Tugas fixx pemetaan praktikum
Transcript of Tugas fixx pemetaan praktikum
3. Rekrontuksi Dari evolusi Tektonik Pulau Jawa oleh Prasetyadi 2007
Pulau Jawa berada di tepi tenggara Daratan Sunda (Sundaland). Pada
Daratan Sunda ini terdapat dua sistem gerak lempeng; Lempeng Laut Cina
Selatan di utara dan Lempeng Samudera Hindia di selatan. Lempeng Laut Cina
Selatan (Eurasia) bergerak ke tenggara sejak Oligosen (Longley,
1997), sedangkan Lempeng Samudera Hindia yang berada di selatan bergerak ke
utara sejak Mesozoikum dan menunjam ke bawah sistem busur kepulauan
Sumatra dan Jawa (Liu dkk., 1983).
Pulau jawa yang terlihat saat sekarang adalah akibat adanya pergerakan dua
lempeng yang bergerak saling mendekat dan mengalami tabrakan, dimana proses
tersebut relatif bergerak menyerong (oblique) antara lempeng samudra hindia
pada bagian barat daya dan lempeng Benua Asia bagian tenggara (eurasian),
dimana lempeng samudra hindia akan menyusup ke lempeng asia tenggara. Pada
zone subduksi akan dihasilkan palung jawa (Java trench) dengan pergerakan
relatif 7 cm/tahun. Pada zone subduksi terdiri dari “Acctionary Complex ” yang
materialnya secara garis besar dari lantai samudra india pada busur muka Jawa.
Fase Tektonika
Fase tektonik awal terjadi pada Mesozoikum ketika pergerakan Lempeng Indo-
Australia ke arah timurlaut menghasilkan subduksi dibawah Sunda Microplate
sepanjang suture Karangsambung-Meratus, dan diikuti oleh fase regangan (rifting
phase) selama Paleogen dengan pembentukan serangkaian horst (tinggian) dan
graben (rendahan). Aktivitas magmatik Kapur Akhir dapat diikuti menerus dari
Timurlaut Sumatra –Jawa-Kalimantan Tenggara. Pembentukan cekungan depan
busur (fore arc basin) berkembang di daerah selatan Jawa Barat dan Serayu
Selatan di Jawa Tengah. Mendekati Kapur Akhir-Paleosen, fragmen benua yang
terpisah dari Gondwana, mendekati zona subduksi Karangsambung- Meratus.
Kehadiran allochthonous micro-continents di wilayah Asia Tenggara telah
dilaporkan oleh banyak penulis (Metcalfe, 1996). Basement bersifat kontinental
yang terletak di sebelah timur zona subduksi Karangsambung-Meratus dan yang
mengalasi Selat Makasar teridentifikasi di Sumur Rubah- 1 (Conoco, 1977)
berupa granit pada kedalaman 5056 kaki, sementara didekatnya Sumur Taka Talu-
1 menembus basement diorit. Docking (mera-patnya) fragmen
mikrokontinen pada bagian tepi timur Sundaland menyebabkan matinya zona
subduksi Karang-sambung-Meratus dan terangkatnya zona subduksi tersebut
menghasilkan Pegunungan Meratus.
Evolusi tektonik tersier pulau jawa memasuki periode Eosen (Periode
Ekstensional /Regangan). Periode ini terjadi Antara 54 jtl-45 jtl (Eosen), dimana
di wilayah Lautan Hindia terjadi reorganisasi lempeng ditandai dengan
berkurangnya secara mencolok kecepatan pergerakan ke utara India.
Aktifitas pemekaran di sepanjang Wharton Ridge berhenti atau mati tidak lama
setelah pembentukan anomali 19 (atau 45 jtl). Berkurangnya secara mencolok
gerak India ke utara dan matinya Wharton Ridge ini diinterpretasikan sebagai
pertanda kontak pertama Benua India dengan zona subduksi di selatan Asia dan
menyebabkan terjadinya tektonik regangan (extension tectonics) di sebagian besar
wilayah Asia Tenggara yang ditandai dengan pembentukan cekungan-
cekungan utama (Cekungan-cekungan: Natuna, Sumatra, Sunda, Jawa Timur,
Barito, dan Kutai) dan endapannya dikenal sebagai endapan syn-rift. Pelamparan
extension tectonics ini berasosiasi dengan pergerakan sepanjang sesar regional
yang telah ada sebelumnya dalam fragmen mikrokontinen. Konfigurasi struktur
basement mempengaruhi arah cekungan syn-rift Paleogen di wilayah tepian
tenggara Sundaland (Sumatra, Jawa, dan Kalimantan Tenggara).
