Tugas Case Tht

23
PRESENTASI KASUS Tonsilitis Kronis Hipertrofi Oleh : Zus Levioni Gea Puteri Pertiwi Pembimbing : dr. Kresna Hadiputra, Sp.THT

description

tugas

Transcript of Tugas Case Tht

PRESENTASI KASUS

Tonsilitis Kronis Hipertrofi

Oleh :Zus Levioni

Gea Puteri Pertiwi

Pembimbing :dr. Kresna Hadiputra, Sp.THT

Stase THTRSUD Subang

Status Pasien

I. Identitas PasienNama : An. MUmur : 5 tahunJenis kelamin : PerempuanAgama : IslamAlamat : Cisusu kec. Cijambe RT 10 Rw 07 Kab.SubangPekerjaan : Tidak sekolahNo. RM : 221674Tanggal pemeriksaan : 15 Oktober 2015

II. Anamnesis (Autoanamnesis dan alloanamnesis) Keluhan utama

Nyeri menelan

Riwayat Penyakit SekarangPasien datang ke Poli THT RSUD Subang dengan keluhan nyeri

menelan dan panas badan sejak ± 4 bulan sebelum masuk rumah sakit. Keluhan disertai dengan nafsu makan yang menurun, tenggorokan terasa seperti ada yang mengganjal, dan sering batuk. Panas badan diakui pasien sejak 1 minggu SMRS. Ibu pasien mengatakan bahwa pasien sering tidur mengorok dan Keluhan sesak nafas disangkal. Keluhan nyeri telinga disangkal. Pasien mengaku sering berobat ke Puskesmas namun keluhan tidak juga hilang. 2 tahun yang lalu, ibu pasien pernah membawa pasien ke dokter spesialis dan dokter mengatakan bahwa amandel pasien membesar dan hingga saat ini ukurannya menetap.

Riwayat Penyakit DahuluRiwayat alergi disangkalRiwayat asma disangkal

Riwayat Penyakit KeluargaRiwayat keluarga dengan keluhan yang sama dengan pasien disangkal

III. Pemeriksaan Fisik Status Generalis

Keadaan umum : baik

Status LokalisPemeriksaan Telinga

Aurikula Dekstra Aurikula SinistraPreaurikula Edema (-), Hiperemis (-),

Massa (-), Nyeri (-)Edema (-), Hiperemis (-), Massa (-), Nyeri (-)

Aurikula Edema (-), Hiperemis (-), Massa (-), Nyeri (-)

Edema (-), Hiperemis (-), Massa (-), Nyeri (-)

Retroaurikula Edema (-), Hiperemis (-), Massa (-), Nyeri (-)

Edema (-), Hiperemis (-), Massa (-), Nyeri (-)

CAE Edema (-), Hiperemis (-), Sekret (-), Cerumen (-)

Edema (-), Hiperemis (-), Sekret (-), Cerumen (-)

Membran timpani Intak (+), Hiperemis (-), Cone of light (+)

Intak (+), Hiperemis (-), Cone of light (+)

Pemeriksaan HidungRhinoskopi anterior Cavum nasi dekstra Cavum nasi sinistra

Mukosa hidung Hiperemis (-), Sekret (-), Massa (-)

Hiperemis (-), Sekret (-), Massa (-)

Septum nasi Deviasi (-), Dislokasi (-)

Deviasi (-), Dislokasi (-)

Concha media dan inferior

Edema (-), Hiperemis (-)

Edema (-), Hiperemis (-)

Meatus media dan inferior

Polip (-) Polip (-)

Pemeriksaan TenggorokanKeterangan

Arcus faring Hiperemis (+)Tonsil T3-T3, hiperemis (+), permukaan

tidak rata, kripta (+), detritus (+), perlengketan (-),

Pemeriksaan Leher Pembesaran kelenjar getah bening (-) Massa (-)

IV. Diagnosis KerjaTonsilitis kronis hipertrofi

V. Usulan Pemeriksaan- Darah rutin (Hb, Ht, Leukosit, Trombosit)- BT, CT, Golongan darah- Foto Rontgen thoraks

VI. PenatalaksanaanUmum :

Istirahat cukup Makan makanan yang lunak Khusus : Simptomatik : analgesik, antipiretik, obat kumur yang megandung

desinfektan. Antibiotik spektrum luas : penisilin, eritromisin, klindamisin. Tonsilektomi

VII. Prognosis Qua ad vitam : ad bonamQua ad fungsionam : ad bonam

Tinjauan Pustaka

A. Anatomi Tonsil

Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh

jaringan ikat dengan kriptus di dalamnya. Terdapat 3 macam tonsil yaitu tonsil

faringal (adenoid), tonsil palatina dan tonsil lingual yang ketiga-tiganya membentuk

lingkaran yang disebut Cincin Waldeyer.

