UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA -...

124
i UIN Syarif Hidayatullah Jakarta UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI PENGARUH EKSTRAK ETANOL 90% DAUN KELOR (Moringa oleifera Lam.) TERHADAP KADAR SERUM TESTOSTERON, BOBOT TESTIS, MORFOLOGI SPERMATOZOA SERTA MOUNTING FREQUENCY DAN MOUNTING LATENCY TIKUS JANTAN GALUR SPRAGUE-DAWLEY SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi VISHILPY DIMALIA NIM 1113102000040 FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA AGUSTUS 2017

Transcript of UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA -...

Page 1: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

i UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

UJI PENGARUH EKSTRAK ETANOL 90% DAUN

KELOR (Moringa oleifera Lam.) TERHADAP KADAR

SERUM TESTOSTERON, BOBOT TESTIS,

MORFOLOGI SPERMATOZOA SERTA MOUNTING

FREQUENCY DAN MOUNTING LATENCY TIKUS

JANTAN GALUR SPRAGUE-DAWLEY

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi

VISHILPY DIMALIA

NIM 1113102000040

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

AGUSTUS 2017

Page 2: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

ii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 3: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

iii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 4: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

iv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 5: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

v UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ABSTRAK

Nama : Vishilpy Dimalia

Program Studi : Farmasi

Judul : Uji Pengaruh Ekstrak Etanol 90% Daun Kelor (Moringa

oleifera) Terhadap Kadar Serum Testosteron, Bobot Testis,

Morfologi Spermatozoa Serta Mounting Frequency dan

Mounting Latency Tikus Jantan Galur Sprague-Dawley

Kelor (Moringa oleifera Lam.) merupakan tanaman dari keluarga

moringaceae yang dikenal memiliki banyak manfaat, tidak hanya sebagai bahan

makanan dan penambah nutrisi, tetapi juga digunakan sebagai obat untuk beragam

penyakit. Penelitian sebelumnya menunjukkan adanya hasil yang kontradiktif pada

kelor dalam mempengaruhi reproduksi pria. Penelitian ini dilakukan untuk menguji

kembali pengaruh pemberian ekstrak daun kelor terhadap parameter kadar hormon

testosteron, bobot testis, morfologi spermatozoa serta mounting frequency dan

mounting latency. Sebanyak 20 ekor tikus jantan galur Sprague-Dawley dibagi

menjadi empat kelompok, kelompok 1 (kontrol) diberikan Na-CMC 0,25%

sebanyak 1 ml sedangkan kelompok 2-4 (kelompok perlakuan) diberikan ekstrak

etanol 90% daun kelor dengan dosis 50, 200, 800 mg/kgBB selama 15 hari secara

oral. Hasil analisa paired sample T-test menunjukkan bahwa ekstrak daun kelor

tidak mempengaruhi serum testosteron secara bermakna (p≥0,05). Serum

testosteron dalam rentang konsentrasi normal (0,66-0,54 ng/ml). Hasil analisa one

way ANOVA bobot testis menunjukkan tidak adanya perbedaan bobot testis secara

bermakna (p≥0,05), sedangkan analisa terhadap morfologi spermatozoa

menunjukkan adanya peningkatan morfologi spermatozoa abnormal secara

bermakna (p≤0,05) pada dosis 200 mg/kgBB dan 800 mg/kgBB. Uji Kruskal-Wallis

menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna terhadap mounting frequency

dan mounting latency tikus jantan. Berdasarkan hasil penelitian ini maka diperoleh

kesimpulan bahwa ekstrak etanol 90% daun kelor tidak mempengaruhi hormon

testosteron, bobot testis dan mounting secara bermakna (p≥0,05), namun dapat

mempengaruhi morfologi spermatozoa secara bermakna (p≤0,05).

Kata kunci: Moringa oleifera Lam., reproduksi tikus jantan, etanol 90%,

testosteron, bobot testis, morfologi spermatozoa, mounting.

Page 6: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

vi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ABSTRACT

Name : Vishilpy Dimalia

Study Program : Pharmacy

Title : Study of The Effect of 90% Ethanolic Extract of Moringa

oleifera Lam. Leaves on Testosterone Serum Level, Testicular

Weight, Spermatozoa Morphology, Mounting Frequency and

Mounting Latency in Sprague-Dawley Male Rats

Moringa oleifera Lam. is a plant from moringaceae family that has been

known to have a lot of benefits, not only as a foodstuff and nutrient addition is also

used as medicine for various ailments. Previous studies showed that there were

contradictory results of Moringa oleifera Lam. in male reproduction. This study

was conducted to investigate the effect of Moringa oleifera Lam. extract on

testosterone hormone, testicular weight, spermatozoa morphology, mounting

frequency and mounting latency. Twenty Sprague-Dawley male rats were divided

into four groups: group 1 (control group) were administered 1 ml of Na-CMC

0,25% orally, while those in group 2 to 4 (experimental groups) were administered

50, 200, 800 mg/kg body weight doses of 90% ethanolic extract of Moringa oleifera

Lam. leaves for 15 days orally. The result of paired sample T-test analysis showed

that there was no significant effect on testosterone serum levels (p≥0,05).

Testosterone serum was still in normal concentration range (0,66-5,5 ng/ml). The

result of one way ANOVA analysis on testicular weight showed no significant

difference, while on the spermatozoa morphology analysis showed a significant

enhancement of abnormal spermatozoa morphology at 200 mg/kg body weight and

800 mg/kg body weight doses. Kruskal-Wallis test showed no significant difference

in mounting frequency and mounting latency of male rats. Based on the result of

this research, it can be concluded that 90% ethanolic extract of Moringa oleifera

leaves did not affect testosterone hormone, testicular weight and mounting

significantly (p≥0,05), but significantly affected the morphology of spermatozoa

(p≤0,05).

Keywords: Moringa oleifera Lam., male rat reproduction, 90% ethanol,

testosterone, testis weight, spermatozoa morphology, mounting.

Page 7: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

vii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul “Uji Pengaruh

Ekstrak Etanol 90% Daun Kelor (Moringa oleifera) Terhadap Kadar Serum

Testosteron, Bobot Testis, Morfologi Spermatozoa Serta Mounting Frequency

dan Mounting Latency Tikus Jantan Galur Sprague-Dawley”. Shalawat serta

salam penulis curahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta

keluarga, sahabat, serta kita para umatnya yang setia hingga akhir zaman.

Penulis menyadari bahwa dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak

akan terwujud tanpa adanya bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak.

Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Arif Sumantri, S.KM., M. Kes., selaku Dekan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Dr. Nurmeilis, M.Si., Apt. selaku Ketua Program Studi Farmasi

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Dr. Azrifitria, M.Si., Apt. dan Ibu Suci Ahda Novitri, M.Si., Apt. selaku

pembimbing yang telah dengan sabar memberikan waktu, ilmu, bimbingan

serta dukungan kepada penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi

ini.

4. Ayahanda Chaerul dan Ibunda Dimroh tercinta yang telah memberikan

dukungan, doa, kesabaran, kasih sayang dan pengertiannya bagi penulis.

Semoga keberkahan, kesehatan dan keselamatan selalu dilimpahkan Allah

untuk mereka.

5. Adik tersayang, Miftahan Khoiron, yang telah memberikan semangat dan

membantu peneliti selama penelitian ini.

6. Bapak dan Ibu Dosen yang telah memberikan ilmu dan bimbingan hingga

penulis dapat menyelesaikan studi di Prodi Farmasi FKIK UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

7. Sahabat dan teman terbaik, Yuni Rahmi, Fitrahtunnisah, Nur Rizqiatul A.,

dan Ratih Dara S. atas persahabatan, kebersamaan, pengalaman dan segala

Page 8: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

viii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

kekonyolan yang diberikan selama 4 tahun ini, sukses selalu dan semoga

persahabatan ini berjalan selamanya dan diridhoi-Nya.

8. Sahabat dan teman tersayang, Fairuza Ajeng P., Isra M. A., Ummum Nada,

Dini F., Ambar L., Najmah Mumtazah dan Almira R. atas canda dan tawa

yang diberikan selama kuliah dan di tengah penelitian. Semoga Allah

membalas segala kebaikan kalian.

9. Kawan seperjuangan Farmakologi, Citra Lilis A., Silviana A., Badriatun

Ni’mah, Faris M., dan Lisa I., untuk segala keseruan dan perseteruan selama

penelitian bersama di Animal House.

10. Kakak – kakak farmasi terkasih, Ka Deni, Ka Hari, Ka Afin, Ka Ami, Ka

Nita, dan Ka Noni, untuk waktu, tenaga dan ilmu nya dalam membatu

selama proses penelitian. Semoga sukses dan Ridho-Nya selalu bersama

kakak sekalian.

11. Kawan penelitian bersama di lab Penelitian I, Nurul, Muzi, Hanum, Akbar,

Tika, Aisyah dan Hasan, terimakasih atas kebersamaan, ilmu dan

pengalaman yang telah diberikan selama penelitian.

12. Teman-teman Farmasi 2013 yang luar biasa, terimakasih untuk segala

keseruan, perseteruan, kenangan, pengalaman dan kekeluargaan selama

kuliah di farmasi yang akan selalu dikenang penulis. Semoga Allah selalu

memberikan kemudahan dan kesuksesan bagi kita semua.

13. Kakak laboran, Ka Eris, Ka Lisna, Ka Yaenap, Ka Walid, Ka Tiwi, Mba

Ayi, Mba Lilis, Ka Rahmadi dan Mba Rani untuk segala kemudahan dalam

penggunaan alat dan bahan selama penelitian.

14. Semua pihak yang telah membantu secara langsung maupun tidak langsung

dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini yang namanya tidak dapat

penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih belum sempurna

dan banyak kekurangan. Oleh karena itu saran serta kritik yang membangun sangat

diharapkan. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis pada

khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Amiiin Ya Rabbal’alamin.

Jakarta, Agustus 2017

Penulis

Page 9: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

ix UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS

AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK

Sebagai civitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta, Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Vishilpy Dimalia

NIM : 1113102000040

Program Studi : Farmasi

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK)

Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan dan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/ karya

ilmiah saya dengan judul:

UJI PENGARUH EKSTRAK ETANOL 90% DAUN KELOR (Moringa

oleifera Lam.) TERHADAP KADAR SERUM TESTOSTERON, BOBOT

TESTIS, MORFOLOGI SPERMATOZOA SERTA MOUNTING

FREQUENCY DAN MOUNTING LATENCY TIKUS JANTAN GALUR

SPRAGUE-DAWLEY

Untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital

Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang- Undang Hak Cipta.

Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan

sebenarnya.

Dibuat di : Jakarta

Pada Tanggal : 9 Agustus 2017

Yang menyatakan,

(Vishilpy Dimalia)

Page 10: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

x UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ......................................... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................... iii

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iv

ABSTRAK ...................................................................................................... v

ABSTRACT .................................................................................................... vi

KATA PENGANTAR .................................................................................... vii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ............................................... ix

DAFTAR ISI ................................................................................................... x

DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiii

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiv

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xvi

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ............................................................................. 1

1.2. Rumusan Masalah ......................................................................... 3

1.3. Tujuan Penelitian .......................................................................... 3

1.3.1. Tujuan Umum .................................................................... 3

1.3.2. Tujuan Khusus ................................................................... 3

1.4. Hipotesis ........................................................................................ 4

1.5. Manfaat Penelitian ........................................................................ 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 5

2.1. Tanaman Kelor .............................................................................. 5

2.1.1. Sinonim ............................................................................... 5

2.1.2. Taksonomi .......................................................................... 5

2.1.3. Deskripsi Tanaman ............................................................. 6

2.1.4. Kandungan Kimia dan Nutrisi Kelor .................................. 7

2.1.5. Kegunaan ............................................................................ 10

2.1.6. Penelitian Kelor .................................................................. 11

2.2. Ekstrak .......................................................................................... 12

2.2.1. Simplisia ............................................................................. 12

2.2.2. Ekstrak ................................................................................ 12

2.2.3. Ekstraksi ............................................................................. 13

2.2.3.1. Definisi Ekstraksi ...................................................... 13

2.2.3.2. Tujuan Ekstraksi ........................................................ 13

2.2.3.3. Metode Ekstraksi ....................................................... 13

Page 11: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

xi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.3. Tinjauan Pustaka Hewan Uji ......................................................... 14

2.3.1. Klasifikasi Taksonomi ........................................................ 14

2.3.2. Biologi Tikus Putih ............................................................. 15

2.3.3. Karakteristik Tikus ............................................................. 16

2.3.4. Sistem Reproduksi Tikus Jantan ......................................... 17

2.3.5. Spermatozoa ....................................................................... 19

2.3.6. Proses Spermatogenesis ...................................................... 21

2.3.7. Regulasi Hormon Tikus Jantan dan Betina ........................ 24

2.3.8. Hormon dalam Spermatogenesis ........................................ 26

2.4. Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA) ........................... 27

BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................... 29

3.1. Waktu dan Tempat ........................................................................ 29

3.2. Alat dan Bahan .............................................................................. 29

3.2.1. Alat ..................................................................................... 29

3.2.2. Bahan .................................................................................. 29

3.2.2.1. Tanaman Uji .............................................................. 29

3.2.2.2. Bahan Uji ................................................................... 29

3.2.2.3. Hewan Uji .................................................................. 30

3.3. Rancangan Penelitian .................................................................... 30

3.3.1. Desain Penelitian ................................................................ 30

3.3.2. Dosis Perlakuan .................................................................. 30

3.4. Prosedur Kerja ............................................................................... 32

3.4.1. Persiapan Simplisia dan Pembuatan Ekstrak ...................... 32

3.4.2. Penapisan Fitokimia ........................................................... 32

3.4.3. Pengujian Parameter Spesifik dan Non-Spesifik ................ 34

3.4.4. Persiapan Hewan Uji .......................................................... 35

3.4.5. Pembuatan Preparat ............................................................ 35

3.4.6. Pengukuran Parameter Fertilitas ......................................... 36

3.5. Analisis Data ................................................................................. 38

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 39

4.1. Hasil Penelitian ............................................................................. 39

4.1.1. Determinasi Tanaman ......................................................... 39

4.1.2. Ekstraksi ............................................................................. 39

4.1.3. Penapisan Fitokimia ........................................................... 39

4.1.4. Parameter Spesifik dan Non-Spesifik ................................. 40

4.1.5. Pengukuran Bobot Badan Tikus ......................................... 40

4.1.6. Pengukuran Konsentrasi Serum Testosteron ...................... 41

4.1.7. Pengukuran Proporsi Bobot Testis ..................................... 43

4.1.8. Pengukuran Morfologi Spermatozoa .................................. 44

4.1.9. Pengamatan Mounting Frequency dan Mounting Latency . 45

Page 12: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

xii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.2. Pembahasan ................................................................................... 46

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 60

5.1. Kesimpulan ................................................................................... 60

5.2. Saran .............................................................................................. 60

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 61

LAMPIRAN .................................................................................................... 69

Page 13: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

xiii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Kandungan Kimia Kelor .............................................................. 9

Tabel 2.2. Kandungan Mineral Daun Kelor .................................................. 9

Tabel 2.3. Perbandingan 100 gram Daun Kelor Segar ................................. 10

Tabel 2.4. Data Fisiologi dan Reproduktif Rattus norvegicus ...................... 16

Tabel 3.1. Rancangan Percobaan .................................................................. 31

Tabel 4.1. Hasil Uji Parameter Standar Ekstrak Etanol 90% Daun Kelor .... 40

Tabel 4.2. Bobot Badan Awal dan Akhir Tikus ............................................ 41

Tabel 4.3. Rerata Konsentrasi Testosteron ................................................... 42

Tabel 4.4. Rerata Proporsi Bobot Testis Hewan Uji ..................................... 43

Tabel 4.5. Rerata Abnormalitas Morfologi Spermatozoa ............................. 44

Tabel 4.6. Data Pengamatan Mounting Frequency dan Mounting Latency

Tikus Jantan ................................................................................. 46

Tabel 5.1. Hasil Pengukuran Konsentrasi Standar Testosteron .................... 97

Page 14: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

xiv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Daun, Bunga, Buah, Biji, Akar, Kulit batang tanaman kelor ... 6

Gambar 2.2. Struktur Senyawa dari Tanaman Kelor .................................... 8

Gambar 2.3. Organ Reproduksi Tikus Jantan ............................................... 18

Gambar 2.4. Struktur Spermatozoa Manusia ................................................ 20

Gambar 2.5. Sperma Normal Perbesaran 400x Dengan Mikroskop Digital . 20

Gambar 2.6. Morfologi Sperma Tikus .......................................................... 21

Gambar 2.7. Tahap Siklus Spermatogenesis Sel Pada Tikus ........................ 23

Gambar 2.8. Regulasi Hormon Reproduksi .................................................. 25

Gambar 2.9. Jenis Enzyme Linked Immunosorbent Assay ............................ 28

Gambar 4.1. Grafik Bobot Badan Tikus ....................................................... 40

Gambar 4.2. Grafik Perbandingan Bobot Badan Awal dan Akhir Tikus...... 41

Gambar 4.3. Grafik Konsentrasi Testosteron H-0 dan H-16 ........................ 42

Gambar 4.4. Grafik Proporsi Bobot Testis.................................................... 43

Gambar 4.5. Grafik Abnormalitas Morfologi Spermatozoa ......................... 45

Gambar 5.1. Daun Kelor Segar ..................................................................... 80

Gambar 5.2. Pengeringan Daun Kelor .......................................................... 80

Gambar 5.3. Penghalusan Daun Kelor .......................................................... 80

Gambar 5.4. Penimbangan Serbuk Daun Kelor ............................................ 80

Gambar 5.5. Perendaman Serbuk Daun Kelor .............................................. 80

Gambar 5.6. Penyaringan Maserat ................................................................ 80

Gambar 5.7. Pemekatan Ekstrak Etanol 90% Daun Kelor............................ 80

Gambar 5.8. Ekstrak Kental Daun Kelor ...................................................... 80

Gambar 5.9. Aklimatisasi Hewan Uji ........................................................... 81

Gambar 5.10. Penimbangan Hewan Uji ........................................................ 81

Gambar 5.11. Pemberian Ekstrak Etanol 90% Daun Kelor .......................... 81

Gambar 5.12. Terminasi Hewan Uji ............................................................. 81

Gambar 5.13. Pengamatan Fase Estrus ......................................................... 81

Gambar 5.14. Pertemuan Tikus Jantan dengan Tikus Betina ....................... 81

Gambar 5.15. Pengamatan Mounting Tikus Jantan ...................................... 81

Gambar 5.16. Pengambilan Darah Tikus ...................................................... 82

Gambar 5.17. Serum Testosteron .................................................................. 82

Gambar 5.18. Larutan Standar Testosteron dan Pereaksi ELISA ................. 82

Gambar 5.19. Penambahan Standard an Sampel ke dalam Wells ................. 82

Gambar 5.20. Penambahan Enzyme Conjugate ke dalam Wells ................... 82

Gambar 5.21. Pembilasan dengan Wash Solution ......................................... 82

Gambar 5.22. Penambahan Substrate Solution ke dalam Wells ................... 82

Gambar 5.23. Penambahan Stop Solution ke dalam Wells ........................... 82

Gambar 5.24. Pembacaan Kadar Hormon Testosteron ................................. 82

Page 15: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

xv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 5.25. Pengambilan Sperma dari Kauda Epididimis......................... 83

Gambar 5.26. Pewarnaan Spermatozoa dengan Eosin Y 1%........................ 83

Gambar 5.27. Pembuatan Preparat Apus ...................................................... 83

Gambar 5.28. Pengamatan Morfologi Spermatozoa ..................................... 83

Gambar 5.29. Spermatozoa Normal .............................................................. 83

Gambar 5.30. Spermatozoa Tanpa Kepala .................................................... 83

Gambar 5.31. Spermatozoa Ekor Bengkok ................................................... 83

Gambar 5.32. Spermatozoa Kepala Ganda ................................................... 83

Gambar 5.33. Pembedahan Hewan Uji ......................................................... 83

Gambar 5.34. Pengambilan Testis Kanan dan Kiri Tikus ............................. 83

Gambar 5.35. Penimbangan Bobot Testis ..................................................... 83

Gambar 5.36. Kurva Kalibrasi Standar Testosteron ..................................... 97

Page 16: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

xvi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Alur Penelitian .......................................................................... 69

Lampiran 2. Perhitungan Dosis Ekstrak Etanol 90% Daun Kelor ................ 71

Lampiran 3. Surat Hasil Determinasi Tanaman ............................................ 73

Lampiran 4. Surat Keterangan Kesehatan Hewan Uji .................................. 74

Lampiran 5. Surat Keterangan Lolos Kaji Etik ............................................. 75

Lampiran 6. Hasil Perhitungan Rendemen, Kadar Air dan Kadar Abu ........ 76

Lampiran 7. Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol 90% Daun Kelor ... 78

Lampiran 8. Dokumentasi Kegiatan Penelitian ............................................ 80

Lampiran 9. Hasil Pengukuran Bobot Badan Hewan Uji ............................. 84

Lampiran 10. Hasil Pengukuran Bobot Testis .............................................. 87

Lampiran 11. Hasil Perbandingan Bobot Badan Awal dan Akhir Tikus ...... 88

Lampiran 12. Hasil Pengukuran Proporsi Bobot Testis ................................ 89

Lampiran 13. Hasil Analisa Data Proporsi Bobot Testis .............................. 90

Lampiran 14. Hasil Pengamatan Morfologi Spermatozoa ............................ 92

Lampiran 15. Hasil Analisa Abnormalitas Morfologi Spermatozoa ............ 93

Lampiran 16. Pengukuran Konsentrasi Serum Testosteron .......................... 97

Lampiran 17. Hasil Analisa Data Konsentrasi Testosteron .......................... 99

Lampiran 18. Pengamatan Mounting Frequency dan Mounting Latency ..... 101

Lampiran 19. Hasil Statistik Mounting Frequency & Mounting Latency ..... 102

Lampiran 20. Hasil Perbandingan Bobot Badan Awal dan Akhir ................ 103

Lampiran 21. Review Hasil Penelitian Kelor dalam Reproduksi Pria .......... 106

Page 17: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

xvii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 18: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu bahan alam yang memiliki banyak khasiat dan berpotensi

sebagai obat alami yaitu tanaman kelor (Moringa oleifera Lam.). Kelor adalah

tanaman dari keluarga moringaceae yang sering dihubungkan dengan hal mistis

dalam menangkal makhluk ghaib di kalangan masyarakat Indonesia. Tanaman

yang memiliki daun berukuran kecil ini kaya akan nutrisi dan tiap bagiannya

memiliki beragam manfaat dalam kesehatan, sehingga tanaman ini disebut juga

sebagai “A Miracle Tree”.

Tanaman kelor tidak hanya dikenal sebagai sayuran untuk memenuhi

kebutuhan nutrisi namun telah dikenal luas oleh masyarakat sebagai suplemen

makanan dan obat. Tiap bagian tanaman kelor berkhasiat sebagai obat seperti

daun, biji, akar, kulit kayu, bunga dan polongnya (Razis et al., 2014). Tanaman

kelor telah digunakan untuk mengobati beragam penyakit seperti infeksi kulit,

anemia, ansietas, asma, darah kotor, bronkitis, dan kolera (Razis et al., 2014).

Kelor juga dilaporkan memiliki aktivitas sebagai anti-inflamasi, antioksidan,

antihiperlipidemia, antikanker, antiulkus, anti-diabetes, anti-asma, analgetik

dan hepatoprotektor (Shah, 2016).

Bagian tanaman kelor yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat

adalah daun. Daun kelor berbentuk menyirip dua (bipinnate) dengan ukuran

daun 1-2 cm (Shah, 2016). Daun kelor selain digunakan sebagai obat juga

dikonsumsi sebagai sayuran di Indonesia. Kandungan nutrisi yang terdapat di

dalam daun kelor diantaranya asam amino, vitamin A, vitamin B, vitamin C,

kalsium, magnesium, kalium, protein dan polifenol. Setiap 100 gram daun kelor

segar telah diketahui mengandung vitamin A yang 4 kali lebih banyak dari

wortel dan 13 kali lebih banyak dari bayam, vitamin C yang 7 kali lebih banyak

dari jeruk, vitamin E yang 6 kali lebih banyak dari rapeseed oil, kalsium yang

4 kali lebih banyak dari susu, kalium yang 3 kali lebih banyak dari pisang, dan

polifenol yang 8 kali lebih banyak dari anggur merah. Kandungan fitokimia

daun kelor yang telah dilaporkan adalah pterygospermin,

Page 19: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

2

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

isotiosianatometilbenzen, alkaloid moringin, quercetin, kamferol, niazimicin,

dan niazirin (Tejas et al., 2012).

