TUGAS THT

22
CASE PRESENTATION OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS DisusunUntukMemenuhiSebagianSyaratMengikutiUjianKepaniteraanKlinik di BagianIlmuKesehatan THT RSUD PanembahanSenopatiBantul Disusun oleh : Karina S. Ked (20070310113) Dokter Penguji : dr. I Wayan Marthana,M.Kes, Sp.THT SMF ILMU KESEHATAN THT

Transcript of TUGAS THT

Page 1: TUGAS THT

CASE PRESENTATION

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS

DisusunUntukMemenuhiSebagianSyaratMengikutiUjianKepaniteraanKlinik di

BagianIlmuKesehatan THT RSUD PanembahanSenopatiBantul

Disusun oleh :

Karina S. Ked

(20070310113)

Dokter Penguji :

dr. I Wayan Marthana,M.Kes, Sp.THT

SMF ILMU KESEHATAN THT

RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

2013

Page 2: TUGAS THT

HALAMAN PENGESAHAN

“OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS”

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti

Ujian Kepaniteraan Klinik Di Bagian Ilmu Kesehatan THT

RSUD Panembahan Senopati Bantul

Disusun Oleh:

Karina S. Ked

20070310113

Telah disetujui dan dipresentasikan pada tanggal February 2013

Oleh :

Dokter Penguji

dr. I WayanMarthana, M.Kes, Sp.THT

Page 3: TUGAS THT

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

SMF TELINGA HIDUNG TENGGOROK

Nama Mahasiswa : Karina S. Ked

NIM : 20070310100

Dokter Pembimbing : dr.I Wayan Marthana,M.Kes, Sp.THT

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Sdri. FR

Jenis Kelamin : Perempuan

Tanggal Lahir : 5 Juni 1979

Umur : 33 Tahun

Alamat : Jetis RT 85, Pendowoharjo, Sewon, Bantul

Pendidikan : Tamat SMA

Pekerjaan : Guru renang

Agama : Islam

Bangsa : Indonesia

Status Pernikahan : Menikah

Tanggal Masuk RS : 16 February 2013

B. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan tanggal 16 february 2013 secara autoanamnesis dengan pasien

a. Keluhan Utama

Keluar cairan berbau dari telinga kanan.

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke poliklinik THT RS Panembahan Senopati Bantul dengan keluhan

keluar cairan bening tidak berbau dari telinga kanan sejak kurang lebih 2 bulan ini.

Sebelumnya pada 2 bulan lalu os kemasukkan air pada telinga kanannya, dan

dibersihkan dengan cotton bath. Beberapa hari setelah dibersihkan itu, telinga kanan

terasa sakit dan keluar cairan bening tanpa darah dan tidak berbau serta keluarnya

teerus-terusan OS juga mengeluh telinga terasa berdenging. Pendengaran telinga

Page 4: TUGAS THT

kanan dirasakan berkurang. Os belum pernah memeriksakan sakitnya ini ke dokter

dan belum pernah mengkonsumsi obat apapun untuk sakitnya ini. Tidak ada

dirasakan demam, pusing, batuk dan pilek.

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Os baru pertama kali merasakan gejala seperti ini.

Os menyangkal mempunyai penyakit diabetes melitus, darah tinggi, asma,

penyakit jantung, maag dan alergi

d. Riwayat Penyakit Keluarga

Ayah, ibu dan saudara sekandung pasien tidak pernah mengalami sakit serupa.

e. Anamnesis Sestem

Sistem serebrospinal : demam (-), mual (-), pusing (-)

Sistem respiratorius : sesak nafas (-), batuk (-), pilek (-)

Sistem Kardiovaskuler : berdebar-debar (-)

Sistem gastrointestinal : tidak ada keluhan

Sistem genitalia : tidak ada keluhan

Sistem muskuloskeletal : tidak ada hambatan dalam bergerak

Sistem Integumentum : Akral teraba hangat

C. PEMERIKSAAN FISIK

I. KEADAAN UMUM

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Tensi : 110/70 mmHg

Nadi : 76x/menit

Suhu : Afebris

Pernapasan : 20x/menit

Berat badan : 55 kg

Tinggi Badan : 156 cm

Page 5: TUGAS THT

II. TELINGA

Kanan Kiri

Bentuk Daun Telinga Normal

Deformitas (-)

Normal

Deformitas (-)

Radang, Tumor Tidak ada Tidak ada

Discharge Bening, tanpa darah dan

tidak berbau, keluar

terus-terusan.

