Tugas Mandiri PBL (SSJ) Fatihah

10
Tugas mandiri PBL skenario 3 “Reaksi Obat” Sindrom Stevens Johnson Fatihah Iswatun Sahara 1102009109 MM Etiologi Obstruksi Larinx (Banovetz, 1997) A. CROUP Merupakan suatu penyakit infeksi laring yang berkembang cepat, menimbulkan strior dan obstruksi jalan nafas, dapat menyerang pada usia berapapun terutama menyerang anak dibawah usia 6tahun. Croup dappat dibedakan menjadi : Laringitis subglotis akut dan laringitis supraglotis (epigotitis)cenderung lebih berat dan berakibat fatal dalam beberapa jam tanpa terapi (6-12jam), sedangkan perjalanan penyakkit dari langitis subglotis akut berlangsung dalam beberapa hari (2-3 hari) hingga beberapa minggu B. Mengetahui dan Memahami Manifestasi Klinis, Pemeriksaaan dan Diagnosis Pada Obstruksi Larinx A. CROUP Manifestasi Klinis (Banovetz, 1997) Pada anak dengan epiglotitis cenderung duduk dengan mulut terbuka dan dagu mengarah ke depan, tidak serak dan cenderung tidak disertai dengan batuk namun kemungkinan besar mengalami disfagia. Karena nyeri untuk menelan, maka anak cenderung mengiler. Disfagia pada epiglotitis dapat merupakan pertanda kolaps. Kolaps merupakan akibat perluasan inflamasisepanjang mulut esofagus, dan berarti proses inflamasi telah menyebabkan pembengkakan epiglotis yang nyata, gelisah, cemas,stridor, retraksi dan sianosis. Anak dengan laringitis subglotis akut biasanya serak dengan batuk croupy(menggonggong) dan kering. Serangan batuk biasanya terjadi pada malam hari. Tidak ada gejala disfagia dan mengiler. Makin berat penyakit pasien, terjadi peningkatan stridor yangdisertai dengan cekungan supraklavikula, interkosta dan daerah epigastrium. Masa inspirasi memanjang dan kemudian mengi pada ekspirasi akan timbul. Anak tampak sanga t membutuhkan udara dan hipoksia, dengan wajah cemas, gelisah, menolak makan dan minums erta berbicara. Sianosis mungkin terjadi pada kasus yang berat

description

ssj

Transcript of Tugas Mandiri PBL (SSJ) Fatihah

Tugas mandiri PBL skenario 3 Reaksi Obat Sindrom Stevens JohnsonFatihah Iswatun Sahara1102009109MM Etiologi Obstruksi Larinx (Banovetz, 1997)A. CROUPMerupakan suatu penyakit infeksi laring yang berkembang cepat, menimbulkan strior dan obstruksi jalan nafas, dapat menyerang pada usia berapapun terutama menyerang anak dibawah usia 6tahun.Croup dappat dibedakan menjadi : Laringitis subglotis akut dan laringitis supraglotis (epigotitis)cenderung lebih berat dan berakibat fatal dalam beberapa jam tanpa terapi (6-12jam), sedangkan perjalanan penyakkit dari langitis subglotis akut berlangsung dalam beberapa hari (2-3 hari) hingga beberapa mingguB. Mengetahui dan Memahami Manifestasi Klinis, Pemeriksaaan dan Diagnosis Pada Obstruksi LarinxA. CROUP Manifestasi Klinis (Banovetz, 1997)Pada anak dengan epiglotitis cenderung duduk dengan mulut terbuka dan dagu mengarah ke depan, tidak serakdan cenderung tidak disertai dengan batuk namun kemungkinan besar mengalami disfagia. Karena nyeri untuk menelan, maka anak cenderung mengiler. Disfagia pada epiglotitis dapat merupakan pertanda kolaps. Kolaps merupakan akibat perluasan inflamasisepanjang mulut esofagus, dan berarti proses inflamasi telah menyebabkan pembengkakan epiglotis yang nyata, gelisah, cemas,stridor, retraksi dan sianosis.Anak dengan laringitis subglotis akut biasanya serak dengan batuk croupy(menggonggong) dan kering. Serangan batuk biasanya terjadi pada malam hari. Tidak ada gejala disfagia dan mengiler. Makin berat penyakit pasien, terjadi peningkatan stridor yangdisertai dengan cekungan supraklavikula, interkosta dan daerah epigastrium. Masa inspirasi memanjang dan kemudian mengi pada ekspirasi akan timbul. Anak tampak sanga t membutuhkan udara dan hipoksia, dengan wajah cemas, gelisah, menolak makan dan minums erta berbicara. Sianosis mungkin terjadi pada kasus yang berat

