TUGAS BIOKIM

5
Defisiensi G6PD adalah kerusakan sel darah merah yang paling banyak terjadi yang berkaitan dengan hemolisis dan sebagai gangguan metabolisme sel darah merah. Defisiensi G6PD merupakan kelainan enzim tersering pada manusia, diperkirakan sekitar ± 400 juta di seluruh dunia. Frekuensi tertinggi didapatkan di daerah tropis, dan menjadi penyebab tersering kejadian ikterus dan anemia hemolitik akut di Asia Tenggara. Defisiensi G6PD adalah kerusakan sel darah merah yang paling banyak terjadi yang berkaitan dengan hemolisis dan sebagai gangguan metabolisme sel darah merah. Defisiensi G6PD disebabkan mutasi pada gen G6PD. Populasi Indonesia memiliki variasi genetik beraneka ragam, daerah pesisir merupakan daerah terbuka dengan penduduk yang mempunyai mobilitas tinggi, terdapat percampuran berbagai variasi genetik. Di daerah tersebut besar kemungkinan terjadi berbagai jenis mutan gen, karena adanya pembauran (perkawinan) antar satu populasi dengan populasi lain yang dikenal dengan aliran gen (genetic flow), sehingga memungkinkan terciptanya kombinasi genetik. Enzim G6PD adalah enzim pertama jalur pentosafosfat, yang mengubah glucose-6-phosphate menjadi 6-fosfo-gluconat pada proses glikolisis yang menghasilkan nicotinamide adenine dinucleotide phosphate (NADPH), mereduksi glutasi teroksidasi (GSSG) menjadi glutasi tereduksi (GSH). Definisi defisiensi G6PD menurut WHO adalah penderita dengan aktivitas enzim G6PD kurang dari 60% yang dapat menimbulkan gejala klinis. Manifestasi klinis yang paling

Transcript of TUGAS BIOKIM

Page 1: TUGAS BIOKIM

Defisiensi G6PD adalah kerusakan sel darah merah yang paling banyak terjadi yang

berkaitan dengan hemolisis dan sebagai gangguan metabolisme sel darah merah.

Defisiensi G6PD merupakan kelainan enzim tersering pada manusia, diperkirakan sekitar

± 400 juta di seluruh dunia. Frekuensi tertinggi didapatkan di daerah tropis, dan menjadi

penyebab tersering kejadian ikterus dan anemia hemolitik akut di Asia Tenggara.

Defisiensi G6PD adalah kerusakan sel darah merah yang paling banyak terjadi yang

berkaitan dengan hemolisis dan sebagai gangguan metabolisme sel darah merah.

Defisiensi G6PD disebabkan mutasi pada gen G6PD. Populasi Indonesia memiliki variasi

genetik beraneka ragam, daerah pesisir merupakan daerah terbuka dengan penduduk yang

mempunyai mobilitas tinggi, terdapat percampuran berbagai variasi genetik. Di daerah

tersebut besar kemungkinan terjadi berbagai jenis mutan gen, karena adanya pembauran

(perkawinan) antar satu populasi dengan populasi lain yang dikenal dengan aliran gen

(genetic flow), sehingga memungkinkan terciptanya kombinasi genetik.

Enzim G6PD adalah enzim pertama jalur pentosafosfat, yang mengubah glucose-6-

phosphate menjadi 6-fosfo-gluconat pada proses glikolisis yang menghasilkan

nicotinamide adenine dinucleotide phosphate (NADPH), mereduksi glutasi teroksidasi

(GSSG) menjadi glutasi tereduksi (GSH).

Definisi defisiensi G6PD menurut WHO adalah penderita dengan aktivitas enzim

G6PD kurang dari 60% yang dapat menimbulkan gejala klinis. Manifestasi klinis yang

paling sering terjadi pada defisiensi G6PD adalah penyakit kuning neonatal, dan anemia

hemolitik akut, yang biasanya dipicu oleh agen eksogen. Umumnya bayi dengan

defisiensi G6PD tidak bergejala, hemolisis terjadi bila pasien terpapar bahan eksogen

yang potensial menimbulkan kerusakan oksidatif antara lain obat-obatan, bahan kimia

(naftalen, benzena ), dan infeksi. Sebagian besar defisiensi G6PD tidak menunjukkan

gejala klinis, sehingga pemahaman mengenai akibat yang mungkin timbul pada penderita

defisiensi G6PD yang terpapar bahan oksidan masih belum sepenuhnya dipahami.

Kepentingan diagnosis dini belum sepenuhnya disadari. Sangat disayangkan jika

defisiensi G6PD yang mengakibatkan kekurangan enzim anti oksidan endogen dapat

menimbulkan keguguran, karena kekurangan antioksidan endogen dapat diatasi dengan

pemberian antioksidan eksogen melalui makanan. Jadi seandainya diagnosis dini

defisiensi G6PD telah ditegakkan secara awal, kemungkinan keguguran pada ibu hamil

dapat dihindarkan.