Tonsil palatina yang biasanya disebut tonsil saja terletak di dalam fosa tonsil.

Pada kutub atas tonsil seringkali ditemukan celah intratonsil yang merupakan sisa

kantong faring yang kedua. Kutub bawah tonsil biasanya melekat pada dasar lidah.

Permukaan medial tonsil bentuknya beraneka ragam dan mempunyai celah yang

disebut kriptus. Epitel yang melapisi tonsil ialah epitel skuamosa yang juga meliputi

kriptus. Di dalam kriptus biasanya ditemukan leukosit, limfosit, epitel yang terlepas,

bakteri, dan sisa makanan. Permukaan lateral tonsil melekat pada fasia faring yang

sering disebut kapsul tonsil. Kapsul ini melekat erat pada otot faring, sehingga mudah

dilakukan diseksi pada tonsilektomi. Tonsil mendapat darah dari a.palatina minor,

a.palatina asendens, cabang tonsil a.maksila eksterna, a.faring asendens, dan

a.lingualis dorsal.

B. FISIOLOGI TONSIL

            Tonsil mempunyai peranan penting dalam fase-fase awal kehidupan, terhadap infeksi mukosa nasofaring dari udara pernafasan sebelum masuk ke dalam saluran nafas bagian bawah. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa parenkim tonsil mampu menghasilkan antibodi. Tonsil memegang peranan dalam menghasilkan Ig-A, yang menyebabkan jaringan lokal resisten terhadap organisme patogen.

            Sewaktu baru lahir, tonsil secara histologis tidak mempunyai centrum germinativum, biasanya ukurannya kecil. Setelah antibodi dari ibu habis, barulah mulai terjadi pembesaran tonsil dan adenoid, yang pada permulaan kehidupan masa anak-anak dianggap normal dan dapat dipakai sebagai indeks aktifitas sistem imun.Pada waktu pubertas atau sbelum masa pubertas, terjadi kemunduran fungsi tonsil yang disertai proses involusi.

Terdapat dua mekanisme pertahanan , yaitu spesifik dan non spesifik.

1. Mekanisme Pertahanan Non-Spesifik

Mekanisme pertahanan spesifik berupa lapisan mukosa tonsil dan kemampuan limfoid untuk menghancurkan mikroorganisme. Pada beberapa tempat lapisan mukosa ini sangat tipis, sehingga menjadi tempat yang lemah dalam pertahanan dari masuknya kuman ke dalam jaringan tonsil. Jika kuman dapat masuk ke dalam lapisan mukosa, maka kuman ini dapat ditangkap oleh sel fagosit. Sebelumnya kuman akan mengalami opsonisasi sehingga menimbulkan kepekaan bakteri terhadap fagosit.

            Setelah terjadi proses opsonisasi maka sel fagosit akan bergerak mengelilingi bakteri dan memakannya dengan cara memasukkannya dalam suatu kantong yang disebut fagosom. Proses selanjutnya adalah digesti dan mematikan bakteri. Mekanismenya belum diketahui pasti, tetapi diduga terjadi peningkatan konsumsi oksigen yang diperlukan untuk pembentukan superoksidase yang akan membentuk H2O2, yang bersifat bakterisidal.  H2O2 yang terbentuk akan masuk ke dalam fagosom atau berdifusi di sekitarnya, kemudian membunuh bakteri dengan proses oksidasi.

            Di dalam sel fagosit terdapat granula lisosom. Bila fagosit kontak dengan bakteri maka membran lisosom akan mengalami ruptur dan enzim hidrolitiknya mengalir dalam fagosom membentuk rongga digestif, yang selanjutnya akan menghancurkan bakteri dengan proses digestif.

2. Mekanisme Pertahanan Spesifik

Merupakan mekanisme pertahanan yang terpenting dalam pertahanan tubuh terhadap udara pernafasan sebelum masuk ke dalam saluran nafas bawah. Tonsil dapat memproduksi Ig-A yang akan menyebabkan resistensi jaringan lokal terhadap organisme patogen. Disamping itu tonsil dan adenoid juga dapat menghasilkan Ig-E yang berfungsi untuk mengikat sel basofil dan sel mastosit, dimana sel-sel tersebut mengandung granula yang berisi mediator vasoaktif, yaitu histamin.

