Tugas Case Reportreza
-
Upload
dimas-mochamad-zaeni -
Category
Documents
-
view
4 -
download
1
Transcript of Tugas Case Reportreza
CASE REPORT
BLOK ELEKTIF
KONDISI PSIKIS PADA ANAK KORBAN PERCERAIAN YANG
DIAKIBATKAN OLEH KEKERASAN RUMAH TANGGA
DISUSUN OLEH :
REZA SAKA PRAWIRA
1102007229
KELOMPOK 4 DOMESTIC VIOLANCE
DOSEN TUTOR : Dr. DIAN MARDIYAH, MKK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
2011/2012
0
ABSTRAK
Dewasa ini semakin meningkatnya grafik dari Kasus kekerasan dalam rumah
tangga dari tahun ke tahun. Kasus kekerasan dalam rumah tangga diantaranya banyak
menimpa antara suami dan istri. Dan mayoritas kasus kekerasan dalam rumah tangga
ini banyak dilakukan oleh suami terhadap istri yang disebabkan karena banyak faktor
misalnya, suami cemburu kepada istri karena melihat istri sedang bersama laki-laki
lain. Tidak hanya itu ada juga yang disebabkan oleh karena sikap tempramental suami
yang tidak terkendali serta pengaruh dari lingkungan tempat tinggal atau lingkungan
pergaulan dari suami. Apabila kekerasan ini terjadi akan mengakibatkan cedera fisik
dan cedera psikis. Kekerasan yang dilakukan oleh orang tua akan mengakibatkan
kesenjangan antara anggota keluarga.
Kekerasan dalam rumah tangga yang dapat mengakibatkan perceraian akan
berdampak sangat buruk pada anak. Terlebih lagi kondisi psikologi anak akan sangat
terganggu. Anak akan mengalami rasa dendam, marah, kecewa, stress bahkan anak
akan menghancurkan hidupnya dengan melakukan hal-hal yang negative misalnya,
anak akan mengkonsumsi minuman keras dan obat-obatan terlarang sebagai
pengalihan suasana di dalam keluarganya bahkan bisa melakukan tindakan bunuh
diri.
Oleh karena itu sebagai orang tua diharapkan untuk tidak melakukan tindakan
kekerasan serta perceraian karena akan mengakibatkan kondisi psikologi anak
terganggu.
Kata kunci : Kekerasan dalam rumah tangga, Psikis anak, kekerasan psikis
anak, akibat perceraian pada anak
1
DAFTAR ISI
Abstrak...........................................................................................................................1
Daftar isi........................................................................................................................2
Latar belakang...............................................................................................................3
Presentasi kasus............................................................................................................5
Tinjauan pustaka............................................................................................................7
Diskusi.........................................................................................................................10
Simpulan dan saran......................................................................................................11
Acknowledgement........................................................................................................11
Daftar pustaka..............................................................................................................12
2
LATAR BELAKANG
Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah setiap perbuatan terhadap
seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau
penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga
termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan
kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya
rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau
penderitaan psikis berat pada seseorang. Berdasarkan kategori usia korban kekerasan
psikis, persentase yang tertinggi pada anak yang berusia 6-12 tahun sebesar 28,8%
dan yang terendah pada usia 16-18 tahun sebesar 0,9%. Dengan perbedaan persentase
yang jauh, anak dengan usia yang lebih muda sangat rentan dengan gangguan
psikisnya dikarenakan salah satunya belum matangnya kepribadian yang di miliki
oleh anak yang lebih muda.
Kekerasan psikis tidak hanya terjadi pada istri yang terkena tindakan
kekerasan fisik oleh suaminya melainkan anak dari suami istri tersebut akan terkena
dampaknya. Seperti, kondisi psikis anak akan berubah bila melihat orang tua yang
melakukan kekerasan dan anak tersebut akan mengalami gangguan pada psikisnya
karena melihat hal yang tidak biasa dan bisa mengakibatkan trauma pada dirinya
apalagi orang tuanya bercerai karena kekerasan tersebut. Anak biasanya akan
merubah sikap ke orang tuanya.
