bab 1 fixx

31
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PT. Newmont Nusa Tenggara merupakan perusahaan tambang yang beroperasi di Kecamatan Jereweh dan Kecamatan Sekongkang, Kabupaten Sumbawa Barat, Propinsi Nusa Tenggara Barat. PT Newmont Nusa Tenggara (PTNNT) adalah perusahaan patungan Indonesia yang sahamnya dimiliki oleh Nusa Tenggara Partnership (Newmont & Sumitomo), PT Pukuafu Indah (Indonesia) dan PT Multi Daerah Bersaing. Newmont dan Sumitomo bertindak sebagai operator PT NNT. Salah satu wilayah tambang PT Newmont adalah wilayah Batu Hijau. Tambang Batu Hijau merupakan tambang terbuka tembaga dan emas dengan skala besar yang terletak di barat daya Sumbawa, Indonesia. 1.2. Tujuan Tujuan pembuatan laporan ini yaitu untuk mengetahui tentang : 1. PT Newmont Nusa Tenggara, 2. Genesa bahan galian di PT Newmont Nusa Tenggara 3. Tahapan eksplorasi PT Newmont Nusa Tenggara 4. Perhitungan cadangan PT Newmont Nusa Tenggara.

description

TRUI

Transcript of bab 1 fixx

Page 1: bab 1 fixx

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

PT. Newmont Nusa Tenggara merupakan perusahaan tambang yang

beroperasi di Kecamatan Jereweh dan Kecamatan Sekongkang, Kabupaten

Sumbawa Barat, Propinsi Nusa Tenggara Barat. PT Newmont Nusa Tenggara

(PTNNT) adalah perusahaan patungan Indonesia yang sahamnya dimiliki oleh

Nusa Tenggara Partnership (Newmont & Sumitomo), PT Pukuafu Indah

(Indonesia) dan PT Multi Daerah Bersaing. Newmont dan Sumitomo bertindak

sebagai operator PT NNT.

Salah satu wilayah tambang PT Newmont adalah wilayah Batu Hijau.

Tambang Batu Hijau merupakan tambang terbuka tembaga dan emas dengan

skala besar yang terletak di barat daya Sumbawa, Indonesia.

1.2. Tujuan

Tujuan pembuatan laporan ini yaitu untuk mengetahui tentang :

1. PT Newmont Nusa Tenggara,

2. Genesa bahan galian di PT Newmont Nusa Tenggara

3. Tahapan eksplorasi PT Newmont Nusa Tenggara

4. Perhitungan cadangan PT Newmont Nusa Tenggara.

Page 2: bab 1 fixx

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. PT Newmont Nusa Tenggara

PT. Newmont Nusa Tenggara merupakan perusahaan modal asing yang

menandatangani kontrak karya pada tanggal 2 Desember 1986 untuk lahan seluas

1.127.134 Ha yang mencakup wilayah Sekotong, Pulau Lombok, Batu Hijau dan

Rinti di Pulau Sumbawa. Isi kontrak ini adalah untuk melakukan eksplorasi dan

eksploitasi di dalam wilayah Kontrak Karya di Provinsi Nusa Tenggara Barat

(NTB). PT NNT menemukan cebakan tembaga porfiri pada 1990, yang kemudian

diberi nama Batu Hijau. Newmont Nusa Tenggara melakukan beberapa kali

penciutan wilayah sehingga wilayah kontrak karya saat ini sekitar 116.900 Ha.

Gambar 2.1. Wilayah prospek PT Newmont

Kajian kontrak tersebut disetujui Pemerintah Indonesia pada 1996 dan

menjadi dasar dimulainya pembangunan Proyek Tambang Batu Hijau dengan

total investasi US$ 1,8 Miliar. Proyek pembangunan tambang, pabrik dan

prasarananya selesai pada 1999 dan mulai beroperasi secara penuh pada Maret

2000 dan bila pemerintah memperpanjang ijin pakainya maka NNT akan

mengolah tambang sampai dengan tahun 2022 dengan target reklamasi hingga

tahun 2033 mendatang.

Page 3: bab 1 fixx

Tambang Batu Hijau saat ini mempekerjakan lebih dari 4.000 pekerja dan

3.000 pekerja kontrak. Lebih dari 60% pekerja berasal dari Provinsi NTB.

Kegiatan konstruksi dan produksi ditargetkan menghasilkan 266.500 ton tembaga dan 19 ton emas per tahun.

2.2. Genesa Bahan Galian

Eksplorasi logam tembaga dan emas yang telah dilakukan selama periode

1987 - 1998 oleh PT.Newmont Nusa Tenggara di wilayah-wilayah Kontrak Karya

di Pulau Sumbawa dan berhasil menemukan sistem mineralisasi tembaga-emas

porfiri dengan cadangan bijih bernilai ekonomis dan layak tambang di daerah

Batu Hijau, Sumbawa Barat dan telah/sedang ditambang sejak tahun 2000 untuk

masa operasional penambangan hingga tahun 2025. Endapan bijih di Batu Hijau

ini adalah endapan tembaga-emas porfiri yang terletak di busur Sunda-Banda

yang berkaitan dengan intrusi-intrusi kompleks tersier. Mineralisasi tembaga-

emas terletak disekitar pusat intrusi utama dan terpusat pada batuan tonalite yang

menerobos zona kontak antara batuan vulkanik dan diorit. Intrusi kompleks ini

terdiri atas phaneritic hornblende, diorit laccolith, tonalite dome dan tonalite dike.

