8. Trauma Pada Gigi Anak

50
DAFTAR ISI BAB I . PENDAHULUAN.....................................2 I.1 Latar Belakang Masalah...........................2 I.2 Tujuan Penulisan.................................3 I.3 Manfaat Penulisan................................3 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA................................4 II.1 Epidemiologi.....................................4 II.2 Etiologi…………………………………………………………….........4 II.3 Klasifikasi................................................. ................................................6 II.4 Pemeriksaan trauma gigi........................................................ ......................12 II.5 Diagnosis dan perawatan trauma gigi........................................................ ..16 II.5.1 Trauma gigi sulung...................................................... ..........................16 II.5.2 Trauma gigi permanen.................................................... .......................19 1

Transcript of 8. Trauma Pada Gigi Anak

Page 1: 8. Trauma Pada Gigi Anak

DAFTAR ISI

BAB I . PENDAHULUAN..........................................................................................2

I.1 Latar Belakang Masalah...............................................................................2

I.2 Tujuan Penulisan.......................................................................................... 3

I.3 Manfaat Penulisan........................................................................................3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................4

II.1 Epidemiologi................................................................................................ 4

II.2 Etiologi…………………………………………………………….........4

II.3 Klasifikasi.................................................................................................6

II.4 Pemeriksaan trauma gigi..............................................................................12

II.5 Diagnosis dan perawatan trauma gigi..........................................................16

II.5.1 Trauma gigi sulung................................................................................16

II.5.2 Trauma gigi permanen...........................................................................19

II.6 Pencegahan trauma gigi...............................................................................28

BAB III. KESIMPULAN.......................................................................................31

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................32

1

Page 2: 8. Trauma Pada Gigi Anak

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Pada dunia anak – anak, banyak hal yang terjadi seiring dengan pertumbuhan dan

perkembangan mereka yang cepat. Dalam perkembangan tersebut, banyak pula gerak dan

aktifitas yang mereka lakukan dalam keseharian yang tidak jarang menimbulkan luka

atau trauma bagi fisik mereka, termasuk trauma dalam rongga mulut. Banyak penelitian

yang menunjukkan tingginya prevalensi terjadinya trauma rongga mulut khususnya

dental yang biasanya mencapai puncaknya ketika mereka mulai dapat berjalan dan

beraktifitas. Masa puncak terjadinya trauma adalah usia 2-4 tahun untuk gigi susu dan 7-

10 tahun untuk gigi permanen, dengan kesempatan anak laki-laki terkena trauma dua kali

lebih sering dibandingkan anak perempuan.1 Tidak hanya mempengaruhi gigi geligi anak

saat itu, tetapi trauma juga dapat mempengaruhi perkembangan gigi geligi tetapnya.

Trauma pada gigi anak dapat menyebabkan dislokasi, diskolorasi bila disertai nekrosis

pulpa, malformasi, dan tanggalnya gigi, oleh sebab itu seorang dokter gigi harus

mengetahui teknik dan cara menangani cedera traumatik pada anak serta perawatannya.

Hal inilah yang menyebabkan trauma gigi pada anak masih merupakan topik yang

penting untuk dibahas lebih mendalam.

Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya trauma gigi pada anak, antara lain

karena terjatuh, kegiatan olahraga, benturan, kekerasan pada anak. dan lainnya. Faktor

predisposisi yang juga dapat memperbesar kesempatan terjadinya trauma adalah posisi

gigi geligi anterior anak dengan overjet yang besar misalnya.1,2 Oleh karena itu, perlu

penanganan dan pencegahan yang tepat untuk meminimalisir efek trauma pada gigi anak,

terutama untuk menghindari kemungkinan anak mengalami kehilangan gigi secara dini.

Untuk mendapatkan diagnosis dan penanganan yang sesuai, perlu diketahui prosedur dan

tahap pemeriksaan yang harus dilakukan, mulai dari anamnesa untuk mengetahui kondisi

dan riwayat traumanya, pemeriksaan klinik, dan pemeriksaan penunjang berupa radiograf

untuk melihat bentuk dan perluasan trauma terhadap jaringan sekitarnya.

2

Page 3: 8. Trauma Pada Gigi Anak

Pada makalah ini, akan diuraikan mengenai trauma gigi pada anak secara lebih

mendalam, mulai dari faktor etiologi, prosedur pemeriksaan yang harus dilakukan untuk

mendapatkan diagnosis dan rencana perawatan yang tepat, berbagai klasifikasi trauma

baik yang mengenai jaringan keras (fraktur) maupun yang mengenai jaringan

periodontalnya, serta penanganan dan pencegahan trauma gigi pada anak yang dapat

dilakukan.

I.2 Tujuan

1. Mengetahui faktor-faktor penyebab cedera traumatik pada anak dan cara

mencegahnya

2. Mengetahui langkah-langkah dan teknik perawatan cedera traumatik pada anak

3. Mengetahui akibat dari trauma gigi pada anak.

I.3 Manfaat

1. Menambah pengetahuan dan pemahaman mengenai berbagai macam trauma gigi

anak dan penyebabnya

2. Memberikan informasi cara mengatasi masalah trauma pada gigi anak dan

pencegahannya.

3

Page 4: 8. Trauma Pada Gigi Anak

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Epidemiologi

Trauma gigi yang terjadi pada masa kanak-kanak dan remaja adalah hal yang biasa.

Pada usia 5 tahun, 31-40 % anak laki-laki dan 16-30 % anak perempuan dapat mengalami

trauma dental, sedangkan pada usia 12 tahun, terjadi trauma dental pada 12-33 % anak

laki-laki dan 4-19 % anak perempuan.1 Dibandingkan dengan anak perempuan, anak laki-

laki dapat mengalami trauma dental dua kali lebih sering baik pada gigi geligi susu

maupun permanent karena aktivitas mereka yang lebih banyak di bidang olahraga dan

permainan.1,2 Trauma dental jarang terjadi pada tahun-tahun pertama kehidupan, namun

dapat terjadi karena terjatuh dari kereta bayi, frekuensinya kemudian meningkat seiring

anak dapat berjalan dan berlari karena keseimbangan tubuhnya yang belum sempurna.2

Ketika anak menginjak usia sekolah, kebanyakan kasus trauma dental disebabkan karena

jatuh saat bermain yang dapat mengakibatkan fraktur mahkota gigi.2 Trauma karena

terjatuh dari sepeda juga banyak terjadi pada usia ini.2

Kecelakaan saat usia remaja biasanya disebabkan karena olahraga seperti sepakbola,

basket, dan sebagainya dan data menunjukkan setiap tahun 1,5 – 3,5 % anak-anak yang

mengikuti kegiatan olahraga dapat mengalami trauma dental.2

Menurut Ellis (1960), jumlah insiden trauma gigi anterior adalah 4,2 % dari 4251

anak sekolah dengan catatan kasus pada anak laki-laki 2,5 kali lebih besar dibandingkan

anak perempuan, dengan perincian 73 % fraktur gigi insisif atas, 18 % fraktur gigi insisif

satu bawah, 6 % fraktur gigi insisif dua bawah, 3 % fraktur gigi insisif dua atas.3

Penelitian di Kopenhagen menunjukkan dominasi tipe trauma pada klinik dental adalh

luksasi dan fraktur tulang, sedangkan jumlah fraktur mahkotanya lebih sedikit.2

II.2 Etiologi

Kebanyakan kasus trauma dental terjadi antara usia 2-4 tahun untuk gigi susu dan

sekitar usia 7-10 tahun untuk gigi tetap.1 Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, pada

saat perkembangan gigi susu, koordinasi dan keseimbangan anak belum sempurna dan

4

Page 5: 8. Trauma Pada Gigi Anak

penyebab trauma sebagian besar karena jatuh. Pada perkembangan gigi geligi permanen,

penyebab trauma sebagian besar karena jatuh dan benturan ketika bermain atau berlari,

olahraga atau kecelakaan lalu lintas terjadi pada usia dewasa.1

Penyebab trauma gigi anterior anak yang mengakibatkan fraktur gigi dapat

digolongkan menjadi penyebab langsung dan tidak langsung. Yang dimaksud secara

langsung yaitu gigi langsung terkena benda penyebab trauma, sedangkan penyebab tidak

langsung berarti gigi tidak langsung terkena benda penyebab trauma, misalnya trauma

pada mandibula yang mengakibatkan trauma pada gigi insisif atas.3 Menurut Welburry,

trauma langsung terjadi ketika gigi terkena langsung dengan sumber trauma, sedangkan

trauma tidak langsung terjadi ketika gigi geligi rahang bawah dipaksa berbenturan

dengan gigi geligi rahang atas. Trauma langsung menyebabkan trauma pada gigi anterior

sedangkan trauma tidak langsung memicu terjadinya fraktur mahkota-akar pada premolar

dan molar, juga kemungkinan memicu fraktur rahang pada region kondil dan simfisis.1

