Biologi Transfusi Darah
-
Upload
tatas-bayu-mursito -
Category
Documents
-
view
82 -
download
9
Transcript of Biologi Transfusi Darah
MAKALAH
Biologi Transfusi Darah
dan Hubungannya Dengan Sistem Imun
Oleh :Hendra MinartoAldie B. Dinata
Pembimbing :Prof. Dr. Ny. Hj. E A Datau, SpPD-KAI
PENDIDIKAN DASARPROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-I
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
1
2010
BAB I
PENDAHULUAN
Whole blood atau komponen darah lain yang spesifik telah menyelamatkan
banyak jiwa dan mendukung perkembangan operasi modern dan kemoterapi kanker.
Transfusi darah untuk menyelamatkan nyawa pertama kali dilakukan 200 tahun yang
lalu oleh James Blundell pada tahun 1818. Keamanan transfusi darah telah banyak
mengalami perbaikan. Banyak pemeriksaan telah dikembangkan dan diterapkan untuk
mendeteksi penyakit menular yang dapat ditransmisikan melalui transfuse. Teknik
diagnostik molekuler baru telah diteliti untuk memperbaiki sensitivitas pemeriksaan
untuk analisa donor darah.
Transfusi darah merupakan transplantasi jaringan hidup yang mengandung
banyak sumber manusia yang kompleks yang juga membawa potensi efek samping
yang tidak diinginkan pada penerima atau resipien. Beberapa risiko transfusi sekarang
telah diketahui namun ada juga yang belum. Untuk itu perlu penilaian yang teliti dari
risiko-risiko yang ada.
Transfusi darah berdasarkan sumber darah donor dibedakan menjadi dua :
1. Allotransfusi atau darah berasal dari orang lain.
2. Autotransfusi atau darah berasal dari resipien sendiri.
Sedangkan indikasi transfusi darah adalah :
a. Penggantian volume darah karena kehilangan darah akut.
b. Kekurangan eritrosit
c. Defisiensi faktor koagulasi
d. Berkurangnya jumlah leukosit atau trombosit
e. Open heart surgery
f. Transfuse tukar
2
BAB II
BIOLOGI DARAH
Darah adalah jaringan khusus yang mengandung sejumlah tipe sel hidup yang
melayang pada cairan yang disebut plasma. 55% darah terdiri atas plasma (90% air dan
10% zat terlarut) dan sisanya sel – sel darah, yaitu :
1. Eritrosit ( sel darah merah, merupakan komponen sel darah yang paling
banyak) dengan masa hidup 4 bulan sebelum didaur ulang di limpa.
2. Leukosit ( termasuk neutrofil, eosinofil, basofil, monosit, limfosit B dan
limfosit T). Masa hidup leukosit adalah sekitar bervariasi 18 – 36 jam sampai
satu tahun.
3. Trombosit, masa hidupnya 9 – 10 hari. 1,2
Gambar 1. Komposisi darah
Tabel 1. Beberapa zat yang penting yang ada di dalam darah. 1
Zat TempatKeterangan
Oksigen Eritrosit Ditransportkan dari paru-paru ke seluruh sel untuk respirasi
Karbon dioksida Plasma Ditransportkan dari seluruh sel menuju paru-paru untuk ekskresi
Protein (contohnya albumin) Plasma Persediaan asam amino
Faktor pembekuan darah Plasma Minimal 13 zat yang berbeda (terutama protein) yang dibutuhkan untuk membuat pembekuan darah.
Antigen dan antibody Plasma Bagian sistem imun
3
Plasma – cairan dalam darah yang mengandung garam, glukosa, asam amino, vitamin, urea, protein, dan lipid
Sel leukosit / buffy coat – berperan pada sistem imun
Trombosit – berperan pada pembekuan darah
Eritrosit – berperan pada transport oksigen
Bakteri dan virus Plasma
Bila darah diambil melalui pungsi vena dan dibiarkan membentuk bekuan darah,
bekuan darah tersebut secara perlahan akan mengkerut dan mengeluarkan cairan jernih
yang disebut serum, yaitu plasma darah tanpa mengandung fibrinogen dan faktor
pembekuan. 1
Pada permukaan eritrosit ditemukan beberapa ratus antigen golongan darah,
namun tidak semuanya penting secara klinis karena adanya ekspresi yang lemah,
polimorfisme yang rendah, dan imunogenisitasnya lemah. Beberapa antigen yang
penting karena antibodi terhadapnya akan mengurangi masa hidup sel yang
mengandung antigen tersebut. 1
Gambar 2. Diferensiasi sel darah
IMUNOLOGI DARAH
Antigen adalah zat yang dikenali sebagai benda asing dalam tubuh dan akan
menimbulkan respon imun melalui dibentuknya antibodi yang bereaksi spesifik terhadap
antigen tersebut. Antibodi yang diproduksi oleh tubuh sebagai reaksi imun adalah
immunoglobulin (Ig) dan terdiri atas dua macam : IgM dan IgG.
