Tugas Teknologi Eksplorasi Batubara
-
Upload
yanti-rianty -
Category
Documents
-
view
74 -
download
4
description
Transcript of Tugas Teknologi Eksplorasi Batubara
I. PEMERIAN BATUBARA SECARA MEGASKOPISPemerian (deskripsi) batubara secara megaskopis yaitu, deskripsi
batubara yang dapat dilihat dengan kasat mata atau secara langsung mengenai kenampakan batubara tanpa bantuan alat optik. Berdasarkan hal itu, maka pemerian batubara secara megaskopis meliputi warna, kilap, gores, kekerasan, pecahan, dan pelapukan. Berikut penjelasan dari masing – masing kategori di atas.A. Warna
Bk Black HitamBr bk Brownish Black Hitam KecoklatanBk br Blackish Brown Coklat kehitamanBr Brown CoklatD Dark GelapL Light CerahM Mottled Bintik-bintik
B. Kilap
B Bright CemerlangD Dull KusamCoal B Coal>90% bright Batubara cemerlangCoal Bd Coal 60-90% bright Batubara agak cemerlangCoal BD Coal 40-60& bright Perselingan cemerlang-
kusamCoal Db Coal 10-40% bright Batubara agak kusamCoal D Coal 1-10% bright Batubara kusam
C. Gores
Bk Black HitamBr bk Brownish Black Hitam KecoklatanBk br Blackish Brown Coklat kehitamanBr Brown Coklat
D. Kekerasan
Very Soft Sample dapat dipecahkan oleh tangan tanpa kesulitan, mudah terurai oleh air atau angin
Soft Sample dapat dipotong dengan pisauModerately soft
Sample tergores oleh pisau, sulit dipecahkan dgn tangan
Moderately hard
Sample tidak dapat digores oleh pisau
Hard Sample pecah oleh satu kali pukulan paluVery hard Sample pecah oleh beberapa kali pukulan palu, sample
sangat sulit dipisahkan, tidak terurai oleh air dan angin
E. Pecahan
Une Uneven Tidak beraturanE Even BeraturanCub Cubical KubusSht Sheet Lembaran
F. Pelapukan
Segar Batuan tidak menunjukan adanya pelapukan, perubahan warna pada permukaan rekahan sedikit sekali
Agak lapuk Terjadi perubahan warna yang menunjukan pelapukan, warna segar dan tekstur masih tampak tapi belum diperlunak secara nyata
Lapuk sedang
Warna asli sudah tidak dapat dikenali dan batuan tampak lunak
Lapuk Beberapa material batuan terkomposisi dan atau terdisentegrasi menjadi tanah.batuan yang berubah warna atau lunak terdapat sebagai inti batu dalam tanah
Sangat lapuk
Seluruh material menjadi tanah, tapi tekstur asli masih tampak
II. KENAMPAKAN BATUBARA DILAPANGANKenampakan batubara di lapangan dapat dilihat dari bentuk endapan
dari batubara yang tersingkap. Bentuk endapan batubara terbagi menjadi dua dan bentuk endapan batubara yang terbentuk sangat erat kaitannya dengan gejala geologi. Proses yang muncul yang bersamaan dengan proses pembentukan peat adalah proses fisik dan kimia, hal ini berpengaruh terhadap :
lapisan pembentuk batubara dan lapisan bukan batubara. batubara.
Pembentukan kondisi sekitar lapisan batubara. Ciri-ciri gejala
geologi ini penting sebagai dasar.
penentuan metode eksplorasi.
system penambangan
cara pencucian dan
pemanfaatan batubara.
Kelompok endapan batubara :1. Plies
Perlapisan batubara ini sangat bervariasi, dari ketebalannya,
karakteristiknya. Secara vertikal lapisan batubara ini membentuk
perlapisan yang bagus dan masing-masing lapisan batubara mempunyai
kualitas yang berbeda. Diantara lapisan batubara disisipi oleh lapisan
bukan batubara. Dengan adanya lapisan sisipan bisa digunakan untuk
membagi lapisan batubara menjadi unit lapisan yang lebih kecil. Band
atau parting : adalah lapisan-lapisan yang terdiri atas material bukan
batubara yang berada diantara dua lapisan batubara. Material penyusun
parting : terdiri atas material bukan batubara yang terbentuk selama
akumulasi peat, material ini terdiri atas material yang dibawa pada
waktu rawa terkena banjir. Material yang dibawa pada waktu rawa
terkena banjir. Material yang berupa abu vulkanis yang sumbernya
diluar lingkungan rawa.Material yang berupa abu vulkanis yang
sumbernya diluar lingkungan rawa.