Iklim meyebabkan bagian atas endapan teroksidasi menjadi tudung lindi (leach

cap), supergen, serta zona transisi antara supergen dan tudung lindi. Batuan tidak

berharga terdapat pada zona transisi dan tudung lindi, sedangkan supergen

merupakan bagian dari bijih.

Endapan Porfiri ini adalah endapan mineral yang terjadi akibat suatu

intrusi yang bersifat intermediet-asam, yang kemudian terjadi kontak dengan

batuan samping yang mengakibatkan terjadinya mineralisasi. Porfiri terbentuk

dari beberapa aktifitas intrusi, terdiri dari kumpulan dike dan breksi intrusi.

Mineralisasi terjadi akibat alterasi batuan samping, disseminated dan stockwork

mineralization. Alterasi yang terjadi pada host rock intensif dan ektensif akibat

dari fluida hidrotermal yang terbentuk. Pada dasarnya endapan porfiri mempunyai

tonnase yang besar dan grade yang kecil.

Page 4: bab 1 fixx

Gambar 2.2. Jalur Busur Magmatik Utama tempat Kedudukan Mineralisasi Logam (dimodifikasi dari beberapa sumber,2000)

2.2.1. Satuan batuan tonalite

Batuan tonalit pada satuan tonalit porfir merupakan batuan pembawa

mineralisasi di endapan pofiri Cu-Au Batu Hijau. Batuan tonalit porfir menorobos

kontak antara batuan volkanik dan batuan diorit kuarsa ekuigranular. Batuan ini

membentuk stock dan dike yang semakin melebar ke dalam dan menyempit ke

arah permukaan. Intrusi tonalit ini terbagi menjadi dua, yaitu tonalit tua dan

tonalit muda. Kedua intrusi ini mempunyai kesamaan komposisi dan fenokris,

perbedaannya terletak pada umur, persentase urat kuarsa, kelimpahan dan ukuran

fenokris kuarsa, serta kadar Cu dan Au-nya. Kedua unit batuan tersebut memiliki

umur yang berdekatan yaitu tonalit tua 3,76 ± 0,10 Ma, sedangkan tonalit muda

3,74 ± 0,14 Ma. Menurut Mitchell, dkk. (1998), tonalit tua dan tonalit muda

mempunyai karakteristik sebagai berikut:

a. Tonalit teralterasi kuat

Batuan ini bertekstur porfiritik, berukuran butir halus-sedang, fenokris

berupa kuarsa berukuran 0,7-1 mm dengan kelimpahan lebih dari 20%,

bentuk kristal umumnya anhedral-subhedral, dengan masa dasar yang

ekuigranular tersusun oleh kuarsa, hornblenda, dan plagioklas. Dalam

sayatan tipis, dapat terlihat bahwa plagioklas dalam batuan ini

diidentifikasi sebagai oligoklas (An 40-50), dan beberapa sebagai andesin

Page 5: bab 1 fixx

(An>50). Plagioklas ini secara intersif telah terubah dan terpotong oleh urat

kuarsa. Mineral mafik sebagian besar telah terubah menjadi biotit sekunder

dan klorit. Satuan batuan ini didaerah penelitian disetarakan dengan tonalit

tua.

b. Tonalit teralterasi lemah

Tonalit muda merupakan satuan intrusi batuan yang termuda di Batu Hijau.

Menurut Mitchell, dkk. (1998), tonalit muda berwarna abu-abu terang,

dengan ukuran butir medium-kasar, dicirikan dengan tekstur porfiritik,

fenokris berupa kuarsa (5-10 mm), plagioklas, dan hornblenda (2-10 mm),

dengan masa dasar yang ekuigranular, berukuran kasar-sedang. Fenokris

hornblenda yang berukuran cukup besar membuat tonalit muda mudah

dikenali. Perbedaan antara tonalit muda dengan tonalit tua adalah kehadiran

fenokris kuarsa yang relatif lebih kasar yakni 8-10 mm dan bentuk kristal

rounded-bipiramid. Mineral mafik hadir lebih sedikit dalam tonalit muda

dengan masadasar yang relatif lebih kasar daripada tonalit tua. Hornblenda

hanya mengalami perubahan menjadi mineral biotit sekunder dalam jumlah

kecil. Urat-urat kuarsa sangat jarang dijumpai dan bahkan kadang-kadang

absen. Satuan batuan ini didaerah penelitian disetarakan dengan tonalit

muda.

