Tugas Komunitas Pelayanan Kesehatan Primer (Phc)

23
TUGAS KEPERAWATAN KOMUNITAS III PELAYANAN KESEHATAN PRIMER (PHC) DOSEN : YAESAR WAWAN, SKM, MPH DISUSUN OLEH : NAMA : JONATHAN EFRAIM NIM : 2010.C.02A.0050 TINGKAT : III/A SEMESTER : VI (ENAM) YAYASAN EKA HARAP PALANGKARAYA SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

Transcript of Tugas Komunitas Pelayanan Kesehatan Primer (Phc)

Page 1: Tugas Komunitas Pelayanan Kesehatan Primer (Phc)

TUGAS

KEPERAWATAN KOMUNITAS III

PELAYANAN KESEHATAN PRIMER (PHC)

DOSEN : YAESAR WAWAN, SKM, MPH

DISUSUN OLEH :

NAMA : JONATHAN EFRAIM

NIM : 2010.C.02A.0050

TINGKAT : III/A

SEMESTER : VI (ENAM)

YAYASAN EKA HARAP PALANGKARAYA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

2013

Page 2: Tugas Komunitas Pelayanan Kesehatan Primer (Phc)

PELAYANAN KESEHATAN PRIMER (PHC)

A. PENDAHULUAN

Pelayanan Kesehatan Primer / PHC adalah strategi yang dapat dipakai

untuk menjamin tingkat minimal dari pelayanan kesehatan untuk semua

penduduk. PHC menekankan pada perkembangan yang bisa diterima,

terjangkau, pelayanan kesehatan yang diberikan adalah essensial bisa diraih,

yang essensial dan mengutamakan pada peningkatan serta kelestarian yang

disertai percaya pada diri sendiri disertai partisipasi masyakarat dalam

menentukan sesuatu tentang kesehatan.

Adalah Pelayanan kesehatan pokok yang berdasarkan kepada metoda

dan tehnologi praktis, ilmiah dan sosial yang dapat diterima secara umum baik

oleh individu maupun keluarga dalam masyarakat, melalui partisipasi mereka

sepenuhnya, serta deengan biaya yang dapat terjangkau oleh masyarakat dan

negara untuk memelihara setiap tingkat perkembangan mereka dalam

semanggat untuk hidup mandiri ( Self reliance ) dan menntukan nasib sendiri

(self Determination).

Pelayanan kesehatan primer (primary health care), atau pelayanan

kesehatan masyarakat adalah pelayanan kesehatan yang paling depan, yang

pertama kali diperlukan masyarakat pada saat mereka mengalami ganggunan

kesehatan atau kecelakaan. Primary health care pada pokoknya ditunjukan

kepada masyarakat yang sebagian besarnya bermukim di pedesaan, serta

masyarakat yang berpenghasilan rendah di perkotaan. Pelayanan kesehatan

sifatnya berobat jalan (Ambulatory Services).

Fungsi kognitif merupakan aktivitas mental secara sadar seperti berpikir,

mengingat, belajar, dan menggunakan bahasa. Fungsi kognitif juga merupakan

kemampuan atensi, memori, pertimbangan, pemecahan masalah, serta

kemampuan eksekutif seperti merencanakan, menilai, mengawasi, dan

melakukan evaluasi.

Berdasarkan prediksi, Indonesia akan menjadi negara dengan kecepatan

pertumbuhan lansia tertinggi di dunia, yaitu mengalami perubahan sebesar

414% dalam kurun waktu 1990 – 2020. Hal ini diiringi pula dengan

Page 3: Tugas Komunitas Pelayanan Kesehatan Primer (Phc)

meningkatnya usia harapan hidup dari 66,7 tahun menjadi 70,5 tahun.1

Dengan meningkatnya usia lanjut di populasi, diperkirakan gangguan fungsi

kognitif dan penyakit demensia akan menjadi penyakit yang umum ditemui

pada pelayanan kesehatan primer.

