Tugas Kimia Analisa Perbaikan
-
Upload
apriyan-tri-kusuma -
Category
Documents
-
view
256 -
download
2
description
Transcript of Tugas Kimia Analisa Perbaikan
LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN MAHASISWA
VERIFIKASI METODE ANALISIS LOGAM Cu, Fe, Ni, Cr, Cd dan Zn
dengan ICP-OES pada Limbah Cair Outfall NPK di PT PUPUK
KALIMANTAN TIMUR
Disusun oleh:
Nindya Herdianti
08/270079/PA/12202
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS GAJAH MADA
YOGYAKARTA
2012
LEMBAR PENGESAHAN
PT. PUPUK KALIMANTAN TIMUR
Laporan ini telah diperiksa dan disahkan
Sebagai Laporan Resmi Praktik Kerja Lapangan
Departemen Laboratorium Seksi Laboratorium Air dan Lingkungan
Dari tanggal 19 Juli 2012 – 18 September 2012
PT. Pupuk Kalimantan Timur
Bontang, 10 September 2012
Mengetahui
Pembimbing 1
M. Suriadarmawan, B.Sc.
Pembimbing 2
Wahyudi
Mengesahkan
Manager Laboratorium
Imran Hidjazi, B.Sc.
Manager DIKLAT dan MP
Ir. Lola Karmila
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT
karena dengan segala limpahan rahmat, hidayah, karunia, dan kasih sayang-Nya
sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan laporan praktek kerja
lapangan ini. Laporan Praktek Kerja Lapangan ini membahas tentang
VERIFIKASI METODE ANALISIS LOGAM Cu, Fe, Ni, Cr, Cd dan Zn
dengan ICP-OES pada Limbah Cair Outfall NPK di PT PUPUK
KALIMANTAN TIMUR
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lingkungan, Unit Usaha
Laboratorium PT. Pupuk Kalimantan Timur. Dalam melaksanakan praktek kerja
lapangan dan penyusunan laporan ini. Untuk itu, atas segala kerendahan hati
penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada :
1. Allah SWT. yang telah memberi karunia dan kekuatan selama
pengerjaan penelitian.
2. Kedua Orang Tua, Adik beserta Keluarga atas dukungan dan doanya.
3. Direksi PT Pupuk Kalimantan Timur.
4. Ibu Ir. Lola Karmila selaku Manager Departemen Diklat dan
Manajemen Pengetahuan PT Pupuk Kalimantan Timur.
5. Bapak Imran Hidjazi, B.Sc selaku Manager Laboratorium PT Pupuk
Kalimantan Timur.
6. Bapak Bambang Gunawan, Bapak Yunus Simanjuntak dan Staff Diklat
PT Pupuk Kalimantan Timur.
7. Bapak M. Suriadarmawan, B.Sc selaku Kepala Laboratorium Penguji
PT Pupuk Kalimantan Timur.
8. Bapak H. Sudarto, S.H. selaku koordinator PKL PT Pupuk Kalimantan
Timur.
9. Bapak Wahyudi selaku Kepala Seksi Laboratorium Lingkungan
sekaligus pembimbing PKL dari penulis.
10. Bapak Anggono Wijaya, S.Si selaku Kepala Seksi Laboratorium Air
PT Pupuk Kalimantan Timur.
11. Karyawan dari Laboratorium Air dan Lingkungan Pak Hadi Subagyo,
Pak Sutisna, Pak Bambang, Pak Petrus, Pak Acep, Mas Sofyan, Mbak
Lossi, Mbak Diana dan semua personil Main Lab yang telah
membimbing dan memberikan ilmu yang sangat bermanfaat.
12. Karyawan dari semua seksi Laboratorium.
13. Dr Dwi Siswanta, selaku dosen pembimbing praktek kerja lapangan.
14. Kawan-kawan “Partner in Crime” di laboratorium lingkungan dan air,
Yuli dan Luluk atas bantuannya dalam mengerjakan penelitian ini.
15. Teman-teman laboratorium yang lain, Vita, Purna, Rahmat, Yusran,
Iif, Alfiy, Wachid, Fitri, Umi, Leni dan Okta atas hiburannya di kala
duka.
16. Kawan-kawan seperjuangan di Mess Petrosea, Rima, Fika, Nisa,
Nanang, Hafiza, Ida, Hasti, Badrun, Muammar, Dwi, Mbak Winda,
Mbak Veni, Rangga, Winda, Sita, Restu, Afriza, Risma, Setya, Dimas,
Broto, Atang, Okri, Putri, Sasi, Kasma, Abdul, Mas Galan, Wawan,
Taufik, Alfa, Catur dan Irwan atas segala bantuan, dukungan, cerita
penyemangat, nasihat-nasihat dan penghiburan di kala duka.
17. Mas Mul, Mas Cahyo, dan Pak Yan atas liburan paling menyenangkan
selama di Kalimantan bersama kawan-kawan satu laboratorium.
18. Mukhamad Lukman dan Achmad Fahmi Mubarok, sebagai sahabat
sekaligus pendengar paling setia.
19. Mbak fetty dan mas Ade, atas kebaikannya selama ini.
20. Kawan-kawan KOPHI Jogja dan ISAF 2013, yang selalu menanyakan
kepulangan saya sehingga menjadi inspirasi terbesar saya untuk
menyelesaikan laporan ini.
21. Kawan-kawan Kimia UGM Yogyakarta, khususnya Aul, Mila, Novi,
Ida, Yuyun, Ega, yang walaupun jauh tetapi tetap di hati.
22. Terakhir, untuk Yogyakarta dan seisinya yang telah mengajari saya
tentang arti “Rumah”.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, baik
dari segi teknik penulisan, penyusunan maupun tata bahasa yang digunakan. Oleh
karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun demi sempurnanya laporan ini. Semoga laporan ini dapat
memberikan konstribusi dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya.
Bontang, 09 September 2012
Penulis,
Nindya Herdianti
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.............................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN..............................................................................ii
KATA PENGANTAR......................................................................................... iii
DAFTAR ISI........................................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR...........................................................................................vii
DAFTAR TABEL......................................................................................... viii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.............................................................................1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................... 2
1.3 Tujuan.......................................................................................... 3
1.4 Manfaat Kerja Praktek
Lapangan……………………………….3
1.5 Sistematika
Penulisan…………………………………………...4
BAB II. PROFIL PERUSAHAAN
2.1 Sejarah PT Pupuk Kalimantan Timur…………………………. 6
2.2 Visi dan Misi Perusahaan……………………………………... 9
2.3 Lokasi Pabrik………................................................................ 10
2.4 Proses Produksi………………………………………………. 11
2.5 Peningkatan Mutu dan Pengelolaan Lingkungan……………..13
2.6 Struktur Organisasi Perusahaan……………………………..13
2.7 Spesifikasi Produk…………………………………………..14
2.8 Laboratorium………………………………………………..15
BAB III. TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Pencemaran Limbah..................................................................17
3.2. Limbah............................................................................……17
3.3. Logam Berat………………………………………………....18
3.4 Verifikasi Metode Analisis Kimia…………………..……….21
3.5. Atomic Absorption Spectroscopy (AAS)……………..…….. 25
3.6. Inductively Coupled Plasma Optical Emission Spectrometry
(ICP-OES)………………………………………………….... 27
BAB IV. METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian...............................................................30
4.2 Waktu dan Tempat Penelitian..................................................30
4.3 Alat dan Bahan.........................................................................31
4.4 Prosedur Penelitian…………………………………………...31
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian………………………………………………...34
5.2 Pembahasan……………………………………………………41
BAB VI. PENUTUP
5.1 Kesimpulan...............................................................................50
5.2 Saran.........................................................................................51
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................52
LAMPIRAN.........................................................................................................53
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Skema AAS......................................................................................25
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Baku Mutu Kadar Logam dalam Perairan Menurut PP No. 82 Tahun
2001…………………………………………………………………...18
Tabel 5.1. Hasil Uji Linearitas AAS…………………………………………….34
Tabel 5.2 Hasil Uji Linearitas ICP-OES………………………………………..36
Tabel 5.3. Hasil Standar Deviasi, %RSD dan Limit Deteksi AAS……………...38
Tabel 5.4. Hasil Standar Deviasi, %RSD dan Limit Deteksi ICP-OES…………38
Tabel 5.5. %Recovery AAS……………………………………………………...39
Tabel 5.6. %Recovery ICP-OES…………………………………………………39
Tabel 5.7. Uji t…………………………………………………………………39
Tabel 5.8. Panjang Gelombang Maksimum Logam dengan ICP-OES…………..41
Tabel 5.9. Panjang Gelombang Maksimum Logam dengan AAS……………….42
Tabel Uji t……………………………………………………………………...72
Tabel Uji F……………………………………………………………………..73
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada era globalisasi ini, pesatnya perkembangan teknologi dan
ilmu pengetahuan, terutama di bidang industri, telah membawa dampak
yang beragam bagi kehidupan masyarakat. Dampak positif dari semakin
modernnya industri adalah berkembangnya penemuan-penemuan produk
baru yang bermanfaat bagi masyarakat. Sebaliknya, dampak negatif yang
paling dirasakan masyarakat adalah semakin besarnya pencemaran
lingkungan. Limbah yang dihasilkan dari industri dapat berupa limbah
padat, cair dan gas.
PT Pupuk Kalimantan Timur adalah salah satu perusahaan besar di
Indonesia yang memproduksi ammonia dan pupuk area. Proses produksi di
pabrik ini melalui berbagai macam tahapan yang juga menghasilkan
limbah. Salah satu contoh penyebab pencemaran lingkungan dari industri
adalah limbah cair yang mengandung logam berat. Logam berat
merupakan senyawa toksik bila berada dalam tubuh manusia di atas
ambang konsentrasi tertentu dan hanya dapat ditoleransi pada tingkat
microgram. Walaupun logam berat bukan kandungan limbah terbanyak
dari proses produksi, namun pemantauannya tetap harus dilakukan secara
rutin agar tetap dibawah baku mutu dari pemerintah, sehingga aman
dibuang ke lingkungan. Selain itu, adanya logam berat dalam limbah dapat
menjadi deteksi awal kebocoran sistem. Baku mutu kadar logam berat
dalam perairan diatur dalam PP No. 82 Tahun 2001.
Analisis logam-logam berat dalam limbah cair di PT Pupuk
Kalimantan Timur telah dilakukan secara rutin di Laboratorium Air dan
Lingkungan (LAL). Mengingat pentingnya analisis tersebut, pemilihan
metode analisis yang tepat sangat diperlukan, sehingga menghasilkan
metode yang baik.
Metode yang telah lama digunakan di laboratorium lingkungan dan
air untuk menganalisis kadar logam adalah AAS (Atomic Absorption
Spectroscopy). Metode analisis kadar logam menggunakan AAS di
laboratorium ini telah masuk dalam ruang lingkup akreditasi KAN
(Komite Akreditasi Nasional). Namun, banyak permasalahan yang
dihadapi saat melakukan pengujian dengan AAS. Diantaranya adalah
waktu yang kurang efisien apabila sampel dan parameter yang dianalisis
dalam jumlah banyak. Pertimbangan lain adalah pemakaian bahan kimia
berbahaya, yaitu Metil Iso Butil Keton (MIBK). Maka, alternatif lain yaitu
melakukan analisis logam adalah dengan menggunakan ICP-OES
(Inductively Coupled Plasma Emission Spectrometry). Namun, metode
analisis kadar logam menggunakan ICP-OES dalam laboratorium ini
belum mendapat sertifikasi KAN. Untuk menguji kelayakan metode
tersebut, perlu dilakukan verifikasi.
1.2 Rumusan Masalah
Limbah cair yang mengandung logam berat sisa dari produksi
merupakan salah satu masalah yang perlu diperhatikan PT Pupuk
Kalimantan Timur. Walau bukan kandungan utama dalam limbah cair,
kadar logam berat di limbah tersebut perlu dikontrol. Logam-logam yang
sekiranya terdapat dalam limbah cair pabrik ini adalah Cu, Cr, Cd, Zn, Ni
dan Fe. Untuk mengetahui kadar logam berat tersebut, perlu dilakukan
analisis. Metode analisis yang tepat diperlukan untuk mendapatkan hasil
yang valid. Selama ini, pengujian analisis logam berat pada limbah cair di
PT Pupuk Kalimantan Timur dilakukan di Laboratorium Air dan
Lingkungan dengan menggunakan metode AAS. Namun, lamanya waktu
yang dibutuhkan dalam menganalisis banyak sampel dan banyak
parameter serta penggunaan bahan kimia yang berbahaya menyebabkan
AAS menjadi metode yang kurang efektif dan kurang efisien. Padahal
metode analisis kadar logam dengan AAS adalah metode yang telah
masuk ruang lingkup akreditasi. Untuk mengganti metode dari AAS ke
ICP-OES, perlu dilakukan verifikasi metode analisis logam menggunakan
ICP-OES. Hasil verifikasi ini dapat digunakan sebagai rujukan untuk
mendapatkan sertifikasi dari KAN.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui kelayakan ICP-OES dalam menganalisis logam berat
yang terkandung pada limbah cair melalui Uji Linearitas, Uji Presisi,
Uji Akurasi, Uji Limit Deteksi dan Uji Limit Kuantitasi sebagai
rujukan untuk masuk ruang lingkup akreditasi.
2. Mengetahui metode yang tepat dalam menganalisis logam-logam
berat Ni, Fe, Zn, Cu, Cr dan Cd yang terkandung pada limbah cair.
