Tinpus TPTDU

6
Tinjauan Pustaka Telur Telur merupakan hasil sekresi organ reproduksi ternak ungags yag berguna untuk meneruskan kehidupan (Nurwantoro dan Mulyani, 2003). DAlam perkembangannya telur yang pada awalnya merupakan sel reproduktif, oleh manusia telah dimanfaatkan sebagai bahan pangan. Pemanfaatan telur sebagai bahan pangan telah dimulai sejak dahulu kala. Unggas betina domestic dapat bertelur secara terus menerus tanpa kawin, fenomena biologis ini dimanfaatkan manusia untuk memproduksi telur infertil untuk konsumsi Menurut Romanoff dan Romanoff (1963) struktur telur terdiri atas beberapa bagian yakni, kulut telur, lapisan kulit telur, membrane kulit telur, putih telur, kuning telur, bakal anak ayam, dan kantung udara. Menurut Etches (1996), sebutir telur ayam terdiri dari 52-58% putih telur, 32-35% kuning telur, dan 10-13% kerabang telur. Putih Telur Putih telur terdiri atas empat lapisan yaitu lapisan encer luar, lapisan kental luar, lapisan encer dalam dan khalazaferous (Nakai dan Modler, 2000). Bahan utama penyusun putih telur adalah protein dan air. Perbedaan kekentalan putih telur disebabkan oleh perbedaan kandungan air (Stadelman dan Cotterill, 1995).

description

Tinpus

Transcript of Tinpus TPTDU

Page 1: Tinpus TPTDU

Tinjauan Pustaka

Telur

Telur merupakan hasil sekresi organ reproduksi ternak ungags yag berguna

untuk meneruskan kehidupan (Nurwantoro dan Mulyani, 2003). DAlam

perkembangannya telur yang pada awalnya merupakan sel reproduktif, oleh manusia

telah dimanfaatkan sebagai bahan pangan. Pemanfaatan telur sebagai bahan pangan

telah dimulai sejak dahulu kala. Unggas betina domestic dapat bertelur secara terus

menerus tanpa kawin, fenomena biologis ini dimanfaatkan manusia untuk

memproduksi telur infertil untuk konsumsi

Menurut Romanoff dan Romanoff (1963) struktur telur terdiri atas beberapa

bagian yakni, kulut telur, lapisan kulit telur, membrane kulit telur, putih telur, kuning

telur, bakal anak ayam, dan kantung udara. Menurut Etches (1996), sebutir telur

ayam terdiri dari 52-58% putih telur, 32-35% kuning telur, dan 10-13% kerabang

telur.

Putih Telur

Putih telur terdiri atas empat lapisan yaitu lapisan encer luar, lapisan kental

luar, lapisan encer dalam dan khalazaferous (Nakai dan Modler, 2000). Bahan utama

penyusun putih telur adalah protein dan air. Perbedaan kekentalan putih telur

disebabkan oleh perbedaan kandungan air (Stadelman dan Cotterill, 1995).

Kandungan air pada putih telur lebih banyak dibandingkan dengan bagian

lainnya sehingga selama penyimpanan bagian inilah yang mudah rusak (Romanoff

dan Romanoff, 1963). Kerusakan tersebut ditemukan pada jala-jala ovomucin yang

berfungsi sebagai pembentuk struktur putih telur (Stadelman dan Cotterill, 1995).

Kerusakan jala-jala ovomucin mengakibatkan air dari protein putih telur akan keluar

dan putih telur menjadi encer, dan semakin encer putih telur maka tirisan buih yang

dihasilkan semakin tinggi (Silverside dan Budgell, 2004).

Kerabang Telur

Kerabang telur merupakan lapisan terluar dari telur. Kerabang telur bersifat

keras, halus, dilapisi kapur dan terikat kuat pada bagian luar dari lapisan membrane

Page 2: Tinpus TPTDU

kerabang telur (Winarno dan Koswara, 2002). Kerabang telur dapat dibagi menjadi

empat lapisan, yaitu lapisan kutikula, bunga karang, mamilaris, dan membrane

kerabang telur (Stadelman dan Cotterill, 1995). Kerabang telur memiliki banyak

pori-pori yang berguna sebagai saluran pertukaran udara untuk memenuhi kebutuhan

embrio di dalamnya. Jumlah pori-pori pada bagian tumpul lebih besar dibandingkan

daerah lain sehingga terjadi rongga udara di daerah ini (Sirait, 1986).