Dokter umum dan petugas kesehatan di tingkat pelayanan primer

memegang peranan penting dan mempunyai kesempatan sangat besar untuk

mendeteksi secara dini, karena awal keluhan yang menyangkut demensia akan

menjadi lebih sering ditemui pada pelayanan kesehatan primer dan

kesempatan dokter umum untuk kontak yang sering dengan pasien maupun

keluarganya. Saat ini, deteksi dini demensia menjadi semakin penting.

Semakin dini dideteksi, semakin besar kemungkinan terapi menjadi lebih

efektif, seperti intervensi sosial, tata laksana pada keadaan premorbid, dan

penggunaan obat-obatan untuk demensia.2,8,9 Selain itu, dapat pula dilakukan

beberapa program pada tingkat pelayanan primer, seperti: (1) Promosi

kesehatan dan membantu masyarakat untuk perawatan diri mereka sendiri

secara lebih efektif; (2) Mengenali gejala dini demensia; (3)

Memformulasikan rencana perawatan dan pendukung terhadap perawatan di

keluarga; (4) Merujuk ke pelayanan spesialis sebagaimana mestinya.

B. GLOBALISASI

Sarana pelayanan kesehatan primer di era globalisasi ini, berupaya

meningkatkan kualitas jasa yang ditawarkan kepada masyarakat. Hal ini

disebabkan karena kualitas jasa dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai

keunggulan kompetitif. Implementasi kualitas jasa yang dilakukan oleh sarana

pelayanan kesehatan dengan cara memberikan pelayanan yang terbaik bagi

pasien dengan tujuan menciptakan kepuasan pasien.

Dengan berkembangnya jumlah rumah sakit, masyarakat memiliki

banyak pilihan untuk menentukan rumah sakit mana yang akan mereka pilih.

Masyarakat akan memilih rumah sakit yang mereka pandang memberikan

kepuasan maksimal bagi mereka. Oleh karena itu diharapkan setiap rumah

sakit hendaknya berorientasi pada kepuasan pasien untuk dapat bersaing

dengan rumah sakit lainnya. Di dalam hal ini rumah sakit harus

Page 4: Tugas Komunitas Pelayanan Kesehatan Primer (Phc)

mengutamakan pihak yang dilayani yaitu pasien, maka banyak sekali manfaat

yang diperoleh suatu rumah sakit bila mengutamakan kepuasan pasien.

Diantaranya yaitu terciptanya citra positif dan nama baik rumah sakit karena

pasien yang puas tersebut akan memberitahukan kepuasannya kepada orang

lain. Hal ini secara akumulatif akan menguntungkan rumah sakit karena

merupakan pemasaran secara tidak langsung, dan berbagai pihak yang

berkepentingan dengan rumah sakit, seperti perusahaan asuransi akan lebih

menaruh kepercayaan pada rumah sakit yang mempunyai citra positif.

Metode yang dikembangkan oleh Zeithalm, Parasuman, dan Berry

(1990) banyak dipakai sebagai landasan konsep penelitian tentang kepuasan

pasien di banyak tempat. Model ini menyebutkan bahwa pertanyaan mendasar

yang cukup sensitif untuk mengukur pengalaman konsumen mendapatkan

pelayanan tercakup dalam lima dimensi kualitas pelayanan, yaitu : reliability

(kehandalan), yaitu kemampuan menampilkan pelayanan yang dijanjikan

dengan segera dan akurat, responsiveness (ketanggapan), yaitu kemampuan

untuk membantu konsumen dan meningkatkan kecepatan pelayanan,

assurance (jaminan kepastian), yaitu kompetensi yang dimiliki sehingga

memberikan rasa aman, bebas dari bahaya, resiko atau keraguan dan kepastian

yang mencakup pengetahuan, perilaku dan sikap yang dapat dipercaya,

emphaty (perhatian), yaitu sifat dan kemampuan untuk memberikan perhatian

penuh kepada pasien, kemudahan melakukan kontak dan komunikasi yang

baik, tangible (wujud nyata), yaitu penampilan fisik dari fasilitas, peralatan,

sarana informasi atau komunikasi dan petugas atau pegawai( Zeithalm,

Parasuman, dan Berry, 1990 dalam Suryawati,2004).