1.4 Manfaat Praktek Kerja Lapangan
Bagi Mahasiswa
1. Dapat memenuhi salah satu mata kuliah pilihan pendidikan strata satu
di Program Studi Kimia, Fakultas MIPA, UGM.
2. Dapat mengenal dunia industri lebih baik serta mendapatkan
wawasan, pengalaman dan koneksi di bidang industri.
3. Dapat mengaplikasikan ilmu-ilmu yang diperoleh dari kuliah secara
nyata.
Bagi Perusahaan
1. Dapat menambah sumber ide-ide baru dari Universitas Gadjah Mada.
2. Dapat membina kerja sama antara perusahaan dan universitas,
khususnya Universitas Gadjah Mada.
Bagi Universitas
1. Dapat meningkatkan hubungan kemitraan dengan perusahaan.
2. Dapat merelevansikan kurikulum mata kuliah dengan kebutuhan dunia
kerja.
1.5 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan pada laporan ini adalah sebagai berikut.
1. Lembar Pengesahan
2. Lembar Persetujuan
3. Kata Pengatar
4. Daftar Isi
5. Daftar Gambar
6. Daftar Tabel
BAB I Pendahuluan
Berisi latar belakang, tujuan penelitian, manfaat praktek kerja lapangan dan
sistematika penulisan laporan.
BAB II Profil Perusahaan
Menjelaskan sejarah PT Pupuk Kalimantan Timur, visi dan misi
perusahaan, lokasi pabrik, lambang PT Pupuk Kalimantan Timur, fasilitas pabrik,
proses produksi, peningkatan mutu dan pengelolaan lingkungan, manajemen
perusahaan, waktu kerja karyawan, spesifikasi produk, pemasaran produk, anak
perusahaan, departemen K3LH dan laboratorium.
BAB III Landasan Teori
Menjelaskan dasar teori yang digunakan dalam penelitian pada saat praktek kerja
lapangan.
BAB IV Metodologi Penelitian
Menjelaskan rancangan penelitian yang akan dilakukan, alat dan bahan yang
dibutuhkan dalam melakukan penelitian serta prosedur kerja yang dilakukan
dalam penelitian.
BAB V Hasil dan Pembahasan
Berisi data yang didapat dari penelitian dan pembahasan dari analisis
permasalahan.
BAB VI Kesimpulan dan Saran
Menyimpulkan hasil dari analisa dan pembahasan topik selama praktek kerja
lapangan serta memberikan saran untuk perbaikan.
BAB II
PROFIL PERUSAHAAN
2.1 Sejarah PT Pupuk Kalimantan Timur
Indonesia merupakan salah satu negara agraris yang sangat besar
sehingga pertanian menjadi salah satu sektor pembangunan yang banyak
mendapatkan perhatian. Sebagian besar masyarakat Indonesia bekerja
sebagai petani. Pupuk mempunyai peranan penting dalam meningkatkan
produktivitas hasil-hasil pertanian yang digunakan untuk memenuhi
kebutuhan pangan masyarakat. Salah satu jenis pupuk yang digunakan
petani adalah pupuk urea yang berfungsi sebagai sumber nitrogen bagi
tanaman. Selain digunakan dalam bidang pertanian, pupuk juga
mempunyai peranan penting di beberapa bidang lain. Misalnya, di bidang
peternakan, urea digunakan sebagai nutrisi makanan ternak yang dapat
meningkatkan produksi susu dan daging. Dalam bidang industri, urea
digunakan sebagai bahan dalam pembuatan resin, produk-produk cetak,
pelapis, perekat, bahan anti kusut dan pembantu pada pencelupan pabrik
tekstil. Maka dari itu, seiring bertambahnya waktu, kebutuhan pupuk
setiap tahun semakin besar.
Pada tahun 1973, terjadi kelangkaan pupuk urea di pasar
internasional. Hal ini menyebabkan harga pupuk urea melambung tinggi.
Oleh karena itu, munculah gagasan untuk membuat pabrik urea sendiri.
Selain itu, ditemukan bahwa gas alam di Kalimantan Timur diperkirakan
hanya bertahan hingga 10 tahun ke depan saja. Berdasarkan KEPPRES
No. 43 Tahun 1975, dibentuklah suatu tim yang bertugas meninjau dan
meneliti program pembangunan pabrik terapung sesuai dengan gagasan
tersebut. Dari penelitian tersebut, ditemukan bahwa cadangan gas alam
cukup untuk memenuhi kebutuhan hingga 25 tahun mendatang. Maka,
proyek pabrik terapung tersebut pun dilanjutkan.
Awalnya, proyek pabrik terapung ini dikelola oleh Pertamina.
Pabrik ini terdiri dari satu unit pabrik Ammonia dan satu unit pabrik Urea
dengan beberapa bangunan pendukung di pantai. Kapasitas pabrik
ammonia mencapai 1500 ton per hari dan pabrik urea mencapai 1700 ton
per hari. Pada saat itu, telah tersedia dua buah kapal untuk menunjang
rencana tersebut. Kapal pertama adalah kapal Mary Elizabeth dengan
ukuran 55.000 DWT untuk pabrik ammonia. Kapal kedua adalah kapal
Dominique dengan ukuran 30.000 DWT untuk pabrik urea. Lokasi proyek
antara 10 sampai 15 mil dari lepas pantai. Lokasi yang direncanakan
adalah Bontang Utara karena daerah tersebut memiliki gugusan batu
karang yang dapat mengurangi laju ombak.
Adanya banyak kesulitan teknis dan beberapa pertimbangan lain,
maka konsep pabrik terapung dipindahkan ke darat. Proses pemindahan
pabrik terapung ke darat memerlukan penyesuaian dan perubahan desain
pabrik. Berdasarkan KEPPRES No. 39 Tahun 1976, dilakukan serah
terima proyek ini dari Pertamina ke Departemen Perindustrian, yaitu
bagian Direktorat Jenderal Industri Kimia. Setelah penyelesaian proses
hukum dalam rangka serah terima peralatan pabrik di Eropa, maka pada
tanggal 7 Desember 1977 didirikan sebuah Persero Negara untuk
mengelola usaha ini dengan nama PT Pupuk Kalimantan Timur.
Masa konstruksi pabrik PT Kalimantan Timur pertama (Kaltim-1)
dimulai pada bulan Maret 1989 dan diperkirakan akan berlangsung 36
bulan. Namun, pelaksanaannya mengalami banyak kendala sehingga
pembangunan baru dimulai pada bulan Juni 1982. Pemancangan tiang
pertama dilakukan oleh Menteri Perindustrian pada saat itu, Ir. A. R.
Soehoed pada tanggal 16 November 1979. Pada tanggal 24 November
1983 ammonia pertama kali diproduksi, sedangkan urea diproduksi
pertama kali pada tanggal 15 September 1984.
Pada tahun 1981, diadakan persiapan pembangunan pabrik PT
Kalimantan Timur yang kedua (Kaltim-2). Penandatanganan kontrak
pembangunan dilakukan pada tanggal 23 Maret 1982 diwakili Ir. Nanang
S. Soetadji dan Drs. Nurdin Nawas. Masa konstruksi Kaltim-2 dimulai
pada bulan Maret 1983 dan Utility dimulai pada bulan April 1983.
Peresmian Pabrik Kaltim-1 dan Kaltim-2 dilakukan pada tanggal 29
Oktober 1984 oleh Presiden Soeharto. Desain kapasitas produksi ammonia
Kaltim-2 per hari mencapai 1500 ton dan urea mencapai 1725 ton.
Pembangunan pabrik PT Kalimantan Timur ketiga (Kaltim-3)
dikonsep sebagai pabrik hemat energi. Lokasi pabrik ini berdampingan
dengan pabrik Kaltim-2. Penandatanganan kontrak pembangunan pabrik
Kaltim-3 dilaksanakan pada tanggal 28 November 1985 antara PT
Kalimantan Timur dan konsorsium PT Rekayasa Industri (Persero),
Chyoda Chemical Engineering & Construction Co. dan Mitsubishi Corp.
Lisensi yang digunakan untuk ammonia adalah Holdor Topsoe dan untuk
urea adalah stamicarbon. Pemancangan pabrik dilakukan pada tanggal
pada tanggal 26 Juli 1986. Pabrik tersebut diresmikan pada tanggal 4 April
1989 oleh Presiden Soeharto. Pabrik Kaltim-3 beroperasi sejak bulan April
1985. Pabrik ammonia berproduksi sejak tanggal 8 Desember 1988 dengan
kapasitas produksi mencapai 1000 ton per hari. Sedangkan pabrik urea
berproduksi sejak tanggal 14 Desember 1988 dengan kapasitas produksi
mencapai 1725 ton per hari.
Dari tahun ke tahun, permintaan produk ammonia dan urea terus
meningkat. Maka, PT Pupuk Kalimantan Timur ini membangun pabrik
baru yaitu Proyek Optimasi Pupuk Kaltim (POPKA) dan Kaltim-4.
POPKA merupakan pabrik yang khusus menghasilkan urea granul yang
bertujuan untuk diekspor. Selain itu, POPKA digunakan untuk
memproduksi urea dari ammonia sisa dan gas CO2 yang terbuang ke
atmosfer sehingga nilai jualnya meningkat. POPKA menerapkan teknologi
DCS (Distribused Control System) yang dioperasikan secara otomatis dan
ramah lingkungan serta dapat mengurangi zat polutan. Penandatanganan
kontrak dengan konsorsium kontraktor dilaksanakan pada tanggal 9
Oktober 1996. Kontraktor utama adalah PT Rekayasa Industri dengan sub
kontraktor adalah Chiyoda Corp. Lisensi yang digunakan adalah
Stamicarbon untuk proses urea sedangkan untuk proses granul digunakan
lisensi Hydro Agri. Produksi pertama urea granul POPKA dilakukan pada
tanggal 18 Februari 1999. Peresmiannya dilakukan pada tanggal 6 Juli
2000 oleh Presiden KH. Abdurrahman Wahid.
Kaltim-4 dibangun oleh kontraktor utama PT Rekayasa Industri
dengan Mitsubishi Heavy Industry sebagai sub kontraktor.
Penandatanganan kontrak dilaksanakan pada tanggal 23 Desember 1998.
Pemancangan tiang pertama dilaksanakan pada tanggal 6 Juli 2000.
Pembangunan pabrik Kaltim-4 dilakukan dalam dua fase. Fase pertama
dimulai pada tanggal 27 Desember 1999, dibangun unit urea dan sebagian
unit utilitas. Fase kedua dimulai pada bulan Agustus 2000, dibangun unit
ammonia dan penyelesaian unit utilitas. Produksi pertama pabrik ini
dilakukan pada tanggal 1 Mei 2002 jam 19.45 WITA. Peresmian
dilakukan pada bulan Mei 2003 oleh Presiden Megawati melalui
teleconference dari Cikampek, Jawa Barat dan ditandatangani oleh
Menteri Pertanian Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih. Pada tahun 2002, pabrik
ini telah dapat memproduksi urea dan ammonia di tahun 2003. Kapasitas
produksi urea pabrik ini mencapai 1725 ton per hari dan ammonia sebesar
1000 ton per hari.
Berdasarkan kapasitas produksi masing-masing pabrik di PT
Pupuk Kalimantan Timur, kapasitas produksi urea sebesar 1.850.000 ton
per tahun dan ammonia sebesar 2.980.000 ton per tahun. PT Pupuk
Kalimantan pun menjadi produsen urea terbesar di dunia dalam satu
lokasi.
2.2 Visi dan Misi Perusahaan
PT Pupuk Kalimantan Timur mempunyai visi menjadi korporasi
Agro-Kimia yang memiliki reputasi prima di kawasan Asia.
PT Pupuk Kalimantan Timur mengemban misi sebagai berikut.
a. Menyediakan pupuk, produk kimia, produk agro dan jasa pemeliharaan
pabrik dengan menerapkan standar internasional dan kaidah Operational
excellence serta berorientasi pada peningkatan kepuasan pelanggan
b. Menunjang program ketahanan pangan nasional dan meningkatkan nilai
korporasi dengan memperhatikan kepentingan pemegang saham.
c. Memperhatikan manfaat bagi karyawan, masyarakat dan peduli pada
lingkungan.
2.3 Lokasi Pabrik
Lokasi pabrik PT Pupuk Kalimantan Timur terletak di wilayah
Pantai Kota Bontang, sekitar 121 sebelah utara Samarinda, Ibukota
Propinsi Kalimantan Timur. Secara geografis terletak pada 0
10’46.99’’LU dan 117 29’30.6’’BT. PT Pupuk Kalimantan Timur ini
berdiri di atas area seluas 493 Ha. Sepuluh kilometer di sebelah selatan
pabrik ini, berdiri Badak NGL.CO. yang merupakan pabrik pengolahan
gas bumi. PT Pupuk Kalimantan Timur memiliki perumahan yang
disediakan untuk karyawan-karyawannya yang terletak sekitar 6km dari
area pabrik.
Kebutuhan transportasi ke Bontang dapat menggunakan perjalanan
darat, laut dan udara. Jalur udara menggunakan pesawat charter PT Pupuk
Kalimantan Timur dari Bandara Sepinggan, Balikpapan selama 45 menit.
Sedangkan, jalur darat menggunakan travel charter PT Pupuk Kalimantan
Timur dari Bandara Sepinggan, Balikpapan selama kira-kira 5 jam.