2. Split
Bentuk lapisan batubara yang ditemui di lapangan, kadang- kadang
didapatkan adanya bentuk lapisan yang terbelah- belah, serta disisipi
oleh lapisan sedimen yang akhirnya membagi lapisan batubara menjadi
dua lapisan atau lebih. Dalam satu daerah bisa ditemukan suatu lapisan
batubara, tetapi bila ditelusuri secara lateral maka pada tempat lain
lapisan tersebut dapat terbelah menjadi dua lapisan atau lebih.
Bentuk-bentuk split dapat dibedakan menjadi :
Simple split
Bentuk split ini diketemukan pada lapisan batubara yang tidak
menerus. Hal ini disebabkan karena pada suatu daerah proses
akumulasi tumbuh-tumbuhan dalam waktu yang relatif pendek
terhenti dan digantikan oleh adanya sedimen clastic. Setelah itu
kondisi bisa berubah menjadi kondisi rawa sehingga akumulasi
tumbuh-tumbuhan bisa berlangsung lagi.
Prograssive splitting
Disini akumulasi tumbuh-tumbuhan pada daerah tersebut selalu
bergantian dengan pengendapan material bukan batubara. Sehingga
dalam suatu daerah mungkin diketemukan beberapa bentuk split.
Zig zag split
Ditemukan di beberapa daerah perlapisan batubara.Hal ini
kemungkinan dapat terjadi karena pada saat coalifikasi terdapat
perbedaan pengaruh pemampatan.
Washout dan roof Rolls
Washout adalah badan sedimen yang biasanya bisa berupa sandstone
yang turun ke bawah dari lapisan atas batubara serta memotong
sebagian lapisan batubara serta membentuk channel.Washout sangat
bervariasi ukurannya, mulai dari yang sangat tipis seperti channel
yang diasa disebut Roof Rolls.
Floor Rolls
Mempunyai bentuk sempit, panjang.Dengan batas lapisan semi
paralel, terdiri atas material batuan yang masuk ke arah atas dalam
lapisan batubara (dari lapisan dasar).Floor rolls akan mengurangi
ketebalan lapisan batubara yang dapat ditambang.
Cleat
Merupakan joint yang terdapat pada lapisan batubara. Jarak cleat
satu dengan cleat yang lain dari beberapa milimeter sampai 30 cm.
Clastic Dike
Merupakan suatu bentuk badan batuan sedimen yang memotong
lapisan batubara.
Bentuk Bentuk Lapisan Batubara
Bentuk cekungan, proses sedimentasi, proses geologi selama dan
sesudah proses coalification akan menentukan bentuk lapisan batubara.
Mengetahui bentuk lapisan batubara sangat menentukan dalam menghitung
cadangan dan merencanakan cara penambangannya.
1. Bentuk Horse Back
Bentuk ini dicirikan oleh lapisan batubara dan lapisan batuan sedimen yang
menutupinya melengkung ke arah atas, akibat adanya gaya kompresi. Tingkat
perlengkungan sangat ditentukan oleh besaran gaya kompresi. Makin kuat
gaya kompresi yang berpengaruh, makin besar tingkat perlengkungannya. Ke
arah lateral lapisan batubara mungkin akan sama tebalnya atau menjadi tipis.
Kenampakan ini dapat terlihat langsung pada singkapan lapisan batubara yang
tampak/dijumpai di lapangan (dalam skala kecil), atau dapat diketahui dari
hasil rekontruksi beberapa lubang pemboran eksplorasi pada saat dilakukan
coring secara sistematis.Akibat dari perlengkungan ini lapisan batubara
terlihat terpecah-pecah akibatnya batubara menjadi kurang kompak.