            Bila ada alergen maka alergen itu akan bereaksi dengan Ig-E, sehingga permukaan sel membrannya akan terangsang dan terjadilah proses degranulasi. Proses ini menyebabkan keluarnya histamin, sehingga timbul reaksi hipersensitifitas tipe I, yaitu atopi, anafilaksis, urtikaria, dan angioedema.

            Dengan teknik immunoperoksidase, dapat diketahui bahwa Ig-E dihasilkan dari plasma sel, terutama dari epitel yang menutupi permukaan tonsil, adenoid, dan kripta tonsil.

            Mekanisme kerja Ig-A adalah mencegah substansi masuk ke dalam proses immunologi, sehingga dalam proses netralisasi dari infeksi virus, Ig-A mencegah terjadinya penyakit autoimun. Oleh karena itu Ig-A merupakan barier untuk mencegah reaksi imunologi serta untuk menghambat proses bakteriolisis

C. Definisi Tonsilitis

Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari

cincin Waldeyer. Penyebaran infeksi melalui udara (air borne droplets), tangan, dan

ciuman. Dapat terjadi pada semua umur, terutama pada anak.

D. Patofisiologi Tonsilitis

Bakteri atau virus memasuki tubuh melalui hidung atau mulut. Amandel atau tonsil berperan sebagai filter, menyelimuti organisme yang berbahaya tersebut. Hal ini akan memicu tubuh untuk membentuk antibody terhadap infeksi yang akan datang akan tetapi kadang-kadang amandel sudah kelelahan menahan infeksi atau virus.

Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superficial mengadakan reaksi. Terdapat pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit poli morfonuklear. Proses ini secara klinik tampak pada korpus tonsil yang berisi bercak kuning yang disebut detritus. Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri dan epitel yang terlepas, suatu tonsillitis akut dengan detritus disebut tonsillitis falikularis, bila bercak detritus berdekatan menjadi satu maka terjadi tonsillitis lakunaris. Tonsilitis dimulai dengan gejala sakit tenggorokan ringan hingga menjadi parah. Pasien hanya mengeluh merasa sakit tenggorokannya sehingga berhenti makan. Tonsilitis dapat menyebabkan kesukaran menelan, panas, bengkak, dan kelenjar getah bening melemah didalam daerah sub mandibuler, sakit pada sendi dan otot, kedinginan, seluruh tubuh sakit, sakit kepala dan biasanya sakit pada telinga. Sekresi yang berlebih membuat pasien mengeluh sukar menelan, belakang tenggorokan akan terasa mengental. Hal-hal yang tidak menyenangkan tersebut biasanya berakhir setelah 72 jam.

Bila bercak melebar, lebih besar lagi sehingga terbentuk membran semu

(Pseudomembran), sedangkan pada tonsillitis kronik terjadi karena proses radang

berulang maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis. Sehingga pada proses

penyembuhan, jaringan limfoid diganti jaringan parut. Jaringan ini akan mengkerut

sehingga ruang antara kelompok melebar (kriptus) yang akan diisi oleh detritus,

proses ini meluas sehingga menembus kapsul dan akhirnya timbul perlengketan

dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan

pembesaran kelenjar limfe submandibula

E. Klasifikasi Tonsilitis

a. Tonsilitis Akut

Tonsilitis viral

Gejala tonsilitis viral lebih menyerupai common cold yang disertai rasa

nyeri tenggorok. Penyebab yang paling sering adalah virus Epstein Barr.

Hemofilus influenzae merupakan penyebab tonsilitis akut supuratif. Jika

terjadi infeksi coxschakie, maka pada pemeriksaan rongga mulut akan

tampak luka-luka kecil pada palatum dan tonsil yang sangat nyeri

dirasakan pasien.

Terapi : istirahat, minum cukup, analgetika, dan antivirus diberikan

jika gejala berat.

Tonsilitis bakterial

Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A Streptokokus β

hemolitikus yang dikenal sebagai strept throat, pneumokokus,

Streptokokus viridans, dan Streptokokus piogenes.

Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil akan

menimbulkan reaksi radang berupa keluarnya leukosit polimorfonuklear

sehingga terbentuk detritus. Detritus ini merupakan kumpulan leukosit,

bakteri yang mati dan epitel yang terlepas. Secara klinis detritus ini

mengisi kriptus tonsil dan tampak sebagai bercak kuning.

