Tugas Harian 9 Interna

8
Tugas Harian 9 1. Bagaimana rujukan diagnosis DHF berdasarkan WHO 1997, 2009, dan 2011? Definisi kasus DBD (case definition) menurut kriteria WHO (1997) harus memenuhi semua keadaan di bawah ini, meliputi : 1) Demam atau riwayat demam akut selama 2-7 hari, kadang-kadang bersifat bifasik. 2) Manifestasi perdarahan bersifat sebagai salah satu di bawah ini: • Tes tourniquet positif • Petekie, ekimosis purpura • Perdarahan mukosa, saluran cerna, bekas suntikan atau tempat lain • Hematemesis atau melena 3) Trombositopeni (<100.000/uL). 4) Bukti adanya kebocoran plasma karena meningkatnya per- meabilitas vaskuler, bermanifestasi sebagai salah satu di bawah ini: • Kenaikan hematokrit >20% diatas nilai rata-rata hematokrit untuk populasi, umur dan jenis kelamin. • Penurunan nilai hematokrit >20% dari nilai dasar setelah pengobatan cairan untuk mengatasi hipovolemi. • Tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, ascites dan hipoproteinemi. Berdasarkan kriteria tersebut untuk diagnosis klinik harus dipenuhi kriteria kenaikan hematokrit >20% sebagai bukti ada-nya kebocoran plasma. WHO membagi menjadi 4 derajat manifestasi klinis, yaitu: 1. DHF derajat I: Tanda-tanda infeksi virus, dengan menifestasi perdarahan yang tampak hanya dengan Uji Torniquet positif. 2. DHF derajat II: Tanda infeksi virus dengan manifestasi perdarahan spontan (mimisan, bintik-bintik merah) 3. DHF derajat III: Disebut juga fase pre syok, dengan tanda DHF grade II namun penderita mulai mengalami tanda syok;

description

VJ,VJBBJBBBJBJBBBBBB

Transcript of Tugas Harian 9 Interna

Page 1: Tugas Harian 9 Interna

Tugas Harian 9

1. Bagaimana rujukan diagnosis DHF berdasarkan WHO 1997, 2009, dan 2011?

Definisi kasus DBD (case definition) menurut kriteria WHO (1997) harus memenuhi semua keadaan di bawah ini, meliputi :1) Demam atau riwayat demam akut selama 2-7 hari, kadang-kadang bersifat bifasik. 2) Manifestasi perdarahan bersifat sebagai salah satu di bawah ini:    • Tes tourniquet positif     • Petekie, ekimosis purpura     • Perdarahan mukosa, saluran cerna, bekas suntikan atau tempat lain     • Hematemesis atau melena3) Trombositopeni (<100.000/uL). 4) Bukti adanya kebocoran plasma karena meningkatnya per-meabilitas vaskuler, bermanifestasi

sebagai salah satu di bawah ini:• Kenaikan hematokrit >20% diatas nilai rata-rata hematokrit untuk populasi, umur dan jenis

kelamin. • Penurunan nilai hematokrit >20% dari nilai dasar setelah pengobatan cairan untuk

mengatasi hipovolemi.• Tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, ascites dan hipoproteinemi. Berdasarkan

kriteria tersebut untuk diagnosis klinik harus dipenuhi kriteria kenaikan hematokrit  >20% sebagai bukti ada-nya kebocoran plasma. 

WHO membagi menjadi 4 derajat manifestasi klinis, yaitu:1. DHF derajat I: Tanda-tanda infeksi virus, dengan menifestasi perdarahan yang tampak

hanya dengan Uji Torniquet positif. 2. DHF derajat II: Tanda infeksi virus dengan manifestasi perdarahan spontan (mimisan,

bintik-bintik merah) 3. DHF derajat III: Disebut juga fase pre syok, dengan tanda DHF grade II namun penderita

mulai mengalami tanda syok; kesadaran menurun, tangan dan kaki dingin, nadi teraba cepat dan lemah, tekanan nadi masih terukur. 

4. DHF derajat IV: Atau fase syok (disebut juga dengue syok syndrome/DSS), penderita syok dalam dengan kesadaran sangat menurun hingga koma, tangan dan kaki dingin dan pucat, nadi sangat lemah sampai tidak teraba, tekanan nadi tidak dapat terukur. 