Lima dimensi kualitas pelayanan tersebut dapat dijadikan alat oleh

Rumah Sakit untuk meningkatkan kepuasan pasien. Untuk mengetahui faktor-

faktor yang paling mempengaruhi tiap-tiap dimensi kepuasan pasien

digunakan metode analisis faktor. Analisis faktor merupakan salah satu bagian

dari analisis interdependensi. Analisis faktor digunakan untuk mereduksi

jumlah variabel yang banyak menjadi variabel baru (faktor) yang jumlahnya

lebih sedikit (Supranto, 2004). Jika pihak Rumah Sakit menggunakan metode

ini untuk mengetahui tingkat kepuasan pasiennya, maka Rumah Sakit tidak

Page 5: Tugas Komunitas Pelayanan Kesehatan Primer (Phc)

perlu lagi fokus atau memperhatikan pada banyak variabel karena sudah

disarikan (extracted) dari banyak variabel menjadi beberapa faktor, sehingga

pihak Rumah Sakit dapat lebih efisien dalam mengambil keputusan untuk

meningkatkan kepuasan pasien.

Usaha pelayanan kesehatan dengan kegiatan pemasarannya tidak

terhindar dari persaingan dan berhadapan dengan pesaing di bidang usaha

yang mengandung urusan komersial, karena badan usaha pelayanan kesehatan

yang diselenggarakan oleh masyarakat perlu topangan permodalan,

manajemen dan pengorganisasian yang dilaksanakan oleh sumber daya

manusia yang profesianal dalam kesehatan. Perubahan pandangan dan pola

pengobatan paternalistik-karikatif cenderung menjadi transaksi terapeutik dan

pengaruh dari pertumbuhan masyarakat sekunder yang bergaya

konsumerisme, maka perkembangan pengobatan terhadap sipenderita menjadi

usaha pelayanan kesehatan yang dilaksanakan oleh tenaga profesi kesehatan,

maka penyelenggaran kesehatan masih terikat dengan “kepentingan

kemanusiaan”.

Menghadapi peluang dan tantangan pemeliharaan kesehatan dalam era

globalisasi yang disertai makin pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan

teknologi memerlukan suatu jawaban dengan memperhitungkan aspek

kepentingan, aspek manfaat dan aspek dampak yang mungkin ditimbulkannya.

Profesi kodokteran secara khusus menjadi salah satu bagian dari

penyelenggara pemeliharaan harus ikut memperhitungkan ketiga aspek

tersebut dalam pengendalian arus dari era globalisasi dan kemajuan iptek.

Tugas profesi kedokteran yang demikian itu dalam arti perlu mengikuti

arus akan tetapi tidak hanyut dalam putaran arus tanpa kendali. Dengan

demikian tugas profesi kedokteran sebagai pelayan kesehatan dalam

masyarakat harus mampu menghadapi persaingan untuk mengambil bagian

dari peleliharaan kesehatan global dan memilih kemajuan iptek dibidang

kedokteran tetapi tidak meninggalkan nilai-nilai budaya dalam upaya untuk

meningkatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas. Namun tugas profesi

kedokteran tersebut harus terkendali agar tidak terjadi bahaya, derita dan

Page 6: Tugas Komunitas Pelayanan Kesehatan Primer (Phc)

kerugian karena hanyut dalam putaran arus globalisasi dan kemajuan iptek

yang menjurus pada penyimpangan tugas keprofesiannya.

Banyak cara yang dapat dipakai untuk sarana pengendalian potensi

penyimpangan tugas profesi tergantung pada permasalahan yang timbul dari

konflik yang tumbuh dan terjadinya ketidak-seimbangan antara aspek

kepentingan, aspek manfaat dan aspek dampak yang menyertainya. Salah satu

cara pengendalian tersebut diantaranya adalah sudut pandang tatanan sosial

dan berupa kaidah hukum yang tumbuh dan berkembang secara dinamis.

Perkembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum telah tumbuh dari

pola pikir konservatif tentang hukum berubah kearah pola pikir yang dinamik

tentang hukum untuk menyesuaikan dengan kemajuan zaman yang ditandai

dengan tumbuhnya berbagai ilmu pengetahuan terutama kemajuan ilmu-lmu

sosial dan humaniora. Pengaruh kemajuan ilmu-ilmu sosial dan humaniora

terhadap hukum semakin besar, dan dalam kepustakaan ilmu hukum

dinyatakan sebagai hubungan antar hukum dengan “social behavioral

sciences” yang menghasilkan pola pikir tentang sistem hukum terbuka.

Melalui sistem hukum terbuka inilah telah terjadi banyak perubahan

tentang hukum secara terus menerus (law reform) untuk menghadapi berbagai

perubahan kehidupan masyarakat berserta perubahan akan kebutuhan ilmu

pengetahuan dan teknologi. Kemajuan ilmu pengetahuan hukum telah

bergeser dari dalil-dalil hukum yang bersifat relatif statis –dinamis dalam arti

kehidupan kehidupan hukum secara anatomik mempunyai fungsi kontrol

namun disamping itu baik dalam doktrin maupun dalam perundang-undangan

selalu dikejar oleh kejadian yang tumbuh ditengah masyarakat yang

mengandung potensi dinamis.

Perkembangan dinamika hukum kesehatan di Indonesia yang demikian

itu dapat mendorong pertumbuhan “law sciences tree” bahwa untuk

kepentingan pengembangan profesi kedokteran diberikan tempat bagi satu

cabang ilmu “hukum kedokteran” yang kemudian diperluas menjadi cabang

hukum kesehatan. Sejak akhir abad ke-19 sampai pertengahan abad ke-20

pertumbuhan hukum kedokteran (medical law) dan hukum kesehatan (health

law) dengan adanya dua pemahaman tersebut ada cenderung para pakar

Page 7: Tugas Komunitas Pelayanan Kesehatan Primer (Phc)

maupun ahli hukum dan profesional menganggap bahwa hukum kesehatan

adalah merupakan hukum kedokteran akan tetapi dapat dilihat bahwa hukum

kesehatan ini menyangkut dengan pelaksanaan hukum kesehatan secara umum

dimana subyek hukum nya adalah rumah sakit, pasien dan tenaga-tenaga

kesehatan yang bekerja pada instansi pelayanan kesehatan tersebut sedangkan

hukum kedokteran (medical law) lebih cenderung pada praktek secara

profesional dari para tenaga-tenaga kesehatan diantaranya adalah dokter,

tenaga perawat kebidanan dll.

Atas dasar pengembangan konsepsional tentang hukum kesehatan dan

hukum kedokteran yang bersifat khusus, maka status sebagai hukum

komplementer untuk menyempurnakan kaidah hukum umum dan bukan

hukum suplementer sekedar pelengkap terhadap hukum umum. Hukum

kesehatan dan hukum kedokteran sebagian kaidahnya mempunyai

penyimpangan dari kaidah hukum umum, terutama dalam menentukan

kesalahan profesi jika terjadi malpraktek profesi kedokteran mengandung

kualifikasi tertentu. Dengan demikian perkembangan hukum kesehatan dalam

era globalisasi sangat dibutuhkan dan dapat membantu upaya pelayanan

kesehatan di Indonesia.

C. FAKTOR-FAKTOR PERSAINGAN GLOBALISASI

Sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu faktor kunci dalam

pembangunan negara dan bangsa. SDM yang diharapkan adalah SDM mampu

bersaing dalam percaturan global dalam kualitas dan ketrampilan standar

dunia kerja. Demikian pula SDM bidang kesehatan, diharapkan dapat berperan

besar dalam pembangunan kesehatan dan mengangkat harkat dan derajat

kesehatan masyarakat Indonesia.

