Case Tht Ernita

47
BAB I PENDAHULUAN Latar belakang Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga bagian tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel- sel mastoid. Otitis media terbagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif. Masing-masing mempunyai bentuk akut dan kronis. Pada beberapa penelitian, diperkirakan terjadinya otitis media yaitu 25% pada anak-anak. Infeksi umumnya terjadi dua tahun pertama kehidupan dan puncaknya pada tahun pertama masa sekolah 1 . Otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah infeksi kronis pada telinga tengah dengan perforasi membran tympani dan sekret keluar dari telinga terus menerus atau hilang timbul, sekret dapat encer atau kental, bening atau berupa nanah. Jenis otitis media supuratif kronis dapat terbagi 2 jenis, yaitu OMSK tipe benigna dan OMSK tipe maligna 2 . Beberapa faktor yang dapat menyebabkan otitis media akut menjadi otitis media kronis yaitu terapi yang terlambat diberikan, terapi tidak adekuat, virulensi kuman yang tinggi, daya tahan tubuh yang rendah (gizi buruk) atau hygiene buruk 2 . Gejala otitis media supuratif kronis antara lain otorrhoe yang bersifat purulen atau mokoid, terjadi gangguan pendengaran, otalgia, tinitus, rasa penuh di telinga dan vertigo 1 .

description

uki

Transcript of Case Tht Ernita

Page 1: Case Tht Ernita

BAB I

PENDAHULUAN

Latar belakang

Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga bagian tengah,

tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media terbagi atas otitis media

supuratif dan otitis media non supuratif. Masing-masing mempunyai bentuk akut dan kronis.

Pada beberapa penelitian, diperkirakan terjadinya otitis media yaitu 25% pada anak-anak.

Infeksi umumnya terjadi dua tahun pertama kehidupan dan puncaknya pada tahun pertama

masa sekolah1.

Otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah infeksi kronis pada telinga tengah

dengan perforasi membran tympani dan sekret keluar dari telinga terus menerus atau hilang

timbul, sekret dapat encer atau kental, bening atau berupa nanah. Jenis otitis media supuratif

kronis dapat terbagi 2 jenis, yaitu OMSK tipe benigna dan OMSK tipe maligna2.

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan otitis media akut menjadi otitis media kronis

yaitu terapi yang terlambat diberikan, terapi tidak adekuat, virulensi kuman yang tinggi, daya

tahan tubuh yang rendah (gizi buruk) atau hygiene buruk2. Gejala otitis media supuratif kronis

antara lain otorrhoe yang bersifat purulen atau mokoid, terjadi gangguan pendengaran, otalgia,

tinitus, rasa penuh di telinga dan vertigo1.

Page 2: Case Tht Ernita

BAB IIOTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK

OMSK adalah stadium dari penyakit telinga tengah dimana terjadi peradangan kronis

dari telinga tengah dan mastoid dan membran timpani tidak intak (perforasi) dan ditemukan

sekret (otorea), purulen yang hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau

berupa nanah dan berlangsung lebih dari 2 bulan. Perforasi sentral adalah pada pars tensa dan

sekitar dari sisa membran timpani atau sekurang-kurangnya pada annulus. Defek dapat

ditemukan seperti pada anterior, posterior, inferior atau subtotal. Menurut Ramalingam bahwa

OMSK adalah peradangan kronis lapisan mukoperiosteum dari middle ear cleft sehingga

menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan patologis yang ireversibel,2,4.

I. KLASIFIKASI OMSK

OMSK dapat dibagi atas 2 tipe yaitu2,9 :

1. Tipe tubotimpani = tipe jinak = tipe aman = tipe rhinogen.

Penyakit tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa dan

gejala klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit.

Secara klinis penyakit tubotimpani terbagi atas:

1.1. Penyakit aktif

Pada jenis ini terdapat sekret pada telinga dan tuli. Biasanya didahului oleh

perluasan infeksi saluran nafas atas melalui tuba eutachius, atau setelah berenang

dimana kuman masuk melalui liang telinga luar. Sekret bervariasi dari mukoid sampai

mukopurulen1,2.

1.2. Penyakit tidak aktif

` Pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang kering dengan mukosa telinga

tengah yang pucat. Gejala yang dijumpai berupa tuli konduktif ringan. Gejala lain yang

dijumpai seperti vertigo, tinitus,atau suatu rasa penuh dalam telinga1,4.

2. Tipe atikoantral = tipe ganas = tipe tidak aman = tipe tulang

Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya. Penyakit

atikoantral lebih sering mengenai pars flasida dan khasnya dengan terbentuknya

kantong retraksi yang mana bertumpuknya keratin sampai menghasilkan kolesteatom.

Kolesteatom dapat dibagi atas 2 tipe yaitu :1,3

a. Kongenital.

b. Didapat.

Page 3: Case Tht Ernita

Pada umumnya kolesteatom terdapat pada otitis media kronik dengan perforasi

marginal, teori itu adalah2,5 :

Epitel dari liang telinga masuk melalui perforasi kedalam kavum timpani dan disini

ia membentuk kolesteatom (migration teori menurut Hartmann); epitel yang masuk

menjadi nekrotis, terangkat keatas.

Embrional sudah ada pulau-pulau kecil dan ini yang akan menjadi kolesteatom.

Mukosa dari kavum timpani mengadakan metaplasia oleh karena infeksi

(metaplasia teori menurut Wendt).

Ada pula kolesteatom yang letaknya pada pars plasida (attic retraction

cholesteatom).

1. Perforasi sentral

Lokasi pada pars tensa, bisa antero-inferior, postero-inferior dan postero-

superior, kadang-kadang sub total1,2,4.

2. Perforasi marginal

Terdapat pada pinggir membran timpani dengan adanya erosi dari anulus

fibrosus. Perforasi marginal yang sangat besar digambarkan sebagai perforasi total.

Perforasi pada pinggir postero-superior berhubungan dengan kolesteatom1,2,4

3. Perforasi atik

Terjadi pada pars flasida, berhubungan dengan primary acquired

cholesteatoma1,2,4.

II. EPIDEMIOLOGI

Prevalensi OMSK pada beberapa negara antara lain dipengaruhi, kondisi sosial,

ekonomi, suku, tempat tinggal yang padat, hygiene dan nutrisi yang jelek. Kebanyakan

melaporkan prevalensi OMSK pada anak termasuk anak yang mempunyai kolesteatom,

tetapi tidak mempunyai data yang tepat, apalagi insiden OMSK saja, tidak ada data yang

tersedia7.

III.ETIOLOGI

Page 4: Case Tht Ernita

Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak,

jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring

(adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba eustachius.

Fungsi tuba eustachius yang abnormal merupakan faktor predisposisi yang dijumpai

pada anak dengan cleft palate dan Down’s syndrom. Adanya tuba patulous,

menyebabkan refluk isi nasofaring yang merupakan faktor insiden OMSK yang tinggi di

Amerika Serikat. Kelainan humoral (seperti hipogammaglobulinemia) dan cell-mediated

(seperti infeksi HIV, sindrom kemalasan leukosit) dapat manifest sebagai sekresi telinga

kronis1,2.

