Teknologi Mineral Dan Batubara 2009

61

Transcript of Teknologi Mineral Dan Batubara 2009

Page 1: Teknologi Mineral Dan Batubara 2009
Page 2: Teknologi Mineral Dan Batubara 2009

i

Daftar IsiDaftar Isi ................................................................................................................................................. i

Sekapur Sirih .......................................................................................................................................... ii

Kajian Permasalahan Lingkungan dan Sosial Ekonomi Rencana Penambangan dan PengolahanPasir Besi di Pantai Selatan Kulon Progo, Yogyakarta .................................................................... 1 - 16Bambang Yunianto

Rancangan Proses Pembuatan Briket Batubara Nonkarbonisasi Skala Kecil dari BatubaraKadar Abu Tinggi .......................................................................................................................... 17 - 30Suganal

Blending Batubara untuk Pembangkit Listrik: Studi Kasus PLTU Suralaya Unit 1-4 .................... 31 - 39Slamet Suprapto

Hubungan antara Parameter Karakteristik Limbah Batubara Kalimantan Timurdan Karakteristik Pembakarannya................................................................................................ 40 - 46Stefano Munir dan Ikin Sodikin

Perubahan Morfologi dan Kimia Batuan Pembawa Fosfat Akibat Pelindiandengan Aspergillus Niger ............................................................................................................. 47 - 56Tatang Wahyudi

Petunjuk Bagi Penulis .......................................................................................................................... 57

ISSN 1979 – 6560

JurnalVolume 5, Nomor 13, Januari 2009

Teknologi Mineral dan Batubara

Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara terbit pada bulan Januari, Mei, September dan memuat karya ilmiah yangberkaitan dengan litbang mineral dan batubara mulai dari eksplorasi, eksploitasi, pengolahan, lingkungan, kebijakandan keekonomiannya.Redaksi menerima sumbangan naskah yang relevan dengan substansi terbitan ini.Biaya langganan : Rp 105.000,-/tahun di luar ongkos kirim, harga eceran Rp 35.000,-/eksemplar.

Keterangan gambar sampul depan : Pengembangan buah naga oleh petani di pantai selatan Kabupaten Kulon Progo (atas); Contoh limbahbatubara SL dengan pembakar siklon (bawah)

EDITOR IN CHIEF : Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan BatubaraPEMIMPIN REDAKSI : Hadi NursaryaREDAKTUR PELAKSANA : Umar AntanaEDITOR : Binarko Santoso (Ketua), Tatang Wahyudi, Sri Handayani, Datin Fatia Umar, Jafril, Miftahul

Huda, Husaini, I. G. Ngurah Ardha, Siti Rafiah Untung dan FauzanSTAF REDAKSI : Umar Antana, Nining Trisnamurni, Mining Emiliastuti, Rusmanto, Bachtiar Effendi dan

Arie AryansyahPENERBIT : Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan BatubaraALAMAT REDAKSI : Jl. Jend. Sudirman 623 Bandung 40211

Telpon : (022) 6030483 - 5, Fax : (022) 6003373e-mail : [email protected] / [email protected]

No Akreditasi : 36/Akred-LIPI/P2MBI/9/2006

Page 3: Teknologi Mineral Dan Batubara 2009

ii

Sekapur Sirih

Pada awal 2009 ini, Undang-Undang Nomor 4/2009 tentang pertambangan mineral dan batubara telahditerbitkan untuk menggantikan Undang-Undang Nomor 11/1967 yang dinilai sudah tidak sesuai lagi denganperkembangan dan tuntutan zaman. Hal-hal penting yang tertera pada klausul-klausul undang-undang barutersebut, terkait erat dengan masalah peningkatan nilai tambah mineral, pendayagunaan dan peningkatanpemanfaatan potensi sumber daya mineral dan batubara, penciptaan daya tarik investasi dan perlindunganlingkungan serta konservasi sumber daya mineral dan batubara. Semua hal ini juga sejalan dengan paradigmabaru dalam pengelolaan sumber daya mineral dan batubara yang dikenal dengan istilah praktek-praktekpertambangan dengan baik dan benar (good mining practices). Apabila hal-hal ini benar-benar dilaksanakanoleh para pemangku kepentingan pertambangan sesuai dengan semangat baru tersebut, beragam permasalahanpertambangan yang rentan terhadap konflik kepentingan antarsektor pembangunan dan masyarakat sekitaroperasi penambangan, dapat diantisipasi dan diminimalisasikan sedini mungkin.

Pada nomor terbitan jurnal kali ini, beragam makalah ilmiah yang mendukung paradigma baru bidangpertambangan tersebut mencakup permasalahan lingkungan sosial-ekonomi dan peningkatan kelitbangandalam bidang teknologi mineral dan batubara. Kajian permasalahan lingkungan dan sosial-ekonomi rencanatambang pasir besi menggambarkan dengan jelas konflik kepentingan dalam penggunaan lahan antarsektorpertambangan dan pertanian yang dilakukan oleh masyarakat sekitar lokasi tambang. Permasalahan inibersumber dari kurangnya sosialisasi dan koordinasi antarsektor tersebut. Konflik ini dapat memicu penguranganminat berinvestasi dalam sektor pertambangan, karena adanya ketidakpastian hukum dan tumpang-tindihpenggunaan lahan. Proses pembuatan briket batubara nonkarbonisasi dari batubara kadar abu tinggi merupakanusaha pemanfaatan batubara secara nasional sesuai dengan rancangan pengelolaan energi nasional untukmemenuhi pencapaian energi bauran pada 2025. Batubara berkadar abu tinggi di Indonesia dapat digunakanuntuk pembuatan briket batubara yang memenuhi persyaratan teknis dan lingkungan. Blending batubarauntuk pembangkit listrik dilakukan untuk mengatasi masalah pemasokan batubara untuk PLTU Suralaya.Sistem blending ini dapat dilakukan dengan mencampurkan antara batubara peringkat rendah dengan peringkattinggi sesuai dengan spesifikasi parameter kualitas batubara Indonesia yang terkait dengan nilai kalornya.Hubungan antara parameter karakteristik limbah batubara dan karakteristik pembakarannya menunjukkanpotensi pemanfaatan limbah batubara yang dapat dimanfaatkan sebagai energi alternatif untuk bahan bakarlangsung dengan menggunakan pembakar siklon. Perubahan morfologi dan kimia batuan pembawa fosfatdengan pelindian mikroorganisme menyisakan ampas pelindian. Pengujian kimia dan mikroskopis yang telahdilakukan terhadap ampas tersebut menunjukkan kinerja yang baik dengan melakukan pengaturan pH untukmengurangi keikutsertaan unsur-unsur pengotornya dalam proses pelindiannya.

Peningkatan kelitbangan dalam bidang teknologi mineral dan batubara yang tertuang dalam makalah-makalahtersebut perlu terus ditingkatkan, karena kualitas mineral dan batubara Indonesia harus memenuhi spesifikasiketeknikannya untuk menghasilkan komoditas yang dapat dimanfaatkan, baik secara langsung oleh parapenggunanya di tanah air maupun sebagai komoditas ekspor. Dengan demikian, optimalisasi pemanfaatansumber daya mineral dan batubara tersebut dapat terlaksana, sesuai dengan arahan yang telah tertuang dalamundang-undang dan paradigma baru dalam mengelola sumber daya mineral dan batubara.

Editor

Page 4: Teknologi Mineral Dan Batubara 2009

1Kajian Permasalahan Lingkungan dan Sosial Ekonomi Rencana Penambangan ... Bambang Yunianto

KAJIAN PERMASALAHAN LINGKUNGAN DAN SOSIALEKONOMI RENCANA PENAMBANGAN DANPENGOLAHAN PASIR BESI DI PANTAI SELATAN KULONPROGO, YOGYAKARTA

BAMBANG YUNIANTO

Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara,Jl. Jenderal Sudirman No. 623, Bandung – 40211Telp. 022 – 6030483 Ext. 227 e-mail : [email protected]

Naskah masuk : 11 Nopember 2008, revisi pertama : 06 Desember 2008, revisi kedua : 12 Desember 2008,revisi terakhir : Januari 2009

SARI

Rencana penambangan dan pengolahan pasir besi oleh PT. Jogja Magasa Mining (PT. JMM) untuk menghasilkanpig iron di Kabupaten Kulon Progo, DIY, ditolak sebagian masyarakat petani yang mengusahakan lahan tersebut,dengan alasan masalah lingkungan dan sosial ekonomi. Wilayah Kontrak Karya (KK) PT. JMM, termasuk PT.Krakatau Steel (PT. KS) dan Indo Mines Ltd. berada dalam lahan Pakualaman pada kawasan sepanjang 22kilometer pesisir Kulon Progo, di wilayah Kecamatan Temon, Wates, Panjatan dan Galur.

Deposit pasir besi sekitar 33,6 juta ton. Produksi direncanakan 500.000 ton per tahun dan umur tambangdiperkirakan sampai 25 tahun. Penambangan menerapkan tambang kering dan proses ekstraksi dilakukan denganteknologi Autokumpu seperti yang diterapkan di New Zealand Steel. Reklamasi akan dilakukan sejauh 200meter ke darat dengan dibuat gumuk artifisial dan ditanami cemara udang. Saat ini kegiatan PT. JMM dan IndoMines Ltd. sedang memasuki tahap studi kelayakan dan AMDAL yang dibantu oleh UGM.

Berdasarkan analisis, permasalahan bersumber dari kurangnya sosialisasi dan koordinasi antara sektor pertaniandengan pertambangan. Secara prosedural perizinan, seluruh tahapan telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia dan praktek-praktek pertambangan internasional. Menurut Bappeda KabupatenKulon Progo, kegiatan PT. JMM dan Indo Mines Ltd. tidak menyalahi tata ruang kawasan pantai pesisir selatandan sudah sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Sedangkan secara ekonomi, beberapa keuntunganyang akan diperoleh pemerintah dan masyarakat, antara lain terbukanya lapangan pekerjaan yang sangat luasbaik pada kegiatan penambangan, pengolahan, maupun industri pendukungnya; peningkatan PAD, meningkatkanpendapatan masyarakat sekitar lingkar proyek melalui program pengembangan masyarakat, membantu industribaja nasional (PT. Krakatau Steel), dan merupakan satu-satunya industri pig iron di Asia Tenggara.

Kata kunci:pasir besi, rencana penambangan dan pengolahan, konflik sektoral, isu lingkungan dan sosial ekonomi

Page 5: Teknologi Mineral Dan Batubara 2009

Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Volume 05, Nomor 13, Januari 2009 : 1 – 162

ABSTRACT

The plan of mining and processing of iron sand carried out by PT. Jogja Magasa Mining (PT. JMM) to producepig iron in the Kulon Progo Regency-DIY, is rejected by some farmer communities that have used the land dueto the environmental and socio-economic issues. The area of the work-contract of the company, including PT.Krakatau Steel (PT. KS) and Indo Mines Ltd. is located in the Pakualaman land along 22 km of the Kulon Progocoast of the Districts of Temon, Wates, Panjatan and Galur.

The iron sand deposit is 33.6 million tons. The production is planned to be 500,000 tons/year, whilst the ageof the mining is assumed 25 years. The mining will apply dry mining method; and the process of extractionwill use autokumpu technology as applied in the New Zealand Steel. Reclamation will be conducted in a 200m long toward inland by making an artificial dune with plants of cemara udang. Nowadays, the companyactivity is reaching the stages of feasibility study and environmental impact study assisted by Gajah MadaUniversity.

According to the analyses, the issues are caused by the lack of socialisation and coordination between thesectors of agriculture and mining. Procedurally, all the stages are in accordance with the national prevailingregulations and the international mining practices. According to the Agency for Regional Development Plan-ning of the regency, the mining activity is in a line with the spatial use of the south coastline. Economically,some benefits that will be obtained by the regional government and the community consist of wide jobopportunities from the mining operation, processing, supporting industries; increase of the regional revenue,improvement of the community prosperity around the project through the community empowerment program,increase the national steel industry (PT. KS), and it will be the sole pig iron industry in the Asean region.

Keywords: iron sand, mining and processing plans, sectoral conflict, environmental and socio-economic issues

Wilayah konsesi KK PT. JMM (termasuk PT. KS danIndo Mines) meliputi kawasan sepanjang 22 kilo-meter pesisir Kulon Progo, yang berada dalam wilayah4 kecamatan, yaitu Temon, Wates, Panjatan danGalur. Menurut status tanah, kawasan pantai selatantersebut terbagi dua, kawasan pantai sebelah timurSungai Progo ke arah Kabupaten Bantul merupakanmilik kraton Yogyakarta (Sultan Ground), sedangkankawasan pantai sebelah barat Sungai Progo ke arahKutoarjo merupakan tanah Pakualaman/ PakualamGround (BPS Kabupaten Kulon Progo, 2007).

Permasalahan mulai terjadi, meskipun status tanahmerupakan tanah Pakualaman, karena wilayahtersebut sudah sejak lama dibudidayakan olehmasyarakat pantai sebagai lahan pertanian, makasebagian besar masyarakat menolak untuk dijadikanlahan pertambangan. Masyarakat daerah inimengolah lahan tersebut menjadi lahan pertaniansejak sebelum tahun 2000, yang mendapat bantuandan dukungan proyek pengembangan pertaniankawasan pantai. Setelah berbagai proyek pertanianmasuk, secara signifikan lahan pertanian tersebutmampu ditingkatkan produktivitasnya, danmasyarakat kawasan pantai ini banyak mengalami

1. PENDAHULUAN

Polemik mengenai isu rencana penambangan danpengolahan pasir besi untuk menghasilkan pig iron diKabupaten Kulon Progo, Yogyakarta terus bergulir.Permasalahan tersebut masih tetap akan berlanjutmengingat banyak pemangku kepentingan (stakehold-ers) yang terlibat, baik di daerah maupun Pusat danlokasi kegiatan meliputi wilayah yang luas di 4Kecamatan di Kabupaten Kulon Progo, yaitu Temon,Wates, Panjatan dan Galur.

Pada awalnya, kegiatan pertambangan pasir besi yangakan dilakukan PT. Jogja Magasa Mining (PT. JMM)ini berizin Kuasa Pertambangan (KP) EksplorasiBupati Kulon Progro. Proyek tersebut merupakankerja sama antara PT. Krakatau Steel (PT. KS) danPT. JMM. PT KS saat ini adalah salah satu perusahaanbaja hilir terbesar di Indonesia. Indo Mines Ltd.merupakan perusahaan tambang dari Australia, yangakan membangun pabrik untuk mengolah pasir besi,dengan nilai investasi 600 juta dolar AS. Oleh karenaada unsur penanaman modal asing (PMA), makaKuasa Pertambangan (KP) Eksplorasi Bupati KulonProgo tersebut ditingkatkan menjadi KK pertambangan.

Page 6: Teknologi Mineral Dan Batubara 2009

3Kajian Permasalahan Lingkungan dan Sosial Ekonomi Rencana Penambangan ... Bambang Yunianto

kemajuan, sehingga muncul perlawanan daribeberapa kelompok tani, seperti Paguyuban PetaniLahan Pantai (PPLP) Kulon Progo, Kelompok TaniNgudi Rejeki, Kelompok Tani Karangwuni, Wates.

Dalam proses selanjutnya, sejalan dengan semakingencarnya sosialisasi yang dilakukan oleh PT. JMM(Indo Mines Ltd. dan PT. KS), baik sosialisasi kemasyarakat langsung, atau melalui orang-orang kunci(formal dan nonformal) masyarakat pantai, maupunsosialisasi yang dilakukan melalui dinas dan dihadapan DPRD Kabupaten Kulon Progo, suara prodan kontra terhadap kehadiran proyek tersebut mulaiterpecah. Masyarakat dan kelompok tani DesaBanaran yang dulunya menolak kini menjadimendukung setelah mendapat kepastian mengenailahan garapannya dan manfaat yang akan didapatdari adanya proyek tersebut.

Maksud penulisan ini adalah menginventarisasipermasalahan mengenai rencana kegiatanpenambangan dan pengolahan pasir besi di pantaiselatan Kabupaten Kulon Progo, DIY untuk mencaripemecahannya yang terbaik, dan dapat memberimasukan kepada pihak-pihak yang terkait dalampenyelesaian permasalahan tersebut.

2. METODOLOGI

Metodologi yang dilakukan menggunakanpendekatan multidisiplin ilmu, yaitu digunakannyaberbagai parameter keilmuan dalam membahaspermasalahan utama yang dikaji. Secara umumpenelitian dilakukan dengan survei lapangan ke lokasirencana penambangan dan pengolahan pasir besi dipantai selatan Kabupaten Kulon Progo, DIY, yangdilakukan pada 28 April – 2 Mei 2008. Dalam surveilapangan, selain dilakukan pendataan pada sumberdata utama juga dilakukan pendataan pada pemilikkepentingan lainnya.

Metode penelitian yang diterapkan menggabungkanpenelitian kuantitatif dan kualitatif. Teknik penelitianyang digunakan adalah observasi, inventarisasi data,dokumentasi, dan wawancara langsung ke sumberdata. Jenis data yang dikumpulkan dan digunakandalam kajian berupa data primer dan data sekunder.Data primer berupa informasi yang langsung berasaldari responden, sedangkan data sekunder berupa datadan informasi dari PT. JMM dan dinas terkait, baikdi tingkat kabupaten, provinsi maupun pusat. Teknik

pengolahan dan analisis data menggunakan teknikdeskriptif, kompilasi dan eksplanatori.

3. RENCANA PENAMBANGAN DANPENGOLAHAN PASIR BESI

3.1. Lokasi dan Wilayah Konsesi PT. JMM

Lokasi rencana kegiatan pertambangan pasir besi PT.JMM terletak di pesisir selatan Kabupaten KulonProgo, meliputi 4 kecamatan, yaitu Galur, Temon,Wates dan Panjatan (Gambar 1). Luas konsesi KuasaPertambangan (KP) PT. JMM sesuai KeputusanDepperindagkoptamb No. KP008/KPTS/KP/EKPL/X/2005 yang diperbaharui dengan No. 11/KPTS/KP/EKPL/X/2006 adalah ± 4.000 ha, meliputi 4kecamatan dengan desa-desa: Jangkaran, Sindutan,Palihan, Glagah, Karangwuni, Garongan, Pleret,Bugel, Karangsewu dan Banaran (Gambar 2).Selanjutnya, KP PT. JMM tersebut ditingkatkanmenjadi Kontrak Karya (KK) dengan menggandengIndo Mines PTY Ltd. dengan luas ± 3000 ha,meliputi desa-desa: Karangwuni, Garongan, Pleret,Bugel, Karangsewu, dan Banaran seperti ditunjukkanoleh Gambar 3 (PT. JMM, 2006).

3.2. Kegiatan Eksplorasi

PT. JMM telah menyelesaikan aktivitas eksplorasipasir besi di Kulon Progo pada akhir 2006. Eksplorasidilakukan pada area sekitar 2 x 22 km, denganmelakukan pemboran eksplorasi pada 929 titikdengan kedalaman rata-rata 16 meter. Tidak dijumpairesistensi dari warga didaerah eksplorasi karena semuakewajiban yang berupa ganti rugi dan lain-lainnyadiselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Hasillaporan eksplorasi pasir besi Kulon Progo telahmendapatkan sertifikasi internasional dari JORC(Joint Ore Reserve Committee) suatu badanakreditasi cadangan mineral internasional. Dari hasileksplorasi diperoleh kesimpulan bahwa totalcadangan pasir besi Kulon Progo adalah sekitar 605juta ton dengan kandungan Fe sekitar 10.8% danproporsi tertinggi cadangan pasir besi pada kedalaman6-8 meter dari permukaan dengan total cadangansekitar 273 juta ton dengan kandungan Fe sekitar14,2%. (PT. JMM, 2006a).

Kegiatan eksplorasi dilakukan dengan metode AircoreDrilling sebanyak 929 titik lubang bor. Hasilpemboran telah dianalisis di Laboratorium Konsultan

Page 7: Teknologi Mineral Dan Batubara 2009

Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Volume 05, Nomor 13, Januari 2009 : 1 – 164

 

Gambar 1. Lokasi rencana penambangan pasir besi PT. JMM di pantai selatanKabupaten Kulon Progo

Page 8: Teknologi Mineral Dan Batubara 2009

5Kajian Permasalahan Lingkungan dan Sosial Ekonomi Rencana Penambangan ... Bambang Yunianto

 

Gambar 2. Peta lokasi wilayah KP PT. JMM

Gambar 3. Peta lokasi wilayah KK PT. JMM - Indo Mines Ltd.

Page 9: Teknologi Mineral Dan Batubara 2009

Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Volume 05, Nomor 13, Januari 2009 : 1 – 166

Geologi Mackay & Schnellman Pty Ltd menggunakanJOCR Standard. Secara garis besar hasil eksplorasisebagai berikut:

a) Di sepanjang 22 km dan lebar 1,8 km wilayahpantai selatan Kabupaten Kulon Progo terdapatcadangan mineral pasir besi 240 juta ton,dengan kadar 14% Fe.

b) Hasil tes awal dengan menggunakan teknologiAutokumpu, menunjukkan bahwa pasir besi diKulon Progo dapat ditingkatkan perolehannya(recovery) dari 14% Fe menjadi 50% Fe hanyadengan menggunakan satu proses/tingkatkonsentrasi gaya berat (gravity concentration).Apabila dilakukan dengan beberapa tingkat(multiple stage), yaitu gravity concentration danmagnetic separation kadar perolehan Fe akandapat ditingkatkan sampai 58 - 60%. Tekniktersebut telah dilakukan selama 30 tahun untukoperasi pengayaan pasir besi di New Zealand,dengan produksi 700.000 ton pig iron per tahun.

c) Cadangan pasir besi di Kabupaten Kulon Progo(untuk kedalaman sampai dengan 6 meter) setaradengan 33,6 juta ton Fe, hal ini melebihi darikebutuhan minimum Indo Mines Limited, yaitu

minimal 4,5 juta ton Fe, cukup untuk memasokproduksi minimal 300.000 ton pig iron per tahunselama 15 tahun.

d) Dengan jumlah cadangan yang ada di zonaekonomis wilayah KK, produksi per tahun,permukaan rata-rata air tanah di wilayah KK danjuga berdasarkan faktor wind blow, maka lamapenambangan akan berkisar kurang lebih 25tahun. Produksi akan dilakukan sebesar 500.000ton/ tahun, atau 41.000 ton/ bulan (PT. JMM,2006b).

3.3. Rencana Penambangan, Pengolahan PasirBesi dan Pengelolaan Lingkungan

Areal penambangan berada pada jarak sekitar 200meter dari garis pantai ke arah darat, dan akan dibuatkan’barrier’ atau tanggul dan ditanami pohon cemaraudang, sebagai pencegah abrasi. Berdasarkan penelitianSuhardi (PT. JMM, 2006b), Kepala LaboratoriumFisiologi Pohon dan Bioteknologi Kehutanan UGM,tanaman ini sangat efektif untuk pencegahan abrasi,erosi dan peredam tsunami dan telah terbukti padapercobaan di sepanjang pantai Samas dan Pandansimo(Skema rencana penambangan dapat dilihat padaGambar 4 dan 5).

Gambar 4. Skema rencana penambangan pasir besi PT. JMM di Kabupaten Kulon Progo

Tree

PENAMBANGANPRE-CONCENTRATION PLANT

PRA KONSENTRAT BIJI BESI

LAUT

Tree

PANTAI

200M(AREA PENAMBANGAN)

PENANAMANCEMARA UDANG(PENCEGAH ABRASIPEREDAM TSUNAMI)

Page 10: Teknologi Mineral Dan Batubara 2009

7Kajian Permasalahan Lingkungan dan Sosial Ekonomi Rencana Penambangan ... Bambang Yunianto

Sistem penambangan menggunakan metodepengupasan (strip mine) secara kering. Hal iniberbeda dengan yang dilakukan PT Antam Tbk. padatambang pasir besi Cilacap dan Kutoarjo yangmenggunakan monitor air dengan menerapkanmetode tambang semprot. Pengolahan danpeleburannya akan menerapkan teknologiOutokumpu seperti yang dilakukan di New ZealandSteel dan menjadi yang pertama di Indonesia.Penambangan dilakukan per blok, dengan umurtambang per blok 8-12 bulan. Oleh karena itu,penambangan dapat berpindah ke blok selanjutnyaapabila blok sebelumnya telah selesai ditambangdan direklamasi. Kedalaman penggalian kurang lebih6 m dengan total penurunan lahan maksimal 80 cm(PT. JMM, 2007).

