dilaporkan dapat menimbulkan efek toksik berupa

iritasi esophagus. Selain itu, gelatin yang digunakan sebagai eksipien pada sediaan

parenteral diketahui dapat menimbulkan reaksi hipersensitivitas berupa syok

anafilaktik (Rowe, Sheskey dan Quinn, 2009). Oleh karena itu, uji toksisitas akut

gelatin babi menjadi penting untuk mengetahui profil keamanan gelatin babi.

Pada penelitian ini dilakukan pengujian toksisitas akut gelatin babi golongan

farmasetik dan golongan pro analisis dengan menggunakan tikus betina sebagai hewan

uji. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode Up and Down

Procedure (UDP). UDP merupakan metode yang efisien dalam menentukan nilai LD50

karena dapat menentukan klasifikasi toksisitas bahan uji dengan meminimalkan

Page 19: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

4

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

penggunaan hewan uji (Botham, 2003). Adapun parameter pengujiannya, meliputi

penentuan nilai LD50, pengamatan berat badan tikus, gejala toksisitas dan histopatologi

organ hati dan ginjal hewan uji. Bahan uji gelatin diberikan secara oral untuk mendekati

dengan proses pencernaan dalam tubuh manusia.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka dapat diambil

rumusan masalah sebagai berikut:

a. Hasil penelitian sebelumnya menyatakan bahwa konsumsi produk babi dapat

menularkan berbagai bibit penyakit, seperti bakteri TBC, cacing pita Taenia

solium dan meningkatkan resiko timbulnya penyakti kardiovaskular.

b. Konsumsi produk babi merupakan hal yang haram bagi muslim

c. Gelatin babi merupakan protein yang dihasilkan dari proses hidrolisis jaringan

kolagen babi.

d. Nilai LD50 gelatin babi golongan farmasetik dan pro analisis belum pernah

diteliti sebelumnya.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengamati efek toksisitas akut gelatin babi

golongan farmasetik dan golongan pro analisis yang diukur dengan LD50.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahui nilai LD50 gelatin babi golongan farmasetik dan golongan pro

analisis.

b. Mengamati tanda toksisitas yang dapat timbul akibat efek toksik setelah

pemberian gelatin babi golongan farmasetik dan golongan pro analisis.

c. Mengamati perubahan yang dapat terjadi pada histopatologi organ hati dan

ginjal hewan uji setelah pemberian gelatin golongan farmasetik atau golongan

pro analisis.

Page 20: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

5

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan

tentang uji toksisitas dan tingkat keamanan gelatin babi golongan farmasetik ataupun

pro analisis yang sering digunakan sebagai eksipien pada bidang farmasi.

1.4.2 Manfaat Metodologi

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah Up and Down Procedure

(UDP) dan diharapkan dapat dijadikan referensi untuk diaplikasikan pada penelitian

uji toksisitas lainnya.

1.4.3 Manfaat Aplikatif

Data toksisitas yang dihasilkan dapat digunakan sebagai dasar bagi

pengembangan gelatin lebih lanjut, baik untuk eksipien atau bahan aktif.

Page 21: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

6

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Eksipien

Menurut International Pharmaceutical Excipients Council Amerika dan Eropa,

eksipien adalah substansi selain zat aktif yang terdapat pada sediaan farmasi.

Penggunaan eksipien pada sediaan farmasi berfungsi untuk mempermudah proses

produksi, menjaga stabilitas sediaan selama penyimpanan dan meningkatkan

bioavaibilitas zat aktif (Blecher, 1995). Selain itu, penambahan eksipien ke dalam

sediaan farmasi bertujuan untuk menjaga pH pada formula larutan, menjaga reologi

sediaan semisolid, pengikat dan penghancur pada tablet, agen pengemulsi, antioksidan,

alasan estetika dan pengisi pada sediaan dengan dosis zat aktif yang kecil (Fathima, et

al., 2011). Karakteristik yang ideal bagi eksipien yang digunakan adalah stabil secara

kimia, bersifat inert, ekonomis dan tidak toksik (Chaudhari, et al., 2012). Salah satu

eksipien yang banyak dimanfaatkan pada industri farmasi adalah gelatin.

2.2 Gelatin

Gelatin adalah protein yang diperoleh melalui hidrolisis parsial jaringan

kolagen hewan yang terdapat pada bagian kulit dan tulang (Gimenez et al., 2005).

Komponen dasar penyusun gelatin terdiri dari 50,5% karbon, 6.8% hidrogen, 17%

nitrogen dan 25.2% oksigen. Berat molekul gelatin berkisar antara 15.000-400.000.

Sebagai produk turunan protein, gelatin dapat dihidrolisis oleh enzim proteolitik dan

menghasilkan komponen peptida atau asam amino (GMIA, 2012).

Susunan asam amino pada gelatin hampir mirip dengan kolagen, dimana 2/3

asam amino penyusunnya didominasi oleh glisin. Sementara, 1/3 asam amino yang

tersisa disusun oleh prolin dan hidroksiprolin (Chaplin, 2005). Pada gelatin, asam-asam

amino saling terikat melalui ikatan peptida. Namun, gelatin tidak dapat digolongkan

sebagai protein yang lengkap karena tidak adanya triptofan dan histidin (Grobben et

al., 2004). Struktur kimia gelatin dapat dilihat pada gambar 2.1.

Page 22: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

7

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 2.1 Struktur kimia gelatin (Grobben et al., 2004)

2.2.1 Sifat Fisika Kimia Gelatin

Gelatin komersial yang beredar di pasaran dapat berbentuk lembaran tipis yang

transparan atau granul transparan, berwarna kuning terang hingga kuning pucat, tidak

berbau dan tidak berasa (Irwandi, et al., 2009). Kelembaban yang dimiliki oleh gelatin

berkisar antara 8-13% dengan densitas relatifnya 1,3-1,4 (GMIA, 2012). Sifat fisika

dan kimia gelatin dipengaruhi oleh sumber hewan, jenis hewan, umur hewan, tipe

kolagen, karakteristik kolagen, metode pembuatan, temperatur, waktu dan pH selama

proses produksi (Kolodziejska et al., 2008).

Menurut Handbook Of Pharmaceutical Excipent (2009), gelatin praktis tidak

larut dalam aseton, kloroform, etanol (95%), eter dan metanol. Namun, larut dalam

gliserol, propilen glikol asam dan basa lemah. Penambahan asam dan basa kuat dapat

mengendapkan gelatin. Gelatin larut dalam air panas dan akan membentuk gel pada

suhu 35-400C. Sementara, pada suhu lebih besar dari 400C sistem berada dalam

keadaan sol yang bersifat reversibel terhadap pemanasan. Dalam air, gelatin akan

mengembang dan melunak, secara perlahan akan menyerap air sebanyak 5-10 kali

bobotnya. Larutan gelatin yang steril bila disimpan dalam suhu dingin akan stabil.

Tetapi pada suhu tinggi larutan gelatin akan rentan terhadap reaksi hidrolisis.

Menurut Handbook Of Pharmaceutical Excipent (2009), karakteristik gelatin

yang umum dimanfaatkan sebagai eksipien adalah kemampuan gelatin mengembang

dan membentuk gel. Kemampuan pembentukan gel dan viskositas gelatin akan

menurun dengan pemanasan pada suhu di atas 400C. Kekakuan atau kekuatan gel

Page 23: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

8

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

tergantung pada konsentrasi gelatin, kekuatan intrinsik dari gelatin, pH, suhu, dan

adanya zat tambahan. Kekuatan instrinsik gelatin merupakan fungsi dari struktur dan

massa molekul (GMIA, 2012).

Gelatin merupakan senyawa amfoter, dimana titik isoelektrik gelatin tipe A

berada diantara pH 7-9 dan titik isoelektrik gelatin tipe B berada pada pH 4,7-5,4.

Perubahan pH yang ekstrim dan adanya enzim proteolitik karena kontaminasi

mikroorganisme dapat menyebabkan degradasi pada gelatin. Sifat fisika dan kimia

gelatin dapat berubah dengan adanya modifikasi struktur gelatin atau reaksi kimia,

meliputi seperti asilasi, esterifikasi, deaminasi, cross-linking dan polimerisasi, serta

reaksi sederhana dengan asam dan basa. Viskositas larutan gelatin akan sebanding

dengan jumlah gelatin yang digunakan (GMIA, 2012).

Terdapat 2 tipe gelatin komersial di pasaran, yaitu gelatin tipe A yang

diproduksi melalui hidrolisis asam dan gelatin tipe B yang diproduksi melalui hidrolisis

basa. Sifat fisika dan kimia gelatin tipe A dan tipe B tidak banyak berbeda. Perbedaan

gelatin tipe A dan tipe B berada pada asam amino penyusunnya. Gelatin tipe A

memiliki kandungan glisin dan prolin yang lebih besar dibandingkan gelatin tipe B.

Selain itu, asam amino yang bersifat polar seperti asam aspartat, asam glutamat dan

arginin juga lebih banyak terdapat pada gelatin tipe A (Hermanto, et al., 2013).

2.2.2 Klasifikasi Gelatin

Berdasarkan proses produksinya, gelatin dibagi menjadi tipe A dan tipe B.

Dalam pembuatan gelatin tipe A, bahan baku direndam dalam larutan asam, sehingga

proses ini disebut juga dengan proses asam. Sedangkan pada gelatin tipe B, bahan baku

direndam dalam larutan basa dan disebut juga proses basa. Bahan baku gelatin tipe A

umumnya berasal dari kulit babi dan bahan baku gelatin tipe B berasal dari tulang dan

kulit jangat sapi (Utama, 1997). Gelatin tipe A dibuat dengan menggunakan larutan

asam klorida atau asam sulfat (Rachmawati et al., 2011). Sedangkan, gelatin tipe B

dapat diproduksi dengan menggunakan larutan basa, seperti air kapur (Poppe, 1992).

Gelatin komersial yang beredar di pasaran terdiri dari golongan farmasetik dan

non-farmasetik. Gelatin golongan farmasetik adalah gelatin yang telah disetujui oleh

Page 24: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

9

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

FDA dan tingkat kemurniannya sesuai dengan persyaratan pada USP, BP dan Ph.Eur.

Gelatin yang digunakan pada produksi obat adalah gelatin golongan farmasetik

(European Pharmacopeia). Gelatin golongan non-farmasetik terbagi menjadi beberapa

jenis, salah satunya adalah gelatin pro analisis yang memiliki tingkat kemurnian 99,9%.

Pada bidang farmasi, gelatin pro analisis digunakan untuk kebutuhan analisis.

2.2.3 Manfaat Gelatin (GMIA, 2012)

Kemampuan gelatin untuk mengembang dan membentuk gel menjadikan

gelatin digunakan secara luas, baik dalam bidang farmasi, pangan ataupun kosmetik.

Pada bidang farmasi, gelatin merupakan bahan utama penyusun cangkang kapsul,

pengikat pada tablet, penyalut tablet, eksipien pada supposituria dan media untuk

pertumbuhan bakteri. Salah satu pemanfaatan gelatin pada bidang farmasi adalah

penggunaan gelatin yang berasal dari kulit babi sebagai stabilizer vaksin. Stabilizer

pada vaksin berfungsi untuk menjaga stabilitas vaksin selama penyimpanan sehingga

tetap aman dan efektif saat digunakan oleh pasien. Gelatin yang digunakan pada vaksin

harus memiliki kemurnian yang tinggi. Penggunaan gelatin tipe lain sebagai eksipien

pada vaksin dilaporkan membutuhkan waktu pengembangan yang lama untuk menilai

efektifitas dan keamanannya (Public Health England, 2015).

Pada bidang pangan, gelatin dimanfaatkan untuk membentuk lapisan film pada

buah, membentuk gel pada makanan, sebagai campuran pada bubuk agar untuk

meningkatkan ketebalan agar (thickener), memperbaiki tekstur dan konsistensi produk

susu. Kemampuan gelatin berperan sebagai emulgator juga dimanfaatkan untuk

menjaga stabilitas emulsi pada produk sampo, penyegar, krim, sabun, lipstick, cat kuku

(Hastuti,2007).

2.3 Toksisitas

Toksisitas didefinisikan sebagai kemampuan suatu senyawa menimbulkan efek

yang berbahaya atau efek toksik pada suatu organisme. Senyawa yang dapat

menimbulkan toksisitas disebut dengan toksin. Efek berbahaya biasanya ditimbulkan

karena adanya interaksi toksin dengan DNA atau protein (Hodgson, 2000). Potensi

toksik suatu senyawa dipengaruhi oleh dosis, konsentrasi racun pada reseptor, sifat zat

Page 25: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

10

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

tersebut, kondisi bioorganisme, dan bentuk efek yang ditimbulkan (Wirasuta et al.,

2007).

Pemaparan senyawa kimia terhadap tubuh merupakan hal yang sulit dihindari.

Evaluasi toksisitas suatu senyawa perlu dilakukan untuk menentukan nilai pemaparan

senyawa kimia yang dapat menimbulkan efek berbahaya (Mansuroh, 2013). Salah satu

mekanisme evaluasinya adalah melalui uji toksisitas.

2.4 Uji Toksisitas

Uji toksisitas adalah uji untuk mendeteksi efek toksik yang dapat ditimbulkan

oleh suatu zat pada sistem biologi. Pada uji toksisitas akan dihasilkan data berupa dosis-

respon dari sediaan uji. Data yang diperoleh dapat digunakan untuk memberi informasi

mengenai derajat bahaya sediaan uji tersebut bila terjadi pemaparan pada manusia

(BPOM, 2014).

Data toksisitas yang ideal didapatkan dari uji toksisitas pada manusia. Adanya

keterbatasan etik membuat uji toksisitas tidak dapat dilakukan pada manusia. Uji

toksisitas umumnya dilakukan pada hewan atau sel kultur. Hasil uji toksisitas dapat

digunakan untuk mengetahui tingkat toksisitas suatu senyawa, efek samping yang

dapat ditimbulkan oleh suatu senyawa dan batasan maksimum penggunaan suatu

senyawa (Hodgson, et al., 2000).

Pengujian toksisitas terdiri atas dua jenis, yaitu uji toksisitas umum dan uji

toksisitas khusus. Uji toksisitas umum dirancang untuk mengevaluasi keseluruhan efek

yang ditimbulkan oleh obat pada hewan uji. Berdasarkan waktu perlakuan, uji

toksisitas umum terbagi menjadi uji toksisitas akut, subkronis dan kronis. Sedangkan,

uji toksisitas khusus dirancang untuk mengevaluasi dengan rinci tipe toksisitas secara

khusus, seperti uji teratogenik, uji mutagenik, dan uji karsinogenik (Ningrum, 2012).

2.5 Uji Toksisitas Akut Oral

Toksisitas akut adalah efek toksik yang timbul akibat paparan senyawa kimia

dalam waktu yang singkat (Hodgson, 2000). Adapun uji toksisitas akut merupakan

pengujian yang bertujuan untuk mendeteksi efek toksik yang muncul dalam waktu

singkat setelah pemberian sediaan uji. Pada uji toksisitas akut oral, sediaan uji

Page 26: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

11

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

diberikan secara oral dalam dosis tunggal atau dosis berulang yang diberikan dalam

waktu kurang dari 24 jam. Setelah pemberian sediaan uji, dilakukan pengamatan

terhadap adanya efek toksik dan kematian. Hewan yang mati selama percobaan akan

dibedah untuk melihat tanda toksisitas pada histopatologi organ. Sedangkan, hewan uji

yang hidup sampai akhir percobaan akan diamati untuk melihat adanya gejala-gejala

toksisitas dan diterminasi pada akhir uji (BPOM, 2014). Pengamatan tanda toksisitas

dan kematian dilakukan setiap 30 menit selama 4 jam dan dilanjutkan selama 14 hari

(OECD, 2008). Uji toksisitas akut dilakukan untuk mengetahui profil keamanan suatu

senyawa, menentukan klasifikasi toksisitas suatu senyawa, dan estimasi nilai LD50

(Hau et al., 2003).

Hasil yang bisa didapatkan dari uji toksisitas akut adalah nilai LD50 senyawa

uji (Gupta et al., 2012). LD50 adalah dosis tunggal suatu senyawa yang secara statistik

diperkirakan akan membunuh 50% hewan percobaan (Harmita, 2006). Penentuan LD50

merupakan langkah awal yang digunakan untuk menilai toksisitas dan keamanan

senyawa uji.