4
Ekspresi gen pada permukaan sel, dalam hal ini sel darah, menjadi antigen
apabila sel tersebut dimasukkan ke dalam sirkulasi individu lain seperti pada proses
transfusi. Hal ini dapat menimbulkan respon imun dari tubuh resipien. Respon imun
terhadap antigen sel darah individu lain ini disebut aloimunisasi.
SISTEM GOLONGAN DARAH
1. Sistem Penggolongan Darah ABO
Golongan darah yang paling dikenal dan penting dalam dunia medis adalah grup
ABO. Penggolongan ini ditemukan pada tahun 1900 dan 1901 oleh Karl Landsteiner
ketika melakukan uji silang antara eritrosit dengan serum dari darah lain, terdapat
beberapa sampel yang terjadi aglutinasi. Eksperimen ini menemukan bahwa ada
dua jenis antigen yang terdapat pada permukaan eritrosit (juga pada seluruh tubuh)
dan dua jenis antibodi yang terdapat serum, kombinasi dari keempatnya
menentukan golongan darah individu. 2-4
Gambar 3. Pembentukan antigen dari substansi H.5 Gambar 4. Struktur kimia dari antigen A, B,
dan H pada permukaan sel.4
Setiap individu memiliki antibodi terhadap antigen permukaan sel eritrosit yang
tidak dimilikinya, kecuali pada golongan darah AB yang memiliki kedua jenis antigen
(isoaglutinin) secara bersama-sama. Antibodi tersebut yang menimbulkan reaksi
aglutinasi. Antibodi ini sudah dimiliki tubuh sejak usia 3 – 6 bulan. 2-4
Golongan
5
Darah ABO AntigenA
AntigenB Antibodi
anti-A Antibodi
Anti-B
A + - - +
B - + + -
O - - + +
AB + + - -
Tabel 2. Golongan Darah ABO
Keberadaan antibodi dalam serum sesuai dengan antigen pada permukaan eritrosit :
Yang hanya memiliki antigen A pada permukaan
eritrositnya akan memiliki anti-B di dalam serumnya (golongan darah A).
Yang hanya memiliki antigen B pada permukaan
eritrositnya akan memiliki anti-A dalam serumnya (golongan darah B).
Yang memiliki kedua antigen A dan B pada
eritrositnya tidak memiliki anti-A maupun anti-B dalam serum (golongan darah
AB). Golongan darah ini tidak membentuk antibodi ABO atau disebut juga
resipien transfusi universal.
Yang tidak memiliki antigen A ataupun B sama sekali
akan memiliki kedua antibodi anti-A dan anti-B (golongan darah O). Golongan
darah ini tidak akan mengalami penolakan bila diberikan pada golongan darah
lainnya atau disebut juga sebagai donor universal untuk transfusi, namun mereka
hanya dapat menerima golongan darah yang sama. 4
Golongan darah ABO diturunkan melalui gen pada kromosom 9, dan tidak
berubah karena pengaruh lingkungan selama hidup. Golongan darah ABO ditentukan
penurunan 3 alel (A, B, dan O) dari masing-masing orang tua.
