TUTORIAL 4

41
Skenario D Blok IV Tuan Acai, 39 tahun, seorang WNI keturunan Cina, datang ke dokter keluarga dengan keluhan benjolan di leher kiri, suara serak, mimisan, hidung seperti tersumbat, dan sakit kepala sejak 6 bulan yang lalu. Riwayat penyakit terdahulu ketika tuan Acai berusia 7 tahun pernah terinfeksi EBV (Epstein Barr Virus) berdasarkan pemeriksaan serologi. Kemudian dokter melakukan pemeriksaan dan menduga adanya tumor di leher kiri sehingga merujuk pasien tersebut ke seorang ahli patologi anatomi untuk dilakukan pemeriksaan FNAC (Fine Needle Aspiration Cytology). Hasil pemeriksaan FNAC mengesankan (diagnosis) sebagai karsinoma nasofaring. Klarifikasi Istilah-istilah Benjolan : nodus kecil yang padat dan dapat dikenali melalui sentuhan Suara serak : Biasanya ditujukan untuk disfungsi laring akibat vibrasi pita suara yang abnormal. Mimisan : (epistaxis) perdarahan dari hidung biasanya akibat pecahnya pembuluh darah kecil yang terletak di bagian anterior septum nasal kartilaginosa 1

Transcript of TUTORIAL 4

Page 1: TUTORIAL 4

Skenario D Blok IV

Tuan Acai, 39 tahun, seorang WNI keturunan Cina, datang ke dokter keluarga

dengan keluhan benjolan di leher kiri, suara serak, mimisan, hidung seperti

tersumbat, dan sakit kepala sejak 6 bulan yang lalu. Riwayat penyakit terdahulu

ketika tuan Acai berusia 7 tahun pernah terinfeksi EBV (Epstein Barr Virus)

berdasarkan pemeriksaan serologi. Kemudian dokter melakukan pemeriksaan dan

menduga adanya tumor di leher kiri sehingga merujuk pasien tersebut ke seorang

ahli patologi anatomi untuk dilakukan pemeriksaan FNAC (Fine Needle

Aspiration Cytology). Hasil pemeriksaan FNAC mengesankan (diagnosis) sebagai

karsinoma nasofaring.

Klarifikasi Istilah-istilah

Benjolan : nodus kecil yang padat dan dapat dikenali melalui

sentuhan

Suara serak : Biasanya ditujukan untuk disfungsi laring akibat vibrasi

pita suara yang abnormal.

Mimisan : (epistaxis) perdarahan dari hidung biasanya akibat

pecahnya pembuluh darah kecil yang terletak di bagian anterior septum

nasal kartilaginosa

Infeksi EBV : Terinfeksi virus menyerupai herpes yang menyebabkan

mononukleus is infeksiosa dan dihubungkan dengan limfoma Burkitt dan

karsinoma nasofaring

Pemeriksaan serologi : Pemeriksaan mengenai antibdi, antigen invitro

Tumor : Pembengkakan ; salah satu dari tanda cardinal peradngan

Patologi anatomi : Cabang ilmu kedokteran yang mempelajari sifat

essensial penyakit khususnya pada perubahan jaringan dan organ tubuh

yang menyebabkan atau disebabkan penyakit

Pemeriksaan FNAC : Pemeriksaan yang dapat dilakukan dengan anastesi

lokal (jika diperlukan) dan mengambil sebagian kecil dari cairan di

benjolan.

1

Page 2: TUTORIAL 4

Karsinoma nasofaring : Tumor ganas yang timbul pada epithelial pelapis

ruangan di belakang hidung

Identifikasi masalah

1. Tuan Acai 39 tahun, seorang keturunan China dating ke dokter keluarga

dengan keluhan benjolan di sebelah kiri, suara serak, mimisan, hidung

seperti tersumbat dan sakit kepala sejak 6 bulan yang lalu

2. Tuan Acai memiliki riwayat penyakit, terinfeksi EBV berdasarkan

pemeriksaan serologi ketika berusia 7 tahun

3. Dokter menduga adanya tumor di leher kiri sehingga dirujuk ke ahli PA

untuk dilakukan pemeriksaan FNAC dan hasilnya didiagnosis menderita

karsinoma nasofaring main problem

Analisis Masalah

1. Tuan Acai 39 tahun, seorang keturunan China dating ke dokter keluarga

dengan keluhan benjolan di sebelah kiri, suara serak, mimisan, hidung

seperti tersumbat dan sakit kepala sejak 6 bulan yang lalu

a. Apakah ada hubungan antara usia dan ras Tuan Acai dengan penyakit yang

dideritanya?

b. Bagaimana etiologi :

Benjolan di leher sebelah kiri

Suara serak

Mimisan

Hidung seperti tersumbat

Sakit kepala

c. Apa penyakit yang mungkin diderita oleh Tuan Acai dari keluhan yang

muncul?

2. Tuan Acai memiliki riwayat penyakit, terinfeksi EBV berdasarkan

pemeriksaan serologi ketika berusia 7 tahun

a. Apakah ada kaitan antara riwayat terinfeksi EBV dengan penyakit diderita

Tuan Acai?

b. Bagaimana cara pemeriksaan serologi?

c. Bagaimana Tuan Acai bisa terinfeksi EBV?

2

Page 3: TUTORIAL 4

d. Bagaimana epidemiologi EBV?

e. Bagaimana aktivitas EBV dalam tubuh?

f. Bagaimana sistem imun dan mekanisme tubuh dalam melawan EBV?

3. Dokter menduga adanya tumor di leher kiri sehingga dirujuk ke ahli PA

untuk dilakukan pemeriksaan FNAC dan hasilnya didiagnosis menderita

karsinoma nasofaring.

a. Bagaimana cara pemeriksaan FNAC ?

b. Bagaimana anatomi dan histology dari nasofaring?

c. Apa perbedaan antara sel normal dan sel kanker?

d. Bagaimana pathogenesis dari karsinoma nasofaring?

e. Apa patofisiologi dari karsinoma nasofaring?

f. Apa prognosis dari karsinoma nasofaring?

Jawaban Analisis

1.

a. Ras : Ras Mongoloid merupakan faktor dominant timbulnya karsinoma

nasofaring, sehingga sering terjadi pada penduduk Cina bagian selatan,

Hongkong, Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura dan Indonesia.

Ditemukan cukup banyak pula di Yunani, Afrika bagian utara seperti

Aljazair dan Tunisia, pada orang Eskimo di Alaska, diduga

penyebabnya adalah karena mereka memakan makanan yang diawetkan

dalam musim dngin yang menggunakan bahan pengawet nitrosamine.

