Tugas Kelompok Pajak - Rekonsiliasi Fiskal

40
13 Rekonsiliasi Fiskal (Fiscal Reconciliation) A. Latar Belakang Rekonsiliasi fiskal (Koreksi Fiskal) adalah sebuah lampiran SPT Tahunan PPh berupa kertas kerja yang berisi penyesuaian antara laba/rugi sebelum pajak menurut komersial/ pembukuan dengan laba/rugi menurut SPT Tahunan Rekonsiliasi fiskal dilakukan oleh wajib pajak karena terdapat perbedaan penghitungan khususnya laba menurut akuntansi (komersial) dengan menurut perpajakan (fiskal) (berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 jo Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2000). Laporan keuangan komersial atau bisnis ditujukan untuk menilai kinerja ekonomi dan keadaan financial dari sektor privat, sedangkan laporan keuangan fiskal lebih ditujukan untuk menghitung pajak. Untuk kepentingan komersial atau bisnis, laporan keuangan disusun berdasarkan prinsip yang berterima umum yaitu Standar Akuntansi Keuangan (SAK), sedangkan untuk kepentingan fiskal, laporan keuangan disusun berdasarkan peraturan perpajakan (Undang-Undang PPh). Perbedaan kedua dasar penyusunan laporan keuangan tersebut mengakibatkan perbedaan penghitungan laba (rugi) suatu entitas (wajib pajak). Pertanyaan yang kemudian muncul adalah “apakah suatu entitas harus melakukan pembukuan untuk memenuhi kedua tujuan tersebut?” jika suatu entitas (wajib pajak) harus menyusun dua laporan keuangan yang berbeda maka di samping terdapat pemborosan waktu, tenaga, dan financial juga tidak tercapainya tujuan menghindari manipulasi Perpajakan : Rekonsiliasi Fiskal Disusun oleh : Anton ( 1410245416 ), Suharti ( 1410245409 ) & Patricia Martha Lena ( 1410245348 )

description

-

Transcript of Tugas Kelompok Pajak - Rekonsiliasi Fiskal

13Rekonsiliasi Fiskal(Fiscal Reconciliation)

A. Latar BelakangRekonsiliasi fiskal (Koreksi Fiskal) adalah sebuah lampiran SPT Tahunan PPh berupa kertas kerja yang berisi penyesuaian antara laba/rugi sebelum pajak menurut komersial/ pembukuan dengan laba/rugi menurut SPT TahunanRekonsiliasi fiskal dilakukan oleh wajib pajak karena terdapat perbedaan penghitungan khususnya laba menurut akuntansi (komersial) dengan menurut perpajakan (fiskal) (berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 jo Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000). Laporan keuangan komersial atau bisnis ditujukan untuk menilai kinerja ekonomi dan keadaan financial dari sektor privat, sedangkan laporan keuangan fiskal lebih ditujukan untuk menghitung pajak. Untuk kepentingan komersial atau bisnis, laporan keuangan disusun berdasarkan prinsip yang berterima umum yaitu Standar Akuntansi Keuangan (SAK), sedangkan untuk kepentingan fiskal, laporan keuangan disusun berdasarkan peraturan perpajakan (Undang-Undang PPh). Perbedaan kedua dasar penyusunan laporan keuangan tersebut mengakibatkan perbedaan penghitungan laba (rugi) suatu entitas (wajib pajak). Pertanyaan yang kemudian muncul adalah apakah suatu entitas harus melakukan pembukuan untuk memenuhi kedua tujuan tersebut? jika suatu entitas (wajib pajak) harus menyusun dua laporan keuangan yang berbeda maka di samping terdapat pemborosan waktu, tenaga, dan financial juga tidak tercapainya tujuan menghindari manipulasi pajak. Untuk mengatasi masalah tersebut, digunakan beberapa pendekatan dalam penyusunan laporan keuangan fiskal, yaitu (Bambang Kesit) : Laporan keuangan fiskal disusun secara beriringan dengan laporan keuangan komersial. Artinya, meskipun laporan keuangan bisnis disusun berdasarkan prinsip akuntansi bisnis tetapi ketentuan perpajakan sangat dominan dalam mendasari proses penyusunan laporan keuangan. Laporan keuangan fiskal ekstra komtabel dengan laporan keuangan bisnis. Artinya, laporan keuangan fiskal merupakan produk tambahan, di luar laporan keuangan bisnis. Perusahaan bebas menyelenggarakan pembukuan berdasarkan prinsip akuntansi bisnis. Laporan keuangan fiskal disusun secara terpisah di luar pembukuan (ekstra komtabel) melalui penyesuaian atau proses rekonsiliasi. Laporan keuangan fiskal disusun dengan menyisipkan ketentuan-ketentuan pajak dalam laporan keuangan bisnis. Artinya, pembukuan yang diselenggarakan perusahaan didasarkan pada prinsip akuntansi bisnis, akan tetapi jika ada ketentuan perpajakan yang tidak sesuai dengan prinsip akuntansi bisnis maka yang diprioritaskan adalah ketentuan perpajakan.Untuk menjembatani adanya perbedaan tujuan kepentingan laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal serta tercapainya tujuan efisiensi maka lebih dimungkinkan untuk menerapkan pendekatan yang kedua. Perusahaan hanya menyelenggarakan pembukuan menurut akuntansi komersial, tetapi apabila akan menyusun laporan keuangan fiskal barulah menyusun rekonsiliasi terhadap laporan keuangan komersial tersebut.Skema Penyusunan Laporan Keuangan Fiskal

Dokumen DasarJurnalBuku BesarNeraca PercobaanLaporan Keuangan KomersialRekonsiliasiLaporan Keuangan FiskalDicocokkanBuku Tambahan

Tabel Laporan Keuangan Komersial Vs Laporan Keuangan FiskalKeteranganLaporan Keuangan KomersialLaporan Keuangan Fiskal

Tujuan Menghitung laba bersih Mengukur kinerja Mengukur keadaan posisi Mengukur keadaan kekayaan Laporannya untuk pihak ketiga dan manajemen Menghitung besarnya pajak terutang Laporannya untuk pihak fiskus

Akibat Penyimpangan Pengambilan keputusan yang tidak tepat oleh manajemen Opini yang buruk terhadap laporan keuangan yang berhubungan langsung dengan kreditur, investur, pemilik perusahaanSanksi dibidang perpajakan : Sanksi admnistrasi berupa denda, bunga atau kenaikan Sanksi Pidana berupa kurungan atau penjara

Dasar PenyusunanStandar Akuntansi KeuanganSAK disesuaikan dengan UU Pajak berlaku