2.2.2. Alterasi hidrothermal

Alterasi hidrotermal yang berhubungan erat dengan mineralisasi pada

sistem porfiri Batu Hijau terbagi menjadi beberapa tahap berdasarkan waktu

pembentukannya (Mitchell, dkk., 1998), yaitu :

1. Alterasi tingkat awal (early alteration) Alterasi tingkat awal terdiri dari

proses biotisasi fenokris dan masadasar mineral mafik serta pembentukan

shreddy biotit, magnetit, kuarsa dan anhidrit berasosiasi dengan biotit-

kuarsa±magnetit stringer, urat biotit serisit dan potong-memotong urat tipe

A dan AB. Alterasi awal terjadi pada bagian dalam dan proksimal intrusi

tonalit. Pada tingkat ini terdapatkalkosit, digenit dan digenit-bornit.

2. Alterasi tingkat transisi (transitional alteration) Alterasi tingkat transisi

ditandai dengan terubahnya biotit menjadi klorit, oligoklas menjadi albit di

Page 6: bab 1 fixx

sepanjang urat dan hadir serisit±kalsit. Berasosiasi dengan urat AB dan B.

Magnetit terubah menjadi hematit.Mineralisasi berupa bornit dan kalkopirit.

3. Alterasi tingkat akhir (late alteration) Alterasi tingkat akhir dicirikan oleh

kehancuran feldspar (feldspar destruction), alterasi serisit dan pembentukan

urat sulfida tipe D. Urat terisi oleh pirit dan kuarsa±kalkopirit. Urat pada

Tahap alterasi ini umumnya dikelilingi oleh halo urat-urat kecil pirit-biotit

dan feldspar yang terubahkan menjadi serisit. Pada perbatasan suatu tipe

endapan alterasi, tahapan alterasi ini sulit dibedakan dengan bagian luar

tahap alterasi transisi. Hal ini umumnya disebut “zona propilitik” (Clode

dkk., 1999).

4. Alterasi tingkat sangat akhir (very late alteration) Alterasi tingkat sangat

akhir dicirikan oleh kehancuran feldspar, tetapi berbeda dengan late

alteration, feldpar digantikan oleh smektit berasosiasi dengan serisit dan

klorit. Mineral sulfida berupa sfalerit, galena, tennantit, pirit, kalkopirit dan

sedikit bornit.

5. Alterasi zeolit (zeolit alteration) Alterasi zeolit dicirikan oleh kehadiran

mineral zeolit (stilbit dan laumonit) yang terbentuk pada temperatur rendah.

Kehadiran mineral penciri ini bersamaan dengan munculnya kalsit, kuarsa,

dan kristobalit yang mengisi rekahan/rongga.

Alterasi yang berkembang pada daerah Batu Hijau berdasarkan

karakteristik alterasi dan asosiasi mineral ubahannya dapat diklasifikasikan

menjadi 5 zona alterasi (Mitchell dkk., 1998), yaitu:

a. Parsial Biotit

Zona alterasi ini merupakan zona alterasi awal yang terbentuk pada batuan

tonalit. Alterasi ini dicirikan mineral hornblenda yang sebagian terubah

menjadi biotit, disamping masih ditemukannya mineral hornblenda primer

yang utuh. Alterasi ini dapat dibedakan dengan alterasi biotit sekunder

dengan masih ditemukannya kristal hornblenda yang berbentuk prismatik.

Penyebaran Zona Alterasi Partial Biotit mengikuti pola penyebaran intrusi

tonalit muda.

Page 7: bab 1 fixx

b. Biotit Sekunder

Zona ini merupakan alterasi tingkat awal yang dicirikan dengan hadirnya

biotit sekunder dan magnetit serta umumnya berasosiasi dengan urat kuarsa,

dan hornblenda yang teralterasi menjadi biotit. Mineral plagioklas bersifat

relatif stabil namun dapat teralterasi menjadi biotit, kalsit, anhidrit, K-

feldspar pada bagian pinggir atau bidang belahan. Alterasi ini juga biasanya

ditandai dengan asosiasi mineral porfiri tingkat tinggi seperti bornit, digenit,

magnetit, serta secara bergradasi keluar menjadi kalkopirit dan pirit.

Intensitas alterasi padazona alterasi ini pada umumnya lebih tinggi daripada

zona alterasi parsial biotit.

c. Pale Green Mica (PGM)

Zona ini merupakan alterasi tingkat transisi yang dicirikan dengan kehadiran

mika hijau yang mengandung klorit dan serisit, klorit overprint dengan biotit

sekunder, berasosiasi dengan kalkopirit dan urat tipe B.

d. Klorit-Epidot Klorit-epidot merupakan alterasi tingkat awal yang dicirikan

dengan hadirnya klorit dan epidot, serta pirit, magnetit, kalsit. Plagioklas

teralterasi menjadi epidot dan kalsit serta mineral-mineral mafik menjadi

klorit.

e. Hancuran Feldspar (Feldspar Destructive)

Zona alterasi yang terbentuk paling akhir,dicirikan dengan clay, serisit,

andalusit, dan piropilit. Zona ini dicirikan dengan biotit, magnetit yang

rusak, dan berasosiasi dengan urat yang terisi mineral pirit.

