ANALISA SEDERHANA SIFAT FISIKA, BIOLOGI, DAN KIMIA TANAHMELALUI ANALISA LABORATORIUM
-
Author
arghya-narendra-dianastya -
Category
Documents
-
view
64 -
download
0
Embed Size (px)
Transcript of ANALISA SEDERHANA SIFAT FISIKA, BIOLOGI, DAN KIMIA TANAHMELALUI ANALISA LABORATORIUM
ANALISA SEDERHANA SIFAT FISIKA, BIOLOGI, DAN KIMIA TANAH MELALUI ANALISA LABORATORIUM
Disusun Oleh : ARGHYA NARENDRA DIANASTYA (111510501105) (Mahasiswa Penerima Beasiswa Unggulan S-1 PS. Agroteknologi Fakultas Pertanian UNEJ)
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JEMBER 2011
Pemanfaatan Cairan pirolisis kayu (Wood Pyrolysis Liquids) sebagai Teknologi Tepat Guna Alternatif dalam Perlindungan Tanaman
1. Latar Belakang Penggunaan pestisida kimiawi secara umum telah memberikan suatu dampak yang positif untuk menekan laju pertumbuhan hama dan penyakit tanaman budidaya. Namun demikian, laporan ilmiah menunjukkan bahwa penggunaan pestisida kiwiawi memberikan dampak buruk pada lingkungan dan kesehatan. Pada tahun 1974, dua tahun setelah penggunaan DDT telah diketahui munculnya strain serangga seperti lalat rumah yang resisten terhadap DDT. Saat ini telah diketahui lebih dari 500 spesies serangga terutama serangga hama yang telah resisten terhadap berbagai jenis atau kelompok inteksida (http://ifoelmulk.wordpress.com). Adanya isu lingkungan dan kesehatan membuat budaya kegiatan pertanian kemudian bergeser kepada sebuah sistem yang bernama Pengendalian Hama Terpadu. Pengendalian hama terpadu adalah sebuah kebijakan yang bertujuan untuk mengurangi penggunaan pestisida yang beresiko pada kesehatan manusia dan kesehatan lingkungan. Di Indonesia, berbagai tindak lanjut dari Instruksi Presiden No.3/ 1986 pemerintah sejak tahun 1989 mulai menyelenggarakan program pelatihan pengembangan dan pemasyarakatan PHT secara nasional sebagai salah satu perwujudan dari pengembangan SDM (Sumber Daya Manusia). Subsidi pestisida kemudian juga dicabut secara bertahap, sampai tahun 1989. Dalam jangkauan 2 3 tahun pertama (1989-1992) direncanakan akan dilatih 1.000 PHP (Pengamat Hama dan Penyakit), 2.000 PPL (Penyuluh Pertanian Lapangan) dan 100.000 petani (http://ifoelmulk.wordpress.com). Selain itu, kesadaran politik pemerintah untuk melaksakan PHT ditegaskan dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 Tentang Budidaya Tanaman yang menyebutkan bahwa perlindungan tanaman dilaksanakan dengan sistem pengendalian hama terpadu. Kemudian dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1995 Tentang Perlindungan Tanaman. Konsep PHT yang merupakan wujud dari pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan (Untung, 1996). PHT adalah pengendalian hama yang berusaha memaksimumkan keefektifan pengendalain alami dan
pengendalian secara bercocok tanam, menggunakan penggendalian kimiawi hanya bila diperlukan dengan mempertimbangkan konsekwensi ekologi, ekonomi, teknologi dan sosial budaya (Triwidodo, 1997). Konsepsi dasar PHT adalah peroses pengambilan keputusan (strategis, taktis, operational) agar pertanaman yang diusahakan menghasilkan panen yang tinggi dan berkelanjutan, dengan ongkos produksi rendah serta dengan resiko minimum terhadap produsen, konsumen dan lingkungan pada saat budidaya berlangsung (jangka pendek) maupun setelahnya (jangka panjang) (Rauf, 1997). Pada perinsipnya PHT adalah kegiatan untuk meningkatkan vigor tanaman, menekan perkembangan populasi OPT dan meningkatkan peran musuh alami dengan memadukan berbagai teknik pengendalian secara kompetibel sehingga dapat diperoleh kuantitas dan kualitas produksi yang obtimal secara berkelanjutan. Pengandalian secara terpadu tersebut dapat dilakukandenggan beberapa cara seperti menggunakan pestisida organik atau alami. Salah satu pestisida tersebut adalah pestisida yang diambil dari cairan hasil pirolisis kayu bakar. 