Transfusi Darah Edit

27

Click here to load reader

Transcript of Transfusi Darah Edit

Page 1: Transfusi Darah Edit

BAB I

PENDAHULUAN

Transfusi darah adalah proses menyalurkan darah atau produk berbasis darah dari satu

orang ke sistem peredaran orang lainnya. Transfusi darah umumnya berhubungan dengan

kehilangan darah dalam jumlah besar yang disebabkan oleh trauma, operasi, syok dan tidak

berfungsinya organ pembentuk sel darah merah. Menurut penelitian, dilaporkan bahwa reaksi

transfusi darah yang tidak diharapkan ditemukan pada 6,6% responden, dimana 55% berupa

demam, 14% menggigil, 20% reaksi alergi terutama urtikaria, 6% hepatitis serum positif, 4%

reaksi hemolitik dan 1% overload sirkulasi (Sudoyo, 2006).

Reaksi transfusi darah yang paling berat adalah reaksi hemolitik yang berhubungan

dengan inkompatibilitas ABO, dimana antibodi yang didapat secara alami dapat bereaksi

melawan antigen dari transfusi (asing), sehingga mengaktifkan komplemen, dan

mengakibatkan terjadinya hemolisis intravascular (Morgan, 2005). Manifestasi klinis yang

dapat ditemui pada pasien yang mengalami reaksi hemolisis intravascular adalah demam,

menggigil, kemerahan, nyeri pada punggung bagian bawah, takikardi dan hipotensi, kolaps

pembuluh darah sampai henti jantung.

Mistransfusi, di mana terjadi kesalahan dalam pemberian transfusi darah kepada

penerima merupakan kesalahan yang paling sering mengakibatkan inkompatibilitas ABO.

Inkompatibilitas ABO umumnya terjadi karena kesalahan dalam pemberian label dan salah

mengidentifikasi darah atau pasien. Oleh karena itu, sebelum memberikan transfusi darah

dilakukan pemeriksaan pre tansfusi untuk memastikan bahwa semua yang akan dilakukan

sudah tepat. Tes kompatibilitas dapat dilakukan untuk memprediksi dan mencegah antigen-

antibodi sebagai hasil transfusi sel darah merah. Tes kompatibilitas yang dapat dilakukan

antara lain Crossmatching dan Screening Anti body. Kedua pemeriksaan ini dapat

memberikan informasi mengenai jenis ABO dan Rhesus. Namun kelemahan pada kedua

pemeriksaan ini adalah keduanya membutuhkan waktu 5-45 menit untuk mendapatkan hasil

yang diinginkan.

Page 2: Transfusi Darah Edit

BAB II

ISI

I. Definisi Transfusi Darah

Transfusi darah adalah proses pemindahan darah atau komponen darah dari donor ke

sistem sirkulasi penerima melalui pembuluh darah vena.4 Berdasarkan sumber darah atau

komponen darah, transfusi darah dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu:

1. Homologous atau allogenic transfusion, yaitu transfusi menggunakan darah dari

orang lain;

2. Autologous transfusion, yaitu transfusi dengan menggunakan darah resipien itu

sendiri yang diambil sebelum transfusi dilakukan.

II. Golongan Darah

Membran sel darah merah berisi sedikitnya 300 faktor penentu antigenik berbeda.

Sedikitnya 20 antigen golongan darah terpisah dapat dikenal, tanda dari masing-masing

adalah di bawah kontrol genetik dari kromosom loci. Kebetulan, hanya ABO dan Rh Sistem

yang penting pada transfusi darah. Setiap orang biasanya menghasilkan antibody

(alloantibodies). Antibodi bertanggung jawab untuk reaksi-reaksi dari transfusi. Antibodi

dapat menjadi “alami” atau sebagai respon atas sensitisasi dari suatu kehamilan atau

transfusi sebelumnya.11

2.1 Sistem ABO

Kromosomal untuk sistem ABO ini menghasilkan dua allel: A dan B. Masing-masing

merepresentasikan suatu enzim yang merupakan modifikasi dari suatu permukaan sel

glycoprotein, menghasilkan antigen yang berbeda. (Sebenarnya, ada berbagai varian A dan

B.) Hampir semua individu tidak mempunyai A atau B " natural" yang menghasilkan antibodi

(sebagian besar immunoglobulin M) melawan antigens di dalam tahun pertama kehidupan.

Antigen H adalah precursor dari system ABO tetapi diproduksi oleh suatu kromosom tempat

berbeda. Tidak adanya antigen H (hh genotype, juga disebut Bombay pheno-type) mencegah

Page 3: Transfusi Darah Edit

munculny gen A atau B; individu dengan kondisi sangat jarang ini akan mempunyai anti-A,

anti-B, dan anti-H antibodi.

Bila sel darah merah (SDM) yang ditransfusikan tidak kompatibel, antibodi dalam

plasma resipien akan mengikat reseptor khusus di dinding SDM donor. Hal ini akan

mengaktifkan jalur komplemen yang akan menyebabkan lisis dinding SDM (intravaskular

hemolisis). Jalur komplemen ini akan melepaskan anafilatoksin C3a dan C5a yang akan

membebaskan sitokin seperti TNF, IL1 Dan IL8, dan menstimulasi degranulasi sel mast

dengan mengsekresikan mediator vasoaktif. Semua substansi ini bisa menyebabkan

inflamasi, peningkatan permeabilitas vaskular, dan hipotensi yang akan mengarah ke shock

dan gagal ginjal. Mediator juga akan menyebabkan agregasi platelet, oedema paru

peribronchial, dan kontraksi otot kecil.

