Buku Tugas THT
-
Upload
dewa-ayu-cindy-febriani -
Category
Documents
-
view
235 -
download
14
Transcript of Buku Tugas THT
OTITIS MEDIA AKUT
Definisi
• Peradangan akut dari sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah.
Etiologi
Penyebab OMA :
• Bakteri, antara lain :
- Streptococcus hemoliticus
- Staphilococcus aureus
- Pneumococcus
- Haemophilus influenza (sering menyerang balita)
- Escherichia colli
- Streptococcus anhemoliticus
- Proteus vulgaris
- Pseudomonas aurugenosa
• Virus
Patofisiologi
1. Causa yang rinogen. Dimulai dari URI, karena adanya hubungan langsung antara hidung dan cavum timpani
2. Melalui robekan membran timpani.
Seperti pada fraktur basis cranii, invasi kuman dari meatus eksterna.
3. Secara hematogen.
Akibat daya tahan tubuh yang menurun, misalnya : pada penderita TB.
Stadium
1. Stadium Kataralis
2. Stadium Supuratif (Bombans)
3. Stadium Perforasi
4. Stadium Resolusi
Stadium Kataralis
• Keradangan mukosa hidung dan nasofaring, URI, tuba eustachii dan cavum timpani.
• Mukosa tuba eustachii mengalami udema --> menyempitkan lumen tuba eustachii --> terganggunya fungsi tuba Eustachii, sehingga mengakibatkan :
1. meningkatkan permeabilitas pembuluh darah dan limfe
2. meningkatkan permeabilitas dinding sel
3. terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar mukosa
Yang akan menyebabkan “HYDROPS EX VACUO”
• Manifestasi Klinis :
Telinga dirasakan penuh, seperti kemasukan air ;
Pendengaran menjadi terganggu ;
Kadang-kadang disertai dengan perasaan nyeri pada telinga (otalgi) ;
Dirasakan adanya tinnitus / grebeg-grebeg.
Panas badan, batuk dan pilek
• Pemeriksaan Otoskopi :
– Membran timpani menjadi hiperemi
– Membran timpani mengalami retraksi
• Terapi
Vasokonstriktor yang dapat mengatasi okulasi tuba eustachii akibat oedema. (soludioephedrine 1% untuk orang dewasa dan 0,25% - 0,5% untuk bayi dan anak- anak).
Obat- obatan untuk mengatasi URI-nya.
Stadium Supurasi ( Bombans )
• Menurunnya pertahanan mukosa setempat (lokal) --> penetrasi kuman ke dalam jaringan mukosa cavum timpani --> pus dengan cepat terbentuk --> tekanan di dalam cavum timpani berubah menjadi lebih tinggi (hipertimpani) --> membran timpani tampak menonjol (bulging).
• Manifestasi Klinis :
• Keluhan otalgi hebat (dewasa)
• Rewel dan gelisah (anak-anak dan bayi)
• Febris tinggi
• Pemeriksaan Otoskopi :
• Tidak didapati sekret pada meatus externus
• Pada membran timpani tampak sangat hiperemi, cembung kolateral (bombans).
• Terapi :
• Drainage muko-pus secepatnya dari cavum timpani.
• Dilakukan incise pada membrane timpani (paracentensis / miringotomi) pada daerah postero-inferiror.
• Pemberian antibiotik misalnya penicillin.
• Obat-obatan yang lain untuk mengatasi URI.
• Jika paracentesis / miringotomi tidak dikerjakan, dapat terjadi :
1. OMA dapat diatasi dengan antibiotik, terbentuk jaringan muko-pus yang mengalami organisasi --> dapat menganggu sistem konduksi.
2. Timbul perforasi spontan dari membran timpani (stadium perforasi).
Stadium Perforasi
• Kumpulan muko-pus --> lubang perforasi --> mengalir ke arah meatus eksternus --> menurunkan tekanan di dalam cavum timpani.
• Manifestasi Klinis :
• Otalgi berkurang
• Adanya otorrhoe
• Pendengaran masih berkurang
• URI masih ada.
• Pemeriksaan Otoskopi :
• Membran Timpani yang hiperemis dengan lubang perforasi
• Kadang tampak pulsasi pada lubang perforasi kecil
• Terapi :
• Paracentesis / miringotomi apabila ada pulsasi / perforasinya kecil.
• Antibiotik dan tetes hidung
• Obat-obatan untuk URI
Stadium Resolusi
• Proses penyakit telah menyembuh.
• Mukosa sudah tidak mengalami oedema lagi, juga sekresi sudah jauh bekurang atau bahkan telah berhenti. Akibatnya gangguan fungsi juga telah mereda.
• Manifestasi Klinis :
• Gangguan pendengaran / penderita merasa telinga berdenging.
• Pemeriksaan Otoskopi :
• Meatus externa bersih dari sekret
• Membran timpani tidak hiperemis, kembali seperti normal, tampak lubang perfoasi.
• Terapi :
• Tidak diperlukan pengobatan.
• Saran agar telinga tidak kemasukan air untuk menghindari kekambuhan penyakit.
Prognosa
• Masa penyembuhan OMA berkisar 10 hari – 2 minggu
• Lubang perforasi akan tertutup --> jaringan cikatrik
• Fungsi pendengaran (jika tidak ada sequele) akan normal setelah 1 – 2 bulan.
OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS
Definisi
Keradangan kronik yang mengenai mukosa dan struktur tulang di dalam cavum tympani.
Etiologi
Kuman aerob :
- Positif gram : S. pyogenes, S. albus.
- Negatif gram : Proteus spp, Pseudomonas spp,
E. coli.
Kuman anaerob : Bacteroides spp
Patofisiologi
Otitis media akut dengan perforasi membran timpani menjadi otitis media supuratif kronis apabila prosesnya sudah lebih dari 2 bulan.
Bila proses infeksi kurang dari 2 bulan, disebut Otitis media supuratif sub akut.
Beberapa faktor yang menyebabkan OMA menjadi OMSK ialah terapi yang terlambat diberikan, terapi yang tidak adekuat, virulensi kuman tinggi, daya tahan tubuh pasien rendah (gizi kurang) atau higiens buruk.
Faktor-faktor yang menyebabkan infeksi berulang,
- Eksogen : infeksi dari luar melalui perforasi membran tympani.
- Rinogen : dari penyakit di rongga hidung dan sekitar.
- Endogen : alergi, diabetes melitus, TBC paru.
Letak Perforasi
Letak perforasi di membran timpani penting untuk menentukan tipe atau jenis OMSK.
Perforasi membran timpani dapat ditemukan di daerah central, marginal, atau atik. oleh karena itu disebut perforasi central, marginal, atau atik.
Pada perforasi sentral, perforasi terdapat di pars tensa, sedangkan diseluruh tepi perforasi masih ada sisa membran timpani.
Pada perforasi marginal sebagian tepi perforasi langsung berhubungan dengan anulus atau sulkus timpanikum.
Perforasi atik adalah perforasi yang terletak di pars flaksida.
Klasifikasi
Berdasarkan sifatnya :
› OMSK tipe mukosa / tipe benigna :
Disebabkan peradangan atau sumbatan tuba eustachius akibat penyebaran infeksi dari nasofaring, sinus atau hidung. Tipe ini ditandai dengan perforasi central atau subtotal pada pars tensa, sekret mukoid tidak berbau dan gangguan pendengaran ringan sampai sedang.
› OMSK tipe tulang / tipe maligna :
Ditandai oleh perforasi total, marginal atau perforasi attik dengan sekret yang berbau busuk akibat nekrosis tulang. Terdapat cholesteatom dan jaringan granulasi. Gangguan pendengaran bervariasi dari tuli ringan sampai tuli total.
Berdasarkan aktifitas sekret :
- OMSK aktif : OMSK dengan sekret yang keluar dari cavum timpani secara aktif
- OMSK inaktif : keadaan cavum timpaninya terlihat basah atau kering.
Diagnosis
Anamnesa :
- Otorhoe 6-8 minggu terus menerus atau kumat-kumatan.
- Pendengaran menurun (tuli)
Pemeriksaan THT :
- Otoskopi : melihat tipe perforasi, mukosa cavum tympani, sekret.
- Pemeriksaan hidung dan tenggorok untuk mencari faktor penyebab kronis.
Pemeriksaan penunjang :
- Tes fungsi tuba.
- Audiogram nada murni dan nada tutur.
- X-foto mastoid posisi schuller.
Komplikasi
Abses retro aurikula.
Paresis/paralisis saraf fasialis.
Labirinitis.
Komplikasi intrakranial :
- Meningitis.
- Abses extradural.
- Abses otak.
Terapi
Prinsip terapi OMSK tipe aman ialah konservatif atau dengan medikamentosa
› Untuk sekret yang keluar terus menerus :
Larutan H2O2 3% selama 3 – 5 hari
Antibiotik tetes dan kortikosteroid.
› Untuk sekret kering dengan perforasi masih ada setelah diobservasi selama 2 bulan
Operatif : Timpanoplasti
Tujuan menghentikan infeksi secara permanen memperbaiki membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan pendengaran yang lebih berat serta memperbaiki pendengaran.
Prinsip terapi OMSK tipe bahaya yaitu melalui pembedahan : mastoidektomi
OTITIS MEDIA SEROSA
Definisi
Suatu keadaan terdapatnya sekret yang non purulen pada telinga tengah, sedangkan keadaan membran tympani sendiri masih tampak utuh. Nama lain dari otitis media serosa adalah otitis media mucinosa, otitis media efusi, otitis media sekretoria, atau otits media mucoid ( glue ear ).
Etiologi
Otitis media serosa disebabkan oleh transudasi plasma dari pembuluh darah ke dalam rongga telinga tengah yang terutama disebabkan perbedaan tekanan hidrostatik, efusinya bersifat encer. Sedangkan otitis media mukoid ( glue ear ) disebabkan akibat sekresi aktif kelenjar dan kista pada lapisan epitel celah telinga tengah, efusinya bersifat kental / mukoid. Terjadinya efusi didahului oleh obstruksi tuba.
Patofisiologi
Otitis media serosa adalah keadaan terdapatnya sekret non purulen pada telinga tengah, sedangkan membran tympani utuh. Adanya cairan di telinga tengah dengan membran tympani utuh tanpa tanda – tanda infeksi disebut otitis media dengan efusi. Efusi encer disebut otitis media serosa dan apabila efusi kental seperti lem disebut otitis media mukoid (glue ear). Otitis media serosa terjadi terutama akibat adanya transudat atau plasma yang mengalir dari pembuluh darah ke arah telinga tengah yang sebagian besar terjadi akibat adanya perbedaan tekanan hidrostatik.
Pada otitis media mukoid, cairan yang ada pada telinga tengah timbul akibat sekresi aktif kelenjar dan kista yang terdapat dalam mukosa telinga tengah, tuba eustachius, dan rongga mastoid. Faktor yang berperan utama adalah terganggunya fungsi tuba eustachius. Faktor lain yang dapat berperan adalah adenoid hipertrofi, adenoiditis, sumbing palatum ( cleft palate ), tumor di nasofaring, barotrauma, sinusitis, dan rinitis. Keadaan alergik sering berperan sebagai faktor tambahan dalam timbulnya cairan di telinga tengah ( efusi di telinga tengah ). Pada dasarnya otitis media serosa dapat dibagi atas dua jenis yaitu otitis media serosa akut dan otits media serosa kronik.
Otitis media serosa akut
Otitis media serosa akut adalah keadaan terbentuknya sekret di telinga tengah secara tiba – tiba yang disebabkan oleh gangguan fungsi tuba. Keadaan akut inidapat disebabkan antara lain oleh :
1. Sumbatan tuba, dimana terbentuk cairan pada telinga tengah disebabkan oleh tersumbatnya tuba secara tiba – tiba seperti pada barotrauma.
2. Virus, terbentuknya cairan pada telinga tengah yang berhubungan dengan infeksi virus pada saluran nafas atas.
3. Alergi, terbentuknya cairan pada telinga tengah yang berhubungan dengan keadaan alergi pada saluran nafas atas.
4. Idiopatik.
Gejala Klinik
Gejala yang menonjol biasanya pendengaran berkurang. Selain itu pasien juga mengeluh rasa tersumbat pada telinga atau suara sendiri terdengar lebih nyaring atau berbeda pada telinga yang sakit. Kadang seperti terasa ada cairan yang bergerak dalam telinga pada saat posisi kepala berubah. Rasa sedikit nyeri pada telinga dapat terjadi pada saat awal tuba terganggu, yang menyebabkan timbul tekanan negatif pada telinga tengah tetapi setelah sekret terbentuk tekanan negatif ini pelan – pelan hilang. Rasa nyeri dalam telinga tidak pernah ada bila penyebab timbulnya sekret adalah virus atau alergi. Tinitus, vertigo, atau pusing kadang – kadang ada dalam bentuk ringan.
Pemeriksaan
Pada otoskopi terlihat membran tympani tampak retraksi. Kadang – kadang tampak gelembung udara atau permukaan cairan pada kavum timpani. Pada tes garpu tala didapatkan tuli konduksi.
Penatalaksanaan
Pengobatan dapat dilakukan secara medikamentosa dan pembedahan. Pada pengobatan medikal dapat diberikan obat vasokonstriktor lokal ( tetes hidung ) lalu manuver valsava bila tidak ada tanda infeksi pada saluran nafas atas. Setelah satu atau dua minggu bila gejala – gejala masih menetap, dilakukan mirigotomi serta pemasangan pipa ventilasi ( Grommet tube ).
Otitis media serosa kronik
Otitis media serosa kronik ( glue ear ) terdapat batasan dengan otitis media akut hanya pada cara terbentuknya sekret. Pada otitis media akut, sekret terjadi secara tiba – tiba dan disertai rasa nyeri. Sedangkan pada keadaan kronik sekret terbentuk secara bertahap tanpa rasa nyeri dengan gejala – gejala pada telinga yang berlangsung lama. Sekret yang terbentuk kental seperti lem. Ini terdapat lebih banyak pada anak – anak. Otitis media serosa kronik dapat terjadi sebagai gejala sisa dari OMA yang tidak sembuh sempurna. Penyebab lain diperkirakan ada hubungan dengan infeksi virus, keadaan alergi atau gangguan mekanis pada tuba.
Gejala Klinik
Perasaan tuli lebih menonjol oleh karena adanya sekret yang kental atau glue ear. Pada anak – anak yang berumur 5 – 8 tahun keadaan ini sering diketahui secara kebetulan waktu dilakukan pemeriksaan THT atau dilakukan uji pendengaran.
Pemeriksaan
Pada otoskopi terlihat membran timpani utuh sampai retraksi, suram, kekuning – kuningan sampai kemerah – merahan atau agak keabu – abuan.
Penatalaksanaan
Pengobatan yang harus dilakukan adalah mengeluarkan sekret dengan mirigotomi dan memasang pipa ventilasi ( grommet tube ). Pada kasus yang masih baru pemberian dekongestan tetes hidung serta kombinasi antihistamin – dekongestan per oral kadang bisa berhasil. Sebagian ahli menganjurkan pengobatan medikamentosa selama 3 bulan, bila tidak berhasil dilakukan tindakan operasi. Di samping itu harus dinilai dan diobati faktor penyebab seperti alergi, pembesaran adenoid atau tonsil, infeksi hidung dan sinus.
Diagnosis Banding
Otitis Media Supuratif Akut tipe Kataral
Komplikasi
Otitis Media Kronik
Atelektasis
OTITIS EKSTERNA
Definisi
• Radang liang telinga 2/3 medial akut maupun kronis yang disebabkan infeksi bakteri, jamur, dan virus, maupun trauma.
Etiologi
• Perubahan pH di liang telinga menjadi basa --> proteksi terhadap infeksi menurun
• Keadaan udara yang lembab dan hangat --> mudah tumbuh kuman dan jamur
• Trauma ringan ketika mengorek telinga
Otitis Eksterna Akut
• Otitis Eksterna Sirkumskripta (furunkel)
• Otitis Eksterna Difusa
Otitis Eksterna Difusa
• Disebut juga swimmer’s ear
• Biasanya terjadi pada cuaca yang panas dan lembab dan disebabkan oleh kelompok Pseudomonas kadang-kadang juga Staphylococcus Albus, Escherichia coli
Gambaran klinis :
• Rasa gatal pada liang telinga.
• Pembengkakan pada 2/3 medial liang telinga sebagian besar dinding kanalis
• Sekret yang sedikit.
• Pendengaran normal atau sedikit berkurang.
• Tidak adanya partikel jamur.
• Mungkin ada adenopati regional yang nyeri tekan
Terapi :
• Pilihan obat sistemik: Kolistin, Polimiksin B, Neomiksin, Kloramfenikol.
• Pilihan obat tetes telinga: Cortisporin, Colimicyn S, Pyocidin, Vosol HC,Chloromycetin.
• Terapi sistemik dipertimbangkaN pada kasus berat.
Otomikosis
Terdiri dari 2 jenis jamur yang paling sering ditemukan pada reaksi radang telinga. Antara lain :
1. Pityrosporum
Menyebabkan sisik superfisial yang menyerupai ketombe pada kulit kepala atau dapat menyerupai suatu dermatitis seboroika yang meradang atau dapat menjadi dasar berkembangnya infeksi lain yang lebih berat seperti furunkel atau perubahan ekzematosa.
2. Aspergillus (A.niger, A.flavus)
Didapatkan dari liang telinga tanpa adanya gejala apapun kecuali rasa tersumbat dalam telinga atau berupa peradangan yang menyerang epitel analis atau gendang telinga dan menimbulkan gejala-gejala akut.
