Transfusi Darah Kelompok Xlc Edit

36
TRANSFUSI DARAH A. Darah Darah terdiri dari dua komponen yaitu: a) Sel darah Sel darah yaitu eritrosit, granulosit, monosit, dan trombosit. Fungsi darah yaitu sebagai organ transportasi, khususnya oksigen (O2) yang dibawa dari paru- paru dan diedarkan ke seluruh tubuh dan kemudian mengangkut sisa pembakaran (CO2) dari jaringan untuk dibuang keluar melalui paru- paru. Fungsi pertukaran O2 dan CO2 ini dilakukan oleh hemoglobin, yang terkandung dalam sel darah merah. Darah juga berfungsi sebagai organ pertahanan tubuh atau system imunologik, khususnya dalam menahan invasi berbagai jenis mikroba patogen dan antigen asing. Mekanisme pertahanan ini dilakukan oleh leukosit (granulosit dan limfosit) serta protein plasma khusus (immunoglobulin).

Transcript of Transfusi Darah Kelompok Xlc Edit

TRANSFUSI DARAH

A. Darah

Darah terdiri dari dua komponen yaitu:

a) Sel darah

Sel darah yaitu eritrosit, granulosit, monosit, dan trombosit. Fungsi darah

yaitu sebagai organ transportasi, khususnya oksigen (O2) yang dibawa dari paru-

paru dan diedarkan ke seluruh tubuh dan kemudian mengangkut sisa pembakaran

(CO2) dari jaringan untuk dibuang keluar melalui paru- paru. Fungsi pertukaran

O2 dan CO2 ini dilakukan oleh hemoglobin, yang terkandung dalam sel darah

merah. Darah juga berfungsi sebagai organ pertahanan tubuh atau system

imunologik, khususnya dalam menahan invasi berbagai jenis mikroba patogen dan

antigen asing. Mekanisme pertahanan ini dilakukan oleh leukosit (granulosit dan

limfosit) serta protein plasma khusus (immunoglobulin).

Peranan darah dalam menghentikan perdarahan atau mekanisme

homeostasis sebagai upaya untuk mempertahankan volume darah apabila terjadi

kerusakan pada pembuluh darah. Fungsi ini dilakukan oleh mekanisme

fibrinolisis, khususnya jika terjadi aktifitas homeostasis yang berlebihan. Apabila

terjadi pengurangan darah yang cukup bermakna akibat kelainan bawaan ataupun

karena penyakit yang didapat, yang tidak dapat diatasi oleh mekanisme

homeostasis tubuh dalam waktu singkat maka diperlukan penggantian dengan

jalan transfusi darah, khususnya dari komponen yang diperlukan. Untuk

mengetahui jumlah volume darah seseorang, biasanya digunakan patokan berat

badan. Makin aktif secara fisik seseorang makin besar pula volume darahnya

untuk setiap kilogram berat badannya. Berikut ini adalah jumlah volume darah

seseorang berdasarkan berat badan:

Usia ml/kgBBPrematur 95Cukup bulan 85Anak kecil 80Anak besar 75 sampai 80DewasaPria 75Wanita 65

b) Plasma

Plasma merupakan bagian berupa cairan, didalamnya terkandung albumin,

globulin, faktor pembekuan, transferin, seruloplasmin, kinin, enzim, polipeptida,

glukosa, asam amino, lipid, mineral, dan beberapa hormon.

B. Golongan Darah

Berdasarkan sistem antigen telah dikenal lebih dari 20 golongan darah

untuk kepentingan klinik hanya dikenal 2 sistem penggolongan darah yaitu sistem

ABO dan sistem Rh. Sebagian besar pasien mempunyai sistem Rh+ (85%) dan

sisanya (15%) sistem Rh-. Jenis golongan darah beserta antigen dan antibodinya

dapat dilihat sebagai berikut :

Jenis Antigen Antibodi

Golongan A A Anti B

Golongan B B Anti A

Golongan AB A dan B -

Golongan O - Anti A dan Anti B

Apabila seseorang dengan golongan darah A yang memiliki antigen A

ditransfusi dengan seseorang dengan golongan darah B akan terjadi suatu reaksi

imunologi antara antigen dan antibodi. Sehingga dapat terjadi reaksi hemolitik.

Maka dari mengetahui golongan darah sangat penting untuk melakukan transfusi

agar mencegah terjadinya reaksi transfusi.