Penyebab OMSK antara lain1,2,5:

1. Lingkungan.

2. Genetik.

3. Otitis media sebelumnya.

4. Infeksi.15

5. Infeksi saluran nafas atas.

6. Autoimun.

7. Alergi

8. Gangguan fungsi tuba eustachius.

Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani menetap pada

OMSK1,2 :

Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan produksi

sekret telinga purulen berlanjut.

Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan spontan

pada perforasi.

Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui

mekanisme migrasi epitel.

Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang

cepat diatas sisi medial dari membran timpani. Proses ini juga mencegah

penutupan spontan dari perforasi.

Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit infeksi telinga tengah supuratif menjadi

kronis majemuk, antara lain8 :

1. Gangguan fungsi tuba eustachius yang kronis atau berulang.

a. Infeksi hidung dan tenggorok yang kronis atau berulang.

b. Obstruksi anatomik tuba Eustachius parsial atau total

Page 5: Case Tht Ernita

2. Perforasi membran timpani yang menetap.

3. Terjadinya metaplasia skumosa atau perubahan patologik menetap lainya pada

telinga tengah.

4. Obstruksi menetap terhadap aerasi telinga atau rongga mastoid.

5. Terdapat daerah-daerah dengan sekuester atau osteomielitis persisten di mastoid.

6. Faktor-faktor konstitusi dasar seperti alergi, kelemahan umum atau perubahan

mekanisme pertahanan tubuh.

IV. PATOGENESIS

Patogensis OMSK belum diketahui secara lengkap, tetapi dalam hal ini merupakan

stadium kronis dari otitis media akut (OMA) dengan perforasi yang sudah terbentuk

diikuti dengan keluarnya sekret yang terus menerus1. Perforasi sekunder pada OMA

dapat terjadi kronis tanpa kejadian infeksi pada telinga tengah misal perforasi kering.

Beberapa penulis menyatakan keadaan ini sebagai keadaan inaktif dari otitis media

kronis1.

V. PATOLOGI

OMSK lebih sering merupakan penyakit kambuhan dari pada menetap. Keadaan

kronis ini lebih berdasarkan keseragaman waktu dan stadium dari pada keseragaman

gambaran patologi. Secara umum gambaran yang ditemukan adalah:

1. Terdapat perforasi membrana timpani di bagian sentral.

2. Mukosa bervariasi sesuai stadium penyakit.

3. Tulang-tulang pendengaran dapat rusak atau tidak, tergantung pada beratnya

infeksi sebelumnya.

4. Pneumatisasi mastoid

OMSK paling sering pada masa anak-anak. Pneumatisasi mastoid paling akhir

terjadi antara 5-10 tahun. Proses pneumatisasi ini sering terhenti atau mundur oleh

otitis media yang terjadi pada usia tersebut atau lebih muda. Bila infeksi kronik terus

berlanjut, mastoid mengalami proses sklerotik sehingga ukuran prosesus mastoid

berkurang1.

VI. GEJALA KLINIS

1. Telinga Berair (Otorrhea)

Page 6: Case Tht Ernita

Sekret bersifat purulen atau mukoid tergantung stadium peradangan. Pada OMSK

tipe jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau busuk yang sering kali sebagai

reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi.

Keluarnya sekret biasanya hilang timbul. Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai

adannya sekret telinga. Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah

berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret yang

bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan polip telinga dan

merupakan tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair

tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis2.

2. Gangguan Pendengaran

Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Beratnya

ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan

mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK tipe maligna biasanya

didapat tuli konduktif berat.6

3. Otalgia (Nyeri Telinga)

Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat

berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya

durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri

merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses

atau trombosis sinus lateralis1,2.

4. Vertigo

Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat

erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan

tekanan udara yang mendadak atau pada panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat

terjadi hanya karena perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin

lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga

akan meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi

serebelum4.

VII. TANDA KLINIS

Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna3 :

1. Adanya Abses atau fistel retroaurikular.

2. Jaringan granulasi atau polip diliang telinga yang berasal dari kavum timpani.

3. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk (aroma kolesteatom).

Page 7: Case Tht Ernita

4. Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom.

VIII. PEMERIKSAAN KLINIK

Untuk melengkapi pemeriksaan, dapat dilakukan pemeriksaan klinik sebagai berikut1,3:

Pemeriksaan Audiometri

Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli

konduktif. Tapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensotineural, beratnya ketulian

tergantung besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas3

Derajat ketulian nilai ambang pendengaran, sebagai berikut :

Normal : -10 dB sampai 26 dB

Tuli ringan : 27 dB sampai 40 dB

Tuli sedang : 41 dB sampai 55 dB

Tuli sedang berat : 56 dB sampai 70 dB

Tuli berat : 71 dB sampai 90 dB

Tuli total : lebih dari 90 dB.

Untuk melakukan evaluasi ini, observasi berikut bisa membantu :

1. Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak lebih dari 15-20

dB.

2. Kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran menyebabkan tuli konduktif

30-50 dB apabila disertai perforasi.

3. Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran dibelakang membran yang masih

utuh menyebabkan tuli konduktif 55-65 dB.

4. Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tidak peduli bagaimanapun keadaan

hantaran tulang, menunjukan kerusakan kohlea parah.

Pemeriksaan Radiologi.

1. Proyeksi Schuller

Memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari arah lateral dan atas. Foto

ini berguna untuk pembedahan karena memperlihatkan posisi sinus lateral dan

tegmen3.

2. Proyeksi Mayer atau Owen,

Page 8: Case Tht Ernita

Diambil dari arah dan anterior telinga tengah. Akan tampak gambaran tulang-

tulang pendengaran dan atik sehingga dapat diketahui apakah kerusakan tulang

telah mengenai struktur-struktur3.

3. Proyeksi Stenver

Memperlihatkan gambaran sepanjang piramid petrosus dan yang lebih jelas

memperlihatkan kanalis auditorius interna, vestibulum dan kanalis

semisirkularis. Proyeksi ini menempatkan antrum dalam potongan melintang

sehingga dapat menunjukan adanya pembesaran akibat2,3

4. Proyeksi Chause III

Memberi gambaran atik secara longitudinal sehingga dapat memperlihatkan

kerusakan dini dinding lateral atik. Politomografi dan atau CT scan dapat

menggambarkan kerusakan tulang oleh karena kolesteatom3.

Bakteriologi

Bakteri yang sering dijumpai pada OMSK adalah Pseudomonas aeruginosa,

Stafilokokus aureus dan Proteus. Sedangkan bakteri pada OMSA Streptokokus

pneumonie, H. influensa, dan Morexella kataralis. Bakteri lain yang dijumpai

pada OMSK E. Coli, Difteroid, Klebsiella dan bakteri anaerob adalah

Bacteriodes sp1,2.

1. Bakteri spesifik

Misalnya Tuberkulosis. Dimana Otitis tuberkulosa sangat jarang ( kurang dari

1% menurut Shambaugh). Pada orang dewasa biasanya disebabkan oleh

infeksi paru yang lanjut. Infeksi ini masuk ke telinga tengah melalui tuba.