Usia : Karsinoma nasofaring lebih sering terjadi pada laki-laki dengan

perbandingan 2-3 : 1, pada usia 30 tahun, dan memuncak pada usia 40 –

50 tahun.

b. Etiologi :

Benjolan di sebelah kiri : Tumor pada nasofaring relatif bersifat

anaplastik dan banyak terdapat kelenjar limfe, maka karsinoma

nasofaring dapat menyebar ke kelenjar getah bening leher. Melalui

3

Page 4: TUTORIAL 4

aliran pembuluh limfe, sel-sel kanker dapat sampai ke kelenjar limfe

leher dan tertahan di sana dan karena memang kelenjar ini

merupakan pertahanan pertama agar sel-sel kanker tidak langsung

ke bagian tubuh yang lebih jauh.

Suara serak : Kualitas nada suara yang normal sangat dipengaruhi

oleh besar celah glotik, besar pita suara, ketajaman tepi pita suara,

kecepatan getaran dan ketegangan pita suara.Pada tumor ganas, pita

suara gagal berfungsi secara baik disebabkan oleh ketidak teraturan

pita suara, oklusi atau penyempitan celah glotik, terserangnya otot-

otot vokalis, sendi dan ligament krikoaritenoid dan kadang-kadang

menyerang saraf. Adanya tumor akan mengganggu gerak maupun

getaran kedua pita suara tersebut. Serak menyebabkan kualitas suara

menjadi semakin kasar, mengganggu, sumbang dan nadanya lebih

rendah dari biasa. Kadang-kadang bisa afoni karena nyeri, sumbatan

jalan nafas atau paralisis komplit. 

Mimisan : Keluhan pada hidung berupa sumbatan menetap pada

satu sisi atau kedua lubang hidung dan keluar darah berulang

(mimisan) atau ingus bercampur darah yang disebabkan dinding

permukaan tumor rapuh sehingga mudah berdarah pada iritasi

ringan.

Hidung seperti tersumbat : hidung serasa tersumbat karena sel

kanker menyebar ke rongga hidung, telinga terasa penuh,

berdengung, dan terasa nyeri. Ini karena tumor menyumbat muara

tuba eustachius. Pembengkakan daerah sekitar leher karena kelenjar

getah bening membengkak. Muncul benjolan di bawah telinga

akibat semakin besarnya tumor.

Sakit kepala : Nyeri kepala karena sel kanker menyebar ke leher dan

kepala, pandangan mengabur atau jadi dua (diplopia) karena saraf

mata tertekan,

c. Penyakit yang paling mungkin :

Karsinoma nasofaring

4

Page 5: TUTORIAL 4

Gejala klinis karsinoma nasofaring dapat dibagi menjadi 4 kelompok yaitu

1. Gejala nasofaring, berupa epistaksis ringan, pilek, atau sumbatan

hidung.

2. Gejala Telinga, berupa tinnitus, rasa tidak nyaman sampai nyeri telinga

3. Gejala saraf, berupa gangguan saraf otak , seperti diplopia, parestesia

daerah pipi, neuralgia trigeminal, paresis/paralisis arkus faring,

kelumpuhan otot bahu, dan sering tersedak.

4. Gejala atau metastasis di leher, berupa benjolan di leher.

Juvenile Angiofibroma nasofaring

Tumor jinak pembuluh darah di nasofaring yang secara histologis jinak

namun secara klinis bersifat ganas karena berkemampuan merusak tulang

dan meluas ke jaringan di sekitarnya. Umumnya ditemukan pada anak-

anak dan dewasa muda.

Adenocarcinoma

Kanker yang berasal dari jaringan kelenjar.

2.

a. Dijumpainya Epstein-Barr Virus (EBV), pada hampir semua kasus

KNF telah mengaitkan terjadinya kanker ini dengan keberadaan virus

tersebut. Pada 1966, seorang peneliti menjumpai peningkatan titer

antibodi terhadap EBV pada KNF serta titer antibodi IgG terhadap

EBV, capsid antigen dan early antigen. Kenaikan titer ini sejalan pula

dengan tingginya stadium penyakit. Namun virus ini juga acapkali

dijumpai pada beberapa penyakit keganasan lainnya bahkan dapat pula

dijumpai menginfeksi orang normal tanpa menimbulkan manifestasi

penyakit. Jadi adanya virus ini tanpa faktor pemicu lain tidak cukup

untuk menimbulkan proses keganasan. Berbeda halnya dengan jenis

kanker kepala dan leher lain, Kanker Nasofaring (KNF) jarang

dihubungkan dengan kebiasaan merokok dan minum alkohol tetapi

lebih dikaitkan dengan virus Epstein Barr, predisposisi genetik dan pola

makan tertentu.

5

Page 6: TUTORIAL 4

b. Serologi adalah tes darah untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap

mikroorganisme. mikroorganisme tertentu merangsang tubuh untuk

memproduksi antibodi selama infeksi aktif. 

Cara Menguji :

Darah diambil dari vena, biasanya dari bagian dalam siku atau bagian

belakang tangan. Situs ini dibersihkan dengan obat pembunuh kuman

(antiseptik). Penyedia perawatan kesehatan membungkus sebuah band

elastis di sekitar lengan atas untuk menerapkan tekanan ke daerah

tersebut dan membuat bengkak vena dengan darah(darah keluar).

Selanjutnya, penyedia perawatan kesehatan lembut memasukkan jarum

ke dalam vena. Darah mengumpulkan ke dalam botol kedap udara atau

tabung melekat pada jarum. Band elastis dihapus dari lengan

Anda. Sekali darah telah dikumpulkan, jarum akan dihapus, dan situs

tusukan tertutup untuk menghentikan pendarahan apapun. 

Pada bayi atau anak-anak muda, alat yang tajam yang disebut

lanset dapat digunakan untuk menusuk kulit dan membuatnya

berdarah. Darah terkumpul ke dalam tabung gelas kecil yang disebut

pipet, atau ke strip slide atau tes. Pembalut mungkin ditempatkan atas

wilayah tersebut jika ada perdarahan apapun. Darah kemudian

dianalisis di laboratorium untuk menentukan bagaimana antibodi

bereaksi dengan antigen tertentu. Tes ini dapat digunakan untuk

mengkonfirmasi identitas mikroorganisme tertentu. 

Ada beberapa teknik serologi yang dapat digunakan tergantung

pada antibodi dicurigai. teknik Serologi meliputi aglutinasi, presipitasi,

melengkapi-fiksasi, antibodi fluorescent, dan lain-lain. 

Pengujian Will Feel :

Ketika jarum dimasukkan untuk mengambil darah, beberapa orang

merasa nyeri sedang, sementara yang lain merasa hanya tusukan atau

sensasi menyengat.Setelah itu, mungkin ada beberapa berdenyut. 