Bentuk tonsilitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsilitis

folikularis. Bila bercak-bercak detritus ini menjadi satu, membentuk alur-

alur maka akan terjadi tonsilitis lakunaris. Bercak detritus ini juga dapat

melebar sehingga terbentuk semacam membran semu (pseudo membrane)

yang menutupi tonsil.

Gambar. Tonsilitis Folikularis

Gambar. Tonsilitis Lakunaris

Gejala dan tanda

Masa inkubasi 2-4 hari. Gejala dan tanda yang sering ditemukan

adalah nyeri tenggorok dan nyeri waktu menelan., demam dengan suhu

tubuh yang tinggi, rasa lesu, rasa nyeri disendi-sendi, tidak nafsu makan,

dan rasa nyeri di telinga (otalgia). Rasa nyeri di telinga ini karena nyeri

alih (referred pain) melalui saraf n.glosofaringeus (n.IX).

Pada pemeriksaan tampak tonsil membengkak, hiperemis, dan terdapat

detritus berbentuk folikel, lakuna, atau tertutup membran smeu. Kelenjar

sub mandibula membengkak dan nyeri tekan.

Terapi

Antibiotika spektrum lebar penisilin, eritromisin. Antipiretik dan obat

kumur yang mengandung desinfektan.

Komplikasi

Pada anak sering menimbulkan komplikasi otitis media akut, sinusitis,

abses peritonsil (Quincy throat), abses parafaring, bronkitis,

glomerulonefritis akut, miokarditis, artiritis serta septikemia akibat infeksi

v.jugularis interna (sindrom Lemierre).

Akibat hipertropi tonsil akan menyebabkan pasien bernapas melalui

mulut, tidur mendengkur (ngorok), gangguan tidur karena terjadinya sleep

apnea yang dikenal sebagai Obstructive Sleep Apnea Syndrome (OSAS).

b. Tonsilitis Membranosa

Tonsilitis difteri

Penyebab tonsilitis difteri ialah kuman Corynebacterium diphteriae.

Tonsilitis difteri sering ditemukan pada anak berusia kurang dari 10 tahun

dan frekuensi tertinggi pada usia 2-5 tahun.

Gejala dan Tanda

Gejala Umum : kenaikan suhu tubuh biasanya subfebris, nyeri kepala,

tidak nafsu makan, badan lemah, nadi lambat serta keluhan nyeri menelan.

Gejala Lokal : tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor yang makin

lama makin meluas dan bersatu membentuk membran semu. Membran

semu ini melekat erat pada dasarnya, sehingga bila diangkat akan mudah

berdarah.

Gejala akibat eksotoksin : kerusakan jaringan tubuh yaitu pada jantung

dapat terjadi decompensatio cordis, mengenai saraf kranial menyebabkan

kelumpuhan otot palatum dan otot-otot pernapasan dan pada ginjal

menimbulkan albuminuria.

Diagnosis

Diagnosis tonsilitis difteri ditegakkan berdasarkan gambaran klinik dan

pemeriksaan preparat langsung kuman yang diambil dari permukaan

bawah membran semu dan didapatkan kuman Corynebacterium

diphteriae.

Terapi

Anti Difteri Serum (ADS) diberikan segera tanpa menunggu hasil

kultur, dengan dosis 20.000-100.000 unit tergantung dari umur dan

beratnya penyakit.

Antibiotika penisilin atau eritromisin 25-50 mg per kg berat badan

dibagi dalam 3 dosis selama 14 hari.

Kortikosteroid 1,2 mg per kg berat badan per hari. Antipiretik untuk

simptomatis. Karena penyakit ini menular, pasien harus diisolasi.

Perawatan harus istirahat di tempat tidur selama 2-3 minggu.

Komplikasi

- Laringitis difteri

- Miokarditis

- Kelumpuhan otot palatum mole, otot mata untuk akomodasi, otot

faring serta otot laring sehingga menimbulkan kesulitan menelan, suara

parau dan kelumpuhan otot-otot pernapasan.

- Albuminuria

Tonsilitis septik

Penyebab dari tonsilitis septik ialah Streptokokus hemolitikus yang

terdapat dalam susu sapi.

Angina Plaut Vincent (Stomatitis Ulseromembranosa)

Penyebab penyakit ini adalah bakteri spirochaeta atau triponema yang

didapatkan pada penderita dengan higiene mulut yang kurang dan

defisiensi vitamin C.

Gejala

Demam sampai 39oC, nyeri kepala, badan lemah dan kadang-kadang

terdapat gangguan pencernaan. Rasa nyeri di mulut, hipersalivasi, gigi dan

gusi mudah berdarah.