Untuk mendapatkan produk pig iron sekitar 1 jutaton per tahun, maka setiap tahun perlu dilakukanpenambangan pada areal sejauh 200-400 m dari bibirpantai pada batas pasang tertinggi dengan kedalamansekitar 6 m.

Pasir besi yang digali akan diangkut dan dimasukkan

dalam proses pencucian dan penyaringan, denganmenggunakan air laut atau air tawar sebagai bahanpencuci. Melalui proses penyaringan dan pemisahangaya berat (gravity concentration) akan diperoleh20% pre-konsentrat mineral besi, sedangkan sisanyasebanyak 80% berupa pasir halus akan dikembalikanlagi ke lokasi galian tambang sebagai bagian dari prosesreklamasi. Pre-konsentrat mineral besi (20%) akandiangkut dan kemudian diproses di pabrik konsentrat,dengan alat pemisah magnetik, menghasilkan min-eral besi/logam yang terpisahkan dari pasir halus,sehingga beratnya menjadi hanya 10% dari totalgalian pasir besi dan sisanya akan dikembalikan lagike lokasi galian tambang sebagai bahan reklamasi.

Pada tahun kedua setelah penambangan, daerahbekas area penambangan akan dapat ditanamikembali dengan produk agrikultur yang lebih bernilaiekonomis. Berdasarkan wawancara langsung denganTejoyuwono Notohadiprawiro Dosen Ilmu TanahUGM, menyatakan bahwa area lahan pasir besi bukanlahan yang bernilai pertanian. Dengan dihilangkankandungan logamnya, dan ditambah dengan tanahdan dipupuk, maka daerah reklamasi akan menjadi

Gambar 5. Skema cara penambangan

Page 11: Teknologi Mineral Dan Batubara 2009

Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Volume 05, Nomor 13, Januari 2009 : 1 – 168

lebih subur dan bernilai pertanian.

Rencana pembangunan pabrik pengolahan pasir besiterpola dalam kerangka industri baja terpadu, yaituindustri baja yang dimulai dari proses penambangan

pasir besi sampai dengan proses pembuatan pig ironsebagai bahan baku utama baja, sebagaimanaditunjukkan oleh bagan alir pada Gambar 6 dan 7.

Industri baja terpadu ini menganut kriteria berikut:

Gambar 6. Bagan alir rencana industri baja terpadu di Kabupaten Kulon Progo

PENAMBANGANPASIR BESI

PASIR BESI

PENCUCIAN DANPENYARINGAN

KONSENTRATPASIR BESI

PASIR

REKLAMASI

CONCENTRATOR(DENGAN MAGNIT)

PASIR HALUS

KONSENTRAT PASIR BESI

BATUBARA

BATUKAPUR

PABRIK BESIWANTAH

(PIG IRON) PIG IRON(BAHAN BAKU BAJA)

VANADIUM SLAG(BAHAN BAKU BAJATAHAN KARAT)

SLAG (DAPAT DIPAKAIBAHAN PERKERASANKONSTRUKSI JALAN)

CATATAN : DALAM JANGKA PANJANGAKAN DIKEMBANGKAN INDUSTRI BILLET BAJA

Gambar 7. Pasir besi dikirim ke pabrik peleburan untuk diolah

Page 12: Teknologi Mineral Dan Batubara 2009

9Kajian Permasalahan Lingkungan dan Sosial Ekonomi Rencana Penambangan ... Bambang Yunianto

a) Untuk pabrik pengolahan diharapkan tidak jauhdari lokasi penambangan.

b) Bahan pendukung untuk konstruksi pabrik danproses pengolahan semua tersedia di wilayahKulon Progo seperti mangan, andesit,batugamping, tanah liat.

c) Ini salah satu alasan pabrik pengolahan ada diKulon Progo, supaya bersatu dengan kegiatanpenambangan sebagai sumber bahan bakunyayang juga terdapat di Kabupaten Kulon Progo.

d) Metode pengolahan mengacu pada apa yangdilakukan di New Zealand dengan menggunakan3 macam alternatif pengolahan (PT. JMM,2007).

Dalam pengelolaan lingkungan diterapkan teknikreklamasi/pengembalian fungsi lahan sepertiditunjukkan pada Gambar 8, dengan tahapan sebagaiberikut:a) Material bukan pasir besi setelah dipisahkan

langsung dikembalikan.b) Reklamasi diwajibkan untuk setiap blok dengan

teknik pengembalian perlajur sehingga prosesreklamasi beriringan dengan prosespenambangan/pengolahan.

c) Lahan hasil reklamasi akan dibuat lebih suburdengan penambahan pupuk organik dan bahan

lain yang diperlukan sehingga diharapkanproduksi pertanian meningkat.

d) Setelah selesai direklamasi, lahan akandifungsikan kembali sebagai lahan pertanianatau sesuai peruntukannya.

Pembangunan berbagai sarana pendukung akandirencanakan sebagai berikut:a) Sarana transportasi akan menggunakan dan

mengembangkan sarana jalan yang sudah adadan membuat sarana jalan yang baru sesuaidengan kebutuhan industri.

b) Jalur transportasi kereta api dibutuhkan untukmenghubungkan industri pengolahan denganpelabuhan terdekat di Pulau Jawa, untuk keluarmasuk hasil produksi dan bahan pendukungindustri.

c) Pasokan listrik dapat bersumber dari PLN atauakan dibuat pembangkit tenaga listrik sendiri.

d) Kebutuhan air untuk industri maupun konsumsiakan memanfaatkan sumber air laut ataupunair sungai.

e) Untuk konstruksi pabrik, kantor, jalan danpemukiman karyawan akan memanfaatkansumber daya lokal yang ada di Kabupaten KulonProgo (PT. JMM, 2007).

Gambar 8. Tahapan reklamasi dan bentuk penampang lahan setelah reklamasi

Page 13: Teknologi Mineral Dan Batubara 2009

Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Volume 05, Nomor 13, Januari 2009 : 1 – 1610

4. PERMASALAHAN DAN ANALISISPENYELESAIANNYA

4.1. Permasalahan

Berdasarkan inventarisasi di lapangan terdapatbeberapa permasalahan, yaitu:a) Permasalahan mulai terjadi, meskipun status tanah

sebagian besar merupakan tanah Pakualam, karenawilayah tersebut sudah sejak lama dibudidayakanoleh masyarakat pantai sebagai lahan pertanian,maka sebagian besar masyarakat menolak untukdijadikan lahan pertambangan (contoh pertanianrakyat lihat Gambar 9 dan contoh infrastrukturdi pantai selatan lihat Gambar 10).

teknis dan ilmiah. Dja’far Shiddieq ahli tanahUGM menyatakan bahwa pemerintah kolonialBelanda pun tidak melakukan penambanganpasir besi di wilayah itu karena dampaknya yangdianggap berbahaya terhadap keseimbanganekologis di wilayah itu. Di dunia ini hanya adatiga gumuk pasir yang bergerak, satu di antaranyadi kawasan pesisir selatan Yogyakarta. Kombinasipenanaman cemara udang dan gumuk-gumukpasir bentukan alam itu merupakan penahantsunami alamiah yang paling efektif. MenurutSudaryatno dari Fakultas Geografi UGM, lapisanpasir di bawah permukaan tanah sangat bergunauntuk meredam gempa. Jika pasir diambil, fungsiitu hilang. Ia juga mengingatkan terjadinya

Gambar 9 dan 10. Pengembangan buah naga oleh petani dan infrastruktur di pantai selatan Kabupaten Kulon Progo

Selain merusak lingkungan, penambangan pasirbesi dianggap akan mengancam kelangsunganpertanian lahan pasir. Masyarakat daerah inimengolah lahan tersebut menjadi lahan pertaniansejak sebelum tahun 2000, yang mendapatbantuan dan dukungan proyek pengembanganpertanian kawasan pantai. Setelah berbagaiproyek pertanian masuk, secara signifikan lahanpertanian tersebut mampu ditingkatkanproduktivitasnya, dan masyarakat kawasanpantai ini banyak mengalami kemajuan, sehinggamuncul perlawanan dari beberapa kelompoktani, seperti Paguyuban Petani Lahan Pantai(PPLP) Kulon Progo, Kelompok Tani NgudiRejeki, Kelompok Tani Karangwuni-Wates.

b) Berbagai pihak yang memiliki kepentinganterkait dengan kegiatan di kawasan pantaitersebut menyampaikan pendapat, dari aspek

eksploitasi lebih jauh dan lebih dalam darisemula yang direncanakan. Risiko kerusakanalam yang menyertainya akan lebih hebat (PT.JMM, 2007). Wilayah eksploitasi lahan diwilayah itu terbagi atas tiga kepemilikan, yaknitanah milik bersertifikat, tanah desa dan tanahmilik dinasti Pakualam (Pakualam Ground).Tanggal 7 Januari 2003, KGPAA PakualamanIX mengeluarkan surat kepada Kepala BadanPengendalian Dampak Lingkungan Daerah(Bapedalda) Provinsi DIY, bernomor X/PA/2003. Isinya antara lain bahwa lahan itu dapatdikembangkan untuk kegiatan pertanian lahanpasir, tidak diizinkan mengubah sifat fisik danhayati, seperti untuk penambangan pasir, danada sanksi terhadap pelanggar.

c) Dalam proses selanjutnya, sejalan dengansemakin gencarnya sosialisasi yang dilakukan

Page 14: Teknologi Mineral Dan Batubara 2009

11Kajian Permasalahan Lingkungan dan Sosial Ekonomi Rencana Penambangan ... Bambang Yunianto

oleh PT. JMM (Indo Mines Ltd. dan PT. KS),baik sosialisasi ke masyarakat langsung, ataumelalui orang-orang kunci (formal dannonformal) masyarakat pantai, maupunsosialisasi yang dilakukan melalui dinas dan dihadapan DPRD Kabupaten Kulon Progo, makasuara pro dan kontra terhadap kehadiran proyektersebut mulai terpecah. Masyarakat dankelompok tani Desa Banaran yang dulunyamenolak, kini menjadi mendukung setelahmendapat kepastian mengenai lahan garapannyadan manfaat yang akan didapat dari adanyaproyek tersebut.

4.2. Analisis Penyelesaian Permasalahan

Dalam pembahasan berikut akan dianalisis beberapapermasalahan di atas berdasarkan akar masalah yangdijadikan polemik.

1) Proses Perizinan Rencana Penambangan danPengolahan Pasir Besi

Rencana penambangan dan pengolahan pasir besiPT. JMM dan Indo Mines Ltd. telah memenuhiprosedur perizinan di Sektor ESDM, tahapan tersebutadalah:a) Tanggal 6 Oktober 2005 PT. JMM mengajukan

eksplorasi pasir besi.b) KP Eksplorasi No. 008/KPTS/KP/EKKPL/X/2005

luas 4.076,7 Ha (Wates, Temon, Panjatan, Galur).c) 30 Juni 2005 Indo Mines, Ltd (Australia)

bergabung karena mempunyai teknologiAutokumpu pengolahan pasirbesi menjadi pigiron.

d) Tanggal 25 Maret 2006 PT. JMM melakukaneksplorasi dengan 929 titik bor, dan telahmelaporkan hasil eksplorasi sebanyak 14 vol-ume.

e) Dalam tahun 2008 akan melakukan StudiKelayakan, AMDAL, dan melanjutkan pilotproyek penambangan pasir besi sebagai modelpenambangan nantinya.

Dalam kajian lingkungan yang dijadikan pedomanadalah:a) Perusahaan wajib melakukan studi lingkungan

melalui penyusunan dokumen AMDAL.b) Penyusunan dilakukan oleh konsultan

lingkungan yang mempunyai kompetensi dankredibilitas yang diakui secara nasional daninternasional, dan hasilnya diuji oleh komisiAMDAL provinsi dan atau pusat.

c) Perusahaan wajib mengikuti KebijakanPemerintah tentang Tata Ruang Wilayah dan

Pengembangan Sektor lain.

Pengawasan dan pembinaan dalam tahapanpenambangan dan pengolahan adalah:a) Dalam proses penambangan dan pengolahan

perusahaan wajib mengikuti kaidah-kaidahpenambangan dan pengolahan yang baik danbenar serta sesuai dengan ketentuan yangberlaku.

b) Perusahaan wajib memberikan laporanpenambangan dan pengolahan secara periodiksesuai ketentuan yang berlaku.

c) Aktivitas perusahaan di lapangan akan selalumendapat pengawasan dan pembinaan dari instansiyang berwenang dalam sektor pertambangan daninstansi terkait lainnya sesuai dengankewenangannya masing-masing, baik di daerahmaupun pusat.

Sedangkan pada tahap konstruksi, PT. JMM dan IndoMines akan menempuh beberapa hal:a) Tahapan konstruksi dilakukan apabila hasil studi

kelayakan menyatakan bahwa rencana kegiatanpengolahan dinyatakan layak secara teknis,ekonomis, lingkungan, sosial kemasyarakatan dansesuai dengan peraturan perundang - undanganyang berlaku.

b) Konstruksi meliputi pabrik, sarana jalan, pemukimankaryawan, pembangkit listrik, kebutuhan air dansarana pendukung lainnya yang menunjangkegiatan industri.

c) Pembangunan konstruksi diharapkan semaksimalmungkin memanfaatkan sumber daya lokal (ma-terial, kontraktor, tenaga kerja dan lain-lain).

Jadi secara prosedur perizinan seluruhnya telah sesuaidengan peraturan perundang-undangan yang berlakudi Indonesia, dan sudah sesuai dengan praktek-praktek pertambangan yang diakui secarainternasional. Namun, hal tersebut perlu terusmenerus disosialisasikan kepada seluruh pemangkukepentingan yang terkait dengan kegiatanpenambangan dan pengolahan pasir besi tersebut,terutama pemangku kepentingan di daerah danmasyarakat yang nantinya akan terkena dampaklangsung adanya kegiatan tersebut.

2) Keterkaitan Pengolahan Pasir Besi denganRencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) danSektor Lain

Kebijakan Penataan Tata Ruang bersifat dinamis dandievaluasi setiap 5 tahun. Kegiatan pengolahan pasirbesi dapat disinergikan dengan kegiatan lain dalamsatu kawasan yang dapat diatur melalui RTRW juga

Page 15: Teknologi Mineral Dan Batubara 2009

Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Volume 05, Nomor 13, Januari 2009 : 1 – 1612

dalam Rencana Detil Tata Ruang Kawasan pantaiselatan Kulon Progo, karena pengolahan pasir besibersifat sementara. Berdasarkan koordinasi denganBappeda Kabupaten Kulon Progo, kegiatan PT. JMMdan Indo Mines Ltd. tidak menyalahi tata ruangkawasan pantai pesisir selatan dan sudah sesuaiRTRW seperti ditunjukkan oleh Gambar 11 danGambar 12 (Bappeda Kabupaten Kulon Progo,2005).

Sementara itu, terkait dengan sektor lain, kesuburantanah setelah ditambang menurut TejoyuwonoNotohadiprawiro (UGM), area lahan pasir besiadalah bukan lahan yang bernilai pertanian. Namun,setelah dihilangkan kandungan logamnya, danditambah dengan tanah dan dipupuk, maka daerahreklamasi akan menjadi lahan yang lebih subur danbernilai pertanian (PT. JMM, 2007).

3) Manfaat Proyek bagi Masyarakat Lingkar Proyekdan yang Terkena Dampak

Penduduk yang terkena dampak penambangan akandiberi ganti rugi yang layak dan wajar, serta akandipekerjakan dalam proses penambangan,pembibitan dan penanaman cemara udang, prosesreklamasi, perbaikan mutu tanah dan pemupukan.Pada tahun kedua, setelah reklamasi pada areapenambangan tahun pertama, penduduk/petani dapatmemanfaatkan kembali tanah eks penambangan, dengantanaman yang lebih bernilai ekonomis. Berikutmanfaat dari aspek penyerapan tenaga kerja:a) Pada area pra-penambangan, lahan mungkin

hanya bisa memberi manfaat ekonomis pada10 petani, tengkulak cabai dan semangka.

b) Pada masa penambangan akan terserap tenagakerja minimum 100 tenaga kerja secara langsungdan sekitar 100 secara tidak langsung (sektorangkutan, pemasok, komunikasi dan lainnya).

c) Pada masa konstruksi pabrik peleburan pig iron,yang akan dimulai pada tahun 2008, setidak-tidaknya akan terserap secara langsung 500tenaga kerja.

d) Setelah pabrik peleburan besi wantah mulaiberoperasi, setidak-tidaknya akan dibutuhkansekitar 2000 tenaga kerja langsung untukmemproduksi 1 juta ton pig iron per tahun.

Untuk jangka panjang diharapkan akan berkembangindustri turunan dari industri peleburan pig iron yangamat luas yang akan memberi manfaat ekonomisbagi kemajuan masyarakat Kulon Progo dansekitarnya (BPS Kabupaten Kulon Progo, 2008).Berikut manfaat sosial kemasyarakat berdasar hasilkajian sementara:

a) Aspek pertanian: peningkatan kualitas lahanpasca tambang dan pengolahan, peningkatanproduksi hasil pertanian, peningkatan nilaitambah usaha sektor pertanian.

b) Aspek pendidikan: program beasiswa, programpengembangan sarana pendidikan, programpengembangan sumber daya manusia.

c) Aspek kesehatan: pembangunan sarana-prasarana kesehatan, peningkatan mutukesehatan masyarakat.

d) Aspek budaya: pelestarian dan pengembanganbudaya lokal.

e) Aspek sosial: pengembangan kelompok-kelompok sosial kemasyarakatan, pembinaangenerasi muda, pembinaan dan peningkatanperan perempuan.

f) Aspek keagamaan: pembangunan sarana-prasarana ibadah, pembinaan dan peningkatankualitas dalam melaksanakan ibadah.

g) Aspek ekonomi: pembinaan dan pengembanganUMKM, penguatan dan pembinaankelembagaan ekonomi pedesaan.

h) Aspek sarana umum: peningkatan infrastrukturdi lingkungan kawasan industri.

4) Keterkaitan Rencana Kegiatan dengan KebijakanBaja Nasional

Indonesia yang dikenal kaya sumber daya alam harusmengimpor 100 % bahan baku baja dan 60-70 %scrap baja untuk keperluan industri bajanya. Ini masihditambah teknologi pengolahan baja yang tidakefisien, karena menggunakan sumber energi gas yangsemakin meningkat harganya.

DIY memiliki potensi yang luar biasa sumber dayaalam bahan baku baja yang berupa pasir besi,khususnya di pantai selatan Kabupaten Kulon Progo.Jika potensi ini dapat dimanfaatkan dan dikeloladengan baik akan menghasilkan sekitar 1 juta tonpig iron, berarti paling tidak akan memenuhi sekitar50% bahan baku baja nasional yang sampai saat inimasih diimpor. Saat ini bahan baku baja yang berupa“biji besi terolah” 100% masih impor dari AmerikaSelatan, ongkos angkutnya sekitar $60 per ton. Bilamampu memproduksi sendiri bahan baku baja, dariongkos angkut akan bisa menghemat sekitar$50,000,000 per tahun. Contoh lain, IndustriPengecoran Logam Klaten, tetangga DIY, hanya 25 kmdari Jogya. Industri ini masih membeli bahan bakuyang berupa pig iron impor dengan harga sekitar Rp4000-5000/kg berarti sekitar $400-550/ton. Di negaraasal harganya hanya sekitar $300-350/ton. Olehkarena itu, industri ini sulit berkompetisi di pasaranekspor. Kalau PT. JMM bisa memproduksi pig iron,

Page 16: Teknologi Mineral Dan Batubara 2009

13Kajian Permasalahan Lingkungan dan Sosial Ekonomi Rencana Penambangan ... Bambang Yunianto

U

Gam

bar 1

1.Re

ncan

a ta

ta ru

ang

kaw

asan

pan

tai s

elat

an ta

hun

2005

-201

5

Page 17: Teknologi Mineral Dan Batubara 2009

Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Volume 05, Nomor 13, Januari 2009 : 1 – 1614

U

Gam

bar 1

2.Pe

ta re

ncan

a pe

man

faat

an la

han

kaw

asan

pan

tai s

elat

an K

abup

aten

Kul

on P

rogo

Page 18: Teknologi Mineral Dan Batubara 2009

15Kajian Permasalahan Lingkungan dan Sosial Ekonomi Rencana Penambangan ... Bambang Yunianto

maka akan sangat membantu, karena harga bahanbaku pasti akan lebih murah 20-30% dari bahan bakuimpor (PT. JMM, 2007). DIY khususnya KabupatenKulon Progo memiliki potensi yang amat besar untukdidirikannya suatu industri baja terpadu, mulai daripenambangan bahan baku sampai industripengolahan bahan baku baja.

Berdasarkan kajian ekonomi sementara, rencanapembangunan pabrik pengolahan pasir besi diKabupaten Kulon Progo adalah:a) Potensi bahan baku (pasir besi) tersebar di

beberapa wilayah Indonesia tetapi sampai saatini Indonesia belum memiliki teknologi untukmengolah pasir besi menjadi pig iron.

b) Industri pig iron di Kulon Progo direncanakanjuga akan memanfaatkan bahan baku dari daerahlain di Indonesia.

c) Industri pig iron direncanakan akan dikembangkanmenjadi industri baja di Kulon Progo.

d) Prospek investasi untuk pengembangan industridi atas diperkiraan mencapai US$ 600 juta (Rp.5,4 triliun).

Beberapa keuntungan yang akan diperolehpemerintah dan masyarakat antara lain:a) Terbukanya lapangan pekerjaan yang sangat luas

baik di industri utama maupun industri pendu-kungnya sehingga mengurangi pengangguran diKulon Progo

b) Peningkatan pendapatan pemerintah/Daerahyang sangat besar dari pajak, royalti, land rent,retribusi, dan pendapatan lain yang sesuai denganperaturan yang berlaku, sehingga akanmempercepat proses pembangunan yangberujung pada peningkatan kesejahteraanmasyarakat di Kabupaten Kulon Progo.

c) Dengan adanya program pengembanganmasyarakat (Community Development) akanmembantu mengembangkan masyarakatterutama dalam bidang ekonomi, pertanian,pendidikan, sosial, kesehatan, budaya,keagamaan dan lainnya.

d) Industri ini akan menjadi satu-satunya industriyang memproduksi pig iron di Asia Tenggaradan akan dikembangkan sampai menjadi industribaja di Kulon Progo.

e) Perusahaan yang telah menyatakan akanmembeli pig iron adalah PT. Krakatau Steel(sesuai Head of Agreement 22 Januari 2007).

f) Lokasi pabrik dan area eksploitasi akandisesuaikan dengan Rencana PengembanganWilayah Pemkab Kulon Progo dan Pemprov DIYtermasuk kepemilikan lahan masyarakat danPuropakualaman (sesuai surat PT. JMM kpd

KGPA Paku Alam IX No. 055/JMM/IX/2006 tgl22 September 2006.

5. PENUTUP

Berdasarkan telaahan dari beberapa sudut pandangterhadap permasalahan penolakan sebagianmasyarakat petani (isu lingkungan dan sosial ekonomi)terkait rencana penambangan dan pengolahan pasirbesi oleh PT. JMM di pantai selatan KabupatenKulon Progo tersebut, sebetulnya bersumber darikurangnya sosialisasi dan koordinasi di antarapemangku kepentingan, terutama antara sektorpertanian dengan sektor pertambangan. Beberapa halyang dijadikan dasar adalah:a) Secara prosedur perizinan di bidang pertam-

bangan, seluruh tahap telah dan akan dipenuhioleh PT. JMM dan Indo Mines Ltd.

b) Secara tata ruang pemanfataan lahan, kegiatantersebut sudah sesuai dengan RTRW KabupatenKulon Progo.

c) Secara sosial ekonomi masyarakat dan pemda,kegiatan tersebut akan membuka peluang kerja,meningkatkan pendapatan masyarakat, danPAD, serta pengaruh ekonomi dari sektor-sektorlain yang terkait.

d) Secara kepentingan nasional dapat memasokkebutuhan pig iron PT. KS yang masihmengimpor bahan baku, dan mendukungkebijakan baja nasional sejalan dengan rencanapembangunan pabrik baja di KalimantanSelatan.