Diagnosis (Ballenger, 1994)Diagnosis biasanya dibuat berdasarkan penemuan klinis dan riwayat perjalananpenyakit. Pada epiglotitis, foto Rontgen jaringan lunak leher dapat memperlihatkanpembengkakan yang khas pada daerah supraglotik memenuhi saluran nafas. Sedangkan pada laringitis subglotis akut foto Rontgen lateral leher akan memperlihatkan penyempitan diinfraglotik.Apusan dan biakan dari sekret laring harus dilakukan untuk menentukan organismepenyebab. Manfaatnya sedikit untuk perencanaan terapi awal, tetapi berguna jika organisme tersebut resisten terhadap terapi awal itu. Pada laringitis subglotis akut, kadar serum antibodi mungkin menolong untuk mendiagnosis adanya infeksi virus, terutama bila terdapat kenaikan titerTatalaksanan Croup (Banovetz, 1997)Harus segera ditangin segera tanpa menunggu gawat darurat atau radiologi. Pemberian cairan intravena untuk mencegah dehidrasi dan pengeringan secret. Terapi antibiotic terhadap haemophilus dan straphylococcus dimulai sambil menunggu hasil biakan Antibiotik seharusnya tidak boleh ditunda, karena secara klinis sulit untuk membedakan jenis croup dan perjalanan penyakit dapat sangat cepat. Steroid diberikan dalam dosis tinggi untuk mengurangi inflamasi.Pasien perlu diamati secara cermat dan dipertimbangkan untuk trakeostomi atau intubasi. Indikasi bantuan pernapasan adalah kemunduran meskipun telah diberikan kelembaban, antibiotik dan steroid. Pemantauan croup termasuk denyut nadi, frekuensi pernapasan, derajat kegelisahan dan kecemasan, penggunaan otot asesorius pada pernapasan, derajat sianosis, derajat retraksi dan kemunduran pasiensecara menyeluruh. Jika pasien dapat tidur, bantuan jalan napas tidak diperlukan. Sebaliknya, frekuensi pernapasan diatas 40 kali/menit, denyut nadi diatas 160 kali/menit, dan kegelisahan serta retraksi yang makin hebat mengindikasikan perlunya bantuan pernapasan. Jika anak kolaps, gunakan respirator ambu bertekanan positif untuk memaksa oksigen melalui jalan napas yang edematosa

B. TraumaTrauma pada laring dapat berupa trauma tumpul atau trauma tajam akibat luka sayat, luka tusuk,dan luka tembak. Trauma tumpul pada daerah leher selain dapat merusak struktur laring juga menyebabkan cedera pada jaringan lunak seperti otot, saraf, pembuluh darah, dll.Hal ini sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari seperti leher terpukul oleh tangkai pompa air, leher membentur dash board dalam kecelakaan mobil, tertendang atau terpukul waktu berolah raga bela diri, berkelahi, dicekik, atau usaha bunuh diri dengan menggantung diri (strangulasi) atau seseorang pengendara motor terjerat tali di jalan (clothesline injury).Ballanger membagi penyebab trauma laring atas:1. Trauma mekanik eksternal (trauma tumpul, trauma tajam, komplikasi trakeostomi atau krikotirotomi) dan mekanik internal (akibat tindakan endoskopi, intubasi endotrakea, atau pemasangan pipa nasogaster).2. Trauma akibat luka bakar oleh panas (gas atau cairan yang panas) dan kimia (cairan alkohol, amoniak, natrium hipoklorit, dan lisol) yang terhirup.3. Trauma akibat radiasi pada pemberian radioterapi tumor ganas leher.4. Trauma otogen akibat pemakaian suara yang berlebihan (vokal abuse) misalnya akibat berteriak, menjerit keras, atau bernyanyi dengan suara keras