Selain faktor penyebab utama, trauma dental juga dapat disebabkan faktor predisposisi

lainnya seperti overjet yang besar dan gigi anterior yang protrusif, penutupan bibir yang

tidak sempurna.2,3 Studi menunjukkan trauma dental dapat terjadi dua kali lebih sering

pada anak dengan gigi protrusif dibandingkan dengan anak dengan oklusi normal. Selain

itu, sejumlah besar gigi yang terkena trauma diasosiasikan dengan oklusi yang protrusif.2

Anak yang mengidap epilepsi, kecacatan, dan keterbelakangan mental juga dapat

beresiko terkena trauma dental.

Terdapat empat faktor yang berperan dalam mekanisme terjadinya trauma dental. 1,2

Faktor pertama adalah kekuatan trauma (energy of impact), yaitu besarnya kekuatan yang

ditimbulkan oleh sumber trauma terhadap gigi. Besarnya kekuatan trauma (energy of

impact) meliputi massa dan kecepatan. Diasumsikan bahwa sumber trauma berkecepatan

rendah dapat menyebabkan trauma pada jaringan periodontal dan jarang menyebabkan

trauma pada jaringan keras, sebaliknya sumber trauma yang berkecepatan tinggi dapat

menyebabkan trauma pada mahkota tanpa keterlibatan jaringan periodontal.2 Resiliensi

sumber trauma (resiliency of the impacting object) adalah besarnya resiliensi atau daya

pantul yang dimiliki sumber trauma. Bila gigi terkena sumber trauma yang resilien atau

memiliki bantalan seperti siku atau bila teredam oleh adanya bibir sebagai shock

absorber, maka resiko terjadinya fraktur mahkota akan berkurang dan resiko luksasi dan

5

Page 6: 8. Trauma Pada Gigi Anak

fraktur alveolar akan meningkat.2 Faktor selanjutnya adalah bentuk dari sumber trauma

(Shape of impacting object), yaitu bentuk atau sifat sumber trauma. Bila sumber trauma

bersifat tajam dan terlokalisir, menyebabkan fraktur mahkota dengan pergerakan gigi

minimum karena energi tersebar pada area terbatas. Sebaliknya, bila sumber trauma

‘tumpul’ dapat meningkatkan area pengaruh benturan, sehingga memungkinkan luksasi

atau fraktur akar.2 Faktor terakhir adalah sudut dan arah trauma atau (Angle of direction

of the impacting force) yang berarti bahwa berbagai sudut dalam terjadinya trauma

mepengaruhi tipe trauma yang dihasilkan. Berdasarkan arah trauma, fraktur dapat

dikategorikan menjadi empat, yaitu fraktur mahkota horizontal, fraktur horizontal pada

servikal akar, fraktur mahkota-akar oblik, dan fraktur akar oblik.2

II.3 Klasifikasi trauma gigi

Terdapat berbagai macam klasifikasi yang digunakan untuk membedakan berbagai

jenis trauma yang terjadi. Berikut akan diuraikan berbagai macam klasifikasi yang

digunakan.

Klasifikasi menurut WHO, trauma dento-alveolar dapat dibedakan menjadi: 1

Trauma pada jaringan keras

Infraksi Email

Fraktur Email

Fraktur Email – dentin

Fraktur Mahkota complicated

Fraktur Mahkota - akar

uncomplicated

Fraktur Mahkota – akar

complicated

Fraktur Akar

Fraktur yang tidak komplit, retak pada email

tanpa ada kehilangan struktur gigi.

Hilangnya substansi gigi meliputi email.

Hilangnya substansi gigi meliputi email dan

dentin tetapi tidak mencapai pulpa.

Fraktur pada email dan dentin dengan pulpa

terbuka.

Fraktur email, dentin, dan sementum tetapi

tidak mencapai pulpa.

Fraktur email, dentin dan sementum

mencapai terbukanya pulpa.

Fraktur yang meliputi dentin, sementum dan

pulpa. Dapat di subklasifikasi menjadi : 1/3

6

Page 7: 8. Trauma Pada Gigi Anak

mahkota, tengah dan apikal.

Trauma pada jaringan periodontal

Concussion

Subluksasi

Ekstrusi

Luksasi lateral

Intrusi

Avulsi

Tidak ada kehilangan abnormal atau

pergerakan tetapi bereaksi pada perkusi.

Kehilangan abnormal tetapi tidak terjadi

pergerakan gigi.

Pergerakan gigi sebagian keluar dari soket

Selain dari pergerakan aksial dengan fraktur

atau retak soket alveolar.

Pergerakan gigi ke dalam tulang alveolar

dengan fraktur atau retak soket alveolar .

Pergerakan gigi seluruhnya keluar dari

soket.

Trauma tulang pendukung

Keretakan dinding soket alveolar

maksila dan mandibula

Fraktur dinding soket alveolar

maksila dan mandibula

Fraktur prosesus alveolar maksila

dan mandibula

Fraktur maksila dan mandibula

Pemampatan dan pemipihan soket alveolar

pada gigi yang intrusi dan lateral luksasi.

Fraktur mencapai lingual atau palatal

ataupun fasial dinding soket.

Fraktur prosesus alveolar yang dapat

meliputi atau tidak meliputi soket gigi.

Dapat meliputi fraktur dinding soket

ataupun tidak.

Trauma pada gingiva dan mukosa

mulut

Laserasi gingiva dan mukosa oral

Contusion (luka memar) gingiva

dan mukosa oral

Abrasi gingiva dan mukosa oral

Luka pada mukosa hasil dari robekan.

Kebiruan yang tidak disertai dengan robekan

pada mukosa, biasanya disebakan karena

pendarahan submukosa.

Luka superfisial yang dihasilkan dari

gesekan permukaan mukosa.

7

Page 8: 8. Trauma Pada Gigi Anak

Gambar 1. Retak pada email atau infraksi email.4

Klasifikasi trauma gigi menurut Ellis dan Davey:

1. Trauma pada gigi sulung 3,6

Gigi bergeser

Bergeser sebagian

- Intrusi

- Ekstrusi

- Bergeser ke lateral

Bergeser total atau avulsi

Gigi fraktur

- Fraktur mahkota.

Fraktur mahkota terjadi pada 33% kasus trauma terhadap gigi sulung.

Jika terjadi fraktur incomplete atau keretakan pada struktur email

disebut infraksi. Dalam kasus ini, garis-garis keretakan dimulai dari

permukaan email dan berakhir pada DEJ.

- Fraktur akar

Fraktur akar terjadi pada 7% trauma dental. Fraktur akar horizontal

terjadi pada gigi anterior dan disebabkan oleh trauma langsung.

Fraktur akar vertical terjadi pada gigi posterior dan disebabkan oleh

clenching atau trauma terhadap mandibula. Fraktur akar vertical lebih

sulit dideteksi sampai terjadi kerusakan yang lebih parah.

Fraktur akar horizontal diklasifikasikan berdasarkan lokasi frakturnya,

1/3 apikal, 1/3 tengah atau 1/3 servikal akar. Prognosis memburuk bila

lokasi fraktur semakin ke servikal. Radiograf dengan 2 sudut

diperlukan untuk menegakkan diagnosis.

2. Trauma pada gigi tetap 3,6

8

Page 9: 8. Trauma Pada Gigi Anak

Kelas 1: fraktur sederhana pada mahkota, mengenai sedikit atau tanpa

mengenai dentin.

Kelas 2: fraktur mahkota lebih luas yang melibatkan sebagian dentin

tanpa menyebabkan pulpa terbuka.