C. Transfusi Darah

Transfusi darah pada hakikatnya adalah pemberian darah atau komponen

darah dari satu individu (donor) ke individu lainnya (resipien). Tujuan dilakukan

transfusi adalah:

a) Mengembalikan dan mempertahankan volume darah normal pada peredaran

darah.

b) Mengganti kekurangan komponen seluler atau kimia darah.

c) Meningkatkan oksigenasi jaringan.

Secara umum dari beberapa panduan yang telah dipublikasikan tidak

direkomendasikan untuk melakukan transfusi profilaksis dan ambang batas untuk

melakukan transfusi adalah kadar Hb dibawah 7,0 atau 8,0 g/dl, kecuali untuk

pasien dengan penyakit kritis. Kadar melakukan transfusi adalah kadar Hb

dibawah 7,0 atau 8,0 g/dl, kecuali untuk pasien dengan penyakit kritis. Kadar Hb

8,0 g/dl adalah ambang batas transfusi untuk pasien yang dioperasi yang tidak

memiliki faktor risiko iskemia, sementara untuk pasien dengan risiko iskemia,

ambang batasnya dapat dinaikkan sampai 10,0 g/dl. Namun, transfusi profilaksis

tetap tidak dianjurkan.

D. Indikasi Transfusi Darah

Secara garis besar indikasi transfusi darah adalah:

1. Untuk mengembalikan dan mempertahankan suatu volume peredaran darah

yang normal, misalnya pada anemia karena perdarahan, trauma bedah, atau

luka bakar luas.

2. Untuk mengganti kekurangan komponen seluler atau kimia darah, misalnya

pada anemia, trombositopenia, hipoprotrombinemia, hipofibrinogenemia, dan

lain-lain. Keadaan anemia yang memerlukan transfusi darah:

a. Anemia karena perdarahan

Biasanya digunakan batas Hb 7 – 8 g/dL. Bila Hb telah turun hingga 4,5

g/dL, maka penderita tersebut telah sampai kepada fase yang

membahayakan dan transfusi harus dilakukan secara hati-hati.

b. Anemia hemolitik

Biasanya kadar Hb dipertahankan hingga penderita dapat mengatasinya

sendiri. Umumnya digunakan patokan 5 g/dL. Hal ini dipertimbangkan

untuk menghindari terlalu seringnya transfusi darah dilakukan.

c. Anemia aplastik

d. Leukemia dan anemia refrakter

e. Anemia karena sepsis

f. Anemia pada orang yang akan menjalani operasi

E. Prosedur Pelaksanaan Transfusi Darah

Banyak laporan mengenai kesalahan tatalaksana transfusi, misalnya

kesalahan pemberian darah milik pasien lain. Untuk menghindari berbagai

kesalahan, maka perlu diperhatikan hal- hal dibawah ini:

1. Identitas pasien harus dicocokkan secara lisan maupun tulisan (status dan

papan nama).

2. Pemeriksaan identitas dilakukan di sisi pasien.

3. Identitas dan jumlah darah dalam kemasan dicocokkan dengan formulir

permintaan darah.

4. Tekanan darah, frekuensi denyut jantung dan suhu harus diperiksa

sebelumnya, serta diulang secara rutin.

5. Observasi ketat, terutama pada 15 menit pertama setelah transfusi darah

dimulai.

6. Sebaiknya satu unit darah diberikan dalam waktu 1-2 jam tergantung status

kardiovaskuler dan dianjurkan tidak lebih dari 4 jam mengingat kemungkinan

proliferasi bakteri pada suhu kamar.

F. Jenis-jenis Produk darah

Produk darah merupakan bahan terapetik yang terbuat dari darah. Produk

darah terdiri dari komponen-komponen darah. Komponen darah adalah bagian

darah yang dipisahkan dengan cara fisik maupun mekanik, misalnya dengan cara

sentrifugasi. Macam-macam komponen darah dibagi dua, yaitu:

I. Seluler:

- Darah utuh/whole blood

- Sel darah merah pekat (packed red cell) :

Sel darah merah pekat dengan sedikit leukosit (packed red blood cell

leukocytes reduced)

Sel darah merah pekat cuci (packed red blood cell washed)

Sel darah merah pekat beku (packed red blood cell frozen, packed red

blood cell degliserolized)

- Trombosit konsentrat (concentrate platelets)

Trombosit dengan sedikit leukosit (platelets concentrate leukocytes

reduced)

- Granulosit feresis (granulocytes pheresis)

II. Non seluler

- Plasma segar beku (fresh frozen plasma)

- Plasma donor tunggal (single donor plasma)

- Kriopresipitat faktor anti hemofili (criopresipitate AHF)

a. Darah Lengkap (Whole Blood)

Darah lengkap berisi sel darah merah, leukosit, trombosit, dan plasma.