1.2 Gambaran Umum Wood Pyrolysis Liquid Pestisida kimiawi yang secara konvensional digunakan perlahan diganti dengan pestisida yang bahannya berasal dari alam dan bersifat alami. Pestisida tersebut dikenal sebagai teknologi alternatif dalam perlindungan tanaman. Permintaan teringgi akan adanya pestisida alami adalah untuk pertanian organik yang pada beberapa tahun terakhir merupakan mode pertanian yang sedang menjadi tren (Tiilikklala dkk, 2010). Salah satu yang menjadi isu hangat untuk dijadikan pestisida alami adalah pestisida yang berasal dari cairan hasil pirolisis kayu bakar. Penggunaan cairan pirolisis sebagai pestisida telah dilakukan sejak dahulu kala. Dapat dikatakan juga bahwa proses pirolisis kayu merupakan proses reaksi kimia yang dibuat oleh manusia. Meskipun demikian, riset dan studi ilmiah mengenai cairan pirolisis sebagai pestisida masih sedikit dilakukan.
1.3 Proses Pembuatan Cairan Pirolisis Pirolisis merupakan proses Pirolisis dekomposisi material organic dengan panas tanpa mengandung oksigen dengan suhu sekitar 500 derajat Celcius. Proses tersebut menghasilkan solid char (charcoal dan biochar), gas yang terkondensasi dan mudah menguap, dan beberapa gas yang tidak mudah terkondensasi. Proses pirolisis dapat berjalan dengan cepat atau lambat tergantung pengaturan yang diinginkan. Ketika proses pirolisis itu berjalan dengan lambat, maka akan terbentuk produk sampingan bernama Wood Vinegar, Pyroligneous Acid yang berbentuk cair. Cairan tersebut didapat ketika gas atau vapour product dikondensasikan (Tiilikklala dkk, Tanpa Tahun). 1.4 Senyawa Kimia yang Terkandung dalam Wood Vinegar atau Wood Pyrolysis Liquid Cairan hasil pirolisis memiliki beberapa karakteristik dalam hal komosisi senyawa kimia yang dimiliki. Menurut beberapa sumber, dikatakan bahwa materi organik yang terdapat pada Wood Vinegar / Cairan Pirolisis adalah methanol dan acetic acid. Komponen yang lain adalah methyl acetone, acetaldehyde, allyl alcohol, furan, furfural, formic, propionic, dan butyric acid (Tiilikklala dkk, 2010). 1.5 Manfaat Wood Vinegar atau Wood Pyrolysis Liquid di Bidang Perlindungan Tanaman 1. Bahan Awetan Kayu Wood Vinegar telah lama diketahui sebagai salah satu alat untuk perlindungan tanaman dari hama dan penyakit untuk tanaman. Beberapa kajian ilmiah menunjukkan bahwa Wood Vinegar dari bambu dan pohon berdaun lebar teruji efektif untuk mencegah jamur parasit tanaman. kayu industri dari kerusakan. 2. Fungisida Wood Vinegar juga diketahu memiliki sifat anti-fungal dan antioksidan yang baik untuk melindungi