Dasar-dasar pemilihan lokasi pabrik ini adalah :
a. Dekat dengan sumber bahan baku yaitu gas alam.
b. Berbatasan dengan laut sehingga mudah untuk transportasinya.
c. Berlokasi di tengah daerah pemasaran pupuk untuk ekspor maupun
pemasaran dalam negeri.
d. Pemetaan zona industri.
e. Lahan yang sangat luas sehingga memungkinkan perluasan pabrik.
2.4 Proses Produksi
PT Pupuk Kalimantan Timur memiliki empat pabrik ammonia-urea
(Kaltim-1,2,3,4) dan satu pabrik urea (POPKA). PT Pupuk Kalimantan
Timur memproduksi pupuk urea sebagai produk utama dan ammonia
sebagai produk samping. Bahan baku utamah adalah gas bumi serta bahan
pelengkapnya adalah udara dan air laut.
2.4.1 Pabrik Ammonia
Ammonia adalah sebuah senyawa kimia yang terbentuk dari
dua gas, yaitu Nitrogen dan Hidrogen. Rumus molekulnya adalah
NH3. Amonia terdiri dari 82% nitrogen yang merupakan komponen
utama dari pupuk. Pada proses produksinya yang merupakan hasil
sampingan dari karbon dioksida, ammonia dihasilkan dari reaksi
tekanan yang sangat tinggi pada proses pembuatan urea.
Gas alam dilewatkan ke reaktor desulphurizer untuk
menghilangkan senyawa belerang yang terkandung di dalamnya. Gas
yang sudah bersih dicampur dengan uap air dan dipanaskan lagi
kemudian direaksikan di Primary Reformer. Hasil reaksinya berupa
gas hidrogen dan karbon monoksida. Gas hasil reaksi ini dikirim ke
Secondary Reformer dan direaksikan dengan udara. Hasilnya adalah
gas hidrogen, nitrogen dan karbon monoksida. Gas-gas tersebut
direaksikan dalam shift Converter (HTS) dan (LTS) untuk mengubah
gas karbon monoksida menjadi gas karbon dioksida dan hidrogen.
Gas-gas karbon dioksida dipisahkan dari gas nitrogen dan hidrogen
pada unit CO2 removal. Gas karbon dioksida yang sudah terpusah
dikirim ke pabrik urea sebagai bahan baku pembuatan urea.
Gas nitrogen dan hidrogen yang yang disebut sebagai gas
Synthesa, dimurnikan dari sisa-sisa karbon dioksida dan karbon
monoksida dalam reaktor Methanator. Kemudian gas tersebut
direaksikan di dalam Ammonia Converter agar menjadi gas
ammonia. Gas ammonia didinginkan sehingga menjadi ammonia
cair. Ammornia cair memiliki temperature ±30oC dikirim ke pabrik
urea untuk diproses menjadi urea. Sedangkan sebagian disimpan
dalam tangki penyimpanan urea (storage) dengan temperature ±30oC
sebelum dikapalkan. Pada prinsipnya, proses pembuatan ammonia di
pabrik Kaltim-1 sampai Kaltim-4 adalah sama, hanya menggunakan
suhu dan tekanan yang berbeda-beda pada beberapa tahapan
prosesnya.
2.4.2 Pabrik Urea
Urea adalah senyawa yang larut dalam air. Rumus molekulnya
adalah CO(NH2)2. Sebagian besar adalah kandungan nitrogen yang
merupakan komponen utama dari urin mamalia dan organism lain,
sebagai hasil akhir dari metabolisme protein. Pupuk urea ini
diproduksi dan disiapkan dalam bentuk curah dan butiran.
Ammonia cair dan gas karbon dioksida yang datang dari
pabrik ammonia direaksikan di mixer sehingga terbentuk ammonium
karbamat. Selanjutnya, dihidrolisa di dalam realtor menjadi urea dan
air. Urea yang terbentuk dipisahkan dari ammonium karbamat dan
air dengan proses flashing. Pada proses ini, ammonium karbamat
akan pecah lagi menjadi gas ammonia dan karbon dioksida,
kemudian kedua reaktan ini dikembalikan ke mixer. Proses ini
disebut resirkulasi.
Resirkulasi dilakukan dalam dua tahap. Untuk memisahkan
urea dari larutan dilakukan proses pemekatan dengan cara
penguapan. Larutan yang sudah pekat sekali akan berbentuk Kristal.
Kristal urea dicairkan kembali dan dikirim ke menara pembutir
(Prilling Tower). Butir-butir urea yang terjadi dikirim ke gudang
pupuk curah dengan conveyor dan elevator sebelum dikapalkan dan
sebagian dikemas di unit pengantongan. Dalam proses pembuatan
urea, di pabrik kaltim-2 dan kaltim-3 digunakan proses stripping
yang merupakan proses yang lebih mutakhir. Di pabrik kaltim-4
digunakan proses operasi urea Granular (Granulator).
2.5 Peningkatan Mutu dan Pengelolaan Lingkungan
Kompetisi di pasar internasional dan domesitik dengan efektif dan
efisien telah memacu PT Pupuk Kaltim untuk terus memperbaiki diri.
Usaha tersebut berhasil memperoleh pengakuan nasional dan
internasional. Pengakuan tersebut diwujudkan dalam bentuk penghargaan,
misalnya sebagai berikut.
a. ISO 9002 diraih pada tahun 1996 untuk pengakuan di bidang manajemen
produksi dan instalasi.
b. ISO 14001 diraih pada tahun 1997 untuk pengakuan di bidang manajemen
lingkungan yang berkualitas.
c. ISO 17025 diraih pada tahun 2000 untuk bidang Laboratorium Uji Mutu.
2.6 Struktur Organisasi Perusahaan
Bentuk perusahaan PT Pupuk Kalimantan Timur adalah perseroan
terbatas Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan organisasi yang
memiliki staf seperti Dewan Direksi, Kepala Seksi, Kepala Kompartemen,
Kepala Departemen dan Biro, Kepala Bagian, Kepala Seksi, Kepala Regu
dan Pelaksana. Dewan Direksi bertanggung jawab kepada Dewan
Komisaris yang mewakili pemerintah sebagai pemegang saham. Tanggung
jawab dan wewenang dewan direksi adalah sebagai berikut.
1. Direktur utama, memimpin organisasi perusahaan dan bertanggung jawab
atas kelancaran jalannya perusahaan kepada Dewan Komisaris.
2. Direktur teknik dan pengambangan, memimpin di bidang pengembangan
dan penelitian serta bertanggung jawab kepada direktur utama.
3. Direktur keuangan, memimpin di bidang keuangan dan bertanggung jawab
kepada direktur utama.
4. Direktur Produksi, bertanggung jawab atas kelancaran produksi dan
bertanggung jawab kepada direktur utama.
5. Direktur SDM dan Umum, bertanggung jawab atas SDM dan umum serta
bertanggung jawab kepada direktur utama.
6. Direktur pemasaran, bertanggung jawab atas pemasaran produk dan
bertanggung jawab kepada direktur utama.
Pada pelaksanaannya, dewan direksi dibantu oleh beberapa
kompartemen dan departemen yang masing-masing dipimpin kepala
kompartemen dan kepala departemen. Unsur dari kompartemen adalah
kompartemen sekper, operasi, teknik, SPI, SDM, Renbag, Pemasaran,
Keuangan, Hubin dan Pemeliharaan. Sedangkan unsur dari departemen
adalah departemen was operasi, was keuangan, humas, kamtib, sistofel,
keuangan, akuntansi, anggaran, K3LH, PKBL, pengembangan usaha,
PSDM, hukum, KHJ, cangun, PKPL, perencanaan material dan gudang,
listrik/instrumen, secretariat, sistem manajemen, inspeksi teknik,
pengendalian proses, pengadaan, jasa teknik, mekanikal, pemasaran dalam
negeri, operasi kaltim-1, operasi kaltim-2, operasi kaltim-3, operasi kaltim-
4, ekspedisi pergudangan dan distribusi, serta penelitian dan rentra.
2.7 Spesifikasi Produk (Urea dan Ammonia)
2.7.1 Urea
Spesifikasi produk urea dapat dinyatakan sebagai berikut.
- Kandungan Nitrogen : 46,2% (min. weight)
- Kandungan Air : 0,5% (max weight)
- Kandungan Biuret : 1% (max weight)
- Prill size 1-3,35 mm : 90% (min)
- Granul size 2-4,75mm : 90% (min)
2.8.2 Ammonia
Spesifikasi produk ammonia dapat dinyatakan sebagai berikut.
- Kandungan Air : 0,5% (max weight)
- Kandungan NH3 : 99,5% (min weight)
- Kandungan minyak : 10mg/L (max weight)
- Temperatur : -330C
2.8 Laboratorium
Unit laboratorium di perusahaan PT Pupuk Kalimantan Timur
adalah bagian dari Sub Biro Laboratorium yang terdiri dari tiga bagian,
yaitu sebagai berikut.
1. Bagian Unit Usaha Laboratorium
2. Bagian Laboratorium Proses
3. Bagian Mutu dan Rendal Laboratorium
Pada bagian Unit Usaha Laboratorium terdiri dari enam seksi, yaitu
sebagai berikut.
1. Seksi Laboratorium Air dan Lingkungan
Laboratorium ini melakukan pengujian terhadap seluruh parameter
pada air dan limbah yang digunakan dalam proses produksi maupun air
yang dikonsumsi dalam area perusahaan maupun lingkungan
perumahan karyawan. Misalnya, uji kadar ammonia, kadar logam,
COD, BOD, TKN dan lain-lain. Selain itu, laboratorium ini juga
melakukan pengujian monitoring cuaca, emisi gas pabrik dan
kebisingan.
2. Seksi Laboratorium Gas dan Oil
Laboratorium ini melakukan analisa terhadap gas sebagai bahan
baku pembuatan ammonia dan pupuk urea, baik gas bumi maupun gas
proses. Selain itu, laboratorium ini juga melakukan uji oli atau minyak
sebagai pelumas dalam menjaga keawetan mesin produksi serta uji
larutan Benfield yaitu larutan yang berfungsi sebagai penyerap
pengotor dalam gas proses.
3. Seksi Laboratorium Uji Kualitas
Labotarium ini melakukan analisa kualitas pupuk yang dihasilkan
mulai dari bahan baku sampai pupuk jadi. Selain itu, laboratorium ini
juga melakukan analisis bahan kimia pabrik yang akan dan telah dibeli
perusahaan, menganalisis kerak pabrik, menguji katalis dan
menganalisis kualitas urea dan ammonia yang akan dikapalkan.
4. Seksi Laboratorium Sarana dan Investori
Laboratorium ini bertugas menyediakan pereaksi atau bahan-bahan
yang diperlukan dalam melakukan analisa untuk seluruh laboratorium
dalam lingkungan PT Pupuk Kalimantan Timur. Bahan yang disiapkan
adalah bahan-bahan yang siap pakai dalam arti pereaksi yang akan
digunakan telah distandarisasi dan dikalibrasi
5. Seksi Laboratorium Kalibrasi dan Pemeliharaan
Laboratorium ini berugas untuk melakukan kalibrasi dan perbaikan
peralatan laboratorium.
6. Seksi Pelayanan Analisis Laboratorium
Seksi ini bertugas melakukan pengolahan data hasil analisa dari
seluruh laboratorium berupa pelaporan data hasil uji atau analisis dan
dokumentasi. Bahkan memanajemenkan sistem mutu laboratorium dan
penagihan jasa analisis laboratorium.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Pencemaran Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekeliling kehidupan
atau organisme. Lingkungan juga dapat diartikan sebagai kumpulan dari
segala sesuatu yang membentuk kondisi dan akan mempengaruhi secara
langsung maupun tidak langsung baik kepada kehidupan dalam bentuk
individual maupun komunitas pada tempat tertentu. Pencemaran lingkungan
adalah peristiwa penyebaran bahan kimia dengan kadar tertentu yang dapat
merubah keadaan keseimbangan pada daur materi, baik keadaan struktur
maupun fungsinya sehingga mengganggu kesejahteraan manusia. Hal ini
dapat terjadi karena proses alam atau juga karena perbuatan manusia.
Berdasarkan medium fisiknya, maka pencemaran lingkungan dapat
dibagai tiga, yaitu sebagai berikut.
a. Pencemaran tanah.
b. Pencemaran udara.
c. Pencemaran air.
Pencemaran lingkungan yang terjadi dimana-mana dapat
menyebabkan menurunnya kemampuan lingkungan untuk memenuhi
kebutuhan manusia. Bahkan, pencemaran lingkungan juga dapat
menyebabkan dampak buruk, seperti penyakit dan bencana alam (Lutfi,
2004).
3.2 Limbah
Limbah dapat diartikan sebagai sampah atau polutan. Berdasarkan
jenisnya, limbah dapat dibagi sebagai berikut.
1. Limbah padat. Misalnya, kaleng bekas, kertas bekas dan sebagainya.
2. Limbah cair. Misalnya air bekas cucian.
3. Limbah organik.
Pencemaran dapat berupa bau, warna, suara dan bahkan pemutusan
mata rantai dari suatu tatanan lingkungan hidup atau penghancuran
mikroorganisme tertentu. Limbah yang sangat beracun biasanya berupa
limbah kimia, yaitu berupa persenyawaan kimia atau hanya dalam bentuk
unsur atau ionisasi. Terdapat dua macam sifat limbah, yaitu sebagai
berikut.
1. Sifat fisik. Sifat fisik paling penting adalah kandungan zat padat yang
menurunkan estetika dan kejernihan, bau, warna serta temperature.