Untuk itu, dalam penyelesaian setiap permasalahanharus dilakukan kegiatan sosialisasi secara strukturaldan komprehensif terhadap seluruh pemangku kepentinganyang terkait dengan rencana kegiatan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2005. Peraturan Bupati Kabupaten KulonProgo No. 40 Tahun 2005 tentang Rencana TataRuang Kawasan Pantai Selatan Tahun 2005-2015, Wates.

Bappeda Kabupaten Kulon Progo, 2005. RencanaDetail Tata Ruang Kawasan Pantai SelatanKabupaten Kabupaten Kulon Progo Tahun 2005– 2015, Wates.

BPS Kabupaten Kulon Progo, 2008. Kabupaten KulonProgo dalam Angka 2006/2007, Wates.

Page 19: Teknologi Mineral Dan Batubara 2009

Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Volume 05, Nomor 13, Januari 2009 : 1 – 1616

BPS Kabupaten Kulon Progo, 2008. Produk DomestikRegional Bruto Kabupaten Kulon Progo 2002-2007, Wates.

PT. Jogja Magasa Mining, 2006a. Aplikasi KontrakKarya untuk Pengembangan Pasir Besi diKabupaten Kulon Progo, Yogyakarta.

PT. Jogja Magasa Mining, 2006b. Ringkasan hasileksplorasi pasir besi pada wilayah KK PT. JMMdan PT. Indo Mines Ltd.

PT. Jogja Magasa Mining, 2007. Bahan sosialisasirencana penambangan pasir besi di KabupatenKulon Progo kepada masyarakat.

Page 20: Teknologi Mineral Dan Batubara 2009

17Rancangan Proses Pembuatan Briket Batubara Non Karbonisasi Skala Kecil ... Suganal

RANCANGAN PROSES PEMBUATAN BRIKET BATUBARANONKARBONISASI SKALA KECIL DARI BATUBARAKADAR ABU TINGGI

SUGANAL

Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara (tekMIRA)Jl. Jenderal Sudirman No. 623, Bandungemail : [email protected]

Naskah masuk : 11 November 2008, revisi pertama : 06 Desember 2008, revisi kedua : 12 Desember 2008,revisi terakhir : Januari 2008

ABSTRAK

Blue print Pengelolaan Energi Nasional 2006 mengarahkan bahwa penggunaan batubara perlu ditingkatan dari15,34% menjadi 33% dalam energi bauran pada tahun 2025. Salah satu sasaran pemanfaatan batubara adalahindustri kecil dan rumah tangga. Akan tetapi, sistem pembakaran batubara pada rumah tangga dan industrikecil umumnya menggunakan sistem grate atau kisi, sehingga memerlukan butiran batubara berbutir besar (±4 cm). Oleh karena itu perlu dilakukan pembriketan batubara. Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukanpenelitian pembuatan briket batubara dari batubara kadar abu tinggi termasuk pembuatan rancangan prosesserta biaya investasi agar dapat diterapkan pada masyarakat.

Hasil menunjukkan bahwa bahan pengikat proses pembriketan adalah molases, ukuran serbuk batubara – 3mm dan tekanan pembriketan 200 kg/cm2. Untuk pembuatan briket batubara skala kecil dengan kapasitas 2,5ton/jam diperlukan peralatan utama yang terdiri atas jaw crusher, hammer mill, double roll mixer, dan mesinbriket sistem double roll. Kebutuhan dana investasi sebesar Rp 1,58 miliar dengan jumlah karyawan 13 orang.

Kata kunci : briket batubara, kadar abu tinggi, rancangan proses,investasi

ABSTRACT

Blue Print of the 2006 National Energy Management appointed that the use of coal needs to be increased from15.34% to 33% in the 2025 energy mix. Among the target, the use of coal is for small scale industries andhouseholds. However, coal burning system in households and small scale industries are generally appliedgrate system, which needs large coal particles (±4 cm). For this reason, coal briquetting is considered neces-sary. Based on this purpose, research on briquetting by using coal with high ash content was carried outincluding the design of process, therefore it can be applied widely.

Result shows that the briquette binder was molasses, size of coal particles was - 3 mm, and pressure of 2.0 kg/cm2. A small scale coal briquetting with the capacity of 2.5 ton/hour requires main equipments such as jawcrusher, hammer mill, double roll mixer, and double roll briquetting machine. Investment cost was Rp 1.58million, with 13 employees.

Keywords : coal briquette, high ash content, design process, investment

Page 21: Teknologi Mineral Dan Batubara 2009

Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Volume 05, Nomor 13, Januari 2009 : 17 – 3018

1. PENDAHULUAN

Blue print Pengelolaan Energi Nasional 2006mengarahkan bahwa penggunaan batubara perluditingkatkan dari 15,34% pada tahun 2005 menjadi33% dalam bauran energi pada tahun 2025 (PusatInformasi Energi, 2006). Berdasarkan informasi dariDepartemen Energi dan Sumber Daya Mineral,penggunaan batubara sebagai sumber energi masihdapat bertahan sampai 146 tahun, sedangkan minyakbumi hanya dapat bertahan sampai 23 tahun(Yusgiantoro, 2006). Meskipun cadangan batubaracukup besar, umumnya sebagian dari batubaratersebut adalah batubara peringkat rendah dengankadar air tinggi dan mudah pecah terkena terpaanperubahan cuaca. Penggunaan batubara peringkatrendah akan tepat untuk kegiatan rumah tangga danindustri kecil padat energi yang tidak memerlukanpanas tinggi. Namun, penggunaan batubara padarumah tangga dan industri kecil umumnyamenggunakan sistem grate atau kisi, sehinggamemerlukan butiran batubara berbutir besar (± 4 cm).Oleh karena itu perlu pembriketan batubara (Suganal,2004).

Meskipun briket batubara telah disosialisasikan sejaklama, kuantitas penggunaannya masih sangat kecil,yaitu hanya ± 27.000 ton per tahun. Hal ini antaralain karena sulitnya penyalaan awal mengingat briketbatubara merupakan bahan bakar padat.

Upaya perbaikan cara penyalaan dan memperkecilbiaya produksi dilakukan dengan menggunakan angloatau kompor briket batubara yang dilengkapi denganblower, agar pasokan udara pembakar cukup lancar,terus menerus dan memperkecil radiasi panas daribagian bawah anglo (Suganal, dkk, 2006 ).

Pemanfaatan batubara dalam bentuk briket batubarasaat ini adalah sangat tepat, terutama untukkebutuhan industri kecil dan rumah tangga mengingatminyak tanah semakin langka. Harga briket batubarabila disetarakan dengan harga minyak tanah jauhlebih rendah sehingga cocok digunakan untuk rumahtangga dan industri kecil (Suganal, dkk, 2008).Sementara itu, sebagian batubara Indonesia berkadarabu tinggi dan relatif kurang diminati oleh industribesar maupun sebagai komoditas ekspor.

Atas dasar beberapa pertimbangan tersebut di atas,maka dilakukan penelitian pembriketan batubarasebagai upaya untuk memanfaatkan batubara dengankadar abu tinggi tersebut, untuk pengganti minyaktanah pada industri kecil maupun rumah tangga.

Tujuan penelitian ini adalah merancangan prosespembuatan briket batubara nonkarbonisasi skala kecilmenggunakan batubara dengan kadar abu tinggimelalui teknologi pembuatan briket batubarasederhana, untuk memacu peningkatan produksi danpenggunaan secara nasional.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pembuatan Briket Batubara Nonkarbonisasi

Briket adalah perubahan bentuk material yang padaawalnya berupa serbuk atau bubuk seukuran pasirmenjadi material yang lebih besar dan mudah dalampenanganan atau penggunaannya (http://www.komarindustries.com). Perubahan ukuran ma-terial tersebut dilakukan melalui prosespenggumpalan dengan penekanan dan penambahanatau tanpa penambahan bahan pengikat. Dalam halbriket batubara, bahan baku batubara yang beranekaragam ukuran butirnya, diseragamkan melaluipemecahan, penggerusan dan pengayakan kemudiandicetak dengan mesin briket. Ukuran butir briketbatubara sekitar 4 - 12 cm tergantung kebutuhanpenggunaan (Schinzel, 1961 ).

Secara garis besar pembuatan briket batubaranonkarbonisasi meliputi:- penggerusan batubara,- pencampuran dengan bahan pengikat,- pencetakan, dan- pengeringan.

Bagan alir secara umum terlihat pada Gambar 1.

Batubara dari stockpile digerus menggunakan alatjaw crusher dan hammer mill. Produk dari jaw crusherberukuran – 2 cm, kemudian dilanjutkan penggerusandengan hammer mill sampai berukuran – 3 mm.Perpindahan bahan pada proses penggerusandilakukan menggunakan conveyor belt atau pneu-matic conveyor.

Serbuk batubara dengan ukuran – 3 mm (- 8 mesh)ditambahkan bahan pengikat berupa tepung tapiokaatau serbuk tanah liat – 60 mesh atau molases.Jumlah bahan pengikat yang optimal adalah(Suganal, 2004) :- jika menggunakan tepung tapioka maksimum

sekitar 3% berat,- jika menggunakan serbuk tanah liat sekitar 10%,- jika menggunakan molases sekitar 8%.

Page 22: Teknologi Mineral Dan Batubara 2009

19Rancangan Proses Pembuatan Briket Batubara Non Karbonisasi Skala Kecil ... Suganal

Pencampuran bahan pengikat dilaksanakan dalamsuatu mixer. Umumnya digunakan roll mixer. Untukpencampuran bahan pengikat berupa tepung tapioka,terlebih dahulu tepung tapioka ini dibuat gel. Carayang sederhana adalah mencampur tapioka denganair dengan kompsisi 1:8, kemudian dipanaskansampai membentuk gel. Cara lain adalahmencampurkan batubara dengan tapioka dalamkondisi kering kemudian disemprotkan uap basahdari boiler. Campuran batubara dengan bahanpengikat disebut adonan yang siap untuk dicetakdalam mesin briket.

Untuk bahan pengikat berupa serbuk tanah liat,pencampuran dapat langsung dilaksanakan dalammixer dengan cara menambahkan tepung tanah liatsebanyak 10% dari berat batubara. Pencampuranberlangsung pada kondisi kering kemudianditambahkan air sampai terbentuk adonan yanglembab.

Pencetakan briket dilakukan dengan mesin briket.Untuk briket bentuk bantal umumnya dicetak denganmesin briket double roll (http:/www.det.csiro.au/energy center). Tekanan pembriketan adalah 200 kg/cm2. Untuk briket batubara bentuk sarang tawondicetak dengan mesin briket tipe silinder. Briketbatubara nonkarbonisasi tanpa bahan pengikat padaumumnya menggunakan mesin briket double rolltetapi bertekanan tinggi (>200 kg/cm2) (Clark, 2005;http:/www.det.csiro.au/energy center)

Pembuatan briket biobatubara juga merupakanpembuatan briket batubara nonkarbonisasi, namun

terdapat sedikit perbedaan karena adanyapenambahan biomassa dan acapkali ditambahkanpula serbuk kapur padam. Serbuk kapur padamberfungsi sebagai material pengikat senyawa sulfuragar lebih bersifat ramah lingkungan. Padapembuatan briket biobatubara, bahan baku batubaradan biomassa terlebih dahulu mengalami prosespengeringan, sehingga produk briket tak perludikeringkan kembali. (Maruyama, T, 2002 ; http:/www.nedo.go.jp/sekitan). Pencetakan briketbiobatubara dilaksanakan dengan mesin double rollbertekanan tinggi, yaitu 3 ton/cm².

2.2. Rancangan Proses Pembuatan BriketBatubara Nonkarbonisasi

Dalam rangka realisasi suatu produksi diperlukanrancangan proses yang antara lain meliputipembuatan neraca massa dan neraca energi,penentuan jenis peralatan atau perangkat produksi,perhitungan dimensi dan kapasitas peralatan danperkiraan harga peralatan.

Pada pembuatan briket batubara terdapat beberapatahap proses yang relatif sederhana, yaitupenggerusan batubara, pencampuran bahan pengikat,pembriketan dan pengeringan. Penggerusan batubaradapat menggunakan jaw crusher dan dilanjutkandengan hammer mill (Perry, 2008). Pencampuranbahan pengikat dipilih double roll mixer atau panmuller (Perry, 2008). Alat pencampur tersebut berupadua buah roda berputar ber keliling dalam suatubejana dan dilengkapi dengan scrapper (penggaru)untuk mengaduk material obyek pencampuran. Tahap

Biomassa

Gambar 1. Bagan alir pembuatan briket batubara nonkarbonisasi (Maruyama, 2002; Suganal, 2004).

Page 23: Teknologi Mineral Dan Batubara 2009

Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Volume 05, Nomor 13, Januari 2009 : 17 – 3020

pembriketan batubara cukup dilakukan dengan mesinbriket sistem double roll atau double roll press ma-chine (Perry, 2008). Pengeringan briket batubaraumumnya dilakukan dengan cara penjemuran diudara terbuka, kecuali untuk kapasitas besar sekitarlebih dari 10 ton per jam. Pengering yang umumdigunakan adalah band dryer.

3. METODOLOGI

Kegiatan rancangan proses pembuatan briket batubaradari batubara kadar abu tinggi meliputi beberapakegiatan, yaitu :· Analisis contoh bahan baku (batubara) dan

produk (briket batubara);· Pembuatan briket batubara nonkarbonisasi; dan· Penyusunan rancangan proses pembuatan briket

batubara nonkarbonisasi.

3.1. Analisis Contoh Bahan Baku dan Produk

Batubara kadar abu tinggi sebagai bahan baku yangberasal dari Kalimantan Selatan dan batubara hasilpembriketan sebagai produk dianalisis terhadapproksimat (kadar air, kadar abu, kadar zat terbang,karbon padat), nilai kalor dan sulfur total. Selain ituuntuk briket batubara juga dilakukan pengujian drop

Bahan imbuh(kapur padam)

Batubara

± 5% air

Crusher

serbuk gergaji 

Dryer 120oC

±  20 % air  

Cutter

Mixer

Ø< 3mm,Kadar air 5%

 

Mesin Briket

Ø< 3mm,   kadar  air 10%

Ø< 3mm,Kadar air 5%

  Briket biobatubara  

± 10  % air

Adonan briket

Keranjang Berkisi

Briket basah

Molases

Gambar 2. Bagan alir pembuatan briket biobatubara

shatter test. Metode analisis menggunakan ASTM;untuk VM D-3175 – 1989; moisture D-3173-1979;nilai kalor D-5865-04 sedangkan untuk kadar abuD-3174-04. Kegiatan analisis berlangsung diLaboratorium Batubara Pusat Penelitian danPengembangan Teknologi Mineral dan Batubara,Bandung.

3.2. Pembuatan Briket Batubara Nonkarbonisasi

Penelitian pembuatan briket batubara nonkarbonisasidibuat dalam dua jenis, yaitu briket biobatubara danbriket batubara. Briket biobatubara dibuat denganmencetak adonan yang berupa campuran daribatubara, serbuk kayu sebagai biomassa, serbuk kapurpadam sebagai desulfurization agent dan molasessebagai bahan pengikat, sedangkan briket batubaradibuat hanya dari campuran batubara dan bahanpengikat tepung tapioka atau molases.

3.2.1. Pembuatan briket biobatubara

Prosedur pembuatan briket biobatubara dapat dilihatpada Gambar 2.

Bahan baku terdiri atas :- Batubara, digerus dengan jaw crusher dan ham-

mer mill sampai menghasilkan batubara dengan

Page 24: Teknologi Mineral Dan Batubara 2009

21Rancangan Proses Pembuatan Briket Batubara Non Karbonisasi Skala Kecil ... Suganal

Kadar air ± 5% Ø~ 1‐2 cm

Crusher

Gel tapioka

Batubara

Mill

Kadar air ± 5% Ø> 5 cm

Kadar air ± 5% Ø~ ‐3 mm (‐8mesh)

Batubara

Mixer

Adonan briket

Mesin Briket

Briket basah

Keranjang Berkisi

Briket Batubara

Gambar 3. Bagan alir pembuatan briket batubara

ukuran butir – 3mm.- Serbuk kayu, sebagai biomassa dikeringkan dan

digerus dengan mesin cutter sampai berukuran- 3 mm dan kadar air 10%.

- Serbuk kapur padam, berukuran – 3mm dankadar air 5%.

- Molases dengan kadar air 32%.

Prosedur pembuatan briket biobatubara :Semua bahan baku berupa batubara, serbuk kayu,serbuk kapur padam dan molases dimasukkan ke unitmixer untuk dilakukan pengadukan agar mendapatkancampuran bahan yang merata dan disebut adonan.Komposisi adonan adalah batubara = 90%, serbukkayu = 5%, kapur padam = 5%, molases = 5%dari jumlah berat campuran batubara, serbuk kayu

dan kapur padam. Komposisi tersebut merupakankomposisi ideal berdasarkan hasil penelitianpembuatan briket biobatubara di Pilot Plant BriketBiobatubara, Palimanan (Suganal, 2003; Suganal2004). Adonan yang diperoleh dicetak dengan mesinbriket double roll tipe kenari pada tekananpembriketan 3 ton/cm2. Briket biobatubara yangterbentuk dimasukkan dalam keranjang berkisi dandikeringkan di udara terbuka. Produk briketbiobatubara dianalisis dan dicocokkan denganstandar baku mutu.

3.2.2. Pembuatan briket batubara

Pembuatan briket batubara dilakukan sesuai denganbagan alir seperti terlihat pada Gambar 3.

Page 25: Teknologi Mineral Dan Batubara 2009

Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Volume 05, Nomor 13, Januari 2009 : 17 – 3022

Tabel 1. Hasil analisis batubara

No Parameter Nilai1 Total kelembaban % 5,342 Air lembab, %, adb 2,553 Kadar abu, % adb 38,394 Kadar zat terbang, % adb 28,725 Kadar karbon padat, % adb 30,346 Kadar sulfur total, % adb 0,577 Nilai kalor, kkal/kg adb 4.555

Bahan baku terdiri atas :· batubara, digerus dengan jaw crusher dan ham-

mer mill sampai berukuran - 3 mm,· tepung tapioka, dibuat menjadi gel dengan cara

mencampur 5 kg tapioka dengan 100 liter airpanas dan diaduk sampai homogen.

Prosedur pembuatan briket batubara :Batubara serbuk dicampur dengan gel tepung tapiokadalam roll mixer dengan komposisi 90% batubaraserbuk dan 10 % gel tepung tapioka membentukadonan briket batubara. Komposisi adonan tersebutmerupakan komposisi ideal berdasarkan rekamancatatan pada kegiatan ujicoba produksi briketbatubara nonkarbonisasi di Pilot Plant BriketBiobatubara Palimanan (Suganal, 2003). Adonanyang diperoleh dicetak dengan mesin briket doubleroll tipe kenari pada tekanan pembriketan 3 ton/cm2.Briket batubara yang terbentuk dimasukkan dalamkeranjang berkisi dan dikeringkan di udara terbuka.Produk briket batubara dianalisis dan dicocokkandengan standar baku mutu yang tercantum padaPeraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya MineralNomor 047 Tahun 2006 tertanggal 11 September2006 tentang Pedoman Pembuatan dan PemanfaatanBriket Batubara dan Bahan Bakar Padat BerbasisBatubara.

3.3. Penyusunan Rancangan Proses PembuatanBriket Batubara Nonkarbonisasi

Berdasarkan data komposisi adonan briket batubaradari hasil percobaan pembuatan briket batubaranonkarbonisasi tersebut dan data parameter proseslainnya pada penelitian briket batubara terdahulu(Suganal 2003; Suganal, 2004) segera dibuat neracamassa untuk menghitung kebutuhan peralatan danspesifikasinya yang dilanjutkan dengan penyusunantata letak peralatan dan perkiraan harga peralatan.Perkiraan harga dari tiap peralatan didapat daribengkel pembuat peralatan. Sebagai pelengkapdisusun kebutuhan bangunan dan perkiraan biayanyaberdasarkan data yang didapat dari perusahaan yangbergerak di sektor bangunan sipil pabrik. Kebutuhantenaga operator juga disajikan dalam tulisan ini.

4. HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Analisis Bahan Baku Batubara

Hasil analisis batubara dapat dilihat pada Tabel 1.Berdasarkan hasil analisis dalam tabel tersebut, dapatdisimpulkan bahwa kadar sulfur total cukup rendah,lebih rendah daripada standar baku mutu bahan baku

briket batubara yang menghendaki kadar sulfur total1,0%. Namun kadar abu relatif sangat tinggi dannilai kalor relatif rendah sehingga bahan pengikatyang akan ditambahkan harus serendah mungkin,misalnya tapioka atau molases. Meskipun nilai kalorbatubara relatif rendah,

diperkirakan masih memenuhi batas minimal nilaibriket batubara nonkarbonisasi, yaitu 4.400 kkal/kg.Hal yang menguntungkan pada batubara KalimantanSelatan tersebut di atas adalah kadar sulfur totalcukup rendah, yaitu 0,56 %. Berdasarkan standarbaku mutu bahan baku briket batubara adalahmaksimum 1,0 % (Peraturan Menteri Energi danSumber Daya Mineral Nomor 047 tahun 2006,tertanggal 11 September 2006, tentang PedomanPembuatan dan Pemanfaatan Briket Batubara danBahan Bakar Padat Berbasis Batubara).

4.2. Kualitas Briket Batubara Nonkarbonisasi

4.2.1. Kualitas briket biobatubara

Berdasarkan hasil analisis batubara sebagai bahanbaku pembuatan briket biobatubara diketahui bahwakadar air total batubara sangat kecil, yaitu 5,34%dan kadar air lembab hanya 2,55%, maka pembriketanbatubara dapat langsung dilaksanakan tanpa harusdikeringkan dengan mesin pengering atau dryer.

Pengamatan selama proses pencetakan briket,diketahui bahwa rendemen atau perolehanpembriketan hanya mencapai 80%. Hal ini berartisejumlah 20% adonan terdapat tidak tercetak denganbaik atau 20% briket yang tidak sempurnapencetakannya. Dengan demikian, briket yang tidaksempurna harus dilakukan pembriketan ulang.

Hasil analisis fisik briket biobatubara sebagaiberikut:

Kuat tekan rata-rata : 48,2 kg/cm2

Berat /butir : 17,08 gram

Page 26: Teknologi Mineral Dan Batubara 2009

23Rancangan Proses Pembuatan Briket Batubara Non Karbonisasi Skala Kecil ... Suganal

Tabel 3. Hasil analisis briket biobatubara

No Parameter Nilai1 Air lembab, %, adb 3,712 Kadar abu, % adb 36,713 Kadar zat terbang, % adb 31,654 Kadar karbon padat, % adb 27,935 Kadar sulfur total, % adb 0,666 Nilai kalor, kkal/kg, adb 4.289

Jenis analisis fisik lainnya adalah drop shatter test yanghasilnya dibandingkan dengan distribusi ukuran briketbiobatubara sebelum dilaksanakan drop shatter test.Hasil drop shatter test dapat dilihat pada Tabel 2.

Rendahnya nilai kalor briket biobatubara disebabkanoleh penambahan biomassa dan penambahan kapur.berupa serbuk gergaji yang digunakan mempunyainilai kalor sekitar 3.500 kkal/kg dan kadar abuumumnya kurang dari 5% (Perry, 2008), sehinggapenambahan tersebut akan mengurangi nilai kalorhasil briket biobatubara. Penambahan serbuk kapurjuga menimbulkan penurunan nilai kalor danmenambah kadar abu karena kapur bersifat inert dantidak mempunyai nilai kalor (bahan anorganik tanpaunsur karbon). Pada penelitian pembuatan briketbiobatubara sebelumnya (Maruyama, 2002),diperlukan penambahan serbuk kapur sebagai mate-rial pengikat gas SO2 dalam gas buang pembakaranbriket tersebut. Demikian pula penambahanbiomassa bertujuan mempercepat terjadi penyalaanawal karena biomassa mempunyai kadar zat terbanglebih besar dibanding batubara (Suganal, 2004).

Hasil percobaan tersebut di atas menunjukkan bahwapembuatan briket biobatubara dari batubara kadarabu tinggi dengan bahan pengikat molasesmenghasilkan sifat fisik yang baik tetapi sifatkimianya sedikit di bawah persyaratan baku mutubriket batubara. Dengan demikian, untuk pembuatanbriket biobatubara dalam skala komersial tidak perlupenambahan kapur, agar briket batubara yangdihasilkan masih mempunyai nilai kalori di ataspersyaratan baku mutu.