Alel orang tua
A B O
AAA(A)
AB(AB)
AO(A)
BAB
(AB)BB(B)
BO(B)
O AO BO OO
6
(A) (B) (O)
Tabel 3. Kemungkinan alel ABO orang tua ada pada baris dan kolom pertama. Genotip keturunan ditulis dalam huruf hitam dan fenotipe dalam huruf merah. 3
Baik alel A dan B bersifat dominant terhadap O. Individu yang memiliki genotipe
AO akan memiliki fenotipe A, dan individu yang memiliki fenotipe O memiliki
genotipe OO. Sedangkan alel A dan B kodominan, sehingga bila individu memiliki
genotipe AB maka individu tersebut juga memiliki fenotipe yang sama dan tes
aglutinasi akan menunjukkan individu tersebut memiliki kedua karakteristik golongan
darah A dan B.3-5
7
Pada populasi di daerah Amerika Utara ditemukan komposisi golongan darah tersebut adalah :5
Golongan
Darah
Antigen
EritrositSerum Antibodi
Frekuensi Golongan Darah (%)
Putih Hitam Native
Amerika
Asia
O H Isoaglutinin A
dan B
45 49 79 40
A A Isoaglutinin B 40 27 16 28
B B Isoaglutinin A 11 20 4 27
AB A dan B - 4 4 <1 5
Tabel 4. Golongan Darah ABO
Pada populasi Afrika dan Asia frekuensi golongan darah B terdapat lebih banyak
daripada komposisi di Amerika, yakni 27% dan 20%.5
2. Sistem Penggolongan Darah Rhesus
Penggolongan darah RH ditemukan oleh Karl Landsteiner dan Alexander Wiener
pada tahun 1940. Golongan darah ini mungkin merupakan yang paling kompleks
karena melibatkan 45 antigen yang berbeda pada permukaan eritrosit yang dikontrol
oleh dua gen pada kromosom 1. Dari sejumlah antigen tersebut, terdapat 5 antigen
mayor yang menjadi determinan fenotipe, yaitu D, E/e, dan C/c. Gen-gen ini selalu
ada dalam bentuk bertiga dalam berbagai kombinasi dengan satu set diperoleh dari
orang tua. Tetapi antigen D adalah yang paling kuat menimbulkan alloantigen dan
bersifat dominan. Ekspresinya gen tersebut terdapat pada sel eritroid dan
megakariosit awal.4-6
Bila individu yang memiliki antigen D dalam genotipe heterozigot maka individu
tersebut memiliki fenotipe Rhesus positif dan yang tidak memiliki antigen tersebut
(homozigot) disebut sebagai Rhesus negatif. Terdapat sekitar 15% dari populasi
yang Rhesus negatif dan paparan terhadap darah Rhesus positif akan menstimulasi
timbulnya aloantibodi.4
Pada ras kaukasia sekitar 15% populasi memiliki Rh negatif.4
8
BAB III
BIOLOGI TRANSFUSI DARAH
3.1. TES KOMPATIBILITAS
Sebelum darah diberikan kepada resipien, dilakukan dulu serangkaian prosedur
untuk memeriksa kompatibilitas darah donor dengan darah resipien untuk memastikan
sedapat mungkin menekan terjadinya reaksi transfusi pada pasien serta eritrosit dapat
mencapai masa hidup maksimum setelah diberikan.9
Tes kompatibilitas yang dilakukan adalah:4,9
o Memeriksa catatan pasien : golongan darah, riwayat dan alasan
transfusi darah bila ada.
o Melakukan penggolongan darah ABO pada sampel darah pasien.
o Melakukan penggolongan darah Rh pada sampel darah pasien.
o Melakukan uji kecocokan terakhir :
Major matching : mencocokkan serum pasien dengan
eritrosit donor.
Minor matching : mencocokkan eritrosit pasien dengan
serum donor.
o Pemeriksaan DAT dan IAT
DAT/ Direct Antiglobulin Test
Mendeteksi antibodi atau komplemen yang menyelubungi permukaan eritrosit.
Sebelum dilakukan tes eritrosit dicuci dengan garam fisiologis untuk
menghilangkan antibodi dan komplemen yang tidak terikat, kemudian
ditambahkan AHG (anti human serum globulin). Bila pada eritrosit terdapat
antibodi, kaki Fab dari AHG berikatan pada kakai Fc antibodi yang terikat pada
eritrosit.
IAT/ Indirect Antiglobulin Test
Mendeteksi antibodi pada serum. Serum atau plasma yang diperiksa diinkubasi
dengan eritrosit sehingga bila ada antibodi maka akan berikatan dengan eritrosit.
Eritrosit kemudian dicuci untuk menyingkirkan globulin yang tidak terikat
kemudian ditambahkan AHG. Bila terjadi aglutinasi berarti terdapat antibodi
terhadap antigen eritrosit.