2. Sifat kimia (Lutfi, 2004).
3.3 Logam berat
Logam berat umumnya berbahaya karena memiliki rapat massa
tinggi dan dalam jumlah konsentrasi kecil dapat bersifat racun dan berbahaya.
Beberapa dari logam ini merupakan logam bahan berbahaya dan beracun
(logam B3) yang pada umumnya secara alami merupakan komponen tanah.
Logam ini dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan, air
minum, atau melalui udara.
Kadmium (Cd), Nikel (Ni), Tembaga (Cu), Seng (Zn), Kromium
(Cr) dan Besi (Fe) merupakan contoh-contoh logam berat yang apabila
kadarnya melebihi yang ditetapkan, akan berbahaya. Berikut adalah kadar
maksimal keberadaan logam-logam tersebut dalam perairan atau limbah cair
yang diperbolehkan menurut PP No 82 Tahun 2001.
Tabel 3.1 Baku Mutu Kadar Logam dalam Perairan Menurut PP No. 82 Tahun
2001
Logam Standar (mg/L)
Cu 0.02
Cd 0.01
Cr 0.05
Fe 0.30
Ni 0.10
Zn 0.05
Tembaga (Cu)
Tembaga adalah logam merah muda, lunak, dapat ditempa, liat dan
melebur pada temperature 10380C. Dalam pabrik, tembaga yang biasa
digunakan biasanya berbentuk organometalik dan anorganik. Tembaga
juga merupakan unsur mineral mikro esensial yang sangat dibutuhkan
dalam proses metabolisme dan fisiologi dalam tubuh ternak.
Dalam keadaan normal, jumlah tembaga (Cu) yang diperlukan untuk
proses enzimatik biasanya sangat sedikit. Toksisitas kronis tembaga
memiliki gejala berupa kehilangan selera makan, kehausan, krisis
hemolitik yang ditandai wajah pucat, urin berwarna coklat tua,
hiperestesia, tremor, iritasi pada hidung dan tenggorokan, mulut dan mata,
sakit kepala dan sakit lambung, nausea, kerusakan hati, ginjal,
menurunnya tingkat intelegensia anak-anak pada masa pertumbuhan,
batuk-batuk, pendarahan hidung, alergi pada kulit, penebalan kulit, warna
kehijauan pada kulit dan rambut, peningkatan Cu pada ginjal, kerusakan
otak, penurunan fungsi ginjal serta pengendapan Cu dalam kornea mata
(Abdullah, et.al., 2007).
Kadmium (Cd)
Kadmium (Cd) memiliki nomor atom 48 dan berat atom 112,4
gr/mol serta memiliki titik lebur 3210C. Logam kadmium merupakan
logam lunak berwarna putih seperti perak dan dapat larut dengan lambat
dalam encer dengan melepaskan hidrogen.
Cd + 2H+ Cd
2+ + H2
Kasus toksisitas kadmium dilaporkan sejak pertengahan tahun 1980-
an dan kasus tersebut semakin meningkat sejalan dengan perkembangan
ilmu kimia di akhir abad 20-an. Sampai sekarang diketahui bahwa
kadmium merupakan logam berat yang paling banyak menimbulkan
toksisisitas pada makhluk hidup. Kadmium dalam tubuh terakumulasi
dalam hati dan ginjal terutama terikat sebagai metalotionin. Metalotionin
mengandung unsur sistein, dimana kadmium terikat dalam gugus sulfhidril
(-SH) dalam enzim. Kemungkinan besar pengaruh toksisisitas kadmium
disebabkan oleh interaksi antara kadmium dan protein tersebut, sehingga
menimbulkan hambatan terhadap aktivitas kerja enzim dalam tubuh
(Abdullah, et.al., 2007).
Kromium (Cr)
Kromium (Cr) adalah logam kristalin putih, tidak begitu liat dan
tidak dapat ditempa dengan berarti. Titik leburnya 17650C. Logam ini larut
dalam HCl encer atau pekat.
Tingkat toksiksitas kromium sangat tinggi sehingga bersifat racun
terhadap semua organism untuk konsentrasi > 0,05 mg/L. Kromium
bersifat karsinogenik dan menyebabkan iritasi kulit manusia. Selain itu
kromium bersifat mutagen yang dapat merusak organ manusia (Abdullah,
et.al., 2007).
Besi (Fe)
Besi yang murni adalah logam yang berwarna putih-perak dan liat.
Titik leburnya adalah 15350C. Jarang terdapat besi komersial murni,
biasanya besi mengandung sejumlah kecil karbida, silisida, fosfida dan
sulfide dari besi, serta sedikit grafit. Besi dapat dimagnitkan. HCl encer
atau pekat dan H2SO4 encer dapat melarutkan besi. Kelebihan Fe dapat
mengakibatkan kegagalan sistem kardiovaskuler, kerusakan hepar, ginjal,
limpa dan pancreas (Efendi, 2003).
Nikel (Ni)
Nikel adalah logam putih perak yang keras. Nikel bersifat liat dan
dapat ditempa. Titik leburnya 14550C dan bersifat sedikit magnetis. Dapat
larut dalam HCl encer ataupun pekat dan H2SO4 encer. Efek yang
ditimbulkan logam nikel adalah serangan asma, bronkitis kronis, sakit
kepala, pusing, sesak napas, muntah, nyeri dada, batuk, sesak napas,
kejang, bahkan kematian (Efendi, 2003).
Seng (Zn)
Seng (Zn) adalah logam putih kebiruan, sangat mudah ditempa dan
liat pada suhu 110-1500C. Titik lebur seng adalah 410
0C dan titik didihnya
9060C. Logamnya murni, dapat larut dalam asam dan alkali, namun sangat
lambat. Toksisitas akut yang ditimbulkan oleh zink adalah kekeringan
tenggorokan, batuk, kelemahan, menggigil, demam, mual dan muntah
(Abdullah, et.al., 2007).
3.4 Verifikasi Metode Analisis Kimia
Verifikasi adalah sebuah metode yang digunakan dalam pengujian agar
mampu memenuhi tujuan atau kebutuhan yang dihadapi. Verifikasi
merupakan syarat yang harus dilakukan. Dalam verifikasi alat, yang menjadi
penentu adalah kesesuaiannya dengan tujuan penggunaan itu. Suatu alat
perlu diverifikasi apabila kondisi berubah dan metode harus sudah
dishahihkan, sebelum digunakan untuk analisa rutin, melihat kecocokan
antara standar yang berlaku dengan alat yang digunakan serta saat metode
diubah dan perubahan di luar lingkup yang asli menyangkut metode itu pada
alat yang sama.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil uji adalah analis,
peralatan, waktu, bahan lain, kondisi akomodasi dan lingkungan. Aspek-
aspek yang perlu dievaluasi dalam verifikasi metode adalah sebagai berikut.
1. Linearitas
Linearitas adalah kemampuan metode analisis memberikan respon
secara langsung atau dengan batuan transformasi matematik yang baik,
proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Linearitas biasanya
dinyatakan dalam variansi sekitar arah garis regresi yang dihitung
berdasarkan persamaan matematik data yang diperoleh dari hasil uji analit
dalam sampel dengan berbagai konsentrasi analit.
Sebagai parameter adanya hubungan linear digunakan koefisien
korelasi (r) pada analisis regresi linear y = ax + b. Hubungan linear yang
ideal dicapai jika nilai a = 0 dan r = +1 atau -1 bergantung pada arah garis.
Sedangkan b menunjukan kepekaan analisis terutama instrument yang
digunakan. Menurut SNI, nilai koefisien korelasi yang memenuhi syarat
adalah ≥0,97.
2. Presisi
Presisi dapat didefinisikan sebagai kesesuaian antara nilai-nilai
suatu deret pengukuran-pengukuran dari suatu kuantitas yang sama.
Deviasi (penyimpangan) rata-rata (mean) atau deviasi rata-rata relative
(RSD) merupakan ukuran dari ketelitian. Untuk mendapat presisi
dilakukan dua tahapan uji, yaitu uji repitabilitas dan uji reprodusibilitas.
Uji repitabilitas adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui variabilitas
atau variasi data pada pengujian berurut pada kondisi yang sama. Uji
reprodusibilitas adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui variasi data
pada dua pengujian berurutan pada kondisi yang berbeda.
Perhitungan presisi dapat dihitung melalui persamaan sebagai
berikut.
SD =
RSD =
Dimana : SD : Standar deviasi atau simpangan baku
x : Konsentrasi pada pengukuran
: Rata-rata konsentrasi pengukuran
n : Jumlah pengulangan pada pengukuran
%RSD : Persen relative standar deviasi
Penentuan % RSD <
3. Akurasi
Akurasi adalah suatu ukuran ketepatan dari suatu metode analitik atau
acuan kedekatan persetujuan antara nilai sebenarnya sekaligus sebagai
nilai acuan. Ada tiga cara mengevaluasi akurasi, yaitu sebagai berikut.
a. Uji recovery (perolehan kembali) dengan mengerjakan pengujian atas
contoh yang dipercaya dengan jumlah kuantitatif analit yang akan
ditetapkan.
% Recovery =
x 100%
Dimana : C1 : Konsentrasi campuran analit dalam campuran sampel
dan sejumlah standar yang ditambahkan
C2 : Konsentrasi sampel
C3 : Konsentrasi standar
b. Uji perbandungan terhadap akurasi metode standar dilakukan dengan
mengerjakan pengujian yang sama menggunakan metode uji yang
sedang dievaluasi dan metode uji standar.
c. Uji terhadap SRM (Standar Reference Material) dilakukan dengan
menguji SRM menggunakan metode yang telah dievaluasi, agar hasil
uji ini menggambarkan seberapa tinggi akurasi metode uji tersebut.
4. Limit Deteksi
Limit deteksi atau Limit of Detection (LOD) adalah jumlah terkecil
analit dalam sampel yang dapat diteksi dan masih memberi respon
signifikan dibandingkan dengan blanko. Batas deteksi merupakan
parameter uji batas. Batas kuantitasi merupakan parameter pada analisis
renik dan diartikan sebagai kuantitas terkecil analit dalam sampel yang
masih dapat memenuhi kriteria.
Limit kuantitas atau Limit of Quantitation (LOQ) menunjukan
konsentrasi sampel terendah yang masih dapat diterima. Nilai LOQ ini
dianggap sebagai nilai batas pelaporan atau nilai yang dianggap layak
LOD = 3. SD
untuk dilaporkan sebagai konsentrasi terkecil yang dapat terbaca oleh alat
yang diverifikasi (Harmita, 2004).
5. T-test (uji-T)
Terdapat dua rumus t-test yang dapat digunakan untuk menguji
hipotesis komparatif dua sampel independen. Rumus tersebut yaitu
sebagai berikut.
Separated Varians :
Polled Varians :
Berdasarkan dua hal tersebut di atas, maka berikut ini petunjuk
memilih rumus t-test.
a. Bila jumlah sampel n1 = n2 dan varians homogen, kedua rumus dapat
digunakan dengan derajat kebebasan n1 + n2 – 2.
b. Bila jumlah sampel n1 ≠ n2 dan varians homogen, dapat digunakan
rumus polled varians dengan derajat kebebasan n1 + n2 – 2.
c. Bila n1 = n2 dan varians tidak homogen, kedua rumus dapat digunakan
dengan derajat kebebasan n1 – 1 atau n2 – 1.
d. Bila n1 ≠ n2 dan varians tidak homogen, dapat digunakan rumus
Separated Varians dengan derajat kebebasan n1 – 1 dan n2 – 1 dibagi
dua dan ditambah harga t terkecil (Sugiyono, 2008).
3.5 Atomic Absorption Spectroscopy (AAS)
Spektrofotometer Serapan Atom (AAS) adalah spektrofotometer yang
berprinsip pada absorpsi cahaya oleh atom. Atom-atom menyerap cahaya
tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya.
Cahaya pada panjang gelombang tersebut mempunyai cukup energi untuk
LOQ = 10. SD
t =
S (x1-x2) =
mengubah tingkat elektronik suatu atom. Transisi elektronik suatu unsur
bersifat spesifik. Dengan absorpsi energi, berarti memperoleh lebih banyak
energi, suatu atom pada keadaan dasar dinaikan tingkat energi ke tingkat
eksitasi. Metode AAS ini tepat digunakan untuk analisis zat pada konsentrasi
rendah.
Spektrofotometer serapan atom (AAS) menganut prinsip Hukum
Lambert Beer
A = a.b.c atau A = Ɛ.b.c
Dimana A adalah absorbansi, b adalah tebal kuvet, c adalah
konsentrasi, a dan Ɛ adalah absorpsivitas dengan satuan konsentrasi masing-
masing % b/v dan molar.
Berikut diagram spektrofotometer serapan atom (AAS).
Gambar 3.1 Skema AAS
Komponen-komponen AAS adalah sebagai berikut.
1. Sumber Sinar
Sumber radiasi AAS adalah Hallow Cathode Lamp (HCL). Setiap
pengukuran dengan AAS kita harus menggunakan Hallow Cathode Lamp
khusus misalnya akan menentukan konsentrasi tembaga dari suatu cuplikan.
Maka kita harus menggunakan Hallow Cathode Cu. Hallow Cathode Cu akan
memancarkan energi radiasi yang sesuai dengan energi yang diperlukan untuk
transisi elektron atom. Hallow Cathode Lamp terdiri dari katoda cekung yang
silindris yang terbuat dari unsur yang sama dengan yang akan dianalisis dan
anoda yang terbuat dari tungsten. Dengan pemberian tegangan pada arus
tertentu, logam mulai memijar dan dan atom-atom logam katodanya akan
teruapkan dengan pemercikan. Atom akan tereksitasi kemudian mengemisikan
radiasi pada panjang gelombang tertentu.
