Tugas IKM-THT Komunitas (Heydi)

17
MAKALAH EPIDEMIOLOGI DAN PENGENDALIAN PENYAKIT THT: GANGGUAN PENDENGARAN DAN KETULIAN Makalah Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Tugas Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang Disusun Oleh : HEYDI MARIZKY LISMAN 1410221022 KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS PEMBANGUNANNASIONAL “VETERAN”JAKARTA PERIODE 4 JANUARI 6 FEBRUARI 2016

description

program pemerintah tentang hearing loss

Transcript of Tugas IKM-THT Komunitas (Heydi)

Page 1: Tugas IKM-THT Komunitas (Heydi)

MAKALAH

EPIDEMIOLOGI DAN PENGENDALIAN PENYAKIT THT:

GANGGUAN PENDENGARAN DAN KETULIAN

Makalah Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Tugas Kepaniteraan Klinik

Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat

Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang

Disusun Oleh :

HEYDI MARIZKY LISMAN

1410221022

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

PERIODE 4 JANUARI – 6 FEBRUARI 2016

Page 2: Tugas IKM-THT Komunitas (Heydi)

2

TINJAUAN PUSTAKA

Kesehatan indera pendengaran merupakan hal yan sangat penting dalam upaya

meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Pentingnya hal ini terlihat dimana Pemerintah

Indonesia menetapkan Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian dalam salah

satu upaya kesehatan dalam Rencana Strategi Nasional yang tercermin dalam UU No. 36

Tahun 2009 Tentang Kesehatan Pasal 8 Butir 1.1

Gangguan pendengaran menggambarkan kehilangan pendengaran di salah satu atau

kedua telinga. Gangguan pendengaran diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu: tuli

konduktif, tuli sensoneural, dan campuran. Dilihat dari derajat gangguan telinga berdasarkan

audiometri terbagi menjadi ringan, sedang, berat, dan sangat berat. Pada telinga normal,

kemampuan mendengar yakni 10 – 25 dB; pada gangguan pendengaran ringan, kemampuan

mendengar yakni 26 – 40 dB; gangguan pendengaran sedang, kemampuan mendengar 41 –

60 dB; gangguan pendengaran berat, kemampuan mendengar yakni 61 – 80 dB; dan

gangguan pendengaran sangat berat, kemampuan mendengar yakni ≥81 dB. 2-9

Definisi gangguan pendengaran berdasarkan World Health Organization (WHO)

adalah hilangnya kemampuan mendengar pada audiometri lebih dari 40 dB untuk kelompok

dewasa dan lebih dari 30 dB pada kelompok anak-anak. Data WHO mengenai angka

gangguan pendengaran dan ketulian menunjukkan peningkatan yang signifikan. Pada tahun

2000 terdapat 250 juta dari total penduduk dunia dan tahun 2005 angkanya mencapai 278 juta

penduduk dunia. Sedangkan dari data WHO tahun 2012, terdapat 360 juta penduduk dunia

yang menderita gangguan pendengaran dan ketulian (5,3% dari jumlah penduduk dunia),

dimana 328 juta diantaranya adalah dewasa (183 juta pria dan 14 juta wanita), sepertiga

dantaranya terkadi pada lansia usia lebih dari 65 tahun. Dan sisanya, sebanyak 32 juta

mengenai anak-anak. Populasi gangguan pendengaran dan ketulian pada lansia usia lebih 65

Page 3: Tugas IKM-THT Komunitas (Heydi)

3

tahun dan anak-anak terbanyak terdapat pada regional Asia Selatan, Asia-Pasifik, dan Afrika

Bagian Sahara. 2-9

Dari gambar diatas dapat disimpulkan bahwa prevalensi gangguan pendengaran dan ketulian

dimana 328 juta penduduk dunia (91% dari jumlah penduduk dunia) terjadi pada kelompok

dewasa dengan usia lebih dari 15 tahun dan 32 juta penduduk dunia (9% dari jumlah

penduduk dunia) terjadi pada kelompok anak-anak.2-9

Gambar 2 Prevalensi Gangguan Pendengaran dan Ketulian Berdasarkan Pembagian Regional2-9