Kelas 3: fraktur mahkota luas yang melibatkan sebagian besar dentin

dan menyebabkan pulpa terbuka.

- Divisi 1: pulpa terbuka dan diindikasikan untuk pulp capping.

- Divisi 2: pulpa terbuka dan diindikasikan untuk pulpotomi.

Kelas 4: Gigi yang trauma menjadi non vital, dengan atau tanpa

kehilangan struktur mahkota.

- Divisi 1: Gigi masih vital dan diindikasikan untuk didevitalisasi.

- Divisi 2: Gigi non vital, kamar pulpa terbuka karena fraktur.

- Divisi 3: Gigi non vital, kamar pulpa tidak terbuka karena fraktur.

Kelas 5: Gigi tanggal atau avulsi.

- Divisi 1: Gigi tanggal dan butuh restorasi sementara sebagai space

maintainer.

- Divisi 2: Gigi tanggal dan dapat dilakukan reposisi.

Kelas 6: Fraktur akar, dengan atau tanpa kehilangan struktur mahkota.

Kelas 7: Gigi bergeser, tanpa fraktur mahkota maupun akar.

- Divisi 1: Gigi bergeser sebagian ringan (minor partial

displacement)

- Divisi 2: Gigi bergeser sebagian berat (severe partial

displacement)

- Divisi 3: Gigi bergeser seluruhnya (total displacement)

Kelas 8: Mahkota hancur (en masse)

9

Page 10: 8. Trauma Pada Gigi Anak

Gambar 2. Klasifikasi fraktur gigi menurut Ellis dan Davey3

Klasifikasi trauma gigi menurut Andreasen (1990):3

1. Konkusi:

Gigi tidak goyang dan tidak bergeser. Ligamen periodontal mengalami

kerusakan dan peradangan, yang menyebabkan sensitifnya gigi terhadap

tekanan kunyah dan perkusi.

2. Gigi goyang:

Gigi goyang tetapi tidak berpindah dari soketnya.

3. Intrusi:

Gigi terdorong masuk ke dalam soketnya disertai fraktur tulang alveolar.

Tekanan yang didapat oleh gigi akan menabrak ligamen periodontal, merusak

suplai darah dan saraf pada gigi. Gigi dapat tidak terlihat, dan disalah artikan

10

Page 11: 8. Trauma Pada Gigi Anak

sebagai avulsi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa intrusi sampai 3mm

memiliki prognosis baik, sedangkan intrusi lebih dari 6mm memiliki

prognosis buruk. Jika melibatkan gigi permanen, radiograf dapat membantu

memperlihatkan fraktur alveolar atau pergeseran gigi ke kavitas nasal.

Nekrosis pulpa terjadi pada 96 % kasus intrusi gigi permanen.

Gambar 3. Intrusi pada gigi5

4. Ekstrusi:

Sebagian gigi terdorong keluar dari soketnya disertai kerusakan ligamen

periodontal.

5. Luksasi lateral:

Gigi terdorong ke arah labial, lingual atau lateral, disertai kerusakan ligamen

periodontal dan fraktur tulang alveolar, terutama jika disertai luksasi labial

dan palatal. Jika pergeserannya kurang dari 5mm, terdapat 50 %

kemungkinan pulpa akan tetap vital.

Gambar 4. Luksasi lateral pada gigi5

6. Avulsi:

Gigi lepas dari soketnya, disertai kerusakan ligamen periodontal yang berat

dan dapat terjadi fraktur tulang alveolar. Avulsi dental paling umum terjadi

pada anak usia 7-9 tahun, dimana tulang alveolar di sekitar gigi relatif kenyal.

11

Page 12: 8. Trauma Pada Gigi Anak

Gambar 5. Avulsi gigi5

II.4 Pemeriksaan terhadap trauma gigi

Untuk kasus terjadinya trauma gigi, riwayat terjadinya trauma disertai pemeriksaan

harus dilaksanakan untuk mendapatkan diagnosis dan rencana perawatan yang sesuai.

Secara umum, dokter gigi harus dapat menentukan waktu terjadinya trauma karena

rencana perawatan yang akan diambil sangat tergantung rentang waktu terjadinya trauma,

penyebab trauma, di mana trauma terjadi untuk menentukan perunya injeksi tetanus,

apakah trauma tersebut cukup parah sehingga membutuhkan perhatian terhadap

kesehatan umum seperti adanya sakit kepala, muntah, atau gejala lainnya di bagian

kepala, dan stimulus apa saja yang dapat merangsang daerah trauma seperti termal,

perkusi, dan kimia.7

Tahapan pemeriksaan terhadap trauma gigi yang dilakukan adalah sebagai berikut :

Anamnesa

Dilakukan dengan menanyakan riwayat terjadinya trauma pada pasien atau keluarga

yang mengetahui kejadiannya. Riwayat yang tepat dapat memberikan informasi

penting tentang status gigi geligi sekarang, prognosis perawatan yang akan dilakukan,

trauma yang dapat bertahan, dan komplikasi medis yang mungkin menyertainya.8

Pertanyaan-pertanyaan yang harus diajukan antara lain kapan terjadinya trauma

(interval waktu antara trauma dan perawatan secara signifikan dapat mempengaruhi

prognosis avulsi, luksasi, fraktur mahkota dengan atau tanpa eksposur pulpa, dan

fraktur dentoalveolar); di mana terjadinya trauma (indikasi profilaksis tetanus);

bagaiman terjadinya trauma (proses terjadinya trauma dapat dipakai untuk

memprediksi produk traumanya); apakah kehilangan gigi/fragmen (bila gigi atau

fragmennya tidak dapat ditemukan disertai pasien yang sempat tidak sadar, perlu

dilakukan pemeriksaan radiograf thoraks untuk melihat kemungkinan tertelan);

apakah pasien sempat mengalami konkusi, sakit kepala, muntah, atau amnesia

(adanya kerusakan otak harus dirujuk untuk pemeriksaan lebih mendalam);

12

Page 13: 8. Trauma Pada Gigi Anak

bagaimana riwayat dental sebelumnya (trauma dental yang pernah terjadi sebelumnya

dapat mempengaruhi sensibilitas tes pulpa dan kemampuan pulpa serta jaringan

periodontium untuk sembuh).1

Selain menanyakan riwayat trauma, perlu digali juga informasi mengenai riwayat

medis seperti adanya riwayat penyakit jantung bawaan (terdapat kontraindikasi untuk

beberapa prosedur yang membutuhkan waktu lama seperti perawatan endodontik);

kelainan perdarahan; alergi; dan status imunisasi tetanus pasien.1

Pemeriksaan ektra oral

Pemeriksaan klinis dilakukan setelah daerah yang terkena trauma dengan hati-hati

dibersihkan dengan air hangat.3 Bila trauma melibatkan luka yang cukup parah, perlu

dilakukan pemeriksaan general terlebih dahulu berkaitan dengan tanda-tanda shock

seperti pucat, kulit yang dingin, denyut nadi yang tidak beraturan, dan hipotensi.1

Adanya pembengkakan wajah, memar, dan lacerasi mengindikasikan luka pada

tulang atau gigi. Lacerasi membutuhkan pembersihan yang hati-hati untuk

menghilangkan semua material asing dan kemudian dilakukan penjahitan. Selain itu,

adanya keterbatasan pergerakan mandibula atau deviasi mandibula pada saat menutup

dan membuka mengindikasikan kemungkinan fraktur rahang atau dislokasi.1 Bila

terdapat pembengkakan pada bibir dan luka yang menyertai fraktur mahkota, dapat

mengindikasikan adanya retensi fragmen gigi pada bibir sehingga perlu dilakukan

pemeriksaan radiograf lebih lanjut.1

Sekitar 25-50 % kasus trauma yang melibatkan luka kepala tertutup menyebabkan

kematian pada anak, sehingga bila ditemui adanya tanda-tanda keterlibatan luka

kepala, masalah dental menjadi prioritas kedua.8 Tanda-tanda adanya keterlibatan

luka kepala tertutup, antara lain kehilangan kesadaran, perdarahan dari kepala atau

telinga, disorientasi, sakit kepala berkepanjangan, mual, muntah, amnesia, dilatasi

pupil mata unilateral, konvulsi, dan kesulitan berbicara.8

Terbatasnya pergerakan mandibula atau deviasi mandibula saat buka-tutup mulut

mengindikasikan fraktur rahang. Apabila luka terdapat di bawah dagu, kemungkinan

terjadinya fraktur rahang serta frakur mahkota-akar harus dipertimbangkan.