KeteranganLaporan Keuangan KomersialLaporan Keuangan Fiskal

Konsep Dasar Akrual Mempertemukan beban dengan pendapatan yang paling tepat Konservative, yaitu konsep hati-hati; mungkin rugi yang dapat ditaksir sudah diakui sebagai kerugian, dengan membentuk penyisihan (cadangan) pada akhir tahun atau dengan membuat adjustment Materialitas digunakan oleh Auditor untuk menyatakan wajar/tidak wajar dalam penilaian LK Komersial Dasar Akrual Stelsel Mempertemukan antara biaya untuk mendapat, menagih dan memelihara penghasilan dengan penghasilan yang merupakan objek PPh Konservative tidak digunakan Materialitas digunakan oleh Auditor untuk menyatakan wajar/ tidak wajar dalam penilaian LK komersial tidak digunakan

B. Penyebab Perbedaan Laporan Keuangan Komersial dan Laporan Keuangan FiskalPenyebab perbedaan laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal adalah karena terdapat perbedaan prinsip akuntansi; perbedaan metode dan prosedur akuntansi; perbedaan pengakuan penghasilan dan biaya; perbedaan perilaku penghasilan dan biaya.1) Perbedaan Prinsip AkuntansiBeberapa prinsip akuntansi berterima umum (SAK) yang telah diakui secara umum dalam dunia bisnis dan profesi tetapi tidak diakui dalam fiskal adalah : Prinsip konservatismepenilaian persediaan akhir dengan terendah antara harga pokok dan nilai realisasi bersih, dan penilaian piutang dengan nilai taksiran realisasi bersih, diakui dalam akuntansi komersial, tetapi tidak diakui dalam fiskal. Prinsip harga perolehandalam akuntansi komersial,penentuan harga perolehan untuk barang yang diproduksi sendiri boleh memasukkan unsur biaya tenaga kerja yang berupa natura. Prinsip matching biaya - hasil. Akuntansi komersial mengakui biaya penyusutan pada saat aktiva tersebut menghasilkan.2) Perbedaan Metode dan Prosedur Akuntansi. Metode penilaian persediaan akuntansi komersial memperbolehkan memilih beberapa metode penghitungan/penentuan harga perolehan persediaan, seperti Rata-Rata (Average), Masuk Pertama Keluar Pertama (First In First Out-FIFO), Masuk Terakhir Keluar Pertama (Last In First Out-LIFO), pendekatan laba bruto, pendekatan harga jual eceran, dan lain-lain. Metode penyusutan dan amortisasi. Akuntansi komersial membolehkan memilih metode penyusutan seperti metode garis lurus, metode jumlah angka tahun, metode saldo menurun ganda, metode jam jasa, metode jumlah unit produksi, metode berdasarkan jenis dan kelompok, dan sebagainya. Metode penghapusan piutang. Dalam akuntansi komersial penghapusan piutang ditentukan berdasarkan metode cadangan. Sedangkan dalam fiskal penghapusan piutang dilakukan pada saat suatu piutang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat-syarat tertentu yang diatur dalam peraturan perpajakan.3) Perbedaan perlakuan dan pengakuan penghasilan dan biaya. Penghasilan tertentu diakui dalam akuntansi komersial tetapi bukan merupakan objek pajak penghasilan. Dalam rekonsiliasi fiskal,penghasilan tersebut harus dikeluarkan dari total penghasilan kena pajak atau dikurangi dari laba menurut akuntansi komersial. Contoh : penghasilan dividen yang diterima oleh perseroan terbatas, koperasi, yayasan,hibah, bantuan,iurandanpenghasilanyang diterima dana pensiun. Penghasilan tertentu diakui dalam akuntansi komersial tetapi tidak pengenaan pajaknya bersifat final, dalam rekonsiliasi fiskal, penghasilan tersebut harus dikeluarkan dari total penghasilan kena pajak ataudikurangi dari laba menurut akuntansi komersial. Contohnya adalahbunga deposito/tabungan dan diskonto SBI, penjualan saham dibursa efek baik saham pendiri maupun bukan saham pendiri, penghasilan yang diterima penyalur. Penyebab perbedaan lain yang berasal dari penghasilan adalah kerugian suatu usaha di luar negeri, kerugian usaha dalam negeri tahun tahun sebelumnya, imbalan yang diterima atas pekerjaan yang dilakukan oleh pemegang saham atau pun hak yangmempunyai hubungan istimewa dengan jumlah yang melebihi kewajaran. Pengeluaran tertentu diakui dalam akuntansi komersial sebagai biaya atau pengurangan penghasilan bruto, tetapi dalam fiskal, pengeluaran tersebut tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto. Contoh :imbalan atau penggantian yang diberikan dalam bentuk natura, cadangan atau pemupukan yang dibentuk oleh perusahaan selain usaha bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi usaha asuransi dan pertambangan,pajak penghasilan, sanksi administrasi berupa denda, bunga, kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan perudangan perpajakan. Biaya yangdibebankan untuk kepentingan pribadi wajib pajak atau orang yang menjadi tanggungannya, dan lain lain.Suatu penghasilan yang tidak diakui menurut fiskal tetapi diakui menurut akuntansi komersial dan suatu pengeluaran/biaya yang diakui menurut fiskal tetapi tidak diakui menurut akuntansi mengakibatkan laba menurut akuntansi lebih kecil daripada laba (penghasilan) kena pajak menurut fiskal. Jika terdapat perbedaan seperti ini, rekonsiliasi fiskal yang dilakukan adalah menambahkan sejumlah penghasilan dan biaya tersebut ke dalam laba bersih menurut akuntansi, dan sebaliknya.

Diagram Rekonsiliasi Fiskal Terhadap Penghasilan

Diagram Rekonsiliasi Fiskal Terhadap Beban

C. Beda Tetap dan Beda Waktu1) Beda Tetap / Permanen (Permanent Different)Beda Tetap terjadi karena adanya perbedaan pengakuan penghasilan dan biaya menurut akuntansi dan menurut pajak, yaitu adanya penghasilan dan biaya yang diakui menurut akuntansi komersial namun tidak diakui menurut fiskal, atau sebaliknya. Beda tetap mengakibatkan laba / rugi menurut akuntansi ( pre tax income ) berbeda secara tetap dengan Laba Kena Pajak menurut fiskal ( taxable income ).Beda Tetap biasanya timbul karena peraturan perpajakan mengharuskan hal-hal berikut dikeluarkan dari perhitungan Penghasilan Kena Pajak :a) Penghasilan yang telah dikenakan PPh Final ( Pasal 4 ayat (2) UU PPh ).b) Penghasilan yang bukan obyek pajak ( Pasal 4 ayat (3) UU PPh ).c) Pengeluaran yang tidak berhubungan langsung dengan kegiatan usaha, yaitu mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan serta pengeluaran yang sifatnya pemakaian penghasilan atau jumlahnya melebihi kewajaran (Pasal 9 ayat (1) UU PPh).