Beberapa peneliti sebelumnya telah meneliti tentang endapan bahan galian

di tambang Batu Hijau PT Newmont Nusa tenggara yang juga menyebutkan

genesa bahan galiannya. Yaitu :

1. Simon J. Meldrum, Aquino R.S., Gonzales R.I., Burke R.J., Suyadi A.,

Irianto B. dan Clark D.S., Tahun 1994, mengenai Endapan Porfiri

Tembaga-Emas Batu Hijau menyebutkan bahwa hostrock dari mineralisasi

adalah batuan tonalit menengah yang merupakan intrusi berbentuk stock

dan alterasinya termasuk zona potasik.

Page 8: bab 1 fixx

2. Ali Edison,Tahun 1997,mengenai Eksplorasi dan Evaluasi Endapan Porfiri

Batu Hijau menghasilkan data mengenai total cadangan emas dan tembaga

sebanyak 913 milyar ton dengan kadar tembaga rata-rata 0,53% (484

milyar ton) dan kadar emas rata-rata 0,41g/ton (375 milyar ton).5

3. Chris Clode,Tahun 1999,mengenai Hubungan Antara Intrusi, Alterasi dan

Mineralisasi di Endapan Porfiri Batu Hijau menghasilkan data berupa

kelompok mineral alterasi yang dapat dijadikan petunjuk alterasi tahap

awal, alterasi tahap transisi, alterasi tahap akhir dan alterasi tahap sangat

akhir serta menyebutkan bahwa mineralisasi di Batu Hijau merupakan

sulfida tembaga.

4. Steve Garwin,Tahun 2002,mengenai Tatanan Geologi Yang Berhubungan

dengan Endapan Porfiri Batu Hijau menghasilkan data jenis litologi, zonasi

alterasi, tipe urat dan mineralisasi yang terdapat di Batu Hijau.

5. Eddy Priowasono dan Adi Maryono,Tahun 2002, mengenai Struktur

Geologi dan Implikasinya terhadap Endapan Porfiri Batu Hijau

menghasilkan data trend struktur geologi dari tua ke muda berarah Utara-

Selatan, Timur-Barat, Utara-Timur, radial dan berpola Baratlaut.

6. Bosta Pratama,Tahun 2002,mengenai Aplikasi Teknologi PIMA dalam

Menentukan Target Eksplorasi Endapan Emas-Tembaga Pada Busur

Kepulauan menyebutkan bahwa aplikasi reflektansi spektroskopi SWIR

merupakan alat yang efektif dalam pemetaan lapangan dan logging karena

membantu dalam mengidentifikasi komposisi mineral penting yang

berukuran halus.

7. Johan Arif dan T. Baker,Tahun 2004,mengenai Paragenesis dan Kimia

Endapan Batu Hijau menghasilkan datatentang keberadaan emas yang

terdapat pada urat kuarsa, dalam bentuk emas bebas dan berasosiasi dengan

sulfida tembaga berupa bornit dan kalkopirit dimana ketika

berasosiasidengan bornit, emas tersebut lebih melimpah daripada saat

berasosiasi dengan kalkopirit.

8. Akira Imai dan Satoshi Ohno,Tahun 2005,mengenai Studi Inklusi Fluida

dan Kelompok Mineral Ore Primer Pada Endapan Porfiri Batu Hijau

menyebutkan bahwa inklusi fluida yang melimpah ditemukan pada urat

Page 9: bab 1 fixx

kuarsa yang kaya akan gas dan inklusi polyphase dengan kisaran

temperatur270o–472oC dan salinitas 36 hingga47 wt% (NaCl equiv).

9. Arifudin Idrus, J. Kolb dan Michael Meyer,Tahun 2007,mengenai Studi

Komposisi Kimia Mineral Pembentuk Batuan Pada Batuan Intrusi Tonalit.

Endapan porfiri Batu Hijau menyebutkan bahwa intrusi tonalit menengah

terjadi pada temperatur764±22oC dengan tekanan litostatik 1.5 ± 0.3 ×

105kPa yang menerangkan bahwa kedalamannya sekitar 5,5 km sedangkan

intrusi tonalit muda terjadi pada temperatur 540o-590oC

10. Terry Hoschke,Tahun 2008,mengenai Anomali Geofisika Endapan Porfiri

Batu Hijau menyebutkan bahwa adanya magnetit yang berasosiasi dengan

alterasi potasik memberikan anomali aeromagnetik dan magnetik yang

dapat menjadi petunjuk adanya endapan porfiri.