Toksisitas suatu senyawa dapat diklasifikasikan berdasarkan kategori GHS

(Globally Harmonised Classification System for Chemical Substances and Mixtures)

yang tercantum dalam Thirteenth Addendum to The OECD Guidelines for The Testing

of Chemicals (2001). Klasifikasi toksisitas senyawa berdasarkan GHS dapat dilihat

pada tabel 2.1

Tabel 2.1 Kriteria toksisitas senyawa berdasarkan GHS

TOKSISITAS AKUT ORAL

Kategori 1 Kategori 2 Kategori 3 Kategori 4 Kategori 5

LD50 Oral ≤ 5 mg/kg 5 < mg/kg

BB≤ 50

50 < mg/kg

BB≤ 300

300 < mg/kg

BB≤ 2000

2000 < mg/kg

BB≤ 5000

Istilah Berbahaya Berbahaya Berbahaya Peringatan Peringatan

Pernyataan

bahaya

Fatal jika

ditelan

Fatal jika

ditelan

Beracun jika

ditelan

Berbahaya

jika ditelan

Mungkin

berbahaya jika

ditelan

Page 27: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

12

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Sistem klasifikasi toksisitas lainnya adalah klasifikasi toksisitas Loomis (1978).

Menurut Loomis (1978), potensi toksisitas akut suatu senyata uji dapat digolongkan

menjadi beberapa kelas, seperti yang terlihat pada tabel 2.2

Tabel 2.2 Klasifikasi Toksisitas Akut Loomis (1978)

No. Kelas LD50 (mg/kgBB)

1 Luar biasa toksik 1 atau kurang

2 Sangat toksik 1-50

3 Cukup toksik 50-500

4 Sedikit toksik 500-5000

5 Praktis tidak toksik 5000-15000

6 Relatif kurang berbahaya Lebih dari 15000

2.5.1 Penentuan Nilai LD50

Panduan uji toksisitas akut dari OECD (Organisation for Economic Co-

operation and Development) dilakukan dengan memberikan dosis tunggal sampel uji

secara oral kepada hewan uji berusia 8-12 minggu. Pengamatan jangka pendek

terhadap hewan uji dilakukan setiap 30 menit pada 4 jam awal setelah pemberian bahan

uji dan dilanjutkan setiap harinya selama 14 hari yang meliputi pengamatan adanya

tanda dan gejala toksisitas, penimbangan berat badan. Berat hewan uji yang digunakan

harus dalam interval ±20% dari berat rata-rata semua hewan. Adapun metode uji

toksisitas akut oral yang telah dipublikasi oleh OECD adalah panduan 401, 420, 423

dan 425. Masing-masing metode yang dipublikasikan oleh OECD memiliki kelebihan

dan keterbatasan (Sitzel, et al., 1999). Berikut penjabaran masing-masing metode uji

toksisitas akut oral OECD:

2.5.1.1 Metode Standar OECD 401 Acute Oral Toxicity (AOT)

Pedoman uji toksisitas akut oral pertama yang dipublikasikan oleh OECD

adalah pedoman nomor 401. Pada uji toksisitas ini, hewan uji dengan jenis kelamin

yang sama dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok dosis yang telah ditetapkan.

Page 28: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

13

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Setiap kelompok terdiri dari 5 ekor hewan uji yang hanya menerima satu dosis saja.

Pemberian dosis dilakukan secara oral dan dengan dosis bertingkat antar kelompok.

Setelah uji selesai, dilakukan uji kembali dengan menggunakan hewan uji dari jenis

kelamin berbeda. Hewan uji yang digunakan adalah tikus atau mencit (rodentia)

dengan jenis kelamin yang sama (OECD, 1987; Sitzel&Carr 1999).

Penentuan LD50 didasarkan pada dosis yang dapat menyebabkan kematian pada

50% hewan uji. Metode penentuan LD50 mengikuti metode dari Bliss, Litchifield, &

Wilcoxon, Finney, Weil, Thompson, maupun Miller & Tainter. Kurva dosis respon

dapat dilinearkan dengan persen respon untuk log dosis ke dalam grafik probit.

Metode uji toksisitas akut oral OECD 401 sudah tidak digunakan sejak

Desember 2002 karena metode ini menggunakan banyak hewan uji (Schelde, et al.,

2005)

2.5.1.2 Metode Standar OECD 420 Fixed Dose Procedure (FDP)

Metode OECD 420 Fixed Dose Procedure (FDP) pertama kali diusulkan oleh

British Toxicology Society pada tahun 1984. Tahun 2001 OECD secara resmi

mempublikasikan metode 420 sebagai pengganti metode OECD 401. Tujuan

pengembangan metode ini untuk mengurangi penggunaan hewan uji dan menghindari

kematian hewan uji sebagai titik akhir dari uji toksisitas (OECD, 2001 Sitzel&Carr

1999).

Prinsip uji toksisitas akut oral OECD 420 adalah mengelompokkan hewan uji

dengan jenis kelamin yang sama ke dalam beberapa kelompok dosis yang telah

ditetapkan yaitu 5, 50, 300 dan 2000 mg/kgBB. Setiap kelompok terdiri dari 5 ekor

hewan uji. Hewan uji yang digunakan dapat berupa tikus atau mencit (rodentia) dengan

jenis kelamin betina. Penggunaan hewan uji jantan tidak direkomendasikan karena

beberapa penelitian menyatakan bahwa hewan uji betina lebih sensitif (OECD, 2001).

Sebelum dilakukan main test, dilakukan uji pendahuluan terlebih dahulu untuk

menentukan dosis awal yang akan diberikan kepada hewan uji.

Nilai LD50 yang dihasilkan dari metode OECD 420 berupa suatu rentang dosis,

bukan merupakan suatu nilai pasti (Sitzel, et al., 1999). Tingkat toksisitas senyawa uji

Page 29: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

14

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dapat dikelompokkan sesuai dengan klasifikasi dari GHS (Globally Harmonized

System).

2.5.1.3 Metode Standar OECD 423 Acute Toxic Class Method (ATC)

Tahun 2001, OECD juga mempublikasikan metode standar OECD 423 sebagai

alternatif metode OECD 401 (Schelde, et al., 2005). Pada metode OECD 423, hewan

uji yang digunakan lebih sedikit (3 hewan uji dengan jenis kelamin yang sama tiap

tahap uji) dan titik akhir uji ditentukan berdasarkan kematian hewan uji.

Metode OECD 423 terdiri dari limit test dan main test. Pada limit test dilakukan

penentuan dosis awal dengan menggunakan satu hewan uji pada tiap dosis. Dosis awal

yang diberikan merupakan dosis dibawah estimasi nilai LD50, namun menimbulkan

gejala toksisitas pada hewan uji. Pada main test dosis diberikan secara bertahap dengan

menggunakan 3 hewan uji untuk masing-masing kelompok dosis.. Pemberian dosis

berikutnya pada hewan uji didasarkan pada respon fisiologi hewan uji terhadap dosis

awal. Jika jumlah hewan uji yang mati lebih dari satu, maka dosis untuk uji berikutnya

diturunkan, begitupun sebaliknya (OECD, 2001c).

Dosis yang diberikan sama dengan dosis pada pedoman OECD 420 yaitu 5, 50,

300 dan 2000 mg/kgBB. Nilai LD50 yang dihasilkan juga berupa suatu rentang nilai

dosis. Perbedaan metode OECD 420 dan 423 terletak pada jumlah hewan uji yang

digunakan untuk masing-masing kelompok dosis.

2.5.1.4 Metode Standar OECD 425 Up and Down Procedure (UDP)

Metode UDP pertama kali diusulkan oleh Bruce pada tahun 1985 dan

dipublikasikan oleh OECD pada tahun 2001. Metode ini terdiri dari limit test dan main

test. Limit test dilakukan ketika diketahui bahwa senyawa uji memiliki toksisitas yang

rendah. Sedangkan, main test dilakukan untuk senyawa uji yang diduga toksik atau

tidak memiliki informasi toksisitas (OECD, 2008).

Dosis yang diberikan pada limit test adalah 2000 mg/kgBB atau 5000

mg/kgBB. Penentuan dosis didasarkan pada informasi toksisitas senyawa uji. Pada

penelitian ini, dosis yang diberikan adalah 5000 mg/kgBB karena berdasarkan literatur,

bahan uji (gelatin) dianggap memiliki toksisitas yang sangat rendah (Rowe, Sheskey

Page 30: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

15

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dan Quinn, 2006). Limit test dapat terdiri dari 3 termin. Pada termin pertama limit test,

digunakan satu hewan uji terlebih dahulu untuk diberi dosis 5000 mg/kgBB. Jika

hewan uji tersebut mati, maka dilakukan main test. Sedangkan, jika hewan uji tersebut

hidup maka dilakukan limit test untuk termin kedua menggunakan 2 hewan uji lainnya

dengan dosis yang sama. Jika kedua hewan uji pada termin ke-2 limit test mati, maka

uji dilanjutkan ke main test. Namun, jika terdapat salah satu hewan uji yang hidup pada

termin kedua, maka limit test dilanjutkan ke termin ke-3 dengan menggunakan 2 hewan

uji lainnya. Apabila hasil dari ketiga termin limit test menunjukkan adanya kematian

hanya pada 2 ekor tikus, maka limit test dapat dihentikan dan disimpulkan bahwa nilai

LD50 gelatin babi adalah >5000 mg/kgBB. Sedangkan jika terdapat lebih dari 2 tikus

yang mati, maka pengujian harus dilanjutkan ke main test (OECD, 2008). Penentuan

nilai LD50 melalui limit test dapat dilihat pada lampiran 6.

Pada main test, pemberian dosis dilakukan secara bertahap. Dosis awal yang

diberikan merupakan dosis dibawah estimasi nilai LD50. Pemberian dosis berikutnya

bergantung pada respon fisiologis hewan uji pertama. Jika hewan uji pertama bertahan

hidup, maka dosis berikutnya ditingkatkan. Sedangkan jika hewan uji pertama mati,

maka dosis berikutnya diturunkan. Peningkatan atau penurunan dosis sesuai dengan

faktor 3,2. Adapun urutan dosis yang dianjurkan oleh OECD adalah 5,5; 17,5; 55; 175;

550; 1750; 5000 mg/kgBB (OECD, 2001). Pengamatan tanda, gejala toksisitas dan

kematian hewan uji dilakukan setiap 30 menit selama 4 jam setelah pemberian dosis

dan dilanjutkan setiap hari selama 14 hari. Hewan uji yang digunakan dapat berupa

tikus atau mencit betina. Hewan uji jantan tidak direkomendasikan karena kurang

sensitif jika dibandingkan hewan uji betina (OECD, 2001). Uji dihentikan bila

memenuhi kriteria:

a. Tiga hewan uji hidup pada batas atas uji;

b. Lima pembalikan muncul pada 6 hewan yang diujikan. Dimulai dari dosis

terendah saat ditemukan hewan uji yang hidup, setelah itu dilakukan uji pada

konsentrasi di atas dosis terendah tersebut dan uji pada kedua konsentrasi ini

dilakukan sebanyak 2 kali;

Page 31: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

16

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

c. Jika ditemukan 3 kematian pada 4 konsentrasi yang sama. (OECD, 2001)

Penentuan LD50 senyawa uji dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak

AOT425StatPgm (Acute Oral Toxicity Guideline 425 Statistical Programme). Data

yang dimasukkan ke dalam program AOT425StatPgm adalah dosis dan respon hewan

uji (mati/hidup). Prosedur penghitungan LD50 dengan AOT425StatPgm berlangsung

secara bertahap. Pengguna dapat memasukkan hasil uji untuk hewan pertama,

menyimpan data dan memasukkan hasil uji untuk hewan kedua pada hari yang berbeda.

Jika seluruh hasil uji sudah dimasukkan ke dalam program, maka AOT425StatPgm

akan menggunakan hasil tersebut untuk menghitung nilai LD50. Program

AOT425StatPgm dapat menghitung dosis rekomendasi untuk hewan uji berikutnya,

menentukan waktu penghentian pemberian dosis dan estimasi statistik LD50 (Westat

,2001). Perbandingan metode uji toksisitas akut oral yang dipublikasikan oleh OECD

dapat dilihat pada tabel 2.3

Page 32: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

17

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 2.3 Perbandingan Metode Uji Toksisitas Akut Oral OECD

Kriteria OECD 401 “AOT” OECD 420 “FDP” OECD 423 “ATC” OECD 425 “UDP”

Prinsip Pemberian dosis tunggal senyawa uji secara oral pada tikus atau mencit dengan pengamatan tanda dan gejala

toksisitas, berat badan dan kematian hewan uji selama 14 hari

Jenis kelamin

hewan uji

Terdapat kelompok hewan

uji jantan dan kelompok

hewan uji betina

Hewan uji betina Hewan uji betina Hewan uji betina

Jumlah hewan

uji

Minimal 20. 5 hewan uji

untuk tiap kelompok dosis

5 hewan uji untuk

tiap kelompok dosis

3 hewan uji untuk

tiap kelompok dosis

Maksimal 14 hewan uji.

Pemberian dosis dilakukan

secara bertahap

Dosis hewan

uji

Maksimal 2000 mg/kg bb Kelompok dosis 5,

50, 300, dan 2000

mg/ kg bb

Kelompok dosis 5,

50, 300, dan 2000

mg/ kg bb

Dimulai dari perkiraan LD50

(175 mg/kgBB) dan

peningkatan dosisnya mengikuti

faktor pengalian 3,2.

Pengamatan Perubahan berat badan, gejala toksisitas, histopatologi

Output Rentang perkiraan LD50 dan tanda-tanda toksisitas akut Estimasi interval nilai LD50 dan

tanda-tanda toksisitas akut

Masa berlaku

metode

Dihapuskan pada tahun 2002 Masih berlaku Masih berlaku Masih berlaku

Page 33: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.6 Penelitian Uji Toksisitas

Uji toksisitas umumnya dilakukan untuk mengetahui efek toksik yang dapat

ditimbulkan oleh suatu ekstrak. Pada tahun 2009, Adeneye melakukan penelitian uji

toksisitas akut ekstrak air biji Hunteria umbellata. Metode yang digunakan adalah Up

and Down Procedure (UDP) dari protokol OECD 425. Hewan uji yang digunakan

adalah 20 ekor tikus betina galur Wistar dengan usia 10-12 minggu dan interval berat

badannya 110-140 g. Tahapan uji yang dilakukan terdiri dari limit test dengan dosis

2000 mg/kgBB dan dilanjutkan dengan main test menggunakan dosis 175; 550; 2000

mg/kg. Pada penelitian Adeneye (2009), uji toksisitas akut ditentukan melalui nilai

LD50 ekstrak yang dihitung dengan menggunakan software AOT425StatPgm. Hasil

penelitian melaporkan nilai LD50 ekstrak air biji Hunteria umbellata adalah 1020

mg/kgBB (sedikit toksik).

Penelitian uji toksisitas akut dengan metode Up and Down Procedure (UDP)

dari protokol OECD 425 juga dilakukan oleh Mohd Saleh (2012). Pada penelitian

tersebut dilakukan uji toksisitas akut ekstrak air daun kratom terhadap tikus galur

Sprague Dawley. Sebelum pemberian ekstrak, hewan uji dipuasakan dan ditimbang

berat badannya. Dosis yang digunakan adalah 175, 500, 2000 mg/kgBB dan diberikan

secara oral dalam bentuk tunggal.

Hasil uji toksisitas ekstrak daun kratom tidak menunjukkan adanya perubahan

signifikan pada berat badan, konsumsi makanan dan minuman tikus uji. Namun, pada

pemeriksaan biokimia darah hewan uji melaporkan adanya penurunan kadar

hemoglobin korpuskular, albumin, kalsium dan kolesterol. Pengamatan histopatologi

organ hati menunjukkan adanya steatosis (ST) pada beberapa jaringan hati tikus uji

betina dan jantan. Pemberian ekstrak kratom dengan dosis 2000 mg/kgBB diketahui

dapat menyebabkan nekrosis sentrilobular pada jaringan hati tikus jantan. Ekstrak air

daun kratom tidak menimbulkan kematian pada hewan uji dan diklasifikasikan sebagai

senyawa agak sedikit toksik.

Tahun 2015, Vidya Sabbani, et al melakukan uji toksisitas akut ekstrak etanol

daun Derris Scandens dan Pulicaria Wightiana pada tikus putih. Metode yang

digunakan adalah Up and Down Procedure (UDP) dari protokol OECD 425. Hewan

Page 34: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

19

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

uji yang digunakan adalah tikus putih betina dengan berat 150-180 gram. Pada

penelitian tersebut dilakukan main test dengan dosis 175, 550 dan 2000 mg/kgBB.

Observasi tanda toksisitas dilakukan selama 14 hari meliputi adanya perubahan pada

bulu dan kulit, tremor, konvulsi, salivasi, lakrimasi dan adanya kematian pada hewan

uji. Hasil observasi menunjukkan tidak adanya tanda toksisitas yang disebabkan oleh

pemberian ekstrak etanol daun Derris Scandens dan Pulicaria Wightiana. Nilai LD50

dari ekstrak etanol daun Derris Scandens dan Pulicaria Wightiana adalah lebih dari

2000 mg/kgBB.