Pengaruh air hujan, yang selanjutnya menjadi air tanah, akan mengakibatkan
sebagian dari butiran batuan sedimen yang terletak di atasnya, bersama air
tanah akan masuk di antara rekahan lapisan batubara. Kejadian ini akan
megakibatkan apabila batubara tersebut ditambang, batubara mengalami
pengotoran (kontaminasi) dalam bentuk butiran-butiran batuan sedimen
sebagai kontaminan anorganik, sehingga batubara menjadi tidak bersih.
Keberadaan pengotor ini tidak diinginkan, apabila batubara tersebut akan
dipergunakan sebagai bahan bakar.
Gambar Perlapisan Batubara Berbentuk Horse Back
2. Bentuk Pinch
Bentuk ini dicirikan oleh perlapisan yang menipis di bagian tengah.
Pada umumnya bagian bawah (dasar) dari lapisan batubara merupakan
batuan yang plastis misalnya batulempung sedang di atas lapisan
batubara secara setempat ditutupi oleh batupasir yang secara lateral
merupakan pengisian suatu alur. Sangat dimungkinkan, bentuk pinch
ini bukan merupakan penampakan tunggal, melainkan merupakan
penampakan yang berulang-ulang. Ukuran bentuk pinch bervariasi dari
beberapa meter sampai puluhan meter. Dalam proses penambangan
batubara, batupasir yang mengisi pada alur-alur tersebut tidak
terhindarkan ikut tergali, sehingga keberadaan fragmen-fragmen
batupasir tersebut juga dianggap sebagai pengotor anorganik.
Keberadaan pengotor ini tidak diinginkan apabila batubara tersebut
akan dimanfaatkan sebagai bahan bakar.
Gambar Perlapisan Batubara Berbentuk Pinch
3. Bentuk Clay Vein
Bentuk ini terjadi apabila di antara dua bagian lapisan batubara terdapat
urat lempung ataupun pasir. Bentuk ini terjadi apabila pada satu seri
lapisan batubara mengalami patahan, kemudian pada bidang patahan
yang merupakan rekahan terbuka terisi oleh material lempung ataupun
pasir. Apabila batubaranya ditambang, bentukan Clay Vein ini
dipastikan ikut tertambang dan merupakan pengotor anorganik (mineral
matter) yang tidak diharapkan. Pengotor ini harus dihilangkan apabila
batubara tersebut akan dikonsumsi sebagai bahan bakar.
4. Bentuk Burried Hill
Bentuk ini terjadi apabila di daerah di mana batubara semula terbentuk
suatu kulminasi sehingga lapisan batubara seperti “terintrusi”. Sangat
dimungkinkan lapisan batubara pada bagian yang “terintrusi” menjadi
menipis atau hampir hilang sama sekali. Bentukan intrusi mempunyai
ukuran dari beberapa meter sampai puluhan meter. Data hasil pemboran
inti pada saat eksplorasi akan banyak membantu dalam menentukan
dimensi bentukan tersebut. Apabila bentukan intrusi tersebut
merupakan batuan beku, pada saat proses penambangan dapat
dihindarkan, tetapi apabila bentukan tersebut merupakan tubuh
batupasir, dalam proses penambangan sangat dimungkinkan ikut tergali.
Oleh sebab itu ketelitian dalam perencanaan penambangan sangat
diperlukan, agar fragmen-fragmen intrusi tersebut dalam batubara yang
dihasilkan dari kegiatan penambangan dapat dikurangi sehingga
keberadaan pengotor anorganik tersebut jumlahnya dapat diperkecil.
Gambar . Perlapisan Batubara Berbentuk Burried Hill
5. Bentuk Fault (Patahan)
Bentuk ini terjadi apabila di daerah di mana deposit batubara
mengalami beberapa seri patahan. Apabila hal ini terjadi, akan
mempersulit dalam melakukan perhitungan cadangan batubara. Hal ini
disebabkan telah terjadi pergeseran perlapisan batubara ke arah vertikal.
Dalam melaksanakan eksplorasi batubara di daerah yang
memperlihatkan banyak gejala patahan, diperlukan tingkat ketelitian
yang tinggi, tidak dibenarkan hanya berpedoman pada hasil pemetaan
geologi permukaan saja. Oleh sebab itu, di samping kegiatan pemboran
inti, akan lebih baik bila ditunjang oleh data hasil penelitian geofisika.