13

Page 14: 8. Trauma Pada Gigi Anak

Pemeriksaan intra oral

Dilakukan secara sistematis dan menyeluruh, meliputi :

o Pemeriksaan secara visual dengan mencatat tipe dan perluasan fraktur, perubahan

letak gigi, perdarahan, pembengkakan pada mukosa oral dan gingiva. Setiap

lacerasi harus diperiksa untuk kemungkinan adanya fragmen gigi yang tertanam

di dalamnya. Selain itu, perlu diperhatikan adanya abnormalitas oklusi,

perpindahan gigi, fraktur mahkota atau retak enamel.1,3

o Pemeriksaan manipulasi dan perkusi dengan memeriksa derajat kegoyangan gigi,

apakah goyang karena fraktur akar atau lepas ataukah fraktur alveolar.3 Derajat

kegoyangan diperiksa dalam arah vertikal dan horizontal. Ketika beberapa gigi

goyang secara bersamaan, dapat dicurigai adanya fraktur prosesus alveolaris.1

Kegoyangan gigi yang berlebihan mengindikasikan adanya fraktur akar atau

perpindahan gigi.

o Tes vitalitas pulpa

Merupakan tes yang penting untuk mengetahui status pulpa gigi yang terlibat.

Adalah hal yang umum terjadi bila ketika tes pertama dilakukan belum

mendapatkan hasil yang akurat, sehingga perlu diulang pada pertemuan-

pertemuan berikutnya. Hal ini disebabkan anak kecil seringkali mengalami

kesulitan untuk membedakan sakit yang berasal dari stimulus dan sentuhan

tester.8 Tes termal atau elektris sebenarnya yang dapat dipercaya adalah 6-8

minggu setelah trauma. Menurut Skiler, sebaiknya tes vitalitas dilakukan setiap

bulan setelah trauma.3 Tes vitalitas pulpa meliputi tes termal, tes elektrik,

perkusi, dan transiluminasi. Tes termal dilakukan dengan memberikan stimulus

dingin, misalnya dengan semprotan klor etil; stimulasi elektrik (e.p.t.) dapat

menghasilkan respon bertingkat terhadap stimulus. Ketika menggunakan

instrumen, rheostat atau alat pengatur stimulusnya dapat dikontrol dengan

meningkatkan stimulus secara perlahan, sehingga nyeri berlebihan pada gigi dapat

dihindari.8 Respon positif ataupun negatif harus dicatat sesaat setelah trauma,

namun perlu dilakukan pengulangan di kemudian hari. Respon positif tidak

menutup kemungkinan pulpa nekrosis di kemudian hari, demikian sebaliknya

respon negatif tidak selalu mengindikasikan nekrosis pulpa.1 Reaksi negatif dapat

14

Page 15: 8. Trauma Pada Gigi Anak

terjadi karena benturan saat trauma yang menyebabkan gangguan pada suplai

saraf apikal, namun kemungkinan masih memiliki suplai darah yang

normal.1 Setiap kali dilakukan pemeriksaan vitalitas pulpa, perlu dicatat reaksi

gigi kontralateralnya dan sebelahnya untuk memeriksa kemungkinan luka

konkusi.1 Tes transiluminasi merupakan tes yang berguna dan non invasif untuk

memeriksa adanya retak dan atau fraktur yang menyebabkan perubahan warna

email dan mengindikasikan perubahan pada status pulpa.8

Pemeriksaan radiografik

Teknik radiograf dengan hasil yang baik sangat dieprlukan untuk menegakkan

diagnosis gigi yang mengalami trauma.7 Dua radiograf dengan sudut yang berbeda

dibutuhkan untuk mendetaksi adanya fraktur akar.1 Dengan melakukan pemeriksaan

radiograf, kita dapat melihat pertumbuhan dan perkembangan apeks akar gigi

(termasuk resorpsi akar gigi sulung dan keadaan benih gigi tetap pengganti), besarnya

ruang pulpa dan perluasan fraktur, adanya fraktur akar, adanya fraktur tulang

alveolar, adanya benda asing dalam jaringan, dan kelainan lain pada daerah

tersebut.3,7 Terdapat petunjuk mengenai teknik radiograf yang diperlukan untuk

menegakkan diagnosis sesuai dengan trauma yang terjadi. Untuk trauma yang

melibatkan dentoalveolar, digunakan teknik radiograf anterior maksila oklusal atau

anterior mandibula oklusal, radiograf panoramik, dan true lateral maxilla. Fraktur

kondilar membutuhkan radiograf panoramik, reverse townes, CT Scan, dan lateral

oblik. Untuk fraktur mandibula, dibutuhkan radiograf panoramik, posteroanterior

mandibula, true mandibular dan teknik oklusal anterior mandibula, lateral oblik.

Sedangkan untuk fraktur maksila selain foto panoramik, juga dibutuhkan teknik

occipitomental 30°, CT Scan.8 Welburry membedakan teknik radiograf menjadi dua

yaitu teknik oklusal untuk mendeteksi fraktur akar dan benda asing di dalam jaringan

lunak dan orthopantomogram untuk mendeteksi trauma pada tulang, terdiri dari

lateral oblik, anteroposterior, dan occipitomental.1

Pemeriksaan fotografik

Dibutuhkan untuk evaluasi perawatan yang dilakukan dan tujuan medikolegal.1

15

Page 16: 8. Trauma Pada Gigi Anak

II.5 Diagnosis dan perawatan trauma gigi

II.5.1 Trauma pada gigi sulung

Dalam masa awal perkembangannya, insisif permanen terletak lebih ke palatal dan

berjarak dekat dengan gigi susunya. Dengan adanya trauma pada gigi susu tersebut,

terdapat kemungkinan kerusakan pada gigi permanen yang ada di bawahnya.1 Perawatan

yang dilakukan pun berbeda dengan gigi tetap, mengingat fungsi gigi sulung, anak dalam

masa tumbuh kembang, dan gigi sulung akan digantikan dengan gigi tetap pengganti.3

Selain itu, gigi sulung yang pernah mengalami trauma harus diperiksa secara teratur

setiap 3- 4 bulan untuk tahun pertama dan kemudian setiap tahun hingga gigi sulung

mengalami eksfoliasi dan ditempati oleh gigi tetapnya.1

Luksasi pada gigi sulung

Merupakan perpindahan gigi karena rusaknya jaringan periodontal. Manajemen klinis