Page 2: TUGAS BIOKIM

Telah dilaporkan lebih 400 varian G6PD, dengan disertai penampilan klinis dan

atau fenotif yang beragam. Varian tersebut dibedakan berdasar aktifitas enzim residual,

mobilisasi elektroforetik, afinitas dan analog subtrat, stabilisasi terhadap panas dan pH

optimum. WHO membuat klasifikasi berdasarkan varian yang ditemukan di setiap

negara, subtitusi nukleotid dan subtitusi asam amino, yaitu :

Kelas I : Anemia hemolitik non sferositosis (aktifitas residual G6PD, <20).

Merupakan jenis defisiensi enzim G6PD yang jarang ditemukan. Kelompok ini

mempunyai kelainan fungsional yang berat (varian Harilaou). Sel darah merah

tidak mampu mempertahankan diri dari oksidan endogen, sehingga terjadi

hemolisis kronik. Adanya pemaparan dengan faktor pencetus akan menyebabkan

terjadinya eksaserbasi anemia hemolitik akut.

Kelas II : defisiensi berat (aktifitas residual G6PD, <10). Kelompok defisiensi

enzim G6PD berat (varian G6PD Mediteranian). Pemaparan dengan faktor

pencetus (eksogen) akan menimbulkan hemolisis akut dan proses tersebut akan

terus berlanjut selama masih terdapat pemaparan dengan faktor pencetus. Hal ini

disebabkan rendahnya aktivitas enzim G6PD baik pada sel darah merah yang tua

maupun muda.

Kelas III : defisiensi sedang (aktifitas residual G6PD, 10-60). Kelompok defisensi

enzim G6PD ringan (varian G6PD A). Pada kelompok ini, hemolisis yang timbul

akibat pemaparan dengan faktor pencetus akan berhenti dengan sendirinya

walaupun pemaparan masih terus berlanjut. Hal ini disebabkan aktivitas enzim

G6PD pada sel darah merah yang muda masih cukup tinggi untuk menahan

oksidan, dan hanya sel darah merah yang tua saja yang mengalami hemolisis.

Kelas IV : non defisiensi (aktifitas residual G6PD, 100). Kelompok yang tidak

mengalami gejala-gejala defisiensi G6PD

Kelas V : non defisiensi (aktifitas residual G6PD, >100)

Pada orang yang menderita defisiensi G6PD dapat resisten terhadap penyakit

malaria terutama P. Falciparum, namun mekanismenya belum jelas. Salah satu teori

mengatakan kekurangan enzim G6PD yang membutuhkan GSH menyebabkan

kekurangan ribose, sehingga merozoit menjadi terganggu dalam produksi DNA dan RNA

dan terjadi penurunan multiplikasi pada sel hospes.

Page 3: TUGAS BIOKIM

Saat ini penunjang diagnostik yang banyak digunakan dalam membantu

menegakkan diagnosis defisiensi G6PD adalah tes Heinz Body dan tes stabilitas GSH 10.

Uji tapis dapat dilakukan dengan test methylene-blue dengan perubahan warna saat

reduksi methemoglobin atau dengan flouresensi NADPH. Tes diagnostik defisiensi

G6PD berdasarkan aktifitas enzim dapat dideteksi dengan pemeriksaan laboratorium

sederhana.

Beberapa penyakit yang diketahui berhubungan dengan G6PD adalah

hiperbilirubinemia (Kern Ikterik), hemolisis intravaskuler, favism, sindroma hepatitis

hemolisis, anemia hemolisis kronik.

Bahan-bahan yang dilaporkan pernah menginduksi terjadinya Anemia Hemolitik

pada subyek dengan Defisiensi G6PD, antara lain:

Antimalaria (Primaquine, Pamaqaine, Pentaqaine)

Analgesik & Antipiretik (Aminopyrine, Antipyrine)

Vitamin K

Salah satu makanan yang harus dihindari oleh penderita defisiensi G6PD adalah

kacang fava (fava beans).

Pasien penderita defisiensi G6PD atau orang tua/wali harus diberi konseling tentang

menghindari faktor pencetus, pengobatan dini pada infeksi dan vaksinasi penyakit yang

dapat dicegah, dan dipesan untuk meminimalkan krisis hemolitik dan meningkatkan

kualitas hidup.

Strategi pengelolaan yang paling efektif untuk mencegah hemolisis dengan

menghindari stres oksidatif. Oleh karena itu, manajemen nyeri dan kecemasan harus

mencakup obat yang aman, seperti benzodiazepin, kodein / kodein derivatif, propofol,

fentanil, dan ketamin.

Sebagai kesimpulan, kami ingin membuat empat saran khusus:

1. Paparan terhadap obat oksidatif pada pasien defisiensi G6PD harus dihindari.

2. Ketamin, fentanil, propofol, midazolam, prilokaina dan halotan aman untuk

digunakan perioperatif pada pasien defisiensi G6PD.

3. Penggunaan isoflurane, sevofluran dan diazepam harus dihindari pada pasien

defisiensi G6PD.

4. Hipotermia perioperatif, asidosis, hiperglikemia dan infeksi pasca operasi dapat

memicu hemolisis pada pasien defisiensi G6PD.