Banyak publikasi yang menunjukkan bahwa Wood Vinegar dan Wood Pyrolysis Liquid dapat digunakan sebagai fungisida. bahwa Wood Vinegar dan Wood Pyrolysis Liquid yang terbuat dari kayu bambu dan kayu Eucalyptus efektif dalam mengontrol jamur tergantung pada kadar phenol yang dimiliki (Tiilikklala dkk, 2010). Penggunaan bahwa Wood Vinegar dan Wood Pyrolysis Liquid dapat secara efektif mengontrol pertumbuhan penyakit blight pada kentang yang disebabkan oleh (Phytophhora infestans). Selain itu, juga diketahui bahwa pyroligneous acid memberikan efek antifungal atau anti jamur pada beberapa patogen tanaman (Tiilikklala dkk, 2010). 3. Repellent dan Insektisida Penelitian dan riset menunjukkan bahwa Wood Vinegar dan Wood Pyrolysis Liquid banyak digunakan oleh petani di Thailand sebagai pengusir serangga dan insektisida. Sebuah penelitan yang dilakukan oleh Strong (1973) menunjukkan bahwa pemberian minyak tar pada benih tanaman gandum dapat memberikan efek repalan/repellent pada burung, tikus, dan serangga pemakan biji gandum. Penelitian lain juga menunjukkan bahwa pyroligneous acid juga digunakan untuk mengontrol serangga pengganggu tanaman jagung. Beberapa penelitan di Finlandia juga menyebutkan bahwa birch tar oil efektif untuk mengusir siput (Arion lusitancus) dan siput (Aranta arbustorum). Di Yunani, Wood Vinegar yang mengandung senyawa phenol mampu membunuh 95% telur dari kutu tanaman (Myzus persicae) pada pemberian konsentrasi 1% (Tiilikklala dkk, Tanpa Tahun). 4. Herbisida dan Pemicu Pertumbuhan Tanaman Percobaan lapang sederhana mengindikasikan bahwa cairan pirolisis yang dibuat dari kayu birch dapat mengontrol gulma berdaun lebar. Penelitian lain juga mengatakan bahwa pemberian wood vinegar pada konsentrasi tinggi mampu membunuh dan membuat mati sel-sel tanaman dan pada dosis kecil mampu menstimulasi pertumbuhan tanaman. Studi lapang di Cina menunjukkan bahwa wood vinegar yang terbuar dari residu biomassa dapat digunakan sebagai pupuk yang dapat meningkatkan
pertumbuhan tanaman dan meningkatkan hasil panen dari seledri. Wood vinegar yang terbuat dari bambu juga secara umum dapat menstimulasi pertumbuhan tanaman tergantung pada temperatur pyrolisis yang dikondisikan.Bahkan beberapa penelitan ada yang mengklain penggunaan wood vinegar mampu meningkatkan kesuburan tanah, memacu pertumbuhan tanaman, dan juga dapat menghambat pertumbuhan tanaman (Tiilikklala dkk, 2010). 1.6 Toksisitas dari Cairan Pirolisis Beberapa studi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa daya toksisitas dari wood vinegar masih kurang diketahui karena belum banyak studi yang meneliti. Selain itu, penelitian yang membandingakan efektifitas dari wood vinegar dibanding dengan pestisida kimia (Tiilikklala dkk, Tanpa Tahun). 1.7 Pasar Penjualan Wood Vinegar Di Asia, penggunaan wood vinegar dan pasar wood vinegar sangat beragam. Telah diketahui bahwa terdapat 128 wood vinegar produk yang dijual on-line di Cina. Wood Vinegar juga menjamur di pasar Jepang, dan beberapa negara Asia Tenggara sebagai pestisida alami (Tiilikklala dkk, 2010). 1.8 Analisis SWOT Pemanfaatan Vinegar Wood di Daerah Jember Pada era ini, banyak sekali faktor yang mendukung adanya perkembangan dari perlindungan tanaman secara alami. Salah satu perkembangan yang masih memiliki prospek cerah di negara berkembang umumnya dan di daerah Jember umumnya adalah mengembangkan wood vinegar sebagai pestisida. Faktor lingkungan yang menjadi isu dan perhatian ketika menggunakan pestisida buatan atau sintetis adalah salah satu faktor pendukungnya. Penggunaan teknologi sederhana seperti pirolisis dapat dilihat sebagai teknologi yang ramah lingkungan dan lebih hijau. Penggunaan wood vinegar dari pirolisis kayu juga merupakan langkah yang ideal karena industri biochar dan charcoal di dunia juga berkembang. masih belum banyak dilakukan
