Tugas Pertemuan 12

31
TUGAS MANAJEMEN PERPAJAKAN Tax Planning Dalam Pemanfaatan Tax Incentives Disusun Oleh Kelompok 7 : Elvis Rinto Serong 14/375299/EE/ 06862 Gabriella Ara Adventana 14/375309/EE/ 06872 Lucia Ira Yuliastari 14/375330/EE/ 06892 Nasta Aulia Listi 14/375349/EE/ 06911 Windi Noor Ferdiyanto 14/375387/EE/ 06949 Dosen : Dr. Eko Suwardi, M.Sc., Ak

description

i

Transcript of Tugas Pertemuan 12

TUGAS MANAJEMEN PERPAJAKANTax Planning Dalam Pemanfaatan Tax Incentives

Disusun Oleh Kelompok 7 :Elvis Rinto Serong14/375299/EE/06862

Gabriella Ara Adventana14/375309/EE/06872

Lucia Ira Yuliastari 14/375330/EE/06892

Nasta Aulia Listi14/375349/EE/06911

Windi Noor Ferdiyanto14/375387/EE/06949

Dosen : Dr. Eko Suwardi, M.Sc., Ak

Pendidikan Profesi AkuntansiFakultas Ekonomika dan BisnisUniversitas Gadjah Mada Yogyakarta2015Tax Planning Dalam Pemanfaatan Tax Incentives

Tax Incentives adalah pengurangan, pengecualian, atau pembebasan dari kewajiban pajak, yang ditawarkan pemerintah sebagai daya tarik untuk terlibat dalam kegiatan tertentu (seperti investasi barang modal) untuk jangka waktu tertentu.Jenis insentif pajak secara umum sebagai berikut ini.

1) Tax Holiday dan Tax AllowanceTax Holiday dapat diartikan sebagai periode pembebasan pajak penghasilan untuk industri-industri baru, yang diberikan oleh negara-negara berkembang dalam rangka untuk mengembangkan atau diversifikasi industri. Sedangkan Tax allowancediterjemahkan sebagai keringanan/pengurangan pajak. Keuntungan insentif pajak berupatax holidayantara lain adalah keuntungan dari segi kesederhanaan, karena dengan tidak adanya pajak yang harus dibayar pada masaholidaymaka baik bagi kantor pajak maupun wajib pajak tidak perlu melakukanfilingdan auditpajak serta tidak ada biaya administrasi. Kelemahan dari tax holiday, yaitu: The cost of tax holiday, dalam arti penerimaan pajak yang hilang bagihost countryyang tidak dapat diperkirakan didepan dengan tingkat akurasi yang cukup. Tax holidaysering dimanfaatkan oleh investor yang cenderungmobiledengan memindahkan usahanya ke negara lain untuk mendapatkantax holidayyang baru jika masa manfaattax holidaydi suatu negara sudah habis.Dengan praktek tersebut, negarahost countrykehilanganbenefitdari adanya investor tersebut. Tax holidaymenciptakan kesempatan untuk penghindaran pajak atau manipulasi pajak.

2) Tax Sparing CreditTax sparing credit merupakan suatu kredit pajak semu yang disepakati oleh negara asal investor dimana negara asal investor memperbolehkan investor mengakui adanya kredit pajak di luar negeri dalam penghitungan pajak global di negara asal investor (the country of resident) walaupun dalam kenyataannya tidak ada pajak yang dibayar di negara sumber karena negara sumber memberikan insentif pajak (tax holiday). Insentif pajak berupatax holidayyang diberikan oleh negara sumber tidak akan efektif jika di negara asalnya, investor harus membayar pajak atas keseluruhan penghasilan yang diterima dari seluruh dunia (world wide income). Hal ini pernah terjadi di Indonesia pada periode pemberlakuantax holidaypada periode waktu tahun 1967 sampai dengan 1983.

3) Investment Allowances dan Tax CreditsInvestment allowances and taxcreditspada umumnya diterapkan pada investasi baru yang dibuat.Investment allowances and taxcreditsadalah bentuk insentif pajak yang didasarkan pada besarnya investasi.Tax allowanceberarti mengurangi penghasilan kena pajak perusahaan. Sedangkantax creditsecara langsung mengurangi jumlah pajak yang harus dibayar.Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam mendesaininvestment allowanceadalah: Investasi yang memenuhi syarat (eligible investment), yaitu bahwa invsetment allowancediterapkan atas semua bentuk investasi modal atau dapat pula atas kategori khusus saja, seperti mesin atau peralatan berteknologi canggih. Jumlahallowance,yang pada umumnya dalam bentuk persentase dari investasi tertentu. Di Indonesia,besarnyaallowanceadalah 30% dari investasi yang memenuhi syarat. Jangka waktu (duration) dan batasan lainnya, yaitu batas waktu dimana investment allowancedapat diklaim. Untuk Indonesia jangka waktunya adalah 6 tahun.

Permasalahan utama berkenaan dengan insentif jenis ini adalah dalam mendefinisikan pengeluaran yang memenuhi syarat, pilihan tarif dariallowanceatau kredit pajak, dan perlakuan dari jumlah insentif yang tidak dapat dipergunakan dalam tahun tersebut dalam hal penghasilan kena pajak tidak mencukupi. Sedangkan kelebihan jenis insentif ini dibandingkan dengantax holidaydilihat dalamperspektif host countryadalah biaya maksimal yang muncul dapat ditentukan dengan mudah; biaya tersebut berhubungan secara langsung dengan jumlah investasi yang diberikanallowance;serta insentif tersebut tidak membatasi khusus kepada investor baru tapi juga kepada investor lama yang meningkatkan investasinya.

4) Accelerated Depreciation (Timing Difference)Perbedaan waktu dapat terjadi dalam hal pembebanan biaya yang dipercepat atau penangguhan pengakuan penghasilan. Bentuk umum dari pembebanan biaya yang dipercepat adalah penyusutan, yaitu penyusutan dibebankan dalam periode waktu yang lebih pendek dari umur ekonomis aktiva tersebut atau melalui pembebanan khusus di periode tahun pertama. Maksud dari insentif tipe ini adalah untuk membantu perusahaan memperoleh pengembalian modalnya (return on investment) lebih cepat. Namun, insentif ini secara keseluruhan tidak mempengaruhi jumlah pajak yang seharusnya dibayar ke negara, tetapi hanya menggeser beban pajak ke belakang.

5) Tax Rate ReductionsPengurangan tarif pajak secara umum diterapkan atas penghasilan dari sumber tertentu atau kepada perusahaan yang memenuhi kriteria tertentu. Misalnya, kepada perusahaan kecil di bidang manufaktur atau pertanian. Pengurangan tarif ini berbeda dengantax holidaysebab kewajiban pajak dari perusahaan tidak dibebaskan secara keseluruhan, dan insentif ini dapat diperluas pada perusahaan baru termasuk penghasilan dari kegiatan yang telah ada serta tidak dibatasi pada periode waktu tertentu. Persoalan utama dalam menerapkan insentif tipe ini adalah dalam mengidentifikasi penghasilan yang memenuhi syarat dan kriteria perusahaan tertentu. Seringkali dalam membuat definisi atas penghasilan dan perusahaan tertentu yang berhak mendapatkan insentif menimbulkan peluang untuk dimanipulasi. Untuk mencegah dimanipulasi, biasanya dibuat aturan hukum yang ketat sehingga justru mengurangi efektifitas dari insentif tersebut.