9
Gambar 5. Direct Antiglobulin Test Gambar 6. Indirect Antiglobulin Test
Uji kecocokan ini dilakukan untuk memastikan tidak ditemuinya antibodi dalam darah
pasien yang akan beraksi dengan donor.
3.2. KOMPONEN –KOMPONEN DARAH PADA TRANSFUSI
Gambar 7. Komponen Whole blood.8
1. Whole Blood
Whole blood merupakan darah secara keseluruhan yang mengandung plasma
dan sel secara lengkap, biasanya digunakan untuk pasien yang kehilangan banyak
darah (>25%) dan diberikan untuk memperbaiki volume darah dan memberikan
kapasitas transport oksigen bila komponen darah yang lain tidak tersedia. Untuk
mempertahankan viabilitas eritrosit, whole blood disimpan pada suhu 4°C, namun
terjadi disfungsi trombosit dan degradasi beberapa faktor koagulasi. Dengan
berjalannya waktu kandungan 2,3-BPG semakin menurun yang membuat afinitas
10
hemoglobin terhadap oksigen dan kemampuan untuk mentransport oksigen
menurun. 8,9
Whole blood jarang diberikan kepada pasien karena banyak komponen yang
terbuang dan pada kondisi tertentu berbahaya bila memberikan komponen darah
yang tidak diperlukan. Dan juga jarang terdapat karena biasanya dibagi menjadi
komponen-komponennya.8,9
2. Packed Red Cells
Komponen ini meningkatkan kapasitas mengangkut oksigen pada pasien
anemia. Oksigenasi yang adekuat dapat dipertahankan pada kadar hemoglobin 7
g/dL atau kurang pada pasien normovolemi tanpa penyakit jantung. 9
Satu unit PRC mengandung sekitar 200 mL eritrosit, 100 mL cairan aditif dan
setara dengan 30 mL plasma. Masa hidupnya tergantung pada zat aditif dan
antikoagulan yang digunakan, biasanya sekitar 42 hari. PRC harus disimpan pada
suhu 1 - 6°C. Transfusi 1 unit PRC dapat meningkatkan 1 g/dL dan hematokrit 2-3%
pada orang dewasa dengan berat 70 kg. Komponen darah ini dapat
diberikan pada pasien anemia, gagal ginjal, keganasan, dan
perdarahan gastrointestinal.10
Keputusan pemberian transfusi sebaiknya berdasarkan
situasi klinis dan bukannya nilai laboratorik semata. 9
3. Trombosit atau Tc
Komponen ini berperan pada proses pembekuan darah. Komponen ini
digunakan untuk mencegah perdarahan masif pada trauma, dalam kondisi
trombositopenia, dan pada pasien dengan fungsi trombosit yang abnormal.9
Trombosit yang didapat dari seorang donor dikemas dalam 200-400 mL
plasma dan mengandung minimal 3.0 x 1011 trombosit atau setara dengan
trombosit yang diperoleh dari 6-8 whole blood dan merupakan dosis yang
adekuat untuk ukuran dewasa. TC dapat bertahan selama 5-7 hari pada suhu
penyimpanan 20-24°C.9
Pada pasien trombositopenia tanpa disertai peningkatan konsumsi
trombosit (splenomegali, demam, DIC), transfusi 6 – 8 unit trombosit (sekitar 1
unit per 10 kg BB) diharapkan dapat meningkatkan jumlah trombosit 5000 –
10.000 /μL. Batas profilaksis perdarahan pada pasien trombositopenia yang
digunakan adalah 10.000/ μL dan pada pasien tanpa demam atau infeksi dan
11
5000/ μL . Untuk pasien yang akan menjalani prosedur invasif digunakan batas
50.000/ μL.9,10
Pasien yang memperoleh transfusi berulang mungkin telah membentuk
antibodi terhadap HLA dan antigen trombosit sehingga peningkatan jumlah
trombosit pascatransfusi tidak seperti yang diharapkan. Untuk mengurangi risiko
ini sebaiknya komponen trombosit melalui prosedur tertentu untuk mengurangi
kandungan leukositnya.9
4. Fresh Frozen Plasma (FFP)
FFP mengandung faktor koagulasi dan protein plasma : fibrinogen,
antitrombin, albumin, dan juga protein C dan S. FFP merupakan komponen
aselular dan tidak menularkan infeksi intraselular. Pasien yang mempunyai
defisiensi IgA sebaiknya menerima FFP dari donor dengan kondisi yang sama.