Pada jaman Eosen itu juga disertai oleh pengangkatan terhadap jalur
subduksi,sehingga di beberapa tempat tidak terjadi pengendapan. Pada saat
ituterjadi pemisahan yang penting antara bagian utara Jawa dengan cekungannya
yang dalam dari bagian selatan yang dicirikan oleh lingkungan engendapan darat,
paparan dan dangkal. Proses pengangkatan tersebut berlangsung hingga
menjelang Oligosen akhir. Proses yang dampaknya cukup luas (ditandai oleh
terbatasnya sebaran endapan marin Eosen-Oligosen di Jawa dan wilayah paparan
Sunda), dihubungkan puladengan berkurangnya kecepatan gerak lempeng Hindia-
Aus tralia (hanya 3 cm/tahun). Gerak tektonik pada saat itu didominasi oleh sesar-
sesar bongkah, dengan cekungan-cekungan terbatas yang diisi oleh endapan aliran
gayaberat (olistotrom dan turbidit)
Oligosen Akhir-Miosen Awal, terjadi gerak rotasi yang pertama sebesar 20° ke
arah yang berlawanan dengan jarum jam dari lempeng Sunda (Davies, 1984).
Menurut Davies, wilayah-wilayah yang terletak di bagian tenggara lempeng atau
sekitar Pulau Jawa dan Laut Jawa bagian timur, akan mengalami pergeseran-
pergeseran lateral yang cukup besar sebagai akibat gerak rotasi tersebut. Hal ini
dikerenakan letaknya yang jauh dari poros rotasi yang oleh Davies diperkirakan
terletak di kepulauan anambas. Akibat gerak rotasi tersebut, gejala tektonik yang
terjadi wilayah pulau Jawa adalah:
a. Jalur subduksi Kapur-Paleosen yang mengarah barat-timur berubah
menjadi timur timurlaut-barat baratdaya (ENE-WSW)
b. Sesar-sesar geser vertical (dip slip faults) yang membatasi cekungan
cekunganmuka busur dan bagian atas lereng (Upper slope basin),
sifatnya berubah menjadi sesar-sesar geser mendatar. Perubahan gerak
daripada sesar tersebut akan memungkinkan terjadinya
cekungancekungan “pull apart” khususnya di Jawa Tengah utara dan
Laut Jawa bagian timur, termasuk Jawa Timur dan Madura. Menjelang
akhir Miosen Awal, gerak rotasi yang pertama daripada lempeng Mikro
Sunda mulai berhenti.
c. Miosen Tengah terjadi percepatan pada gerak lempeng Hindia-
Australia dengan 5-6 cm/th dan perubahan arah menjadi N200°E pada
saat menghampiri lempeng Mikro Sunda. Pada Akhir Miosen Tengah,
terjadi rotasi yang kedua sebesar 20°-25°, yang dipicu oleh
membukanya laut Andaman (Davies, 1984)
Berdasarkan data kemagnitan purba, gerak lempeng Hindia-Australia
dalam menghampiri lempeng Sunda, mempunyai arah yang tetap sejak Miosen
Tengah yaitu dengan arah N200°E. Dengan arah yang demikian, maka sudut
interasi antara lempeng Hindia dengan Pulau Jawa akan berkisar antara 70° (atau
hampir tegak lurus) Perubahan pola tektonik terjadi dijawa barat sebagai berikut :
a. Cekunagn muka busur eosen yang menampati cekungan
pengendapan bogor, berubah statusnya menjadi cekungan belakang
busur, dengan pengendapan turbidit (a.l. Fm. Saguling)
b. Sebagai penyerta dari interksi lempeng konvergen, tegasan
kompresip yang mengembang menyebapkan terjadinya sesar-sesar naik
yang arahnya sejajar dengan jalur subduksi dicekunagn belakang busur.