Tabel 7. Daftar Golongan Darah

Golongan Antigen di RBC Antibodi dalam plasma Golongan donor yang kompatibel

A Antigen A Anti-B A, O

B Antigen B Anti-A B, O

AB Antigen A & B Tidak ada A, B, AB, O

O Tidak ada Anti- A & B O

2.2 Sistem Rh

Sistem Rh ditandai oleh dua gen yang menempati chromosome 1. Ada sekitar 46 Rh-

berhubungan dengan antigen, tetapi secara klinis, ada lima antigen utama ( D, C, c, E, dan e)

dan menyesuaikan dengan antibody.

Biasanya, ada atau tidak alel yang paling immunogenik dan umum, D antigen,

dipertimbangkan. Kira-Kira 80-85% tentang populasi orang kulit putih mempunyai antigen

D. Individu yang kekurangan alel ini disebut Rh-Negative dan biasanya antibodi akan

melawan antigen D hanya setelah terpapar oleh ( Rh-Positive) transfusi sebelumnya atau

kehamilan ( seorang Ibu Rh-Negative melahirkan bayi Rh-Positive).

Page 4: Transfusi Darah Edit

2.3 Sistem Lain

Sistem lain ini meliputi antigen Lewis, P, li, MNS, Kidd, Kell, Duffy, Lutheran, Xg,

Sid, Cartright, YK, dan Chido Rodgers antigens. Kebetulan, dengan beberapa perkecualian

( Kell, Kidd, Duffy, Dan), alloantibodi melawan sistem ini jarang menyebabkan reaksi

hemolytic serius.

III. Tes Kompatibilitas

Tujuan tes ini adalah untuk memprediksi dan untuk mencegah reaksi antigen-

antibody sebagai hasil transfusi sel darah merah. Donor dan penerima donor darah harus di

periksa adanya antibody yang tidak baik.

Tabel 9. Golongan darah ABO

TIPE Adanya antibodi dalam serum Insidensi*

A anti– B 45%

B anti – A 8%

AB - 4%

O anti A, anti–B 43%

* angka rata-rata pada orang di Eropa

4.1 Tes ABO-Rh

Reaksi Transfusi yang paling berat adalah yang berhubungan dengan

inkompatibilitas ABO. antibodi yang didapat secara alami dapat bereaksi melawan antigen

dari transfusi (asing), mengaktifkan komplemen, dan mengakibatkan hemolisis intravaskular.

Sel darah merah pasien diuji dengan serum yang dikenal mempunyai antibody melawan A

dan B untuk menentukan jenis darah. Oleh karena prevalensi secara umum antibodi ABO

alami, konfirmasi jenis darah kemudian dibuat dengan menguji serum pasien melawan sel

darah merah dengan antigen yang dikenal.

Sel darah merah pasien juga diuji dengan antibody anti-D untuk menentukan Rh. Jika

hasilnya adalah Rh-Negative, adanya antibodi anti-D d dapat diuji dengan mencampur serum

pasien dengan sel darah merah Rh (+). Kemungkinan berkembangnya antibodi anti-D setelah

paparan pertama pada antigen Rh adalah 50-70%.

Page 5: Transfusi Darah Edit

4.2 Crossmatching

Suatu crossmatch transfusi: sel donor dicampur dengan serum penerima. Crossmatch

mempunyai tiga fungsi: ( 1) Konfirmasi jenis ABO dan Rh ( kurang dari 5 menit), ( 2)

mendeteksi antibodi pada golongan darah lain , dan ( 3) mendeteksi antibody dengan titer

rendah atau tidak terjadi aglutinasi mudah. Yang dua terakhir memerlukan sedikitnya 45

menit.

4.3 Screening Antibodi

Tujuan tes ini adalah untuk mendeteksi dalam serum adanya antibodi yang biasanya

dihubungkan dengan reaksi hemolitik non-ABO. Test ini ( dikenal juga Coombs Tes tidak

langsung) memerlukan 45 menit dan dengan mencampur serum pasien dengan sel darah

merah dari antigen yang dikenal; jika ada antibodi spesifik, membran sel darah merah

dilapisi, dan penambahan dari suatu antibodi antiglobulin menghasilkan aglutinasi sel daraah.

Screening ini rutin dilakukan pada seluruh donor darah dan dilakukan untuk penerima donor

sebagai ganti dari crossmatch.

IV. Komponen Darah

5.1 Whole blood

Darah lengkap segar digunakan pada perdarahan akut, syok hemovolemik, dan bedah

mayor dengan perdarahan >1500 mL. Darah lengkap segar hanya untuk 48 jam, baru untuk 6

hari, dan biasa untuk 35 hari. Sekarang produk ini sudah jarang digunakan, para klinisi lebih

senang menggunakan produk komponen darah saja.