Dalam melakukan analisis permasalahan terhadap pestisida nabati dari bahan cairan pirolisis kayu bakar di Indonesia digunakan metode SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, and Treat). Secara internal akan dievaluasi berbagai kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness) yang kita miliki dan hadapi selama ini. Secara eksternal akan dibahas berbagai peluang ( opportunity) yang terbuka dan ancaman (treath) yang sedang dihadapi pada perlindungan tanaman menggunakan wood vinegar di daerah Jember dan Indonesia secara umum. No 1 Indikator Strength 2 Weakness 3 Opportunity 4 Treath Keterangan Mudah Diurai dan RamahLingkungan Harga Terjangkau Peraturan Perundang-Undangan Kesadaran Masyarakat Teknologi PHT Prasarana Kondisi Sosial Budaya Petani Minimnya Penelitian Tentang Wood Vinegar SDM Sumber Daya Alam Ekspor Pasar Domestik Ancaman Iklim Kelestarian Lingkungan
1. Kekuatan (Strength) Mudah Diurai dan Ramah Lingkungan Pestisida dari alam atau bahan nabati merupakan pestisida yang ramah lingkungan dan bersifat biodegradable atau mudah diurai sehingga tidak merusak lingkungan. Sehingga dapat dikatakan bahwa secara khusus wood vinegar
mampu diterima di negara berkembang seperti Indonesia dan khususnya Jember (Tiilikklala dkk, Tanpa Tahun). Harga yang Terjangkau Mayoritas petani di Indonesia masih berada di garis kemiskinan. Biaya pestisida yang tidak disubsidi lagi sejak 1989 telah membuat sebagian petani tidak mampu membeli pestisida. Adanya pestisida nabati atau alami yang bahan dasarnya terdapat di alam dan dekat dengan kehidupan petani khusus nya vinegar wood yang berbahan dasar kayu menjadikan pestisida nabati memiliki nilai tambah ketimbang pestisida buatan (Tiilikklala dkk, Tanpa Tahun). Peraturan Perundang-undangan Legatimasi operasionalisasi untuk mengatur dan melaksanakan upaya perlindungan tanaman menggunakan pestisida nabati semacam wood vinegar harus didasari dengan peraturan hukum yang jelas dan mendukung. Hukum tersebut telah tersirat pada UU No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman; Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman. Kesadaran Sebagian Masyarakat akan Produk Sehat dan Isu Lingkungan Sebagian masyarakat Indonesia secara parsial telah mengerti tentang bahaya pestisida buatan terhadap lingkungan dan kesehatan. Meningkatnya pasar makanan organik dan bahan pangan organik menjadi salah satu indikator adanya kesadaran masyarakat terhadap isu lingkungan dan kesehatan yang diakibatkan oleh pestisida buatan. Kesadaran inilah yang membuat pemanfaatan pestisida nabati semacam wood vinegar dari hasil pirolisis mampu diterima di masyarakat tertentu sehingga memudahkan dalam pengembangan dan sosialisasi lebih lanjut. Teknologi PHT Sebagaian besar teknologi perlindungan tanaman saat ini sudah tersedia baik dibiayai oleh pemerintah ataupun diprakarsai oleh perguruan tinggi swasta dan perguruan tinggi negeri serta pada investor yang ingin menanamkan modalnya. Unit Pelaksana Teknis (UPT) di bidang perlindungan tanaman,