PatofisiologiTrauma laring dapat menyebabkan edema dan hematoma di plika ariepiglotika dan plika ventrikularis, oleh karena jaringan submukosa di daerah ini mudah membengkak. Selain itu mukosa faring dan laring mudah robek, yang akan diikuti dengan terbentuknya emfisema subkutis di daerah leher. Infeksi sekunder melalui robekan ini dapat menyebabkan selulitis, abses, atau fistel. Tulang rawan laring dan persendiannya dapat mengalami fraktur dan dislokasi.Kerusakan pada perikondrium dapat menyebabkan hematoma, nekrosis tulang rawan, dan perikondritis yang mengakibatkan penyempitan lumen laring dan trakea. Robekan mukosa yang tidak dijahit dengan baik, yang diikuti oleh infeksi sekunder, dapat menimbulkan terbentuknya jaringan granulasi, fibrosis, dan akhirnya stenosis (Soepardi, 2010)

Gejala Klinik (Soepardi, 2010)Pasien trauma laring sebaiknya dirawat untuk observasi dalam 24 jam pertama. Timbulnya gejala stridor yang perlahan-lahan yang makin menghebat atau timbul mendadak sesudah trauma merupakan tanda adanya sumbatan jalan napas. Gejala-gejala berikut menunjukkan adanya kelainan pda struktur laring: 1) meningkatnya obstruksi jalan napas dengan adanya sesak napas (dispnoe), 2) disfonia atau afonia, 3) batuk, 4) hemoptisis dan hematemesis, 5) nyeri pada leher, 6) disfagia dan odinofagia. Gejala awal mungkin disertai dengan tanda-tanda klinis berikut: 1) deformitas leher, 2) emfisema subkutis, 3) nyeri tekan laring, 4) krepitasi tulangSuara serak (disfoni) atau suara hilang (afoni) timbul bila terdapat kelainan pita suara akibat trauma seperti edema, hematoma, laserasi, atau parese pita suara. Emfisema subkutis terjadi bila ada robekan mukosa laring atau trakea, atau fraktur tulang-tulang rawan laring hingga mengakibatkan udara pernapasan akan keluar dan masuk ke jaringan subkutis leher Emfisema leher dapat meluas sampai ke daerah muka, dada, dan abdomen dan pada perabaan terasa sebagai krepitasi kulit.Hemoptisis dan hematemesis dapat terjadi akibat laserasi mukosa jalan napas dan bila jumlahnya banyak dapat menyumbat jalan napas. Perdarahan ini biasanya terjadi akibat luka tusuk, luka sayat, luka tembak, maupun luka tumpul. Disfagia (sulit menelan) dan odinofagia (nyeri menelan) dapat timbul akibat ikut bergeraknya laring yang mengalami cedera pada saat menelan.Gejala luka tertutup tergantung pada berat ringannya trauma. Pada trauma ringangejalanya dapat berupa nyeri pada waktu menelan, waktu batuk, dan waktu bicara. Di samping itu mungkin terdapat disfonia, tetapi belum terdapat sesak napas.Pada trauma beratdapat terjadi fraktur dan dislokasi tulang rawan serta laserasi mukosa laring. Sehingga menyebabkan gejala sumbatan jalan napas (stridor dan dispnea), disfonia atau afonia, hemoptisis, hematemesis, disfagia, odinofagia serta emfisema yang ditemukan di daerah leher, muka, dada, dan mediastinum.

