Transfusi Darah

39
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transfusi darah adalah suatu rangkaian proses pemindahan darah donor ke dalam sirkulasi darah resipien sebagai upaya pengobatan. Transfusi darah telah mulai dicoba dilakukan sejak abad ke 15 dan hingga pertengahan abad ke 17, namun berakhir dengan kegagalan, karena cara pemberiannya dan pada waktu itu dipakai sebagai sumber donornya adalah darah hewan. Melalui berbagai percobaan dan pengamatan kemudian disimpulkan bahwa manusia yang semestinya menjadi sumber darah. Namun demikian pada masa ini, karena masih banyaknya kegagalan yang berakibat kematian, transfusi darah sempat dilarang dilakukan. Pada masa ini, transfusi darah telah dikerjakan langsung dari arteri donor ke dalam vena resipien. Pemikiran dasar pada transfusi adalah cairan intravaskuler dapat diganti atau disegarkan dengan cairan pengganti yang sesuai dari luar tubuh. Pada tahun 1901, Landsteiner menemukan golongan darah sistem ABO dan kemudian system antigen Rh (rhesus) ditemukan oleh Levine dan Stetson di tahun 1939. Kedua system ini menjadi dasar penting bagi transfusi darah modern. Meskipun kemudian ditemukan berbagai system antigen lain seperti Duffy, Kell dan lain-lain, tetapi system- system tersebut kurang berpengaruh. Tata cara transfusi darah semakin berkembang dengan digunakannya antikoagulan pada tahun 1914 oleh Hustin (Belgia), Agote 1

Transcript of Transfusi Darah

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Transfusi darah adalah suatu rangkaian proses pemindahan darah donor ke dalam sirkulasi darah resipien sebagai upaya pengobatan. Transfusi darah telah mulai dicoba dilakukan sejak abad ke 15 dan hingga pertengahan abad ke 17, namun berakhir dengan kegagalan, karena cara pemberiannya dan pada waktu itu dipakai sebagai sumber donornya adalah darah hewan. Melalui berbagai percobaan dan pengamatan kemudian disimpulkan bahwa manusia yang semestinya menjadi sumber darah. Namun demikian pada masa ini, karena masih banyaknya kegagalan yang berakibat kematian, transfusi darah sempat dilarang dilakukan. Pada masa ini, transfusi darah telah dikerjakan langsung dari arteri donor ke dalam vena resipien. Pemikiran dasar pada transfusi adalah cairan intravaskuler dapat diganti atau disegarkan dengan cairan pengganti yang sesuai dari luar tubuh. Pada tahun 1901, Landsteiner menemukan golongan darah sistem ABO dan kemudian system antigen Rh (rhesus) ditemukan oleh Levine dan Stetson di tahun 1939. Kedua system ini menjadi dasar penting bagi transfusi darah modern. Meskipun kemudian ditemukan berbagai system antigen lain seperti Duffy, Kell dan lain-lain, tetapi system- system tersebut kurang berpengaruh. Tata cara transfusi darah semakin berkembang dengan digunakannya antikoagulan pada tahun 1914 oleh Hustin (Belgia), Agote (Argentina), dan Lewisohn (1915). Sekitar tahun 1937 dimulailah sistem pengorganisasian bank darah yang terus berkembang sampai kini.Transfusi darah memang merupakan upaya untuk menyelamatkan kehidupan dalam banyak hal, dalam bidang pediatri misalnya dalam perawatan neonatus prematur, anak dengan keganasan, anak dengan kelainan defisiensi atau kelainan komponen darah, dan transplantasi organ. Namun transfusi bukanlah tanpa risiko, meskipun telah dilakukan berbagai upaya untuk memperlancar tindakan transfusi, namun efek samping, reaksi transfusi, atau infeksi akibat transfusi tetap mungkin terjadi. Maka bila diingat dan dipahami mengenai keamanannya, indikasinya perlu diperketat. Apabila memungkinkan, masih perlu dicari alternatif lain untuk mengurangi penggunaan transfusi darah. Pemberian komponen-komponen darah yang diperlukan saja lebih dibenarkan dibandingkan dengan pemberian darah lengkap (whole blood). Prinsip ini lebih ditekankan lagi di bidang ilmu kesehatan anak karena bayi maupun anak yang sedang tumbuh sebaiknya tidak diganggu sistem imunologisnya dengan pemberian antigen-antigen yang tidak diperlukan. Prinsip dukungan transfusi darah bagi anak dan remaja serupa dengan bagi orang dewasa, tetapi neonatus dan bayi mempunyai berbagai aspek khusus.Banyak hal yang harus diperhatikan dan dipersiapkan sehingga transfusi dapat dilaksanakan secara optimal. Oleh karena itu, salah satu tugas besar di masa yang akan datang adalah meningkatkan pemahaman akan penggunaan transfusi darah sehingga penatalaksanaannya sesuai dengan indikasi dan keamanannya dapat ditingkatkan. Referat ini diharapkan dapat menjadi penyegaran pengetahuan bagi kita dalam menghadapi kasus anak dan bayi yang memerlukan tindakan transfusi. Transfusi darah secara universal dibutuhkan untuk menangani pasien anemia berat, pasien dengan kelaian darah bawaan, pasien yang mengalami kecederaan parah, pasien yang hendak menjalankan tindakan bedah operatif dan pasien yang mengalami penyakit liver ataupun penyakit lainnya yang mengakibatkan tubuh pasien tidak dapat memproduksi darah atau komponen darah sebagaimana mestinya. Pada negara berkembang, transfusi darah juga diperlukan untuk menangani kegawatdaruratan melahirkan dan anak-anak malnutrisi yang berujung pada anemia berat (WHO, 2007). Tanpa darah yang cukup, seseorang dapat mengalami gangguan kesehatan bahkan kematian. Oleh karena itu, tranfusi darah yang diberikan kepada pasien yang membutuhkannya sangat diperlukan untuk menyelamatkan jiwa. Angka kematian akibat dari tidak tersedianya cadangan tranfusi darah pada negara berkembang relatif tinggi. Hal tersebut dikarenakan ketidakseimbangan perbandingan ketersediaan darah dengan kebutuhan rasional.