-

Nyeri Tekan Tragus Tidak ada Tidak ada

Regio Mastoid Tidak ada kelainan, nyeri

tekan (-)

Tidak ada kelaianan,

nyeri tekan (-)

Liang Telinga CAE terdapat serumen,

lunak

CAE lapang, serumen(-)

Membran Timpani MT subtotal perforasi,

hiperemis (+), edema (-),

refleks cahaya (-)

MT intak, hiperemis (-),

edema (-), refleks cahaya

(+ ) jam 7

Valsava Test

Toynbee Test

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

DBNPerforasi Subtotal

Page 6: TUGAS THT

TES PENALA

TEST KANAN KIRI

Rinne - +

Weber Lateralisasi ke kanan

schwabach Memanjang pada pasien Pasien = pemeriksa

Penala yang dipakai 512 Hz 512 Hz

Kesan : Kesan adanya tuli konduktif pada telinga kanan

Saran: Konfirmasi dengan hasil tes audiometri

III. HIDUNG DAN SINUS PARANASAL

Kesan: hidung tak ada keluhan, dalam batas normal

Bentuk : Normal, tidak ada deformitas

Tanda peradangan : Hiperemis (-), Panas (-), Nyeri (-), Bengkak (-)

Vestibulum : Hiperemis -/-, sekret -/-

Cavum nasi : Lapang +/+, edema -/-, hiperemis -/-

Konka inferior : benjolan (-), sekret (-)

Meatus nasi inferior : benjolan (-), sekret (-)

Konka medius : benjolan (-), sekret (-)

Meatus nasi medius : Sekret -/-

Septum nasi : Deviasi -/-

Aliran udara : Hambatan -/-

Daerah sinus frontalis : Tidak ada kelainan, nyeri tekan (-)

Daerah sinus maksilaris : Tidak ada kelainan, nyeri tekan (-)

IV. RHINOPHARYNX (RHINOSKOPI POSTERIOR) ---- Tidak dilakukan pemeriksaan

V. PEMERIKSAAN TRANSLUMINASI

Page 7: TUGAS THT

Kanan Kiri

Sinus frontalis Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Sinus maksilaris Tidak dilakukan Tidak dilakukan

VI. TENGGOROK

PHARYNX

Cavum Oris : gigi lengkap, caries (-) radang ginggiva (-), mukosa mulut dalam

batas normal, papil lidah dalam batas normal

Uvula : letak di tengah, hiperemis (-)

Dinding pharynx : merah muda, hiperemis (-), granular (-)

Arkus pharynx : simetris, hiperemis (-), edema (-)

Tonsil :

- T1-T1

- hiperemis -/-

- permukaan mukosa rata/ granular -/-

- Kripta melebar -/-

- Detritus -/-

LARING (Laringoskopi) --- tidak dilakukan

VII. LEHER

Kelenjar limfe submandibula : tidak teraba membesar

Kelenjar limfe servikal : tidak teraba membesar

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Saran Pemeriksaan:

Rontgen mastoid

E. DIAGNOSIS

Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) Benigna AD

Page 8: TUGAS THT

F TERAPI

1. Edukasi :

a. Untuk  jangan mengorek telinga

b. Air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi

c. Dilarang berenang

d. Segera berobat bila menderita infeksi saluran napas.

2. Medikamentosa

a. Pemberian antibiotik topikal ; Kloramfenikol 3x 2 tetes dalam sehari

b. Kortikosteroid : Metilprednisolon , 0,7mg/kgBB/hr, 3 x 4mg .

G. PROGNOSIS

Que ad vitam : Dubia at bonam

Que ad sanam : Dubia ad bonam

Que ad fungsionam : Dubia ad malam

TUGAS THT

Page 9: TUGAS THT

1. Mekanisme air masuk telinga dan menyebabkan infeksi

Air yang masuk ke telinga dan tidak dibersihkan bisa menyebabkan masalah. Jika

saluran telinga basah, maka perlindungan pada saluran telinga akan hilang dan berisiko

mengalami infeksi. Telinga mengandung zat lilin yang berfungsi untuk menjaga kelembaban

agar bakteri baik dapat berkembang biak pada lapisan kulit di telinga. Selain itu, lapisan lilin

