Trauma Pada Anak

download Trauma Pada Anak

If you can't read please download the document

Transcript of Trauma Pada Anak

BAB I

1

Created by dr. Doni Kurniawan

TRAUMA PADA ANAK

I. PENDAHULUAN

Prioritas dari penilaian dan penanganan cedera pada anak sama seperti pada dewasa, namun harus diingat bahwa karakteristik anatomis yang unik pada anak membutuhkan pertimbangan-pertimbangan khusus dalam penatalaksanaan secara keseluruhan.

A. Ukuran dan Bentuk

Karena anak mempunyai masa tubuh yang lebih kecil, energi yang dipindahkan dari bagian kendaraan yang menabrak atau akibat jatuh menghasilkan kekuatan yang lebih besar pada setiap satuan daerah tubuh (energi yang lebih kuat akan dikirimkan pada tubuh yang kurang mengandung jaringan lemak dan jaringan ikat elastis dan dekat organ-organ dalam).

B. Rangka

Pada anak, kalsifikasi belum lengkap, mempunyai banyak pusat-pusat pertumbuhan tulang yang bertumbuh akfif, serta lebih lentur. Karena itu kerusakan organ dalam dapat ditemukan tanpa adanya kerusakan tulang yang menutupinya (jarang terdapat fraktur iga pada anak-anak tetapi sering ditemukan kontusio paru pada trauma tumpul toraks). Organ dalaman toraks dapat mengalami cedera tanpa ditemukannya fraktur. Penemuan adanya fraktur iga pada anak mengesankan adanya suatu trauma dengan energi yang besar dan multipel (sehingga adanya cedera organ yang serius harus dicurigai).

C. Luas Permukaan Tubuh

Ratio dari luas permukaan tubuh anak terhadap isi (volume) tubuh yang tertinggi adalah pada saat lahir dan berkurang sesuai dengan pertumbuhan anak (konsekuensinya adalah kehilangan energi panas merupakan faktor stres yang sangat bermakna pada anak). Kondisi hipotermia dapat terjadi dengan cepat dan merupakan penyulit dari penanganan penderita anak dengan hipotensi.

D. Status Psikologis

Masalah penanganan psikologis dalam kasus anak yang mengalami cedera merupakan suatu tantangan yang bermakna. Pada usia yang sangat muda, ketidakstabilan emosional seringkali mengarah kepada kemunduran tingkah laku psikis bilamana terdapat rasa cemas, rasa sakit atau perasaan yang mengancam dalam lingkungan sekitar penderita tersebut. Kemampuan anak terbatas untuk berinteraksi dengan orang-orang yang tidak dikenal di tempat dan situasi yang asing baginya. Pembuatan anamesis dan pemeriksaan fisik, apalagi bila menyakitkan si anak adalah sangat sukar, sehingga untuk mendapatkan- hasil pemeriksaan yang baik seorang dokter yang menanganinya harus mengerti keadaan tersebut dan harus dapat membujuk serta menenangkan anak yang cedera itu.

E. Efek Jangka Panjang

Penelitian yang dilakukan membuktikan bahwa 60% dari anak dengan cedera multi organ (multi sistem) yang berat, mengalami gejala perubahan kepribadian pada 1 tahun pertama sejak keluar dari Rumah Sakit dan 50% mengalami kecacatan fisik dan mental (fungsi kognitif), demikian pula dengan kemunduran dalam hubungan sosial, afektif dan daya pikir serta kemampuan belajar.

Trauma yang terjadi pada pusat pertumbuhan tulang akan berakibat pada kelainan pertumbuhan tulang yang bersangkutan. Bila terjadi cedera pada tulang paha, kemungkinan adanya ketidaksesuaian panjang kaki dapat terjadi dan menyebabkan kesukaran dalam berlari atau berjalan. Bilamana fraktur yang terjadi mengenai pusat pertumbuhan tulang vertebra torakalis kemungkinan dapat mengakibatkan scoliosis, kyphosis atau bahkan gibbus. Pada trauma tumpul yang mengakibatkan cedera masif pada limpa sering diperlukan tindakan splenectomy yang dapat mengakibatkan resiko jangka panjang terjadinya sepsis pasca splenectomy atau bahkan kematian.