Prinsip transfusin darah bagi anak dan remaja serupa dengan dewasatetapi neonatus dan bayi mempunyainbanyak pertimbangan khusus. Maka untuk dapat menentukan kapan seorang anak harus dilakukan transfusi dan berapa banyak jumlah darah atau komponen darah yang akan di transfusikan maka disini akan di bahas mengenai persiapan, indikasi, prinsip transfusi komponen darah dan darah lengkap sesuai umur anak dan komplikasi transfusi darah.1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian transfusi darah ?

2. Apa tujuan transfusi darah ?

3. Apa manfaat transfusi darah ?

4. Apa syarat transfusi darah ?

5. Apa saja jenis golongan darah ?

6. Bagaimana proses transfusi darah ?7. Pemeriksaan apa yang dilakukan sebelum proses transfusi darah ?8. Apa indikasi transfuse darah ?

9. Apa saja macam-macam darah yang dapat ditransfusikan ?

10. Apa komplikasi dari transfuse darah ?

1.3 Tujuan

Tujuan umum :UntukmemenuhitugasmatakuliahDarah dan Imunoogi pada kasus Transfusi Darah Tujuan khusus :Makalah ini kami buat dengan bertujuan agar :1. Agar mahasiswadapatmengetahui pengertian transfuse darah 2. Agar mahasiswa dapat mengetahui tujuan transfusi darah3. Agar mahasiswa dapat mengetahui manfaat transfusi darah

4. Agar mahasiswa dapat mengetahui syarat transfusi darah5. Agar mahasiswa dapat mengetahui proses transfuse darah6. Agar mahasiswa dapat mengetahui indikasi transfusi darah 7. Agar mahasiswa dapat mengetahui golongan darah8. Agar mahasiswa dapat mengetahui Pemeriksaan sebelum transfusi darah9. Agar mahasiswa dapat mengetahui jenis-jenis darah yang dapat di transfusikan10. Agar mahasiswa dapat mengetahui komplikasi transfusi darahBAB IILANDASAN TEORI2.1 SkenarioMODUL X (DARAH DAN IMUNOLOGI)

SKENARIO - 5

TRANSFUSI DARAH

Nyonya R, usia 45 tahun, setelah operasi, dianjurkan untuk transfuse daah oleh dokter. Pada waktu darah transfuse di terima, petugas menganjurkan untuk melakukan cross check ulang secara ulang secara langsung dengan darah Nyonya R sendiri untuk menghindari kesalahan transfuse.

Setelah transfuse darah, Nyonya R mengeluh demam, menggigil, bentol-bentol diseluruh tubuh. Instruksi dokter, tansfusi darah dihentikan sementara dan dilakukan terapi.

STEP 1

Cross Check: pemeriksaan silang antara yang di donor dan pendonorSTEP 2

1. Apa saja manfaat transfuse darah dan setelah transfuse ?

2. Terapi seperti apa yang diberikan pada Ny.R ?

3. Golongan darah apa yang dapat diberikan ?4. Apa Indikasi dilakukan transfuse darah ?

5. Kenapa setelah ditransfusi nyonya R mengeluh demam, menggigil, bentol-bentol di seluruh tubuh ?

6. Apa efek samping dari kesalahan transfuse ?

STEP 3

1. Untuk menggantikan kehilangan darah yang hilang

2. - Stop transfuse darah

Berikan obat simptomatik

Bila terjadi reaksi alergi : anti histamine

3. Sesuai golongan darah pada pasien

4. - anemia

Thalasemia

Pasca operasi

Perdarahan

5. Karena terjadi reaksi hipersensitivitas

6. Terjadi reaksi alergi : demam, menggigil, bentol-bentol pada seuruh tubuh

STEP IV

Ny.R

Operasi

Cross Check

Transfusi Darah

Reaksi Hipersensitivitas

Demam Menggigil Bentol-bentol diseluruh tubuh

Terapi

Stop Transfusi

Terapi

2.2 Learning Objective1. Mahasiswa dapat mengetahui, memahami, dan menjelaskan defenisi transfusi darah

2. Mahasiswa dapat mengetahui, memahami, dan menjelaskan syarat transfusi darah

3. Mahasiswa dapat mengetahui, memahami, dan menjelaskan indikasi transfusi darah

4. Mahasiswa dapat mengetahui, memahami, dan menjelaskan kontraindikasi transfusi darah

5. Mahasiswa dapat mengetahui, memahami, dan menjelaskan tujuan transfusi darah

6. Mahasiswa dapat mengetahui, memahami, dan menjelaskan manfaat transfusi darah

7. Mahasiswa dapat mengetahui, memahami, dan menjelaskan jenis-jenis darah yang ditransfusikan

8. Mahasiswa dapat mengetahui, memahami, dan menjelaskan komplikasi transfusi darah

9. Mahasiswa dapat mengetahui, memahami, dan menjelaskan reaksi hipersensitivitas beserta tipe-tipe hipersensitivitas

BAB IIIPEMBAHASAN

3.1 Transfusi Darah

3.1.1 Pengertian Transfusi Darah

Transfusi darah adalah proses mentransfer darah atau darah berbasis produk dari satu orang ke dalam sistem peredaran darah orang lain. Transfusi darah dapat menyelamatkan jiwa dalam beberapa situasi, seperti kehilangan darah besar karena trauma, atau dapat digunakan untuk menggantikan darah yang hilang selama operasi.