Indikasi transfusi dengan whole blood :

Perdarahan akut dan profuse menyebabkan hipovolemik syok

Exchange transfusion : haemolitik diseases of the new born Intoxicaci.

Keuntungan : mudah didapat dan tekniknya lebih mudah.

Kerugian : lebih sering kemungkinan terjadinya reaksi tranfuse.

Macam transfusi dengan whole blood :

1. Fresh Blood: darah setelah pengambilan/telah disimpan pada suhu 4 derajat celcius,

selama kurang dari 6 jam.

Page 6: Transfusi Darah Edit

Stored Blood : darah yang telah disimpan pada suhu 4 derajat celcius, selama lebih

dari 6 jam. Trombosit, faktor V, VII, biasanya mudah rusak

Transfusi dengan komponen darah

5.2 Sel darah merah

Biasa juga disebut PRC (packed red blood cells), mengandung konsentrat eritrosit dari

whole blood yang disentrifugasi atau dengan metode apheresis. Kandungan yang terdapat

dalam PRC: hematokrit sekitar 50-80%, +50 mL plasma, 42,5-80 hemoglobin (128-240 mL

eritrosit murni), 147-dan 278 mg besi. Transfusi PRC mempunyai waktu paruh sekitar 30

hari.

Dosis: pada dewasa tergantung kadar hemoglobin sekarang dan yang akan dicapai.

Satu kantong akan menaikkan kadar hemoglobin resipien sekitar 1 g/dL. Pada neonatus,

dosisnya 10-15 mL/kgBB akan meningkatkan kadar hemoglobin 3 g/dL. Kadar hemoglobin

akhir dapat diperkirakan dengan rumus = volume darah x hematokrit x 0,91.

Indikasi: hanya pada pasien dengan gejala klinis gangguan hemodinamik seperti

hipoksia, transfusi pengganti misal pada bayi dengan penyakit hemolitik, thalasemia.

Biasanya bila kadar hemoglobin kurang dari 6 g/dL dengan target akhir 10 g/dL.

Keuntungan transfusi dengan PRC :

Dapat diberikan SDM dalam jumlah yang banyak pada satu kali transfusi.

Penambahan volume darah lebih sedikit, sehingga bahaya decom cordis menurun.

Kadar Na, K, NH4, dan penderita lain.

Plasma dapat digunakan pada penderita lain.

Kadar anti A dan anti B dalam PRC rendah, sehingga dapat dilakukan substitusi bila

diperlukan.

Kemungkinan terjadinya reaksi transfusi juga lebih kecil.

Kerugian transfusi dengan PRC :

PRC yg terbentuk harus dipakai dalam waktu < 4jam/21 hari.

PRC tidak mengandung faktor pembekuan darah, sehingga tidak dapat memperbaiki

perdarahan bila diperlukan.

Indikasi transfusi dengan PRC :

Anemia tanpa penurunan volume darh, misal : perdarahan kronis, defisiensi Fe.

Penderita dengan decom, cordis (vol penambahan sedikit).

Penderita sirhosis hepatic (kadar NH4 sedikit).

Page 7: Transfusi Darah Edit

Transfusi dengan sel darah merah yang lainnya adalah dengan : LEUKOSIT POOR RBC

(LPRBC), yaitu sel darah merah yang mengandung sedikit sekali sel darah putih (leukosit).

Sebagaimana diketahui leukosit adalah penyebab reaksi transfusi. Jadi dengan mengurangi

kandungan leukosit dalam darah yang hendak ditransfusikan, diharapkan kemungkinan

terjadinya reaksi transfusi dapat dikurangi.

Indikasi transfusi dengan LPRBC :

Penderita yang memiliki titer antibodi leukosit yang tinggi.

Penderita yang pernah mengalami reaksi transfusi yang berat.

Kontraindikasi transfusi dengan LPRBC :

Penderita dengan leukopeni yg berat

Kerugian transfusi ini adalah : lekosit tidak dapat dihilangkan 100%.

Jenis transfusi dengan sel darah merah lain : transfusi dengan WASHED RBC (WRBC)

Tujuan pencucian sel darah merah ini :

Menghilangkan protein plasma.

Menghilangkan antibodi pd sel darah merah (Anti A/Anti B).

Menghilangkan/mengurangi sel darah putih (lekosit).

Kerugian pada transfusi dengan WRBC : pencucian yang berulang menjadikan

sterilisasi darah kurang terjamin. Indikasi transfusi dengan WRBC : pada penderita dengan

gangguanautoimun.

5.3 Platelet

Merupakan derivat dari whole blood dengan kandungan >5,5 x 1010 platelet per

kantong, dan 50 mL plasma.

Dosis: pada kasus trombositopenia cukup 1 kantong, atau sesuai target kadar platelet

biasanya 40.000-50.000/mm3. 1 kantong dapat meningkatkan platelet sekitar 50-100.000/mm.

Indikasi: untuk mengatasi perdarahan karena kurangnya jumlah platelet, dan fungsi

platelet resipien yang tidak normal dengan kadar platelet kurang dari 40.000 pada dewasa,

dan kurang dari 100.000/mm3 pada neonatus.

Kontraindikasi: autoimun trombositopenia, trombotik trombositopeniapurpura.