11. Anggraini Rizkita Puji,Tahun 2011,mengenai Geologi dan Studi Ubahan

Hidrotermal Daerah Batu Hijau, Kabupaten Sumbawa menyebutkan bahwa

terdapat 4 zona ubahan hidrotermal di Batu Hijau yaitu zona kuarsa–biotit–

klorit-magnetit (potasik), zona klorit–epidot-kalsit (propilitik), zona

kuarsa–serisit-klorit (filik), zona kuarsa–kaolinit-ilit (argilik). Temperatur

pembentukan mineral berkisar antara 1300–3600C dan keterdapatan zonasi

alterasi potasik merupakan ciri endapan sistem porfiri.

2.3. Tahapan Eksplorasi Emas dan Tembaga di Batu Hijau

Seperti telah disebutkan bahwa kegiatan eksplorasi logam tembaga dan

emas di Tambang Batu hijau telah dilakukan selama periode 1987 - 1998 oleh

PT.Newmont Nusa Tenggara di wilayah-wilayah Kontrak Karya di Pulau

Sumbawa.

1. Tahap Eksplorasi Pendahuluan

Tahap eksplorasi pendahuluan ini dilakukan untuk mencari daerah prospek

untuk endaan yaitu daerah yang menunjukkan tanda-tanda adanya endapan

bahan galian tembaga-emas, serta untuk mendapatkan gambaran mengenai

geologi regional di daerah tersebut.

Page 10: bab 1 fixx

a. Studi Literatur

Dalam tahap ini, sebelum memilih lokasi-lokasi eksplorasi dilakukan

studi terhadap data dan peta-peta yang sudah ada (dari survei-survei

terdahulu), catatan-catatan lama, laporan-laporan temuan dan lai-lain,

lalu dipilih daerah yang akan disurvei. Setelah pemilihan lokasi

ditentukan langkah berikutnya, studi faktor-faktor geologi regional dan

provinsi metalografi dari peta geologi regional sangat penting untuk

memilih daerah eksplorasi, karena pembentukan endapan bahan galian

dipengaruhi dan tergantung pada proses-proses geologi yang pernah

terjadi, dan tanda-tandanya dapat dilihat di lapangan.

b. Survei dan pemetaan

Survei ini didasarkan pada peta topografi sebagai peta dasar untuk

membuat peta singkapan dengan mencari tanda-tanda endapan tembaga-

emas yang dicari (singkapan) atau gejala geologi lainnya. Selain

singkapan-singkapan batuan pembawa bahan galian, yang perlu juga

diperhatikan adalah perubahan/batas batuan, orientasi lapisan, orientasi

sesar dan tanda-tanda lainnya. Hal-hal penting tersebut harus diplot pada

peta dasar dengan bantuan alat-alat seperti kompas geologi,

inklinometer, altimeter, serta tanda-tanda alami seperti bukit, lembah,

belokan sungai, jalan, kampung, dan lain-lain. Dengan demikian peta

geologi dapat dilengkapi atau dibuat baru (peta singkapan).

Tanda-tanda yang sudah diplot pada peta tersebut kemudian

digabungkan dan dibuat penampang tegak atau model penyebarannya

(model geologi). Dengan model geologi hepatitik tersebut kemudian

dirancang pengambilan conto dengan cara acak, pembuatan sumur uji

(test pit), pembuatan paritan (trenching), dan jika diperlukan dilakukan

pemboran. Lokasi-lokasi tersebut kemudian harus diplot dengan tepat di

peta (dengan bantuan alat ukur, teodolit, BTM, dan lain-lain).

Survei lapangan untuk penyelidikan awal berupa survey geofisika

kemagnetan bumi, pengambilan perconto geokimia dan pemetaan

geologi pada lokasi contoh/ perconto geokimia terdiri dari conto tanah

dan batuan dan endapan sungai dengan jarak yang relatif renggang (5-10

Page 11: bab 1 fixx

Km). Dari perconto geokimia ini, diproleh informasi mengenai daerah

yang beranomali. Selain itu, juga akan dihasilkan model geologi, model

penyebaran endapan, gambaran mengenai cadangan geologi, kadar awal,

dll. Hal ini dipakai untuk menetapkan apakah daerah survei yang

bersangkutan memberikan harapan baik (prospek) atau tidak. Kalau

daerah tersebut mempunyai prospek yang baik maka dapat diteruskan

dengan tahap eksplorasi selanjutnya.

2. Tahap Eksplorasi Detail

Setelah tahapan eksplorasi pendahuluan diketahui bahwa cadangan yang ada

mempunyai prospek yang baik, maka diteruskan dengan tahap eksplorasi

detail yang dipusatkan pada daerah yang beranomali mencakup pemetaan

geologi rinci, pengambilan perconto geokimia lanjutan, maupun penelitian

geofisika seperti geomagnetik dan polarisasi terimbas. Pengambilan

perconto ini dilakukan dengan jarak pengambilan yang relatif lebih rapat

(50x 1000 m). Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan data yang lebih

teliti mengenai penyebaran dan ketebalan cadangan (volume cadangan),

penyebaran kadar/kualitas secara mendatar maupun tegak. Dari sampling

yang rapat tersebut dihasilkan cadangan terhitung dengan klasifikasi terukur,

dengan kesalahan yang kecil (<20%), sehingga dengan demikian

perencanaan tambang yang dibuat menjadi lebih teliti dan resiko dapat

dihindarkan.