Kadang-kadang ditemukan candida albicans
Terapi :
• Pembersihan liang telinga dengan kasa ataupun pengisap.
• Irigasi ringan yang diikuti pengeringan.
• Tetes telinga seperti vosol, Cresylate dan Otic Domeboro. Dan juga bisa memakai topikal spesifik seperti nistatin, Klotrimazol.
Herpes Zoster Otikus
• Penyebab : infeksi virus varicella zoster
• Sindrom Ramsay Hunt :
Apabila virus menyerang saraf trigeminus, ganglion genikulatum dan radiks servikalis bagian atas
• Gejala :
Tampak lesi vesikular pada kulit dan muka di sekitar liang telinga, otalgia, paralisis otot (kadang), gangguan pendengaran (tuli sensorineural).
• Terapi : sesuai dengan tatalaksana Herpes Zoster
Infeksi Kronis Liang Telinga
Penyebab :
• Pengobatan yang tidak adekuat dari infeksi bakteri maupun jamur
• Iritasi kulit yang disebabkan cairan otitis media
• Trauma berulang
• Adanya benda asing
• Penggunaan cetakan (mould) pada hearing aid
---> STENOSIS liang telinga karena jaringan sikatriks
• Terapi : operasi rekonstruksi telinga
• Keratosis obturans dan kolesteatoma merupakan dua kondisi yang yang dapat bermanifestasi sebagai sumber keratin di liang telinga.
• Keratosis obsturans ditemukan gumpalan epidermis di liang telinga yang disebabkan oleh terbentuknya sel epitel yang berlebihan yang tidak bermigrasi ke arah telinga luar.
• Koleteatoma disebabkan karena migrasi epitel yang salah dan periostitis sirkumskripta.
Otitis Eksterna Maligna
• Merupakan infeksi difus di liang telinga luar dan stuktur lain di sekitarnya.
• Biasanya pada orang tua dengan diabetes melitus karena pH serumennya lebih tinggi.
• Peradangan meluas secara progresif ke lapisan subkutis, tulang rawan dan tulang sekitarnya.
Gejala klinis :
• Rasa gatal diliang telinga.
• Nyeri.
• Sekret yang banyak.
• Pembengkakan liang telinga.
• Paresis atau paralisis fasial.
Kelainan patologik :
• Osteomielitis yang progresif disebabkan kuman Pseudomonas aeroginosa.
• Penebalan endotel yang mengiringi diabetes melitus berat diakibatkan oleh infeksi yang sedang aktif.
Terapi :
• Sesuai hasil kultur dan resistensi.
• Pseudomonas aeruginosa dengan antibiotik dosis tinggi.
• Menunggu hasil kultur diberi golongan fluoroquinolone (ciprofloxasin) dosis tinggi per oral.
• Keadaan berat diberikan antibiotik parenteral kombinasi dengan antibiotika golongan aminoglikosida selama 6-8 minggu.
• Antibiotik yang sering digunakan : Ciprofloxasin, Ticarcillin-clavulanat, Piperacilin (kombinasi dengan aminoglikosida), Ceftriaxone, Ceftazidine, Cefepime (maxipime), Tobramicin (kombinasi dengan aminoglikosida), Gentamicin
Komplikasi
• Intrakranial : meningitis, ensefalitis.
• Sistemik : sepsis (tx parenteral).
FURUNKEL
Definisi
• Radang dari folikel rambut yang terletak pada liang telinga
Etiologi
• Kuman penyebab furunkel MAE yaitu :
– Streptokokus
– Stafilokokus
Patofisiologi
• Faktor eksogen :
– Karena sering mengorek telinga sehingga lesi kulit dan disertai infeksi kuman.
– Hal tersebut juga terjadi karena kulit MAE mengalami maserasi (kulit menjadi lunak), akibat nanah yang tergenang di MAE, telinga kemasukan air, dan udara yang sangat lembab
• Faktor endogen ;
– Pada diabetes melitus
– Pada penderita kurang gizi
Gejala
• Nyeri telinga yang kadang-kadang didahului oleh korek-korek telinga.
– Nyeri dpt timbul spontan, saat daun telinga ditarik, tragus ditekan,ketika membuka mulut, atau saat mengunyah makanan yang keras.
– Hal ini terjadi karena MAE berdekatan dgn sendi rahang bawah sehingga apabila kulit yang berada di dekat sendi tersebut teregang saat tragus ditekan, membuka mulut atau menguyang akan terasa sakit.
– Demikian pula, jika furunkel terletak di bagian belakang, saat aurikula ditarik akan terasa nyeri.
• Pendengeran tetap baik, kecuali jika furunkel sangat besar sehingga menutup liang telinga.
• Badan tak enak, subfebril dan sefalgi.
Pemeriksaan
• Penderita merasa nyeri saat daun telinga ditarik, atau saat tragus ditekan. MAE merah, oedem dan sempit. Membran timpani tidak ada tanda radang. Pada keradangan hebat oedem dapat menjalar ke retroaurikular. Sulkusretro aurikular hilang dan telinga dapat terdorong kedepan. Pada keadaan ini harus dibedakan dengan Mastoiditis akut, yaitu suatu keradangan pada antrum dan selula mastoid.
• Persamaan mastoiditis dengan furunkel
1. Pembengkakan dibelakang telinga
2. Nyeri telinga hebat.
Terapi
• Pada infeksi yang berat, penderita perlu istirahat. Jika ada keluhan sakit, penderita di anjurkan mengunyah makanan yang lunak. Untuk nyeri dapat diberikan analgesik sebagai pengobatan lokal, pada MAE dapat diberikan tampon yang dibasahi larutan filtra larutan burowi (larutan burowi yang keruh disaring menggunakan kertas filter dan di ambil bagian yang bening). Tampon harus sering di tetesi dan dibuka atau diganti setelah 2-3 hari kemudian (biasanya nyeri sudah hilang). Pada infeksi lanjut dapat terjadi abses yang memerlukan tindakan insisi. Antibiotik perlu diberikan.
Komplikasi
• Komplikasi berupa limfadenitis, abses kelenjar limfe regional, perikonditis, erisipelas dan sepsis.
MENIERE
Definisi
• Suatu sindroma yang terdiri dari serangan vertigo, tinnitus, dan gejala otonomik secara mendadak.
Etiologi
• Primer : Idiopatik
• Sekunder :
1. Neurosifilis
2. Infeksi virus
3. Trauma.
Patofisiologi
• Disebabkan adanya hidrops endolimfa pada koklea dan vestibulum.
• Penyebab hidrops yang terjadi mendadak dan hilang timbul :
1. Meningkatnya tekanan hidrostatik di ujung arteri.
2. Berkurangnya tekanan osmotik dalam kapiler.
3. Meningkatnya tekanan osmotik ruang ekstrakapiler.
4. Jalan keluar sakus endolimfatikus tersumbat -> penimbunan cairan endolimfa.
Gejala klinis
Trias pada sindrom meniere,yaitu :
• vertigo
• tinitus
• Gejala otonomik (misal : mual, muntah, berkeringat dingin)
• Pada serangan pertama, biasanya lebih buruk dari pada serangan berikutnya
• Disertai gangguan pendengaran saat serangan
• Gejala khas : perasaan penuh di dalam telinga
Diagnosis (anamnesa)
• Kriteria diagnosis yaitu:
1. Vertigo hilang timbul
2. Fluktuasi gangguan pendengaran:tuli saraf
3. Gejala otonomik.
4. Menyingkirkan kemungkinan penyebab dari sentral, misalnya : tumor N. VIII
• Pada anamnesa bila di dapatkan gejala-gejala yang khas maka diagnosa Meinere dapat di tegakkan
Pemeriksaan penunjang
• Tes Gliserin --> adanya hidrops (menentukan prognosis tindakan operatif pada pembuatan shunt)
• Pemeriksaan histologi :
Tulang temporal (pelebaran dan perubahan morfologi pada membran Reissner)
Terdapat penonjolan kedalam sakala vestibuli --> di apeks koklea helikotrema
Sakulus mengalami pelebaran --> menekan utrikulus
Pelebaran skala media di mulai dari daerah apeks koklea --> meluas ke bagian tengah dan basal koklea
Penatalaksanaan
• Simptomatis (sedatif, anti muntah)
• Mengurangi tekanan hidrops endolimfe : vasodilator perifer, operasi pembuatan shunt
• Obat-obat antiskemia
• Obat-obat neurotonik
• Rehabilitasi untuk melatih sistem vestibular
PRESBYCUSIS
Definisi
Presbikusis adalah tuli sensorineural (saraf) pada usia lanjut akibat proses degenerasi (penuaan) organ pendengaran.
Proses ini terjadi berangsur angsur, dan simetris ( terjadi pada kedua sisi telinga).
Etiologi
Degenerasi sel rambut di koklea.
Degenerasi fleksibilitas dari membran basilar
Berkurangnya neuron pada jalur pendengaran
Perubahan pada sistem pusat pendengaran dan batang otak
Degenerasi jangka pendek dan auditory memory
Menurunnya kecepatan proses pada pusat pendengaran di otak (central auditory cortex )
Patofisiologi
Proses degenerasi menyebabkan perubahan struktur koklea dan Nervus vestibulocochlearis (VIII ).
Pada koklea perubahan yang mencolok ialah atrofi dan degenerasi sel-sel rambut penunjang pada organ korti.
Proses atrofi disertai dengan perubahan vaskuler juga terjadi pada stria vaskularis.
Selain itu terdapat pula perubahan, berupa berkurangnya jumlah dan ukuran sel-sel ganglion dan saraf.
Hal yang sama terjadi juga pada myelin akson saraf.
Presbycusis dibagi menjadi 4 tipe berdasarkan lokasi penuaan koklea :
Presbycusis sensoris
Tipe ini menunjukkan atrofi dari epitel disertai hilangnya sel-sel rambut dan sel penyokong Organ Corti.
Prosesnya berasal dari bagian basal koklea dan perlahan-lahan menjalar ke daerah apeks.
Perubahan ini berhubungan dengan penurunan ambang frekuensi tinggi, yang dimulai setelah usia pertengahan. Secara histology, atrofi dapat terbatas hanya beberapa millimeter awal dari basal koklea.
Proses berjalan dengan lambat.
Beberapa teori mengatakan perubahan ini terjadi akibat akumulasi dari granul pigmen lipofusin.
Presbycusis Neural
Tipe ini memperlihatkan atrofi dari sel-sel saraf di koklea dan jalur saraf pusat. Diperkirakan adanya 2100 neuron yang hilang setiap dekadenya ( dari totalnya sebanyak 35000 ).
Hilangnya neuron ini dimulai pada awal kehidupan dan mungkin diturunkan secara genetik.
Efeknya tidak disadari sampai seseorang berumur lanjut sebab gejala tidak akan timbul sampai 90 % neuron akhirnya hilang.
Atrofi terjadi mulai dari koklea, dengan bagian basilarnya sedikit lebih banyak terkena dibanding sisa dari bagian koklea lainnya.
Tetapi, tidak didapati adanya penurunan ambang terhadap frekuensi tinggi bunyi.
Keparahan tipe ini menyebabkan penurunan diskriminasi kata-kata yang secara klinik berhubungan dengan presbikusis neural dan dapat dijumpai sebelum terjadinya gangguan pendengaran.
Presbycusis Metabolik
Kondisi ini dihasilkan dari atrofi stria vaskularis.
Stria vaskularis normalnya berfungsi menjaga keseimbangan bioelektrik dan kimiawi dan juga keseimbangan metaboliK dari koklea.
Atrofi dari stria ini menyebabkan hilangnya pendengaran yang direpresentasikan melalui kurva pendengaran yang mendatar ( flat ) sebab seluruh koklea terpengaruh. Diskriminasi kata-kata dijumpai.
Proses ini berlangsung pada seseorang yang berusia 30-60 tahun.
Berkembang dengan lambat dan mungkin bersifat familial.
Presbycusis Mekanik (presbikusis konduktif koklear)
Kondisi ini disebabkan oleh penebalan dan kekakuan sekunder dari membran basilaris koklea.
Terjadi perubahan gerakan mekanik dari duktus koklearis dan atrofi dari ligamentum spiralis. Berhubungan dengan tuli sensorineural yang berkembang sangat lambat.
Perubahan histologik presbikusis jarang sekali ditemukan hanya pada satu area saja, karena perkembangan presbikusis melibatkan perubahan simultan pada banyak tempat.
Hal ini menjelaskan sulitnya menghubungan gejala klinik atau tanda dengan lokasi anatomik yang spesifik.
Gejala klinik
Gejala klinik bervariasi antara masing-masing pasien dan berhubungan dengan perubahan yang terjadi pada koklea dan saraf sekitarnya.
Keluhan lain presbikusis berupa berkurangnya pendengaran secara perlahan dan progresif, simetris pada kedua telinga, yang saat dimulainya tidak disadari.
Keluhan utama adalah adanya telinga berdenging (tinnitus).
Pasien dapat mendengar suara percakapan, tetapi sulit untuk memahaminya, terutama bila diucapkan secara cepat dengan latar belakang yang riuh (cocktail party deafness).
Terkadang suara pria terdengar seperti suara wanita. Bila intensitas suara ditinggikan akan timbul rasa nyeri di telinga.
Diagnosa
Anamnesa
Pada anamnesa akan didapati keluhan-keluhan seperti berkurangnya pendengaran yang tidak diketahui kapan dimulainya.
Gejala tersebut berkembang perlahan dan sangat lambat.
Kesulitan mengucapkan beberapa konsonan tertentu sepeti “f”, “ s”, atau “ th “ pada orang Inggris misalnya.
Kemudian adanya riwayat paparan berulang terhadap kebisingan seperti latar belakang pekerjaan menjadi anggota militer, pekerja industri dan sebagainya.
Adanya riwayat penggunaan obat-obatan yang bersifat ototoksik, dsb.
Pemeriksaan fisik
Tidak dijumpai keabnormalan pada pemeriksaan fisik.
Tetapi dengan pemeriksaan otoskopi tampak membran timpani suram, dan jika dilakukan tes penala, maka akan menunjukkan suatu tuli sensorineural yang bilateral.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan misalnya pemeriksaan audiometric nada murni, menunjukkan tuli saraf nada tinggi, bilateral dan simetris.Pada tahap awal terdapat penurunan yang tajam (sloping) setelah frekuensi 2000 Hz.
Gambaran ini khas pada presbikusis sensorik dan neural.
Kedua jenis presbikusis ini sering ditemukan.
Garis ambang dengar pada audiogram jenis metabolik dan mekanik lebih mendatar, kemudian pada tahap berikutnya berangsur-angsur terjadi penurunan.
Pada semua jenis presbikusis tahap lanjut juga terjadi penurunan pada frekuensi yang lebih rendah.Pemeriksaan audiometri tutur menunjukkan adanya gangguan diskriminasi wicara (speech discrimination).
Keadaan ini jelas terlihat pada presbikusis jenis neural dan koklear.
Penatalaksanaan
Rehabilitasi sebagai upaya untuk mengembalikan fungsi pendengaran dilakukan dengan pemasangan alat bantu dengar (hearing aid).
Pemasangan koklear implant
Pemasangan alat bantu dengar hasilnya akan lebih memuaskan bila dikombinasikan dengan latihan membaca ujaran (speech reading), dan latihan mendengar (auditory training), prosedur pelatihan tersebut dilakukan bersama ahli terapi wicara (speech therapist).
Tujuan rehabilitasi pendengaran adalah
memperbaiki efektifitas pasien dalam komunikasi sehari-hari.
Pembentukan suatu program rehabilitasi untuk mencapai tujuan ini tergantung pada penilaian menyeluruh terhadap gangguan komunikasi pasien secara individual serta kebutuhan komunikasi sosial dan pekerjaan.
Partisipasi pasien ditentukan oleh motivasinya.
Oleh karena komunikasi adalah suatu proses yang melibatkan dua orang atau lebih, maka keikutsertaan keluarga atau teman dekat dalam bagian-bagian tertentu dari terapi terbukti bermanfaat.
Membaca gerak bibir dan latihan pendengaran merupakan komponen tradisional dari rehabilitasi pendengaran.
Pasien harus dibantu untuk memanfaatkan secara maksimal isyarat-isyarat visual sambil mengenali beberapa keterbatasan dalam membaca gerak bibir.
Selama latihan pendengaran, pasien dapat melatih diskriminasi bicara dengan cara mendengarkan kata-kata bersuku satu dalam lingkungan yang sunyi dan yang bising.
Latihan tambahan dapat dipusatkan pada lokalisasi, pemakaian telepon, cara-cara untuk memperbaiki rasio sinyal-bising dan perawatan serta pemeliharaan alat bantu dengar.
Program rehabilitasi dapat bersifat perorangan ataupun dalam kelompok.
Penyuluhan dan tugas-tugas khusus paling efektif bila dilakukan secara perorangan, sedangkan program kelompok memberi kesempatan untuk menyusun berbagai tipe situasi komunikasi yang dapat dianggap sebagai situasi harian normal untuk tujuan peragaan ataupun pengajaran.
Pasien harus dibantu dalam mengembangkan kesadaran terhadap isyarat-isyarat lingkungan dan bagaimana isyarat-isyarat tersebut dapat membantu kekurangan informasi dengarnya.
Perlu diperagakan bagaimana struktur bahasa menimbulkan hambatan-hambatan tertentu pada pembicara.