Indikasi pemberian transfusi dengan trombosit adalah bila terjadi trombositopeni

yang berat, sehingga dikhawatirkan terjadi perdarahan. Terdapat 2 macam trombositopeni

yang dapat ditransfusikan :

PRP (Plathellet Rich Plasma)

PC (Platellet Concetrate)

Page 8: Transfusi Darah Edit

Cara mendapatkan PRP dan PC adalah : darah disentrifuse selam 3 menit dengan

kecepatan 2300 rpm, maka supernatan nya adalah PRP. Bila PRP tersebut disentrifuse lagi

selama 3 menit dengan kecepatan 2300 rpm, maka endapan yang terjadi adalah PC. Untuk

melakukan transfusi dengan trombosit ini tidak perlu dilakukan reaksi silang terhadap

gol.darah ABO, sedangkan terhadap Rhesus masih tetap dilakukan. Pemberian 1 unit PC dapt

meningkatkan sekitar 15.000/mm3 trombosit. Setelah suatu transfusi dengan trombosit, maka

umur trombosit hanya sekitar 1-3 hari, sehingga dapat dilakukan transfusi sebanyak 2-3 kali

dalamseminggu.

5.4 Frozen plasma

Biasa disebut fresh frozen plasma (FFP). 1 kantong berjumlah sekitar 250 mL yang

dibekukan pada suhu -180C dalam 6-8 jam. FFP dalam 24 jam mengandung Faktor V dan

Faktor VIII.

Indikasi: perdarahan masif, setelah terapi warfarin dan kuagulopati pada penyakit hati,

trombotik trombositopenia purpura.

Dosis: 10-20 mL/kg.

5.5 Cryoprecipitated AHF

Biasa disebut cryoprecipitated antihemophilic factor. Didapatkan dengan mencairkan

FFP pada suhu 1-60C. Mengandung 150 mg fibrinogen, 80 IU faktor VIII:C, faktor VIII:vWF

(von Willebrand factor), faktor XIII, fibronectin, dan 5-20 mL plasma.

Dosis: kebutuhan fibrinogen : 250 fibrinogen/kantong. Biasanya sekitar 1 kantong per

7-10 kgBB.

Indikasi: perdarahan karena defisiensi fibrinogen dan faktor XIII, pasien dengan

hemofili A atau von Willebrand’s disease.

5.6 Granulosit

Transfusi Granulosit, yang dibuat dengan leukapheresis, diindikasikan pada pasien

neutropenia dengan infeksi bakteri yang tidak respon dengan antibiotik. Transfusi granulosit

mempunyai masa hidup dalam sirkulasi sangat pendek, sedemikian sehingga sehari-hari

transfusi 1010 granulosit pada umumnya diperlukan. Iradiasi dari granulosit menurunkan

insiden timbulnya reaksi graft-versus-host , kerusakan endothelial berhubungan dengan paru-

paru, dan lain permasalahan berhubungan dengan transfusi leukosit ( lihat di bawah), tetapi

mempengaruhi fungsi granulosit. Ketersediaan filgrastim (granulocyte colony-stimulating

Page 9: Transfusi Darah Edit

faktor, atau G-CSF) dan sargramostim (granulocyte-macrophage colony-stimulating faktor,

atau GM-CSF) telah sangat mengurangi penggunaan transfusi granulosit.

V. Komplikasi Transfusi Darah

6.1 Reaksi Hemolisis

Reaksi Hemolisis pada umumnya melibatkan destruksi spesifik dari sel darah merah

yang ditransfusikan oleh antibodi resipien. Lebih sedikit biasanya, hemolisis sel darah merah

resipien terjadi sebagai hasil transfusi antibodi sel darah merah. Trombosit konsentrat yang

inkompatible, FFP, clotting factor, atau cryoprecipitate berisi sejumlah kecil plasma dengan

anti-A atau anti-B (atau kedua-duanya) alloantibodi. Transfusi dalam jumlah besar dapat

menyebabkan hemolisis intravaskular.

Reaksi Hemolisis biasanya digolongkan akut ( intravascular) atau delayed

(extravascular).

1. Reaksi hemolisis akut

Hemolisis Intravascular akut pada umumnya berhubungan dengan Inkompatibilitas

ABO dan frekwensi yang dilaporkan kira-kira 1:38,000 transfusi. Penyebab yang paling

umum adalah misidentifikasi suatu pasien, spesimen darah, atau unit transfusi. Reaksi ini

adalah yang terberat. Resiko suatu reaksi hemolytic fatal terjadi 1 dalam 100,000 transfusi.

Pada pasien yang sadar, gejala meliputi rasa dingin, demam, nausea, dan sakit dada. Pada

pasien yang dianestesi, manifestasi dari suatu reaksi hemolytic akut adalah suhu meningkat,

tachycardia tak dapat dijelaskan, hypotensi, hemoglobinuria, dan oozing yang difus dari

lapangan operasi. Disseminated Intravascular Coagulation, shock, dan penurunan fungsi

ginjal dapat berkembang dengan cepat. Beratnya suatu reaksi seringkali tergantung pada

berapa banyak darah yang inkompatibel yang sudah diberikan. Gejala yang berat dapat terjadi

setelah transfusi 10 – 15 ml darah yang ABO inkompatibel.