F. Alat alat

"The Broselow Pedriatic Resuscitation Measuring Tape" adalah cara yang ideal untuk menentukan dosis obat, ukuran alat yang tepat dan secara cepat berdasarkan berat dan panjang badan.

II. AIRWAY (EVALUASI DAN PENANGANAN)

"A" dari ABCDEs pada Initial Assessment anak sama seperti dewasa (pemeliharaan jalan napas yang baik dalam rangka mencukupi oksigenasi merupakan tujuan utama). Ketidak-mampuan dalam memperbaiki dan atau menjaga jalan napas yang baik dengan kegagalan oksigenasi dan ventilasi adalah penyebab utama yang tersering dari henti jantung cardiac arrest pada anak (oleh karena itu jalan napas pada anak merupakan prioritas utama).

A. Anatomi

Makin kecil seorang anak, makin besar terdapatnya disproporsi antara ukuran tulang kepala dengan wajah (mengakibatkan daerah daya topang daerah belakang pharinx sebagai penyangga dibutuhkan lebih besar sesuai dengan kekuatan fleksi pasif dari tulang leher pada occiput yang relatif lebih besar). Sehingga jalan nafas anak dilindungi oleh posisi wajah yang agak mendongak, yaitu : sedikit kearah atas dan depan ("sniffing position" : posisi menghirup). Tindakan hati-hati untuk mempertahankan posisi ini pada saat melakukan proteksi maksimal terhadap tulang leher adalah sangat penting. Jaringan lunak didalam oropharynx bayi (ex : lidah, tonsil dll) adalah relatif lebih besar dibandingkan dengan rongga mulut (sehingga membuat visualisasi larynx lebih sukar).

Larynx anak-anak di dalam leher terletak lebih tinggi dan lebih ke depan, demikian pula pita suara terletak agak lebih ke anterocaudal (saat intubasi, pita suara ini sering sukar terlihat bilamana kepala anak dalam posisi anatomis normal). Trachea bayi panjangya 5 cm dan akan memanjang 7 cm pada usia 18 bulan (kesalahan dalam memperkirakan panjang trachea ini dapat mengakibatkan intubasi kearah cabang utama bronchus kanan, ventilasi yang tidak adekuat dan atau terjadinya barotrauma pada cabang-cabang bronkus yang bersangkutan).

B. Penanganan

Seorang anak dengan sumbatan jalan nafas yang tidak total ("partial obstruction"), tetapi masih dapat bernafas spontan., jalan nafas harus dioptimalkan dengan meletakkan kepala secara sniffing position" dimana kepala anak digerakan ke arah depan atas. Jalan nafas juga dapat dibuka dengan "chin lift" atau "jaw thrust maneuver". Setelah rongga mulut dan oropharynx dibersihkan dari kotoran yang ada, baru diberikan oksigen. Bila penderita dalam keadaan tidak sadar, mempertahankan jalan nafas sebaiknya dilakukan secara mekanis.

Sebelum dicoba tindakan untuk mempertahankan jalan nafas secara mekanis, penderita anak tersebut harus diberikan oksigen terlebih dahulu.

Oral Airway

Hanya digunakan bila anak dalam keadaan tidak sadar, sebab bila masih sadar biasanya akan terjadi muntah. Tindakan pemasangan oral airway seperti kepada penderita dewasa (dimasukkan secara terbalik kemudian diputar 180 di dalam mulut) tidak dianjurkan penderita anak (karena dapat mengakibatkan trauma dan atau pendarahan dari struktur jaringan lunak oropharynx). Pemasangan alat ini sebaiknya dimasukkan langsung ke dalam oropharynx dengan hati-hati dan gentle dan bila diperlukan dapat dibantu dengan spatula lidah.

lntuhasi Orotracheal

Diindikasikan untuk cedera anak dalam situasi yang bervariasi (ex : trauma kepala berat yang membutuhkan hyperventilasi, kondisi dimana tidak dapat dipertahankannya jalan nafas secara adekuat atau kondisi hypovolemik yang bermakna dimana diperlukan intervensi pembedahan).