Diagnosis (Soepardi, 2010Terdapatnya salah satu manifestasi klinik di atas merupakan dasar perkiraan adanya trauma yang berat dan merupakan indikasi untuk melakukan pemeriksaan laringoskopi tak langsung, laringoskopi langsung dan bronkoskopi untuk menentukan adanya edema hematoma, mukosa dan tulang rawan yang bergeser dan paralisis pita suara. Rontgen foto leher dan dada harus dilakukan untuk mendeteksi adanya fraktur laring dan trauma trakea.Diagnosis luka terbuka di laring dapat ditegakkan dengan adanya gelembung-gelembung udara pada daerah luka, oleh karena udara yang keluar dari trakea. Berbeda dengan luka terbuka, diagnosis luka tertutup pada laring lebih sulit. Diagnosis ini penting untuk menentukan sikap selanjutnya, apakah perlu dilakukan eksplorasi atau cukup dengan pengobatan konservatif dan observasi saja.

C. TumorTumor jinak laring tidak banyak ditemukan, karena hanya kurang lebih 5% dari semua jenis tumor laring. Tumor jinak laring dapat berupa papiloma laring, adenoma, kondroma, mioblastoma sel granuler, hemangioma, lipoma dan neurofibroma. Papiloma laring merupakan tumor jinak laring yang paling banyak frekuensinya. Gejala khasnya berupa disfonia dan apabila papiloma telah menutup rima glotis maka timbul sesak nafas dengan stridor yang dapat bertambah hebat sampai terjadi sumbatan total jalan napas. (Soepardi, 2010)Tumor ini dapat tumbuh pada pita suara bagian anterior atau daerah subglotik. Dapat pula tumbuh di plika ventrikularis atau aritenoid. Secara makroskopik bentuknya seperti buah murbei, berwarna putih kelabu dan kadang-kadang kemerahan. Jaringan tumor ini sangat rapuh dan kalau dipotong tidak menyebabkan perdarahan. Sifat yang menonjol dari tumor ini ialah sering tumbuh lagi setelah diangkat, sehingga operasi pengangkatan harus dilakukan berulang-ulang (Soepardi, 2010).a b cd

gbr. Laringoskop pada a.Laring normal, b dan c. papilloma laring, d. Karsinoma sel skuamosa laring

DiagnosisDiagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan laring langsung, biopsi serta pemeriksaan patologi-anatomik

D. Corpus AlienumGejala dan tandaGejala sumbatan benda asing didalam saluran napas tergantung pada lokasi benda asing, derajat sumbatan (total atau sebagian), sifat, bentuk dan ukuran benda asing. Bila seorang pasien, terutama anak, diketahui mengalami rasa tercekik atau manisfestasi lainnya, rasa tersumbat ditenggorok, batuk-batuk sedang makan, maka keadaan ini haruslah dianggap sebagai gejala aspirasi benda asing.Benda asing di laring dapat menutup laring, tersangkut diantara pita suara atau berada di subglotis. Gejala sumbatan laring tergantung pada besar, bentuk dan letak (posisi) benda asing. Sumbatan total di laring akan menimbulkan keadaan yang gawat biasanya kematian mendadak karena terjadi asfiksia dalam waktu singkat. Hal ini disebabkan oleh timbulnya spasme laring dengan gejala antara lain disfonia sampai afonia, apne dan sianosis.Sumbatan tidak total di laring dapat menyebabkan gejala suara parau, disfonia sampai afonia, batuk yang disertai sesak (croupy cough), odinofagia, mengi, sianosis, hemoptisis, dan rasa subyektif dari benda asing (pasien akan menunjuk lehernya sesuai dengan letak benda asing itu tersangkut) dan dispne dengan derajat bervariasi. Gejala dan tanda ini jelas bila benda asing masih tersangkut di laring, dapat juga benda asing sudah turun ke trakea, tetapi masih meninggalkan reaksi laring oleh karena edema laring