Transfusi darah juga dapat digunakan untuk mengobati anemia berat atau trombositopenia yang disebabkan oleh penyakit darah. Orang yang menderita hemofilia atau penyakit sel sabit mungkin memerlukan transfusi darah sering. Awal transfusi darah secara keseluruhan digunakan, tapi praktek medis modern umumnya hanya menggunakan komponen darah.

Tranfusi darah : memindahkan cairan (darah) dari seorang donor kepada seorang akseptor (resipien).

Transfusi Darah adalah proses pemindahan darah dari seseorang yang sehat (donor) ke orang sakit (respien). Darah yang dipindahkan dapat berupa darah lengkap dan komponen darah.

Transfusi darah adalah suatu tindakan medis yang bertujuan mengganti kehilangan darah pasien akibat kecelakaan, operasi pembedahan atau oleh karena suatu penyakit. Darah yang tersimpan di dalam kantong darah dimasukan ke dalam tubuh melalui selang infus.

DONOR dan RESIPIEN

Donor

Seorang disebut donor jika ia memberikan darah ke orang lain/ menyumbang

Darah

Seorang donor yang diperhatikan adalah ia punya aglutinogen apa karena yang

diperlukan dalam tranfusi itu sel darah bukan plasma darah

jadi karena perlu sel darah dan sel darah mengandung aglitinogen maka aglutinogen pendonor mutlak harus diketahui supaya sesuai dengan resipien nya

Perlu diketahui ketika terjadi tranfusi darah / donor darah , plasma darah itu ditinggal tidak ikut di tranfusi ke dalam resipien yang didonorkan hanya sel darahnya maka harus tahu aglutinogennya , tidak perlu tahu aglutininnya

Bayangkan nanti jika seorang bergolongan darah O (donor universal) yang tak punya Aglutinogen di sel darahnya , namun punya aglutinin lengkap a dan b di plasmanya didonorkan ke A,B, atau AB ya pasti akan menggumpal semua kalau serum / plasma yang mengandung aglutinin a dan b ikut dimasukkan atau di tranfusikan

Resipien

seorang yang menerima darah dari orang lain karena ia kekurangan darah yang diperhatikan seorang sebagai resipien adalah kebalikan dari donor , ia punya aglutinin apa di plasma darahnya, ia punya a atau b , atau bahkan tidak punya agglutinin

karena aglutinin di plasma itu penghancur aglutinogen di sel maka sekarang jadi mudah di analisa , ketika resipien tidak punya aglutinin maka ia tak punya mesin penghancur

karena tidak punya penghancur , resipien di beri sel darah yang aglutinogennya apa saja ya tidak ada masalah

Contoh ya kalau masih bingung , jika ia bergologan darah A punya aglutinin b didonor oleh darah O yang tidak punya aglutinogen apa apa di sel darahnya sehingga nggak ada yang dihancurkan maka tidak ada masalah

jika seorang bergolongan darah O diberi darah bergolongan darah B ya pasti tewas karena sel darah yang mengandung aglutinogen B itu akan dihancurkan oleh aglutinin b milik resipiens , ya sia sia sel darah B yang dimasukkan kedalam karena pasti dirusak3.1.2 Tujuan Transfusi Darah1) Memelihara dan mempertahankan kesehatan donor. 2) Memelihara keadaan biologis darah atau komponen komponennya agar tetap bermanfaat. 3) Memelihara dan mempertahankan volume darah yang normal pada peredaran darah (stabilitas peredaran darah)4) Mengganti kekurangan komponen seluler atau kimia darah.5) Meningkatkan oksigenasi jaringan. 6) Memperbaiki fungsi Hemostatis7) Tindakan terapi kasus tertentu.3.1.3 Manfaat Transfusi Darah

1) Bagi Pendonora. Dapat memeriksakan kesehatan secara berkala 3 bulan sekali seperti tensi, Lab Uji Saring (HIV, Hepatitis B, C, Sifilis dan Malaria).b. Mendapatkan piagam penghargaan sesuai dengan jumlah menyumbang darahnya antara lain 10, 25, 50, 75, 100 kalic. Donor darah 100 kali mendapat penghargaan Satya Lencana Kebaktian Sosial dari Pemerintahd. Merupakan bagian dari ibadah.e. Sarana amal kemanusiaan bagi yang sakit, kecelakaan, operasi dll (setetes darah merupakan nyawa bagi merek)f. Pendonor yang secara teratur Mendonorkan Darah (setiap 3 Bulan) akan menurunkan Resiko Terkena penyakit Jantung sebesar 30 % (British Journal Heart) seperti serangan jantung Koroner dan Strokeg. Pemeriksaan ringan secara triwulanan meliputi Tensi darah, kebugaran (Hb), gangguan kesehatan (hepatitis, gangguan dalam darah dllh. Mencegah stroke (Pria lebih rentan terkena stroke dibanding wanita karena wanita keluar darah rutin lewat menstruasi kalau pria sarana terbaik lewat donor darah aktif)2) Bagi Resipen

Sekantong darah yang didonorkan seringkali dapat menyelamatkan nyawa seseorang. Darah adalah komponen tubuh yang berperan membawa nutrisi dan oksigen ke semua organ tubuh, termasuk organ-organ vital seperti otak, jantung, paru-paru, ginjal, dan hati. Jika darah yang beredar di dalam tubuh sangat sedikit oleh karena berbagai hal, maka organ-organ tersebut akan kekurangan nutrisi dan oksigen.