Petunjuk lingkungan, ekspresi wajah, gerakan tubuh dan sikap alami cenderung melengkapi pesan yang diucapkan.
Bila informasi dengar yang diperlukan untuk memahami masih belum mencukupi, maka petunjuk-petunjuk lingkungan dapat mengisi kekurangan ini.
Seluruh aspek rehabilitasi pendengaran harus membantu pasien untuk dapat berinteraksi lebih efektif dengan lingkungannya.
Hal lain yang terjadi pada penderita presbikusis adalah masalah fisik dan emosional antara lain berupa :
Terganggunya hubungan perorangan dengan keluarga
Kompensasi tingkah laku akibat gangguan pendengaran:
Pemarah dan mudah frustrasi
Depresi, menarik diri dari lingkungan (introvert)
Merasa kehilangan kontrol pada kehidupannya
Waham curiga (paranoid)
Self-criticism
Berkurangnya aktivitas dengan kelompok sosial
Berkurangnya stabilitas emosi.
TRAUMA AKUSTIK
Definisi
• Gangguan pendengaran yang disebabkan akibat terpapar oleh bising yang cukup keras dan dalam jangka waktu yang cukup lama dan biasanya diakibatkan oleh bising lingkungan kerja
• Sifat ketuliannya adalah tuli sensorineural koklea dan umumnya terjadi pada ke dua telinga.
Etiologi
• Ketulian sensorineural yang paling umum,di sebabkan oleh kerasnya suara maupun lamanya paparan.
• Terpapar bising, antara lain : intensitas bising yang lebih tinggi, frekuensi tinggi.
Gejala klinis
• Kurang pendengaran dapat disertai dengan tinitus
• Cukup berat di sertai keluhan sukar menangkap percakapan dengan kekerasan biasa
• Lebih berat percakapan yang keraspun sukar di mengerti
SECARA KLINIS pajananan bising pada organ pendengaran dapat menimbulkan:
• 1. Reaksi Adaptasi
• Respon kelelahan akibat rangsangan oleh bunyi dengan intensitas 70 dB SPL atau kurang, merupakan fenomena fisiologis pada saraf telinga yang terpajan bising
• 2. Peningkatan ambang dengar sementara
• Keadaan terdapatnya peningkatan ambang dengar akibat pajanan bising dengan intensitas yang cukup tinggi. Pemulihannya dapat terjadi dalam beberapa menit atau jam.
• 3. Peningkatan ambang dengar menetap
• Keadaan dimana terjadi peningkatan ambang dengar menetap akibat pajanan bising dengan intensitas sangat tinggi berlangsung singkat atau lama yang menyebabkan kerusakan pada berbagai struktur koklea.
Pengaruh bising pada pekerja dibagi menjadi 2, yaitu :
• 1. Pengaruh auditorial berupa tuli akibat bising (Noise Induced Hearing Loss/NIHL) terjadi dalam lingkungan kerja dengan tingkat kebisingan yang tinggi.
• 2. Pengaruh Non auditorial dapat bermacam-macam misalnya : gangguan komunikasi, gelisah, rasa tidak nyaman, gangguan tidur, peningkatan tekanan darah, dll.
Patologi
Lesi sangat bervariasi pada :
• Disosiasi organ Corti
• Ruptur membran
• Perubahan stereosilia dan organel subseluler
Juga menimbulkan efek pada :
• Sel ganglion
• Saraf
• Membran tektoria
• Pembuluh darah
• Stria vaskularis
Jenis kerusakan pada struktur organ yang ditimbulkan tergantung dari :
• Intensitas
• Lama paparan
• Frekuensi bising
Proses mekanik :
Pergerakan cairan dalam koklea yang begitu keras --> robeknya membrana Reissner --> percampuran cairan perilimfe dan endolimfe --> menghasilkan kerusakan sel-sel rambut.
Pergerakan membrana basiler yang begitu keras --> rusaknya organa korti --> percampuran cairan perilimfe dan endolimfe --> kerusakan sel-sel rambut.
Pergerakan cairan dalam koklea yang begitu keras, dapat langsung menyebabkan rusaknya sel-sel rambut, dengan ataupun tanpa melalui rusaknya organa korti dan membrana basiler.
Proses metabolik :
• Vasikulasi dan vakuolasi pada retikulum endoplasma sel-sel rambut dan pembengkakkan mitokondria --> mempercepat rusaknya membrana sel dan hilangnya sel-sel rambut.
• Hilangnya sel.sel rambut karena kelelahan metabolisms, sebagai akibat dari gangguan sistem enzim yang memproduksi energi, biosintesis protein dan transport ion.
• Terjadi cedera pada vaskularisasi stria --> gangguan tingkat konsentrasi ion Na, K dan ATP.
• Sel rambut Iuar lebih terstimulasi oleh bising, sehingga lebih banyak membutuhkan energi dan mungkin akan lebih peka untuk terjadinya cedera atau iskemi
• Kemungkinan lain adalah interaksi sinergistik antara bising dengan zat perusak yang sudah ada dalam telinga itu sendiri.
Diagnosa
Anamnesa :
• Pernah / sedang bekerja di lingkungan bising (5 tahun lebih).
• Kurang pendengaran disertai tinitus/tidak.
Pemeriksaan :
• Otoskopi tidak ditemukan kelainan
• Tes penala, rhinne (+), schwabach memendek, weber lateralisasi ke telinga yang pendengarannya lebih baik
• Kesan jenis ketulian : tuli sensorineural.
• Audiometri :
- Nada murni didapatkan tuli sensorineural pada frekuensi 3000-6000 Hz,
- Frekuensi 4000 Hz terdapat takik (notch),
- Recruitment pada telinga yang tuli jadi lebih sensitif terhadap kenaikan intensitas bunyi yang kecil (1 dB)
Penatalaksanaan
• Pindah dari lingkungan kerja yang bising, jika tidak memungkinkan dapat menggunakan alat pelindung telinga terhadap bising (ear plug, ear muff, helmet)
• Pemasangan hearing aid
• Auditory training
• Memakai Lip reading, membaca mimik dan gerakan anggota badan, serta bahasa isyarata untuk berkomunikasi
• Rehabilitasi suara (untuk mengendalikan volume, tinggi rendah, dan irama percakapan)
• Cochlear implant
• Psikoterapi
Prognosis
Kurang baik, disebabkan :
• Tuli sensorineural koklea yang sifatnya menetap
• Tidak dapat diobati dengan obat dan pembedahan.
Pencegahan
• Bising lingkungan kerja harus kurang dari 85 dB, misal : meredam bunyi generator dengan ditaruh di ruang kedap.
• Memakai pelindung telinga, misal : sumbat telinga, tutup telinga dan penutup kepala.
• Melakukan survey kebisingan
• Melakukan analisis kebisingan dengan Sound Level Meter atau Octave Band Analyzer
• Melakukan kontrol kebisingan
• Melakukan tes Audiometri secara berkala kepada yang beresiko tinggi
Carcinoma Cavum Nasi
Tumor hidung baik yang jinak maupun yang ganas umumnya jarang ditemukan. Di Indonesia dan di luar negeri , kekerapan jenis yang ganas hanya berkisar 1 % dari seluruh keganasan. Tumor ganas yang sering ditemukan adalah karsinoma sel skuamosa. Keganasan ini lebih banyak terjadi pada kelompok penderita pria perokok. Metastase ke leher jarang kecuali pada tumor yang sangat besar atau jika bibir terkena oleh perluasan langsung.
Epidemiologi dan EtiologiInsiden tertinggi tumor ganas hidung ditemukan di jepang yaitu 2 per 100.000 penduduk
pertahun. Etiologi belum diketahui tapi diduga beberapa zat hasil industri seperti nikel, debu kayu, kulit, kromolin, dll. Pekerja di bidang ini mendapat kemungkinan terjadi keganasan hidung jauh lebih besar. Alkohol, makanan yang diasin atau diasap diduga meningkatkan kemungkinan terjadi keganasan.Jenis Patologi
Tumor ganas di cavum nasi dapat berasal dari epitelial atau non epitelial. Tumor ganas epitelial adalah karsinoma sel skuamosa, kanker kelenjar liur, adenokarsinoma, karsinoma tanpa diferensiasi, dll. Tumor ganas non epitelial adalah hemangioperisitoma, bermacam – macam sarkoma termasuk rabdomiosarkoma dan osteogenik.Jenis Patologi
Estesioneuroblastoma adalah tumor ganas penunjang epitel olfaktorius. Tumbuh lambat dan mampu metastasis ke paru dan cervikal. Tumor mengikis kranium anterior melalui lempeng kribiformis. Tumor ganas tersering adalah karsinoma sel skuamosa ( 70 % ), disusul oleh karsinoma tanpa diferensiasi dan tumor asal kelenjar. Metastasis pada kelenjar leher jarang terjadi karena tumor berada pada struktur tulang yang kokoh.
Gejala dan TandaGejala tergantung dari asal tumor primer serta arah dan perluasannya. Gejala timbul setelah
tumor membesar.
Gejala Nasal berupaObstruksi hidung unilateral , progresif, dan rinorea. Sekretnya sering bercampur darah atau
terjadi epistaksis. Tumor yang besar dapat mendesak tulang hidung sehingga tejadi deformitas hidung. Khas pada tumor ganas adalah ingusnya berbau karena mengandung jaringan nekrotik.Rasa nyeri di sekitar hidung dapat diakibatkan oleh gangguan ventilasi sinus. Rasa nyeri terus - menerus dan progresif umumnya akibat infiltrasi tumor ganas. Pemeriksaan
Melalui rhinoskopi anterior dan posterior periksa kavum nasi dengan seksama. Deskripsi massa sebaik mungkin, apakah permukaannya licin, merupakan pertanda tumor jinak atau permukaan berbenjol – benjol, rapuh, dan mudah berdarah merupakan pertanda tumor ganas. Untuk memeriksa rongga oral, selain inspeksi lakukan juga palpasi dengan memakai sarung tangan, palpasi gusi rahang atas apakah ada nyeri tekan dan penonjolan. Pemeriksaan naso – endoskopi dapat membantu menemukan tumor dini. Adanya pembesaran kelenjar leher juga perlu dicari meskipun jarang metastasis ke kelenjar leher.
Pemeriksaan PenunjangFoto polos tetap berfungsi sebagai diagnosis awal, terutama jika ada erosi tulang dan
perselubungan padat unilateral, harus dicurigai keganasan. CT scan merupakan sarana terbaik untuk memeperlihatkan perluasan tumor dan destruksi tulang. MRI atau Magnetic Resonance Imaging dapat membedakan jaringan tumor dari jaringan normal, tetapi kurang begitu baik dalam memperlihatkan destruksi tulang. Foto polos paru diperlukan untuk melihat adanya metastase tumor di paru.
DiagnosisDiagnosis pasti ditegakkan berdasarkan pemeriksaan histopatologi. Jika tumor tampak di rongga
hidung, maka biopsi akan lebih mudah dan harus segera dilakukan. Jika dicurigai tumor vaskuler, misalnya angiofibroma, jangan dilakukan biopsi karena akan sangat sulit menghentikan perdarahan yang terjadi. Diagnosis adalah dengan angiografi.
Diagnosis Banding :Angiofibroma Nasofaring JuvenilisPolip Nasi Inverted papiloma
Penatalaksanaan :Terbaik untuk tumor ganas adalah kombinasi operasi, radioterapi, dan kemoterapi. Satu macam
pengobatan saja tidak cukup. Tindakan operasi (kalo terbatas pada cavum nasi dilakukan rinotomi lateral, dan bila sudah masuk sinus maksilaris maka dilakukan maksilektomi) harus dilakukan seradikal mungkin. Radiasi dilakukan bila operasi kurang radikal atau residif, pada tumor yang radio sensitif ( misal : tumor sangat besar / in operable, dan metastasis jauh ). Kemoterapi sebagai terapi tambahan pada pembedahan dan radiasi. Bermanfaat pada tumor ganas dengan metastasis atau residif.
PrognosisPada umumnya prognosis kurang baik. Beberapa hal yang mempengaruhi prognosis antara lain
adalah : 1. Adanya kesulitan menentukan batas tepi tumor secara pasti 2. Kesulitan melakukan operasi secara radikal karena sempitnya lapangan operasi, dikhawatirkan
mengenai organ yang lain.3. Prognosisnya lebih baik dari ca nasofaring, tetapi lebih buruk dari ca laring.
RHINITIS ATROFI
Terdiri dari 2 jenis :1. Rhinitis kronika atropikan Foetida/ozaena2. Rhinitis kronika atropikan non foetida
RHINITIS KRONIK ATROFI FOETIDA• Etiologi : idiopatik• Faktor predisposisi :
a. Bakteri (mis : cocobacillus ozaena, klebsiella ozaena)b. Herediterc. Malnutrisi/avitaminosa Ad. Gangguan hormonal (wanita, umur)e. Defisiensi Fe.
• Faktor ini tidak berdiri sendiri tapi bersama-sama
• Patologi:Terdapat end arteritis dan peri-arteritis arteriole -> obliterasi -> terjadi atropi dari mukosa konka
nasi, kelenjar dan saraf• Insiden : wanita / laki-laki = 5 : 1
• Anamnesa :1. Nafas berbau dari orang lain, penderita sendiri anosmia2. Hidung buntu akibat banyak krusta dan gangguan aliran udara (aerodinamika)3. Faring kering.
• Pemeriksaan Rhinoskopi anterior :1. Cavum nasi luas - atropi mukosa2. Mukosa licin, sekret kental3. Krusta kering warna kehijau-hijauan dan berbau busuk
DIAGNOSA BANDINGsinusitis maxilaris : bisa unilateral dan konka nasi oedem, hiperemi --> cavum nasi sempit, sama-sama foetor
TERAPI• INH à menghilangkan bau tidak enak • Vitamin A 150.000-200.000 IU• Preparat Fe• Estrogen• Obat cuci hidung à untuk melepaskan krustae • Dengan operasi : menyelipkan polietilen atau cartilago di dalam mukosa dan flap mukosa
septum nasi
RHINITIS KRONIK ATROFI NON-FOETIDA Perbedaan dengan ozaena tidak ada anosmia dan sekret tidak berbau, penyebabnya :
• Konkotomi yang berlebihan• Post polipectomi pada polip yang sangat besar/banyak• Post radiasi
RHINITIS ALLERGI
DEFINISI• Menurut Von Pirquet (1986) :
Penyakit inflamasi yang dIsebabkan reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitasi dengan alergen yg sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan alergen spesifik tersebut.
• Menurut WHO ARIA(AllergIc Rhinitis and Impact on Asthma) 2001: Kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah
mukosa hidung terpapar alergen yang di perantai oleh IgE.
Reaksi alergi terdiri dari 2 fase :1. Immediate Phase Allergic Reaction / Reaksi Alergi Fase Cepat
Berlansung sejak kontak dgn alergen sampai 1 jam setelahnya 2. Late Phase Allergic Reaction / Reaksi Alergi Fase Lambat
Berlangsung 2-4 jam dgn puncak 6-8 jam (hiperreaktifitas) setelah pempaparan berlangsung sampai 24-48 jam
PATOFISIOLOGI• Kontak pertama dgn alergen/tahap sensitisasi --> makrofag/monosit (sel penyaji) menangkap
alergen --> ANTIGEN • Antigen + molekul HLA kelas II --> kompeks peptida MHC kelas II --> sel T helper(Th O) • Sel penyaji melepaskan sitokin (IL 1) --> mengaktifkan TO --> Th1 dan Th2 • Th2 --> menghasilkan sitokin (IL 4, 13) --> imfosit B menjadi aktif --> memproduksi IgE --> di
sirkulasi darah --> ke jaringan --> diikat oleh reseptor IgE --> sel mastosit atau basofil (sel mediator) menjadi aktif di sebut sensitisasi yg menghasilkan sel mediator
• Mukosa yg sdh tersensitisasi + alergen yang sama --> kedua rantai IgE akan mengikat alergen spesifik --> terjadi degranulasi mastosit dan basofi --> terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk (histamin)
• Histamin dikelurkan Newly Formed Mediators antara lain prosta glandin D2(PGD2), Leukotrien D4(LD4),Leukotrin C4 (LT C4),bradikinin,Platelet Activating Factor (PAF)dan berbagai sitokin.(IL3,IL4,IL5,IL6, GM-CSF(Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor )----disebut Reaksi Alergi Fase Cepat(RAFC)Histamin --> merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus --> rasa gatal & bersin
• Histamin --> kelenjar mukosa dan sel goblet --> hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat --> rinorea
GAMBARAN HISTOLOGISGambaran pada saat serangan :
• Adanya Vascular bad disertai pembesaran sel goblet dan sel pembentuk mukus, pembesaran ruang interseluler dan penebalan membran basal serta ditemukan infiltrasi sel-sel eosinofil pada jaringan mukosa dan submukosa hidung.
• Jika serangan terjadi terus-menerus, akan terjadi perubahan yang irreversibel yaitu proliferasi jaringan ikat dan hiperplasia mukosa --> tampak mukosa hidung menebal.