A. Fasilitas PPh atas Industri Tertentu dan Wilayah Tertentu

1. Fasilitas PPh atas Industri Tertentu dan Wilayah Tertentu

Pemerintah memberikan fasilitas pembebasan/pengurangan pajak (Tax Holiday) dengan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.011/2011 tanggal 15 Agustus 2011 tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan. Pengakuan pemberian fasilitastax holidaydari Indonesia dalam penghitungan PPh di negara domisili sebesar fasilitas yang diberikan disebut dengan tax sparing.

Wajib Pajak yang Dapat Menggunakan FasilitasTax HolidayFasilitastax holidayini diberikan kepada Wajib Pajak badan baru yang memenuhi kriteria:a. merupakan Industri Pionir;b. mempunyai rencana penanaman modal baru yang telah mendapatkan pengesahan dari instansi yang berwenang paling sedikit sebesar Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah);c. menempatkan dana di perbankan di Indonesia minimal 10% dari total rencana penanaman modal sebagaimana dimaksud pada huruf angka 2 di atas, dan tidak boleh ditarik sebelum saat dimulainya pelaksanaan realisasi penanaman modal; dand. harus berstatus sebagai badan hukum Indonesia yang pengesahannya ditetapkan maksimal 12 bulan sebelum Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku atau pengesahannya ditetapkan sejak atau setelah berlakunya Peraturan Menteri Keuangan ini. Untuk diketahui bahwa Peraturan Menteri Keuangan ini berlaku mulai 15 Agustus 2011.Industri Pionir yang dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan ini mencakup:a. Industri Logam Dasar;b. Industri pengilangan minyak bumi dan/atau kimia dasar organic yang bersumber dari minyak bumi dan gas alam;c. Industri permesinan;d. Industri di bidang suberdaya terbarukan; dan/ataue. Industri peralatan komunikasi.

Syarat bagi Wajib Pajak yang Memenuhi Kriteria Untuk Memanfaatkan FasilitasTax HolidayFasilitasTax Holidayini dapat dimanfaatkan oleh Wajib Pajak yang memenuhi kriteria sepanjang memenuhi persyaratan:a. telah merealisasikan seluruh penanaman modalnya; danb. telah berproduksi secara komersial. Saat dimulainya berproduksi secara komersial ini akan diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.

Tata Cara Untuk Memperoleh FasilitasTax Holiday Wajib Pajak harus menyampaikan permohonan kepada Menteri Perindustrian atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Dalam rangka pemberian fasilitasTax Holiday, Menteri Perindustrian atau Kepala BKPM setelah berkoordinasi dengan menteri terkain, menyampaikan usulan kepada Menteri Keuangan, dengan melampirkan fotokopi: Penyampaian usulan ini harus disertai dengan uraian penelitian mengenai:(i) kartu NPWP;(ii) suratpersetujuan penanaman modal baru dari Kepala BKPM beserta rinciannya; dan(iii) Bukti penempatann dana di perbankan di Indonesia.(iv) ketersediaan infrastruktur di lokasi investasi;(v) penyerapan tenaga kerja domestic;(vi) kajian mengenai pemenuhan kriteria sebagai industry pionir;(vii) rencana tahapan alih teknologi secara rinci; dan(viii) adanya ketentuan mengenaitax sparingdi negara domisili.

Persetujuan Menteri Keuangan Atas usulan pemberiantax holidayoleh Menteri Perindustrian atau Kepala BKPM, Menteri Keuangan menugaskan komite verifikasi pemberian fasilitastax holiday(yang dibentuk oleh Menteri Keuangan) untuk membantu melakukan penelitian dan verifikasi dengan mempertimbangkan dampak strategis Wajib Pajak bagi perekonomian nasional. Dalam melaksanakan tugasnya komite verifikasi pemberian fasilitastax holidayberkonsultasi dengan Menteri Koordinator Perekonomian. Atas hasil penelitian dan verifikasi, komite verifikasi menyampaikan kepada Menteri Keuangan yang disertai dengan pertimbangan dan rekomendasi, serta rekomendasi jangka waktu pemberian fasilitas. Berdasarkan hasil rekomendasi ini, Menteri Keuangan memutuskan pemberian fasilitas setelah berkonsultasi dengan Presiden Republik Indonesia. Apabila Menteri Keuangan menyetujui pemberian fasilitastax holidayini, maka diterbitkan Surat Keputusan. Namun apabila Menteri Keuangan menolak, maka penolakan disampaikan melalui pemberitahuan secara tertulis kepada Wajib Pajak dengan tembusan kepada Menteri Perindustrian atau Kepala BKPM.

Kewajiban Bagi Wajib Pajak yang Telah Memperoleh FasilitasTax HolidayWajib Pajak yang telah memperoleh fasilitasTax Holidayharus menyampaikan laporan secara berkala kepada Direktur Jenderal Pajak dan komite verifikasi mengenai:a. laporan penggunaan dana yang ditempatkan di perbankan di Indonesia; danb. laporan realisasi penanaman modal yang telah diaudit.

Sanksi Pencabutan FasilitasTax HolidayWajib Pajak yang telah memperoleh fasilitastax holidayini dapat dicabut, apabila:a. tidak memenuhi ketentuan kriteria sebagai Wajib Pajak yang dapat diberikan fasilitas dan persyaratan telah merealisasikan seluruh penanaman modal yang telah disahkan oleh instansi yang berwenang; dan/ataub. tidak memenuhi ketentuan penyampaian laporan.

Fasilitas Pembebasan Pajak yang Diperoleh oleh Wajib PajakJangka waktu pemberian fasilitastax holidaysebagaimana disebutkan di atas dapat melebihi jangka waktu sebagaimana yang telah ditetapkan tersebut berdasarkan pertimbangan dari Menteri Keuangan. Wajib Pajak yang mendapatkan persetujuan untuk memperoleh fasilitastax holiday, mendapatkan fasilitas pembebasan pajak berupa:a. pembebasan atau pengurangan PPh badan dalam jangka waktu maksimal 10 tahun dan minimal 5 tahun, terhitung sejak Tahun Pajak dimulainya produksi komersial.b. setelah berakhirnya pemberian fasilitastax holiday, Wajib Pajak diberikan pengurangan PPh badan sebesar 50% dari PPh terutang selama 2 Tahun Pajak.c. atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari kegiatan usaha yang memperoleh fasilitastax holiday, tidak dilakukan pemotongan dan pemungutan pajak selama periode pemberian fasilitastax holiday.

Kewajiban Perpajakan yang Masih Tetap Berlaku Bagi Wajib Pajak yang Dapat FasilitasTax HolidayBagi Wajib Pajak yang memperoleh fasilitastax holidaymasih berlaku ketentuan:a. atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak di luar kegiatan usaha yang memperoleh fasilitastax holiday, tetap dilakukan pemotongan dan pemungutan pajak sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku.b. tetap melaksanakan kewajiban pemotongan dan pemungutan pajak kepada pihak lain sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku.

Ketentuan Memperoleh Fasilitas PPha. Wajib Pajak yang telah memperoleh fasilitas PPh sesuai Pasal 31A UU PPh, tidak dapat memperoleh fasilitas tax holiday berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan ini.b. Wajib Pajak yang telah memperoleh fasilitas PPh sesuai Peraturan Menteri Keuangan ini, tidak dapat memperoleh fasilitas tax holiday berdasarkan Pasal 31A UU PPh.