Akibatnya, dalam waktu singkat terjadi kerusakan jaringan dan kegagalan fungsi organ, yang berujung pada kematian. Untuk mencegah hal itu, dibutuhkan pasokan darah dari luar tubuh. Jika darah dalam tubuh jumlahnya sudah memadai, maka kematian dapat dihindari3.1.4 Syarat donor1. Umur 17 - 60 tahun( Pada usia 17 tahun diperbolehkan menjadi donor bila mendapat ijin tertulis dari orangtua. Sampai usia tahun donor masih dapat menyumbangkan darahnya dengan jarak penyumbangan 3 bulan atas pertimbangan dokter )2. Berat badan minimum 45 kg3. Temperatur tubuh : 36,6 - 37,5o C (oral)4. Tekanan darah baik ,yaitu:a. Sistole = 110 - 160 mm Hgb. Diastole = 70 - 100 mm Hg5. Denyut nadi; Teratur 50 - 100 kali/ menit6. Hemoglobina. Wanita minimal = 12 gr %b. Pria minimal = 12,5 gr %7. Jumlah penyumbangan pertahun paling banyak 5 kali, dengan jarak penyumbangan sekurang-kurangnya 3 bulan. Keadaan ini harus sesuai dengan keadaan umum donor.3.1.5 Golongan Darah

Membran eritrosit mengandung dua antigen yaitu tipe-A dan tipe-B. antigen ini disebut aglutinogen. Sebaliknya, antibody yang terdapat dalam plasma akan bereaksi spesifik terhadap antigen tipe-A atau tipe-B yang dapat menyebabkan aglutinasi (penggumpalan) eritrosit. Antibody plasma yang menyebabkan penggumpalan aglutinogen disebut aglutinin. Ada dua macam aglutinin, yaitu aglutinin-a (zat anti-A) dan aglutinin-b (zat anti-B).Aglutinogen-A mempunyai enzim glikosil tranferase yang mengnadung asetil glukosamin pada rangka glikoproteinnya. Sedangkan aglutinogen-B mengandung enzim galaktosa pada rangka glikoprotennya. Aglutinogen-AB adalah golongan yang memiliki kedua jenis enzim tersebut.Ahli imunologi (ilmu tentang kekebalan tubuh) kebangsaan Austria bernama Karl Landsteiner (1868-1943) mengelompokkan golongan darah manusia. Berdasarkan ADA ATAU TIDAK ADANYA AGLUTINOGEN maka golongan darah dikelompokkan menjadi golongan darah A, B, AB, dan O.

Golongan darah A, yaitu jika eritrosit mengandung aglutinogen-A dan agglutinin b dalam plasma darah Golongan darah B, yaitu jika eritrosit mengandung aglutinogen-B dan aglutinin-a dalam plasa darah Golongan darah AB, yaitu jika eritrosit mengandung aglutinogen-A dan B, dan plasma darah tidak meiliki aglutinin Golongan darah O, yaitu jika eritrosit tidak memiliki agutinogen-A dan B, dan plasma darah memiliki aglutinin-a dan b.

Tabel Golongan Darah Berdasarkan Aglutinin dan AglutinogenGolongan DarahAglutinogenAglutinin

AAB

BBA

ABA dan BTidak Ada

OTidak Adaa dan b

Uji Golongan Darah

Uji golongan darah atau tes darah dilakukan untuk mengetahui golongan darah seseorang. Cara melakukan tes darah adalah dengan mengambil sampel darah orang yang akan di tes golongan darahnya, kemudian sampel darah tersebut ,masing- masing akan ditetesi oleh serum anti A, anti B dan anti AB. Serum tersebut identik dengan aglutinin sehingga serum tersebut dapat menggumpalkan darah apabila bercampur dengan darah yang memiliki aglutinogen yang sesuai.Contohnya seseorang dengan golongan darah A jika ditetesi dengan serum anti A maka darahnya akan menggumpal, karena aglutinogen pada darah orang tersebut bercampur dengan serum anti A yang identik dengan aglutinin a. Sedangkan ketika ditetesi serum anti B darahnya tidak menggumpal karena orang tersebut tidak memiliki aglutinogen B sehingga serum anti B tidak menggumpalkan darah.

Metode Rhesus

Cara lain dalam mengelompokan golongan darah adalah dengan menggunakan metode Rhesus.Tipe Rhesus ini pertama kali ditemukan pada eritrosit kera spesies Maccacus rhesus.Rhesus positif (+) maka di dalam eritrositnya terdapat aglutinogen/ antigen rhesus (Disebut juga aglutinogen D). Rhesus negative (-) maka di dalam eritrositnya tidak terdapat aglutinogen/ antigen rhesus (Aglutinogen D).Kira-kira 85% dari seluruh bangsa berkulit putih adalah Rh negatif, sedangkan pada bangsa Afrika yang berkulit hitam 100% adalah Rh positif.Golongan darah rhesus ini dapat mempengaruhi keturunan dan jika terjadi ketidakcocokan maka dapat menyebabkan kelainan eritroblastosis fetalis.

Tabel Fenotip dan Genotip

Macam RhesusFenotipGenotip

Rhesus (+) Rhesus Positif Rh+Rh+ / Rh+Rh-

Rhesus (-) Rhesus Negatif Rh-Rh-

3.1.6 Indikasi Transfusi Darah

1) Anemia pada perdarahan akut setelah didahului penggantian volume dengan cairan2) Anemia kronis jika Hb tidak dapat ditingkatkan dengan cara lain3) Gangguan pembekuan darah karena defisiensi komponen4) Plasma loss atau hipoalbuminemia jika tidak dapat lagi diberikan plasma subtitute atau larutan albumin

Dalam pedoman WHO (Sibinga, 1995) disebutkan :1) Transfusi tidak boleh diberikan tanpa indikasi kuat2) Transfusi hanya diberikan berupa komponen darah pengganti yang hilang/kurang

Berdasarkan tujuan di atas komponen darah harus sesuai kebutuhan

Perlu pedoman pemberian komponen darah efek samping transfusi minimal

3.1.7 Prosedur Pelaksanaan Transfusi Darah

Banyak laporan mengenai kesalahan tatalaksana transfusi, misalnya kesalahan pemberian darah milik pasien lain. Untuk menghindari berbagai kesalahan, maka perlu diperhatikan hal- hal dibawah ini:1. Identitas pasien harus dicocokkan secara lisan maupun tulisan (status dan papan nama).2. Pemeriksaan identitas dilakukan di sisi pasien.3. Identitas dan jumlah darah dalam kemasan dicocokkan dengan formulir permintaan darah

4. Tekanan darah, frekuensi denyut jantung dan suhu harus diperiksa sebelumnya, serta diulang secara rutin5. Observasi ketat, terutama pada 15 menit pertama setelah transfusi darah dimulai.