Manajemen reaksi hemolisis dapat simpulkan sebagai berikut;

Jika dicurigai suatu reaksi hemolisis, transfusi harus dihentikan dengan segera.

Darah harus di cek ulang dengan slip darah dan identitas pasien.

Kateter urin dipasang , dan urin harus dicek adanya hemoglobin.

Osmotic diuresis harus diaktifkan dengan mannitol dan cairan kedalam

pembuluh darah.

Jika ada perdarahan akut, indikasi pemberian platelets dan FFP

2. Reaksi hemolisis lambat

Page 10: Transfusi Darah Edit

Suatu reaksi hemolisis lambat biasanya disebut hemolisis extravaskular biasanya

ringan dan disebabkan oleh antibodi non D antigen sistem Rh atau ke alel asing di sistem

lain seperti Kell, Duffy, atau Kidd antigen. Berikut suatu transfusi ABO dan Rh D-

kompatibel, pasien mempunyai 1-1.6% kesempatan membentuk antibody untuk melawan

antigen asing. Pada saat itu sejumlah antibody ini sudah terbentuk ( beberapa minggu sampai

beberapa bulan), tranfusi sel darah telah dibersihkan dari sirkulasi. Lebih dari itu, titer

antibody menurun dan mungkin tidak terdeteksi. Terpapar kembali dengan antigen asing

yang sama selama transfuse sel darah, dapat mencetuskan respon antibody melawan antigen

asing. Peristiwa ini dilihat jelas dengan Sistem Kidd antigen. Reaksi hemolisis pada tipe

lambat terjadi 2-21 hari setelah transfusi, dan gejala biasanya ringan, terdiri dari malaise,

jaundice, dan demam. Hematokrit pasien tidak meningkat setelah transfusi dan tidak adanya

perdarahan. Serum bilirubin unconjugated meningkat sebagai hasil pemecahan hemoglobin.

Diagnosa antibodi-reaksi hemolisis lambat mungkin difasilitasi oleh antiglobulin

(Coombs) Test. Coombs test mendeteksi adanya antibodi di membran sel darah. Test ini tidak

bisa membedakan antara membran antibodi resipien pada sel darah merah dengan membran

antibodi donor pada sel darah merah. Jadi, ini memerlukan suatu pemeriksaan ulang yang

lebih terperinci pretransfusi pada kedua spesimen : pasien dan donor.

Penanganan reaksi hemolisis lambat adalah suportif. Frekuensi reaksi transfusi

hemolisis lambat diperkirakan kira-kira 1:12.000 transfusi. Kehamilan ( terpapar sel darah

merah janin) dapat juga menyebabkan pembentukan alloan-tibodies pada seldarah merah.

Manajemen: perlu dilakukan pemeriksaan darah rutin, blood film, LDH, direct

antiglobulin test, renal profile, serum bilirubin, haptoglobin, dan urinalysis. Fungsi ginjal

harus dimonitoring ketat. Terapi spesisfik sangat jarang dibutuhkan, hanya saja pada

transfusi selanjutnya perlu berhati-hati dengan melakukan screening golongan darah dan

atibodi.

3. Reaksi imun nonhemolisis

Reaksi imun nonhemolisis adalah dalam kaitan dengan sensitisasi dari resipien ke

donor lekosit, platelet, atau protein plasma.

6.2 Reaksi Febris

Sensitisasi leukosit atau platelet secara khas manifestasinya adalah reaksi febris.

Reaksi ini umumnya 1-3% tentang episode transfusi dan ditandai oleh suatu peningkatan

temperatur tanpa adanya hemolisis. Pasien dengan suatu riwayat febris berulang harus

Page 11: Transfusi Darah Edit

menerima tranfusi lekosit saja. Transfusi darah merah dapat dibuat leukositnya kurang

dengan sentrifuge, filtrasi, atau teknik freeze-thaw.

6.3 Reaksi Urtikaria

Reaksi Urtikaria pada umumnya ditandai oleh eritema, penyakit gatal bintik merah

dan bengkak, dan menimbulkan rasa gatal tanpa demam. Pada umumnya ( 1% tentang

transfusi) dan dipikirkan berkaitan dengan sensitisasi pasien terhadap transfusi protein

plasma. Reaksi urtikaria dapat diatasi dengan obat antihistamin ( H, dan mungkin H2

blockers) dan steroid.

6.4 Reaksi Anafilaksis

Reaksi Anafilaksis jarang terjadi (kurang lebih 1 dari 150,000 transfusi). Reaksi ini

berat dan terjadi setelah hanya beberapa mililiter darah ditranfusi, secara khas pada IgA

pasien dengan defisiensi anti-IgA yang menerima tranfusi darah yang berisi IgA. Prevalensi

defisiensi IgA diperkirakan 1:600-800 pada populasi yang umum. Reaksi ini diatasi dengan

pemberian epinefrin, cairan, kortikosteroid, H1, dan H2 bloker. Pasien dengan defisiensi IgA

perlu menerima Washed Packed Red Cells, deglycerolized frozen red cells, atau IgA-Free

blood Unit .