Sumber Daya Manusia Kesehatan (SDM Kes) merupakan faktor penting

dalam pemberian pelayanan kesehatan yang bermutu. Oleh karena itu,

pengembangan SDM Kesehatan merupakan faktor kunci dalam pencapaian

tujuan Millenium Development Goals (MDG’s) dan peningkatan status

kesehatan masyarakat.

Page 8: Tugas Komunitas Pelayanan Kesehatan Primer (Phc)

Berdasarkan World Health Organization (WHO), SDM kesehatan adalah

semua orang yang kegiatan pokoknya ditujukan untuk meningkatkan

kesehatan. Mereka terdiri dari orang-orang yang memberikan pelayanan

kesehatan seperti dokter, perawat, apoteker, teknisi laboratorium,manajemen

serta tenaga pendukung seperti bagian keuangan, sopir dan lain sebagainya.

Secara kasar, WHO memperkirakan terdapat 59.8 juta tenaga kesehatan di

dunia dan dari jumlah tersebut diperkirakan dua pertiga (39.5 juta) dari jumlah

keseluruhan tenaga kesehatan memberikan pelayanan kesehatan dan

sepertiganya (19.8 juta) merupaakan tenaga pendukung dan managemen

(WHO 2006).

Di zaman yang semakin maju seperti sekarang ini maka cara pandang

kita terhadap kesehatan juga mengalami perubahan. Dahulu kita

mempergunakan paradigma sakit yakni kesehatan hanya dipandang sebagai

upaya menyembuhkan orang yang sakit dimana terjalin hubungan dokter

dengan pasien (dokter dan pasien). Namun sekarang konsep yang dipakai

adalah paradigma sehat, dimana upaya kesehatan dipandang sebagai suatu

tindakan untuk menjaga dan meningkatkan derajat kesehatan individu ataupun

masyarakat (SKM dan masyarakat). Dengan demikian konsep paradigma sehat

H.L. Blum memandang pola hidup sehat seseorang secara holistik dan

komprehensif. Peranan Sarjana Kesehatan Masyarakat dalam hal ini

memegang kendali dominan dibandingkan peranan dokter. Sebab hubungan

dokter dengan pasien hanya sebatas individu dengan individu tidak secara

langsung menyentuh masyarakat luas. Ditambah lagi kompetensi dalam

memanagement program lebih dikuasai lulusan SKM sehingga dalam

perkembangannya SKM menjadi ujung tombak program kesehatan di negara-

negara maju.

Untuk negara berkembang seperti Indonesia justru, paradigma sakit yang

digunakan. Dimana kebijakan pemerintah berorientasi pada penyembuhan

pasien sehingga terlihat jelas peranan dokter, perawat dan bidan sebagai

tenaga medis dan paramedis mendominasi. Padahal upaya semacam itu sudah

lama ditinggalkan karena secara financial justru merugikan Negara. Anggaran

APBN untuk pendanaan kesehatan di Indonesia semakin tinggi dan sebagian

Page 9: Tugas Komunitas Pelayanan Kesehatan Primer (Phc)

besar digunakan untuk upaya pengobatan seperti pembelian obat, sarana

kesehatan dan pembangunan gedung. Seharusnya untuk meningkatan derajat

kesehatan kita harus menaruh perhatian besar pada akar masalahnya dan

selanjutnya melakukan upaya pencegahannya. Untuk itulah maka upaya

kesehatan harus fokus pada upaya preventif (pencegahan) bukannya curative

(pengobatan).Namun yang terjadi anggaran untuk meningkatkan derajat

kesehatan melalui program promosi dan preventif dikurangi secara signifikan.

Akibat yang ditimbulkan adalah banyaknya masyarakat yang kekurangan gizi,

biaya obat untuk puskesmas meningkat, pencemaran lingkungan tidak

terkendali dan korupsi penggunaan askeskin. Dampak sampingan yang terjadi

tersebut dapat timbul karena kebijakan kita yang keliru.