Sebaiknya satu unit darah diberikan dalam waktu 1-2 jam tergantung status kardiovaskuler dan dianjurkan tidak lebih dari 4 jam mengingat kemungkinan proliferasi bakteri pada suhu kamar.3.1.8 Pemeriksaan yang Berhubungan dengan Transfusi Darah

Untuk mengetahui jenis pemeriksaan yang harus dilakukan sebelum transfusi dan hal-hal yang kemungkinan akan terjadi setelah transfusi, haruslah diketahui beberapa unsur yang ada di dalam darah yang akan ditransfusikan.Unsur penting yang harus diketahui karena mempunyai unsur antigenik adalah:1. Eritrosit:

Untuk eritrosit, diperlukan pemeriksaan penggolongan darah menggunakan sistem ABO, Rhesus (Rh), MNS dan P, Kell, Lutheran, Duffy, Kidd, Lewis, dan lain-lain.

2. Leukosit dan trombosit:

Walaupun sifat antigenik pada leukosit dan trombosit relatif lemah, tetapi saat ini menjadi penting sekali di bidang transplantasi organ, karena bersifat antigen jaringan.3. Serum

Sifat antigeniknya lemah, tetapi kadang dapat menimbulkan reaksi transfuse

Transfusi darah yang ideal haruslah mempunyai sifat antigeni darah donor yang cocok seluruhnya terhadap antigen resipien. Hal ini sangat sulit dalam pelaksanaannya. Untuk keperluan praktis, umumnya secara rutin dilakukan pengujian sebagai berikut:a. Golongan darah donor dan resipien dalam sistem ABO dan Rhesus, untuk menentukan antigen eritrosit. Menentukan golongan Rhesus dilakukan dengan meneteskan complete anti D pada eritrosit yang diperiksa lihat tabel

Tabel Uji golongan darah ABO

Eritrosit Golongan Ditetesi uji sera

Anti AAnti BAnti AB

A+-+

B-++

AB+++

O---

b. Reverse Grouping, yaitu menentukan antibodi dalam serum donor dan resipien, terutama mengenai sistem ABO lihat tabelTabel Reverse GroupingSerum Golongan DarahDitetesi eritrosit yang diketahui

Sel ASel B

A-+

B+-

AB--

O++

c. Cross matchSetelah golongan darah ditentukan, kemudian dilakukan cross match dari darah donor dan resipien yang bersangkutan. Ada dua macam cross match, yaitu major cross match (serum resipien ditetesi eritrosit donor), dan minor cross match (serum donor ditetesi eritrosit resipien). Cross match yang lengkap haruslah dalam tiga medium, yaitu:

NaCl Fisiologis Enzim (metode enzim) Serum Coombs (metode Coombs tidak langsung)

Semua pemeriksaan harus dilakukan dalam tabung serologis dan setiap hasil yang negatif harus dipastikan secara mikroskopis. Untuk pemeriksaan yang lengkap tersebut diperlukan waktu 2 jam. Dalam keadaan darurat dapat dikerjakan cross match dalam NaCl fisiologis pada gelas obyek. Bahayanya adalah tidak dapat ditentukan adanya incomplete antibody dalam darah resipien atau donor, sehingga risiko reaksi transfusi makin besar.

3.1.9 Macam-macam darah yang dapat ditransfusikan

Untuk kepentingan transfusi, tersedia berbagai produk darah, seperti yang tercantum dalam tabel Tabel Karakteristik darah dan komponen-komponen darah

KomponenPenyimpananKomposisiIndikasiRisikoPemberian

Whole blood (darah lengkap)Jika disimpan di lemari pendingin pada suhu 1-5C, memiliki masa simpan sampai 21 hari untuk darah sitrat (CPD/ citrate phosphate dextrose), dan selama 35 hari untuk darah CPDA-1(CPD & Adenin), dan 49 hari bila ditambahkan larutan nutritive SADM(Nacl, dextrose,adenine, manitol).

Darah sitrat yang telah dikeluarkan dari lemari pendingin harus digunakan dalam waktu 4 jam.Mengandung semua jenis komponen darah Setiap unit kantung darah berkapasitas 350ml darah dan 49ml pengawet (anti pembekuan & zat aditif) atau 250ml darah dengan 35ml pengawet, dengan Ht 36 40%.Anemia

Penggantian volume untuk kehilangan darah (> 15 20%)

Renjatan berat

Perbaikan f/ oksigenasi

Transfusi tukarHarus diperiksa gol. darah ABO, cross match dan agen-agen infeksi. Reaksi febris dan hemolitik

Aloimunisasi terhadap antigen eritrosit, leukosit atau trombosit. Pada saat kehilangan darah akut, secepat mungkin yang masih dapat ditoleransi.

Pada kondisi lain, diberikan dalam 2 4 jam. 10 ml/KgBB akan meningkatkan Ht 5% dan mendukung volume.

Packed red cells (sel darah merah pekat)Sama seperti whole blood. Penam-bahan larutan rejuvenating dapat memperlama penyimpanan hingga 42 hari.Komponen ini dipisahkan dari donor tunggal dengan sentrifugasi darah lengkap.