Tandanya meliputi hipotensi, bronkospasme, periorbital dan laryngeal edema, mual &

muntah, erythema, urtikaria, konjunctivitis, dyspnoea, nyeri dada, dan nyeri abdomen.

Manajemen: hentikan transfusi sampai gejala menghilang selama 30 menit. Untuk

menghilangkan gejala berikan antihistamin, misalnya chlorpheniramine 10 mg. Berikan

chlorpheniramine sebelum transfusi berikutnya dilakukan.

6.5 Edema Pulmoner Nonkardiogenik

Sindrom acute lung injury (Transfusion-Related Acute Lung Injury [TRALI])

merupakan komplikasi yang jarang terjadi(<1:10,000). Ini berkaitan dengan transfusi

antileukositik atau anti-HLA antibodi yang saling berhubungan dan menyebabkan sel darah

putih pasien teragregasi di sirkulasi pulmoner. Tranfusi sel darah putih dapat berinteraksi

dengan leukoaglutinin. Perawatan Awal TRALI adalah sama dengan Acute Respiratory

distress syndrome (ARDS), tetapi dapat sembuh dalam 12-48 jam dengan terapi suportif.

Manajemen: atasi distres pernapasan dengan ventilator, dan berikan steroid.

6.6 Graft versus Host Disease

Reaksi jenis ini dapat dilihat pada pasien immune-compromised. Produk sel darah

berisi limfosit mampu mengaktifkan respon imun. Penggunaan filter leukosit khusus sendiri

Page 12: Transfusi Darah Edit

tidak dapat dipercaya mencegah penyakit graft-versus-host. Iradiasi (1500-3000 cGy) sel

darah merah, granulocyte, dan transfusi platelet secara efektif menginaktifasi limfosit tanpa

mengubah efikasi dari transfusi.

6.7 Purpura Posttransfusi

Thrombositopenia jarang terjadi setelah transfusi darah dan ini berkaitan dengan

berkembangnya aloantibodi trombosit. Karena alasan yang tidak jelas, antibodi

menghancurkan trombosit. Hitung trombosit secara jelas menurun 1 minggu setelah tranfusi.

Plasmapheresis dalam hal ini dianjurkan.

6.8 Imunosupresi

Transfusi leukosit merupakan produk darah dapat sebagai immunosuppressi. Ini

adalah terlihat jelas pada penerima cangkok ginjal, di mana transfusi darah preoperatif

nampak untuk meningkatkan survival dari graft. Beberapa studi menyatakan bahwa rekurensi

dari pertumbuhan malignan mungkin lebih mirip pada pasien yang menerima transfusi darah

selama pembedahan. Dari kejadian yang ada juga menyatakan bahwa tranfusi leukosit

allogenik dapat mengaktifkan virus laten pada resipien. Pada akhirnya, transfusi darah dapat

meningkatkan timbulnya infeksi yang serius setelah pembedahan atau trauma.

VI. Komplikasi Infeksi

7.1 Infeksi Virus Hepatitis

Sampai tes rutin untuk virus hepatitis telah diterapkan, insidensi timbulnya hepatitis

setelah transfusi darah 7-10%. Sedikitnya 90% tentang kasus ini adalah dalam kaitan dengan

hepatitis C virus. Timbulnya hepatitis posttransfusi antarab 1:63,000 dan 1:1,600,000, 75%

tentang kasus ini adalah anikterik, dan sedikitnya 50% berkembang menjadi penyakit hati

kronis. Lebih dari itu, tentang kelompok yang terakhir ini, sedikitnya 10-20% berkembang

menjadi cirrhosis.

7.2 Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS)

Virus yang bertanggung jawab untuk penyakit ini, HIV-1, ditularkan melalui transfusi

darah. Semua darah dites untuk mengetahui adanya anti-HIV-1 dan - 2 antibodi. Dengan

adanya FDA yang menguji asam nukleat memperkecil waktu kurang dari satu minggu dan

menurunkan resiko dari penularan HIV melalui tranfusi 1:1.900.000 tranfusi.

7.3 Infeksi Virus Lain

Cytomegalovirus (CMV) dan Epstein-Barr Virus umumnya menyebabkan penyakit

sistemik ringan atau asimptomatik. Yang kurang menguntungkan, pada beberapa individu

Page 13: Transfusi Darah Edit

menjadi pembawa infeksi asimptomatik; lekosit dalam darah dari donor dapat menularkan

virus. Pasien immunosupresif dan Immunocompromise (misalnya, bayi prematur dan

penerima transplantasi organ) peka terhadap infeksi CMV berat setelah tranfusi. Idealnya,

pasien - pasien menerima hanya CMV negatif.

Bagaimanapun, studi terbaru menunjukkan bahwa resiko transmisi CMV dari

transfusi dari darah yang leukositnya berkurang sama dengan tes darah yang CMV negatif.