Beda tetap (permanen) terdiri dari :a) Beda tetap penghasilanPenerimaan menurut PSAK merupakan penghasilan tetapi UU PPh bukan penghasilan. Contoh : dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, BUMN atau BUMD dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat : Dividen berasal dari cadangan laba ditahan Bagian perseroan terbatas, BUMN dan BUMD yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah modal disetor dan harus mempunyai usaha aktif diluar kepemilikan saham tersebut. Penerimaan yang menurut SAK bukan merupakan penghasilan tetapi menurut UU PPh merupakan penghasilan. Contohnya: Penerimaan hibah atau bantuan dari pihak-pihak yang ada hubungan istimewa. Penghasilan yang dikenakan pemungutan pajak bersifat final (Pasal 4 ayat (2) UU PPh)

b) Beda tetap biayaPengeluaran yang menurut PSAK merupakan beban tetapi menurut UU PPh tidak boleh dikurangi penghasilan bruto : Biaya yang tidak ada hubungan langsung untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan Biaya untuk mendapat, menagih dan memelihara penghasilan yang dikenakan PPh final Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang- undangan perpajakan. Kerugian karena penjualan aktiva atau hak yang dimiliki yang tidak dipergunakan dalam kegiatan usaha dan dalam rangka mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan PPh pasal 21 dan 26 yang ditanggung oleh pemberi penghasilan kecuali dalam menghitungnya menggunakan metode gross up.c) Beda tetap yang disebabkan tidak dipenuhi syarat-syarat khususYaitu suatu penghasilan atau biaya baru akan diakui berbeda sepanjang tidak memenuhi syarat-syarat pengakuannya dalam ketentuan perpajakan. Namun jika memenuhi ketentuan perpajakan maka perbedaan yang timbul dalam pengakuan menurut fiskal akan menjadi hilang dan pengakuannya akan sama dengan pengakuan menurut prinsip akuntansiContoh : Biaya perjalanan yang dapt dikurangkan dari penghasilan bruto adalah biaya perjalanan pegawai perusahaan untuk kepentingan perusahaan yang dapat dilengkapi dengan bukti-bukti yang sah. Misal: surat tugas, tiket, kwitansi hotel, atau pembayaran ke biro perjalanan. Biaya promosi yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah biaya promosi yang didukung bukti pemuatan iklan, pembuatan barang-barang promosi harus dibedakan dengan sumbangan. Biaya entertainment yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah biaya entertainment yang benar dikeluarkan ada hubungannya dengan kegiatan usaha wajib pajak dan dibuatkan daftar normative. Biaya penelitian dan pengembangan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah usaha yang dilakukan di Indonesia. Kerugian piutang usaha kecuali bank dan sewa guna usaha, piutang yang dapat dihapuskan adalah piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dan dibuatkan daftar normative. Beda tetap yang disebabkan praktek-praktek akuntansi yang tidak sehat.

2) Beda Waktu / Sementara / Temporer (Time Different)Sesuai namanya, beda waktu merupakan perbedaan perlakuan akuntansi dan perpajakan yang sifatnya temporer. Artinya, secara keseluruhan beban atau pendapatan akuntansi maupun perpajakan sebenarnya sama, tetapi berbeda alokasi setiap tahunnya.Beda waktu biasanya timbul karena perbedaan metode yang dipakai antara pajak dengan akuntansi dalam hal :a) Akrual dan realisasi.b) Penyusutan dan amortisasi.c) Penilaian persediaan.d) Kompensasi kerugian fiskal.Contoh : Penyusutan/ amortisasi Penilaian persediaan Rugi laba selisih kurs Rugi laba atas penyertaan saham Kerugian piutang kecuali bank, sewa guna usaha dengan hak opsi, cadangan untuk usaha asuransi, cadangan reklamasi usaha pertambangan. Tagihan atau hutang dalam valuta asing Harta berwujud dan tidak berwujud Biaya pendirian dan perluasan usaha Biaya sebelum produksi komersial Biaya dibayar dimuka jangka panjang Pencadangan kewajiban bersyarat Pengakuan penghasilan dan biaya atas proyek jangka panjang Hak penambangan dan hak pengusahaan hutan

3) Koreksi Positif dan Negatif dari Rekonsiliasi Fiskal.Rekonsiliasi fiskal dilakukan oleh Wajib Pajak yang pembukuannya menggunakan pendekatan akuntansi komersial, yang bertujuan mempermudah mengisi SPT Tahunan PPh dan menyusun Laporan Keuangan Fiskal yang harus dilampirkan pada saat menyampaikan SPT Tahunan PPh. Dengan adanya beda waktu dan beda tetap laporan komersial harus dikoreksi terlebih dahulu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 untuk menghitung penghasilan kena pajaknya. Koreksi ini disebut koreksi fiskal yang dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :a) Koreksi positif yaitu koreksi fiskal yang menyebabkan penghasilan kena pajak secara fiskal bertambah, yang selanjutnya berdampak memperbesar nilai pajak penghasilan yang terutang. Koreksi positif terjadi apabila pendapatan menurut fiskal bertambah. Koreksi positif biasanya dilakukan akibat adanya : Beban yang tidak diakui oleh pajak (non-deductible expense), Penyusutan komersial lebih besar dari penyusutan fiskal, Amortisasi komersial lebih besar dari amortisasi fiskal, Penyesuaian fiskal positif lainnya.b) Koreksi negatif yaitu koreksi fiskal yang menyebabkan penghasilan kena pajak secara fiskal menjadi berkurang yang selanjutnya berdampak memperkecil penghasilan kena pajak. Koreksi negatif biasanya dilakukan akibat adanya : Penghasilan yang tidak termasuk objek pajak, Penghasilan yang dikenakan PPh final, Penyusutan komersial lebih kecil daripada penyusutan fiskal, Amortisasi komersial lebih kecil daripada amortisasi fiskal, Penghasilan yang ditangguhkan pengakuannya, Penyesuaian fiskal negatif lainnya.