Indikasi penggunaan FFP adalah koreksi koagulopati, memasok kekurangan
protein plasma, dan terapi thrombotic thrombosytopenic purpura (TTP). 9,10
Masa kadaluarsa komponen ini adalah 365 hari dan harus ditransfusikan
dalam waktu 24 jam setelah dicairkan. FFP harus disimpan pada suhu ≤ -18°C
sedangkan plasma yang telah dicairkan harus disimpan dalam suhu 1-6°C. 9,10
Transfusi FFP diberikan untuk meningkatkan kandungan faktor
pembekuan pada pasien yang mengalami defisiensi. Tiap unit FFP
meningkatkan kandungan faktor pembekuan 2-3% pada orang dewasa. 9,10
5. Cryoprecipitate
Kriopresipitat adalah sumber fibrinogen (≥150 mg), faktor VIII (≥80 IU),
faktor von Willebrand (vWF), faktor XIII dan fibronektin. Tiap cryo mengandung
15 mL plasma. Masa kadaluarsa komponen ini adalah 365 hari dan harus
ditransfusikan dalam waktu 4 jam setelah dicairkan. Kriopresipitat harus
disimpan pada suhu ≤ -18°C sedangkan plasma yang telah dicairkan harus
disimpan dalam suhu ruangan. 9,10
6. Granulosit
Granulosit yang diperoleh melalui proses aferesis digunakan
untuk pasien neutropenia (<200/μL) dan yang terdeteksi terancam
oleh infeksi bakteri atau jamur yang tidak respon terhadap
antibiotik. Juga dapat diberikan pada neonatus yang mengalami
sepsis dan pasien dengan infeksi yang memiliki defek pada fungsi neutrofil.10
12
Masa hidup granulosit adalah 24 jam dan disimpan pada suhu 20-24°C.10
7. Komponen darah yang dimodifikasi10
a. Komponen leukosit dikurangi
b. Diradiasi
c. Washed
8. Fraksi plasma10
a. Albumin
b. Fraksi plasma protein
c. Gamma globulin
d. Derifat faktor pembekuan
3.3. EFEK SAMPING TRANSFUSI
Saat ini transfusi darah sudah menjadi jauh lebih aman, namun masih terdapat
beberapa efek samping yang tetap terjadi meskipun dari pemeriksaan sebelumnya
dinyatakan bahwa darah tersebut cocok. Efek samping ini dibagi menjadi tiga
kelompok :4-10
1. Immune-mediated reactions, dibagi menjadi immediate dan delayed.
2. Nonimmunologic reactions
Efek ini disebabkan oleh sifat fisik dan kimia dari komponen darah yang
disimpan dan bahan aditifnya.
3. Infeksi
1. Immune Mediated Reactions
Transfusi komponen darah dapat menstimulasi imunologi dan efek lain
pada pasien. Terdapat beberapa efek imuniologis dan efek lainnya termasuk
stimulasi aloantibodi terhadap antigen plasma sel dan protein plasma, transfer
pasif antibodi terhadap antigen yang sama, transfer pasif sel efektor imun
(limfosit), dan transmisi agen infeksius yang mempengaruhi sistem imun
(contohnya HIV). Reaksi antigen-antibodi menyebabkan berbagai peristiwa yang
dimediasi imun, termasuk hemolisis, reaksi alergi, dan anafilaksis. Transfusi juga
dapat menimbulkan imunosupresi, meskipun mekanismenya masih
kontroversial.4,9
13
Kecepatan pembersihan eritrosit yang ditransfusikan pada pasien
dipengaruhi faktor humoral, yaitu isoantibodi dan alloantibody atau karena
kombinasi mekanisme imun humoral dan selular. Meskipun faktor yang
mempengaruhi proses ini kompleks, kecepatan pembersihan eritrosit yang
ditransfusikan dapat diperkirakan dengan pengetahuan tentang antigen yang
terlibat. Beberapa faktor yang menentukan kecepatan bersihan eritrosit dari
sirkulasi pada respon alloimun meliputi :4,9
o Konsentrasi antibodi dalam plasma
o Rentang suhu tertentu di mana antibodi bekerja secara efektif
o Klas dan subklas antibodi
o Densitas antigen eritrosit
o Karakteristik biokimia antigen eritrosit
o Aktivasi komplemen
o Interaktivitas makrofag
o Jumlah eritrosit inkompatibel yang ditransfusikan
o Adanya komponen komplemen plasma
Antibodi mencari antigen spesifik
Antibodi mengaglutinasi eritrosit
Gambar 8. Aglutinasi eritrosit karena adanya antibodi
a. Immediate Hemolytic Transfusion Reactions/ Reaksi Hemolitik Intravascular
Terjadi bila terdapat komplemen yang terikat pada permukaan sel donor
yang menyebabkan serangan kompleks (C5-9) dan melisiskan eritrosit donor.
