Tinpus Demam Tifoid

25
TINJAUAN PUSTAKA 1. Definisi Demam tifoid adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram negatif Salmonella typhii. Disebut Tifoid karena pada awalnya penyakit ini memiliki manifestasi yang hampir sama dengan Demam Tifus yang disebabkan oleh bakteri Rickettsia oleh karena itu penyakit ini diberi akhiran “id” yang berarti mirip. Di Indonesia sendiri penyakit ini lebih akrab dengan sebutan Tifus atau Tipes karena kemiripannya dengan demam Tifus tersebut. Demam tifoid merupakan suatu infeksi fecal-oral yang nantinya akan menyerang saluran cerna khususnya usus halus (jejunum dan ileum) dilanjutkan dengan masuknya ke dalam aliran darah (bakteremia) yang akan menyebabkan gejala atau tanda yang khas tempat dimana kuman melewati organ selama bakteremia tersebut. 2. Etiologi Salmonella sp. adalah salah satu strain dari bakteri gram negative bentuk bacil atau batang, tidak berspora, tidak berkapsul, bergerak dengan flagella peritrik, memiliki ukuran 2-4 µm x 0,5 -0,8 µm. Kuman ini tumbuh dalam suasana aerob dan fakultatif anaerob, mati dalam suhu 56 o C dan pada keadaan kering. Di dalam

description

ff

Transcript of Tinpus Demam Tifoid

Page 1: Tinpus Demam Tifoid

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi

Demam tifoid adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram

negatif Salmonella typhii. Disebut Tifoid karena pada awalnya penyakit ini

memiliki manifestasi yang hampir sama dengan Demam Tifus yang disebabkan

oleh bakteri Rickettsia oleh karena itu penyakit ini diberi akhiran “id” yang berarti

mirip.

Di Indonesia sendiri penyakit ini lebih akrab dengan sebutan Tifus atau

Tipes karena kemiripannya dengan demam Tifus tersebut. Demam tifoid

merupakan suatu infeksi fecal-oral yang nantinya akan menyerang saluran cerna

khususnya usus halus (jejunum dan ileum) dilanjutkan dengan masuknya ke

dalam aliran darah (bakteremia) yang akan menyebabkan gejala atau tanda yang

khas tempat dimana kuman melewati organ selama bakteremia tersebut.

2. Etiologi

Salmonella sp. adalah salah satu strain dari bakteri gram negative bentuk

bacil atau batang, tidak berspora, tidak berkapsul, bergerak dengan flagella

peritrik, memiliki ukuran 2-4 µm x 0,5 -0,8 µm. Kuman ini tumbuh dalam suasana

aerob dan fakultatif anaerob, mati dalam suhu 56oC dan pada keadaan kering. Di

dalam air dapat bertahan selama 4 minggu dan hidup subur dalam media yang

mengandung garam empedu. Memiliki 3 macam antigen yaitu antigen O (somatik

berupa kompleks polisakarida), antigen H (flagel) dan antigen Vi

Berdasarkan serotipenya kuman Salmonella dibedakan menjadi 4:

Salmonella typhi, Salmonella paratyphi A, Salmonella paratyphi B, dan Serotipe

group D.

Salmonella typhi, Paratyphi A, dan Paratyphi B merupakan penyebab

infeksi utama pada manusia, bakteri ini selalu masuk melalui jalan oral, biasanya

dengan mengkontaminasi makanan dan minuman. Faktor-faktor lain yang

mempengaruhi kerentanan tubuh terhadap infeksi Salmonella sp. adalah keasaman

lambung, flora normal usus, dan ketahanan usus lokal.

Page 2: Tinpus Demam Tifoid

3. Epidemologi

Demam tifoid dan paratifoid merupakan salah satu penyakit infeksi endemic

di Asia, Afrika, Amerika Latin, kep. Karibia, dan Oceania, termasuk Indonesia.

Penyakit ini tergolong menular yang dapat menyerang banyak orang melalui

makanan dan minuman yang terkontaminasi.