Gambar Perlapisan Batubara Berbentuk Fault
Dengan demikian rekonstruksi perjalanan lapisan batubara dapat diikuti
dengan bantuan hasil interpretasi dari data geofisika. Apabila patahan-
patahan secara seri didapatkan, keadaan batubara pada daerah patahan
akan ikut hancur. Akibatnya keberadaan kontaminan anorganik pada
batubara tidak terhindarkan.Makin banyak patahan yang terjadi pada
satu seri sedimentasi endapan batubara, makin banyak kontaminan
anorganik yang terikut pada batubara pada saat ditambang.
6. Bentuk Fold (Perlipatan)
Bentuk ini terjadi apabila di daerah endapan batubara, mengalami
proses tektonik hingga terbentuk perlipatan. Perlipatan tersebut
dimungkinkan masih dalam bentuk sederhana, misalnya bentuk antiklin
atau bentuk sinklin, atau sudah merupakan kombinasi dari kedua bentuk
tersebut. Lapisan batubara bentuk fold, memberi petunjuk awal pada
kita bahwa batubara yang terdapat di daerah tersebut telah mengalami
proses coalification relatif lebih sempurna, akibatnya batubara yang
diperoleh kualitasnya relatif lebih baik. Sering sekali terjadi, lapisan
batubara bentuk fold berasosiasi dengan lapisan batubara berbentuk
fault. Dalam melakukan eksplorasi batubara di daerah yang banyak
perlipatan dan patahan, kegiatan pemboran inti perlu mendapat prioritas
utama agar ahli geologi mampu membuat rekonstruksi struktur dalam
usaha menghitung jumlah cadangan batubara.
III. ANALISIS PROKSIMATAnalisis proksimat dugunakan unutk mengetahui karakteristik dab
kualitas batubara dalam kaitannya dengan penggunaan batubara tersebut, yaitu meliputi kadar lengas (moisture), kadar abu (ash), zat terbang (volatile maatter), dan karbon tertambat (fixed carbon) yang terkandung di dalam batubara.1) Kadar lengas (Moisture)
Dalam batubara, moisture content paling sedikitnya terdiri atas satu senyawa kimia tunggal.
Surface Moisture adalah air yang teradsorpsi pada permukaan kepingan batubara saat ditambang dan diproses.
Inherent Moisture yaitu air yang memenuhi pori – pori berupa pipa – pipa kapiler dalam batubara secara alami. Jumlah air pada
inherent moisture tidak dapat dihilangkan namun dapat dikurangi dengan cara ukuran sampel batubara diperkecil dan dipanaskan hingga 105oC.
Free Moisture adalah moisture yang datang dari luar saat batubara itu ditambang dan diangkut atau terkena hujan selama penyimpanan.
2) Kadar Abu (Ash)Abu adalah bahan anorganik (mineral) yang terkandung di dalam batubara sejak pada proses pembentukannya (pengotor bawaan) – berupa residu yang dihasilkan setelah batubara dibakar secara sempurna; dapat juga batubara mengandung pengotor luar, yaitu material anorganik yang terbawa pada saat proses penambangan (extraneous impurities). Kadar abu pada batubara diukur dengan cara sampel dibakar dalam tungku (furnace) pada suhu 815oC dan dengan mengalirkan udara secara lambat ke dalam tungku, kemudian abu yang didapat ditimbang.
3) Zat Terbang (Volatile Matter)Merupakan bagian dari batubara yang mudah menguap atau hasil dari penguraian senyawa kimia dan campuran kompleks yang membentuk batubara. Bagian yang mudah menguap tersenut terdiri dari gas – gas yang mudah terbakar seperti hidrogen, karbon monoksida, dan metan serta sebagian kecil uap yang mudah mengembun seperti tar, karbon dioksida dari karbonat, sulfur dari pirit, dan air dari lempung. Zat terbang dapat diukur dengan cara sampel ditempatkan di dalam krusibel silika dan ditempatkan di dalam tungku tertutup dengan suhu 900oC selama 7 menit.