4.2.2. Kualitas briket batubara

Pengamatan selama proses pencetakan briket,diketahui bahwa rendemen atau perolehanpembriketan mencapai 90%. Hal ini berarti sejumlah10% adonan tidak tercetak dengan baik atau 10%briket tidak sempurna pencetakannya. Briket yangtidak sempurna pada umumnya dilakukanpembriketan ulang. Jika dibandingkan denganpembuatan briket biobatubara tersebut di atas, makaperolehan pencetakan briket batubara lebihmendekati sempurna. Pada prinsipnya mencetakadonan briket tanpa campuran biomassa akan lebihmudah karena batubara tidak bersifat kenyal saatditekan pada pencetakan.

Hasil analisis fisik briket batubara adalah :Kuat tekan rata-rata : 37,8 kg/cm²Berat /butir : 11,67 gram

Perbandingan sifat fisik dari briket biobatubaraberbahan pengikat molases dengan briket batubaraberbahan pengikat tepung tapioka menunjukanbahwa pembriketan dengan bahan pengikat molas-ses mempunyai sifat fisik lebih tinggi.

Tabel 2. Distribusi ukuran briket biobatubara

No. Bukaan Fraksi berat Fraksi beratayakan, briket awal, briket setelah

mm % drop shattertest, %

1 -50 + 37,5 - -2 -37,5 + 25 9,33 11,973 -25 + 19,0 85,71 69,574 -19,0 + 12,5 0,86 4,265 -12,5 + 6,3 1,19 3,656 -6,3 + 3,35 0,60 1,627 - 3,35 2,31 8,93

Berdasarkan Tabel 2, terlihat bahwa fraksi kumulatifdistribusi ukuran butir briket biobatubara yangdominan (+ 19 mm) adalah sebesar 95,04%. Setelahdilakukan pengujian drop shatter test, fraksi butirandengan ukuran + 19 mm menjadi 81,54%. Dengandemikian perubahan ukuran butir yang terjadi relatifkecil, yaitu 13,5%. Analisis drop shatter test tersebutmemberikan indikasi bahwa dalam transportasimaupun penyimpanan yang rentan terhadap gesekanatau jatuh dari suatu ketinggian, perubahan ukuran(remuk) yang dialami relatif kecil. Spesifikasi briketbiobatubara dapat dilihat pada Tabel 3.

Dari Tabel 3, dapat dilihat bahwa kadar sulfur sangatrendah sehingga masih dalam ambang batas yangdiizinkan sesuai spesifikasi standar briket batubara.Namun nilai kalor juga rendah, bahkan kurang dari4.400 kkal/kg, yaitu batas terendah persyaratan bakumutu standar briket batubara nonkarbonisasi.

Page 27: Teknologi Mineral Dan Batubara 2009

Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Volume 05, Nomor 13, Januari 2009 : 17 – 3024

Tabel 4. Distribusi ukuran briket batubara

No Bukaan ayakan, Fraksi berat Fraksi beratmm briket awal, briket setelah

% drop shattertest,%

1 -37,5 + 25 - -2 -25 + 19,0 59,39 37,803 -19,0 + 12,5 27,27 32,524 -12,5 + 6,3 5,66 13,415 -6,3 + 3,35 1,74 3,666 -3,35 5,86 11,99

Tabel 5. Hasil analisis briket batubara

No Parameter Nilai1 Air lembab, %, adb 4,292 Kadar abu, % adb 35,273 Kadar zat terbang, % adb 30,814 Kadar karbon padat, % adb 29,635 Kadar sulfur total, % adb 0,686 Nilai kalor, kkal/kg, adb 4.412

Berdasarkan Tabel 4, terlihat bahwa fraksi kumulatifdistribusi ukuran butir briket batubara yang dominan(+19 mm) adalah sebesar 59,39%. Jika dibandingkandengan briket biobatubara berbahan pengikat molasespada Tabel 2, maka terlihat bahwa briket batubaradengan bahan pengikat kanji kurang kuat. Setelahdilakukan pengujian drop shatter test, fraksi butirandengan ukuran + 19 mm menjadi 37,80%. Hal inimenunjukkan bahwa sifat fisik briket batubaradengan bahan pengikat tepung tapioka mempunyaikecenderungan remuk lebih besar dibandingkandengan briket batubara berbahan pengikat molases.Spesifikasi briket batubara dapat dilihat pada Tabel 5.

briket batubara sebelumnya (Suganal, 2003; Suganal,2004), maka diperoleh hal hal penting sebagaiberikut:- penambahan biomassa dan serbuk kapur padam

akan menurunkan nilai kalor briket batubara danmenambah kadar abu briket batubara,

- penggunaan tepung kanji relatif tidakmemengaruhi nilai kalor, namun sifat fisikbriket batubara kurang kuat,

- penggunaan molases relatif tidak menurunkannilai kalor, sifat fisik briket batubara relatif baik,

- meskipun penambahan biomassa dapatmempercepat penyalaan awal briket batubara,namun sifat biomassa yang kenyal acapkalibriket yang dihasilkan menjadi kurang kuat,

- tidak diperlukan penambahan serbuk kapurpadam, karena kadar sulfur total bahan bakubatubara cukup rendah, yaitu 0,57 %.

Atas pertimbangan hasil penelitian pembuatan briketbatubara dari batubara kadar abu tinggi dan hasilpenelitian tentang briket batubara sebelumnya, makapada penerapan skala komersial dipilih bahanpengikat molases tanpa penambahan biomassamaupun serbuk kapur padam agar mutu briketbatubara terjamin sesuai baku mutu yang telahditetapkan, yaitu Peraturan Menteri Energi danSumber Daya Mineral Nomor 047 tahun 2006,tertanggal 11 September 2006, tentang PedomanPembuatan dan Pemanfaatan Briket Batubara danBahan Bakar Padat Berbasis Batubara.

5. KONSEP RANCANGAN PABRIK BRIKETBATUBARA NONKARBONISASI SKALAKECIL

Kapasitas pabrik briket batubara skala kecil adalah2,5 ton/jam briket batubara. Berdasarkan hasil analisisbatubara dan briket batubara serta data percobaanlainnya dibuat neraca massa dan energi secarasederhana seperti tercantum pada Gambar 4, danperhitungan peralatan untuk merealisasikan operasidari masing-masing tahap proses (Perry, 2008;Schinzel, 1961). Peralatan utama tersebut antara lainjaw crusher, hammer mill, double roll mixer danmesin briket. Spesifikasi dari peralatan terlihat padaTabel 6.

Peralatan proses pabrik briket batubara ditempatkanpada suatu bangunan berdasarkan prinsip ergonomisagar pelaksanaan produksi berlangsung lancar dantidak terjadi duplikasi gerak manusia maupun alat.Tata letak peralatan terlihat pada Gambar 5.Rangkaian peralatan disusun menjadi bagan alir

Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 5, terlihatbahwa mutu briket batubara dengan bahan pengikattepung tapioka mempunyai sifat kimia yang lebihbaik dibandingkan dengan briket biobatubaraberbahan pengikat molases. Dalam hal nilai kalor,briket batubara tersebut masih dalam nilai yangdiizinkan (> 4.400 kkal/kg adb).

Berdasarkan hasil analisis bahan baku berupabatubara kadar abu tinggi, analisis fisik melalui ujidrop shatter test dan uji kuat tekan serta analisiskimia melalui uji proksimat dan nilai kalor terhadapproduk briket biobatubara dan briket batubara yangtelah diuraikan di atas, dan hasil kegiatan penelitian

Page 28: Teknologi Mineral Dan Batubara 2009

25Rancangan Proses Pembuatan Briket Batubara Non Karbonisasi Skala Kecil ... Suganal

Basis : 1

Entalpi pada 25 ºC ~ 0 kkal

Ø = ukuran butiran batubara

jam operasi

Hammer Mill 

Keranjang Berkisi 

Uap air 37 kg

Double Roll Mixer 

Mesin Briket    

Jaw Crusher  

Batubara

Ø > 50 mm2.397 kgQ = 0 kkalTemp : 25 C o

Batubara

- Ø < 3 mm2.397 kgQ = 0 kkalTemp : 25 C o

Briket batubara basah 2.537 kg

Batubara

Ø : 32.397 kgQ = 0 kkalTemp : 25 C o

-25 mm

Molases

140 kgQ = 0 kkalTemp : 25 C o

Briket Batubara

2.500 kgQ = 0 kkalTemp : 25 C o

Adonan briket Molases : 140 kg

Batubara : 2.397 kg3.537 kg

Q = 0 kkalTemp : 25 C o

Q = 0 kkalTemp : 25 C o

Gambar 4. Neraca massa dan neraca energi

Tabel 6. Kebutuhan peralatan

No. Nama Alat Spesifikasi Fungsi Jumlah1 Mesin Briket Tipe: double roll Mencetak adonan 1 unit

Tipe Telur Sistem feeding : gravitasi/vertical feeding briket batubaraKapasitas : 2,5 ton/jam menjadi briketRoll, shaft & bearing : batubara- Diameter roll : 620 mm- Cetakan : sistem segmen, 12 segmen- Bahan cetakan : Baja cor FC 30 tahan tumbukan- Bentuk briket : telur/jengkol- Ukuran briket : 52x52x35 mm- Berat briket : ± 60 gram per butir- Main shaft : Baja poros high tensile strength- Main Bearing : self Aligning spherical roller bearingsBahan Konstruksi:- Rangka, besi profil, 15 cm x 10 cm x 12 cm- Hooper, transmision cover dan lain-lain: plat mild steel 5 mmDaya : motor listrik 10 HP, 220/380 VSistem Transmisi:Elektro Motor - V Belt & Pulley - Gear Box -Chain & Sprocket - Gear- V Belt : 2 baris type B- Chain & Sprocket : RS 100- Gearbox: Worm Gear- Gear: Spur Gear, module 11,5 mm

Page 29: Teknologi Mineral Dan Batubara 2009

Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Volume 05, Nomor 13, Januari 2009 : 17 – 3026

Tabel 6. Kebutuhan peralatan (lanjutan)

No. Nama Alat Spesifikasi Fungsi Jumlah2 Double Roll Tipe/Jenis : Pan Mixer Mencampur bahan 3 unit

Mixer dengan Blade pengaduk baku berupaDiameter shell = ±120 cm, tinggi ±120 cm batubara halus- Daya : motor listrik 7,5 HP, 220/380 Volt (- 3 mm) dan- Kapasitas : 200 Kg/batch, waktu 1 batch = molases. 15 s/d 20 menit- Sistem Transmisi : Vertical Gear Box, chain & sprocket, V belt- Putaran : 20 s/d 30 RPMBahan Konstruksi:- Shell, plat mild steel 5 mm- Alas shell, plat mild steel 12 mmBlade pengaduk, plat mild steel 6 mm- Kaki penyangga, pipa Ø 4"- Rangka alas kaki penyangga, besi profil 10 mmMain Shaft & Bearing :- Main shaft : Baja poros high tensile strength 2½ incMain Bearing : Tapered roller Bearings 2½ inc

3 Hammer Tipe : Modified Squirel Cage Mill Menggiling batubara 1 unitMill Daya: motor listrik 10 HP, 220/380 Volt (1400 rpm) ukuran sedang

Kapasitas: 1000 s/d 2000 Kg/jam (3mm – 25 mm)Besar butir output <3 mm menjadiFeeding System : Screw feeder variable speed batubara berukuranBahan Konstruksi: – 3 mm- Rumah Crusher, plat mild steel 10 mm dan 5 mm- Rotor penghancur, baja dengan pelapis tahan gesek (sistim las/ manganase steel- Saringan, plat baja 6 mm- Rangka, kaki penyangga, besi profil 6 cm x 8 cm x 10 cm- Cover system transmisi, plat mild steel 2 mm, 3 mm atau 4 mm- Hooper, plat mild steel 5 mmMain Shaft & Bearing :- Main shaft: Baja poros high tensile strength 2"- Main Bearing ; Self Aligning Spherical Roller Bearings 2"

4 Jaw Crusher Tipe: Togle Jaw Crusher Memecah batubara 1 unitGap & Opening : 175 x 200 mm ukuran > 50 mmDaya : motor listrik 3 HP, 220/380 V menjadi ukuranPutaran : ± 450 RPM sedangKapasitas : 1000 s/d 2000 Kg/jam 3 mm – 25 mmUkuran besar butir output: 3 s/d 25 mm.Bahan Konstruksi:- Rumah Crusher, plat mild steel 12 mm atau 14 mm- Jaw plate, plat baja dengan pelapis tahan gesek (sistim las)/ manganase 1 steel

Page 30: Teknologi Mineral Dan Batubara 2009

27Rancangan Proses Pembuatan Briket Batubara Non Karbonisasi Skala Kecil ... Suganal

Tabel 6. Kebutuhan peralatan (lanjutan)

No. Nama Alat Spesifikasi Fungsi Jumlah- Rangka, kaki penyangga, besi profil 15 cm- Cover system transmisi, plat mild steel 2 mm - 4 mm- Hooper, plat mild steel 5 mmMain Shaft & Bearing :- Main shaft: Baja poros high tensile strengthBearing : Self Aligning Spherical Roller Bearings2 “ – 3”

5 Conveyor Tipe : V flat belt Conveyor Memindahan 4 unitBelt: lebar = 40 cm, tebal = 7,5 mm material (batubaraPanjang : 4 s/d 10 m tergantung keperluan atau adonan briket)Kapasitas: 1250 Kg/jam dari satu lokasi keDaya : motor listrik 2 HP, 220/380 V lokasi lainnya sesuaiSystem transmisi: V belt, Gear box, Chain & sprocket posisi yangBahan Konstruksi: diinginkan- Rangka utama, besi kanal C 15- Kaki penyangga, besi profil L 7 cm- Cover system transmisi, plat mild steel 2 mm 3 mm- Drum, pipa 0 8"- Roll penyangga belt bagian bawah, pipa ø 3"Main Shaft & Bearing :- Main shaft: Baja poros high tensile strength 1½”- Bearing : Pillow Block Bearings 1½”- 35 – 40 cm lebar conveyor

6 Silo Kotak penampung batubara halus, kapasitas 12,5 m3 Menyimpan 2 unitUkuran kotak penampung = 3,6 x 2,4 x 1,2 m batubara halusTinggi Total : 3,55 m sebelum dicampur Bahan Konstruksi: dalam double roll- Body, plat 6 mm mixer- Kaki penyangga, besi profil kanal 10 cm

Tabel 7. Kebutuhan dana peralatanX Rp 1.000,-

No Nama alat Fungsi Jumlah Harga per unit Harga total1 Mesin Briket Mencetak adonan briket batubara 1 unit Rp 134.000,- Rp 134.000,-

Tipe Telur menjadi briket batubara2 Double Roll Mencampur bahan baku berupa 3 unit Rp 33.600,- Rp 100.800,-

Mixer batubara halus (- 3mm) denganmolases

3 Hammer Mill Menggiling batubara ukuran sedang 1 unit Rp 86.000,- Rp 86.000,-(3mm – 25 mm) menjadi batubara berukuran – 8 mesh

4 Jaw Crusher Memecah batubara ukuran > 50 mm 1 unit Rp 36.000,- Rp 36.000,-menjadi ukuran sedang 3 mm – 25 mm

5 Conveyor Memindahan material (batubara atau 4 unit Rp 22.000,- Rp 88.000,-adonan briket) dari satu lokasi ke lokasilainnya sesuai posisi yang diinginkan

Page 31: Teknologi Mineral Dan Batubara 2009

Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Volume 05, Nomor 13, Januari 2009 : 17 – 3028

Tabel 7. Kebutuhan dana peralatan (lanjutan)X Rp 1.000,-

No Nama alat Fungsi Jumlah Harga per unit Harga total6 Silo Menyimpan batubara halus sebelum 2 unit Rp 30.000,- Rp 60.000,-

dicampur dalam mixer

Catatan : harga tahun 2007 Jumlah Rp 504.800.000,-

Tabel 8. Kebutuhan dana bangunan

No. Nama Bangunan Fungsi luas Harga total1 Bangunan pabrik Tempat melaksanakan operasi 450 m2 Rp. 737.436.000,-

produksi briket batubara2 Gedung pengepakan Tempat pelaksanaan pengepakan 81 m2 Rp.80.000.000,-

produk briket batubara siap dikirim kekonsumen.

3 Stockpile Tempat penimbunan bahan baku batubara 150 m2 Rp.18.937.000,-4 Mes Karyawan Tem tinggal karyawan pabrik briket abtubara 90 m2 Rp.163.747.000,-5 Penyiapan lahan Menyediakan lahan siap bangun 5.000 m2 Rp. 70.000.000,-

Catatan : harga tahun 2007Jumlah = RP 1.070.120.000,-

Jumlah kebutuhan dana = Rp 504.800.000,- + RP 1.070.120.000,- = Rp 1.574.920.000,-

Gambar 5. Tata letak peralatan

Page 32: Teknologi Mineral Dan Batubara 2009

29Rancangan Proses Pembuatan Briket Batubara Non Karbonisasi Skala Kecil ... Suganal

Tabel 9. Kebutuhan tenaga kerja sebagai operator peralatan

No. Unit Alat Kualifikasi Fungsi/jabatan Jumlah1 Mesin Briket Tamatan STM Mesin Mengoperasikan mesin briket/operator 1 orang

Tipe Telur2 Double Roll Tamatan STM mesin Mengoperasikan unit double roll mixer/ 2 orang

Mixer operator3 Hammer Mill Tamatan STM Mesin Mengoperasikan unit hammer mill/operator 1 orang4 Jaw Crusher Tamatan STM Mesin Mengoperasikan unit jaw crusher /operator 1 orang5 Conveyor Tamatan STM Mesin Mengoperasikan conveyor 1 orang6 Silo Tamatan STM Mesin Mengatur laju pengeluarn dan penyimpanan 1 orang

serbuk batubara

Tabel 10. Kebutuhan tenaga kerja total

No. Unit Spesifikasi Fungsi/jabatan Jumlah1 Mesin pabrik Tamatan STM Mesin Mengoperasikan mesin pabrik /operator 7 orang2 Pengeringan Tamatan SLTP Mengatur proses pengeringan briket secara 2 orang

manual3 Pengepakan Tamatan SLTP Mengepak produk briket batubara siap 2 orang

dikirim ke konsumen4 Administrasi/kantor Tamatan SLTA Mengatur administrasi kegiatan pabrik 1 orang5 Manager D3 Teknik Industri Menjalankan operasional pabrik 1 orang

proses seperti terlihat pada Gambar 6. Perkiraan hargapada tahun 2007 dari tiap peralatan dan bangunantercantum pada Tabel 7 dan Tabel 8. Pada saat initelah cukup banyak bengkel permesinan yang berhasilmembuat peralatan pembuatan briket batubara skalakecil. Untuk wilayah Jawa, bengkel bengkel tersebutterdapat di Bekasi, Bandung, Tegal dan lain lain.

Untuk kepentingan operasi pabrik briket tersebutdiperlukan tenaga terampil untuk menjalankanmesin-mesin maupun perlistrikan lingkungan pabrik.Kebutuhan tenaga tercantum pada Tabel 9,sedangkan kebutuhan tenaga secara keseluruhantercantum pada Tabel 10.

6. KESIMPULAN

– Batubara Kalimantan Selatan dengan kadar abutinggi, yaitu 38,39 %, nilai kalor 4.555 kkal/kgdapat digunakan untuk pembuatan briketbatubara dengan bahan pengikat molases atautepung tapioka;

– Mutu briket batubara hasil percobaan masihmemenuhi persyaratan briket batubara dengannilai kalor 4.412 kkal/kg;

– Bahan baku briket batubara relatif kering, makapembuatan briket tidak perlu melalui tahap

Gambar 6. Bagan alir pembuatan briket batubara nonkarbonisasi skala kecil

Page 33: Teknologi Mineral Dan Batubara 2009

Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Volume 05, Nomor 13, Januari 2009 : 17 – 3030

pengeringan.

– Untuk menjaga penurunan nilai kalor, tidakdisarankan penambahan bahan pengikat berupaserbuk tanah liat dan material imbuh lain sepertiserbuk kapur padam dan lainnya, sedangkanbahan pengikat yang disarankan adalah molases.

– Untuk pembuatan briket skala kecil dengankapasitas 2,5 ton/jam, diperlukan dana investasisebesar Rp 1,58 miliar, jumlah karyawan 13orang.

– Peralatan dan mesin relatif sederhana dan dapatdirakit di dalam negeri

DAFTAR PUSTAKA

Clark, K., 2005, Evaluation of coal from PT Berau’scoal lati and Bunyu mine for binderless coalbriquetting, Binderless Coal Briquetting com-pany Pty Limited

Maruyama, T., 2002. Bio Coal Plant Project, http:/www.unire-jp.com/engbicoal.

Perry, R.H., 2008. Chemical Engineers’ Handbook,Seventh edition, Mc Graw Hill Book, India.

Pusat Informasi Energi, 2006. Blue print PengelolaanEnergi Nasional, Departemen Energi DanSumber Daya Mineral.

Schinzel, W., 1961. Briquetting, dalam MartinAE(editor), Chemistry of Coal Utilization, JohnWiley&Son, Texas, USA: 609-665.

Suganal, 2003. Pengembangan Produk Pilot PlantBriket Biobatubara Di Palimanan, Prosiding

Seminar nasional III, Jaringan Kerjasama KimiaIndonesia, Yogyakarta, Agustus 2003.

Suganal, 2004. Penggunaan Serbuk Gergaji Pada Pi-lot Plant Briket Biobatubara Palimanan,Prosiding Seminar Kimia Nasional XIV, JurusanFMIA UGM, Yogyakarta 6-7 September 2004.

Suganal, dkk., 2006. Modifikasi Kompor BriketBatubara sebagai Upaya PeningkatanPenggunaan Briket Batubara dan Batubara SkalaNasional Pada Industri Kecil Padat Energi danRumah Tangga, Prosiding Seminar KimiaNasional XV, Jaringan Kerjasama Kimia AnalitikIndonesia, Yogyakarta, 7 Desember 2006.

Suganal, dkk., 2008. Perangkat Pembakaran BatubaraPada Industri Kecil dan Rumah Tangga dalamRangka Optimalisasi Energi Nasional, ProsidingSeminar Nasional Rekayasa Kimia dan Proses2008, Jurusan Teknik Kimia, UniversitasDiponegoro Semarang.

Yusgiantoro, P, 2006. Peran Strategis GasifikasiBatubara Untuk Memperkuat Ketahanan EnergiNasional, Paparan Seminar Gasifikasi BatubaraPeringkat Rendah, Jakarta, Mei 2006.

………….,2005, Binderless Coal Briquetting com-pany, http:/www.coalbriquettes.com/bb activi-ties

…………., 2007. The Komar Briquetting System,http:/www.komarindustries.com

…………., 2007. Binderless Briquetting of Coal,http:/www.det.csiro.au/energy center

…………., 2007. Briquette Production Technology,http:/www.nedo.go.jp/sekitan

Page 34: Teknologi Mineral Dan Batubara 2009

31Blending Batubara untuk Pembangkit Listrik : Studi Kasus PLTU Suralaya Unit 1-4, Slamet Suprapto

BLENDING BATUBARA UNTUK PEMBANGKIT LISTRIKSTUDI KASUS PLTU SURALAYA UNIT 1- 4

SLAMET SUPRAPTO

Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara (tekMIRA)Jl. Jenderal Sudirman No. 623, Bandung

Naskah masuk : 26 Mei 2008, revisi pertama : 12 Desember 2008, revisi kedua : 19 Januari 2009,revisi terakhir : Januari 2009

SARI

PLTU Suralaya unit 1-4 yang mulai beroperasi pada akhir tahun 80-an didesain sesuai dengan kualitas batubaraAir Laya, Sumatera Selatan yang termasuk batubara subbituminus dengan parameter kualitas tertentu. Penggunaanbatubara lain yang spesifikasinya tidak sesuai dengan kualitas batubara Air Laya tersebut dapat mengganggukelancaran pengoperasian ketel uap pembangkit. Dalam rangka melihat kemungkinan penerapan sistem blend-ing batubara untuk pembangkit tersebut, telah diadakan kajian kemungkinan blending batubara Indonesia.Kajian dilakukan berdasarkan pengumpulan data spesifikasi batubara untuk PLTU Suralaya unit 1-4 dan datakualitas batubara Indonesia. Hasil kajian menunjukkan bahwa untuk mengatasi masalah pasokan batubarauntuk PLTU Suralaya unit 1-4, sistem blending dapat dilakukan antara batubara peringkat rendah (lignit) danbatubara peringkat tinggi (bituminus) sesuai dengan spesifikasi parameter kualitas batubara, terutama nilaikalor. Namun demikian, batubara peringkat tinggi umumnya mempunyai sifat ketergerusan rendah, sehinggaparameter ini perlu diperhatikan mengingat parameter ini cenderung bersifat nonaditif. Pengujian penggerusandan pembakaran dalam skala yang mendekati kondisi nyata di lapangan perlu dilakukan untuk mengevaluasibatubara hasil blending.