ini juga berfungsi sebagai pelindung terhadap serangga atau benda asing yang masuk. Air

dan lapisan lilin ini tidak bisa bercampur. Ketika orang berenang, maka air akan masuk dan

mencuci lapisan ini. Bila orang berenang untuk jangka waktu lama, maka air benar-benar

bisa membersihkan lapisan ini dan membuat telinga tanpa pelindung. Tanpa lapisan lilin ini,

air dapat tetap berada di dalam saluran telinga dan membuat kulit menjadi Lembab. Karena

saluran telinga adalah ruang yang tertutup, air tidak menguap secara normal dan tetap berada

pada saluran telinga yang lembab. Bila air dibiarkan berlama-lama di dalam saluran telinga,

hal ini akan menciptakan lingkungan yang sempurna bagi berbagai infeksi organisme, karena

infeksi organisme seperti jamur dan bakteri sangat suka tempat hangat, gelap dan tempat-

tempat yang basah. Hal ini biasanya menyakitkan, terutama ketika Anda tarik bagian luar

telinga. Ini juga bisa menyebabkan cairan kuning telinga menjadi busuk.

2. Macam bakteri yang menyebabkan infeksi

Berikut beberapa contoh bakteri gram positif: Streptococcus pneumoniae,

Haemophilus influenzae, Moraxella catarrhalis, Streptococcus pyogenes, dan

Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumoniae. Masa inkubasi sekitar 3-21 hari.

Berikut beberapa contoh bakteri gram negatif : Escherichia coli, Pseudomonas

aeruginosa, M. Catarrhalis, P. mirabilis, P. morganii, P. vulgaris Masa inkubasi

sekitar 2- 10 hari.

3. Pemeriksaan Penunjang Rontgen Mastoid pada OMSK

Radiogram konvensional pada tulang temporal khususnya bermanfaat untuk

mempelajari mastoid, telinga tengah, labiri dan analis akustikus internus. Posisi yang

seringkali dgunakan adalah posisi Law, Schuller, Mayer, Owens, Towne, dan Stenvers.

Posisi Law bernilai dalam evaluasi mastoiditis akut. Posisi ini hampir mirip posisi lateral.

Page 10: TUGAS THT

Bahkan hingga kini posisi ini masih bisa diminta sebelum dilakukan pembedahan

mastoid untuk menentukan letak patokan – patokan utama seperti tegmen mastoid dan

sinus sigmoideus, dan juga untuk menentukan ukuran mastoid secara keseluruhan. Posisi

Schuller tidak saja memperlihatkan struktur – struktur seperti yang terlihat pada posisi

Law, tapi juga memungkinkan visualisasi atik atau epitimpanum. Dengan kepala

membentuk sudut 45o, maka akan didapatkan posisi Mayer. Posisi ini memperlihatkan

daerah antrum dan kaput maleus, dapat pula terlihat inkus dan daerah epitimpanum.

Posisi Owens serupa dengan modifikasi posisi Mayer, namun angulasi berkas sinar

yang lebih terbatas memberikan visualisas yang lebih baik dari osikula dan resesus

epitimpanikus disebabkan struktur – struktur tersebu kini terlihat di atas rabung petrosus.

Modifikasi lain dari posis oblik dikenal sebagai proyeksi Chausse III, yang memberikan

informasi tambahan mengenai struktur – struktur telinga tengah. Posisi Stenvers

memperlihatkan sumbu panjang piramid petrosus dengan kanalis akustikus internus,

labirin, dan antrum. Posisi Towne memperlihatkan kedua piramid petrosus melalui orbita,

sehingga memunkinkan perbandingan kedua piramid petrosus dan kanalis akustikus

internus pada film yang sama.

Derajat perkembangan sel mastoid dijelaskan secara radiografik sebagai pneumatik,

diploik, sklerotik, dan tidak berkembang. Gambaran perkembangan mastoid yang

diterima secara umum adalah sebagai berikut: Bila pneumatisasi mastoid normal terjadi

tanpa adanya hambatan akibat infeksi berulang di masa kanak – kanak maupun anomali

perkembangan lainnya, maka rongga – rongga udara mastoid yangterbentuk sempurna

tersebut dikenal sebagi tpe pneumatik. Bila penumatisasi mastoid terganggu oleh proses –

proses infeksi, maka mungkin hanya terdapat beberapa kelompok sel – sel yag besar.