Otitis media tuberkulosa dapat terjadi pada anak yang relatif sehat sebagai

akibat minum susu yang tidak dipateurisasi3.

2. Bakteri non spesifik baik aerob dan anaerob.

Bakteri aerob yang sering dijumpai adalah Pseudomonas aeruginosa,

stafilokokus aureus dan Proteus sp. Antibiotik yang sensitif untuk

Pseudomonas aeruginosa adalah ceftazidime dan ciprofloksasin, dan resisten

pada penisilin, sefalosporin dan makrolid. Sedangkan Proteus mirabilis sensitif

untuk antibiotik kecuali makrolid. Stafilokokus aureus resisten terhadap

sulfonamid dan trimethoprim dan sensitif untuk sefalosforin generasi I dan

gentamisin2

IX. PENATALAKSANAAN

Page 9: Case Tht Ernita

Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luasnya infeksi, dimana

pengobatan dapat dibagi atas :

1. Konservatif.

2. Operasi2,3.

OMSK BENIGNA TENANG

Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan dan dinasehatkan untuk jangan

mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang dan

segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas memungkinkan

sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi (miringoplasti, timpanoplasti) untuk

mencegah infeksi berulang serta gangguan pendengaran.

OMSK BENIGNA AKTIF

Prinsip pengobatan OMSK adalah3 :

1.Membersihkan liang telinga dan kavum timpani.

2.Pemberian antibiotika :

- Topikal antibiotik ( antimikroba)

- Sistemik.

OMSK MALIGNA

Pengobatan untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan konservatif dengan

medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan.

Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri

sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi3.

Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi yang dapat dilakukan pada OMSK

dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain3:

1. Mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy).

2. Mastoidektomi radikal.

3. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi.

4. Miringoplasti.

5. Timpanoplasti.

6. Pendekatan ganda timpanoplasti (Combined approach tympanoplasty)

Page 10: Case Tht Ernita

Tujuan operasi adalah menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membran

timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan pendengaran

yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.

Page 11: Case Tht Ernita

BAB III

KOMPLIKASI OMSK

Otitis media supuratif, baik yang akut atau kronis mempunyai potensi untuk menjadi

serius dan menyebabkan kematian. Tendensi otitis media mendapat komplikasi tergantung

pada kelainan patologik yang menyebabkan otore. Walaupun demikian organisme yang

resisten dan kurang efektifnya pengobatan, akan menimbulkan komplikasi. Biasanya

komplikasi didapatkan pada pasien OMSK tipe maligna, tetapi suatu otitis media akut atau

suatu eksaserbasi akut oleh kuman yang virulen pada OMSK tipe benigna pun dapat

menyebabkan komplikasi1,2.

Komplikasi otitis media terjadi apabila sawar pertahanan telinga tengah yang normal

dilewati, sehingga infeksi dapat menjalar ke struktur di sekitarnya. Pertahanan pertama adalah

mukosa kavum timpani yang mampu melokalisasi infeksi. Sawar kedua adalah dinding tulang

kavum timpani dan sel mastoid. Dinding pertahanan ketiga adalah jaringan granulasi.

Penyebaran secara hematogen dapat diketahui dengan adanya :

1. Komplikasi terjadi pada awal infeksi atau eksaserbasi akut.

2. Gejala prodromal tidak jelas.

3. Pada operasi, didapatkan dinding tulang teling tengah utuh, dan tulang serta

lapisan muko periosteal meradang dan mudah berdarah

Penyebaran melalui erosi tulang dapat diketahui bila :

1. Komplikasi terjadi beberapa minggu atau lebih setelah awal penyakit.

2. Gejala prodromal mendahului gejala infeksi.

3. Pada operasi ditemukan lapisan tulang yang rusak di antara fokus supurasi

dengan struktur sekitarnya.

Penyebaran melalui jalan yang sudah ada dapat diketahui bila :

1. Komplikasi terjadi pada awal penyakit.

2. Serangan labirinitis atau meningitis berulang, mungkin juga dapat ditemukan

fraktur tengkorak, riwayat operasi tulang, atau riwayat otitis media yang

sudah sembuh.

3. Pada operasi ditemukan jalan penjalaran sawar tulang yang bukan karena

erosi.

Bila dengan pengobatan medikamentosa tidak berhasil mengurangi gejala, seperti

otorea terus terjadi dan pada pemeriksaan otoskopik tidak menunjukkan berkurangnya reaksi

inflamasi dan pengumpulan cairan, maka harus diwaspadai kemungkinan terjadinya

Page 12: Case Tht Ernita

komplikasi. Pada stadium akut, yang dapat merupakan tanda bahaya antara lain; naiknya suhu

tubuh, nyeri kepala, atau adanya malaise, drowsiness, somnolen, atau gelisah. Dapat juga

timbulnya nyeri kepala di bagian parietal atau oksipital dan adanya mual, muntah proyektil,

serita kenaikan suhu badan yang menetap selama terapi, merupakan tanda komplikasi

intrakranial. Pada OMSK, tanda penyebaran penyakit dapat terjadi setelah sekret berhenti,

karena menandakan adanya sekret purulen yang terbendung.

Pencitraan yang lebih akurat adalah pemeriksaan CT Scan, dimana dapat terlihat erosi

tulang yang merupakan tanda nyata komplikasi dan memerlukan tindakan operasi segera. CT

Scan juga berguna untuk menentukan letak anatomi lesi.

Komplikasi intra kranial yang serius lebih sering terlihat pada eksaserbasi akut dari

OMSK berhubungan dengan kolesteatom1,2.

Perjalanan komplikasi infeksi telinga tengah ke intra kranial harus melewati 3 macam

lintasan1,2 :

1. Dari rongga telinga tengah ke selaput otak.

2. Menembus selaput otak.

3. Masuk ke jaringan otak.

Insidensi terjadinya komplikasi dari otitis media kronik dan kolesteatoma sudah

menurun sejak semakin banyaknya antibiotik pada awal abad ke 20. Bagaimanapun,

komplikasi ini dapat terus terjadi dan bisa berakibat fatal apabila tidak diidentifikasi dan

diterapi secara tepat. Terapi dari komplikasi otitis media kronik tidak sama dengan

penanganan terhadap otitis media akut, karena biasanya memerlukan tindakan intervensi

bedah.

Otitis media kronik (OMK) dikenal sebagai infeksi atau inflamasi persisten dari telinga

tengah dan mastoid. Kondisi ini melibatkan perforasi dari membran timpani dengan adanya

cairan yang keluar dari telinga (otorrhea) secara intermiten atau terus-menerus. Dengan

terjadinya otomastoiditis kronis dan disfungsi dari tuba eustachius yang persisten, membran

timpani melemah yang meningkatkan kemungkinan atelektasis telinga atau pembentukan

kolesteatoma.

Kedekatan dari telinga tengah dan mastoid ke intratemporal dan intracranial

meningkatkan risiko infeksi terjadinya komplikasi dari struktur kompartemen yang berlokasi

di sekitar daerah itu. Otitis media akut (OMA) dan komplikasinya lebih sering terjadi pada

anak kecil, sedangkan komplikasi sekunder untuk otitis media kronis dengan atau tanpa

klesteatoma lebih sering terjadi pada anak yang lebih tua dan dewasa.