Dampak negatif pada anak berbeda-beda tergantung dari banyak faktor
misalnya, usia, kematangan pribadi, jenis kelamin, kesehatan psikologis serta ada
dukungan dari orang yang lebih dewasa. Seorang anak perempuan dari orang tua
yang bercerai, lebih mampu menghandel masalah perceraian orang tuanya daripada
anak laki-laki. Hal ini disebabkan karena anak perempuan mampu memendam
perasaan dan anak laki-laki lebih rasional. Begitu juga dengan kondisi traumatis yang
3
terjadi pada anak korban perceraian orang tua. Pada anak yang lebih kecil belum bisa
memahami kenapa orang tua bercerai, karena anak belum mengerti konsep tentang
cinta dan alasan kenapa orang tua bercerai. Anak biasanya merasa bersalah atas
perceraian yang menimpa kedua orang tuanya. Bahkan anak akan menarik diri dari
lingkungan sekolahnya dan akan menjadi minder dalam pergaulan karena memiliki
keluarga yang broken home dan juga anak merasa malu jika di ejek bahwa orang
tuanya telah bercerai dan malu jika di ejek bapaknya telah melakukan kekerasan
terhadap ibunya. Anak juga tidak akan ceria seperti anak-anak lain seusianya. tidak
hanya itu anak akan sering tidak dirumah dan anak akan sering menghabiskan
waktunya di luar rumah untuk melupakan masalahnya. Bahkan ada juga anak yang
bersenang-senang dengan teman-temannya untuk melupakan masalah di keluarganya.
Bepergian ke suatu tempat bersama teman-temannya. Dan anak ini akan dirumah juga
ada orang tuanya saja atau saudara atau teman datang ke rumah. Anak yang seperti ini
akan sangat jarang dirumah meskipun sekolah libur.
Anak korban perceraian dan kekerasan yang dilakukan orang tua mengalami
kondisi traumatis dan pengalaman tidak menyenangkan. Anak-anak korban
perceraian orang tua dilanda perasaan kehilangan (hilangnya satu anggoata keluarga,
bapak atau ibu), gagal, kurang percaya diri, kecewa, marah dan benci yang amat
sangat. Bahkan anak akan mengalami tidak percaya diri terhadap kedekatan dengan
lawan jenis bahkan bisa membencinya. Kedepannya tidak akan berkomitmen dengan
lawan jenis.
4
PRESENTASI KASUS
Seorang ibu rumah tangga yang disebutkan sebagai korban berinisial M yang
berumur 40 tahun mengalami kekerasan oleh suaminya yang disebutkan sebagai
pelaku. kekerasan berlangsung pada tanggal 14 oktober 2011 sekitar pukul 20.30
yang bertempat di depan ruko milik korban dan pelaku. Korban dan pelaku menikah
pada tanggal 27 Desember 1992 dan mempunyai 2 orang anak. korban dan pelaku
setelah menikah tidak punya surat nikah yang sah yang diakui oleh negara. tetapi
setelah 7 bulan menikah baru suami membuat surat nikah yang sah. pernikahan antara
pelaku dan korban tercatat dicatatan sipil pada tanggal 4 agustus 1993. Disamping itu
pelaku sangat ingin membuat surat harta pisah namun korban menolak.