D. Teknik (Format) Rekonsiliasi FiskalTeknik rekonsiliasi fiskal dilakukan dengan cara sebagai berikut :1) Jika suatu penghasilan diakui menurut akuntansi komersial tetapi tidak diakui menurut fiskal, rekonsiliasi dilakukan dengan mengurangkan sejumlah penghasilan tersebut dari penghasilan menurut akuntansi komersial, yang berarti mengurangi laba menurut akuntansi komersial, dan sebaliknya.2) Jika suatu biaya/pengeluaran diakui menurut akuntansi komersial tetapi tidak diakui sebagai pengurang penghasilan bruto menurut fiskal, rekonsiliasi dilakukan dengan mengurangkan sejumlah biaya/pengeluaran tersebut dari biaya menurut akuntansi komersial, yang berarti menambah laba menurut akuntansi komersial dan sebaliknya.Contoh format Rekonsiliasi Fiskal

Wajib pajak XRekonsiliasi fiskalTahun 20xxLaba menurut Laporan Keuangan komersial RpXXXKoreksi Positif (Ditambah)Pengeluaran yang tidak dapat dikurangkan RpXXXPengeluaran berkaitan penghasilan yang bukan objek pajak RpXXXPengeluaran berkaitan penghasilan yang telah dikenakan pajak bersifat final RpXXXBeda penghitungan antara PSAK dan PPh RpXXXTotal koreksi Positif RpXXXKoreksi Negatif (Dikurangi)Penghasilan yang bukan objek pajak RpXXXPenghasilan yang telah dikenakan pajak bersifat final RpXXXBeda penghitungan antara PSAK dan PPh RpXXXTotal koreksi Negatif RpXXXPenghasilan Kena Pajak menurut fiskal RpXXXPPh Terutang RpXXXLaba setelah PPh RpXXX

Bedaan dimaksudkan sebagai koreksi positif apabila :1) Pendapatan bertambah menurut fiskal.Pendapatan menurut fiskal lebih besar dari pada menurut akuntansi atau suatu penghasilan diakui menurut fiskal tetapi tidak diakui menurut akuntansi.2) Biaya/pengeluaran berkurang menurut fiskal.Biaya/ pengeluaran menurut fiskal lebih kecil dari pada menurut akuntansi atau suatu biaya/ pengeluaran tidak diakui menurut fiskal tetapi diakui menurut akuntansi.

Bedaan dimaksudkan sebagai koreksi negatif apabila :1) Pendapatan berkurang menurut fiskal.Pendapatan menurut fiskal lebih kecil dari pada menurut akuntansi atau suatu penghasilan tidak diakui menurut fiskal (bukan objek pajak) tetapi diakui menurut akuntansi.2) Biaya/pengeluaran bertambah menurut fiskal.Biaya atau pengeluaran menurut fiskal lebih besar dari pada menurut akuntansi atau suatu biaya/ pengeluaran diakui menuruttt fiskal tetapi tidak diakui menurut akuntansi.3) Suatu pendapatan telah dikenakan pajak penghasilan bersifat final.

Format lain dalam penyusunan rekonsiliasi fiskal

Wajib pajak XRekonsiliasi fiskalTahun 20xxKeteranganMenurut AkuntansiKoreksi FiskalMenurut FiskalBeda TetapBeda WaktuPendapatan :---Biaya-Biaya :---Laba(Penghasilan)Laba Bersih sebelum pajakLaba (Penghasilan Kena Pajak)

Rekonsiliasi fiskal dilakukan oleh wajib pajak badan dan wajib pajak orang pribadi yang wajib menyelenggarakan pembukuan, dan pembukuannya menggunakan pendekatan akuntansi (komersial). Rekonsiliasi fiskal dilakukan untuk mempermudah pengisian SPT tahunan PPh, dan menyusun laporan keuangan fiskal yang harus dilampirkan pada saat menyampaikan SPT tahunan PPh.

E. Perhitungan Pajak TerutangPajak yang terutangadalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam Bagian Tahun Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.Perhitungan PPh terutang untuk Badan Tahun 2012, yaitu :1) Tarif PPh Pasal 17 ayat 1 huruf (b)Berdasarkan Pasal 17 ayat 1 huruf (b) undang-undang Pajak Penghasilan nomor 36 tahun 2008 bahwa Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 28% (dua puluh delapan persen). Untuk tahun pajak 2010 diatur pada Pasal 17 ayat 2a menjadi 25%. untuk itu PPh terutang badan pada tahun 2012 menggunakan tarif 25 %.Contoh :PT. Sempurna memiliki jumlah peredaran bruto dalam tahun pajak 2012 Rp.54.000.000.000,00 dan jumlah Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp.4.000.000.000,00.PPh terutangnya adalah = 25% x Rp.4.000.000.000,00 = Rp.1.000.000.000,002) Tarif PPh Pasal 17 ayat 2 huruf (b)Tarif ini diterapkan bagi Wajib Pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit 40% dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya. Wajib Pajak tersebut dapat dapat memperoleh tarif sebesar 5% lebih rendah daripada tarif sebagaimana dimaksud pada pasal 17 ayat 1 huruf b dan ayat 2a Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008. PPh Terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan Penghasilan Kena Pajak.Contoh :PT. Meranti Tbk memiliki Penghasilan Kena Pajak tahun 2012 sebesar Rp.1.250.000.000,00. PPh terutangnya = (25% - 5% ) x Rp 1.250.000.000,00 = Rp 250.000.000,00Peraturan terkait : Peraturan Pemerintah Nomor 81 tahun 2007 tentang penurunan tarif PPh bagi Wajib Pajak Badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka.3) Tarif PPh Pasal 31 EUndang-undang Pajak Penghasilan nomor 36 tahun 2008 dijelaskan bahwa Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp. 50.000.000.000 (lima puluh milyar rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif pasal 17 ayat 1 huruf b dan ayat 2a yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp.4.800.000.000,00 (empat milyar delapan ratus juta rupiah).Penghitungan PPh terutang berdasarkan Pasal 31Edibagi menjadi dua cara yaitu :a) Jika peredaran brutosampai dengan Rp. 4.800.000.000,00maka penghitungan PPh terutang yaitu sebagai berikut :PPh Terutang = 50% x 25% x Seluruh Penghasilan Kena Pajak.Contoh :Peredaran bruto PT Saraswati tahun Pajak 2012 sebesar Rp.4.500.000.000,00 dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp. 500.000.000,00. Maka PPh terutangnya adalah := 50% x 25% x Rp. 500.000.000,00= Rp. 62.500.000,00b) PPh Terutang=(50% x 25%) x Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas+25% x Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitasJika peredaran bruto lebih dari Rp.4.800.000.000,00 sampai dengan Rp.50.000.000.000,00penghitungan PPh terutangnya adalah sebagai berikut :

4.800.000.000XPenghasilan Kena PajakPeredaran BrutoCara menghitung Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas yaitu :

Cara menghitung Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas yaitu Penghasilan Kena Pajak dari bagian bruto yang memperoleh fasilitas.Contoh :Peredaran bruto PT Nusantara tahun pajak 2012 sebesar Rp. 30.000.000.000,00 dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp 3.000.000.000,00. Cara Menghitung PPh Terutang Badan tahun 2012 untuk PT Nusantara sebagai berikut : Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas := (Rp 4.800.000.000,00 : Rp 30.000.000.000,00) x Rp 3.000.000.000,00= Rp. 480.000.000,00 Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto tidak yang memperoleh fasilitas := Rp 3.000.000.000,00 - Rp 480.000.000,00= Rp 2.520.000.000,00 PPh Badan yang terutang tahun 2012 adalah := (50% x 25% x Rp 480.000.000,00)+ ( 25% x Rp 2.520.000.000,00)= Rp 60.000.000,00 + Rp 630.000.000,00= Rp 690.000.000,00Catatan : Untuk keperluan penerapan tarif pajak, jumlah Penghasilan Kena Pajak dibulatkan ke bawah dalam ribuan rupiah penuh.