Page 13: Case Tht Ernita

Komplikasi dari OMA dan OMK dikenal dengan menggunakan sistem klasifikasi yang

dibagi menjadi komplikasi intracranial dan extracranial. Komplikasi extracranial dibagi lagi

menjadi komplikasi extratemporal dan intratemporal. Pengembangan dan penggunaan

antibiotik yang tepat dapat menurunkan komplikasi yang merugikan. Namun, komplikasi

dapat terus terjadi, dan kewaspadaan klinis diperlukan untuk deteksi dini dan pengobatan.

Selanjutnya, dengan terus berkembangnya patogen yang multi drug resistant, komplikasi ini

mungkin menjadi lebih sering terjadi karena antibiotik yang ada saat ini menjadi kurang

efektif.

Komplikasi Extracranial

Abses Subperiosteal

Abses subperiosteal adalah komplikasi extracranial dari OMK yang paling sering

terjadi. Abses ini terjadi di korteks mastoid ketika proses infeksi dalam sel-sel udara mastoid

meluas ke ruang subperiosteal. Perluasan ini paling sering terjadi sebagai akibat dari erosi

korteks sekunder menjadi mastoiditis akut atau coalescent, tetapi juga dapat terjadi sebagai

akibat dari perluasan vaskular sekunder menjadi phlebitis dari vena mastoid. Abses

subperiosteal terlihat lebih sering pada anak-anak muda dengan OMA, tetapi juga ditemukan

pada otitis kronis dengan dan tanpa kolesteatoma. Kolesteatoma dapat menghalangi aditus ad

antrum, mencegah terhubungnya dari isi dari mastoid yang terinfeksi dengan ruang telinga

tengah dan tuba eustachius. Obstruksi ini meningkatkan kemungkinan dekompresi yang

infeksius sampai korteks mastoid, menyajikan klinis sebagai abses subperiosteal atau abses

Bezold.

Diagnosis

Seringkali, diagnosis abses subperiosteal dibuat atas dasar klinis. Umumnya, pasien

akan datang dengan gejala sistemik, termasuk demam dan malaise, bersama dengan tanda-

tanda lokal, termasuk daun telinga yang menonjol ke arah lateral dan inferior dan juga terdapat

daerah yang fluktuatif, eritematosa dan nyeri di belakang telinga. Bila diagnosis tidak pasti

pada evaluasi klinis, CT scan kontras dapat menunjukkan abses dan mungkin defek kortikal

pada mastoid. Sebuah kasus dapat dibuat untuk CT scan kontras dari tulang temporal pada

semua pasien dengan gejala-gejala ini untuk membantu dalam perencanaan terapi dan untuk

menyingkirkan kemungkinan komplikasi lainnya. Mastoiditis tanpa abses, limfadenopati,

Page 14: Case Tht Ernita

abses superfisial, dan kista sebasea terinfeksi adalah kemungkinan lain yang harus

disingkirkan.

Abses Bezold

Abses Bezold adalah abses cervical yang berkembang mirip dengan abses

subperiosteal secara patologi. Dengan adanya mastoiditis coalescent, jika korteks mastoid

terkena pada ujungnya, sebagai lawan dari korteks lateral, abses akan berkembang di leher,

dalam sampai sternokleidomastoid. Abses ini dideskripsikan sebagai massa yang dalam dan

lembut pada leher. Karena abses berkembang dari sel-sel udara di ujung mastoid, ini

ditemukan pada anak-anak yang lebih tua dan orang dewasa, di mana pneumatisasi dari

mastoid telah diperpanjang sampai ke ujung. Sebagian besar dari abses ini adalah hasil dari

ekstensi langsung melalui korteks, selain itu adalah dari transmisi melalui korteks utuh dengan

cara phlebitis vena mastoid. Meskipun abses Bezold adalah komplikasi dari OMA dengan

mastoiditis yang lebih sering terjadi pada anak-anak, abses ini juga dikenal sebagai komplikasi

dari OMK dengan kolesteatoma.

Diagnosis

CT scan kontras dari leher dan mastoid dianjurkan untuk membuat diagnosis dari abses

Bezold. Presentasi dari pembesaran massa yang dalam dan lembut di leher harus dibedakan

dari inflamasi limfadenopati leher, yang sulit atas dasar klinis saja. CT scan abses Bezold yang

menunjukkan abses melingkar yang meningkat dengan peradangan di sekitarnya, dapat

menunjukkan dehiscence tulang di ujung mastoid, dan dapat membantu dalam perencanaan

operasi.

Komplikasi Intratemporal

Fistula Labirin

Fistula labirin terus menjadi salah satu komplikasi yang paling umum dari otitis kronis

dengan cholesteatoma, dan telah dilaporkan terjadi pada sekitar 7% dari kasus. Beberapa

keadaan ini lebih mengganggu ahli bedah otologic dari pada terdapatnya sebuah labirin

terbuka yang ditemukan pada saat operasi kolesteatoma. Resiko kehilangan pendengaran

sensorineural yang signifikan sebagai akibat manipulasi bedah membuat labirin terbuka dan

pengelolaannya menjadi topik yang sangat kontroversial.

Page 15: Case Tht Ernita

Karena lokasinya di dekat antrum, kanalis semisirkularis horizontal adalah bagian yang

paling sering terlibat dari labirin, dan menyumbang sekitar 90% dari fistula ini. Meskipun

kanal horisontal biasanya terlibat, fistula dapat terjadi di kanal posterior dan superior, dan di

koklea itu sendiri. Fistula koklea dikaitkan dengan insidensi terjadinya gangguan pendengaran

yang jauh lebih tinggi ditemui dibandingkan dengan labirin fistula.

Erosi tulang dari kapsul otic dapat terjadi melalui dua proses yang berbeda. Dengan

terdapatnya kolesteatoma, mediator diaktifkan dari matriks, atau tekanan dari kolesteatoma itu

sendiri, dapat menyebabkan osteolisis dan membuka labirin. Namun, fistula labirin dapat

terjadi dari resorpsi kapsul otic karena mediator inflamasi bila tidak ada cholesteatoma, yang

biasanya terjadi pada OMK dengan granulasi.

Salah satu alasan kontroversi dalam membahas fistula ini adalah kurangnya sistem

pembagian stadium yang dapat diterima. Beberapa sistem telah diusulkan. Sistem

diperkenalkan oleh Dornhoffer dan Milewski, sistem ini berkaitan dengan keterlibatan labirin

yang mendasarinya. Fistula dengan erosi tulang dan endosteum utuh diklasifikasikan sebagai

stadium I fistula. Jika endosteum ini terkena, namun ruang perilymphatic tidak, fistula ini

diklasifikasikan sebagai stadium II a. Ketika perilymph ini terkena oleh penyakit atau sengaja

disedot, fistula dikategorikan sebagai stadium II b. Stadium III menunjukkan bahwa labirin

membran dan endolymph telah terganggu oleh penyakit atau intervensi bedah.