The area confined with the black square in B is blown up in C to underscore the excessive vascular dilatation, congestion, edema, and eosinophilic infiltration in the mucosaSatu macam alergen dapat merangsang > 1 organ sasaran --> memberi gejala campuran (cth : asma dan rhinitis alergi)
• Berdasarkan cara masuk alergen :1. Alergen Inhalan Masuk bersama dengan udara pernapasan, misalnya tungau debu rumah, kecoa, serpihan epitel kulit binatang, jamur.2. Alergen Ingestan Masuk ke saluran cerna berupa makanan, misalnya : susu sapi, telur, coklat, ikan laut, udang, kepiting. 3. Alergen Injektan Masuk melalui suntikan atau tusukan, misalnya :
penisilin dan sengatan lebar 4. Alergen Kontaktan Masuk melalui kontak kulit atau jaringan mukosa, misalnya: bahan kosmetik, perhiasan
Masuknya antigen asing kedalam tubuh terjadi reaksi yg secara garis besar terdiri dari:1.Respon Primer Terjadi proses eliminasi dan fagositosis antigen (Ag) bersifat non spesifik.2. Respon Sekunder Bersifat spesifik,mempunyai 3 kemungkinan yaitu membangitkan sistem imunitas seluler atau humoral, atau keduanya.3. Respon Tertier Bersifat sementara atau menetap, tergantung dari daya eliminasi Ag oleh tubuh
Gell dan Coombs mengklasifikasikan reaksi ini atas 4 tipe:1. Tipe 1 atau reaksi anafilaksis 2. Tipe 2 atau reaksi sitotoksik/sitolitik 3. Tipe 3 atau reaksi kompleks imun 4. Tipe 4 atau reaksi hipersensivitis atau lambat Rhinitis alergi termasuk reaksi tipe 1
KLASIFIKASI (DAHULU)1.Rhinitis alergi musiman
Biasanya pada negara yang mempunyai 4 musim.Alergen penyebabnya spesifik, sensitif terhadap suatu allergen, misalnya polen --> polinosis,
spora jamur.Biasanya disertai dengan konjungtivitis (mata merah, gatal disertai lekrimasi).
2. Rhinitis alergi sepanjang tahun Timbul terus-menerus, sepanjang tahun.Penyebab paling sering alergen inhalan (dewasa) dan alergen ingerstan (anak-anak).
KLASIFIKASI (SAAT INI)Berdasarkan WHO Initiative ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2001 :
• Menurut sifat berlangsungnya Intermitten (gejala < 4 hari seminggu atau < 4 minggu) Persisten (gejala > 4 hari seminggu dan > 4 minggu)
• Menurut tingkat berat ringannya penyakit : Ringan (tidak ditemukan gangguan tidur, aktivitas harian, bersantai, olahraga, belajar,
bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu). Sedang-berat (bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut diatas)
DIAGNOSISDiagnosis Rhinitis Allergi didasarkan pada :
• Anamnesis• Pemeriksaan Fisik • Pemeriksaan Penunjang
ANAMNESA• 50% digunakan untuk menegakkan diagnosis• khas : serangan bersin berulang (mekanisme fisiologis self cleaning process)• terdapat rhinorea yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, lakrimasi
(kadang).• Hidung buntu (pada anak-anak)
PEMERIKSAAN FISIK• Rhinoskopi anterior
Tampak mukosa oedema, basah, pucat / livid disertai sekret encer yang banyak.Jika persisten, mukosa inferior tampak hipertrofi
• Pada anak, gejala sering tidak lengkap, biasanya ditemukan : Allergic shiner (bayangan gelap di daerah bawah mata karena stasis vena sekunder
akibat obstruksi hidung) Allergic salute (sering menggosok-gosok hidung dengan punggung tangan karena gatal)
--> Allergic crease (garis melintang di dorsum nasi) --> Facies adenoid (gangguan pertumbuhan gigi-geligi karena mulut sering terbuka dengan
lengkung langit-langit yang meninggi). Cobblestone appearance (dinding posterior faring yang nampak granular dan oedem), Penebalan dinding lateral faring Geographic tongue (lidah seperti gambaran peta)
PEMERIKSAAN PENUNJANG (IN VITRO)Pemeriksaan Hematologi Lengkap Eosinofil --> alergi inhalan Basofil --> alergi makanan PMN --> infeksi bakteri Pemeriksaan IgE total (prist-paper radio immuno sorbent test)Pemeriksaan IgE spesifik (RAST – Radio Immuno Sorbent Test dan ELISA – Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay Test).Pemeriksaan sitologi hidung
Skin End-point Titration (SET) --> alergi inhalan Intracutaneous Provocative Dilutional Food Test (IPDFT) --> alergi makanan Challenge Test --> alergi makanan
TERAPI• Menghindari kontak dengan alergi penyebab dan eliminasi.• Medikamentosa • Operatif • Imunoterapi
TERAPI MEDIKAMENTOSA• Antihistamin H-1• Dekongestan (agonis adrenergik alfa)• Kortikosteroid • Preparat sodium kromoglikat • Antikolinergik topikal (ipratropium bromida)• Anti leukotrien • Anti IgE • DNA rekombinan
TERAPI OPERATIF• Bila konka inferior mengalami hipertrofi :
Kauterisasi : AgNO3 25% atau Trichlor asetat Jika hipertrofi berat : konkotomi parsial, konkoplasti / multiple outfractured, inferior
turbinoplasty
TERAPI IMUNOTERAPI• Dilakukan pada gejala yang berat dan telah berlangsung lama.• Pengobatan lain tidak memberikan hasil yang memuaskan • Tujuan : pembentukan IgG blocking antibody dan penurunan IgE • Dapat dilakukan intradermal dan sublingual.
KOMPLIKASI Polip hidung Otitis media efusi (terutama pada anak-anak) Sinusitis paranasalis
RHINITIS VASOMOTORICA
DEFINISI Rhinitis vasomotor adalah suatu keadaan idiopatik yang didiagnosis tanpa adanya infeksi, alergi, eosinofilia, perubahan hormonal (kehamilan, hypertyroid), dan pajanan obat (kontrasepsi oral, anti hipertensi, beta blocker, aspirin, clhorpromazine, dan obat topikal hidung decongestan).
ETIOLOGI & patofiologi Belum pasti diketahui, diduga :
- Neurogenik ( disfungsi saraf otonom )yaitu : ketidak seimbangan impuls saraf otonom ( N. Vidianus )di mukosa hidung yang berupa
bertambahnya aktifitas sistem parasimpatis yang akan menyebabkan peningkatan sekresi hidung dan vasodilatasi, sehingga terjadi kongesti hidung.
- Nitrik Oksidakadar nitrik oksida (NO) yang tinggi dan persisten di lapisan epitel hidung dapat menyebabkan
terjadinya kerusakan atau nekrosis epitel, akibatnya terjadi peningkatan reaktifitas serabut trigeminal dan recruitment reflek vaskular dan kelenjar mukosa hidung.
- Neuropeptidayaitu : terjadi disfungsi hidung yang di akibatkan oleh meningkatnya rangsangan terhadap saraf
sensoris serabut C di hidung menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskuler dan sekresi kelenjar. - Traumamerupakan komplikasi jangka panjang dari trauma hidung melalui mekanisme neurogenik
dan/atau neuropeptida.
FAKTOR PENYEBAB Faktor yang mempengaruhi keseimbangan vasomotor :
Faktor fisik - seperti iritasi oleh asap rokok, bau merangsang, kelembapan udara.- Sensitif terhadap perubahan hawa dingin (alergi dingin), perubahan hawa dingin sebagai
trauma fisik akan menyebabkan atau plasma sel melepaskan mediator kimiawi yang farmakologik bersifat vasoaktif dengan akibat vasodilatasi, meningkatnya permeabilitas pembuluh darah kapiler (oedema), dan sekresi glandula secomucinous.
Obat –obatan yang menekan dan menghambat kerja saraf simpatis, contohnya : ergotamin, chlorpromazin, antihipertensi, topikal vasokonstriktor.
Faktor endokrin : kehamilan, pil KB, pubertas, hipotiroidisme. Faktor psikis : kecemasan, ketegangan.
GEJALA KLINIS Bersin – bersin dan tidak ada rasa gatal pada mataRhinorhoe encerObstruksio nasiBiasanya pagi hari memburuk karena lembabJika tidur hidung buntu bilateral
Diagnosis Anamnesa : singkirkan tentang rhinitis alergikaPemeriksaan dengan :
- Rinoskopi anterior tampak gambaran yang khas berupa edema mukosa hidung, konka merah gelap atau merah tua, sekret mukoid tapi hanya sedikit.
Pemeriksaan laboratorium (menyingkirkan kemungkinan rinitis alergi) :- Tidak ada eosinifilisa, kadang ada tapi sedikit.- Tes cukit kulit biasanya negatif.- Kadar IgE spesifik tidak meningkat.
DIAGNOSA BANDING Rhinitis akut Rhinitis alergika
KOMPLIKASI Sinusitis paranasalOtitis media
TERAPI Menghindari stimulus/faktor pencetus. olah raga ditempat atau udara terbuka, bila kedinginan diberi acetosal, salamid. Pengobatan simtomatis : kombinasi antihistamin dan dekongestan oral sebelum tidur
malam/saat serangan, contohnya :- Antihistamin : Chlortrimetoin (CTM)2-4 mg pada saat serangan - Dekongestan oral : pseudo-ephedrin 30-60mg pada saat serangan.
Tetes hidung sebagai vasokonstriktor untuk mengurangi obstruksi nasi, seperti : kortikosteroid topikal 100-200 mikrogram.Kalau obstruksi nasinya berlangsung lama dapat dikurangi dengan caustik pinggir konka inferior atau conchotomia
SINUSITIS
SINUS PARANASALISTerdiri dari 4 pasang, mulai dari yang terbesar yaitu:
1. Sinus maksila2. Sinus frontal3. Sinus etmoidalis4. Sinus sphenoidalis
SINUS MAKSILARISSinus paranasal yg terbesar berbentuk piramid ,saat lahir berukuran volume 6-8 ml kemudian berkembang mencapai ukuran maksimal 15 ml saat dewasaAnatomi :
dinding anteriornya: permukaan fasial os maksila yang di sebut fosa kanina, dinding posterirnya: permukaan infra-temporal maksila,dinding medialnya: dinding lateral
rongga hidung, dinding superiornya: dasar orbita, dinding inferiornya: prosesus alveolaris dan palatum
Ostium sinus maksila berada si sebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui infundibulum etmoid.
Dari segi klinik yang perlu d perhatikan dari anatomi maksila adalah: 1. Dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas,kadang gigi taring dan gigi molar M3 bahkan akar-akar tersebut dapat menonjol ke dalam sinus sehingga infeksi gigi geligi mudah naik k atas menyebabkan sinusitis 2.Sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita 3.Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus sehingga drenase hanya tergantung dari gerak silia
SINUS FRONTALISTerletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan ke empat fetus,berasal dari sel-sel resesus frontal atau sel-sel infundibulum etmoid, sesudah sinus frontal milai berkembang pada usia 8-10 tahun dan ukuran maksimal sebelum usia 20 tahun. Ukurannya 2,8 cm tingginya, lebarnya 2,4 cm dan dalamnya 2 cmBagian kanan dan kiri biasanya tidak simetris,salah satunya lebih besar dan di pisahkan oleh sekat yang terletak di garis tengahBiasanya bersekat-sekat dan tepi sinus berlekuk-lekuk
SINUS ETHMOIDALISPada orang dewasa bentuk sinus etmoid piramid dengan dasarnya di bagian posterior. Ukurannya dari anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2,4 cm dan lebar 0,5 cm di anterior dan 1,5 cm di posteriorSinus etmoid berongga-rongga terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang tawon, yang terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid yang terletak di antara konka media dan dinding medial orbita
Berdasarkan letaknya ada 2: 1. Sinus etmoid anterior yang bermuara di meatus medius,sel-selnya biasanya kecil-kecil dan banyak,letaknya di depan lempeng yang menghubungkan bagian posterior konka media dengan dinding lateral(lamina basalis) 2. Sinus etmoid posterior yang bermuara di meatus superior,sel-selnya lebih besar dan lebih sedikit jumlahnya terletak di posterior dari lamina basalis
SINUS SPHENOIDALISTerletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior.sinus sfenoid di bagi dua oleh sekat yang di sebut SEPTUM INTERSFENOID.ukurannya:tingginya 2 cm,dalamnya 2,3 lebarnya 1,7 cm.volumenya bervariasi dari 5-7,5 ml.Batas-batasnya :
superior terdapat fosa sereberi media dan kelenjar hipofisa, inferior atap nasofaring, lateral berbatasan dengan sinus kavernosus dan a.karotis interna(sering tampak sebagai
indentasi), posterior berbatasan dengan fosa sereberi posterior di daerah pons
FUNGSI SINUS PARANASALIS• Sebagai pengatur kondisi udara (air conditioning)
Memanaskan dan mengatur kelembaban udara inspirasi• Sebagai penahan suhu (thermal insulators)• Membantu keseimbangan kepala
Mengurangi berat tulang muka• Membantu resonansi suara• Sebagai peredam perubahan tekanan suara
Apabila terdapat perubahan tekanan yang besar dan mendadak (bersin)• Membantu produksi mukus
Membantu membersihkan partikel yang masuk melalui udara inspirasi
PEMERIKSAAN FISIK• Inspeksi
Pembengkakan pada muka Pembengkakan di pipi sampai kelopak mata bawah yang berwarna kemerahan -->
sinusitis maksila akut Pembengkakan di kelopak mata atas --> sinusitis frontalis akut Rhinoskopi anterior dan posterior
• Palpasi Sinusutis maksila --> nyeri tekan pipi dan nyeri ketuk gigi Sinusisitis frontalis --> nyeri tekan di dasar sinus frotalis Sinusitis etmoid --> nyeri tekan di daerah kantus medius
• Transluminasi Hanya untuk memeriksakan sinus maksila dan sinus frontal Tampak daerah gelap di infraorbita (antrum terisi pus / menebal / terdapat neoplasma) Kista --> berwana terang
PEMERIKSAAN PENUNJANG• Pemeriksaan Radiologi
Posisi Walters PA dan lateral (melihat kelainan di sinus maksila, frontal, dan etmoid)• CT Scan
CT Scan potongan koronal dan aksial hidung dan sinus paranasal dengan indikasi sinusitis kronik, trauma dan tumor.
• Sinuskopi Menggunakan endoskopi (melihat adanya sekret, polip, jaringan granulasi, massa tumor atau kista, keadaan mukosa, keadaan ostium)
DEFINISIInflamasi mukosa sinus paranasal, umumnya disertai atau dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut rinosinusitis.Multisinusistis : apabila mengenai beberapa sinus.Pansinusitis : apabila mengenai semua sinus paranasal.
Etiologi dan Faktor predisposisi:ISPA akibat virusRinitis alergiRinitis hormonal pada wanita hamilPolip hidungKelainan anatomi, contoh: deviasi septum atau hipertrofi konkaSumbatan kompleks ostio-meatal (KOM)Infeksi tonsil, infeksi gigiKelainan imunologik. Faktor yang lain : lingkungan berpolusi, udara dingin dan kering, serta kebiasaan merokok.
PATOFISIOLOGIOrgan-organ yang membentuk KOM (kompleks Ostio-Meatal – muara sinus maksila, sinus frontal dan sinus ethmiodalis) letaknya berdekatan dan bila terjadi oedem --> ostium tersumbat --> tekanan negatif didalam rongga sinus --> transudasi berupa serous (rinosinusitis non-bacterial)Bila kondisi ini menetap, sekret yang terkumpul di dalam sinus menjadi media yang baik untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri, sehingga sekret menjadi purulen (rinosinusitis bacterial akut)Jika inflamasi terus berlanjut --> hipoksia dan bacteri anaerob berkembang --> mukosa makin membengkak --> perubahan mukosa menjadi kronik yaitu hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista.
KLASIFIKASISinusitis infeksiosa, yaitu :
Sinusitis maxilaris akut dan kronik Sinusitis frontalis akut dan kronik Sinusitis ethmoidalis akut dan kronik Sinusitis sfenoidalis akut dan kronik
Sinusitis non-infeksiosa, yaitu :BarosinusitisSinusitis alergika.
SINUSITIS MAXILARIS AKUTAInsidens : paling banyakPatologi : radang akut menjadi purulenFaktor-faktor yang mempermudah terjadinya : 1. Rhinogen rhinitis akut 2. Odontogen : Caries, gangren, apexitis, ruptur abses dari P2-M1-3 Ruptur kista dengan infeksi gigi Post ekstraksi gigi. 3. Drainase sinusitis maxilaris susah oleh karena : Ostium tinggi -> 10 jam sehari duduk/berdiri Ostium mudah tertutup oleh konka media, deviasi septum nasi, polip/sekret.
Gejala klinis :Didahului adanya rhinitis akutPipi terasa kemeng -> sakitSefalgi sebelah yang sakit, maksimal pada sore hari tetapi paginya redaSekret mukopurulen kadang-kadang bisa hemorhagis lama-lama berbau
Pemeriksaan :Inspeksi : pipi kadang oedem-hiperemiRhinoskopi anterior : vestibulum nasi merah, sekret bila ada di meatus medius, cavum nasi mukosanya merah, oedem menjadi sempit.Rhinoskopi posterior : post nasal drip dan terlihat pus di meatus medius.Palpasi : fosa canina menjadi sakit bila ditekan.Transiluminasi : bayangan sinus gelap.X-foto water’s : perselubungan pada sinus maxilaris kadang-kadang nampak permukaan cairan.Irigasi percobaan : keluar pus/mukoid (+). Pemeriksaan ini dilakukan sekligus sebagai terapi.