Insiden demam tifoid di seluruh dunia menurut data pada tahun 2002 sekitar

16 juta per tahun, 600.000 diantaranya berakhir dengan kematian. Di Indonesia

Page 3: Tinpus Demam Tifoid

prevalensi 91% kasus demam tifoid terjadi pada umur 3-19 tahun dengan kejadian

yang meningkat setelah usia 5 tahun.

Ada dua sumber penularan penyakit ini yaitu pasien yang menderita demam

tifoid dan yang lebih sering adalah dari carier yaitu orang yang sudah sembuh dari

demam tifoid tapi masih mengekskresikan S. typhii dalam tinja selama lebih dari

setahun.

Salmonella typhi dapat hidup di dalam tubuh manusia (manusia sebagai

natural reservoir). Manusia yang terinfeksi Salmonella typhi dapat

mengekskresikannya melalui secret saluran nafas, urin, tinja dalam jangka waktu

yang sangat bervariasi. Salmonella typhi yang berada di luar tubuh manusia dapat

hidup untuk beberapa minggu apabila berada di dalam air, es, debu, atau kotoran

yang kering maupun pada pakaian. Mudah mati pada klorisasi dan pasteurinisasi

(temp 63oC).

Terjadinya penularan Salmonella typhi sebagian besar melalui

makanan/minuman yang tercemar oleh kuman yang berasal dari penderita atau

pembawa kuman (carier), biasanya keluar bersama- sama dengan tinja (rute fecal-

oral). Dapat juga terjadi transmisi transprasental dari seorang ibu hamil yang

berada dalam bakteremia kepada bayinya. Pernah dilaporkan pula transmisi oro-

fekal dari seorang ibu pembawa kuman pada saat proses kelahirannya kepada

bayinya dan sumber kuman berasal dari laboratorium penelitian.

4. Patofisiologi

Patogenesis demam tifoid melibatkan 4 proses kompleks yang mengikuti

ingesti organism, yaitu: 1) penempelan dan invasi sel- sel pada Peyer Patch, 2)

bakteri bertahan hidup dan bermultiplikasi dalam makrofag Peyer Patch, nodus

limfatikus mesenterica, dan organ- organ extra intestinal sistem retikuloendotelial

3) bakteri bertahan hidup di dalam aliran darah, 4) produksi enterotoksin yang

meningkatkan kadar cAMP di dalam kripta usus dan meningkatkan permeabilitas

membrane usus sehingga menyebabkan keluarnya elektrolit dan air ke dalam

lumen intestinal.

Masuknya kuman Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi ke dalam

tubuh manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian

Page 4: Tinpus Demam Tifoid

kuman dimusnahkan dalam lambung karena suasana asam di lambung (pH < 2)

banyak yang mati namun sebagian lolos masuk ke dalam usus dan berkembang

biak dalam peyer patch dalam usus. Untuk diketahui, jumlah kuman yang masuk

dan dapat menyebabkan infeksi minimal berjumlah 105 dan jumlah bisa saja

meningkat bila keadaan lokal pada lambung yang menurun seperti aklorhidria,

post gastrektomi, penggunaan obat- obatan seperti antasida, H2-bloker, dan

Proton Pump Inhibitor.

Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus tepatnya di jejnum dan

ileum. Bila respon imunitas humoral mukosa usus (IgA) kurang baik maka kuman

akan menembus sel- sel epitel (sel-M merupakan selnepitel khusus yang yang

melapisi Peyer Patch, merupakan port de entry dari kuman ini) dan selanjutnya ke

lamina propria. Di lamina propria kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-

sel fagosit terutama makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam

makrofag dan selanjutnya dibawa ke peyer patch di ileum distal dan kemudian

kelenjar getah bening mesenterika.

Selanjutnya melalui ductus thoracicus, kuman yang terdapat dalam

makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakteremia pertama

yang sifatnya asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ Retikuloendotelial

tubuh terutama hati dan Limpa. Di organ- organ RES ini kuman meninggalkan

sel- sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan

selanjutnya kembali masuk ke sirkulasi sistemik yang mengakibatkan bakteremia

kedua dengan disertai tanda- tanda dan gejala infeksi sistemik.