Menurut Sujono (1987), sesar- sesar tersebut mengontrol sebaran
endapan kipas-kipas laut dalam. Di jawa tengah pengendapan kipas-
kipas turbidit juga berlangsung didalam cekungan “belakang busur”
yang mengalami gerak-gerak penurunan melalui sesar-sesar bongkah
dan menyebapkan terjadinya sub cekungan.
4. Pola Struktur Geologi Pulau Jawa ?
Struktur geologi yang ada di pulau Jawa memiliki pola-pola yang teratur.
Secara geologi pulau Jawa merupakan suatu komplek sejarah penurunan basin,
pensesaran, perlipatan dan vulkanisme di bawah pengaruh stress regime yang
berbeda-beda dari waktu ke waktu. Secara umum, ada tiga arah pola umum
struktur yaitu arah Timur Laut –Barat Daya (NE-SW) yang disebut pola Meratus,
arah Utara – Selatan (N-S) atau pola Sunda dan arah Timur – Barat (E-W)
Perubahan jalur penunjaman berumur kapur yang berarah Timur Laut – Barat
Daya (NE-SW) menjadi relatif Timur – Barat (E-W) sejak kala Oligosen sampai
sekarang telah menghasilkan tatanan geologi Tersier di Pulau Jawa yang sangat
rumit disamping mengundang pertanyaan bagaimanakah mekanisme perubahan
tersebut. Kerumitan tersebut dapat terlihat pada unsur struktur Pulau Jawa dan
daerah sekitarnya.
1. Pola Meratus
Di bagian barat terekspresikan pada Sesar Cimandiri, di bagian tengah
terekspresikan dari pola penyebarab singkapan batuan pra- Tersier di daerah
KarangSambung.
Sedangkan di bagian timur ditunjukkan oleh sesar pembatas Cekungan Pati,
“Florence” timur, “Central Deep”. Cekungan Tuban dan juga tercermin dari pola
konfigurasi Tinggian Karimun Jawa, Tinggian Bawean dan Tinggian Masalembo.
Pola Meratus tampak lebih dominan terekspresikan di bagian timur.
2. Pola Sunda
Berarah Utara - Selatan, di bagian barat tampak lebih dominan sementara
perkembangan ke arah timur tidak terekspresikan.Ekspresi yang mencerminkan
pola ini adalah pola sesar-sesar pembatas Cekungan Asri, Cekungan Sunda dan
Cekungan Arjuna.
Pola Sunda pada Umumnya berupa struktur regangan.Pola Jawa di bagian
barat pola ini diwakili oleh sesar-sesar naik seperti sesar Beribis dan sesar-sesar
dalam Cekungan Bogor. Di bagian tengah tampak pola dari sesar-sesar yang
terdapat pada zona Serayu Utara dan Serayu Selatan (Gambar 8). Di bagian Timur
ditunjukkan oleh arah Sesar Pegunungan Kendeng yang berupa sesar naik.
Dari data stratigrafi dan tektonik diketahui bahwa pola Meratus merupakan
pola yang paling tua. Sesar-sesar yang termasuk dalam pola ini berumur Kapur
sampai Paleosen dan tersebar dalam jalur Tinggian Karimun Jawa menerus
melalui Karang Sambung hingga di daerah Cimandiri Jawa Barat. Sesar ini
teraktifkan kembali oleh aktivitas tektonik yang lebih muda.
Pola Sunda lebih muda dari pola Meratus. Data seismik menunjukkan Pola
Sunda telah mengaktifkan kembali sesar-sesar yang berpola Meratus pada Eosen
Akhir hingga Oligosen Akhir.
3. Pola Jawa
Menunjukkan pola termuda dan mengaktifkan kembali seluruh pola yang
telah ada sebelumnya (Pulunggono, 1994 dalam Natalia dkk., 2010 ). Data
seismik menunjukkan bahwa pola sesar naik dengan arah barat-timur masih aktif
hingga sekarang.
5. Hubungan 3 Pola Struktur Pulau Jawa dengan Evolusi Tektonik Pulau
Jawa oleh (Prasetyadi), dan Bagaimana Hubungan Kedua Hal Tersebut
dengan Skripsi Senior ?