umum yang perlu dilakukan adalah imunisasi tetanus atau booster bila anak belum

diimunisasi. Diberikan pula antibiotik profilaktik untuk mencegah infeksi, namun

tidak bersifat menggantikan tahap pembersihan luka secara maksimal.8

1. Konkusi dan subluksasi

Konkusi merupakan luka trauma pada gigi dan ligamen tanpa adanya perindahan

atau kegoyangan gigi.8 Subluksasi terjadi ketika gigi telah mengalami kegoyangan

namun belum pindah dari tempatnya. Keduanya menimbulkan luka trauma minor

pada ligamen periodontal, menyebabkan sensitifitas terhadap perkusi dan

perdarahan serta edema di sekitar ligamen.8

Manajemen yang dilakukan dapat berupa perubahan menu diet yang lunak selama

1-2 minggu dan menjaga daerah trauma tetap bersih.1,8 Kasus konkusi umumnya

tidak dibawa ke dokter gigi hingga terjadi diskolorasi gigi.1

2. Luksasi intrusi

Adalah tipe trauma yang paling sering terjadi pada insisif sulung rahang atas,

berupa pergeseran mahkota gigi ke palatal hingga menjauhi benih gigi tetap yang

dapat berakibat persistensi.8 Pemeriksaan yang dilakukan bertujuan untuk

mengetahui arah perpindahan gigi. Bila akar pindah ke arah palatal dekat dengan

benih gigi tetapnya, maka gigi sulung tersebut harus diekstraksi untuk

mengurangi resiko kerusakan yang terjadi pada benih gigi tetap yang sedang

16

Page 17: 8. Trauma Pada Gigi Anak

berkembang. Bila akar gigi sulung berpindah ke arah bukal, hanya perlu

dilakukan observasi. Bila dalam 1-6 bulan yang merupakan waktu reerupsi, gigi

tersebut tetap mengalami intrusi, maka perlu dilakukan ekstraksi untuk mencegah

erupsi ektopik dari benih gigi tetapnya.1,8 

Intrusi gigi dapat dibagi menjadi dua, yaitu intrusi ringan (kurang dari 1/3

mahkota) dan intrusi berat (lebih dari 1/3 mahkota). Bila intrusi ringan, gigi

sulung diharapkan akan erupsi kembali tanpa perawatan khusus, hanya diperlukan

pengamatan tanda-tanda kematian gigi sulung tersebut. Perawatan terhadap gigi

sulung yang mengalami intrusi berat perlu mempertimbangkan faktor usia gigi

sulung, resorbsi akar gigi sulung, keadaan benih gigi tetap pengganti, dan sikap

kooperatif pasien. Pilihan perawatan dapat berupa reposisi dan imobilisasi

kemudian perawatan endodontik atau dilakukan pencabutan gigi sulung.3

3. Luksasi ekstrusi

Perawatan yang dilakukan tergantung mobilitas dan besarnya perpindahan gigi.

Bila mobilitas giginya besar, gigi perlu diekstraksi.8 Namun, jika ekstrusi tanpa

fraktur akar dapat dilakukan reposisi dan imobilisasi.3

4. Luksasi lateral

Bila mahkota berpindah ke arah palatal, maka apeks gigi berpindah ke arak bukal

dan menyebabkannya menjauhi benih gigi tetap. Bila oklusi tidak terganggu,

dapat dilakukan perawatan konservatif sambil menunggu kembalinya gigi ke

tempatnya semula secara spontan.3 Namun, bila sebaliknya, gigi perlu diekstraksi

karena dikhawatirkan akan mengganggu pertumbuhan benih gigi tetap.3

5. Avulsi (gigi bergeser lengkap)

Keluarnya gigi dari soketnya tidak dianjurkan untuk dilakukan replantasi, karena

dikhawatirkan akan mengganggu benih gigi tetap di bawahnya.1,3,8 Alasan lainnya

adalah sulitnya mendapatkan kooperatif pasien.8 Untuk menggantikan gigi sulung,

dapat dibuatkan space maintainer untuk mempertahankan ruang.3 Pertumbuhan

gigi tetap mungkin dapat terhambat karena adanya penebalan jaringan

penghubung di atasnya.1

Fraktur pada gigi sulung

17

Page 18: 8. Trauma Pada Gigi Anak

1. Fraktur mahkota tanpa melibatkan pulpa

Tidak seperti gigi permanen, gigi sulung lebih sering mengalami pergeseran

dibandingkan fraktur.8 Bila tidak mengenai ruang pulpa, dapat dilakukan

pengasahan pada enamel atau dentin dengan disk atau bila memungkinkan, dentin

dapat ditutup dengan GIC atau resin komposit. Komplikasi yang dapat terjadi

adalah nekrosis pulpa dan diskolorasi abu-abu.8

2. Fraktur mahkota kompleks/fraktur akar

Yang lebih sering terjadi pada fraktur gigi sulung fraktur yang melibatkan ruang

pulpa dan meluas di bawah margin gingiva.8 Bila hal itu terjadi, dapat dilakukan

perawatan pulpa dengan pulpotomi menggunakan formokresol.3

3. Fraktur akar

Jarang terjadi, bila terjadi biasanya sampai ke 1/3servikal akar. Perawatan yang

dianjurkan adalah ekstraksi.3 Menurut sumber lain, tidak ada perawatan yang

perlu dilakukan. Bila pulpa menunjukkan tanda nekrosis dengan mobilitas

berlebih dan pembentukan sinus, bagian koronal dapat dihilangkan, namun bagian

apikal dapat dibiarkan mengalami resorpsi dengan sendirinya.8

4. Fraktur dento alveolar

Lebih sering terjadi pada mandibula dengan gigi enterior yang bergeser ke

anterior. Dianjurkan untuk dilakukan reposisi untuk mempertahankan kontur

alveolar.8

Kelanjutan dari trauma gigi sulung

Trauma yang terjadi pada gigi sulung seringkali enimbulkan gangguan pada

pertumbuhan dan perkembangan gigi tetap. Jenis trauma yang sering menimbulkan

gangguan adalah intrusi dan ekstrusi gigi sulung.3,8 Pengaruh yang terjadi tergantung

dari arah dan pergeseran apeks gigi, derajat kerusakan alveolar, tahap pembentukan

gigi permanen.8

Akibat atau kelanjutan dari trauma gigi sulung, antara lain nekrosis pulpa pada gigi

sulung dengan diskolorasi, resorpsi internal dari gigi sulung, ankilosis gigi sulung

yang membutuhkan pengangkatan dengan operasi, hipoplasia atau hipomineralisasi

gigi tetap, dilacerasi mahkota atau akar, resorpsi benih gigi tetap, kista, dan

18

Page 19: 8. Trauma Pada Gigi Anak

perubahan arah erupsi gigi tetap.1,3,8 Pilihan perawatan yang dapat dilakukan seperti

menutup gigi yang diskolorasi dengan resin komposit, pembuangan bagian mahkota

atau akar gigi yang mengalami dilacerasi.3,8

Gambar 6. Gangguan pertumbuhan email gigi tetap karena intrusi gigi sulung9

II.5.2 Trauma pada gigi permanen

Sebagian besar kasus trauma gigi tetap dapat dirawat dengan prognosis baik. Tujuan dan

prinsip perawatannya dapat dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu darurat ( untuk

mempertahankan vitalitas pulpa, reduksi dan imobilisasi gigi yang goyang, profilaksis

tetanus); intermediet (perawatan pulpa dan restorasi mahkota invasif yang minimal);

permanen (apksifikasi, modifikasi gingiva, restorasi mahkota yang permanen).3 Kasus

trauma membutuhkan follow up untuk memeriksa adanya komplikasi, dengan inetrval

pemeriksaan tergantung tingkaat keparahan. Setiap pemeriksaan, diperhatikan mobilitas,

perkusi, sensitifitas, dan pemeriksaan radiograf.3

Fraktur pada gigi permanen

1. Infraksi enamel

Berupa retak pada email tanpa kehilangan struktur gigi yang dapat dilihat dengan

transluminasi.1,8 Tidak ada perawatan khusus yang dilakukan pada trauma ini,

hanya dilakukan kontrol rutin untuk mengetahui vitalitas pulpa, dengan tes

sensibilitas pulpa dan radiograf periapikal sesaat setelah trauma, setelah 3 dan 12

bulan.8

2. Fraktur mahkota sederhana

Merupakan jenis fraktur mahkota yang tidak melibatkan pulpa.1,3,7,8 Tampilan

yang paling sering berupa fraktur oblik dari sudut mesial ataupun distal insisif.