Di dalam hepar, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang

biak, dan bersama cairan empedu diekskresikan secara “intermitten” ke dalam

lumen usus. Sebagian kuman dikeluarkan bersama feses dan sebagian masuk lagi

ke dalam sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali,

berhubung makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka pada saat fagositosis

kuman Salmonella terjadi beberapa pelepasan mediator inflamasi yang

selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam,

malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, diare diselingi konstipasi, sampai

gangguan mental dalam hal ini adalah delirium. Pada anak- anak gangguan mental

Page 5: Tinpus Demam Tifoid

ini biasanya terjadi sewaktu tidur berupa mengigau yang terjadi dalam 3 hari

berturut- turut.

Dalam Peyer Patch makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasi

jaringan (S. typhi intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat,

hyperplasia jaringan dan nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna dapat terjadi

akibat erosi pembuluh darah sekitar peyer patch yang sedang mengalami nekrosis

dan hiperplasi akibat akumulasi sel- sel mononuclear di dinding usus.

Proses patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan

otot, serosa usus, dan dapat mengakibatkan perforasi. Endotoxin dapat menempel

di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi seperti

gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskuler, respirasi, dan gangguan organ lainnya.

Peran endotoksin dalam patogenesis demam tifoid tidak jelas, hal tersebut terbukti

dengan tidak terdeteksinya endotoksin dalam sirkulasi penderita melalui

pemeriksaan limulus. Diduga endotoksin dari salmonella typhi ini menstimulasi

makrofag di dalam hepar, lien, folikel usus halus dan kelenjar limfe mesenterika

untuk memproduksi sitokin dan zat- zat lain. Produk dari makrofag inilah yang

dapat menimbulkan kelainan anatomis seperti nekrosis sel, sistem vaskuler, yang

tidak stabiil, demam, depresi sumsum tulang, kelainan pada darah dan juga

menstimulasi sistem imunologis.

Bagan patomekanisme Infeksi Salmonella typhi :

Page 6: Tinpus Demam Tifoid

5. Gejala Klinis

Keluhan dan gejala Demam Tifoid umumnya tidak khas, dan bervariasi dari

gejala yang menyerupai flu ringan sampai sakit berat dan fatal yang mengenai

banyak sistem organ. Secara klinis gambaran penyakit demam tifoid berupa

demam berkepanjangan, gangguan gastrointestinal dan keluhan susunan saraf

pusat. Masa tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari. Demam lebih dari

7 hari, biasanya mulai dengan subfebris yang makin hari makin meninggi,

sehingga pada minggu ke 2 panas tinggi terus menerus terutama pada malam hari.

Demam yang terjadi biasanya khas tinggi pada sore hingga malam hari dapat

mencapai 39-40oC dan cenderung turun menjelang pagi. Dalam minggu kedua,

penderita terus berada dalam keadaan demam. Pada minggu ketiga suhu badan

berangsur- angsur turun dan normal pada akhir minggu ketiga. Perlu diperhatikan

bahwa tidak selalu ada bentuk demam yang khas seperti di atas pada demam

tifoid. Tipe deman menjadi tidak beraturan, mungkin karena intervensi

pengobatan (penggunaan antipiretik atau antibiotic lebih awal) atau komplikasi

yang terjadi lebih awal. Pada khususnya anak balita, demam tinggi dapat

menyebabkan kejang.