Alasan Pengujian :

6

Page 7: TUTORIAL 4

Sebuah tes serologi dapat menentukan apakah Anda pernah terkena

mikroorganisme tertentu, tetapi ini tidak selalu mengindikasikan infeksi

saat ini. Hasil normal biasanya, tidak ada antibodi yang ditemukan

dalam sampel darah. 

Catatan: rentang nilai normal mungkin sedikit berbeda antara

laboratorium yang berbeda. Bicaralah dengan dokter Anda tentang arti

hasil spesifik Anda uji. 

c. Infeksi EBV bisa melalui oral dan keterpaparan dengan lingkungan.

d. Epidemiologi dari EBV adalah tempat tempat, sanitasi dan makanan

yang tidak steril.

e. Virus Epstein-Barr bereplikasi dalam sel-sel epitel dan menjadi laten

dalam limfosit B. Infeksi virus epstein-barr terjadi pada dua tempat

utama yaitu sel epitel kelenjar saliva dan sel limfosit. EBV memulai

infeksi pada limfosit B dengan cara berikatan dengan reseptor virus,

yaitu komponen komplemen C3d (CD21 atau CR2). Glikoprotein

(gp350/220) pada kapsul EBV berikatan dengan protein CD21

dipermukaan limfosit B3. Aktivitas ini merupakan rangkaian yang

berantai dimulai dari masuknya EBV ke dalam DNA limfosit B dan

selanjutnya menyebabkan limfosit B menjadi immortal. Sementara itu,

sampai saat ini mekanisme masuknya EBV ke dalam sel epitel

nasofaring belum dapat dijelaskan dengan pasti. Namun demikian, ada

dua reseptor yang diduga berperan dalam masuknya EBV ke dalam sel

epitel nasofaring yaitu CR2 dan PIGR (Polimeric Immunogloblin

Receptor). Sel yang terinfeksi oleh virus epstein-barr dapat

menimbulkan beberapa kemungkinan yaitu : sel menjadi mati bila

terinfeksi dengan virus epstein-barr dan virus mengadakan replikasi,

atau virus epstein- barr yang menginfeksi sel dapat mengakibatkan

kematian virus sehingga sel kembali menjadi normal atau dapat terjadi

transformasi sel yaitu interaksi antara sel dan virus sehingga

mengakibatkan terjadinya perubahan sifat sel sehingga terjadi

transformsi sel menjadi ganas sehingga terbentuk sel kanker.

7

Page 8: TUTORIAL 4

Gen EBV yang diekspresikan pada penderita KNF adalah gen laten,

yaitu EBERs, EBNA1, LMP1, LMP2A dan LMP2B. Protein EBNA1

berperan dalam mempertahankan virus pada infeksi laten. Protein

transmembran LMP2A dan LMP2B menghambat sinyal tyrosine kinase

yang dipercaya dapat menghambat siklus litik virus. Diantara gen-gen

tersebut, gen yang paling berperan dalam transformasi sel adalah gen

LMP1. Struktur protein LMP1 terdiri atas 368 asam amino yang terbagi

menjadi 20 asam amino pada ujung N, 6 segmen protein transmembran

(166 asam amino) dan 200 asam amino pada ujung karboksi (C).

f. Untuk melawan EBV tubuh mengeluarkan antibody Ig G terhadap

antigen kapsid virus (VCA) Epstein Barr dan seringkali pula terhadap

antigen dini (EA); dan antibody Ig A terhadap VCA (VCA-IgA).

3.

a. Tes sederhana seperti diagnostik sitologi aspirasi jarum halus (FNAC)

juga tersedia di klinik. FNAC adalah metode yang relatif tanpa rasa

sakit dan tidak membutuhkan waktu lama. Tes diagnostik ini dilakukan

dengan menggunakan jarum halus yang dimasukkan ke dalam tiroid

Anda dan jaringan tiroid yang sudah mati diangkat menggunakan

8

Page 9: TUTORIAL 4

jarum. Jaringan tiroid diangkat tersebut kemudian dikirim ke

laboratorium untuk pengujian dan evaluasi. Beberapa persiapan

mungkin diperlukan sebelum prosedur ini:

Tidak ada penggunaan aspirin atau obat anti-inflammmatory non-steroid

(misalnya ibuprofen, naproxen) selama satu minggu sebelum prosedur;

Tidak ada asupan makanan beberapa jam sebelum prosedur;

tes darah rutin (termasuk profil pembekuan) harus menyelesaikan dua

minggu sebelum biopsi;

Suspensi obat antikoagulan darah;

Antibiotik profilaksis dapat dilembagakan.

Sebelum prosedur dimulai, tanda-tanda vital (nadi, tekanan darah, suhu,

dll) dapat diambil. Lalu, tergantung pada sifat dari biopsi, jalur intravena (IV)

dapat ditempatkan. Sangat pasien cemas mungkin ingin diberikan sedasi melalui

baris ini. Untuk pasien dengan kecemasan yang kurang, obat oral (Valium) dapat

diresepkan untuk diambil sebelum prosedur.

Prosedur :

Tangan dokter terlihat melakukan jarum biopsi untuk menentukan sifat

kista baik benjolan berisi cairan atau tumor padat.

Kulit di atas area yang akan dibiopsi adalah diseka dengan larutan

antiseptik dan dibungkus dengan handuk bedah steril. Kulit, mendasari

lemak, dan otot mungkin mati rasa dengan bius lokal, meskipun hal ini

sering tidak perlu dengan massa dangkal. Setelah menemukan massa untuk

biopsi, menggunakan sinar-x atau palpasi, jarum khusus yang sangat halus

diameter dilewatkan ke dalam massa. Jarum dapat dimasukkan dan ditarik

beberapa kali. Ada banyak alasan untuk hal ini:

Satu jarum dapat digunakan sebagai panduan, dengan jarum yang lain

ditempatkan di sepanjang itu untuk mencapai posisi yang lebih tepat.

Kadang-kadang, melewati beberapa mungkin diperlukan untuk

mendapatkan sel cukup untuk tes rumit yang Sitopatolog tampil.

9

Page 10: TUTORIAL 4

Setelah jarum ditempatkan ke dalam massa, sel-sel yang ditarik oleh

aspirasi dengan jarum suntik dan menyebar pada slide kaca. tanda-tanda

vital pasien diambil lagi, dan pasien dipindahkan ke daerah penelitian

selama sekitar 3 sampai 5 jam.

b. Anatomi Nasofaring : Nasopharynx terletak di belakang rongga hidung,

di atas palatum molle. Bila palatum molle diangkat dan dinding

posterior pharynx

ditaring ke depan,

seperti waktu

menelan, maka

nasopharynx

tertutup dari

oropharynx.