19

Page 20: 8. Trauma Pada Gigi Anak

Pada pemeriksaan gigi, karena kerusakan mahkota tidak luas dan trauma ringan

maka diagnosis pulpa dan prognosis tidak akurat. Pasien harus diberitahu

mengenai hal tersebut dan diperingatkan bahwa suatu saat dapat terjadi perubahan

pulpa yang kurang menguntungkan.3

Perawatan yang dilakukan berupa pengasahan bagian fraktur mahkota yang tajam

dan direstorasi dengan resin komposit.1,3,8 Untuk fraktur yang telah melibatkan

dentin dan menyebabkan hiperemia pulpa, perlu dilakukan pemeriksaan radiograf

untuk mengetahui ukuran ruang pulpa dan hubungan ruang pulpa dengan posisi

fraktur.3 Pemeriksaan ulang dilakukan setelah 6-8 minggu. Selain itu, dilakukan

tes sensibilitas pulpa setelah 3, 6, dan 12 bulan, dan kemudian setiap tahun

dengan pemeriksaan radiograf setiap pertemuan.8 Sangat penting untuk menutup

dentin gigi yang terbuka secepat mungkin untuk menghindari iritasi pulpa via

tubulus dentin. Orang tua diingatkan untuk selalu memantau terjadinya perubahan

warna gigi pada anak.3,8

Prognosis fraktur mahkota secara umum baik. Kemungkinan terjadinya nekrosis

pulpa adalah 54 % tanpa perlindungan dentin dan 8 % dengan perlindungan

dentin.8

3. Fraktur mahkota kompleks

Merupakan jenis fraktur yang telah melibatkan email, dentin, dan pulpa, dimana

penyembuhan tidak dapat terjadi secara spontan dan bila tidak dirawat dapat

mengakibatkan nekrosis pulpa.3,8 prinsip perawatannya adalah perlindungan

terhadap pulpa untuk mempertahankan pertumbuhan dan perkembang akar.1

Berdasarkan kondisi pulpa terbuka, rencana perawatan yang mungkin dapat

dilakukan adalah pulp capping, pulpotomi, pulpektomi, apeksifikasi, dan

pencabutan.3

Prognosis gigi yang dirawat bergantung pada keakuratan diagnosis yang dibuat

untuk setiap kasus. Setelah perwatan pulpa selesai, harus dipikirkan restorasi yang

dibuat untuk gigi tersebut.3

4. Fraktur mahkota-akar sederhana

Setelah dilakukan pengangkatan bagian fraktur gigi, perlu dilihat batas fraktur dan

gingival margin. Bila ternyata, batas patahan terletak di bawah margin gingival,

20

Page 21: 8. Trauma Pada Gigi Anak

perlu dilakukan gingivoplasti atau ekstrusi bagian akar sebelum dibuatkan

restorasi tetapnya.1

5. Fraktur mahkota-akar kompleks

Fraktur jenis ini umumnya disertai nekrosis pulpa, sehingga dibutuhkan perwatan

endodontik.1,8 perawatan yang dapat dilakukan berupa pulpektomi atau

apeksifikasi bila apeks gigi belum menutup.3,8

Kontrol dilakukan setiap 3- 6 bulan sekali. Pembentukan lapisan terkalsifikasi

kira-kira 18 bulan (pada apeksifikasi), setelah itu dapat dilakukan obturasi saluran

akar.8

6. Fraktur akar dengan atau tanpa kehilangan struktur korona gigi

Adalah jenis fraktur yang melibatkan email, dentin, dan sementum dengan atau

tanpa melibatkan pulpa.8 Frekuensi fraktur akar paling banyak terjadi pada 1/3

tengah atau apikal dari akar gigi. Fragmen koronalnya dapat mengalami ekstrusi

atau luksasi. Untuk memeriksa kemungkinan terjadinya fraktur akar horizontal,

dilakukan pengubahan sudut vertikal dari radiograf periapikal.

Bila terjadi pergeseran pada bagian mahkota, fragmen mahkota harus segera

direposisi secepat mungkin dengan penekanan ringan. Fraktur akar disertai

kegoyangan perlu dilakukan splinting untuk mempertahankan posisinya, kecuali

untuk kasus fraktur akar pada 1/3 apikal.1 Splinting dilakukan selama 2-3 bulan.

Gigi dengan fraktur akar 1/3 tengah dan apikal akar, dilakukan perawatan

endodontik pada fragmen koronalnya sehingga diharapkan akan terbentuk

jaringan penghubung diantaranya.9 Namun, untuk kasus fraktur akar 1/3 servikal,

perawatan dilakukan dengan pengambilan fragmen koronalnya diikuti ekstrsui

fragmen apikal.9 Terdapat tiga kategori penyembuhan yang akan terjadi, yaitu

penyembuhan dengan jaringan terkalsifikasi (gambar 7A), penyembuhan dengan

jaringan penghubung (masih terlihat adanya garis radiolusensi, gambar 7B),

penyembuhan dengan tulang dan jaringan penghubung (gambar 7C), terbentuknya

jaringan granulasi yang menandakan terjadi nekrosis pulpa korona (gambar 7D).1,8

Prognosis untuk perawatan fraktur akar akan baik bila fragmen fraktur berdekatan

atau menempel, imobilisasi dapat sempurna, tidak ada infeksi, dan garis fraktur

tidak mendekati 1/3 servikal.3

21

Page 22: 8. Trauma Pada Gigi Anak

Gambar 7. Penyembuhan paska fraktur akar.9

Luksasi pada gigi permanen1

1. Konkusi

Tekanan yang terjadi dapat mengakibatkan edema dan pendarahan pada ligamen

periodontal dan gigi sensitif terhadap perkusi.

2. Subluksasi

Berbeda dengan konkusi, pada subluksasi terdapat rupturnya beberapa serat

ligamen periodontal dan gigi menjadi goyang. Perawatan yang dilakukan meliputi

diet lunak selama 7 hari, imobilisasi dengan splinting, berkumur dengan

clorhexidine 0,2 % dua kali sehari.

3. Luksasi lateral

Merupakan kerusakan jaringan periodontal yang melibatkan adanya mobilitas dan

pergeseran gigi ke arah lingual atau palatal dan labial. Pada luksasi lateral ini,

umumnya disertai kerusakan tulang soket berupa comminution. Dapat dilakukan

reposisi lembut, splinting pada gigi selama 2-3 minggu, makanan lunak selama 2-

3 minggu, dan kumur-kumur clorhexidine.

4. Luksasi ekstrusi

22

Page 23: 8. Trauma Pada Gigi Anak

Merupakan kerusakan pada jaringan periodontal yang menyebabkan pergeseran

gigi dari soketnya kearah koronal. Dapat dilakukan splinting selama 2 – 3

minggu.

5. Luksasi intrusi

Merupakan kerusakan pada jaringan periodontal yang melibatkan masuknya

bagian akar gigi ke dalam soket. Karena pada umumnya terjadi komplikasi berupa

nekrosis pulpa, dapat dilakukan perawatan saluran akar (PSA). Pada gigi yang

belum terbentuk sempurna pada bagian akarnya, biasanya dapat terjadi reerupt

dan kembali ke posisi awal setelah beberapa minggu /bulan.

5. Avulsi

Replantasi merupakan perawatan yang selalu diusahakan untuk dilakukan pada

kasus ini, meskipun hanya menawarkan solusi sementara karena adanya reorpsi

eksterna terinflamasi. Penyembuhan yang sempurna setelah replantasi hanya

terjadi bila terdapat kerusakan yang minimal pada pulpa dan ligamen periodontal.

Perawatan yang diberikan dibedakan menjadi perawatan darurat berupa instruksi

kepada orang yang paling dekat dengan pasien untuk segera memasukkan kembali

gigi ke dalam soket atau menyimpannya di tempat yang bersih atau dalam larutan

saline, perawatan segera berupa replantasi gigi ke dalam soketnya, dan kontrol

rutin. Kontrol dilakukan sekaligus untuk melepaskan splint, setelah 7-10 hari.

Gigi yang avulsi lebih dari 1 jam, kemungkinan telah mengalami nekrosis pulpa

dan perlu dilakukan perawatan endodontik.

Perawatan Trauma pada gigi tetap berdasarkan kelas-kelasnya3,10

1. Kelas 1 : Fraktur makhota sederhana

Perawatan daruratnya yaitu dengan pengasahan gigi yang tajam akibat fraktur,

diikuti dengan pemberian varnish atau cairan fluor. Pemeriksaan ulang dilakukan

setelah 6-8 minggu. Tes vitalitas dilakukan 2-3 bulan kemudian. Perubahan warna

menjadi abu-abu atau biru dapat terlihat dan menandakan terdapatnya kematian

jaringan pulpa. Sedangkan restorasi tetapnya dapat berupa tumpatan sewarna gigi

dengan atau tanpa sinar serta mahkota akrilik/porselen.

23

Page 24: 8. Trauma Pada Gigi Anak

2. Kelas 2 : Fraktur mengenai dentin namun tidak mengenai pulpa

Perawatan darurat awal yaitu pembersihan daerah fraktur dengan air hangat,

isolasi dan keringkan daerah fraktur, letakkan kalsium hidroksid pada dentin

tanpa tekanan, tutup dengan semen fosfat, restorasi sementara dengan mahkota

selulose yang diisi bahan tumpat sewarna, dan mahkota stainless steel siap pakai,

dilanjutkan dengan pemeriksaan ulang setelah 6-8 minggu.