Mekanisme demam sendiri tidak jauh berbeda dengan mekanisme demam

akibat infeksi pada umumnya. Dimana Bakteri Salmonella typhi yang

Page 7: Tinpus Demam Tifoid

memproduksi endotoksin merupakan pirogen eksogen selain mediator- mediator

radang yang disekresi oleh sel- sel mukosa usus yang mengalami infeksi (IL-1,

IL-6, TNF-alfa, & IFN-6) yang merupakan pirogen endogen. Kedua pirogen ini

akan mengaktivasi pelepasan Fosfolipase A2 pada membran sel yang mana akan

mengaktivasi asam arakidonat yang melalui jalur siklooksigenase memproduksi

Prostaglandin E2 (PGE2). Prostaglandin E2 bersama dengan AMP siklik yang

diaktivasinya akan mengubah seting termostat yang terdapat di hipothalamus

sehingga terjadilah demam.

Gejala sistem gastrointestinal dapat berupa obstipasi, diare, mual, muntah,

perut kembung, lidah kotor, sampai hepato-splenomegali. Gastrointestinal

problem biasanya dipengaruhi oleh peredaran bakteri atau endotoksinnya pada

sirkulasi. Dari cavum oris didapatkan lidah kotor yaitu ditutupi selaput putih

dengan tepi yang kemerehan kadangkala waktu lidah dijulurkan lidah akan

tremor kesemua tanda pada lidah ini disebut dengan Tifoid Tongue. Meskipun

jarang ditemukan pada anak- anak tapi cukup berarti diagnostik. Gejala- gejala

lain yang tidak spesifik seperti mual, anoreksia. Karena bakteri menempel pada

mukosa usus dan berkembang biak dalam Peyer patch di dalamnya maka tidak

jarang akan muncul gejala- gejala seperti diare atau kadang diselingi konstipasi.

Diare merupakan respon terhadap adanya bakteri dalam lumen usus yang perlu

untuk secepatnya dikeluarkan, namun diare pada demam tifoid tidak sampai

menyebabkan dehidrasi, pun begitu dengan konstipasi yang mungkin baru dialami

setelah mengalami diare beberapa kali. Penderita anak-anak lebih sering

mengalami diare daripada konstipasi dewasa sebaliknya, hal itulah yang kadang-

kadang membuat sering miss diagnosis ketika penderita datang berobat.

Kuman yang mengalami perjalanan dalam sirkulasi (bekteremia) juga

menimbulkan gejala pada organ Retikulo Endotelial System salah satunya Hepar

dan Lien. Hepato- splenomegali terjadi akibat dari replikasi kuman dalam sel- sel

fagosit atau sinusoid. Replikasi dalam hepar dan lien ini tentunya akan

menyebabkan respon inflamasi lokal yang melibatkan mediator radang seperti

InterLeukin (IL-1, IL-6), Prostaglandin (PGE-2) dimana menyebabkan

permeabilitas kapiler akan meningkat sehingga terjadi oedema. Pembesaran pada

hepar-lien ini umumnya tidak selalu nyeri tekan dan hanya berlangsung singkat

Page 8: Tinpus Demam Tifoid

(terutama terjadi waktu bakteremia sekunder). Penanda ini cukup spesifik dalam

membantu diagnostik.

Gangguan Sistem Saraf terjadi bila ada toksin yang menembus Blood Brain

Barier, pada anak gangguan sistem saraf akibat tifoid ini lebih sering bersifat

Sindrom Otak Organik yang berarti kelainan extra cranial mengakibatkan

gangguan kesadaran seperti Delirium, gelisah, somnolen, supor hingga koma.

Pada anak- anak tanda- tanda ini sering muncul waktu mereka tidur dengan

manifestasi khas “mengigau atau nglindur” yang terjadi selama periode demam

tifoid tersebut. Gangguan otak organik ini biasanya lebih berat ditemukan pada

demam tifoid pada keadaan lanjut yang sudah mengalami komplikasi. Pada

keadaan ini biasanya gangguan kesadaran tidak lagi ditemukan hanya sewaktu

tidur saja melainkan bisa timbul sewaktu- waktu.