Penelitian uji toksisitas terhadap eksipien yang pernah dilakukan adalah uji

toksisitas subkronik gelatin kulit ikan patin siam (Pangasius hypophthalmus) terhadap

mencit (Mus musculus) oleh Rachmawati, et al (2011). Pada penelitian tersebut

digunakan 72 ekor mencit jantan dengan berat 20-30 g yang terbagi dalam 4 kelompok.

Dosis gelatin kulit ikan yang diberikan adalah 0 (kontrol negatif), 12, 24 dan 48

mg/gBB mencit. Pemberian bahan uji dilakukan setiap hari selama 4 minggu yang

dilanjutkan dengan masa pemulihan (recovery) selama 2 minggu.

Pengamatan toksisitas dilakukan terhadap kondisi serum darah, yaitu Glutamic

Oxaloacetic Transaminase (GOT), Glutamic Pyruvic Transaminase (GPT), kreatinin,

albumin, dan Blood Urea Nitrogen (BUN) dan tingkat kerusakan organ target (hati,

ginjal, dan lambung). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian gelatin pada

dosis 48 mg/gBB mencit berpengaruh pada kadar GOT setelah minggu ke-2 perlakuan.

Namun, dosis lainnya tidak menunjukkan perbedaan bermakna kerusakan organ target

dari kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif (Novalia, et

al., 2011).

2.7 Pengamatan Tanda Toksisitas Tikus

Pengamatan tanda toksisitas pada tikus merupakan pengamatan kualitatif yang

dilakukan dengan melihat adanya perbedaan tingkah laku antara tikus uji dan tikus

kontrol. Adapun tanda toksisitas yang diamati meliputi piloereksi, konvulsi (kejang),

tremor (gemetar), nyeri, respon daun telinga, perubahan pada mata, hiperaktivitas,

hipersalivasi, lakrimasi dan mati (Sabbani, et al., 2015).

Page 35: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

20

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Piloereksi merupakan perubahan pada bulu tikus menjadi tegang dan keras

yang dapat menandakan adanya efek toksik. Timbulnya konvulsi (kejang) dan tremor

(bergetar) mengindikasikan adanya gangguan pada sistem syaraf pusat tikus uji (Hau

et al., 2003). Konvulsi biasanya diawali dengan tremor pada bagian kaki, kepala, dahi

dan mulut. Jika kejang terjadi berulang sebanyak 5 kali, maka hewan uji dianjurkan

untuk diterminasi. Gejala toksisitas lainnya yang dapat timbul adalah tremor pada kaki

bagian depan tikus atau bagian kepala tikus (OECD, 2000).

Tanda toksisitas lainnya yang dapat muncul adalah nyeri yang ditandai ketika

tikus menyipitkan bagian orbital, melipat daun telinga ke bagian dalam dan

menjauhkan kumisnya dari wajah (OECD, 2000). Adanya efek toksik juga dapat

mengganggu respon daun telinga tikus. Pada tikus normal yang disentuh daun

telinganya, maka tikus akan mengguncangkan bagian kepalanya.

Pada tikus normal, secara berkala tikus akan mensekresikan cairan kemerahan

(cairan hardarian) di sekitar kelenjar mata yang akan digosokkan oleh tikus ke bagian

tubuhnya untuk menjaga suhu tubuhnya (OECD,2000). Akumulasi cairan kemerahan

pada daerah sekitar mata mengindikasikan tikus mengalami stress (Whishaw, et al.,

1999).

Hiperaktivitas atau aktivitas yang berlebihan pada tikus dapat timbul karena

efek toksik dari sampel uji. Tanda toksik lainnya yang dapat diamati adalah terjadinya

hipersalivasi pada tikus. Salivasi ditandai dengan produksi air liur berlebihan pada

tikus. Efek toksik yang paling parah adalah kematian. Gejala yang sering timbul

sebelum tikus uji mati dapat berupa ketidakmampuan tikus uji untuk mencapai air atau

makanan, kejang dan tremor.

Tanda toksisitas diamati secara intensif setelah pemberian sample uji dan

dilanjutkan setiap 30 menit selama 4 jam. Pengamatan tanda toksisitas dilanjutkan pada

jam ke-24, 48 hingga hari ke-14 (OECD, 2008).

Page 36: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

21

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.8 Efek Toksik Terhadap Organ

2.8.1 Hati

Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh dengan berat mencapai 2% dari

berat tubuh. Fungsi utama organ hati adalah sebagai pemetabolisme senyawa endogen

ataupun xenobiotik. Laju alir darah menuju hati sebesar 1,5 L/menit. Organ hati terletak

di kuadran kanan atas rongga abdomen abdomen, di bawah diafragma. Hati tikus

memiliki bentuk menyerupai segitiga dengan warna merah tua kecokelatan dan terdiri

dari 4 lobus yang dipisahkan oleh ligamentum fasciformis (Sibulesky, 2013). Terdapat

3 jenis jaringan hati yang penting, yaitu sel parenkim hati (hepatosit), susunan

pembuluh darah, dan susunan saluran empedu. Ketiga jaringan ini berhubungan erat,

sehingga kerusakan satu jenis jaringan dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lain

(Tortora, 2005).

Secara mikroskopis hati terdiri atas lobulus yang berbentuk heksagonal.

Masing-masing lobulus memiliki sel parenkim hati (hepatosit) yang berbentuk kubus

dan tersusun radial mengelilingi vena sentralis sebagai pusat lobulus. Pada lobulus hati

juga terdapat celah garis endotel sebagai tempat perlintasan darah yang disebut

sinusoid. Pada sinusoid terdapat sel kupfer yang merupakan makrofag dan berfungsi

untuk menghancurkan leukosit, sel darah merah yang rusak, bakteri dan senyawa asing

yang masuk dari vena porta (Dhillon, 2012). Bagian perifer lobulus hati dikelilingi oleh

vena porta, arteri hepatica dan kapiler empedu. Histologi hati normal dapat dilihat pada

gambar 2.2

Kerusakan organ hati secara mikroskopik dapat ditandai dengan adanya

pelebaran asinus, degenerasi lemak dan nekrosis pada hepatoseluler (Kamal, et al.,

2012). Pelebaran asinus merupakan kerusakan tahap awal dan bersifat reversible yang

ditandai sinusoid yang melebar. Kerusakan jaringan hati lebih lanjut ditandai dengan

degenerasi lemak berupa adanya penimbunan trigliserida dalam vakuola yang terdapat

di tengah hepatosit, sehingga terbentuk vakuola besar dan akan mendesak nukleus ke

tepi sel. Pemaparan zat toksik pada jaringan hati secara terus-menerus akan

menyebabkan nekrosis ditandai dengan mengkerutnya nukleus, pecahnya nukleus

Page 37: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

22

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

menjadi fragmen-fragmen (kariokinesis), lisisnya nukleus dan membrane sel sehingga

batas antar sel tidak nampak jelas. (Hastuti, 2006 dalam Anggraini, 2014).

Gambar 2.2 Histologi hati normal (Eroschenko, 2010)

2.8.2 Ginjal

Ginjal adalah organ berbentuk kacang berwarna kemerahan. Pada tubuh, ginjal

berfungsi untuk mengatur keseimbangan cairan tubuh dan merupakan organ

pengeksresi urin. Unit fungsional setiap ginjal adalah tubulus uriniferus mikroskopik.

Tubulus ini terdiri dari nefron dan duktus koligens yang berfungsi untuk menampung

aliran dari nefron. Nefron banyak terdapat pada bagian korteks ginjal. Komponen

nefron terbagi menjadi korpuskulum ginjal dan tubulus ginjal (Eroschenko, 2010).

Setiap ginjal dilapisi oleh kapsul jaringan ikat padat tidak teratur. Irisan sagital

ginjal menunjukkan korteks pada bagian luar dan medula pada bagian dalam. Pada

bagian korteks terdapat glomerulus, tubulus kontortus proksimal dan distal, radius

medullaris, arteri interlobularis dan vena interlobularis. Glomerulus adalah

sekumpulan kapiler yang dibentuk dari arteriol glomerulus aferen dan ditunjang oleh

jaringan ikat halus serta dikelilingi oleh kapsul glomerulus. Tubulus kontortus

merupakan segmen awal dan akhir pada nefron. Bagian tubulus kontortus proksimal

lebih panjang dibandingkan tubulus kontortus distal. Tubulus kontortus proksimal

lebih banyak ditemukan di bagian korteks jika dibandingkan dengan tubulus kontortus

Page 38: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

23

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

distal. Bagian medulla ginjal terdiri dari piramid-piramid ginjal berbentuk kerucut.

Basis setiap piramid berbatasan langsung dengan korteks dan apeksnya membentuk

papilla renalis. Pada bagian medulla hanya mengandung bagian lurus tubulus dan

segmen ansa henle (Eroschenko, 2010).

Gambar 2.3 Histologi ginjal normal (Eroschenko, 2010)

Bentuk kerusakan organ ginjal yang disebabkan oleh pemaparan senyawa

toksik dapat berupa atrofi glomerulus, dilatasi sel tubulus, nekrosis, hilangnya brush

border dan vakuolisasi sel (Anzini, et al., 2014)

Tubulus kontortus subkapsular

Tubulus kontortus proksimal

Arteri interlobaris

Vena interlobaris

Arteri dan vena arkuata

Jaringan ikat dan

adiposa sinus renalis

Kaliks minor dan

epitel transisional

Arteri interlobaris

Vena interlobaris Area kribrosa

Epitel silindris

Papila renalis

Duktus koligens

Basis piramidis

Tubulus kontortus

proksimal

Radius medullaris

Glomeruli

Kapsul ginjal

Page 39: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

24

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.9 Tinjauan Hewan Uji

2.9.1 Klasifikasi Tikus Putih

Berikut klasifikasi tikus putih (Rattus novergicus):

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Mammalia

Ordo : Rodentia

Subordo : Odontoceti

Familia : Muridae

Genus : Rattus

Spesies : Rattus norvegicus (Sumber: Krinke, 2000)

2.9.2 Karakteristik Tikus Betina Sprague-Dawley

Pemilihan hewan untuk uji toksisitas didasarkan pada data toksisitas yang

tersedia (Hau, et al., 2003). Hewan uji yang banyak digunakan dalam uji toksisitas

adalah tikus betina galur Sprague- Dawley atau Wistar. Pada penelitian ini, digunakan

tikus betina galur Sprague-Dawley sebagai hewan uji. Tikus dipilih menjadi hewan uji

karena data toksisitas gelatin yang tersedia merupakan data toksisitas gelatin pada tikus

(Rowe, Sheskey dan Quinn, 2009).

Tikus Sprague-Dawley merupakan tikus putih (Rattus novergicus) yang ideal

digunakan sebagai hewan uji, karena perawatannya mudah, tingkat fertilitasnya tinggi,

periode kehamilan pendek dan memiliki jalur metabolisme, anatomi dan fisiologi yang

mirip dengan manusia (Kacew, et al., 1999). Hewan uji yang direkomendasikan pada

uji toksisitas akut adalah tikus betina karena lebih sensitif dibandingkan tikus jantan

(OECD, 2008). Galur Sprague-Dawley dipilih karena lebih sensitif dibandingkan tikus

galur Wistar (Zmarowski,et al.,2013)

Tikus galur Sprague- Dawley memiliki karakteristik berupa kepala memanjang

dan ekor yang lebih panjang dibanding tubuhnya. Kelebihan galur Sprague- Dawley

adalah lebih tenang dan mudah ditangani dibandingkan tikus galur lainnya. Adapun

data biologis tikus dapat dilihat pada tabel 2.4

Page 40: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

25

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Menurut Handbook Of Laboratory Animal Science Second Edition, tikus

merupakan hewan model yang mirip dengan manusia karena memiliki kesamaan pada

struktur sel, komponen biokimia, membrane sel lipoprotein yang akan mempengaruhi

absorbsi xenobiotik dan proses metabolisme (glikolisis dan siklus krebs).

Tabel 2.4 Data Biologis Tikus (Baker et al,1979 dan Weihe 1987).

Berat badan Dewasa: 300-800 gram (jantan)

250-400 gram (betina)

Lama hidup 2-3,5 tahun

Denyut jantung 320-480 denyut per menit

Tekanan darah Diastol: 60-90 mmHg

Sistolik: 75-120 mmHg

Laju respirasi 85-110 per menit

Volume urin 5,5 ml/ 100 g/hari

pH urin 7,5-8,5

Konsumsi makanan 5 g/100 g/hari

Konsumsi minuman 8-11 ml/100 g/hari

Aktivitas Nokturnal (pada malam hari)

Page 41: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

26

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2016 hingga April 2016.

Pemeliharaan dan perlakuan hewan uji di Animal House (AH), pembuatan larutan

gelatin babi dilakukan di Laboratorium Penelitian II dan pengamatan parameter

dilakukan di Laboratorium Penelitian I Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, pembuatan preparat histologi di

Laboratorium Histologi Universitas Indonesia.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah timbangan analitik (AND

GH-202 dan Wiggen Hausner), erlenmeyer, beaker glass, batang pengaduk, spatula,

gelas ukur, kaca arloji, cawan penguap, pipet tetes, hot plate (cimarec, US) , timbangan

hewan, kandang tikus beserta tempat makanan dan minuman, sonde oral, syringe,

wadah pembiusan, alat bedah minor, kaca objek dan cover glass, alumunium foil,

mikroskop cahaya (Motic dan Epson).

3.2.2 Bahan Penelitian

Bahan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelatin babi golongan

farmasetik (Guangzhou Ltd, Shanghay China) dan gelatin babi golongan pro analisis

(Sigma-Aldrich).

Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah akuades, eter, etanol

96%, Buffer Neutral Formalin (BNF) 10 %, NaCl 0,9%, xylen, paraffin, dan pewarna

haematoksilin-eosin.

3.2.3 Hewan Uji

Hewan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah tikus putih betina galur

Sprague Dawley yang sehat, tidak hamil dan belum kawin, usia 8-12 minggu dengan

Page 42: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

27

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

selisih berat badan antar tikus ±20%. Hewan uji diperoleh dari Unit Pengelola Hewan

Laboratorium (UPHL) Institut Pertanian Bogor. Tikus betina dipilih karena memiliki

sensitivitas lebih tinggi dibandingkan tikus jantan.

3.3 Rancangan Penelitian (OECD, 2008)

3.3.1 Besar Sample

Penelitian ini bersifat eksperimental dengan metode Up and Down dan terdiri

dari 2 kelompok perlakuan, yaitu kelompok kontrol dan kelompok uji. Pemilihan

hewan uji dilakukan secara random. Masing-masing kelompok uji gelatin babi

golongan farmasetik dan pro analisis terdiri dari 3 ekor tikus putih betina galur Sprague

Dawley. Penelitian ini telah lolos kaji etik oleh Komite Etik Penelitian Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia (Lampiran 2).

3.3.2 Dosis Perlakuan

Metode Up and Down yang digunakan pada penelitian ini adalah limit test

dengan dosis perlakuan adalah 5000 mg/kgBB tikus. Pemberian dosis dilakukan secara

bertahap. Penentuan dosis 5000 mg/kgBB pada limit test disebabkan data persyaratan

nilai LD50 untuk gelatin adalah 5000 mg/kgBB (Rowe, Sheskey dan Quinn, 2009).

Perhitungan dosis dapat dilihat pada lampiran 5. Dosis diberikan dalam bentuk tunggal

secara oral. Bahan pembawa yang digunakan untuk melarutkan gelatin babi adalah

akuades.

Tabel 3.1. Dosis Perlakuan Pada Tikus

Tikus Perlakuan Dosis

1. Kontrol (akuades)

2.

3.

Gelatin Babi Golongan Farmasetik

5000 mg/kgbb

4. 5000 mg/kgbb

5. 5000 mg/kgbb

6. Gelatin Babi Golongan Pro Analisis

5000 mg/kgbb

7. 5000 mg/kgbb

8. 5000 mg/kgbb

Page 43: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

28

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.4 Prosedur Kerja

3.4.1 Penyiapan Bahan Uji (Rowe, Sheskey dan Quinn, 2009)

Masing-masing gelatin babi golongan farmasetik dan pro analisis ditimbang

sebanyak ±800 mg. Selanjutnya, masing-masing gelatin babi golongan farmasetik dan

pro analisis didispersikan dalam 4 ml akuades pada suhu 60oC sambil diaduk.

Kemudian larutan dispersi gelatin babi didiamkan pada suhu 250C hingga suhunya

turun menjadi 30oC dan diberikan ke tikus secara oral.

3.4.2 Penyiapan Hewan Uji (OECD, 2008)

Tikus betina galur Sprague-Dawley diaklimatisasi di Animal House Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan selama 10 hari. Animal house berada dalam kondisi

terang selama 12 jam dan berada dalam kondisi gelap selama 12 jam. Tikus dipelihara

pada kandang dengan suhu 220C (±30C) dan diberikan makan dan minum ad libitum.