Terapi :a. Konservatif : - Umum : dianjurkan istirahat, makan lunak. Analgetik. Antibiotik golongan penicillin, bila alergi pakai erithromicin, doxycyclin. - Lokal : perbaiki drainage Tetes hidung dengan sol ephinephrin 1%
Tidur miring (heterolateral)b. Aktif, dilakukan irigasi -> pus (+) kemudian diulangi seminggu sekali. Komplikasi irigasi, dapat timbul emboli udara di pipi dan infiltrat air di pipi.
Prognosa :Bila cepat berobat maka sembuh dengan konservatif.Bila tidak diobati dapat menjadi kronis.Blokade ostium tuba eustachius -> O.M.PPost nasal drip -> lama-lama faringitis
SINUSITIS MAXILARIS KRONIKA
Patologi : telah terjadi degenerasi mukosa, cysteus, polip, fibrous, metaplasi epitel.
Faktor etiologi :1. Sinusitis maxilaris acuta yang berulang atau kurang diobati2. Ada blokade drainage3. Infeksi geraham4. Infeksi sinus frontalis, ethmoidalis
Gejala klinis :Keluhan tidak tegas, samar-samar dan lamaSekret dihidung sebelah, tergantung posisi bisa di depan/belakangFoetor nasiHidung buntu, kadang ada rasa sakit dan subfebril
Pemeriksaan :Rhinoskopi anterior dan posterior ditemukan pus di meatus mediusPalpasi timbul rasa sakit bisa samarMungkin ada caries gigiTransiluminasi : gelap homolateralX-foto water’s : gelap/suram
Terapi :a. Konservatif : antibiotik, tetes hidung.b. Aktif : Irigasi 1 minggu sekali ; bila 5-7 kali masih (+) dilakukan tindakan operasi Fokal infeksi gigi -> ekstraksi Tindakan operasi ( cadwell-luc)
SINUSITIS FRONTALIS AKUTA
Patologi : adanya radang purulenModus infeksi biasanya lewat rhinogen, melalui :Rhinitis akuta yang bisa menjalar langsung/akibat buang ingus/akibat berenang.Obstruksi nasi dimana oleh karena oedem, hipertrofi konka, polip nasi/deviasi septum.
Gejala klinis :Seperti rhinitis akutMalaise, febrisSekret dan obstruksi nasiSefalgi hebat menjadi homolateral, pagi hari lebih sakit dari sore.
Pemeriksaan :Inspeksi : kulit tidak apa-apaPalpasi : didapatkan nyeri tekan pada dasar/lantai sinus frontalis atau dinding depan sinus frontalisRhinoskopi anterior : mukosa cavum nasi terlihat hiperemi dan oedem, adanya pus di meatus medius bagian depanTransiluminasi : terlihat sinus frontalis yang gelap pada sisi yang sakitX-foto : terlihat sinus frontalis yang gelap pada sisi yang sakit
Terapi : a. Lokal : perbaiki drainage dengan tetes hidung 1%, tidur miring heterolateral atau infraksi pada konka nasi b. Umum : analgetika dengan dekongestan, antibiotik (ampicilin, clindamicin, sefalosporin)
SINUSITIS FRONTALIS KRONIKA
Patologi : radang purulen dengan mukosa hipertrofi dan atau polipoid
Etiologi : 1. Sinusitis frontalis akut yang tidak diobati/susah diobati oleh karena ada faktor drainage yang kurang baik 2. Kelanjutan proses sinusitis kronik dari sinus paranasalis yang berdekatan dengan pansinusitis.
Gejala klinis :lebih ringan dari yang akut
Pemeriksaan : Rhinoskopi anterior : mukosa hiperemi dan oedem, pus di meatus mediusPalpasi : nyeri tekan bisa ringan/tidak adaTransiluminasi (+)X-foto water’s (+)
Terapi : konservatif Aplikasi kapas dengan dekongestanMelebarkan ostium duktus nasofrontalis dengan sondeTindakan operasi penyebab obstruksi dengan extraksi polip, infraksi konka, koreksi deviasi septum
SINUSITIS ETHMOIDALIS AKUTA
Etiologi : sama dengan sinusitis maxilaris akuta kecuali faktor gigi.
Gejala : pada stadium akut, celulae ethmoid anterior biasanya terjadi pada fase akut rhinitis akuta a. Anamnesa : hidung buntu, rasa sakit pada sisi yang sakit yaitu daerah frontal, mata, regio parietal. b. Pemeriksaan : dapat terjadi pembengkakan daerah ethmoid, yang dapat meluas ke alis. Rhinoskopi anterior : nampak kongesti dan ada mukopus di meatus medius, bisa ada post nasal drip.
Diagnosa : sulit, oleh karena tidak khas dimana dengan trans-iluminasi (-), X-foto susah dibaca.
Terapi : Tetes hidung/aplikasi dekongestan Analgetik Antibiotik Dapat dibantu inframerah.
SINUSITIS ETHMOIDALIS KRONIKAPatologi : sinusitis ethmoidalis akut yang berlangsung lama.
Gejala klinis : sakit kepala, hidung buntu, beringus, post nasal drip
Pemeriksaan : Rhinoskopi anterior : ada pus di meatus medius/dasar cavum nasi. Sering ada polip di meatus medius X-foto : berselubung
Terapi :Dilakukan ekstraksi polip dan celulae dibuka (ethmoidektomi) dengan polip tang biasa sering residiv dan FESDiperhatikan pada faktor alergi dan kelainan anatomi-deviasi.
SINUSITIS SPHENOIDALIS AKUTAPatologi : jarang berdiri sendiri, biasanya pansinusitis kecuali bila karena neoplasma mucocal.
Gejala klinis : sakit didaerah occiput/os parietal
Pemeriksaan : Rhinoskopi anterior : adanya pus di nasofaringPungsi dinding depan dengan troicart lurus dimana dapat diaspirasi pusnya.X-foto : terlihat permukaan cairan atau berselubung
Terapi :AnalgetikaAntibiotikaAplikasi konstriktorIrigasi melalui ostium/pungsi dinding depan
SINUSITIS SPHENOIDALIS KRONIKAEtiologi : emphyema akut sinus sphenoid yang berlangsung lama oleh karena proses alergi dengan/tanpa polip, penebalan mukosa akibat radang, tumor.
Gejala klinis : Sefalgi Malaise/lelah Anoreksi Kurang konsentrasi Post nasal drip di nasofaring.
Pemeriksaan :X-foto terdapat proyeksi submental-vertex kalau perlu dengan kontrasProbing dengan irigasi
Terapi : Irigasi Koreksi alergi, polip dll Terapi infeksi yang lain.
BAROSINUSITISOedema mukosa dekat ostium sinus merupakan predisposisinya, apabila perubahan lingkungan menimbulkan tekanan negatif bermakna, maka terjadi transudasi cairan atau perdarahan kedalam sinus. Perubahan ini biasanya disertai nyeri, tekanan, epistaksis ringan.Pengobatannya : dekongestan sistemik dan topikal, dan antibotik.
SINUSITIS ALERGIKAPerubahan polipoid mengubah mekanisme homeostatik normal di dalam sinus dan merupakan predisposisi sinusitis akut dan kronik.Pengobatan : steroid (topikal dan sistemik), dekongestan, antihistamin. Polip perlu direseksi jika menyumbat jalan nafas atau ostia sinus.
KOMPLIKASIKomplikasi OrbitaMukokelKomplikasi Intrakranial (Meningitis akut, abses epidural, abses otak)Osteomielitis dan Abses Subperiosteal.
KOMPLIKASI ORBITAPenyebab tersering yaitu sinusitis ethmoidalis, terdiri dari 5 tahapan :
1. Peradangan atau reaksi edema yang ringan2. Selulitis orbita (oedema besifat difus dan bakteri telah secara aktif menginvasi isi orbita namun
pus belum terbentuk)3. Abses subperiosteal (pus terkumpul di antara periorbita dan dinding tulang orbita menyebabkan
proptosis dan kemosis)4. Abses orbita (pus telah menembus periostium dan bercampur dengan isi orbita)5. Trombosis sinus cavernosus (penyebaran bakteri melalui saluran vena ke dalam sinus cavrnosus
dan terbentuk tromboflebitis septik, terdiri dari oftalmoplegia, kemosis konjunctiva, gangguan penglihatan, meningitis)
MUKOKELESuatu kista yang mengandung mukus yang timbul di dalam sinus.Bermanifestasi sebagai pembengkakan pada dahi atau fenestra nasalis dan dapat menggeser mata ke lateral. Dalam sinus sfenoidalis menimbulkan diplopia, gangguan penglihatan dengan menekan saraf didekatnya.
POLYP NASI
DefinisiBentukan polyp berupa massa lunak, berwarna putih atau keabu – abuan , berbentuk panjang
atau bertangkai yang terdapat pada rongga hidung.Etiologi
Penyebab pasti sampai saat ini masih dalam perdebatan. Sampai saat ini teori yang dianut sebagai penyebab timbulnya polyp adalah faktor radang kronis dan faktor alergi yang terjadi berulang – ulang ( Bacterial Allergy ).Patofisiologi
Faktor alergi bakterial yang terjadi berulang – ulang dan lama akan menimbulkan degenerasi mukosa, periphlebitis, dan perilymphangitis sehingga aliran kembali cairan interstitial terhambat sehingga terjadilah oedem. Oedem yang berlangsung lama menyebabkan penonjolan mukosa yang makin lama makin panjang dan bertangkai membentuk polyp dan cyste sebagai akibat penyumbatan saluran lymphe. Derajat oedem untuk setiap tempat bervariasi, tergantung kepadatan jaringan ikat dan pembuluh darah. Choncha nasi inferior dan septum nasi mengandung jaringan ikat padat, maka polyp jarang dijumpai pada organ tersebut.
Anamnesa• Keluhan utama dapat berupa :
- Hidung Buntu : bisa total atau parsial tergantung besar dan banyaknya polyp. - Pilek : terjadi terus – menerus, bisa sedikit atau banyak.Bisa serous atau
mucus dan bertambah hebat bila penderita terserang rhinitis akut atau timbul serangan alergi.
• Keluhan lain adalah gejala akibat adanya buntu hidung yaitu berupa suara bindeng dan batuk.Pemeriksaan
• InspeksiDorsum nasi tampak melebar, hidung tampak gepeng “ frog face deformity “ terutama polyp
yang berasl dari cellulae ethmoidalis.• Rhinoskopi Anterior
Tampak polyp multiple atau soliter, jenisnya seromucus atau fibroedematous.Untuk jenis fibroedematous harus dibedakan dengan concha nasi, caranya : masukkan kapas
yang dibasahi solutio HCl Adrenalin 1 % ( vasokonstriktor ). Concha nasi mengandung pembuluh darah lebar – lebar sehingga akan mengecil dengan zat vasokonstriktor, sedangkan polyp tetap tidak mengecil.
• Rhinoskopi PosteriorPada choanal polyp akan tampak polyp di choana.
PenatalaksanaanUntuk terapi kausal belum ada, yang dapat dilakukan adalah :
1. Extraksi polyp ( cara paliatif ) : dengan lokal anestesi ( Xylocain 1 % Ephedrin 1 % ) lalu dijerat sedekat mungkin pada dasar tangkai dan dicabut lalu ditampon boorzalf.
2. Ethmoidectomi ; kalau polyp berasal dari sinus / cellulae ethmoidalis.3. Pada polyp multiple dilakukan ekstraksi polyp terlebih dahulu lalu dilakukan ethmoidectomy.
Diagnosis BandingAngiofibroma / Angiofibroma JuvenilisInverted cell CarcinomaCarsinoma cavum nasi
KomplikasiJarang terjadi komplikasi. Bila ada biasanya akibat adanya obstruksi nasi.
TONSILITIS AKUT
Definisi
Peradangan pada tonsil yang disebabkan oleh bakteri atau virus.
Keluhan berlangsung kurang dari 3 minggu.
Sering terjadi pada anak2, terutama usia 5 thn dan 10 thn.
Etiologi
Bakteri :
Streptococcus beta hemolyticus,
Streptococcus viridans,
Streptococcus pyogenes adalah penyebab terbanyak
Virus :
Hemofilus influenza
Patologi
Tonsil dibungkus oleh suatu kapsul yang sebagian besar berada pada fosa tonsil yang
terfiksasi oleh jaringan ikat longgar. Tonsil terdiri dari banyak jaringan limfoid yang disebut
folikel. Setiap folikel memiliki kanal (saluran) yang ujungnya bermuara pada permukaan
tonsil. Muara tersebut tampak oleh kita berupa lubang yang disebut kripta.
Saat folikel mengalami peradangan, tonsil akan membengkak dan membentuk eksudat yang
akan mengalir dalam saluran (kanal) lalu keluar dan mengisi kripta yang terlihat sebagai
kotoran putih atau bercak kuning. Kotoran ini disebut detritus. Detritus sendiri terdiri atas
kumpulan leukosit polimorfonuklear, bakteri yang mati dan epitel tonsil yang terlepas.
Tonsilitis akut dengan detritus yang jelas disebut Tonsilitis Folikularis. Tonsilitis akut
dengan detritus yang menyatu lalu membentuk kanal-kanal disebut Tonsilitis Lakunaris.
Detritus dapat melebar dan membentuk membran semu (pseudomembran) yang menutupi
tonsil. Adanya pseudomembran ini menjadi alasan utama tonsilitis akut didiagnosa banding
dengan angina Plaut Vincent, angina agranulositosis, tonsilitis difteri, dan scarlet fever.
Gejala & Tanda
Tengorokan terasa kering, atau rasa mengganjal di tenggorokan (leher)
Nyeri saat menelan (menelan ludah ataupun makanan dan minuman) sehingga menjadi
malas makan.
Nyeri dapat menjalar ke sekitar leher dan telinga.
Demam, sakit kepala, kadang menggigil, lemas, nyeri otot.
Dapat disertai batuk, pilek, suara serak, mulut berbau, mual, kadang nyeri perut, pembesaran
kelenjar getah bening (kelenjar limfe) di sekitar leher.
Pemeriksaan
Pada pemeriksaan, dijumpai :
Pembesaran tonsil (amandel)
Tonsil berwarna merah (hiperemi)
Kadang dijumpai bercak putih (eksudat) pada permukaan tonsil
Warna merah yang menandakan peradangan di sekitar tonsil dan tenggorokan.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk memperkuat diagnosa tonsilitis akut adalah
pemeriksaan laboratorium meliputi :
1. Leukosit : terjadi peningkatan
2. Hemoglobin : terjadi penurunan
3. Usap tonsil untuk pemeriksaan kultur bakteri dan tes sensitifitas obat
Komplikasi
Meskipun jarang, tonsilitis akut dapat menimbulkan komplikasi lokal yaitu abses peritonsil,
abses parafaring dan otitis media akut.
Komplikasi lain yang bersifat sistemik dapat timbul terutama oleh kuman Streptokokus beta
hemolitikus berupa sepsis dan infeksinya dapat tersebar ke organ lain seperti bronkus
(bronkitis), ginjal (nefritis akut & glomerulonefritis akut), jantung (miokarditis &
endokarditis), sendi (artritis) dan vaskuler (plebitis).
Terapi
Tonsilitis akut pada dasarnya termasuk penyakit yang dapat sembuh sendiri (self-limiting
disease) terutama pada pasien dengan daya tahan tubuh yang baik.
Pasien dianjurkan istirahat dan makan makanan yang lunak.
Berikan pengobatan simtomatik berupa analgetik, antipiretik, dan obat kumur yang
mengandung desinfektan.
Pemberian antibiotika tidak dianjurkan karena penyebab tonsilitis sebagian besar karena
virus. Pemberian antibiotika hanya diberikan bila dicurigai penyebab infeksinya adalah
bakteri (yang paling sering streptokokus). Antibiotik sprektum luas : penisilin, eritromisin.
Antivirus juga bisa diberikan jika dicurigai tonsilitis virus
TONSILITIS KRONIK
Definisi
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina
Tonsilitis kronis adalah peradangan kronis tonsil setelah serangan akut yang terjadi
berulang-ulang atau infeksi subklinis.
Etiologi
25% disebabkan Streptokokus β hemolitikus
25% disebabkan Streptokokus golongan lain
Sisanya Pneumokokus, Stafilokokus, Hemofilus influenza
Faktor predisposisi
Rangsangan kronis (rokok, makanan)
Higiene mulut yang buruk
Pengaruh cuaca (udara dingin, lembab)
Alergi (iritasi kronis dari alergen)
Keadaan umum (kurang gizi, kelelahan fisik)
Pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat
Patologi
Proses peradangan dimulai pada satu atau lebih kripta tonsil. Proses radang berulang epitel
mukosa dan jaringan limfoid terkikis proses penyembuhan jaringan limfoid akan diganti
oleh jaringan parut jaringan akan mengerut kripta akan melebar.
Secara klinis kripta tampak diisi oleh detritus proses ini meluas hingga menembus kapsul
akhirnya timbul perlekatan dengan jaringan sekitar fossa tonsilaris.
Pada anak-anak, proses ini akan disertai dengan pembesaran kelenjar submandibula
Manifestasi klinis
Ada sesuatu yang mengganjal di kerongkongan bila menelan
Terasa kering dan pernafasan berbau
Nyeri menelan pada eksaserbasi akut
Pada pemeriksaan, terdapat dua macam gambaran tonsil dari tonsilitis kronis yang mungkin
tampak, yakni :
1. Tampak pembesaran tonsil karena hipertrofi dan perlengketan ke jaringan sekitar,
kripta yang melebar, tonsil ditutupi oleh eksudat yang purulen.