Pada ekstremitas, punggung, atau perut mungkin didapatkan floresensi kulit

berupa ruam makulo papular kemerahan dengan ukuran 1-5 mm yang mirip

dengan ptechiae disebut dengan Roseola/ Rose Spot. Penyebab roseola ini karena

emboli basil dalam kapiler kulit terkumpul di bawah permukaan kulit sehingga

menyerupai bentuk bunga roseola. Ruam ini muncul paa hari ke 7-10 dan

beratahn selama 2-3 hari. Namun menurut IDAI penyakit tropik infeksi ruam/rose

spot ini hampir tidak pernah dilaporkan pada kasus anak di Indonesia.

Bradikardi Relatif, adalah tanda lain yang mungkin ditemukan pada infeksi

tifoid. Pada umumnya tiap kenaikan suhu 1oC akan diikuti oleh peningkatan

denyut nadi sampai 10x tiap menitnya. Namun pada demam tifoid peningkatan

suhu tubuh tidak diikuti oleh peningkatan denyut nadi sehingga dikatakan

Page 9: Tinpus Demam Tifoid

bradikardi yang relatif pada demam. Bradikardi relatif ini juga cenderung jarang

terjadi pada anak.

6. Diagnosis

a. Anamnesis

Diagnosis cukup ditegakkan dengan gejala klinis yaitu anamnesis dan

pemeriksaan fisik. Karena pemeriksaan kuman melalui metode kultur memerlukan

waktu yang lebih lama untuk mendapatkan hasil pasti Salmonella typhi.

Anamnesis yang perlu dievaluasi untuk mengarahkan kecurigaan terhadap demam

tifoid:

Demam, onset (hitung lama demam dari awal sakit sampai dibawa ke

pusat pengobatan), tipe demam (demam terutama pada malam hari dan

turun menjelang pagi hari), menggigil atau tidak, keringat dingin, sejak

kapan mulai demam tinggi terus tanpa suhu turun, disertai kejang atau

tidak.

Gejala gastrointestinal, Diare (sejak kapan, frekuensi, ampas +/-,

konsistensi, volume tiap diare, warna, darah, lender), konstipasi (sejak

kapan mulai tidak BAB), mual atau muntah, anoreksia, malaise, perut

kembung.

Gejala SSP, apakah anak sempat mengalami tidak sadar? Atau hanya

sebatas ngelindur atau mengigau saja waktu tidur.

Riwayat Penyakit dahulu ditanyakan untuk mencari tahu apakah pernah

sakit seperti ini, karena demam tifoid adalah infeksi yang sangat mungkin

menjadikan penderitanya sebagai carier atau pembawa meskipun tidak

menunjukkan gejala.

Riwayat Terapi, bila sudah mendapatkan terapi baik hanya antipiretik dan

atau antibiotika klinis penyakit kemungkinan sangat mungkin sudah

mengalami perubahan.

Page 10: Tinpus Demam Tifoid

Riwayat kehidupan sosial adalah yang tidak boleh dilupakan mengingat

salah satu faktor resiko terjadinya penyakit adalah lingkungan yang padat

dan sanitasi perorangan yang kurang baik.

Riwayat makanan penderita perlu dicari kebiasaan makan atau minum

sembarangan atau di tempat yang kurang sehat dan mudah dihinggapi lalat

dan vektor penyakit yang lain. Riwayat pemberian ASI juga perlu

diketahui karena pentingnya ASI dalam pembentukan IgA yang berperan

dalam imunologi lokal dalam saluran cerna. Anak yang minum susu

formula sejak kecil tentunya memiliki saluran cerna yang kurang

diproteksi dengan baik oleh Imunoglobulin.

Riwayat Imunisasi. Selain imunisasi wajib pemerintah juga telah

ditemukan vaksin untuk penyakit ini. Bila setelah diimunisasi pasien tetap

terinfeksi Tifoid sangat mungkin titer antibodi yang dibentuk oleh

vaksinasi sebelumnya tidak cukup kuat untuk mengantisipasi infeksi

berikutnya. Atau terdapat kegagalan dalam vaksinasi yang dipengaruhi

banyak faktor.

b Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik penderita sangat tergantung pada keadaan pasien yang

bervariasi menurut sudah sampai dimana perjalanan penyakitnya. Keadaan Umum

anak biasanya tampak lemah atau lebih rewel dari biasanya. Pada keadaan yang

sudah terjadi komplikasi sangat mungkin keadaan menjadi toksik, salah satunya

adalah penurunan kesadaran mulai dari delirium, stupor hingga koma.