Awal mula terjadinya kekerasan terhadap korban yang dilakukan pelaku pada
bulan februari 1993 pada saat korban sedang mengandung dengan cara korban
dicekik oleh pelaku namun korban masih bersabar terhadap pelaku. namun pada
tanggal 14 oktober 2011 pelaku melakukan tindakan kekerasan kepada korban dan
korban melapor ke POLRES Jakarta Utarapada tanggal 15 November 2011 pukul
13.14. Kejadian bermula dari pelaku yang menuntut cerai secara sepihak tanpa alasan
yang jelas kepada korban melalui ibu korban. Korban mengetahui berita tersebut dari
ibu korban sepulang dari singapore untuk menghadiri ulang tahun anak korban dan
pelaku dikarenakan anak korban dan pelaku bersekolah di singapore. korban pulang
dari bandara ke ruko milik korban dan pelaku dijemput dengan supir. sesampai di
ruko korban langsung diberitahu berita tersebut oleh ibunya dan korban sangat syok
setelah itu supir korban mendapat perintah oleh pelaku untuk membawa mobil ke
kantor pelaku namun korban menolak dan supirnya disuruh pulang oleh korban dan
mobil dibawa oleh korban dikarenakan korban mau makan malam. tidak lama
kemudian datang pelaku dengan menggunakan mobil sedan dengan sangat kencang
dan langsung turun dari mobil dan menghampiri mbl korban serta mengetuk-ngetuk
kaca korban dengan keras. lalu korban ketakutan dan datang satpam yang bertugas
sebagai keamanan di daerah ruko tersebut. lalu secara spontan korban membuka kaca
5
dengan niat untuk menjauhkan pelaku dari korban dikarenakan pelaku sangat
emosional setelah membuka kaca pelaku langsung ingin mengambil kunci mobil
korban namun korban menahan tangan pelaku tetapi pelaku memukul lengan kanan
korban dan memukul leher korban yang mengakibatkan memar dan luka-luka pada
korban. setelah itu pelaku mendapatkan kunci mobil tersebut dan dibawa pergi oleh
pelaku.
Setelah kejadian korban langsung pergi ke dokter untuk menyembuhkan
memar dan luka yang terjadi akibat dari perbuatan pelaku. Setelah itu korban pergi
kerumah dan barang-barang pelaku sudah tidak ada di rumah hanya sapu tangan saja
yang tertinggal. setelah kejadian itu korban dan anak korban tidak pernah
berkomunikasi dan bertemu dikarenakan pelaku tidak membolehkan anaknya untuk
menghubungi dan bertemu dengan korban. Dan korban tidak mendapat nafkah dari
pelaku selama 1 bulan terakhir ini.
6
TINJAUAN PUSTAKA
Psikologi Anak
Sejak lahir sampai saat kematian, manusia itu tumbuh mekar, mengalami
banyak proses perubahan dan perkembangan. Karena itu prinsip perkembangan itu
sifatnya progresif. Lagipula prinsip perkembangan tersebut ada di dalam diri anak itu
sendiri. Proses perkembangan itu dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Hereditas/warisan sejak lahir
Misalnya: bakat, pembawaan, konstitusi, potensi-potensi psikis dan fisik.
2. Faktor-faktor lingkungan
Ada hukum konvergensi, dimana faktor intern dan ekstern saling bertemu dan saling
mempengaruhi.
Tujuan dari perkembangan adalah menjadi manusia dewasa yang sanggup
bertanggung jawab sendiri dan mandiri. Oleh karena individualitas anak adalah unik
(bakat pembawaan, potensialitas dan sifat-sifat yang karakteristik), maka setiap
perkembangan individu itu punya pola yang khas; tidak pernah ada yang identik
sama. Masing-masing anak akan tumbuh berkembang menjadi pribadi yang unik.
Lagipula setiap anak yang tumbuh berkembang itu selalu mengalami perubahan pada
setiap tingkat perkembangannya.
Teori psikoanalitis yang dikembangkan oleh Freud, begitu pula teori
interpersonal yang dikenalkan oleh Sullivan mendasari teori psikologis
perkembangan. Freud adalah orang pertama yang menemukan teori perkembangan
kepribadian dalam pengobatan psikoanalitis pada orang dewasa. Ia menekankan pada
tahapan perkembangan dan pengaruh pengalaman masa kecil terhadap perilaku pada
saat dewasa. Freud menyatakan bahwa masa lima tahun pertama kehidupan anak
7
sangat penting dan pada usia lima tahun karakter dasar yang dimiliki anak telah
terbentuk dan tidak dapat diubah lagi. Freud juga mengenalkan antara lain konsep
transferens, ego, mekanisme koping (coping mechanism). Sullivan memfokuskan
teori perkembangan anak pada hubungan antara manusia. Tema sentral teori Sullivan
berkisar pada anxietas dan menekankan bahwa masyarakat sebagai pembentuk
kepribadian. Anak belajar perilaku tertentu karena hubungan interpersonal.