Hubungan antara, 3 pola struktur pulau jawa dengan evolusi tektonik
pulau jawa dan hubungannya dengan data skripsi senior khususnya pada bab IV
yaitu adanya struktur geologi pada penelitian skripsi mas Dedi Dermawan yaitu
karna akibat dari berkurangnya kecepatan gerak Lempeng Indo-Australia.
Tektonik Kompresi kembali terjadi pada Kala Oligosen-Miosen Awal, akibat
terbentuknya jalur penunjaman baru di selatan Jawa. Pada Eosen Akhir-Miosen
Awal pusat kegiatan magma berada di Pegunungan Serayu Selatan, Bayat, dan
Parangtritis. Kegiatan magma yang lebih muda yang berumur Miosen Akhir-
Pliosen bergeser ke utara dengan dijumpai singkapan batuan vulkanik di daerah
Karangkobar, Banjarnegara (Asikin, 1992). Pada Kala Miosen Tengah-Pliosen
Awal, posisi tektonik Cekungan Serayu Utara merupakan bagian dari cekungan
belakang busur (Kartenegara dkk., 1987)
Maka dari itu pulau jawa di pengaruhi oleh beberapa pola struktur yaitu
ada tiga pola struktur yaitu :
Secara umum, ada 3 pola umum struktur yang berkembang di Pulau Jawa
(Pulunggono dan Martodjojo, 1994), yaitu:
1. Pola Meratus, pola struktur ini memiliki arah timurlaut-baratdaya (NE-SW) dan
berkembang sejak Kapur-Paleosen (80-50 juta tahun yang lalu), rezim tektonik
kompresi Lempeng Indo-Australia yang tersubdaksi ke bawah Lempeng
Eurasia menyebabkan terbentuknya pola ini. Di Jawa Tengah singkapan batuan
Pra-Tersier di Lug Ulo menunjukkan arah pola ini.
2. Pola Sunda, pola struktur ini memiliki arah utara-selatan (N-S) dan
berkembang sejak Eosen Awal-Oligosen Akhir (53-32 juta tahun yang lalu).
Setelah rezim kompresi pada pola Maratus terjadi penurunan kecepatan gerak
dari Lempeng Indo-Australia sehingga terjadi rezim tektonik regangan pada
masa ini yang membentuk struktur pola sunda. Purnomo dan Purwoko (1994)
menyebut periode ini sebagai Paleogene extensional rifting. Struktur sesar
yang termasuk kedalam pola ini umumnya berkembang di Laut Jawa.
3. Pola Jawa, pola struktur ini memiliki arah timur-barat (E-W) dan berkembang
sejak Oligosen Akhir-Miosen Awal (32 juta tahun yang lalu), pola ini terbentuk
akibat rezim kompresi yaitu subdaksi Lempeng Indo-Australia yang berada di
selatan Jawa ke arah Sumatra. Purnomo dan Purwoko (1994) menyebut periode
ini sebagai Neogene compressional wrenching hingga Plio-Pleistocene
compressional thrust folding. Di Jawa Tengah hampir semua sesar di jalur
Serayu Utara dan selatan mempunya arah yang sama yaitu barat-timur.
Dan juga pada pulau jawa ini adanya rekrontuksi struktur yang telah
terjadi yaitu seperti, :
Struktur geologi pada daerah penelitian diperkirakan terjadi pada Pliosen
Awal, dimana terjadi aktivitas tektonik yang menyebabkan pengangkatan dasar
laut menjadi daratan. Kemudian aktivitas tektonik terus berlanjut, dengan arah
gaya relatif utara-selatan sehingga terbentuklah lipatan sinklin dan antiklin. Pada
saat lipatan terbentuk, litologi yang plastis terus mendapatkan tekanan dari gaya
tektonik dan terbentuklah kekar. Setelah itu aktivitas tektonik terus berlanjut dan
menyebabkan perubahan arah gaya yang tadinya berarah utara-selatan menjadi
barat-timur. Karena tekanan terus berlanjut, perlahan-lahan terbentuklah sesar
mendatar yang terbentuk dari kekar-kekar yang sudah terbentuk sebelumnya
Daftar Pustaka
http://www.strukturgeologi.com
http://www.goggle.com
http://www.regionalpulaujawa.com