2. Sumber atomisasi
Sumber atomisasi dibagi menjadi dua yaitu sistem nyala dan sistem tanpa
nyala. Kebanyakan instrumen sumber atomisasinya adalah nyala dan sampel
diintroduksikan dalam bentuk larutan. Sampel masuk ke nyala dalam bentuk
aerosol. Aerosol biasa dihasilkan oleh nebulizer (pengabut) yang dihubungkan
ke nyala oleh ruang penyemprot (chamber spray). Jenis nyala yang digunakan
secara luas untuk pengukuran analitik adalah campuran gas udara-asetilen dan
nitrous oksida-asetilen. Dengan kedua jenis nyala ini, kondisi analisis yang
sesuai untuk kebanyakan analit dapat ditentukan dengan menggunakan metode-
metode emisi, absorbsi dan juga fluorosensi.
3. Monokromator.
Monokromator merupakan alat yang berfungsi untuk memisahkan
radiasi yang tidak diperlukan dari spektrum radiasi lain yang dihasilkan oleh
Hallow Cathode Lamp.
4. Detektor
Detektor merupakan alat yang mengubah energi cahaya menjadi energi
listrik, yang memberikan suatu isyarat listrik berhubungan dengan daya radiasi
yang diserap oleh permukaan yang peka.
5. Sistem pengolah
Sistem pengolah berfungsi untuk mengolah kuat arus dari detektor
menjadi besaran daya serap atom transmisi yang selanjutnya diubah menjadi
data dalam sistem pembacaan.
6. Sistem pembacaan
Sistem pembacaan merupakan bagian yang menampilkan suatu angka
atau gambar yang dapat dibaca oleh mata (Khopkar, 2003).
3.6 Inductively Coupled Plasma Optical Emission Spectrometry (ICP-
OES)
ICP-OES merupakan salah satu teknik untuk menganalisis unsur
logam secara spektrometri dengan tingkat kekhususan dan sensitifitas yang
tinggi, mampu mengukur banyak logam sekaligus dan mempunyai limit
deteksi yang baik untuk segala aplikasi. ICP menggunakan dua induksi,
yaitu induksi magnet dan induksi medan listrik sebagai sumber energi
untuk mengeksitasi electron-elektron atom sampel. Gabungan dua induksi
ini sangat penting untuk membentuk medan magnet berfrekuensi tinggi,
atau disebut juga Inductively Couple High Frequency Plasma.
Gas inert yang biasanya adalah argon, yang pada suhu kamar tidak
menghantarkan arus listrik. Tetapi bila dipanaskan, argon akan
menghantarkan arus listrik, sehingga terjadi induksi medan listrik pada
kumparan yang menyebabkan gas argon terionisasi. Ion yang dihasilkan
dan electron yang terionisasi akan berinteraksi dengan fluktuasi medan
magnet yang dihasilkan oleh kumparan induksi.
Ar Ar+ + e
-
Gabungan dari electron yang tereksitasi akan membentuk awan-
awan electron, awan electron yang jenuh dalam kondisi panas yang sangat
tinggi disebut plasma. Elektron-elektron yang telah tereksitasi ke tingkat
energi yang lebih tinggi akan kembali ke keadaan dasar dengan melepas
energi berupa emisi. Selanjutnya, emisi yang dilepaskan masuk ke
spectrometer dan oleh kisi difraksi sinar tersebut akan didispersikan
menjadi spectrum garus yang spesifik untuk tiap atom yang terkandung
dalam sampel.
ICP-OES terbagi dalam beberapa yaitu sebagai berikut.
1. Sistem Penghisap Sampel
Peralatan yang terdapat pada sistem penghisap sampel meliputi
peralatan seperti peristaltic pump, nebulizer, spray chamber dan
tempat pembuangan sisa sampel.
Pompa peristaltic (peristaltic pump)
Pompa peristaltic berfungsi sebagai penghisap sampel dan
pengatur aliran contoh secara konstan menuju nebulizer.
Nebulizer
Nebulizer berfungsi untuk mengubah larutan menjadi
aerosol (butiran-butiran cairan yang terdispersi dalam udara).
Pembentukan aerosol merupakan salah satu tahap kritis pada ICP-
OES. Larutan yang dihisap melalui kapiler akan bertumbukan
dengan gas argon dengan kecepatan tinggi sehingga terpecah
menjadi butiran-butiran yang sangat halus. Proses yang sempurna
harus mampu mengubah seluruh larutan contoh menjadi aerosol
satomization dan dan excitation dengan sempurna pula.
Spray Chamber
Spray Chamber berfungsi untuk menghasilkan butiran
cairan dalam aerosol dengan diameter kurang dari 10 m untuk
dapat lolos menuju plasma.
2. Sistem Peralatan Plama
Generator Frekuensi Radio
Kekuatan dari generator frekuensi radio digunakan untuk
mengionisasi argon dalam torch dan mengeksitasi atom-atom dari
larutan sampel sehingga memencarkan energi pada panjang
gelombangnya dalam bentuk foton. Kemudian foton-foton itu
dideteksi dengan sistem optic dan diukur secara elektronis.
Plasma Torch
Torch merupakan tempat terbentuknya plasma yang
dihasilkan dari gas argon.
Pengaturan Aliran dan Tekanan Gas Argon
Pengaturan Posisi Torch
3. Spektrometer
Sistem Lensa
Di dalam sistem lensa terdapat bagian-bagian dari lensa
yaitu lensa transfer yang merupakan lensa pertama pada sistem
lensa yang akan menerima sinar emisi yang dikeluarkan torch.
Detektor
Jenis detector yang digunakan adalah Segmented-arry
Charge Coupled Devide Detector (SCD). Detektor ini adalah chip
silicon dengan luas permukaan 13mm x 19mm. Di atas
permukaannya, chip ini memiliki suatu rangkaian linear subarrys
yang terdiri dari banyak pixel. Aspek rasio ini mencocokan celah
geometri pada instrument dan memastikan sistem optic terpasang
baik.
4. Sistem elektonik
Sistem elektronik ICP-OES menggunakan mikroprosesor yang
berfungsi untuk mengatur seluruh fungsi dari alat-alat instrument ICP-
OES serta mengolah hasil yang diperoleh dari detector (Archer, 2003).
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan pengujian secara laboratorium.
Pengambilan data dalam penelitian dimaksudkan untuk mengetahui linearitas,
presisi dan akurasi dari ICP-OES sehingga dapat memverikasi metode
tersebut. Hasilnya dibandingkan dengan hasil verifikasi AAS.
Pada awal penelitian, dilakukan pembuatan larutan standar AAS dari
logam Ni, Zn, Cu, Cd, Cr, dan Fe dengan konsentrasi 0,05; 0,1; 0,2; 0,3; 0,5;
dan 1 mg/L. Larutan standar ini diperoleh dari pengenceran larutan stock
1000mg/L. Untuk ICP-OES larutan standar yang digunakan adalah
konsentrasi 0,2; 0,4; 0,6; dan 1 mg/L. Deret larutan standar itu dapat
digunakan untuk menghitung linearitas. Untuk mengetahui presisi ICP-OES,
LOD dan LOQ digunakan larutan standar. Untuk mengetahui akurasi
digunakan metode adisi standar.
Dari hasil pembacaan AAS dan ICP-OES tersebut, akan diperoleh data-
data yang signifikan. Data-data tersebut dapat diolah dan digunakan untuk
menghitung linearitas, presisi dan akurasi masing-masing alat. Linearitas
didapat dari kurva kalibrasi larutan standar masing-masing instrumen. Presisi
didapat dari perhitung standar deviasi dan persen relative standar deviasi.
Sedangkan, akurasi dapat dilihat dari persen recovery.
4.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan, yaitu mulai dari 19 Juli –
18 September 2012 di Seksi Laboratorium Air dan Lingkungan PT Pupuk
Kalimantan Timur.
4.3 Alat dan Bahan
4.3.1 Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat
alat AAS dan ICP-OES, gelas becker, pipet gondok 2 mL, labu ukur 200
mL, labu ukur 250 mL, labu ukur 100 mL, labu ukut 25 mL, labu ukur 50
mL, buret selba, hot plate, spatula, corong, corong pemisah serta botol
polietilen.
4.3.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah larutan
standar logam Cu, Ni, Fe, Zn, Cd dan Cr 1000 mg/L, demin, sampel
outfall NPK, pencuci kromat, kertas saring, HNO3 70%, HNO3 10% untuk
ICP-OES, larutan Amonium Pirolidin Ditio Karbamat (APDK), Larutan
Metil Iso Butil Keton (MIBK), Na2SO4, gas asitilen.
4.4 Prosedur Penelitian
4.4.1 Pembuatan Larutan Standar AAS
Sebelum pembuatan larutan standar, peralatan yang digunakan
dicuci dan direndam terlebih dahulu menggunakan pencuci kromat.
Larutan stock yang digunakan adalah larutan 1000 mg/L dari logam Cu,
Ni, Fe, Zn, Cd dan Cr. Larutan stock masing-masing logam dipipet
sebanyak 2 mL ke labu ukur 200 mL, kemudian ditambahkan 5 mL HNO3,
lalu dihimpitkan menggunakan demin sehingga konsentrasinya menjadi 10
mg/L.
Untuk membuat larutan standar masing-masing logam dengan
konsentrasi 0,05; 0,1; 0,2; 0,3; 0,5 dan 1 mg/L, masing-masing diambil
1,25; 2,5; 5; 7,5; 12,5 dan 25 mL menggunakan buret selba, lalu
ditambahkan 1 mL APDK dan dikocok. Selanjutnya, ditambahkan 10 mL
MIBK dan dikocok kuat 30 detik. Kemudian didiamkan hingga terjadi fasa
antara lapisan organic dan lapisan air, lapisan airnya dibuang dan lapisan
organiknya dimasukan ke dalam tabung gelas bertutup asah. Lalu, disaring
dengan serbuk Na2SO4 anhidrat. Kemudian diencerkan dengan demin di
labu ukur 250 mL.
4.4.2 Pembuatan Larutan Standar ICP-OES
Larutan stock yang digunakan adalah larutan standar logam-logam
1000 mg/L. Larutan stock masing-masing logam dipipet sebanyak 2 mL
ke labu ukur 200 mL, kemudian ditambahkan 2 mL HNO3 dan
dihimpitkan dengan akuades.
Untuk membuat larutan standar 0,2; 0,4; 0,6 dan 1 mg/L, masing-
masing diambil 5 mL, 10 mL, 15 mL, dan 25 mL dengan buret selba ke
dalam labu ukur 250 mL. Kemudian ditambahkan 2 mL HNO3 dan
dihimpitkan dengan akuades.
4.4.3 Pembuatan Kurva Kalibrasi
Untuk AAS, kurva kalibrasi standar dibuat berdasarkan hubungan
konsentrasi larutan standar dan absorbansi yang didapat dari AAS.
Sedangkan untuk ICP-OES, kurva kalibrasi standar dibuat berdasarkan
hubungan konsentrasi larutan standard an intensitas yang didapat dari ICP-
OES. Hasil regresi dari kurva kalibrasi ini dapat digunakan untuk
mengetahui linearitas masing-masing instrumen.
4.4.4 Penentuan Standar Deviasi, %RSD, LOD dan LOQ
Untuk AAS, dibuat larutan standar 0,05 sebanyak 10 kali.
Kemudian dianalisis.
Untuk ICP-OES, 10 mL larutan standar 10 mg/L, ditambahkan 1
mL HNO3, kemudian dimasukan ke dalam labu ukur 100 mL dan
dihimpitkan menjadi 1 mg/L. Kemudian 0,5 mL larutan standar 1 mg/L
tersebut dimasukan dalam labu ukur 50 mL, lalu ditambahkan 1 mL HNO3
dan dihimpitkan dengan akuades menjadi 0,01 mg/L. Kemudian dianalisis.
4.4.5 Penentuan akurasi
Untuk AAS, dibuat tiga macam larutan. Larutan pertama adalah
larutan standar 1 mg/L. Larutan kedua adalah larutan sampel. Diambil 100
mL sampel, kemudian dimasukan corong pemisah, kemudian ditambahkan
1 mL APDK dan dikocok. Lalu, ditambahkan 10 mL MIBK dan dikocok
kuat-kuat 30 detik. Kemudian, didiamkan hingga terjadi pemisahan fasa
antara lapisan organic dan lapisan air. Lapisan air dibuang dan lapisan
organic dimasukan ke dalam tabung gelas yang bertutup asah. Kemudian
hasilnya disaring dengan Na2SO4 serbuk.
Untuk ICP-OES, juga dibuat tiga macam larutan. Larutan pertama
adalah larutan standar 0,2 mg/L. Diambil 5 mL standar 10 mg/L ditambah
1 mL HNO3 10% ke dalam labu ukur 25 mL, lalu dihimpitkan
menggunakan akuades. Larutan kedua adalah larutan sampel. Diambil 1
mL HNO3 10% ke dalam labu ukur 25 mL, lalu ditambah 5 mL akuades,
kemudian dihimpitkan menggunakan sampel. Larutan ketiga adalah
larutan spike. Diambil 1 mL HNO3 10% ke dalam labu ukur 25 mL, lalu
ditambahkan 5 mL larutan standar 10 mg/L, kemudian dihimpitkan
menggunakan sampel. Ketiga larutan tersebut disaring dengan kertas
saring.