F. Kredit PajakUntuk mendapatkan pajak yang masih harus dibayar pada suatu tahun pajak maka atas pajak yang terhitung perlu dikurangi dengan kredit pajak. Kredit Pajak untuk Pajak Penghasilanadalah pajak yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak ditambah dengan pokok pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak karena Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar, ditambah dengan pajak yang dipotong atau dipungut, ditambah dengan pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri, dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak, yang dikurangkan dari pajak yang terutang.Kredit Pajak untuk Pajak Pertambahan Nilaiadalah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan setelah dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak atau setelah dikurangi dengan pajak yang telah dikompensasikan, yang dikurangkan dari pajak yang terutang.Kredit pajak yang dapat dikurangkan terhadap pajak yang terutang pada akhir tahun adalah pajak penghasilan yang telah dilunasi dalam tahun berjalan oleh WP dalam negeri dan BUT baik yang dibayar sendiri oleh WP dan BUT tersebut maupun yang dipotong serta dipungut oleh pihak lain, berupa :1) PPh yang dipotong pemberi kerja (pasal 21)2) PPh yang dipungut pihak lain (pasal 22)3) PPh yang dipotong pihak lain (pasal 23)4) Kredit PPh luar negeri (pasal 24)5) Pembayaran yang dilakukan sendiri oleh WP (pasal 25)Kredit pajak penghasilan adalah pajak-pajak yang telah dibayar sendiri atau telah dipotong oleh pihak lain yang berkaitan dengan transaksi antara WP dengan pihak lain. Kredit pajak penghasilan dapat dibedakan sebagai berikut :1) Pajak yang dipotong/ dipungut pihak lain2) Pajak yang dibayar sendiri3) Surat Tagihan Pajak

G. Pajak Akhir TahunPada akhir tahun pajak, WP dalam negeri, BUT diwajibkan untuk melakukan perhitungan pajak yang terutang atas seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak yang bersangkutan, kecuali atas penghasilan yang telah dipotong pajak bersifat final. Pajak yang terutang pada akhir tahun dikurangi dengan kredit pajak untuk tahun yang bersangkutan. Hasil pengurangan pajak penghasilan yang terutang pada akhir tahun dengan kredit pajak untuk tahun yang bersangkutan akan berakibat pajak penghasilan yang terutang lebih besar atau lebih kecil dari kredit pajak ataupun nihil. Mengacu pada pasal 28, pasal 28 A, dan pasal 29 UU pajak penghasilan.Sebagaimana yang diungkapkan dalam Bab IV tentang perhitungan pajak pada akhir tahun pasal 28, yang berbunyi :1) Bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, pajak yang terutang dikurangi dengan kredit pajak untuk tahun pajak yang bersangkutan, berupa :a. pemotongan pajak atas penghasilan dari pekerjaan, jasa, dan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21;b. pemungutan pajak atas penghasilan dari kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22;c. pemotongan pajak atas penghasilan berupa dividen, bunga, royalti, sewa, hadiah dan penghargaan, dan imbalan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23;d. pajak yang dibayar atau terutang atas penghasilan dari luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24;e. pembayaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25;f. pemotongan pajak atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (5).2) Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan peraturan perundangundangan di bidang perpajakan yang berlaku tidak boleh dikreditkan dengan pajak yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Penjelasan Pasal 28 Ayat 1Pajak yang telah dilunasi dalam tahun berjalan, baik yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak ataupun yang dipotong serta dipungut oleh pihak lain, dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang pada akhir tahun pajak yang bersangkutan.Contoh :Pajak Penghasilan yang terutang Rp 80.000.000,00

Kredit pajak :

Pemotongan pajak dari pekerjaan (Pasal 21) Rp 5.000.000,00

Pemungutan pajak oleh pihak lain (Pasal 22) Rp 10.000.000,00

Pemotongan pajak dari modal (Pasal 23) Rp 5.000.000,00

Kredit pajak luar negeri (Pasal 24) Rp 15.000.000,00

Dibayar sendiri oleh Wajib Pajak (Pasal 25) Rp 10.000.000,00(+)

Jumlah Pajak Penghasilan yang dapat dikreditkan Rp 45.000.000,00(-)

Pajak Penghasilan yang masih harus dibayar Rp 35.000.000,00

Sementara menurut pasal 28A disebutkan bahwa Apabila pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih kecil dari jumlah kredit pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1), maka setelah dilakukan pemeriksaan, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan setelah diperhitungkan dengan utang pajak berikut sanksi-sanksinya.Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 17B ayat (1) Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Direktur Jenderal Pajak atau pejabat yang ditunjuk berwenang untuk mengadakan pemeriksaan sebelum dilakukan pengembalian atau perhitungan kelebihan pajak.Hal-hal yang harus menjadi pertimbangan sebelum dilakukan pengembalian atau perhitungan kelebihan pajak adalah :a. kebenaran materiil tentang besarnya pajak penghasilan yang terutang;b. keabsahan bukti-bukti pungutan dan bukti-bukti potongan pajak serta bukti pembayaran pajak oleh Wajib Pajak sendiri selama dan untuk tahun pajak yang bersangkutan.Oleh karena itu untuk kepentingan pemeriksaan, Direktur Jenderal Pajak atau pejabat lain yang ditunjuk diberi wewenang untuk mengadakan pemeriksaan atas laporan keuangan, buku-buku, dan catatan lainnya serta pemeriksaan lain yang berkaitan dengan penentuan besarnya pajak penghasilan yang terutang, kebenaran jumlah pajak dan jumlah pajak yang telah dikreditkan dan untuk menentukan besarnya kelebihan pembayaran pajak yang harus dikembalikan. Maksud pemeriksaan ini untuk memastikan bahwa uang yang akan dibayar kembali kepada Wajib Pajak sebagai restitusi itu adalah benar merupakan hak Wajib PajakDalam pasal 29 dinyatakan bahwa apabila pajak yang terutang untuk suatu tahun Pajak ternyata lebih besar daripada kredit pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1), kekurangan pembayaran pajak yang terutang harus dilunasi sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan.Ketentuan ini mewajibkan Wajib Pajak untuk melunasi kekurangan pembayaran pajak yang terutang menurut ketentuan Undang-Undang ini sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan dan paling lambat pada batas akhir penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan. Apabila tahun buku sama dengan tahun kalender, kekurangan pajak tersebut wajib dilunasi paling lambat tanggal 31 Maret bagi Wajib Pajak orang pribadi atau 30 April bagi Wajib Pajak badan setelah tahun Pajak berakhir, sedangkan apabila tahun buku tidak sama dengan tahun kalender, misalnya dimulai tanggal 1 Juli sampai dengan 30 Juni, kekurangan pajak wajib dilunasi paling lambat tanggal 30 September bagi Wajib Pajak orang pribadi atau 31 Oktober bagi Wajib Pajak badan.