Kata Kunci: batubara, pembangkit listrik, blending, peringkat

ABSTRACT

The design of Suralaya Power Plant unit 1-4 that started to operate at the end of nineteen eighties was based onAir Laya coal, South Sumatera with certain quality parameters. The use of other coal that has different qualitywith the Air Laya coal can disturb the operation power plant boiler. In relation to the possibility of develop-ment of coal blending for the Suralaya Power Plant, study on the possibility of blending system for Indonesiancoal has been carried out. The study was based on the literature study of coal design parameter of the SuralayaPower Plant and Indonesia coal data. Results of the study showed that to overcome the problem of coal supplythe Suralaya Power Plant unit 1-4, coal blending system can be carried out between low rank coal (lignite) andhigh rank coal (bituminous) based on the coal quality parameter specification, especially calorific value.However, the high rank coal generally has low grindability index, and therefore this parameter needs to beconsidered since it tends to be nonadditive. Tests on coal mill and coal combustion at higher scale that closeto the real practical condition need to be carried out for evaluating the coal blend results.

Keywords: coal, power plant, blending, rank

Page 35: Teknologi Mineral Dan Batubara 2009

Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Volume 05, Nomor13, Januari 2009 : 31 – 3932

1. PENDAHULUAN

Mengingat potensinya yang paling besar di Indone-sia, batubara telah ditetapkan sebagai bahan bakaralternatif utama pengganti bahan bakar minyak. Padatahun 2025, sumbangan batubara dalam bauranenergi (energy mix) nasional diproyeksikan menjadiyang terbesar, yakni 33% dibanding sumber energilainnya (Suprapto, 2007). Dalam rangka mencapaisasaran tersebut, upaya peningkatan dan diversifikasipenggunaan batubara terus dilakukan, baik sebagaibahan bakar langsung maupun melalui konversimenjadi bahan bakar gas atau bahan bakar cair. Untukpemanfaatan batubara sebagai bakar pembangkitlistrik, saat ini sedang dibangun rencana 10.000 MWPLTU (pembangkit listrik tenaga uap) berbahan bakarbatubara (MinergyNews.Com, 2007).

Walaupun pembangkit-pembangkit baru mulaidibangun, bukan berarti pembangkit-pembangkitlistrik yang sudah lama akan ditinggalkan, karenaperannya dalam menunjang kelistrikan nasional tetapdibutuhkan. Untuk pembangkit listrik yang akandibangun tersebut direncanakan digunakan batubaralignit dengan nilai kalori ± 4.000 kal/g (as received).Sedangkan PLTU-PLTU yang sudah ada yangdibangun pada antara 1980-an sampai 1990-andidesain berdasarkan batubara yang mempunyai nilaikalor lebih dari 5.000 kal/g dan bahkan ada yanglebih dari 6000 kal/g. PLTU Suralaya, Bantencontohnya yang dibangun pada tahun akhir 1980-andidesain untuk batubara subbituminus dengan nilaikalornya rata-rata ± 5.200 kal/g atau PLTU Ombilinkapasitas didesain menggunakan batubara peringkatbituminus dengan nilai kalori lebih dari 6000 kal/g(KONEBA, 2002).

PLTU Suralaya yang mulai beroperasi pada akhirtahun 1980-an saat ini masih merupakan salah satuandalan bagi sistem kelistrikan Jawa dan Bali. PLTUSuralaya Unit 1-4 (4x400 MW) dirancang berdasarkankualitas batubara Air Laya, Sumatera Selatan yangtermasuk dalam peringkat subbituminus dengan nilaikalor lebih dari 5000 kal/g. Batubara dengan nilaikalor 5.000-an tersebut sudah mulai sulit diperolehdi pasaran. Batubara Indonesia yang masih belumbanyak dimanfaatkan adalah batubara lignit dengannilai kalor ± 4.000 kal/g.

Endapan batubara Indonesia sebagian besar terdiriatas batubara peringkat rendah, yakni lignit 58,7%,subbituminus 26,7%, sementara peringkat tinggiyakni bituminus 14,3% dan antrasit hanya 0,3%(Suprapto, 2007). Batubara yang diekspoitasi saat

ini umumnya batubara subbituminus dan bituminusyang sebagian besar sudah dialokasikan untukmemenuhi kontrak jangka panjang untuk ekspor ataukebutuhan dalam negeri. Sedangkan batubara lignitbaru mulai dieksploitasi terutama untuk memenuhikebutuhan dalam negeri.

Karakteristik pembakaran batubara dalam pembangkitlistrik sangat dipengaruhi oleh kualitas batubara,sehingga keterlambatan pasokan batubara Air Layake PLTU Suralaya dapat menganggu kelancaranoperasi pembangkit. Untuk mengatasi ketergantunganterhadap pasokan dari satu jenis batubara ataupemasok tersebut, PT Indonesia Power (anakperusahaan PT PLN Persero) akan membangun coalblending plant (Kompas, 2008) di PLTU Suralaya.Walaupun blending batubara sudah umum dilakukandalam pembangkit listrik, kajian yang mendalamperlu dilakukan mengingat bervariasinya parameterkualitas batubara. Apalagi spesifikasi atau persyaratankualitas batubara untuk PLTU tidak hanya ditentukanberdasarkan parameter nilai kalor.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Batubara Untuk Pembangkit Listrik

Batubara merupakan bahan bakar padat yangterbentuk secara alamiah akibat pembusukan sisatanaman purba dalam waktu jutaan tahun. Olehkarena itu, karakteristik dan kualitas batubara sangatbervariasi dan tidak homogen dibandingkan denganbahan bakar yang telah mengalami prosespengolahan dalam pabrik, seperti misalnya bahanbakar minyak. Selain tingkat pembatubaraan atauperingkat (rank), kualitas suatu endapan batubarajuga dipengaruhi oleh lingkungan pengendapannya.Batubara peringkat yang lebih tinggi seperti batubarabituminus dan antrasit mempunyai nilai kalor tinggidan kadar air rendah. Sebaliknya, batubara peringkatrendah seperti lignit dan batubara subbituminusmempunyai kadar air tinggi dan nilai kalor rendah.Di samping itu, lingkungan pengendapan dan carapenambangan dapat memengaruhi kadar abu sertakarakteristik abu (komposisi dan titik leleh abu).Tambahan lagi, batubara peringkat rendah umumnyamempunyai kecenderungan swabakar yang tinggi danmempunyai sifat fisik yang rendah (mudah hancur).Hal ini mengakibatkan kualitas endapan batubarabervariasi dari satu lokasi ke lokasi lainnya, ataubahkan dapat bervariasi dari lapisan satu ke lapisanlainnya pada daerah atau cekungan geologis yangsama.

Page 36: Teknologi Mineral Dan Batubara 2009

33Blending Batubara untuk Pembangkit Listrik : Studi Kasus PLTU Suralaya Unit 1-4, Slamet Suprapto

Karakteristik pembakaran batubara dalam sebuahpembangkit listrik terutama dipengaruhi oleh (Reid,1991):- kualitas atau karakteristik batubara;- batasan yang ditentukan oleh desain boiler,

posisi burner, konfigurasi fisik dan luasperpindahan panas dalam ketel uap (boiler);

- kondisi operasional.

Mengingat hal tersebut di atas, maka idealnya desainsuatu pembangkit listrik berbahan bakar batubara dibuatberdasarkan kualitas batubara yang akan digunakan.Atau sebaliknya, batubara yang dipasok untuk sebuahpembangkit listrik seharusnya sesuai dengan spesifikasiyang dipersyaratkan. Sering terjadi, keterlambatanpasokan batubara sesuai spesifikasi menyebabkandigunakannya batubara lain yang kualitasnya tidakmemenuhi spesifikasi. Hal ini dapat mengganggukelancaran pengoperasian pembangkit listrik.

Beberapa pengaruh yang dapat terjadi jikamenggunakan batubara di luar spesifikasi (off de-sign) pada pembangkit yang telah ada (existing) diantaranya adalah kinerja penggerus, pengendapanabu (slagging dan fouling) dan karakteristik danefisiensi pembakaran. Kinerja mesin penggerus (pul-verizer) biasanya berhubungan dengan nilai kalor dansifat ketergerusan (HGI, hardgrove grindability in-dex) (Savage, 1974). Apabila digunakan batubaradengan kalori lebih rendah dari spesifikasi, makadiperlukan jumlah batubara yang lebih banyak,sehingga penggerus kemungkinan perlu ditambah ataupenggerus cadangan perlu dioperasikan. OperasiPLTU tanpa penggerus cadangan ini sangat riskandan dapat mengganggu kelangsungan operasi PLTU.HGI menentukan cocok tidaknya batubara denganpenggerus yang ada. Batubara keras atau dengan HGIrendah tidak cocok digerus pada penggerus yangdirancang untuk batubara lunak (HGI tinggi).Pengendapan (deposisi) abu pada permukaan areaperpindahan panas pada sebuah ketel uap adalahsalah satu masalah yang paling serius yang dapatterjadi jika menggunakan batubara di luar spesifikasi.Kecenderungan pembentukan endapan abutergantung komposisi dan titik leleh abu batubaranya.Selain kinerja mesin penggerus dan pengendapanabu, penggunaan batubara di luar spesifikasi jugadapat mengganggu karakteristik dan efisiensipembakaran. Jika pembakaran tidak sempurna, makaefisiensi menurun dan kadar karbon dalam abumeningkat. Hal ini dapat mengganggu kinerja elec-trostatic precipitator yang berfungsi menangkap abuterbang (fly ash) dan selanjutnya juga mempersulitpemanfaatan abu.

2.2. Blending Batubara

Blending merupakan cara terbaik untuk memperbaikidan menyatukan sifat dan kualitas batubara daridaerah atau dengan jenis yang berbeda, sehinggamemungkinkan dapat memenuhi persyaratankonsumen. Biasanya blending dilakukan antarabatubara peringkat rendah dan peringkat tinggi, kadarabu tinggi dan abu rendah, kadar belerang tinggi danbelerang rendah. Dalam suatu pembangkit listrik,sistem blending dapat memberikan banyakkeuntungan di antaranya:- meningkatkan kelenturan (fleksibilitas) dan

memperluas kisaran batubara yang dapatdigunakan;

- diversifikasi pasokan batubara untuk keamananpasokan;

- membantu mengatasi masalah yang terjadiapabila digunakan batubara yang di luarspesifikasi.

Kualitas batubara campuran (hasil blending)umumnya dihitung berdasarkan rata-rata berat dataanalisis dan pengujian yang diperoleh dari masing-masing batubara individu (yang dicampur). Datakualitas tersebut kemudian digunakan untukmemprediksi karakteristik pembakaran dalam keteluap. Namun tidak semua parameter kualitas batubaracampuran dapat diprediksi menggunakan datakualitas hasil perhitungan rata-rata berat. Parameter-parameter air, kadar abu, zat terbang, karbon padat,karbon total, hidrogen, sulfur, nitrogen, oksigen,klorin, kadar maseral, dan nilai kalor cenderungbersifat aditif, sehingga dapat menggunakanperhitungan tersebut. Sedangkan nilai muai bebas,titik leleh abu dan HGI umumnya cenderung bersifatnonaditif. Menurut Hower (1988) HGI dapat bersifataditif hanya untuk blending antara batubara denganperingkat yang sama. Sedangkan Riley (1989)menyatakan bahwa HGI dapat bersifat aditif asalkanperbedaan nilai HGI masing-masing batubara yangdi-blending tidak lebih dari 10.

Paramater yang nonaditif tersebut menyebabkanevaluasi terhadap batubara blending untukpembangkit listrik menjadi kompleks. Kebanyakananalisis dan pengujian parameter nonaditif dilaboratorium tidak merefleksikan kondisipembakaran yang sebenarnya dalam pembangkitlistrik. Oleh karena itu, selain analisis dan pengujianlaboratorium, masih diperlukan pengujianpembakaran dengan kondisi yang mendekati kondisidi lapangan. Bahkan banyak peneliti dan operatorPLTU batubara kemudian mengembangkan model

Page 37: Teknologi Mineral Dan Batubara 2009

Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Volume 05, Nomor13, Januari 2009 : 31 – 3934

berdasarkan data parameter nonaditif laboratorium,pengujian pembakaran skala bangku (bench scale)dan kondisi nyata di lapangan.

Secara matematis, mem-blending dua jenis batubararelatif mudah, tetapi untuk tiga atau lebih jenisbatubara akan menjadi lebih kompleks, karenaterdapat lebih banyak parameter dan kemungkinankombinasi blending. Oleh karena itu, softwarekomputer yang sekarang banyak terdapat di pasarandapat digunakan. Software tersebut dikembangkanmenggunakan persamaan linier untuk parameterkualitas batubara yang bersifat aditif, terutama nilaikalor, kadar abu dan kadar belerang.

Rumus linier sederhana untuk blending batubara yangmenggunakan parameter aditif adalah sebagai berikut(Carpenter, 1995):

Xb = α1X1 + α2X2 + …. αnXn

Xb = parameter kualitas produk blending α1 = proporsi batubara ke 1 dalam blending α2 = proporsi batubara ke 2 dalam blending αn = proporsi batubara ke n dalam blending X1 = parameter kualitas batubara ke 1 X2 = parameter kualitas batubara ke 2 Xn = parameter kualitas batubara ke n

3. METODOLOGI

3.1. Pengumpulan spesifikasi batubara untukPLTU Suralaya

PLTU Suralaya yang terletak di Merak, Banten yangmempunyai kapasitas terpasang sebesar 3.400 MWterdiri dari 7 unit, yakni 4 x 400 MW (unit 1-4) dan3 x 600 MW (unit 5-7). Batubara Air Laya, SumateraSelatan yang digunakan untuk dasar pembuatandesain PLTU Suralaya unit 1-4. Pengumpulan datadilakukan melalui penulusuran makalah dan laporanyang berhubungan dengan PLTU Suralaya.

3.2. Pengumpulan Data Batubara Indonesia

Pertimbangan pertama dalam pengumpulan databatubara adalah didasarkan pada peringkatnya, yaknibatubara lignit (nilai kalor rendah, 4000-an kal/g ataukurang) dan batubara bituminus (nilai kalor tinggi,6.000-an kal/g). Untuk kelompok batubara lignitdigunakan dua contoh, yakni batubara dari daerahMusi Banyuasin dan Peranap (keduanya SumateraSelatan). Data kualitas batubara dikumpulkan

terutama melalui laporan dan internet. Di sampingitu, untuk melengkapi data batubara Peranapdilakukan analisis dan pengujian contoh batubaradi laboratorium. Untuk batubara bituminus, datanyadikumpulkan dari laporan dan internet. Data batubaratersebut didasarkan pada nilai kalor batubara >6.000kal/g.

3.3. Pengolahan Data

Data kualitas batubara yang dikumpulkan umumnyamasih bervariasi dasar analisisnya, seperti dasarcontoh asal (as received), dasar kering udara (air driedbasis) dan dasar kering (dry basis). Agar sesuai denganspesifikasi batubara untuk PLTU Suralaya, makasemaksimal mungkin data tersebut dikonversikan kedasar contoh asal.

Karakteristik abu yang terdiri dari indeks penerakandan indeks fouling yang menyatakan kecenderunganabu batubara membentuk endapan terak (slagging)dan fouling dihitung menggunakan data komposisiabu dan titik leleh abu batubara.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Spesifikasi Batubara Untuk PLTU

Spesifikasi batubara untuk PLTU Suralaya yangdidasarkan atas kualitas batubara Air Laya dapatdilihat pada Tabel 1. Spesifikasi tersebut (Kannan,1985) sesuai untuk batubara peringkat subbituminusdengan nilai kalor dan kadar air masing 5.242 kal/g(as received) dan 23,60%, dengan pembatasan nilaikalor minimum 4.225 kal/g dan kadar air maksimum28,30%. Yang dimaksud dengan batas minimumnilai kalor tersebut adalah batubara dengan nilai kalor4.225 kal/g masih dapat digunakan dan menghasilkankeluaran (daya) listrik sesuai kapasitas pembangkitasalkan seluruh fasilitas penanganan (handling) danpenggiling (mill) dijalankan. Batubara dengan nilaikalor lebih rendah dari batas minimum tersebut jugabisa digunakan, tetapi keluaran listrik akan turunwalaupun semua fasilitas penanganan dan penggilingbatubara dijalankan. Parameter kualitas bersifat aditiflainnya, yakni kadar abu dan kadar belerang masing-masing 7,80% (maksimum 12,80%) dan 0,40%(maksimum 0,90%). Sedangkan parameter kualitasyang bersifat non-aditif, yakni diantaranya HGI 61,8(minimum 48), titik leleh abu 1.279°C (minimum1010°C), indeks penerakan “medium” dan indeksfouling “tinggi”.

Page 38: Teknologi Mineral Dan Batubara 2009

35Blending Batubara untuk Pembangkit Listrik : Studi Kasus PLTU Suralaya Unit 1-4, Slamet Suprapto

4.2. Kualitas Batubara Indonesia

Data kualitas batubara Indonesia yang terdiri atasbatubara peringkat rendah, batubara peringkat tinggidapat dilihat pada Tabel 2 dan 3 (AsosiasiPertambangan Batubara Indonesia, 2008). Batubaraperingkat rendah mempunyai nilai kalor dicirikanterutama oleh tingginya kadar air dan rendahnya nilaikalor. Dari data dua contoh batubara peringkatrendah yang dikaji, batubara Peranap dan BaraMutiara Prima mempunyai kadar air total masing-masing 49% dan 30% dan dengan nilai kalor 3.234kal/g dan 4.400 kal/g (as received). Namun demikian,kedua batubara tersebut termasuk bersih denganmasing-masing kadar abu 1,19% dan 4,30% dankadar belerang 0,11% dan 0,30%. Kedua batubaratersebut mempunyai sifat ketergerusan menengah,yakni masing-masing 54 dan 60. Titik leleh abubatubara Peranap cukup rendah, yakni dengandeformasi awal 1.200°C dibanding abu batubaraBara Mutiara Prima yang deformasi awalnya sebesar

1.350°C. Oleh karena itu, indeks penerakan batubaraPeranap termasuk klasifikasi “tinggi” dan batubaraBara Mutiara Prima termasuk “rendah”. Sedangkanindeks fouling keduanya termasuk klasifikasi“rendah”.

Apabila kedua batubara peringkat rendah tersebutdigunakan untuk PLTU Suralaya unit 1-4, maka pa-rameter kualitas yang tidak memenuhi spesifikasiadalah nilai kalornya. Normalnya untukmengoperasikan 1 unit kapasitas 400 MWmenggunakan batubara Air Laya dibutuhkan ± 170ton batubara/jam. Apabila digunakan batubara BaraMutiara Prima, maka untuk menghasilkan listrik yangsama dibutuhkan ± 202 ton batubara/jam.Sedangkan jika menggunakan batubara Peranap, makadibutuhkan 275 ton batubara/jam. Mesin penggilingyang tersedia untuk untuk 1 unit 400 MW tersebuttersedia sebanyak 5 buah yang masing-masingberkapasitas 65 ton batubara/jam (KONEBA, 2002).Normalnya, apabila digunakan batubara Air Laya

Tabel 1. Spesifikasi batubara untuk PLTU Suralaya unit 1-4

Parameter (as received) Minimum Maksimum Rata-rataKadar air, % - 28,30 23,60Kadar abu, % - 12,80 7,80Nilai kalor, kal/g 4,225 - 5.242Sulfur, % - 0,90 0,40HGI 48 - 61,8Tititk leleh abu 1.010 - 1.279(Deformasi awal), °CIndeks penerakan - - mediumIndeks fouling - - tinggi

Catatan: as received = dasar contoh asal

Tabel 2. Data kualitas batubara Indonesia peringkat rendah

Parameter Peranap Bara Mutiara Prima(as received) (Sumsel) (Sumsel)

Kadar Air, % 49,00 30,00Kadar Abu, % 1,19 4,30Nilai Kalor, kal/g 3.234 4.400Sulfur, % 0,11 0,30HGI 54 60Deformasi awal abu, °C 1.200 1.350Indeks Penerakan tinggi* rendah*Indeks Fouling rendah* Rendah

Catatan: * dihitung dari kadar abu dan titik leleh abu ( Lampiran 1)

Page 39: Teknologi Mineral Dan Batubara 2009

Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Volume 05, Nomor13, Januari 2009 : 31 – 3936

hanya dioperasikan 3 buah mesin, sehingga 2 mesinlainnya untuk cadangan. Apabila digunakan batubaraBara Mutiara Prima dibutuhkan 4 mesin, sedangkan1 mesin untuk cadangan. Tetapi apabila digunakanbatubara Peranap, maka seluruh mesin harusdioperasikan, sehingga tidak ada cadangan.Pengoperasian seluruh mesin penggerus tersebutdapat menimbulkan risiko gangguan terhadap operasipembangkit listrik mengingat perlunya waktuperawatan setiap mesin. Oleh karena itu, untukmengatasi masalah tersebut diperlukan blendingplant guna meningkatkan nilai kalor batubaraperingkat rendah yang tersedia.

Data kualitas batubara peringkat tinggi yang dikajiadalah sebanyak 14 buah, berasal dari Sumatera danKalimantan. Selain dicirikan oleh tingginya nilai kalordan rendahnya kadar air, batubara-batubara tersebutumumnya mempunyai sifat ketergerusan rendah atausulit digerus dengan HGI kurang dari 50. BatubaraDanau Mas Hitam mempunyai HGI bervariasi antara40-60. Sedangkan batubara Kartika Selabumi yangmempunyai HGI tinggi atau mudah digerus, yaknisebesar 80. Tetapi batubara ini juga mempunyai nilaibebas yang tinggi yakni 9, tidak seperti umumnyabatubara Indonesia yang mempunyai nilai muai bebasrendah.

Kadar abu dan kadar belerang batubara peringkattinggi bervariasi, masing-masing antara 2,0% sampai19,48% dan 0,15% sampai 2,56%. Sedangkan dataindeks penerakan dan indeks fouling hanya tersediauntuk batubara Kartika Selabumi dan Lana Harita.Batubara Selabumi mempunyai indeks penerakan danindeks fouling klasifikasi “rendah”. Sedangkan untukbatubara Lana Harita klasifikasi “rendah” dan “me-dium”.

4.3. Blending Batubara

Blending yang dilakukan didasarkan padapencampuran kalori rendah dengan kalori tinggi atauantara batubara peringkat rendah dengan peringkattinggi. Berdasarkan data kualitas tersebut di atas,blending batubara Indonesia antara peringkat rendahdan peringkat tinggi dapat dimungkinkan untukmemenuhi persyaratan nilai kalor sebesar 5.242 kal/g (as received) dan parameter yang bersifat aditiflainnya, seperti misalnya kadar air, kadar abu dankadar belerang. Dengan menggunakan rumus(perhitungan rata-rata) linier, maka jumlah proporsimasing-masing batubara yang dicampur dapatditentukan untuk memenuhi parameter spesifikasiketel uap PLTU Suralaya 1-4.

Yang masih perlu dipertimbangkan adalah HGIbatubara peringkat tinggi, yang ternyata kebanyakankurang dari 50. Walaupun HGI batubara peringkatrendah umumnya tinggi, mengingat parameter inicenderung nonaditif maka HGI hasil blending belumtentu sesuai perhitungan. Apabila nilai HGI hasilblending ternyata lebih rendah dari nilai perhitunganmaka kapasitas atau keluaran penggerus turun ataukehalusan produk penggerusan dapat menurun.Menurunnya keluaran penggerus dapat menurunkankeluaran listrik. Sedangkan menurunnya kehalusanbatubara dapat menyebabkan menurunnya efisiensipembangkit dan meningkatnya kadar karbon takterbakar dalam abu batubara. Untuk mengkaji lebihmendalam, maka pengujian penggerusan danpembakaran skala yang lebih besar seperti skala mejaatau skala yang lebih mendekati kapasitas nyata dilapangan perlu dilakukan sebelum mengaplikasikannyapada kondisi sebenarnya.