Nasopharynx

mempunyai atap,

dasar, dinding

anterior, dinding

posterior, dan dinding lateral.

Atap; dibentuk oleh corpus ossis sphenoidalis dan pars basilaris ossis

occipitalis. Kumpulan jaringan limfoid yang disebut tonsila pharyngealis,

terdapat di dalam submucosa daerah ini.

Dasar; dibentuk oleh permukaan atas palatum molle yang miring. Isthmus

pharyngeus adalah lubang di dasar nasopharynx di antara pinggir bebas

palatum molle dan dinding posterior pharynx. Selama menelan, hubungan

antara naso dan oropharynx tertutup oleh naiknya palatum molle dan

tertariknya dinding posterior pharynx ke depan.

Dinding anterior; dibentuk oleh apertura nasalis posterior, dipisahkan oleh

pinggir posterior septum nasi.

Dinding posterior; membentuk permukaan miring yang berhubungan

dengan atap. Dinding ini ditunjang oleh arcus anterior atlantis.

10

Page 11: TUTORIAL 4

Dinding lateral; pada tiap-tiap sisi memiliki muara tuba auditiva ke

pharynx. Pinggiran posterior tuba membentuk elevasi yang disebut elevasi

tuba. M. salphingoparyngeus yang melekat pada pinggir bawah tuba

membentuk lipatan vertikal pada membran mucosa yang disebut plica

salphingopharyngeus. Recessus pharyngeus adalah lekukan kecil pada

dinding lateral di belakang elevasi tuba. Kumpulan jaringan limfoid di

dalam submucosa di belakang muara tuba auditiva disebut tonsila tubaria.

Histologi nasofaring :

Permukaan nasofaring berbenjol-benjol, karena dibawah epitel terdapat banyak

jaringan limfosid,sehingga berbentuk seperti lipatan atau kripta. Hubungan antara

epitel dengan jaringan limfosid inisangat erat, sehigga sering disebut "

Limfoepitel ".

Bloom dan Fawcett ( 1965 ) membagi mukosa nasofaring atas empat macam

epitel :

1. Epitel selapis torak bersilia " Simple Columnar Cilated Epithelium "

2. Epitel torak berlapis " Stratified Columnar Epithelium ".

3. Epitel torak berlapis bersilia "Stratified Columnar Ciliated Epithelium"

4. Epitel torak berlapis semu bersilia " Pseudo-Stratifed Columnar Ciliated

Epithelium ".

Mengenai distribusi epitel ini, masih belum ada kesepakatan diantara para hali.60

% persen dari mukosa nasofaring dilapisi oleh epitel berlapis gepeng " Stratified

Squamous Epithelium ", dan 80 % dari dinding posteroir nasofaring dilapisi oleh

epitel ini, sedangkan pada dinding lateral dan depan dilapisi oleh epitel

transisional, yang meruapkan epitel peralihan antara epitel berlapis gepeng dan

torak bersilia.

Epitel berlapis gepeng ini umumnya dilapisi Keratin, kecuali pada Kripta yang

dalam. Di pandang dari sudut embriologi, tempat pertemuan atau peralihan dua

macam epitel adalah tempat yang subur untuk tumbuhnya suatu karsinoma.

11

Page 12: TUTORIAL 4

Pic1. stratified squamous

nonkeratinized epithelium. plastic

section. x270

EL= esophageal lumen

N = nuclei

L = lumen

BL= basal layer(lamina basale)

CT= connective tissue

Pic2. stratified squamous keratinized

epithelium. skin. paraffion section. x132

K = keratin

P = connective tissue dermal ridges

R = epithelial ridge

BM= basal membrane

D = duct of a sweat gland

12

Page 13: TUTORIAL 4

Pic3. pseudostratified ciliated

columnar epithelium.hamster

trachea.electron microscopy.x6480

BL= basal lamina

CC= ciliated cells

rER= rough endoplasmic reticulum

G = Golgi apparatus

C = cilia

MV= microvilli

A = axoneme

MC= mucous cells

SG= secretory glanules

Pic4. simple columnar epithelium.

monkey. paraffin section.x540

MV= microvilli

TW= terminal web

CT= connective tissue

rN= round nuclei

L = lumen

GC= goblet cell

c. Perbedaan sel kanker dan sel normal :

Sel kanker tak mengenal program kematian sel yang dikenal dengan nama

apoptosis. Apoptosis sangat dibutuhkan untuk mengatur berapa jumlah sel

yang dibutuhkan dalam tubuh kita, yang mana semuanya fungsional dan

menempati tempat yang tepat dengan umur tertentu. Bila telah melewati

masa hidupnya, sel-sel normal (nonkanker) akan mati dengan sendirinya

tanpa ada efek peradangan (inflamasi). Sel kanker berbeda dengan

karakteristik tersebut. Sel kanker sangat “bandel”. Dia akan terus hidup

meski seharusnya mati (Immortal).

Sel kanker tidak mengenal komunikasi ekstra seluler atau asosial.

Komunikasi ekstra seluler diperlukan untuk menjalin koordinasi antar sel

sehingga mereka dapat saling menunjang fungsi masing-masing. Dengan

sifatnya yang asosial, sel kanker bertindak semaunya sendiri tanpa peduli

apa yang dibutuhkan oleh lingkungannya.

Sel kanker mampu menyerang jaringan lain (invasif), merusak jaringan

tersebut dan tumbuh subur di atas “porak-porandanya” jaringan lain.

13

Page 14: TUTORIAL 4

Untuk mencukupi kebutuhan dirinya sendiri, sel kanker mampu

membentuk pembuluh darah baru (neoangiogenesis) meski itu tentunya

dapat mengganggu kestabilan jaringan tempat ia tumbuh.

Sel kanker memiliki kemampuan dalam memperbanyak dirinya sendiri

(proliferasi) meski seharusnya ia sudah tak dibutuhkan dan jumlahnya

sudah melebihi kebutuhan yang seharusnya.

d. Virus Epstein Barr yang mengandung protein laten yaitu LMP1 dan

EBNA2 yang memicu perubahan pada sel normal. EBV akan menjadi

laten dalam tubuh kemudian terstimulasi untuk aktif membelah kembali

setelah diransang oleh makanan-makanan yang banyak mengandung

nitrosamine. Selain itu faktor genetik juga dapat memicu aktivitas EBV.

Protein laten EBNA2 menyebabkan hilangnya P53 pada sel normal.