H. Pembahasan KasusPT. Arkeikum merupakan perusahaan yang bergerak di bidang wholesaling dan retailing bagi segmen konsumen bisnis maupun segmen konsumen akhir. PT. Arkeikum merupakan perusahaan yang 45% sahamnya dimiliki oleh publik dan diperdagangkan di bursa efek di Indonesia. Perusahaan melaksanakan pembukuan terkait kegiatan akuntansinya. Berikut merupakan data yang diperoleh atas laporan keuangan PT. Arkeikum di tahun 2012.Nominal Akuntansi

Penjualan bruto74.350.000.000

Retur penjualan(1.875.000.000)

Diskon penjualan(576.500.000)

Penjualan netto71.898.500.000

Harga Pokok Penjualan

Persediaan barang dagangan awal(15.432.500.000)

Pembelian barang dagangan(56.984.500.000)

Persediaan barang dagangan akhir36.857.500.000

(35.559.500.000)

Laba bruto36.339.000.000

Biaya pemasaran

Gaji dan bonus pegawai tetap(1.864.000.000)

Tunjangan pajak penghasilan(92.740.000)

Pembagian sembako(364.835.000)

Pendidikan karyawan(986.320.000)

Promosi dan iklan(3.876.500.000)

Jamuan makan(284.250.000)

Telepon, air, dan listrik(734.250.000)

Penyusutan(50.625.000)

Biaya bahan bakar dan tol(54.320.000)

Total biaya pemasaran(8.307.840.000)

Biaya umum dan administrasi (G&A)

Gaji dan bonus pegawai tetap(2.465.000.000)

PPh 21 ditanggung perusahaan(143.400.000)

Honorarium dan komisi pegawai tidak tetap(1.486.542.000)

Seragam satpam gudang(94.560.000)

Telepon, air, dan listrik(1.055.600.000)

Biaya sewa kantor(1.633.500.000)

Penyusutan(1.254.000.000)

Royalti(660.000.000)

Biaya pembangunan pabrik baru(4.365.000.000)

Penghapusan piutang(4.763.480.000)

Pemeliharaan kendaraan(87.200.000)

Alat tulis kantor(154.380.000)

Biaya bahan bakar dan tol(328.600.000)

Asuransi kendaraan(364.700.000)

PBB gudang(762.300.000)

Riset(3.860.000.000)

Pendidikan karyawan(1.340.000.000)

Family gathering(134.700.000)

Total biaya umum dan administrasi (G&A)(24.952.962.000)

Laba operasional3.078.198.000

Pendapatan non operasi

Dividen dari PT. Negarakertagama382.500.000

Dividen dari PT. Sutasoma134.900.000

Sewa mesin67.400.000

Bunga deposito (setelah pajak)34.280.000

Dividen dari Bremen Ag.276.500.000

Total pendapatan non operasi895.580.000

Biaya non operasi

Dividen bagi PT. Smaradhahana(28.700.000)

Dividen bagi PT. Arjuna Wiwaha(16.300.000)

Dividen bagi publik(60.000.000)

Bunga pinjaman(76.275.000)

Sumbangan(764.820.000)

Denda pajak(452.300.000)

Rugi selisih kurs(124.890.000)

Biaya lain - lain(742.950.000)

Total biaya non operasi(2.266.235.000)