Pengetahuan atau data yang lebih akurat mengenai kedalaman, ketebalan,

kemiringan, dan penyebaran cadangan secara 3-Dimensi (panjang-lebar-

tebal) serta data mengenai kekuatan batuan sampling, kondisi air tanah, dan

penyebaran struktur (kalau ada) akan sangat memudahkan perencanaan

kemajuan tambang, lebar/ukuran bahwa bukaan atau kemiringan lereng

tambang. Juga penting untuk merencanakan produksi bulanan/tahunan dan

pemilihan peralatan tambang maupun prioritas bantu lainnya.

3. Pegeboran eksplorasi

Bila semua hasil analisa geokiia menunjukan hasil yang menjanjikan, maka

kegiatan eksplorasi ditindak lanjuti dengan tahap pengeboran eksplorasi

guna pengambilan conto inti bor dari bawah permukaan tanah. Interpretasi

Page 12: bab 1 fixx

hasil pemboran dapat memberikan data kedalaman endapan, bentuk endapan

dan batas-batas keberadaan endapan bahan galian.

4. Studi Kelayakan

Pada tahap ini dibuat rencana peoduksi, rencana kemajuan tambang, metode

penambangan, perencanaan peralatan dan rencana investasi tambang.

Dengan melakukan analisis ekonomi berdasarkan model, biaya produksi

penjualan dan pemasaran maka dapatlah diketahui apakah cadangan bahan

galian yang bersangkutan dapat ditambang dengan menguntungkan atau

tidak.

2.4. Biaya Eksplorasi

Biaya eksplorasi adalah biaya yang dikeluarkan untuk setiap usaha dalam

rangka mencari dan menemukan cadangan endapan bahan galian di daerah-daerah

yang belum terbukti mengandung bahan galian lalu biaya tersebut dikapitalisasi

menjadi aset pada periode berjalan. Biaya Eksplorasi terdiri dari :

a. Biaya ijin untuk memulai eksplorasi

b. Biaya Survey Eksplorasi

Biaya survey eksplorasi terdiri atas biaya survei pendahuluan dan biaya

survey rinci (fase prakelayakan). Biaya-biaya ini yaitu penyelidikan

topografi, geologi, dan geofisika, biaya hak untuk mengolah properti yang

terkait dengan penyelidikan (topografi, geologi, dan geofisika), gaji dan

biaya-biaya lainnya untuk para ahli geologi, petugas geofisik, dan biaya-

biaya lain yang terkait dengan penyelidikan tersebut. Biaya-biaya tersebut

secara keseluruhan disebut sebagai biaya geologi dan geofisika (biaya

G&G) Biaya survei pendahuluan adalah biaya yang dikeluarkan untuk

survei awal yang terdiri dari survei geofisika dan geokimia.

c. Biaya sampling

d. Biaya pemboran dan peralatan sumur eksplorasi.

Biaya pemboran sumur u tuk eksplorasi terdiri atas biaya untuk sewa rig,

ongkos pengangkutan alat pemboran ke lokasi serta pemasangannya, biaya

casing, bit, lumpur, semen bahan kimia, fasilitas kepala sumur,

pengangkutan casing dari pabrik ke tempat penyediaan dan biaya analisa

Page 13: bab 1 fixx

core. Faktor‐faktor yang mempengaruhi biaya pemboran antara lain adalah

jenis sumur (tegak atau miring), lokasi sumur, kedalaman sumur, teknologi

pemboran yang digunakan, diamter pipa selubung.

e. Biaya lahan, jalan, persiapan lahan dan lain‐lain

Yang termasuk kedalam kelompok biaya ini adalah biaya pembelian dan

pembebasan lahan, penyiapan jalan masuk ke lokasi (road), dan perataan

lahan (excavation).

Tabel 2.1. Biaya Tahapan Kegiatan Usaha Pertambangan Umum Sesuai PSAK 33 (Revisi 1994)

2.5. Perhitungan Cadangan

Perhitungan cadangan ini merupakan hal yang paling vital dalam kegiatan

eksplorasi. Perhitungan yang dimaksud di sini dimulai dari sumberdaya sampai

pada cadangan yang dapat di tambang yang merupakan tahapan akhir dari proses

eksplorasi. Hasil perhitungan cadangan tertambang kemudian akan digunakan

untuk mengevaluasi apakah sebuah kegiatan penambangan yang direncanakan

layak untuk di tambang atau tidak.

Page 14: bab 1 fixx

Perhitungan cadangan berperan penting dalam menentukan jumlah,

kualitas dan kemudahan dalam eksplorasi secara komersial dari suatu endapan.

Sebab hasil dari perhitungan cadangan yang baik dapat menentukan investasi

yang akan ditanam oleh investor, penentuan sasaran produksi, cara penambangan

yang akan dilakukan bahkan dalam memperkirakan waktu yang dibutuhkan oleh

perusahaan dalam melaksanakan usaha penambangannya.