Berdasarkan gambar diatas, angka ganguan pendengaran dan ketulian di regional Eropa dan

Asia Tengah sebanyak 9%, regional Amerika Latin dan Karibia sebanyak 9%, regional Asia

Timur sebanyak 22%, regional Asia Pasifik sebanyak 10%, regional Asia Selatan sebanyak

Gambar 1 Prevalensi Gangguan Pendengaran dan Ketulian2-9

Page 4: Tugas IKM-THT Komunitas (Heydi)

4

27%, regional Timur Tengah dan Afrika Utara sebanyak 3%, dan regional Afrika bagian

Sahara sebanyak 9%.2-9

Gambar 3 Pervalensi Gangguan Pendengaran dan Ketulian pada Kelompok Dewasa

Berdasarkan Regional

Berdasarkan gambar diatas angka tertinggi penduduk dengan gangguan pendengaran dan

ketulian pada kelompok dewasa usia lebih dari 15 tahun keatas adalah Regional Asia

Selatan.2-9

Gambar 4 Prevalensi Gangguan Pendengaran dan Ketulian pada Kelompok Anak Berdasarkan Regional2-9

Page 5: Tugas IKM-THT Komunitas (Heydi)

5

Berdasarkan gambar diatas angka tertinggi dengan penduduk yang menderita gangguan

pendengaran dan ketulian pada kelompok anak terdapat pada regional Asia Selatan.2-9

Gambar 5 Prevalensi Gangguan Pendengaran dan Ketulian pada Kelompok Dewasa

Berdasarkan Derajat Gangguan Pendengaran2-9

Dari gambar diatas, sebanyak 15% penduduk dunia dari kelompok dewasa menderita

gangguan pendengaran ringan. Dan sekitar hampir sepertiga diantaranya menderita gangguan

pendengaran sangat berat.2-9

Gambar 6 Prevalensi Gangguan Pendengaran dan Ketulian pada Kelompok Anak,

Dewasa: usia >15 – 64 tahun, dan lebih dari 65 tahun2-9

Page 6: Tugas IKM-THT Komunitas (Heydi)

6

Berdasarkan gambar diatas, prevalensi meningkat seiring dengan bertambahnya usia, dimana

pada kelompok anak sebanyak 1,7%, pada kelompok dewasa usia >15 – 64 tahun sebanyak

7%, dan hampir sepertiganya adalah kelompok dewasa usia lebih 65 tahun.2-9

Gambar 7 Prevalensi Gangguan Pendengaran dan Ketulian pada Kelompok Anak

Dibandingkan dengan Pendapatan Perkapita2-9

Dari gambar diatas, prevalensi gangguan pendengaran pada kelompok anak berbanding

terbalik dengan pendapatan perkapita regional tersebut.2-9

Gambar 8 Prevalensi Gangguan Pendengaran pada Kelompok Dewasa Usia Lebih dari

65 Tahun Dibandingkan dengan Pendapatan Perkapita2-9

Page 7: Tugas IKM-THT Komunitas (Heydi)

7

Dari gambar diatas, prevalensi gangguan pendengaran pada kelompok dewasa usia lebih dari

65 tahun berbanding terbalik dengan pendapatan perkapita regional tersebut.2-9

Berdasarkan hasil WHO Multi Center Study, Indonesia berada diposisi keempat

dengan jumlah penduduk terbanyak yang mengalami gangguan pendengaran yang mencapai

4,6% setelah Sri Langka (8,8%), Myanmar (8,4%), dan India (6,3%).3 Berdasarkan survey

yang dilakukan Kementrian Kesehatan RI antara tahun 1994 – 1996, jumlah penduduk yang

menderita gangguan pendengaran sebanyak 35.600.000. Prevalensi gangguan pendengaran

pada usia 5 – 14 tahun dan 15 – 24 tahun masing-masing 0,8% serta prevalensi ketulian pada

usia 5 – 14 tahun dan 15 – 24 tahun masing-masing 0,04%. Dilihat dari provinsinya,

prevalensi gangguan pendengaran tertinggi terdapat di Nusa Tenggara Timur (3,7%) dan

terendah di Banten (1,6%), sedangkan prevalensi ketulian tertinggi terdapat di Maluku