Masing-masing tikus uji ditempatkan dalam kandang yang berbeda (1 kandang berisi

1 tikus).

3.4.3 Uji Toksisitas Akut Gelatin Babi dengan Metode Up and Down (OECD

425, 2008)

Metode uji toksisitas akut yang digunakan pada penelitian ini adalah limit test

dari Up and Down Procedure (UDP). Larutan diberikan dalam dosis tunggal secara

oral dengan menggunakan sonde lambung.

Pada limit test digunakan 2 ekor tikus sebagai kontrol dan 3 ekor tikus pada

masing-masing kelompok uji. Sebelum perlakuan, tikus tidak diberi makan

(dipuasakan) selama 12 jam kemudian ditimbang. Setelah ditimbang, tikus kontrol

diberikan akuades dengan volume administrasi 4 ml secara oral. Pada masing-masing

kelompok uji, tikus diberikan gelatin babi golongan farmasetik dan pro analisis dengan

dosis 5000 mg/kgbb. Setelah perlakuan, tikus dipuasakan selama 4 jam dan diamati

adanya tanda toksisitas.

Pengamatan jangka pendek dilakukan setiap 30 menit selama 4 jam awal

setelah pemberian bahan uji. Pengamatan jangka panjang dilakukan setiap harinya

selama 14 hari. Jika setelah 48 jam pemberian bahan uji tidak ada kematian pada tikus,

Page 44: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

29

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

maka masing-masing larutan gelatin babi golongan farmasetik dan pro analisis

diberikan pada 2 ekor tikus lainnya dengan dosis yang sama. Limit test dapat terdiri

dari 3 termin. Jika hasil uji pada dua termin awal limit test tidak menunjukkan adanya

kematian pada hewan uji, maka limit test dapat dihentikan (lampiran 6). Sedangkan

jika terdapat tikus yang mati pada kedua termin awal, maka pengujian harus dilanjutkan

ke limit test termin ketiga. Jika hasil dari ketiga termin limit test menunjukkan adanya

kematian pada 3 ekor tikus atau lebih, maka uji dilanjutkan ke main test.

3.4.4 Pengamatan Toksisitas

3.4.4.1 Penentuan Nilai LD50 (OECD,2008)

Penentuan nilai LD50 gelatin babi golongan farmasetik dan pro analisis

dilakukan dengan menggunakan software AOT425StatPgm. Data yang didapatkan dari

uji toksisitas, yakni respon hewan uji (hidup atau mati) terhadap dosis perlakuan

dimasukkan ke dalam software sehingga software akan mengkalkulasikan nilai LD50.

Respon hewan uji yang bertahan hidup dilambangkan dengan “O” dan respon hewan

uji yang mengalami kematian dilambangkan dengan “X”. Selain untuk menentukan

nilai LD50, software ini juga berfungsi untuk penentuan dosis uji berikutnya dan waktu

penghentian uji toksisitas.

3.4.4.2 Pengamatan Berat Badan Tikus (Jothy, et al., 2011)

Sebelum memulai perlakuan, masing-masing tikus kontrol dan uji ditimbang

berat badannya. Setelah perlakuan, berat badan tikus ditimbang setiap hari selama 14

hari untuk melihat adanya kemungkinan perubahan secara bermakna pada berat badan

tikus.

3.4.4.3 Pengamatan Tanda Toksisitas

Tanda toksisitas diamati secara visual setelah pemberian gelatin babi golongan

farmasetik dan pro analisis. Pengamatan dilakukan setiap 30 menit selama 4 jam awal

dan dilanjutkan setiap harinya hingga 14 hari (OECD, 2008). Tanda toksisitas diamati

dengan cara membandingkan tingkah laku tikus uji dan tikus kontrol. Adapun tanda

toksisitas yang diamati meliputi adanya piloereksi, konvulsi (kejang), tremor

Page 45: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

30

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(gemetar), respon daun telinga, perubahan pada mata, hiperaktivitas, hipersalivasi,

lakrimasi dan mati (Sabbani, et al., 2015).

3.4.4.4 Pengamatan Histopatologi Organ Hati dan Ginjal Tikus

Pemeriksaan histopatologi organ hati dan ginjal dilakukan untuk mengamati

pengaruh pemberian gelatin babi golongan farmasetik dan pro analisis terhadap organ

hati dan ginjal tikus. Pemeriksaan histopatologi organ hati dan ginjal dilakukan pada

seluruh tikus uji dan kontrol. Tikus yang masih bertahan hidup hingga hari ke 14,

dimatikan dengan cara inhalasi menggunakan eter dan kemudian diambil organ hati

dan ginjalnya. Selanjutnya organ hati dan ginjal dicuci dengan NaCl 0,9% dan difiksasi

BNF 10%. Organ hati dan ginjal direndam dalam larutan BNF dan kemudian dibuat

preparat histologinya.

Bentuk kerusakan yang diamati pada jaringan hati meliputi pelebaran asinus,

degenerasi lemak dan nekrosis pada hepatosit. Derajat kerusakan hati dinilai dengan

menggunakan sistem skoring (tabel 3.2). Pengamatan preparat dilakukan di bawah

mikroskop optik dengan perbesaran 10x40 dan menggunakan 10 lapang pandang.

Skoring dilakukan untuk masing-masing lapang pandang dan kemudian dijumlahkan

(Andreas, 2015).

Tabel 3.2 Skoring Derajat Kerusakan Jaringan Hati

Skor Keterangan

0 Hepatosit tampak nomal

1 Terdapat pelebaran asinus, degenerasi lemak atau nekrosis

terfokus di satu tempat

2 Terdapat pelebaran asinus, degenerasi lemak atau nekrosis

terfokus di beberapa tempat

3 Terdapat pelebaran asinus, degenerasi lemak atau nekrosis

terfokus di seluruh tempat

Sumber: Andreas, et al., 2015

Pada jaringan ginjal tikus, bentuk kerusakan yang diamati merupakan

kerusakan pada glomerulus. Pengamatan dilakukan pada 30 glomerulus yang dipilih

secara random untuk setiap preparat tikus. Preparat histopatologi ginjal diamati dengan

Page 46: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

31

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

mikroskop optik pada perbesaran 10x20. Bentuk kerusakan yang ada dinilai dengan

sistem skoring (tabel 3.3).

Tabel 3.3 Skoring Derajat Kerusakan Jaringan Ginjal

Skor Keterangan

0 Struktur glomerulus normal

1 Terdapat dilatasi kapiler glomerulus

2 Terdapat atrofi glomerulus (glomerulus mengkerut)

Sumber: Leehey, et al.,2008

3.5 Analisis Data

Hasil penelitian dianalisis untuk melihat adanya pengaruh pemberian bahan uji

pada berat badan, derajat kerusakan jaringan hati dan ginjal tikus yang diberikan

perlakuan. Analisis data yang diperoleh diolah dengan menggunakan program

pengolahan data statistik SPSS 20 yang meliputi uji normalitas, uji homogenitas, uji

parametrik (one-way ANOVA) atau non parametrik (Kruskal Wallis).

Page 47: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

32

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Penyiapan Bahan Uji

Bahan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah gelatin babi golongan

farmasetik dan pro analisis. Secara organoleptis, gelatin babi golongan farmasetik dan

pro analisis berbentuk serbuk dan tidak berbau. Gelatin babi golongan farmasetik

berwarna kekuningan dan gelatin babi golongan pro analisis berwarna putih.

(a) (b)

Gambar 4.1. (a) Gelatin babi golongan farmasetik;

(b) Gelatin babi golongan pro analisis

Pada penelitian ini, masing-masing serbuk gelatin babi golongan farmasetik

dan pro analisis ditimbang sesuai bobot tikus, sehingga diperoleh dosis 5000 mg/kgBB.

Kemudian masing-masing gelatin babi golongan farmasetik dan pro analisis

didispersikan dalam akuades dengan suhu 600C selama ±8 menit, sehingga membentuk

larutan koloid. Dispersi gelatin didiamkan pada suhu 250C hingga suhu dispersi gelatin

turun menjadi 300C. Perbandingan gelatin babi dan akuades yang digunakan adalah 1:5

karena gelatin bersifat menyerap air dan akan mengembang di dalam akuades (Rowe,

Sheskey dan Quinn, 2009).

Larutan koloid gelatin babi golongan farmasetik yang dihasilkan memiliki

warna kuning dan konsistensi cairannya kental. Sedangkan, larutan koloid gelatin babi

golongan pro analisis memiliki warna putih dengan konsistensi cairan yang lebih kental

dibandingkan larutan gelatin babi golongan farmasetik.

Page 48: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

33

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.1.2 Penentuan Nilai LD50

Metode uji toksisitas akut yang digunakan pada penelitian ini adalah Up and

Down Procedure (UDP). Pada metode ini, nilai LD50 ditentukan dengan menggunakan

software AOT 425 statPgm (lampiran 8). Data yang diolah dengan software adalah

respon hewan uji (mati atau hidup) terhadap dosis setelah pemberian bahan uji, baik

pada pengamatan jangka waktu pendek (48 jam setelah pemberian) dan jangka waktu

panjang (14 hari setelah pemberian). Metode UDP yang dilakukan pada penelitian ini

adalah limit test dengan dosis 5000 mg/kgBB. Jumlah hewan uji yang digunakan pada

penelitian ini adalah 2 ekor sebagai kelompok kontrol, 3 ekor sebagai kelompok uji

gelatin babi golongan farmasetik dan 3 ekor sebagai kelompok uji gelatin babi

golongan pro analisis. Hasil pengolahan data respon hewan uji terhadap dosis dapat

dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Data Respon Hewan Uji Terhadap Dosis

Bahan Uji Gelatin babi golongan farmasetik

Tipe Tes Limit Test 5000 mg/kgBB

Hewan uji ke- Dosis (mg/kgBB) Respon hewan uji

jangka pendek (48

jam)

Respon hewan uji jangka

panjang (14 hari)

1 5000 O O

2 5000 O O

3 5000 O O

Bahan Uji Gelatin babi golongan pro analisis

Tipe Tes Limit Test 5000 mg/kgBB

Hewan uji ke- Dosis (mg/kgBB) Respon hewan uji

jangka pendek (48

jam)

Respon hewan uji jangka

panjang (14 hari)

1 5000 O O

2 5000 O O

3 5000 O O

Keterangan: O= Hidup X= Mati

Page 49: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

34

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Hasil uji toksisitas akut gelatin babi golongan farmasetik menunjukkan tidak

adanya kematian pada seluruh hewan uji hingga hari ke-14. Berdasarkan hasil

pengolahan data respon hewan uji pada tabel 4.1, maka dapat diestimasikan nilai LD50

gelatin babi golongan farmasetik adalah >5000 mg/kgBB.

Pada uji toksisitas akut gelatin babi golongan pro analisis juga tidak ditemukan

adanya kematian pada seluruh hewan uji, sehingga estimasi nilai LD50 gelatin babi

golongan pro analisis adalah >5000mg/kgBB. Berdasarkan klasifikasi toksisitas akut

Loomis, senyawa dengan LD50 >5000 mg/kgBB merupakan senyawa yang bersifat

praktis tidak toksik

4.1.3 Hasil Pengukuran Berat Badan Tikus

Pengukuran berat badan tikus dilakukan setiap hari selama 14 hari setelah

pemberian bahan uji. Hasil pengukuran berat badan tikus pada kelompok kontrol,

kelompok gelatin babi golongan farmasetik dan gelatin babi golongan pro analisis

dapat dilihat pada gambar 4.2

Gambar 4.2 Rerata berat badan tikus tiap kelompok

Data berat badan tikus kemudian dianalisis dengan menggunakan uji Kruskal-

Wallis. Hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan

bermakna pada berat badan tikus yang diberikan gelatin babi golongan farmasetik,

0

50

100

150

200

250

0 2 4 6 8 10 12 14 16

BER

AT

BA

DA

N T

IKU

S (G

RA

M)

HARI KE-

RERATA BERAT BADAN TIKUS

kontrol Gelatin Babi GF gelatin babi PA

Page 50: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

35

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

gelatin babi golongan pro analisis dan kontrol selama 14 hari, nilai p≥0,05 (lampiran

10). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian gelatin babi golongan farmasetik ataupun

pro analisis tidak mempengaruhi perubahan berat badan tikus uji.

4.1.4 Pengamatan Tanda Toksisitas

Pengamatan tanda toksisitas dilakukan untuk melihat adanya gejala klinis yang

mengindikasikan efek toksik pada kelompok uji. Tanda toksisitas yang diamati

meliputi adanya piloereksi (tegang pada bulu), konvulsi (kejang), tremor (gemetar),

nyeri, mata (grooming), refleks daun telinga, salivasi, lakrimasi, hiperaktivitas dan

kematian pada tikus uji (Sabbani, et al., 2015). Tanda toksisitas diamati secara visual

selama 4 jam setelah pemberian bahan uji dan dilanjutkan selama 14 hari.

Tabel 4.2. Pengamatan Tanda Toksisitas

Keterangan:

0 m – 240 m : 0 menit hingga 240 menit, H2 – H14 : Hari ke-2 hingga hari ke-14

N : Normal, (-) : tidak terjadi

Pengamatan 0

m

60

m

120

m

180

m

240

m

H

2

H

3

H

4

H

5

H

6

H

7

H

8

H

9

H

10

H

11

H

12

H

13

H

14

Piloereksi - - - - - - - - - - - - - - - - -

Konvulsi - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Tremor - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Nyeri - - - - - - - - - - - - - - - - -

Mata

(grooming) N N N N N N N N N N N N N N N N N N

Refleks Daun

Telinga N N N N N N N N N N N N N N N N N N

Salivasi - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Lakrimasi - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Hiperaktivitas - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Mortalitas - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Page 51: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

36

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Hasil dari pengamatan setelah pemberian larutan gelatin babi golongan

farmasetik ataupun golongan pro analisis dengan dosis 5000 mg/kgbb tidak

menunjukkan adanya tanda toksisitas pada seluruh tikus uji. Perubahan tingkah laku

juga tidak ditemukan pada seluruh tikus uji. Tikus uji yang diberikan perlakuan

mempunyai aktivitas yang sama dengan tikus kontrol (tabel 4.2). Hingga hari ke-14

tidak ditemukan adanya kematian pada seluruh tikus uji.

4.1.5 Pengamatan Histopatologi

4.1.5.1 Hati

Preparat histopatologi hati diamati di bawah mikroskop optik dengan

perbesaran 10 x 40. Pengamatan dilakukan pada 10 lapang pandang untuk masing-

masing preparat. Hasil pengamatan organ hati menunjukkan bahwa gambaran

histopatologi jaringan hati tikus uji dan kontrol serupa yakni sinusoid memancar secara

sentrifugal dari vena sentralis dan sel hati (hepatosit) bermuara ke vena sentralis. Selain

itu, hepatosit tersusun secara radial dari tepi lobulus hingga ke vena sentralis. Inti

hepatosit juga terletak di tengah sel.

Pada beberapa preparat kelompok uji terdapat kerusakan jaringan, namun

secara struktur jaringan hati kelompok uji masih serupa dengan kelompok kontrol.

Bentuk kerusakan jaringan yang ditemukan pada pengamatan merupakan kerusakan

minor, berupa pelebaran asinus dan degenerasi lemak, terutama pada kelompok uji

gelatin babi golongan pro analisis (lampiran 13).

Penilaian derajat kerusakan histopatologi hati dilakukan dengan sistem skoring

Andreas, et al. (2015). Hasil rerata skoring pengamatan histopatologi jaringan hati

dapat dilihat pada tabel 4.3

Tabel 4.3 Rerata Skoring Histopatologi Jaringan Hati Hewan Uji

Kelompok Rerata Skoring Histopatologi Hati±SD

Kontrol 0,150±0,212

Gelatin babi golongan farmasetik 0,167±0,288

Gelatin babi golongan pro analisis 0,667±0,808

Page 52: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

37

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Data skoring derajat kerusakan histopatologi hati dianalisis dengan

menggunakan uji ANOVA dan hasilnya menunjukkan bahwa derajat kerusakan

histopatologi hati tikus kelompok gelatin babi golongan farmasetik, golongan pro

analisis dan kelompok kontrol tidak berbeda secara bermakna, nilai p≥0,05 (lampiran

15). Hal ini menjelaskan bahwa pemberian gelatin babi golongan farmasetik ataupun

pro analisis tidak berpengaruh pada histopatologi hati tikus.

4.1.5.2 Ginjal

Preparat organ ginjal tikus diamati dengan mikroskop pada perbesaran 10 x 20.

