Trauma Akustikcxbx

4
Trauma akustik Trauma akustik adalah setiap perlukaan yamg merusak sebagian atau seluruh alat pendengaran yang disebabkan oleh pengaruh pajanan tunggal atau beberapa pajanan dari bising dengan intensitas yang sangat tinggi, ledakan- ledakan atau suara yang sangat keras, seperti suara ledakan meriam yang dapat memecahkan gendang telinga, merusakkan tulang pendengaran atau saraf sensoris pendengaran. Patofisiologi Trauma Akustik Trauma akustik merupakan gangguan dengar yang disebabkan oleh paparan gelombang suara tunggal dengan waktu singkat yang dapat menimbulkan penurunan pendengaran permanen tanpa didahului oleh perubahan ambang dengar sementara (temporary treshold shift / TTS) (Dobie R.A, 2006; Kujawa S.G., 2008). Pada banyak kasus, gangguan dengar yang disebabkan oleh trauma akustik bersifat sementara, hanya beberapa jam sampai beberapa hari dan kemudian kembali ke normal lagi. Sehingga secara umum para penderita trauma akustik tidak mengeluh/berobat ke dokter THT, dan seringkali kelainan tersebut terdeteksi pada saat pemeriksaan audiometri. Gangguan dengar yang disebabkan oleh trauma akustik dan trauma kepala umumnya menyebabkan 2 tipe gejala, yakni gangguan dengar sementara dan gangguan dengar permanen (Sataloff, 1993). Apabila penurunan ambang dengar terjadi dalam beberapa minggu, maka gangguan dengar tersebut bersifat permanen, dan bila penurunan ambang dengar mencapai 70 dB serta mencakup pula frekuensi percakapan, maka dipastikan telah terjadi kerusakan pada serabut saraf pendengaran dan telinga dalam sehingga mengakibatkan ketulian permanen (Sataloff, 1993).

description

sgsdgd

Transcript of Trauma Akustikcxbx

Trauma akustik Trauma akustik adalah setiap perlukaan yamg merusak sebagian atau seluruh alat pendengaran yang disebabkan oleh pengaruh pajanan tunggal atau beberapa pajanan dari bising dengan intensitas yang sangat tinggi, ledakan-ledakan atau suara yang sangat keras, seperti suara ledakan meriam yang dapat memecahkan gendang telinga, merusakkan tulang pendengaran atau saraf sensoris pendengaran.

Patofisiologi Trauma Akustik Trauma akustik merupakan gangguan dengar yang disebabkan oleh paparan gelombang suara tunggal dengan waktu singkat yang dapat menimbulkan penurunan pendengaran permanen tanpa didahului oleh perubahan ambang dengar sementara (temporary treshold shift / TTS) (Dobie R.A, 2006; Kujawa S.G., 2008). Pada banyak kasus, gangguan dengar yang disebabkan oleh trauma akustik bersifat sementara, hanya beberapa jam sampai beberapa hari dan kemudian kembali ke normal lagi. Sehingga secara umum para penderita trauma akustik tidak mengeluh/berobat ke dokter THT, dan seringkali kelainan tersebut terdeteksi pada saat pemeriksaan audiometri. Gangguan dengar yang disebabkan oleh trauma akustik dan trauma kepala umumnya menyebabkan 2 tipe gejala, yakni gangguan dengar sementara dan gangguan dengar permanen (Sataloff, 1993). Apabila penurunan ambang dengar terjadi dalam beberapa minggu, maka gangguan dengar tersebut bersifat permanen, dan bila penurunan ambang dengar mencapai 70 dB serta mencakup pula frekuensi percakapan, maka dipastikan telah terjadi kerusakan pada serabut saraf pendengaran dan telinga dalam sehingga mengakibatkan ketulian permanen (Sataloff, 1993). Penelitian Covel dan kawan-kawan (Davis et al, 1953; Eldrege et al, 1958) menetapkan skala derajat kerusakan didalam telinga dalam, yakni :