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian
5.1.1 Linearitas AAS
Tabel 5.1. Hasil Uji Linearitas AAS
y = 0,0401x - 0,0012 R² = 0,9992
0 0,005
0,01 0,015
0,02 0,025
0,03 0,035
0,04 0,045
0 0,5 1 1,5
Kurva Kalibrasi Cu
Ab
sorb
ansi
Konsentrasi (mg/L)
y = 0,0283x - 0,0003 R² = 0,9992
0
0,005
0,01
0,015
0,02
0,025
0,03
0 0,5 1 1,5
Kurva Kalibrasi Fe
Konsentrasi (mg/L)
Ab
sorb
ansi
Logam Cu Fe Ni Cr Zn Cd
Konsentrasi
(mg/L) A A A A A A
0,05 0,001 0,001 0,001 0,001 0,010 0,004
0,10 0,003 0,003 0,005 0,002 0,021 0,007
0,20 0,007 0,005 0,011 0,003 0,032 0,017
0,30 0,010 0,008 0,015 0,004 0,042 0,028
0,50 0,019 0,014 0,028 0,006 0,066 0,049
1,00 0,039 0,028 0,053 0,011 0,126 0,095
Koefisien
korelasi 0,999 0,999 0,997 0,997 0,998 0,998
y = 0,0543x - 0,0006 R² = 0,9973
0
0,01
0,02
0,03
0,04
0,05
0,06
0 0,5 1 1,5
Kurva Kalibrasi Ni
Ab
sorb
ansi
Konsentrasi (mg/L)
y = 0,0102x + 0,0008 R² = 0,9974
0
0,002
0,004
0,006
0,008
0,01
0,012
0 0,5 1 1,5
Kurva Kalibrasi Cr
Konsentrasi (mg/L)
Ab
sorb
ansi
y = 0,1192x + 0,0068 R² = 0,9983
0
0,02
0,04
0,06
0,08
0,1
0,12
0,14
0 0,5 1 1,5
Kurva Kalibrasi Zn
Ab
sorb
ansi
Konsentrasi (mg/L)
5.1.2 Linearitas ICP-OES
Tabel 5.2 Hasil Uji Linearitas ICP-OES
Logam Cd Fe Cr Ni Cu Zn
Konsentrasi
(mg/L) I I I I I I
0 13,10 15,8 9,9 13,2 12,6 4
0,2 454,5 489 534,5 109,2 789,9 113,5
0,4 860,3 931,9 1077,4 213,4 1592,2 215,3
0,6 1376 1418,6 1646,6 319,4 2449,5 330,2
1 2240,4 2319 2696,9 518,3 4019,6 547,6
Koef. Korelasi 0,999 0,999 0,999 0,999 0,999 0,999
y = 0,0973x - 0,0015 R² = 0,9988
0
0,02
0,04
0,06
0,08
0,1
0,12
0 0,5 1 1,5
Kurva Kalibrasi Cd
Konsentrasi (mg/L)
Ab
sorb
ansi
y = 2239,1x + 3,6703 R² = 0,9992
0
500
1000
1500
2000
2500
0 0,5 1 1,5
Kurva Kalibrasi Cd
Konsentrasi (mg/L)
Ab
sorb
ansi
y = 0,0283x - 0,0003 R² = 0,9992
0
0,005
0,01
0,015
0,02
0,025
0,03
0 0,5 1 1,5
Kurva Kalibrasi Fe
Konsentrasi (mg/L)
Ab
sorb
ansi
y = 2699,3x + 5,3662 R² = 0,9998
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
0 0,5 1 1,5
Kurva kalibrasi Cr
Konsentrasi (mg/L)
Ab
sorb
ansi
y = 508,11x + 11,132 R² = 0,9998
0
100
200
300
400
500
600
0 0,5 1 1,5
Kurva Kalibrasi Ni
Konsentrasi (mg/L)
Ab
sorb
ansi
5.1.3 Presisi AAS
Tabel 5.3. Hasil Standar Deviasi, %RSD dan Limit Deteksi AAS
Logam Cu (mg/L) Fe (mg/L) Ni (mg/L) Cr (mg/L) Zn (mg/L) Cd (mg/L)
0,043 0,056 0,043 0,045 0,049 0,049
0,042 0,055 0,044 0,044 0,046 0,048
0,041 0,053 0,044 0,044 0,049 0,050
0,042 0,055 0,046 0,047 0,050 0,047
0,044 0,058 0,045 0,046 0,050 0,050
0,042 0,054 0,045 0,047 0,047 0,046
0,044 0,057 0,045 0,046 0,049 0,049
0,042 0,053 0,042 0,045 0,048 0,048
0,041 0,054 0,045 0,048 0,050 0,047
0,041 0,055 0,044 0,046 0,050 0,050
SD 0,001135 0,001633 0,001159 0,001317 0,001398 0,001430
%RSD (%) 2,69 2,97 2,62 2,87 2,87 2,95
LOD (mg/L) 0,0034 0,0049 0,0035 0,004 0,0042 0,0043
LOQ (mg/L) 0,0113 0,0163 0,0116 0,0132 0,014 0,0143
y = 4027,2x + 0,8027 R² = 0,9998
0
1000
2000
3000
4000
5000
0 0,5 1 1,5
Kurva Kalibrasi Cu
Konsentrasi (mg/L)
Ab
sorb
ansi
y = 543,71x + 2,8878 R² = 0,9998
0
100
200
300
400
500
600
0 0,5 1 1,5
Kurva Kalibrasi Zn
Konsentrasi (mg/L)
Ab
sorb
ansi
5.1.4 Presisi ICP-OES
Tabel 5.4. Hasil Standar Deviasi, %RSD dan Limit Deteksi ICP-OES
Logam Cd Fe Cr Ni Cu Zn
0,008708 0,010772 0,008189 0,011672 0,008987 0,012868
0,008804 0,010398 0,008369 0,011598 0,008974 0,012924
0,008842 0,010577 0,008269 0,011646 0,008848 0,012818
0,008631 0,010672 0,008469 0,012097 0,008990 0,012684
0,008526 0,010419 0,008052 0,011743 0,008689 0,012781
0,008961 0,011017 0,008295 0,011726 0,008672 0,012896
0,008817 0,010781 0,008085 0,011866 0,008738 0,012513
0,008775 0,010433 0,008083 0,011843 0,008506 0,012503
0,008697 0,010844 0,008353 0,011996 0,008826 0,012652
0,008571 0,010919 0,008317 0,011843 0,008726 0,012345
SD 0,000134 0,000220 0,000140 0,000158 0,000159 0,000194
%RSD (%) 1,52 2,06 1,70 1,34 1,81 1,53
LOD(mg/L) 0,00040 0,00066 0,00042 0,00047 0,00048 0,00058
LOQ(mg/L) 0,00134 0,00220 0.00140 0,00158 0,00159 0,00194
5.1.5 Akurasi AAS
Tabel 5.5 %Recovery AAS
Logam Cu Fe Ni Cr Zn Cd
Standar
(mg/L) 0,991 0,956 0,999 0,956 0,940 0.992
Sampel
(mg/L) 0 1,581 1,111 0,120 0,21 0.04
Standar +
sampel
(mg/L) 0,988 1,677 2,105 1,072 1,17 1,044
%Recovery
(%) 99,70 99,90 99,60 99,58 102,13 101,16
5.1.6 Akurasi ICP-OES
Tabel 5.6. %Recovery ICP-OES
Logam Cd Fe Cr Ni Cu Zn
Standar (mg/L) 0,1033 0,1777 0,1023 0,1803 0,1630 0,2076
Sampel (mg/L) 0 0,5206 0,0032 0,0076 0,0259 0,0833
Standar +
Sampel (mg/L) 0,1026 0,6964 0,1036 0,188 0.1885 0,2869
%Recovery
(%) 99,29 98,94 98,10 100,04 99,79 98,04
5.1.7 Hasil Uji t
Tabel 5.7. Uji t
Logam Cu Fe Ni Cr Zn Cd
F 1,791 8,968 0,5742 1,448 2,227 0,0006
T hitung 5,520 4,703 10,750 8.970 9,907 3,646
5.2. Pembahasan
Penelitian VERIFIKASI METODE ANALISIS LOGAM Cu, Fe,
Ni, Cr, Cd dan Zn dengan ICP-OES pada Limbah Cair Outfall NPK di
PT PUPUK KALIMANTAN TIMUR ini bertujuan untuk mengetahui
kelayakan metode ICP-OES dalam meneliti logam Cu, Fe, Ni, Cd, Cr, dan Zn
dalam limbah cair. Dalam penelitian ini digunakan sampel Outfall NPK.
Kelayakan metode tersebut dapat diverifikasi melalui pengujian linearitas,
presisi dan akurasi. Selain itu, kelayakan tersebut dapat dibandingkan dengan
metode yang telah masuk dalam ruang lingkup akreditasi KAN, yaitu metode
analisis logam menggunakan AAS. Hasilnya dapat digunakan untuk rujukan
agar metode analisis logam menggunakan ICP-OES dapat masuk dalam ruang
lingkup akreditasi KAN. Verifikasi AAS telah dilakukan sebelumnya.
Dalam penelitian ini, hasil dari verifikasi AAS hanya digunakan sebagai
pembanding.
Prinsip umum ICP-OES adalah dengan mengukur intensitas energi
atau radiasi yang dipancarkan oleh unsur-unsur yang mengalami perubahan
tingkat energi atom (eksitasi atau ionisasi). Larutan sampel dihisap dan
dialirkan melalui tabung kapiler ke nebulizer. Nebulizer akan mengubah
larutan sampel menjadi bentuk aerosol yang selanjutnya diinjeksi oleh ICP.
Pada temperatur plasma maka sampel akan mengalami ionisasi dan eksitasi.
Atom yang tereksitasi akan kembali kedalam keadaan awal (ground state ) dan
memancarkan sinar radiasi. Sinar radiasi ini akan didispersi dengan komponen
optik. Sinar yang terdispersi, secara berurutan, akan muncul pada masing-
masing panjang gelombang unsur dan dirubah dalam bentuk sinyak listrik
yang besarnya sebanding dengan sinar yang dipancarkan oleh besarnya
konsentrasi unsur. Sinyal ini kemudian diperoses oleh bagian sistim
pengolahan data.
Prinsip AAS adalah arutan sampel diaspirasikan ke suatu nyala dan
unsur-unsur di dalam sampel diubah menjadi uap atom sehingga nyala
mengandung atom unsur-unsur yang dianalisis. Beberapa diantara atom akan
tereksitasi secara termal oleh nyala, tetapi kebanyakan atom tetap tinggal
sebagai atom netral dalam keadaan dasar (ground state). Atom-atom ground
state ini kemudian menyerap radiasi yang diberikan oleh sumber radiasi yang
terbuat dari unsur-unsur yang bersangkutan. Panjang gelombang yang
dihasilkan oleh sumber radiasi adalah sama dengan panjang gelombang yang
diabsorpsi oleh atom dalam nyala. Absorpsi ini mengikuti hukum Lambert-
Beer, yakni absorbansi berbanding lurus dengan panjang nyala yang dilalui
sinar dan konsentrasi uap atom dalam nyala.
Sebelum digunakan untuk menganalisis, masing-masing sampel harus
dioptimalisasi terlebih dahulu. Cara optimalisasi AAS adalah dengan
menggunakan larutan Cu 5 mg/L dan cara optimalisasi ICP-OES adalah
dengan menggunakan larutan Mn 5 mg/L. Hal ini merupakan rekomendasi
dari alat, bahwa logam yang paling stabil untuk dideteksi oleh AAS dan ICP-
OES adalah Cu dan Mn dengan konsentrasi 5 mg/L.
Kondisi optimum manual alat digunakan untuk menentukan panjang
gelombang maksimum, yaitu panjang gelombang yang memberikan intensitas
emisi optimum dan tidak terganggu unsur logam lainnya. Panjang gelombang
maksimum masing-masing logam dengan menggunakan AAS adalah sebagai
berikut.
Tabel 5.8. Panjang Gelombang Maksimum Logam dengan AAS
Logam Panjang Gelombang (nm)
Cd 228,8
Cr 357,9
Fe 248,3
Ni 232,0
Zn 213,9
Cu 324,8
Panjang gelombang maksimum masing-masing logam dengan
menggunakan ICP-OES adalah sebagai berikut.
Tabel 5.9. Panjang Gelombang Maksimum Logam dengan ICP-OES
Logam Panjang Gelombang (nm)
Cd 214,439
Cr 267,716
Fe 238,204
Ni 231,604
Zn 206,200
Cu 324,754
Dalam preparasi larutan dengan metode ICP-OES, perlu dilakukan
destruksi asam, yaitu HNO3. Tujuannya adalah untuk membebaskan logam
dari senyawa atau molekul yang mengikatnya dalam sampel dengan cara
melarutkannya dalam ion atau atom bebasnya. Fungsi lain adalah menjadi
suasana asam, sehingga tidak terjadi pengendapan logam hidrosida yang
berasal dari reaksi antara ion logam dengan ion hidroksida. Adanya endapan
logam hidroksida akan merusak alat karena akan menyumbat pipa masuknya
cairan ke dalam ICP-OES dan logam yang seharusnya terukur menjadi
terbuang. Itu sebabnya sampel harus dipreparasi dengan penyaringan terlebih
dahulu, karena sampel OF NPK memiliki TSS yang tinggi.