Mengandung eritrosit, leukosit, trombosit dan sedikit plasma.

Setiap unit yang siap ditransfusikan memiliki nilai Ht 55% setelah ditambahkan larutan aditif.Anemia simptomatik, anemia karena keganasan, anemia aplastik, anemia hemolitik, anemia defisiensi berat dengan ancaman gagal jantung/ infeksi berat

Trauma

Perdarahan akut

Kasus yang membutuhkan support kardiopulmoner secara intensif (Ht

Anemia kronis (Ht Sama seperti whole blood.Sejauh dapat ditoleransi pasien dalam 2 4 jam. Dosis 3 ml/Kg akan meningkatkan Ht 3%. Jika status kardiovas-kuler stabil, berikan 10 ml/KgBB dalam 2 4 jam. Jika tidak stabil, gunakan volume yang lebih kecil.

Washed or filtered red cells (sel darah merah yang dicuci)Pencucian dengan saline,akan menghilangkan Ab pada sel darah merah, kelebihan kalium dan sisa leukosit.

Saat sel-sel dicuci, mempunyai ketahanan 24 jam, selanjutnya bersifat sama seperti packed red cells.Sama seperti packed red cellsPx dengan alergi yang butuh transfusi berulang

Px yang mempunyai ab terhadap protein plasma

Px dengan hemoglobinuria nocturnal proksismalSama seperti packed red cellsSama seperti packed red cells

Frozen-thawed deglycerolized RBC (sel darah merah beku- dicairkan cuci)Komponen sel darah merah diawetkan dalam larutan gliserol, dan dibekukan, kemudian dicairkan dan dicuci agar gliserol, plasma, antikoagulan, leukosit dan sisa trombosit tersingkirkan.Sama seperti packed red cellsPx yang perlu transfusi antigen-matched(karena Ab sel darah merah menetap/mencegah terbentuknya Ab baru)

Px dengan reaksi alergi Sama seperti packed red cells.Sama seperti packed red cells.

Fresh frozen plasma(plasma segar beku)Plasma dari whole blood, yang dipisahkan dan lalu dibekukan dalam 8 jam, disimpan dibawah 18C hingga 1 tahunMengandung > 80% dari seluruh protein plasma prokoagulan dan antikoagulanDefisiensi berbagai factor pembekuan (penggantian protein plasma prokoagulan dan antikoagulan)

Trauma dengan perdarahan hebat

Renjatan(syok)

Penyakit hati berat

Imunodefisiensi yang tidak tersedia preparat khusus)

Pada bayi dengan enteropati disertai hilangnya protein (protein losing enteropathy)Perlu di cross match. Risiko volume overload, penyakit infeksi, reaksi alergi. Secepat yang dapat ditoleransi pasien, tidak boleh >4 jam. Dosis 1015 ml/Kg mening-katkan kadar faktor pembekuan 1015%

CryoprecipitateDibuat dengan membekukan plasma segar hingga 80 Iu/pak, XIII, fibrinogen 100 350/pak, dan fibronectin pada konsentrasi > dari plasma. Terapi defisiensi faktor VIII, Von Willebtand, dan fibrinogen. Sama seperti fresh frozen plasma. Dapat diberikan sebagai infus cepat. Dosis pak/Kg BB akan meningkatkan kadar faktor VIII 80 100% dan fibrinogen 200 250 mg/dL.

Konsentrat trombosit dari whole bloodDipisahkan dari plasma kaya trombosit dan disimpan pada 22C selama 3 5 hari. Setiap unit mengandung 5x1010 trombosit. Terapi trombositopenia atau defek fungsi trombosit.Tidak diperlukan cross match. Risiko lain sama dengan whole bloodDapat diberikan sebagai infus cepat atau yang diperlukan sesuai status kardiovaskuler, tidak lebih dari 4 jam. Dosis 10 ml/Kg, dapat meningkatkan trombosit setidaknya 50.000/L.

Konsentrat trombosit dengan teknik apheresisSama seperti unit donor acakKandungan trombosit sama dengan 6 10 unit konsentrat donor acak. Tergantung pada teknik yang digunakan, relatif bebas leukosit, bergu-na untuk mencegah aloimunisasiSama seperti konsentrat trombosit dari whole blood, khususnya jika aloimunisasi dapat menjadi masalahSama seperti konsentrat trombosit dari whole bloodSama seperti konsentrat trombosit dari whole blood

GranulocytesMeskipun dapat disimpan pada suhu 20 24C yang stabil, sebaiknya ditransfusikan sesegera mungkin setelah pengumpulanMengandung setidaknya 1x1010 granulosit, juga eritrosit dan trombosit. Neutropenia berat (Sama seperti trombosit. Reaksi leukostasis pulmoner. Reaksi febris berat.Diberikan sebagai infus lebih dari 2 4 jam. Dosis: 1 unit/hari untuk neonatus dan bayi, 1x109 granulosit/Kg.

3.1.10 Komplikasi Transfusi Darah

Reaksi transfusi darah secara umumTidak semua reaksi transfusi dapat dicegah. Ada langkah-langkah tertentu yang perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya reaksi transfusi, walaupun demikian tetap diperlukan kewaspadaan dan kesiapan untuk mengatasi setiap reaksi transfusi yang mungkin terjadi. Ada beberapa jenis reaksi transfusi dan gejalanya bermacam-macam serta dapat saling tumpang tindih. Oleh karena itu, apabila terjadi reaksi transfusi, maka langkah umum yang pertama kali dilakukan adalah menghentikan transfusi, tetap memasang infus untuk pemberian cairan NaCl 0,9% dan segera memberitahu dokter jaga dan bank darah.