Saat Pengajuan Usulan Pemberian FasilitasTax HolidayUsulan untuk memberikan fasilitas pembebasan atau pengurangan PPh badan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan ini, harus diajukan oleh Menteri Perindustrian atau Kepala BKPM dalam jangka waktu selama 3 tahun terhitung sejak diundangkannya Peraturan Menteri Keuangan ini.

2. Fasilitas PPh Untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu

Pada tanggal 6 April Tahun 2015, pemerintah menerbitkan revisi regulasi fasilitas PPh melalui Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu yang secara efektif akan berlaku mulai tanggal 6 Mei 2015. Tujuannya adalah untuk mendorong peningkatan investasi langsung guna mendorong pertumbuhan ekonomi dalam rangka pemerataan pembangunan.Peraturan Pemerintah ini mencabut dan menggantikan Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2011 yang mengatur tentang fasilitas Pajak Penghasilan di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu. Kebijakan umum dalam fasilitasTax Allowance(Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015), yaitu:a. Menciptakan efek pengganda yang besar dalam upaya mendorong pertumbuhan ekonomi dan memperbaiki neraca pembayaran;b. Memenuhi kebutuhan dalam negeri sejalan dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi;c. Mengisi pohon industri yang kosong guna mendorong kemandirian nasional;d. Tidak mengganggu pertumbuhan industri yang ada dalam rangka menjaga iklim usaha yang kondusif;e. Tidak saling menghapuskan dengan kebijakan lain sejalan dengan konsistensi kebijakan pemerintah;f. Lebih ramah terhadap investor, seperti penyederhanan proses pengurusan fasilitas;g. Lebih terbuka dari peraturan sebelumnya dengan persyaratan yang tidak bersifat kumulatif.Wajib Pajak yang dapat diberikan fasilitasTax Allowanceadalah Wajib Pajak badan dalam negeri yang melakukan penanaman modal baru maupun perluasan dari usaha yang telah ada. Terdapat setidaknya 66 Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) di dalamLampiran I dan 77 KBLI di dalamLampiran II. Dari total 143 KBLI tersebut sebagian besar didominasi oleh sektor industri makanan, industri petrokimia, industri tekstil, industri produk dari batu bara dan pengilangan minyak bumi, industri logam dasar, industri pembangkit listrik dengan menggunakan energi baru dan terbarukan, industri farmasi, produk obat kimia dan obat tradisional. Terdapat juga dalam PP ini industri untuk sektor pertanian, kelautan perikanan, peternakan, kehutanan, dan kawasan pariwisata juga diberikan fasilitas, termasuk bidang-bidang usaha yang dapat mendorong sektor kemaritiman, sepertiga langan kapal dan kepelabuhanan yang meliputi industri kapal dan perahu, industri peralatan, perlengkapan dan bagian kapal, dan industri penanganan kargo. Bentuk fasilitas Tax Allowanceyang diberikan meliputi:a. Pengurangan penghasilan neto sebesar 30% (tiga puluh persen) yang dibebankan selama 6 (enam) tahun masing-masing sebesar 5% (lima persen),b. Penyusutan dan amortisasi dipercepat,c. Pengenaan PPh sebesar 10% (sepuluh persen) atas dividen yang dibayarkan kepada Wajib Pajak luar negeri atau tarif yang lebih rendah apabila terdapatTax Treaty, dand. Kompensasi kerugian yang lebih lama dari 5 (lima) tahun tetapi tidak lebih dari 10 (sepuluh) tahun.e. Khusus untuk tambahan kompensasi kerugian, Pemerintah akan memberikanrewardberupa tambahan kompensasi kerugian selama 2 (dua) tahun kepada Wajib Pajak yang melakukan perluasan dari usaha yang telah ada yang sebagian sumber pembiayaannya berasal dari laba setelah pajak (earning after tax) dan tambahan 2 (dua) tahun lagi kepada Wajib Pajak dalam negeri di bidang usaha tertentu di luar kawasan berikat yang melakukan ekspor paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari nilai total penjualan.Bentuk relaksasi dalam PP ini meliputi:a. Persyaratan umum Wajib Pajak yang dapat mengajukan fasilitasTax Allowance:(i) Wajib Pajak badan dalam negeri dengan tidak dibatasi hanya pada Perseroan Terbatas dan Koperasi(ii) Tidak lagi mensyaratkan jangka waktu penerbitan Izin Prinsip, sepanjang belum berproduksi secara komersialb. Lebih memberikan relaksasi pada kriteria dan persyaratan pengajuan fasilitasTax Allowance (besaran investasi, ekspor, tenaga kerja, dan TKDN tidak bersifat kumulatif)c. Wajib Pajak dapat bersamaan mengajukan permohonanTax HolidaydanTax Allowance. Dalam hal permohonanTax Holidaynya ditolak, akan diberikan fasilitasTax Allowance.d. Jangka waktu penyelesaian yang lebih cepat dan proses pengajuan yang lebih mudah:(i) Penguatan fungsi Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Pusat di BKPM,(ii) Simplifikasi dokumen persyaratan dengan tujuan tidak memberatkan Wajib Pajak,(iii) Lebih memberikan kepastian jangka waktu penyelesaian pemberian fasilitas, yaitu paling lama 28 hari kerja.

B. Beragam Fasilitas PPN dan Bea Masuk

1. Fasilitas PPN

Pajak Pertmbahan Nilai (PPN) dikenakan atas pertambahan nilai !ang terjadiatas suatu barang atau jasa. Untuk tujuan tujuan tertentu, PPN ini tidak dikenakan terhadap sector-sektor usaha tertentu. Inilah yang disebut dengan fasilitas.Ada 4 (empat) jenisfasilitas PPNdi Indonesia yaitu : Fasilitas PPN Tidak Dikenakan, PPN Dibebaskan, PPN Tidak Dipungut dan PPN 0% (Nol Persen). Pengertian keempat fasilitas tersebut adalah sama-sama tidak dibebani PPN. Tetapi, ada beberapa perbedaan mendasar di antara keempat fasilitas tersebut.

PPN Tidak DikenakanPPN DibebaskanPPN Tidak DipungutPPN 0% (Nol Persen)

BKP/JKP dikecualikan dari objek PPN. Apabila tidak ada usaha lain, maka wajib pajak tidak wajib untuk dikukuhkan sebagai PKP. Pajak Masukan atas perolehan Barang dan/atau Jasa Kena Pajak tidak dapat dikreditkan.