Pada pemeriksaan kepala dan leher observasi tanda- tanda dehidrasi yang

mungkin terjadi akibat diare sebagai suatu symptom yang dapat terjadi pada

infeksi demam tifoid. Tanda- tanda dehidrasi dapat dinilai dari mata cowong dan

bibir kering dengan rasa haus yang meningkat. Pemeriksaan intra oral evaluasi

lidah apakah didapatkan Tifoid Tongue dengan pinggir yang hiperemi sampai

tremor.

Page 11: Tinpus Demam Tifoid

Pemeriksaan Thorax pada umumnya jarang didapatkan kelainan, kecuali

pada demam tifoid yang sangat berat dengan komplikasi extraintestinal pada

cavum pleura yang menyebabkan pleuritis, namun sangat jaarang terjadi pada

anak- anak.

Pemeriksaan Abdomen adalah yang paling penting dari pemeriksaan fisik

pada demam tifoid. Meteorismus dapat terjadi karena pengaruh kuman Salmonella

typhi pada intestinal atau akibat pengaruh diare yang diselingi konstipasi. Bising

usus biasanya meningkat baik pada saat diare maupun saat konstipasi. Palpasi

organ kemungkinan didapatkan hepato-splenomegali ringan permukaan rata

dengan nyeri tekan minimal.

Pada extremitas, thorax, abdomen, atau punggung biasanya didapatkan rose

spot atau Roseola, yaitu ruam makulopapular kemerahan dengan diameter 1-5

mm. Namun sangat jarang terjadi pada anak- anak

c. Pemeriksaan Penunjang

Darah Lengkap, pada darah lengkap infeksi bakteri akan menunjukkan

leukositosis dengan hitung jenis yang cenderung ke kiri (Diff. count shift to the

Left). Namun untuk tifoid leukosit cenderung normal atau bahkan sampai

leukopenia. Penyebab dari leukopenia ini belum diketahui secara jelas, tetapi

diyakini akibat replikasi kuman di dalam Peyer Patch yang merupakan makrofag

jaringan usus sehingga tidak mampu dideteksi oleh polimorfonuklear leukosit

granul seperti Netrofil stab ataupun segmen. Makrofag jaringan merupakan

Limfosit sehingga tidak jarang terjadi Limfositosis relatif, karena makrofag

meningkat sedangkan lekosit PMN normal sampai menurun, hitung jenis bisa jadi

Shift to Right. Namun tidak jarang ditemukan leukosit yang meningkat

(leukositosis) bisa primer ataupun sekunder. Primer dari penyakit demam tifoid

itu sendiri, sedangkan sekunder bisa terjadi akibat infeksi tumpangan. Pada

keadaan Demam Tifoid yang sudah terjadi komplikasi berupa perdarahan usus

sangat mungkin didapatkan anemia dengan tipe Hipokromik Mikrositik.

Page 12: Tinpus Demam Tifoid

Uji Widal, uji widal dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap kuman

Salmonella typhi. Pada uji widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen

kuman Salmonella typhi dengan antibody penderita yang disebut agglutinin.

Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspense bakteri Salmonella yang

sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Maksud uji widal adalah untuk

menentukan adanya agglutinin/antibodi dalam serum penderita tersangka demam

tifoid yaitu: antigen O (dari tubuh kuman itu sendiri), antigen H (dari flagella

kuman), antigen Vi (simpai kuman) dan antigen Paratyphi A dan B (antigen dari

Salmonella Paratyphi A dan B)

Kultur, hasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid, akan tetapi

hasil negatif tidak menyingkirkan demam tifoid, karena mungkin disebabkan

beberapa hal sebagai berikut: 1) telah mendapat terapi antibiotik. Bila pasien

sebelum dilakukan kultur darah telah mendapat antibiotik, pertumbuhan kuman

dalam media biakan terhambat dan hasil mungkin negatif, 2) volume darah yang

kurang (< 5cc darah). Bila volume darah yang dibiakkan terlalu sedikit hasil

biakan kuman bisa negative. Darah yang diambil sebaiknya secara bedsaide

langsung dimasukkan ke media cair empedu (oxgall) untuk pertumbuhan kuman.