Batubara Kartika Selabumi mempunyai nilai kalorcukup tinggi, yaitu 7.889 kal/g dan juga HGI yangtinggi yakni 80, tetapi nilai muai bebasnya sangattinggi mencapai 9. Normalnya, nilai muai bebasbatubara untuk pembangkit listrik maksimum 4(Rance, 1975). Tambahan lagi nilai muai bebasmerupakan parameter nonaditif, sehinggakarakteristik pembakaran batubara hasil blendingbatubara ini tidak dapat diprediksi dari masing-masing batubara yang akan di-blending.

Selain HGI, karakteristik abu yakni kecenderunganpenerakan dan fouling juga perlu dipertimbangkan.Mengingat data indeks penerakan dan indeks foul-ing kebanyakan tidak tersedia, maka parametertersebut perlu dilengkapi. Apalagi jika hasil uji dilaboratorium dan perhitungan menyatakankecenderungan kedua indeks tersebut termasukklasifikasi “tinggi”, maka uji pembakaran padakondisi yang mendekati ketel uap perlu dilakukan.Pengendapan terak abu terjadi di daerah ruang bakaratau radiasi, sedangkan endapan fouling terjadi padadaerah yang lebih dingin yakni pada pipa-pipa keteluap. Apabila terak abu yang menempel di dindingtungku (ruang bakar) sulit diambil maka perpindahanpanas ke dinding akan menurun dan selanjutnyaefisiensi pembakaran juga menurun (Elliot, 1981).

Endapan fouling yang terjadi pada pipa ketel uapmenyebabkan penyempitan pada deretan pipa yangselanjutnya mempercepat laju alir gas buang. Halini dapat menyebabkan naiknya suhu gas buang danjuga erosi terhadap pipa ketel uap.

Page 40: Teknologi Mineral Dan Batubara 2009

37Blending Batubara untuk Pembangkit Listrik : Studi Kasus PLTU Suralaya Unit 1-4, Slamet Suprapto

Tabe

l 3.

Data

kua

litas

con

toh

batu

bara

Indo

nesia

per

ingk

at ti

nggi

Para

met

erA

llied

Indo

Kal

tim P

rim

aKi

deco

Mul

ti H

arap

anPT

BAA

nuge

rah

Sari

And

ara

(as r

ecei

ved)

Coa

lC

oal

Uta

ma

Bar

a K

altim

Pers

ada

Para

mba

han

Prim

aM

anda

u, P

ayau

,Bu

sang

Lum

utA

nuge

rah

Mua

raM

elaw

anBu

ngo

Kad

ar A

ir, %

119,

518

(adb

)16

1214

-18

10,1

1 (a

db)

Kad

ar A

bu, %

93,

82,

04,

723,

70 -

9,26

2,81

- 4,

6919

,48

(adb

)N

ilai K

alor

, kal

/g7.

000

6.24

0-6.

294

5.60

0 - 6

.250

6.04

06.

021

- 6.9

476.

200

- 6.4

005.

949

Sulfu

r, %

10,

540,

150,

940,

22 -

1,44

0,28

- 0,

660,

83 (a

db)

HG

I45

- 50

4848

– 5

045

45 -

5546

- 49

48 D

efor

mas

i aw

al a

bu, °

C-

-1.

150-

1.20

0-

-1.

200

1.30

0In

deks

Sla

ggin

g-

--

--

--

Inde

ks F

oulin

g-

--

--

--

Para

met

erD

anau

Faja

rG

unun

g Ba

yan

Indo

min

coM

andi

ri In

tiKa

rtika

Sel

abum

iLa

na H

arita

(as r

ecei

ved)

Mas

Hita

mB

umi S

akti

Prat

ama

Man

diri

Perk

asa

Min

ing

Indo

nesi

aBa

yan

Bont

ang

Blo

k A

Blo

ck II

I

Kad

ar A

ir, %

148

(adb

)3

- 6 (a

db)

15,5

- 17

,00

19,5

8-

Kad

ar A

bu, %

13 -

19 (a

db)

7 (a

db)

6 - 1

5 (a

db)

4,5-

5,5

(adb

)4,

65 (a

db)

3,78

7,0

(adb

)N

ilai K

alor

, kal

/g5.

900

- 6.5

00 (a

db)

6.70

0 (a

db)

6.00

0 - 7

.500

6.10

0 - 6

.500

(adb

)6.

210

7.88

96.

977

Sulfu

r, %

1,0

(adb

)0,

8-2,

56 (a

db)

0,5-

0-0,

80 (a

db)

0,70

(adb

)0,

851,

16 (a

db)

HG

I40

- 60

42 -

4645

– 5

045

– 4

647

8043

Def

orm

asi

awal

abu

, °C

1.28

0-

1.25

0-

1.49

01.

220

>1.

200

Inde

ks P

ener

akan

--

--

-re

ndah

*re

ndah

*In

deks

Fou

ling

--

--

-re

ndah

*m

ediu

m*

Nila

i Mua

i Beb

as-

—-

--

9-

Cat

atan

:ad

b=

air

dri

ed b

asis

(das

ar k

erin

g ud

ara)

*=

dih

itung

ber

dasa

rkan

kom

posi

si d

an ti

tik le

leh

abu

(Lam

pira

n 1)

Page 41: Teknologi Mineral Dan Batubara 2009

Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Volume 05, Nomor13, Januari 2009 : 31 – 3938

5. PENUTUP

- Blending merupakan cara terbaik untuk mengatasimasalah ketersediaan batubara dan ketergantunganterhadap satu sumber pemasok batubara untukpembangkit listrik di Indonesia.

- Untuk mengatasi masalah pasokan batubarapada PLTU Suralaya unit 1-4, sistem blendingdapat dilakukan antara batubara peringkatrendah (lignit) dan batubara peringkat tinggi(bituminous) sesuai dengan spesifikasi param-eter kualitas batubara, terutama nilai kalor.

- Batubara peringkat tinggi umumnya mempunyaisifat ketergerusan rendah atau sulit digerus danparameter ini perlu diperhatikan karenacenderung tidak bersifat aditif sehingga hasilblending dengan batubara peringkat rendah tidakdapat diprediksi menggunakan rumus linier.

- Data komposisi abu dan titik leleh abu batubaraperingkat tinggi perlu dilengkapi agar dapatdigunakan untuk mengevaluasi kemungkinanpembentukan endapan terak dan endapan foul-ing dalam pembakaran batubara hasil blending.

- Pengujian pengerusan dan pembakaran dalamskala yang mendekati kondisi nyata di lapanganperlu dilakukan untuk mengevaluasi batubarahasil blending.

DAFTAR PUSTAKA

Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia, 2008.Kualitas Batubara.http/www.apbi-icma.

Carpenter, A.M., 1995. Coal Blending for PowerStation. IEA Coal Research, London.

Elliot, M.A. (ed.), 1981. Chemistry of coal utiliza-tion. Second Suppl. Vol., John Wiley & Sons,New York.

Hower, J.C., 1988. Additivity of hardgrovegrindability index: a case study. Journal of CoalQuality, 7(2), 68-70.

Kannan, V., 1985. Design considerations for SuralayaUnit 1 & 2 Steam generators. Presented at theElectric Indonesia Exhibition, Jakarta, October29 – November 2, 1985.

Kompas, 2008. CBC Dibangun Atasi KelangkaanBatubara. 26 Pebruari 2008.

KONEBA, 2002. Kuisioner Data PLTU Suralaya. 1November 2002.

MinergyNews.Com, 2007. Program 10 Ribu MWHanya untuk 3 Tahun. Kamis 13 Desember 2007

Rance, H.C., 1975. Coal Quality Parameters andtheir influence in coal utilization. Shell Inter-national Petroleum Co. Ltd., Jakarta.

Reid, W.T., 1991. Coal Ash – Its effects on com-bustion systems. In: Elliot, M.A. (Ed.), Chem-istry of coal utilization. 2nd Suppl. Vol. JohnWiley & Sons, New York, 1389-1445.

Riley, J.T., Gilleland, S.R., Forsyhte, R.F., Graham,H.D. and Hayes, F.J., 1989. Non-aditif ana-lytical values for coal blend. Proceeding of the7th international conference on coal testing.Charleston, West Virginia, 21-23 March.

Savage, K.I., 1974. Pulverizing characteristics of coalhardgrove grindability index. Keystone Coal In-dustry Manual.

Suprapto, S., 2007. Gasifikasi batubara sebagai al-ternative pengganti BBM. Makalah disampaikanpada Forum Litbang Energi dan Sumber DayaMineral, Jakarta, 21-22 November 2007.

Page 42: Teknologi Mineral Dan Batubara 2009

39Blending Batubara untuk Pembangkit Listrik : Studi Kasus PLTU Suralaya Unit 1-4, Slamet Suprapto

Lampiran 1. Komposisi dan titik leleh abu batubara Peranap, BaraMutiara Prima, Kartika Selabumi Mining dan Lana Harita

Komponen, % Peranap Bara Mutiara Prima Kartika LanaSela Harita

Bumi Indonesia

SiO2 55,73 - 33,61 40,31Al2O3 15,51 - 24,13 29,56Fe2O3 8,19 - 5,82 23,65CaO 9,66 - 4,01 4,84MgO 2,12 - 1,22 1,94K2O 0,73 - 1,01 2,15Na2O 0,81 - 0,65 0,54TiO2 0,77 - 0,50 1,29MnO2 0,50 - 0,14 0,21SO3 3,68 - 2,45 2,36P2O5 0,07 - 0,02 0,86

-Titik Leleh Abu, °C

Reduksi Oksidasi

Deformasi awal 1.200 1.290 1.350 1.220 >1.200Pelunakan 1.249 1.300 1.360 - >1.200Hemisfer 1.261 1.310 1.370 - >1.200Flow 1.385 1.500 1.600 1.420 >1.200

Page 43: Teknologi Mineral Dan Batubara 2009

Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Volume 05, Nomor13, Januari 2009 : 40 – 4640

HUBUNGAN ANTARA PARAMETER KARAKTERISTIKLIMBAH BATUBARA KALIMANTAN TIMUR DANKARAKTERISTIK PEMBAKARANNYA

STEFANO MUNIR DAN IKIN SODIKIN

Pusat Penelitian dan Pegembangan Teknologi Mineral dan BatubaraJl. Jenderal Sudirman No. 623, Bandung – 40211Telp. : (022) 6030483 Fax. : (022) 6038027e-mail : [email protected] dan [email protected]

Naskah masuk : 23 Desember 2008, revisi pertama : 16 Januari 2009, revisi kedua : 28 Januari 2009,revisi terakhir : Januari 2009

ABSTRAK

Limbah batubara (sludge) didefinisikan sebagai bahan karbonan, berasal dari endapan batuan sedimen yangmengandung bahan organik sehingga dapat terbakar. Karakteristik limbah batubara tergantung pada karakteristikbatubara sumbernya dan pada umumnya berperingkat rendah (low rank coal). Tipe limbah batubara yangdikaji dalam tulisan ini adalah slurry (=SL) sebagai limbah sisa proses pencucian batubara. Contoh diambildari 3 (tiga) perusahaan tambang batubara yang terletak di sepanjang Sungai Mahakam di Kabupaten KutaiKartanegara, Propinsi Kalimantan Timur (Kaltim), yaitu PT. Multi Harapan Utama (MHU), PT. Tanito Harum(TH), dan PT. Bukit Baiduri Energi (BBE) yang masing-masing mempunyai unit pencucian batubara denganskala produksi di atas 1 juta ton batubara per tahun.

Karakteristik limbah batubara ditentukan berdasarkan parameter analisis proksimat seperti air-lembab (Mois-ture =M), abu (Ash =A), zat-terbang (Volatile Matter =VM) dan karbon tertambat (Fixed Carbon =FC), dananalisis ultimat seperti karbon (Carbon =C), hidrogen (Hydrogen =H), dan oksigen (Oxygen =O). Sedangkankarakteristik pembakaran yang memengaruhi kinerja tungku siklon ditentukan oleh nilai kalori, suhu nyala,titik pijar dan suhu pembakaran maksimum yang ditentukan oleh parameter analisis proksimat dan ultimat.Selain itu dilakukan analisis ayak untuk mengetahui distribusi ukuran partikel dari contoh batubara SL yangditeliti. Pembakar siklon dipilih, karena dapat menangani limbah batubara yang berkualitas rendah (low gradecoal) dengan kisaran nilai kalori 3000 – 5000 kal/gr, M dan A tinggi di atas 25% dan fuel ratio (FC/VM) sekitarsatu. Besar butir limbah batubara tipe SL Kaltim sesuai dengan ukuran untuk umpan pembakar siklon, sehinggalimbah batubara dapat langsung dibakar dengan sistem tersebut. Hasil menunjukkan bahwa limbah batubaratipe SL dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif sebagai bahan bakar langsung pada industri.

Kata kunci : batubara, slurry (SL), karakteristik limbah, karakteristik pembakaran

Page 44: Teknologi Mineral Dan Batubara 2009

41Hubungan antara Parameter Karakteristik Limbah Batubara Kalimantan ... Stefano Munir dan Ikin Sodikin

1. PENDAHULUAN

Potensi sumber daya batubara Indonesia yang ditaksirsebanyak 93,4 milyar ton (MEMR, 2008) tersebar diProvinsi Sumatera Selatan 40,13%, KalimantanTimur 28,37%, dan Kalimantan Selatan 17,7% dansisanya di provinsi-provinsi lain. Produksi batubaradari Kalimantan Timur adalah yang terbesar yaitusekitar 57% dari produksi batubara nasionalsebesar185 juta ton (2007) dan ini akan terusmeningkat sesuai dengan pertumbuhan produksibatubara nasional sekitar 12,02 juta ton per tahun(Suhala, 2008).

Pada prinsipnya, kegiatan operasi penambangan disetiap lokasi tambang batubara pada umumnyamenghasilkan 3 (tiga) produk, yaitu batubara yangdapat dijual (saleable coal), limbah batubara (sludge)dan air buangan akhir tambang (effluent). Batubarahasil penambangan (Run of Mine-Coal atau raw coal)perlu diolah terlebih dahulu atau tidak, tergantungpada karakteristik kualitas endapan lapisan batubarayang ditambang. Berdasarkan parameter pengotornyaseperti kadar air-lembab (% M), abu (% A) dan Sul-fur (% S) serta nilai kalori, batubara dapatdiklasifikasikan menjadi 2 (dua) kelompok, yaitubatubara kualitas rendah yang masih perlu dicucidan batubara kualitas tinggi yang tidak perlu dicuci.Biasanya ada 2 (dua) tipe unit pengolahan batubara

yang dikembangkan, yaitu crushing and screeninguntuk produksi batubara dari tambang yang telahmemenuhi persyaratan kualitas (spesifikasi) pasar danpencucian batubara (coal washing) untuk produksibatubara dari tambang yang belum memenuhispesifikasi pasar sehingga menghasilkan produkbatubara yang dapat dijual dengan ukuran – 50 mm.Sisa industri pertambangan batubara disebut limbahbatubara (sludge) terdiri dari 3 (tiga) tipe, yaitu slurry= SL, dirty coal = DC, dan coal fines = CF. LimbahSL merupakan sisa proses pencucian yang ditampung(dikumpulkan dan disimpan) dalam sistempenampungan limbah batubara yang standar (sludgedisposal system) dengan menggunakan kolampengendapan (settling pond), timbunan (stockpiles)atau lubang galian tanah (landfill). Tipe limbahbatubara SL dijadikan objek penelitian dalam tulisanini karena mempunyai prospek yang menjanjikandipandang dari segi jumlah (quantity) dan kualitasnya(quality) sebagai sumber energi alternatif dalamrangka mendukung kebijakan konservasi batubaranasional yang berwawasan lingkungan. Potensi SLbelum dikelola secara komersial, sehingga masihdianggap sebagai batubara yang tidak dapatdipasarkan (non-marketable coal, JICA, 2007).Akumulasi jumlah limbah batubara tipe SL ini akansemakin besar sesuai dengan jumlah tambangbatubara yang beroperasi di daerah Kaltim dan umurpengoperasian setiap tambang batubara yang

ABSTRACT

Sludge is defined as a carbonaceous material, derived from sedimentary rock deposit containing organic mat-ters so as to become combustible. The characteristic of sludge depends on the type of its source coal, most ofwhich are low rank coal. The type of the researched sludge was slurry (SL) in form of the coal washing plantresidue of which its samples were taken from the three coal mine located and selected alongside of Mahakamriver in Kutai Kartanegara regency, East Kalimantan province, that are PT. Multi Harapan Utama (MHU), PT.Tanito Harum (TH), and PT Bukit Baiduri Energi (BBE) with respective coal production capacities of above onemillion tons of coal per annum.

The characteristic of sludge was determined by the proximate analyses such as moisture (M), ash (A), volatilematter (VM) and fixed carbon (FC) and ultimate analyses such as carbon (C), hydrogen (H) and oxygen (O).Whereas in terms of the characteristic of its combustion that affects the performance of cyclone furnace wasdetermined by calorific value, ignition temperature, glow point and maximum combustion temperature thatwere determined by parameters of the proximate and the ultimate analyses. On the other hand the distributionof particle sizes was determined by sizing analysis. The cyclone furnace was selected, because it might handlethe sludge as low grade coal within a low calorific value in the range of 3.000-5.000 cal/gr, high moisture andash contents of above 25% and fuel ratio about one. Particle size of SL from Kaltim was similar to the particlesize for feeding of cyclone combustion, therefore it can be utilized directly. Result indicates that the sludge ofSL type can be utilized as alternative fuel for direct combustion in industry.

Keywords : coal, slurry(SL), sludge characteristic, combustion characteristic

Page 45: Teknologi Mineral Dan Batubara 2009

Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Volume 05, Nomor13, Januari 2009 : 40 – 4642

bersangkutan. Karena itu, fasilitas penampunganlimbah batubara perlu dikelola secara benarmengingat akan terbatasnya lahan dan dampaklingkungan yang ditimbulkannya, terutamapercemaran sistem aliran sungai di sekitar tambang-tambang batubara, terutama yang terletak disepanjang Sungai Mahakam.

Sebenarnya semua tipe limbah batubara tersebut diatas adalah bahan karbonan (carbonaceous materi-als) yang karakteristiknya tergantung pada karakteristikbatubara sumbernya yang pada umumnya berperingkatrendah dari lignit sampai subbituminus (low rankcoal), sehingga berpotensi cenderung untukterjadinya swabakar. Ada 3 (tiga) perusahaan tambangbatubara yang diambil contoh limbah batubaranya,terutama untuk tipe SL di sepanjang Sungai Mahakamdan dipilih sebagai wakil Provinsi Kaltim yangterletak di Kabupaten Kutai Kartanegara yaitu PT.Multi Harapan Utama (MHU), PT. Tanito Harum(TH), dan PT. Bukit Baiduri Energi (BBE). Kriteriapemilihan berdasarkan pada :

- Perusahaan tambang batubara harus mempunyaiunit pencucian batubara dengan peralatan grav-ity concentration (wash breaker, jig atauhydrocyclone); dan

- Tambang harus mempunyai kapasitas produksi>1 juta ton batubara per tahun.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubunganantara parameter karakteristik limbah batubara Kaltimdengan karakteristik pembakarannya dalam rangkamengevaluasi kinerja keterbakarannya apakah dapatdikembangkan sebagai sumber energi alternatif atautidak.

Pemilihan tipe tungku dan metode pembakaranlimbah batubara dengan pembakar siklon yangdikembangkan dalam penelitian ini didasarkan padafakta bahwa pembakar siklon dapat membakarbatubara berkadar rendah (low grade coal) dengankadar air-lembab (% M) dan kadar abu (% A) yangtinggi sampai 25 %. Sistem tungku siklon yangdikembangkan dapat membakar ukuran umpanbatubara yang umum digunakan, yaitu sekitar – 4mesh (4,76 mm) atau lebih halus sampai – 30 mesh(0,595 mm = 595 ìm) (Current Technology, 2007;Sumaryono dkk, 2007). Ukuran partikel batubaraumpan ini hampir sama dengan ukuran partikel SLsebagai tipe limbah batubara utama, yang harus dikelolaoleh setiap perusahaan tambang batubara melaluisistem manajemen penampungan yang standar.

2. METODOLOGI

2.1. Bahan Uji

Ada 3 (tiga) contoh limbah batubara tipe SL dariketiga perusahaan tambang batubara Kaltim yangdipilih untuk penelitian ini yaitu SL – MHU, SL –TH, dan SL – BBE. Karena ukuran partikel ketigacontoh SL ini telah sesuai dengan kisaran ukuranumpan yang biasa digunakan untuk pembakar siklonyaitu – 4 mesh maupun lebih halus lagi sampai –32 mesh, maka persiapan bahan uji untuk programpercobaan pembakaran dengan pembakar sikloncukup dilakukan melalui pengeringan udara padasuhu kamar.

2.2. Karakteristik Limbah Batubara

Karakteristik limbah batubara tipe SL ditentukanmelalui analisis proksimat dengan parameterkomponen-komponen M, A, VM dan FC dan analisisultimat dengan parameter unsur-unsur karbon (C),hidrogen (H), oksigen (O), nitrogen (N), sulfur (S)serta pengujian sifat fisik seperti nilai kalori dan beratjenis. Di samping itu analisis ayak untuk mengetahuidistribusi ukuran partikel dengan karakteristikkualitas per fraksi ukuran yaitu + 2 mm; - 2 mm +1 mm; - 1mm + 0,5 mm; - 0,5 mm + 75 µm; - 75µm juga dilakukan, sehingga dapat diketahuipengaruh distribusi ukuran partikel terhadap kadarabu dan nilai kalorinya.

2.3. Karakteristik Pembakaran Limbah Batubara

Karakteristik pembakaran limbah batubaradipengaruhi oleh parameter karakteristik limbahbatubaranya sendiri, yaitu dari parameter analisisproksimat dan analisis ultimat (Tsai, 1982).Sedangkan kinerja pembakaran limbah batubaradinilai dengan beberapa parameter seperti suhu titiknyala (ignition point) hasil analisis thermogravimetry(TGA), titik pijar (glow point) hasil pengamatan padasilica tube furnace dan suhu maksimum hasilpembakarannya dengan pembakar siklon dalamhubungannya dengan parameter karakteristiknya.Kriteria penilaian karakteristik pembakaran limbahbatubara adalah semakin tinggi suhu titik nyala dantitik pijar, semakin sulit bahan tersebut untukdibakar. Sedangkan kriteria penilaian kinerjapembakarannya adalah semakin tinggi suhumaksimum yang dicapai selama pembakaran dengansiklon semakin tinggi kinerja pembakarannya.

Page 46: Teknologi Mineral Dan Batubara 2009

43Hubungan antara Parameter Karakteristik Limbah Batubara Kalimantan ... Stefano Munir dan Ikin Sodikin

2.4. Program Ujicoba Pembakaran

a. Peralatan

Pada prinsipnya rancangan pembakar siklon yangbenar dapat dilihat pada Gambar 1. Udarapembakaran berupa udara primer maupun udaratersier digunakan untuk menghasilkan gerakanberputar dari partikel-partikel batubara atau limbahbatubara umpan di dalam ruangan pembakaransiklon. Aksi gerakan berputar (sentrifugal)ditingkatkan oleh pasokan udara sekunder dengankecepatan tinggi secara tangensial, sehinggamenghasilkan semburan nyala api keluar dari ruangansiklon dan setiap partikel umpan terbakar habis (burnout) dengan meninggalkan residu atau lelehan abu(slag).

Dimensi rancangan pembakar siklon yang digunakandalam penelitian ini adalah 40 x 100 cm denganukuran partikel batubara umpan – 30 mesh (595 ìmatau 0,595 mm) (Sumaryono, dkk., 2007).

nilai optimal karakteristik pembakarannya. Kegiatanpercobaan pembakaran dari ketiga contoh limbahbatubara SL tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.