Ada Objek PPN. Wajib Pajak harus minta dikukuhkan sebagai PKP dan wajib membuat Faktur Pajak kecuali ada peraturan yang menyatakan tidak diperlukan. Pajak Masukan atas perolehan Barang dan/atau Jasa Kena Pajak tidak dapat dikreditkan. Ada Objek PPN. Wajib Pajak harus minta dikukuhkan sebagai PKP dan wajib membuat Faktur Pajak kecuali ada peraturan yang menyatakan tidak diperlukan. Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dapat dikreditkan. Ada Objek PPN. Wajib Pajak harus minta dikukuhkan sebagai PKP. Pajak Masukan atas perolehan BKP dapat dikreditkan.

a) PPN Tidak DikenakanBerdasarkan Pasal 4A UU PPN 1984 dan Perubahannya, diatur bahwa atas keleompok barang dan jasa tertentu tidak dikenakan PPN, yaitu:Kelompok Barang:i. barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya,ii. barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak,iii. makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, daniv. uang, emas batangan, dan surat-surat berharga.Kelompok Jasa:i. Jasa di bidang pelayanan kesehatan medik;ii. Jasa di bidang pelayanan sosial;iii. Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko;iv. Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi;v. Jasa di bidang keagamaan;vi. Jasa di bidang pendidikan;vii. Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan Pajak Tontonan;viii. Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan;ix. Jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air;x. Jasa di bidang tenaga kerja;xi. Jasa di bidang perhotelan;xii. Jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum.

b) PPN DibebaskanFasilitasPPN terutang dibebaskanyakni PPN yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dibebaskan pemungutannya. Artinya, konsumen tidak perlu membayar PPN yang terutang itu lagi dan bagi Penjualnya (PKP) tidak perlu memungut PPN terutangnya.Berdasarkan Pasal 16B UU PPN 1984 dan Perubahannya, fasilitas berupa pembebasan PPN dapat diberikan kepada:i. kegiatan di kawasan tertentu atau tempat tertentu di dalam Daerah Pabean;ii. penyerahan Barang Kena Pajak tertentu atau penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu;iii. impor Barang Kena Pajak tertentu;iv. pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;v. pemanfaatan Jasa Kena Pajak tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.

Barang Kena Pajak yang atas impornya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai adalah :i. Senjata, amunisi, alat angkutan di air, alat angkutan di bawah air, alat angkutan di udara, alat angkutan di darat, kendaraan lapis baja, kendaraan patroli, dan kendaraan angkutan khusus lainnya, serta suku cadangnya yang diimpor oleh Departemen Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) atau oleh pihak lain yang ditunjuk oleh Departemen Pertahanan, TNI atau POLRI untuk melakukan impor tersebut, dan komponen atau bahan yang belum dibuat di dalam negeri, yang diimpor oleh PT (PERSERO) PINDAD, yang digunakan dalam pembuatan senjata dan amunisi untuk keperluan Departemen Pertahanan, TNI atau POLRI;ii. Vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan Program Pekan Imunisasi Nasional (PIN);iii. Buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama;iv. Kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau dan kapal angkutan penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau keselamatan manusia yang diimpor dan digunakan oleh PerusahaanPelayaran Niaga Nasional, Perusahaan Penangkapan Ikan Nasional, Perusahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhan Nasional atau Perusahaan PenyelenggaraJasa Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan Nasional, sesuai dengan kegiatan usahanya;v. Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional, dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan pesawat udara yang diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh Perusahaan AngkutanUdaraNiaga Nasional yang digunakan dalam rangka pemberian jasa perawatan atau reparasi pesawat udara kepada Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional;vi. Kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta prasarana yang diimpor dan digunakan oleh PT(PERSERO) Kereta Api Indonesia, dan komponen atau bahan yang diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh PT (PERSERO) Kereta Api Indonesia, yang digunakan untuk pembuatan kereta api, suku cadang, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan, serta prasarana yang akan digunakan oleh PT (PERSERO) Kereta Api Indonesia; danvii. Peralatan berikut suku cadangnya yang digunakan oleh Departemen Pertahanan atau TNI untuk penyediaan data batas dan photo udara wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan untuk mendukung pertahanan Nasional, yang diimpor oleh Departemen Pertahanan, TNI atau pihak yang ditunjuk oleh Departemen Pertahanan atau TNI

Barang Kena Pajak yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai adalah :i. Rumah sederhana, rumah sangat sederhana, rumah susun sederhana, pondok boro, asrama mahasiswa dan pelajar serta perumahan lainnya, yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah;ii. Senjata, amunisi, alat angkutan di air, alat angkutan di bawah air, alat angkutan di udara, alat angkutan di darat, kendaraan lapis baja, kendaraan patroli dan kendaraan angkutan khusus lainnya, serta suku cadangnya yang diserahkan kepada Departemen Pertahanan, TNI atau POLRI, dan komponen atau bahan yang diperlukan dalam pembuatan senjata dan amunisi oleh PT (PERSERO) PINDAD untuk keperluan Departemen Pertahanan, TNI atau POLRI;iii. Vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan Program Pekan Imunisasi Nasional (PIN);iv. Buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama;v. Kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau dan kapal angkutan penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau keselamatan manusia yang diserahkan kepada dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional, Perusahaan Penangkapan Ikan Nasional, Perusahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhan Nasional atauPerusahaan Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan Nasional, sesuai dengan kegiatan usahanya;vi. Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang diserahkan kepada dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan pesawat udara yang diperoleh oleh pihak yang ditunjuk oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional yang digunakan dalam rangka pemberian jasa perawatan atau reparasi Pesawat Udara kepada Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional;vii. Kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta prasarana yang diserahkan kepada dan digunakan oleh PT (PERSERO) Kereta Api Indonesia dan komponen atau bahan yang diserahkan kepada pihak yang ditunjuk oleh PT (PERSERO) Kereta Api Indonesia, yang digunakan untuk pembuatan kereta api, suku cadang, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan, serta prasarana yang akan digunakan oleh PT (PERSERO) Kereta Api Indonesia;viii. Peralatan berikut suku cadangnya yang digunakan untuk penyediaan data batas dan photo udara wilayah Negara Republik Indonesia untuk mendukung pertahanan Nasional yang diserahkan kepada Departemen Pertahanan atau TNI

Jasa Kena Pajak tertentu yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai adalah :i. Jasa yang diterima oleh Perusahaan Angkutan Laut Nasional, Perusahaan Penangkapan Ikan Nasional, Perusahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhan Nasional atau Perusahaan Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan Nasional.ii. Jasa yang diterima oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional.iii. Jasa perawatan atau reparasi kereta api yang diterima oleh PT (PERSERO) Kereta Api Indonesia;iv. Jasa yang diserahkan oleh kontraktor untuk pemborongan bangunan dan pembangunan tempat yang semata-mata untuk keperluan ibadah;v. Jasa persewaan rumah susun sederhana, rumah sederhana, dan rumah sangat sederhana; danvi. Jasa yang diterima oleh Departemen Pertahanan atau TNI yang dimanfaatkan dalam rangka penyediaan data batas dan photo udara wilayah Negara Republik Indonesia untuk mendukung pertahanan nasional

Atas impor Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis yang dibebaskan dari pengenaan PPN adalah:i. barang modal berupa mesin dan peralatan pabrik, baik dalam keadaan terpasang maupun terlepas, tidak termasuk suku cadang yang diperlukan secara langsung dalam proses menghasilkan Barang Kena Pajak, oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan Barang Kena Pajak tersebut;ii. makanan ternak, unggas, dan ikan dan/atau bahan baku untuk pembuatan makanan ternak, unggas, dan ikaniii. bibit dan/atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, penangkaran, atau perikananiv. barang hasil pertanian

Atas penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis berupa:i. barang modal berupa mesin dan peralatan pabrik, baik dalam keadaan terpasang maupun terlepas, tidak termasuk suku cadang yang diperlukan secara langsung dalam proses menghasilkan Barang Kena Pajak, oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan Barang Kena Pajak tersebut;ii. makanan ternak, unggas, dan ikan dan/atau bahan baku untuk pembuatan makanan ternak, unggas, dan ikaniii. barang hasil pertanianiv. bibit dan/atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, penangkaran, atau perikananv. air bersih yang dialirkan melalui pipa oleh Perusahaan Air Minumvi. listrik kecuali untuk perumahan dengan daya di atas 6600 (enam ribu enam ratus) wattvii. Rumah Susun Sederhana Milik, yang selanjutnya disebut RUSUNAMI, adalah bangunan bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang dipergunakan sebagai tempat hunian yang dilengkapi dengan kamar mandi/WC dan dapur, baik bersatu dengan unit hunian maupun terpisah dengan penggunaan komunal, yang perolehannya dibiayai melalui kredit kepemilikan rumah bersubsidi atau tidak bersubsidi.