Setiap anak juga merupakan subyek aktif, yang bebas menentukan tujuan
hidupnya sendiri, yaitu kebahagiaan lahir batin di dunia dan di akhirat, walaupun
kebahagiaan itu sendiri berlainan arti dan bentuknya bagi setiap pribadi. Demikian
pula cara untuk mencapai kebahagiaan itu pastilah berbeda. Sehingga bisa dikatakan
bahwa tujuan akhir dari hidup setiap orang itu pasti berbeda juga. Dengan demikian
tugas utama setiap orang tua adalah : a. memberikan fasilitas bagi perkembangan
anak dan b. membantu memperlancar perkembangan anak menurut irama dan
temponya sendiri-sendiri. Sejak lahir anak-anak menampilkan ciri-ciri karakteristik
yang individual, berbeda satu dengan yang lainnya. Semua ciri individual ini
cenderung untuk terus tumbuh dan berkembang sampai pada masa pubertas, adolensi
dan dewasa. Oleh karena itu individu itu merupakan pribadi yang unik, serta tiada
duanya dan berusaha merealisasikan diri dalam satu lingkungan sosial. Maka tidak
mungkin seorang anak hidup tanpa satu lingkungan sosial tertentu, jika anak itu mau
tumbuh normal dan mengalami proses manusiawi atau proses pembudayaan dalam
suatu lingkungan kultural. Selanjutnya kondisi itu menjadi menguntungkan dan
positif sifatnya, bila kombinasi dari pengaruh sosial dan potensi hereditas bisa saling
mendukung (hukum konvergensi); bisa bekerja sama secara akrab, dan membantu
proses realisasi diri dan proses sosialisasi anak. Sebaliknya, kondisi jadi tidak sehat
bila perkembangan anak menjadi terhambat ataupun rusak karenanya.
8
Kekerasan psikologi pada anak
Kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya
rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau
penderitaan psikis berat pada seseorang.
Kekerasan psikis ada 2 yaitu :
1. Kekerasan psikis ringan
berupa tindakan pengendalian, manipulasi, eksploitasi, kesewenangan,
perendahan dan penghinaan, dalam bentuk pelarangan, pemaksaan, dan isolasi sosial,
tindakan dan/atau ucapan yang merendahkan atau menghina, penguntitan, ancaman
kekerasan fisik, seksual dan ekonomis. Kekerasan psikis ringan akan berdampak
seperti : ketakutan dan perasaan terteror, rasa tidak berdaya, hilangnya rasa percaya
diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, gangguan tidur, gangguan makan,
gangguan disfungsi seksual, gangguan fungsi tubuh ringan (sakit kepala, gangguan
percernaan tanpa indikasi medis), fobia atau depresi temporer.
2. Kekerasan psikis berat
Berupa tindakan pengendalian manipulasi, eksploitasi, kesewenangan,
perendahan dan penghinaan dalam bentuk pelarangan, pemaksaan dan isolasi sosial,
ancaman kekerasan fisik, seksual, dan ekonomi. Kekerasan psikis berat akan
berdampak seperti : Gangguan tidur atau gangguan makan atau ketergantungan obat
atau disfungsi seksual yang salah satu atau kesemuanya berat dan/atau menahun,
Gangguan stress pasca trauma, Gangguan fungsi tubuh berat (seperti tiba-tiba lumpuh
atau buta tanpa indikasi medis), Depresi berat atau destruksi diri, Gangguan jiwa
dalam bentuk hilangnya kontak dengan realitas seperti skizofrenia dan atau bentuk
psikotik lainnya, bunuh diri.