Diagnosis

Pasien yang memiliki erosi yang signifikan dari labirin klasik ini datang dengan

vertigo subjektif dan tes fistula yang positif pada pemeriksaan. Sayangnya, gambaran klasik

tidak sensitif dalam identifikasi preoperatif fistula. Vertigo periodik atau disekuilibrium yang

signifikan ditemukan pada 62% sampai 64% dari pasien yang memiliki fistula sebelum

operasi. Tes fistula positif dalam 32% sampai 50% dari pasien yang ditemukan memiliki

fistula selama eksplorasi bedah. Meskipun kehilangan pendengaran sensorineural ditemukan

di sebagian besar pasien (68%), itu bukan indikator yang sensitif untuk fistula. Meskipun

adanya gangguan pendengaran sensorineural, vertigo, atau tes fistula positif pada pasien yang

memiliki cholesteatoma harus meningkatkan kecurigaan untuk fistula, tidak adanya tanda-

tanda tadi tidak menjamin labirin tulang utuh. Hal ini sebagai alasan bahwa pendekatan bedah

yang bijaksana adalah dengan mengasumsikan adanya fistula di setiap kasus cholesteatoma,

untuk mencegah komplikasi yang tak terduga.

Page 16: Case Tht Ernita

Walaupun pencitraan universal untuk semua pasien yang memiliki cholesteatoma

belum standar, tinjauan literatur menunjukkan bahwa penggunaan pencitraan CT pra operasi

meningkat. Karena ketidakmampuan untuk secara akurat mendiagnosis fistula preoperatif atas

dasar klinis, peningkatan dalam pencitraan merupakan upaya untuk meningkatkan deteksi

suatu labirin, nervus facialis , atau dura yang terkena, untuk membantu dalam perencanaan

operasi. Sayangnya, kemampuan untuk mendeteksi fistula secara akurat pada CT pra operasi

telah dilaporkan sebagai 57% sampai 60%. Dalam laporan saat ini CT scan tidak lebih sensitif

dari pada anamnesis dan pemeriksaan fisik dalam mendeteksi fistula labirin. Diagnosis

definitif untuk fistula hanya dibuat intraoperatif, yang menegaskan kembali kebutuhan untuk

menangani semua kasus cholesteatoma dengan hati-hati.

Mastoiditis Coalescent

Mastoiditis adalah spektrum penyakit yang harus didefinisikan dengan tepat untuk

diterapi secara memadai. Mastoiditis, didefinisikan sebagai penebalan mukosa atau efusi

mastoid, adalah umum dalam suatu otitis akut atau kronis, dan dilihat secara rutin pada CT

scan. Mastoiditis secara klinis menyajikan postauricular eritema, nyeri, dan edema, dengan

daun telinga ke arah posterior dan inferior. Pemeriksaan lebih lanjut diindikasikan untuk

menentukan pengobatan yang paling tepat.

Diagnosis

Dengan adanya mastoiditis klinis, CT scan harus dilakukan untuk mengevaluasi abses

subperiosteal atau mastoiditis coalescent. Mastoiditis Coalescent adalah proses akut, infeksi

tulang mastoid, dengan kehilangan karakteristik tulang trabekuler. Ini adalah komplikasi yang

jarang terjadi dan terlihat biasanya pada anak-anak muda dengan OMA. Klasik, mastoiditis

coalescent digambarkan sebagai terjadi di mastoid yang terpneumatisasi pada OMA yang

tidak sempurna diobati, sedangkan otitis kronis dan cholesteatoma terjadi pada tulang

temporal sklerotik. Namun, sebanyak 25% dari kasus mastoiditis coalescent telah dilaporkan

terjadi pada tulang temporal sklerotik dengan OMK dan kolesteatoma.

Facial Paralysis

Otogenic yang menyebabkan kelumpuhan saraf wajah termasuk OMA, OMK tanpa

cholesteatoma, dan cholesteatoma. Yang pertama biasanya terjadi dengan saluran tuba pecah

dalam segmen timpani yang memungkinkan kontak langsung mediator inflamasi dengan saraf

Page 17: Case Tht Ernita

wajah itu sendiri. OMK dengan atau tanpa cholesteatoma dapat mengakibatkan kelumpuhan

wajah melalui keterlibatan saraf pecah, atau melalui erosi tulang. Kelumpuhan wajah sekunder

untuk OMA sering terjadi pada anak dengan paresis tidak lengkap yang datang tiba-tiba dan

biasanya singkat dengan pengobatan yang tepat. Di sisi lain, kelumpuhan sekunder pada OMK

atau kolesteatoma sering menyebabkan kelumpuhan wajah progresif lambat dan memiliki

prognosis yang lebih buruk.

Diagnosis

Diagnosis kelumpuhan wajah otogenic dibuat atas dasar klinis. Paresis atau

kelumpuhan wajah pada OMA, OMK, atau kolesteatoma bukanlah diagnosis yang sulit untuk

dibuat hanya dengan pemeriksaan sendiri. Peran diagnostik pencitraan CT dipertanyakan.

Meskipun CT scan tidak diperlukan, dapat berguna dalam perencanaan terapi dan konseling

pasien. Ketika cholesteatoma melibatkan saluran tuba, juga dapat mengikis struktur seperti

labirin atau tegmen. Selanjutnya, tingkat erosi tulang dari kanal tuba dan derajat

keterlibatannya lebih dapat dinilai pada CT.

Komplikasi Intracranial

Meningitis

Meningitis adalah komplikasi intrakranial yang paling umum dari OMK dan OMA

adalah penyebab sekunder yang paling umum dari meningitis. Dalam seri terbaru komplikasi

OMK, meningitis terjadi pada sekitar 0,1% dari subyek. Meskipun ini tetap merupaka

komplikasi yang signifikan, tingkat kematian akibat meningitis otitic telah menurun secara

signifikan, dari 35% di era preantibiotic sampai 5% di era postantibiotic. Meningitis dapat

muncul dari tiga rute otogenic yang berbeda: penyebaran hematogen dari meninges dan ruang

subarachnoid, menyebar dari telinga tengah atau mastoid melalui saluran yang telah terjadi

(fisura Hyrtl), atau melalui erosi tulang dan penyuluhan langsung. Dari ketiga kemungkinan,

meningitis otogenic paling umum adalah hasil dari penyebaran hematogen.

Diagnosis

Diagnosis cepat meningitis bergantung pada pengenalan dari tanda-tanda peringatan

oleh dokter. Tanda-tanda bahwa harus meningkatkan kecurigaan komplikasi intrakranial

termasuk demam persisten atau intermiten, mual dan muntah; iritabilitas, letargi, atau sakit

kepala persisten. Tanda-tanda yang juga membantu diagnosis proses intrakranial meliputi

Page 18: Case Tht Ernita

perubahan visual; kejang onset baru, kaku kuduk, ataksia, atau status mental menurun. Jika

ada tanda-tanda mencurigakan itu terjadi, pengobatan segera dan pemeriksaan lebih lanjut

sangat penting. Antibiotik spektrum luas, seperti sefalosporin generasi ketiga, harus diberikan

selama tes diagnostik sedang dilakukan. CT scan atau MRI kontras akan menunjukkan

peningkatan karateristik meningeal dan menyingkirkan komplikasi intrakranial tambahan yang

dikenal terjadi pada hingga 50% dari kasus ini. Dengan tidak adanya efek massa yang

signifikan pada pencitraan, pungsi lumbal harus dilakukan untuk mengkonfirmasi diagnosis

dan memungkinkan untuk kultur dan tes sensitivitas.