c) PPN Tidak Dipungut:FasilitasPPN terutang tidak dipunguthakikatnya juga sama, yakni PPN yang terutang dalam penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak tidak perlu dipungut oleh penjual karena ada fasilitas tersebut. Dalam hal ini konsumen juga tidak lagi perlu membayar PPN yang terutang tersebut.Berdasarkan Pasal 16B UU PPN 1984 dan Perubahannya, fasilitas berupa PPN tidak dipungut dapat diberikan kepada:i. kegiatan di kawasan tertentu atau tempat tertentu di dalam Daerah Pabean;ii. penyerahan Barang Kena Pajak tertentu atau penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu;iii. impor Barang Kena Pajak tertentu;iv. pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;v. pemanfaatan Jasa Kena Pajak tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.

Kawasan Berikat Pulau BatamDalam rangka menunjang ekspor, Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut atas: Penyerahan Barang Kena Pajak kepada Pengusaha sepanjang Barang Kena Pajak tersebut digunakan untuk menghasilkan Barang Kena Pajak yang diekspor; dan Impor Barang Kena Pajak yang dilakukan oleh Pengusaha sepanjang Barang Kena Pajak tersebut digunakan untuk menghasilkan Barang Kena Pajak yang diekspor.

Penyerahan Avtur untuk Penerbangan InternasionalPenyerahan avtur kepada maskapai penerbangan untuk keperluan penerbangan internasional diberikan fasilitas tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai sepanjang perjanjian pelayanan transportasi udara mencantumkan asas timbal balik.

PPN di Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET)Kepada Pengusaha di Kawasan Berikat, untuk selanjutnya disebut PDKB, di dalam wilayah KAPET dapat diberikan fasilitas perpajakan berupa Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa, dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut atas : impor barang modal atau peralatan lain oleh PDKB yang berhubungan langsung dengan kegiatan produksi; impor barang dan/atau bahan untuk diolah di PDKB; pemasukan Barang Kena Pajak dari Daerah Pabean Indonesia Lainnya, untuk selanjutnya disebut DPIL, ke PDKB untuk diolah lebih lanjut; pengiriman barang hasil produksi PDKB ke PDKB lainnya untuk diolah lebih lanjut; pengeluaran barang dan atau bahan dari PDKB ke perusahaan industri di DPIL atau PDKB lainnya dalam rangka subkontrak; penyerahan kembali Barang Kena Pajak hasill pekerjaan subkontrak oleh Pengusaha Kena Pajak di DPIL atau PDKB lainnya kepada Pengusaha Kena Pajak PDKB asal; peminjaman mesin dan atau peralatan pabrik dalam rangka subkontrak dari PDKB kepada perusahaan industri di DPIL atau PDKB lainnya dan pengembaliannya ke PDKB asal.

d) PPN 0% (Nol Persen)Berdasarkan Pasal 7 UU PPN 1984 dan Perubahannya, atas ekspor Barang Kena Pajak dikenakan PPN 0%.

Perbedaan fasilitas PPN Tidak Dipungut dan fasilitas PPN Dibebaskan

Terlihat pada tabel di atas bahwa dengan jumlah penyerahan dan Pajak Masukan yang sama pada kedua jenis fasilitas akan mengakibatkan perbedaan pada jumlah PPN yang terutang. Pada fasilitas PPN Tidak Dipungut terjadi lebih bayar sebesar Pajak Masukannya (Rp1.600.000,-), sedangkan pada fasilitas PPN Dibebaskan terjadi PPN terutang sebesar Nihil.Sebenarnya apakah pajak masukan sebesar Rp1.600.000,- itu? Tidak lain dan tidak bukan itu adalah akumulasi nilai tambah (value added) dari semua mata rantai produksi dan distribusi sebelum sampai pada PKP X .2 Berarti semua PPN yang telah dipungut atas nilai tambah yang terjadi pada semua mata rantai sebelum PKP X dikembalikan. Hal yang berbeda terjadi pada fasilitas PPN Dibebaskan. PPN yang telah dipungut atas nilai tambah yang terjadi pada semua mata rantai sebelum PKP X tidak dikembalikan. Kalau begitu apa untungnya mendapat fasilitas PPN Dibebaskan? Kita akan lihat dengan membandingkannya pada penyerahan yang tidak mendapat fasilitas, pada ilustrasi berikut:

Ilustrasi pada table diatas dengan jelas menunjukkan bahwa pada fasilitas PPN Tidak Dipungut, seluruh PPN yang telah disetor (seluruh nilai tambah yang telah tercipta) pada mata rantai produksi dan distribusi sebelumnya dikembalikan. Sedangkan pada fasilitas PPN Dibebaskan, hanya nilai tambah yang dihasilkan oleh PKP X saja yang tidak disetor. Seluruh nilai tambah yang dihasilkan pada mata rantai sebelumnya telah disetor dan terakumulasi di kas negara. Hal ini makin mudah dipahami jika kita membandingkan antara kolom 3 dengan kolom 4 pada Tabel 2 di atas. Selisih akumulasi PPN disetor ke kas negara - antara pada fasilitas PPN Dibebaskan dengan tanpa fasilitas - adalah sebesar Rp200.000,- yaitu sebesar nilai tambah yang dihasilkan oleh PKP X. Jadi sesungguhnya keuntungan konsumen/pembeli yang mendapat fasilitas PPN Dibebaskan tidaklah sebesar tarif dikali harga beli, namun hanya sebesar tarif dikali nilai tambah pada mata rantai terakhir, yaitu saat pemberian fasilitas tersebut. Konsumen tetap menanggung beban PPN sebesar tarif dikali nilai tambah pada proses produksi dan distribusi sebelumnya (dalam ilustrasi Tabel 2 adalah sebesar 1.600.000).

Tabel dibawah ini menunjukkan apabila pemberian fasilitas dilakukan pada level sebelum sampai dikonsumsi oleh PKP X, misalnya pada level Distributor Utama:

Ternyata akumulasi PPN disetor ke kas negara tidak berbeda antara pada penyerahan yang diberikan fasilitas Tidak Dipungut dengan Tanpa Fasilitas. Perbedaannya hanya pada pergeseran saat penyetoran PPN terutang, yaitu dari Distributor Utama kepada Retailer. Jumlah PPN yang dikembalikan pada level Distributor Utama akan terakumulasi kembali dalam pemungutan PPN pada level Retailer. Sedangkan pada fasilitas PPN Dibebaskan, akumulasi PPN disetor malah menjadi lebih besar daripada tanpa fasilitas. Kenaikan jumlah akumulasi PPN ini - sebesar 900.000 - adalah merupakan akibat dari terjadinya pemajakan berganda pada level Retailer.