3) riwayat vaksinasi. Vaksinasi di masa lalu dapat menimbulkan antibodi dalam

darah pasien. Antibodi in dapat menekan bakteremia hingga biakan darah dapat

negatif, 4) saat pengambilan darah yang kurang tepat pada waktu antibodi

meningkat (minggu pertama).

Oleh karena itu untuk pengambilan spesimen yang akan dikultur sebaiknya

diambil waktu awal minggu kedua setelah sakit karena sensitifitasnya cukup

tinggi, dikarenakan kuman hampir pasti didapatkan diseluruh organ dan jaringan

tubuh. Kultur kuman dapat diambil dari darah, urin, atau feses. Arti diagnostik

yang penting didapat dari gall kultur (kultur di media biakan garam empedu)

karena kemampuan hidup bakteri salmonella sangat tinggi di media ini. Spesimen

lain yang mengandung arti diagnostik penting adalah biopsi sumsum tulang yang

memiliki hasil positif hampir 90% kasus. Pada biakan feses yang perlu dicari

adalah Fecal Monocyte sebagai respon dari usus yang mengalami reaksi dengan

Page 13: Tinpus Demam Tifoid

skuman salmonella yang bereplikasi di dalamnya. Biakan dari feses ini khususnya

bermanfaat bagi carier tifoid.

Pemeriksaan Serologi (IgM dan IgG anti Salmonella), IgM anti salmonella

atau yang dikenal dengan TUBEXR tes adalah pemeriksaan diagnostic in vitro

semikuantitatif yang cepat dan mudah untuk mendeteksi infeksi Tifoid akut.

Pemeriksaan ini mendeteksi antibody IgM terhadap antigen Lipo Polisakarida

bakteri Salmonella typhi dengan sensitivitas dan spesifitas mencapai > 95% dan >

91%.

7. Diagnosa Banding

Pada stadium dini demam tifoid, beberapa penyakit kadang- kadang secara

klinis dapat menjadi diagnosis banding dari demam tifoid diantaranya

influenza/common cold, gastroenteritis akut, bronchitis atau bronkopneumonia

bila didapatkan tanda- tanda sesak, batuk dan demam. Pada demam tifoid yang

berat sepsis, leukemia, limfoma dan penyakit Hodgkin dapat sebagai diagnosis

banding.

8. Penatalaksanaan

Prinsip utama dalam pengobatan demam tifoid adalah Istirahat dan

perawatan, diet dan terapi penunjang (simtomatik dan suportif), serta pemberian

antibiotika. Pada kasus tifoid yang berat hasus dirawat di rumah sakit agar

pemenuhan cairan, eletrolit, serta nutrisi disamping observasi kemungkinan

penyulit.

a) Istirahat dan perawatan bertujuan untuk menghentikan dan mencegah

penyebaran kuman. Anak yang menderita demam tifoid sebaiknya tirah baring/

Bed rest total dengan perawatan sepenuhnya di tempat seperti makan, minum,

mandi, buang air kecil, dan buang besar akan membantu dan mempercepat masa

penyembuhan. Dalam perawatan perlu sekali dijaga kebersihan tempat tidur,

pakaian, dan perlengkapan yang dipakai. Posisi anak juga perlu diawasi untuk

mencegah dekubitus dan pneumonia ortostatik serta hygiene perorangan tetap

perlu diperhatikan dan dijaga.

Page 14: Tinpus Demam Tifoid

b) Diet dan Terapi Penunjang (simtomatik dan suportif), bertujuan untuk

mengembalikan rasa nyaman dan kesehatan pasien secara optimal. Diet

merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan penyakit demam

tifoid terutama sekali pada anak- anak, karena makanan yang kurang akan

menurunkan keadaan umum dan gizi penderita akan semakin turun serta proses

penyembuhan yang akan menjadi lama.