perguruan tinggi, lembaga penelitian, swasta maupun masyarakat lainnya telah berjalan dan memiliki progres yang positif. Prasarana Terdapat berbagai prasarana yang telah mendukung dan melancarkan kegiatan perlindungan tanaman. Hal tersebut diketahui dengan bukti adanya pada berbagai stakeholder perlindungan tanaman seperti Brigade Perlindungan Tanaman, UPTD BPTPH, Laboratorium Agen Hayati, Koordinator PHP ditingkat Kabupaten/Kota dan PHP di tingkat Kecamatan. 2. Kelemahan (Weakness) Kondisi Petani (ekonomi, sosial, budaya) Fenomena umum petani di daerah Jember dan sekitarnya yang dapat menyebabkan kurang berhasilnya pengendalian OPT adalah kondisi sosial ekonomi petani tanaman pangan yang rendah. Pada umumnya mempunyai skala usaha yang kecil, masih subsistem, daya beli rendah untuk melaksanakan pengendalian OPT secara alami dan hayati. Kebiasaan menggunakan pestisida sintetis menjadi masalah tersendiri bagi berkembangnya tren kegiatan perlindungan tanaman menggunakan bahan alami seperti wood vinegar (Tiilikklala dkk, Tanpa Tahun). Minimnya Penelitian Tentang Wood Vinegar sebagai Pestisida untuk Perlindungan Tanaman Beberapa studi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa daya toksisitas dari wood vinegar masih kurang diketahui karena belum banyak studi yang meneliti. Selain itu, penelitian yang membandingakan efektifitas dari wood vinegar dibanding dengan pestisida kimia masih tetep akan masih belum banyak dilakukan. Permasalahan inilah yang menjadikan kendala sehingga preferensi masyarakat memilih pestisida kimia sintetis yang secara umum telah terbukti keberhasilan dan keefektifannya. Sumberdaya Manusia Secara umum dapat dikatakan bahwa sumber daya manusia (SDM) perlindungan tanaman dengan menggunakan wood vinegar atau pestisida alami lain di tingkat provinsi Jawa Timur, kabupaten/kota Jember, dan kecamatan
Jember masih kurang, baik dari segi kualitasnya. Hal ini diantaranya didisebabkan oleh sistem pendidikan yang belum secara holistik mampu merubah mindset individu untuk lebih sadar terhadap isu lingkungan dan bahaya pestisida.
3. Peluang (Opportunity) Sumberdaya Alam Wilayah Jawa Timur umumnya dan Jember khususnya memiliki berbagai variasi ekologi yang menyebabkan keanekaragaman hayati sangat tinggi, yang menyimpan potensi flora maupun fauna yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung perlindungan tanaman secara berkelanjutan sesuai dengan konsep PHT, salah satunya menggunakan pestisida nabati dan alami semacam wood vinegar. Ekpsor Mengingat begitu diminatinya produk dari wood vinegar sebagai pestisida di berbagai negara seperti Cina, Jepang, Thailand, Eropa dan Amerika Serikat, maka potensi untuk industrialisasi pembuatan wood vinegar untuk ekspor sangat memungkinkan. Hal tersebut juga dapat meningkatkan pendapatan perkapita warga Jember khususnya. Pasar Domestik Kesadaran masyarakat kita akan bahan pangan yang sehat bebas pestisida kimia saat ini juga mulai tumbuh dengan pesat. Pada berbagi supeprmarket telah tersedia out let kuhusus yang menjuah produk-produk pertanian yang bebas pestisida. Hal ini menjadi peluang bagi pengembangan system perlindungan tanaman secara PHT yang menekankan pada penggunaan pestisida alami atau nabati seperti wood vinegar. 4. Ancaman (Threath) Fenomena (Anomali) Iklim Posisi geografis Indonesia terletak di daerah tropis dan berada antara dua benua dan dua samudera. Kondisi geografis inilah yang menyebabkan fenomena (anomali) iklim, yaitu suatu penyimpangan dari keadaan normal. Salah satu gejala anamali iklim yang berakibat fatal pada pertanian tanaman pangan adalah gejala alam El Nino dan La Nina. Di Indonesia termasuk Jambi gejala El Nino dapat