Abses Otak

Abses otak adalah komplikasi intrakranial kedua yang paling umum dari otitis media

setelah meningitis, tetapi mungkin yang paling mematikan. Berbeda dengan meningitis, yang

lebih sering disebabkan oleh OMA, otak abses hampir selalu merupakan hasil dari OMK.

Lobus temporal dan otak kecil yang paling sering terkena dampaknya. Abses ini berkembang

sebagai hasil dari perpanjangan hematogen sekunder menjadi tromboflebitis di hampir semua

kasus, tetapi erosi tegmen dengan abses epidural dapat menyebabkan abses lobus temporal.

Hasil kultur dari abses ini biasanya steril, dan, bila positif, biasanya mengungkapkan flora

campur, namun Proteus yang lebih sering dikultur daripada patogen lain. Perkembangan klinis

yang terlihat pada pasien ini terjadi dalam tiga tahap. Tahap pertama digambarkan sebagai

tahap ensefalitis, dan termasuk gejala seperti flu yaitu gejala demam, kekakuan, mual,

perubahan status mental, sakit kepala, atau kejang. Tahap ini diikuti oleh laten, diam atau di

mana gejala akut mereda, namun kelelahan umum dan kelesuan bertahan. Tahap ketiga dan

terakhir menandai kembalinya gejala akut, termasuk sakit kepala parah, muntah, demam,

perubahan status mental, perubahan hemodinamik dan peningkatan tekanan intrakranial.

Tahap ketiga adalah disebabkan rongga abses yang pecah atau meluas.

Diagnosis

Seperti dengan meningitis, setiap gejala yang mungkin mengindikasikan keterlibatan

intrakranial membutuhkan tindakan cepat. Dengan adanya gejala ini, CT scan atau MRI

kontras harus dipesan sementara IV antimikroba terapi dimulai. Untuk abses otak, MRI lebih

unggul. Meskipun MRI memberikan detil yang lebih baik mengenai abses sendiri, CT scan

memberikan informasi berharga tentang erosi tulang mastoid, dan dapat membantu dalam

menentukan penyebab abses dan pilihan pengobatan yang paling tepat. Pencitraan itu sendiri

adalah diagnostik abses parenkim yang signifikan, dan evaluasi menyeluruh dari pencitraan

Page 19: Case Tht Ernita

diperlukan untuk menyingkirkan komplikasi intrakranial secara bersamaan, atau bukti tekanan

intrakranial meningkat.

Trombosis Sinus Lateral.

Sinus sigmoid atau trombosis sinus lateralis merupakan komplikasi yang terkenal dari

otitis media dimana tercatat 17% sampai 19% kasus dari komplikasi intrakranial. Kedekatan

dari telinga tengah dan sel udara mastoid ke sinus vena dural memudahkan mereka untuk

menjadi trombosis dan tromboflebitis sekunder terhadap infeksi dan peradangan di telinga

tengah dan mastoid. Keterlibatan sinus sigmoid atau lateral dapat hasil dari erosi tulang

sekunder untuk OMK dan kolesteatoma, dengan perpanjangan langsung dari proses menular

ke ruang perisinus, atau dari penyebaran ruang dari tromboflebitis vena mastoid. Setelah sinus

telah terlibat dan trombus intramural berkembang, dapat menghasilkan sejumlah komplikasi

yang serius. Hidrosefalus Otitic dikenal untuk mempersulit sejumlah besar kasus ini. Bekuan

yang terinfeksi dapat menyebar ke arah proximal melibatkan pertemuan sinus (torcular

herophili) dan sinus sagital, menyebabkan hidrosefalus yang mengancam jiwa, atau menyebar

ke arah distal untuk melibatkan vena jugularis interna. Keterlibatan vena jugularis interna

meningkatkan risiko emboli paru septik.

Diagnosis

Presentasi klasik dari trombosis sinus sigmoid atau lateral adalah adanya demam tinggi

yang tajam dalam pola "picket fence", sering terlihat dengan sakit kepala dan malaise umum.

Seperti banyak komplikasi ini, tingkat kecurigaan yang tinggi diperlukan karena demam

spiking mungkin tumpul oleh penggunaan antibiotik bersamaan. Dengan adanya demam tinggi

spiking, atau kepedulian untuk tekanan intrakranial meningkat, CT scan harus dikontraskan

dilakukan untuk melihat tromboflebitis. Dinding sinus akan lebih cerah dengan kontras dan

menghasilkan tanda delta karakteristik yang berkaitan dengan trombosis sinus. Dengan adanya

trombosis sinus signifikan, sebuah Venogram resonansi magnetik MRI dijamin, karena

mereka dapat digunakan serial untuk mengevaluasi propagasi gumpalan atau resolusi.

Abses Epidural

Adanya abses epidural sering dapat membahayakan dalam perkembangan. Abses ini

berkembang sebagai hasil dari penghancuran tulang dari kolesteatoma atau dari mastoiditis

coalescent. Tanda-tanda dan gejala tidak berbeda secara signifikan dari yang ditemukan dalam

Page 20: Case Tht Ernita

OMK. Kadang-kadang, iritasi dural dapat mengakibatkan peningkatan otalgia atau sakit

kepala yang berfungsi sebagai tanda menyangkut di latar belakang OMK. Karena komplikasi

ini tidak begitu jelas dalam presentasi klinis, sehingga sering ditemukan secara kebetulan pada

saat operasi cholesteatoma atau CT scan untuk keperluan lain.

Diagnosis

Tidak seperti komplikasi intrakranial lainnya, tidak ada gejala yang sensitif atau

spesifik sugestif dari proses penyakit ini. Kecurigaan klinis yang tinggi diperlukan untuk

mendiagnosis abses epidural sebelum operasi. Kehadiran otalgia meningkat atau sakit kepala

sebaiknya meningkatkan kecurigaan untuk komplikasi intrakranial. CT scan atau MRI kontras

cukup untuk mendiagnosis abses ini. Bahkan dengan evaluasi yang cermat, diagnosis ini

sering dibuat pada saat operasi.