Reaksi Transfusi Hemolitik AkutReaksi transfusi hemolitik akut (RTHA) terjadi hampir selalu karena ketidakcocokan golongan darah ABO (antibodi jenis IgM yang beredar) dan sekitar 90%-nya terjadi karena kesalahan dalam mencatat identifikasi pasien atau unit darah yang akan diberikan.Gejala dan tanda yang dapat timbul pada RTHA adalah demam dengan atau tanpa menggigil, mual, sakit punggung atau dada, sesak napas, urine berkurang, hemoglobinuria, dan hipotensi. Pada keadaan yang lebih berat dapat terjadi renjatan (shock), koagulasi intravaskuler diseminata (KID), dan/atau gagal ginjal akut yang dapat berakibat kematian.Untuk mengatasi hal tersebut perlu dilakukan tindakan sebagai berikut: a) meningkatkan perfusi ginjal, b) mempertahankan volume intravaskuler, c)mencegah timbulnya DIC. Reaksi Transfusi Hemolitik LambatReaksi transfusi hemolitik lambat (RTHL) biasanya disebabkan oleh adanya antibodi yang beredar yang tidak dapat dideteksi sebelum transfusi dilakukan karena titernya rendah. Reaksi yang lambat menunjukkan adanya selang waktu untuk meningkatkan produksi antibodi tersebut. Hemolisis yang terjadi biasanya ekstravaskuler.Gejala dan tanda yang dapat timbul pada RTHL adalah demam, pucat, ikterus, dan kadang-kadang hemoglobinuria. Biasanya tidak terjadi hal yang perlu dikuatirkan karena hemolisis berjalan lambat dan terjadi ekstravaskuler, tetapi dapat pula terjadi seperti pada RTHA. Apabila gejalanya ringan, biasanya tanpa pengobatan. Bila terjadi hipotensi, renjatan, dan gagal ginjal, penatalaksanaannya sama seperti pada RTHA.2,3 Reaksi Transfusi Non-Hemolitik

Demam

Demam merupakn lebih dari 90% gejala reaksi transfusi. Umumnya ringan dan hilang dengan sendirinya. Dapat terjadi karena antibodi resipien bereaksi dengan leukosit donor. Demam timbul akibat aktivasi komplemen dan lisisnya sebagian sel dengan melepaskan pirogen endogen yang kemudian merangsang sintesis prostaglandin dan pelepasan serotonin dalam hipotalamus. Dapat pula terjadi demam akibat peranan sitokin (IL-1b dan IL-6). Umumnya reaksi demam tergolong ringan dan akan hilang dengan sendirinya. Reaksi alergiReaksi alergi (urtikaria) merupakan bentuk yang paling sering muncul, yang tidak disertai gejala lainnya. Bila hal ini terjadi, tidak perlu sampai harus menghentikan transfusi. Reaksi alergi ini diduga terjadi akibat adanya bahan terlarut di dalam plasma donor yang bereaksi dengan antibodi IgE resipien di permukaan sel-sel mast dan eosinofil, dan menyebabkan pelepasan histamin. Reaksi alergi ini tidak berbahaya, tetapi mengakibatkan rasa tidak nyaman dan menimbulkan ketakutan pada pasien sehingga dapat menunda transfusi. Pemberian antihistamin dapat menghentikan reaksi tersebut.Sebagian besar transfusi adalah aman dan berhasil; tetapi reaksi ringan kadang bisa terjadi, sedangkan reaksi yang berat dan fatal jarang terjadi. Reaksi yang paling sering terjadi adalah demam dan reaksi alergi (hipersensitivitas), yang terjadi sekitar 1-2% pada setiap transfusi.

Gejalanya berupa: gatal-gatal, kemerahan, pembengkakan, pusing, demam, sakit kepala.

Gejala yang jarang terjadi adalah kesulitan pernafasan, bunyi mengi dan kejang otot. Yang lebih jarang lagi adalah reaksi alergi yang cukup berat.

Reaksi anafilaktikReaksi yang berat ini dapat mengancam jiwa, terutama bila timbul pada pasien dengan defisiensi antibodi IgA atau yang mempunyai IgG anti IgA dengan titer tinggi. Reaksinya terjadi dengan cepat, hanya beberapa menit setelah transfusi dimulai. Aktivasi komplemen dan mediator kimia lainnya meningkatkan permeabilitas vaskuler dan konstriksi otot polos terutama pada saluran napas yang dapat berakibat fatal. Gejala dan tanda reaksi anafilaktik biasanya adalah angioedema, muka merah (flushing), urtikaria, gawat pernapasan, hipotensi, dan renjatan.Penatalaksanaannya adalah :1) menghentikan transfusi dengan segera,

2) tetap infus dengan NaCl 0,9% atau kristaoid, 3) berikan antihistamin dan epinefrin. Pemberian dopamin dan kortikosteroid perlu dipertimbangkan. Apabila terjadi hipoksia, berikan oksigen dengan kateter hidung atau masker atau bila perlu melalui intubasi.

Efek samping lain dan resiko lain transfusi Komplikasi dari transfusi massif Transfusi massif adalah transfusi sejumlah darah yang telah disimpan, dengan volume darah yanglebih besar daripada volume darah resipien dalam waktu 24 jam.