Merupakan cara yang paling aman untuk menjamin jalan nafas dan ventilasi anak. Tube udara tanpa balon dengan ukuran yang tepat harus digunakan pada anak (untuk mencegah terjadinya edema subglottic ulserasi dan disrupsi jalan nafas yang sangat rentan ini). Cincin krikoid pada jalan nafas anak merupakan daerah yang paling sempit sehingga menjadikannya sebagai membran atau penutup alamiah bagi tube endotracheal. Hal tersebut diatas membuat anak - anak di bawah umur 12 tahun jarang membutuhkan tube endotracheal yang memakai balon.

Tehnik sederhana untuk menentukan ukuran tube endotracheal bagi anak yang bersangkutan adalah sesuai dengan diameter jari kelingkingnya. Kebanyakan pusat trauma menggunakan protokol untuk intubasi emergensi yang dikenal sebagai "Rapid Sequence Intubation" (RSI), dimana harus diperhatikan dan dicatat mengenai berat badan, tanda-tanda vital (nadi dan tekanan darah) dan derajat kesadaran untuk memilih jalur "algorithm" mana yang akan dipilih sesuai protokol tersebut.

Penderita yang memerlukan tindakan intubasi harus selalu dilakukan preoksigenisasi terlebih dahulu (harus diberi sulfas atropin untuk menjadikan atau memastikan denyut jantung tetap fungsi untuk menjamin "cardiac out-put" yang adekuat pada anak tersebut), selanjutnya diberikan sedasi sesuai dengan kondisi anak. Untuk yang tekanan darahnya normal diberikan thiopental dan yang menurun diberikan midazolam (antidotum spesifik untuk midazolam adalah flumazenil yang harus selalu tersedia). Setelah sedasi dilakukan tekanan pada krikoid untuk mencegah aspirasi gaster dan diikuti dengan pemberian paralitika ("Short-acting paralysis agent") seperti succinylcholine (succinylcholine mempunyai onset yang cepat dan durasi yang pendek serta merupakan obat terpilih yang cukup aman), bila diperlukan periode paralisa yang lebih lama (ex : diperlukan pemeriksaan CT scan), dan untuk evaluasi lebih lanjut dapat diberikan Vecuronium. Setelah tube endotracheal terpasang posisinya harus diperiksa, tekanan krikoid baru dilepaskan bila posisi tube diyakini baik. Bilamana pemasangan tube endotracheal tak dapat dilakukan, setelah diberikan paralitika, penderita harus diherikan ventilasi dengan ambu ("bag-valve-maskdevice") sampai jalan nafas definitif telah dilakukan.

Intubasi Orotacheal dengan mobilisasi dan proteksi terhadap tulang leher adalah metoda yang sangat dianjurkan untuk memperoleh jalan nafas yang terkontrol.

Intubasi Nasotracheal tidak boleh dilakukan pada anak-anak dibawah umur 12 tahun karena tindakan ini dilakukan secara membuta ("blind passage") melalui rute bersudut sempit dan nasopharynx kearah anterosuperior glottis yang cukup sulit, sehingga mempunyai resiko menembus kearah cranial ("false route") atau kerusakan jaringan lunak nasopharyngeal. .

Setelah glotis terbuka, tube endotracheal diletakkan pada jarak 2-3 cm di bawah pita suara. Auskultasi dilakukan pada kedua hemitoraks di daerah axilla untuk meyakinkan tube telah terletak pada posisi yang tepat dan kedua sisi dada (paru) mendapat ventilasi yang adekuat (tidak masuk ke cabang utama brochus kanan). Bila meragukan dapat dilakukan pemeriksaan rontgen foto dada untuk meyakinkan posisi tube. Harus diingat bahwa setiap pergerakan kepala dapat mengakibatkan pemutaran posisi tube endotracheal. Suara pernafasan harus selalu dievaluasi secara periodik untuk meyakinkan bahwa tube tetap dalam posisi yang sempurna dan untuk identifikasi kemungkinan adanya disfungsi ventilasi.