4) Karbon Tertambat (Fixed Carbon)Fixed Carbon menyatakan nilai karbon yang terdapat dalam batubara setelah volatile matter dihilangkan.
IV. KOMPOSISI BATUBARABatubara merupakan senyawa hidrokarbon padat yang terdapat di
alam dengan komposisi yang cukup kompleks. Bahan organik utamanya yaitu tumbuhan yang dapat berupa jejak kulit pohon, daun, akar, struktur kayu, spora, polien, damar, dan lain sebaginya.
Selanjutnya bahan organik tersebut mengalami tingkat pembusukan (dekomposisi) sehingga menyebabkan perubahan sifat – sifat fisik maupun kimia baik sebelum maupun sesudah tertutup oleh endapan lainnya.Pada dasarnya terdapat dua jenis material yang membentuk batubara, yaitu :1) Combustible Material, yaitu bahan atau material yang dapat
dibakar/dioksidasi oleh oksigen. Material tersebut umumnya terdiri dari
karbon padat (fixed carbon), senyawa hidrokarbon, sulfur, hidrogen, dan beberapa senyawa lainnya dalam jumlah kecil.
2) Non Combustible Material, yaitu bahan atau material yang tidak dapat dibakar/dioksidasi oleh oksigen. Material tersebut terdiri dari senyawa anorganik seperti SiO2, Al2O3, Fe2O3, TiO2, Mn3O4, CaO, MgO, Na2O, K2O, dan senyawa logam lainnya dalam jumlah kecil yang akan membentuk abu dalam batubara.
Pada proses pembentukan batubara dengan bantuan faktor fisika dan kimia alam, selulosa (C49H7O44) yang berasal dari tumbuhan akan mengalami perubahan menjadi lignit (C70H5O25), Subbituminous (C75H5O20), Bittuminous (C80H5O15), dan Antrasit (C94H3O3). Dari fase pembentukan tersebut terlihat bahwa unsur senyawa karbon yang bertambah, dengan unsur higrogen dan unsur oksigen yang terikat semakin sedikit.
V. KELOMPOK MASERALMaceral merupakan suatu material yang terdapat didalam batubara
yang hanya terlihat dengan menggunakan mikroskop. Maceral dari batubara terbagi atas tiga golongan grup maceral, yaitu Vitrinite, Liptinite, dan Inertinite. Liptinit tidak berasal dari materi yang dapat terhumifikasikan melainkan berasal dari sisa tumbuhan atau dari dari jenis tanaman tingkat rendah seperti spora, ganggang (algae), kutikula, getah tanaman (resin) dan serbuk sari (pollen). Berdasarkan morfologi dan bahan asalnya, kelompok liptinite dapat dibedakan menjadi sporinite (spora dan butiran pollen), cutinite (kutikula), resinite (resin/damar), exudatinite (maseral sekunder yang berasal dari getah maseral liptinite lainnya yang keluar pada proses pembatubaraan), suberinite (kulit kayu/serat gabus), fluorinite (degradasi dari resinite), liptodetrinite (detritus dari maseral liptinite lainnya), alginite (ganggang) dan bituminite (degradasi material algae).A. Maceral Vitrinite
Maseral Vitrinit ialah hasil dari proses pembatubaraan materi humic yang berasal dari selulosa (C6H10O5) dan lignin dinding sel tumbuhan yang mengandung serat kayu (woody tissues) seperti batang, akar, daun, dan akar. Vitrinite adalah bahan utama penyusun batubara di Indonesia (>80%). Di bawah mikroskop, kelompok maseral ini memperlihatkan warna pantul yang lebih terang daripada kelompok liptinite, namun lebih gelap dari kelompok inertinite, berwarna mulai dari abu–abu tua hingga abu–abu terang. Kenampakan di bawah mikroskop tergantung dari tingkat pembatubaraannya (rank), semakin tinggi tingkat pembatubaraan maka warnanya akan semakin terang. Kelompok vitrinite mengandung unsur hidrogen dan zat terbang yang persentasenya berada diantara inertinite dan liptinite. Mempunyai berat
jenis 1,3–1,8 dan kandungan oksigen yang tinggi serta kandungan volatille matter sekitar 35,75%.1) Telinite
Telinite merupakan bagian terang vitrinit yang membentuk dinding sel.