Kuning Telur

Kuning telur merupakan emulsi lemak dalam air yang engandung sekitar 50%

bagian kering (Belitz, 1987). Kuning telur berbatasan dengan putih telur dan

dibungkus oleh satu lapisan yang disebut membrane vitelin. Kuning telur umumnya

berbentuk bulat, berwarna kuning atau oranye yang terletak pada pusat telur dan

bersifat elastis (Winarno dan Koswara, 2002). Charley (1982) menyatakan bahwa

kuning telur sebagian besar dipengaruhi oleh kandungan karotenoid ayng berasal dari

pakan. Kuning telur pada telur yang segar berbentuk utuh yang dikelilingi oleh

membrane vitelin yang kuat (Romanoff dan Romanoff, 1963). Kuning telur yan baik

memiliki bentuk yang cembung dan bersifat kental sekali dan tidak bercampur

dengan putih telur. Penelitian yang dilaukan Severa et al (2010), menyatakan bahwa

kekentalan putih telur menurun seiring lamanya penyimpanan dan meningginya

temperature penyimpanan.

Daya dan Kestabilan Buih Telur

Buih dapat didefinisikan sebagai dispersi koloidal dengan gas-gas atau udara

terdispersi ke dalam fase cair, sedangkan daya buih didefinisikan sebagai ukuran

kemampuan putih telur untuk membentuk buih jika dikocok dan dinyatakan dengan

persentase terhadap volume putih telur (Stadelman dan Cotterill, 1995). Perubahan

puith telur menjadi buih disebabkan oleh denaturasi protein, yaitu proses yang

mengubah struktur molekul protein tanpa memutuskan ikatan kovalen (Belitz dan

Grosch, 1999). Iesel et al (2007) menyatakan bahwa pengaruh tekanan dan

temperature saat proses pembuihan dapat mempengaruhi karakteristik buih yang

dihasilkan.

Page 3: Tinpus TPTDU

Kestabilan buih merupakan ukuran kemampuan struktur buih untuk bertahan

kokoh atau tidak mencair selama waktu tertentu. Tirisan buih yang banyak

menandakan kestabilan buih yang rendah, sebaliknya tirisan buih yang sedikit

mencirikan kestabilan buih yang tinggi (Stadelman dan Cotteriil, 1995). Penelitian

Monfort et al (2012) menunjukkan bahwa perlakuan telur pada medan gelombang

listrik (Pulse Electric Field) dapat meningkatkan daya buih dan kestabilan buih telur

secara keseluruhan dibandingkan dengan telur yang tidak mendapatkan perlakuan.

Menurut Yang dan Foegeding (2011), salah satu cara untuk meningkatkan stabilitas

buih adalah dengan menambahkan sukrosa ke dalam putih telur.

Daftar Pustaka

Belitz HD. 1987. Food Chemistry. Grosch-Heidenberg. Berlin (DE) : Springer-

Verlag.

Charley H. 1982. Food Science. New York (US) : John Wiley & Sons, Inc.

Belitz HD dan Grosch. 1999. Food Chemistry. 2nd Edition. Berlin (DE) : Springer.

Nakai S, Modler W. 2000. Food protein Processing Applications. Ottawa (CD) :

Whey-VHC, Inc.

Severa L, Nedomova S, Buchar J. 2010. Influence of storing time and temperature on

the viscosity of an egg yolk. J.Food Engineering. 96 : 266-269.

Monfort S, Manas P, Condon S, Raso J, Alvarez I. 2012. Physicochemical and

functional properties of liquid whole egg treated by the application of Pulsed

Electric Fields followed by heat in the presence of triethyl citrate. J.Food

Research Int. 48 : 484-490.

Iesel VP, Ann VL, Marc EH. 2007. Foaming properties of egg white proteins

affected by heat or high pressure treatment. J.Food Engineering. 78 : 1410-

1426

Sirait CH. 1986. Telur dan Pengolahannya. Bogor (ID) : Pusat Penelitian dan

Pengolahan Peternakan

Winarno, FG da Koswara S. 2002. Telur. Komposisi, Penagnanan dan

Pengolahannya. Bogor (ID) : M-Brio Press.

Page 4: Tinpus TPTDU

Stadelman WF, Cotterill OJ. 1995. Egg Science and Technology. 4th Edition. New

York (US) : Food Products Press., An Imprint of the Haworth Press, Inc.

Romanoff AL, Romanoff AF. 1963. The Avian Eggs. New York (US) : John Wiley

and Sons. Inc.

Silverside FG. and Budgell K. 2004. The effect of storage and strain of hen on egg

quality. J. Poultry Sci. 79: 1725-1729.

Nurwantoro, Mulyani S. 2003. Buku Ajar Dasar Teknologi Hasil Ternak. Semarang

(ID) : Universitas Diponegoro

Etches RJ. 1996. Reproduction in Poultry. Ontario (CD) : University of Guelph. Cab

International, Canada.

Yang X, Foegeding A. 2011. The stability and physical properties of egg white and

whey protein foams explained based on microstructure and interfacial

properties. J.Food Hydrocolloids. 25 : 1687-1701