(0,45%), Sulawesi Utara (0,12%) dan terendah di Kalimantan Timur (0,03%). Berdasarkan

survey tahun 2015, angkanya meningkat signifikan menjadi 45 juta dari penduduk

Indonesia.10-12

Berdasarkan Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2013,

prevalensi gangguan pendengaran dan ketulian di Indonesia masing-masing 2,6% dan 0,09%

dari jumalh Penduduk Indonesia. Prevalensi gangguan pendengaran dan ketulian berdasarkan

kelompok umur, angka tertinggi berada pada kelompok usia 75+ masing-masing sebanyak

36,6% dan 1,45%. Dan angka terendah pada kelompok usia 5 – 14 tahun masing-masing

sebanyak 0,8% dan 0,04%. Prevalensi gangguan pendengaran dan ketulian berdasarkan jenis

kelamin, pada kelompok laki-laki masing-masing sebanyak 2,4% dan 0,09%. Pada kelompok

perempuan masing-masing sebanyak 2,8% dan 0,10%. Prevalensi tertinggi gangguan

pendengaran dan ketulian terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Timur sebanyak 3,7% dan

Maluku sebanyak 0,45%. Prevalensi terendah terdapat di Provinsi Banten sebanyak 1,6%

Page 8: Tugas IKM-THT Komunitas (Heydi)

8

untuk gangguan pendengaran, sedangkan di Provinsi Sumatera Barat dan Nusa Tenggara

Barat sebanyak 0,10% untuk ketulian.13

Tabel 1 Prevalensi Gangguan Pendengaran dan Ketulian Penduduk Umur ≥5 Tahun

Sesuai Tes Konversasi Menurut Karakteristik, Indonesia 201313

Karakteristik Gangguan Pendengaran Ketulian

Kelompok umur (tahun)

5-14 0,8 0,04

15-24 0,8 0,04

25-34 1,0 0,05

35-44 1,2 0,05

45-54 2,3 0,06

55-64 5,7 0,14

65-74 17,1 0,52

75+ 36,6 1,45

Jenis kelamin

Laki-laki 2,4 0,09

Perempuan 2,8 0,10

Pendidikan

Tidak sekolah 8,0 0,38

Tidak tamat SD/MI 3,2 0,12

Tamat SD/MI 2,9 0,08

Tamat SMP/MTS 1,3 0,04

Tamat SMA/MA 1,1 0,03

Tamat D1-D3/PT 1,2 0,04

Status pekerjaan

Tidak bekerja 3,4 0,15

Pegawai 1,0 0,02

Wiraswasta 1,6 0,03

Petani/nelayan/buruh 3,3 0,07

Lainnya 2,2 0,10

Tempat tinggal

Perkotaan 2,2 0,09

Perdesaan 3,0 0,10

Kuintil indeks kepemilikan

Terbawah 4,1 0,14

Menengah bawah 3,4 0,13

Menengah 2,6 0,08

Menengah atas 1,9 0,06

Teratas 1,6 0,07

Page 9: Tugas IKM-THT Komunitas (Heydi)