Pemeriksaan

Mukosa mulut dan faring hiperemis, tampak membran putih keabuan di

atas tonsil, uvula, dinding faring, gusi serta prosesus alveolaris, mulut

berbau (foetor ex ore) dan kelenjar sub mandibula membesar.

Terapi

Antibiotika spektrum lebar selama 1 minggu. Memperbaiki higiene mulut.

Vitamin C dan vitamin B kompleks.

Penyakit kelainan darah

- Leukemia akut

Tonsil membengkak ditutupi membran semu tetapi tidak hiperemis dan

rasa nyeri yang hebat di tenggorok.

- Angina agranulositosis

Pada pemeriksaan tampak ulkus di mukosa mulut dan faring serta di

sekitar ulkus tampak gejala radang.

- Infeksi mononukleosis

Pada penyakit ini terjadi tonsilo faringitis ulsero membranosa bilateral.

Membran semu yang menutupi ulkus mudah diangkat tanpa timbul

perdarahan.

c. Tonsilitis Kronis

Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronik ialah rangsangan yang menahun

dari rokok, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik, dan

pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.

Kuman penyebabnya sama dengan tonsilitis akut tetapi kadang-kadang

kuman berubah menjadi kuman golongan gram negatif.

Patologi

Karena proses radang berulang yang timbul maka selain epitel mukosa juga

jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid

diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripti

melebar. Secara klinik kripti ini tampak diisi oleh detritus. Proses berjalan terus

sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan dengan

jaringan di sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan

pembesaran kelenjar limfa submandibula.

Gejala dan tanda

Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata,

kriptus melebar dan beberapa kripti terisi oleh detritus. Rasa ada yang mengganjal

di tenggorok, dirasakan kering di tenggorok dan napas berbau.

Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan mengukur jarak

antara ke dua pilar anterior dibanding dengan jarak permukaan medial ke dua

tonsil, maka tingkatan pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi :

- T0 : tonsil berada di dalam fossa tonsil

- T1 : volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring < 25%

- T2 : volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring 25%-

50%

- T3 : volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring 50%-

75%

- T4 : volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring > 75%

Komplikasi

- Secara perkontinuitatum : rinitis kronik, sinusitis, atau otitis media

- Secara hematogen dan limfogen : endokarditis, artritis, miositis,

nefritis, uveitis, iridosiklitis, dermatitis, pruritus, urtikaria, dan

furunkulosis.

Terapi

Terapi lokal ditujukan pada higiene mulut dengan berkumur atau obat hisap.

Tonsilektomi dilakukan bila terjadi infeksi yang berulang atau kronik, gejala

sumbatan serta kecurigaan neoplasma.

Indikasi Tonsilektomi

The American Academy of Otolaryngology – Head and Neck Surgery Clinical

Indicators Compendium tahun 1995 menetapkan :

- Serangan tonsilitis lebih dari tiga kali per tahun walaupun telah

mendapatkan terapi yang adekuat.

- Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan

gangguan pertumbuhan orofasial.

- Sumbatan jalan napas yang berupa hipertofi tonsil dengan sumbatan

jalan napas, sleep apnea, gangguan menelan, gangguan berbicara, dan

cor pulmonale.

- Rinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang

tidak berhasil hilang dengan pengobatan.

- Tonsilitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A streptococcus

β hemoliticus.

- Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan.

- Otitis media efusa / otitis media supuratif.

Kontraindikasi Tonsilektomi

- Infeksi pernapasan bagian atas yang berulang

- Infeksi sistemik atau kronis

- Demam yang tidak diketahui penyebabnya

- Pembesaran tonsil tanpa gejala-gejala obstruksi

- Rinitis alergika

- Asma

- Diskrasia darah

- Ketidakmampuan yang umum atau kegagalan untuk tumbuh

- Tonus otot yang lemah

- Sinusitis

Teknik operasi tensilektomi

1. Guillotine

2. Diseksi, dengan berbagai metode

- Metode disection-snare dengan narkose umum

Metode ini adalah teknik tonsilektomi yang paling sering digunakan.

- Metode sluder-ballenger

- Metode kriogenik

- Metode elektrokoagulasi

- Tonsilektomi menggunakan laser

Daftar Pustaka

1. Arsyad, dkk. 2007. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala dan leher

edisi ke 6. Jakarta : FKUI

2. Boies, dkk. 1997. Buku ajar penyakit THT edisi 6. Jakarta : EGC

3. http://emedicine.medscape.com/article/871977-overview

4. http://emedicine.medscape.com/article/872119-overview