Hasil pengamatan histopatologi organ ginjal kelompok kontrol dan uji menunjukkan

tidak ada kerusakan pada struktur tubulus, namun pada beberapa glomerulus ditemukan

adanya atrofi (penyempitan). Atrofi glomerulus ditandai dengan mengecilnya

glomerulus dan pelebaran bagian kapsula bowman (Hard, et al., 1999). Berdasarkan

hasil pengamatan, atrofi glomerulus lebih banyak ditemukan pada tikus uji yang

diberikan gelatin babi golongan pro analisis.

Penilaian derajat kerusakan organ ginjal dilakukan dengan melakukan skoring

pada 30 glomerulus yang dipilih secara random untuk masing-masing preparat. Rerata

hasil skoring glomerulus dapat dilihat pada tabel 4.4

Tabel 4.4 Rerata skoring histopatologi jaringan ginjal hewan uji

Kelompok Rerata Skoring Glomerulus±SD

Kontrol 0±0

Gelatin babi golongan farmasetik 0,022±0,207

Gelatin babi golongan pro analisis 0,067±0,038

Data skoring glomerulus diolah dengan uji Kruskal-Wallis dan hasilnya

menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna pada derajat kerusakan histopatologi

ginjal tikus kelompok gelatin babi golongan farmasetik, golongan pro analisis dan

kelompok kontrol (p≥0,05). Berdasarkan hasil uji Kruskal-Wallis menjelaskan bahwa

pemberian larutan gelatin babi golongan farmasetik ataupun pro analisis tidak

berpengaruh pada histopatologi ginjal tikus.

Page 53: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

38

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 4.5 Gambaran Histopatologi Organ Hati Dan Ginjal Tikus

Organ Kontrol Gelatin Babi Golongan

Farmasetik

Gelatin Babi Golongan Pro

Analisis

Hati

Keterangan:

Vena Sentralis

Hepatosit

Sinusoid

Keterangan:

Vena Sentralis

Hepatosit

Sinusoid

Degenerasi lemak

Keterangan:

Vena Sentralis

Hepatosit

Sinusoid

Pelebaran asinus

Ginjal

Keterangan:

Glomerulus

Tubulus Proksimal

Tubulus Distal

Keterangan:

Glomerulus

Tubulus Proksimal

Tubulus Distal

Glomerulus yang

mengalami atrofi

Keterangan:

Glomerulus

Tubulus Proksimal

Tubulus Distal

Glomerulus yang

mengalami atrofi

1

3

2

Page 54: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

39

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.2 Pembahasan

Gelatin babi yang digunakan sebagai bahan uji pada penelitian ini terdiri dari

golongan farmasetik dan pro analisis. Menurut Institutional Animal Care and Use

Committee, adanya perbedaan kemurnian gelatin dapat mempengaruhi potensi

toksiksitas suatu senyawa (IACUC, 2015). Secara organoleptis, gelatin babi golongan

farmasetik berbentuk serbuk, berwarna kuning dan tidak berbau. Sedangkan, gelatin

babi golongan pro analisis berwarna putih, berbentuk serbuk dan tidak berbau.

Pada penelitian ini, masing-masing serbuk gelatin babi golongan farmasetik

dan pro analisis ditimbang sesuai dengan berat badan tikus, sehingga diperoleh dosis

5000 mg/kgBB. Selanjutnya masing-masing gelatin babi golongan farmasetik dan pro

analisis didispersikan dalam akuades pada suhu 600C dengan disertai pengadukan.

Waktu yang dibutuhkan agar gelatin terdispersi dalam akuades adalah 8 menit. Gelatin

babi yang telah didispersikan dalam akuades akan membentuk larutan koloid. Secara

organoleptis, larutan koloid gelatin babi golongan farmasetik yang dihasilkan memiliki

warna kuning dan konsistensi cairannya kental. Sedangkan, larutan koloid gelatin babi

golongan pro analisis memiliki warna putih dengan konsistensi cairan yang lebih kental

dibandingkan larutan gelatin babi golongan farmasetik.

Gelatin babi bersifat menyerap air dan mengembang dalam air, sehingga

perbandingan antara gelatin dan akuades yang digunakan pada penelitian ini adalah 1:5

(Rowe, Sheskey dan Quinn, 2009). Berdasarkan perbandingan tersebut, larutan koloid

gelatin babi yang terbentuk juga lebih mudah untuk diberikan pada tikus uji dengan

menggunakan sonde oral. Proses pendispersian gelatin babi menggunakan suhu 600C

dikarenakan gelatin babi mudah larut dalam akuades pada suhu diatas 400C (Rowe,

Sheskey dan Quinn, 2009). Akuades merupakan pembawa bahan uji yang

direkomendasikan karena bersifat tidak toksik sehingga tidak berpengaruh pada uji

toksisitas (OECD, 2008).

Metode uji toksisitas akut yang digunakan pada penelitian ini adalah Up and

Down Procedure (UDP). Jika dibandingkan dengan metode konvensional, hewan uji

yang digunakan pada metode UDP lebih sedikit, yakni sepertiga dari jumlah hewan

yang digunakan dalam metode konvensional (Erkekoglu, et al., 2011). Metode UDP

Page 55: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

40

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

juga telah divalidasi dan memenuhi persyaratan akurasi dan presisi sehingga dapat

digunakan sebagai metode acuan uji toksisitas (Ningrum, 2012).

Pada penelitian ini, metode UDP yang digunakan adalah limit test dengan dosis

5000 mg/kgBB. Dosis 5000 mg/kgBB dipilih karena persyaratan nilai LD50 gelatin

babi adalah lebih dari 5000 mg/kgBB (Rowe, Sheskey dan Quinn, 2009). Pada

prinsipnya, limit test akan menghasilkan estimasi nilai LD50 yang dapat digunakan

untuk klasifikasi tingkat toksisitas bahan uji (Roopashree, et al., 2009). Pemberian

bahan uji pada limit test dilakukan secara bertahap.

Hewan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah tikus betina galur Sprague

Dawley berusia 8-12 minggu. Tikus betina dipilih karena lebih sensitif dibandingkan

tikus jantan (Erkekoglu, et al., 2011). Pemilihan galur Sprague Dawley karena

memiliki sifat yang tenang dan mudah dikontrol. Selain itu, galur Sprague Dawley juga

dinyatakan lebih sensitif dibandingkan galur Wistar (Zmarowski, et al., 2013). Tikus

betina yang digunakan dalam keadaan nulipara (belum pernah kawin, melahirkan) dan

tidak sedang hamil.

Hewan uji dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok kontrol (aquades ±4

ml), kelompok uji gelatin babi golongan farmasetik dan kelompok uji golongan pro

analisis. Kelompok kontrol terdiri dari 2 ekor tikus dan masing-masing kelompok uji

terdiri dari 3 ekor tikus. Menurut Interagency Coordinating Committee on the

Validation of Alternative Methods (ICCVAM), jumlah minimal hewan uji yang

digunakan sebagai kelompok kontrol adalah 2 ekor.

Limit test dapat terdiri dari 3 termin. Pada termin pertama limit test, 1 ekor tikus

diberikan larutan gelatin babi golongan farmasetik dengan dosis 5000 mg/kgBB.

Sedangkan, 1 ekor tikus lainnya diberikan larutan gelatin babi golongan pro analisis

dengan dosis 5000 mg/kgBB. Sebelum pemberian bahan uji, tikus tidak diberikan

makan selama 12 jam. Hal ini bertujuan untuk menghindari adanya kemungkinan

reaksi antara bahan uji dengan senyawa kandungan pakan dalam saluran cerna (Jothy,

et al., 2011). Larutan gelatin babi diberikan pada tikus secara oral dengan

menggunakan sonde. Rute oral merupakan metode yang paling umum digunakan pada

uji toksisitas akut, efisien dan tidak menyebabkan nyeri pada hewan uji (Jothy, et al.,

Page 56: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

41

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2011). Setelah diberikan larutan gelatin babi, tikus tidak diberikan makan selama 4

jam, tetapi tetap diberikan minum secara ad libitum. Hal ini dilakukan untuk

mengoptimalkan penyerapan absorbsi pada pencernaan tikus (Mansuroh, 2013).

Setelah 48 jam pemberian bahan uji tidak ditemukan adanya kematian pada

seluruh tikus uji, sehingga limit test dilanjutkan ke termin kedua. Pada termin kedua

limit test, 2 ekor tikus diberikan larutan gelatin babi golongan farmasetik dan 2 ekor

tikus lainnya diberikan larutan gelatin babi golongan pro analisis dengan dosis 5000

mg/kgBB. Seluruh tikus yang diberikan bahan uji diamati selama 14 hari dan hasil

pengamatan menunjukkan tidak ada tanda toksisitas yang timbul ataupun kematian

pada tikus. Jika tidak ditemukan adanya kematian tikus uji pada kedua termin limit test,

maka limit test dapat dihentikan dan tidak perlu dilakukan main test (OECD, 2008).

Nilai LD50 gelatin babi golongan farmasetik ataupun pro analisis dapat ditentukan

dengan menggunakan software AOT 425 StatPgm.

Hasil pengolahan data respon hewan uji menunjukkan estimasi nilai LD50

gelatin babi golongan farmasetik ataupun golongan pro analisis adalah >5000

mg/kgBB. Menurut Kennedy dikutip dari Jothy, et al (2011), senyawa dengan nilai

LD50 (oral) >5000 mg/kgBB merupakan senyawa yang praktis tidak toksik dan aman

digunakan. Penelitian Sunggono, et al (2014) yang juga menggunakan dosis 5000

mg/kgBB menyebutkan jika suatu senyawa dengan nilai LD50 >5000 mg/kgBB, maka

menurut klasifikasi Loomis, senyawa tersebut berada pada rentang praktis tidak toksik.

Berdasarkan nilai LD50, gelatin babi golongan farmasetik dan pro analisis yang

digunakan pada penelitian ini telah sesuai dengan nilai LD50 gelatin yang tercantum

pada Handbook Of Pharmaceutical Excipients.

Penentuan nilai LD50 gelatin babi golongan farmasetik dan pro analisis belum

pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian terkait yang pernah dilakukan adalah uji

toksisitas akut kolagen oleh Marone,et al (2010). Kolagen merupakan bahan baku

gelatin. Hasil penelitian Marone,et al (2010) menunjukkan nilai LD50 kolagen yang

sama dengan nilai LD50 gelatin babi golongan farmasetik ataupun pro analisis. Nilai

LD50 polimer lain yang pernah diteliti adalah nilai LD50 kitosan. Kitosan merupakan

eksipien pada kosmetik atau formulasi farmasetik. Nilai LD50 oral kitosan adalah >16

Page 57: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

42

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

g/kgBB, sehingga kitosan termasuk senyawa yang bersifat tidak toksik. Penentuan nilai

LD50 juga pernah dilakukan pada selulosa. Selulosa dan gelatin merupakan eksipien

yang dapat digunakan sebagai pengikat pada tablet. Nilai LD50 oral selulosa adalah >

5 g/kgBB (Rowe, Sheskey dan Quinn, 2009).

Parameter uji toksisitas kedua yang diamati adalah pengaruh pemberian bahan

uji terhadap perubahan berat badan tikus. Perubahan berat badan tikus dapat

menggambarkan efek toksik setelah pemberian suatu zat (Jothy, et al., 2011). Menurut

Raza, et al (2002), suatu senyawa dinyatakan memiliki efek samping yang bermakna

jika menyebabkan penurunan berat badan tikus lebih dari 10% dari sebelum uji. Hasil

uji Kruskal-Wallis terhadap berat badan tikus menunjukkan tidak ada perbedaan

bermakna pada perubahan berat badan kelompok gelatin babi golongan farmasetik, pro

analisis dan kontrol selama 14 hari (p≥0,05). Tidak adanya perbedaan bermakna ini

menandakan bahwa pemberian gelatin babi golongan farmasetik ataupun pro analisis

tidak mempengaruhi berat badan tikus uji.

Pada penelitian Marone, et al (2010), pemberian kolagen juga tidak

menyebabkan perbedaan bermakna pada berat badan tikus uji yang digunakan.

Perubahan berat badan juga merupakan salah satu parameter yang diamati pada uji

toksisitas akut kitosan dan hasilnya menunjukkan bahwa pemberian kitosan tidak

menyebabkan perubahan bermakna pada berat badan tikus (Pokharkar, 2009).

Parameter ketiga yang diamati adalah kemungkinan adanya tanda toksisitas

yang timbul setelah pemberian bahan uji. Pengamatan tanda toksisitas dilakukan

dengan membandingkan aktivitas tikus uji dan kontrol selama 4 jam awal setelah

pemberian bahan uji secara intensif. Hasil pengamatan tanda toksisitas menunjukkan

bahwa tidak ada tanda toksisitas yang ditemukan pada seluruh tikus uji, sehingga

gelatin babi golongan farmasetik ataupun pro analisis dengan dosis 5000 mg/kgBB

bersifat tidak toksik dan tidak menyebabkan gejala toksititas pada tikus uji. Hasil

penelitian Marone, et al (2010) juga menunjukkan tidak ditemukan adanya gejala

toksik atau perubahan perilaku pada seluruh hewan uji setelah pemberian kolagen.

Perubahan perilaku, tanda toksisitas dan kematian hewan uji juga tidak ditemukan pada

uji toksisitas akut kitosan (Porkharkar, et al,2009).

Page 58: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

43

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Pengamatan keempat yang dilakukan adalah pengamatan mikroskopik terhadap

organ hati dan ginjal tikus. Organ hati dipilih karena berperan penting dala

metabolisme senyawa endogen dan eksogen. Proses detoksifikasi senyawa toksik juga

terjadi pada organ hati (Biswas dan Ganga, 2014). Adanya akumulasi senyawa toksik

pada jaringan hati dapat menyebabkan kerusakan pada hepatosit dan perubahan pada

histopatologi hati (Utomo, 2015). Adapun organ ginjal dipilih karena merupakan jalur

utama ekskresi (Eroschenko, 2010). Kemampuan ginjal dalam mengkonsentrasikan

toksikan pada filtrat dan adanya proses reabsorbsi pada tubulus dapat menyebabkan

pengaktifan toksikan tertentu (Utomo, 2015).

Jumlah lapang pandang yang diamati pada preparat histopatologi hati adalah 10

lapang pandang. Hasil pengamatan histopatologi hati menunjukkan bahwa struktur

jaringan hati tikus uji gelatin babi golongan farmasetik dan pro analisis serupa dengan

tikus kontrol. Bentuk kerusakan jaringan yang ditemukan pada preparat histopatologi

hati merupakan bentuk kerusakan minor, berupa pelebaran asinus dan degenerasi

lemak. Kerusakan jaringan tersebut hanya terdapat pada beberapa lapang pandang

pengamatan tikus uji. Bentuk kerusakan jaringan terbanyak ditemukan pada preparat

histopatologi hati tikus yang diberikan gelatin babi golongan pro analisis (lampiran 14).

Pelebaran asinus atau degenerasi hidropik merupakan bentuk kerusakan hepatosit tahap

awal yang disebabkan oleh terganggunya permeabilitas sel, sehingga cairan yang ada

di ekstrasel akan masuk ke dalam intrasel dan mengakibatkan terbentuknya vakuola.

Degenerasi hidropik merupakan kerusakan yang bersifat reversible, artinya bentuk

kerusakan dapat kembali menjadi normal dengan penghentian paparan toksikan

(Tatukude, Loho dan Lintong, 2014). Bentuk kerusakan lanjutan dari degenerasi

hidropik adalah degenerasi lemak. Nekrosis tidak ditemukan pada seluruh preparat

histopatologi jaringan hati kelompok kontrol, gelatin babi golongan farmasetik ataupun

pro analisis.

Penilaian derajat kerusakan jaringan hati dilakukan dengan sistem skoring yang

terdapat pada penelitian Andreas, et al (2015). Data skoring histopatologi hati dianalisis

dengan one-way ANOVA. Hasil uji ANOVA terhadap skoring histopatologi hati

menunjukkan tidak adanya perbedaan bermakna derajat kerusakan jaringan hati

Page 59: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

44

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

kelompok uji dan kelompok kontrol (p≥0,05). Meskipun terdapat beberapa kerusakan

minor pada jaringan hati, hasil statistik menunjukkan bahwa pemberian larutan gelatin

babi golongan farmasetik ataupun pro analisis tidak berpengaruh terhadap

histopatologi hati hewan uji.

Gambaran histopatologi organ ginjal tikus uji serupa dengan tikus kontrol.

Berdasarkan hasil pengamatan, pada bagian tubulus ginjal tikus uji tidak ditemukan

adanya tanda patologi. Bentuk kerusakan ginjal yang ditemukan adalah atrofi

glomerulus yang ditandai dengan penyusutan kapiler glomerulus dan perbesaran pada

ruang pada kapsula bowman (Hard, et al., 1999). Berdasarkan hasil pengamatan, atrofi

glomerulus lebih banyak terdapat pada preparat histopatologi ginjal yang diberikan

gelatin babi golongan pro analisis. Adanya senyawa toksik yang masuk ke glomerulus

menyebabkan berkurangnya aktivitas sel-sel tubuli yang merupakan barrier dari filter

glomerulus. Munculnya atrofi glomerulus menggambarkan reaksi antara

makromolekul yang terfiltrasi dengan dinding filter glomerulus (Jones, et al, 2006

dalam Mansuroh, 2013).