Dalam ilmu perhitungan cadangan terdapat berbagai metode yang dapat

dipergunakan untuk menentukan kadar hingga akhirnya besar cadangan suatu

endapan.

2.5.1. Perhitungan Sumberdaya

Perhitungan sumberdaya bermanfaat untuk hal-hal berikut ini :

1. Memberikan besaran kuantitas (tonase) dan kualitas terhadap suatu

endapan bahan galian.

2. Memberikan perkiraan bentuk 3-dimensi dari endapan bahan galian serta

distribusi ruang (spatial) dari nilainya. Hal ini penting untuk menentukan

urutan/tahapan penambangan, yang pada gilirannya akan mempengaruhi

pemilihan peralatan dan NPV (net present value).

3. Jumlah sumberdaya menentukan umur tambang. Hal ini penting dalam

perancangan pabrik pengolahan dan kebutuhan infrastruktur lainnya.

Batas-batas kegiatan penambangan (pit limit) dibuat berdasarkan besaran

sumberdaya. Faktor ini harus diperhatikan dalam menentukan lokasi pembuangan

tanah penutup, pabrik pengolahan, bengkel, dan fasilitas lainnya. Karena semua

keputusan teknis di atas sangat tergantung pada besaran sumberdaya, perhitungan

sumberdaya merupakan salah satu tugas terpenting dan berat tanggung jawabnya

dalam mengevaluasi suatu kegiatan pertambangan. Perlu diingat bahwa

perhitungan sumberdaya menghasilkan suatu taksiran. Model sumberdaya yang

disusun adalah pendekatan dari realitas, berdasarkan data/informasi yang dimiliki,

dan masih mengandung ketidakpastian.

Page 15: bab 1 fixx

2.5.2. Persyaratan Perhitungan Sumberdaya

Dalam melakukan perhitungan sumberdaya harus memperhatikan

persyaratan tertentu, antara lain :

1. Suatu taksiran sumberdaya harus mencerminkan secara tepat kondisi

geologi dan karakter/sifat dari endapan bahan galian.

2. Harus sesuai dengan tujuan evaluasi. Suatu model sumberdaya yang akan

digunakan untuk perancangan tambang harus konsisten dengan metode

penambangan dan teknik perencanaan tambang yang akan diterapkan.

3. Taksiran yang baik harus didasarkan pada data aktual yang diolah/

diperlakukan secara objektif. Keputusan dipakai-tidaknya suatu data dalam

penaksiran harus diambil dengan pedoman yang jelas dan konsisten. Tidak

boleh ada pembobotan data yang berbeda dan harus dilakukan dengan

dasar yang kuat.

4. Metode perhitungan yang digunakan harus memberikan hasil yang dapat

diuji ulang atau diverifikasi. Tahap pertama setelah perhitungan

sumberdaya selesai, adalah memeriksa atau mengecek taksiran kualitas

blok (unit penambangan terkecil). Hal ini dilakukan dengan menggunakan

data pemboran yang ada di sekitarnya. Setelah penambangan dimulai,

taksiran kadar dari model sumberdaya harus dicek ulang dengan kualitas

dan tonase hasil penambangan yang sesungguhnya.

2.5.3. Metode Perhitungan Cadangan

Perhitungan cadangan bahan galian industri sangat sederhana dibandingkan

dengan bahan galian yang lain. Hal ini pada dasarnya disebabkan oleh

kesederhanaan geometri endapan bahan galian tersebut.

Perhitungan cadangan secara manual masih sering dilakukan pada tahap-

tahap paling awal dari perhitungan. Hasil perhitungan secara manual ini dapat

dipakai sebagai alat pembanding untuk mengecek hasil perhitungan yang lebih

canggih dengan menggunakan komputer. Beberapa rumus perhitungan cadangan

manual ini yaitu :

1. Rumus prismoida :

V = (S1 + 4M + S2) L/6

Page 16: bab 1 fixx

Keterangan :

S1, S2 = Luas penampang ujung

M = Luas penampang tengah

L = Jarak antara S1 dan S2

V = Volume

2. Rumus kerucut terpancung :

V = L/(( S1 + S2 + √S1S2 ))

Keterangan :

S1 = Luas penampang atas

S2 = Luas penampang alas

L = Jarak antar S1 dan S2

V = Volume

3. Rumus luas rata-rata (mean area) :

V = (S1 + S2)/L

Keterangan :

S1, S2 = Luas penampang

L = Jarak antar penampang

V = Volume cadangan

2.5.4. Cadangan PT Newmont Nusa Tenggara

PT Newmont Nusa Tenggara merupakan salah satu dari tiga tambang di

dunia dengan jumlah tonase bijih lebih dari 1 miliar ton dan kadar emas di atas

0,2g/t. Cadangan Batu Hijau sebesar 7,2 miliar lbs tembaga dan 7,3 juta oz emas

(Usia cadangan 13 tahun untuk emas dan tembaga berdasarkan puncak produksi

2010). Besar cadangan tembaga dan emas di tambang Batu Hijau sesuai

perhitungan pada tahun 2012 dapat dilihat dalam tabel dibawah ini.