Udara sekunderUdara primer

Batubara

Udara tersier Lubang pengeluaran terak

Lubang pengeluaran terak utama

Gambar 1. Skema rancangan pembakarsiklon (Wikipedia. Com; 2007)

b. Prosedur

Prosedur percobaan dirancang menurut karakteristikpembakaran limbah batubara yang diuji. Setiapbahan uji SL yang sudah kering di udara, dimasukkanke dalam penandon umpan berupa hopper dankemudian diumpankan dengan bantuan blower kedalam ruangan pembakar siklon yang telahdipanaskan terlebih dahulu dengan bantuan kayubakar atau karet ban bekas sampai mencapai suhu450oC sebagai pematik (igniter). Selanjutnya,perkembangan suhu pembakaran yang dihasilkandicatat melalui pencatat suhu indicator thermo-couple dengan interval waktu 5 menit selama 15menit. Suhu maksimum rata-rata hasil pembakarandari setiap contoh limbah batubara diambil sebagai

SL- TH

SL MHU

SL BBE

Gambar 2. Kegiatan percobaan pembakaran3 (tiga) contoh limbah batubara SLdengan pembakar siklon

Page 47: Teknologi Mineral Dan Batubara 2009

Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Volume 05, Nomor13, Januari 2009 : 40 – 4644

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Karakteristik Limbah Batubara

Karakteristik limbah batubara tipe SL dari 3 (tiga)perusahaan tambang batubara di Kaltim dapat dilihatpada Tabel 1 dan hasil analisis ayak pada Tabel 2.

Tabel 1 menunjukkan bahwa karakteristik SL darimasing-masing perusahaan pertambangan batubaraselain tergantung dari karakteristik batubarasumbernya, juga dipengaruhi oleh proses pencuciandengan peralatan yang digunakan seperti drumwasher, jig, hydrocyclone dan screen (0,25mm – 0,5mm). Karakteristik SL dari masing-masing perusahaan

Tabel 1. Karakteristik limbah batubara tipe SL dari MHU, TH dan BBE

ParameterSL

MHU TH BBE

Analisis proksimat :Air lembab (IM), %, adb 3,46 7,93 11,96Abu (A), %, adb 56,70 31,13 17,30Zat terbang (VM), %, adb 26,44 30,14 34,56Karbon tertambat (FC), %, adb 13,40 30,80 36,18Nilai kalori, kal/gr, adb 2.413 4.436 4.758Fuel Ratio (FC/VM) 0,51 1,02 1,05Berat jenis (TSG) 2,33 1,59 1,53

Analisis ultimat :Karbon (C), %, adb 22,02 47,44 51,20Hidrogen (H), %, adb 1,68 3,84 4,25Oksigen (O), %, adb 11,37 16,05 23,55Nitrogen (N), %, adb 0,27 0,92 0,88Sulfur (S), %, adb 7,96 0,62 2,82

Tabel 2. Hasil analisis ayak, analisis proksimat , fuel ratio, dan nilai kalori limbah batubara tipe SL dariMHU, TH dan BBE

% massa % kumulatif Analisa proksimat (%), adb Fuel NilaiUkuran fraksi massa ratio kalori,

tertahan tertahan IM A VM FC (FC/VM) kal/gr,adb

MHU + 2 mm 19,19 19,19 3,78 54,47 26,6 15,15 0,57 2.594- 2 mm + 1 mm 9,14 28,33 4,78 44,49 30,48 20,25 0,66 3.277- 1 mm + 0,5 mm 24,36 52,69 3,76 52,4 28,72 15,12 0,53 2.631- 0,5 mm + 75 µm 45,51 98,2 2,43 60,59 24,22 12,76 0,53 1.892- 75 µm 1,8 100 4,33 60,53 24,15 10,99 0,45 1.895

TH + 2 mm 47,93 47,93 7,24 38,7 28,01 26,05 0,93 3.851- 2 mm + 1 mm 7,15 55,08 6,7 36,66 30,5 26,14 0,86 4.224- 1 mm + 0,5 mm 4,68 59,76 7,3 30,32 33,82 28,56 0,84 4.686- 0,5 mm + 75 µm 30,57 90,33 9,33 8,72 37,56 44,39 1,18 6.128- 75 µm 9,67 100 6,77 42,32 27,4 23,51 0,86 3.636

BBE + 2 mm 1,90 1,9 13,52 6,93 40,66 38,89 0,96 5.690- 2 mm + 1 mm 5,2 7,1 12,95 5,54 39,81 41,7 1,05 5.778- 1 mm + 0,5 mm 16,18 23,28 12,78 6,17 39,6 41,45 1,05 5.798- 0,5 mm + 75 µm 66,51 89,79 11,34 14,61 35,55 38,5 1,08 5.032- 75 µm 10,21 100 6,58 49,59 24,95 18,88 0,76 3.683

Page 48: Teknologi Mineral Dan Batubara 2009

45Hubungan antara Parameter Karakteristik Limbah Batubara Kalimantan ... Stefano Munir dan Ikin Sodikin

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

7000

+2mm - 2mm+1mm

-1mm+0.5mm

- 0.5mm+75µm

- 75µm

UKURAN FRAKSI

MHU TH BBE

NIL

AI K

ALO

RI (

kal/g

ram

)

010203040506070

+2mm - 2mm+1mm

-1mm+0.5mm

- 0.5mm+75µm

- 75µm

UKURAN FRAKSI

AB

U,

%

MHU TH BBE

pertambangan batubara menunjukkan bahwakandungan abu yang tinggi sangat memengaruhikandungan nilai kalori dan berat jenis yangsebenarnya. Begitu pula tinggi rendahnya kandungankarbon dan oksigen akan memengaruhi kandungannilai kalori. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwanaiknya kadar abu akan menurunkan nilai kalori yangdiikuti oleh naiknya kadar karbon dan oksigen.Sedangkan kandungan sulfur yang tinggi akanmemengaruhi kinerja peralatan pembakaran dan gasbuang hasil pembakaran. Gambar 3 menunjukkangrafik hubungan antara kadar abu dengan ukuranfraksi dan Gambar 4 grafik hubungan antara nilaikalori dengan ukuran fraksi.

Dari Gambar 3 dan 4, terlihat bahwa menurunnyaukuran partikel menyebabkan menurunnya nilaikalori, dengan nilai kalori yang terendah sebesar1895 kal/gr pada fraksi ukuran terkecil – 75 µm. SLMHU yang merupakan limbah pengolahan dengancyclone classifier dan screen 0,25 mm mempunyainilai kalori yang terendah, yaitu dari 1.892 kal/grsampai 3.277 kal/gr. SL TH dengan drum washer,cyclone classifier dan screen 0,5 mm dari 3.636 kal/gr sampai 6.128 kal/gr dan SL BBE dengan cycloneclassifier dan screen 0,5 mm dari 3.683 kal/gr sampai5.798 kal/gr. Dengan kata lain bahwa semakin halus(– 75 µm) fraksi ukuran SL semakin rendah nilaikalorinya, baik pada fraksi ukuran – 0,5 mm + 75µm maupun pada fraksi ukuran terhalus – 75 µm.Fraksi-fraksi ukuran partikel yang sangat halus inibiasanya dianggap sebagai slime, sehingga teknikpengolahan untuk pemisahannya dari fraksi-fraksiyang kasar harus dilakukan dengan proses deslimingmelalui cara decantation untuk meningkatkan nilaikalori limbah batubara tipe SL tersebut.

Distribusi ukuran partikel semua contoh tipe limbahbatubara SL telah memenuhi spesifikasi sebagaiumpan untuk pembakar siklon, walaupun semakinhalus fraksi ukuran partikelnya semakin tinggi kadarabu, sehingga akan menurunkan nilai kalori.

3.2. Karakteristik Pembakaran Limbah Batubara

Karakteristik pembakaran limbah batubara tipe SLdapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 menunjukkan bahwa naiknya titik nyala dantitik pijar dipengaruhi oleh fuel ratio. Semakin tinggikadar fixed carbon atau fuel ratio, semakin tinggititik nyala atau titik pijarnya. Sedangkan suhumaksimum siklon dipengaruhi oleh kadar abu, nilaikalor dan ukuran partikel umpan, yaitu semakinrendah kadar abu limbah batubara akan semakin

Gambar 3. Hubungan antara kadarabu dengan ukuran fraksi

Gambar 4. Hubungan antara nilai kaloridengan ukuran fraksi

Tabel 3. Karakteristik pembakaran limbah batubara

Parameter SL

MHU TH BBE

Karakteristik pembakaran :Nilai kalori, kal/gr,adb 2.413 4.436 4.758Titik Nyala TGA, oC tdd 261 340Titik Pijar Silica Tube Furnace, oC 470 360 418Suhu maks. pembakaran siklon, oC 431 566 529

Catatan : tdd = tidak dapat ditentukan

Page 49: Teknologi Mineral Dan Batubara 2009

Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Volume 05, Nomor13, Januari 2009 : 40 – 4646

tinggi nilai kalornya. Semakin halus ukuran partikelumpan siklon semakin tinggi suhu maksimum yangdicapai sehingga kinerja pembakar siklon meningkat.Titik nyala untuk SL MHU tidak dapat ditentukankarena kandungan abu yang cukup tinggi mencapai60,59%.

Pada prinsipnya, semua contoh limbah batubara tipeSL menunjukkan kinerja keterbakaran dari yangterrendah (SL–MHU), sedang (SL-TH), dan tinggi (SL-BBE) sehingga masih dapat dimanfaatkan sebagaisumber energi alternatif untuk bahan bakar langsung.Sedangkan kandungan sulfur yang tinggi akanmemengaruhi kinerja peralatan pembakaran dan gasbuang hasil pembakaran.

4. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristikpembakaran limbah batubara tipe SL denganpembakar siklon, kinerja pembakarannya dapat diurutmenurut kemudahan keterbakarannya dari yang pal-ing rendah, yaitu SL – MHU, sedang SL – TH, tinggiSL – BBE. Secara umum, ketiga limbah batubara tipeSL yang diteliti masih dapat dimanfaatkan sebagaisumber energi alternatif untuk bahan bakar langsungdengan menggunakan pembakar siklon.

4.2. Saran

Limbah batubara tipe SL yang banyak tersebar dibeberapa perusahaan tambang batubara dan belumdimanfaatkan di Provinsi Kaltim perlu dikeloladengan baik agar dapat dimanfaatkan sebagai sumber

daya energi alternatif untuk industri.

DAFTAR PUSTAKA

Current Technology, Methods of Burning Coal, 27Desember 2007. http://me-roboto.me.uiuc.edu/kawka/Public/coal/tech.html

JICA team, 2007, Summary of Draft Final Report :The Master Plan Study on Pollution Risk Miti-gation Program for Sustainable Coal Develop-ment in East Kalimantan Province in the Re-public of Indonesia, Lokakarya Program PeduliMahakam, ESDM dan JICA Jakarta.

Ministry of Energy and Mineral Resources, 2008.Indonesia Energy Statistics.

Suhala, S., 2008. Perkembangan IndustriPertambangan Batubara Nasional Peluang danTantangannya, APBI-ICMA, Bandung.

Sumaryono, Munir, S., Yaskuri, dan FahmiSulistyohadi, F., 2007. Pembangunan Pilot PlantTeknologi Pembakaran Batubara DenganPembakar Siklon, Laporan Intern PuslitbangTeknologi Mineral dan Batubara, Bandung.

Tsai, S.C., 1982. Fundamentals of Coal Beneficiationand Utilization, Elsevier Scientific PublishingCompany, Amsterdam.

Wikipedia. Com, 20 Oktober 2007, Cyclone fur-nace : Definition from Answers. Com, http://www.answers.com/topic/cyclone-furnace

Page 50: Teknologi Mineral Dan Batubara 2009

47Perubahan Morfologi dan Kimia Batuan Pembawa Fosfat Akibat Pelindian dengan ... Tatang Wahyudi

PERUBAHAN MORFOLOGI DAN KIMIA BATUANPEMBAWA FOSFAT AKIBAT PELINDIAN DENGANASPERGILLUS NIGER

TATANG WAHYUDI

Pusat Peneltian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara,Jl. Jend. Sudirman 623 Bndung, Tlp. 022-6030483

Naskah masuk : 06 Januari 2008, revisi pertama : 13 Juni 2008, revisi kedua : 20 September 2008,revisi terakhir : Januari 2009

ABSTRACT

Bioleaching, utilizing oxalic acid medium generated by the phosphorous oxidizing capabilities of Aspergillusniger in 10 days, has proved to be useful in releasing phosphorous from its rocks. In terms of evaluating processperformance, microscopic and chemical studies were conducted to bioleaching. The results show severalfeatures occur during the process. Porosity and permeability developments on the surface of dahlite and calciteduring bioleaching process imply that the process is effective to leach such minerals. Both are competentagents for leaching solution to contact with the required elements available within the minerals. The detectedpits on the mineral surface reflect solution activity when leached the materials.

Keywords: phosphate-bearing rocks, dahlite, calcite, microscopic feature, bioleaching, oxalic acid

SARI

Pelindian dengan mikroorganisme (bioleaching) menggunakan kapang Aspergillus niger selama 10 hari terhadapbatuan pembawa fosfat Cijulang menyisakan ampas pelindian yang menarik untuk dikaji. Analisis kimia danmikroskopik terhadap percontoh ampas pelindian tersebut menunjukkan bahwa pada kondisi percobaan tertentu,metode tersebut efektif untuk mengolah fosfat. Fitur mikroskopi yang terdeteksi pada mineral dahlit dan kalsitadalah berkembangnya porositas dan permeabilitas yang terbentuk selama proses pelindian. Kedua hal inimerupakan sarana efektif bagi larutan pelindi untuk kontak dengan permukaan batuan fosfat, meningkatkankelarutan matriks material dan memperbesar jalan bagi larutan meresap ke bagian tubuh mineral. Fitur terdeteksilainnya berupa alur-alur pada permukaan mineral yang merupakan refleksi aktivitas larutan pelindi ketika‘memakan’ komponen yang terkandung dalam material terlindi.

Kata kunci: batuan pembawa fosfat, dahlit, kalsit, fitur mikroskopi, bioleaching, asam oksalat

1. PENDAHULUAN

Endapan fosfat alam Indonesia kadarnya bervariasi,tetapi pada umumnya mempunyai kadar rendah.Fosfat berkadar tinggi memang ada, hanya sebarannyabersifat sporadis dan cadangannya kecil. Salah satu

endapan fosfat berkadar rendah berada di Cijulang,Ciamis-Jawa Barat (± 14% kadar P2O5). Banyakpakar yang telah mencoba untuk meningkatkan kadarfosfat dari daerah ini dengan berbagai carapengolahan, baik secara fisika maupun kimia.Pengolahan secara fisika melalui peremukan (crush-

Page 51: Teknologi Mineral Dan Batubara 2009

Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Volume 05, Nomor 13, Januari 2009 : 47 – 5648

ing), pencampuran (blending), pengeringan (drying)dan penggerusan (grinding) telah dilakukan oleh TimBimbingan Pertambangan Fosfat dari PusatPengembangan Teknologi Mineral pada 1984.Hasilnya memang belum bisa memenuhi spesifikasiyang dibutuhkan oleh industri yaitu 36% kadar P2O5(Ardha dkk.1991) juga telah melakukan serangkaianproses untuk meningkatkan kadar fosfat melaluipencucian, flotasi, kalsinasi dan pemisahan secaramagnetik dan mampu meningkatkan kadar fosfatsampai 30% . Pengolahan secara kimia juga telahdilakukan melalui proses pelarutan HCl tersirkulasiwalaupun hasilnya hanya mampu meningkatkankadar fosfat dari 17, 29 menjadi 23,79% denganperolehan 70,18% (Ardha, 1997). Kendala yangdihadapi dalam mengolah fosfat dengan cara-caradi atas adalah mahalnya biaya pengolahan dan belumdapat diturunkannya material pengotor dalam jumlahsignifikan.

Salah satu pengolahan alternatif untuk meningkatkankadar fosfat adalah pelindian dengan jasad renik(micro organism) tertentu (kapang atau bakteri)seperti Aspergillus niger, Thiobacillus ferrooxidans,Leptospirillum ferrooxidans, Thiobacillus thiooxidansdan lain-lain (http://www.moonminer.com/bioleaching.html). Batuan fosfat Cijulang diolahdengan proses tersebut pada skala laboratoriumdengan memanfaatkan kapang Aspergillus nigerdengan waktu pemrosesan selama 10 hari. Dalamproses ini, kapang mengeluarkan asam oksalat sebagaihasil samping proses fermentasi asam sitrat yangberperan dalam proses pelindian.

Limbah pelindian berupa ampas padat menarik untukdikaji. Melalui pengujian difraksi sinar-x (XRD),mikroskop optik dan SEM-EDX dapat diperolehinformasi mineralogi mengenai fasa, tekstur danstruktur mikro yang terdapat dalam limbah padattersebut. Interpretasi terhadap informasi tersebutyang dipadu dengan pengujian kimia diharapkandapat mengungkap kinerja proses bioleaching.Maksud penelitian ini adalah mengevaluasikenampakan tekstur dan struktur mikro yang terdapatpada percontoh ampas hasil bioleaching. Tujuannyauntuk mengetahui efek proses tersebut terhadapbatuan fosfat yang dilindi.

2. BAHAN DAN METODE

Percontoh batuan fosfat untuk keperluan penelitianini diperoleh dari daerah Cijulang yang dikenalberkadar rendah. Hasil pemercontohan kemudiandikering-ovenkan untuk kemudian difraksinasi di

Laboratorium Preparasi. Ukuran partikel yang diambiluntuk keperluan penelitian adalah -140+200 dan -200 mesh contoh awal. Pada tahap awal, percontohdiuji komposisi kimianya dengan metode kimiabasah di Laboratorium Pengujian Kimia. Selanjutnyauntuk mengetahui komposisi mineral head sample,dilakukan pengujian dengan teknik difraksi sinar-x(XRD) menggunakan alat difraktometer sinar-xShimadzu XRD-7000. Dalam hal ini, batuan fosfatyang sudah digerus halus dianalisis menggunakanradiasi Cu-Ká. Informasi mengenai fasa serta strukturmikro yang terdapat dalam percontoh head samplejuga diperoleh melalui analisis mikroskop polarisasiyang dilengkapi dengan pengujian SEM-EDX untukmengetahui komposisi unsur-unsur yang terdapatpada permukaan percontoh spesimen.

Penelitian perubahan morfologi dan kimia batuanpembawa fosfat akibat pelindian dengan kapangmenggunakan ampas hasil pelindian dengan kodepercontoh A1, A2, A3, B1, B2 dan B3. Kode A danB menunjukkan ukuran fraksi umpan pelindianmasing-masing -140+200 mesh untuk A dan -200mesh untuk B. Angka 1, 2 dan 3 di depan huruf Adan B mengacu kepada persen padatan yangdigunakan pada saat pelindian yaitu 5, 10 dan 20%.Kepada percontoh tersebut dilakukan pengujianmikroskop polarisasi dan kimia untuk mengetahuiperkembangan yang terjadi setelah batuan tersebutdilindi dengan kapang selama 10 hari.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Bahan Baku (Head Sample)

Analisis unsur-unsur dan mineralogi percontohbatuan fosfat menunjukkan hadirnya mineral fosfatyang tergolong ke dalam hidroksilapatit. Mineraltersebut adalah dahlit yang mempunyai formulaCa5(PO4,CO3)3 dan kolofan – sejenis apatit denganformula empiris Ca5(PO4)2.5(CO3)0.5F dalam jumlahyang relatif lebih sedikit dibandingkan dahlit.Keberadaan dahlit dan kolofan diduga akibatpengayaan batugamping oleh kotoran burung (guano)dan air laut (http://en.wikipedia.org/wiki/Phos-phate). Dahlit memperlihatkan struktur menyerat danperawakan radial sedangkan kolofan menunjukkanstruktur rekahan. Ditinjau dari segi pengolahan min-eral, kondisi ini menguntungkan karena memudahkanlarutan pelindi untuk meresap ke bagian-bagiantertentu tubuh mineral, sehingga unsur-unsur tertentuyang diinginkan akan mudah dilepaskan. Namun,kesulitan peningkatan kadar fosfat disebabkan olehikut terlindinya unsur-unsur pengotor. Selain kedua

Page 52: Teknologi Mineral Dan Batubara 2009

49Perubahan Morfologi dan Kimia Batuan Pembawa Fosfat Akibat Pelindian dengan ... Tatang Wahyudi

mineral fosfat di atas, percontoh batuan fosfat jugadisusun oleh kalsit (CaCO3), kuarsa (SiO2), mineralopak (opaque) dan fragmen batuan. Mineral opakkemungkinannya berupa magnetit atau hematit hasilpelapukan mineral induknya yang berasal darifragmen batuan. Informasi mineralogi di atasdiperoleh dari pengujian dengan mikroskop optik.Gambar 1 memperlihatkan sebagian komposisi min-eral percontoh batuan fosfat head sample.

a b cGambar 1. Tiga mineral utama yang terdapat dalam percontoh batuan fosfat Cijulang; ; a - dahlit

(D), b - kolofane (Cl) dan c - kalsit (C)

Pengujian unsur-unsur yang terdapat pada permukaansayatan poles percontoh batuan fosfat Cijulangdilakukan dengan SEM-EDX. Metode pengujiannyaadalah pemetaan secara sinar-x. Hasil analisismenunjukkan adanya unsur fosfor (P), kalsium (Ca),karbon (C), aluminum (Al), besi (Fe), silikon (Si)and oksigen (O). Tabel 1 dan Gambar 2 memper-lihatkan unsur-unsur yang terdeteksi. Fosfor didugaberasal dari dahlit dan kolofan, sedangkan kalsiumberasal dari dahlit, kolofan dan kalsit. Aluminumdan silikon kemungkinan berasal dari mineral silikatyang terkandung dalam fragmen batuan, sedangkanbesi diduga berasal dari mineral silikat atau opak.

Belerang yang terdeteksi dapat berasal dari materialsulfit atau sulfat seperti mineral gipsum atauCaSO4·2(H2O). Mineral tersebut memang tidakterdeteksi pada batuan yang dijadikan spesimenpengujian mikroskop optik atau SEM, tetapi indikasike arah itu ada, mengingat batuan fosfat Cijulangterdapat di area yang berbatasan dengan laut. Pada3,5% salinitas air laut, unsur-unsur belerang dankalsium masing-masing berkadar 904 dan 411 ppm.

Kuantitas yang relatif cukup untuk terjadinyapengayaan Ca dan S pada batuan fosfat (http://www.seafriends.org.nz/oceano/seawater.htm).Kehadiran unsur-unsur bukan pembentuk fosfat padabatuan fosfat Cijulang merupakan unsur-unsurpengotor yang tidak diharapkan, apabila mineral fosfatini diolah untuk keperluan industri tertentu.

Pemetaan unsur-unsur pada salah satu mineral dahlityang terdapat dalam spesimen sayatan poles batuanfosfat memperlihatkan kalsium lebih banyakterkonsentrasi di bagian kiri bawah sampai tengahmineral (Gambar 3) yang ditunjukkan oleh skala

Tabel 1. Unsur-unsur pada spesimen percontoh batuanfosfat yang terdeteksi dengan SEM-EDX metodex-ray mapping

Unsur teridentifikasi Intensitas (counts) Energyi (keV)Fosfor (15P32) 30,720 2.013Kalsium (20Ca40) 64,000 3.690Karbon (6C12) 48,960 0.277Aluminum (13Al27) 17,280 1.486Besi (26Fe56) 02,560 6.398Silikon (14Si28) 25,280 1.739Belerang (16S32) 06,080 2.307Oksigen (8O16) 27,200 0.521

Page 53: Teknologi Mineral Dan Batubara 2009

Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Volume 05, Nomor 13, Januari 2009 : 47 – 5650

warna merah keunguan, sedangkan konsentrasikarbon terbanyak terdapat di bagian kiri dan kananmineral. Fosfor paling banyak terkonsentrasi dibagian kiri bawah dan tengah atas mineral.Walaupun konsentrasi unsur terbanyak masing-masing unsur pembentuk fosfat terpisah-pisah (tidakmengelompok menjadi satu), tidak berarti bagiantepi mineral tersebut tidak terdapat P atau C. Keduajenis unsur tersebut secara menyeluruh terdapat padadahlit hanya konsentrasinya di bagian pinggir min-eral tidak sebanyak di bagian tengah mineral.Keterangan yang sama berlaku untuk unsurpembentuk fosfat lainnya (P); dan ini berarti padabagian tengah mineral masih terdapat unsur fosfor.Namun kuantitasnya dibandingkan dengan kuantitasP di bagian kiri bawah dan atas adalah lebih kecil.Jika dilihat pada Gambar 3; aluminum, silikon danbesi terkonsentrasi paling banyak pada bagian kananatas foto dan noktak-noktah yang tersebar di bagiankiri atas dan kanan bawah. Diduga pada bagian-bagian tersebut, material silikat berasosiasi denganmineral dahlit. Khusus untuk unsur belerang, padagambar terdapat dua noktah putih yang dikelilingioleh warna merah (sudut kiri atas dan tengah kanangambar). Ada kemungkinan kedua noktah tersebutadalah gipsum yang berasosiasi dengan dahlit;selebihnya unsur belerang merupakan unsurpengganggu yang menyebar di seluruh permukaan

mineral. Satu area berwarna putih di bagian kiri atasfoto mengandung unsur besi terkonsentrasi palingbanyak. Bagian ini diduga mineral opak. Besi sebagaibagian mineral silikat, sebarannya hampir mengikutipola sebaran aluminum dan silikon.