Gambaran seperti ini dikenal sebagai tipe diploik. Sejumlah kecil pasien memiliki tulang

yang padat di daerah mastoid. Hal ini mungkin disebabkan aktivitas osteoblas yang

dirangsang oleh infeksi kronik atau berulang. Tipe ini dikenal sebagai mastoid sklerotik.

Pada tipe ini sering timbul kolesteatom.

Salah satu komplikasi dari OMSK adalah mastoiditis. Terbagi menjadi 2 jenis, akut

dan kronis. Gambaran dini mastoiditis akut adalah perselubungan ruang telinga tengah

dan sel udara mastoid. Bila proses inflamasi terus berlanjut akan terjadi perselubungan

yang difus pada kedua daerah tersebut. Pada masa permulaan infeksi biasanya struktur

Page 11: TUGAS THT

trabekula dan sel udara mastoid masih utuh, tapi kadang – kadang dengan adanya edema

mukosa dan penumpukan cairan seropurulen, maka terjadi kekaburan penampakan

trabekulasi sel udara mastoid. Bersama dengan progresifitas infeksi, maka akan terjadi

demineralisasi diikuti dengan destruksi trabekula dimana pada proses mastoiditis yang

hebat akan terjadi penyebaran ke arah posterior menyebabkan tromboflebitis ke arah

posterior.

Gambaran radiologik pada mastoiditis kronik terdiri atas perselubungan yang tidak

homogen pada daerah antrum mastoid dan sel udara mastoid, serta perubahan yang

bervariasi pada struktur trabekulasi mastoid. Proses inflamasi pada mastoid akan

menyebabkan penebalan struktur trabekulasi diikuti demineralisasi.

4. Fungsi perhidrol

Pada perforasi membran timpani diberikan perhidrol 3 % 3-5hari sebagai

antiseptik dan apabila digabungkan dengan antibiotik yang adekuat selama 3 minggu

maka diharapkan skret akan hilang dan perforasi menutup dengan sendirinya. Untuk

membersihkan penumpukan serumen dapat juga dengan meneteskan terlebih dahulu

cairan perhidrol (H202 3%) atau fenolgliserin ke dalam liang telinga, tunggu beberapa

saat kemudian dibersihkan dengan alat pembersih telinga yang ujungnya lunak.

Perhidrol / H2O2 ini akan di pecah menjadi H2O dan O2.

5. Macam-macam deviasi septum

Kelainan Pada Bentuk Hidung - Deviasi Septum merupakan bentuk septum yang

tidak lurus di tengah sehingga membentuk deviasi ke salah satu rongga hidung atau

kedua rongga hidung yang dapat menyebabkan penyempitan pada rongga hidung.

Page 12: TUGAS THT

Kelainan pada bentuk hidung ini biasanya disebabkan oleh trauma. Trauma bisa

terjadi pada saat lahir. Penyebab lainnya bisa juga karena cedera. Seperti pernah terjadi

kecelakaan, olahraga berat yang melibatkan bagian wajah.

Ada beberapa bentuk kelainan septum :

Bentuk C atau S, disebut dislokasi dimana bagian bawah tulang rawan septum keluar

dari kista maksila dan masuk ke dalam rongga hidung.

Krista, yaitu adanya penonjolan tulang rawan septum yang memanjang dari depan ke

belakang.

Spina, yaitu penonjolan tulang rawan septum dengan bentuk sangat runcing serta

pipih.

Sineka, yaitu bertemunya krista septum dan melekat dengan konka dihadapannya.

6. Pengukuran sumbatan hidung

o Spatula lidah

Spatula lidah merupakan alat yang paling sederhana yang bisa dipakai

untuk mengukur sumbatan hidung. Ketika tidak ada alat lain yang tersedia maka

alat ini bisa digunakan. Dengan meletekkan spatula di depan hidung dan meminta

pasien untuk bernafas biasa dan menutup mulut, maka dapat dilihat salah satu

lubang hidung tersumbat dibandingkan yang lainnya.

o Peak nasal inspiratory flow meter (PNIF)