9
DISKUSI
Kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan orang tua dan berakibatkan
perceraian akan sangat mempengaruhi kondisi anak mereka, terlebih lagi kondisi
mereka yang masih butuh orang tuanya. Kondisi seperti ini akan mengakibatkan anak
mereka mengalami trauma psikis yang berkepanjangan dan bisa merubah perilaku
mereka. dampak negatif yang ditimbulkan dari bercerainya orang tua pada anak
mengakibatkan anak marah dan merasa bersalah pada diri sendiri karena memiliki
pikiran bahwa dialah penyebab kedua orang tuanya bercerai, pembangkang, tidak
sabaran, tidak memiliki rasa percaya diri dan kedekatan terhadap lawan jenis, ke
depannya menjadi takut untuk membuat komitmen tentang sebuah hubungan dengan
lawan jenis, memiliki self esteem rendah dan dapat mengakibatkan anak membenci
orang tua, terlibat obat-obatan terlarang dan minuman keras. Selain itu, anak korban
perceraian orang tua mengalami kehilangan minat untuk pergi dan mengerjakan
tugas-tugas sekolah, sikap bermusuhan, agresif depresi, dan bahkan dalam beberapa
kasus ada yang bunuh diri. Kondisi traumatis yang muncul akibat dari perceraian
orang tua tersebut dapat mengganggu aktivitas dan kehidupan anak dikemudian hari.
Anak menjadi memiliki beban akibat orang tuanya bercerai.
Dalam kasus ini anak korban tidak diberi ijin untuk menemui ibunya bahkan
menghubungi ibunya karena ayahnya tidak membolehkan dan tidak diberikan alat
komunikasi apapun. Anak akan sangat ingin bertemu dengan ibunya dan perilaku
anak terhadap ayahnya akan berubah. Perubahan perilaku tersebut bisa berupa, takut,
emosi yang tidak terkontrol, kecewa, memendam perasaan dendam kepada ayahnya.
Dikarenakan anaknya terbiasa hidup mandiri akan sangat memungkinkan anaknya
akan lebih sering di luar untuk dapat melupakan masalah di keluarganya dengan
jalan-jalan bersama teman-teman dan pergi ke pusat perbelanjaan dan membeli
barang yang dia inginkan untuk melupakan kejadian yang ada di rumahnya.
10
KESIMPULAN DAN SARAN
Kondisi psikis akibat perceraian yang diakibatkan oleh kekerasan yang
dilakukan orang tuanya akan sangat berpengaruh dan dapat mengubah perilaku
bahkan hidup anaknya. Anak tidak akan berperilaku seperti biasanya dan anak akan
mengalami perubahan yang sangat signifikan. Oleh karena itu orang tua jangan
menghentikan kasih sayangnya dan perhatian bahkan memutuskan hubungan orang
tua kepada anak. Meskipun antara istri atau suami sudah cerai atau pun terdapat
masalah.
ACKNOWLEDGEMENT
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Hj. RW Susilowati selaku
koordinator Blok Elektif, M.Kes, dr. Feryal Basbeth Sp.F sebagai dosen pembimbing
Kelompok Domestic Violance, dan dr.Dian Mardiyah, MKK sebagai tutor kami.
Terima kasih kepada teman-teman anggota Domestic Violance 4 atas bantuan dan
kerja samanya.
11
DAFTAR PUSTAKA:
1. Adriani, Z. (2009). Potret, issue, sosialisasi, dan bimbingan terhadap KDRT
http://www.unja.ac.id/ppg/ppgunduh/sosialisasi%20dan%20bimbingan
%20terhadap%20kdrt.ppt
2. Dalyono, M. (1997). Psikologi pendidikan. Jakarta : P.T. Rineka Cipta.
3. Ginott, Halim G. (2001). Between parents and child. Jakarta : P.T. Gramedia
Pustaka Utama.
4. Gunarsa, Singgih D. (1995). Psikologi Perkembangan anak dan Remaja.
Jakarta : P.T. BPK Gunung Mulia.
5. Wisnu, K. (2010). Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
http://psikologi.or.id/mycontents/uploads/2010/10/kdrt1.pdf
12