Tugas Presentasi Kasus Mata Strabismus
-
Upload
handiana-samanta -
Category
Documents
-
view
192 -
download
31
Transcript of Tugas Presentasi Kasus Mata Strabismus
TUGAS PRESENTASI KASUS
Eksoforia dengan astigmatisma OD, Presbiopia ODS Dan Katarak Senilis
Insipiens OS
TUTOR:
dr. Muhamad Rifqy Setyanto Sp. M, Msi. Med
KELOMPOK G:
Handiana Samanta G1A009100
JURUSAN KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2012
I. PENDAHULUAN
Estimasi prevalensi strabismus didunia berkisar antara 2-5% (Koch, 2006).
Lima- lima belas juta orang di amerika serikat menderita strabismus. Strabismus
yang lebih beresiko pada orang dengan cacat ganda, terjadi pada sekitar 50 persen
pasien dengan Down sindrom, 44 persen pasien dengan cerebral palsy, dan 90
persen pasien dengan dysostosis kraniofasial seperti Apert-Crouzon syndrome.
Anak-anak yang lahir prematur dan berat lahir rendah memiliki besar risiko
mengembangkan strabismus dibandingkan anak yang lahir normal (Cosgrave,
2008).. Prevalensi strabismus juga lebih tinggi pada keluarga yang orang tua atau
saudara memiliki strabismus, berkisar dari 23 sampai 70 persen dari anggota
keluarga (Birch, 2005).
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Strabismus adalah suatu keadaan dimana kedudukan kedua bola mata
tidak ke satu arah (Sidarta Ilyas, 2001)
Eksoforia (mata berbakat juling ke luar atau strabismus divergen
laten) merupakan suatu tendensi penyimpangan sumbu penglihatan ke arah
temporal. Dimana pada eksoforia akan terjadi deviasi ke luar pada mata
yang ditutup atau dicegah terbentuknya refleks fusi. Apabila sudut
penyimpangan pada waktu melihat jauh lebih besar daripada waktu
melihat dekat, maka hal ini biasanya disebabkan oleh suatu ekses divergen.
Sedangkan apabila sudut penyimpangan pada waktu melihat deket lebih
besar dibanding waktu melihat jauh, maka hal ini disebabkan oleh
kelemahan akomodasi.
B. ETIOLOGI DAN PREDISPOSISI
Strabismus yang lebih beresiko pada orang dengan cacat ganda,
terjadi pada sekitar 50 persen pasien dengan Down sindrom, 44 persen
pasien dengan cerebral palsy, dan 90 persen pasien dengan dysostosis
kraniofasial seperti Apert-Crouzon syndrome. Anak-anak yang lahir
prematur dan berat lahir rendah memiliki besar risiko mengembangkan
strabismus dibandingkan anak yang lahir normal (Cosgrave, 2008)..
Prevalensi strabismus juga lebih tinggi pada keluarga yang orang tua atau
saudara memiliki strabismus, berkisar dari 23 sampai 70 persen dari
anggota keluarga (Birch, 2005).
C. PATOFISIOLOGI
Pergerakan dua bola mata (Binokuler) :
Hukum Hering
Pada setiap arah gerakan mata secara sadar, maka otot-otot yang
berpasangan akan mendapat sejumlah rangsangan dalam jumlah yg sama
besar sehingga menghasilkan gerakan yg tepat dan lancar.
Joke Muscles
Pada setiap gerakan mata yang terkoordinir, otot dari satu mata
akan berpasangan dengan otot mata yang lain untuk menghasilkan gerakan
mata dalam 6 arah koordinat.
Ganguan pergerakan
Bila terdapat satu atau lebih otot mata yang tidak dapat
mengimbabgi gerakan otot mata lainnya maka akan terjadi gangguan
keseimbangan gerakan mata sumbu penglihatan akan menyilan mata
menjadi strabismus,diplopia.
Strabismus ditimbulkan oleh cacat motorik, sensorik atau sentral.
Cacat sensorik disebabkan oleh penglihatan yang buruk, ptosis palpebra,
parut kornea, katarak kongenital. Cacat sentral akibat kerusakan otak.
Cacat sensorik dan cacat sentral menimbulkan strabismus konkomitan atau
non paralitik. Cacat motorik seperti paresis otot mata akan menyebabkan
gerakan abnormal mata yang menimbulkan strabismus paralitik (Voughan,
1996; Wijana, 1993; Ilyas, 2000).