Laba sebelum pajak1.707.543.000

Berikut merupakan keterangan yang menjelaskan perincian berbagai elemen yang terdapat di laporan keuangan PT. Arkeikum. a. Perusahaan mencatat penjualan berdasar prinsip akrual. Atas jumlah tercantum, terdapat nilai pendapatan sebesar Rp 650.000.000,00 atas penjualan merchandise Olimpiade 2012 yang diharapkan hanya akan terjadi di tahun penyelenggaraan event olahraga tersebut. b. Retur dan diskon penjualan dicatat ketika serah terima barang telah dilakukan. c. Persediaan barang dagangan dicatat dengan metode FIFO. d. Atas gaji dan bonus pegawai tetap bidang pemasaran, Rp 1.300.000.000,00 diberikan dalam bentuk gaji bulanan dan sisanya dalam bentuk bonus tahunan. e. Atas tunjangan pajak penghasilan, Rp 32.500.000,00 diberikan bagi pegawai dengan level supervisor, sedangkan sisanya diberikan bagi pegawai dengan level manajer dan direktur. f. Atas biaya pendidikan karyawan bidang pemasaran, Rp 175.000.000,00 diberikan sebagai tunjangan cuti pengganti gaji bulanan. g. Atas biaya promosi dan iklan, 25% di antaranya diwujudkan melalui sampling produk secara cuma cuma kepada konsumen akhir. h. Atas biaya jamuan makan, Rp 180.000.000 telah dilengkapi daftar nominatif penerima secara lengkap. i. Atas biaya telepon, air, dan listrik bidang pemasaran, meliputi Rp 334.250.000,00 untuk biaya air dan listrik. Seperempat dari biaya telepon dianggarkan dalam bentuk penyediaan pulsa bagi Direktur Pemasaran, seperempat lain dianggarkan atas pembelian perangkat PDA baru bagi salesperson. j. Atas biaya penyusutan bidang pemasaran, meliputi penyusutan dengan metode garis lurus atas: 1. Telepon genggam direktur, dibeli tahun 2011 dengan nilai tercatat Rp 25.000.000, disusutkan selama 5 tahun. Sesuai peraturan pajak termasuk aset kelompok 1. 2. Smartphone bagi salesperson yang berdinas di luar lapangan, dibeli tahun 2009 dan disusutkan selama 4 tahun dan sesuai peraturan pajak termasuk aset kelompok 1. 3. PDA baru bagi salesperson yang dibeli di akhir Juni tahun 2012, disusutkan dengan masa manfaat 2 tahun, dan sesuai peraturan pajak termasuk aset kelompok 1. k. Atas biaya bahan bakar dan tol bidang pemasaran, separuh di antaranya dialokasikan bagi Direktur Pemasaran. l. Atas honorarium dan komisi pegawai tidak tetap, termasuk pembayaran senilai Rp 786.542.000,00 kepada mantan pegawai yang masih dimanfaatkan jasanya secara lepas. m. Atas biaya sewa kantor, meliputi pembayaran bagi kurun 30 bulan dan dibayarkan di bulan Januari 2012. n. Biaya penyusutan bidang G&A meliputi penyusutan dengan metode garis lurus atas: 1. Gedung pabrik lama dengan nilai kapitalisasi awal Rp 13.850.000.000,00 yang diperoleh tahun 1990 dan disusutkan dengan masa manfaat 25 tahun. 2. Kendaraan niaga bagi keperluan distribusi dengan nilai kapitalisasi awal Rp 6.000.000.000,00 yang diperoleh tahun 2008 dan disusutkan dengan masa manfaat 10 tahun. Peraturan perpajakan menggolongkan aset ke dalam kelompok 2. 3. Kendaraan dinas bagi Direktur Utama dengan nilai kapitalisasi awal Rp 2.400.000.000,00 yang diperoleh akhir September 2012 dan disusutkan dengan masa manfaat 6 tahun. Peraturan perpajakan menggolongkan aset ke dalam kelompok 2. o. Atas royalti, merupakan pembayaran bagi suatu perusahaan di luar negeri. Di dalamnya termasuk beban PPh 26 yang ditanggung PT. Arkeikum.p. Atas biaya penghapusan piutang, senilai Rp 3.763.480.000,00 telah diberitahukan kepada Ditjen Pajak, namun Rp 500.000.000,00 di antara jumlah terlapor tersebut belum didaftarkan ke BUPLN. q. Atas biaya pemeliharaan kendaraan, Rp 10.000.000,00 merupakan biaya pemasangan sistem keamanan di kendaraan Direktur Utama. r. Atas biaya bahan bakar dan tol bidang G&A, 15% di antaranya dialokasikan bagi Direktur Utama. s. Atas biaya riset, 50% di antaranya ditenderkan dan dilaksanakan di luar Indonesia. t. Atas dividen PT. Negarakertagama, separuhnya berasal dari laba ditahan. PT. Arkeikum memiliki proporsi kepemilikan 35%. u. Atas dividen PT. Sutasoma, seluruhnya diberikan dalam bentuk instrumen investasi. PT. Arkeikum memiliki proporsi kepemilikan 15%.v. Atas dividen dari Bremen Ag., PT. Arkeikum telah mencatatnya secara netto terhadap pajak di luar negeri dengan tarif 30%. w. Bunga sebesar 8% p.a. atas deposito PT. Arkeikum dibayarkan di akhir tahun. Pokok deposito bernilai tetap sepanjang tahun.x. Bunga pinjaman sebesar 12% p.a. dibayarkan di akhir tahun, dengan nilai pokok pinjaman bernilai tetap sepanjang tahun. y. Sumbangan diberikan untuk pembangunan panti asuhan rubuh di sekitar perusahaan dan pengadaan sarana bermain di dalamnya. z. Biaya lain lain tidak memenuhi ketentuan perpajakan sebagai deductible expense. Kredit pajak yang telah dipotong pihak lain meliputi: 1. PPh 22 atas impor dengan DPP PPN Rp 21.750.000.000,00. Perusahaan telah memiliki API atas impor tersebut. 2. PPh 23 yang dipotong pihak lain, sebesar Rp 631.250.000,00. 3. Angsuran PPh 25 yang telah dibayar, sebesar Rp 855.750.000,00. 4. STP PPh 25 sebesar Rp 451.500.000,00 termasuk denda Rp 35.500.000,00.

Pertanyaan: a. Bagaimanakah rekonsiliasi fiskal ditetapkan atas PT. Arkeikum? b. Berapakah besar PPh terutang dan kredit pajak di periode berjalan? c. Berapakah pajak kurang (lebih) bayar di periode berjalan?d. Berapakah angsuran PPh 25 per bulan yang seharusnya dibayarkan di periode mendatang?

Pembahasan :

Nominal AkuntansiKoreksi PositifKoreksi NegatifNominal Fiskal

Penjualan bruto74.350.000.000 74.350.000.000

Retur penjualan(1.875.000.000)(1.875.000.000)

Diskon penjualan(576.500.000)(576.500.000)

Penjualan netto71.898.500.000 71.898.500.000

Harga Pokok Penjualan

Persediaan barang dagangan awal(15.432.500.000)(15.432.500.000)

Pembelian barang dagangan(56.984.500.000)(56.984.500.000)

Persediaan barang dagangan akhir36.857.500.000 36.857.500.000

(35.559.500.000)(35.559.500.000)

Laba bruto36.339.000.000 36.339.000.000

Biaya pemasaran

Gaji dan bonus pegawai tetap(1.864.000.000)(1.864.000.000)

Tunjangan pajak penghasilan(92.740.000)(92.740.000)

Pembagian sembako(364.835.000)364.835.000 0

Pendidikan karyawan(986.320.000)(986.320.000)

Promosi dan iklan(3.876.500.000)(3.876.500.000)

Jamuan makan(284.250.000)104.250.000 (180.000.000)

Telepon, air, dan listrik(734.250.000)150.000.000 (584.250.000)

Penyusutan(50.625.000)14.375.000 (36.250.000)

Biaya bahan bakar dan tol(54.320.000)13.580.000 (40.740.000)

Total biaya pemasaran(8.307.840.000)(8.307.840.000)

Keterangan:Koreksi positif atas biaya telepon, air, dan listrik bidang pemasaran = 50% Biaya pulsa direktur+ Pembelian PDA yang seharusnya dikapitalisasi = 50% * * 400.000.000+ * 400.000.000 = 50.000.000+ 100.000.000= 150.000.000 Penyusutan bidang pemasaran menurut akuntansi = 20% * 25.000.000+ Penyusutan smartphone+ 6/12 * 50% * 100.000.000 = 5.000.000+ Penyusutan smartphone+ 25.000.000= 30.000.000 + Penyusutan smartphonePenyusutan bidang pemasaran menurut fiskal = 50% * 25% * 25.000.000+ Penyusutan smartphone+ 6/12 * 25% * 100.000.000 = 3.125.000+ Penyusutan smartphone+ 12.500.000= 15.625.000 + Penyusutan smartphoneKoreksi positif atas penyusutan bidang pemasaran = Penyusutan menurut akuntansi- Penyusutan menurut fiskal = (30.000.000 + Penyusutan smartphone) - (15.625.000 + Penyusutan smartphone) = 14.375.000