9

Tabel 2 Prevalensi Gangguan Pendengaran dan Ketulian Penduduk Umur ≥5 Tahun

Sesuai Tes Konversasi Menurut Provinsi, Indonesia 201313

Provinsi Gangguan Pendengaran Ketulian

Aceh 2,4 0,06

Sumatera Utara 2,6 0,05

Sumatera Barat 2,4 0,10

Riau 2,2 0,13

Jambi 2,4 0,10

Sumatera Selatan 3,0 0,07

Bengkulu 2,0 0,09

Lampung 3,6 0,08

Bangka Belitung 1,7 0,04

Kepulauan Riau 1,8 0,07

DKI Jakarta 1,6 0,06

Jawa Barat 2,5 0,07

Jawa Tengah 3,1 0,12

DI Yogyakarta 2,7 0,13

Jawa Timur 2,9 0,13

Banten 1,6 0,04

Bali 2,0 0,06

Nusa Tenggara Barat 1,9 0,10

Nusa Tenggara Timur 3,7 0,12

Kalimantan Barat 2,3 0,05

Kalimantan Tengah 2,1 0,07

Kalimantan Selatan 2,2 0,12

Kalimantan Timur 2,4 0,03

Sulawesi Utara 2,4 0,12

Sulawesi Tengah 2,4 0,07

Sulawesi Selatan 3,0 0,12

Sulawesi Tenggara 2,4 0,12

Gorontalo 2,4 0,17

Sulawesi Barat 2,7 0,05

Maluku 2,5 0,45

Maluku Utara 2,9 0,09

Papua Barat 1,8 0,11

Papua 2,6 0,08

Indonesia 2,6 0,09

Page 10: Tugas IKM-THT Komunitas (Heydi)

10

Menurut WHO, penyebab gangguan pendengaran dan ketulian dibagi menjadi dua,

yaitu:3, 7-9

Sebelum dan Selama Masa Kehamilan

Pada sebelum dan selama masa kehamilan, gangguan pendengaran dan

ketulian bisa disebabkan karena infeksi selama kehamilan seperti Rubella atau

Sifilis, penggunaan obat-obatan yang bersifat ototoksik, kurangnya suplai

oksigen baik selama kandungan ataupun saat persalinan, bayi prematur, bayi

kuning, atau genetik dari orang tua yang mengalami ketulian.

Setelah Lahir.

Pada saat setelah lahir penyebabnya adalah infeksi pada masa kecil seperti

campak, gondok, dan meningitis; infeksi telinga baik telinga bagian luar,

tengah, ataupun dalam; penggunaan obat- obatan yang bersifat ototoksik

seperti beberapa obat antibiotik dan anti-malaria; kebisingan seperti musik-

musik yang keras, ledakan, bunyi senapan, bunyi mesin; penggunaan glue ear/

wax; kecelakaan khususnya pada kasus cidera kepala.

Sedangkan menurut Departemen Kesehatan RI, penyebab utama gangguan

pendengaran dan ketulian adalah tuli kongenital, otitis media kronis supuratif (OMSK),

gangguan pendengaran akibat bising (NIHL), serumen/ kotoran telinga, dan presbiakusis.

Menurut survei kesehatan indera penglihatan dan pendengaran ahun 1994 – 1996, morbiditas

penyakit telinga sebanyak 18,5% dengan gangguan pendengaran sebanyak 16,8% dan

ketulian sebanyak 0,4% dengn prevalensi paling tinggi pada kelompok uia sekolah (7 – 18

tahun). Penyakit infeksi penyebab ketulian adalah OMSK sebanyak 3,1%, presbiakusis

sebanyak 2,6%, dan tuli kongenital sebanyak 0,1%. Selain itu, 1 – 3 per 1000 kelahiran tuli

kongenital.10-12

Page 11: Tugas IKM-THT Komunitas (Heydi)

11

Tingginya angka prevalensi gangguan pendengaran dan ketulian di dunia, WHO

mencanangkan program sedunia yakni Sound Hearing 2030 dengan target penurunan angka

gangguan gangguan pendengaran dan ketulian sebanyak 50% di tahun 2015 dan 90% pada

tahun 2030. Prioritas dalam program ini adalah:14

Perawatan khususnya pada masyarakat kurang mampu.

Deteksi dini, intervensi, dan rehabilitasi gangguan pendengaran dan ketulian

berdasarakan pendekatan penyebab yang palin sering, seperti: tuli kongenital,

otitis media kronis supuratif (OMSK), gangguan pendengaran akibat bising

(NIHL), serumen/ kotoran telinga, dan presbiakusis.

Program preventif pada semua tingkat pelayanan kesehatan, khususnya pada

pelayanan primer dan sekunder.

Pengembangan sumber daya manusia.

Di Indonesia, berdasarkan Kepmenkes No.768/MENKES/SK/VII/2007 dibentuklah

Komite Nasional Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian (Komnas PGKT),

yakni sebuah badan independen yang dibentuk oleh Departemen Kesehatan RI dalam upaya

penunjang tercapainya program Sound Hearing 2030. Tugas pokok komite ini adalah:15

Memberikan masukan kepada pemerintah dalam menyusun kebijakan dan

program Pengendalian Gangguan Pendengaran dan Ketulian.