Salah satu efek farmakologi daun kelor yang pernah dilaporkan adalah

dalam hal kesehatan reproduksi pria. Cajuday dan Poscidio pada tahun 2010,

melaporkan bahwa pemberian ekstrak n-heksan daun kelor kepada mencit

jantan selama 21 hari mampu meningkatkan bobot testis, diameter tubulus

seminiferus serta ketebalan dan bobot epididimis namun tidak mempengaruhi

hormon LH dan FSH. Pada tahun 2013, Afolabi pun melaporkan bahwa

pemberian ekstrak metanol daun kelor dengan dosis 200 mg/kgBB selama dua

minggu pada tikus jantan yang mengalami cryptorchidism dapat meningkatkan

jumlah sperma dan mampu meningkatkan jumlah sel germinal pada testis tikus.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Priyadarshani dan Varma pada tahun 2014

juga melaporkan bahwa pemberian 200 mg/kgBB serbuk daun kelor pada

mencit yang mengalami hiperglikemia menunjukkan adanya peningkatan bobot

testis, mobilitas sperma, konsentrasi sperma serta bobot epididimis. Selain itu

penelitian yang dilakukan oleh Dafaalla pada tahun 2015 menunjukkan bahwa

pemberian ekstrak etanol 85% daun kelor dengan dosis 200 mg/kgBB pada

tikus jantan selama 30 hari dapat meningkatkan bobot testis, epididimis,

motilitas spermatozoa, jumlah spermatozoa serta menurunkan abnormalitas

spermatozoa. Selain itu dilaporkan juga terjadi peningkatan kadar serum

hormon testosteron, FSH dan LH.

Hasil yang kontradiktif dilaporkan oleh beberapa penelitian. Owolabi

dan Ogunnaike (2014) melaporakan bahwa pemberian ekstrak etanol daun kelor

dosis 200 mg/kgBB selama 28 hari pada tikus wistar jantan memberikan hasil

yang baik terhadap semua jaringan kecuali jaringan testis dan epididimis,

sehingga dianggap memberikan efek antifertilitas. Penelitian lain yang

dilakukan oleh Bachtiar dan Ghasani (2016) pun melaporkan bahwa pemberian

ekstrak etanol 90% daun kelor pada dosis 200, 400 dan 600 mg/kgBB selama

15 hari pada tikus jantan dapat menurunkan konsentrasi sperma dan diameter

tubulus seminiferus serta meningkatkan abnormalitas morfologi spermatozoa.

Motilitas sperma dan jumlah spermatosit pakiten juga dilaporkan mengalami

perubahan.

Page 20: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

3

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Perbedaan hasil dari beberapa penelitian daun kelor terhadap reproduksi

pria tersebut menarik untuk diteliti lebih lanjut, sehingga pada penelitian kali

ini peneliti bermaksud untuk menguji kembali pengaruh pemberian ekstrak

etanol 90% daun kelor dengan peningkatan dan penurunan dosis menjadi empat

kalinya dari dosis 200 mg/kgBB (50 mg/kgBB, 200 mg/kgBB, 800 mg/kgBB)

terhadap konsentrasi serum testosteron, bobot testis, dan morfologi

spermatozoa serta dengan mengamati mounting frequency dan mounting

latency tikus jantan galur Sprague-Dawley. Pada akhir penelitian diharapkan

dapat diketahui pengaruh pemberian ekstrak etanol 90% daun kelor terhadap

reproduksi pria dan diperoleh informasi dosis ekstrak daun kelor dalam

mempengaruhi reproduksi pria.

1.2. Rumusan Masalah

1. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya diketahui

bahwa tanaman kelor merupakan tanaman dengan beragam manfaat selain

sebagai suplemen dan nutrisi juga digunakan sebagai obat.

2. Penggunaan tanaman kelor sebagai obat telah diteliti memberikan beragam

aktivitas dalam kesehatan, salah satu nya terhadap reproduksi pria.

3. Pengaruh daun kelor terhadap reproduksi pria memberikan hasil yang

kontradiktif. Selain itu belum diketahui dosis optimum daun kelor dalam

mempengaruhi reproduksi pria.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh ekstrak etanol 90% daun kelor terhadap

tikus jantan galur Sprague-Dawley.

1.3.2. Tujuan Khusus

Untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak etanol 90% daun kelor

terhadap kadar serum testosteron, bobot testis, morfologi spermatozoa serta

mounting frequency dan mounting latency tikus jantan Galur Sprague-Dawley.

Page 21: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

4

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1.4. Hipotesis

Ekstrak etanol 90% daun kelor mempengaruhi kadar serum testosteron,

bobot testis, morfologi spermatozoa serta mounting frequency dan mounting

latency tikus jantan Galur Sprague-Dawley.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat menambah khazanah keilmuan, pengetahuan serta

wawasan mengenai pengaruh ekstrak etanol 90% daun kelor terhadap

reproduksi pria.

2. Manfaat Metodologi

Penelitian ini dapat menjadi sumber referensi bagi peneliti lain maupun

akademisi dalam mempelajari aktivitas tanaman kelor.

3. Manfaat Aplikatif

Hasil penelitian ini dapat menjadi informasi dan ilmu bagi masyarakat luas

mengenai penggunaan daun kelor dalam kesehatan reproduksi pria.

Page 22: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

5 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Kelor

2.1.1. Sinonim

Kelor memiliki beberapa sinonim diantaranya: Moringa oleifera Lam.

(Latin), Subhanjana (Sanskrit), Saguna, Sainjna, Gujarati (Hindi), Suragavo

(Gujarat), Morigkai (Tamil), Mulaga, Munaga (Telugu), Murinna, Sigru

(Malayalam), Sainjna, Soanjna (Punjabi), Haritasaakha Tikshnagandhaa,

Raktaka, Akshiva (Ayurveda), Rawag (Arab), Moringe à graine ailèe,

Morungue (Prancis), Àngela, Ben, Moringa (Spanyol), Moringa, Moringueiro

(Portugis), Drumstick Tree, Horseradish Tree, Ben Tree (Inggris), La Ken

(Cina) (Tejas et al., 2012).

Menurut Kurniasih (2013), tanaman kelor memiliki beberapa sebutan di

beberapa daerah di Indonesia, diantaranya kelor (Sunda dan Melayu), kero,

wori, kelo, keloro (Sulawesi), murong (Aceh), kelo (Ternate), kawona

(Sumbawa) dan munggai (Minang).

2.1.2. Taksonomi (Tejas et al., 2012)

Adapun sistematika dari tumbuhan kelor adalah:

Kingdom : Plantae

Sub kingdom : Tracheobionta

Super Division : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Sub kelas : Dilleniidae

Ordo : Capparales

Famili : Moringaceae

Genus : Moringa

Spesies : oleifera

Page 23: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

6

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.1.3. Deskripsi Tanaman

Gambar 2.1. (a) Daun; (b) Bunga; (c) Buah; (d) Biji; (e) Akar; (f) Kulit batang

tanaman kelor (Tejas et al., 2012)

Kelor adalah tanaman yang berumur panjang dan berbunga sepanjang

tahun. Tanaman kelor tumbuh mencapai ketinggian hingga 10 atau 12 m. Daun

kelor berbentuk bulat telur dengan tepi daun rata dan ukuran kecil bersusun

majemuk dalam satu tangkai. Daun kelor muda berwarna hijau muda dan

berubah menjadi hijau tua pada daun yang sudah tua. Daun muda bertekstur

lembut dan lemas sedangkan daun tua kaku dan keras. Kelor memiliki bunga

yang berwarna putih, putih kekuning kuningan (krem) atau merah bergantung

spesiesnya. Bunga kelor memiliki panjang 0,7- 1 cm dan lebar 2 cm. Tudung

pelepah bunganya berwarna hijau dan mengeluarkan aroma bau semerbak.

Buah kelor berbentuk panjang dan segitiga dengan panjang sekitar 20-60 cm,

berwarna hijau ketika masih muda dan berubah menjadi coklat ketika sudah

tua. Buah kelor menyerupai polong yang bergantung, berwarna coklat dan

terbagi menjadi tiga bagian saat kering. Masing – masing buah kelor

mengandung 26 biji kelor. Biji kelor berbentuk bulat, ketika muda berwarna

hijau terang dan berubah warna coklat kehitaman ketika polong matang dan

kering. Masing-masing pohon dapat menghasilkan sekitar 15.000 hingga

25.000 biji per tahun dengan rata-rata berat biji 0,3 mg/ biji. Akar kelor

memiliki bau yang tajam dan akar lateral yang sangat tipis. Akar tunggang

berwarna putih, membengkak dan tuberous. Kulit batang tanaman kelor

Page 24: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

7

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

berwarna abu-abu keputihan, tebal, lunak, bercelah dan berbintil menghasilkan

tekstur yang kasar. Kulit batang mengeluarkan getah berwarna putih dan

berubah menjadi coklat kemerahan saat keluar (Tejas et al., 2012 dan Aminah

et al., 2015).

2.1.4. Kandungan Kimia dan Nutrisi Kelor

Senyawa bioaktif pada bagian daun kelor telah diketahui, beberapa

senyawa diantaranya yaitu kelompok vitamin, karotenoid, polifenol, asam

fenolat, flavonoid, alkaloid, glukosinolat, isotiosianat, tannin, saponin dan

phytate. Senyawa kimia kelor yang telah dilaporkan memiliki aktivitas sebagai

hipotensif, antikanker dan antibakteri diantaranya senyawa 4-(4'-O-acetyl-α-

L-rhamnopyranosyloxy) benzyl isothiocy-anate, 4-(α-L-rhamnopyranosyloxy)

benzyl isothiocy-anate, niazimicin, pterygospermin, benzyl isothiocyanate, dan

4-(α-L-rhamnopyranosyloxy) benzyl glucosinolate (Sharif et al.. 2016).

1 2

3 4

5 6

Page 25: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

8

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 2.2. Struktur Senyawa dari Tanaman Kelor

Keterangan: Niazinin A [1]; 4-(4'-O-acetyl-α-L-rhamnopyranosyloxy)benzyl isothiocy-anate

[2]; 4-(L-rhamnopyranosyloxy) benzyl isothiocyanate [3]; Niazimicin [4]; 4-(α-L-

rhamnopyranosyloxy) benzyl glucosinolate [5]; benzyl isothiocyanate [6]; Aglikon dari deoxy-

niazimicine (N-benzyl, S-ethylthioformate) [7]; pterygospermin [8]; Niaziminin [9 +10]; o-

ethyl-4- (α-L-rhamnosyloxy)benzyl carbamate [11]; niazirin [12]; glycerol-1-(9-octadecanoat)

[13]; β-sitosterol [14]; 3-O’-(6’-oleoyl-β-D-glucopyranosyl)-β-sitosterol [15]; β-sitosterol-3-

O-β-D-glucopyranoside [16] (Anwar et al., 2007).

7 8

9 10

11 12

14: R= H

15: R= 6’-O-oleoyl-β-D-

glucopyranosyl

16: R= β-D-glucopyranosyl

13

Page 26: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

9

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 2.1. Kandungan Kimia Kelor (Bhargave et al., 2015)

Bagian

Tanaman Kandungan Kimia

Daun Pterygospermin, 4 - (4’-o-acetyl–a–L-

rhamnopyranosy - loxy) benzyl isothiocyanate, 4

(a–L-rhamnopyranosyloxy) benzyl isothiocyanate,

nizimicin, isothiocyanate dan 4 (a-L-

rhamnopyranosyloxy) benzyl Glucosinolate,

anthonine dan spirochinall. Alkaloid moringin,

nitril, mustard oil glycosides dan thiocarbamate

glycosides, b-sitesterol, polifenol, quecetin dan

kaempferol, niazimicin, 4 (alpha-L-

rhamnopyranosyloxy) - o-methyl thiocarbamate,

niazinin A, niazinin B, niazimicin.

Kulit Batang Alkaloid moringin dan moringinin, vanillin, beta-

sitosterol, beta-sitostenon, 4-hydro-xymelline,

octacosanoic acid.

Bunga Bunga mengandung sembilan asam amino,

sukrosa, D-glucose, lilin, quercetin, kamferat,

kalium dan kalsium, dilaporkan juga mengandung

beberapa pigmen flavonoid dan alkaloid, kamferol

rhamnetin, isoquercirine dan kaempleritin.

Biji Tiokarbamat, glikosida isotiosianat, polipeptida,

dan sterol pada bagian minyak.

Akar Ekstrak etanol-air akar kelor mengandung o-

sitosterol dan alkaloid moringinin.

Getah Getah dari batang mengandung L- arabinosa,

galaktosa, asam glukoronat, L-rhamnosa, mannosa

dan xylose, L- galaktosa, asam glukoronat dan L-

Mannosa.

Tanaman kelor kaya akan kandungan nutrisi. Bagian daun kelor kaya

akan pati, mineral, besi, vitamin A, B dan C, kalsium dan protein. Daun kelor

dinilai berpotensi mengatasi gangguan nutrisi pada orang yang kekurangan

nutrisi dan dianggap sebagai asupan protein dan kalsium (Tejas et al.,2012).

Tabel 2.2. Kandungan Mineral Daun Kelor (Tejas et al., 2012)

Makroelemen (g/kg serbuk kering) Mikroelemen (mg/kg serbuk kering)

Ca P Mg Na K Fe Mn Zn Cu

26.4 1.36 0.11 2.73 21.7 175 51.8 13.7 7.1

Page 27: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

10

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 2.3. Perbandingan 100 gram Daun Kelor Segar (Tejas et al., 2012)

Nutrien Daun Kering

Vitamin A 4 kali wortel dan 13 kali bayam

Vitamin C 7 kali jeruk

Vitamin B 4 kali daging

Vitamin B3 50 kali kacang

Vitamin E 6 kali rapeseed oil

Kalsium 4 kali susu

Magnesium 36 kali telur

Kalium 63 kali susu dan 3 kali pisang

Besi 25 kali bayam

Protein 2 kali yogurt/susu

Polifenol 8 kali anggur merah

Asam amino 2 kali black vinegar

R-Asam amino 30 kali brown rice dan 4 kali teh GABA

Klorofil 4 kali rumput gandum

2.1.5. Kegunaan

Tanaman kelor berpotensi tinggi menguntungkan dalam bidang gizi dan

pengobatan. Sejarah membuktikan bahwa Raja dan Ratu zaman dahulu

menggunakan daun dan buah kelor dalam makanan sehari hari untuk menjaga

mental, kewaspadaan, kesehatan kulit dan sebagai sumber tenaga. Sejak 1998,

World Health Organization (WHO) telah mempromosikan tanaman kelor

sebagai alternatif makanan untuk mengatasi malnutrisi di negara miskin

(Bhargave et al., 2015).

Kelor memiliki banyak kegunaan sebagai obat dan telah lama dikenal

dalam sistem pengobatan Ayurveda dan Unani. Serbuk kering daun kelor dapat

digunakan sebagai produk pembersih tangan. Tanaman kelor kaya akan

sumber vitamin, makro dan mikro elemen, asam amino, minyak esensial dan

protein (Bhargave et al., 2015). Tanaman kelor digunakan untuk mengatasi

malnutrisi khususnya pada bayi dan ibu menyusui (Tejas et al., 2012).

Secara tradisional kelor digunakan di India selain sebagai bahan

makanan juga dapat menurunkan resiko penyakit degeneratif. Kelor memiliki

Page 28: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

11

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

potensi sebagai obat yang sangat besar, semua bagian dari tanaman kelor

meliputi akar, kulit, getah, daun, buah, bunga, biji dan minyak biji telah

digunakan untuk beragam penyakit ringan (Farooq et al., 2012). Studi

farmakologi menunjukkan bahwa ekstrak dari tanaman kelor memiliki

aktivitas sebagai antioksidan, antikarsinogenik, antiinflamasi, antispasmodik,

antidiuretik, antiulkus, antibakteri, insektisida, analgetik, alexeteric,

antihelmintik, perubahan profil lemak dalam darah, antimikroba, antidepresan,

antidiabetik dan penyembuh luka (Bhargave et al., 2015).

Ekstrak heksan, kloroform, etil asetat dan metanol dari daun kelor

menunjukkan efek antibakteri melawan seluruh bakteri patogen yang diuji.

Oleh sebab itu, daun kelor dapat menjadi sumber antimikroba alami yang

berpotensi dalam industri farmasi untuk mengontrol bakteri coliform (Sharif et

al., 2016).

2.1.6. Penelitian Kelor

Kelor telah diteliti memiliki sejumlah aktivitas bagi kesehatan.

Penelitian yang dilakukan oleh Sulistyorini dkk pada tahun 2015 menunjukkan

bahwa pemberian ekstrak etanol daun kelor pada tikus yang diinduksi

hiperglikemia dengan dosis 250 mg/kgBB dan 500 mg/kgBB selama 21 hari

dapat menyebabkan ekspresi insulin lebih tinggi dan derajat insulitis lebih

rendah dibanding kelompok kontrol.

Penelitian Romadhoni et al. pada tahun 2013 melaporkan bahwa ekstrak

air daun kelor dengan dosis 150, 300, 600 mg/kgBB yang diberikan pada tikus

yang telah diberi makan diet aterogenik selama 8 minggu, menujukan bahwa

ekstrak air daun kelor pada dosis 300 dan 600 mg/kgBB dapat menurunkan

kadar LDL dan meningkatkan kadar HDL dalam serum tikus putih.

Penelitian aktivitas analgetik dan antiinflamasi daun kelor yang

dilakukan oleh Sulistyawati dan Pratiwi pada tahun 2015 menunjukkan bahwa

ekstrak etanol kelor pada dosis 25 dan 50 mg/kgBB dapat menurunkan geliat

pada tikus yang diuji aktivitas analgetik, dengan daya analgetik 76,41 ± 2,73%

dan 80,41 ± 5,20%, sedangkan pada dosis 140 mg/kgBB memberikan daya

Page 29: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

12

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

antiinflamasi sebesar 24,30 ± 2,960% dan penurunan ekspresi COX- 2 sebesar

46,37 ± 6,434%.

Penelitian yang dilakukan Dima dkk pada tahun 2016 memperlihatkan

bahwa ekstrak daun kelor memiliki aktivitas antibakteri. Di mana dilaporkan

bahwa aktivitas antibakteri ekstrak daun kelor terhadap Eschericia coli dan

Staphylococcus aureus pada konsentrasi 5%, 10%, 20%, 40%, dan 80%

memiliki Kadar Hambat Minimum (KHM) yaitu 13 mm pada E. coli dan 12

mm pada Staphylococcus aureus.

Penelitian lain, dilakukan oleh Restriani dkk melaporkan bahwa ekstrak

etanol daun kelor memiliki potensi efek antihipertensi dengan dosis yang

paling efektif pada dosis 337,9 mg/200g BB.

2.2. Ekstrak

2.2.1. Simplisia

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang

belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dikatakan lain, berupa

bahan yang telah dikeringkan. Simplisia dibedakan menjadi simplisia nabati,

simplisia hewani dan simplisia pelikan (mineral) (Depkes RI, 2000). Simplisia

menurut Farmakope Herbal Indonesia tahun 2009, adalah bahan alam yang

telah dikeringkan yang digunakan untuk pengobatan dan belum mengalami

pengolahan. Kecuali dinyatakan lain suhu pengeringan simplisia tidak lebih

dari 60o.

2.2.2. Ekstrak

Ekstrak menurut Farmakope Indonesia Edisi IV adalah sediaan kental

yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau

simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau

hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa

diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan.

Page 30: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

13

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.2.3. Ekstraksi

2.2.3.1. Definisi Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut

sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair (Depkes

RI, 2000). Definisi lain dari ekstraksi adalah proses pemisahan bahan dari

campurannya dengan menggunakan pelarut yang sesuai (Muhkriani, 2014).

2.2.3.2. Tujuan Ekstraksi

Tujuan ekstraksi adalah memisahkan suatu komponen dari

campurannya dengan menggunakan pelarut (Purwani, 2008). Proses ekstraksi

bertujuan untuk memperoleh kandungan aktif dari suatu bahan alam dengan

menggunakan pelarut yang sesuai (Supriyati, 2011).

2.2.3.3. Metode Ekstraksi

Metode Ekstraksi menurut Parameter Standar Umum Ekstrak

Tumbuhan Obat tahun 2000, dibagi menjadi ekstraksi dengan menggunakan

pelarut dan distilasi uap. Metode ekstraksi menggunakan pelarut dibagi

menjadi cara dingin dan cara panas. Ekstraksi dengan cara dingin diantaranya:

a. Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia menggunakan pelarut

dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur

ruang (kamar) (Depkes RI, 2000).

b. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai

sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada

temperatur ruangan (Depkes RI, 2000).

Ekstraksi dengan cara panas diantaranya:

a. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,

selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan

dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan

Page 31: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

14

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk

ekstraksi sempurna (Depkes RI, 2000).

b. Soxhlet

Soxhlet adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru

yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi

kontinu dengan jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya

pendingin balik (Depkes RI, 2000).

c. Infus dan Dekok

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air

(bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur

96-98 oC selama waktu tertentu (15-20 menit)). Dekok adalah infus pada

waktu yang lebih lama (≥30 oC) dan temperatur sampai titik didih air

(Depkes RI, 2000).

2.3. Tinjauan Pustaka Hewan Uji

2.3.1. Klasifikasi Taksonomi

Klasifikasi taksonomi tikus menurut Integrated Taxonomic Information

System adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Subkingdom : Bilateria

Infrakingdom : Deuterostomia

Phylum : Chordata

Subphylum : Vertebrata

Infraphylum : Gnathostomata

Superclass : Tetrapoda

Class : Mammalia

Subclass : Theria

Infraclass : Eutheria

Order : Rodentia

Suborder : Myomorpha

Superfamily : Muroidea

Family : Muridae

Page 32: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

15

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Subfamily : Murinae

Genus : Rattus

Species : Rattus norvegicus

2.3.2. Biologis Tikus Putih

Tikus putih (Rattus norvegicus) yang memiliki nama lain Norway rat,

termasuk ke dalam hewan mamalia yang memiliki ekor panjang. Ciri – ciri

galur ini yaitu bertubuh panjang dan kepala lebih sempit. Telinga tikus ini tebal

dan pendek dengan rambut halus. Mata tikus putih berwarna merah. Ciri yang

paling terlihat adalah ekornya yang panjang. Bobot badan tikus jantan pada

umur dua belas minggu mencapai 240 gram sedangkan betinanya mencapai

200 gram. Tikus memiliki lama hidup berkisar antara 4-5 tahun dengan berat

badan umum tikus jantan berkisar antara 267-500 gram dan betina 225-325

gram (Adiyati, 2011).

Menurut Smith & Mangkoewidjojo (1988) dalam Adiyati (2011), tikus

memiliki masa kawin pada saat umur delapan sampai sembilan minggu.Tikus

merupakan hewan poliestrus dan berkembangbiak sepanjang tahun. Periode

estrus berlangsung selama dua belas jam dan lebih sering terjadi pada malam

hari dibandingkan dengan siang hari.

Tikus putih yang digunakan untuk percobaan laboratorium yang dikenal

ada tiga macam galur yaitu Sprague-Dawley, Long Evans, dan Wistar (Akbar,

2010). Tikus putih memiliki beberapa sifat yang menguntungkan sebagai

hewan uji penelitian diantaranya perkembangbiakan cepat, memiliki ukuran

yang lebih besar dari mencit, mudah dipelihara dalam jumlah yang banyak.

Tikus putih juga memiliki ciri – ciri morfologis seperti albino, kepala kecil dan

ekor yang lebih panjang dibandingkan badannya, pertumbuhannya cepat dan

tempramennya baik, kemampuan laktasi tinggi, dan tahan terhadap arsenik

tiroksid (Akbar, 2010).

Page 33: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

16

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.3.3. Karakteristik Tikus

Tabel 2.4. Data fisiologi dan Reproduktif Rattus norvegicus (Sengupta, 2012)

Data Fisiologi Umum

Temperatur Tubuh 37o C

Laju Respirasi 75 - 115 hembusan/menit

Detak Jantung 260 - 400 detak/menit

Konsumsi air/hari 10 - 12 ml/100g BB

Konsumsi makanan/hari 10 g/100 g BB

Litter Size 6 – 12

Berat kelahiran 5 g

Usia penyapihan 21 hari

Kematangan Seksual 7 Minggu

Lama Pembiakan 12 - 16 bulan

Berat Tikus Jantan Dewasa 450 – 550 g

Berat Tikus Betina Dewasa 250 – 300 g

Masa Hidup 2,5 - 3,5 tahun

Parameter Reproduksi

Tikus Jantan

Usia dikawinkan 8 - 10 minggu

Bobot saat kawin 250 – 300 g

Tikus Betina

Usia dikawinkan 8 - 10 minggu

Bobot saat kawin 180 – 225 g

Panjang Siklus Estrus 4 - 5 hari

Durasi estrus 10 - 20 jam

Waktu ovulasi 8 - 11 jam setelah onset estrus

Menopause 15 - 18 bulan

Kehamilan

Waktu kopulasi Mendekati titik tengah sebelum

dark cycle

Waktu sperma terdeteksi di vagina Hari ke-1

Waktu implantasi Hari ke-5 akhir

Panjang kehamilan 21 - 23 hari

Page 34: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

17

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.3.4. Sistem Reproduksi Tikus Jantan

Sistem reproduksi jantan merupakan suatu proses kompleks yang

melibatkan testis, epididimis, kelenjar aksesori, dan hormon-hormon terkait.