Kondisi ini menyebabkan mutasi gen, proliferasi sel yang tidak terkendali

dan apoptosis sel terhambat. Sel yang demikian akan menjadi sel kanker

dan dalam hal ini adalah karsinoma nasofaring dimana sel yang berubah

adalah sel epitel yang terdapat pada Recessus pharyngeus (fossa

rossamuller). Apabila sel-sel kanker ini sudah metastasis dapat

menyebabkan gangguan pada sel dan jaringan lain. Misalnya, sel kanker

yang bermetastasis ke arah tuba auditiva dapat menyebabkan gangguan

pada pendengaran; sel kanker yang bermetastasis sampai ke kelenjar getah

bening dapat menyebabkan pembengkakan/benjolan pada leher bagian

samping dan sebagainya.

e. Karsinoma Nasofaring merupakan munculnya keganasan berupa tumor

yang berasal dari sel-sel epitel yang menutupi permukaan nasofaring.

Tumbuhnya tumor akan dimulai pada salah satu dinding nasofaring yang

kemudian akan menginfiltrasi kelenjar dan jaringan sekitarnya. Lokasi

yang paling sering menjadi awal terbentuknya KNF adalah pada Fossa

Rossenmuller. Penyebaran ke jaringan dan kjelenjar limfa sekitarnya

14

Page 15: TUTORIAL 4

kemudian terjadi perlahan, seperti layaknya metastasis lesi karsinoma

lainnya. Penyebaran KNF dapat berupa :

Penyebaran ke atas

Tumor meluas ke intrakranial menjalar sepanjang fossa medialis, disebut

penjalaran Petrosfenoid, biasanya melalui foramen laserum, kemudian ke

sinus kavernosus dan Fossa kranii media dan fossa kranii anterior

mengenai saraf-saraf kranialis anterior ( n.I – n VI). Kumpulan gejala yang

terjadi akibat rusaknya saraf kranialis anterior akibat metastasis tumor ini

disebut Sindrom Petrosfenoid. Yang paling sering terjadi adalah diplopia

dan neuralgia trigeminal.

Penyebaran ke belakang

Tumor meluas ke belakang secara ekstrakranial menembus fascia

pharyngobasilaris yaitu sepanjang fossa posterior (termasuk di dalamnya

foramen spinosum, foramen ovale dll) di mana di dalamnya terdapat

nervus kranialais IX – XII; disebut penjalaran retroparotidian. Yang

terkena adalah grup posterior dari saraf otak yaitu n VII - n XII beserta

nervus simpatikus servikalis. Kumpulan gejala akibat kerusakan pada n IX

– n XII disebut sindroma retroparotidean atau disebut juga sindrom

Jugular Jackson. Nervus VII dan VIII jarang mengalami gangguan akibat

tumor karena letaknya yang tonggi dalam sistem anatomi tubuh.

Penyebaran ke kelenjar getah bening

Merupakan salah satu penyebab utama sulitnya menghentikan proses

metastasis suatu karsinoma. Pada KNF, penyebaran ke kelenjar getah

bening sangat mudah terjadi akibat banyaknya stroma kelanjar getah

bening pada lapisan sub mukosa nasofaring. Biasanya penyebaran ke

kelenjar getah bening diawali pada nodus limfatik yang terletak di lateral

retropharyngeal yaitu Nodus Rouvier.

Di dalam kelenjar ini sel tersebut tumbuh dan berkembang biak sehingga

kelenjar menjadi besar dan tampak sebagai benjolan pada leher bagian

samping. Benjolan ini dirasakan tanpa nyeri karenanya sering diabaikan

oleh pasien. Selanjutnya sel-sel kanker dapat berkembang terus,

15

Page 16: TUTORIAL 4

menembus kelenjar dan mengenai otot dibawahnya. Kelenjar menjadi

lekat pada otot dan sulit digerakkan. Keadaan ini merupakan gejala yang

lebih lanjut lagi. Limfadenopati servikalis merupakan gejala utama yang

mendorong pasien datang ke dokter.

f. Secara keseluruhan, angka bertahan hidup 5 tahun adalah 45 %. Prognosis

diperburuk oleh beberapa faktor, seperti :

- Stadium yang lebih lanjut.

- Usia lebih dari 40 tahun

- Laki-laki dari pada perempuan

- Ras Cina dari pada ras kulit putih

- Adanya pembesaran kelenjar leher

- Adanya kelumpuhan saraf otak adanya kerusakan tulang tengkorak

- Adanya metastasis jauh.

Terdapat 5 stadium pada karsinoma nasofaring yaitu:

1. Stadium 0: sel-sel kanker masih berada dalam batas nasopharing, biasa

disebut nasopharynx in situ

2. Stadium 1: Sel kanker menyebar di bagian nasopharing

3. Stadium 2: Sel kanker sudah menyebar pada lebih dari nasopharing ke

rongga hidung. Atau dapat pula sudah menyebar di kelenjar getah bening

pada salah satu sisi leher.

4. Stadium 3: Kanker ini sudah menyerang pada kelenjar getah bening di

semua sisi leher

5. Stadium 4: kanker ini sudah menyebar di saraf dan tulang sekitar wajah.

Kerangka konsep

16

Sel normalEBV

Genetika, Lingkungan

LMP1

Hilang P53BCL2

EBNA2

Page 17: TUTORIAL 4

Merumuskan Hipotesis

Tuan Acai, 39 tahun didiagnosis menderita karsinoma nasofaring karena

terinfeksi EBV (saat berusia 7 tahun)

Merumuskan Keterbatasan Pengetahuan dan Learning Issues

Pokok

Bahasan

What I

know

What I Don’t Know What I have to

prove

How will

I Learn

Karsinoma

Nasofaring

definisi Patogenesis

Patofisiologi

Etiologi

Epidemiologi

Text Book,

Internet,

KBBI, dan

Kamus

Kedoktera

n Dorland.

EBV - Epidemiologi

- Gen yang

terkandung dalam

EBV

Mensintesis dan Merangkum Hasil Belajar Mandiri

Karsinoma Nasofaring dan EBV

Karsinoma nasofaring adalah tumor ganas yang tumbuh di daerah

nasofaing dengan predileksi di fosa Rossenmuller dan atap nasofaring. Merupakan

tumor daerah kepala dan leher yang terbanyak di temukan di Indonesia. diagnosis

17

Proliferasi sel tak terkendali

Karsinoma Nasofaring

Mutasi dan Apoptosis, gen perbaikan DNA terganggu

Page 18: TUTORIAL 4

dini cukup sulit karena letakya yang tersembunyi dan berhubungan dengan

banyak daerah vital.