Seperti yang kita ketahui bahwa semua negara di dunia menggunakan

konsep Blum dalam menjaga kesehatan warga negaranya. Untuk Negara maju

saat ini sudah fokus pada peningkatan kualitas sumber daya manusia.

Sehingga asupan makanan anak-anak mereka begitu dijaga dari segi gizi

sehingga akan melahirkan keturunan yang berbobot. Kondisi yang

berseberangan dialami Indonesiasebagai Negara agraris, segala regulasi

pemerintah tentang kesehatan malah fokus pada penanggulangan kekurangan

gizi masyarakatnya. Bahkan dilematisnya banyak masyarakat kota yang

mengalami kekurangan gizi. Padahal dari hasil penelitian membuktikan

wilayah Indonesia potensial sebagai lahan pangan dan perternakan karena

wilayahnya yang luas dengan topografi yang mendukung.Ada apa dengan

pemerintah?. Satu jawaban yang pasti seringkali dalam analisis kesehatan

pemerintah kurang mempertimbangkan pendapat ahli kesehatan masyarakat

(public health) sehingga kebijakan yang dibuat cuma dari sudut pandang

kejadian sehat-sakit.

Hal inilah yang menyebabkan dalam pasar tenaga kerja di dalam negeri,

SDM bidang kesehatan masih belum mencukupi dalam upaya pelayanan

kesehatan pada seluruh pelosok negeri. SDM bidang kesehatan seperti dokter,

bidan dan perawat relatif sudah menyebar, namun SDM tenaga kesehatan

seperti epidemiolog, nutrisionist dan tenaga profesi kesehatan masyarakat

lainnya belum terdistribusi secara memadai. Bila tenaga kesehatan seperti

Page 10: Tugas Komunitas Pelayanan Kesehatan Primer (Phc)

dokter, bidan dan perawat berfungsi dalam pelayanan kesehatan bersifat

kuratif, maka SDM tenaga profesi kesehatan masyarakat bersifat promotif-

preventif.

Problem SDM Kesehatan di Indonesia saat ini adalah jumlah yang tidak

memadai dan distribusi yang tidak merata. Hal ini berdampak terhadap

kualitas dan aksesbilitas layanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat.

Kebutuhan mendesak tenaga kesehatan terutama sangat dirasakan oleh daerah

terpencil dan tertinggal yang jauh dari pusat kota. 

Guna meningkatkan aksesibilitas dan kualitas layanan kesehatan,

pemerintah dituntut untuk menyediakan tenaga kesehatan, terutama di daerah

terpencil, tertinggal dan wilayah perbatasan (dacilgaltas). Dari 364 puskesmas

di daerah dacilgaltas yang tersebar di 64 kabupaten pada 17 provinsi, ada 184

buah puskemas (51 persen) belum memiliki tenaga kesehatan (dokter).

Didaerah terpencil, layanan kesehatan kerap dirangkap oleh perawat dan bidan

desa untuk tugas medis yang seyogyanya dilakukan oleh seorang dokter,

seperti pemberian obat-obatan kepada pasien. 