Testis merupakan kelenjar utama dalam sistem reproduksi jantan yang

bertanggung jawab terhadap produksi gamet jantan atau spermatozoa

(spermatogenesis) dan sintesis hormon jantan atau androgen (steroidogenesis).

Testis berjumlah sepasang, terletak di inguinal dan tersimpan di dalam kantung

skrotum (Fitria, 2015). Testis dibungkus oleh kapsula fibrosa tebal yang disebut

tunika albugenia. Pada bagian posterior jaringan ikat mengalami penebalan

yang disebut mediastinum testis. Dari mediastenum testis terbentuk sekat-sekat

yang membagi lobus secara radier menjadi lobuli testis. Sekat ini disebut

septula testis. Di dalam lobuli testis terdapat banyak saluran yang berliku-liku,

disebut tubulus seminiferus, tempat berlangsungnya proses spermatogenesis.

Saluran ini kemudian bergabung di bagian mediastinum testis tempat

terdapatnya rete testis. Rete testis berhubungan langsung dengan duktus eferen

yang akan membentuk bagian kaput epididimis (Akbar, 2010).

Produksi spermatozoa terjadi di tubulus seminiferus testis yang

dikontrol oleh testosteron yang dihasilkan oleh sel-sel leydig (interstitial) testis.

Tubulus seminiferus mengandung banyak sel epitel germinativum yang

berukuran kecil hingga sedang yang dinamakan spermatogonia, yang terletak

dalam dua sampai tiga lapisan sepanjang tepi luar epitel tubulus. Sel ini terus

mengalami proliferasi dan sebagian berdiferensiasi melalui stadium – stadium

definitif perkembangan untuk membentuk sperma (Guyton, 1990). Pada jantan

yang masih muda struktur tubulus seminiferus masih sederhana. Epitel lembaga

hanya terdiri atas sel-sel spermatogonia dan sel sertoli. Pada jantan yang sudah

dewasa, spermatogenik lebih beraneka ragam (Akbar, 2010).

Testis berperan sebagai kelenjar eksokrin maupun kelenjar endokrin.

Sebagai kelenjar eksokrin testis berperan menghasilkan sel sperma yang

diproduksi dari tubulus seminiferus testis, sedangkan sebagai kelenjar endokrin

testis memiliki sel leydig dan sel sertoli. Sel leydig berfungsi mensekresikan

androgen, mencakup testosteron. Sel sertoli berfungsi memelihara sel germinal

Page 35: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

18

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

yang sedang berkembang selama beberapa tahap spermatogenesis (Agarwal,

2014).

Epididimis adalah suatu struktur memanjang yang bertaut rapat dari

bagian bawah testis sampai bagian atas testis dan di dalamnya terdapat duktus

epididimis yang berliku-liku (Akbar, 2010). Epididimis dibagi menjadi tiga

bagian utama: kaput, korpus, dan kauda. Kaput epididimis berada di superior

testis dan bagian kauda berada di inferior testis. Bagian yang mengintervensi

disebut korpus (Goldstein & Schlegel, 2013). Saluran epididimis

menghubungkan kelenjar testis dan vas deferens. Epididimis berfungsi untuk

pematangan spermatozoa dan sekaligus tempat penyimpanan spermatozoa yang

sudah matang (dewasa). Vas deferens atau duktus deferens mengangkut sperma

dari kauda epididimis ke uretra (Akbar, 2010).

Gambar 2.3. Organ Reproduksi Tikus Jantan (Suckow, 2006)

Ginjal

Kelenjar

Koagulasi

Ureter

Kelenjar Vesikular

Kelenjar Prostat

Kelenjar Cowpers

Kelenjar Ampulari

Kandung Kemih

Kelenjar Preputial Vas Deferens

Uretra

Testis

Penis

Kaput Epididimis

Kauda Epididimis

Korpus Epididimis

Page 36: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

19

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Selain testis, terdapat kelenjar-kelenjar kelamin pelengkap (accessory

sex glands), yaitu: vesikula seminalis, kelenjar koagulasi, prostat, bulbouretralis

(kelenjar cowper), dan ampula. Kelenjar-kelenjar ini menghasilkan berbagai

sekret yang berperan dalam transportasi spermatozoa, buffer, suplai nutrien dan

substrat metabolik untuk kehidupan spermatozoa terutama motilitas dan

fertilitas, fungsi lubrikasi, dan membentuk vaginal plug. Sekret yang dihasilkan

oleh accessory sex glands bersama-sama dengan spermatozoa dan sekret

epididimis disebut semen (Fitria, 2015).

2.3.5. Spermatozoa

Sperma dibentuk melalui proses spermatogenesis di tubulus

seminiferus. Setiap spermatid mulai memanjang menjadi spermatozoa yang

terdiri atas kepala, leher, badan dan ekor. Di depan kepala sperma terdapat

struktur kecil yang dinamakan akrosom, yang dibentuk dari apparatus golgi

serta mengandung hialuronidase dan protease yang memegang peranan penting

untuk masuknya sperma ke dalam ovum. Sentriol mengelompok pada leher

sperma dan mitokondria tersusun berbentuk spiral dalam badan. Ekor hampir

memiliki struktur yang hampir sama seperti silia. Ekor mengandung dua pasang

mikrotubulus yang turun ke tengah dan sembilan mikrotubulus ganda yang

tersusun di tepi. Ekor diliputi oleh perluasan membran sel dan mengandung

banyak adenosine trifosfat, yang memberikan energi dalam pergerakan ekor

(Guyton, 2006).

Kepala sperma tikus memiliki panjang 2,5 μm dan menyerupai kail.

Kepala sperma berisi inti padat dan memiliki bagian ujung yang kurang padat

disebut akrosom. Kepala sperma mengandung materi genetik pada nukleus.

Bagian tengah berisi sentriol dan dilingkari oleh bahan mitokondria yang

memberikan energi untuk pergerakan sperma. Ekor berisi filamen aksial yang

panjang dan menjadi vibratil ketika spermatozoon matang (Computer Asissted

Sperm Analysis, 2000 dan Abbiramy & Shanthi, 2010).

Page 37: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

20

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 2.4. Struktur Spermatozoa Manusia (Guyton, 2006)

Sperma memiliki beberapa bentuk. Sperma yang normal memiliki

bentuk kepala yang oval, bagian tengah yang lengkap dan uncoiled serta

memiliki ekor tunggal. Beberapa sperma namun memiliki bentuk kepala dan

ekor yang abnormal. Bentuk kepala sperma yang tidak normal diantaranya

small head, pin head, dan double head. Keseluruhan abnormalitas pada

tampilan sperma disebut amorphous change. Bentuk ekor yang tidak normal

diantaranya broken tail, coiled sperm tail, ekor berjumlah double, triple dan

quadruple. WHO menyebutkan bahwa kualitas semen yang baik harus

mengandung 60% morfologi sperma yang normal (Abbiramy & Shanthi, 2010).

Gambar 2.5. Sperma normal perbesaran 400x dengan mikroskop digital

(Alias, 2011)

Page 38: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

21

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 2.6. Morfologi Sperma Tikus.

Keterangan: A-Bentuk kepala sperma normal; B- Kepala Sperma terlipat; C dan D-

amorphous; E dan F- Bentuk kail kecil; G-Kepala bergelombang; H-Kepala memanjang; I dan

J- Bentuk kail abnormal; K dan L- Kepala double (Ostrowska et al., 2012)

2.3.6. Proses Spermatogenesis

Spermatogenesis adalah suatu proses diferensiasi sel yang kompleks

diakhiri dengan perkembangan spermatozoa haploid yang motil (Goldstein and

Schlegel, 2013). Spermatogenesis terjadi di tubulus seminiferus, yang dalam

prosesnya spermatogonia yang primitif dan diploid berdiferensiasi dan menjadi

spermatozoa haploid (sperma) (OECD, 2008). Spermatozoa sebagai produk

spermatogenesis mengalami migrasi dari tubuli seminiferi testis menuju

epididimis untuk maturasi dan disimpan sementara (Fitria et al., 2015).

Proses spermatogenesis menurut Rex A. Hess (1999) dibagi menjadi tiga tahap:

1. Proliferasi

Spermatogonium adalah sel yang paling matang dan terletak di

sepanjang tepi dasar epitel seminiferus. Spermatogonium berproliferasi dengan

pembelahan mitosis dan berkembang berulang kali untuk terus mengisi epitel

germinal. Spermatogonium mampu memperbarui diri (self-renewal) dan

dengan demikian dapat menghasilkan sel induk yang tetap (Hess, 1999).

Page 39: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

22

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tahap pertama ini disebut pula tahap spermatocytogenesis, selama tahap

ini stem cell terbagi untuk menghasilkan populasi sel yang akan menjadi sel

sperma matang dan merubah diri mereka sendiri. Spermatosytogenesis terjadi

di dalam kompartemen basal (Agarwal, 2014).

Spermatogonium memiliki tiga bentuk fungsional diantaranya

Tipe Ad “dark”

Tipe Ap “pale”

Tipe B

Tipe sel Ad memelihara permulaan spermatogonium. Sel ini tidak

mempengaruhi secara langsung pembentukan spermatid namun memastikan

ketersediaan stem cell untuk spermatogenesis. Spermatogonia tipe Ap

mengalami pembelahan secara mitotik untuk menghasilkan sel kloning. Sel-sel

ini kemudian ditambatkan bersama, sel yang dihasilkan berdiferensiasi menjadi

spermatogonia tipe B (Agarwal, 2014).

2. Meiosis

Reduksi adalah mekanisme biologis dimana sebuah sel germinal tunggal

dapat meningkatkan kandungan DNA-nya, kemudian membagi dua kali untuk

menghasilkan empat sel germinal individu yang berisi untai tunggal dari

masing-masing kromosom atau setengah jumlah kromosom yang biasanya

ditemukan dalam sel-sel tubuh. Proses meiosis diperpanjang selama periode

waktu yang panjang. Oleh karena itu, spermatosit ditemukan di setiap tahap

spermatogenesis (Hess, 1999).

Sintesis DNA terjadi pada spermatosit preleptoten. Profase dari

pembelahan meiosis pertama dapat berlangsung selama hampir 3 minggu.

Kromosom homolog menjadi dipasangkan dalam sel zigoten, membentuk

kompleks synaptonemal. Spermatosit pakiten dimulai dari sel kecil namun

bagian inti membesar bersama kromosom menjadi lebih pendek dan menebal.

Spermatosit diploten memisahkan kompleks synaptonernal dan kromosom

tersebar terpisah dalam inti. Spermatosit sekunder (2n) yang diproduksi oleh

meiosis I kemudian dengan cepat membelah lagi oleh meiosis II. Meiosis II

menghasilkan (n) sel haploid sangat kecil yang disebut spermatid yang

memasuki fase berikutnya yaitu diferensiasi (Hess, 1999).

Page 40: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

23

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Spermatogonia tipe B mengalami mitosis menghasilkan sel diploid,

spermatosit primer. Spermatosit primer mengalami pembagian meiosis hingga

pubertas dan memiliki masa hidup yang paling panjang dari semua tipe

spermatogonia. Pada saat pubertas, spermatosis primer diploid (2n) memasuki

meiosis I dan terbagi spermatosit sekunder haploid (n). Spermatosit sekunder

memiliki masa hidup sangat pendek dari semua tipe spermatogonia.

Spermatosit sekunder lalu mengalami meiosis II dan menghasilkan

spermatozoa dengan setengah materi DNA (Agarwal, 2014).

Gambar 2.7. Tahap Siklus Spermatogenesis Sel Pada Tikus.

Keterangan: A, Dimulai pada Spermatogonium tipe A; ln, Spermatogonium tipe intermediet;

B, Spermatogonium Tipe B; R, Spermatosit primer keadaan istirahat; L, Spermatosit Leptoten;

Z, Spermatosist Zigoten; P(I), P(VII), P(XII), Spermatosit pakiten awal, tengah dan akhir; Di,

Diploten; II, Spermatosit sekunder; 1-19, Tahap Spermiogenesis. Tabel ditengah memberikan

informasi komposisi seluler pada tiap tahap siklus epitel seminiferus (I-XIV). Simbol m

menunjukkan adanya mitosis (Krinke, 2000).

Page 41: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

24

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Diferensiasi

Sel-sel germinal haploid mengalami fase diferensiasi terminal yang

dikenal sebagai spermiogenesis. Sel-sel mengalami perubahan, termasuk tiga

modifikasi utama diantaranya: (i) Inti memanjang dan kromatin mengembun

menjadi struktur pewarnaan sangat gelap memiliki bentuk unik yang spesifik;

(ii) Aparat golgi menghasilkan granula lisosom. Sistem acrosomic berisi enzim

hidrolitik yang diperlukan untuk interaksi sperma-sel telur dan fertilisasi; dan

(iii) Sel membentuk ekor panjang dilapisi dengan mitokondria di wilayah

proksimal dan kehilangan kelebihan sitoplasma. Perubahan dalam differensiasi

spermatid dikenal sebagai spermiogenesis (Hess, 1999).

Pada tikus, siklus spermatogenesis berlangsung 14 tahap di tubulus

seminiferus. Tikus memerlukan waktu 12 hari untuk menyelesaikan 14 tahap

spermatogenesis. Spermatogonium pada tikus memerlukan 4 siklus hingga

akhirnya membentuk spermatozoa. Sehingga 48 hari dibutuhkan untuk

menyelesaikan seluruh rangkaian tahap spermatogenik (Krinke, 2000).

2.3.7. Regulasi Hormon Tikus Jantan dan Betina

Spermatogenesis diregulasi oleh hormon yang disekresikan oleh

hipotalamus dan kelenjar pituitary serta diregulasi oleh mekanisme umpan balik

negatif. Hipotalamus mensekresikan Gonadotrophin Releasing Hormone

(GnRH) di dalam sirkulasi hipotalamus-hipofisial yang menstimulasi sintesis

dan pelepasan gonadotropin, FSH dan LH dari kelenjar pituitari ke sirkulasi

sistemik (Agarwal, 2014). GnRH (Gonadotropin Releasing Hormone)

merupakan hormon yang disintesis di hipotalamus dan disekresikan ke hipofisis

anterior melalui vena porta hipotalamus-hipofisial (Akbar, 2010).

Pada pria, LH bekerja menstimulasi sel leydig untuk memproduksi

testosteron. FSH mempengaruhi sel sertoli untuk mensekresi androgen binding

protein (ABP), inhibin dan plasminogen activator. Androgen Binding Protein

(ABP) berperan penting dalam memelihara kadar androgen agar tinggi yang

berguna dalam spermatogenesis. Plasminogen activator membantu spermiasi

dan inhibin memberikan efek umpan balik negatif dalam sekresi FSH oleh

kelenjar pituitari anterior (Agarwal, 2014).

Page 42: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

25

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Pada wanita, FSH dan LH akan merangsang ovarium untuk

mensekresikan hormon estrogen dan progesteron yang akan mempengaruhi

siklus estrus. Pada fase proestrus folikel-folikel ovarium masih dalam ukuran

kecil. Adanya FSH yang disintesis di hipofisa anterior menyebabkan sel-sel

granulosa yang terdapat di dalam folikel akan cepat menjadi banyak. Folikel

yang matang akan terus memproduksi estrogen, akibatnya estrogen dalam darah

menjadi tinggi. Kadar estrogen yang tinggi dalam darah menandakan terjadinya

fase estrus pada mencit dan akan merangsang GnRH untuk memproduksi LH.

Lonjakan LH menyebabkan folikel berubah menjadi korpus luteum dan

menghasilkan progesteron (Akbar, 2010).

Gambar 2.8. Regulasi Hormon Reproduksi.

Keterangan: GnRH dilepaskan dari hipotalamus dan berjalan ke pituitari melalui

hypothalamophyseal tract lalu menstimulasi pelepasan FSH dan LH ke dalam sirkulasi perifer.

FSH mempengaruhi sel sertoli dan memodulasi spermatogenesis sedangkan LH mempengaruhi

sel leydig untuk menstimulasi biosintesis testosteron. Umpan balik negatif oleh testosteron dan

inhibin (disekresikan oleh sel sertoli sebagai respon FSH) menyebabkan down regulated

pelepasan LH dan GnRH dari pituitari dan hipotalamus. Sebagai tambahan dalam regulasi

endokrin, beragam sel pada testis saling meregulasi satu sama lain melalui paracrine pathway.

Proses ini melibatkan sekresi peptide dan growth factors yang mengatur fungsi selular antara

sel sertoli (SC), sel germinal (GC), peritubular myoid cells (M), sel leydig (LC) dan sel

endothelial pembuluh darah (BV) (OECD, 2008)

Page 43: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

26

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.3.8. Hormon dalam Spermatogenesis

Hormon-hormon yang terkait dalam proses spermatogenesis (Senger,

2003) yaitu:

1. GnRH dari hipotalamus, yaitu FSH-RH dan LH-RH

2. FSH dan LH dari hipofisis anterior.

Hormon FSH berfungsi untuk merangsang pembentukan sperma secara

langsung serta merangsang sel sertoli untuk menghasilkan ABP

(Androgen Binding Protein) untuk memacu spermatogonium

melakukan spermatogenesis. Hormon LH berfungsi merangsang sel

Leydig untuk mensekresikan testosteron.

3. Steroid dari gonad jantan (testis), yaitu testosteron dan estrogen.

Testosteron sebagai androgen utama yang diproduksi oleh sel-sel

interstitial leydig berperan dalam regulasi spermatogenesis, yaitu memacu

pertumbuhan dan diferensiasi sel-sel spermatogenik. Di samping itu, testosteron

juga berperan dalam menstimulasi pertumbuhan serta memelihara struktur dan

fungsi organ-organ reproduksi (termasuk saluran dan kelenjar), serta

memunculkan dan mempertahankan ciri kelamin jantan sekunder (Fitria et al.,

2015). Sekresi testosteron dirangsang oleh LH dari kelenjar hipofisis.

FSH (Folicle Stimulating Hormone) dan LH (Luteinizing Hormone)

adalah hormon yang disekresikan oleh kelenjar hipofisis anterior. Kedua

hormon ini memegang peranan utama dalam mengatur fungsi seksual pria. FSH

merangsang perubahan spermatogonia menjadi spermatosit dalam tubulus

seminiferus serta merangsang sel sertoli untuk mengubah spermatid menjadi

sperma dalam spermiogenesis. LH berfungsi menstimulasi sel leydig di

interstisial testis untuk mensekresikan testosteron (Guyton, 2006).

Hormon lain yaitu estrogen dan GH (Growth Hormone). Estrogen

dibentuk dari testosteron oleh sel sertoli pada saat stimulasi oleh FSH. GH

berperan dalam mengontrol fungsi metabolik testis sehingga dapat

meningkatkan proses pembagian spermatogonia (Guyton, 2006).

Page 44: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

27

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.4. Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA)

ELISA atau Enzyme Linked Immunosorbent Assay digunakan sebagai

perangkat untuk mendiagnosa dalam dunia pengobatan dan pengendali mutu

dalam industri. ELISA juga digunakan sebagai alat menganalisa dalam

penelitian biomedis untuk mendeteksi dan mengkuantifikasi antigen atau

antibodi spesifik dalam sampel yang diberikan (Gan dan Patel, 2013).

Prinsip dasar ELISA adalah reaksi kompleks antigen-antibodi dengan

melibatkan peran enzim konjugasi yang anti-spesien immunoglobulin dan

substrat sebagai indikator dalam pereaksi. Teknik ini merupakan uji serologik

kuantitatif dan dilakukan dengan menggunakan plate mikrotiter (Layla dan

Poerwadikarta, 1993). ELISA digunakan untuk menemukan antibodi. Dalam

hal ini antigen mula-mula diikat pada benda padat kemudian ditambahkan

antibodi yang akan dicari. Setelah itu ditambahkan antigen bertanda enzim,

seperti peroksidase dan fosfatase. Terakhir ditambahkan substrat

kromoforgenik yang bila bereaksi dengan enzim dapat menimbulkan perubahan

warna. Perubahan warna yang terjadi sesuai dengan jumlah enzim yang diikat

dan sesuai pula dengan kadar antibodi yang dicari (Bratawidjaja dan Rengganis,

2012).

1. Direct ELISA

Direct ELISA merupakan metode ELISA yang paling sederhana. Pada

direct ELISA, antigen dilekatkan pada plate mikrotiter. Sementara enzim

berikatan dengan antibodi dalam reaksi terpisah, kemudian kompleks enzim-

antibodi ditambahkan untuk menyerap antigen. Kompleks enzim-antibodi

yang berlebih dicuci, dan enzim-antibodi terikat ke antigen yang tersisa.

Substrat enzim ditambahkan kemudian enzim terdeteksi menggambarkan

sinyal dari antigen (ELISA Encyclopedia).

2. Indirect ELISA

Pada indirect ELISA sampel yang akan dianalisa untuk antigen spesifik

dilekatkan pada wells dalam plate mikrotiter. Antibodi primer yang mengikat

antigen spesifik kemudian ditambahkan diikuti dengan antibodi sekunder

terkonjugasi enzim. Substrat dan enzim dikenali untuk menghitung antibodi

primer yang muncul melalui perubahan warna. Konsentrasi antibodi primer

Page 45: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

28

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

muncul pada serum secara langsung dan berkorelasi dengan intensitas warna

(Gan dan Patel, 2013).

3. Sandwich ELISA

Sandwich ELISA digunakan untuk mengidentifikasi sampel antigen

spesifik. Permukaan wells disiapkan dengan sejumlah antibodi yang telah

diketahui untuk menangkap antigen yang diinginkan. Kemudian antigen sampel

dimasukan ke dalam wells. Antibodi primer spesifik kemudian ditambahkan

dan membentuk sandwich dengan antigen. Antibodi sekunder yang terikat

enzim lalu ditambahkan untuk mengikat antibodi primer. Antibodi yang tidak

terkonjugasi dengan enzim dibersihkan. Substrat ditambahkan dan perubahan

warna terjadi, kemudian jumlah dihitung (Gan dan Patel, 2013).

4. Competitive ELISA

ELISA kompetitif adalah reaksi kompetisi antara antigen sampel dan

antigen yang terikat dengan antibodi primer pada wells. Antibodi primer

pertama-tama diinkubasi dengan antigen sampel, lalu komplek antigen-antibodi

yang terbentuk ditambahkan ke wells yang sudah ditutupi oleh antigen yang

sama. Setelah masa inkubasi, antibodi yang tidak berikatan dibersihkan.

Semakin banyak antigen pada sampel maka semakin banyak juga antibodi

primer yang akan berikatan dengan antigen sampel. Antibodi sekunder

terkonjugasi enzim ditambahkan dan diikuti substrat untuk memperoleh sifat

kromogenik. Ketidakmunculan warna mengindikasikan kehadiran antigen

sampel (Gan dan Patel, 2013).

Gambar 2.9. Jenis Enzyme Linked Immunosorbent Assay

( www.bosterbio.com)

Page 46: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

29 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember 2016 hingga Juni 2017

di laboratorium penelitian I, laboratorium penelitian II, Laboratorium Kimia

Obat, Laboratorium Biokimia dan Animal House Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3.2. Alat dan Bahan

3.2.1. Alat

Alat alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah blender, timbangan

analitik, alcoholmeter, botol maserasi, vacuum rotary evaporator, kertas

saring, corong, botol timbang, kurs silikat, oven, tanur, timbangan hewan,

sonde oral, alat bedah minor, kaca objek, cover glass, mikropipet, effendrof

tube, centrifuge, mikrohematokrit, mikroskop cahaya, freezer, waterbath,

desikator, ELISA Reader.

3.2.2. Bahan

3.2.2.1. Tanaman Uji

Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah kelor, dengan

bagian yang digunakan yaitu daun. Daun kelor diperoleh dari Kampung

Tegalwaru, Kelurahan Cinangneng, Kecamatan Ciampea, Bogor pada pukul

03.45 WIB, tanggal 30 November 2016 dengan ketinggian tumbuh 800 mdpl.

Daun kelor yang digunakan yaitu daun kelor usia 3-12 bulan, bagian daun tua

dan muda. Sebelum dilakukan penelitian daun kelor terlebih dahulu

dideterminasi di Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan

Indonesia – LIPI Cibinong.

3.2.2.2. Bahan Uji

Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu ekstrak etanol

90% daun kelor, pereaksi dalam penapisan fitokimia meliputi etanol 70%, HCl

Page 47: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

30

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

pekat, HCl 2N, pereaksi Mayer, pereaksi dragendorf, pereaksi Liberman-

Bouchard, asam asetat anhidrat, asam sulfat pekat, magnesium, kloroform,

aquadest, kit testosteron ELISA, H2SO4 pekat, FeCl3 1%, Na CMC 0,25% b/v

dan NaCl fisiologis.

3.2.2.3. Hewan Uji

Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih jantan

galur Sprague-Dawley yang sehat berumur 2-3 bulan dengan berat badan 250-

350 gram yang diperoleh dari Animal Facility and Modeling Provider, Institut

Pertanian Bogor (IPB).