Nominal AkuntansiKoreksi PositifKoreksi NegatifNominal Fiskal

Biaya umum dan administrasi (G&A)

Gaji dan bonus pegawai tetap(2.465.000.000)(2.465.000.000)

PPh 21 ditanggung perusahaan(143.400.000)143.400.000 0

Honorarium dan komisi pegawai tidak tetap(1.486.542.000)(1.486.542.000)

Seragam satpam gudang(94.560.000)(94.560.000)

Telepon, air, dan listrik(1.055.600.000)(1.055.600.000)

Biaya sewa kantor(1.633.500.000)980.100.000 (653.400.000)

Penyusutan(1.254.000.000)466.500.000 (787.500.000)

Royalti(660.000.000)110.000.000 (550.000.000)

Biaya pembangunan pabrik baru(4.365.000.000)4.365.000.000 0

Penghapusan piutang(4.763.480.000)1.500.000.000 (3.263.480.000)

Pemeliharaan kendaraan(87.200.000)5.000.000 (82.200.000)

Alat tulis kantor(154.380.000)(154.380.000)

Biaya bahan bakar dan tol(328.600.000)24.645.000 (303.955.000)

Asuransi kendaraan(364.700.000)(364.700.000)

PBB gudang(762.300.000)(762.300.000)

Riset(3.860.000.000)1.930.000.000 (1.930.000.000)

Pendidikan karyawan(1.340.000.000)(1.340.000.000)

Family gathering(134.700.000)(134.700.000)

Total biaya umum dan administrasi (G&A)(24.952.962.000)(24.952.962.000)

Laba operasional3.078.198.000 3.078.198.000

Keterangan:Koreksi positif atas biaya sewa kantor = Proporsi biaya sewa dibayar di muka= 18/30 * 1.633.500.000 = 980.100.000 Penyusutan bidang G&A menurut fiskal = Penyusutan kendaraan niaga+ Penyusutan kendaraan direktur = 12,5% *6.000.000.000+ 50% * 3/12 * 12,5% * 2.400.000.000= 750.000.000+ 37.500.000= 787.500.000Gedung pabrik lama tidak disusutkan menurut fiskal, sebab telah melewati batas masa manfaat fiskal selama 20 tahun.

Koreksi positif atas penyusutan bidang G&A= Penyusutan menurut akuntansi- Penyusutan menurut fiskal = 1.254.000.000- 787.500.000= 466.500.000Koreksi positif atas biaya royalti = Beban PPh 26 yang tidak boleh dibebankan = 20% / 120% * 660.000.000 = 110.000.000Nominal AkuntansiKoreksi PositifKoreksi NegatifNominal Fiskal

Pendapatan non operasi

Dividen dari PT. Negarakertagama382.500.000 (191.250.000)191.250.000

Dividen dari PT. Sutasoma134.900.000 134.900.000

Sewa mesin67.400.000 67.400.000

Bunga deposito (setelah pajak)34.280.000 (34.280.000)0

Dividen dari Bremen Ag.276.500.000 118.500.000 395.000.000

Total pendapatan non operasi895.580.000 895.580.000

Biaya non operasi

Dividen bagi PT. Smaradhahana(28.700.000)28.700.000 0

Dividen bagi PT. Arjuna Wiwaha(16.300.000)16.300.000 0

Dividen bagi publik(60.000.000)60.000.000 0

Bunga pinjaman(76.275.000)64.275.000 (12.000.000)

Sumbangan(764.820.000)764.820.000 0

Denda pajak(452.300.000)452.300.000 0

Rugi selisih kurs(124.890.000)(124.890.000)

Biaya lain lain(742.950.000)742.950.000 0

Total biaya non operasi(2.266.235.000)(2.266.235.000)

Laba sebelum pajak1.707.543.000 12.419.530.000 (225.530.000)13.901.543.000

Koreksi positif atas dividen dari Bremen Ag.= Beban pajak luar negeri yang seharusnya tidak di-netto-kan = 30% / 70% * 276.500.000= 118.500.000Pokok deposito = 100% / 80% * 34.280.000 / 8%= 535.625.000 Pokok pinjaman = 100% / 12% * 76.275.000 = 635.625.000 Bunga pinjaman yang boleh dibebankan = Selisih pokok pinjaman dan pokok deposito* Tingkat bunga pinjaman = (635.625.000 - 535.625.000)* 12% = 12.000.000Koreksi positif atas bunga pinjaman = Bunga pinjaman menurut akuntansi- Bunga pinjaman menurut fiskal = 76.275.000 12.000.000= 64.275.000

Pajak yang dibayar di luar negeri118.500.000

= 0.3/ 0.7 * 274,500,000

Batas maksimum Kredit PPh 2479.000.000

= 395,000,000/ 13,901,543,000 * 2,780,308,600

Kredit PPh 2479.000.000

Laba sebelum pajak13.901.543.000

PPh terutang (20%)2.780.308.600

Tarif 20% berlaku bagi perusahaan yang minimal 40% sahamnya dikuasai publik

dan diperdagangkan di bursa efek, sesuai ketentuan Pasal 17 Ayat (2b).

Kredit pajak

Kredit PPh 22(543.750.000)

= 2,5% * 21,750,000,000

Kredit PPh 23(631.250.000)

Kredit PPh 24(79.000.000)

Kredit PPh 25(855.750.000)

STP PPh 25(416.000.000)(2.525.750.000)

Pajak kurang (lebih) bayar254.558.600

Laba sebelum pajak13.901.543.000

Pendapatan tidak berkesinambungan(650.000.000)

Estimasi pendapatan tahun mendatang13.251.543.000

PPh terutang (20%)2.650.308.600

Kredit pajak

Kredit PPh 22(543.750.000)

= 2,5% * 21,750,000,000

Kredit PPh 23(631.250.000)

Kredit PPh 24(79.000.000)(1.254.000.000)

Total PPh 25 setahun1.396.308.600

Angsuran PPh 25 per bulan116.359.050

Perpajakan : Rekonsiliasi FiskalDisusun oleh : Anton ( 1410245416 ), Suharti ( 1410245409 ) & Patricia Martha Lena ( 1410245348 )