Pada preparasi sampel dengan metode AAS digunakan metode
ekstraksi. Metode ini dilakukan untuk senyawa-senyawa dengan konsentrasi
kecil. Dalam metode tersebut, sampel perlu dilakukan penambahan Amonium
Pirolidin Ditio Karbamat (APDK). Larutan ini digunakan sebagai pengkelat
untuk mengikat logam dengan cara membentuk senyawa pengompleks yang
stabil. Untuk memisahkan senyawa kompleks tersebut dengan air, digunakan
senyawa Metil Iso Butil Keton (MIBK). Senyawa MIBK merupakan pelarut
yang bersifat non polar sehingga dapat melarutkan senyawa kompleks
tersebut. Setelah itu dilakukan ekstraksi dan didiamkan sebentar untuk
mendapatkan dua lapisan organik dan air. Kemudian, air yang telah terpisah
dibuang dan senyawa organic yang telah terpisah dari air disaring
menggunakan Na2SO4 anhidrad. Penyaringan tersebut bertujuan untuk
menghilangkan air yang mungkin masih terkandung dalam larutan organik
tersebut.
Verifikasi ICP-OES dilakukan dengan empat pengujian, yaitu
pengujian linearitas, presisi, akurasi dan uji t. Pengujian pertama yang
dilakukan adalah Uji Linearitas. Linieritas konsentrasi menunjukan daerah
kerja yang optimum masing-masing unsur. Linearitas didapat dari
pengukuran kurva kalibrasi. Kurva kalibrasi untuk AAS dibuat dengan
mengukur absorbansi pada konsentrasi larutan standar 0,05; 0,1; 0,2; 0,3; 0,5
dan 1 mg/L. Kurva kalibrasi untuk ICP-OES dibuat dengan mengukur
intensitas pada konsentrasi larutan standar 0,2; 0,4; 0,6; dan 1 mg/L.
Sebelum dilakukan pembuatan larutan standar dengan berbagai macam
konsentrasi, alat-alat gelas, buret, labu ukur dan pipet yang digunakan harus
dicuci dan direndam terlebih dahulu dengan larutan asam kromat. Hal ini
dilakukan untuk menghilangkan lemak-lemak yang mungkin masih tertinggal
di peralatan tersebut. Adanya lemak dalam peralatan tersebut menyebabkan
kekurangakuratan pengukuran.
Pengukuran kurva kalibrasi akan menghasilkan nilai koefisien korelasi
(R). Nilai koefisien korelasi merupakan indikator kualitas dari parameter
linieritas yang menggambarkan proposionalitas respon analitik (luas area)
terhadap konsentrasi yang diukur. Nilai koefisien korelasi yang memenuhi
persyaratan adalah minimal yang dianggap baik adalah ≥0,997. Berdasarkan
hasil penelitian menggunakan AAS, koefisien korelasi dari analisis logam Cu,
Fe, Ni, Cr, Zn dan Cd yang didapat didapat yaitu 0,999; 0,999; 0,997; 0,997;
0,998; dan 0,998. Sedangkan hasil penelitian menggukan ICP-OES, semua
koefisien korelasi dari analisis logam Cd, Fe, Cr, Ni, Cu dan Zn yang didapat
sebesar 0,999. Nilai tersebut dapat dianggap bahwa koefisien relasinya
mendekati 1 dan memenuhi persyaratan minimal. Hal ini menginformasikan
bahwa terdapat hubungan yang proporsional antara respon analitik dengan
konsentrasi yang diukur.
Pengujian kedua yang dilakukan adalah Uji Presisi. Dalam penelitian
ini, hasil yang didapat berupa simpangan baku atau standar deviasi (SD) dan
simpangan baku relatif atau koefisien variasi (%RSD). Uji presisi dilakukan
dengan melakukan pengukuran berulang dari standar minimal yang telah
ditetapkan. Untuk AAS dilakukan menggunakan larutan standar 0,05 mg/L,
sedangkan untuk ICP-OES dilakukan dengan menggunakan larutan standar
0.01 mg/L. Konsentrasi ini dipilih karena merupakan konsentrasi terkecil
yang masih dapat dibaca oleh masing-masing instrumen tersebut.
Dari hasil analisis logam dengan menggunakan AAS dan
perhitungan, diperoleh standar deviasi dari logam Cu, Fe, Ni, Cr, Zn dan Cd
sebesar 0,001135; 0,001633; 0,001159; 0,001317; 0,001398; dan 0,001430.
Semakin kecil standar deviasi akan semakin baik, karena hal ini menunjukan
perbedaan variasi nilai data tidak terlalu signifikan. Standar deviasi yang telah
diketahui digunakan untuk mengetahui %RSD dari analisis masing-masing
logam. Berdasarkan perhitungan, %RSD dari analisis logam Cu, Fe, Ni, Cr,
Zn dan Cd yang diperoleh yaitu sebesar 2.69%; 2.97%; 2.62%; 2.87%; 2.87%
dan 2.95%. Berdasarkan persamaan Horwitz, %RSD yang dapat diterima dari
konsentrasi 0,05 mg/L adalah <16,83%. Maka tingkat presisi pengukuran
logam pada AAS dapat dikatakan baik.
Uji presisi ICP-OES dalam menganalisis logam dilakukan
menggunakan larutan standar 0.01 mg/L. Dari hasil analisis dan perhitungan
yang dilakukan, diperoleh standar deviasi dari logam Cd, Fe, Cr, Ni, Cu dan
Zn, yaitu sebesar 0,000134; 0,000220; 0,000140; 0,000158; 0,000159; dan
0,000194. Semakin kecil nilai standar deviasi berarti semakin baik, karena
perbedaan variasi nilai data tidak terlalu signifikan. Standar deviasi yang telah
diketahui nilainya, digunakan untuk mengetahui %RSD dari analisis masing-
masing logam. Berdasarkan perhitungan, %RSD dari analisis logam Cd, Fe,
Cr, Ni, Cu, dan Zn dengan menggunakan ICP-OES adalah sebesar 1,52%;
2,06%; 1,70%; 1,34%; 1,81%; dan 1,53%. Berdasarkan persamaan Horwitz,
%RSD yang dapat diterima dari konsentrasi 0.01 mg/L adalah <21,44%.
Maka tingkat presisi pengukuran logam pada ICP-OES dapat dikatakan baik.
Pengujian ketiga adalah Uji Akurasi. Uji akurasi dilakukan
menggunakan metode Uji Recovery. Hasilnya didapat dari pengukuran
konsentrasi larutan standar, konsentrasi sampel dan konsentrasi sampel yang
mengandung larutan standar yang telah diukur tadi. Untuk AAS dipilih
larutan standar 1 mg/L, sedangkan untuk ICP-OES dipilih larutan standar 0.2
mg/L. Hasil yang didapat berupa %Recovery yang menunjukan tingkat
akurasi suatu metode.
Berdasarkan hasil penelitian dan perhitungan, %Recovery dari analisis
logam Cu, Fe, Ni, Cr, Zn dan Cd dengan menggunakan AAS yaitu sebesar
99,70%; 99,90%; 99,60; 99,58%; 102,13% dan 101,16%. Sedangkan
%Recovery dari analisis logam Cd, Fe, Cr, Ni, Cu, dan Zn dengan
menggunakan ICP-OES yaitu sebesar 99,29%; 98,84%; 98,10%; 100,04%;
99,79%; dan 98,04%. Maka, dari hasil penelitian ini dapat dikatakan bahwa
akurasi pengukuran logam Cu, Fe, Ni, Cr, Zn dan Cd dengan menggunakan
AAS dan ICP-OES tergolong baik karena menurut AOAC, rentang yang
dapat diterima berkisar antara 75%-120%.
Pengujian keempat adalah limit deteksi. Biasanya limit deteksi ini
diukur menggunakan larutan blanko. Namun dikarenakan blanko tidak
memberikan sinyal yang diinginkan, maka pengukuran limit deteksi
dilakukan dengan menggunakan konsentrasi standar terkecil yang dapat
dibaca oleh masing-masing instrument. Untuk AAS digunakan larutan
standar dengan konsentrasi 0,05 mg/L, sedangkan untuk ICP-OES digunakan
larutan standar dengan konsentrasi 0,01 mg/L. Hasil yang didapat berupa
LOD dan LOQ.
LOD yang didapat dari penelitian dan perhitungan logam Cu, Fe, Ni,
Cr, Zn dan Cd dengan menggunakan AAS yaitu sebesar 0,0034; 0,0049;
0,0035; 0,0040; 0,0042; dan 0,0043. Sedangkan LOQ yang didapat yaitu
sebesar 0,0113; 0,0163; 0,0116; 0,0132; 0,0140; dan 0,0143. Untuk ICP-
OES, LOD yang didapat dari penelitian dan perhitungan logam Cd, Fe, Cr,
Ni, Cu, dan Zn yaitu sebesar 0,00040; 0,00066; 0,00046; 0,0047; 0,00048;
dan 0,00058. Sedangkan LOQ yang didapat yaitu sebesar 0,00314; 0,00319;
0,00394; 0,00258; dan 0,00293.
LOD dan LOQ ini dibutuhkan untuk mengetahui sejauh mana
instrument dapat membaca konsentrasi analit. LOD dan LOQ masing-masing
instrument untuk masing-masing logam berbeda. Baku mutu yang berisi
konsentrasi minimal adanya logam dalam perairan ditetapkan pemerintah
pada PP No. 82 tahun 2001, yaitu sebagai berikut.
Dapat dilihat bahwa hasil LOD dan LOQ yang didapat masing-masing
instrument untuk menganalisis masing-masing logam tidak melampaui atau
kurang dari baku mutu yang telah ditetapkan. Hal ini berarti masing-masing
Logam Standar (mg/L)
Cu 0.02
Cd 0.01
Cr 0.05
Fe 0.30
Ni 0.10
Zn 0.05
metode mampu mengukur kadar logam di bawah baku mutu tersebut. Selain
itu, bila dibandingkan berdasarkan limit deteksi, LOD ICP-OES lebih kecil
daripada AAS. Hal ini berarti ICP-OES mampu menganalisis logam dengan
kadar yang lebih kecil daripada AAS.
Pengujian terakhir adalah dengan menggunakan Uji t. Uji t digunakan
untuk menentukan apakah ada perbedaan nyata antara analisis logam Cu, Cr,
Fe, Ni, Zn dan Cd dengan menggunakan AAS dan ICP-OES. Sebelum
dilakukan uji t, dilakukan uji F yang digunakan untuk menentukan
homogenitas varians. Dalam uji F, hipotesis yang diajukan adalah sebagai
berikut.
Ho = Varians homogen
Ha = Varians tidak homogen
Nilai F hitung yang didapat dibandingkan dengan nilai tabel. Tabel
yang digunakan mempunyai dk penyebut 9 (dari n-1 = 10-1) dan dk
pembilang 9 (dari n-1 = 10-1) dan taraf kesalahan 5%. F tabel yang didapat
adalah 3,18, sedangkan F hitung yang didapat untuk logam Cu, Fe, Ni, Cr, Zn
dan Cd yaitu sebesar 1,791; 8,969; 0,5742; 1,448; 2,227; dan 0,0006. F hitung
logam Cu, Ni, Cr, Zn dan Cd ternyata lebih kecil dari F tabel. Hal ini berlaku
ketentuan bahwa Ho diterima dan Ha ditolak. Maka, dapat dinyatakan bahwa
varians homogen. Nilai F hitung Fe > F tabel, sehingga Ho ditolak dan Ha
diterima. Maka, varians Fe tidak homogen. Setelah itu, barulah dilakukan uji
Dengan jumlah n1 = n2 dan varians yang homogen, digunakan rumus t test
Separated Varians dengan derajat kebebasan n1 + n2 – 2. Sedangkan untuk Fe,
dengan jumlah n1 = n2 dan varians tidak homogen, digunakan rumus
Separated Varians dengan derajat kebebasan n-1.
Dalam uji t, hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut.
Ho = Tidak ada perbedaan nyata antara analisis logam Cu, Fe, Ni, Cr, Zn
serta Cd menggunakan AAS dan ICP-OES.
Ha = Ada perbedaan nyata antara analisis logam Cu, Fe, Ni, Cr, Zn serta Cd
menggunakan AAS dan ICP-OES.
Derajat kebebasan yang digunakan untuk logam Cu, Ni, Cr, Zn dan
Cd adalah 18 dengan tingkat kesalahan 5% dan untuk Fe digunakan derajat
kebebasan 9. Nilai t hitung yang didapat dibandingkan dengan nilai tabel.
Nilai t tabel Cu, Ni, Cr, Zn dan Cd adalah 2,101, sedangkan nilai t hitung
yang didapat untuk logam Cu, Ni, Cr, Zn dan Cd yaitu sebesar 5,520; 10,750;
8,970; 9,907; dan 3,646. Untuk logam Fe, nilai t tabel sebesar 2,262
sedangkan nilai t hitung adalah 4,703. Nilai t hitung semua logam lebih besar
daripada t tabel. Hal ini berlaku ketentuan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima.
Maka, ada perbedaan nyata antara analisis logam Cu, Fe, Ni, Cr, Zn serta Cd
menggunakan AAS dan ICP-OES. Adanya perbedaan nyata tersebut dapat
dikarenakan adanya perbedaan dari nilai standar deviasi dan %RSD yang
didapat.