Menurut WHO (2009) kriteria yang harus dipenuhi untuk menegakkan diangosa DBD adalah sebagai berikut:

a.       Klinis     Gejala klinis yang harus ada yaitu :

Page 2: Tugas Harian 9 Interna

1) Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus selama 2-7 hari

2) Terdapat manifestasi pendarahan yang meliputi :• Uji bendung positif • Petekie, ekimosis, dan purpura• Perdarahan mukosa, epistaksis, dan perdarahan gusi• Hematemesis dan atau melena

3) Pembesaran hati4) Syok, ditandai dengan nadi cepat dan lemah sampai tidak teraba, penyempitan

tekanan nadi (≤ 20 mmHg), hipotensi sampai tidak terukur, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, waktu pengisian kapiler memanjang (lebih dari 2 detik) dan pasien tampak gelisah. 

b.      Laboratorium 1) Trombositopenia (100.000 µl atau kurang)2) Adanya kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitas kapiler, dengan

manifestasi berikut:a) Peningkatan hematoktit ≥ 20% dari nilai standarb) Penurunan hematoktit ≥ 20% setelah mendapat terapi cairanc) Efusi pleura atau perikardial, asites, maupun hipoproteinemia

Dua kriteria klinis pertama ditambah satu dari kriteria laboratorium (atau hanya peningkatan hematokrit) cukup untuk menegakkan diagnosis DBD.

Menurut WHO (2009) tanda dan gejala pasien DBD diklasifikasikan sebagai berikut :a.       Fase Demam

Pasien biasanya demam tinggi secara tiba-tiba. Pada fase demam akut ini, biasanya berlangsung dari 2-7 hari dan kompensasinya sering terjadi nyeri sendi, eritema, seluruh badan terasa sakit, myalgia, athralgia dan nyeri kepala. Anoreksia, nausea, dan muntah sering terjadi. Tes tourniquet positif. Manifestasi dari perdarahan seperti petekie dan perdarahan membran mukusa (seperti epistaksis, perdarahan gusi). Perdarahan vagina yang masif (pada wanita usia subur), namun perdarahan gastroinstestinal jarang terjadi. Hepatomegali sering timbul setelah beberapa hari setelah terjadi demam. Terjadi penurunan jumlah sel darah putih yang harus diwaspadai untuk tingginya kemungkinan terjadinya DBD.

b.      Fase kritisTerjadi saat suhu tubuh mengalami penurunan sampai normal, saat suhu turun dari 37,5-38°C atau suhu dibawah normal, biasanya terjadi pada hari ketiga sempai ketujuh saat permeabilitas

Page 3: Tugas Harian 9 Interna

kapiler meningkat dengan adanya peningkatan hematokrit. Periode saat fase kritis terjadi saat terjadi kebocoran plasma dan biasanya berakhir 24-48 jam.Leukopenia diikuti dengan penurunan trombosit secara cepat biasanya terjadi sebelum adanya kebocoran plasma. Pasien yang tidak mengalami peningkatan permeabilitas kapiler akan membaik, sedangkan pasien yang mengalami peningkatan permeabilitas kapiler akan memburuk akibat volume plasma yang hilang. Tingkat kebocoran plasma bervariasi. Efusi pleura dan asites secara klinis terdeteksi tergantung pada tingkat kebocoran plasma dan terapi cairan yang diberikan. Rontgent dada dan USG abdomen dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis. Tingkat kenaikan hematokrit dapat menunjukkan beratnya kebocoran plasma.Shok terjadi saat terjadi kebocoran plasma yang didahului dengan tanda peringatan (nyeri abdomen, muntah berkepanjangan, perdarahan mukosa, latergi atau gelisah, hepatomegali lebih dari 2 cm, hematokrit menurun disertai penurunan trombosit). Selama terjadi shok, suhu tubuh dibawah normal. Saat shok berkepanjangan pasien mengalami hipoperfusi organ, asidosis metabolik, dan terjadi peningkatan koagulasi intravaskuler. Perdarahan yang parah terjadi akibat penurunan hematokrit. Leukopenia biasanya terdeteksi sebelum fase demam. Pada pasien dengan perdarahan hebat jumlah sel darah putih akan meningkat. Pasien yang membaik setelah suhu badan mengalami penurunan hingga normal dapat dikatakan mengalami demam berdarah yang tidak parah. Beberapa pasien menjadi kritis karena kebocoran plasma tanpa mengalami penurunan suhu tubuh menjadi normal.Pasien memburuk jika terjadi manifestasi dari tanda peringatan. DBD dengan tanda bahaya akan teratasi dengan rehidrasi intravena. 

c.       Fase penyembuhanJika pasien membaik pada 24-48 jam setelah fase kritis, readsorpsi berangsur-angsur terjadi akibat dari cairan kompartemen ektraseluler pada 48-72 jam. Kondisi umum mengalami perbaikan, nafsu makan membaik, gangguan gastroinstestinal membaik, dan status hemodinamik stabil. Beberapa pasien mengalami rash dengue dan adanya prurutis. 