3.3. Rancangan Penelitian

3.3.1. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah desain penelitian

eksperimental. Hewan uji yang digunakan adalah tikus putih jantan galur

Sprague-Dawley yang terbagi ke dalam 4 kelompok perlakuan. Setiap

kelompok terdiri dari 5 ekor tikus putih jantan galur Sprague-Dawley (WHO,

2000). Hewan uji dilebihkan 20% atau dilebihkan 1 ekor tikus pada tiap

kelompok dengan tujuan untuk mengatasi drop out.

3.3.2. Dosis Perlakuan

Dosis ekstrak etanol 90% daun kelor yang digunakan dalam penelitian

ini mengacu pada dosis 200 mg/kgBB dalam penelitian Bachtiar dan Ghasani

(2016) dengan peningkatan dan penurunan dosis, sehingga dosis yang

digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tiga dosis berbeda, diantaranya yaitu

50 mg/kgBB, 200 mg/kgBB, 800 mg/kgBB. Pemberian ekstrak etanol 90%

daun kelor dilakukan secara oral selama 15 hari sesuai dengan protokol WHO

dalam Dehghan (2005). Perlakuan yang dilakukan terdiri dari:

Kelompok I : Kelompok kontrol (tanpa perlakuan), sebanyak 5 ekor tikus

diberikan Na-CMC 0,25% b/v, serta makan dan minum ad

libitum

Page 48: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

31

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Kelompok II : Sebanyak 5 ekor tikus diberikan suspensi Na-CMC 0,25%

b/v ekstrak etanol 90% daun kelor dengan dosis 50

mg/kgBB, serta makan dan minum ad libitum.

Kelompok III : Sebanyak 5 ekor tikus diberikan suspensi Na-CMC 0,25%

b/v ekstrak etanol 90% daun kelor dengan dosis 200

mg/kgBB, serta makan dan minum ad libitum.

Kelompok IV : Sebanyak 5 ekor tikus diberikan suspense Na-CMC 0,25%

b/v ekstrak etanol 90% daun kelor dengan dosis 800

mg/kgBB, serta makan dan minum ad libitum.

Tabel 3.1. Rancangan Percobaan

Kelompok Perlakuan Lama

Pemberian

Pengukuran/bagian

yang digunakan

I

(Kontrol)

Tikus diberikan

Na-CMC 0,25%

b/v

15 hari Darah diambil dari

sinus orbital mata

Bobot testis

ditimbang

Sperma dikeluarkan

dari kauda

epididimis

Pengamatan

mounting frequency

dan mounting

latency

II

(50mg/kgBB)

Tikus diberikan

suspensi ekstrak

etanol 90% daun

kelor dengan dosis

50 mg/kgBB

15 hari Darah diambil dari

sinus orbital mata

Bobot testis

ditimbang

Sperma dikeluarkan

dari kauda

epididimis

Pengamatan

mounting frequency

dan mounting

latency

III

(200 mg/kgBB)

Tikus diberikan

suspensi ekstrak

etanol 90% daun

kelor dengan dosis

200 mg/kgBB

15 hari Darah diambil dari

sinus orbital mata

Bobot testis

ditimbang

Page 49: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

32

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Sperma dikeluarkan

dari kauda

epididimis

Pengamatan

mounting frequency

dan mounting

latency

IV

(800 mg/kgBB)

Tikus diberikan

suspensi ekstrak

etanol 90% daun

kelor dengan dosis

800 mg/kgBB

15 hari Darah diambil dari

sinus orbital mata

Bobot testis

ditimbang

Sperma dikeluarkan

dari kauda

epididimis

Pengamatan

mounting frequency

dan mounting

latency

3.4. Prosedur Kerja

3.4.1. Persiapan Simplisia dan Pembuatan Ekstrak

Sebanyak 18 kg daun kelor segar dicuci kemudian dikeringkan. Daun

kelor lalu dihaluskan dengan menggunakan blender, sehingga diperoleh serbuk

halus sebanyak 2,4 kg. Serbuk daun kelor lalu dimasukan ke dalam botol

maserasi, kemudian ditambahkan pelarut etanol 90% hingga pelarut merendam

serbuk setinggi tiga jari dari permukaan serbuk. Serbuk daun kelor direndam

selama tiga hari, sambil setiap hari diaduk. Maserat dipisahkan dengan cara

disaring. Proses penyaringan diulang sekurang-kurangnya dua kali dengan

jenis dan jumlah pelarut yang sama. Maserat dikumpulkan dan diuapkan

dengan menggunakan Vacuum Rotary Evaporator hingga diperoleh ekstrak

kental. Rendemen ekstrak dihitung dalam persen dengan membandingkan

bobot ekstrak kental dengan bobot serbuk simplisia yang digunakan.

3.4.2. Penapisan Fitokimia

a. Alkaloid

Sebanyak 100 mg ekstrak ditambahkan 1 ml etanol 70% kemudian

dilarutkan dengan 1 mL HCl 2N dan 9 ml air, dipanaskan dalam penangas air

dan didinginkan. Campuran kemudian disaring dan ditampung filtratnya.

Page 50: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

33

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Filtrat yang didapat dibagi ke dalam 3 tabung reaksi. Tabung pertama

ditambahkan dengan asam encer yang berfungsi sebagai blanko. Tabung kedua

ditambahkan 3 tetes pereaksi Dragendrof dan tabung ketiga ditambahkan 3

tetes pereaksi Mayer. Terbentuknya endapan jingga pada tabung kedua dan

endapan putih atau kuning yang larut dalam metanol pada tabung ketiga

menunjukkan adanya alkaloid (Farnworth 1966 dan Susanti et al., 2014).

b. Flavonoid

Sebanyak 100 mg ekstrak ditambahkan 1 ml etanol 70%. Filtrat

ditambahkan 0,5 mL HCl dan logam Mg kemudian diamati perubahan warna

yang terjadi (metode Wilstater). Warna merah sampai jingga diberikan oleh

senyawa flavon, warna merah tua diberikan oleh flavonol atau flavonon, warna

hijau sampai biru diberikan oleh aglikon atau glikosida (Marliana et al., 2005).

c. Saponin

Sebanyak 100 mg ekstrak ditambahkan 1 ml etanol 70% kemudian

ditambahkan 10 ml air panas dan didinginkan. Campuran kemudian dikocok

vertikal selama 10 detik. Pembentukan busa setinggi 1-10 cm yang stabil

selama tidak kurang dari 10 menit menunjukkan adanya saponin. Pada

penambahan 1 tetes HCl 2N, busa tidak hilang (Depkes RI, 1995).

d. Tanin dan Polifenol

Larutan uji sebanyak 2 ml direaksikan dengan larutan besi (III) klorida

10%, warna biru tua atau hitam kehijauan menunjukkan adanya tanin dan

polifenol (Susanti et al., 2014).

e. Steroid dan Triterpen

Sebanyak 100 mg ekstrak ditambahkan 1 ml etanol 70%, kemudian

direaksikan dengan pereaksi Liebermen-Buchard. Adanya steroid

menunjukkan warna biru - kehijauan sedangkan triterpenoid menunjukkan

warna merah, merah muda, atau ungu (Farnsworth, 1966).

f. Terpenoid

Sebanyak 100 mg ekstrak ditambahkan 1 ml etanol 70% kemudian

dilarutkan di dalam eter. Selanjutnya campuran diuapkan hingga kering.

Larutan pereaksi terdiri dari 10 tetes asam asetat anhidrat dan 5 tetes asam

Page 51: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

34

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

sulfat ditambahkan ke dalam residu. Terbentuknya warna merah-hijau-violet-

biru menandakan bahwa ekstrak mengandung terpenoid (Farnsworth, 1966).

3.4.3. Pengujian Parameter Spesifik dan Non Spesifik

1. Parameter Spesifik

a. Parameter Identitas Ekstrak (Depkes RI, 2000)

Deskripsi tata nama:

Nama ekstrak

Nama latin tumbuhan

Bagian tumbuhan yang digunakan

Nama Indonesia Tumbuhan

b. Organoleptik Ekstrak (Depkes RI, 2000)

Parameter menggunakan pancaindra untuk mendiskripsikan bentuk, warna,

bau, dan rasa sebagai berikut:

Bentuk : Padat, serbuk kering, kental, cair

Warna : Kuning, Coklat, dll

Bau : Aromatik, tidak berbau, dll

Rasa : Pahit, manis, kelat, dll

2. Parameter Non-Spesifik

a. Kadar Air

Botol timbang disiapkan, dipanaskan pada suhu 105 °C selama 30

menit, lalu ditimbang. Hal tersebut dilakukan sampai memperoleh bobot botol

timbang yang konstan atau perbedaan hasil antara 2 penimbangan tidak

melebihi 0,005 g. Sebanyak 1 g bahan uji ditimbang, dimasukkan ke dalam

botol timbang. Bahan uji kemudian dikeringkan pada suhu 105 °C selama 5

jam dan ditimbang kembali. Proses pengeringan dilanjutkan dan timbang

kembali selama 1 jam hingga perbedaan antara penimbangan berturut turut

tidak lebih dari 0,25% (Indrasuari et al., 2014). Kadar air dapat dihitung

dengan persamaan,

Page 52: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

35

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Kadar Air (%) =

𝑎−𝑏

𝑎 x 100%

Keterangan : a = berat awal simplisia (g); b =berat akhir simplisia (g)

b. Kadar Abu

Bahan uji ditimbang dan dimasukkan dalam krus porselin yang telah

dipijar dan ditara. Krus porselin dipijar pada suhu 600°C kemudian

didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung

terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes RI, 2000).

3.4.4. Persiapan Hewan Uji

Hewan uji yang digunakan yaitu tikus jantan galur Sprague – Dawley.

Tikus diaklimatisasi sebelum diberikan perlakuan di Laboratorium Animal

House, FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta selama 2 minggu. Tikus diberi

makan dan minum ad libitum. Ekstrak etanol 90% daun kelor diberikan secara

oral menggunakan sonde sekali tiap pagi (Pukul 09.00 WIB) selama 15 hari,

dengan dosis sebagai berikut:

1. Kelompok I diberikan Na-CMC 0,25% b/v.

2. Kelompok II diberikan ekstrak etanol 90% daun kelor dengan dosis 50

mg/kgBB yang disuspensikan ke dalam Na-CMC 0,25% b/v.

3. Kelompok III diberikan ekstrak etanol 90% daun kelor dengan dosis 200

mg/kgBB yang disuspensikan ke dalam Na-CMC 0,25% b/v.

4. Kelompok IV diberikan ekstrak etanol 90% daun kelor dengan dosis 800

mg/kgBB yang disuspensikan ke dalam Na- CMC 0,25% b/v.

3.4.5. Pembuatan Preparat

Pembuatan preparat dilakukan pada hari ke-16. Masing – masing hewan

uji dikorbankan untuk diambil organ reproduksi tikus. Hewan uji dibius

dengan eter kemudian di bedah dan organ testis dan kauda epididimis

dikeluarkan. Pengambilan sperma dari kauda epididimis dilakukan dengan

meletakan kauda epididimis ke dalam cawan petri yang berisi NaCl 0,9%.

Sperma dari dalam kauda epididimis dilarutkan dengan NaCl 0,9% sehingga

Page 53: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

36

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

larutan sperma tersebut dikatakan sebagai larutan stok yang dapat digunakan

dalam pengamatan morfologi spermatozoa (CASA, 2000).

3.4.6. Pengukuran Parameter Fertilitas

1. Pengukuran Kadar Serum Testosteron

Tikus diberikan ekstrak etanol 90% daun kelor selama 15 hari. Pada hari

ke-0 dan hari ke- 16 dilakukan pengambilan darah sebanyak 2 ml melalui sinus

orbital mata tikus. Darah kemudian dimasukan ke dalam tube dan dibiarkan

selama 1 jam. Tube kemudian di sentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm selama

15 menit untuk memisahkan serum. Serum kemudian disimpan dalam freezer

bersuhu -20 oC hingga hari ke-16 (Dafaalla, 2015 dan Bachtiar, 2016).

Pengukuran konsentrasi kadar serum testosteron dilakukan dengan

menggunakan kit ELISA testosteron yang diperoleh dari DRG Internasional.

Pengukuran kadar serum testosteron mengunakan metode ELISA sesuai

dengan prosedur yang tertera dalam manual kit ELISA testosteron. Prosedur

kerja dengan kit ELISA testosteron menggunakan metode ELISA kompetitif,

diantaranya: sebanyak 25 μl standar, kontrol, dan sampel masing - masing

dimasukan ke dalam wells yang berbeda dengan menggunakan tips yang

berbeda-beda. Sebanyak 200 μl konjugat enzim dipipet ke dalam setiap sumur,

pencampuran dilakukan selama 10 detik untuk mendapatkan campuran yang

tepat. Campuran diinkubasi selama 60 menit pada suhu ruang tanpa diberi

penutup. Inkubasi tersebut berfungsi agar sampel dan konjugat saling

berikatan. Wells dibilas sebanyak 3 kali dengan wash solution (400 μl/sumur)

dan langsung dikeringkan dengan cara membalikkan sumur. Selanjutnya

ditambahkan 200 μl larutan substrat atau kromogen pada setiap sumur.

Substrat rentan terhadap cahaya, maka larutan disimpan di dalam ruangan

bebas cahaya. Inkubasi dilakukan selama 15 menit pada suhu ruang. Reaksi

enzimatik kemudian dihentikan dengan menambahkan 100 μl dengan

menggunakan stop solution. Selanjutnya, microtitter plate dimasukkan ke

dalam ELISA reader dengan pembacaan panjang gelombang pada 450±10 nm.

Pembacaan dilakukan dalam waktu 10 menit setelah penambahan stop solution

(Solihati, 2013).

Page 54: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

37

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Perhitungan Abnormalitas Morfologi Spermatozoa

Sebanyak 1 ml suspensi sperma dari larutan stok dimasukan ke dalam

tube. Eosin Y 1% ditambahkan kedalam tube sebanyak 2 tetes lalu dikocok

perlahan. Sperma diinkubasi selama 45-60 menit di dalam tube kemudian

dibuat sediaan oles dengan meletakan satu sampai dua tetes suspensi sperma

yang telah diwarnai ke atas kaca objek. Kaca objek kemudian digeserkan

dengan kaca objek lain di atasnya hingga terbentuk sediaan oles sperma. Kaca

objek digeser membentuk sudut 45° dan digeserkan hanya sekali geser.

Sediaan oles spermatozoa selanjutnya dikeringanginkan. Pengamatan

dilakukan di bawah mikroskop dengan perbesaran 400-1000 kali (CASA,

2000). Perhitungan dilakukan terhadap spermatozoa berbentuk abnormal yaitu

sperma dengan ekor melingkar dan kepala putus, kemudian dibandingkan

dengan jumlah spermatozoa yang ada dalam lapang pandang dan dinyatakan

dalam persen (Solihati, 2013).

% Abnormalitas = Jumlah Spermatozoa Abnormal

Jumlah Spermatozoa Abnormal dan Normal x 100%

3. Pengukuran Bobot Testis

Pengukuran bobot testis dilakukan dengan membuka isi perut tikus

hingga nampak prostat dan vesika seminalis. Testis dibuka dengan membuka

skrotum dan menarik testis dari lapisan pembungkusnya. Bobot testis diukur

dengan menimbang organ testis menggunakan timbangan analitik, kemudian

hasil bobot testis tikus yang diberi perlakuan dibandingkan dengan bobot testis

tikus kontrol. Bobot testis kemudian dibandingkan dengan bobot badan tikus

setelah perlakuan untuk mendapatkan proporsi bobot testis tikus terhadap

bobot badan tikus (Bachtiar, 2016).

% Proporsi Bobot Testis = Bobot Testis Tikus (g)

Bobot Badan Tikus (g) x 100%

4. Pengukuran Mounting frequency dan Mounting latency

Aktivitas seksual tikus jantan diamati pada hari ke-15. Pengamatan

aktivitas seksual tikus jantan dilakukan mengacu pada penelitian Deshmukh

dan Bhagat (2016), pengamatan aktivitas seksual dilakukan dengan

Page 55: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

38

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

mempertemukan tikus jantan dengan tikus betina dalam satu kandang dengan

perbandingan tikus jantan dan betina 1:1. Tikus betina diperiksa apusan vagina

untuk menentukan fase estrus. Pengamatan mounting frequency dan mounting

latency diamati pada sore hari selama 30 menit setelah perlakuan seluruh

kelompok uji. Pengamatan dilakukan terhadap Mounting Latency (ML), waktu

dari mulai perkenalan (introduction) tikus betina ke dalam kandang tikus

jantan hingga mounting atau tunggangan pertama dan Mounting Frequency

(MF), jumlah tunggangan tikus jantan ke betina sebelum ejakulasi. Jumlah dan

waktu mounting lalu dicatat.

3.5. Analisis Data

Data hasil pengamatan konsentrasi serum testosteron, morfologi

spermatozoa, bobot testis serta mounting frequency dan mounting latency pada

tiap kelompok perlakuan selanjutnya diolah secara statistik dengan

menggunakan software SPSS 20. Uji statistik yang dilakukan meliputi uji

normalitas, uji homogenitas, uji parametrik (one-way ANOVA dan Paired

Sample T-Test), atau uji non-parametrik (Kruskal Wallis). Jika hasil uji one-

way ANOVA maupun Kruskal Wallis menunjukkan hasil yang signifikan

(p≤0,05) maka uji dilanjutkan dengan uji multiple comparison tipe LSD (Least

Significant Different).

Page 56: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

39 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Determinasi Tanaman

Determinasi tanaman kelor dilakukan di Herbarium Bogoriense

Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor. Hasil determinasi

menunjukkan bahwa tanaman uji yang diperoleh dari Kampung

Tegalwaru, Kelurahan Cinangneng, Kecamatan Ciampea, Bogor adalah

benar tanaman kelor. Surat hasil determinasi tanaman uji dapat dilihat

pada Lampiran 3.

4.1.2. Ekstraksi

Serbuk daun kelor kering diperoleh sebanyak 2,4 kg dari hasil

pengeringan dan penghalusan 18 kg daun kelor segar. Serbuk kering

daun kelor kemudian dimaserasi secara berulang dengan pelarut etanol

90% sebanyak 20, 5 L hingga maserat bening. Maserat kemudian di

pekatkan dengan vacuum rotary evaporator dan diperoleh ekstrak

kental sebanyak 527,433 gram. Ekstrak kental dilakukan freeze dry di

LIPI Cibinong selama 10 jam untuk mengurangi kadar air pada ekstrak.

Rendemen ekstrak dihitung dengan membandingkan bobot ekstrak

terhadap bobot serbuk kelor kering dan diperoleh rendemen sebesar

21,97%. Perhitungan rendemen dapat dilihat pada Lampiran 6.

4.1.3. Penapisan Fitokimia

Hasil penapisan fitokimia ekstrak etanol 90% daun kelor

menunjukkan bahwa ekstrak mengandung senyawa alkaloid, flavonoid,

saponin, tanin, steroid dan terpenoid. Hasil penapisan fitokimia ekstrak

etanol 90% daun kelor dapat dilihat pada Lampiran 7.

Page 57: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

40

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.1.4. Parameter Spesifik dan Non-Spesifik

Hasil pengujian parameter spesifik dan non-spesifik ekstrak

etanol 90% daun kelor dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Hasil Uji Parameter Standar Ekstrak Etanol 90% Daun Kelor

Pengujian Parameter Hasil

Parameter

Spesifik

Identitas Ekstrak

a. Nama Ekstrak a. Ekstrak Etanol 90%

Daun Kelor (Moringa

oleifera Lam.)

b. Nama Latin b. Moringa oleifera Lam.

c. Bagian Yang

Digunakan

c. Daun

d. Nama Indonesia

Tumbuhan

d. Kelor

Organoleptik Ekstrak

a. Bentuk a. Kental

b. Warna b. Coklat

c. Bau c. Khas

d. Rasa d. Pahit

Parameter

Non-Spesifik

Kadar Air 12,04%

Kadar Abu 8,39%

4.1.5. Pengukuran Bobot Badan Tikus

Hasil pengukuran bobot badan tikus seluruh kelompok selama

15 hari menunjukkan adanya peningkatan dan penurunan bobot badan

tikus (Gambar 4.1.).

Gambar 4.1. Grafik Bobot Badan Tikus

0

100

200

300

400

Bo

bo

t (g

ram

)

Hari

Bobot Badan Tikus

Kontrol 50mg/kgBB 200mg/kgBB 800mg/kgBB

Page 58: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

41

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Bobot badan tikus mengalami peningkatan dari bobot awal.

Hasil statistik perbandingan bobot badan awal dan akhir tikus

menunjukkan adanya peningkatan bobot badan secara bermakna

(p≤0,05) pada kelompok kontrol dan dosis 50 mg/kgBB, sedangkan

pada kelompok dosis 200 dan 800 mg/kgBB tidak ada pebedaan bobot

badan awal dan akhir yang bermakna (p≥0,05). Hasil pengukuran bobot

badan tikus dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Bobot Badan Awal dan Akhir Tikus

Kelompok Bobot Badan

Awal (gram)

Bobot Badan

Akhir (gram)

Kontrol 331.6 347.4*

50 mg/kgBB 286.2 302.2*

200 mg/kgBB 281.4 282.6

800 mg/kgBB 333.4 316.8

Keterangan *= Ada perbedaan secara bermakna bobot badan awal

dan akhir tikus pada taraf kepercayaan 95% (p≤0,05).

Gambar 4.2. Grafik Perbandingan Bobot Badan Awal dan Akhir Tikus

4.1.6. Pengukuran Konsentrasi Serum Testosteron

Hasil pengukuran konsentrasi testosteron hari ke-0 dan hari ke-

16 pada seluruh kelompok uji dapat dilihat pada Table 4.3. Konsentrasi

Testosteron kelompok kontrol maupun kelompok uji menunjukkan

adanya peningkatan dan penurunan konsentrasi testosteron pada hari ke-

0 dan hari ke-16 (Gambar 4.3.).

0

100

200

300

400

Kontrol 50mg/kgBB 200mg/kgBB 800mg/kgBB

Bo

bo

t (g

ram

)

Perbandingan Bobot Badan Tikus

Bobot Badan Awal Bobot Badan Akhir

Page 59: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

42

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 4.3. Rerata Konsentrasi Testosteron

Kelompok Konsentrasi Testosteron (ng/ml) ± SD*

Hari Ke-0 Hari Ke-16

Kontrol 2.2417 ± 0.8239 2.1243 ± 1.0540

50 mg/kgBB 1.4535 ± 0.8768 2.3948 ± 1.0132

200 mg/kgBB 2.8305 ± 1.7163 1.3552 ± 0.8653

800 mg/kgBB 1.2465 ± 0.6139 1.9998 ± 1.3763

Keterangan * n=5

Gambar 4.3. Grafik Konsentrasi Testosteron H-0 dan H-16

Data konsentrasi testosteron hari ke-0 dan hari ke-16 diuji

menggunakan Paired Samples T-Test. Hasil menunjukkan adanya

penurunan konsentrasi testosteron pada kelompok kontrol dan dosis 200

mg/kgBB antara hari ke-0 dan hari ke-16 secara tidak bermakna

(p≥0,05), sedangkan pada kelompok dosis 50 mg/kgBB dan dosis 800

mg/kgBB terjadi peningkatan konsentrasi testosteron secara tidak

bermakna (p≥0,05). Penurunan dan peningkatan konsentrasi testosteron

seluruh kelompok pada hari ke-0 dan hari ke-16 masih dalam rentang

konsentrasi testosteron normal (0,66 – 5,4 ng/ml), oleh karena itu

pemberian ekstrak etanol 90% daun kelor tidak mempengaruhi

konsentrasi testosteron. Hasil analisa statistik konsentrasi testosteron

dapat dilihat pada Lampiran 17.

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

Kontrol 50mg/kgBB 200mg/kgBB 800mg/kgBB

Ko

nse

ntr

asi

Tes

tost

ero

n

(ng

/ml)

Konsentrasi Testosteron

H-0 H-16

Page 60: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

43

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.1.7. Pengukuran Proporsi Bobot Testis

Hasil pengukuran bobot testis pada kelompok kontrol dan

kelompok uji yang diberikan ekstrak etanol 90% daun kelor dapat dilihat

pada Table 4.4.

Tabel 4.4. Rerata Proporsi Bobot Testis Hewan Uji

Kelompok Bobot Testis

(gram) ± SD*

Bobot Badan

H-15 (gram)

± SD*

Proporsi Bobot

Testis (%)

± SD*

Kontrol 1.381 ± 0.0703 338.4 ± 14.51 0.408 ± 0.0273

50 mg/kgBB 1.292 ± 0.0846 309.6 ± 32.53 0.420 ± 0.0440

200mg/kgBB 1.256 ± 0.0297 291.2 ± 40.27 0.439 ± 0.0702

800 mg/kgBB 1.363 ± 0.1315 316.8 ± 40.40 0.433 ± 0.0385

Keterangan * n=5

Hasil perhitungan rerata proporsi bobot testis menunjukkan

adanya peningkatan proporsi bobot testis kelompok uji dibandingkan

dengan kelompok kontrol (Gambar 4.4.). Peningkatan proporsi bobot

testis kelompok uji tidak sebanding dengan adanya peningkatan dosis

ekstrak etanol 90% daun kelor.