Terdapatnya dua noktah putih mengandung Al danSi pada hasil pemetaan secara sinar-x menunjukkanbahwa area tersebut adalah partikel silikat. Pengujianpercontoh batuan fosfat Cijulang dengan XRDmenunjukkan adanya mineral monmorilonit sebagaimineral silikat. Di samping itu, terdeteksi pulaadanya mineral silikat – kuarsa. Kedua mineral iniberasal dari lapukan fragmen batuan. Pengujian XRDini hanya mendeteksi dahlit sebagai mineral fosfat.Kalsit tidak terdeteksi. Diasumsikan, percontoh yangdianalisis untuk XRD ini (berasal dari bongkah yangdipreparasi sampai fraksi -200 mesh) memang tidakmengandung mineral tersebut seperti terlihat padaTabel 2. Keberadaan kalsit memang hanya terdeteksioleh pengujian mikroskop optik saja melaluipenelusuran pada spesimen yang memerlukan waktulama (karena kecilnya kuantitas mineral tersebutdalam percontoh).

Pengujian kimia batuan fosfat Cijulang head samplemengidentifikasi beberapa unsur dalam bentukoksidanya (Tabel 3). Percontoh yang dianalisis adalah

Gambar 2. Komposisi unsur yang terdapat pada batuan fosfat Cijulang yang dianalisis denganmetode energy-dispersive x-ray (EDX)

Page 54: Teknologi Mineral Dan Batubara 2009

51Perubahan Morfologi dan Kimia Batuan Pembawa Fosfat Akibat Pelindian dengan ... Tatang Wahyudi

Gambar 3. Pengujian SEM-EDS metode x-ray mapping pada batuan fosfat Cijulangmendeteksiadanya 8 unsur, yaitu kalsium (Ca), karbon (C), fosfor (P), aluminum (Al), silikon (Si), besi(Fe), belerang (S) dan oksigen (O)

Tabel 2. Pengujian mineralogi batuan fosfat Cijulangdengan metode XRD

Mineral teridentifikasi Formula mineralDahlit Ca5(PO4,CO3)3FMonmorilonit Na(Al, Mg)2 Si4O10 (OH)2. 4H2OKuarsa SiO2

bongkah yang telah difraksinasi menjadi tiga (3)ukuran partikel yaitu -100+140, -140+200 dan -200 mesh. Dari ketiga percontoh, kuantitas fosfatdalam bentuk P2O5 berkisar antara 18 sampai 19%.Kelihatannya, makin halus partikel makin banyak

mineral fosfat (dahlit) yang terbebaskan sehingga adakenaikan kadar P2O5 walaupun tidak signifikan.

Kuantitas fosfat hasil pengujian kimia tidak berbedajauh dengan hasil pengujian terhadap percontoh

Page 55: Teknologi Mineral Dan Batubara 2009

Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Volume 05, Nomor 13, Januari 2009 : 47 – 5652

Tabel 3. Pengujian kimia terhadap percontoh batuan fosfat Cijulang

Kode SiO2 Al2O3 Fe2O3 K2O Na2O CaO MgO TiO2 P2O5

%-100+140 17,82 0,15 6,00 0,209 0,091 22,19 0,550 0,467 18,26-140+200 16,39 9,52 5,83 0,208 0,068 23,61 0,534 0,457 19,54-200 16,71 7,71 5,70 0,212 0,069 23,37 0,535 0,437 19,56

sejenis dengan metode SEM-EDX (Tabel 4).Walaupun kuantitas yang diperoleh untuk P2O5 padapengujian terahir lebih rendah dibandingkan denganhasil pengujian kimia (hanya 12,04%), angka tersebutmasih dalam kisaran wajar, yaitu pada angka belasanpersen. Ada keterbatasan pada pengujian SEM-EDX,yaitu material uji terbatas pada material yang terlihatpada monitor saja. Pada perbesaran tertentu biasanyahanya satu atau dua partikel yang termuat padamonitor. Jadi hasil yang diperoleh hanya mewakilipartikel yang terpampang pada layar, tidak mewakilikeseluruhan persentase yang ada.

Sebenarnya ada perbedaan yang mendasar mengenaipengujian secara SEM-EDX dengan metode kimia;

Tabel 4. Hasil pengujian SEM-EDS metode x-ray mapping untuk head sample fosfat Cijulang

Element (keV) mass % Error % At % Compound mass % Cation K

C K 0,277 36,58 0,47 78,91 C 38,58 0,00 11,6433O 24.41Al K 1,486 2,82 0,62 1,32 Al2O3 5,33 1,65 2,5885Si K 1,739 3,27 0,56 2,95 SiO2 7,01 1,83 3,6325P K 2,013 5,25 0,63 2,14 P2O5 12,04 2,67 8,7698S K 2,307 0,82 0,62 0,65 SO3 2,05 0,40 1,2755Ca K 3,690 21,84 0,55 13,76 CaO 30,55 8,57 37,3861Fe K 6,398 5,02 1,05 2,27 FeO 6,46 1,41 6,7918Total 100,00 100,00 100,00 16,53

yang pertama, pengujiannya lebih bersifat kualitatifdibandingkan dengan yang kedua. Walaupuntercantum angka-angka yang menunjukkan kuantitas,informasi yang diperoleh tidak mewakili keseluruhanpercontoh yang ada; hanya untuk partikel terdeteksisaja. Hal ini berbeda dengan pengujian secara kimia,angka yang ditujukkan relatif mewakili kandunganunsur-unsur yang ada pada percontoh uji. Unsuroksigen (O) yang terdeteksi oleh pengujian denganmetode SEM sebenarnya sama dengan oksigen yangterdeteksi oleh pengujian kimia. Keduanya sudahdiubah ke dalam bentuk oksida (Tabel 3 dan 4);memang hasil pengujian SEM-EDX mencantumkan

juga oksigen dalam bentuk unsur. Hasil pengujiankimia terhadap unsur belerang dilakukan dalambentuk belerang trioksida (SO3) menunjukkan hasilnihil. Bila mengacu kepada hasil analisis SEM-EDXyang menunjukkan kandungan belerang pada partikelyang dideteksi hanya 0,82% (Tabel 4), hal ini dapatdimengerti. Kemungkinan pada percontoh uji untukanalisis kimia, kandungan belerangnya memangrendah (dalam unit ppb). Karbon (C) memang tidakdianalisis untuk keperluan penelitian ini karenafasilitas pengujiannya belum tersedia.

Sebenarnya ada perbedaan yang mendasar mengenaipengujian secara SEM-EDX dengan metode kimia;yang pertama, pengujiannya lebih bersifat kualitatif

dibandingkan dengan yang kedua. Walaupuntercantum angka-angka yang menunjukkan kuantitas,informasi yang diperoleh tidak mewakili keseluruhanpercontoh yang ada; hanya untuk partikel terdeteksisaja. Hal ini berbeda dengan pengujian secara kimia,angka yang ditunjukkan relatif mewakili kandunganunsur-unsur yang ada pada percontoh uji. Unsuroksigen (O) yang terdeteksi oleh pengujian denganmetode SEM sebenarnya sama dengan oksigen yangterdeteksi oleh pengujian kimia. Keduanya sudahdiubah ke dalam bentuk oksida (Tabel 3 dan 4);memang hasil pengujian SEM-EDX mencantum-kanjuga oksigen dalam bentuk unsur. Hasil pengujian

Page 56: Teknologi Mineral Dan Batubara 2009

53Perubahan Morfologi dan Kimia Batuan Pembawa Fosfat Akibat Pelindian dengan ... Tatang Wahyudi

Gambar 4. Distribusi mineral yang tersisadalam dalam ampas hasilpelindian

kimia terhadap unsur belerang dilakukan dalambentuk belerang trioksida (SO3) menunjukkan hasilnihil. Bila mengacu kepada hasil analisis SEM-EDXyang menunjukkan kandungan belerang pada partikelyang dideteksi hanya 0,82% (Tabel 4), hal ini dapatdimengerti. Kemungkinan pada percontoh uji untukanalisis kimia, kandungan belerangnya memangrendah (dalam unit ppb). Karbon (C) memang tidakdianalisis untuk keperluan penelitian ini karenafasilitas pengujiannya belum tersedia.

3.2. Ampas Pelindian

Pelindian terhadap batuan fosfat Cijulang telahdilakukan menggunakan metode bioleaching. Dalamhal ini, asam oksalat yang merupakan metabolit hasilekskresi kapang Aspergillus niger merupakan mediapelindi untuk melarutkan fosfat. Hasil pelindianberupa filtrat dan ampas; yang disebut terakhir berupapadatan dan dianalisis dengan mikroskop optik untukmengetahui sejauh mana perubahan yang terjadipada mineral fosfat Cijulang setelah dilindi olehasam oksalat tersebut. Hasil pengamatan mikroskopoptik pada ampas tersebut ditabulasikan untukdivisualkan seperti tertera pada Gambar 4. Darigambar tersebut terlihat bahwa kalsit merupakanmineral yang paling dominan dalam ampas.Kuantitasnya berkisar antara 95 -99%. Walaupunkuantitasnya tidak sebanyak mineral kalsit, mineralopak merupakan mineral dominan kedua setelahkalsit. Mineral ini terdapat pada semua percontohyang diuji secara mikroskop optik. Dari kondisi inidapat diketahui bahwa kedua jenis mineral ini tidakmengalami perubahan yang signifikan setelahpelindian atau relatif tidak terlindi. Dari keenampercontoh, dahlit terlindi dengan baik padapercontoh, A2 dan B1; empat percontoh lainnya(A1,A3, B2 dan B3) masih menyisakan dahlit cukupbanyak sebagai mineral yang tidak terlindi. Jika dahlitterlindi habis pada percontoh A1, A2 dan B1, kuarsadan fragmen batuan masing-masing habis terlindipada percontoh A1, B1 dan B2 serta A2, A3 danB1. Terlindinya kuarsa dan fragmen batuan yangkeduanya merupakan sumber mineral silikat denganberbagai kandungan unsur pengotornya; sebenarnyamerugikan proses karena unsur-unsur pengotor jugaikut terlindi. Wahyudi dkk. (2008) menyarankanuntuk mengatur pH larutan dengan pengadukanberkecepatan rendah, agar logam-logam pengotordalam larutan atau filtrat hasil pelindian dapatdipisahkan sehingga diperoleh fosfat dengankemurnian lebih tinggi.

Hasil uji mikroskop optik terhadap enam percontohampas hasil pelindian telah dilakukan (Gambar 5).

Pada percontoh asli (head sample yang belummengalami pelindian), terlihat bahwa mineral dahlit(D) mempunyai struktur menyerat secara radial(Gambar 1a). Pelindian yang berlangsung selama 10hari menyisakan ampas yang masih mengandungmineral dahlit (percontoh A1, A3, B2 dan B3).Struktur menyerat pada mineral ini terlihat makinmelebar yang diduga sebagai akibat masuknyalarutan pelindi melalui struktur tersebut. Makin lebarstruktur ini makin intensif proses pelindianberlangsung. Selain struktur menyerat, pada percontohuji terdapat pula struktur spons seperti diperlihatkanoleh kalsit (C) semua percontoh ampas yang diujidengan mikroskop optik (Gambar 5a –f). Fitur inimenunjukkan porositas dan permeabilitas yangmengembang sebagai akibat proses pelindian olehasam oksalat atau karena rusaknya permukaan kalsit(C). Dalam hal ini, material karbonat akan denganmudah terangkat dari struktur mineralnya. Strukturini juga merupakan sarana efektif bagi larutan pelindiuntuk kontak dengan permukaan batuan fosfat,meningkatkan kelarutan matriks material danmemperbesar jalan bagi larutan meresap ke bagiantubuh mineral (Meyer dan Yen, 2002). Di lihat daritampilannya, mineral kalsit mengalami pengecilanukuran terutama bila dibandingkan dengan kalsityang belum mengalami pelindian (Gambar 1c).Muszer dan Karas (2003) menyebutkan bahwa makinkecil ukuran butiran, makin efektif proses disolusiyang terjadi pada material karbonat.

Keenam foto di atas memperlihatkan adanya alur-alur (pits, tanda panah putih). Pada dahlit terlihatseperti retakan-retakan di permukaan mineral tersebut(Gambar 5a, c, e dan f) sedangkan pada kalsittampilannya sangat halus (Gambar 5c dan f). Meyerdan Yen (2002) menyebutkan bahwa alur-alurtersebut adalah bekas larutan pelindi ketika kontak

Page 57: Teknologi Mineral Dan Batubara 2009

Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Volume 05, Nomor 13, Januari 2009 : 47 – 5654

Gambar 6. Distribusi oksida-oksida yangtersisa pada 6 percontoh ampaspelindian bioleaching

Gambar 5. Fotomikrograf mineral pembawa fosfat Cijulang; a, b, c, d, e, dan f adalah mineralpembawa fosfat yang telah mengalami pelindian asam oksalat dengan masing-masingdengan kode percontoh A1, A2, A3, B1, B2, B3. D – dahlit, C – kalsit, K – kuarsa, MO – mineralopak, FB – fragmen batuan.

dengan permukaan material terlindi. Alur inimerefleksikan kuantitas material yang telah terlindipada area tersebut. Bentuknya yang tidak beraturanmerupakan efek khas kinerja larutan pelindi (http://www.anl.gov). Kinerja tersebut dapat diketahuisecara kuantitatif dengan mengukur luas dan lebaralur melalui metode luas permukaan (surface area).Rodriguez-Lorenzo, Vallet-Reg dan Ferreira (2001)telah melakukan hal ini untuk hidroksilapatit sintetis,tetapi metode tersebut belum dapat diterapkan padapenelitian ini. Pada Gambar 5b dan d, kalsitmerupakan mineral dominan yang terdeteksi padapercontoh uji. Tidak ditemukan adanya dahlit padakedua percontih uji. Diasumsikan mineral tersebutpada percontoh uji ini telah terlindi habis danterubah menjadi filtrat sehingga fitur pits yangmenjadi penanda bekas kontak antara larutan pelindidengan mineral terlindi tidak ditemukan lagi.

Analisis kimia terhadap ampas hasil pelindianmenguji oksida-oksida sejenis seperti tercantumpada Tabel 3. Karena kuantitasnya relatif kecil (<0,5%); oksida-oksida kalium, natrium, magnesiumtidak ditampilkan pada Gambar 6. Dari histogramterlihat bahwa kalsium dan kuarsa masih mempunyaikuantitas yang lebih besar dibandingkan ketigaoksida lainnya. Oksida fosfat terdeteksi padapercontoh A1, A3, B2 dan B3; tidak terdeteksi pada

percontoh A2 dan B1. Hal ini berarti bahwa mate-rial fosfat pada percontoh A2 dan B1 terlindi relatifhabis sedangkan pada keempat percontoh lainnya,asam oksalat hasil ekskresi Aspergillus niger belummampu melindi total material fosfat dalam umpanpelindian. Bila mengacu kepada Gambar 3, 4 dan 5ada kesesuaian antara hasil pengujian mikroskopoptik dengan analisis kimia – fosfat terlindi habispada percontoh A2 dan B1. Kenampakanmikroskopik pada kedua percontoh tersebut hanyasisa-sisa (remnants) material karbonat.

Page 58: Teknologi Mineral Dan Batubara 2009

55Perubahan Morfologi dan Kimia Batuan Pembawa Fosfat Akibat Pelindian dengan ... Tatang Wahyudi

4. KESIMPULAN DAN SARAN

Batuan pembawa fosfat (phosphate-bearing rocks)dari daerah Cijulang disusun oleh fragmen batuan,mineral opak, kuarsa, kalsit, dahlit dan kolofan. Duamineral yang disebut terakhir merupakan mineralfosfat yang tergolong ke dalam kelompokhidroksilapatit. Dahlit memperlihatkan struktur mikroradial menyerat sedangkan struktur mikro yangterdapat pada kolofan berupa rekahan (fracture).

Pengujian secara kimia terhadap head samplemenunjukkan bahwa batuan fosfat Cijulang berkadarrendah (18 – 19%). Bila mengacu kepada hasil x-ray mapping salah satu partikel mineral fosfat (dahlit),distribusi unsur-unsur penyusun mineral fosfattersebut (Ca, P, C dan O) tidak merata. Hal inimenguatkan bahwa endapan fosfat Cijulang memangberkadar rendah.

Pengujian secara kimia dan mikroskop optik terhadapenam percontoh ampas pelindian bioleachingmenunjukkan bahwa material fosfat terlindi habispada percontoh A2 dan B1, namun masih tersisapada empat percontoh lainnya. Terlepas dari kuantitaspersen ekstraksi yang diperoleh, kondisi percobanbioleaching untuk percontoh A2 (-140 mesh+200mesh, 10% padatan) dan B1 (-200 mesh, 5%padatan) efektif dalam melepaskan unsur fosfor dariikatannya.

Selama pelindian, terjadi pengembangan porositasdan permeabilitas pada mineral yang terlindi.Contoh kongkrit ditunjukkan oleh mineral kalsityang memperlihatkan struktur spons yang tersusunkarena pengecilan ukuran partikel kalsit atau rusaknyapermukaan kalsit. Pengembangan porositas danpermeabilitas juga terjadi pada dahlit dan minerallain. Pada dahlit ditunjukkan dengan semakinlebarnya struktur menyerat yang dimilikinya. Kondisiini berakibat pada semakin luasnya permukaanpartikel untuk kontak dengan media pelindi yangditunjukkan dengan terdeteksinya alur-alur halus yangmerupakan refleksi aktifitas larutan pelindi ketika‘memakan’ komponen-komponen yang ada padamineral tersebut.

Pengujian kimia dan mikroskopi terhadap ampashasil pelindian bioleaching menggunakan kapangAspergillus niger tidak bersifat selektif dalam melindiunsur-unsur yang terdapat dalam batuan fosfat.Disarankan pada penelitian lanjutan yang akandilakukan pada skala meja dilakukan pengaturan pHdengan pengadukan berkecepatan rendah, untukmengurangi ikut terlindinya unsur-unsur pengotor.

Selain itu, penggunaan jasad renik lain sepertiBaccillus sp. sebagai media pelindi batuan pembawafosfat layak dicoba untuk mengetahui kinerjanyaapakah lebih baik dari kinerja kapang atau tidak.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Prof. Ris.Ngurah Ardha, M.Met.E atas masukan-masukan yangdiberikan selama penulisan makalah; Dra. SriHandayani, M.Sc. yang telah melakukan prosesbioleaching batuan fosfat Cijulang, sehinggapercontoh ampas yang dihasilkan dapat dikajikembali secara kimia dan mineralogi. Penelitian inididanai oleh Proyek Penelitian dan PengembanganMineral Tahun Anggaran 2008.

DAFTAR PUSTAKA

Ardha, N., Soenara, T., Purnomo, H. dan Rasyad,S.S., 1991. Upaya Peningkatan Mutu Fosfat dariBatuan fosfat Kadar Rendah Cijulang – Ciamis.Laporan Teknik Penelitian. n. 148. PusatPengembangan Teknologi Mineral.

Ardha, N., 1997. Uji Pelindian batugampingFosfatan dengan Asam dan asam Tersirkulasiuntuk Peningkatan Kadar Fosfat. Makalah Teknikno. 1. thn. 6, h. 1 – 7. Pusat Penelitian danPengembangan Teknologi Mineral.

http://www.anl.gov, diakses pada 03/02/09, jam14.40

http://www.moonminer.com/bioleaching.html,diakses pada 05/02/09, jam 11.05

http://www.seafriends.org.nz/oceano/seawater.htm,diakses pada 02/02 , jam 11.00

http://en.wikipedia.org/wiki/Phosphate, diakses pada02/02/09 , jam 9.55

Meyer, W.C. dan Yen, T.F. 2002. The Effect ofBioleaching on Green River Oil Shale. Depart-ment of Geological Sciences and Chemical En-gineering, University of Southrn California, CA9007. h. 94 – 98.

Muszer, Antoni dan Karas, Henry. 2003. Applica-tion Of Microscopic Mineralogical Analysis OfCopper Concentrate After Bioleaching Process.Mineralogical Society of Poland – Special Pa-

Page 59: Teknologi Mineral Dan Batubara 2009

Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Volume 05, Nomor 13, Januari 2009 : 47 – 5656

pers v 22. MSP – Poland.

Rodriguez-Lorenz, L.M., Vallet-Reg, M. dan Ferreira,J.M.F. 2001. Fabrication of hydroxyapatite bod-ies by uniaxial pressing from a precipitatedpowder. Biomaterials n. 22, h. 583-588.

Tim Bimbingan Pertambangan Fosfat. 1984.Bimbingan Pertambangan Fosfat di BatukarasKecamatan Cijulang, Kabupaten Ciamis.

Direktorat Jenderal Pertambangan Umum, PusatPengembangan Teknologi Mineral.

Wahyudi, T. dkk. 2008. Pengembangan Bioteknologiuntuk Pengolahan Mineral (Studi Kasus :Ekstraksi Fosfat dari Endapan Fosfat Alamdengan Metode Bioleaching). Laporan TeknikPenelitian (dalam proses cetak). Bandung:PuslitbangTeknologi Mineral dan Batubara.

Page 60: Teknologi Mineral Dan Batubara 2009

57Petunjuk Bagi Penulis

1. Naskah dan berkas dalam disket/CD dikirim kePemimpin Redaksi Jurnal tekMIRA, Jl. Jend.Sudirman No. 623 Bandung 40211. Naskahdalam disket/CD akan sangat membantu dalamproses peredaksian.

2. Naskah harus asli dan belum pernah diterbitkandalam publikasi lain. Judul naskah harus bersifatdeskriptif dan ringkas.

3. Redaksi akan melakukan seleksi danmemberitahukan ke penulis, bila naskah sudahditerima atau bila naskah tidak sesuai untukpenerbitan ini.

4. Naskah diketik dalam dua spasi menggunakankertas ukuran A4 dengan lebar margin kanandan atas 3 cm serta kiri dan bawah 2 cm.

5. Gambar dan tabel harus diberi judul denganjelas dan dalam kertas terpisah serta ditunjukkanmengenai penempatan gambar dan tabeltersebut dalam naskah tulisan. Foto harus jelasdan siap untuk dicetak (tidak dalam bentuknegatif film). Peta maksimum berukuran A4 danharus memakai skala dan arah utara. Semua hurufdalam peta harus jelas dan bila ukuran petaharus diperkecil, tinggi huruf dalam petatersebut tidak lebih kecil dari 1,5 mm.

6. Jumlah halaman naskah tidak ditentukan.Naskah ditulis secara ringkas sesuai isinya.

7. Nama penulis diketik pada halaman pertamadi bawah judul naskah. Nama organisasi,alamat, nomor telpon dan faksimili, serta alamate-mail (bila ada).

8. Intisari (abstract) naskah memuat ringkasan yangjelas. Kata kunci ditulis dalam Bahasa Indone-sia dan Inggris.

9. Hanya rumus matematika yang penting yangdimuat dalam naskah.

10. Daftar pustaka ditulis secara alfabetis. Urutanpenulisan : nama penulis, tahun penerbitan,judul referensi, penerbit, kota tempat bukuditerbitkan dan halaman.

11. Hanya artikel-artikel yang dipublikasikan yangdimasukkan sebagai referensi. Bilamana me-ngacu kepada artikel yang tidak dipublikasikan,agar dijelaskan cara memperoleh bahantersebut.

12. Catatan kaki supaya dihindarkan.

13. Izin untuk memproduksi hak cipta materialadalah tanggung jawab penulis. Pengutipanseminimal mungkin. Bila pengutipan melebihi250 kata penulis harus memperoleh izin tertulisdari penerbit dan penulis referensi yangbersangkutan.

Petunjuk Bagi Penulis

Page 61: Teknologi Mineral Dan Batubara 2009