Penyebab yang paling sering adalah inkompatibilitas ABO. Aktivasi dan
fiksasi komplemen menyebabkan destruksi eritrosit dan melepaskan agen
vasoaktif (C5a) dan materi prokoagulan, sejumlah besar kompleks imun
14
Gambar 9. Kaskade Komplemen11
dibentuk. Bisa juga terjadi gagal ginjal karena deposisi kompleks imun dan
hipoperfusi. 4,9
Bila didapati gejala reaksi hemolitik
(sianosis, tekanan substernal, nyeri
abdomen, hipotensi, perdarahan,
hemoglobinuria, dan oliguria) maka
transfusi harus segera dihentikan, pasien
diberikan cairan dan diuresis (dengan
furosemid atau manitol). Pada pasien
tersebut perlu dilakukan pemeriksaan
kadar LDH, bilirubin indirek, PT, aPTT,
fibrinogen dan jumlah trombosit.
Mayoritas reaksi hemolitik ini disebabkan kesalahan pada label dan
salah mengidentifikasi darah atau pasien. 4
b. Delayed Hemolytic Transfusion Reactions/ Reaksi Hemolitik Ekstravaskular
Disebabkan oleh IgG yang diproduksi setelah paparan terhadap antigen
asing melalui transfusi dan kehamilan. Paling sering terjadi pada sistem
Rhesus dan beberapa antigen seperti Kell, Kidd, dan Duffy. Reaksi ini timbul
3-10 hari sesudah transfusi.4,5,9
IgG dan komplemen yang berikatan dengan membran eritrosit donor
berikatan dengan reseptor spesifik pada makrofag dan kemudian
difagositosis atau dihancurkan oleh sel NK.4,5,9
Gejala yang timbul adalah demam, menggigil, nyeri punggung, pinggang,
atau nyeri abdomen. Pada pemeriksaan laboratorium terjdapat
hemoglobinemia, hemoglobinuria, hiperbilirubinemia, peningkatan LDH, dan
pemeriksaan DAT positif.4,5
c. Hemolytic Disease of the Newborn
Inkompatibilitas antara ibu dan janin terjadi bila ibu memiliki Rh negatif
sedangkan ayah memiliki Rh positif, sehingga dapat dipastikan bahwa janin
memiliki Rh positif. 6,9
15
Tabel 5. Pola penurunan Rhesus
Antibodi ibu dapat melewati plasenta dan menghancurkan sel darah
merah. Risikonya meningkat seiring dengan jumlah
kehamilan. Pada populasi Eropa sekitar 13%
bayi mempunyai risiko terjadinya HDN. Jumlah ini
dapat diturunkan dengan pencegahan.6
Pada kehamilan pertama biasanya tidak ada
masalah inkompatibilitas. Namun kehamilan
selanjutnya dapat mengalami masalah yang
cukup fatal, risiko ini meningkat pada tiap kelahiran. 6
Nutrisi dan antibodi ibu masuk melalui sawar
darah plasenta ke fetus. Pada kehamilan pertama
biasanya tidak ada antibodi anti Rh+ kecuali ibu
pernah kontak dengan darah Rh+. Pada saat kelahiran terjadi rupture
plasenta sehingga beberapa eritrosit janin masuk ke dalam sistem sirkulasi
ibu dan menstimulasi terbentuknya antibodi terhadap antigen darah Rh+. 6,9
Gambar 11. Inkompatibilitas ibu dan janin
Pada kehamilan selanjutnya terjadi transfer antibodi, termasuk antibodi
anti Rh+ yang bereaksi dengan darah fetus dan menyebabkan banyak
Gambar 10. Fetus di dalam uterus(tali pusat dan plasenta
menghubungkan janin dengan ibu)
16
eritrosit aglutinasi dan lisis. Pada neonatus terjadi anemia yang dapat
mengancam kelangsungan hidup karena kurangnya oksigen dalam darah.