Gambar 4.4. Grafik Proporsi Bobot Testis

Data proporsi bobot testis kelompok kontrol dan kelompok uji

diolah secara statistik. Hasil uji normalitas Kolmogorov-Smirnov dan

Uji homogenitas Levene menunjukkan hasil data terdistribusi normal

dan homogen (p≥0,05). Data proporsi bobot testis kemudian dilanjutkan

0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

Kontrol 50mg/kgBB 200mg/kgBB 800mg/kgBB

Pro

po

rsi

Proporsi Bobot Testis

Page 61: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

44

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dengan analisa statistik parametric one way ANOVA. Hasil analisa one

way ANOVA menunjukkan hasil tidak adanya perbedaan secara

bermakna dari data proporsi bobot testis (p≥0,05). Dari hasil tersebut

disimpulkan bahwa ekstrak etanol 90% daun kelor tidak mempengaruhi

bobot testis tikus jantan.

4.1.8. Pengukuran Morfologi Spermatozoa

Hasil pengukuran abnormalitas morfologi spermatozoa

kelompok kontrol dan kelompok uji dapat dilihat pada Table 4.5.

Pengukuran abnormalitas morfologi spermatozoa menunjukkan adanya

peningkatan abnormalitas morfologi spermatozoa kelompok uji seiring

dengan peningkatan dosis ekstrak etanol 90% daun kelor (Gambar 4.5.).

Tabel 4.5. Rerata Abnormalitas Morfologi Spermatozoa

Kelompok Rerata Abnormalitas Morfologi

Spermatozoa (%) ± SD

Kontrol 11.097 ± 5.086

50 mg/kgBB 12.659 ± 2.298

200 mg/kgBB 18.378* ± 2.256

800 mg/kgBB 19.239* ± 2.614 Keterangan *= Ada perbedaan secara bermakna terhadap kelompok

kontrol dan kelompok dosis 50 mg/kgBB pada taraf kepercayaan

95% (p≤0,05).

Data abnormalitas morfologi spermatozoa diuji normalitas

Kolmogorov-Smirnov dan homogenitas Levene. Hasil menunjukkan

bahwa data abnormalitas morfologi spermatozoa terdistribusi normal

dan homogen. Analisa kemudian dilanjutkan dengan analisa statistik

parametrik one way ANOVA. Hasil one way ANOVA menunjukkan

adanya perbedaan secara bermakna (p≤0,05) dari hasil pengukuran

abnormalitas morfologi spermatozoa, maka uji dilanjutkan dengan

menggunakan uji Least Significant Difference (LSD).

Page 62: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

45

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 4.5. Grafik Abnormalitas Morfologi Spermatozoa

Hasil uji LSD menunjukkan bahwa abnormalitas morfologi

spermatozoa kelompok dosis 200 dan 800 mg/kgBB berbeda secara

bermakna (p≤0,05) terhadap kelompok kontrol (p≤0,05). Hasil LSD

abnormalitas morfologi spermatozoa antara kelompok uji menunjukkan

hasil perbedaan secara bermakna (p≤0,05) pada kelompok dosis 200

mg/kgBB dan dosis 800mg/kgBB terhadap dosis 50 mg/kgBB namun

tidak ada perbedaan yang bermakna antara abnormalitas morfologi

spermatozoa kelompok dosis 200 mg/kgBB dengan kelompok dosis 800

mg/kgBB. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol 90% daun kelor

pada dosis 200 mg/kgBB dan dosis 800 mg/kgBB dapat meningkatkan

abnormalitas spermatozoa.

4.1.9. Pengamatan Mounting Frequency dan Mounting Latency

Hasil pengamatan mounting frequency dan mounting latency

tikus jantan menunjukkan adanya peningkatan dan penurunan mounting

frequency dan mounting latency kelompok uji dibandingkan dengan

kelompok kontrol. Berdasarkan Tabel 4.6., mounting frequency pada

dosis 50 mg/kgBB lebih besar dibandingkan dengan kelompok kontrol

dan kelompok uji lainnya. Mounting latency pada kelompok dosis 50

mg/kgBB juga menunjukkan waktu mounting yang lebih cepat

dibandingkan dengan kelompok kontrol dan kelompok lainnya.

0

5

10

15

20

25

Kontrol 50mg/kgBB 200mg/kgBB 800mg/kgBB

Per

sen

tase

Ab

norm

al

(%)

Abnormalitas Morfologi Spermatozoa

Page 63: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

46

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 4.6. Data Pengamatan Mounting Frequency dan Mounting

Latency Tikus Jantan

Kelompok Mounting

Frequency

Mounting Latency

(detik)

N

Kontrol 3.5 712.75 4

50 mg/kgBB 18 127 1

200 mg/kgBB 1 1195 1

800 mg/kgBB 5 148 1

Keterangan: N= Jumlah tikus yang teramati melakukan mounting

Hasil uji normalitas Kolomogorov-Smirnov menunjukkan bahwa

data mounting frequency dan mounting latency tikus jantan terdistribusi

tidak normal (p≤0,05). Maka uji statistik dilanjutkan dengan uji

Kruskal-Wallis untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data

mounting frequency dan mounting latency. Hasil uji Kruskal-Wallis

menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan secara bermakna mounting

frequency dan mounting latency tikus jantan pada tiap kelompok uji.

Hasil uji statistik dapat dilihat pada Lampiran 12.

4.2. Pembahasan

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian

ekstrak etanol 90% daun kelor selama 15 hari terhadap parameter bobot

testis, morfologi spermatozoa, kadar serum testosteron serta mounting

frequency dan mounting latency pada tikus jantan galur Sprague-

Dawley. Penilaian fertilitas dilakukan dengan mengukur bobot testis,

kadar testosteron dan morfologi spermatozoa serta pengaruhnya

terhadap libido melalui pengamatan mounting frequency dan mounting

latency.

Bahan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman

kelor. Tanaman yang disebut sebagai a miracle tree ini telah diteliti

memiliki banyak potensi dalam kesehatan diantaranya sebagai

antidiabetes, antiinflamasi dan antimikroba. Tanaman kelor pada

penelitian ini diperoleh dari Kampung Tegalwaru, Kelurahan

Cinangneng, Kecamatan Ciampea, Bogor. Tanaman kelor yang diambil

Page 64: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

47

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

berusia 3-12 bulan. Bagian tanaman yang digunakan yaitu daun, baik

daun muda maupun daun tua. Tanaman kelor sebelum digunakan dalam

penelitian dilakukan determinasi di Pusat Penelitian Biologi Lembaga

Ilmu Pengetahuan Indonesia – LIPI Cibinong. Hasil determinasi

menunjukkan bahwa tanaman tersebut adalah benar tanaman kelor.

Daun kelor sebanyak 18 kg kemudian dibuat menjadi simplisia.

Daun kelor disortasi basah tujuannya yaitu untuk memisahkan kotoran

dan bahan lain dari daun kelor. Daun kelor kemudian dicuci dengan

menggunakan air mengalir untuk membersihkan daun dari sisa kotoran

yang menempel. Daun kelor dikeringkan dengan cara kering angin,

tujuannya untuk meminimalkan kerusakan atau hilangnya senyawa

yang terkandung di dalam daun kelor. Daun kelor kering kemudian

disortasi kembali sebelum dihaluskan tujuannya untuk menghilangkan

sisa kotoran yang ada. Penghalusan daun kelor dilakukan dengan

menggunakan blender dan diperoleh serbuk daun kelor sebanyak 2,4 kg.

Sebanyak 2,4 kg serbuk daun kelor dimaserasi dengan

menggunakan pelarut etanol 90%. Alasan penggunaan etanol sebagai

pelarut yaitu etanol merupakan pelarut yang mudah menguap, murah

dan cukup aman. Etanol dipilih sebagai pelarut dalam uji pendahuluan

suatu obat karena aman untuk dikonsumsi serta merupakan pelarut yang

baik untuk ekstraksi pendahuluan dan dapat mengekstraksi senyawa

polar dan non-polar. Pemilihan konsentrasi etanol 90% sebagai pelarut

dalam penelitian ini didasari pada kemampuan etanol 90% yang dapat

menarik senyawa alkaloid, flavonoid, tannin, saponin, steroid daun

kelor (Patel et al., 2014). Maserasi serbuk daun kelor dilakukan secara

berulang dengan menggunakan 20, 5 L etanol 90% hingga maserat

menjadi bening. Maserasi dilakukan selama 3 hari dengan dilakukan

pengadukan tiap harinya. Pengadukan menjadi salah satu faktor yang

berpengaruh dalam proses maserasi, hal ini dikarenakan pengadukan

dapat memperbanyak kontak antara bahan dengan pelarut sehingga

didapatkan derajat homogenitas yang tinggi dan diperoleh hasil

ekstraksi yang tinggi (Dewi K. H., et al., 2010). Hasil maserasi disaring

Page 65: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

48

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dengan kapas dan kertas saring, kemudian filtrat ditampung dan

dipekatkan dengan menggunakan Vacum Rotary Evaporator.

Pemekatan dilakukan dengan kecepatan rotor 5-7 dan suhu

penangas air 50o C tujuannya untuk mencegah hilangnya senyawa

bioaktif yang tidak tahan panas atau dapat terdegradasi akibat

pemanasan (Handoko, 2007). Pemekatan dilakukan dengan vacuum

rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak etanol 90% daun kelor

dengan konsistensi yang kental. Hasil ekstraksi diperoleh ekstrak kental

daun kelor sebanyak 527,433 gram dengan hasil rendemen yaitu 21.9%.

Rendemen ekstrak dapat digunakan sebagai parameter standar mutu

ekstrak, besar kecilnya rendemen suatu ekstrak menunjukkan ke-

efektifan proses ekstraksi. Ekstrak kental daun kelor kemudian di-freeze

dry tujuannya untuk menghilangkan sisa zat cair yang berada di dalam

ekstrak.

Uji parameter spesifik dan non-spesifik ekstrak etanol 90% daun

kelor dilakukan dengan tujuan untuk menentukan kualitas ekstrak sesuai

standar kimia dan biologi serta batas-batas aman dari suatu ekstrak.

Parameter spesifik yang diuji meliputi identitas ekstrak dan organoleptis

ekstrak. Hasil pengujian menunjukkan bahwa ekstrak memiliki bentuk

yang kental berwarna kecoklatan dengan rasa pahit dan bau yang khas.

Parameter non-spesifik yang diuji diantaranya yaitu kadar abu dan kadar

air.

Pengujian kadar abu bertujuan untuk memberikan gambaran

kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal

sampai terbentuknya ekstrak, hasil pengujian kadar abu ekstrak etanol

90% daun kelor yaitu sebesar 8,39%. Persyaratan kadar abu ekstrak

yang baik menurut Materia Medika Indonesia adalah ≤ 10%. Hasil

kadar abu pada ekstrak ini menunjukkan bahwa kadar abu ekstrak masih

dalam batas yang dipersyaratkan. Kadar abu total digunakan sebagai

indikator adanya cemaran logam yang tidak mudah hilang pada suhu

tinggi.

Page 66: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

49

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Pengujian kadar air dilakukan untuk memberikan batasan

minimal atau rentang tentang besarnya kandungan air di dalam bahan.

Pada ekstrak yang tidak mengandung minyak atsiri, susut pengeringan

identik dengan kadar air. Pada penelitian ini pengujian kadar air

dilakukan dengan metode gravimetri. Persyaratan kadar air suatu

ekstrak menurut BPOM RI tahun 2014 adalah ≤ 10%. Hasil pengujian

kadar air ekstrak etanol 90% daun kelor yaitu 12,04%, hasil ini lebih

besar dari persyaratan yang ditentukan. Kadar air yang besar

berpengaruh pada stabilitas ekstrak, ekstrak dengan kadar air yang

tinggi dapat dengan mudah ditumbuhi jamur. Penelitian yang dilakukan

oleh Alegentina (2012) juga menunjukkan kadar air ekstrak etanol daun

kelor yang tinggi sebesar 15,68%. Penelitian lain yang dilakukan oleh

Bachtiar dan Ghasani (2016) juga menunjukkan hasil kadar air ekstrak

etanol daun kelor yang tinggi yaitu 15,17%. Pada penelitian ini ekstrak

tidak menunjukkan perubahan selama 4 bulan penyimpanan di dalam

lemari pendingin dengan suhu 4 oC, walaupun hasil kadar air melebihi

persyaratan yang telah ditentukan. Ekstrak etanol 90% daun kelor

berdasarkan kadar air yang dimilikinya termasuk ke dalam jenis ekstrak

kental (5-30%)(Voigt, 1994).

Ekstrak etanol 90% daun kelor dilakukan penapisan fitokimia.

Tujuan skrining fitokimia pada ekstrak yaitu sebagai tahap awal

mengindentifikasi kandungan kimia dari ekstrak etanol 90% daun kelor.

Pada penelitian ini skrining fitokimia diujikan terhadap senyawa

alkaloid, flavonoid, tannin, saponin, steroid dan triterpenoid. Hasil

penapisan fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol 90% daun kelor

positif mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, tannin, saponin dan

steroid. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Patel P. et

al pada tahun 2014 yang menyatakan bahwa ekstrak etanol daun kelor

mengandung senyawa tersebut. Daun kelor telah diketahui mengandung

senyawa pterygospermin, alkaloid moringin, polifenol, quersetin, dan

niazimicin (Bhargave et al., 2015). Senyawa tersebut telah dilaporkan

memiliki aktivitas sebagai antikanker, agen hipotensif, dan antibakteri,

Page 67: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

50

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

namun belum diketahui senyawa di dalam daun kelor yang

mempengaruhi reproduksi pria.

Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tikus jantan

galur Sprague-Dawley usia 3-4 bulan dengan bobot 250-350 gram

sebanyak 20 ekor tikus. Hewan uji kemudian dibagi secara acak menjadi

4 kelompok uji diantaranya kelompok kontrol, kelompok dosis 50, 200

dan 800 mg/kgBB. Pengelompokkan dilakukan dengan jumlah tikus

tiap kelompok yaitu 5 ekor, hal ini sesuai dengan pedoman WHO tahun

2000 dalam Research Guidelines for Evaluation The Safety and Efficacy

of Herbal Medicine, dimana untuk penelitian menggunakan hewan

pengerat maka masing-masing kelompok perlakuan harus terdiri dari

sekurang-kurangnya 5 ekor hewan. Pemilihan tikus galur Sprague-

Dawley didasari oleh sifat tikus yang tenang dan mudah dalam

penanganannya. Hewan uji diaklimatisasi selama 2 minggu sebelum

dilakukan pengujian. Aklimatisasi hewan uji bertujuan untuk

menyesuaikan kondisi hewan uji dengan kondisi lingkungan yang baru

serta menjadi bagian seleksi terhadap hewan uji yang memenuhi syarat

dalam penelitian. Bobot badan tikus ditimbang dan dicatat tiap hari serta

diamati perilakunya selama masa aklimatisasi.

Pemberian ekstrak etanol 90% daun kelor pada hewan uji

dilakukan secara oral dengan menggunakan sonde oral. Pemberian

ekstrak dilakukan selama 15 hari berdasarkan protokol WHO dalam

Dehghan (2005). Ekstrak etanol 90% daun kelor diberikan dengan tiga

dosis berbeda diantaranya dosis 50, 200, 800 mg/kgBB. Dosis ini dipilih

berdasarkan dosis 200 mg/kgBB dari penelitian yang dilakukan oleh

Bachtiar dan Ghasani (2016) yang kemudian dilakukan peningkatan dan

penurunan dosis sebesar empat kalinya. Ekstrak etanol daun kelor

diketahui memiliki LD50 lebih besar dari 6616,7 mg/kgBB pada hewan

tikus (Osman et al., 2015), hal ini menunjukkan bahwa pemilihan dosis

uji pada penelitian ini aman untuk hewan uji. Ekstrak etanol 90% daun

kelor diberikan dalam bentuk suspensi dalam Na-CMC 0,25% b/v.

Pemilihan Na-CMC 0,25% b/v sebagai pensuspensi dikarenakan Na-

Page 68: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

51

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

CMC dengan konsentrasi 0,1-1% dapat dengan baik digunakan sebagai

suspending agent pada sediaan oral (Allen, 2009), selain itu Na-CMC

merupakan pembawa yang sesuai untuk digunakan sebagai suspending

agent secara oral pada penelitian tentang reproduksi pada tikus (Fritz &

Becker, 1981).

Pengukuran bobot tikus dilakukan selama masa aklimatisasi dan

masa perlakuan. Hasil menunjukkan adanya peningkatan dan penurunan

berat badan selama masa aklimatisasi dan perlakuan. Berat badan tikus

menunjukkan adanya peningkatan bobot badan akhir tikus dari bobot

badan awal. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak daun kelor dengan

dosis tersebut tidak memiliki efek yang berbahaya dan tidak

mempengaruhi proses metabolik tikus. Penelitian yang dilakukan oleh

Bais (2014) juga melaporkan bahwa pemberian ekstrak daun kelor

selama dua minggu dengan dosis 200 mg/kgBB dan dosis 400 mg/kgBB

dapat mencegah pertambahan berat badan. Namun penelitian yang

dilakukan oleh Osman et al (2012) melaporkan bahwa ekstrak daun

kelor selama 21 hari dengan dosis 200 mg/kgBB dan 300 mg/kgBB

dapat meningkatkan bobot badan tikus. Peningkatan bobot badan tikus

ini dapat disebabkan oleh fakta bahwa daun kelor kaya akan kandungan

asam amino, vitamin, dan mineral.

Pada hari ke-0 dan hari ke-16 darah tikus diambil untuk dibuat

menjadi serum. Tikus dibius dengan eter hingga setengah sadar,

kemudian darah diambil melalui vena supraorbital. Pengambilan darah

melalui vena supraorbital bertujuan agar tidak terlalu menyakiti hewan

uji. Pada hari ke-16 tikus dikorbankan dengan cara dibius dengan eter.

Kemudian tikus dibedah dan dipisahkan bagian testis dan kauda

epididimis untuk diamati. Pengamatan parameter kemudian dilakukan,

diantaranya:

1. Pengukuran Kadar Serum Testosteron

Pengukuran kadar serum testosteron dilakukan dengan

mengambil darah tikus sebanyak 2 ml pada hari ke-0 dan hari ke-16

melalui vena supraorbital tikus. Darah dibuat menjadi serum dengan

Page 69: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

52

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

menggunakan sentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm selama 15

menit. Serum yang terbentuk dipisahkan dan disimpan di dalam

freezer dengan suhu -20 oC tujuannya agar serum tetap dalam

keadaan stabil hingga waktu pengujian.

Pada hari ke-16 perlakuan, serum darah hari ke-0 dan hari

ke-16 dilakukan pengujian kadar testosteron dengan menggunakan

kit ELISA testosteron. Hasil menunjukkan adanya peningkatan dan

penurunan kadar testosteron hari ke-0 dan hari ke-16. Peningkatan

kadar serum testosteron secara tidak bermakna terjadi pada dosis 50

mg/kgBB dan 800 mg/kgBB, penurunan kadar testosteron secara

tidak bermakna terjadi pada dosis 200 mg/kgBB. Peningkatan dan

penurunan kadar testosteron ini tidak berbeda secara bermakna pada

seluruh kelompok uji serta masih berada dalam batas rentang kadar

testosteron normal yaitu 0,66 - 5,4 ng/ml. Hal ini menunjukkan

bahwa pemberian ekstrak etanol 90% daun kelor tidak

mempengaruhi kadar testosteron hewan uji.

Penelitian yang dilakukan oleh Cajuday dan Poscidio (2010)

menunjukkan hasil bahwa pemberian ekstran heksan daun kelor

selama 21 hari tidak mempengaruhi kadar hormon FSH dan LH

secara signifikan. Hormon FSH dan LH merupakan hormon yang

berperan dalam proses spermatogenesis dan berkaitan dalam sekresi

hormon testosteron. Penelitian Bachtiar (2016) juga melaporkan

bahwa pemberian ekstrak etanol 90% daun kelor pada dosis 200,

400, dan 600 mg/kgBB selama 15 hari tidak memberikan pengaruh

terhadap kadar serum testosteron tikus jantan.

Testosteron merupakan hormon steroid yang disintesis oleh

sel leydig dan memiliki efek mempengaruhi prilaku seksual pria,

membentuk otot dan integritas tulang. Jumlah kadar serum

testosteron akan menurun dipengaruhi oleh usia dan dengan diiringi

peningkatan serum FSH (ALPCO, 2013). Testosteron diketahui

terlibat dalam perkembangan sel sperma dalam spermatogenesis.

Gangguan produksi testosteron disebabkan karena tidak

Page 70: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

53

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

berfungsinya sel leydig dan juga gangguan steroidogenesis testis.

Testosteron diproduksi dengan jumlah maksimal 5 mg tiap hari.

Produksi hormon testosteron mengikuti pola diurnal, dimana kadar

puncak hormon testosteron terjadi pada awal pagi dan kadar

terendah terjadi pada malam hari (McClure, 2013).

Peningkatan serum testosteron disebabkan karena adanya

stimulasi sintesis hormon androgen oleh sel leydig (Parhizkar et al.,

2013). Hasil serum testosteron konsisten dengan aktivitas enzim

hydroxysteroidodehydrogenase (HSDH) pada testis, enzim ini

merupakan enzim yang mengatur biosintesis androgen yang

aktivitasnya diatur di dalam testis (Chamundaiah et al., 2014).

Peningkatan testosteron berperan dalam peningkatan gairah seksual

dan aktivitas libido (Parhizkar et al., 2013). Hormon lain yang

mempengaruhi proses spermatogenesis yaitu estrogen. Estradiol

merupakan hormon estrogen yang utama pada reproduksi pria dan

berperan penting dalam modulasi libido, fungsi erektil, dan

spermatogenesis. Reseptor estrogen merupakan enzim yang

mengkonversi testosteron menjadi estrogen dan jumlahnya

melimpah di otak, penis dan testis. Reseptor estrogen pada organ

luar pria terdapat di korpus cavernosum dengan konsentrasi tinggi

dan tersebar mengelilingi pembuluh darah. Jumlah testosteron yang

rendah dan meningkatnya kadar estrogen dapat menyebabkan

peningkatan kejadian disfungsi erektil (Schulster et al., 2016).

Beberapa senyawa aktif yang terdapat di dalam ekstrak daun

kelor kemungkinan memberikan pengaruh terhadap kadar hormon

testosteron. Senyawa flavonoid diketahui mempengaruhi perubahan

androgen dan dapat meningkatkan aktivitas seksual pria dengan

meningkatkan sintesis testosteron atau menghambat degradasi

testosteron. Alkaloid dapat merelaksasi vascular dengan

meningkatkan produksi NO terhadap ROS. Saponin bekerja dengan

mengikat reseptor hormon yang dapat menyebabkan perubahan

Page 71: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

54

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

konformasi sehingga dapat meningkatkan fungsi fisiologis hormon

(Jiangfeng et al., 2012 dan Lee et al., 2016).

2. Pengukuran Bobot Testis

Hasil pengukuran bobot testis menunjukkan adanya

peningkatan bobot testis seluruh kelompok uji secara tidak

bermakna dibandingkan kelompok kontrol. Peningkatan bobot testis

kelompok uji tidak sebanding dengan adanya peningkatan dosis

ekstrak. Hasil uji statistik memperlihatkan tidak adanya perbedaan

secara bermakna bobot testis antar kelompok uji dan kontrol, hal ini

menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol 90% daun kelor tidak

mempengaruhi bobot testis hewan uji.

Tubulus seminiferus merupakan bagian utama yang

mempengaruhi bobot testis. Proses spermatogenesis terjadi di

tubulus seminiferus testis dan hormon testosteron juga diproduksi

oleh sel di dalam tubulus seminiferus. Menurut Ibtisham dan Jinjun

(2016), penurunan densitas tubulus seminiferus yang disebabkan

karena adanya degenerasi bagian spermatogenik akan

mempengaruhi bobot testis melalui penurunan jumlah sel

spermatogenik. Penurunan atau peningkatan yang terjadi pada bobot

suatu organ setelah pemberian oral suatu zat dapat mengindikasikan

adanya efek toksik dari suatu zat (Izunya et al., 2010). Berat organ

reproduksi biasanya memberikan penilaian terhadap suatu penelitian

reproduksi pria. Ukuran testis adalah penilaian utama dalam

spermatogenesis, karena jumlah tubulus dan bagian sel germinal

diperkirakan memenuhi 98% dari masa testis (Izunya et al., 2010).

Pada penelitian ini tidak terjadi perubahan pada bobot testis, hal ini

menandakan bahwa pemberian ekstrak etanol 90% daun kelor tidak

memberikan efek toksik.

Peningkatan bobot testis seluruh kelompok uji secara tidak

bermakna terhadap kelompok kontrol memperlihatkan bahwa

pemberian ekstrak etanol 90% daun kelor selama 15 hari tidak

mempengaruhi bobot testis hewan uji. Penelitian yang dilakukan

Page 72: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

55

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

oleh Dehghan pada tahun 2005 juga melaporkan bahwa pemberian

ekstrak alkohol biji Iranian neem selama 15 hari tidak

mempengaruhi bobot organ reproduksi tikus. Selain itu, pemberian

ekstrak daun kelor dosis 200 mg/kgBB tidak memberikan hasil yang

berbeda bermakna terhadap bobot testis tikus (Afolabi et al., 2013).