2. Fasilitas Bea Masuk

Fasilitas fiskal dalam konteks Undang-undang Kepabeanan mengandung pengertian sebagai bentuk-bentuk insentif perpajakan yang diberikan kepada industri, perdagangan, dan pihak-pihak tertentu. Bentuk-bentuk fasilitas fiskal kepabeanan dapat berupa:a) Tidak dipungut Bea Masuk, sesuai Pasal 24 Undang-undang KepabeananSesuai dengan ketentuan pasal 24 undang-undang Kepabeanan diatur bahwa barang yang dimasukkan ke Daerah Pabean untuk diangkut terus atau diangkut lanjut ke luar Daerah Pabean tidak dipungut Bea Masuk. Dasar pertimbangan perlakuan tidak dipungut Bea Masuk pada hakekatnya mempertimbangkan asas-asas pemungutan pajak. Pada dasarnya asas pemungutan Bea Masuk di Indonesia menerapkan asas domisili. Pengertiannya bahwa pemungutan Bea Masuk dikenakan terhadap subyek yang berdomisili di Indonesia atau obyek yang dikonsumsi di dalam wilayah pabean Indonesia. Berdasarkan pengertian ini, maka terhadap barang yang diangkut terus atau diangkut lanjut ke luar daerah pabean, maka dari sisi subyek maupun obyek tidak memenuhi asas domisili tersebut.b) Pembebasan Bea Masuk, sesuai Pasal 25 Undang-undang KepabeananPasal 25 Undang-undang Kepabeanan memberikan bentuk fasilitas fiskal berupa pembebasan Bea Masuk terhadap barang impor yang digunakan untuk keperluan tertentu. Antara lain sebagai bentuk tata krama dalam pergaulan internasional berupa pembebasan terhadap barang impor yang digunakan untuk keperluan perwakilan negara asing dan pejabat pada Badan Internasional. Disamping itu, pembebasan Bea Masuk diberikan pula terhadap barang-barang yang digunakan untuk kepentingan publik yang bersifat nonkomersial, kemajuan pendidikan dan ilmu pengetahuan, sosial kemanusiaan, pertahanan dan keamanan, serta kesehatan. Sifat pembebasan yang diatur dalam pasal 25 undang-undang Kepabeanan adalah pembebasan mutlak. Pengertiannya bahwa bentuk pembebasan atau peniadaan terhadap pemenuhan kewajiban pembayaran Bea Masuk yang diberikan pemerintah bersifat permanen. Dengan kata lain, selama pos tarif dalam Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI) memberikan pembebananan tarif Bea Masuk diatas 0% (nol persen) terhadap barang impor dengan fasilitas pembebasan, maka terhadap barang impor tersebut secara permanen tidak akan dikenakan pungutan Bea Masuk. Untuk mendapatkan skema pembebasan Bea Masuk tersebut, para pihak yang berhak menerima pembebasan wajib memenuhi persyaratan-persyaratan yang ditentukan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. c) Pembebasan atau Keringanan, sesuai Pasal 26 Undang-undang kepabeananPasal 26 Undang-Undang Kepabeanan memberikan bentuk fasilitas fiskal berupa pembebasan atau keringanan Bea Masuk terhadap barang impor yang digunakan untuk keperluan tertentu. Fokus pemberian fasilitas ini terutama ditujukan terhadap sektor industri dan perdagangan. Antara lain pembangunan dan pengembangan sektor indsutri baik dalama skema penananaman modal maupun swasta murni. Disamping itu, fasilitas pembebasan atau keringanan Bea Masuk diberikan sebagai insentif sektor pertanian, pencegahan pencemaran lingkungan, keperluan olah raga, kepentingan publik yang dikelola pemerintah, proyek pembangunan yang dibiayai hibah, serta sektor industri yang berorientasi ekspor. Sifat pembebasan yang diatur dalam pasal 26 Undang-undang Kepabeanan adalah pembebasan yang bersifat relatif. Pengertiannya bahwa bentuk fasilitas yang diberikan dapat berupa pembebasan atau hanya berupa keringanan Bea Masuk saja, dan hal ini bersifat tentative (sementara), tergantung kepada kebijakan yang akan diterapkan pemerintah pada kondisi-kondisi tertentu. d) Pengembalian Bea Masuk, sesuai Pasal 27 Undang-undang KepabeananPasal 27 undang-undang Kepabeanan memberikan bentuk fasilitas fiskal berupa pengembalian Bea Masuk atas bea-bea yang telah dibayar sebelumnya oleh importir. Dalam hal ini undang-undang kepabeanan telah memberikan batasan terhadap kategori barang atau subyek mana yang dapat menerima pengembalian Bea Masuk. Berdasar ketentuan pasal 27 tersebut, pengembalian dapat diberikan terhadap seluruh atau sebagian Bea Masuk yang telah dibayar atas: kelebihan pembayaran Bea Masuk yang timbul akibat penetapann tarif dan nilai pabeana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (5), Pasal 17 ayat (3), atau karena kesalahan tata usaha; impor barang yang mendapat fasilitas pembebasan dan/atau keringanan Bea Masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dan Pasal 26; impor barang yang oleh sebab tertentu harus diekspor kembali atau dimusnahkan di bawah pengawasan pejabat bea dan cukai; impor barang yang sebelum diberikan persetujuan impor untuk dipakai kedapatan jumlah yang sebenarnya lebih kecil daripada yang telah dibayar Bea Masuknya, cacat, bukan barang yang dipesan, atau berkualitas lebih rendah; atau kelebihan pembayaran Bea Masuk akibat putusan Pengadilan Pajak.

e) Pembebasan atau Keringanan Bea Masuk dalam rangka Impor Sementara, sesuai pasal 10D Undang-undang Kepabeanan (Referensi : Pasal 10D Undang-undang Kepabeanan)Barang impor dapat dikeluarkan sebagai barang impor sementara jika pada waktu importasinya benar-benar dimaksudkan untuk diekspor kembali paling lama 3 (tiga) tahun. Terhadap barang impor sementara dapat diberikan pembebasan Bea Masuk atau keringanan Bea Masuk. Ketentuan operasional yang mengatur impor sementara adalah Peraturan Menteri Keuangan nomor 140/PMK.04/2007 tentang Impor Sementara . Kategori barang impor sementara yang mendapat pembebasan Bea Masuk diatur dalam Pasal 3 ayat 2 PMK.Pemberian keringanan Bea Masuk diperlakukan terhadap barang impor berupa mesin dan peralatan untuk kepentingan produksi atau pengerjaan proyek infrastruktur. Atas kegiatan impor sementara terhadap barang tersebut, importir akan dikenakan pungutan berupa : Bea Masuk sebesar 2% untuk setiap bulan atau bagian dari bulan dari jumlah Bea Masuk yang seharusnya dipungut. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPn.BM) secara penuh (100%). Akan tetapi, kewajiban membayar PPN atau PPn.BM tidak berlaku, apabila importir mendapatkan skema fasilitas perpajakan berdasarkan peraturan perpajakan yang berlaku.Selain kewajiban membayar Bea Masuk, PPN dan PPn BM, Importir diwajibkan mempertaruhkan jaminan sebesar selisih antara Bea Masuk yang seharusnya dibayar dengan yang telah dibayar ditambah dengan Pajak Penghasilan Pasal 22.f) Penangguhan Bea Masuk terhadap tempat penimbunan berikat, sesuai pasal 44 Undang-undang Kepabeanan (Referansi: pasal 44, Undang-undang Kepabeanan) Bentuk insentif yang diterima oleh pihak yang menyelenggarakan Tempat Penimbunan Berikat (TPB) berupa penangguhan Bea Masuk dan tidak dipungut pajak-pajak dalam rangka impor maupun pajak-pajak dalam negeri. Fasilitas tempat penimbunan berikat merupakan bentuk fasilitas yang bersifat institusional terhadap subyek pajak. Pengertiannya bahwa perlakuan insentif perpajakan melekat terhadap institusi atau subyek pajak tertentu dan bukan terhadap obyek pajaknya. Secara prinsip barang-barang impor yang ditimbun di dalam TPB masih terutang Bea Masuk dan apabila dikeluarkan dari TPB selain untuk diekspor maka wajib dipungut Bea Masuk dan PDRI. Pada prinsipnya tujuan pengadaan Tempat Penimbunan Berikat adalah untuk memberikan insentif berupa penangguhan pembayaran Bea Masuk, atas kegiatan menyimpan, menimbun, memamerkan, menjual, mengemas dan mengolah barang yang berasal dari impor di dalam tempat penimbunan berikat. Pelaksanaannya, TPB dibagi menjadi beberapa jenis yaitu Kawasan Berikat, Gudang Berikat, Entrepot Tujuan Pameran, Toko Bebas Bea, Tempat Pelelangan Berikat dan Tempat Daur Ulang Berikat.