Perawatan darurat akhirnya yaitu buka restorasi sementara, bersihkan gigi dari

semen dan kalsium hidroksid, cuci dengan air hangat, keringkan dan lakukan tes

vitalitas, bila gigi masih vital langsung dibuatkan restorasi tetap sementara

(restorasi gigi tetap yang dapat bertahan 5-10 tahun), apabila gigi non-vital

lakukan perawatan saluran akar.

3. Kelas 3 : Fraktur mahkota mengenai ruang pulpa

Perawatan pada kasus ini sangat bergantung pada keadaan pulpa, oleh karena itu

pemeriksaan radiografik penting untuk dilakukan. Rencana perawatan bergantung

pada besarnya bagian pulpa yang terbuka, ada tidaknya perdarahan, lamanya

pulpa terbuka, vitalitas pulpa, serta proses pembentukan akar, bergesernya akar,

dan fraktur akar. Teknik perawatan yang mungkin dilakukan pada tahap ini yaitu

pulp capping, pulpotomi, pulpektomi (perawatan saluran akar), apeksifikasi, dan

pencabutan.

4. Kelas 4 : Trauma yang menyebabkan gigi non-vital, dengan atau tanpa

kehilangan jaringan mahkota

Ada tiga kemungkinan kasus pada kelas 4 yaitu gigi vital atau gigi dengan

jaringan pulpa yang sehat namun terbuka lebar sehingga gigi akan menjadi non-

vital; gigi non vital dengan pulpa terbuka akibat fraktur; serta gigi non vital

namun kamar pulpa tidak terbuka. Indikasi perawatannya yaitu gigi tersebut harus

berpotensi dan dapat dirawat secara asepsis, pasien berusia muda dan sehat,

kerusakan jaringan periodontal tidak boleh lebih dari 1/3 apikal, sisa jaringan gigi

cukup kuat untuk menopang restorasi, pembentukan bagian apeks memungkinkan

untuk dilakukan pengisian. Berdasarkan faktor tersebut maka pilihan

perawatannya yaitu devitalisasi pulpektomi, pulpektomi, apeksifikasi bila apeks

24

Page 25: 8. Trauma Pada Gigi Anak

belum menutup. Lakukan observasi pasca perawatan setelah 6-9 bulan dan bila

kelainan berkurang buat restorasi tetapnya, bila gigi berubah warna lakukan

bleaching atau pembuatan full veneer crown.

5. Kelas 5 : gigi avulsi akibat trauma

Perawatannya yaitu pembuatan gigi tiruan lepas atau cekat tergantung dari

kasusnya.

6. Kelas 6 : Fraktur akar dengan atau tanpa kehilangan struktur korona gigi

Perawatannya yaitu stabilisasi, namun hal ini sangat tergantung dari kasusnya.

Hal ini dapat dilihat secara foto Ro dan dengan derajat kegoyangan gigi.

Prognosis akan baik apabila fragmen fraktur berdekatan atau menempel,

imobilisasi dapat sempurna, tidak ada infeksi, kesehatan baik, dan garis fraktur

tidak mendekati 1/3 servikal. Stabilisasi dilakukan selama 8-12 minggu.

7. Kelas 7 : Gigi bergeser tanpa fraktur akar

Trauma jenis ini dapat berupa gigi goyang, intrusi, ekstrusi, atau lepas dari

soketnya. Perawatannya yaitu stabilisasi dan apabila memungkinkan replantasi.

8. Kelas 8 : Fraktur korona “en masse” dan gigi berada pada tempatnya.

Perawatannya berupa dilakukan perawatan saluran akar diikuti dengan dowel

crown.

Kelanjutan dan prognosis trauma gigi permanen9

Perawatan yang telah dilakukan sebaiknya diikuti dengan control rutin untuk

observasi terhadap keadaan gigi pasien. Interval antara waktu pemeriksaan dan

kontrol bervariasi tergantung tingkat keparahan trauma yang dihasilkan. Pada

umumnya, observasi dilakukan selama tahun pertama trauma. Evaluasi gigi

permanent setidaknya dilakukan hingga semua perawatan selesai dilakukan, meliptui

tes sensitivitas, perkusi, mobilitas, dan inspeksi terhadap adanya perubahan warna

gigi. Terkadang, pemeriksaan radiograf diperlukan untuk melihat keadaan

periradikular dan perubahan ruang pulpa.

Pada infraksi email dan fraktur mahkota sederhana, perlu diperhatikan

kemungkinan terjadinya nekrosis pulpa ditandai inflamasi periapikal atau diskolorasi

keabuan.

25

Page 26: 8. Trauma Pada Gigi Anak

Pulpotomi dan pulp capping adalah dua perawatan standar yang dilakukan pada

kasus fraktur mahkota kompleks dengan tingkat keberhasilan lebih dari 90 %.

Sedangkan untuk kasus fraktur akar, sekitar 80 % nya masih memiliki pulpa yang

kembali tervaskularisasi.

Komplikasi yang dapat terjadi pada kasus luksasi antara lain obliterasi kamar

pulpa, nekrosis pulpa, dan resorpsi akar. Obliterasi adalah istilah yang digunakan

untuk menjelaskan pembentukan jaringan keras pada ruang pulpa dan saluran akar,

menyebabkan menyempitnya ruang pulpa dan saluran akar yang dapat dilihat di

radiograf. Komplikasi ini biasanya terlihat setelah 5-20 tahun.

Untuk menghindari resorpsi akar terinfeksi pada kasus replantasi gigi, sebaiknya

dilakukan perawatan saluran akar setelah 1- 2 minggu sejak terjadinya trauma (pada

kondisi foramen apikal yang tertutup). Sedangkan pada kasus foramen apikal yang

terbuka, dapat diharapkan terjadinya revaskularisasi pulpa dengan perkiraan jaringan

pulpa dapat tetap hidup bila keluar dari soket kurang dari 3 jam. Oleh karena itu, gigi

yang avulsi dalam waktu kurang dari 3 jam, dapat dilakukan penundaaan perawatan

saluran akar hingga ada tanda-tanda nekrosis pulpa.

Trauma pada jaringan tulang pendukung2

1. Comminution of alveolar socket

Terjadinya tekanan dan keretakan pada soket tulang alveolar akibat adanya intrusi

ataupun luksasi lateral (gambar 6A).

2. Fracture of alveolar socket wall

Farktur yang terjadi pada dinding alveolar socket bagian vestibula maupun

lingual. Biasanya terjadi pada gigi insisif atas yang melibatkan beberapa gigi.

Umumnya dilakukan palpasi untuk menentukan lokasi fraktur (gambar 6B,C).

3. Fracture of alveolar process

Fraktur yang terdapat pada prosesus alveolaris dengan atau tanpa melibatkan

soket gigi (gambar 6D, E).

4. Fracture of mandible and maxilla

26

Page 27: 8. Trauma Pada Gigi Anak

Farktur yang melibatkan dasar dari tulang maksila maupun mandibula yang

terkadang melibatkan prosesus alveolaris. Fraktur mungkin melibatkan soket gigi

(gambar 6F,G).

Gambar 8. Macam-macam fraktur pada tulang pendukung2

Trauma pada jaringan lunak2

1. Lacerasi yaitu berupa sobeknya bagian jaringan lunak seperti bibir atupun oral

mukosa (gambar 9A).

2. Contussio yaitu berupa memar pada jaringan lunak gigi (gambar 9B).

3. Abrassi yaitu berupa luka lecet pada jaringan lunak gigi akibat terkikis benda

yang menjadi objek trauma (gambar 9C).

Perawatan yang dapat dilakukan pada jaringan lunak gigi ini dapat berupa

penghentian pendarahan, reposisi jaringan ke tempat semula yang dilanjutkan dengan

suturing atau penjahitan luka.