Satu unit kantong darah lengkap berisi 450 ml darah dan 63 ml anti koagulan. Di

indonesia satu kantung darah lengkap berisi 250 ml darah dengan 37 ml

antikoagulan, ada juga yang satu unit kantung berisi 350 ml darah dengan 49 ml

antikoagulan. Suhu simpan antara 1 – 6 0C. Menurut masa simpan in vitro ada

dua macam darah lengkap yaitu darah segar dan darah baru. Darah segar yaitu

darah yang disimpan sampai 48 jam, sedangkan darah baru yaitu darah yang

disimpan sampai dengan 5 hari. Darah lengkap berguna untuk meningkatkan

jumlah sel darah merah dan volume plasma dalam waktu yang bersamaan,

misalnya pada perdarahan aktif dengan kehilangan darah lebih dari 25-30 %

volume darah total. Namun demikian, hendaknya pemberian darah lengkap pada

keadaaan tersebut tidak menjadi pilihan utama, karena pemulihan segera volume

darah pasien jauh lebih penting daripada penggantian sel darah merah, sedangkan

menyiapkan darah untuk transfusi memerlukan waktu.

Darah lengkap sebaiknya tidak diberikan pada pasien dengan anemia

kronik yang normovolemik atau yang bertujuan meningkatkan sel darah merah.

Dosis pemberian transfusi tergantung keadaan klinis pasien. Pada orang dewasa 1

unit darah lengkap dapat meningkatkan Hb sekitar 1 gr/dL atau Ht 3-4%. Pada

anak-anak darah lengkap 8 mL/Kg dapat meningkatkan Hb 1gr/dL. Pemberian

darah lengkap sebaiknya melalui filter darah dengan kecepatan tetesan tergantung

keadaan klinis pasien, namun setiap unitnya sebaiknya diberikan dalam 4 jam.

b. Sel Darah Merah Pekat (Packed Red Blood Cell)

Sel darah merah pekat berisi eritrosit, trombosit, leukosit, dan sedikit

plasma. Sel darah merah ini didapat dengan memisahkan sebagian besar plasma

dari darah lengkap, sehingga diperoleh sel darah merah dengan nilai Ht 60-70%.

Volume diperkirakan 150-300 mL tergantung besarnya kantung darah yang

dipakai dengan massa sel darah merah 100-200 mL, sel darah merah ini disimpan

pada suhu 1-6 oC, bila menggunakan antikoagulan CPDA maka masa simpan dari

sel darah merah 35 hari dengan nilai Ht 70-80 %, sedangkan bila menggunakan

anti koagulan CPD masa simpan dari sel darah merah ini 21 hari. Sediaan ini

bukan merupakan sumber trombosit dan granulosit namun memiliki kemampuan

oksigenisasi seperti darah lengkap. Sel darah merah pekat digunakan untuk

meningkatkan jumlah sel darah merah pada pasien yang menunjukkan gejala

anemia, yang hanya memerlukan massa sel darah merah pembawa oksigen saja

misalnya pada pasien dengan gagal ginjal atau anemia karena keganasan.

Keuntungannya adalah perbaikan oksigenasi dan jumlah eritrosit tanpa menambah

bebab volume seperti pasien anemia dengan gagal jantung.

Pemberian sel darah merah pekat dalam jumlah banyak dan waktu yang

singkat menyebabkan hipervolemi. Pada orang dewasa, 1 unit sel darah merah

pekat akan meningkatkan Hb sekitar 1 gr/dL atau Ht 3-4%. Pemberian sel darah

merah ini harus menggunakan filter darah standar (170 μ).

c. Sel Darah Merah Pekat Dengan Sedikit Leukosit (Packed Red Blood Cell

Leukocytes Reduced)

Setiap unit sel darah merah pekat mengandung 1-3x109 leukosit.