EtiologiPaparan suara yang berlebihan apalagi berupa suara ledakan dapatmenyebabkan kerusakan organ korti. Salah satu efek bising pada pendengaranadalah trauma akustik akut yaitu kerusakan organ pendengaran yang bersifatsegera setelah terjadi paparan energi suara yang berlebihan, seperti bising mesin,suara jet, konser rock, gergaji mesin dan letusan senjata.Terdapat berbagai cara bising dapat merusak telinga dalam. Pemaparan bisingyang sangat keras lebih dari 150 dB, seperti pada ledakan, dapat menyebabkantuli sensorineural ringan sampai berat. Biasanya tuli timbul pada cara pemaparanyang lebih halus dan progresif sampai pemaparan bising keras intermitten yangkurang intensif atau pemaparan kronis bising yang kurang intensif. Pemaparansingkat berulang ke bising keras intermitten dalam batas 120-150 dB, sepertiyang terjadi akibat pemaparan senjata api atau mesin jet, akan merusak telingadalam. Pemaparan kronis berupa bising keras pada pekerja dengan intensitasbising di atas 85 dB, seperti yang terjadi akibat mengendarai traktor atau mobilsalju atau gergaji rantai, merupakan penyebab tersering dari tuli sensorineuralyang diakibatkan oleh bising. Di samping itu, pada lingkungan yang besar,seseorang dapat terpapar bising diatas 90 dB pada waktu mendengarkan musikdari sistem suara stereofonik atau panggung musik.

PenatalaksanaanTidak ada pengobatan yang spesifik dapat diberikan pada penderita dengantrauma akustik. Oleh karena tuli karena trauma akustik adalah tuli saraf kokleayang bersifat menetap(irreversible).Apabila penderita sudah sampai pada tahapgangguan pendengaran yang dapat menimbulkan kesulitan berkomunikasi makadapat dipertimbangkan menggunakan ABD (alat bantu dengar) atau hearing aid.Pada pasien yang gangguan pendengarannya lebih buruk harus dibantu denganpenanganan psikoterapi untuk dapat menerima keadaan. Latihan pendengarandengan alat bantu dengar dibantu dengan membaca ucapan bibir, mimik, anggotagerak badan, serta bahasa isyarat agar dapat berkomunikasi. Selain itu diperlukanjuga rehabilitasi suara agar dapat mengendalikan volume, tinggi rendah dan iramapercakapan.Pencegahan dapat dilakukan untuk menghindari terjadinya tuli pada traumaakustik. Bising dengan intensitas lebih dari 85 dB dalam waktu tertentu dapatmengakibatkan ketulian, oleh karena itu bising dilingkungan kerja harusdiusahakan lebih rendah dari 85 dB. Hal tersebut dapat dilakukan denganberbagai cara antara lain dengan meredam sumber bunyi, sumber bunyidiletakkan di area yang kedap suara.Apabila bekerja di daerah industri yang penuh dengan kebisingan menetap,maka dianjurkan untuk menggunakan alat pelindung bising seperti sumbattelinga, tutup telinga dan pelindung kepala, Ketiga alat tersebut terutamamelindungi telinga terhadap bising berfrekuensi tinggi yang masing-masingmempunyai keuntungan dan kerugian . Sumbatan telinga efektif digunakan padalevel kebisingan rendah sekitar 10 dB hingga 32 dB. Adakalanya tutup telingalebih efektif daripada sumbatan telinga khususnya pada pekerja yang berpindah-pindah tempat. Sedangkan pelindung kepala selain sebagai pelindung telingaterhadap bising juga sekaligus sebagai pelindung kepala.Bila terjadi tuli bilateral berat yang tidak dapat dibantu dengan a1at bantudengar maka dapat dipertirnbangkan dengan memasang implan koklea. Implankoklea ialah suatu perangkat elektronik yang mempunyai kemampuanmemperbaiki fungsi pendengaran sehingga akan meningkatkan kemampuanberkomunikasi penderita tuli saraf berat dan tuli saraf bilateral.