Pemberian ekstrak etanol 90% daun kelor pada dosis 200, 400, dan

600 mg/kgBB selama 15 hari dilaporkan juga tidak memberikan

pengaruh yang signifikan terhadap bobot testis tikus (Bachtiar,

2016).

3. Pengamatan Morfologi Spermatozoa

Abnormalitas morfologi spermatozoa dapat digunakan

sebagai salah satu indikator dalam menentukan kualitas

spermatozoa. Struktur sel sperma yang abnormal dapat

menyebabkan gangguan dan juga hambatan pada saat fertilisasi

(Afiati et al., 2015).

Pada penelitian ini, sperma diperoleh dari kauda epididimis.

Kauda epididimis merupakan tempat pematangan sperma, transfer

sperma dan tempat penyimpanan sperma (Costabile, 2013). Sperma

kemudian dikeluarkan dari kauda epididimis dengan menusuk kauda

epididimis dengan spuit. Sperma diwarnai dengan menggunakan

larutan eosin kemudian dibuat preparat apus. Morfologi sperma

diamati terhadap spermatozoa dengan morfologi yang abnormal

diantaranya sperma tanpa kepala, sperma ekor bengkok, dan sperma

kepala ganda. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan

mikroskop pada perbesaran 400x dan diamati terhadap 200-500

sperma. Jumlah spermatozoa abnormal kemudian dibuat menjadi

bentuk persentase abnormalitas morfologi spermatozoa dengan

membandingkan spermatozoa abnormal terhadap total spermatozoa

yang diamati.

Hasil menunjukkan adanya peningkatan abnormalitas

spermatozoa seiring dengan peningkatan dosis. Pada kelompok

dosis 200 mg/kgBB dan dosis 800 mg/kgBB menunjukkan adanya

Page 73: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

56

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

peningkatan abnormalitas spermatozoa yang berbeda secara

bermakna dengan kelompok kontrol dan dosis 50 mg/kgBB. Hal ini

menunjukkan bahwa ekstrak etanol 90% daun kelor pada dosis 200

dan 800 mg/kgBB dapat meningkatkan abnormalitas morfologi

spermatozoa.

Spermatozoa yang normal memiliki bagian kepala, bagian

tengah yang lengkap dan tidak terpilin, serta satu ekor. Spermatozoa

yang abnormal dapat terdiri dari abnormalitas pada ekor maupun

kepala. Beberapa bentuk abnormalitas spermatozoa diantaranya

sperma tanpa kepala, kepala ganda, kepala pipih, leher bengkok,

ekor bengkok dan ekor ganda (Abbiramy et al., 2010; CASA, 2000).

Abnormalitas spermatozoa dibagi menjadi abnormalitas primer dan

abnormalitas sekunder. Abnormalitas primer disebabkan karena

adanya penyimpangan yang terjadi selama sperma dalam proses

spermatogenesis di tubulus seminiferus, sedangkan abnormalitas

sekunder terjadi saat sperma melewati epididimis (Saba et al., 2009).

Morfologi spermatozoa merupakan hasil akhir

spermatogenesis. Pemeriksaan morfologi spermatozoa penting

dilakukan untuk mengevaluasi fungsi sperma (Pawar et al., 2016).

Parameter morfologi sperma biasa digunakan untuk menilai

fertilitas pria, jumlah morfologi sperma normal minimal yang

menjadi persyaratan penilaian fungsi sperma menurut WHO (1992)

adalah 30%, sedangkan menurut Manuals WHO edisi ke-5 (2009)

syarat tersebut diturunkan menjadi setidaknya masih terdapat

minimal 4% sperma bentuk normal pada pria. Jumlah abnormalitas

morfologi spermatozoa yang meningkat kemungkinan merupakan

hasil dari adanya gangguan endokrin atau gangguan pada proses

spermatogenesis.

Perubahan abnormalitas morfologi spermatozoa pada sel

spermatogenik dan spermatozoa berhubungan dengan adanya

penurunan motilitas, hal ini disebabkan adanya penurunan jumlah

tubulin dan dynein pada spermatosit dan spermatid yang dapat

Page 74: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

57

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

menghambat transformasi normal dari spermatid matang menjadi

spermatozoa (Adienbo et al., 2013).

Pada penelitian ini pemberian ekstrak etanol 90% daun kelor

pada dosis 200 dan 800 mg/kgBB dapat meningkatkan jumlah

abnormalitas morfologi spermatozoa secara bermakna. Hasil

penelitian sebelumnya juga menyebutkan bahwa pemberian ekstrak

etanol 90% daun kelor pada dosis 200, 400 dan 600 mg/kgBB

selama 15 hari dapat meningkatkan abnormalitas morfologi

spermatozoa secara bermakna (Ghasani, 2016). Peningkatan

abnormalitas morfologi spermatozoa pada penelitian ini namun

masih dalam kriteria fertil menurut WHO (<30% sperma abnormal).

4. Pengamatan Mounting Frequency dan Mounting Latency

Pengujian aktivitas seksual yang diujikan dalam penelitian

ini meliputi uji mounting frequency dan mounting latency. Mounting

frequency adalah jumlah tuggangan tikus jantan terhadap tikus

betina dalam waktu 30 menit. Mounting latency adalah waktu dari

awal tikus betina dimasukan ke dalam kandang hingga tunggangan

(Mount) pertama tikus jantan (Parhizkar et al., 2013). Jumlah dan

waktu mount dicatat. Jumlah mount dipertimbangkan sebagai

petunjuk adanya libido.

Pengamatan dilakukan terhadap tikus jantan dikarenakan

aktivitas seksual tikus jantan dipengaruhi oleh libidonya sedangkan

aktivitas seksual pada tikus betina dipengaruhi oleh fase estrus.

Tikus betina dilakukan pengamatan apusan vagina sebelum

dipertemukan dengan tikus jantan, tujuannya untuk mengetahui fase

estrus pada tikus betina sehingga tikus betina dapat menerima tikus

jantan. Pengamatan Mounting dilakukan pada malam hari pukul

20.00 WIB. Tikus jantan ditempatkan dengan tikus betina dengan

perbandingan 1:1 dalam kandang terpisah. Pengamatan dilakukan

pada hari ke-15 pemberian ekstrak etanol 90% daun kelor selama 30

menit.

Page 75: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

58

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol 90%

daun kelor tidak memperlihatkan adanya perbedaan secara

bermakna pada mounting frequency dan mounting latency (p≥0,05).

Hal ini memperlihatkan bahwa pemberian ekstrak etanol 90% daun

kelor selama 15 hari tidak mempengaruhi aktivitas seksual dan

libido tikus jantan. Pemberian Hypoxis hemerocallidea pada dosis

150 dan 300 mg/kgBB selama 17 hari tidak mempengaruhi aktivitas

seksual tikus jantan (Tiya, Rusike, & Shauli, 2016). Penelitian yang

dilakukan oleh Lentz (2007) menunjukkan bahwa pemberian

ekstrak Maca pada dosis 25 dan 100 mg/kgBB secara akut selama 7

hari juga tidak memberikan efek yang besar dalam aktivitas seksual.

Jiangfeng (2012) juga melaporkan bahwa tidak ada perbedaan

Mounting frequency dan mounting latency yang bermakna pada hari

ke-3 setelah pemberian ekstrak Arctium lappa L. Durasi pemberian

kemungkinan dalam hal ini mempengaruhi efek ekstrak terhadap

aktivitas seksual tikus jantan.

Pengamatan prilaku tikus jantan memperlihatkan terjadinya

kejar mengejar dan kissing vagina tikus betina pada kelompok

kontrol dan dosis 50 mg/kgBB, sedangkan pada kelompok dosis 200

dan 800 mg/kgBB tikus jantan memperlihatkan prilaku yang tenang

dan cendrung tertidur. Hal ini kemungkinan disebabkan adanya efek

lain dari ekstrak daun kelor yang dapat mempengaruhi perilaku tikus

jantan. Daun kelor dilaporkan memiliki efek anxiolitik secara

bermakna pada dosis 200 dan 400 mg/kgBB (Bhattacharya et al.,

2016) dan efek penurunan aktifitas system saraf pusat serta relaksasi

otot pada dosis 100, 200 dan 400 mg/kgBB (Bhattacharya et al.,

2014).

Libido dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya

kesehatan tubuh, kadar testosteron, stress dan anxiety (Lents et al.,

2007). Faktor lain meliputi faktor lingkungan (suara, diet,

pencahayaan, kerapatan populasi), faktor tingkah laku pasangan

(pheromon) dan faktor hormon (androgen/testosteron) (Pringgenies,

Page 76: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

59

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Yoram & Ridho, 2013). Peningkatan kadar testosteron dapat

mempengaruhi peningkatan libido. Libido dan aktivitasnya

dimediasi oleh reseptor testosteron pada sistem saraf pusat

(Jamshidzadeh et al., 2016). Peningkatan Mounting frequency dan

diikuti penurunan mounting latency menunjukkan adanya potensi

peningkatan libido (Jiangfeng et al., 2012). Pada tikus jantan,

latency untuk mount dan intromission dipertimbangkan sebagai

indikator motivasi aktivitas seksual, sedangkan jumlah intromission

dan ejaculation dipertimbangkan sebagai tingkah laku yang

mengindikasikan adanya aktivitas seksual.

Berdasarkan uraian hasil pengukuran parameter tersebut dapat

disimpulkan bahwa pemberian ekstrak etanol 90% daun kelor dapat

mempengaruhi morfologi spermatozoa namun tidak mempengaruhi kadar

serum testosteron, bobot testis serta mounting frequency dan mounting

latency tikus jantan. Maka hipotesis bahwa pemberian ekstrak etanol 90%

daun kelor dapat mempengaruhi bobot testis, kadar serum testosteron dan

mounting frequency serta mounting latency tikus jantan ditolak, sedangkan

hipotesis bahwa pemberian ekstrak etanol 90% daun kelor dapat

mempengaruhi morfologi sperma, diterima. Peningkatan abnormalitas

morfologi spermatozoa masih dalam kriteria fertil menurut WHO (<30%

sperma abnormal). Hal ini menandakan bahwa ekstrak etanol 90% daun

kelor berpotensi mengganggu fungsi sperma dalam fertilisasi namun tidak

mempengaruhi proses spermatogenesis tikus disebabkan aktivitas hormonal

yang normal (Onyeka et al., 2012). Hasil pengukuran parameter

menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol 90% daun kelor selama 15

hari dapat berpotensi menyebabkan penurunan fungsi sperma pada dosis

200 dan 800 mg/kgBB tanpa mempengaruhi hormon dan libido tikus jantan.

Secara keseluruhan, disimpulkan bahwa pemberian ekstrak etanol 90%

daun kelor pada dosis 50, 200 dan 800 mg/kgBB selama 15 hari masih

memberikan pengaruh fertil terhadap reproduksi pria.

Page 77: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

60 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diperoleh

kesimpulan sebagai berikut:

1. Pemberian ekstrak etanol 90% daun kelor (Moringa oleifera Lam.) tidak

mempengaruhi kadar serum testosteron tikus jantan galur Sprague-

Dawley secara bermakna (p≥0,05), kadar serum testosteron masih dalam

kisaran normal (0,66-5,4 ng/ml).

2. Pemberian ekstrak etanol 90% daun kelor (Moringa oleifera Lam.)

tidak mempengaruhi bobot testis tikus jantan galur Sprague-Dawley

secara bermakna (p≥0,05).

3. Pemberian ekstrak etanol 90% daun kelor (Moringa oleifera Lam.)

dosis 200 dan 800 mg/kgBB dapat meningkatkan morfologi abnormal

spermatozoa tikus jantan galur Sprague-Dawley secara bermakna

(p≤0,05) namun masih dalam kriteria fertil (<30% sperma abnormal).

4. Pemberian ekstrak etanol 90% daun kelor (Moringa oleifera Lam.)

tidak mempengaruhi mounting frequency dan mounting latency tikus

jantan galur Sprague-Dawley secara signifikan (p≥0,05).

5.2. Saran

1. Perlu dilakukan isolasi senyawa bioaktif pada daun kelor yang

bertanggung jawab dalam mempengaruhi reproduksi pria.

2. Perlu dilakukan pengamatan lebih lanjut pengaruh pemberian ekstrak

daun kelor dengan penambahan waktu pengamatan (48 hari).

Page 78: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

61

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR PUSTAKA

Abbiramy, V.S. dan Shanthi, V. 2010. Spermatozoa Segmentation and

Morphological Parameter Analysis Based Detection of

Teratozoospermia. International Journal of Computer Applications

(0975-8887), Volume 3-No 7, June 2017, pp:19-23.

Adiyati, Pradipta Nuri. 2011. Ragam Jenis Ektoparasit Pada Hewan Coba Tikus

Putih (Rattus norvegicus) Galur Sprague-Dawley. Bogor: Skripsi.

Institut Pertanian Bogor.

Afiati et al. 2015. Abnormalitas Spermatozoa Domba dengan Frekuensi

Penampungan Berbeda. Bogor: PROS SEM NAS MASY BIODIV

INDON Volume 1, Nomor 4, ISSN: 2407-8050 pp : 930-934.

Afolabi et al. 2013. Effect of Methanolic Extract of Moringa oleifera Leaves on

Semen and Biochemical Parameters in Cryptorchid Rats. Nigeria: AfrJ

Tradit Complement Altern Med. (2013) 10 (5): 230-235.

Agarwal, Ashok. 2005. Role of Oxidative Stress in Male Infertility and Antioxidant

Supplementation. Business Briefing: US Kidney and Urological Disease

2005, pp: 122-123.

Agarwal, Ashok. 2014. Male Reproductive System- Anatomy and Physiology. USA.

https://www.researchgate.net/publication/259687319_Male_Reproduct

ive_System-Anatomy_and_Physiology,

Akbar, Budhi. 2010. Tumbuhan Dengan Kandungan Senyawa Aktif Yang

Berpotensi Sebagai Bahan Antifertilitas. Jakarta: Adabia Press. 14-19.

Alegantina et al., 2013. Kualitas Ekstrak Etanol 70% Daun Kelor (Moringa oleifera

Lam.) dalam Ramuan Penambah ASI. Badan Litbangkes Kemenkes RI.

Jurnal Kefarmasian Indonesia Vol 3.1.2013:1-8.

Alias, Mohd Fauzi et al. 2011. Sprague Dawley Rat Sperm Classification Using

Hybrid Multilayered Perception Network. Malaysia: School of Medical

Science. WSEAS TRANSACTIONS on INFORMATION SCIENCE AND

APPLICATIONS, Issue 2, Volume 8, February 2011.

Allen, L. V. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients, Sixth Edition, Rowe R.

C., Sheskey, P. J., Queen, M. E. (Editor). London: Pharmaceutical

Press and American Pharmacists Assosiation, pp: 118-119.

ALPCO. 2013. Mouse/ RatSS Testosterone ELISA. Catalog 55-TESMS-E01

Aminah, Syarifah et al. 2015. Kandungan Nutrisi dan Sifat Fungsional Tanaman

Kelor (Moringa oleifera). Jakarta: Balai Pengkajian Teknologi

Pertanian Jakarta. Buletin Pertanian Perkotaan Volume 5 Nomor 2.

Page 79: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

62

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Anwar, Farooq et al. 2007. Moringa oleifera: A Food Plant with Multiple

Medicinal Uses. Pakistan: Phytother.Res.21.17-25 (2007).

Bachtiar, Denny. 2016. Uji Aktifitas Antifertilitas Ekstrak Etanol 90% Daun Kelor

(Moringa oleifera) Pada Tikus Jantan Galur Sprague-Dawley Secara

In-Vivo. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Bais et al., 2014. Antiobesity and Hypolipidemic Activity of Moringa oleifera

Leaves Against High Fat Diet-Induced Obesity in Rats. India: Hindawi

Publishing Corporation, Advances in Biology, Volume 2014, Article ID

162914, pp:9.

Bassey, Rosemary B. et al. 2013. The Effect Of Ethanolic Extract Of Moringa

oleifera on Alcohol Induced Testicular Histopathologies In Pre-Pubertal

Albino Wistar Rat. Nigeria: Biology and Medicine, 5: 40–45, 2013.

Bhargave, Ajay et al. 2015. Moringa oleifera Lam-Sanjana (Horseradish Tree)- A

Miracle Food Plant with Multipurpose Uses In Rajasthan India- An

Overview. India: International Journal of Pure and Applied Bioscience.

Int. J.PureApp.Biosci.3(6): 237-248 (2015).

Bhattacharya et al. 2014. CNS Depressant and Muscle Relaxant Effect of Ethanolic

Leaf Extract of Moringa oleifera on Albino Rats. India: International

Journal of PharmTech Research, Vol. 6, No. 5, pp 1441-1449.

Bhattacharya et al. 2016. Study of Anxiolytic Effect of Ethanolic Extract of

Drumstick Tree Leaves on Albino Mice in A Basic Neuropharmacology

Laboratory of A Postgraduate Teaching Institute. India: Journalof

Health Research and Reviews,3:41-7.

BPOM RI. 2014. Persyaratan Mutu Obat Tradisional. Indonesia: Peraturan Kepala

Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, pp 9-11.

Bratawidjaja, Karnen Garna dan Rengganis, Iris. 2012. Imunologi Dasar. Jakarta:

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, pp 664-665.

Cajuday, Lilibeth A. 2010. Effect of Moringa oleifera Lam. (Moringaceae) on The

Reproduction of Male Mice (Mus musculus). Filipina: Biology

Department, ColIege of Science, Bicol University. Journal of Medicinal

Plants Research Vol. 4(12), pp. 1115-1121.

CASA (Computer Asissted Sperm Analysis). 2000. Industrial Reproductive

Toxicology Discussion Group: Rat Sperm Morphological Assessment,

Edition 1, pp 5-9.

Chamundaiah et al., 2014. Fertility Supression by The Fruit Extract of Opuntia

elatior in The Male Rat: Possible Extragonadal Action. India: J

Endocrinol Reprod 18 (2014) 1: 7-16.

Dafaalla et al. 2015. Effect of Ethanol Extract of Moringa oleifera Leaves on

Fertility Hormone and Sperm Quality of Male Albino Rats. Sudan:

Page 80: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

63

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

World Journal of Pharmaceutical Research, Volume 5, Issue 1, 01-11,

ISSN 2277-7105.

Dehghan, Mohammad Hossein. 2005. Antifertility Effect of Iranian Neem Seed

Alcoholic Extract on Epididymal Sperm of Mice. Iran: Iranian Journal

of Reproductive Medicine, Vol. 3. No. 2. pp:83-89,2005.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1977. Materia Medika Indonesia Jilid

I. Jakarta: Direktorat Pengawasan Obat dan Makanan, pp 100-105.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV.

Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, pp 7 .

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2000. Parameter Standar Umum

Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Direktorat Jendral POM- Depkes RI.

pp 14-17.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Farmakope Herbal Indonesia.

Jakarta: Diktorat Jendral POM-Depkes RI.

Deshmukh C.K. dan Bhagat,S.K. 2016. Butea monosperma (Lam.) Induce Sexual

Activity in Male Albino Rat, Rattus rattus (Wistar). International

Journal In Physical and Applied Science, Vol.03 Issue-04

(April,2016),ISSN:2394-5710, pp 58-59.

Dewi K. H., et al. 2010. Ekstraksi Teripang Pasir (Holothuria Scabra) Sebagai

Sumber Testosteron Pada Berbagai Kecepatan dan Lama Pengadukan.

Yogyakarta: Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan”,

ISSN 1693-4393, pp 4-6.

Dima, Lusi L.R.H.; Fatimawali; Lolo, Widya Astuty. 2016. Uji Aktivitas

Antibakteri Ekstrak Daun Kelor (Moringa olefera) terhadap Bakteri

Eschericia coli dan Staphylococcus aureus. Manado: Program Studi

Farmasi FMIPA UNSTRAT Manado.

ELISA encyclopedia. Direct ELISA, Simple and Time-Saving. Diakses pada 2 April

2017 dari http://www.elisa-antibody.com/ELISA-Introduction/ELISA-

types/direct-elisa

Farnsworth, N. R.. 1966. Biological and Phytochemical Screening of Plants.

J.Pharm. Sci., 55(3), 225-276.

Farooq, Fozia et al. 2012. Review Medicinal Properties of Moringa oleifera: An

Overview of Promising Healer. India: Journal of Medicinal Plants

Research Vol.6 (27), pp. 4368-4374, 18 july,, 2012.

Fitria, Laksmindra et al. 2015. Profil Reproduksi Jantan Tikus (Rattus norvegicus

Berkenhout, 1769) Galur Wistar Stadia Muda, Pradewasa, dan Dewasa.

Papua: Jurusan Biologi FMIPA Universitas Cenderawasih. Jurnal

Biologi Papua, Volume 7, Nomor 1, pp 29-23.

Page 81: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

64

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Fritz & Becker. 1981. The Suitability of Carboxymethylcellulose as A Vehicle In

Reproductive Studies. Arzneim. Forsch./Drug.Res. 31, pp 813.

Gan, Stephanie D. dan Patel, Kruti R. 2013. Enzyme Immunoassay and Enzyme

Linked Immunosorbent Assay. USA: Journal of Investigative

Dermatology (2013) 133, e12. doi:10.1038/jid.2013.pp. 287.

Ghasani, Afina A. 2016. Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 90% Daun Kelor (Moringa

oleifera Lam.) Terhadap Konsentrasi Spermatozoa, Morfologi

Spermatozoa, dan Diameter Tubulus Seminiferus Pada Tikus Jantan

Galur Sprague-Dawley. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Goldstein M., and Schlegel, Peter N. 2013. Surgical and Medical Management of

Male Infertility. Cambridge: Cambridge University Press, pp 2-6.

Guyton, Arthur C. 1990. Human Physiology and Mechanism of Disease. Jakarta:

EGC, pp 729-740.

Guyton, Arthur C. 2006. Textbook of Medical Physiology. Mississippi: University

of Mississippi Medical Center, pp 996-1008.

Handoko, Dodo. 2007. Pengaruh Tekanan dan Suhu Pada Kondisi Evaporasi

Ekstrak Daun The Hijau. Bogor: Departemen Kimia, Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor, pp

5-7.

Haryani, Yuli et al. 2013. Uji Parameter Non-Spesifik dan Aktifitas Antibakteri

Ekstrak Metanol dari Umbi Tanaman Dahlia ( Dahlia variabilis). Riau:

Jurnal Penelitian Farmasi Indonesia 1(2), Maret 2013. 43-46.

Hess, Rex A. 1999. Spermatogenesis Overview. Encyclopedia of Reproduction

Volume 4. Urbona. Academic Press diakses dari

http://www.ansci.wisc.edu/jjp1/pig_case/html/library/Spermatogenesis

%20overview.pdf pada 6 Maret 2017.

Ibtisham, F. dan Jinjun, C. 2016. Aspirin Affect on Male Reproduction of Male Rat

an-Overview. China: Pharmacy &Pharmacology International Journal,

Volume 4 Issue 4, pp 1-4

Indrasuari et al. 2014. Standardisasi Mutu Simplisia Kulit Buah Manggis (Garcinia

mangostana L. ). Bali: Universitas Udayana, pp 99-100.

Indriyani, Reni. 2016. Pengaruh Penggunaan Minyak Buah Makasar (Brucea

javanica) terhadap Kualitas Spermatozoa Tikus. Bandar Lampung:

Tesis, Program Teknologi Industri Pertanian, Universitas Lampung, pp

25-26.

ITIS. Integrated Taxonomic Information System, Taxonomic Hierarchy: Rattus

norvegicus [online]. 8 Februari 2017. Diakses dari

https://www.itis.gov/servlet/SingleRpt/SingleRpt?search_topic=TSN&

search_value=180363#null

Page 82: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

65

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Izunya et al. 2010. Body and Testicular Weight Changes in Adult Wistar Rats

Following Oral Administration of Artesunate. Nigeria: Research

Journal of Applied Sciences, Engineering and Technology, 2(3):302-

306

Jamshidzadeh et al. 2006. Effects of Camphor on Sexual Behaviours in Male Rats.

Iran: Iranian Journal of Pharmaceutical Sciences, Autumn 2006: 2(4):

209-214, www.ijps.ir.

JianFeng et al. 2012. Effect of Aqueous Extract of Arctium lappa L. (Burdock)

Roots on The Sexual Behaviour of Male Rats. China: BMC

Complementary and Alternative Medicine 2012, 12:8.

Khalifa et al. 2016. Safety and Fertility Enhancing Role of Moringa oleifera Leaves

Aqueos Extract In New Zealand Rabbit Buck. Mesir: Int J Pharm 2016;

6 (1):156-168.

Krinke, George J. 2000. The Handbook of Experimental Animal The Laboratory

Rat. New York: Academic Press.

Kurniasih. 2013. Khasiat dan Manfaat Daun Kelor.Yogyakarta: Pustaka Baru

Press.