Membantu memfasilitasi terbentuknya Komite Daerah Penanggulangan

Gangguan Pendengaran dan Ketulian (Komda PGPKT) di tingkat Provinsi dan

Kabupaten/ Kota.

Mengkoordinasi peningkatan dan pemanfaatan sumber daya untuk kegiatan

PGPKT yang dilaksanakan pemerintah pusat dan daerah.

Mediator/ koordinator dalam peningkatan sumber daya dalam PGPKT yang

dilaksanakan pemerintah pusat dan daerah.

Page 12: Tugas IKM-THT Komunitas (Heydi)

12

Program yang dijalankan adalah deteksi dini penyebab tersering gangguan

pendengaran dan ketulian. Salah satu upaya adalah dengan deteksi dini pada bayi dan anak.

WHO merekomendasikan skrining pendengaran dilakukan sebelum usia 3 bulan dan

intervensi telah diberikan sebelum usia 6 bulan. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi:7-9, 14-16

Tympanometri: menilai fungsi telinga tengah.

BOA (Behavioral Observation Audiometri): menilai kemampuan anak dalam

memberikan respon terhadap rangsang bunyi dengan mengamati perilaku anak

Play Audiometri: menilai fungsi pendengaran anak yang dilakukan sambil

bermain

OAE (Oto Acoustic Emition): menilai fungsi Cochlea secara obyektif dan

dapat dilakukan dalam waktu yang singkat.

ABR (Auditory Brainstem Response): pemeriksaan yang menilai fungsi

pendengaran secara obyektif sepanjang jalurpendengaran (N.VIII)

ASSR (Auditory Steady State Response): pemeriksaan yang hampir sama

dengan ABR namun hasilnya dapat menunjukkan beberapa frekuensi

pendengaran sekaligus.

Jika ditemukan positif maka dilakukan fitting alat bantu dengar (ABD), apabila masih dalam

pre-lingual periode (1-3th) dengan metode AVT (Auditory Verbal Therapy), konsultasi

psikolog anak (untuk test psikologi), atau konsultasi bidang lain bila diperlukan.7-9, 14-16

Upaya yang lain adalah skrining dan pembersihan serumen yang dilakukan setiap

tanggal 03 Maret sebagai Hari Kesehatan Telinga dan Pendengaran yang dilakukan ke

sekolah-sekolah. Skrining ini juga dapat dilakukan secara aktif oleh guru dengan melakukan

pemeriksaan telinga menggunakan senter kepada murid-muridnya, dan jika menemukan

adanya serumen atau congek dalam telinga muridnya segera dikirim murid tersebut ke

Page 13: Tugas IKM-THT Komunitas (Heydi)

13

puskesmas/ dokter. Selain itu dalam mengobati OMSK harap dilakukan penangganan segera

baik segara medikamentosa maupun operatif.7-9, 14-15

Dalam menanggani kebisingan dapat dilakuakan dengan mensukseskan Program

Konservasi Pendengaran (PKP). Program ini terdiri dari 7 komponen yaitu: 7-9, 14-15

Identifikasi dan analisis sumber bising dengan mengunakan alat sound level

meter untuk mengukur kadar bising di suatu tempat yang kemudian dianalisa

dan dibuat peta kebisingan.

Kontrol kebisingan dan kontrol admistrasi, dimana kontrol kebisingan

dilakukan dengan mengganti mesin dengan tingkat bising tinggi, sedangkan

kontrol admistrasi dengan melakukan rotasi kerja untuk menghindari

kebisingan yang konstan.

Tes audimetri berkala

Alat pelindung diri seperti earplugs, earmuffs,dan helmet

Motivasi dan edukasi pekerja

Pencatatan dan pelaporan data

Evaluasi program, dimana indikator keberhasilan adalah kepatuhan

pelaksanaan program, tingkat kebisingan di lingkungan kerja, insidens dan

prevalensi kasus NIHL.