Krikotiroidotomi

Tindakan krikotiroidotomi dengan pembedahan (surgical krikotiroidotomi) hanya dapat dilakukan dengan aman pada anakanak diatas umur 11 tahun.. Bilamana akses jalan nafas tidak dapat dilakukan dengan ambu (bag-valve-mask) atau dengan intubasi orotracheal maka metoda terpilih adalah krikotiroidotomi dengan jarum (Needle jet insufjlation), walaupun demikian insuflasi ini bersifat temporer karena tidak~memberikan ventilasi yang adekuat serta dapat menimbulkan hypercarbia yang progresif.

algoritme 1

RAPID SEQUENCE INTUBATION (RSI)

Pra-oksigenasi

|

Atropine sulfate

0.1-0.5 mg

|

Sedasi

|

HipovolemiaNormovolemia

Midazolan HCL 0.1 mg/kgThiopental sodium

(maksimum 5 mg)4-5 mg/kg

|

Tekanan krikoid

|

Paralisis

Succinylcholine chloride

< 10 kg: 2 mg/kg

>10 kg: 1 mg/kg

|

Intubasi, periksa posisi tube

Lepas tekanan krikoid

* Diberikan sesuai dengan penilaian klinis dan tingkat keterampilan

III. PERNAFASAN/BREATHING (EVALUASI DAN PENANGANAN)

A. Pernafasan dan Ventilasi

Bayi mempunyai frekuensi 40 sampai 60 kali per menit sedangkan pada anak yang lebih besar sekitar 20 kali per menit. Tidal Volumes bervariasi dari 7-10mL/kg untuk bayi dan anak.

Hipoventilasi adalah penyebab tersering dari "cardiac arrest" pada anak. Walaupun demikian sebelum terjadi "cardiac arrest", hypoventilasi menyebabkan respirasi asidosis yang merupakan kelainan keseimbangan asam basa tersering yang terjadi selama resusitasi pada penderita trauma anak. Dengan ventilasi dan perfusi yang adekuat, penderita anak akan mempunyai kemampuan untuk mempertahankan PH yang relatif normal.

Perhatian : Ventilasi dan perfusi yang tidak adekuat pada saat pemberian sodium bicarbonat sebagai usaha untuk koreksi asidosis, malahan berakibat hypercarbia serta memperburuk asidosis.

B. Tube Torakostomi

Cedera-cedera yang mengakibatkan robekan pleura seperti (ex : hematorak, pneumotorak ataupun kombinasi keduanya), pada awal ataupun dewasa mempunyai kosekwensi fisiologis yang sama (cedera tersebut ditangani dengan tindakan dekompresi pleura). Chest tube yang dipakai adalah yang ukurannya kecil dan dimasukan ke dalam rongga dada dengan membuat lubang saluran setelah dilakukan insisi terlebih dahulu di atas iga yang bersangkutan (lokasi insersi chest tube sama seperti pada dewasa yaitu pada ruang antar iga kelima di anterior dari garis midaksila).

IV. SIRKULASI DAN SYOK (EVALUASI DAN PENANGANAN)

A. Pengenalan

Denyut jantung yang cepat serta perfusi kulit yang buruk kadang-kadang merupakan satu-satunya tanda untuk mengetahui dengan cepat adanya hipovolemik dimana diperlukan resusitasi dini dengan cairan kristaloid (adanya kehilangan 25% dari volume darah baru dapat memberikan tanda-tanda yang normal terjadinya syok).

Respon utama kondisi hipovolernik pada anak adalah tachycardia (walau demikian harus diperhatikan kemungkinan lain bilamana monitoring hanya berdasarkan denyut jantung, karena tachycardia dapat pula diakibatkan oleh adanya rasa sakit, rasa takut dan stres psikis), penurunan tekanan nadi yang kurang dari 20 mm Hg, kulit basah, ekstremitas yang dingin dari pada tubuh dan penurunan tingkat kesadaran yang disertai penurunan respon rasa sakit. Penurunan tekanan darah dan tanda lain dari kekurangan perfusi jaringan adalah produksi urin, harus dimonitor secara ketat namun hal-hal tersebut biasanya timbul setelah adanya tachycardia, kulit basah (keingat dingin) dan penurunan tekanan nadi.

Tekanan darah pada anak sistolik : 80 mm Hg ditambah (2 kali umur dalam tahun), sedangkan diastoliknya : dua pertiga dari tekanan sistolik. Hipotensi yang terjadi pada anak, menggambarkan keadaan syok yang yang tak terkompensasi sebagai akibat pendarahan yang hebat yang lebih dari 45% volume darah sirkulasi. Perubahan tachycardia menjadi bradycardia kadang-kadang menyertai kondisi hipotensi ini dan perubahan ini dapat terjadi secara mendadak pada penderita bayi (perubahan fisiologis tersebut harus segera ditangani dengan pemberian infus yang segera baik kristaloid maupun darah).