Derajat kerusakan ginjal dinilai dengan melakukan skoring pada 30 glomerulus

yang dipilih secara random untuk masing-masing preparat. Hasil analisis Kruskal-

Wallis menunjukkan tidak adanya perbedaan bermakna pada derajat kerusakan

histopatologi ginjal kelompok uji dan kelompok kontrol (p≥0,05). Hal ini menunjukkan

bahwa pemberian gelatin babi golongan farmasetik ataupun pro analisis tidak

mempengaruhi histopatologi ginjal tikus.

Penelitian tentang pengaruh pemberian gelatin babi golongan farmasetik

ataupun pro analisis terhadap kerusakan organ hati dan ginjal belum pernah dilakukan

sebelumnya. Penelitian Rachmawati, et al (2011), mengamati pengaruh pemberian

gelatin kulit ikan patin siam terhadap kerusakan organ hati dan ginjal. Pada penelitian

tersebut gelatin ikan diberikan setiap hari selama 4 minggu dengan dosis 0, 12, 24 dan

48 mg./gBB mencit. Hasil penelitian Rachmawati, et al (2011) juga menunjukkan

bahwa pemberian gelatin ikan pada hewan uji tidak menyebabkan kerusakan organ hati

dan ginjal. Penelitian terkait lainnya yang pernah dilakukan adalah penelitian Utomo

(2015) berupa pengamatan pengaruh pemberian gelatin tulang ayam terhadap

Page 60: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

45

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

histopatologi hati dan ginjal mencit. Hasil penelitian Utomo (2015) menunjukkan pada

dosis 5000 mg/kgBB, gelatin ayam dapat menyebabkan degenerasi hidropik, fibrin dan

makrofag. Kerusakan ini dapat disebabkan oleh pemberian dosis yang terlalu besar

(Utomo, 2015).

Gelatin babi golongan farmasetik dan pro analisis yang digunakan pada

penelitian ini memiliki nilai LD50 >5000 mg/kgBB. Berdasarkan klasifikasi Loomis,

senyawa dengan LD50 >5000 mg/kgBB merupakan senyawa yang bersifat praktis tidak

toksik. Pemberian gelatin babi golongan farmasetik ataupun pro analisis tidak

berpengaruh secara bermakna terhadap perubahan berat badan tikus uji (p≥0,05).

Tanda toksisitas dan perubahan aktivitas juga tidak ditemukan pada tikus yang

diberikan gelatin babi golongan farmasetik ataupun pro analisis. Hasil pengamatan

terhadap organ hati dan ginjal menunjukkan terdapat beberapa kerusakan minor

jaringan, terutama pada kelompok gelatin babi golongan pro analisis. Gelatin babi

golongan pro analisis merupakan produk yang tidak ditujukan untuk dikonsumsi,

sehingga tingkat keamanan produk mungkin kurang diperhatikan. Pada penelitian ini,

gelatin babi golongan pro analisis memiliki warna yang lebih putih jika dibandingkan

dengan gelatin babi golongan farmasetik. Perbedaan warna tersebut dapat disebabkan

adanya proses pemutihan (bleaching) pada gelatin. Proses ekstraksi gelatin babi yang

menggunakan senyawa kimia, seperti asam klorida, asam sulfat dan natrium hidroksida

dapat berisiko menimbulkan toksisitas (Rachmawati, et al.,2011). Meskipun demikian,

hasil analisis statistik menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna pada derajat

kerusakan organ hati dan ginjal kelompok kontrol, kelompok gelatin babi golongan

farmasetik dan kelompok gelatin babi golongan pro analisis (p≥0,05).

Page 61: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

46

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat diambil beberapa

kesimpulan, diantaranya:

1. Nilai LD50 gelatin babi golongan farmasetik dan pro analisis yang

didapatkan adalah >5000 mg/kgBB. Berdasarkan klasifikasi Loomis,

senyawa dengan LD50 >5000 mg/kgBB merupakan senyawa yang bersifat

tidak toksik.

2. Pemberian gelatin babi golongan farmasetik ataupun pro analisis tidak

menimbulkan tanda toksisitas pada tikus betina Sprague-Dawley

3. Derajat kerusakan histopatologi hati dan ginjal kelompok gelatin babi

golongan farmasetik ataupun pro analisis tidak berbeda secara bermakna

terhadap kelompok kontrol (p≥0,05)

Hasil uji toksisitas akut pada penelitian ini menunjukkan bahwa gelatin babi

golongan farmasetik ataupun pro analisis bersifat tidak toksik.

5.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai uji toksisitas subkronik dan

kronik gelatin babi golongan farmasetik ataupun pro analisis untuk mengetahui

pengaruhnya terhadap organ sasaran jika digunakan dalam jangka waktu yang lama.

Page 62: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR PUSTAKA

Abdalbasit Adam Mariod., Hadia Fadol Adam. 2013. Review: Gelatin, Source,

Extraction And Industrial Applications. Arab: Acta Sci. Pol., Technol.

Aliment. 12(2) 2013, 135-147

Andreas, Heryanto, Heru F. Triandto, M. In’am Ilmiawan. 2015. Gambaran Histologi

Regenerasi Hati Pasca Penghentian Pajanan Monosodium Glutamat Pada

Tikus Wistar. E-Jurnal Kedokteran Indonesia Vol.3 No.1: Universitas

Tanjungpura

Anggraini, Julia. 2014. Uji Aktivitas Hepatoprotektif dan Hepatokuratif Madu

Hutan Sumbawa Terhadap Hati Tikus Putih Jantan Galur Sprague-Dawley

Secara in vivo. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah

Anzini, Nia. 2014. Uji Toksisitas Akut Fraksi Etil Asetat Batang Dan Daun Pacar Air

(Impatiens balsamina Linn) Terhadap Tikus Putih Betina Galur Sprague

Dawley. J.Trop. Pharm. Chem. 2014. Vol 2. No. 4

Biswas, Anindita, Ganga Rao Battu. 2014. Potential Hepatoprotective and Antioxidant

Activity Of Delonix Regia Flower Extract Against Paracetamol Induced Liver

Toxicity In Rats. International Journal Of Biological and Pharmaceutical

Research: India

Blecher L. Excipients-the important components. Pharm process. 1995; 12(1): 6-7

Botham. 2003. Acute systemic toxicity—prospects for tiered testing strategies: Elsevier

diakses pada tanggal 18 November 2015

BPOM RI. 2014. Peraturan Kepala dan Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik

Indonesia Nomor 7 Tahun 2014. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan

Brandle, I., Boujnah-Khouadja, A., and Foussereau, J. 1983. Allergy to Castor Oil

Contact Dermatitis 9, 424-425

Page 63: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

48

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Chaplin, M. 2005. Gelatin. www//Isbuc.ac.uk diakses tanggal 9 Desember 2015

Chaudhari, Shilpa P., et al. 2012. Pharmaceutical Excipient: A review. International

Journal Of Advance in Pharmacy, Biology and Chemistry Vol 1 (1): India

Choe, et al., 2015. Characteristics of Pork Belly Consumption in South Korea and

Their Health Implication. Journal of Animal Science and Technology: South

Korea

Departemen Kesehatan RI.2005.Kebijakan Obat Nasional. Jakarta: Departemen

Kesehatan RI

Dhillon, Amar Paul. 2012. Normal Liver Histology. London: UCL Medical School

Diehl, Karl-Heinz, et al., 2001.A Good Practice Guide to the Administration of

Substances and Removal of Blood, Including Routes and Volumes. Journal Of

Applied Toxicology: John Wiley & Sons, Ltd

Dono, Nanung Danar. 2004. Skema Manfaat dan Penggunaan Babi. Yogyakarta:

Universitas Gajah Mada

Eroschenko, V P. 2010. Atlas Histologi di Fiore, edisi 11. EGC: Jakarta

Gimenez, B., M.C. Gomez-Guillen dan P. Montero. 2005. Storage of dried fish skins

on quality characteristics of extracted gelatin. J. Food Hydrocolloids. 19:958-

963.

Grobben, A.H.; P.J. Steele; R.A. Somerville; and D.M. Taylor. 2004. Inactivation of

The Bovine-Spongiform-Encephalopathy (BSE) Agent by The Acid and Alkali

Processes Used The Manufacture of Bone Gelatin. Biotechnology and Applied

Biochemistry, 39: 329 – 338.

Hard, G.C, et al. 1999. Non-proliferative Lesions of the Kidney and Lower Urinary

Tract in Rats. Guides for Toxicologic Pathology: New York

Page 64: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

49

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Harmita dan M. Radji. 2008. Buku Ajar Analisis Hayati Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC

Hastuti, Dewi, dkk. 2007. Pengenalan dan Proses Pembuatan Gelatin MEDIAGRO

Vol. 3 No. 1

Hau, Jann, Gerald L. Van Hoosier. 2003. Handbook Of Laboratory Animal Science

Second Edition. Washington D.C: CRC Press

Hinterwaldner R. 1997. Raw Material. In : Ward. AG; and A.Courts, Editors. The

Science and Technology of Gelatin.New York: Academic Press

Hodgson, E., Levi P.E. 2000. A Textbook of Modern Toxicology 2nd Ed. Singapore:

McGraw-Hill Higher Education

J, Irwandi, et.al. 2009 . Extraction and characterization of gelatin from different

marine fish species in Malaysia. International Food Research Journal 16: 381-

389

Jamaludin, Mohammad Aizat. 2011. Istihalah: Analysis on The Utilization of Gelatin

in Food Products. 2011 2nd International Conference on Humanities,

Historical and Social Sciences IPEDR vol.17 (2011) © (2011) IACSIT Press,

Singapore

Jones, Thomas C, Ronald DH, Norval WK. 2006. Veterinary Pathology. Edisi ke-6.

Blackwell Publishing. United State of America.

Jothy, Subramanion L, et al. 2011. Acute Oral Toxicity of Methanolic Seed Extract of

Cassia fistula in Mice. Molecules 2011, 16, 5268-5282; ISSN 1420-3049

Juliasti, Radia, et.al. 2015. Pemanfaatan Limbah Tulang Kaki Kambing sebagai

Sumber Gelatin dengan Perendaman Menggunakan Asam Klorida

.Semarang: Indonesian Food Technologists

Page 65: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

50

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Junianto, Ir. MP, et al.2006. Produksi Gelatin dari Tulang Ikan dan Pemanfaatannya

sebagai Bahan Dasar Pembuatan Cangkang Kapsul. Bandung: Universitas

Padjajaran

Kamal, Mohd Saleh Ahmad, et al. 2012. Acute Toxicity Study of Standardized

Mitragyna speciosa Korth Aqueous Extract in Sprague Dawley Rats. Journal

of Plant Studies; 10.5539/jps.v1n2p120

Kimani, D, et al., 2014. Safety of Prosopis juliflora (Sw.) DC. (Fabaceae) and Entada

leptostachya Harms (Leguminosae) Extract Mixtures Using Wistar Albino

Ratsshil. British Journal of Pharmaceutical Research:

10.49734/BJPR/2014/10993

Kolodziejska, I., E. Skierka, M. Sadowska, W. Kolodziejski and C. Niecikowska. 2008.

Effect of extracting time and temperature on yield of gelatin from different fish

offal. Food Chem. 107: 700-706.

Krinke, G.J. 2000. The Laboratory Rat. San Diego, CA: Academic Press. Hal: 150-152

Leehey, David J. 2008. Glomerular renin angiotensin system in streptozotocin diabetic

and Zucker diabetic fatty rats. Department of Medicine, Veterans Affairs

Hospital, Hines, Ill; the Loyola University Medical Center, Maywood, Ill; and

the Stroger Hospital of Cook County, Chicago, Ill

Manley, Charles. 2014. GRAS Determination for Soybean-derived Hydrogenated

Lecithin in Food. Food And Drug Administration

Mansuroh, Farichah. 2013. Uji Toksisitas Akut Ekstrak Etanol Kulit Akar Ginseng

Kuning (Rennellia elliptica Korth.) terhadap Mencit (Mus musculus). Skripsi

FKIK: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Marone, Palma Ann, et al. 2010. Safety and toxicological evaluation of undenatured

type collagen. Toxicology Mechanisms and Methods, 2010; 20 (4): 175-189

Page 66: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

51

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Nagarajan, Muralidharan. 2013. Effects of bleaching on characteristics and gelling

property of gelatin from splendid squid (Loligo formosana) skin. Food

Hydrocolloids: Elsevier

Ningrum, Sri Rahayu Widya. 2012. Validasi Uji Toksisitas Akut Metode Organization

For Economic Cooperation And Development (OECD) 425 Pada Mencit

Betina Menggunakan Tembaga (Ii) Sulfat Pentahidrat. Skripsi. FMIPA:

Universitas Indonesia

Nishath Fathima, Tirunagari Mamatha, Husna Kanwal Qureshi.2011.Drug-excipient

interaction and its importance in dosage form development. Journal of

Applied Pharmaceutical Science 01 (06); 2011: 66-71

Oliveira, Dirce R, et al. 2001. Gelatin Intake Increases The Atheroma Formation in

apoE Knock Out Mice. Elsevier

Organization for Economic Co-operation and Development (OECD). (1987). OECD

Guidelines for Testing of Chemicals. Test No. 401: Acute Oral Toxicity.

Paris: OECD, 1 -6.

Organization for Economic Co-operation and Development (OECD). (2001c) OECD

Guidelines for Testing of Chemicals. Test No. 423: Acute Oral Toxcity—

Acute Toxic Class Method. Paris: OECD, 3-6.

Organization for Economic Co-operation and Development (OECD). (2001a). OECD

Guidelines for Testing of Chemicals. Test No. 425: Acute Oral Toxicity: Up-

and-Down Procedure. (http://lysander.sourceoecd.org/). Paris: OECD, 1-26.

Organization for Economic Co-operation and Development (OECD). (2001b) OECD

Guidelines for Testing of Chemicals. Test No. 420: Acute Oral Toxicity:

Fixed Dose Procedure. Paris: OECD, 4-8.

Page 67: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

52

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Osterberg, Robert, et al. 2011. Trends in excipient safety evaluation. International

Journal of Toxicology 30(6) 600-610

Ozolua, Raymon, et al. 2005. Microbiological and toxicological studies on cellulose

generated from agricultural wastes: Universitas Benin, Nigeria diakses pada

tanggal 24 November 2015

Pifferi, giorgio, et al. 2002. The safety of pharmaceutical excipients. Italy: Elsevier

Pokharkar, Varsha, et al. 2009. Acute and Subacute Toxicity Studies of Chitosan

Reduced Gold Nanoparticles: A Novel Carrier for Therapeutic Agents. Journal

of Biomedical Nanotechnology Vol. 5, 1-7

Poppe J. 1992. Gelatin. Di dalam: Imeson A, editor, Thikening and Gelling Agents for

Food. Blackie Academy and Profesional, London.

Pranoto, et al., 2011. Characteristics of gelatins extracted from fresh and sun dried

seawater fih skins in Indonesia. International Food Research Journal 18(4):

1335-1341

Public Health England. 2015. Vaccines and porcine gelatin. NHS

Rachmawati, Novalia, et al., 2011. Toksisitas Subkronik Gelatin Kulit Ikan Patin Siam

(Pangasius Hypophthalmus) Terhadap Mencit (Mus Musculus). Jurnal

Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Vol. 6 No. 1, Juni 2011

Raza, M.; Al-Shabanah, O.A.; El-Hadiyah, T.M.; Al-Majed, A.A. 2002. Effect of

prolonged vigabatrin treatment on haematological and biochemical

parameters in plasma, liver and kidney of Swiss albino mice. Sci. Pharm.

2002, 70, 135-145.

Roberto S. G. da Silva1 , Sidney F. Bandeira1 , Fabiane C. Petry1 , Luiz A. A. Pinto1

. 2011. Effect Of Bone Particle Size Of Carp (Cyprinus Carpio) Heads In

Page 68: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

53

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gelatin Extraction. Unit Operations Laboratory, School of Chemistry and

Food, Federal University of Rio Grande (FURG)

Roopashree, T.S.; Raman, D.; Rani, R.H.S.; Narendra, C. Acute oral toxicity studies of

antipsoriatic herbal mixture comprising of aqueous extracts of Calendula

officinalis, Momordica charantia, Cassia tora and Azadirachta indica seed

oil. Thai J. Pharm. Sci. 2009, 33, 74-83

Rowe, R. C, Sheskey dan Quinn. 2006, Handbook of Pharmaceutical Excipients, 5th

ed. London: Pharmaceutical Press, London, 295-298

Rowe, R. C, Sheskey dan Quinn. 2009, Handbook of Pharmaceutical Excipients, 6th

ed. London: Pharmaceutical Press, London, 295-298

Sabbani, Vidya., et al. 2015. Acute Oral Toxicity Studies of Ethanol Leaf Extracts of

Derris Scandes & Pulicaria Wightiana in Albino Rats. International Journal

Of Pharmacological Research: India

Sai, S.1983. Lipstick dermatitis caused by castor oil. Contact Dermatitis 9, 75.