Layla, Z dan Poerwadikarta, M.B. 1993. Teknik Uji Aglutinasi Cepat dan Enzyme

Linked Immunosorbent Assay (ELISA) untuk Mendeteksi Antibodi

Mycoplasma gallisepticum. Balai Penelitian Veteriner. Bogor. 156-161.

Lentz et al. 2007. Acute and Chronic Dosing of Lepidium meyenii (Maca) on Male

Rat Sexual Behaviour. USA: International Society for Sexual Medicine,

4, pp: 332-340.

Marliana et al. 2005. Skrining Fitokimia dan Analisis Kromatografi Lapis Tipis

Komponen Kimia Buah Labu Siam (Sechium edule Jacq. Swartz.) dalam

Ekstrak Etanol. Surakarta: Jurusan Kimia FMIPA UNS, Biofarmasi 3

(1): 26-31, Pebruari 2005.

McClure. 2013. Contemporary Endocrinology, Chapter 2 Endocrinology of Male

Infertility. Humana Press Inc. pp 21-22.

Mukhriani. 2014. Ekstraksi, Pemisahan Senyawa dan Identifikasi Senyawa Aktif.

Makassar: UIN Alauddin Makassar. Jurnal Kesehatan Volume VII No.

2/2014.

OECD. 2008. Male Reproductive System, In: Endocrine Disruption: A Guidance

document for Histologic Evaluation of Endocrine And Reproductive

Test. European Society Of Toxicologic. Diakses dari

http://www.oecd.org/chemicalsafety/testing/40580640.pdf pada 6

Maret 2017.

Onyeka et al.2012. Antifertility Effect of Ethanolic Root Bark Extract of

Chrysophyllum Albidum in Male Albino Rats Nigeria: International

Page 83: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

66

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Journal of Applied Research in Natural Products Vol. 5 (1), pp. 12-17.

April-May 2012.

Osman et al. 2015. Assesment of Acute Toxicity and LD50 of Moringa oleifera

Lam. Ethanolic Leave Extract in Albino Rats and Rabbits. Sudan:

Journal of Medical and Biological Science Research, Vol 1 (4), pp 38-

43, June 2015.

Ostrowska et al. 2012. Silver Nanoparticles Effect on Epididymal Sperm In Rat.

Poland: Toxicology Letters 214 (2012) 251-258.

Owolabi J. O. dan Ogunnaike P.O. 2014. Histological Evaluation Of The Effect Of

Moringa oleifera Leaf Extract Treatment On Vital Organ Of Murine

Models. Nigeria: Ben Carson Sr. School of Medicine. Merit Research

Journal of Medicine and Medical Science (ISSN: 2354-323X) Vol.2 (10)

pp. 245-257, October 2014.

Parhizkar et al. 2013. Effect of Phaleria macocarpa on Sexual Function of Rats.

Avicenna Journal of Phytomedicine, Vol. 3, No. 4, Autumn 2013, pp:

371-377.

Patel P. et al. 2014. Phytochemical Analysis and Antifungal Activity of Moringa

oleifera Lam. India: International Journal of Pharmacy and

Pharmaceutical Science, ISSN 0975-1491, Vol 6 Issue 5. pp 144-147.

Pawar et al. 2016. Semen Quality and Sperm Morphology Among Occupational

Solvent Exposed Worker. India:Biotechnology and Microbiology,

Volume 1 Issue 1, pp 1-3.

Pringgenies, Yoram & Ridho. 2013. Prilaku Seksual dan Kadar Testosteron Darah

Tikus Putih (Rattus norvegicus) Strain Wistar Akibat Pemberian Pakan

Gonad Bulu Babi (Diadema setosum).Semarang: Prosiding, Seminar

Nasional Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Tahunan Ke-1, Volume

1

Priyadarshani dan Varma. 2014. Effect of Moringa oleifera Leaf Powder on Sperm

Count, Histology of Testis and Epididymis of Hyperglicemic Mice (Mus

musculus). India: American International Journal of Research in

Formal, Applied and Natural Science, pp 7-13.

Purwani, MV et al. 2008. Ekstraksi Konsentrat Neodimium Memakai Asam Di-2-

Etil Heksil Fosfat. Yogyakarta: Pusat Teknologi Akselerator dan Proses

Bahan –BATAN. Seminar Nasional IV. Pp 439-447.

Razis et al., 2014. Health Benefit of Moringa oleifera Lam. Malaysia: Asian Pacific

Journal of Cancer Prevention, Vol 15,2014, pp 8571-8576.

Romadhoni et al. 2013. Efek Pemberian Ekstrak Air Daun Kelor (Moringa oleifera)

Terhadap Kadar LDL dan HDL Serum Tikus Putih (Rattus norvegicus)

Strain Wistar Yang Diberi Diet Aterogenik. Jawa Timur: Universitas

Brawijaya, pp 1-11.

Page 84: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

67

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Saba et al. 2009. Spermatozoa Morphology and Characteristics of Male Wistar Rat

Administered with Ethanolic Extract of Lagenaria Breviflora Roberts.

Nigeria: African Journal of Biotechnology Vol. 8 (7), pp. 1170-1175, 6

April, 2009.

Schulster et al. 2016. The Role of Estradiol in Male Reproductive Function. USA:

Asian Journal of Andrology (2016) 18, pp 435–440.

Senger P. L. 2003. Pathways to Pregnancy and Parturition. 2nd edition.

Washington (US): Current Conceptions, pp 215-232.

Sengupta, Pallav. 2012. The Laboratory Lab: Relating Its Age with Human’s. India:

International Journal of Preventive Medicine, Vol 4, No 6, June, 2013,

pp 627.

Shah, Sunil K., Jhade,DN., dan Chouksey, Rajendra. 2016. Moringa oleifera Lam.

A Study of Ethnobotany, Nutrients, and Pharmacological Profile. India:

Department of Pharmaceutics, College of Pharmacy, Sri Satya Sai

University of Technology and Medical Sciences. Research Journal of

Pharmaceutical, Biological and Chemical Science, pp. 2158.

Sharif, Imdadul Haque et al. 2016. A Review Of Phytochemical and

Pharmacological Profile Of Moringa oleifera Lam. Bangladesh:

Department of Biotechnology and Genetic Engineering, Islamic

University, Kushtia. Journal of Life Science and Biotechnology, pp 75-

88.

Solihati, Nurcholidah. 2013. Antifertilitas Ekstrak Pegagan (Cantella asiatica) dan

Reversibilitas Fungsi Reproduksi Pada Tikus (Rattus norvegicus)

Jantan. Bogor: Institut Pertanian Bogor, pp 5-8.

Subandrate et al. 2016. Potensi Antioksidan Ekstrak Biji Duku (Lansium

domesticum Corr) Pada Tikus Putih (Rattus novergicus) Jantan Yang

Diinduksi Alkohol. Palembang: Molekul, Vol. 11. No. 1. Mei, 2016: 1 –

8.

Suckow, Mark A. 2006. The Laboratory Rat. USA: Elsevier Academic Press.

Sulistyawati, Rini dan Pratiwi, Pramita. 2015. Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol

Daun Kelor (Moringa oleifera) Terhadap Aktivitas Analgetik dan

Antiinflamasi melalui Ekspresi Enzim Siklooxigenase. Yogyakarta:

Pharmaciana, Vol. 6, No.1 2016: 31-38.

Sulistyorini et al. 2015. Pengaruh Ekstrak Etanol Daun Kelor (Moringa oleifera)

Pada Ekspresi Insulin dan Insulitis Tikus Diabetes Melitus. MKB,

Volume 47 No. 2 Juni 2015, pISSN :0126-074X, eISSN : 238-6223, pp

69-76.

Supriyati, Nita dan Sholikhah, Ika Yanti M. 2011. Pengaruh Cara Ekstraksi

Terhadap Kadar Sari dan Kadar Sylimarin dalam Biji Sylibum

Page 85: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

68

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

marianum (L.) Gaertn. Karanganyar: Balai Besar Litbang Tanaman

Obat dan Obat Tradisional, pp 1-6.

Susanti et al. 2014. Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol 90% Daun Katuk (Sauropus

androgynous (L.) Merr.). Bali: Universitas Udayana, pp 84-86.

Tejas H, Genatra et al. 2012. A Panoramic View On Pharmacognostic,

Pharmacological, Nutritional, Therapeutic and Prophylactic Value of

Moringa oleifera Lam. India: International Research Journal of

Pharmacy Vol 3. No.6, pp 1-7.

Tiya S. et al. 2016. Effect of Treatment With Hypoxis hemerocallidea Extract on

Sexual Behaviour and Reproductive Parameters in Male Rats. Africa:

Andrologia 2016, pp: 1–8.

Voigt, R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi.Terjemahan : S. Noerono.

Indonesia: Gadjah Mada University Press.

World Health Organization. 2000. General Guidelines For Methodologies on

Research and Evaluation of Traditional Medicine. Geneva: WHO,

2000, pp 34.

Page 86: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

69

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 1. Alur Penelitian

A. Alur Kerja Pembuatan Ekstrak

Pengambilan Sampel

Daun Kelor Segar

Pencucian Daun Kelor

el Daun Kelor Segar

Pencucian Daun Kelor

Pengeringan Daun Kelor

Penghalusan Daun Kelor

Perendaman/Maserasi

Serbuk Daun Kelor

Dengan Etanol 90%

Secara Berulang

Maserat

Pemekatan dengan

Vacuum Rotary

Evaporator dilanjut

Freeze Dry

Ekstrak Kental

Pembuatan Suspensi

Determinasi

Sampel

Sortasi Basah

Sortasi Kering

Penyaringan

Penapisan Fitokimia

dan Pengujian

Parameter Spesifik dan

Non Spesifik

Page 87: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

70

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

B. Alur Kerja Pengujian Ekstrak

20 Tikus Jantan galur Sprague-Dawley

Aklimatisasi selama 2 minggu

Pengelompokan Tikus menjadi 4

Kelompok secara acak (@ 5 ekor)

Kelompok

Kontrol Kelompok Perlakuan

Dosis 50 mg/kgBB

Dosis 200 mg/kgBB

Dosis 800 mg/kgBB

Pengambilan Darah H-0 melalui sinus orbitalis mata

Pemberian

larutan Na-CMC

0,25% b/v per

oral selama 15

hari

Pemberian Suspensi

ekstrak daun kelor

peroral selama 15 hari

Pengamatan

Mounting

frequency dan

Mounting latency

pada H-15

Pengambilan darah H-16 dari

sinus orbitalis mata, lalu tikus

dikorbankan dan diambil organ

reproduksinya

Darah

ditampung

pada tube

effendorf

Sentrifugasi

Serum

diambil dan

disimpan

dalam

freezer suhu

-20oC

Testis Kauda Epididimis

Pengukuran

Bobot Testis

Pengukuran morfologi

spermatozoa

Analisis Data

Pengukuran

konsentrasi

serum

testosteron

Page 88: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

71

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 2. Perhitungan Dosis Ekstrak Etanol 90% Daun Kelor

Rumus VAO (Volume Administrasi Obat) digunakan untuk perhitungan dosis uji

ekstrak etanol 90% daun kelor. Rumus tersebut yaitu:

VAO = Dosis (mg/kgBB) x Berat Badan (kg)

Konsentrasi (mg/ml)

1. Dosis 400 mg/kgBB

VAO = Dosis (mg/kgBB) x Berat Badan (kg)

Konsentrasi (mg/ml)

1ml = 400mg x 0.3

Konsentrasi (mg/ml)

Konsentrasi = 120 mg/ml

Sediaan dibuat menjadi 50 ml. Sehingga ekstrak yang ditimbang sebanyak:

Ekstrak (mg) = Volume (ml) x Konsentrasi (mg/ml)

Ekstrak = 50 ml x 120 mg/ml

= 6.000 mg (6 g)

2. Dosis 600 mg/kgBB

VAO = Dosis (mg/kgBB) x Berat Badan (kg)

Konsentrasi (mg/ml)

1ml = 600mg x 0.3

Konsentrasi (mg/ml)

Konsentrasi = 180 mg/ml

Sediaan dibuat menjadi 50 ml. Sehingga ekstrak yang ditimbang sebanyak:

Ekstrak (mg) = Volume (ml) x Konsentrasi (mg/ml)

Ekstrak = 50 ml x 180 mg/ml

= 9.000 mg (9 g)

Page 89: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

72

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Dosis 800 mg/kgBB

VAO = Dosis (mg/kgBB) x Berat Badan (kg)

Konsentrasi (mg/ml)

1ml = 800mg x 0.3

Konsentrasi (mg/ml)

Konsentrasi = 240 mg/ml

Sediaan dibuat menjadi 50 ml. Sehingga ekstrak yang ditimbang sebanyak:

Ekstrak (mg) = Volume (ml) x Konsentrasi (mg/ml)

Ekstrak = 50 ml x 240 mg/ml

= 12.000 mg (12 g)

Page 90: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

73

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 3. Surat Hasil Determinasi Tanaman

Page 91: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

74

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 4. Surat Keterangan Kesehatan Hewan Uji

Keterangan:

Hewan Uji yang digunakan dalam penelitian sama dengan hewan uji yang

digunakan oleh Ratih Dara Syadillah

Page 92: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

75

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 5. Surat Keterangan Lolos Kaji Etik

Page 93: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

76

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 6. Hasil Perhitungan Rendemen, Kadar Air dan Kadar Abu

1. Perhitungan Rendemen

Berat Ekstrak = 527,443 gram

Berat Simplisia = 2400 gram (2,4kg)

% Rendemen = Berat Ekstrak

Berat Simplisia x 100%

% Rendemen = 527,443 gram

2400 gram x 100%

% Rendemen = 21,9767 %

2. Perhitungan Kadar Air

% Kadar Air = W1-W2

W1 x 100%

Keterangan:

W1 = Berat Ekstrak

W2 = Berat Ekstrak setelah dioven

a. Kadar Air Sebelum Freeze Dry

Pengujian dibuat sebanyak dua kali (duplo)

Ke-1 Ke-2

W1 1,03 gram 1,04 gram

W2 0,78 gram 0,79 gram

% Kadar Air 24,22% 24,17%

% Rerata Kadar Air 24, 20 %

b. Kadar Air Sesudah Freeze Dry

Pengujian dibuat sebanyak dua kali (duplo)

Ke-1 Ke-2

W1 1,05 gram 1,15 gram

W2 0,92gram 1,01 gram

% Kadar Air 12,11% 11,97%

% Rerata Kadar Air 12,04%

Page 94: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

77

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Perhitungan Kadar Abu

% Kadar Abu = W1-W3

W2 x 100%

Keterangan:

W1= Berat cawan dan ekstrak setelah di tanur

W2= Berat ekstrak

W3= Berat cawan kosong

Pengujian dibuat sebanyak dua kali (duplo)

Ke-1 Ke-2

W1 42,48 gram 27,64 gram

W2 2,16 gram 2,05 gram

W3 42,23 gram 27,53 gram

% Kadar Abu 11,25 % 5.54 %

% Kadar Abu Rerata 8,39%

Page 95: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

78

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 7. Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol 90% Daun Kelor

No Identifikasi

Golongan

Senyawa

Perlakuan Gambar Hasil

Uji

Keterangan

1. Alkaloid 100mg ekstrak

dalam 1ml etanol

70% + 1ml HCl

dan 9ml Aquadest,

dipanaskan,

disaring dan

diperoleh filtrat.

Filtrat dibagi ke

dalam dua tabung.

Tabung 1 +

Pereaksi

dragendrof

Tabung 2 +

Pereaksi

Mayer

+ Kiri: Setelah

penambahan

pereaksi

dragendrof

terbentuk

endapan

jingga

Kanan:

Setelah

penambahan

pereaksi

mayer

berubah

menjadi

keruh

2. Flavonoid 100mg ekstrak

dalam 1ml etanol

70% + 0,5ml HCl

dan logam Mg

+ Terjadi

perubahan

warna dari

hijau ke

jingga

3. Tanin 100mg ekstrak

dalam 1ml etanol

70% + FeCl3

+ Terbentuk

warna hitam

kehijauan

Page 96: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

79

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4. Saponin 100mg ekstrak

dalam 1ml etanol

70% + 10ml

Aquades panas,

dikocok secara

vertical selama 10

detik, + 1 tetes

HCl 2N,

didiamkan selama

10 menit

+ Terbentuk

busa setinggi

1cm yang

stabil selama

± 10 menit

5. Terpenoid 100mg ekstrak

dalam 1ml etanol

70% + eter,

diuapkan hingga

kering, + 10 tetes

asam asetat

anhidrat dan 5

tetes H2SO4

+

Terbentuk

warna

kehijauan

6. Steroid 100mg ekstrak

dalam 1ml etanol

70% + pereaksi

Liebermann-

Burchard

+ Terbentuk

warna biru-

kehijauan

Page 97: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

80

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 8. Dokumentasi Kegiatan Penelitian

Persiapan Simplisia dan Pembuatan Ekstrak Etanol 90% Daun Kelor

(Moringa oleifera Lam.)

Gambar 5.1.

Daun Kelor Segar

Gambar 5.2.

Pengeringan Daun Kelor Gambar 5.3.

Penghalusan Daun

Kelor

Gambar 5.4. Penimbangan Serbuk

Daun Kelor

Gambar 5.5.

Perendaman Serbuk Daun Kelor

Gambar 5.6. Penyaringan

Maserat

Gambar 5.7.

Pemekatan Ekstrak Etanol 90% Daun Kelor

Gambar 5.8.

Ekstrak Kental

Daun Kelor

Page 98: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

81

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Persiapan Hewan Uji

Gambar 5.9.

Aklimatisasi Hewan Uji

Gambar 5.10.

Penimbangan Hewan Uji

Gambar 5.11.

Pemberian Ekstrak Etanol

90% Daun Kelor

Gambar 5.12.

Terminasi Hewan Uji

Pengamatan Mounting frequency dan Mounting Latency

Gambar 5.13.

Pengamatan Fase

Estrus

Gambar 5.14.

Pertemuan Tikus

Jantan dengan Tikus

Betina

Gambar 5.15.

Pengamatan Mounting

Page 99: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

82

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Pengukuran Kadar Serum Testosteron

Gambar 5.16.

Pengambilan Darah

Tikus

Gambar 5.17.

Serum Testosteron

Gambar 5.18.

Larutan Standar Testosteron

dan Pereaksi ELISA

Gambar 5.19.

Penambahan Standar

dan Sampel ke dalam

Wells

Gambar 5.20.

Penambahan Enzyme

Conjugate ke dalam

wells

Gambar 5.21.

Pembilasan dengan Wash

Solution

Gambar 5.22. Penambahan

Substrate Solution ke

dalam Wells

Gambar 5.23.

Penambahan Stop

Solution ke dalam

Wells

Gambar 5.24.

Pembacaan Kadar Hormon

Testosteron

Page 100: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

83

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Pengamatan Morfologi Spermatozoa

Gambar 5.25.

Pengambilan Sperma

dari Kauda Epididimis

Gambar 5.26.

Pewarnaan Spermatozoa

dengan Eosin Y 1%

Gambar 5.27.

Pembuatan Preparat

Apus

Gambar 5.28.

Pengamatan Morfologi

Spermatozoa

Gambar 5.29.

Spermatozoa Normal

Gambar 5.30.

Spermatozoa Tanpa

Kepala

Gambar 5.31.

Spermatozoa Ekor Bengkok

Gambar 5.32.

Spermatozoa Kepala Ganda

Pengukuran Bobot Testis

Gambar 5.33.

Pembedahan Hewan Uji

Gambar 5.34.

Pengambilan Testis

Kanan dan Kiri Tikus

Gambar 5.35.

Penimbangan Bobot

Testis

Page 101: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

84

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 9. Hasil Pengukuran Bobot Badan Hewan Uji

Hari Hewan

Uji

Rata-Rata Berat (gram)

Kontrol 50mg/kgBB 200mg/kgBB 800mg/kgBB

Aklimatisasi

1 316.35 234.14 242.76 295.63

2 270 264.35 245.15 322.18

3 321.92 235.5 211 275.90

4 270.64 251.78 213.61 258.54

5 307.64 249.92 279.61 202.90

Rerata ± SD

297.31

±

25.16

247.14

±

12.55

238.43

±

27.96

271.03

±

44.83

Hari Ke-1

1 352 281 304 345

2 315 291 298 360

3 352 283 265 290

4 299 315 242 322

5 340 261 298 350

Rerata ± SD

331.6

±

23.67

286.2

±

19.52

281.4

±

26.84

333.4

±

27.97

Hari Ke-2

1 358 288 306 343

2 335 300 297 356

3 383 278 268 288

4 309 318 237 320

5 358 263 290 245

Rerata ± SD

348.6

±

27.89

289.4

±

20.97

279.6

±

27.64

310.4

±

44.75

Hari Ke-3

1 360 290 301 343

2 334 291 295 361

3 374 278 269 289

4 314 313 238 315

5 360 260 291 246

Rerata ± SD

348.4

±

24.05

286.4

±

19.42

278.8

±

25.81

310.8

±

45.41

Hari Ke-4

1 361 295 327 343

2 330 291 295 363

3 374 282 270 286

4 317 322 235 317

5 360 261 294 250

Rerata ± SD

348.4

±

23.83

290.2

±

22.10

284.2

±

34.15

311.8

±

45.01

Page 102: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

85

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Hari Ke-5

1 361 295 299 344

2 333 291 296 367

3 376 282 273 282

4 319 322 235 318

5 352 261 292 253

Rerata ± SD

348.2

±

22.55

290.2

±

22.10

279

±

26.59

312.8

±

45.99

Hari Ke-6

1 364 296 300 344

2 330 297 297 366

3 371 278 271 283

4 319 317 237 318

5 351 260 287 255

Rerata ± SD

347

±

22.10

289.6

±

21.54

278.4

±

25.76

313.2

±

44.88

Hari Ke-7

1 366 297 305 344

2 333 297 300 365

3 372 289 273 283

4 323 324 240 315

5 355 363 293 253

Rerata ± SD

349.8

±

21.11

314

±

30.43

282.2

±

26.54

312

±

45.17

Hari Ke-8

1 358 302 304 344

2 331 294 295 366

3 374 285 271 282

4 320 327 237 316

5 353 263 291 254

Rerata ± SD

347.2

±

21.62

294.2

±

23.42

279.6

±

26.69

312.4

±

45.32

Hari Ke-9

1 356 297 304 344

2 330 297 295 367

3 373 289 274 278

4 323 324 240 309

5 355 263 293 251

Rerata ± SD

347.4

±

20.52

294

±

21.81

281.2

±

25.48

309.8

±

47.19

Hari Ke-10

1 350 300 308 342

2 330 297 296 367

3 373 282 276 283

4 323 326 238 317

Page 103: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

86

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

5 356 267 287 256

Rerata ± SD

346.4

±

20.18

294.4

±

22.02

281

±

26.75

313

±

44.50

Hari Ke-11

1 355 303 305 343

2 326 295 298 368

3 373 285 278 285

4 323 331 238 322

5 355 267 286 260

Rerata ± SD

346.4

±

21.32

296.2

±

23.64

281

±

26.21

315.6

±

43.48

Hari Ke-12

1 360 307 307 344

2 327 296 303 369

3 370 286 283 284

4 325 327 239 324

5 348 269 286 263

Rerata ± SD

346

±

19.86

297

±

21.82

283.6

±

27.01

316.8

±

43.26

Hari Ke-13

1 355 307 308 340

2 332 296 304 357

3 374 284 281 288

4 328 327 239 322

5 346 267 285 265

Rerata ± SD

347

±

18.57

296.2

±

22.73

283.4

±

27.42

314.4

±

37.63

Hari Ke-14

1 357 311 308 339

2 328 298 308 368

3 377 288 282 289

4 328 336 240 318

5 346 265 286 263

Rerata ± SD

347.2

±

20.75

299.6

±

26.40

284.8

±

27.80

315.4

±

41.14

Hari Ke-15

1 361 313 307 340

2 329 296 300 368

3 372 290 281 295

4 330 337 238 318

5 345 275 287 263

Rerata ± SD

347.4

±

18.95

302.2

±

23.74

282.6

±

26.96

316.8

±

40.40

Page 104: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

87

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 10. Hasil Pengukuran Bobot Testis

Kelompok Hewan

Uji

Bobot Testis

(gram)

Rerata

Bobot

Testis

Tiap

Hewan

Uji

(gram)

Rerata

Bobot

Testis

Tiap

Kelompok

(gram)

Standar

Deviasi

Kanan Kiri

Kontrol 1 1.40 1.35 1.37 1.38 0.0703

2 1.33 1.30 1.31

3 1.36 1.28 1.32

4 1.44 1.38 1.41

5 1.45 1.52 1.48

50 mg/kgBB 1 1.35 1.34 1.34 1.29 0.0846

2 1.21 1.16 1.18

3 1.37 1.39 1.38

4 1.30 1.36 1.33

5 1.26 1.18 1.22

200 mg/kgBB 1 1.14 1.34 1.24 1.25 0.0297

2 1.26 1.29 1.27

3 1.22 1.19 1.21

4 1.25 1.31 1.28

5 1.17 1.34 1.25

800 mg/kgBB 1 1.35 1.35 1.35 1.36 0.1315

2 1.61 1.49 1.55

3 1.43 1.40 1.41

4 1.16 1.36 1.26

5 1.28 1.16 1.22

Page 105: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

88

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 11. Hasil Perbandingan Bobot Badan Awal dan Akhir Tikus

Kelompok Hewan

Uji

Bobot Awal

(gram)

Bobot Akhir

(gram)

Kontrol

1 352 361

2 315 329

3 352 372

4 299 330

5 340 345

Rerata 331.6 347.4

50 mg/kgBB

1 281 313

2 291 296

3 283 290

4 315 337

5 261 275

Rerata 286.2 302.2

200 mg/kgBB

1 304 307

2 298 300

3 265 281

4 242 238

5 298 287

Rerata 281.4 282.6

800 mg/kgBB

1 345 340

2 360 368

3 290 295

4 322 318

5 350 263

Rerata 333.4 316.8

Page 106: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

89

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 12. Hasil Pengukuran Proporsi Bobot Testis

Kelompok

Hewan

Uji

Bobot

Testis

(gram)

Bobot

Tubuh

(gram)

Proporsi

Bobot

Testis

(%)

Rerata

Proporsi

Bobot

Testis

Kelompok

(%)

Standar

Deviasi

Kontrol

1 1.375 361 0.3808

0.4086 0.0273

2 1.315 329 0.3996

3 1.32 330 0.4000

4 1.41 345 0.4086

5 1.485 327 0.4541

50 mg/kgBB

1 1.345 313 0.4297

0.4202 0.0440

2 1.185 309 0.3834

3 1.38 290 0.4758

4 1.33 361 0.3684

5 1.22 275 0.4436

200 mg/kgBB

1 1.2439 300 0.4146

0.4390

0.0702

2 1.2799 281 0.4554

3 1.2122 350 0.3463

4 1.2860 238 0.5403

5 1.2585 287 0.4385

800 mg/kgBB

1 1.3538 340 0.3981

0.4330 0.0385

2 1.5553 368 0.4226

3 1.4197 295 0.4812

4 1.2647 318 0.3977

5 1.2242 263 0.4654

Page 107: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

90

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 13. Hasil Analisa Data Proporsi Bobot Testis

1. Uji Normalitas dan Homogenitas Proporsi Bobot Testis

Uji Normalitas

Tujuan :

Melihat normal atau tidaknya distribusi data proporsi bobot

testis

Hipotesis:

- Ho: Data proporsi bobot testis terdistribusi normal

- Ha: Data proporsi bobot testis tidak terdistribusi normal

Pengambilan Keputusan:

- Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima

- Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak

Keputusan:

Data proporsi bobot testis seluruh kelompok terdistribusi

normal (p ≥ 0,05)

Uji Homogenitas

Tujuan:

Melihat data proporsi bobot testis homogen atau tidak

Hipotesis:

- Ho: Data proporsi bobot testis homogen

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Proporsi_Bobot

_Testis

N 20

Normal Parametersa,b Mean .4252579

Std. Deviation .04541709

Most Extreme Differences

Absolute .111

Positive .111

Negative -.072

Kolmogorov-Smirnov Z .496

Asymp. Sig. (2-tailed) .966

a. Test distribution is Normal.

b. Calculated from data.