Upaya lainnya dengan membantu mengobati tuli akibat usia tua/ presibikusis. Hal ini

trjadi karena organ pendengaran menua, tidak elastis, tebal, sel-sel berkurang, dan sel saraf

melemah. Hal ini tidak terlepas dari pengaruh paparan bising, diet yang menyebabkan

perubahan metabolisme, penyakit degeneratif seperti diabetes mellitus, polusi kimia, atau

karena faktor genetik. Untuk menangganinya dilakukan dengan pemasangan alat bantu

dengar atau dilatih dengan membaca gerak bibir/ lip reader atau dengan belajar bahasa

isyarat.7-9, 14-15

Page 14: Tugas IKM-THT Komunitas (Heydi)

14

Program lain yang dijalankan oleh PGPKT adalah promosi kepada elemen masyarakat

mengenai megenal tanda dan gejala gangguan pendengaran dan ketulian khususnya pada bayi

dan anak, apa kerugian dari gangguan pendengaran dan ketulian, cara pencegahannya, serta

cara menjaga kebersihan telinga. Edukasi yang diberikan sehubungan dengan tanda dan

gejala gangguan pendengaran dan ketulian khususnya pada bayi adalah bayi dapat merespon

suara disekitarnya. Cara bayi merespon suara adalah dengan membuka mata, mengedipkan

mata, atau mencari sumber suara. Sedangkan tanda dan gejala gangguan pendengaran dan

ketulian khususnya pada anak adalah anak lambat berbicara atau berbicara tidak jelas, lambat

merespon segala sesuatu disekitarnya karena tidak dapat mendengar suara disekitarnya.

Selain itu penting juga mengetahui tanda dan gejala dari infeksi telinga pada anak dimana

anak akan mengalami demam, kadang disertai nyeri tenggorokan dan telinga, keluarnya pus

yang terkadang disertai bau tidak enak.7-9, 14-15

Selain itu edukasi sehubungan dengan cara pencegahannya adalah dengan menjaga

telinga tetap bersih. Caranya dengan (1) tidak memegang telinga dengan tangan yang kotor,

biasakan mencuci tangan sebelum makan dan sesudah dari toilet; (2) tidak berenang atau

mandi dengan air kotor; (3) tidak memasukan zat apapun kedalam telinga baik berupa

ramuan herbal, minyak yang panas atau dingin, atau cairan seperti kerosin; dan (4)

membersihkan telinga dengan ”dry mopping”, yaitu pilinan kapas dengan diameter yang

kecil. Cara lain untuk mencegahnya alah dengan melakukan vaksinasi, segera melakukan

pengobatan sedini mungkin pada infeksi telinga, mengonsumsi obat-obatan khususnya yang

bersifat ototoksik sesuai dengan resep dokter, memberitahu efek bahaya dari kebisingan

kepada masyarakat, dan membiasakan diri dengan selalau menggunkan helm pada saat

bersepeda ataupun mengendarai sepeda motor.7-9, 14-15

Orang dengan gangguan pendengaran dan ketulian akan merasa sendiri dan kesepian

karena mereka sulit berkomunikai dengan lingkungannya. Selain itu mereka terbatas dalam

Page 15: Tugas IKM-THT Komunitas (Heydi)

15

melakukan aktivitas tertentu di lingkungan mereka seperti rumah, sekolah, ataupun tempat

kerja. Akibatnya mereka cenderung menarik diri. Maka dangat dibutuhkan peran keluarga

dan komunitas sangat penting bagi orang dengan gangguan pendengaran dan ketulian,

caranya dengan peran aktif keluarga dan komunitas mengajak mereka mengikuti kegiatan

seperti orang normal dan jangan biarkan mereka merasa sendiri dan kesepian. Bentuk

dukungan keluarga dan komunitas disekeliling mereka dengan membantu mereka berpikir

dan mencari kemahiran yang berguna sehingga mereka dapat produktif. Selain itu, dengan

berkomunikasi dengan mereka menggunakan bahasa isyarat atau berbicara dengan lambat

dan dengan penerangan yang cukup agar mereka dapat membaca gerak bibir dan

berkomunikasi dengan baik dalam lingkungannya.7-9, 14-15

Page 16: Tugas IKM-THT Komunitas (Heydi)