Hematokrit menjadi stabil atau menurun akibat dari efek pengenceran terapi cairan. Jumlah sel darah putih biasanya meningkat setelah penurunan suhu tubuh sampai normal tetapi pemulihan jumlah trombosit lebih lambat dari pemulihan sel darah putih. Distress pernafasan dari efusi pleura yang masif dan asites akan terjadi kapan saja jika terjadi kelebihan terapi cairan intravena. Sejak fase kritis dan/ penyembuhan, terapi cairan yang berlebih akan menyebabkan edema pulmo atau congestive heart failere.

d.      Demam berdarah berat Demam berdarah berat didefinisikan oleh satu atau lebih hal berikut : (1) Kebocoran plasma yang dapat menyebabkan shock dan/ atau kelebihan cairan dengan atau tidak adanya distress pernafasan dan/ atau (2) perdarahan berat, dan /atau (3) kerusakan organ.

Penurunan permeabilitas vaskuler, hipovolemia memburuk yang dapat menyebabkan syok yang biasanya terjadi saat terjadi penurunan suhu tubuh menjadi normal pada hari keempat atau

Page 4: Tugas Harian 9 Interna

kelima (kisaran hari ketiga-ketujuh) yang didahului dengan tanda-tanda peringatan. Pada fase awal shok, mekanisme kompensisi yang mempertahankan tekanan darah sistolik juga menyebabkan takikardi dan vasokonstriksi perifer dengan penurunan perfusi jaringan yang menyebabkan akral dingin, dan menurunnya waktu pengisian kapiler. Pasien dengan demam berdarah berat ini biasanya masih sadar. Pasien sering mengalami dekompensasi dan tekanan sistolik dan diastolik tiba-tiba menghilang. Shok hipotensi dan hipoksia yang berkepanjangan dapat menyebabkan kegagalan multi organ dan sulit untuk menangani masalah klinis pasien.

Pasien dianggap shok jika tekanan darah (yaitu perbedaan antara tekanan sistolik dan diastolik) ≤ 20 mmHg atau terjadinya penurunan perfusi jaringan (ekstremitas dingin, lambatnya pengisian kapiler, atau nadi meningkat). Untuk dewasa, tekanan darah ≤ 20 mmHg dapat mengidentifikasi shok yang lebih parah. Hipotensi biasanya menunjukkan adanya shok bekepanjangan yang komplikasinya menyebabkan perdarahan.

Pasien demam berdarah dengan shok mengalami abnormalitas koagulasi darah tetapi biasanya tidak menyebabkan perdarahan hebat. Saat terjadi perdarahan hebat dan biasanya selalu menyebabkan shok berulang. Hal ini juga disebabkan karena adanya trombositopenia, hipoksia, asidosis, yang dapat menyebabkan kerusakan multi. Perdarahan yang masif mungkin terjadi tanpa adanya shok berulang misalnya ketika pasien diberi asam (aspirin), asetil salisilat, ibuprofen atau kortikosteroid.

Manifestasi klinis menurut kriteria diagnosis WHO 2011, infeksi dengue dapat terjadi asimtomatik dan simtomatik. Infeksi dengue simtomatik terbagi menjadi undifferentiated fever (sindrom infeksi virus) dan demam dengue (DD) sebagai infeksi dengue ringan; sedangkan infeksi dengue berat terdiri dari demam berdarah dengue (DBD) dan expanded dengue syndrome atau isolated organopathy. Perembesan plasma sebagai akibat plasma leakage merupakan tanda patognomonik DBD, sedangkan kelainan organ lain serta manifestasi yang tidak lazim dikelompokkan ke dalam expanded dengue syndrome atau isolated organopathy. Secara klinis, DD dapat disertai dengan perdarahan atau tidak; sedangkan DBD dapat disertai syok atau tidak.