Oleh karena itu, pemberian darah dengan leukosit yang dikurangi secara klinis cocok

diberikan pada pasien seperti itu. Human T sel virus lymphotropic I dan II ( HTLV-1 dan

HTLV-2) adalah leukemia dan lymphoma virus, kedua-duanya telah dilaporkan ditularkan

melalui transfusi darah; leukemia dihubungkan dengan myelopathy. Penularan Parvovirus

telah dilaporkan setelah transfusi faktor pembekuan. dan dapat mengakibatkan krisis

transient aplastic pada pasien immunocompromised. Penggunaan filter leukosit khusus

nampaknya mengurangi tetapi tidak mengeliminasi timbulnya komplikasi di atas.

7.4 Infeksi Parasit

Penyakit parasit yang dapat ditularkan melalui transfusi seperti malaria,

toxoplasmosis, dan Penyakit Chagas'. Namun kasus-kasus tersebut jarang terjadi.

7.5 Infeksi Bakteri

Kontaminasi bakteri adalah penyebab kedua kematian melalui transfusi. Prevalensi

kultur positif dari kantong darah berkisar dari 1/2000 trombosit sampai 1/7000 untuk RBC.

Prevalensi sepsis oleh karena transfusi darah berkisar dari 1/25,000 tromobosit sampai

1/250,000 untuk RBC. Angka-angka ini secara relatif besar dibandingkan ke resiko HIV atau

hepatitis, yang adalah di sekitar 1/1-2 juta. Baik bakteri gram-positif (Staphylococus) dan

bakteri gram-negatif (Yersinia dan Citrobacter) jarang mencemari transfusi darah dan

menularkan penyakit. Untuk mencegah kemungkinan kontaminasi dari bakteri, darah harus

berikan dalam waktu kurang dari 4 jam. Penyakit bakteri yang ditularkan melalui transfusi

darah dari donor meliputi sifilis, brucellosis, salmonellosis, yersiniosis, dan berbagai macam

rickettsia.

Manajemen: penanganan kasus ini adalah dengan memberikan antibiotik sesuai

bakteri penginfeksi. Bila jenis bakterinya tidak diketahui, kombinasi berikut dapat

dipertimbangkan:

- Bakteri gram negatif: piperacillin 4,5 g tds iv; atau ceftriaxone 1 g 1x/hari; atau

meropenem 1 g tds iv.

- Bakteri gram positif: teicoplain 400mg bd iv x2; atau vancomycin 1 g bd iv.

Page 14: Transfusi Darah Edit

7.6 Overload Cairan

Overload cairan terjadi bila transfusi dilakukan terlalu cepat. Gagal jantung ventrikel

kiri akut sering terjadi disertai dyspnoe, tachypnoea, batuk kering, peningkatan JVP, ronki

basal paru, hipertensi, dan takikardi.

Manajemen: hentikan transfusi, dan berikan oksigen dan diuretik.

7.7 Iron Overload

Komplikasi ini sering terjadi pada resipien dengan kelainan yang hidupnya

bergantung pada transfusi darah seperti talasemia dan sickle cell. Komplikasi ini terjadi bila

transfusi sudah mencapai 10-50 kantong.

Manajemen: dilakukan iron chelation therapy dengan desferoxamine 30-50 mg

subkutan atau infus lambat saat malam, minimal 5x/minggu.11

VII. Transfusi Darah Masif

Transfusi darah masif umumnya didefinisikan sebagai kebutuhan transfusi satu

sampai dua kali volume darah pasien. Pada kebanyakan pasien dewasa, equivalent dengan

10-20 unit.

8.1 Koagulopati

Penyebab utama perdarahan setelah transfusi darah masif adalah dilutional

thrombocytopenia. Secara klinis dilusi dari faktor koagulasi tidak biasa terjadi pada pasien

normal. Pelajari koagulasi dan hitung trombosit, jika tersedia, idealnya menjadi acuan

transfusi trombosit dan FFP. Analisa viskoelastis dari pembekuan darah

(thromboelastography dan Sonoclot Analyze) juga bermanfaat.

8.2 Keracunan Sitrat

Kalsium berikatan dengan bahan pengawet sitrat secara teoritis dapat menjadi penting

setelah transfusi darah dalam jumlah besar. Secara klinis hipokalsemia penting, karena

menyebabkan depresi jantung, tidak terjadi pada pasien normal kecuali jika transfusi

melebihi 1 U tiap-tiap 5 menit. Sebab metabolisme sitrat terutama di hepar, pasien dengan

penyakit atau disfungsi hepar (dan kemungkinan pada pasien hipotermi) memerlukan infus

kalsium selama transfusi masif.

8.3 Hipotermia

Page 15: Transfusi Darah Edit

Transfusi Darah massif adalah merupakan indikasi mutlak untuk semua produk darah

cairan intravena hangat ke temperatur badan normal. Aritmia Ventrikular dapat menjadi

fibrilasi, sering terjadi pada temperatur sekitar 30°C. Hypothermia dapat menghambat

resusitasi jantung. Penggunaan alat infus cepat dengan pemindahan panas yang efisien sangat

efisien telah sungguh mengurangi timbulnya insiden hipotermia yang terkait dengan

transfuse.