mengakibatkan terjadinya kekeringan dan La Nina dapat mengakibatkan bencana banjir hingga menimbulkan kerugian jauh lebih besar di banding tahun normal. Dampak fenomena iklim terhadap penurunan produksi pertanian tanaman pangan merupakan resultante antara prubahan luas tanam dan panen dengan produktivitas. Kekeringan dan banjir berdampak terhadap produksi melalui penurunan luas areal panen, terjadinya serangan OPT yang kesemuanya bermuara pada terganggunya pertumbuhan dan produktivitas tanaman. Kelestarian Lingkungan Kelestarian lingkungan merupakan modal beharga dalam penerapan PHT sebagai bagian darri pembangunan pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture development). Namun kenyataan banyak proses pembangunan yang mengabaikan kelestarian lingkungan. Dibidang perlindungan tanaman terlihat bahwa penggunaan pestisida tetap tinggi bahkan ada kecendrungan meningkat. Artinya petani masih mengandalkan pestisida dalam pengendalian OPT. Pengunnan pestisida secara tidak bijak dapat menjadi kontra produktif dalam pembanguan perlindungan tanaman, karena pestisida dapat merusak kelestarian lingkungan dengan terbunuhnya musuh alami hama, terbunuhnya serangga penyerbuk dan binatang berguna lainnya, mencemari lingkungan, menimbulkan keracunan pada petani dan lingkungan, menimbulakan residu pada tanaman yang dapat menurunkan kualitas produk pertanian. 1.9 Kesimpulan Di masa depan, penggunaan pestisida sintetis akan semakin diatur secara ketat mengingat bahaya yang ditimbulkan. Menurut analisis SWOT yang telah dilakukan, terdapat kemungkinan akan adanya peningkatan permintaan akan pestisida nabati dan alami. Berdasarkan bukti ilmiah bahwa pestisida alami seperti wood vinegar tidak menimbulkan bahaya lingkungan karena sifatnya yang mudah terdegradasi oleh alam. Pemanfaatan sumber daya alam perlu dimaksimalkan mengingat bahan dasar untuk pembuatan vinegar wood adalah kayu yang secara umum melimpah. Sosialisasi, riset, dan perubahan mindset harus terus menerus dilakukan agar penggunaan pestisida nabati dapat dilakukan lebih holistik dan
mengena pada semua elemen masyarakat penggiat pertanian. Malah dapat dikatakan, prospek harga pestisida nabati atau alami yang lebih terjangkau karena petani dapat membuatnnya sendiri menjadi faktor yang dapat menjadi nilai tambah ketimbang pestisida buatan yang harganya lebih mahal. Beberapa ekstraksi dari bahan alam mentah dapat digunakan sebagai sumber molekul bioaktif. Pirolisis lambat yang menghasilkan vinegar wood merupakan teknologi yang canggih dan lebih ramah lingkungan. Vinegar wood dan tar sebagai produk sampingan dari pembuatan arang mebuat lebih mungkin bagi petani untuk menggunakan dua bahan tersebut sebagai pestisida.
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2011. http://ifoelmulk.wordpress.com/2011/12/04/pengendalian-hamasecara-terpadu/ Rauf, A. 1997. Konsepsi PHT. Makalah seminar Workshop Pemanfaatan Faktor Iklim dalam Menunjang Implementasi PHT. 26-28 Februari 1997. Direktorat Bina Perlindungan Tanaman Pangan dan Hortikultura. (Tiilikklala, Kari dkk. 2010. History and Use of Wood Pyrolysis Liquids as Biocide and Plant Protetion Product. Journal Open Agriculture 4,111-118. Tiilikklala, Kari dkk. (Tanpa Tahun). Use Botanical Pesticedes in Modern Plant Protection. Journal www.intechopen.com. Triwidodo, H. & S. Wiyono. 1997. Modifikasi iklim mikro sebagai wahana pengelolaan hama tanaman. Makalah seminar Workshop Pemanfaatan Faktor Iklim dalam Menunjang Implementasi PHT. 26-28 Februari 1997. Direktorat Bina Perlindungan Tanaman Pangan dan Hortikultura. Untung, K. 2006. Pengantar Pengendalian Hama Terpadu. Gajah Mada University Press.