Sandra Hermanto, La Ode Sumarlin, Widya Fatimah.2013.Differentiation of Bovine

and Porcine Gelatin Based on Spectroscopic and Electrophoretic Analysis.

J.Food Pharm.Sci. 1 (2013) 68-73

Schelde E, Elke, horst, Gisela, & Detlev. (2005). Oral acute toxic class method: a

successful alternative to the oral LD50 test. Jour. Reg. Toxic. and Pharm 42,

15-23.

Sheikhi, Mohammad Ali dan Mehdi Dehghani Firoozabadi. 2015. Pork Meat From

The Viewpoints Of Quran and Medical Research. World Journal Of

Pharmaceutical Research Vol. 4, Issue 8.

Sibulesky, L. (2013), Normal liver anatomy. Clinical Liver Disease, 2: S1–S3.

doi:10.1002/cld.124

Page 69: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

54

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Sitzel, K & G. Carr. (1999). Statistical basis for estimating acute oral toxicity

comparison of OECD guidelines 401, 420, 423, and 425. Up-andDown

Procedure Peer Panel Report, O3-O10.

Stella V.J. and He, Q. (2008). Cyclodextrins. Toxicol Pathol 36, 30-42

Sunggoni, Benny Wijaya, Indri Kusharyanti, Siti Nani Nurbaeti. 2014. Acute Toxicity

Evaluation Of Impatiens balsamina Linn. Stem and Leaf N-Hexane Fraction

Using OECD 425 Guideline. Traditional Medicine Journal, 19 (3), 2014.

Supriadi, Agus, et al. 2013. Pengaruh Defatting dan Suhu Ektraksi Terhadap

Karakteristik Fisik Gelatin Tulang Ikan Gabus (Channa striata):Universitas

Sriwijaya

Tatukude, Loho dan Lintong. 2014. Gambaran Histopatologi Hati Tikus Wistar Yang

Diberikan Boraks. Jurnal e-Biomedik (eBM), Volume 2, Nomor 3, November

2014

Tortora GJ. 2005. Principles of Human Anatomy. Ed ke-10. USA: John wiley & sons,

Inc

Utama, H. 1997. Gelatin yang Bikin Heboh. Jurnal Halal LPPOM-MUI No.18: 10- 12.

Utomo, Budi. 2015. Pengaruh Pemberian Gelatin Tulang Ayam Terhadap Gambaran

Makroskopik dan Mikroskopis Hati dan Ginjal Mencit. Skripsi: Universitas

Hasanuddin Makassar

Wahyono., Wahyuono, Subagus. 2006. Uji Toksisitas Akut Ekstrak Etanolik

Terstandard Buah Kemukus (Piper cubeba Lf). Yogyakarta: Universitas

Gajah Mada

Westat. (2001). Acute oral toxicity software program; AOT425StatPgm;

AOT425StatPgm Program User’s Manual; and Simulation Results for the

AOT425StatPgm Program. 12 Februari 2012.

Page 70: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

55

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Whishaw IQ, Kolb B, Sutherland RJ (1999) Modern techniques in neuroscience

research. Oxford University Press, Oxford, p 237–264

Wirasuta, I Made Agus Gelgel., Rasmaya Niruri. 2007. Toksikologi Umum. Denpasar:

Udayana

Zar T, et al. 2007. Recognition, treatment, and prevention of propylene glycol toxicity.

Pubmed

Zmarowski, Amy, et al., 2013. Differential Performance of Wistar Han and Sprague

Dawley Rats in Behavioral Tests: Differences in Baseline Behavior and

Reactivity to Positive Control Agents. WIL Research Europe, B.V., ’s-

Hertogenbosch, The Netherlands

Page 71: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

56

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 1. Surat Keterangan Kesehatan Hewan

Page 72: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

57

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 2. Surat Keterangan Lolos Kaji Etik

Page 73: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

58

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 3. Alur Penelitian

Alur Kerja Penyiapan Larutan Gelatin Babi Golongan Farmasetik dan Pro

analisis

Masing-masing gelatin babi golongan farmasetik dan pro analisis ditimbang 800 mg

Masing-masing gelatin babi dilarutkan dalam 4 ml

Akuades pada suhu diatas60OC

Larutan gelatin babi didinginkan pada suhu 250C

hingga suhu 30O C dandiberikan kepada hewan uji

Page 74: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

59

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Alur Kerja Uji Toksisitas

Akut Metode Up and Down

Limit Test

2 ekor tikus bertahan hidup,

maka LD50> 5000 mg/kg BB

Tikus uji mati Tikus uji bertahan

hidup

6 ekor tikus betina galur Sprague

Dawley diaklimatisasi selama 10

hari

Dipuasakan ( tetap diberi minum)

selama 12 jam

Masing-masing tikus ditimbang

bobotnya

Tikus dibagi menjadi 2 kelompok

1 ekor tikus sebagai kontrol

(akuades 4 ml)

1 ekor tikus sebagai uji (larutan

gelatin dosis 5000 mg/kgbb)

Diberikan pada tikus secara oral menggunakan

sonde lambung dengan dua kali pemberian

Tanda toksisitas diamati setiap 30 menit

selama 4 jam dan dilanjutkan setiap

hari hingga 14 hari

Setelah 48 jam

Lakukan main test

Setelah perlakuan, tikus

dipuasakan selama 4 jam

Pengamatan tanda toksisitas

2 tikus lainnya diberi larutan gelatin

babi dengan dosis 5000 mg/kg BB

Setelah 48 jam 2 ekor tikus uji mati 1 ekor tikus uji mati

2 tikus lainnya diberi

larutan gelatin babi dengan

dosis 5000 mg/kg BB

1 ekor tikus uji mati, maka nilai

LD50 >5000 mg/kg BB

Page 75: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

60

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 4. Rancangan Uji Toksisitas Akut Gelatin Babi dengan Metode Up and Down Procedure (OECD, 2008)

Kelompok Jumlah

Tikus

Perlakuan Parameter Pengamatan

Sebelum Uji Uji Setelah Uji

Limit Test

I (Kontrol) 2 Dipuasakan selama

12 jam (tidak diberi

makan, namun tetap

diberi minum)

Tikus diberikan aquades

sebanyak ±4ml Dipuasakan selama 4 jam

setelah pemberian (tetap

diberikan minum)

i. Tanda dan gejala toksisitas (kulit dan

bulu, mata, konvulsi, tremor, dan mati)

ii. Pengamatan mikroskopik organ hati

dan ginjal II (Dosis 5000

mg/kgBB) 1

Tikus diberikan larutan

gelatin babi dengan dosis

5000mg/kgBB

Jika tikus uji tetap hidup setelah 48 jam pemberian larutan gelatin babi, maka limit test dilanjutkan ke termin kedua dengan memberikan larutan gelatin babi

pada 2 ekor tikus uji lainnya (perlakuan sebelum dan sesudah uji sama dengan tikus uji pertama). Sedangkan, jika tikus uji mati pada termin pertama limit

test, maka harus dilakukan main test.

Jika hasil uji termin kedua menunjukkan tidak ada tikus uji yang mati, maka nilai LD50 >5000 mg/kg BB. Sedangkan, jika hasil uji termin kedua

menunjukkan adanya kematian pada salah satu tikus uji, maka diperlukan limit test termin ketiga.

Apabila hasil dari ketiga termin limit test menunjukkan adanya kematian hanya pada 2 ekor tikus, maka limit test dapat dihentikan dan disimpulkan bahwa

nilai LD50 gelatin babi adalah >5000 mg/kgbb. Sedangkan jika terdapat lebih dari 2 tikus yang mati, maka pengujian harus dilanjutkan ke main test (OECD,

2008).

Main Test

Dosis yang diberikan pada uji utama adalah 55, 175, 550, 1750 dan 5000 mg/kgBB. Pemberian dosis dilakukan secara bertahap dan menggunakan tikus yang

berbeda untuk masing-masing dosis

I (Kontrol) 2 Dipuasakan selama

12 jam (tidak diberi

makan, namun tetap

diberi minum)

Tikus diberikan aquades

sebanyak ±4ml Dipuasakan selama 4 jam

setelah pemberian (tetap

diberikan minum)

i. Tanda dan gejala toksisitas (kulit

dan bulu, mata, letargi, konvulsi,

tremor, diare dan mati)

ii. Pengamatan mikroskopik organ

hati dan ginjal

II (Dosis awal

175 mg/kgBB) 1

Tikus diberikan larutan

gelatin babi sebanyak

175mg/kgBB

Jika setelah 48 jam tikus uji bertahan hidup, maka pemberian dosis berikutnya ditingkatkan (550 mg/kgBB)

Jika setelah 48 jam tikus uji mati, maka pemberian dosis berikutnya diturunkan (55 mg/kgBB)

Uji utama dihentikan hingga uji memenuhi salah satu kriteria:

a. 3 hewan berturut-turut bertahan di atas batas dosis;

b. 5 pembalikan (reverse) terjadi pada setiap 6 hewan yang diuji berturut-turut;

c. Sedikitnya terdapat 4 hewan telah mengalami pembalikan pertama.

Page 76: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

61

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 5. Perhitungan dosis gelatin babi

Perhitungan Volume Administrasi Oral (VAO)

Volume maksimal yang diberikan pada tikus adalah 6ml/150 gBB (Diehl, et al., 2001)

Maka:

Limit Test (5000 mg/kg bb)

𝑉𝐴𝑂 (𝑚𝑙) =𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 (

𝑚𝑔𝑘𝑔𝐵𝐵

) 𝑥𝐵𝐵 (𝑘𝑔)

𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 (𝑚𝑔𝑚𝑙

)

4𝑚𝑙 =5000 (

𝑚𝑔𝑘𝑔𝐵𝐵

) 𝑥0,16 (𝑘𝑔)

𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 (𝑚𝑔𝑚𝑙

)

𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 = 800 𝑚𝑔/4𝑚𝑙

Larutan gelatin babi dibuat setiap sebelum perlakuan. Volume administrasi oral yang

diberikan adalah 4 ml karena perbandingan kelarutan gelatin babi dalam akuades

adalah 1:5 dan dosis uji yang digunakan sangat besar.

Page 77: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

62

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 6. Penentuan Nilai LD50 pada Limit Test (OECD, 2008)

Nilai LD50 <5000 mg/kgBB (jika ditemukan 3 tikus uji yang mati, maka harus

dilakukan main test)

Limit Test I (1 tikus uji) Limit Test II (2 tikus

uji)

Limit Test III (2 tikus uji)

O XO XX

O OX XX

O XX OX

O XX X

Nilai LD50 >5000 mg/kgBB (jika ditemukan 3 tikus uji yang bertahan hidup)

Limit Test I (1 tikus uji) Limit Test II (2 tikus

uji)

Limit Test III (2 tikus uji)

O OO -

O XO XO

O XO O

O OX O

Respon hewan uji dilambangkan:

O = hidup

X = mati

Page 78: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

63

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 7. Gambar Kegiatan Penelitian

Gambar 5.1

Serbuk gelatin babi

golongan farmasetik

Gambar 5.2

Serbuk gelatin babi

golongan pro

analisis

Gambar 5.3

Proses

penimbangan

serbuk gelatin babi

Gambar 5.4

Proses pelarutan

gelatin dengan

akuades pada

suhu 60OC

Gambar 5.5

Larutan gelatin babi

golongan farmasetik

Gambar 5.6

Larutan gelatin babi

golongan pro

analisis

Gambar 5.7

Hewan uji

Gambar 5.8

Penimbangan

hewan uji

Page 79: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

64

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 5.9

Penyondean larutan

gelatin babi

Gambar 5.10

Hewan uji dibius

dengan eter

Gambar 5.11

Pembedahan hewan

uji

Gambar 5.12

Preparat

histopatologi hati

dan ginjal tikus

Page 80: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

65

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 8. Nilai LD50 Bahan Uji

Bahan Uji: Gelatin Babi Golongan Farmasetik

Page 81: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

66

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Bahan Uji: Gelatin Babi Golongan Pro Analisis

Page 82: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

67

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 9. Data Berat Badan Tikus

Tikus

Kontrol Bobot tikus (gram) pada hari ke-

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

1 150 158 159 164 164 166 168 170 173 171 175 178 175 175 181

2 183 202 196 201 206 200 205 210 210 211 208 216 216 220 220

Rerata±SD 166.5±

23,33

180±3

1,11

177.5±

26,16

182.5±

26,16

185±

29,70

183±

24,04

186.5±

26,16

190±

28,28

191.5±

26,16

191±

28,28

191.5±

23,33

197±

26,87

195.5±

28,99

197.5±

31,81

200.5±

27,57

Tikus

Gelatin Babi

PG

1 167 173 172 175 178 182 180 179 181 180 178 186 186 182 180

2 151 164 144 144 161 165 163 155 151 152 161 153 152 149 151

3 148 154 152 138 138 155 156 157 158 154 164 160 164 163 167

Rerata±SD 155.3±

10,21

163.6±

9,50

156±1

4,42

152.3±

19,85

159±

20,07

167.3

±13,6

5

166.3±

12,34

163.6

6±13,

31

163.3±

15,69

162±

15,62

167.6±

9,07

166.3

3±17,

38

167.31

7,24

164.66

±16,56

166±14

,52

Tikus

Gelatin Babi

PA

1 166 159 162 152 158 152 155 161 160 155 170 161 173 177 176

2 153 158 160 156 157 162 161 159 164 167 171 167 170 170 170

3 159 159 157 156 154 158 157 157 158 159 160 160 160 160 164

Rerata±SD 159.3±

6,51 158.6±

0,58 159.6±

2,52 154.6±

2,31 156.3±2,08

157.3±5,03

157.6±

3,05 159±

2 160.6±

3,05 160.3±6,11

167±6,

08 162.6±3,78

167.6±

6,8 169±8,

54 170±6

Page 83: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

68

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 10. Analisis Data Berat Badan Tikus

1. Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov

Tujuan : Untuk melihat distribusi data berat tikus

Hipotesis : Ho : Data berat tikus terdistribusi normal

Ha : Data berat tikus tidak terdistribusi normal

Pengambilan keputusan : Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima

Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

perlakuan Hari0 Hari1 Hari2 Hari3 Hari4 Hari5 Hari6 Hari7 Hari8 Hari9 Hari10 Hari11 Hari12 Hari13 Hari14

N 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8

Normal

Parametersa,b

Mean 1.8750 159.6250 165.8750 162.7500 160.7500 164.5000 167.5000 168.1250 168.5000 169.3750 168.6250 173.3750 172.6250 174.5000 174.5000 176.1250

Std.

Deviation

.83452 11.87960 15.67015 15.64563 19.83323 20.09975 16.00000 16.99107 18.62410 18.94305 19.64643 15.39886 20.56306 19.65415 21.19973 20.22331

Most

Extreme

Differences

Absolute .228 .211 .298 .269 .220 .260 .287 .253 .281 .237 .202 .257 .233 .240 .237 .280

Positive .228 .211 .298 .269 .220 .260 .287 .253 .281 .237 .202 .257 .233 .240 .237 .280

Negative -.185 -.164 -.224 -.121 -.126 -.176 -.166 -.220 -.234 -.166 -.199 -.193 -.170 -.126 -.122 -.149

Kolmogorov-Smirnov Z .644 .598 .842 .761 .621 .735 .813 .715 .796 .669 .571 .727 .658 .678 .670 .791

Asymp. Sig. (2-tailed) .801 .867 .478 .608 .835 .652 .524 .685 .551 .761 .900 .666 .779 .747 .761 .558

a. Test distribution is Normal.

b. Calculated from data.

Keputusan: Data berat tikus terdistribusi normal (p ≥ 0,05)

Page 84: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

69

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Uji Homogenitas Levene

Tujuan : Untuk melihat data berat tikus homogen atau tidak

Hipotesis Ho: Data berat tikus homogen

Ha: Data berat tikus tidak homogen

Pengambilan keputusan : Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho

diterima

Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak

Test of Homogeneity of Variances

Levene

Statistic

df1 df2 Sig.