Gangguan fungsi mata seperti pada kasus kesalahan refraksi berat
atau pandangan yang lemah karena penyakit bisa berakhir pada
strabismus. Ambliopia (berkurangnya ketajaman penglihatan) dapat terjadi
pada strabismus, biasanya terjadi pada penekanan kortikal dari bayangan
mata yang menyimpang (Voughan, 1996; Wijana, 1993; Ilyas, 2000).
D. PENEGAKAN DIAGNOSIS
a. Anamnesis:
Gejala yang sering muncul
1. Pandangan ganda
2. Kelelahan mata
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik meliputi
Terdapat bermacam-macam uji atau pemeriksaan untuk membuat
diagnosis keseimbangan otot gerak mata seperti :
Uji Hirschberg, refleks kornea
Pada uji coba ini mata disinari dengan penlight dan akan terlihat
refleks sinar pada permukaan kornea. Refleks sinar pada mata normal
terletak pada kedua mata sama-sama di tengah pupil. Bila satu refleks di
tengah pupil sedangkan pada mata yang satunya di nasal, berarti pasien
juling keluar atau eksotropia.
Uji Krimsky (untuk menilai derajat deviasi mata)
Mengukur sudut deviasi pada juling dengan meletakkan ditengah
cahaya refleks kornea dengan prisma. Refleks cahaya diobservasi agar
dipusatkan pada pupil mata yang terfiksasi. Sudut deviasi dan arah di baca
langsung dari prisma.
Uji tutup mata berganti
Bila satu mata ditutup dan kemudian mata yang lain maka bila
kedua mata berfiksasi normal maka mata yang dibuka tidak bergerak. Bila
terjadi pergerakan pada mata yang baru dibuka berarti terdapat foria atau
tropia.
Uji tutup buka mata
Uji ini sama dengan uji tutup mata, dimana yang dilihat adalah
mata yang ditutup dan diganggu fusinya sehingga mata yang tidak normal
atau juling akan menggulir. Bila mata tersebut ditutup dan dibuka akan
terlihat pergerakan mata tersebut. Pada keadaan ini berarti mata ini
mengalami foria atau juling atau berubah kedudukan bila mata ditutup.
Pemeriksaan penunjang
Tidak perlu dilakukan pemeriksaan penunjang
E. PENATALAKSANAAN
Pengobatan ditujukan kepada kesehatan secara umum. Bila ada kelainan
refraksi harus diberikan koreksi. Bila mungkin diberikan latihan-latihan
ortoptik. Bila tidak berhasil dapat diberikan prisma base in yang
kekuatannya dibagi dua sama besar untuk masing-masing mata, kiri dan
kanan.
F. PROGNOSIS
Quo ad visam : bonam
Quo ad sanam : bonam
Quo ad vitam :bonam
Quo ad cosmetiquem: dubia at malam
G. KOMPLIKASI
Ambliopia
III. KESIMPULAN
1. Strabismus adalah suatu keadaan dimana kedudukan kedua bola mata tidak
ke satu arah (Sidarta Ilyas, 2001)
2. Eksoforia (mata berbakat juling ke luar atau strabismus divergen laten)
merupakan suatu tendensi penyimpangan sumbu penglihatan ke arah
temporal.
DAFTAR PUSTAKA
Birch EE, Fawcett SL, Morale SE, et al. Risk factors for accommodative esotropia among hypermetropic children. Invest Ophthalmol Vis Sci 2005; 46:526-9.
Cosgrave E, Scott C, Goble R. Ocular findings in low birthweight and premature babies in the first year: do we need to screen? Eur J Ophthalmol 2008; 18:104-11.
Ilyas S, 2000, Strabismus, dalam Sari Ilmu Penyakit Mata, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 181-194.
Koc F, Ozal H, Yasar H, Firat E. Resolution in partial accommodative esotropia during occlusion treatment for amblyopia. Eye (Lond) 2006; 20:325-8
Voughan D, Asbury T, 1996, Strabismus, dalam Oftalmologi Umum, edisi II, Jilid 1, Widya Medika, Jakarta, 237-263.
Wijana. N, 1993, Strabismus, dalam Ilmu Penyakit Mata, Abadi Tegal, Jakarta, 282-311.