8.4 Kelainan Asam Basa

Walaupun darah yang disimpan adalah bersifat asam dalam kaitan dengan

antikoagulan asam sitrat dan akumulasi dari metabolit sel darah merah (karbondioksida dan

asam laktat), berkenaan dengan metabolisme asidosis metabolik yang berkaitan dengan

transfusi tidaklah umum. Yang terbanyak dari kelainan asam basa setelah tranfusi darah

masif adalah alkalosis metabolik postoperatif. Ketika perfusi normal diperbaiki, asidosis

metabolik berakhir dan alkalosis metabolik progresif terjadi, sitrat dan laktat yang ada dalam

tranfusi dan cairan resusitasi diubah menjadi bikarbonat oleh hepar.

8.5 Perubahan Konsentrasi Kalium Serum

Konsentrasi kalium ekstraselular dalam darah yang disimpan meningkat dengan

waktu. Jumlah kalium ekstraselular yang transfusi pada unit masing-msaing kurang dari 4

mEq perunit. Hyperkalemia dapat berkembang dengan mengabaikan umur darah ketika

transfusi melebihi 100 mL/min. Hypokalemia biasanya ditemui sesudah operasi, terutama

sekali dihubungkan dengan alkalosis metabolik.

VIII. Strategi Alternatif Penanganan Kehilangan Darah

9.1 Transfusi Autologus

Pasien yang mengalami prosedur pembedahan elektif dengan suatu kemungkinan

tinggi untuk transfusi dapat mendonorkan darah mereka sendiri untuk digunakan selama

operasi. Darah ini dapat dikumpulkan mulai 4-5 minggu sebelum operasi. Pasien

diperbolehkan untuk mendonorkan satu kantong darah sepanjang hematokrit kurang lebih

34% atau hemoglobin sekitar 11 g/dl. Kebutuhan pemakaian darah minimum 72 jam antara

mendonorkan darah dan membuat volume plasma kembali normal. Dengan suplementasi

besi dan terapi eritropoetin rekombinan ( 400 U perminggu), sedikitnya tiga atau empat unit

pada umumnya dikumpulkan sebelum operasi.

Beberapa studi menyatakan bahwa transfusi darah autologous tidak mempunyai efek

tambahan yang mempengaruhi survival pada pasien yang mengalami operasi untuk kanker.

Walaupun transfusi autologous mungkin mengurangi resiko infeksi dan reaksi transfusi,

Page 16: Transfusi Darah Edit

mereka tidaklah dengan sepenuhnya bebas dari resiko. Resiko meliputi reaksi immunologi

yang berhubungan dengan kesalahan pekerjaan karyawan dalam pengumpulan dan label,

pencemaran, dan gudang/penyimpanan yang tidak benar. Reaksi alergi dapat terjadi dalam

kaitan dengan alergen (misalnya, ethylen oksida), dapat masuk kedalam darah dari tempat

pengumpulan dan gudang penyimpanan. Pengumpulan darah preoperative autologous

dilakukan dengan frekuensi berkurang.

9.2 Penyimpanan Darah dan Pemberian Cairan Melalui Infus Berulang

Teknik ini umumnya digunakan pada bedah jantung, vaskular dan bedah tulang.

Darah di aspirasi intraoperatif bersama-sama dengan suatu pencegah pembekuan darah

(heparin) ke dalam suatu reservoir. Setelah jumlah darah cukup dikumpulkan, sel darah yang

merah di konsentratkan dan dicuci untuk dimurnikan dari kotoran dan zat pembeku kemudian

di transfusikan kembali ke dalam pasien. Konsentrat darah tersebut umumnya mempunyai

hematokrit 50-60%. Untuk digunakan secara efektif, teknik ini memerlukan kehilangan darah

lebih besar dari 1000-1500 mL. Kontrainidikasi meliputi pencemaran dari luka yang busuk

dan tumor malignan, meskipun demikian kekhawatiran tentang kemungkinan reinfusi sel

malignan via teknik ini tidak dibenarkan. Sistem lebih modern dan sederhana memungkinkan

reinfusion darah tanpa centrifuge.

9.3 Normovolemik Hemodilusi

Hemodilution normovolemic akut bergantung pada pendapat bahwa jika konsentrasi

sel darah merah dikurangi, total kehilangan sel darah merah dapat dikurangi apabila darah

dalam jumlah besar ditumpahkan. Lebih dari itu, cardiac output tetap normal sebab volume

intravaskular terkontrol. Darah umumnya dikeluarkan sebelum operasi melalui kateter

intravena yang besar dan digantikan dengan cairan kristaloid dan koloid, supaya pasien tetap

normovolemic tetapi dengan hematocrit 21-25%. Darah yang dikeluarkan disimpan dalam

kantong CPD pada suhu sampai 6 jam untuk menjaga fungsi dari trombosit. Darah di

transfusikan kembali ke pasien setelah kehilangan darah atau lebih cepat jika diperlukan.

9.4 Donor – Transfusi Langsung

Pasien dapat meminta donor darah dari anggota keluarga atau teman yang

mengandung ABO kompatibilitas. Kebanyakan bank darah tidak menyarankan hal ini dan

umumnya memerlukan donor kurang lebih 7 hari sebelum operasi untuk memproses darah

dan mengkonfirmasikan kompatibilitas.

Studi yang membandingkan keamanan dari pendonor-langsung dengan donor secara

random tidak ada perbedaan, ataupun bank darah lebih aman.

Page 17: Transfusi Darah Edit