Otitic Hydrocephalus

Otitic hidrosefalus digambarkan sebagai tanda-tanda dan gejala menunjukkan

peningkatan tekanan intrakranial dengan LCS yang normal pada pungsi lumbal, yang dapat

hadir sebagai komplikasi dari OMA, OMK, atau operasi otologic. "Hidrosefalus Otitic"

sampai sekarang belum dipahami seluruhnya, begitu juga dari sisi patofisiologi Ini adalah

sebuah ironi karena kondisi ini dapat ditemukan tanpa otitis, dan pasien tidak memiliki

ventrikel yang melebar menunjukkan tanda hidrosefalus. Symonds, yang menciptakan istilah

otitic hidrosefalus, merasa bahwa kondisi ini dikembangkan dari infeksi sinus (transversal)

lateral dengan perluasan thrombophlebitis ke pertemuan sinus untuk melibatkan sinus sagital

superior. Peradangan atau infeksi dari sinus sagital superior mencegah penyerapan LCS

melalui vili arachnoid, sehingga tekanan intrakranial meningkat. Hal ini biasanya terjadi

tromboflebitis menular sebagai akibat dari infeksi otologic, tetapi beberapa kasus juga terdapat

pada kasus tanpa operasi otologic atau otitis. Selanjutnya, meskipun trombosis sinus lateral

biasanya ditemukan pada hidrosefalus otitic, kasus telah dilaporkan tanpa trombosis sinus

dural.

Diagnosis

Diagnosis hidrosefalus otitic membutuhkan tingkat kecurigaan yang tinggi untuk

mengenali gejala sugestif. Gejala-gejala yang ditemukan pada pasien ini adalah akibat dari

tekanan intrakranial yang meningkat dan menyebar termasuk sakit kepala, mual, muntah,

perubahan visual, dan kelesuan. Kehadiran gejala ini memerlukan pemeriksaan menyeluruh

Page 21: Case Tht Ernita

dan pencitraan. Pemeriksaan fundoscopic harus dilakukan untuk mengevaluasi papilledema

sebagai bukti tekanan intrakranial meningkat. MRI dan MRV harus dilakukan untuk

mengevaluasi untuk pembesaran ventrikel, atau komplikasi intrakranial yang lain, seperti

trombosis sinus yang signifikan dengan obstruksi. Peningkatan tekanan intrakranial dengan

gejala klinis dan papilledema tanpa adanya dilatasi ventrikel atau meningitis sudah cukup

untuk membuat diagnosis ini. MRV akan mengkonfirmasi keberadaan dan tingkat trombosis

sinus dural, tetapi tidak diperlukan untuk membuat diagnosis hidrosefalus otitic.

Page 22: Case Tht Ernita

LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien

Nama : Ny. S

Usia : 47 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pendidikan : Diploma

Pekerjaan : Karyawati

Agama : Islam

Suku : Jawa

Alamat : Jl. Swasembada no. 7 Rt 02 Rw 10 Jakarta Utaraa

II. Keluhan Utama : Telinga kiri mengeluarkan cairan sejak 7 hari yang lalu.

Keluhan Tambahan : Telinga kiri terasa gatal, nyeri dan pendengaran dirasa

menurun.

III. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan telinga kiri mengeluarkan cairan sejak 7 hari yang

lalu. Cairan yang keluar kental, berwana putih kehijauan, berbau dan hampir memenuhi

liang telinga. Keluhan ini muncul setelah pasien berenang kemudian mengorek telinga

kiri dengan cotton bud karena merasa telinganya gatal dan basah. Untuk memperingan

keadaan pasien sering mengorek kuping kembali dan memberikan obat tetes telinga

namun tidak ada perbaikan. Hal diatas dirasakan semakin berat ketika pasien selesai

mandi. Selain keluhan diatas pasien juga mengeluh telinga kiri terasa gatal, nyeri dan

pendengaran dirasa menurun. Batuk, pilek dan demam disangkal. Pasien mempunyai

kebiasaan sering berenang.

IV. Riwayat Penyakit Dahulu

- Pasien pernah mengalami keluhan tersebut sebelumnya sekitar 1 tahun yang

lalu.

- Pasien belum pernah dirawat di rumah sakit dan memiliki penyakit berat

sebelumnya.

V. Riwayat Penyakit Keluarga

Keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan seperti pasien.