Pemeriksaan penunjang (Soepardi, 2010)Pada kasus benda asing disaluran napas dapat dilakukan pemeriksaan radiologik dan laboratrium untuk membantu menegakkan diagnosis. Benda asing yg bersifat radioopak dapat dibuat R foto segera setelah kejadian, sedangkan benda asing radiolusen (seperti kacang kacangan) dibuat R foto setelah 24 jam kejadian, karena sebelum 24 jam kejadian belum menunjukan gambaran radiologis yang berarti.Pemeriksaan radiologik leher dalam posisi tegak untuk penilaian jaringan lunak leher dan pemeriksaan toraks postero anterior dan lateral sangat penting pada aspirasi benda asing.Pemeriksaan toraks lateral dilakukan dengan lengan di belakang punggung, leher dalam fleksi dan kepala ekstensi untuk melihat keseluruhan jalan napas dari mulut sampai karina. Karena benda asing dibronkus utama atau lobus, pemeriksaan paru sangat membantu diagnosis.Video Fluoroskopi merupakan cara terbaik untuk melihat saluran napas secara keseluruhan, dapat mengevaluasi pada saat ekspirasi dan inspirasi dan adanya obstruksi parsial. Emfisema obstruktif merupakan bukti radiologik pada benda asing di saluran napas setelah 24 jam benda teraspirasi. Gambaran emfisema tampak sebagai pergeseran mediastinum ke sisi paru yang sehat pada saat ekspirasi (mediastinal shift) dan pelebaran interkostal.Bronkogram berguna untuk benda asing radiolusen yang berada diperifer pada pandangan endoskopi, serta perlu untuk menilai bronkiektasis akibat benda asing yang lama berada di bronkusPemeriksaan laboratorium darah diperlukan untuk mengetahui adanya gangguan keseimbangan asam basa serta tanda infeksi traktus trakeobronkial

E. AlergiEdeme AngioneurogikPemeriksaan (Cody, 1991)Kadang-kadang kerentanan individu dapat dibuktikan dengan mendeteksi C1 esterase di dalam darah

F. Kelumpuhan nervus rekuren bilateral

Gbr. Anatomi laringParalisis ini kebanyakan disebabkan oleh proses pembedahan tiroid,terutama total tiroidektomi. Penyebab lainnya yang jarang adalah karena pertumbuhan tumor tiroid yang malignan.Paralisis bilateral n. Laringeus rekurens menyebabkan sesak nafas sebab celah suara cukup sempit karena kedua pita suara tidak dapat abduksi pada inspirasi sehingga menetap pada posisi paramedian. Kadang pita suara cenderung bertaut pada inspirasi sehingga penderita harus diselamatkan dengan intubasi dan trakeostomi. Biasanya ada indikasi operasi fiksasi pita suara di posisi abduksi pada paralisis n. Laringeus rekurens bilateral (Sjamsuidajat, 1997) gbr. N.recurrent langealDiagnosis Secara UmumDiagnosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan klinis dan laringoskopi. Pada orang dewasa dilakukan laringoskopi tidak langsung, dan pada anak laringoskopi langsung (Soepardi, 2010)

Memahami dan Menjelaskan Diagnosis Banding Obstrusi LaringLaringomalasi merupakan suatu kelainan dimana terjadi kelemahan struktur supraglotik sehingga terjadi kolaps dan obstruksi saluran nafas. Stuktur supraglotik atau Daerah supraglotis terdiri dari epilaring dan vestibulum. Epilaring merupakan gabungan dari permukaan epiglotis, plika ariepiglotika dan aritenoid, sedangkan vestibulum terdiri dari pangkal epiglotis, plika vestibularis, dan ventrikel. Jadi jika terjadi kelemahan pada daerah supraglotik diatas, maka akan menyebabkan laringomalasia. Biasanya karena kelainan kongenital sehingga banyak dijumpainya pada pasien anak atau neonatus.

Daftar Pustaka

Sobotta J, Putz R. 2006. Sobotta Atlas of Human . 14th ed. Elsevier Urban & Fisher, Amsterdam

Soepardi EA, Iskandar. 2010 H.M. Telingan Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi 6.Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

Sjamsuhidajat, R, Jong, Wim de. 1997. Laring. Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC, JakartaHal 488-97.Cody, TR, dkk. 1991 Edema Angioneurotik. Dalam Penyakit, Telinga, Hidung danTenggorok. EGC, Jakarta. Hal 365.