Gambar maceral Telinite
2) ColliniteCollinite merupakan vitrinit jelas yang menempati ruang antara dinding sel.
3) Vitrodetrinite
Gambar maceral Vitrodetrinite
B. Maceral LiptiniteLiptinit tidak berasal dari materi yang dapat terhumifikasikan melainkan berasal dari sisa tumbuhan atau dari dari jenis tanaman tingkat rendah seperti spora, ganggang (algae), kutikula, getah tanaman (resin) dan serbuk sari (pollen). Berdasarkan morfologi dan bahan asalnya, kelompok liptinite dapat dibedakan menjadi sporinite (spora dan butiran pollen), cutinite (kutikula), resinite (resin/damar), exudatinite (maseral sekunder yang berasal dari getah maseral liptinite lainnya yang keluar pada proses pembatubaraan), suberinite (kulit kayu/serat gabus), fluorinite (degradasi dari resinite), liptodetrinite (detritus dari maseral liptinite lainnya), alginite (ganggang) dan bituminite (degradasi material algae). Di bawah mikroskop, kelompok liptinite menunjukkan warna kuning muda hingga kuning tua di bawah sinar fluoresence, sedangkan di bawah sinar biasa kelompok ini terlihat berwarna abu-abu sampai gelap. Liptinit mempunyai berat jenis 1,0–1,3 dan kandungan hidrogen yang paling tinggi dibanding dengan maseral lain, sedang kandungan volatille matter sekitar 66%. Ketika macerals liptinite dijumpai dalam batubara, maceral ini cenderung mempertahankan bentuk tanaman aslinya dan sehingga maseral ini
berupa fosil tanaman atau phyterals. Sifat phyteral dari macerals liptinite adalah dasar utama yang diklasifikasikan.1) Sporinite
Sporinite adalah salah satu maseral dari grup maseral liptinite yang paling umum yang berasal dari lapisan lilin spora fosil dan serbuk sari. Pada umumnya maseral ini memiliki bentuk bulat pipih dengan bagian atas dan belahan rendah Sporinite juga dapat diklasifikasikan berdasarkan ketebalan dinding spora – berdinding tipis (tenuispores) dan berdinding tebal (crassispores). Spora terbentuk dalam kantung (sporangium) pada tanaman asli yang mereka dipadatkan menjadi empat kelompok tetrahedral. Bukti formasi ini kadang-kadang dapat dilihat di bawah mikroskop sebagai trilete bekas luka.
Gambar Maseral sporinite (S) yang nampak pada mikroskop2) Cutinite
Meskipun tidak sangat berlimpah, maseral ini umumnya ditemukan di sebagian besar batubara dan berasal dari lapisan luar lilin daun, akar dan batang. Cutinite biasanya memiliki reflektansi yang sama dengan yang sporinite.
Gambar Maseral cutinite (Cu)
3) ResiniteMacerals Resinite adalah mana-mana, meskipun dalam jumlah yang kecil. resinites terjadi sebagai primer (hadir pada saat deposisi) tubuh bulat dengan sumbu panjang berkisar antara 25-200 mikrometer. banyak resinite dalam batubara terjadi sebagai cleat sekunder dan pengisi kekosongan. Resinite sekunder ini menunjukkan hubungan mengganggu batubara host dan sering menunjukkan tekstur aliran dan membawa xenoliths batubara di veinlets resinite. Mikroskop fluoresensi menunjukkan bahwa hanya ovoid resinite primer umumnya menunjukkan “oksidasi” atau “rims reaksi” yang menyarankan perubahan permukaan. Pendar analisis spektral biasanya dapat membedakan resinite dari macerals lain dan dalam kebanyakan kasus juga bisa membedakan resinites berbeda.
Gambar Maseral Resinite (R)
4) AlganiteAlganit adalah maceral pada batubara yang berasal dari jamur jamur yang tumbuh pada saat pembentukan gambut dan ikut terakumulasi pada saat proses pembatubaraan. Batubara yang pada umumnya seperti ini banyak terbentuk pada zaman pra kambrium . Jarang terjadi di sebagian besar batubara dan sering sulit membedakan dari materi mineral. Namun, dalam ultra-violet menyalakannya fluoresces dengan warna kuning cemerlang dan menampilkan penampilan seperti bunga khas.