Etiologi

Di sebabkan oleh virus Epstein barr. Virus Epstein-Barr (EBV), juga

disebut Human herpes virus 4 (HHV-4), adalah suatu virus dari keluarga herpes

(yang termasuk Virus herpes simpleks dan Cytomegalovirus),yang merupakan

salah satu virus-virus paling umum di dalam manusia. Banyak orang yang terkena

infeksi EBV, yang sering asymptomatic tetapi biasanya penyakit akibat radang

yang cepat menyebar. EBV dinamai menurut Mikhael Epstein dan Yvonne Barr,

yang bersama-sama dengan Bert Achong, memukan virus tahun 1964.

EBV adalah suatu virus herpes yang replikat-replikat utamanya ada di

beta-lymphocytes tetapi juga ada di dalam sel epitelium kerongkongan dan

saluran parotid. Penyebaran infeksi ini biasanya melalui air liur, dan masa

inkubasinya adalah empat-delapan minggu. Untuk infeksi akut, antibodi

heterophile yaitu dengan melekatkan eritrosit domba yang dihasilkan. Proses ini

merupakan dasar pembentukan perpaduan getah Monospot cepat Antibodi kepada

antigen kapsid viral (yaitu., VCA-IGG dan VCA-IgM) dihasilkan sedikit lebih

cepat dari antobodi heterophile dan lebih spesifik untuk infeksi EBV. Viral VCA-

IgG sebelumnya ada untuk infeksi akut dan penkembangan imunitas.

Epstein Barr Virus ditularkan secara per oral, umumnya ditularkan melalui

saliva, menginfeksi epitel nasofaring dan limfosit B. Kegagalan imunitas spesifik

EBV dapat memberikan peran pada patogenesis tumor yang berkaitan dengan

EBV dan juga pada penderita immunodeficiencies tanpa manifestasi klinik.

Implikasi kelainan siklus sel terhadap keganasan

Keganasan pada umumnya dapat terjadi melalui dua mekanisme yaitu,

pertama pemendekan waktu siklus sel sehingga akan menghasilkan lebih banyak

sel yang diproduksi dalam satuan waktu. Kedua, penurunan jumlah kematian sel

akibat gangguan pada proses apoptosis. Gangguan pada berbagai protoonkogen

yang merangsang sel menjalani dan gen penekan tumor (TSGs) yang menghambat

penghentian proses siklus sel.

18

Page 19: TUTORIAL 4

Ciri khas Anak remaja yang terjangkit penyakit radang Virus Epstein-Barr

adalah sakit tenggorokan, pelebaran buku limfa, demam, dan pelebaran tonsillar.

Radang pada rongga tenggorokan dan petechiae palatal temporer juga ada. Virus

dapat melaksanakan banyak program yang terpisah secara jelas dan ekspresi gen

yang dapat tersebar luas yang digolongkan menjadi siklus lisis atau siklus

tersembunyi. Siklus tersembunyi atau infeksi produktif mengakibatkan ekspresi

yang sudah dijadwalkan sebelumnya akan terjadi sejumlah besar protein-protein

viral dimana sasaran terakhirnya akan menghasilkan virion-virion yang cepat

menyebar. Secara formal, tahap infeksi/peradangan ini tidak tak terelakkan dari

terjadinya lisis dari sel tuan rumah (host) ketika virion-virion EBV dihasilkan oleh

pertunasan dari siklus sel. Siklus tersembunyi yang terinfeksi (lysogenic) dimana

program-program mereka tidak mengakibatkan produksi virion-virion. Sangat

dibatasi, himpunan terpisah dari protein-protein viral dihasilkan selama infeksi

siklus yang tersembunyi. Ini termasuk Epstein-Barr antigen nuklir (EBNA)-1,

EBNA-2, EBNA-3A, EBNA-3B, EBNA-3C, EBNA-LEADER protein (EBNA-

LP) dan protein-protein selaput tersembunyi (LMP)-1, LMP-2A dan LMP-2B dan

Epstein-Barr menyandi RNAs (EBERS). Sebagai tambahan, EBV mengkode

untuk sedikitnya dua puluh microRNAs yang dinyatakan di dalam studi-studi

tentang sel. Dari studi ekspresi gen EBV yang terinfeksi secara tersembunyi di

dalam lini sel limfoma yang dibiakkan Burkitt, sedikitnya terdapat tiga program:

• Hanya EBNA1 (group I)

• EBNA1 + EBNA2 (group II)

• Siklus protein-protein tersembunyi (group III).

Hal ini juga mendalilkan bahwa suatu program di mana semua ekspresi

protein karena virus ditutup. Saat EBV terinfeksi B-lymphocytes in vitro, lini

sel limfoblastoid pada akhirnya muncul yang membuat pertumbuhan yang tak

tentu. Perubahan bentuk pertumbuhan lini sel ini sebagai konsekuensi dari

ekspresi protein viral. EBNA-2, EBNA-3C dan LMP-1 adalah penting bagi

perubahan bentuk selama EBNA-LP dan EBERs itu bukan. protein EBNA-1

adalah penting bagi pemeliharaan virus genome. Didalilkan bahwa dalam hal

19

Page 20: TUTORIAL 4

untuk mengikuti infeksi alami EBV, virus melaksanakan sebagian besar atau

semua repertoire ekspresi program gen untuk menetapkan suatu infeksi yang

sebenarnya. Absennya imunitas host/tuan rumah, daur lisis menghasilkan

sejumlah virus untuk menginfeksi yang lain (kiranya) B-lymphocytes di dalam

program-program host. Program tersembunyi muncul lagi dan mematikan B-

lymphocytes yang terinfeksi untuk berkembang biak serta membawa sel-sel

yang terinfeksi di lokasi-lokasi di mana virus terdapat. Pada akhirnya, ketika

imunitas host berkembang, virus tetap pada tuntutannya untuk mematikan

hampir semua (atau mungkin semua) gen, hanya adakalanya virus aktif untuk

menghasilkan virion-virion segar. Suatu keseimbangan pada akhirnya diserang

antara pengaktifan kembali virus dan virus host karena keseimbangan pada

akhirnya diserang antara sel-sel yang dilepaskan dan sel host aktif yang kebal

viral mengaktifkan kembali ekspresi gen. Tempat-tempat keberadaan EBV ada

di sumsum tulang. Pasien-pasien yang positif EBV pasti mempunyai sumsum

tulang mereka sendiri yang digantikan dengan sumsum tulang penderita EBV-

negative dipastikan bahwa EBV-akan negative setelah pencangkokan

EBV antigen tersembunyi

Semua protein-protein EBV nuklir dihasilkan oleh penyambung alternatif

yang memulai pencatatan oleh penyelenggara Cp atau Wp di yang

ditinggalkan diakhir genom (di dalam tatanama yang konvensional). Gen-gen

itu dipesan oleh EBNA-LP/EBNA-2/EBNA-3A/EBNA-3B/EBNA-3C/EBNA-

1 dengan genome. Daerah Sandi inisiasi kodon dari EBNA-LP diciptakan oleh

sambungan catatan protein nuklir yang satu dengan yang lain. Kehadiran

kodon inisiasi, EBNA-2/EBNA-3A/EBNA-3B/EBNA-3C/EBNA-1 akan

diekspresikan tetapi tergantung pada gen-gen yang mana yang dipilih sebagai

alternatif yang akan disambung ke dalam transcript. EBNA-1 EBNA-1

mengikat protein untuk asal-muasal replikasi (oriP) di dalam genom yang

menengahi replikasi dan penyekatan episom selama divisi sel host. Ini berlaku

hanya untuk menyatakan kelompok I dari protein viral yang tersembunyi.