2. Tonsil tetap kecil, mengeriput, kadang-kadang seperti terpendam di dalam tonsil bed
dengan tepi yang hiperemis, kripta yang melebar dan ditutupi eksudat yang purulen.
Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring mengukur jarak antara kedua pilar
anterior dibandingkan dengan jarak permukaan medial kedua tonsil, maka radasi
pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi :
T0 : Tonsil masuk di dalam fossa
T1 : <25% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
T2: 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
T3 : 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
T4 : >75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
Diagnosis
1. Anamnesa.
Penderita sering datang dengan keluhan rasa sakit pada tenggorokan yang terus menerus, sakit
waktu menelan, nafas bau busuk, malaise, sakit pada sendi, kadang-kadang ada demam dan
nyeri pada leher.
2. Pemeriksaan Fisik
Tampak tonsil membesar dengan adanya hipertrofi dan jaringan parut. Sebagian kripta
mengalami stenosis, tapi eksudat (purulen) dapat diperlihatkan dari kripta-kripta tersebut.
Pada beberapa kasus, kripta membesar, dan suatu bahan seperti keju atau dempul amat banyak
terlihat pada kripta. Gambaran klinis yang lain yang sering adalah dari tonsil yang kecil,
biasanya membuat lekukan, tepinya hiperemis dan sejumlah kecil sekret purulen yang tipis
terlihat pada kripta.
3. Pemeriksaan Penunjang
- Uji resistensi (sensitifitas) kuman dari sediaan apus tonsil.
- Biakan swab
Komplikasi
1. Komplikasi sekitar tonsil
a. Peritonsilitis
Peradangan tonsil dan daerah sekitar yang berat tanpa adanya trismus dan abses.
b. Abses Peritonsilar (Quinsy)
Kumpulan pus yang terbentuk di dalam ruang peritonsil. Sumber infeksi berasal dari
perjalanan tonsilitis akut yang mengalami supurasi, menembus kapsul tonsil dan perjalanan
dari infeksi gigi.
c. Abses Parafaringeal
Infeksi dalam ruang parafaring dapat terjadi melalui aliran getah bening/pembuluh darah.
Infeksi berasal dari tonsil, faring, sinus paranasal, adenoid, kelenjar limfe faringeal, os
mastoid dan os petrosus.
d. Abses Retrofaring
Merupakan pengumpulan pus dalam ruang retrofaring. Biasanya terjadi pada anak usia 3
bulan - 5 tahun karena ruang retrofaring masih berisi kelenjar limfe.
e. Kista Tonsil
Sisa makanan terkumpul dalam kripta mungkin tertutup oleh jaringan fibrosa dan ini
menimbulkan krista berupa tonjolan pada tonsil berwarna putih dan berupa cekungan,
biasanya kecil dan multiple.
f. Tonsilolith (kalkulus dari tonsil)
Terjadinya deposit kalsium fosfat dan kalsium karbonat dalam jaringan tonsil yang
membentuk bahan keras seperti kapur.
2. Komplikasi Organ jauh
a. Demam rematik dan penyakit jantung rematik
b. Glomerulonefritis
c. Episkleritis, konjungtivitis berulang dan koroiditis
d. Psoriasis, eritema multiforme, kronik urtikaria dan purpura
e. Artritis dan fibrositis
Penatalaksanaan
♣. Medikamentosa
a. Pemberian antibiotik penisilin yang lama
b. Obat kumur tenggorokan sehari-hari
c. Usaha untuk membersihkan kripta tonsillaris dengan alat irigasi gigi (oral).
♣.Tonsilektomi
(operasi pengangkatan seluruh tonsil palatina) :
Indikasi :
1. Aspek pembesaran tonsil
Tonsilitis kronis atau tonsil hipertrofi yang menimbulkan gangguan bernafas.
Tonsilitis kronis atau tonsil hipertrofi yang menimbulkan gangguan suara.
Tonsilitis kronis atau tonsil hipertrofi yang menimbulkan gangguan menelan.
2. Aspek tonsil sebagai fokal infeksi
Tonsilitis kronis dengan eksaserbasi akut ≥3x setahun.
Tonsilitis kronis dengan sakit menelan ≥ 4-6xsetahun.
Tonsilitis kronis dengan komplikasi dekat atau jauh.
Tonsilitis kronis dengan karier difteri.
Tonsilitis kronis dengan swab di dapat streptokokus hemolitikus.
Tonsilitis kronis dengan otitis media yang berulang.
Tonsilitis kronis dengan pembesaran kelenjar limfe leher atau limfadenitis Tuberkulosis.
Tonsilitis kronis dengan kasus-kasus alergi.
Tonsilitis kronis dengan ISPA yg berulang.
Tonsilitis kronis dengan rencana untuk pemeriksaan PA
Tonsilitis kronis dengan pertumbuhan anak yang terganggu.
3. Aspek tonsil dicurigai mengalami keganasan (neoplasia)
Tonsil dengan ulkus yang tidak ada perbaikan menggunakan terapi konvensional.
Tonsil dengan pembesaran yang unilateral.
Kontraindikasi
1. Kontraindikasi Relatif
Radang akut, termasuk tonsilitis
Poliomyelitis epidemica
Umur < 3 tahun.
2. Kontraindikasi Absolut
Gangguan hemostasis, leukemia, purpura, anemia aplastik, ataupun hemofilia.
Penyakit sistemik yg tdk terkontrol : DM, penyakit jantung.
Komplikasi tonsilektomi :
Komplikasi akibat anestesi : hipertermi,laringosspasme, gelisah pasca operasi, mual muntah,
kematian saat induksi pada pasien dengan hipovolemi, induksi iv dengan pentotal bisa
menyebabkan hipotensi dan henti jantung, hipersensitif tehadap obat anestesi.
Komplikasi dari pembedahan meliputi hal-hal berikut ini :
1. Perdarahan saat atau setelah operasi dan nyeri.
2. Suara nasal berubah :
a. Beberapa hari setelah operasi
b. Permanen
3. Aspirasi darah ke paru-paru.
4. Bakterimia atau infeksi
5. Trauma pada gigi.
7. Pembengkakan pada lidah
8. Trauma pada uvula, palatum mole dan dinding faring.
EPIGLOTIS AKUT
DEFINISI
Infeksi pada epiglotis yang berkembang dengan sangat cepat, menyebabkan keradangan pada
epiglotis dan jaringan sekitarnya yang dapat berakibat pada terjadinya sumbatan jalan nafas atas
yang mendadak dan dapat berakhir pada kematian
EPIDEMIOLOGI
Epiglotitis akut paling sering terjadi pada anak umur 2-8 tahun, meskipun dapat terjadi pada
semua umur.
Laki-laki lebih sering daripada perempuan dengan Laki-laki lebih sering daripada
perempuan dengan perbandingan
2,5 : 1
Pada orang dewasa, merokok dan penurunan imunitas merupakan faktor risiko dan
didapatkan bukti adanya peningkatan risiko pada penderita diabetes.
Sejak adanya vaksinasi terhadap Hib, insiden epiglotiis akut pada anak telah berkurang pada.
Pada beberapa tahun terakhir kejadian epiglotitis pada orang dewasa telah meningkat.
ETIOLOGI
Haemophilus influenzae tipe B (tersering)
Pneumococcus
Streptococcus beta-haemolyticus tipe A
Pseudomonas Spp
Mycobacterium tuberculosis
Virus
Trauma lokal, mis: post intubasi
PATOFISIOLOGI
Infeksi biasanya bermula di saluran pernafasan atas sebagai peradangan hidung dan
tenggorokan
Kemudian infeksi bergerak ke bawah, ke epiglottis
Epiglotis merupakan tulang rawan tipis yang dibungkus oleh lapisan epitel pipih berlapis
yang longgar sehingga menciptakan ruangan potensial untuk terjadinya infeksi
Epiglottitis akut dapat menyerang ke lidah bagian posterior dan laring posterior
Keadaan ini menyebabkan terjadinya stridor (obstruksi jalan nafas) dan septikemia
Epiglotitis bisa segera berakibat fatal karena pembengkakan jaringan yang terinfeksi bisa
menyumbat saluran udara dan menghentikan pernapasan
Infeksi biasanya dimulai secara tiba-tiba dan berkembang dengan cepat
GEJALA KLINIS
Gejala yang paling sering muncul :
- Nyeri tenggorokan
- Nyeri telan
- Muffled voice (‘Hot potatoes’ voice)
- Droling
- Demam
- Nyeri pada leher depan
Gejala lain:
- Iritabilitas
- Batuk
- Nyeri telinga
- Pembesaran KGB servikal
- Tripod sign (Sniffing position)
Pada keadaan yang lebih berat :
- Sesak nafas, dapat ditandai dengan penggunaan otot bantu pernafasan.
- Nyeri telan yang semakin hebat.
- Disfonia
- Stridor (ditemukan lebih lambat sebagai penanda terjadinya sumbatan jalan nafas atas)
- Distress nafas
DIAGNOSIS
Anamnesa :
Harus dapat dibedakan dengan laringotracheitis
Pada epiglottitis biasanya pasien datang dengan keluhan disfagi ataupun stridor sedangkan
pada laringotracheitis pasien lebih sering mengeluhkan kelainan suara
Pemeriksaan fisik :
Melihat epiglotis dengan tongue spatel
Laringoskopi indirek (fiberoptik laringoskopi Golden standard)
Didapatkan epiglotis yang merah meradang dan oedematus seperti gambaran ‘Cherry red’
Plika ari epiglotika biasanya juga meradang
Pemeriksaan penunjang :
Foto polos leher lateral : dapat terlihat pembengkakan epiglottis (thumbprint sign).
Darah lengkapDarah
Elektrolit
Swab tenggorok
Kultur darahKultur darah
Blood gas analisis (BGA)
DIAGNOSIS BANDING
Faringitis
Laringitis
Benda asing
Croup
Abses retrofaringeal
PENATALAKSANAAN
Pasien yang dicurigai menderita epiglottitis akut dievaluasi di ruang gawat darurat dengan
kerjasama dari dokter spesialis anak, anesthesi, dan THT
Diagnosis harus segera ditegakkan
Intubasi biasanya diperlukan pada 30% penderita. Intubasi profilaksis boleh dilakukan pada
penderita dengan stridor dan yang memiliki keluhan sesak nafas. Intubasi biasanya
diperlukan untuk 2-3 hari
Perbaikkan cairan dan elektrolit
Terapi antibiotik terhadap Haemophillus dan Staphylococcus dimulai sambil menunggu hasil
biakan.
A. Untuk dewasa dan anak > 2 bulan
- Chloramphenicol 1g (anak >2 tahun: 25mg/kg; max 1g) i.v. atau i.m. setiap 6 jam untuk
5 hari
- Ceftriaxone 2g (anak >2 bulan: 100mg/kg; max 2g) i.v. atau i.m. setiap 24 jam untuk 5
hari.
B. Neonatus
- Cefotaxime 50mg/kg (max 2g) i.v. untuk i.m. setiap 8 jam untuk 5 hari
► Steroid diberikan dalam dosis tinggi untuk mengurangi inflamasi
Steroid yang biasa diberikan yaitu metilprednisolon sodium succinate 125-250 mg setiap
6 jam (selama 24 sampai 48 jam)
► Pasien diawasi dengan ketat
- Pemantauan termasuk denyut nadi, frekuensi pernafasan, derajat kegelisahan dan
kecemasan, penggunaan otot-otot asesorius pada pernafasan, derajat sianosis, derajat
retraksi, dan kemunduran pasien secara menyeluruh.
- Frekuensi pernafasan diatas 40. denyut nadi diatas 160 dan kegelisahan serta retraksi
yang makin hebat mengindikasikan perlunya bantuan pernafasan.
KOMPLIKASI
Selulitis
Otitis media
Sepsis
PROGNOSIS
Kebanyakan pasien dapat menjalani terapi ekstubasi dalam beberapa hari. Prognosis bagus
jika penatalaksanaan dilakukan secara tepat serta jalan nafasnya dapat di bebaskan dengan
segera. Angka mortalitas kurang dari 1%
LARINGITIS AKUT
DEFINISI:
Definisi laringitis akut adalah infeksi akut pada mukosa laring.
Infeksi ini pada umumnya merupakan kelanjutan dari rhinitis akut atau nasofaring akut.
Pada anak laringitis akut ini dapat menimbulkan sumbatan jalan nafas.
ETIOLOGI:
Penyebab utama adalah : virus
Tersering : virus Parainfluenza 1
Virus penyebab yang lain : Prainfluenza 3, Influenza A dan B, Adenovirus, Rhinofirus.
PATOFISIOLOGI:
Laringitis akut ini sering terjadi pada anak usia dibawah 5 th dan sering menyebabkan
sumbatan jalan nafas.
Terjadi dilatasi kapiler, infiltrasi lekosit pada mukosa dan submukosa dengan lebih banyak
sel mononuklear pada awal infeksi tetapi bila terjadi infeksi sekunder akan lebih banyak sel
polimorfonuklear.Mukosa laring tampak hiperemi dan oedem.
KLASIFIKASI
Laringitis akut terbagi atas :
1. Laringitis akut spesifik
2. Laringitis akut non spesifik
LARINGITIS AKUT SPESIFIK
1. Difteri : adalah infeksi akut laring biasanya pada anak > 6 tahun yang disebabkan oleh
bakteri Corynebacterium diptheria. Penyakit ini dapat dicegah dengan imunisasi, masa
inkubasi 1-7 hari.
Anamnesa
Nyeri tenggorokan
Malaise , tampak sakit keras
Demam / sumer-sumer
Takikardi
Batuk ngekel
Sesak
PEMERIKSAAN FISIK
Beslag pada tonsil/faring/laring/palatum,
pembesaran kelenjar getah bening leher(bullneck).
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan corynebacterium diphteria (+) pada direct smear,
biakan dengan media loffler/tellurit.
Stidor inspiratoir
Retraksi supraclavicula
Limfadenitis servikal
KOMPLIKASI PADA CORYNEBACTERIUM DIPTHERI
Miokarditis
Sumbatan jalan napas
Neuritis
Parese otot pernafasan
terapi
Terapi corynebacterium diptheria:
Pencegahan dengan imunisasi
Tirah baring 2-4 minggu
ADS(anti diptheri serum) 20.000 – 100.000 IU (IM)
Pencilline untuk penderita dan carrier
Tracheotomi untuk mengatasi sumbatan jalan napas
LARINGITIS AKUT NON SPESIFIK ;
DEFINISI :
Keradangan akut mukosa dan sub mukosa laring
KLASIFIKASINYA :
Laringitis Supraglotis, Laringitis Sub Glotis, dan Laringitis Glotis
ANAMNESA :
Laringitis Supra Glotis : demam, ISPA, nyeri telan, rasa kering di tenggorok, batuk, suara
parau, sesak dengan stridor inspiratoir dan retraksi supraclavikula
Laringitis Sub Glotis : demam, ISPA, suara parau, sesak dengan stridor inspiratoir dan
retraksi supraclavikula
Laringitis Bronkhitis Akut : merupakan lanjutan laringitis sub glotis : panas tinngi, sesak,
stridor inpiratoir dan ekspirasi retraksi supraclavikula, sianosis, kesadaran menurun.
PEMERIKSAAN FISIK:
Terdapat korda vocalis hiperemi dan oedem, rima glotis menyempit
Komplikasi :
Sumbatan jalan nafas
Trakeitis
Bronkitis
Pneumoni
TERAPI:
Untuk gangguan penipisan atau penebalan pita suara, suara parau biasanya istirahat bicara
Untuk sumbatan jalan nafas : Dexamethason 0,1-0,2 mg/kg BB/hr, Ampicillin 4x25 mg/kg
BB selama 5-10 hari
LARINGITIS KRONIK
DEFINISI
Laringitis merupakan peradangan pada laring yang dapat menyebabkan suara parau.
Pada peradangan ini seluruh mukosa laring hiperemis dan menebal dan kadang-kadang pada
pemeriksaan patologik terdapat metaplasi skuamosa.
Laringitis kronik adalah proses inflamasi pada mukosa pita suara dan laring yang terjadi
dalam jangka waktu lama. terjadi lebih dari 3 minggu
Laringitis kronik terjadi karena pemaparan oleh penyebab yang terus menerus
PATOFISIOLOGI
Pada keadaan normal, plika vokalis membuka secara halus, membentuk suara melalui
pergerakan dan getaran. Dalam keadaan laryngitis, plika vokalis mengalami inflamasi dan
iritasi sehingga tekanan yang diperlukan untuk proses fonasi mengalami peningkatan, maka
terjadi kesulitan dalam memproduksi tekanan fonasi yang adekuat.
Udara yang melewati kedua plikavokalis yang mengalami edema menyebabkan suara yang
dihasilkan mengalami distorsi,sehingga hasil yang dikeluarkan menjadi parau.
Bahkan pada beberapa kasus suara dapat menjadi lemah atau bahkan tidak terdengar.
ETIOLOGI
Berdasarkan etiologi dapat dibagi atas :
Laringistik kronik nonspesifik
Laringitis kronik spesifik
Laringitis kronik non spesifik
Etiologi
1. Merokok;
Merokok dapat mengiritasi laring, dapat menyebabkan peradangan dan penebalan pita
suara
2. Alkoholik;
Alcohol dapat menyebabkan iritasi kimia pada laring.
3. Gastroesophageal reflux disease (GERD);
GERD adalah suatu kelainan dimana asamlambung naik kembali melalui esophagus dan
tenggorokan, sehingga dapat menyebabkaniritasi pada laring.