Hari0 8.488 2 5 .025

Hari1 25.400 2 5 .002

Hari2 11.067 2 5 .015

Hari3 9.978 2 5 .018

Hari4 5.635 2 5 .052

Hari5 5.534 2 5 .054

Hari6 13.375 2 5 .010

Hari7 24.054 2 5 .003

Hari8 10.431 2 5 .016

Hari9 10.283 2 5 .017

Hari10 14.522 2 5 .008

Hari11 9.133 2 5 .021

Hari12 4.966 2 5 .065

Hari13 4.417 2 5 .079

Hari14 4.938 2 5 .065

Keputusan: Data berat tikus tidak homogen (p≤0,05), sehingga dilanjutkan dengan uji

Kruskal Wallis.

Page 85: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

70

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Uji Kruskal Wallis terhadap berat tikus

Tujuan : Mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data berat badan tikus

Hipotesis Ho : Data berat badan tikus tidak berbeda secara bermakna

Ha : Data berat badan tikus berbeda secara bermakna

Pengambilan keputusan : Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima

Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak

Test Statisticsa,b

Hari0 Hari1 Hari2 Hari3 Hari4 Hari5 Hari6 Hari7 Hari8 Hari9 Hari10 Hari11 Hari12 Hari13 Hari14

Chi-Square .556 .434 1.444 2.924 3.222 3.778 3.778 2.839 2.839 2.889 2.889 2.839 2.778 1.806 4.028

Df 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

Asymp. Sig. .757 .805 .486 .232 .200 .151 .151 .242 .242 .236 .236 .242 .249 .405 .133

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: perlakuan

Keputusan: Data berat badan kelompok uji dan kelompok kontrol tidak berbeda bermakna (p≥0,05)

Page 86: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

71

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 11. Hasil Pengamatan Tanda-tanda Toksisitas

Keterangan:

K1;K2 : Kontrol 1,2 T4,5,6: Tikus Uji Sampel Gelatin Babi Golongan Pro Analisis

T1,2,3: Tikus Uji Sampel Gelatin Babi Golongan Farmasetik N: Normal, (-): Tidak terjadi

Pengamatan 30 menit 4 jam 24 jam

K1 K2 T1 T2 T3 T4 T5 T6 K1 K2 T1 T2 T3 T4 T5 T6 K1 K2 T1 T2 T3 T4 T5 T6

Piloereksi - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Konvulsi - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Tremor - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Nyeri - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Mata

(grooming) N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N

Refleks Daun

Telinga N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N

Salivasi - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Lakrimasi - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Hiperaktivitas - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Mortalitas - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Pengamatan 48 jam 1 Minggu 2 Minggu

K1 K2 T1 T2 T3 T4 T5 T6 K1 K2 T1 T2 T3 T4 T5 T6 K1 K2 T1 T2 T3 T4 T5 T6

Piloereksi - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Konvulsi - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Tremor - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Nyeri - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Mata

(grooming) N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N

Refleks Daun

Telinga N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N

Salivasi - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Lakrimasi - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Hiperaktivitas - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Mortalitas - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Page 87: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

72

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 12. Pengamatan Tanda Toksisitas

Piloereksi Piloereksi merupakan perubahan pada bulu tikus, yakni bulu tikus terlihat

keras atau tegak sebagian (OECD, 2000).

Konvulsi

(kejang)

Konvulsi atau kejang mengindikasikan adanya gangguan pada sistem syaraf

pusat tikus dan dapat berlangsung selama beberapa detik atau mungkin lebih

lama. Jika konvulsi berlangsung selama lebih dari satu menit dan diulangi

selama 5 kali sehari, maka tikus harus dibunuh (Hau et al., 2003)

Tremor

(bergetar)

Tremor merupakan gerakan berkedut otot atau gerakan kulit yang cepat dan

mengindikasikan adanya gangguan pada sistem syaraf pusat (Hau et al.,

2003).

Nyeri Tikus yang merasakan nyeri akan menyipitkan bagian orbital, melipat daun

telinga ke bagian dalam dan menjauhkan kumisnya dari wajah (OECD, 2000)

Mata

(grooming)

Akumulasi cairan kemerahan pada daerah sekitar mata mengindikasikan tikus

mengalami stress. Pada tikus normal, cairan kemerahan pada sekitar mata

akan digunakan untuk menggosok bagian tubuh sehingga dapat menjaga suhu

tubuhnya (Whishaw, et al., 1999).

Refleks daun

telinga

Ketika daun telinga tikus dicubit biasanya tikus akan mengguncang kepalanya.

Jika tidak ada reflex maka adanya ketidaknormalan

Hiipersalivasi Hipersalivasi merupakan tanda toksisitas berupa produksi air liur berlebihan

(OECD, 2000).

Lakrimasi Lakrimasi merupakan adanya produksi air mata pada tikus. Adanya cairan air

mata berwarna merah mengindikasikan tikus mengalami stress (OECD,

2000).

Hiperaktivitas Reaksi berlebihan ketika tikus uji disentuh karena adanya ketakutan atau

perubahan pada sistem syaraf (OECD, 2000).

Mortalitas Tahapan kematian pada tikus memiliki beberapa ciri bisa dilihat saat

pengamatan berlangsung yaitu kondisi ketika tikus tidak mampu mencapai air

minum dan makanan, muncul tanda-tanda berupa kejang-kejang, penyerahan

diri, dan tremor.

Page 88: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

73

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 13. Gambar Histopatologi Hati Tikus

Tikus Kontrol 1

Vena Sentralis

Hepatosit

Sinusoid

Tikus Kontrol 2:

Vena Sentralis

Hepatosit

Sinusoid

Pelebaran asinus

Tikus uji 1: gelatin babi

golongan farmasetik

Vena Sentralis

Hepatosit

Sinusoid

Tikus uji 2: gelatin babi golongan

farmasetik

Vena Sentralis

Hepatosit

. Sinusoid

Tikus uji 3: gelatin babi golongan

farmasetik

Vena Sentralis

Hepatosit

Sinusoid

Degenerasi perlemakan

Tikus uji 4: gelatin babi

golongan pro analisis

Vena Sentralis

Hepatosit

Sinusoid

Pelebaran asinus

Page 89: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

74

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tikus uji 5: gelatin babi

golongan pro analisis

Vena Sentralis

Hepatosit

Sinusoid

Tikus uji 6: gelatin babi golongan

pro analisis

Vena Sentralis

Hepatosit

Sinusoid

Page 90: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

75

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 14. Skoring Derajat Kerusakan Histopatologi Hati Tikus

Sampel LP1 LP2 LP3 LP4 LP5 LP6 LP7 LP8 LP9 LP10 Rerata Skor

KONTROL

Tikus 1 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0,3

Tikus 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Rerata skor kelompok kontrol±SD 0,15±0,212

GELATIN BABI GOLONGAN FARMASETIK

Tikus 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Tikus 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Tikus 3 0 0 1 0 2 0 0 2 0 0 0,5

Rerata skor kelompok gelatin babi golongan farmasetik±SD 0,167±0,289

GELATIN BABI GOLONGAN PRO ANALISIS

Tikus 1 2 1 2 2 1 2 3 1 0 2 1,6

Tikus 2 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0,2

Tikus 3 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0,2

Rerata skor kelompok gelatin babi golongan pro analisis±SD 0,667±0,808

Keterangan:

LP= Lapang Pandang

0 = Sel tampak normal

1 = Terdapat degenerasi atau nekrosis terfokus di satu tempat

2 = Terdapat degenerasi atau nekrosis terfokus di beberapa tempat

3 = Terdapat degenerasi atau nekrosis terfokus di seluruh tempat (Andreas, et al., 2015)

Page 91: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

76

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 15. Analisis Skoring Derajat Kerusakan Histopatologi Hati Tikus

1. Uji normalitas terhadap skoring derajat kerusakan histopatologi hati tikus

Tujuan: Untuk melihat data skoring derajat kerusakan histopatologi hati tikus

terdistribusi normal atau tidak

Hipotesis :

a. Ho : Data skoring derajat kerusakan histopatologi hati tikus terdistribusi

normal

b. Ha : Data skoring derajat kerusakan histopatologi hati tikus tidak

terdistribusi normal

Pengambilan keputusan :

a. Jika nilai signifikansi ≥0,05, maka Ho diterima

b. Jika nilai signifikansi ≤0,05, maka Ho ditolak

Keputusan : Data skoring derajat kerusakan histopatologi hati tikus terdistribusi

normal (nilai p≥0,05)

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Skoring

N 8

Normal Parametersa,b Mean 3.7500

Std. Deviation 5.47070

Most Extreme Differences

Absolute .305

Positive .305

Negative -.247

Kolmogorov-Smirnov Z .861

Asymp. Sig. (2-tailed) .448

a. Test distribution is Normal.

b. Calculated from data.

Page 92: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

77

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Uji homogenitas (Uji Levene) terhadap skoring derajat kerusakan hati

histopatologi hati tikus

Tujuan : untuk melihat data skoring derajat kerusakan histopatologi hati tikus

bervariasi homogen atau tidak

Hipotesis :

a. Ho : Data skoring derajat kerusakan histopatologi hati tikus bervariasi

homogen

b. Ha : Data skoring derajat kerusakan histopatologi hati tikus tidak bervariasi

homogen

Pengambilan keputusan :

a. Jika nilai signifikansi ≥0,05, maka Ho diterima

b. Jika nilai signifikansi ≤0,05, maka Ho ditolak

Test of Homogeneity of Variances

skoring

Levene Statistic df1 df2 Sig.

4.072 2 5 .089

Keputusan: Data skoring derajat kerusakan histopatologi hati tikus bervariasi

homogen (nilai p≥0,05)

3. Uji ANOVA

Tujuan : untuk menentukan ada tidaknya perbedaan derajat kerusakan

histopatologi hati tikus pada seluruh kelompok hewan uji

Hipotesis :

a. Ho : Derajat kerusakan histopatologi hati tikus tidak berbeda secara

bermakna

b. Ha : Derajat kerusakan histopatologi hati tikus berbeda secara bermakna

Page 93: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

78

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Pengambilan keputusan :

a. Jika nilai signifikansi ≥0,05, maka Ho diterima

b. Jika nilai signifikansi ≤0,05, maka Ho ditolak

ANOVA

skoring

Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

Between Groups 41.667 2 20.833 .621 .574

Within Groups 167.833 5 33.567

Total 209.500 7

Keputusan: Derajat kerusakan histopatologi hati tikus kelompok gelatin babi golongan

farmasetik dan golongan pro analisis tidak berbeda secara bermakna

dibandingkan terhadap kelompok kontrol (p≥0,05)

Page 94: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

79

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 16. Gambar Histopatologi Ginjal Tikus

Tikus kontrol 1

Keterangan:

Glomerolus

Tubulus Proksimal

Tubulus Distal

Tikus kontrol 2

Keterangan:

Glomerulus

Tubulus Proksimal

Tubulus Distal

Tikus uji 1: gelatin babi golongan

farmasetik

Keterangan:

Glomerolus

Tubulus Proksimal

Tubulus Distal

Atrofi glomerulus

Tikus uji 2: gelatin babi golongan

farmasetik

Keterangan:

Glomerulus

Tubulus Proksimal

Tubulus Distal

Tikus uji 3: gelatin babi babi

golongan farmasetik

Keterangan:

Glomerulus

Tubulus Proksimal

Tubulus Distal

Tikus uji 4: gelatin babi golongan

pro analisis

Keterangan:

Glomerulus

Tubulus Proksimal

Tubulus Distal

Page 95: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

80

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tikus uji 5: gelatin babi golongan

pro analisis

Keterangan:

Glomerolus

Tubulus Proksimal

Tubulus Distal

Atrofi Glomerulus

Tikus uji 6: : gelatin babi golongan

pro analisis

Keterangan:

Glomerolus

Tubulus Proksimal

Tubulus Distal

Page 96: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

81

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 17. Skoring Derajat Kerusakan Histopatologi Ginjal Tikus

Glomerulus

ke-

Kontrol Gelatin babi golongan farmasetik Gelatin babi golongan pro analisis

Tikus1 Tikus2 Tikus1 Tikus2 Tikus3 Tikus1 Tikus2 Tikus3

1 0 0 0 0 0 0 0 0

2 0 0 0 0 0 0 0 0

3 0 0 0 0 0 0 0 0

4 0 0 0 0 0 0 0 0

5 0 0 0 0 0 0 0 2

6 0 0 0 0 0 0 0 0

7 0 0 0 0 0 0 0 0

8 0 0 0 0 0 0 0 0

9 0 0 0 0 0 0 0 0

10 0 0 0 0 0 0 0 2

11 0 0 2 0 0 0 0 0

12 0 0 0 0 0 0 0 0

13 0 0 0 0 0 0 0 0

14 0 0 0 0 0 0 0 0

15 0 0 0 0 0 0 0 0

16 0 0 0 0 0 0 0 0

17 0 0 0 0 0 0 0 0

18 0 0 0 0 0 0 0 0

19 0 0 0 0 0 0 0 0

20 0 0 0 0 0 0 0 0

21 0 0 0 0 0 0 0 0

22 0 0 0 0 0 0 0 0

23 0 0 0 0 0 0 0 0

24 0 0 0 0 0 0 0 0

25 0 0 0 0 0 0 0 0

26 0 0 0 0 0 0 0 0

27 0 0 0 0 0 0 0 0

28 0 0 0 0 0 0 0 0

29 0 0 0 0 0 0 0 0

30 0 0 0 0 0 0 0 2

Total 0 0 2 0 0 0 0 6

Rerata±SD 0±0 0,67±1,15 2±3,46

Keterangan:

0 = Struktur glomerulus normal

1 = Terdapat dilatasi kapiler atau ekspansi matriks ekstraseluler

2 = Terdapat atrofi (pengerutan) pada glomerulus

Page 97: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

82

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 18. Analisis Skoring Derajat Kerusakan Histopatologi Ginjal Tikus

1. Uji normalitas terhadap skoring derajat kerusakan histopatologi ginjal tikus

Tujuan: Untuk melihat data skoring derajat kerusakan histopatologi ginjal tikus

terdistribusi normal atau tidak

Hipotesis :

c. Ho : Data skoring derajat kerusakan histopatologi ginjal tikus terdistribusi

normal

d. Ha : Data skoring derajat kerusakan histopatologi ginjal tikus tidak

terdistribusi normal

Pengambilan keputusan :

a. Jika nilai signifikansi ≥0,05, maka Ho diterima

b. Jika nilai signifikansi ≤0,05, maka Ho ditolak

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

skoring

N 8

Normal Parametersa,b Mean 1.0000

Std. Deviation 2.13809

Most Extreme Differences

Absolute .430

Positive .430

Negative -.320

Kolmogorov-Smirnov Z 1.216

Asymp. Sig. (2-tailed) .104

a. Test distribution is Normal.

b. Calculated from data.

Keputusan: Data skoring derajat kerusakan ginjal terdistribusi normal (nilai

p≥0,05)

Page 98: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

83

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Uji homogenitas (Uji Levene) terhadap skoring derajat kerusakan histopatologi

ginjal tikus

Tujuan : untuk melihat data skoring derajat kerusakan histopatologi ginjal tikus

bervariasi homogen atau tidak

Hipotesis :

a. Ho : Data skoring derajat kerusakan histopatologi ginjal tikus bervariasi

homogen

b. Ha : Data skoring derajat kerusakan histopatologi ginjal tikus tidak

bervariasi homogen

Pengambilan keputusan :

a. Jika nilai signifikansi ≥0,05, maka Ho diterima

b. Jika nilai signifikansi ≤0,05, maka Ho ditolak

Test of Homogeneity of Variances

skoring

Levene Statistic df1 df2 Sig.

8.000 2 5 .028

Keputusan: Data skoring derajat kerusakan histopatologi ginjal tikus tidak

bervariasi homogen (nilai p≤0,05)

3. Uji analisis kruskall-wallis terhadat data skoring derajat kerusakan

histopatologi ginjal tikus seluruh kelompok hewa uji

Tujuan : untuk menentukan ada tidaknya perbedaan derajat kerusakan

histopatologi ginjal tikus pada seluruh kelompok hewan uji

Hipotesis :

a. Ho : Derajat kerusakan histopatologi ginjal tikus tidak berbeda secara

bermakna

Page 99: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32969/1/Ade Rachma... · ii uin syarif hidayatullah jakarta. uin syarif

84

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

b. Ha : Derajat kerusakan histopatologi ginjal tikus berbeda secara bermakna

Pengambilan keputusan :

a. Jika nilai signifikansi ≥0,05, maka Ho diterima

b. Jika nilai signifikansi ≤0,05, maka Ho ditolak

Test Statisticsa,b

skoring

Chi-Square .810

Df 2

Asymp. Sig. .667

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable:

kelompok

Keputusan: Derajat kerusakan histopatologi ginjal tikus kelompok gelatin babi

golongan farmasetik dan golongan pro analisis tidak berbeda secara

bermakna dibandingkan terhadap kelompok kontrol (p≥0,05)