Tujuan fasilitas bea masuk ini untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi pertumbuhan ekonomi nasional dan juga bentuk perlakuan yang lazim terhadap tata pergaulan internasional. Untuk kepentingan industri dan perdagangan, pemerintah memberikan insentif terhadap industri yang sedang membangun atau melakukan pengembangan. Berkaitan dengan tata pergaulan internasional, pemerintah memberikan perlakuan pembebasan terhadap barang impor yang akan digunakan oleh perwakilan negara asing atau pejabat pada Badan internasional. Demikian pula erhadap barang-barang yang digunakan untuk kepentingan publik yang tidak berorientasi pada hal-hal yang bersifat komersial, diberikan perlakuan pembebasan terhadap Bea Masuk.

C. Strategi memanfaatkan seluruh fasilitas perpajakan yang ada

1) Wajib Pajak harus mengerti peraturan perpajakan yang terkait. Akan sangat sulit dapat melakukan pemanfaatan fasilitas perpajakan untuk tax planning yang baik dan tidak melanggar undang undang bila dirancang tidak dalam koridor undang undang perpajakan yang berlaku. Pemanfaatan fasilitas perpajakan yang melanggar undang undang akan berakibat fatal dan bahkan dapat mengancam keberhasilan Tax Planning. Apabila suatu perencanaan pajak ingin dipaksakan dengan melanggar ketentuan perpajakan, bagi wajib pajak merupakan resiko yang berbahaya dan mengancam keberhasilan perencanaan pajak. Karena itu, sebaiknya wajib pajak menghindari hal tersebut karena dapat sangat merugikan wajib pajak sendiri2) Menentukan tujuan yang ingin dicapai dengan memanfaatkan fasilitas perpajakan dalam tax planning. Tax planning paling tidak memiliki dua tujuan utama yakni : menarik investor lokal maupun asing untuk menanamkan modalnya mengurangi beban perusahaan (tergantung pada sektornya)3) Dalam memanfaatkan fasilitas perpajakan yang ada, perusahaan harus memahami karakter usaha Wajib Pajak. Hal ini dikarenakan hampir setiap industri memiliki perbedaan perbedaan dalam kebijakan maupun perilaku dan kebiasaan kebiasannya. Dengan memahami secara mendalam seluk beluk usaha akan sangat membantu dalam melakukan pemanfaatan fasilitas perpajakan.4) Memahami tingkat kewajaran atas transaksi transaksi yang diatur dalam tax planning. Hal ini dikarenakan apabila dalam pelaksanaan tax planning untuk memanfaatkan fasilitas perpajakan jika mengabaikan kewajaran sudah tentu akan menimbulkan kesulitan kesulitan karena adanya kecurigaan fiskus dan ini dapat berimplikasi dengan pemeriksaan, karena bisa diindikasikan adanya kecurangan pajak.

Sumber:

Amali, Muhammad Naim. 2015. Beragam Insentif Pajak (http://catatannaim.blogspot.com/2015/02/beragam-insentif-pajak.html)Dampak Diberlakukannya Tax Incentive dan Tax Holiday Bagi Dunia Usaha. 2014 (http://liafatrathohir.blogspot.com/2014/10/dampak-diberlakukannya-tax-incentive.html)Fasilitas PPN. 2011 (http://pajakppn.blogspot.com/2011/06/fasilitas-ppn.html) Fasilitas PPN Terutang Dibebaskan dan Tidak Dipungut. 2010 (http://taxexploring.blogspot.com/2010/02/fasilitas-ppn-terutang-dibebaskan-dan.html)http://www.bcsoetta.net/v2/page/impor-fasilitas-pembebasan-bea-masukPemberian Fasilitas Pembebasan Atau Pengurangan PPh Badan (http://www.binafiscal.co.id/index.php/articles-update/88-pemberian-fasilitas-pembebasan-atau-pengurangan-pph-badan-.html)Poin-Poin Penting Dalam PP No 18 Tahun 2015 Tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu. 2015 (http://www.ekon.go.id/press/view/poin-poin-penting-dalam-pp-no.1447.html#.VV5W0Y6qqko)Sinaga, Suhut Tumpal. Apa Perbedaan Hakikat Fasilitas PPN Tidak Dipungut dari PPN Dibebaskan. 2013 (http://www.bppk.depkeu.go.id/publikasi/artikel/167-artikel-pajak/12570-apa-perbedaan-hakikat-dari-fasilitas-ppn-tidak-dipungut-dan-fasilitas-ppn-dibebaskan)Strategi Perencanaan Bagian I. 2013 (http://padyangantaxcenter.blogspot.com/2013/05/perencanaan-pajak_3.html#.VV5U_46qqko)Widia, I Nyoman. Fasilitas Pajak Pertambahan Nilai. 2009 (https://inwdahsyat.wordpress.com/2009/06/04/fasilitas-pajak-pertambahan-nilai/)