American association of blood bank standard for transfusion services menetapkan

bahwa sel darah merah yang disebut dengan sedikit leukosit jika kandungan

leukositnya <5x106 leukosit/unit. Sel darah ini dapat diperoleh dengan cara

pemutaran, pencucian sel darah merah dengan garam fisiologis, dengan filtrasi

atau degliserolisasi sel darah merah yang disimpan beku. Karena pada

pembuatannya ada sel darah merah yang hilang, maka kandungan sel darah merah

kurang dibandingkan dengan sel darah merah pekat biasa. Suhu simpan 1-6°C,

sedangkan masa simpan tergantung pada cara pembuatannya. Indikasi pemberian

packed red blood cell leukocytes reduced dipakai untuk meningkatkan jumlah sel

darah merah pada pasien yang sering mendapat atau tergantung pada transfusi

darah dan pada mereka yang sering mendapat reaksi alergi yang disebabkan oleh

protein plasma atau antibodi leukosit.

d. Sel Darah Merah Pekat Cuci (Packed Red Blood Cell Washed)

Sel darah merah yang dicuci dengan normal salin memiliki hematokrit 70-

80% dengan volume 180 mL. Pencucian dengan salin membuang hampir seluruh

plasma (98%), menurunkan konsentrasi leukosit, dan trombosit serta debris.

Karena pembuatan biasanya dilakukan dengan sistem terbuka, maka komponen

ini hanya dapat disimpan dalam 24 jam (16°C). Pada orang dewasa komponen ini

dipakai untuk mencegah reaksi alergi yang berat atau alergi yang berulang, dapat

pula digunakan pada transfusi neonatal dan tranfusi intrauterine. Hati-hati

terhadap kontaminasi bakteri akibat pembuatannya secara terbuka.

e. Sel Darah Merah Pekat Beku Yang Dicuci (Packed Red Blood Cell Frozen,

Packed Red Blood Cell Deglyserolized)

Sel darah merah pekat beku ini dibuat dengan menambahkan gliserol atau

sediaan krioprotektif terhadap darah yang usianya kurang dari 6 hari. Darah ini

kemudian dibekukan pada suhu -65°C atau -200°C (tergantung sediaan gliserol)

dan dapat disimpan selama 10 tahun. Karena proses penyimpanan beku,

pencairan, dan pencuciannya, ada sel darah merah yang hilang maka kandungan

sel darah merah minimal 80% dari jumlah sel darah merah pekat asal, demikian

pula hematokrit ± 70-80%. Proses pencucian dapat menggunakan larutan glukosa

dan salin. Suhu simpan 1-6°C dan tidak boleh digunakan lebih dari 24 jam karena

proses pencucian biasanya memakai sistem terbuka. Pemberian komponen darah

ini melalui filter darah dan sediaan ini memiliki massa eritrosit yang rendah

karena banyak sel darah yang hilang selama proses pembuatan.

f. Trombosit Pekat (Concentrate Platelets)

Trombosit pekat berisi trombosit, beberapa leukosit dan sel darah merah

serta plasma. Trombosit pekat dapat diperoleh dengan cara sentrifugasi darah

lengkap segar atau dengan cara tromboferesis. Satu kantong trombosit pekat yang

berasal dari 450 ml darah lengkap dari seorang donor berisi kira-kira 5,5x1010

trombosit dengan volume sekitar 50 ml. Satu kantong trombosit pekat yang

diperoleh dengan cara tromboferesis berisi sekitar 3x1011 trombosit, setara dengan

6 kantong trombosit yang berasal dari donor darah biasa. Trombosit pekat

disimpan pada suhu 20-240C dengan kantong darah biasa, yang diletakkan pada

rotator atau agitator yang selalu berputar atau bergoyang, trombosit dapat

disimpan selama 3 hari, sedangkan dengan kantong darah khusus dengan

penyimpanan yang sama trombosit dapat disimpan selama 5 hari. Pada suhu 1-6

0C trombosit dapat disimpan selama 3 hari. Indikasi trombosit pekat diberikan

pada kasus perdarahan karena trombositopeni (trombosit <50.000/ μL), atau

trombositopati kongenital/ didapat. Profilaksis diberi pada semua kasus dengan

trombosit 5-10.000 μL yang berhubungan dengan hipoplasia sumsum tulang

akibat kemoterapi, invasi tumor/aplasia primer sumsum tulang. Produk ini

ditransfusi intravena dengan filter darah standar. Transfusi trombosit biasanya

tidak efektif pada pasien dengan destruksi trombosit yang cepat (ITP, TTP, KID)

dan transfusi biasanya dilakukan hanya pada perdarahan aktif. Menggigil, panas,

dan reaksi alergi dapat terjadi pada transfusi trombosit. Antipiretik yang dipilih

sebaiknya bukan golongan aspirin karena dapat menghambat agregasi dan fungsi

trombosit. Tranfusi berulang dari trombosit menyebabakan aloimunisasi terhadap

HLA dan antigen lainnya. Pemberian terlalu cepat dapat menyebabkan kelebihan

beban, penularan penyakit dapat terjadi seperti halnya transfusi komponen lain.