Page 17: bab 1 fixx

Tabel 2.3. Cadangan emas terbukti dan terkira di Lokasi Batu Hijau, Newmont

Nusa Tenggara

Tabel 2.3. Cadangan tembaga terbukti dan terkira di Lokasi Batu Hijau, Newmont

Nusa Tenggara

Page 18: bab 1 fixx

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

PT. Newmont Nusa Tenggara merupakan perusahaan modal asing yang

menandatangani kontrak karya pada tanggal 2 Desember 1986 untuk lahan seluas

1.127.134 Ha yang mencakup wilayah Sekotong, Pulau Lombok, Batu Hijau dan

Rinti di Pulau Sumbawa. Eksplorasi logam tembaga dan emas yang telah

dilakukan selama periode 1987 - 1998 oleh PT.Newmont Nusa Tenggara di

wilayah-wilayah Kontrak Karya di Pulau Sumbawa dan berhasil menemukan

sistem mineralisasi tembaga-emas porfiri dengan cadangan bijih tembaga-emas

bernilai ekonomis dan layak tambang di daerah Batu Hijau, Sumbawa Barat dan

telah/sedang ditambang sejak tahun 2000 untuk masa operasional penambangan

hingga tahun 2025.

Kegiatan eksplorasi logam tembaga dan emas di Tambang Batu hijau telah

dilakukan selama periode 1987 - 1998 oleh PT.Newmont Nusa Tenggara di

wilayah-wilayah Kontrak Karya di Pulau Sumbawa. Tahapan eksplorasi pada

tambang batu hijau meliputi tahapan ekslorasi pendahuluan yaitu studi literatur,

suvey dan pemetaan ; tahapan eksplorasi detail; pengeboran eksplorasi; dan studi

kelayakan.

Biaya eksplorasi yaitu biaya yang dikeluarkan untuk setiap usaha dalam

rangka mencari dan menemukan cadangan endapan bahan galian di daerah-daerah

yang belum terbukti mengandung bahan galian. Biaya ini meliputi: biaya ijin

untuk memulai eksplorasi, biaya survey eksplorasi, biaya sampling, biaya

pemboran dan peralatan sumur eksplorasi dan biaya lahan, jalan, persiapan lahan

dan lain‐lain.

Perhitungan untuk cadangan dimulai dari sumberdaya sampai pada

cadangan yang dapat di tambang yang merupakan tahapan akhir dari proses

eksplorasi. Hasil perhitungan cadangan tertambang kemudian akan digunakan

untuk mengevaluasi apakah sebuah kegiatan penambangan yang direncanakan

layak untuk di tambang atau tidak. Perhitungan cadangan secara manual masih

sering dilakukan pada tahap-tahap paling awal dari perhitungan yang dapat

Page 19: bab 1 fixx

dipakai sebagai alat pembanding untuk mengecek hasil perhitungan yang lebih

canggih dengan menggunakan komputer. Beberapa rumus perhitungan cadangan

manual ini yaitu : rumus prismoida, rumus kerucut terpancung dan rumus luas

rata-rata (mean area).

Page 20: bab 1 fixx

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Estimasi Sumber daya Mineral.

hadiwijayatambang.blogspot.co.id/2011_05_01_archive.html

Anonim. http://eprints.undip.ac.id/43232/1/BAB_I_Pendahuluan.pdf

Bumi Resources Minerals Tbk. 2012. Laporan Tahunan.

Herman, Z. Danny. 2007. Kajian Potensi Tambang Dalam Pada Kawasan Hutan

Lindung Daerah Taliwang, Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara

Barat.

Hikari,irfan. 2011. Tahapan Eksplorasi Dalam Penambangan. http://dunia-

atas.blogspot.com/

Permatasari, Ghita Intan. 2011. Eksplorasi Blok Elang, Newmont Gelontarkan

USD8 Juta. http://m.okezone.com/

PT Newmont Nusa Tenggara. 2012. http://ptntt.co.id/

Qadrya, Dani AL. 2011. Analisis Perbandingan Produktivitas Alat Angkut Hasil

Simulasi Talpac Untuk Penentuan Jumlah Alat Angkut Caterpilar 793 C

Di PT. Newmont Nusa Tenggara, Nusa Tenggara Barat.

Saptono, Prianto Budi SAK Khusus untuk Industri Pertambangan Umum .2013.

http://www.transformasi.net/articles/read/149/sak-khusus-untuk-industri-

pertambangan-umum.html

Soeharto, R.Simpwee. Hasil Ekplorasi Mineral Logam Di Jalur Busur Magmatik

Sunda-Banda.Http://Psdg.Bgl.Esdm.Go.Id/ Kolokium%202000/Logam.Pdf