Insentif untuk jenis Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menurut Tait (1988) dalam bentuktax exemptionatau pembebasan pajak, danzero ratingatau pengenaan tarif nol persen.Exemptiondalam PPN berarti pengusaha yang mendapatkan fasilitas pembebasan atas penyerahan barang atau jasanya, tidak dapat mengkreditkan PPN yang telah dibayar pada waktu pembelian barang atau jasa sebagai pajak masukan. Sedangkanzero rateberarti pengusaha secara penuh dapat mengkreditkan PPN yang telah dibayar, sehingga secara murni bebas dari PPN. Karakteristik dasar dalam sistem pembebasan PPN adalah tidak adanya pembebasan secara penuh dari pengenaan PPN. Pembebasan PPN hanya diterapkan pada saat pengusaha yang mendapatkan fasilitas pembebasan melakukan penjualan atau penyerahan barang dan atau jasa. Sedangkan semua pembelian yang dilakukan oleh pengusaha tersebut, termasuk barang modal dikenakan pajak. Oleh karena itu, jika petani dibebaskan dari pengenaan PPN, maka petani tersebut tidak harus berhubungan dengan petugas pajak, tetapi petani tersebut harus membayar semua pajak masukannya pada waktu melakukan pembelian pupuk, benih dan semua barang modal yang dipergunakan seperti mesin pertanian. Pembebasan PPN membantu menyederhanakan administrasi perpajakan karena pengusaha atau pedagang yang bebas PPN tidak perlu melakukan registrasi dan pencatatan untuk PPN. Namun, pembebasan PPN dapat menimbulkan distorsi. Hal tersebut dapat terjadi misalnya pengusaha yang bebas PPN melakukan penjualan atau penyerahan barang kepada pihak lain selain konsumen akhir. Pengusaha yang bebas PPN akan menambahkan PPN atas pembelian barang yang tidak dapat dikreditkan pada harga jual barang yang diserahkan kepada pengusaha lainnya yang tidak bebas PPN. Bagi pengusaha yang tidak bebas PPN tersebut tentunya akan memperhitungkan harga pembelian yang didalamnya terdapat PPN tersebut sebagai bagian dari harga pokok penjualan, sehingga atas penyerahan barang tersebut akan terjadi pengenaan PPN atas PPN. Hal ini disebut sebagaicascading efectatau efek pajak yang kumulatif yang menimbulkan distorsi dalam pertumbuhan perekonomian karena pajak berganda tersebut akan menyebabkan tingginya harga yang harus dibayar oleh konsumen. Oleh karena itu, menurut Tait sebaiknya pembebasan PPN hanya diterapkan pada kondisi tertentu dan terbatas saja serta yang paling dekat dengan konsumen akhir.Kerugian dalam memberikan insentif pajak untuk tujuan menarik investasi adalah hilangnya potensi pajak yang seharusnya diterima oleh negara. Kerugian tersebut dapat dikurangi apabila insentif tersebut diterapkan pada sektor yang tepat, yaitu sektor yang menarik investor hanya jika sektor tersebut diberikan insentif. Pemerintah telah mengembangkan berbagai teknik untuk mencapai target yang lebih baik dalam membuat kebijakan pemberian insentif pajak. Tehnik tersebut antara lain dengan mengkaitkan pemberian insentif dengan pengembangan wilayah yang pertumbuhan ekonominya masih rendah dan untuk tujuan tertentu, seperti penciptaan lapangan kerja, transfer teknologi dan peningkatan ekspor.a)Pengembangan Wilayah.Kebijakan pemberian insentif pajak untuk tujuan pengembangan suatu wilayah biasanya berbentuktax holiday,investment allowanceataupenyusutan yang dipercepat. Wilayah yang menjadi target pemberian insentif pajak biasanya daerah yang terpencil dan tingkat penganggurannya tinggi.b)Penciptaan lapangan kerja.Insentif pajak dapat diarahkan untuk merangsang pendirian perusahaan di bidang industri yang mampu menyerap banyak tenaga kerja. Industri manufaktur merupakan contoh industri padat karya yang sering menjadi target pemberian insentif.c)TransferTeknologi.Banyak negara memformulasikan kebijakan pemberian insentif pajak dengan tujuan untuk menarik investasi yang membawa teknologi yang lebih modern. Namun, kebijakan tersebut sulit diterapkan karena kantor pajak mengalami kesulitan dalam menentukan kriteria suatu teknologi yang canggih atauadvanced. Di samping itu, sangat jarang perusahaan asing yang membawa teknologi canggih bersedia mengalihkan atau mentransfer teknologi tersebut kepadahost country.d)Pengembangan ekspor.Kebijakan pemberian insentif pajak untuk menarik investasi yang berorientasi ekspor cenderung lebih efektif dibandingkan dengan pemberian insentif pajak untuk tujuan lain. Perusahaan berorientasi ekspor tertentu yang sensitif terhadap adanya insentif pajak adalah perusahaan yang bergerak di bidang industri textile dan elektronika. Alasannya, industri tersebut tidak bergantung pada bahan baku lokal dan pasar dari produknya sebagian besar di luar negeri. Industri tersebut dikenal sebagaifootlooseyang sangat tertarik dengan lingkungan yang mempunyai biaya rendah. Komponen biaya paling besar adalah tenaga kerja dan pajak yang harus dibayar, sehingga dengan adanya insentif pajak maka industri tersebut akan tertarik untuk berinvestasi. Musgrave dan Musgrave (1989) berpendapat bahwa insentif perpajakan sangat berguna bagi kegiatan ekspor. Insentif untuk kegiatan ekspor adalah kebijakan yang populer untuk membangun pasar internasional dan memperkuat keseimbangan neraca pembayaran. Jenis insentif pajak penghasilan yang biasa diberikan pada jenis industri yang berorientasi ekspor adalahtax holidaydan tunjangan investasi khusus.Tax holidaydiberikan dalam bentuk pembebasan pajak atas bagian dari keuntungan yang berhubungan dengan ekspor atau dapat pula berupa pembebanan biaya secara maksimal atas biaya untuk tujuan ekspor, seperti biaya promosi ekspor.e)Daerah perdagangan bebas atauexport processing zones.Export processing zonesberhubungan dekat dengan pengembangan investasi yang berorientasi ekspor. Zona ini juga disebut sebagaicustoms-free zones, duty-free zones, free trade zones, bonded zonesatauspecial economic zones. Insentif jenis ini sudah diterapkan lebih dari 50 negara di seluruh dunia dan telah berlangsung selama lebih dari 30 tahun (Thuronyi, 1998). Ciri yang membedakan kawasan khusus tersebut adalah adanya daerah terbatas atau kawasan terbatas yang terikat dengan ketentuan tertentu dimana perusahaan yang berada di kawasan tersebut baik lokal maupun asing dapat melakukan impor mesin, komponen dan bahan baku tanpa harus membayar bea masuk dan pajak lainnya sepanjang barang tersebut sebagai sarana untuk merakit, mengolah atau diolah menjadi barang untuk tujuan ekspor. Apabila barang tersebut dijual di pasar domestik, maka atas penjualan tersebut diperlakukan sebagai impor sehingga dikenakan pajak dan bea masuk seperti impor.Maksud dari negara yang mendirikanexport processing zonepada umumnya adalah untuk mendapatkan devisa dari penjualan ekspor. Disamping itu juga untuk menciptakan lapangan kerja, menarik teknologi dari luar negeri atau mendorong perkembangan wilayah tertentu.Insentif pajak yang diberikan pada kawasan khusus tersebut terutama adalah pembebasan bea masuk dan PPN. Pembebasan tersebut diterapkan atas bahan baku dan komponen yang diimpor yang kemudian diekspor. Pembebasan juga berlaku atas barang modal yang digunakan untuk proses produksi untuk tujuan ekspor tersebut. Dengan adanya insentif berupa pembebasan atas impor barang tersebut diharapkan investor asing akan tertarik untuk menanamkan modalnya karena insentif tersebut langsung berdampak pada rendahnya harga pokok barang sehingga barang yang diproduksi mempunyai daya saing yang tinggi. Pembebasan PPN atas kegiatan impor di kawasan khusus untuk tujuan ekspor disertai dengan penerapanzero rateatas kegiatan ekspor. Dengan tarif 0% atas ekspor, berarti PPN yang masih melekat dalam harga barang dapat dieliminasi sehingga barang tersebut dapat bersaing di pasar internasional. Hal ini sesuai dengan prinsip destinasi dari PPN, yaitu bahwa PPN dikenakan di tempat barang tersebut dikonsumsi. Dengan adanya pembebasan bea masuk dan PPN atas impor barang untuk tujuan ekspor, perusahaan akan diuntungkan dari segicash flowkarena tidak harus membayar pajak terlebih dahulu.