B. Resusitasi Cairan

Tujuan akhir resusitasi cairan pada anak adalah dengan secepatnya mengganti volume sirkulasi (volume darah seorang anak diperkirakan sekitar 80 mL/kg berat badan). Saat diduga syok terjadi maka bolus cairan kristaloid yang dihangatkan sebanyak 20 mL/kg berat badan segera diberikan (20 mL/kg- berat badan bolus cairan initial ini bila dapat berada dalam rongga vaskuler akan menggantikan 25% dari volume darah anak). Oleh karena tujuannya adalah menggantikan kehilangan cairan intra vaskuler maka dapat dimungkinkan untuk pemberian tiga kali bolus 20 ML/kg berat badan atau total 60 mL/kg berat badan (untuk mencapai suatu penggantian 25% yang hilang, aturan 3 : 1 dapat pula diterapkan pada penderita anak sebagaimana pada penderita dewasa).

Cara yang paling mudah dan cepat untuk menentukan berat badan anak dalam rangka perhitungan volume cairan dan obat adalah dengan "Broselow Pedriatic Resuscitation Measuring Tape" (alat ini dengan cepat dapat memberikan berat badan kira-kira penderita anak, frekuensi pernafasan, volume resusitasi cairan dan variasi-variasi dari dosis obat).

Kondisi hemodinamik yang kembali normal, digambarkan dengan :

Penurunan frekuensi denyut jantung/nadi ( 20 mm Hg) Warna kulit yang kembali normalKehangatan ekstremitas yang meningkat Kesadaran dan sensasi yang jelas Kenaikan tekanan darah sistolik (>80 mm Hg)Produksi urine 1-2 mL/kg BB/jam (sesuai umur)

Pada umumnya anak-anak mempunyai tiga respons terhadap resusitasi cairan (kebanyakan dapat distabilisasikan hanya dengan cairan kristaloid dan tidak memerlukan darah). Sebagian anak-anak bereaksi terhadap kristaloid serta transfusi darah, sisanya tidak bereaksi terhadap cairan kristaloid atau hanya berespons pada awal resusitasi saja dan selanjutnya memburuk lagi (kasus ini adalah kasus yang mudah untuk pemberian transfusi darah serta persiapan operasi).

C. Penggantian Darah

Kegagalan untuk memperbaiki abnormalitas hemodinamic setelah bolus pertama cairan resusitasi diberikan, meningkatkan kecurigaan akan adanya pendarahan yang masih terus berlangsung (sehingga dibutuhkan pemberian bolus yang kedua atau bahkan ketiga secara cepat dan tepat disamping keterlibatan seorang ahli bedah yang hadir pada waktunya). Saat dimulai pemberian bolus cairan kristaloid ketiga atau kondisi si anak terlihat menurun, harus segera dipertimbangkan untuk pemberian donor darah (PRBCs) sesuai dengan golongan darahnya atau golongan O rhesus negatif sejumlah 10 mL/kg BB yang telah dihangatkan.

D. Akses Vena

Syok hipovolemik yang berat selalu terjadi sebagai akibat dari kerusakan organ-organ intra thorakal atau intra abdominal (akses vena sebaiknya dilakukan melalui rute vena perifer). Rute melalui vena femoralis communis sebaiknya sedapat mungkin dihindarkan pada bayi dan anak kecuali pada kondisi darurat (karena insidensi thrombosis vena yang tinggi dan kemungkinan terjadinya kerusakan ekstremitas akibat ischemik atau hal-hal lain yang dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan ekstremitas yang bersangkutan).

Bila akses melalui kulit tidak berhasil, setelah dicoba dua kali harus segera dipertimbangkan untuk pemberian infus melalui tulang (intraosseous infusion) khususnya pada anak dibawah umur 6 tahun atau langsung melakukan tindakan penyayatan vena (venous cutdown).