5) LiptodetriniteLiptodetrinite adalah bentuk klastik dari liptinite di mana fragmen fragmen dari berbagai jenis maceral muncul berbagai liptinite sebagai partikel tersebar.
Gambar Maseral Liptodetrinite
6) SuberiniteMerupakan maceral yang terdapat dalam batubara yang memperlihatkan atau masih menampakkan bentuk-bentuk dari serat kayu dari bahan pembentuknya yang tidak terhancurkan secara baik pada saat proses pembatubaraan. Dengan maceral ini, kita dapat mengetahui dari jenis tumbuhan apa batubara tersebut terbentuk.
Gambar Maceral suberinit
C. InertiniteMaseral Inertinit disusun dari materi yang sama dengan vitrinit dan liptinit tetapi dengan proses dasar yang berbeda. Kelompok inertinite
diduga berasal dari tumbuhan yang sudah terbakar dan sebagian lagi berasal dari hasil proses oksidasi maseral lainnya atau proses decarboxylation yang disebabkan oleh jamur dan bakteri. Pemanasan pada awal penggambutan menyebabkan inertinit kaya akan karbon. Sifat khas inertinit adalah reflektivitas tinggi, sedikit atau tanpa flouresense, kandungan hidrogen, aromatis kuat karena beberapa penyebab, seperti pembakaran (charring), mouldering dan penghancuran oleh jamur, gelifikasi biokimia dan oksidasi serat tumbuhan. Sebagian besar inertinit sudah pada bagian awal proses pembatubaraan. Inertinit mempunyai berat jenis 1,5–2,0 dan kandungan karbon yang paling tinggi dibanding maseral lain serta kandungan volattile matter sekitar 22,9%.1) Micrinite
Micrinite merupakan komponen yang sangat kecil paling batubara dan biasanya terjadi tubuh bulat telur sebagai structureless dengan reflektansi yang sama seperti fusinite. Micrinite terjadi sebagai partikel butiran sangat halus reflektansi tinggi. Hal ini umumnya terkait dengan macerals liptinite dan kadangkadang memberikan tampilan untuk benar-benar menggantikan liptinite tersebut.
Gambar maceral Micrinite
2) SemifusiniteSemifusinite memiliki tekstur sel dan fitur umum fusinite kecuali bahwa itu adalah reflektansi rendah. Semi-fusinite juga yang paling banyak dari macerals inertinit.
Gambar Maceral Semifusinite
3) FusiniteSebuah maseral inertinit penting adalah fusinite, yang muncul di bawah pemeriksaan mikroskopis menjadi tidak seperti arang. Memang mungkin berasal dari bahan hangus akibat kebakaran hutan pada tanaman yang membentuk batubara. Hal ini juga bisa dihasilkan dari degradasi bahan sangat reaktif dalam detritus tanaman asli. Macerals inertinit lainnya termasuk semi-fusinite dan micrinite, memiliki penampilan seperti arang dengan tekstur sel jelas. Sel-sel dapat berupa kosong atau diisi dengan bahan mineral, dan dinding sel mungkin telah dihancurkan selama pemadatan (tekstur Bogen)
Gambar Maceral Fusinite
4) SclerotiniteSclerotinite terjadi sebagai badan bulat telur dengan sel-struktur, dengan reflectances mencakup seluruh rentang inertinit.
Gambar maceral Sclerotinite
5) Inertodetrinite
Gambar maceral Inertodetrinite
VI. ANALISIS KIMIA PADA SAMPEL BATUBARAAnalisis kimia pada sampel batubara yaitu dengan cara analisis
ultimate. Analisia ultimate merupakan analisis untuk menentukan kandungan unsur – unsur karbon, hidrogen, oksigen, nitogen, dan sulfur.
Kandungan dari unsur karbon, hidrogen, dan oksigen digunakan unutk menilai karakteristik pengkokasan, gasifikasi, dan likuifaksi dari batubara sedangkan kandungan nitrogen dan sulfur digunakan untuk menunjukkan tingkat potensi pencemaran yang dapat ditimbulkan dari pemanfaatan batubara.