Page 108: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

91

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

- Ha: Data proporsi bobot testis tidak homogen

Pengambilan Keputusan:

- Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima

- Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak

Test of Homogeneity of Variances

Proporsi_Bobot_Testis

Levene Statistic df1 df2 Sig.

.925 3 16 .451

Keputusan:

Uji homogenitas data proporsi bobot testis seluruh kelompok

homogen (p≥ 0,05), sehingga uji dapat dilanjutkan dengan

uji ANOVA

2. Analysis of Variance (ANOVA)

Tujuan :

Mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data proporsi bobot testis

Hipotesis:

- Ho:Data proporsi bobot testis tidak berbeda secara bermakna

- Ha:Data proporsi bobot testis berbeda seccara bermakna

Pengambilan Keputusan:

- Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima

- Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak

ANOVA

Proporsi_Bobot_Testis

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups .003 3 .001 .404 .752

Within Groups .036 16 .002

Total .039 19

Keputusan:

Data proporsi bobot testis tidak berbeda secara bermakna (p≥ 0,05)

Page 109: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

92

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 14. Hasil Pengamatan Morfologi Spermatozoa

Kelompok Hewan

Uji

Jumlah

Spermatozoa

Abnormal

Abnormalitas

Spermatozoa

(%)

Rerata

Abnormalitas

Spermatozoa

(%)

Rerata

Abnormalitas

Spermatozoa

± SD Kanan Kiri Kanan Kiri

Kontrol

1 18.5 10.00 9.939 8.523 9.231

11.097

± 5.086

2 38.0 37.00 17.351 17.050 17.201

3 23.0 11.00 16.083 14.666 15.375

4 2.00 16.00 8.695 9.039 8.867

5 6.00 9.00 2.197 7.430 4.8135

50 mg/kgBB

1 29.5 16.68 16.68 6.339 11.509

12.659

± 2.298

2 21.5 15.00 11.35 14.420 12.885

3 20.5 19.50 14.95 15.711 15.330

4 9.50 10.50 9.790 9.070 9.4300

5 30.0 28.00 12.209 16.076 14.142

200 mg/kgBB

1 11.5 14.00 8.33 21.07 14.700

18.378

± 2.256

2 43.0 26.00 18.84 19.288 19.064

3 35.0 29.00 22.92 18.568 20.744

4 46.5 33.50 19.347 16.969 18.158

5 25.5 39.5 18.961 19.489 19.225

800 mg/kgBB

1 31.5 34.00 23.54 19.599 21.569

19.239

± 2.614

2 46.5 35.50 21.05 18.192 19.621

3 11.5 13.50 11.154 18.678 14.916

4 23.0 31.00 18.1462 23.829 20.988

5 30.0 31.00 14.995 23.212 19.103

Page 110: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

93

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 15. Hasil Analisa Abnormalitas Morfologi Spermatozoa

1. Uji Normalitas dan Homogenitas Abnormalitas Morfologi Spermatozoa

Uji Normalitas

Tujuan :

Melihat normal atau tidaknya distribusi data abnormalitas

morfologi spermatozoa

Hipotesis:

- Ho: Data abnormalitas morfologi spermatozoa

terdistribusi normal

- Ha: Data abnormalitas morfologi spermatozoa tidak

terdistribusi normal

Pengambilan Keputusan:

- Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima

- Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Abnormalitas_

Morfologi_Sper

matozoa

N 20

Normal Parametersa,b Mean 15.34375180

Std. Deviation 4.704149024

Most Extreme Differences

Absolute .135

Positive .096

Negative -.135

Kolmogorov-Smirnov Z .606

Asymp. Sig. (2-tailed) .856

a. Test distribution is Normal.

b. Calculated from data.

Keputusan:

Uji normalitas seluruh kelompok terdistribusi normal (p≥

0,05)

Page 111: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

94

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Uji Homogenitas

Tujuan:

Melihat data abnormalitas morfologi spermatozoa homogen

atau tidak

Hipotesis:

- Ho: Data abnormalitas morfologi spermatozoa homogen

- Ha: Data abnormalitas morfologi spermatozoa tidak

homogen

Pengambilan Keputusan:

- Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima

- Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak

Test of Homogeneity of Variances

Abnormalitas_Morfologi_Spermatozoa

Levene Statistic df1 df2 Sig.

2.839 3 16 .071

Keputusan:

Uji homogenitas data abnormalitas morfologi spermatozoa

seluruh kelompok homogen (p≥ 0,05), sehingga uji dapat

dilanjutkan dengan uji ANOVA

2. Analysis of Variance (ANOVA)

Tujuan :

Mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data abnormalitas

morfologi spermatozoa

Hipotesis:

- Ho: Data abnormalitas morfologi spermatozoa tidak berbeda

secara bermakna

- Ha: Data abnormalitas morfologi spermatozoa berbeda

seccara bermakna

Pengambilan Keputusan:

- Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima

- Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak

Page 112: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

95

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ANOVA

Abnormalitas_Morfologi_Spermatozoa

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 248.108 3 82.703 7.678 .002

Within Groups 172.344 16 10.771

Total 420.451 19

Keputusan:

Data abnormalitas morfologi spermatozoa berbeda secara bermakna

(p≤ 0,05), sehingga uji dapat dilanjutkan dengan uji LSD

3. Uji Least Significant Difference (LSD)

Tujuan:

Menentukan data abnormalitas morfologi spermatozoa kelompok

mana yang memberikan hasil berbeda secara bermakna dengan data

abnormalitas morfologi spermatozoa kelompok lainnya.

Hipotesis:

- Ho: Data abnormalitas morfologi spermatozoa tidak berbeda

secara bermakna

- Ha: Data abnormalitas morfologi spermatozoa berbeda

seccara bermakna

Pengambilan Keputusan:

- Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima

- Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak

Page 113: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

96

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Multiple Comparison

Dependent Variable: Abnormalitas_Morfologi_Spermatozoa

LSD

(I) Kelompok (J) Kelompok Mean Difference

(I-J)

Std. Error Sig. 95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

Kontrol

Rendah -1.561912782 2.075713825 .463 -5.96222952 2.83840396

Sedang -7.280612782* 2.075713825 .003 -11.68092952 -2.88029604

Tinggi -8.142132782* 2.075713825 .001 -12.54244952 -3.74181604

Rendah

Kontrol 1.561912782 2.075713825 .463 -2.83840396 5.96222952

Sedang -5.718700000* 2.075713825 .014 -10.11901674 -1.31838326

Tinggi -6.580220000* 2.075713825 .006 -10.98053674 -2.17990326

Sedang

Kontrol 7.280612782* 2.075713825 .003 2.88029604 11.68092952

Rendah 5.718700000* 2.075713825 .014 1.31838326 10.11901674

Tinggi -.861520000 2.075713825 .684 -5.26183674 3.53879674

Tinggi

Kontrol 8.142132782* 2.075713825 .001 3.74181604 12.54244952

Rendah 6.580220000* 2.075713825 .006 2.17990326 10.98053674

Sedang .861520000 2.075713825 .684 -3.53879674 5.26183674

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Keputusan:

Data abnormalitas morfologi spermatozoa pada dosis 200 dan 800

mg/kgBB memberikan hasil yang berbeda secara bermakna

terhadap kelompok kontrol (p≤0,05).

Page 114: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

97

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 16. Pengukuran Konsentrasi Serum Testosteron

Tabel 5.1. Hasil Pengukuran Konsentrasi Standar Testosteron

Konsentrasi Absorbansi Rerata

Absorbansi

1/Rerata

Absorbansi 1 2

0 1.868 2.0596 1.9638 0.5092

0.2 1.5927 1.4343 1.5135 0.6607

0.5 1.5029 1.4933 1.4981 0.6675

1 1.2997 1.1907 1.2452 0.8030

2 0.8581 0.8448 0.8514 1.1744

6 0.3413 0.3441 0.3427 2.9180

16 0.187 0.1644 0.1757 5.6915

Hasil pengukuran standar testosteron kemudian dibuat menjadi kurva

kalibrasi testosteron dengan sumbu x = 1/Abs terhadap sumbu y = konsentrasi

testosteron (ng/ml). Sehingga diperoleh persamaan regresi y = 3.0232x – 1.6945

Gambar 5.36. Kurva Kalibrasi Standar Testosteron

Dari persamaan regresi y = 3.0232x – 1.6945 ditentukan konsentrasi testosteron

sampel sebagai berikut:

y = 3.0232x - 1.6945R² = 0.9918

-2

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

0 1 2 3 4 5 6Ko

nse

ntr

asi

Tes

tost

ero

n (

ng/m

l)

1/Absorbansi

Kurva Kalibrasi Testosteron

Page 115: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

98

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Kelompok Hewan

Uji

Absorbansi 1/Absorbansi

Konsentrasi

Testosteron

(ng/ml)

Rerata

Konsentrasi

Testosteron

(ng/ml) ± SD

H-0 H-16 H-0 H-16 H-0 H-16 H-0 H-16

Kontrol

1 0.792 1.253 1.261 0.798 2.120 0.718

2.241

±

0.823

2.124

±

1.054

2 0.784 0.639 1.274 1.563 2.158 3.033

3 0.922 0.698 1.084 1.432 1.584 2.635

4 0.890 1.010 1.122 0.986 1.700 1.286

5 0.566 0.651 1.766 1.535 3.644 2.947

50 mg/kgBB

1 1.158 1.091 0.863 0.915 0.915 1.074

1.453

±

0.867

2.394

±

1.013

2 1.403 0.722 0.712 1.384 0.459 2.489

3 0.962 0.891 1.039 1.121 1.447 1.697

4 0.676 0.587 1.479 1.702 2.777 3.451

5 0.899 0.610 1.111 1.639 1.666 3.261

200 mg/kgBB

1 0.555 1.174 1.799 0.851 3.744 0.880

2.830

±

1.716

1.355

±

0.865

2 1.120 0.698 0.892 1.432 1.004 2.636

3 0.466 1.201 2.145 0.832 4.790 0.822

4 0.573 1.327 1.743 0.753 3.576 0.582

5 1.106 0.851 0.903 1.173 1.036 1.854

800 mg/kgBB

1 1.058 0.581 0.945 1.720 1.162 3.508

1.246

±

0.613

1.999

±

1.376

2 0.764 0.603 1.308 1.656 2.261 3.314

3 1.319 0.855 0.757 1.169 0.597 1.841

4 1.054 1.296 0.948 0.771 1.172 0.636

5 1.106 1.263 0.904 0.791 1.038 0.698

Page 116: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

99

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 17. Hasil Analisa Data Konsentrasi Testosteron

1. Uji Normalitas

Tujuan:

Melihat normal atau tidak nya distribusi data konsentrasi

testosteron seluruh kelompok

Hipotesis:

- Ho: Data konsentrasi testosteron terdistribusi normal

- Ha: Data konsentrasi testosteron tidak terdistribusi normal

Pengambilan keputusan:

- Jika nilai p > 0,05 maka Ho diterima

- Jika nilai p < 0,05 maka Ho ditolak

Tests of Normality

Hari Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic Df Sig. Statistic df Sig.

Konsentrasi_

Testosteron_

Kontrol

Hari Ke-0 .340 5 .060 .807 5 .092

Hari Ke-16 .286 5 .200* .847 5 .184

Hari Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Konsentrasi_

Testosteron_

Sedang

Hari Ke-0 .268 5 .200* .853 5 .203

Hari Ke-16 .308 5 .136 .869 5 .264

Hari Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statisti

c

df Sig. Statist

ic

df Sig.

Konsentrasi

_Testostero

n_Tinggi

Hari Ke-0 .348 5 .048 .860 5 .228

Hari Ke-16 .230 5 .200* .851 5 .198

Hari Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Konsentrasi_

Testosteron_

Rendah

Hari Ke-0 .204 5 .200* .964 5 .835

Hari Ke-16 .204 5 .200* .933 5 .617

Page 117: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

100

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Keputusan:

Data konsentrasi testosteron seluruh kelompok terdistribusi normal

(p > 0,05)

2. Paired Samples T-Test

Tujuan :

Mengetahui ada atau tidaknya perbedaan konsentrasi testosteron

seluruh kelompok pada hari ke-0 dan hari ke-16

Hipotesis:

- Ho: Konsentrasi testosteron tidak berbeda secara bermakna

- Ha: Konsentrasi testosteron berbeda secara bermakna

Pengambilan Keputusan:

- Jika nilai p ≥ 0,05 maka Ho diterima

- Jika nilai p ≤ 0,05 maka Ho ditolak

Paired Samples Test

Paired Differences t df Sig.

(2-

tailed)

Mean Std.

Deviation

Std. Error

Mean

95% Confidence

Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair 1 H0_Kontrol -

H16_Kontrol .11746 1.05180 .47038 -1.18853 1.42345 .250 4 .815

Pair 2 H0_Rendah -

H16_Rendah -.34770 1.38348 .61871 -2.06552 1.37012 -.562 4 .604

Pair 3 H0_Sedang -

H16_Sedang 1.47530 2.51767 1.12594 -1.65080 4.60140 1.310 4 .260

Pair 4 H0_Tinggi -

H16_Tinggi -.75324 1.19616 .53494 -2.23848 .73199

-

1.408 4 .232

Keputusan:

Konsentrasi testosteron seluruh kelompok pada hari ke-0 dan hari

ke-16 tidak berbeda secara bermakna (p>0,05)

Page 118: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

101

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 18. Pengamatan Mounting Frequency dan Mounting Latency

Kelompok Hewan

Uji

Mounting

Latency (detik)

Mounting

Frequency

Kontrol

1 1022 3

2 279 2

3 - 0

4 1020 2

5 530 7

Rerata ± SD 712.75 ± 370.39 3.5

50 mg/kgBB

1 - 0

2 - 0

3 - 0

4 - 0

5 127 18

Rerata ± SD 127 18

200 mg/kgBB

1 - 0

2 - 0

3 - 0

4 1195 1

5 - 0

Rerata ± SD 1195 1

800 mg/kgBB

1 - 0

2 - 0

3 148 5

4 - 0

5 - 0

Rerata ± SD 148 5

Page 119: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

102

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 19. Hasil Statistik Mounting Frequency dan Mounting Latency

1. Uji Normalitas

Tujuan:

Melihat normal atau tidak nya distribusi data Mounting

frequency dan Mounting Latency

Hipotesis:

- Ho: Data Mounting frequency dan Mounting latency

terdistribusi normal

- Ha: Data Mounting frequency dan Mounting latency tidak

terdistribusi normal

Pengambilan keputusan:

- Jika nilai p ≥ 0,05 maka Ho diterima

- Jika nilai p ≤ 0,05 maka Ho ditolak

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Mounting_Frequency MountingLatency

N 7 7

Normal Parametersa,b Mean 5.4286 617.2857

Std. Deviation 5.91205 455.04422

Most Extreme Differences

Absolute .252 .240

Positive .252 .200

Negative -.227 -.240

Kolmogorov-Smirnov Z .668 .636

Asymp. Sig. (2-tailed) .764 .813

a. Test distribution is Normal.

b. Calculated from data.

Keputusan:

Data Mounting frequency dan Mounting latency tikus jantan

terdistribusi normal (P ≤ 0,05).

2. Uji Kruskal-Wallis

Tujuan : Mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data Mounting

frequency dan Mounting latency tikus jantan.

Page 120: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

103

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Hipotesis :

- Ho: Data Mounting frequency dan Mounting latency tidak

berbeda bermakna

- Ha: Data Mounting frequency dan Mounting latency berbeda

bermakna

Pengambilan keputusan:

- Jika nilai p ≥ 0,05 maka Ho diterima

- Jika nilai p ≤ 0,05 maka Ho ditolak

Test Statisticsa,b

Mounting_Frequency MountingLatency

Chi-Square 4.200 4.929

Df 3 3

Asymp. Sig. .241 .177

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: Kelompok

Keputusan:

Data Mounting frequency dan Mounting latency tikus jantan tidak

berbeda secara bermakna (P ≥ 0,05).

Lampiran 20. Hasil Perbandingan Bobot Badan Awal dan Akhir

1. Uji Normalitas

Tujuan:

Melihat normal atau tidak nya distribusi data bobot badan awal dan

akhir tikus

Hipotesis:

- Ho: Data bobot badan awal dan akhir terdistribusi normal

- Ha: Data bobot badan awal dan akhir tidak terdistribusi

normal

Pengambilan keputusan:

- Jika nilai p > 0,05 maka Ho diterima

- Jika nilai p < 0,05 maka Ho ditolak

Page 121: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

104

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Bobot_

Awal_K

ontrol

Bobot_

Akhir_

Kontrol

Bobor

_Awal

_Dosis

_Rend

ah

Bobot_

Akhir_

Dosis_

Renda

h

Bobot_

Awal_

Dosis_

Sedan

g

Bobot_

Akhir_

Dosis_

Sedan

g

Bobot_

Awal_

Dosis_

Tinggi

Bobot

_Akhir

_Dosis

_Tingg

i

N 5 5 5 5 5 5 5 5

Normal Parametersa,b

Mean 331.6 347.4 286.20 302.2 281.4 282.60 333.40 316.80

Std.

Deviation

23.6706

6

18.955

21

19.524

34

23.742

37

26.847

72

26.968

50

27.978

56

40.406

68

Most Extreme

Differences

Absolute .239 .221 .203 .203 .332 .276 .261 .117

Positive .194 .221 .203 .203 .200 .183 .171 .108

Negative -.239 -.166 -.195 -.129 -.332 -.276 -.261 -.117

Kolmogorov-Smirnov Z .534 .493 .454 .454 .742 .618 .583 .262

Asymp. Sig. (2-tailed) .938 .968 .986 .986 .641 .840 .886 1.000

a. Test distribution is Normal.

b. Calculated from data.

Keputusan:

Data bobot badan awal dan akhir seluruh kelompok terdistribusi

normal (p≥0,05)

2. Paired Samples T-Test

Tujuan :

Mengetahui ada atau tidaknya perbedaan bobot badan awal dan

akhir tikus pada seluruh kelompok

Hipotesis:

- Ho: Bobot badan tidak berbeda secara bermakna

- Ha: Bobot badan berbeda secara bermakna

Pengambilan Keputusan:

- Jika nilai p > 0,05 maka Ho diterima

- Jika nilai p < 0,05 maka Ho ditolak

Page 122: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

105

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Paired Samples Test

Paired Differences t df Sig.

(2-

tailed)

Mean Std.

Deviation

Std.

Error

Mean

95% Confidence

Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair 1 Bobot_Awal_Kontrol -

Bobot_Akhir_Kontrol -15.80 10.18332 4.5541 -28.4442 -3.15574 -3.469 4 .026

Pair 2 Bobor_Awal_Dosis_Rendah -

Bobot_Akhir_Dosis_Rendah -16.00 11.15796 4.9899 -29.8544 -2.14557 -3.206 4 .033

Pair 3 Bobot_Awal_Dosis_Sedang -

Bobot_Akhir_Dosis_Sedang -1.20 9.98499 4.4654 -13.5980 11.19800 -.269 4 .801

Pair 4 Bobot_Awal_Dosis_Tinggi -

Bobot_Akhir_Dosis_Tinggi 16.60 39.7529 17.778 -32.7598 65.95985 .934 4 .403

Keputusan:

Bobot badan awal dan akhir kelompok kontrol dan kelompok dosis

50 mg/kgBB berbeda secara bermakna (p≤0,05), sedangkan bobot

badan awal dan akhir kelompok dosis 200 dan 800 mg/kgBB tidak

ada perbedaan secara bermakna (p≥0,05).

Page 123: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

106

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 21. Review Hasil Penelitian Kelor dalam Reproduksi Pria

Penelitian

(Tahun)

Jenis

Ekstrak

Lama

Pemberian

Dosis Hasil Penelitian

Cajuday dan

Poscidio

(2010)

Ekstrak

Heksan

21 hari 0,5; 5; 50

mg/30gBB

(Mencit)

Terjadi peningkatan

secara signifikan

pada bobot testis,

epididimis, vesika

seminal, diameter

tubulus seminiferus,

tebal dinding

epididimis

Tidak terdapat

pengaruh yang

signifikan terhadap

LH dan FSH

Afolabi et al

(2013)

Ekstrak

Metanol

14 hari 200 mg/kgBB Tidak ada pengaruh

terhadap bobot testis

Terjadi peningkatan

secara signifikan

pada jumlah sperma,

sel germinal, SOD

testis.

Priyadarshani

&Varma

(2014)

Serbuk

daun

kelor

21 hari 200 mg/kgBB Terjadi peningkatan

jumlah sperma,

mobilitas sperma.

Owolabi &

Ogunnaike

(2014)

Ekstrak

Etanol

28 hari 200 mg/kgBB Hasil yang

positif/baik pada

seluruh jaringan

kecuali testis dan

epididimis, efek yaitu

antifertil

Dafaalla et al.

(2015)

Ekstrak

Etanol

85%

30 hari 100, 200, 400

mg/kgBB

Terjadi peningkatan

secara signifikan

pada organ

reproduksi dan

hormon testosteron,

FSH dan LH

Page 124: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37367/1/VISHILPY DIMALIA-FKIK.pdf · i uin syarif hidayatullah jakarta

107

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Bachtiar dan

Ghasani

(2016)

Ekstrak

Etanol

90%

15 hari 200, 400, 600

mg/kgBB

Tidak ada pengaruh

yang signifikan pada

bobot tetis dan serum

testosteron

Terjadi penurunan

secara signifikan

pada konsentrasi

spermatozoa,

diameter tubulus,

motilitas sperma dan

jumlah spermatosit

pakiten.

Terjadi peningkatan

jumlah spermatozoa

abnormal

Hasil

Penelitian

dalam Skripsi

(Dimalia &

Syadillah,

2017)

Ekstrak

etanol

90%

15 hari 50, 200, 800

mg/kgBB

Tidak ada pengaruh

yang signifikan pada

bobot testis, diameter

tubulus seminiferus,

serum testosteron

serta mounting dan

intromission tikus

jantan

Terjadi peningkatan

secara bermakna

pada konsentrasi

spermatozoa,

abnormalitas

spermatozoa

Terjadi penurunan

secara signifikan

pada motilitas

spermatozoa