16

DAFTAR PUSTAKA

1. UU No.39 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Diunduh tanggal 17 Februari 2016. Avaiable

at

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&ved=0ahUK

Ewjg9Ke1sP_KAhWBGY4KHZT2Bn0QFgggMAA&url=https%3A%2F%2Fwww.ilo.o

rg%2Fdyn%2Fnatlex%2Fdocs%2FELECTRONIC%2F91185%2F105616%2FF-

1979234557%2FIDN91185%2520IDN.pdf&usg=AFQjCNH_a_RQx9R6BQ4gPHZn3nu

c45nlbg&cad=rja

2. World Health Organization Global. 2012. Estimates on Prevalence of Hearing Loss.

Diunduh tanggal 17 Februari 2016. Avaiable at

http://www.who.int/pbd/deafness/estimates/en/

3. World Health Organization. 1998. Multi-Country Assessment of National Capacity to

Provide Hearing Care. Diunduh tanggal 17 Februari 2016. Avaiable at

http://www.who.int/pbd/deafness/estimates/en/

4. World Health Organization. 1998. Community-Based Rehabilitation: Promoting Ear and

Hearing Care through CBR. Diunduh tanggal 17 Februari 2016. Avaiable at

http://www.who.int/pbd/deafness/estimates/en/

5. World Health Organization. 2012. Report of The International Workshop on Primary

Ear and Hearing Care. Diunduh tanggal 17 Februari 2016. Avaiable at

http://www.who.int/pbd/publications/en/

6. World Health Organization. 1998. Joint Workshop 1998-Report. Diunduh tanggal 17

Februari 2016. Avaiable at http://www.who.int/pbd/publications/en/

7. World Health Organization. 1998. Guidelines for Hearing Aids and Services for

Developing Counties. Diunduh tanggal 17 Februari 2016. Avaiable at

http://www.who.int/pbd/publications/en/

8. World Health Organization. 2012. Primary Ear and Hearing Care Training Resources.

Diunduh tanggal 17 Februari 2016. Avaiable at

http://www.who.int/pbd/deafness/activities/hearing_care/en/

9. World Health Organization. 2012. WHO Care and Hearing Disorders Survey Protocol.

Diunduh tanggal 17 Februari 2016. Avaiable at

http://www.who.int/pbd/deafness/activities/epidemiology_economic_analysis/en/

Page 17: Tugas IKM-THT Komunitas (Heydi)

17

10. Kementerian Kesehatan RI. 2013.Gangguan Pendengaran di Indonesia. Diunduh tanggal

17 Februari 2016. Avaiable at http://www.hearlife.co.id/informasi-lebih-lanjut-tentang-

gangguan-pendengaran.php

11. Kementerian Kesehatan RI. 2013. Pendengaran Sehat Untuk Hidup Bahagia. Diunduh

tanggal 17 Februari 2016. Avaiable at

http://www.depkes.go.id/article/print/2245/pendengaran-sehat-untuk-hidup-bahagia.html

12. Telinga Sehat Pendengaran Baik. Diunduh tanggal 17 Februari 2016. Avaiable at

http://www.depkes.go.id/article/print/840/telinga-sehat-pendengaran-baik.html

13. Kementerian Kesehatan RI. 2013. Riskesdas dalam Angka Indonesia Tahun 2013.

Diunduh tanggal 19 Februari 2016. Avaiable at

http://terbitan.litbang.depkes.go.id/penerbitan/index.php/blp/catalog/book/158

14. Society for Sound Hearing. 2012. Develop Comprehensive, Inclusive and Sustainable

Ear & Hearing Care Programs in Asian Countries. India. Diunduh tanggal 17 Februari

2016. Avaiable at http://www.soundhearing2030.org/guidelines.php

15. Kepmenkes RI No.768/MENKES/SK/VII/2007. Diunduh tanggal 17 Februari 2016.

Avaiable at

http://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/lt4af3c27570c04/nprt/1060/kepmenkes-

no-768-tahun-2007

16. World Health Organization. 2012. Guilding Principles for Infant Hearing Screening.

Diunduh tanggal 17 Februari 2016. Avaiable at

http://www.soundhearing2030.org/guidelines.php