EBNA-1 memproses alanina glisina secara berulang-ulang yaitu untuk

merusak pengolahan antigen dan MHC kelas I- yang membatasi keberadaan

20

Page 21: TUTORIAL 4

antigen yang akan menghambat sel-T sitotoksik CD8-yang dibatasi untuk

melawan sel-sel virus yang sudah terinfeksi. EBNA-1 pada awalnya dikenali

sebagai target antigen sera dari pasien-pasien radang sendi rheumatoid

(rheumatoid radang sendi yang dihubungkan dengan antigen nuklir; RANA).

EBNA-2

EBNA-2 adalah transactivator viral utama, transkripsi alihan dari Wp

digunakan di awal-awal setelah menginfeksi Cp. Bersama-sama dengan

EBNA-3C, itu juga mengaktifkan LMP-1. Itu dikenal untuk mengikat protein

host RBP-Jk dimana kunci dalam jalan kecil Notch. EBNA-2 penting bagi

perubahan bentuk pertumbuhan EBV-penengah.

EBNA-3A/EBNA-3B/EBNA-3C

Gen-gen ini juga mengikat protein host RBP-Jk

EBNA-3C

EBNA-3C adalah juga suatu ligase ubikuitin dan sudah ditunjukkan

kepada siklus regulator target sel seperti pRb

LMP-1

LMP-1 adalah enam jengkal protein transmembran yang juga penting bagi

perubahan bentuk pertumbuhan EBV. LMP-1 berfungsi sebagai pemberian

isyarat yang melalui jalan kecil untuk nekrosis Tumor factor-alpha/CD40

LMP-2A/LMP-2B

LMP-2A/LMP-2B adalah protein transmembrane yang berlaku untuk

menghalangi pemberian isyarat kinase tirosina. Dipercaya bahwa mereka

bertindak untuk menghalangi pengaktifan siklus lisis viral. Tidak dikenali

bilamana LMP-2B diperlukan untuk perubahan bentuk pertumbuhan EBV,

sementara kelompok-kelompok yang berbeda sudah melaporkan bahwa LMP-

2A sebagai alternatif tidak diperlukan untuk perubahan bentuk.

EBER-1/EBER-2

EBER-1/EBER-2 adalah nuklir kecil RNAs dari suatu peran yang tak

dikenal. Mereka tidak diperlukan untuk perubahan bentuk pertumbuhan EBV

miRNAs

21

Page 22: TUTORIAL 4

EBV microRNAs disandikan oleh dua catatan, satu yang ditetapkan dalam

gen BART dan satu himpunan dekat cluster BHRF1. Ketiga BHRF1 miRNAS

dinyatakan selama jenis III yang tersembunyi secluster dengan BART

miRNAs (sampai dengan 20 miRNAs) dinyatakan selama jenis II yang

tersembunyi Fungsi-fungsi miRNAs ini sekarang ini tidak dikenal.

Sel EBV yang peka rangsangan

Permukaan virus Epstein-Barr H glikoprotein (gH) adalah penting bagi

penetrasi sel-sel B tetapi juga berperan dalam pemasangan dari virus kepada

sel epitelium.

Di dalam percobaan-percobaan terhadap binatang di laboratorium tahun

2000, menunjukkan bahwa antara larangan pertumbuhan RA-mediated dan

promosi perkembang biakan LCL secara efisien dibalikkan oleh sel yang peka

rangsangan glukokortikoid (GR) musuh/anti RU486. Virus Epstein-Barr

dapat menyebabkan penyakit radang yang cepat menyebar juga yang dikenal

sebagai 'demam hal kelenjar', 'Mono' dan 'penyakit Pfeiffer'. Penyakit akibat

radang yang cepat menyebar disebabkan bila seseorang pertama diunjukkan

ke virus selama atau setelah masa remaja. Meskipun demikian ketika dianggap

"mencium penyakit," riset terbaru sudah menunjukkan transmisi Mono tidak

hanya terjadi dari pertukaran air liur saja, tetapi juga dari kontak dengan virus

yang sudah ada di udara. Sebagian besar ditemukan dalam perkembangan

dunia, dan ditemukan bahwa kebanyakan anak-anak di dunia yang sedang

berkembang ini telah terinfeksi ketika berusia 18 bulan. EBV antibody

menguji pengerasan dimana hampir semua positif. Di Amerika Serikat,

perkiraan kasarnya mencapai hampir separuh dari orang yang berusia 5 tahun

telah terinfeksi, dan hingga 95% dari orang dewasa yang berusia antara 35 dan

40 tahun.

Penyakit berbahaya EBV-yang dihubungkan

Sebagai bukti kuat EBV dan formasi kanker ditemukan di dalam limfoma

Burkitt dan nasopharyngeal karsinoma. Ini sudah didalilkan sebagia pemicu

suatu subset dari sindrom kelelahan pasien yang kronis seperti juga sklerosis

ganda dan penyakit autoimmune lain.

22

Page 23: TUTORIAL 4

Limfoma Burkitt adalah suatu jenis dari limfoma Nonhodgkin dan

umumnya ada di katulistiwa Afrika hal dan hidup sewaktu terjadinya malaria.

Infeksi/peradangan malaria menyebabkan pengawasan kebal dari sel-sel B

EBV immortalized, yang membiarkan perkembang biakan mereka.

Perkembang biakan ini meningkatkan kesempatan mutasi terjadi. Mutasi-

mutasi diulangi dan dapat menjurus ke sel-sel B melepaskan kendali

perkembangbiakan sel tubuh, maka membiarkan sel-sel itu berkembang biak

secara tidak terkendali, menghasilkan pembentukan limfoma Burkitt.

Limfoma. Burkitt biasanya mempengaruhi tulang rahang, membentuk suatu

tumor yang sangat besar yang menumpuk. Itu akan merespon dengan cepat

terhadap perawatan chemotherapi, yakni cyclophosphamide, tetapi umumnya

kambuh.