Pada keadaan ini dapat terjadi hipotermia bila darah yang digunakan tidak dihangatkan, hiperkalemia, hipokalsemia dan kelainan koagulasi karena terjadi pengenceran dari trombosit dan factor- factor pembekuan. Penggunaan darah simpan dalam waktu yang lama akan menyebabkan terjadinya beberapa komplikasi diantaranya adalah kelainan jantung, asidosis, kegagalan hemostatik, acute lung injury. Penularan penyakit Infeksia. Hepatitis virusPenularan virus hepatitis merupakan salah satu bahaya/ resiko besar pada transfusi darah. Diperkirakan 5-10 % resipien transfusi darah menunjukkan kenaikan kadar enzim transaminase, yang merupakan bukti infeksi virus hepatitis. Sekitar 90% kejadian hepatitis pasca transfusi disebabkan oleh virus hepatitis non A non B. Meski sekarang ini sebagian besar hepatitis pasca transfusi ini dapat dicegah melalui seleksi donor yang baik dan ketat, serta penapisan virus hepatitis B dan C, kasus tertular masih tetap terjadi. Perkiraan resiko penularan hepatitis B sekitar 1 dari 200.000 dan hepatitis C lebih besar yaitu sekitar 1:10.000.

b. AIDS (Acquired Immune Deficiency syndrome)Penularan retrovirus HIV telah diketahui dapat terjadi melalui transfusi darah, yaitu dengan rasio 1:670.000, meski telah diupayakan penyaringan donor yang baik dan ketat.c. Infeksi CMVPenularan CMV terutama berbahaya bagi neonatus yang lahir premature atau pasien dengan imunodefisiensi. Biasanya virus ini menetap di leukosit danor, hingga penyingkiran leukosit merupakan cara efektif mencegah atau mengurangi kemungkinan infeksi virus ini. Transfusi sel darah merah rendah leukosit merupakan hal terbaik mencegah CMV ini.d. Penyakit infeksi lain yang jarangBeberapa penyakit walaupun jarang, dapat juga ditularkan melalui transfusi adalah malaria, toxoplasmosis, HTLV-1, mononucleosis infeksiosa, penyakit chagas (disebabkan oleh trypanosoma cruzi), dan penyakit CJD ( Creutzfeldt Jakob Disease).Pencemaran oleh bakteri juga mungkin terjadi saat pengumpulan darah yang akan ditransfusikan. Pasien yang terinfeksi ini dapat mengalami reaksi transfusi akut, bahkan sampai mungkin renjatan. Keadaan ini perlu ditangani seperti pada RTHA ditambah dengan pemberian antibiotic yang adekuat.BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Transfusi darah merupakan tindakan yang bertujuan menggantikan atau menambah komponen darah yang hilang atau terdapat dalam jumlah yang tidak mencukupi sehingga akan menyelamatkan kehidupan.

Pemberian komponen darah merupakan tindakan yang sangat rasional mengingat melalukan transfusi darah lengkap berarti pemborosan karena komponen darah pada darah lengkap yang tidak diperlukan dapat diberikan pada orang lain yang lebih membutuhkan. Pemberian komponen darah juga dapat mengurangi atau mencegah meningkatnya beban volume sirkulasi.

Persiapan pra transfusi mutlak dilakukan untuk mencegah bahaya tranfusi yang timbul akibat ketidak cocokan golongan darah donor dan resipien dan bahaya tertularnya penyakit.

Ada beberapa kepentingan khusus yang harus menjadi perhatian pada transfusi darah pada anak, meliputi: anemia fisiologis, kemampuan jantung paru yang masih terbatas dan derajat penyakit jantung parunya. Berat badan dan umur merupakan karakteristik tersendiri pada transfusi darah pada anak.

Reaksi transfusi saat ini sudah jarang dijumpai mengingat kemampuan bank darah (PMI) untuk melakukan skrening pratransfusi sudah baik. Namun kewaspadaan harus tetap ditingkatkan terhadap kemungkinan terjadi hal-hal yang fatal akibat reaksi hemolitik, timbulnya infeksi dan perubahan volume sistemik.Transfusi diberikan untuk: meningkatkan kemampuan darah dalam mengangkut oksigen memperbaiki volume darah tubuh memperbaiki kekebalan memperbaiki masalah pembekuan. Tergantung kepada alasan dilakukannya transfusi, bisa diberikan darah lengkap atau komponen darah (misalnya sel darah merah, trombosit, faktor pembekuan, plasma segar yang dibekukan/bagian cairan dari darah atau sel darah putih). Jika memungkinkan, akan lebih baik jika transfusi yang diberikan hanya terdiri dari komponen darah yang diperlukan oleh resipien. Memberikan komponen tertentu lebih aman dan tidak boros.

Teknik penyaringan darah sekarang ini sudah jauh lebih baik, sehingga transfusi lebih aman dibandingkan sebelumnya. Tetapi masih ditemukan adanya resiko untuk resipien, seperti reaksi alergi dan infeksi. Meskipun kemungkinan terkena AIDS atau hepatitis melalui transfusi sudah kecil, tetapi harus tetap waspada akan resiko ini dan sebaiknya transfusi hanya dilakukan jika tidak ada pilihan lain. Transfusi darah merupakan bentuk terapi yang dapat menyelamatkan jiwa. Berbagai bentuk upaya telah dan hampir dapat dipastikan akan dilaksanakan, agar transfusi menjadi makin aman, dengan resiko yang makin kecil. Meskipun demikian, transfusi darah belum dapat menghilangkan secara mutlak resiko dan efek sampingnya. Haruslah terpatri dalam benak kita bahwa transfusi darah adalah upaya untuk menyelamatkan jiwa dan mencegah perburukan, dan jangan dilakukan semata - mata untuk mempercepat penyembuhan. Untuk itulah indikasi transfusi haruslah ditegakkan dengan sangat hati- hati, karena setiap transfusi yang tanpa indikasi adalah suatu kontraindikasi. 4.2 Saran

1. Kombinasikan pembuatan makalah berikutnya

2. Pembahasan secara langsung dengan informasi yang benar-benar up to date

3. Memaparkan pengetahuan yang benar-benar berintelektualitas

4. Melakukan transfusi darah pada kondisi yang benar-benar di indikasi kan

5. Dapat Sering dilakukan penyuluhan penyuluhan tentang pentingnya transfusi darah dan manfaat bagi donor dan resipien

23