Dosis yang biasanya digunakan pada perdarahan yang disebabkan trombositopeni

adalah 1 unit/10 kgBB, biasanya diperlukan 5-7 unit pada orang dewasa. 1

kantong trombosit pekat yang berasal dari 450 mL darah lengkap diperkirakan

dapat meningkatkan jumlah trombosit 9000-11000/μL/m2 luas permukaan tubuh.

g. Trombosit dengan Sedikit Leukosit (Platelets Leukocytes Reduced)

Trombosit dengan sedikit leukosit, mengandung leukosit hanya 8,3 x

105/unit. Indikasinya dipergunakan untuk mencegah terjadinya alloimunisasi HLA

terutama pada pasien yang harus menerima kemoterapi jangka panjang.

h. Granulosit Feresis (Granulocytes Pheresis)

Diperoleh dengan cara sitaferesis dari donor tunggal, berisi granulosit,

limfosit, trombosit, beberapa sel darah merah, dan sedikit plasma. Komponen ini

dipakai untuk meningkatkan jumlah granulosit pada pasien sepsis dengan

leukopenia yang tidak menunjukkan perbaikan dengan pemberian antibiotik dan

pada pemeriksaan sumsum tulang menunjukkan hipoplasia. Terapi antibiotik yang

tepat atau penggunaan faktor pertumbuhan hematopoietik mungkin lebih efektif

dibandingkan dengan transfusi granulosit. Efek samping yang mungkin terjadi

seperti urtikaria, menggigil, demam, tidak merupakan indikasi untuk

menghentikan transfusi, namun kecepatan transfusi harus diperlambat.

i. Plasma Segar Beku (Fresh Frozen Plasma = FFP)

Plasma segar beku ini berisi plasma, semua faktor pembekuan,

komplemen, dan protein plasma. Plasma segar beku dipakai untuk pasien dengan

gangguan proses pembekuan bila tidak tersedia faktor pembekuan pekat atau

kriopresipitat, misalnya pada defisiensi faktor pembekuan multipel antara lain:

penyakit hati, KID (koagulasi intravaskular deseminata), dan TTP (trombotic

thrombocytopenic purpura).

j. Kriopresipitat Faktor Anti Hemofilik (Cryoprecipitated AHF)

Kriopresipitat berisi faktor VIII 80-120 unit, 150-250 mg fibrinogen,

sekitar 40-70% faktor von willebrand, 20-30% faktor XIII. Kriopresipitat

digunakan pada pasien dengan kekurangan F VIII (Hemofilia A) bila F VIII pekat

tidak tersedia, kekurangan F XIII, kekurangan fibrinogen, dan untuk pasien

penyakit Von Willebrand. Kriopresipitat tidak diberikan pada pasien yang tidak

defisiensi faktor-faktor tersebut diatas.pasien dengan dehidrasi dan hanya dapat

diencerkan dengan salin normal dan dekstrosa 5%.

k. Konsentrat Faktor VIII (Factor VIII Concentrate)

Konsentrat faktor VIII dapat dibuat dari plasma manusia atau diproduksi

melalui teknologi rekombinan. Konsentrat F VIII diindikasikan untuk pengobatan

atau pencegahan perdarahan pada hemofilia A dengan defisiensi F VIII sedang

sampai berat atau pasien dengan inhibitor F VIII titer rendah yang kadarnya tidak

lebih dari 5-10 Bethesda units/ml. Dosis tinggi pemberian konsentrat F VIII

dengan kemurnian menengah dapat meningkatkan fibrinogen secara bermakna.

l. Konsetrat Faktor IX (Factor IX Concentrates)

Kompleks F IX merupakan sediaan yang mengandung selain F IX juga

sejumlah F II, VII, X, dan beberapa protein. Konsentrat F IX ini digunakan untuk

mengobati pasien dengan defisiensi F IX yang dikenal sebagai hemofilia B.