Bayi tersebut biasanya ikterik, demam, edema, terdapat hepatomegali dan
splenomegali. Kondisi ini disebut eritroblastosis fetalis. Terapi standarnya
adalah memberikan transfusi tukar darah Rh+ sesegera mungkin kepada
bayi untuk menghilangkan antibodi anti Rh+. 6
Antibodi anti-Rh juga dapat diproduksi pada individu Rh- karena
menerima transfusi yang tidak sesuai. 6
Inkompatibilitas antara ibu-janin dapat disebabkan golongan darah ABO
namun sangat jarang terjadi, kurang dari 1% kelahiran, dan biasanya
gejalanya tidak berat. Biasanya terjadi bila ibu dengan golongan darah O
memiliki janin dengan golongan darah A, B, atau AB. Gejala biasanya bayi
ikterik, anemia ringan, dan peningkatan kadar bilirubin.6
d. Destruksi trombosit
Mayoritas disebabkan oleh antibodi terhadap HLA pada leukosit dan
beberapa kasus disebabkan oleh antigen trombosit spesifik. Reaksi ini dapat
dicegah dengan penggunaan filter leukoreduksi. 4,5
Reaksi yang timbul berupa purpura pascatransfusi yang terjadi 5-12 hari
setelah transfusi. Mekanismenya masih belum dimengerti. Biasanya terjadi
pada wanita yang telah terimunisasi sewaktu hamil. Biasanya kondisi ini
akam membaik dalam waktu 1 minggu – 1 bulan tanpa terapi. Pada kasus
yang berat terapi yang efektif adalah plasmaferesis dan gamma globulin.4
e. Reaksi demam nonhemolitik
Reaksi ini ditandai dengan demam dan menggigil disertai dengan
peningkatan suhu ≥1°C. Diagnosa ditegakkan bila semua kemungkinan
demam pada pasien sudah disingkirkan. Mekanismenya mungkin disebabkan
oleh antibodi terhadap leukosit dan antigen HLA sehingga pasien dengan
riwayat transfusi berulang dan multipara mempunyai risiko yang lebih tinggi.
Pencegahannya adalah penggunaan filter leukoreduksi pada komponen
darah. Insidennya dapat dikurangi dengan memberikan premedikasi
antipiretik.5,9
Apabila komponen darah yang diberikan mengandung banyak
limfosit, efek samping yang mungkin terjadi adalah GVHD (Graft Versus Host
17
Disease). Reaksi ini terjadi bila jumlah limfosit yang masuk pada saat
transfusi lebih dominan daripada imunitas resipien. Manifestasi klinis
biasanya timbul 8-10 hari. GVHD biasanya terjadi pada pasien
imunokompromi kecuali pada HIV.5,9
f. Reaksi alergi
Reaksi hipersensitivitas ini timbul terhadap komponen protein plasma
donor berupa timbulnya urtikaria. Reaksi ringan dapat diatasi dengan
menghentikan transfusi sementara dan memberikan antihistamin
(difenhidramin 50 mg oral ataupun intramuskular).9
Pencegahan dengan premedikasi antihistamin diberikan pada pasien
dengan riwayat alergi pada transfusi sebelumnya dan diberikan komponen
darah yang telah dicuci.5,9
g. Reaksi anafilaktik
Terjadi pada resipien dengan defisiensi IgA sehingga individu dengan
defisiensi IgA sebaiknya menerima plasma dengan kondisi yang sama atau
komponen darah yang sudah dicuci.5
Gejalanya meliputi sesak, batuk, mual dan muntah, hipotensi,
bronkospasme, kehilangan kesadaran, gagal napas, dan syok.5
Bila terjadi reaksi ini transfusi harus segera dihentikan dan pasien
diberikan epinefrin. Pada kasus berat diperlukan pemberian steroid.4,5
h. Transfusion-related acute lung injury
Terjadi bila pada plasma donor mengandung antibodi anti-HLA dalam
titer yang tinggi yang menyebabkan agregasi leukosit pada pembuluh darah
pulmoner dan melepaskan mediator vasodilatasi.4
Pada pasien timbul gejala demam, menggigil, batuk kering, sesak, dan
hipotensi 4-6 jam setelah transfusi. Ada foto roentgen thoraks ditemukan
edema pulmoner nonkardiogenik dan infiltrat interstisial bilateral. 4
Terapinya suportif dan prognosisnya bonam, pasien biasanya sembuh.4
2. Nonimmunologic Reactions 9
Overload cairan
Hipotermi
Komponen darah yang dibekukan bila diberikan dalam waktu yang cepat
dapat menyebabkan disritmia karena SA node terpapar pada air dingin.