Pada tahun 1980, Youlten memperkenalkan alat ini yang kemudian di modifikasi

oleh wright dengan menambahkan sungkup hidung pada alat ini. Penggunaan PNIF

relatif mudah, bisa diulang bila diperlukan, alatnya mudah dibawa karena berukuran

kecil dan mempunyai harga yang murah Diperlukan penjelasan penggunaan alat ini

pada pasien untuk menggunakannya. Alat ini digunakan dengan meletakan “face

Page 13: TUGAS THT

mask” menutupi hidung dan mulut. Udara inspirasi di hembuskan melalui hidung

dengan memastikan mulut tertutup. Nilai peak nasal inspiratory flow akan menurun

pada penyakit saluran nafas bawah seperti asma dan penyakit paru obstruksi kronis.

o Aliran puncak ekspirasi nasal

Tes ini dahulu telah pernah dilakukan, tetapi sekarang jarang dilakukan karena

dapat membuat pasien tidak nyaman pada tuba eustachius dan menghasilkan sekret

atau mukus pada sungkup wajah.

o Rhinomanometri

Rhinimanometri digunakan untuk mengukur hambatan aliran udara nasal dengan

pengukuran kuantitatif pada aliran dan tekanan udara nasal. Tes ini berdasarkan

prinsip bahwa aliran udara melalui suatu tabung hanya bila terdapat perbedaan

tekanan yang melewatinya. Perbedaan ini dibentuk dari usaha respirasi yang

mengubah tekanan ruang posterior nasal relatif terhadap atmosfir eksternal dan

menghasilkan aliran udara masuk dan keluar hidung. Pada tahun 1984, the European

Committee for Standardization of Rhinomanometry menetapkan rumus aliran udara

nasal : R = ΔP:V pada tekanan 150P.

R = Tahanan terhadap aliran udara

(Pa/cm/det)

P = Tekanan transnasal (Pa atau CmH2O)

V = Aliran udara (Lt/det atau CmH20)

Dengan adanya standarisasi ini diharapkan memberikan perbandingan

hasil dan perbandingan rentang normal. Rhinomanometri dapat dilakukan secara

Page 14: TUGAS THT

aktif atau pasif dan dengan pendekatan anterior atau posterior. Rhinomanometri

anterior aktif lebih sering digunakan dan lebih fisiologis. Tekanan dinilai pada satu

lubang hidung dengan satu kateter yang dihubungkan dengan pita perekat,

sementara aliran udara diukur melalui lubang hidung lain yang terbuka.

Sungkup wajah yang transparan di pasang menutupi hidung. Alat ini

dihubungkan dengan suatu pneumotokografi, amplifier dan perekam. Hasil ini

ditampilkan secara grafik sebagai kurva ‘S’ dimana masing-masing lobang hidung

dilakukan lima kali pemeriksaan. Kemudian diambil nilai rata-rata lima kali

pemeriksaan. Sebelum diperiksa, pasien harus relaksasi selama 30 menit pada suhu

kamar yang tetap. Mesin membutuhkan 30 menit untuk penghangatan dan

membutuhkan kalibrasi teratur. Rhinomanometri relatif menghabiskan waktu dan

hasil dapat bervariasi sampai 20-25% dengan waktu yang dibutuhkan mencapai 15

menit. Rhinomanometri tidak bisa digunakan jika terjadi sumbatan hidung yang berat

atau ketika terdapat perforasi septum.

Alat ini juga tidak dapat menilai lokasi obstruksi. Pada rhinomanometri

posterior aktif, kateter dimasukkan melalui mulut dengan bibir ditutup agar dapat

mengukur tekanan faring. Aliran melalui kedua kavum nasi diukur secara bersamaan.

Digunakan sungkup hidung transparan yang sama dengan rhinomanometri anterior.

Teknik ini kurang invasif dan cendrung mendistorsi rongga hidung. Namun satu dari

empat pasien tidak dapat merelaksasi palatum mole dan sebagian pasien tidak

memungkinkan untuk memasukkan pipa. Hasil bervariasi dalam beberapa menit,

biasanya antara 15% sampai 20%

o Rhinometri akustik

Rhinometri akustik ini memberikan nada suara yang dapat didengar (150-10000

hz) yang dihasilkan oleh klik elektronik dan dibangkitkan oleh tabung suara.22 Alat

Page 15: TUGAS THT

ini dimasukan ke hidung dan aliran udara hidung direfleksikan oleh perubahan lokal

pada akuistik impedansi. Bunyi yang direfleksikan ditangkap oleh mikrofon,

diteruskan ke komputer dan dianalisa