Limfoma-limfoma sel B lain muncul di pasien-pasien yang

immunocompromised seperti pasien AIDS atau yang sudah mengalami

pencangkokan organ/ bagian badan dengan penekanan sistem imun yang

dihubungkan (Post-Transplant Lymphoproliferative Disorder (PTLPD)).

Tumor-tumor otot licin adalah juga dihubungkan dengan virus untuk patient

yang terserang.

Nasopharyngeal karsinoma adalah suatu kanker yang ditemukan di yang

berhubung pernapasan bagian atas, paling umumnya di dalam nasofaring, dan

terhubung dengan virus EBV. Itu ditemukan sebagian besar di selatan China

dan Afrika, karena kedua-duanya adalah faktor genetik dan faktor lingkungan.

Umumnya terdapat pada orang-orang keturunan Cina (genetik), tetapi adalah

juga terdapat pada pola diet orang Cina dari yang mengkonsumsi ikan salad

dalam jumlah besar, yang mengandung nitrosamina-nitrosamina, yang

merupakan penyebab kanker terkenal

Pada keadaan fisiologis proses pertumbuhan, pembelahan, dan diferensiasi

sel diatur oleh gen yang disebut protoonkogen yang dapat berubah menjadi

onkogen bila mengalami mutasi. Onkogen dapat menyebabkan kanker karena

memicu pertumbuhan dan pembelahan sel secara patologis.

Manivestasi klinis

23

Page 24: TUTORIAL 4

Gejala di bagi dalam empat kelompok:

1. Gejala nasofaring sendiri, berupa epistaksis ringan, pilek, atau sumbatan

hidung.

2. Gejala telinga berupa tinnitus, rasa tidak nyaman sampai nyeri di

telinga.

3. Gejala saraf berupa gangguan saraf otak, seperti dipopia, parestesia

daerah pipih, neuralgia trigeminal, paresis/paralysis arkus faring,

kelumpuhan otot bahu dan sering tersedak.

4. gejala di leher berupa benjolan.

Komplikasi berupa metastasis jauh ke tulang, hati, dan paru dengan

gejala khas nyeri pada tulang, batuk-batuk dan gangguan fungsi hati.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan foto tengkorak potongan anteroposterior, lateral, dan waters

menunjukan massa jaringan lunak di daerah nasofaring. Foto dasar tengkorak

memperlihatkan destruksi atau erosi tulang di daerah fosa srebri media. Dapat

pula dilakukan tomografi computer daerah kepala dan leher serta pemeriksaan

serologi IgA anti EA dan IgA anti VCA. Diagnosis perlu dilakukan dengan biopsi

dari hidung atau mulut. Pemeriksaan darah tepi, fungsi hati, ginjal, dll dilakukan

untuk mendeteksi metastasis.

Pengobatan

Pengobatan utama adalah radioterapi. Sebagai tambahan dapat dilakukan

diseksi leher, pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi,

seroterapi, vaksin, dan anti virus. Sebagai ajuvan terbaik adalah kemoterapi

dengan kombinasi sis-platinum sebagai inti. Diseksi leher radikal dilakukan bila

benjolan di leher tidak menghilang dengan radiasi atau timbul kembali, dengan

syarat tumor induk telah hilang.

Rasa kering di mulut dapat terjadi sampai berbulan-bulan paskaradiasi

akibat kerusakan kelenjar liur. Disarankan untuk makan banyak kuah, memebawa

minuman ke mana pun pergi. Serta mencoba memakan dan mengunyah bahan

asam sehingga merangsang keluarnya air liur. Dapat juga terjadi mukositis rongga

mulut karena jamur, rasa kaku di leher karena fibrosis, sakit kepala, kehilangan

24

Page 25: TUTORIAL 4

nafsu makan, muntah, atau mual paskapengobatan, dapat pula timbul metastasis

jauh paskapengobatan ke tulang, paru, hati dan otak. Pada keadaan tumor residif

tidak banyak tindakan medis yang dapat dilakukan selain simtomatis untuk

meningkatkan kualitas hidup pasien.

Pencegahan

Dapat dilakukan vaksinasi (dalam percobaan), migrasi penduduk

mengubah kebiasaan hiup yang salah, dan bebagai hal yang berkaitan dengan

kemungkinan factor penyebab. Pencegahan dini, kepedulian utama, termasuk

hidrasi yang cukup, obat penghilang sakit, antipyretics, dan istirahat cukup.

Istirahat di tempat tidur harus dipaksa, dan pasien perlu membatasi aktivitas.

Kortikosteroid-kortikosteroid, acyclovir, dan obat anti alergi tidak

direkomendasikan untuk perawatan yang rutin terhadap penyakit radang yang

cepat menular, meski kortikosteroid-kortikosteroid bermanfaat bagi pasien-pasien

yang berkompromi terhadap pernapasan atau edema berhubungan dengan rongga

tenggorokan yang sudah parah. Pasien-pasien dengan penyakit radang yang cepat

menyebar harus berolahraga sedikitnya empat minggu setelah timbulnya gejala.

Kelelahan, penyakit kejang urat, dan istirahat yang cukup harus tetap berlaku

untuk beberapa bulan-bulan setelah infeksi akut berakhir.

25

Page 26: TUTORIAL 4

DAFTAR PUSTAKA

Ballenger J. Jacob., 1994. Penyakit Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher,

ed.13, jilid 1, Binarupa Aksara, Jakarta. pp; 371-396

Desen Wan, dkk. 2008. Onkologi Klinik ed.II. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. pp;

274-275

Eugene B. Kern. Et al. 1993. Penyakit Telinga Hidung dan Tenggorok, EGC,

Jakarta. pp;371- 373

http://www.intelihealth.com/IH/ihtIH/WSIHW000/9339/10416.htm

http://www.emedicine.com/emerg/topic806.htm

Kurniawan A. N., 1994. Nasopharynx dan Pharynx dalam Kumpulan kuliah

Patologi, FKUI, 1994,Jakarta.pp;151-152

PARKIN dkk. 1992.2002, WATERHOUSE dkk. 1982, MUIR dkk. 1987

Paul G.Murray and Lawrence S. Young. Expert Reviews in Molecular

Medicine: http://www-ermm.cbcu.cam.ac.uk

Rasad U, Dalam : Nasopharyngeal Carcinoma. Medical Progress. July Vol 23 no

7 1996 ;16

Snell, Richard S. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. 1997. Jakarta:

EGC

Soepardi EA, Iskandar N. Dalam : Karsinoma Nasofaring. Buku Ajar THT. Edisi

Kelima. Balai Penerbit FKUI. Jakarta, 2000 : 146-150

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003511.htm

http://www.irwanashari.com/karsinoma-nasofaring/

26