4. Pekerjaan yang terus menerus terpapar oleh debu dan bahan kimia;
Banyak pekerja-pekerja pabrik yang menderita laryngitis kronik seperti pada pekerja
pabrik pupuk,pestisida.
5. Penggunaan suara yang berlebih.
Gejala klinis
Suara parau yang menetap, rasa tersangkut di tenggorok sehingga sering mendehem tanpa
sekret.
Pada pemeriksaan
Tampak mukosa laring hiperemis.
Tidak rata, dan menebal.
Bila tumor dapat dilakukan biopsi.
Terapi
Pada laryngitis yang disebabkan oleh rokok, alkohol, asap pabrik, penggunaan suara
yang berlebih maka disarankan : Pasien diharapkan untuk berhenti merokok, hentikan
meminum alcohol, Gunakan masker, hindari minuman dingin, hindari makangoring-
gorengan, hindari makan pedas, hindari zat-zat penyebab, istirahat berbicara
( tidakterlalu banyak bicara), kumur-kumur dengan air garam
Diminta untuk tidak banyak bicara dan mengobati peradangan di hidung, faring, serta
bronkus yang mungkin menjadi penyebab. Diberikan antibiotik bila terdapat tanda
infeksi dan ekspektoran. Untuk jangka pendek dapat diberikan steroid.
Pada pasien dengan gastroenteriris refluks dapat diberikan reseptor H2 antagonis,
pompa proton inhibitor. Juga diberikan hidrasi, meningkatkan kelembaban, menghindari
polutan.
Laringitis spesifik
Etiologi
Laringitis kronik spesifik terbagi atas :
Laringitis Tuberkulosis
Laringitis Leutika
Laringitis Tuberculosis
1. Etiologi
o Hampir selalu disebabkan tuberculosis paru.
o Setelah diobati biasanya tuberculosis paru sembuh namun laringitis tuberkulosisnya
menetap, karena struktur mukosa laring sangat lekat pada kartilago serta
vaskularisasi tidak sebaik paru.
2. Manifestasi Klinis
o Terdapat gejala demam, keringat malam, penurunan berat badan, rasa kering, panas,
dan tertekan di daerah laring, suara parau berminggu-minggu dan pada stadium
lanjut dapat afoni, bentuk produktif, gemoptisis, nyeri menelan yang lebih hebat bila
gejala-gejala proses aktif pada paru.
o Dapat timbul sumbatan jalan napas karena edema: tumberkuloma, atau paralysis pita
suara.
Laringitis Tuberculosis
Sesuai dengan stadium dari penyakit, pada laringoskop akan terlihat:
Stadium infiltrasi
o Mukosa laring membengkak, hiperemis (bagian posterior), dan pucar.
o Terbentuk tuberkel di daerah submukosa, tampak sebagai bintik-bintik kebiruan.
o Tuberkel membesar, menyatu sehingga mukosa di atasnya meregang. Bila pecah
akan timbul ulkus.
Stadium ulserasi
o ulkus membesar, dangkal, dasarnya ditutupi perkijuan dan terasa.
o Laringitis tuberculosis
Stadium perikondritis
o ulkus makin dalam mengenai kartilago laring, kartilago artenoid, dan epiglotis.
o terbentuk nanah yang berbau sampai terbentuk sekuester.
o Keadaan umum pasien sangat buruk, dan dapat meninggal dunia.
o Bila pasien bisa bertahan maka penyakit berlanjut dan dapat masuk ke stadium
terakhir.
Stadium fibrotuberkulosis
o Pada stadium ini terbentuk fibrotuberkulosis pada dinding posterior, pita suara dan
subglotik
o Laringitis Tuberculosis
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium hasil tahan asam dari sputum atau bilasan lambung, foto
toraks menunjukkan tanda proses spesifik baru, laringoskopi langsung/tak langsung, dan
pemeriksaan PA.
4. Diagnosis Banding
o Laryngitis luetika,
o Karsinoma laring,
o Aktinomikosis laring,
o Dan lupus vulgaris laring
5. Penatalaksanaan
o Istirahat suara dan obat antituberkulosis primer dan skunder.
o Trakeostomi bila timbul sumbatan jalan napas (jarang)
6. Prognosis
o Bergantung pada keadaan social ekonomi pasien kebiasaan hidup sehat, dan
ketekunan berobat.
o Prognosis baik diagnosisi dapat ditegakkan pada stadium dini.
o Radang menahun ini jarang dijumpai Dalam 4 stadium lues yang paling berhubungan
dengan laringitis kronis ialah lues stadium tersier dimana terjadi pembentukan
gumma yang kadang menyerupai keganasan laring.
o Apabila guma pecah akan timbul ulkus yang khas yaitu ulkus sangat dalam, bertepi
dengan dasar keras, merah tua dengan eksudat kekuningan.
o Ulkus ini tidak nyeri tetapi menjalar cepat
Gambaran klinis
Apabila guma pecah maka timbul ulkus.
Ulkus ini mempunyai sifat yang khas, yaitu sangat dalam, bertepi dengan dasar yang
keras, berwarna merah tua serta mengeluarkan eksudat yang berwarna kekuningan.
Ulkus ini tidak menyebabkan nyeri dan menjalar sangat cepat, sehingga bila tidak
terbentuk proses ini akan menjadi perikondritis.
Gejala
Suara parau dan batuk kronis.
Disfagia timbul bila guma terdapat dekat introitus esofagus.
Diagnosis ditegakkan selain dari pemeriksaan laringoskopik juga dengan pemeriksaan
serologik.
Terapi
Penisilin dengan dosis tinggi
Pengangkatan sekuerter
Bila terdapat sumbatan laring karena stenosis, dilakukan trakeostomi.
Komplikasi Laringitis Kronik
Pada laryngitis akibat peradangan yang terjadi dari daerah lain maka dapat terjadi
inflamasi yang progresif dan dapat menyebabkan kesulitan bernafas.
Kesulitan bernafas ini dapat disertaistridor baik pada periode inspirasi, ekspirasi atau
keduanya.
Laringitis akibat merokok, laring tidak dapat sembuh dari edema.
Hal ini menyebabkan laringdan plika vokais berada dalam keadaan eritema dan edema
akibat inflamasi.
Edema yangtimbul dapat bervariasi mulai dari ringan hingga berat, hal ini mengakibatkan
suara akanmenjadi parau, terkesan lebih berat atau kasar dan rendah.
Laringitis kronik akibat pemaparan yang lama dan berulang dapat menyebabkan
terbentuknyajaringan parut pada plika vokalis, penebalan plika vokalis, lesi pita vokalis
dan dapat terjadiparakeratosis atau hyperkeratosis.
Pada laryngitis luetika bila terjadi penyembuhan spontan dapat menyebabkan
terjadinyastenosis laring, karena terbentuknya jaringan parut
CARSINOMA LARING
DIFINISI
• Carsinoma laring merupakan tumor ganas yang mengenai laring.
• Lebih banyak terjadi pada pria berusia 50-70 tahun.
ETIOLOGI
• Diduga rokok dan alkohol berpengaruh besar terhadap timbulnya carsinoma laring.
• Sebagian besar berupa epidermoid carsinoma
PEMBAGIAN MENURUT LOKASINYA :
• Supra glottic : tumor pada plica ventrikularis,
aritenoid, epiglotis, dan sinus
pyriformis.
• Glottic : tumor pada corda vokalis.
• Sub glottic : tumor terletak dibawah corda
vokalis.
STADIUM
• Dalam perkembangannya ada beberapa stadium yang tergantung dari keadaan : tumor
(T), metastase ke kelenjar regional (N), dan metastase jauh (M).
• Stadium I : masih pada 1 daerah (supra glottic, glottic,
atau sub glottic), dapat pada 1 sisi atau 2 sisi.
• Stadium II : tumor sudah terdapat pada 2 daerah (supra
glottic dan glottic, glottic dan sub glottic).
• Stadium III : sudah ada pembesaran kelenjar regional (N).
• Stadium IV : sudah ada metastase jauh (M).
GEJALA
• Suara parau : merupakan gejala yang sangat dini dari tumor daerah glottic dan sub glottic.
Tumor supra glottic umumnya belum parau suaranya.
• Rasa tidak enak di laring : pada fase lanjut sakit untuk menelan atau berbicara.
• Sesak nafas ketika inspirasi : ini merupakan gejala lanjut, karena baru terasa sesak
apabila tumor menutupi lebih dari separuh lumen.
• Pembesaran kelenjar limfe : ini juga merupakan stadium lanjut.
PEMERIKSAAN FISIK
• Inspeksi : ada stridor inspiratoar dan retraksi epigastrium, intercosta,suprasternal, dan
subclavikula..
• Palpasi : Jarang ca laring terjadi pembesaran kelenjar regional.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
• X-foto leher soft tissue AP lateral.
• Laringoskopi indirekta dan direkta.
• Biopsi dengan bedah laring mikroskopis.
DIAGNOSA BANDING
• Tuberculosis laring
• Tumor jinak laring
• Nodul vokal
TERAPI
• Trakeotomi, dilakukan padapenderita yang mengalami sesak.
• Stadium I dan IV : Radiasi
• Stadium II dan III : Dianjurkan untuk Laryngectomi, dilanjutkan dengan radikal neck
disection
• Rehabilitasi
• Rehabilitasi setelah operasi sangat penting karena telah diketahui bahwa karsinoma laring
memiliki prognosis yang baik
• Unsur terpenting dalam rehabilitasi adalah rehabilitasi suara, disamping rehabilitasi
secara psikologis
• Rehabilitasi suara dapat dilakukan melalui teknik “esophageal speech” yaitu dengan cara
menelan udara dan mengumpulkannya di dalam esophagus/lambung kemudian
dikeluarkan secara terkontrol untuk menghasikan suara.
• Selain itu, salah satu usaha untuk mengatasi afoni adalah dengan memasang “voice
prostese” pada daerah tracheaesophageal. Pemasangan ini dapat dilakukan pada waktu
operasi atau beberapa saat setelah operasi, cara ini dapat menghasilkan suara paling baik.
PAPILOMA LARING
DEFINISI
Tumor jinak yang pada umumnya terdapat di laring walaupun dapat juga tumbuh di trakea /
bronkus dan sifatnya residif
ETIOLOGI
Papiloma di anggap beretiologi virus, meskipun virus belum dapat diisolasi.
PATOFISIOLOGI
• Tumbuh secara perlahan-lahan di laring,terutama korda vokalis --> suara parau
• Pada tingkat lanjut, tumor dapat meluas ke supraglotik dan subglotik --> menutup jalan napas
--> sesak napas
Papiloma laring d bagi menjadi 2 :
1. Papiloma laring juvenil, ditemukan pada anak-anak dan berbentuk multiple dan mengalami
regresi pada waktu dewasa.
2. Orang dewasa berbentuk tunggal, tidak akan mengalami resolusi dan merupakan prekanker.
DIAGNOSIS
Gejala Klinis :
• suara parau
• batuk
• sesak napas dengan suara stridor (jika telah menutup rima glotis)
• Retraksi pada epigastrium, intercostal dan supraclavicula.
Pemeriksaan Fisik :
• Makroskopis : seperti buah murbei, berwarna putih kelabu dan kadang kemerahan. Sangat
rapuh dan kalau dipotong tidak menyebabkan perdarahan.
Pemeriksaan Penunjang :
• Biopsi
• Pemeriksaan Patologi Anatomik
PENATALAKSANAAN
• Dalam keadaan sesak, dilakukan trakeotomi
• Ekstraksi tumor melalui Bedah Laring Mikroskopik (BLM)
• Kanul trakea di pakai terus sampai pertumbuhan berhenti minimal 6 bulan atau bila anak telah
berusia lebih dari 8 tahun karena hampir selalu residif
• Kontrol setiap 1-2 bulan secara teratur
• Bila residi (tumbuh lagi), dilakukan ekstraksi lagi melalui BLM
• Keluarga dilatih dalam perawatan kanul dan disadarkan penting kontrol secara teratur.
• Diberikan juga vaksin dari massa tumor, obat anti virus, hormon, kalsium atau ID methionin
(essential aminoacid)
• Tidak dianjurkan untuk radioterapi --> papiloma dapat berubah menjadi ganas.
LARINGITIS NON-SPESIFIK & SPESIFIK
LARINGITIS NON-SPESIFIK
Etiologi :
Infeksi bakteri (Streptococcucis beta hemoliticus, H. influenza, Pneumococci)
Virus
Didahului oleh infeksi hidung sampai faring (common cold, influenza) kemudian turun ke
laring.
Patologi :
Hiperemi diserrtai oedema pada chorda vokalis dan pada sebagian supraglotik
Gejala :
Timbul secara mendadak (pagi suara baik, sore suara serak)
Mula-mula suara membesar (nada rendah) kemudian menjadi parau, kalau lama/berat -->
afoni (tidak dapat bersuara)
Tenggorokan terasa gatal, kering dan sakit untuk bicara
Serak dan rasa tak enak di laring menyebabkan penderita berdeham tapi umumnya tak
menolong, iritasi laring ini menyebabkan batuk, tapi lama kelamaan rangsangan batuk
dari trakea-bronkus
Panas : subfebril
Pemeriksaan :
Chorda vokalis merah, oedem, dan gerakannya baik.
Mukosa menebal, hiperemi, permukaan tidak rata, kadang ada metaplasi squamosa
Bila terdapat daerah yang dicurigai menyerupai tumor, maka perlu biopsi.
Terapi :
• Voice rest
• Antibiotik
• Obat infeksi saluran nafas yang lain.
• Tidak merokok dan tidak minum alcohol
Prognosa :
Semakin cepat berobat, semakin baik.
Jika sudah ada hipertrofi chorda vokalis, maka pengobatannya menjadi lebih sukar.
Pada usia > 45 tahun, kemungkinan karsinoma.
• Laringitis Tuberkulosis
• Laringitis Luetika
• Biasanya disebabkan sebagai komplikasi dari TB paru.
• Pengobatannya lebih lama dari TB paru karena struktur mukosa laring yang sangat lekat
pada kartilago serta vaskularisasi yang tidak sebaik paru
Patogenesis :
• Melalui udara pernapasan
• Sputum yang mengandung kuman
• Hematogen
• Limfogen
--> Gangguan sirkulasi --> oedema di fossa interaretinoid --> aritenoid --> plica vokalis --> plica
ventricularis --> epiglotis --> subglotik
1. Stadium infiltrasi
2. Stadium ulcerasi
3. Stadium perikondritis
4. Stadium pembentukan tumor / fibrotuberkulosis
LARINGITIS TUBERKULOSIS
(Stadium Infiltrasi)
Mukosa laring bagian posterior yang pertama mengalami hiperemi --> pucat
Bagian submukosa terbentuk tuberkel --> mukosa tidak rata --> tampak bintik-bintik
berwarna kebiruan
Tuberkel makin membesar --> berdekatan --> bersatu --> mukosa diatasnya meregang -->
pecah --> ulkus
Ulkus dangkal, dasarnya ditutupi oleh perkejuan, serta sangat nyeri.
Ulkus makin dalam --> mengenai kartilago laring (kartilago aritenoid dan epiglotis) --> tulang
rawan rusak --> terbentuk nanah yang berbau --> sequester
Keadaan umum pasien sangat buruk dan dapat meninggal
Bila bertahan --> stadium fibrotuberkulosis
Terbentuk pada dinding posterior, pita suara dan subglotik.
Gejala klinis :
• Rasa kering, panas dan tertekan di daerah laring
• Suara parau --> afoni
• Hemoptisis
• Odinofagi
• Keadaan umum buruk
• Pada pemeriksaan paru, terdapat proses aktif
Diagnosis :
• Anamnesa
• Gejala dan pemeriksaan klinis
• Laboratorium
• Foto rontgen thorax
• Laringoskopi langsung/tidak langsung
• Pemeriksaan PA
Terapi :
• Obat TB primer dan sekunder
• Vokal rest
Diagnosa Banding :
• Laringitis luetika
• Ca laring
• Aktinomycosis laring
• Lupus vulgaris laring
Prognosis :
• Tergantung keadaan sosial ekonomi pasien
• Kebiasaan hidup sehat
• Ketekunan berobat
• Stadium dini --> prognosa lebih baik
Terdapat pada lues stadium tertier (stadium pembentukan guma)
Gambaran klinis :
• Guma pecah --> ulkus (bersifat sangat dalam bertepi dengan dasar yang keras, berwarna
merah tua, mengeluarkan eksudat berwarna kekuningan, nyeri menjalar sangat cepat)
• Guma tidak pecah --> perikondritis
Gejala :
• Suara parau
• Batuk kronis
• Bila guma didekat introitus esofagus --> disfagia
Pemeriksaan :
Laringoskopi
Serologik
Komplikasi :
• Jika terjadi penyembuhan spontan --> stenosis laring karena terbentuk jaringan sikatrik.
Terapi :
• Penicillin dosis tinggi
• Pengangkatan sequester
• Bila terdapat stenosis laring --> trakestomi
KARSINOMA NASOFARING
EPIDEMIOLOGI
Cina Selatan, Hongkong, Singapura, Malaysia dan Taiwan à10-53 kasus per 100.000 populasi
per tahun
laki-laki : perempuan à 2-3:1
usia rata-rata pasien saat didiagnosis KNF adalah 45-55 tahun
Pasien muda mempunyai survival rate lebih baik dibandingkan pasien tua.