Gambar 9. Trauma jaringan lunak2

II.6 Pencegahan trauma gigi

27

Page 28: 8. Trauma Pada Gigi Anak

Pada bagian sebelumnya, telah dijelaskan mengenai prevalensi terjadinya trauma dan

faktor-faktor predisposisi apa saja yang dapat menyebabkan terjadinya trauma pada gigi

anak. Pencegahan trauma ini dapat dilakukan untuk meminimalisir berbagai faktor

predisposisi yang dapat menyebabkan trauma gigi anak. Namun dari semua itu, cara

terbaik untuk mencegah trauma dental pada anak adalah mengedukasi orang tua atau

siapapun yang bertanggung jawab mengawasi anak untuk meminimalisasi situasi

lingkungan di sekitar anak yang dapat membahayakan anak. Menurut American

Academy of Pediatrics (AAP) dan Caring for Our Children: National Health and Safety

Performance Standards: Guidelines for Out-of-Home Child Care, cara-cara berikut dapat

diterapkan untuk menghindari terjadinya trauma dental pada anak:

Mencegah anak memanjat benda-benda seperti furniture, tangga, dsb.

Mengurangi penggunaan peralatan seperti walkers atau trampoline

Membersihkan lantai dan pintu dari mainan, sampah atau kabel

Merekatkan pelindung sudut pada furniture

Memastikan arena bermain dilengkapi bantalan di bawah semua peralatannya

Memastikan anak memakai helm jika bersepeda atau bersepatu roda.

Selain pencegahan tersebut, alat pencegahan trauma yang dapat digunakan adalah

pelindung mulut (mouth protector). Pelindung mulut biasanya digunakan oleh orang

dewasa muda yang ikut serta dalam kegiatan olahraga kontak.11 Pelindung mulut sangat

dianjurkan untuk anak tertentu yang mempunyai resiko trauma tinggi selama olahraga

kontak, misalnya bagi mereka yang mempunyai overjet insisif yang besar dan bibir yang

tidak mampu berfungsi semestinya. Terdapat tiga macam pelindung mulut yang

digunakan :11

1. Karet pelindung siap pakai

Dibuat dari karet dan digunakan oleh petinju, tidak dianjurkan untuk anak karena

tidak begitu kuat dalam mulut, hanya ditahan oleh gigi geligi antagonis pada

posisinya.

2. Pelindung dibuat dalam mulut (protector mouth formed)

- Pelindung yang dibuat dari dua macam resin dan ditempatkan dalam mulut, resin

yang mengeras dalam mulut tetapi tetap kenyal pada temperatur mulut (Coe

Dental Guard).

28

Page 29: 8. Trauma Pada Gigi Anak

- Suatu lapisan yang terbuat dari bahan Polyvinil acetate-polyethylene, 3mm

tebalnya, dilunakkan dengan memasukkannya ke dalam air panas, ditempatkan

dalam mulut, dan dibentuk oleh lidah dan jari-jari (Coe Rediguard).

Kedua jenis pelindung ini memberikan perlindungan yang sangat memuaskan, jika

cara pemasangannya dalam mulut akurat.

3. Pelindung dibuat pada model (Custom made protector)

Paling memuaskan karena dibuat di atas model yang akurat dai gigi-gigi rahang atas

pasien; akan tetapi, karena dibuat secara profesional, maka harganya paling mahal.

Tersedia dari berbagai bahan, tapi yang sering digunakan adalah polyvinyl acetate

polyethylene dalam lembaran setebal 3-6 mm.

Persyaratan mouth protector yang baik adalah:

- Sesuai dengan kontur gigi-geligi dan tulang alveolar dalam lengkung rahang

- Tidak terlalu besar sehingga tidak mengganggu pernafasan/bicara

- Tidak mudah lepas

- Tidak berbahaya bila alat pecah

- Pada anak-anak, bahan untuk pembuatan alat harus mudah dibentuk, sehingga kontak

alat dengan jaringan keras dan lunak rongga mulut cukup baik

- Tidak menekan jaringan lunak

- Mudah dibersihkan

- Mudah dibuat 3

Kelemahan yang dimiliki olh pelindung mulut siap pakai (ready made), antara lain

menekan mukosa, tidak dapat dibuat senyaman mungkin untuk anak, dapat mengganggu

fungsi bicara dan bernafas, dan gigi harus selalu dalam keadaan oklusi saat pemakaian.12

Gambar 10. Contoh pelindung mulut untuk olahraga13 Gambar 11. Pelindung mulut custom made14

29

Page 30: 8. Trauma Pada Gigi Anak

Gambar 12. Contoh mouth protector15

Untuk melindungi kepala, rahang atas serta rahang bawah dapat juga ditambahkan alat

pelindung berupa helm yang diperluas ke daerah rahang atas dan bawah, alat ini juga

dipakaikan pada anak-anak yang melakukan olahraga denga resiko jatuh dan trauma pada

kepala, misalnya permainan skate board, sepatu roda, dan lain-lain.

BAB III

30

Page 31: 8. Trauma Pada Gigi Anak

KESIMPULAN

Trauma pada gigi anak biasa terjadi pada saat anak mulai belajar berjalan yaitu pada

usia 1,5 sampai 3 tahun dikarenakan aktivitas yang mulai meningkat dan belum

sempurnanya koordinasi antar anggota tubuh. Pengetahuan serta tindakan darurat dari

dokter gigi saat terjadinya trauma pada anak sangat menentukan keberhasilan perawatan

dan komplikasi yang akan terjadi pada masa yang akan datang. Trauma pada anak dapat

terkena pada gigi sulung maupun gigi tetap dengan penatalaksanaan yang berbeda.

Fraktur pada gigi dapat mengenai enamel, dentin, pulpa maupun pada akar serta juga

dapat mengakibatkan lepasnya gigi dari soketnya sehingga dapat mengganggu fungsi

mulut pasien. Setelah dilakukan perawatan, periodic re-call sangat penting guna

mengevaluasi keberhasilan perawatan. Selain itu, bila aktivitas anak beresiko untuk

terjadinya trauma, dapat digunakan alat bantu berupa mouth protector pada saat

berolahraga.

DAFTAR PUSTAKA

31

Page 32: 8. Trauma Pada Gigi Anak

1. Welbury, Richard R. Paediatric Dentistry. 1997. New York : Oxford University Press. p. 221-249.

2. S.B Finn. Clinical Pedodontics. 4th ed. WB. Saunders co. 1973. p. 224-270.

3. Soenawan H., Suharsini M. Trauma Gigi Anterior Pada Anak. Diktat kuliah IKGA. 2003. Falkutas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia.

4. http://images.search.yahoo.com/images/view?back=http%3A%2F%2Fimages.search. 30/03/09. pk.19.00.

5. http://dentalresource.org/topic50trauma.html. 30/03/09 . pk.19.00.

6. Ellis RG, Davey KW. The Classification and to the Teeth, Treatment of Injuries of Children. 5th Ed. 1970. Chicago : Year book Medical Pub.

7. Mathewson, Richard J. Fundamentals of Pediatric Dentistry. 3rd ed. 1995. USA : Quintessence books. p. 285-286.

8. Cameron, Angus C and Richard P. Widmer (editor). Handbook of Pediatric Dentistry. 2nd ed. 2003. London : Mosby. p. 90-117.

9. Koch, Goran and Sven Poulsen (editor). Pediatric Dentistry- a clinical approach. 2003. Copenhagen : Blackwell Munksgaard. p. 386-395.

10. J.R Pinkham: Pediatric Dentistry, Infancy through Adolescence, 3th ed,. WB. Saunders Co,1999. p. 531-545.

11. Andlaw, RJ and W.P. Rock. Perawatan Gigi Anak. Agus Djaya (alih bahasa). Ed. 2. 1992. Jakarta : Widya Medika. Hal. 195,197.

12. http://dentalwebworks.com/clients/drsatko/custommouthguards.html .01/04/09. pk.10.30.

13. www.cadillacfamilydental.com . 1/04/09. Pk.10.00.

14. http://images.google.com/imgres?imgurl=http://www.gkcds.org/sitebuildercontent/ sitebuilderpictures/mouth_protector.jpg&imgrefurl=. 01/04/09. Pk.10.00.

15. http://www.klmahajan.com/mouth-guards.html . 01/04/09 . pk. 10.00.

32