18
Toksisitas elektrolit
Overload Fe
Gejala dan tanda overload besi yang mempengaruhi endokrin, fungsi
hepar dan jantung timbul setelah transfusi 100 unit PRC.
3. Komplikasi Infeksi
Transfusi dapat diikuti infeksi berbagai mikroorganisme, hanya sebagian dapat
dideteksi dengan metode skrining yang ada. Mikroorganisme yang didapati
dalam komponen darah yaitu 5,9 :
o Virus :
Virus Hepatitis C, Virus Hepatitis B, Virus Hepatitis G, HIV , Cytomegalo
virus, Human T lymphotrophic virus, Parvovirus B-19.
o Bakteri : sifilis
o Parasit : malaria
Saat ini seluruh darah donor di PMI di Indonesia diperiksa virus hepatitis C,
antigen virus hepatitis B, HIV, dan sifilis.5,9
Infeksi Risiko/ Unit Transfusi
Hepatitis C 1 : 103.000
Hepatitis B 1 : 63.000
HTLV-I/ II 1 : 640.000
HIV-1 1 : 675.000
Tabel 6. Infeksi Menular Melalui Transfusi5
19
BAB IV
RINGKASAN
1. Transfusi darah adalah tindakan memberikan darah atau komponen-komponen
darah donor kepada resipien. Dengan semakin berkembangnya pengetahuan
tentang darah, bidang operatif dan penatalaksanaan kanker maka penggunaan
transfusi pun semakin luas.
2. Pada komponen darah ditemukan antigen-antigen, beberapa di antaranya
berperan dominan dan digunakan dalam menentukan golongan darah yaitu Sistem
Golongan Darah ABO dan Sistem Golongan Darah Rhesus.
3. Darah transfusi dipisahkan menjadi komponen-komponen yang diberikan sesuai
dengan kebutuhan resipien untuk memaksimalkan efek dan mengurangi komplikasi.
4. Komplikasi yang dapat terjadi pada transfusi meliputi reaksi yang dicetuskan oleh
sistem imun, karena kandungan komponen darah dan infeksi yang ditularkan melalui
komponen darah.
5. Pemberian transfusi darah harus memperhatikan indikasi yang tepat,
penggunaan komponen darah yang tepat dan kompatibel, adanya skrining yang teliti
dan adekuat untuk mencegah berbagai macam penularan infeksi.
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Blood and Blood Cells. Dari :
http://www.biologymad.com/master.html?http://www.biologymad.com/BloodCirc/
BloodCirc.htm
2. Blood Components. Dari : http://anthro.palomar.edu/
3. ABO Blood Types. Dari : http://anthro.palomar.edu/
4. Telen M.J. Blood Groups, Immunologic Hazards of Transfusion, and Hemolytic
Disease of the Newborn. In : Samter’s Immunologic Diseases Vol.2. Philadelphia :
Lippincott Williams & Wilkins, 2001 : 758-768.
5. Viele M, Donegan E. Blood Banking & Immunohematology. In : A Lange Medical
Book : Medical Immunology, 10th Ed. USA. McGraw-Hill, 2003 : 250-259.
6. Production of Components from Whole Blood. Dari : http://www.wcredcross.org/
7. 4 Blood Components. Dari : http://www.pathology.med.umich.edu/
8. Dzieczkowski, Anderson K.C. Blood Group Antigens and Antibodies. In:
Harrison’s Principles of Internal
21