Page 23: Case Tht Ernita

VI. Pemeriksaan Fisik

STATUS GENERALIS

• Keadaan umum : Tampak sakit ringan

• Kesadaran : Compos Mentis

• Tekanan darah : 120/80 mmHg

• Frekuensi nad i : 80x/menit

• Frekuensi nafas : 20x/menit

• Suhu : 36,7˚ C

• Kepala : Dalam batas normal

• Leher : Dalam batas normal

• Thorax : Dalam batas normal

• Abdomen : Dalam batas normal

• Ekstremitas : Dalam batas normal

STATUS THT

- Telinga Luar

DEXTR

A

TELINGA

LUAR

SINISTRA

Normal Bentuk telinga

luar

Normal

Normotia Daun telinga Normotia

Normal Retroaurikuler Normal

- Radang -

- Nyeri tarik -

- Nyeri tragus -

Page 24: Case Tht Ernita

- Liang Telinga

DEXTRA LIANG

TELINGA

SINISTRA

Lapang Kondisi Terisi

cairan

Merah

muda

Warna Merah

muda

- Hiperemis -

- Edema -

- Massa -

- Sekret

DEXTRA SEKRET SINISTRA

- Serumen +

+ Warna sekret Putih

kekuningan

- Jumlah sekret banyak

- Konsistensi sekret Kental

Page 25: Case Tht Ernita

- Membran Timpan

DEXTRA MEMBRAN

TIMPANI

SINISTRA

+ Utuh +

Putih

mutiara

Warna suram

+ Reflek

cahaya

-

- Perforasi +

Sentral

utuh Tulang

pendengaran

Utuh

- Tes Garpu Tala

DEXTRA TES

GARPU

TALA

SINISTRA

+ Rinne 512

Hz

+

Lateralisasi

ke kiri

Weber Lateralisasi

ke kiri

Sama

dengan

pemeriksa

Schwabach Memanjang

6/6 Tes berbisik 3/6

Normal Kesimpulan Suspek tuli

konduktif

Page 26: Case Tht Ernita

- Hidung

DEXTRA HIDUNG SINISTRA

Normal Bentuk

hidung

Normal

- Deformitas -

- Nyeri tekan -

Normal Dahi Normal

Normal Pipi Normal

- Krepitasi -

DEXTRA SINUS

PARANASAL

SINISTRA

- Radang -

- Trauma -

- Massa -

- Nyeri tekan -

- Nyeri ketuk -

- Sikatriks -

Page 27: Case Tht Ernita

- Rinoskopi Anterior

DEXTRA RINOSKOPI

ANTERIOR

SINISTRA

Lapang Vestibulum Lapang

Eutrofi,

tidak

hiperemis

Konka

inferior

Eutrofi,

tidak

hiperemis

Eutrofi,

tidak

hiperemis

Konka media Eutrofi,

tidak

hiperemis

Tidak

terlihat

Konka

superior

Tidak

terlihat

Tidak ada

kelainan

Meatus nasi Tidak ada

kelainan

Tidak ada

kelainan

Kavum nasi Tidak ada

kelainan

Tidak

hiperemis

Mukosa Tidak

hiperemis

- Sekret -

Tidak ada

deviasi

Septum Tidak ada

deviasi

Page 28: Case Tht Ernita

- Palatum mole dan Arcus Faring

DEXTRA PALATUM

MOLE&

ARKUS

FARING

SINISTRA

Simetris Posisi Simetris

Merah

muda

Warna Merah muda

- Edema -

- Eksudat -

- Orofaring

DEXTRA OROFARING SINISTRA

Merah

muda

Warna faring Merah

muda

Licin Permukaan

faring

Licin

T1 Ukuran tonsil T1

Merah

muda

Warna tonsil Merah

muda

Licin Permukaan

tonsil

Licin

Tidak

melebar

Muara kripta Tidak

melebar

- Detritus -

- Eksudat -

- Perlengketan

dengan pilar

-

Page 29: Case Tht Ernita

• Pemeriksaan Rhinoskopi Posterior dan Laringoskopi Indirek: Tidak dilakukan

karena pasien tidak kooperatif

• Pemeriksaan Kelenjar Getah Bening Leher: Tidak terdapat pembesaran KGB

VII. Resume

Pasien datang dengan keluhan telinga kiri mengeluarkan cairan sejak 7 hari

yang lalu. Cairan yang keluar kental, berwana putih kekuningan, berbau dan

hampir memenuhi liang telinga kiri. Keluhan ini muncul setelah pasien

berenang kemudian mengorek telinga kiri dengan cotton bud karena merasa

telinganya gatal dan basah. Untuk memperingan, pasien sering mengorek

telinganya kembali dan memberikan obat tetes telinga namun tidak ada

perbaikan. Hal diatas dirasakan semakin berat ketika pasien selesai mandi.

Selain keluhan diatas pasien juga mengeluh telinga kiri terasa gatal, nyeri dan

pendengaran dirasa menurun. Batuk, pilek dan demam disangkal. Pasien

mempunyai kebiasaan sering berenang.

Pada pemeriksaan otoskopi, ditemukan adanya sekret dengan jumlah yg

sedikit berwarna kekuningan kental pada telinga kiri. Membran timpani pada

telinga kiri ditemukan berwarna pucat, refleks cahaya menghilang dan tidak

intak (perforasi). Pada pemeriksaan fungsi pendengaran dengan menggunakan

tes penala (Rinne, Weber, Schwabach) dapat disimpulkan bahwa pasien

kemungkinan mengalami gangguan pendengaran dengan dugaan tuli konduktif

pada telinga kiri. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior dan pemeriksaan

orofaring tidak ditemukan kelainan. Pemeriksaan rinoskopi posterior dan

laringoskopi indirek tidak dilakukan karena pasien tidak kooperatif.

VIII. Diagnosa Kerja

- Otitis media supuratif kronik tipe benigna auricula sinistra.

- Suspek tuli konduktif auricula sinistra.

IX. Diagnosa Banding

Corpus Alienum Auricula Sinistra.

X. Pemeriksaan Lanjutan

- Tes Audiometri untuk menentukan jenis tuli pasien secara objektif.

- Kultur sekret telinga dan uji resistensi obat.

Page 30: Case Tht Ernita

XI. Penatalaksanaan

- Obat pencuci telinga H2O2 3%. Berikan selama 3-5 hari, diberikan bila

sekret telinga keluar terus-menerus.

- Obat tetes telinga yang mengandung antibiotik dan kortikosteroid setelah

sekret ynag keluar telah berkurang. Jangan diberikan > 1-2 minggu secara

berturut-turut. Juga hindari pemberiannya pada otitis media supuratif kronik

OMSK) tenang. Hal ini disebabkan semua antibiotik tetes telinga bersifat

ototoksik.

- Obat antibiotik. Berikan antibiotik oral golongan ampisilin atau eritromisin

sebelum hasil tes resistensi obat kita terima. Berikan eritromisin jika pasien

alergi terhadap golongan penisilin. Berikan ampisilin asam klavulanat bila

terjadi resistensi ampisilin.

XII. Prognosis

- Ad vitam : Ad Bonam

- Ad sanationam : Dubia ad Bonam

- Ad fungtionam : Dubia ad Malam

Page 31: Case Tht Ernita

BAB III

KESIMPULAN

- Pasien mengeluh telinga kiri mengeluarkan cairan kental sejak kurang lebih 7 hari

yang lalu.

- Cairan kental berwarna putih kekuningan, jumlahnya banyak dan tidak berdarah.

- Telinga kiri terasa gatal, sedikit nyeri dan dirasakan penurunan pendengaran.

- Pasien sering mengorek-ngorek telinga kirinya dengan menggunakan kapas dan

memiliki riwayat sering berenang

- Membran timpani pada telinga kiri ditemukan berwarna pucat, refleks cahaya

menghilang dan tidak intak, perforasi pada bagian sentral.

Sehimgga disimpulkan bahwa pasien menderita Otitis Media Supuratik Kronik

Benigna Auricula Sinistra

- Selain itu, pendengaran telinga kiri dirasakan penurunan sejak keluhan teling berair

muncul

- Pada pemeriksaan fungsi pendengaran dengan menggunakan tes penala (Rinne +,

Weber lateralisasi ke kiri, Schwabach memanjang) didapatkan kesan bahwa pasien

mengalami gangguan pendengaran.

Sehingga disimpulkan bahwa pasien menderita dugaan tuli konduktif telinga kiri.

Page 32: Case Tht Ernita

DAFTAR PUSTAKA

1. Iskandar N, sopeardi EA, bashiruddin J, Restuti RD, Editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit

Telinga, Hidung dan Tenggorok. Edisi keenam FKUI.Jakarta : 2007. p 69-72

2. Adams FL, Boies LR, Higler PA. Buku Ajar Penyakit THT. 6th ed. Jakarta; Balai

Penerbit FKUI; 1997

3. Helmi. Komplikasi otitis media supuratif kronis dan mastoiditis. Dalam: Soepardi EA,

Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. Edisi

kelima. Jakarta: FKUI, 2001. h. 63-73

4. Paparella MM, Adams GL, Levine SC. Penyakit telinga tengah dan mastoid. Dalam:

Effendi H, Santoso K, Ed. BOIES buku ajar penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: EGC,

1997: 88-118

5. Berman S. Otitis media in developing countries. Pediatrics. July 2006. Available from

URL: http://www.pediatrics.org/

6. Thapa N, Shirastav RP. Intracranial complication of chronic suppuratif otitis media,

attico-antral type: experience at TUTH. J Neuroscience. 2004; 1: 36-39 Available from

URL: http://www.jneuro.org/

7. Couzos S, Lea T, Mueller R, Murray R, Culbong M. Effectiveness of ototopical

antibiotics for chronic suppurative otitis media in Aboriginal children: a community-

based, multicentre, double-blind randomised controlled trial. Medical Journal of

Australia. 2003. Available from URL: http://www.mja.com.au/

8. Dugdale AE. Management of chronic suppurative otitis media. Medical Journal of

Australia. 2004. Available from URL: http://www.mja.com.au/

9. Miura MS, Krumennauer RC, Neto JFL. Intracranial complication of chronic

suppuratif otitis media in children. Brazillian Journal of Otorhinolaringology. 2005.

Available from URL: http://www.rborl.org.br/

10. Vesterager V. Fortnightly review: tinnitus–investigation and management. BMJ. 1997.

available from URL: http://www.bmj.org/