2. Apa fun gsi dari pemeriksaan HbA1c?

Interpretasi Hasil Pemeriksaan HBA1C. Pengukuran kadar glukosa darah hanya memberikan informasi mengenai homeostasis glukosa yang sesaat dan tidak dapat digunakan untuk mengevaluasi pengendalian glukosa jangka panjang (misalnya pada beberapa minggu sebelumnya). Untuk keperluan ini dilakukan pengukuran hemoglobin terglikosilasi dalam eritrosit atau juga dinamakan hemoglobin glikosilat atau hemoglobin A1c (HbA1c).

Pengertian dan Cara Interpretasi Hasil Pemeriksaan HBA1C

Page 5: Tugas Harian 9 Interna

Glikosilasi adalah apabila hemoglobin bercampur dengan larutan dengan kadar glukosa sangat tinggi serta rantai beta molekul hemoglobin mengikat satu gugus glukosa secara irreversibel. Glikosilasi dapat terjadi secara spontan dalam sirkulasi dan tingkat glikosilasi ini meningkat apabila kadar glukosa dalam darah tinggi. Pada orang normal, sekitar 4-6% hemoglobin mengalami glikosilasi menjadi hemoglobin glikosilat atau hemoglobin A1c. Pada kasus hiperglikemia yang berkepanjangan, dapat meningkatkan kadar hemoglobin A1c hingga 18-20%. Glikosilasi tidak mengganggu kemampuan hemoglobin dalam hal mengangkut oksigen, akan tetapi kadar hemoglobin A1c yang tinggi mencerminkan kurangnya pengendalian diabetes selama 3-5 minggu sebelumnya. Setelah jumlah kadar normoglikemik menjadi stabil maka kadar hemoglobin A1c kembali normal dalam waktu sekitar 3 minggu.

Karena HbA1c terkandung dalam eritrosit yang hidup sekitar 3 – 4 bulan, maka HbA1c dapat mencerminkan pengendalian metabolisme glukosa selama 100 – 120 hri sebelumnya. Hal ini lebih menguntungkan secara klinis karena memberikan informasi yang lebih jelas tentang keadaan penderita dan seberapa efektif terapi diabetik yang diberikan. Peningkatan kadar HbA1c > 8% mengindikasikan diabetes mellitus yang tidak terkendali sehingga menyebabkan  penderita berisiko tinggi dapat mengalami berbagai macam komplikasi jangka panjang seperti nefropati, neuropati, retinopati, dan/atau kardiopati.

Kriteria Nilai HBA1C

Eritrosit yang tua karena berada dalam sirkulasi lebih lama dari pada sel-sel eritrosit yang masih muda memiliki kadar HbA1c yang lebih tinggi. Penurunan hasil palsu kadar HbA1c bisa disebabkan oleh penurunan dari jumlah eritrosit total. Pada penderita dengan gejala hemolisis episodik  atau kronis, darah dapat mengandung lebih banyak eritrosit muda sehingga jumlah kadar HbA1c dapat dijumpai dalam kadar yang sangat rendah. Adanya Glikohemoglobin total dalam darah merupakan indikator yang lebih baik untuk pengendalian terhadap penyakit diabetes pada penderita yang mengalami anemia ataupun kehilangan darah.

Page 6: Tugas Harian 9 Interna

Prosedur Pemeriksaan HBA1C

Hemoglobin glikosilat  atau yang dikenal dengan Pemeriksaan HbA1C dapat diukur kadarnya dengan menggunakan beberapa metode, seperti kromatografi afinitas, metode elektroforesis, immunoassay, atau metode afinitas boronat. Spesimen / sampel yang digunakan untuk Pemeriksaan HbA1C adalah : darah kapiler atau vena dengan menggunakan antikoagulan (EDTA, Na sitrat, atau heparin).Hindari adanya hemolisis pada saat  pengumpulan sampel. Sangat dianjurkan untuk menjaga batasan asupan karbohidrat sebelum dilakukan uji laboratorium.

Nilai Normal Serta Interpretasi Hasil Pemeriksaan HBA1C

Orang normal :  4,0 – 6,0 %DM terkontrol baik :  kurang dari 7%DM terkontrol lumayan :  7,0 – 8,0 %DM tidak terkontrol :  > 8,0 %Nilai Hasil rujukan dapat berlainan Pada setiap laboratorium tergantung dari metode yang digunakan.