Data Departemen Kesehatan (Depkes) 2006, jumlah tenaga medis

(dokter spesialis, umum dan gigi) tercatat 68.227 orang, bidan 79.152 orang

dan perawat 316.306 orang. Target hingga tahun 2010 jumlah kebutuhan SDM

tenaga dokter adalah 117.969 orang, bidan 176.954 orang, tenaga keperawatan

587.487 orang, tenaga kesehatan masyarakat 42.649 orang, dan tenaga gizi

42.469 orang. Tenaga kerja perawat adalah salah satu SDM Indonesia yang

mulai mampu bersaing di pasar tenaga kerja global. Media di Jepang pada hari

Jumat 25 Maret 2011 sebagaimana dilaporkan Tori Minamiyana, pewarta

warga Kompasiana memberitakan bahwa Kementerian Kesehatan, Tenaga

Kerja, dan Kesejahteraan Jepang mengumumkan kelulusan 15 orang perawat

asal Indonesia yang telah sukses menempuh Ujian Nasional Keperawatan

Jepang yang diselenggarakan pada pada tanggal 20 Februari 2011 yang lalu

dan diikuti oleh 250 perawat Indonesia yang bekerja di Jepang dalam

kerangka perjanjian ekonomi Indonesia - Jepang (IJEPA), baik dari

Gelombang I dan II. Pada ujian keperawatan tahun 2010 lalu, hanya 2 perawat

asal Indonesia yang lulus ujian. Mereka adalah peserta program kerjasama

Page 11: Tugas Komunitas Pelayanan Kesehatan Primer (Phc)

Indonesia - Jepang, dalam rangka Perjanjian Kemitraan Ekonomi (EPA).

Program ini didasari kepentingan kedua Negara, yaitu dari pihak Jepang

memang kekurangan tenaga perawat dan pengasuh lanjut usia karena

menurunnya populasi dan semakin banyaknya para lansia, sedangkan dari

pihak Indonesia karena tersedianya banyak tenaga kerja yang bisa memenuhi

kebutuhan itu dan perlunya memberi pengalaman para perawat Indonesia

meningkatkan kemampuannya di negara matahari terbit tersebut.

Salah satu program kesehatan dunia yang saat ini telah menjadi topic

global bahkan telah banyak diterapkan pada Negara-negara maju yaitu e-

health yakni sebuah sistem yang mengintegrasikan database kesehatan

seseorang dalam sebuah kartu, dan dengan kartu ini diharapkan pasien akan

semakin mudah dan cepat dalam mendapatkan akses layanan kesehatan.

Rencananya sistem layanan e-Health tersebut akan dimulai tahun 2016, pada

saat sistem e-KTP generasi pertama selesai.. Penerapan e-health sendiri

ditandai dengan SDM kesehatan yang memiliki nilai kompetitif. Namun,

untuk yang satu ini, Indonesia memang agak ketinggalan dengan negara lain,

sistem layanan digitalisasi data riwayat kesehatan pasien, e-Health memang

belum bisa diterapkan dalam waktu dekat. Hal itu disebabkan sumber daya

manusia (SDM) industri kesehatan yang ada belum menguasai teknologi

secara keseluruhan. Beberapa yang harus dikuasai sebelum e-Health ini

diterapkan adalah masalah informasi dan teknologi (IT). Hingga saat ini tidak

semua rumah sakit hingga puskesmas memiliki infrastruktur IT memadai.

Padahal, untuk menerapkan sistem layanan e-Health tersebut dibutuhkan

infrastruktur IT yang cukup, koneksi dan integrasi antara pihak rumah sakit

hingga masalah kecepatan akses bandwidth internet. Sebenarnya buta IT ini

juga tidak dialami oleh pihak rumah sakit saja. Para dokter yang bekerja di

rumah sakit tersebut juga harus menguasai IT.

D. KONSEP PHC (PRIMARY HEALTH CARE)

PHC merupakan hasil pengkajian, pemikiran dan pengalaman dalam

pembangunan kesehatan di banyak negara yang di awali dengan kampanye

masal pada tahun 1950-an dalam pemberantasan penyakit menular. Pada tahun

Page 12: Tugas Komunitas Pelayanan Kesehatan Primer (Phc)

1960 teknologi kuratif dan preventif mengalami kemajuan. Oleh karena itu,

timbullah pemikiran untuk mengembangkan konsep upaya dasar kesehatan.

Tahun 1977 pada sidang kesehatan dunia dicetuskan kesepakatan untuk

melahirkan “Health for Allby the Year 2000”, yang sasaran utamanya dalam

bidang sosial pada tahun 2000 adalah tercapainya derajat kesehatan yang

memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial maupun ekonomi.