Metode analisis logam dengan menggunakan AAS memang telah
memenuhi standar dan telah tersertifikasi, namun standar deviasi dan %RSD
ICP-OES masih lebih kecil daripada AAS, hal ini berarti presisi ICP-OES
lebih baik daripada AAS. Selain itu, AAS juga menggunakan bahan
berbahaya seperti Metil Iso Butil Keton (MIBK). MIBK merupakan senyawa
yang sangat mudah terbakar dan menyebabkan iritasi pernapasan bila
terhirup, serta menyebabkan iritasi pada kulit bila terkena. Selain itu,
Menurut PP No 85 Tahun 1999, MIBK merupakan salah satu senyawa B3
sehingga juga berbahaya bagi lingkungan. Bila tidak ditangani dengan baik,
senyawa tersebut dapat berbahaya bagi keselamatan karyawan.
Dari segi efisiensi waktu, untuk menganalisis banyak sampel dengan
banyak parameter logam, metode ICP-OES jauh lebih baik daripada metode
AAS. Waktu preparasi yang dibutuhkan untuk metode analisis logam
menggunakan AAS juga lebih banyak daripada ICP-OES. Di samping itu,
preparasi analisis logam menggunakan ICP-OES pun tidak terlalu rumit dan
tidak menggunakan bahan-bahan berbahaya dibandingkan dengan AAS.
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai
berikut.
1. Linearitas ICP-OES untuk analisis masing-masing logam, koefisien
korelasi yang didapat adalah 0,999, sedangkan koefisien korelasi untuk
analisis masing-masing logam dengan AAS berkisah antara 0,997-0,999.
Nilai tersebut sesuai syarat yang telah ditetapkan SNI yaitu ≥ 0,997.
2. Berdasarkan hasil uji presisi, %RSD ICP-OES untuk masing-masing
logam, Cd, Fe, Cr, Ni, Cu dan Zn, adalah 1,52%; 2,06%; 1,70%; 1,34%;
1,81%; dan 1,53%. Sedangkan, %RSD untuk analisis logam Cu, Fe, Ni,
Cr, Zn dan Cd dengan AAS adalah 2.69%; 2.97%; 2.62%; 2.87%; 2.87%
dan 2.95%. Maka, dapat disimpulkan metode tersebut memiliki presisi
yang baik karena %RSD < % nilai Horwitz (<21,44%). % RSD ICP-OES
lebih baik daripada AAS sehingga presisi ICP-OES lebih baik daripada
AAS.
3. Berdasarkan hasil uji akurasi, %Recovery untuk masing-masing logam Cd,
Fe, Cr, Ni, Cu dan Zn adalah 99,29%; 98,84%; 98,10%; 100,04%;
99,79%; dan 98,04%, sedangkan %Recovery untuk logam Cu, Fe, Ni, Cr,
Zn dan Cd dengan menggunakan AAS yaitu sebesar 99,70%; 99,90%;
99,60; 99,58%; 102,13% dan 101,16%. Hal ini menunjukan akurasi kedua
metode tersebut baik karena menurut AOAC rentang yang dapat diterima
adalah 75%-120%.
4. Dari perhitungan uji t hitung, diperoleh hasil yaitu hasil dari analisis logam
Cd, Fe, Cr, Ni, Cu dan Zn menggunakan ICP-OES dan AAS berbeda nyata
dikarenakan sensitifitas ICP-OES lebih baik daripada AAS.
5. Berdasarkan hasil diatas, metode analisis logam Cd, Fe, Cr, Ni, Cu dan Zn
menggunakan ICP-OES pada limbah cair telah memenuhi syarat
laboratorium, sehingga dapat diajukan ke dalam ruang lingkup akreditasi
KAN.
6.2 Saran
Demi efisiensi waktu dan menjaga keselamatan karyawan dalam
bekerja, untuk menganalisis logam dari banyak sampel dan banyak
parameter logam, sebaiknya menggunakan ICP-OES.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M.H, Sisi, J., & A.Z. Aris. 2007. Heavy metals (Cd, Cu, Cr, Pb dan
Zn) in meretix Roding, Water, and Sediments from estuarine in Sabah,
North Borneo. International Journal of Env. And Aci Education 2(3):69-74
Archer, M., Robert I.M., Egemont, R.R. 2003. Analysis of Cobalt, Tantalum,
Titanium, Vanadium and Chromium in Tunstencarbida by Inductively
Coupled Plasma-OEC. telah diunduh dari www.rsc.org/jaas
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkung-an Perairan. Kanisius. Yogyakarta
Harmita, 2004, Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitungannya,
Departemen Farmasi UI, Jakarta 1:3.
Luthfi, A. 2004. Pencemaran Lingkungan. Bagian Proyek Pengembangan
Kurikulum Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal
Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional
Khopkar. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press. Jakarta
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 82, 2001. Pengelolaan Air dan
Pengendalian Pencemaran. Jakarta
Sugiyono. 2008. Statistika untuk Penelitian. Alfabeta. Bandung
LAMPIRAN
I. PERHITUNGAN
A. AAS
1. Cu
Uji presisi
= 0,0422
SD =
=
= 0,001135
% RSD =
=
= 2,69%
LOD = 3 x SD
= 3 x 0,001135
= 0,0034
LOQ = 10 x SD
= 10 x 0,001135
= 0,01135
Uji Akurasi
% Recovery =
x 100%
=
x 100%
= 99,70%
2. Fe
Uji presisi
= 0,055
SD =
=
= 0,001633
% RSD =
x 100%
=
= 2,97%
LOD = 3 x SD
= 3 x 0,001633
= 0,0049
LOQ = 10 x SD
= 10 x 0,001633
= 0,0163
Uji Akurasi
% Recovery =
x 100%
=
x 100%
= 99,90%
3. Ni
Uji presisi
= 0,0443
SD =
=
= 0,001159
% RSD =
x 100%
=
= 2,62%
LOD = 3 x SD
= 3 x 0,001159
= 0,0035
LOQ = 10 x SD
= 10 x 0,001159
= 0,01159
= 0,0116
Uji Akurasi
% Recovery =
x 100%
=
x 100%
= 99,60%
4. Cr
Uji presisi
= 0,0458
SD =
=
= 0,001317
% RSD =
x 100%
=
= 2,87%
LOD = 3 x SD
= 3 x 0,001317
= 0,0040
LOQ = 10 x SD
= 10 x 0,001317
= 0,01317
= 0,0132
Uji Akurasi
% Recovery =
x 100%
% Recovery =
x 100%
= 99,58%
5. Zn
Uji presisi
= 0,0488
SD =
=
= 0,001398
% RSD =
x 100%
=
= 2,87%
LOD = 3 x SD
= 3 x 0,001398
= 0,0042
LOQ = 10 x SD
= 10 x 0,001398
= 0,01398
= 0,014
Uji Akurasi
% Recovery =
x 100%
=
x 100%
= 102,13%
6. Cd
Uji presisi
= 0,0484
SD =
=
= 0,001430
% RSD =
x100%
=
= 2,95%
LOD = 3 x SD
= 3 x 0,001430
= 0,0043
LOQ = 10 x SD
= 10 x 0,001430
= 0,0143
Uji Akurasi
% Recovery =
x 100%
=
x 100%
= 101,16%
B. ICP-OES
1. Cu
Uji presisi
= 0,008796
SD =
=
= 0,000159
% RSD =
x 100%
=
= 1,81%
LOD = 3 x SD
= 3 x 0,000159
= 0,00048
LOQ = 10 x SD
= 10 x 0,000159
= 0,00159
Uji Akurasi
% Recovery =
x 100%
=
x 100%
= 99,79%
2. Fe
Uji presisi
= 0,0106832
SD =
=
= 0,000220
% RSD =
=
= 2,06%
LOD = 3 x SD
= 3 x 0,000220
= 0,000660
LOQ = 10 x SD
= 10 x 0,000220
= 0,00220
Uji Akurasi
% Recovery =
x 100%
=
x 100%
= 98,94%
3. Ni
Uji akurasi
= 0,011803
SD =
=
= 0,000158
RSD =
RSD =
= 1,34%
LOD = 3 x SD
= 3 x 0,000158
= 0,00047
LOQ = 10 x SD
= 10 x 0,000158
= 0,00158
Uji Akurasi
% Recovery =
x 100%
=
x 100%
= 100,04%
4. Cr
Uji presisi
= 0,008284
SD =
=
= 0,000140
% RSD =
=
= 1.70%
LOD = 3 x SD
= 3 x 0,000140
= 0,00042
LOQ = 10 x SD
= 10 x 0,000140
= 0,00140
Uji Akurasi
% Recovery =
x 100%
=
x 100%
= 98,10%
5. Cd
Uji presisi
= 0,0087332
SD =
=
= 0,000134
% RSD =
x 100%
=
= 1.52%
LOD = 3 x SD
= 3 x 0,000134
= 0,00040
LOQ = 10 x SD
= 10 x 0,000134
= 0,00134
Uji Akurasi
% Recovery =
x 100%
=
x 100%
= 99,29%
6. Zn
Uji presisi
= 0,012698
SD =
SD =
= 0,000194
RSD =
x 100%
RSD =
= 1,53%
LOD = 3 x SD
= 3 x 0,000194
= 0,00058
LOQ = 10 x SD
= 10 x 0,000194
= 0,00194
Uji Akurasi
% Recovery =
x 100%
=
x 100%
= 99,90%
C. T Hitung
1. Cu
F =
=
= 1,791
S (x1-x2) =
=
= 0,000448
t =
=
= 5,520
2. Fe
F =
=
= 8,968
S (x1-x2) =
=
= 0,000544
t =
=
= 4,703
3. Ni
F =
=
= 0,574
S (x1-x2) =
=
= 0,000607
t =
=
= 10,751
4. Cr
F =
=
= 1,448
S (x1-x2) =
=
= 0,000541
t =
=
= 8,970
5. Zn
F =
=
= 2,227
S (x1-x2) =
=
= 0,000794
t =
=
= 9,907
6. Cd
F =
=
= 0,0006
S (x1-x2) =
=
= 0,000452
t =
=
= 3,646
D. Operasi ICP-OES
Preparasi
1. Dihidupkan exhaust.
2. Dipastikan torch, spray chamber, nebulizer dan semua tubing
terpasang benar.
3. Dihidupkan instrumen ICP-OES dengan scalar low dan high
power.
4. Dihidupkan PC.
5. Dibuka gas Argon dan pastikan tekanan sama dengan 6 bar.
6. Dibuka software ICP-OES.
7. Pada bagian bawah terlihat argon purge, ditunggu supaya argon
purge selama 20 menit atau sampai tanda argon purge hilang.
8. Diklik instrumen.
9. Dipastikan tanda gas flow OK.
10. Dihidupkan water chiller, temperature peltier akan turun
sampai -350.
11. Ditunggu hingga termperatur chiller 200C.
Torch Align
1. Dialirkan Mn 5 mg/L selama satu menit dan klik pump fast.
2. Dinormalkan dengan pump on.
3. Dipilih halaman torch align.
4. Diklik torch scan dan tunggu scan selesai.
5. Ditutup halaman instrument.
6. Dialirkan aquades.
Membuat Metoda
1. Diklik Worksheet.
2. Diklik Open Method.
3. Diklik Methode.
4. Diklik Open.
5. Diklik Sequence Editor.
6. Diisikan sampel yang akan dianalisis.
7. Diisikan tiap beberapa sampel yang akan direkalibrasi.
8. Diklik OK.
9. Diklik yes untuk update.
10. Diklik Halaman analisis.
Kalibrasi Standar dan Pembacaan Sampel
1. Ditempatkan larutan standar dan sampel di urutan yang benar.
2. Dipastikan plasma telah menyala 15 menit sebelum mulai
analisis.
3. Diklik Start Analysis untuk memulai pembacaan.
Mencetak Hasil Analisis
1. Diklik File.
2. Diklik Print Preview.
3. Diklik Print.
Mengakhiri ICP-OES
1. Dimatikan plasma dengan ikon plasma off.
2. Ditunggu lima menit lalu matikan water cooler.
3. Ditunggu sampai temperature peltier mendekati suhu kamar
lalu gas argon ditutup.
4. Software ditutup dan PC dimatikan.
5. Saklar High dan Low Power dimatikan.
E. Tabel Uji t
df 10% 5% 1% 0.1%
1 6.314 12.706 63.656 636.578
2 2.920 4.303 9.925 31.600
3 2.353 3.182 5.841 12.924
4 2.132 2.776 4.604 8.610
5 2.015 2.571 4.032 6.869
6 1.943 2.447 3.707 5.959
7 1.895 2.365 3.499 5.408
8 1.860 2.306 3.355 5.041
9 1.833 2.262 3.250 4.781
10 1.812 2.228 3.169 4.587
11 1.796 2.201 3.106 4.437
12 1.782 2.179 3.055 4.318
13 1.771 2.160 3.012 4.221
14 1.761 2.145 2.977 4.140
15 1.753 2.131 2.947 4.073
16 1.746 2.120 2.921 4.015
17 1.740 2.110 2.898 3.965
18 1.734 2.101 2.878 3.922
19 1.729 2.093 2.861 3.883
20 1.725 2.086 2.845 3.850
25 1.708 2.060 2.787 3.725
30 1.697 2.042 2.750 3.646
35 1.690 2.030 2.724 3.591
40 1.684 2.021 2.704 3.551
45 1.679 2.014 2.690 3.520
50 1.676 2.009 2.678 3.496
100 1.660 1.984 2.626 3.390
∞ 1.645 1.960 2.576 3.291
F. Tabel Uji F