Lokasi-lokasi untuk akses vena pada anak :

Melalui kulit : vena perifer (dua kali percobaan pemasangan)Melalui Tulang (pada anak 6 tahun)Penyayatan vena (Vena Saphena pada pergelangan kaki) Vena FemoralisVena SubclaviaVena Jugularis Eksternal (jangan digunakan bila terpasans servical collar) Vena Jugularis Internal

Indikasi untuk infus intraosseus hanya terbatas pada anak umur 6 tahun atau kurang, yaitu : akses vena tidak dapat dilakukan akibat sirkulasi yang kolaps (syok atau hipovolemik) atau percobaan pemasangan vena perifer yang gagal dilakukan berulang kali (dua kali).

Komplikasi pemasangan infus intraosseus adalah cellulitis dan osteomyelitis (jarang). Lokasi yang baik untuk kanulasi intraosseous ini adalah daerah tibia proksimal dibawah tuberositas tibia (bilamana trauma terjadi pada daerah tibia, kanulasi dapat dilakukan pada femur distal). Kanulai intraosseus tidak boleh dilakukan dibagian distal dari daerah trauma atau patah.

E. Produksi Urine

Pengeluaran urine untuk bayi baru lahir sampai dengan umur 1 tahun adalah 2 mL/kgBB/jam, anak-anak adalah 1.5 mL/kgBB/Jam, sedangkan anak yang lebih besar adalah 1 mL/kgBB/jam dan masa akil balig sama dengan dewasa adalah 0,5 mL/kgBB/jam.

Urine merupakan metoda yang baik untuk mendeteksi keberhasilan resusitasi cairan (bila volume darah sirkulasi telah pulih kembali, produksi urine diharapkan telah kembali normal). Kateter urine sebaiknya dipasang untuk mengukur secara tepat jumlah produksi urine (kateter urine yang dilengkapi dengan balon tidak perlu dikembangkan pada anak dengan berat badan tidak lebih dari 15 kg).

F. Pengaturan Panas

Adanya perbandingan yang besar dari luas permukaan tubuh terhadap masa tubuh pada anak, meningkatkan pertukaran panas sesuai dengan suhu lingkungan dan berefek langsung terhadap kemampuan anak untuk mengatur suhu dalam tubuh (core temperature). Kulit yang tipis serta kurangnya jaringan lemak bawah kulit pada anak berakibat lebih meningkatkan kehilangan panas (secara evaporasi) dan pengeluaran kalori tubuh. Kondisi hipotermia akan sangat mempengaruhi penderita trauma anak sehingga refrakter terhadap pengobatan, memperpanjang waktu koagulasi dan mempengaruhi fungsi susunan syaraf pusat.

tabel 1

RESPON SISTEMIK TERHADAP KEHILANGAN DARAH PADA

PENDERITA ANAK

Sistem

Kehilangan

Kehilangan

Kehilangan

Darah < 25%

Darah 25%-45%

Darah > 45%

Jantung

Denyut

Frekuensi denyut

Hipotensi,

melemah,

Naik (HR naik)

tachycardia

Frekuensi denyut

menjadi

naik

bradycardia

SSP

Letargi,gelisah

Perubahan tingkat

Koma

(irritable),

kesadaran,

bingung

respons rasa sakit

confused

Berkuran

Kulit

Dingin,

Kebiruan,

Pucat, dingin

lembab/basah

pengisian kapiler

menurun,

ekstremitas/akral

din in

Ginjal

Produksi urine

Produksi urine

Produksi

turun

minimal

urine O

(minimal)

Pada kehilangan darah 25-45% akan ditemukan respon yang berkurang terhadap nyeri yang ditandai dengan berkurangnya rekasi penderita saat pemasangan kateter IV.

tabel 2

FUNGSI-FUNGSI VITAL

Kelompok

Umur

Berat

badan

(kg)

Frek.

Denyut

Jantung

Imenit

Tek.

Darah

mm Hg

Frekuensi

Pemafasan

kalilmenit

Produksi

Urine

ml/kgBB/

Jam

0-6 bulan

3-6

180-160

60-80

60

_2

2

Bayi

12

160

80

40

1.5

Pra sekolah

16

120

90

30

1

Remaja

35

100

100

20

0.5

Pada saat pemberian 20 mL/kg berat badan yang ketiga sebaiknya dipertimbangkan penggunaan packed red blood cells (PRBCs).