1. Definisi PHC

PHC adalah pelayanan kesehatan pokok berdasarkan kepada metode

dan teknologi praktis, ilmiah dan sosial yang dapat diterima secara umum,

baik oleh individu maupun keluarga dalam masyarakat melalui partisipasi

mereka sepenuhnya serta biaya yang dapat dijangkau oleh masyarakat dan

negara untuk memelihara setiap tingkat perkembangan mereka dalam

semangat untuk hidup mandiri (self reliance) dan menentukan nasib sendiri

(self determination).

2. Tujuan PHC

1) Tujuan umum

Mencoba menemukan kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan

yang diselenggarakan, sehingga akan tercapai tingkat kepuasan pada

masyarakat yang menerima pelayanan.

2) Tujuan khusus

a. Pelayanan harus mencapai keseluruhan penduduk yang dilayani.

b. Pelayanan harus dapat diterima oleh penduduk yang dilayani.

c. Pelayanan harus berdasarkan kebutuhan medis dari populasi yang

dilayani

d. Pelayanan harus maksimal, menggunakan tenaga dan sumber daya

lain dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.

3. Fungsi PHC

PHC hendaknya memenuhi fungsi-fungsi sebagai berikut: 1)

Pemeliharaan kesehatan; 2) pencegahan penyakit ; 3) diagnosis dan

pengobatan ; 3) pelayanan tindak lanjut; 5) pemberian sertifikat.

4. Tiga Unsur Utama PHC

1) Mencangkup upaya-upaya dasar kesehatan.

Page 13: Tugas Komunitas Pelayanan Kesehatan Primer (Phc)

2) Melibatkan peran serta masyarakat.

3) Melibatkan kerja sama lintas sektoral.

5. Elemen PHC

Dalam pelaksanaan PHC paling sedikit harus memiliki delapan

elemen, sebagai berikut.

1) Pendidikan mengenai masalah kesehatan dan cara pencegahan penyakit

serta pengendaliannya.

2) Peningkatan penyediaan makanan dan perbaikan gizi.

3) Penyediaan air bersih dan sanitasi dasar.

4) Kesehatan ibu dan anak termasuk keluarga berencana.

5) Imunisasi terhadap penyakit-penyakit infeksi utama.

6) Pencegahan dan pengendalian penyakit endemik setempat.

7) Pengobatan penyakit umum dan ruda paksa.

8) Penyediaan obat-obat esensial.

6. Ciri-ciri PHC

Berikut ini adalah ciri-ciri PHC:

1) Pelayanan yang utama dan intim dengan masyarakat.

2) Pelayanan yang menyeluruh.

3) Pelayanan yang terorganisasi.

4) Pelayanan yang mementingkan kesehatan individu maupun mayarakat.

5) Pelayanan yang berkesinambungan.

6) Pelayanan yang progesif.

7) Pelayanan berorientasi kepada keluarga.

8) Pelayanan tidak berpandangan kepada salah satu aspek saja.

7. Tanggung Jawab Perawat Dalam PHC

Tanggung jawab perawat dalam PHC lebih dititikberatkan kepada

hal-hal berikut ini.

1) Mendorong partisipasi aktif masyarakat.

2) Bekerja sama dengan mayarakat, keluarga, dan individu.

3) Mengajarkan konsep kesehatan dasar dan teknik asuhan diri sendiri pada

masyarakat.

Page 14: Tugas Komunitas Pelayanan Kesehatan Primer (Phc)

4) Memberikan bimbingan dan dukungan kepada petugas pelayanan

kesehatan dan kepada masyarakat.

5) Koordinasi kegiatan pengembangan kesehatan masyarakat.

Page 15: Tugas Komunitas Pelayanan Kesehatan Primer (Phc)

DAFTAR PUSTAKA

Mubarak, Wahit Iqbal. Nurul Chayatin. 2009. Ilmu Kesehatan Masyarakat: Teori

dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Medika

Trisnantoro L, Sastrowijoto S, Ferry D. 2008. Kajian terhadap insfrastruktur

pendukung FK dan RS Pendidikan: Implikasinya terhadap kebijakan

pendanaan. Pusat Manajemen Pelayanan Kesehatan FK UGM.