Kompleks F IX sebaiknya diberikan dengan hati-hati pada pasien yang

mempunyai penyakit hati. Terdapat laporan terjadinya trombosis DIC pada

adanya defisiensi antitrombin khususnya pada pasien dengan penyakit hati.

m. Albumin dan Fraksi Protein Plasma (Albumin dan Plasma Protein

Fraction)

Albumin digunakan untuk meningkatkan volume sirkulasi/resusitasi

misalnya pada pasien luka bakar, pasien pada keadaan hipovolemia dan

hipoproteinemia misalnya pasien dengan syok, pada sindrom nefrotik atau untuk

meningkatkan protein plasma. Larutan albumin 25% tidak boleh diberikan pada

sindrom nefrotik atau untuk meningkatkan protein plasma. Larutan albumin 25%

tidak boleh diberikan pada pasien dengan dehidrasi dan hanya dapat diencerkan

dengan salin normal dan dekstrosa 5%.

n. Imunoglobulin (Immune Globulin)

Berisi imunoglobulin G (IgG) dengan sedikit IgA dan IgM. Preparat

imunoglobulin dapat digunakan untuk profilaksis antibodi secara pasif pada orang

yang rentan terhadap penyakit-penyakit tertentu dan sebagai terapi pengganti pada

orang dengan imunodefisiensi primer (misalnya Sindrom Wiskott Aldrich). Orang

dengan riwayat reaksi anafilaksis berat terhadap plasma sebaiknya jangan

diberikan sediaan ini.

G. Komplikasi Transfusi

Potensi komplikasi transfusi darah itu banyak, namun pada saat ini

masalah komplikasi hanya terdapat pada pasien yang perlu berulang-ulang

mendapat transfusi atau memerlukan sejumlah darah yang banyak. Komplikasi

dapat digolongkan sebagai berikut:

a. Komplikasi Imunologi

1) Aloimunisasi kepada Antigen Transfusi

Aloantibodi bereaksi terhadap antigen eritrosit, sedikit saja resipien dengan

multitransfusi berkembang menjadi aloantibodi eritrosit. Umumnya terdapat pada

mereka yang telah menerima sekitar 10 kali transfusi.

2) Reaksi Transfusi Hemolitik

Berkembangnya antibodi yang dapat bereaksi dengan antigen eritrosit

menyebabkan perusakan eritrosit. Umumnya terjadi karena kesalahan pencatatan

dan “ABO mismatching‟.

3) Febris Non Reaksi Transfusi Hemolitik

Terjadi pada 0,5-3% pasien yang diberikan transfusi, umumnya pada kasus

multipel transfusi. Gambaran khasnya berupa menggigil lalu diikuti panas, terjadi

umumnya dalam waktu beberapa jam sesudah transfusi. Pening, mual, dan

muntah juga dapat terjadi. Kadang reaksinya dapat berat, termasuk dengan

keluhan pulmonal, tetapi umumnya reaksi ini ringan. Reaksi ini disebabkan oleh

aloimunisasi terhadap antigen leukosit dan trombosit. Sebab lain yaitu transfusi

sitokin, yang berkembang didalam trombosit asal darah segar (whole blood) yang

disimpan pada suhu khamar. Kemungkinan adanya kontaminasi bakteri pada

reaksi ini harus dipertimbangkan. Pencegahan, sebaiknya diberikan darah dengan

pengurangan jumlah leukosit.

4) Kerusakan Paru Akut Karena Transfusi

Umumnya berupa “respiratory distress” berat yang tiba-tiba, disebabkan oleh

sindrom edema pulmonal non kardiogenik, mirip “adult respiratory distress

syndrome”. Menggigil, panas, nyeri dada, hipotensi, dan sianosis, sebagaimana

umumnya edema paru, mungkin ada. Pada pemeriksaan radiologis tampak adanya

gambaran edema paru. Reaksi dapat terjadi dalam beberapa jam selama transfusi.

Pada awalnya mungkin berat, umumnya akan mereda dalam 48-96 jam dengan

bantuan pernapasan, tanpa gejala sisa. Reaksi ini lebih jarang dari pada febris,

dengan angka kejadian 1 dalam 5000 transfusi. Ini disebabkan transfusi antibodi

di dalam plasma donor, yang bereaksi dengan granulosit resipien. Diduga

aglutinasi granulosit dan aktivasi komplemen terjadi dalam jaringan vaskular

paru, menyebabkan endotel kapiler rusak sehingga terjadi kebocoran cairan

kedalam alveoli.