PATOFISIOLOGI
Manifestasi Klinis
Gejala dapat dibagi dalam lima kelompok, yaitu:
1. Gejala hidung
2. Gejala telinga
3. Gejala mata & saraf
4. Metastasis kel limfe
Gejala telinga:
rasa penuh di telinga,
rasa berdengung,
rasa tidak nyaman di telinga
rasa nyeri di telinga,
otitis media serosa sampai perforasi membran timpani
gangguan pendengaran tipe konduktif, yang biasanya unilateral
Gejala hidung:
ingus bercampur darah,
post nasal drip,
epistaksis berulang
Sumbatan hidung unilateral/bilateral
Gejala telinga, hidung, pembesaran kel limfe/gejala intra kranial à sugestif KNF
Gejala lanjut à Limfadenopati servikal
Penyebaran limfogen
Konsistensi keras, tidak nyeri, tidak mudah digerakkan
Soliter
KGB pada leher bagian atas àjugular superior, bawah angulus mandibula/ didepan muskulus
sternokleidomastoideus
Gejala lokal lanjut à gejala saraf
Penjalaran petrosfenoid à dapat mengenai saraf anterior (N II-VI), sindroma petrosfenoid
Jacob
Penjalaran petroparotidean à mengenai saraf posterior (N VII-XII), sindrom horner,
sindroma petroparatoidean Villaret
DIAGNOSIS
Rhinoskopi posterior
Nasofaring direct/indirect
Biopsi
CT Scan/ MRI
FNAB KGB
Titer IgA anti :
– VCA: sangat sensitif, kurang spesifik
– EA: sangat kurang sensitif, spesifitas tinggi
Staging
Untuk penentuan stadium dipakai sistem TNM menurut UICC (2002)
T : tumor primer
T1 : tumor terbatas di nasofaring
T2 : tumor meluas ke jaringan lunak orofaring dan/atau fossa hidung
T2a – tanpa perluasan ke parafaring
T2b – dengan perluasan ke parafaring
T3 : tumor menginvasi struktur tulang dan/atau sinus paranasal
T4 : tumor dengan perluasan intracranial dan/atau keterlibatan saraf cranial, fossa
infratemporal, hipofaring, orbit
N : pembesaran kelenjar getah bening regional
Nx : tidak jelas adanya keterlibatan kelenjar getah benih (KGB)
N0 : tidak ada keterlibatan KGB
N1 : metastasis pada KGB ipsilateral tunggal, 6 cm atau kurang di atas fossa supraklabikula
N2 : metastasis bilateral KGB, 6 cm atau kurangm di atas fossa supraklavikula
N3a : > 6 cm
N3b : pada fossa supraklavikula
M : metastasis jauh
M0 : tidak ada metastasis jauh
M1 : ada metastasis jauh
PENGOBATAN
Radioterapi
Stadium dini à tumor primer
Stadium lanjut à tumor primer (elektif),
KGB membesar
Kemoterapi
Stadium lanjut / kekambuhan àsandwich
FOLLOW UP
Pemeriksaan klinis, CT Scan àulang 2-3 bulan setelah radioterapi
Tiap 3 bulan(2 tahun pertama) àtiap 6 bulan(2 tahun berikutnya) àsetiap tahun (10 tahun
pascaterapi)
PERAWATAN PALIATIF
Menghilangkan rasa nyeri à obat
Mengontrol gejala
Memperpanjang hidup
Menomorsatukan kualitas hidup
PROGNOSIS
5-years survival rate dengan hanya diradioterapi:
stadium I (85-95%)
stadium II (70-80%)
stadium III & stadium IV (24-80%)
Tipe WHO: tipe 1 (kurang radiosensitif),
tipe 2 & 3 (radiosensitif)
PROGNOSIS
Faktor yang memperburuk:
– stadium lanjut
– > 40 tahun
– laki-laki
– ras Cina
– ada pembesaran kelenjar leher
– lumpuh saraf otak
– tulang tengkorak yang rusak
– metastasis jauh
FARINGITIS
DEFINISI
Peradangan pada dinding faring yang disebabkan oleh :
• Virus (40-60%)
• Bakteri (5-40%)
• Alergi
• Trauma
• Toksin
• Dan lain-lain
KLASIFIKASI
• Faringitis Akut
Faringitis Viral
Faringitis Bakterial
Faringitis Fungal
Faringitis Gonorea
• Faringitis Kronis
Faringitis Kronik Hiperplastik / Granulosa
Faringitis Kronik Atrofi / Sika
• Faringitis Spesifik
Faringitis luetika
Faringitis tuberkulosis
• Gejala :
demam, rinorea, mual, nyeri tenggorokan, sulit menelan
• Pemeriksaan
Faring dan tonsil tampak hiperemi
Tampak eksudat (EBV, HIV-1)
Tidak tampak eksudat (virus Influenza, Coxsachievirus, CMV)
• Penyebab :
Rinovirus (dimulai dengan rinitis)
Virus influenza
Coxachievirus (lesi vesikular di orofaring dan makulopapular di kulit)
CMV
Adenovirus (disertai konjungtivitas – pada anak)
EBV (disertai pembesaran KGB diseluruh tubuh terutama retroservikal dan
hepatsplenomegali)
HIV-1 (disertai limfadenopati akut di leher)
• Terapi :
Istirahat dan minum yang cukup
Kumur air hangat
Analgetik dan tablet hisap jika perlu
Metisoprinol (isoprenosine) :
60-100 mg/kgBB (4-6 x/hr) dewasa
50 mg/kgBB (4-6 x/hr) anak < 5th
FARINGITIS BAKTERIAL
• Penyebab :
Terutama oleh infeksi grup A Streptokokus β hemolitikus penyebab faringitis akut pada
orang dewasa (15%) dan anak (30%).
Streptococcus pneumoni
H. influenza
• Terapi :
Antibiotik :
Penicillin G Banzatin 50.000 U/kgBB IM dosis tunggal.
Amoksisilin 50 mg/kgBB (3x/hr selama 10hr), dewasa 3x500 mg selama 6-10hr.
Eritromisin 4x500 mg/hr.
Kortikosteroid : Deksametason 8-16 mg IM 1x. Anak 0,08-0,3 mg/kgBB IM 1x.
Analgetika
Kumur air hangat atau antiseptik.
FARINGITIS FUNGAL
• Disebabkan oleh Candida yang tumbuh dimukosa rongga mulut dan faring.
• Gejala dan tanda : nyeri tenggorok dan nyeri telan.
• Pemeriksaan : plak putih di orofaring dan hiperemis pada mukosa faring lainnya.
• Terapi :
Nystasin 100.000-400.000 2x/hr.
Analgetika.
FARINGITIS GONORE
• Pada pasien yang melakukan kontak orogenital.
• Terapi : Ceftriakson 250mg IM.
FARINGITIS KRONIK
Faktor predisposisi :
• Iritasi mukosa faring disebabkan oleh :
- rokok, debu rumah, asap.
- sekret dari hidung (postnasal drip) : sinusitis maksilaris, sinusitis etmoidalis, dan rhinitis
vasomotor.
- alergi makanan : gorengan, kacang, lombok, alkohol, dan telur.
• Faktor lain adalah pada pasien yang biasa bernapas melalui mulut karena hidungnya
tersumbat
FARINGITIS KRONIK HIPERPLASTIK
• Terjadi perubahan mukosa dinding posterior faring. Tampak kelenjar limfa dibawah mukosa
faring dan lateral band hiperplasi. Pada pemeriksaan tampak mukosa dinding posterior tidak
rata, bergranular.
• Gejala : mula-mula tenggorokan kering gatal kemudian batuk beriak.
• Terapi :
Caustik faring dengan memakai zat kimia larutan nitras argenti atau dengan listrik
(electro cauter).
Pengobatan simptomatis diberikan obat kumur atau tablet isap.
Jika diperlukan dapat diberikan obat batuk antitusif atau ekspektoran.
Penyakit di hidung dan nasal harus di obati
• Sering timbul bersamaan dengan rhinitis atrofi. Pada rhinitis atrofi udara pernapasan tidak
diatur suhu serta kelembabannya, sehingga menimbulkan rangsangan serta infeksi pada
faring.
• Gejala dan tanda : Pasien mengeluh tenggorok kering dan tebal serta mulut berbau. Pada
pemeriksaan tampak mukosa faring ditutupi oleh lendir yang kental dan bila diangkat tampak
mukosa kering.
• Pemeriksaan : pada mukosa faring terdapat lendir yang melekat dan bila lendir itu diangkat
tampak mukosa dibawahnya kering.
• Terapi : Ditujukan pada rhinitis atrofinya dan untuk faringitis kronik atrofi ditambahkan
dengan obat kumur dan menjaga kebersihan mulut.
FARINGITIS LUETIKA
• Penyebab : Treponema palidum
• Gejala :
Stadium primer :
• Bercak keputihan pada lidah, palatum mole, tonsil dan dinding posterior faring --
> ulkus faring yang tidak nyeri
• Pembesaran kelenjar mandibula yang tidak nyeri tekan
Stadium sekunder :
• Jarang
• Eritema dinding faring yang menjalar ke laring
Stadium tertier :
• Predileksinya tonsil dan palatum.
• Terdapat guma pada dinding posterior faring meluas ke vertebra cervikal --> jika
pecah menyebabkan kematian.
• Guma di palatum mole --> jika sembuh akan terbentuk jaringan parut yang
mengganggu fungsi palatum secara permanen.
• Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan serologik
• Terapi
Obat pilihan utama : penicillin dosis tinggi.
• Merupakan proses sekunder dari tuberkulosis paru.
• Proses primer -->infeksi kuman tahan asam jenis bovinum
• Infeksi eksogen : kontak dengan sputum yang mengandung kuman atau inhalasi kuman
melalui udara.
• Infeksi endogen : penyebaran melalui darah pada tuberkulosis miliaris
• Jika infeksi timbul secara hematogen maka tonsil dapat terkena kedua sisi dan lesi pada
dinding posterior faring, arlus faring anterior, dinding lateral hipofaring, palatum mole,
palatum durum.
• Penyebaran secara limfogen.
• Gejala
Keadaan umum buruk karena anoreksia dan odinofagi.
Nyeri hebat tenggorokan, otalgia, pembesaran kelenjar limfe servikal.
• Diagnosis
Pemeriksaan sputum basil tahan asam, foto thorax, biopsi (untuk menyingkirkan
proses keganasan serta mencari kuman basil tahan asam di jaringan)m
• Terapi
Sesuai dengan terapi tuberkulosis paru.
ANGIOFIBROMA NASOFARING
DEFINISI
• Tumor jinak pembuluh darah di nasofaring yang secara histologi jinak, secara klinis bersifat
ganas, karena mempunyai kemampuan mendestruksi tulang dan meluas ke jaringan
sekitarnya (sinus paranasl, pipi, mata dan tengkorak).
• Sangat mudah berdarah dan sulit dihentikan.
ETIOLOGI
• Teori jaringan asal (tempat perlekatan spesifik angiofibroma di dinding posterolateral atau
atap rongga hidung.
• Ketidakseimbangan hormon seks.
Ada kecendrungan regresi dengan kematangan sexual pasien.
PATOGENESIS
Tumbuh pertama kali di bawah mukosa di tepi sebelah posterior dan lateral koana di atap
nasofaring --> meluas di bawah mukosa sepanjang atap nasofaring --> tepi posterior septum -->
• Ke arah bawah membentuk tonjolan massa di atap rongga hidung posterior.
• Ke anterior --> mengisi rongga hidung, mendorong septum ke sisi kontralateral dan
memipihkan konka.
• Ke lateral --> ke forama sphenoplatina --> fisura pterigomaksila --> fosa intratemporal -->
benjolan di pipi --> mendorong bola mata (frog face)
DIAGNOSIS (Gejala Klinis)
• Hidung tersumbat yang progresif --> penimbunan sekret --> Rinorea kronis --> gangguan
penciuman
• Epistaxis berulang yang masif (untuk laki-laki usia muda)
• Otalgi
• Sefalgia hebat (jika tumor sudah meluas ke intrakranial)
• Mendesak dorsum nasi -> frog face
• Masuk keorbita -> protusio bulbi
• Ke lateral menutup tuba eustachius -> otitis media
• Masuk ke fisura pterigomaksilaris, fossa temporalis -> benjolan di pipi
• Inferior -> mendesak palatum molle -> bombans.
• Masuk ke orofaring -> gangguan menelan dan sesak nafas
• Ke superior -> mendesak dasar tengkorak -> rongga tengkorak mendesak otak.
Pemeriksaan Fisik :
• Rhinoskopi posterior : massa tumor dengan konsistensi kenyal, warna bervariasi (abu-abu
sampai merah muda), mukosa mengalami hipervaskularisasi dan ulserasi (kadang)
(Pemeriksaan Penunjang)
• CT Scan --> menentukan perluasan massa tumor dan destruksi tulang ke jaringan sekitar.
• MRI --> menentukan batas tumor yang telah meluas ke intrakranial.
• Arteriografi --> vaskularisasi dari tumor
• X foto Waters --> gambaran Holman Miller (pendorongan prosesuss pterigoideus ke
belakang karena fisura pterigo-palatina melebar), juga terlihat adanya massa jaringan lunak
di daerah nasofaring yang dapat mengerosi dinding orbita, arkus zigoma, dan tulang di
sekitar nasofaring.
• Pemeriksaan kadar hormonal
• Pemeriksaan immunohistokimia terhadap reseptor estrogen, progestron dan androgen.
• Pemeriksaan Patologi Anatomi --> kontraindikasi
KLASIFIKASI
Secara SESSSION :
• Stadium IA : tumor terbatas di nares posterior atau nasofaringeal voult.
• Stadium IB : tumor meliputi nares posterior atau nasofaringeal voult dengan meluas
sedikitnya 1 sinus paranasal.
• Stadium II A : tumor meluas sedikit ke fossa pterigomaksila.
• Stadium II B : tumor memenuhi pterigo maksila tanpa mengerosi tulang orbita.
• Stadium III A: tumor telah mengerosi tumor tengkorak dan meluas sedikit ke intrakranial.
• Stadium III B : tumor telah meluas ke intrakranial atau tanpa meluas ke sinus kavernosus.
Secara FISCH :
• Stadium I : tumor terbatas di rongga hidung, nasofaring tanpa mendestruksi tulang.
• Satdium II : tumor menginvasi fossa pterigomaksila, sinus paranasal dengan destruksi
tulang.
• Stadium III : tumor menginvasi fossa infratemporal. Orbita dengan atau regio paraselar.
• Stadium IV : tumor menginvasi sinus kavernosus, regio chiasma optik atau fossa
• pituitary.
DIAGNOSA BANDING
• Polip koanal
• Adenoid
• Karsinoma nasofaring
TERAPI
Pembedahan :
• Ekstraksi melalui mulut dengan kabel (khusus tumor yang bertangkai)
• Transpalatal
• Rhinotomi lateral
• Mid fascial degloving.
TERAPI
• Radiasi
• Untuk tumor yang besar (T4) atau tumor yang residif, sisa tumor setelah operasi
• Hormonal
• Pemberian hormon estrogen untuk memperkecil tumor dan mengurangi resiko perdarahan
sehingga pembedahan mudah dilakukan
NODUL VOKAL
DEFINISI
• Disebut juga singer's nodul
• Benjolan kecil (nodul), bilateral, simetris, timbul di perbatasan 1/3 anterior dan 1/3 tengah
dari bagian medial korda vokalis.
• Insidens : anak-anak, dewasa dan guru.
PATOFISIOLOGI
• Lesi terjadi pada perbatasan 1/3 anterior dan 1/3 tengah dari bagian medial korda vokalis,
yang merupakan pusat getaran (vibrasi) korda vokalis.
• Disebabkan oleh penggunaan suara yang salah (misuse of the voice / vocal absuse),
berbicara terlalu keras, terlalu lama atau dengan nada terlalu tinggi.
• Akibat trauma mekanis tersebut --> timbul reaksi radang --> oedema pada stroma di bawah
epitel dan peningkatan vaskularisasi --> timbul penebalan --> pengerasan --> terbentuk
nodul --> menghalangi kedua pita suara saling merapat waktu fonasi --> suara parau.
DIAGNOSA
Gejala klinis :
• Suara pecah pada nada tinggi
• Gagal mempertahankan nada tinggi
• Bicara cepat lelah
• Tidak mampu bicara lama
• Suara parau.
Pemeriksaan :
• Laringoskopia indirekta
• Laringoskopia direkta atau fiberoptic laryngoscopy (FOL)
• Didapatkan : benjolan kecil pada titik pertemuan 1/3 anterior dan 1/3 tengah bagian medial
korda vokalis yang biasanya bilateral simetris.
DIAGNOSA BANDING
• Kista korda vokalis
• Polip korda vokalis
• Papiloma korda vokalis
• Karsinoma korda vokalis stadium dini.
PENATALAKSANAAN
• Istirahat suara 1-2 minggu
• Re-edukasi suara yang dilakukan oleh bina wicara selama kurang lebih 3 bulan
• Dilakukan kontrol pemeriksaan laring dengan laringoskopia indirekta / direkta / FOL
Bila ada kemajuan secara subyektif dan obyektif re-eduksi suara dapat diteruskan sampai
suara menjadi normal kembali
Bila tak ada kemajuan atau nodul bertambah besar, dilakukan ekstirpasi nodul melalui
BLM dan pasca bedah segera diikuti dengan re-eduksi suara.
• Pada anak-anak tidak dilakukan operasi, karena :
Hampir selalu terjadi kekambuhan, karena vokal abuse.
Hampir semua lesi akan menghilang waktu pubertas.