5) Reaksi Transfusi Alergi

Reaksi alergi pada donor sering terjadi dengan angka kejadian sekitar 1-3%,

mungkin lebih tinggi lagi karena tak dilaporkan. Gambaran berupa urtikaria, “skin

rashes”, spasme bronkus, angio edema sampai renjatan anafilaksis. Renjatan

anafilaksis transfusi yang berat sangat rendah, karena reaksi ini dapat mengancam

kehidupan. Semua reaksi alergi ini diperantarai oleh IgE resipien terhadap protein

atau bahan terlarut didalam plasma donor, interaksi antara antigen dengan IgE

merangsang dikeluarkannya antihistamin dari sel mast basofil.

6) Purpura Pasca Transfusi

Hal ini disebabkan oleh berkembangnya aloantibodi yang ditujukan kepada

antigen khusus trombosit. Terapi kortikosteroid mungkin bermanfaat.

7) Reaksi Anafilaksis

Reaksi anafilaksis merupakan reaksi pasca transfusi yang berat. Reaksi ini

dapat muncul walau hanya memberikan beberapa mililiter darah. Gejala-gejala

reaksi anafilaksis ditandai dengan kesulitan bernapas, batuk, mual dan muntah,

hipotensi, spasme bronkus, penurunan kesadaran, dan syok.

b. Komplikasi Non Imunologi

1) Kelebihan cairan

Transfusi eritrosit atau plasma dapat menyebabkan kelebihan cairan di dalam

sirkulasi. Pada anemia dengan gagal jantung, transfusi harus hati-hati karena dapat

menyebabkan edema paru yang berakibat fatal.

1) Hipotermia

Hipotermia dapat terjadi bila sejumlah besar darah yang dingin diinfuskan.

Anak dan orang tua sensitif akan hal ini.

2) Mikroagregat dan Mikroembolisasi Paru

Selama penyimpanan eritrosit, terbentuk agregat yang terdiri dari trombosit,

leukosit dan fibrin.

c. Komplikasi Infeksi Pada Transfusi Darah

1. Hepatitis karena Transfusi

Hepatitis yang dapat ditularkan melalui transfusi adalah hepatitis B dan

hepatitis C.

2. Penyakit Infeksi yang disebarkan Artropoda

Malaria merupakan penyakit infeksi global.

Donor yang melewati daerah endemis dalam waktu satu tahun tidak boleh

menjadi donor, dan 3 tahun apabila pernah tinggal di daerah endemik.

Tripanosoma Cruzi

Protozoa yang menyebabkan penyakit Chaga, ditularkan oleh kutu busuk.

Infeksi akut umumnya hilang sendiri tapi dapat juga menyebabkan miokarditris,

meningoensefalitis dan dapat fatal pada pasien imunokompremais.

Virus West Nile

Merupakan falvivirus disebarkan oleh gigitan nyamuk, umumnya

menyebabkan panas yang berat dapat dengan meningitis, ensefalitis atau paralisis

flusid, yang berat mungkin fatal. Virus ini dapat ditularkan lewat transfusi.

3. Penularan Encefalopati Spongioform

Penyakit Creutzfeld t-Jakob dan variannya. Penyakit ini progresif dan fatal,

menyerang saraf pusat, disebabkan oleh agen yang disebut prion. Di inggris

diketahui spongioform atau prion ini menyerang sapi sehingga disebut “mad caw

disease” dipikirkan orang yang terpapar oleh bahan dari sapi ini dapat tertular.

4. Kontaminasi bakteri

Kontaminasi merupakan penyebab mayor fatalitas pada transfusi. Sumber

kontaminasi ini bisa berasal dari kantong, donor bakterimia asimptomatik, dan

pembersihan kulit tidak adekuat. Transfusi trombosit yang disimpan pada suhu

kamar lebih sering menimbulkan febris dibandingkan dengan eritrosit yang

didinginkan. Organisme yamg sering menimbulkan kontaminasi pada transfusi

eritrosit antara lain yersinia, pseudomonas, enterobakter, dan seratia. Pada

trombosit lebih bervariasi termasuk stafilokokus, streptokokus, klebsiela dan

salmonela. Keluhan dapat berupa seperti febris non hemolitik sampai sepsis akut

dengan panas, hipotensi dan kematian. Keluhan yang berat dihubungkan dengan

mikro organismedengan endotoksin. Pengobatan yang diberikan sama seperti

pada sepsis karena organisme lain yang sesuai.

5. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)

Virus yang menyebabkan penyakit ini adalah human deficiency virus type 1

(HIV-1) bisa ditransmisikan melalui transfusi darah.

KASUS

Pada pukul 09.30 WIB, Tn. R, 30 tahun, datang ke UGD rumah sakit

Dustira diantar oleh ambulan. Pasien terlihat pucat, mengerang kesakitan sembari

memegang paha kananya. Dari keterangan saksi mata yang ikut mengantar pasien,

didapat informasi bahwa OS jatuh dari sepeda motor karena terserempet mobil.

OS jatuh kearah kiri dan kaki kanan pasien tertimpa oleh motornya. Sesaat setelah

kejadian, beberapa warga sekitar membantu OS, lalu membawa OS ke salah satu

rumah warga dan memanggil ambulan. Satu jam kemudian ambulan baru tiba di

tempat kejadian.

Pemeriksaan fisik:

KU: Somnolen (GCS: 11 E:3,V:4,M:4) BB: 50 kg TB: 165 cm

Tanda vital:

TD: 80/60 mmHg

N: 124 x/menit, kecil, isi kurang

R: 36 x/menit

S: 36o C

Sianosis: (-)

Mata: konjungtiva anemis (+/+)

Paru: ronkhi -/-, wheezing -/-

Jantung: dalam batas normal

Ekstremitas: akral dingin, CRT > 2 detik, terdapat benjolan berwarna kemerahan

pada kaki kanan bagian atas yang terasa sangat nyeri

Pemeriksaan Laboratorium:

- Golongan darah : A

- Pem. darah rutin:

Hb: 8,6 g/dl

Ht: 29,3 %

Leukosit: 7.300/mm3

Trombosit: 170.000/mm3

Pem. Roentgen:

Terdapat fraktur 1/3 proksimal os. Femur Dekstra.

Diagnosis Kerja:

Fraktur Terbuka 1/3 Proksimal o.s Femur Dekstra

Terapi:

Hentikan perdarahan

Mobilisasi

Balut tekan menggunakan bidai

Pasang 2 iv line (no.23)

Estimate blood volume (EBV) = 7% X BB (50kg) = 3500 cc atau 3,5 liter

Estimate blood loss (EBL) = 30-40% X 3500 cc = 1050-1400 cc

Cairan kristaloid Infus RL guyur 4x500 cc (2000 cc)

Pasang kateter urin (folley cateter)

Tranfusi Whole Blood

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi A. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. hal. 675-85.

2. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi II. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2001. hal. 141-5.

3. Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL. Jameson JL, Loscalzo J. Harrison‟s: Principles of Internal Medicine. 17th Ed. New York, Chicago, San Francisco, Lisbon, London, Madrid, Mexico City, New Dehli, San Juan, Seoul, Singapore, Sydney, Toronto: McGraw Hill Medical; 2008: Hal. 707-12.

4. Advanced Trauma Life Support for Doctors: ATLS Student Course Manual. 8th Edition. USA: American College of Surgeons Committee on Trauma. 2008; page 67-79.

5. Djajadiman Gatot, Penatalaksanaan Transfusi Pada Anak dalam Updates in Pediatrics Emergency, 2002, Jakarta, Balai Penerbit FKUI, halaman: 28-41

6. Sudarmanto B, Mudrik T, AG Sumantri, Transfusi Darah dan Transplantasi dalam Buku Ajar Hematologi- Onkologi Anak, 2005, Jakarta, Balai Penerbit IDAI, halaman: 217-225

7. Dr. Rusepno Hasan, Dr. Husein Alatas. Buku Kuliah 1 Ilmu Kesehatan Anak, 1985, Jakarta, Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, halaman: 483-490

8. Gary, R Strange, William R, Steven L, 2002, Pediatric Emergency Medicine, 2nd

edition. Boston: Mc Graw Hill, halaman: 527-529

9. E. Shannon cooper,1992, Clinic in Laboratory Medicine, Volume 12, Number 4, Philadelphia: WB Saunders Company, halaman: 655-665