Pemberian diet penderita demam tifoid awalnya diberi bubur saring, kemudian

ditingkatkan menjadi bubur kasar dan akhirnya diberikan nasi,yang mana

perubahan diet tersebut disesuaikan dengan tingkat kesembuhan pasien.

Pemberian bubur saring tersebut ditujukan untuk menghindari komplikasi

perdarahan saluran cerna atau perforasi usus. Hal ini disebabkan karena usus

harus diistirahatkan. Pemberian makanan padat dini terutama tinggi serat seperti

sayur dan daging dapat meningkatkan kerja dan peristaltic usus sedangkan

keadaan usus sedang kurang baik karena infeksi mukosa dan epitel oleh kuman

Salmonella typhi. Pemberian makanan tinggi kalori dan tinggi protein (TKTP)

rendah serat adalah yang paling membantu dalam memenuhi nutrisi penderita

namun tidak memperburuk kondisi usus.

Terapi penunjang/suportif lain yang dapat diberikan tergantung gejala yang

muncul pada anak yang sakit tersebut. Pemberian infus pada anak- anak penting

tapi tidak mutlak, mengingat resiko untuk terjadinya phlebitis cukup tinggi. Oleh

karena itu pemberian infuse sebaiknya diberikan bagi anak yang sakit dengan

intake perOral yang kurang. Jenis infus yang diberikan tergantung usia: 3 bln-3

tahun D5 ¼ Normal saline, > 3 tahun D5 ½ Normal saline. Jumlah pemberian

infus disesuaikan dengan kebutuhan kalori pada anak. Kebutuhan kalori anak pada

infus setara dengan kebutuhan cairan rumatannya.

Panas yang merupakan gejala utama pada tifoid dapat diberi antipiretik. Bila

mungkin peroral sebaiknya diberikan yang paling aman dalam hal ini adalah

Paracetamol dengan dosis 10 mg/kg/kali minum, sedapat mungkin untuk

menghindari aspirin dan turunannya karena mempunyai efek mengiritasi saluran

cerna dengan keadaan saluran cerna yang masih rentan kemungkinan untuk

diperberat keadaannya sangatlah mungkin. Bila tidak mampu intake peroral dapat

Page 15: Tinpus Demam Tifoid

diberikan via parenteral, obat yang masih dianjurkan adalah yang mengandung

Methamizole Na yaitu antrain atau Novalgin.

c) Antibiotika

Chloramphenicol, merupakan antibiotik pilihan pertama untuk infeksi

tifoid fever terutama di Indonesia. Dosis yang diberikan untuk anak- anak 50-100

mg/kg/hari dibagi menjadi 4 dosis untuk pemberian intravena biasanya cukup 50

mg/kg/hari. Diberikan selama 10-14 hari atau sampai 7 hari setelah demam turun.

Pemberian Intra Muskuler tidak dianjurkan oleh karena hidrolisis ester ini tidak

dapat diramalkan dan tempat suntikan terasa nyeri. Pada kasus malnutrisi atau

didapatkan infeksi sekunder pengobatan diperpanjang sampai 21 hari. Kelemahan

dari antibiotik jenis ini adalah mudahnya terjadi relaps atau kambuh, dan carier.

Cotrimoxazole, merupakan gabungan dari 2 jenis antibiotika trimetoprim

dan sulfametoxazole dengan perbandingan 1:5. Dosis Trimetoprim 10 mg/kg/hari

dan Sulfametoxzazole 50 mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis. Untuk pemberian

secara syrup dosis yang diberikan untuk anak 4-5 mg/kg/kali minum sehari diberi

2 kali selama 2 minggu. Efek samping dari pemberian antibiotika golongan ini

adalah terjadinya gangguan sistem hematologi seperti Anemia megaloblastik,

Leukopenia, dan granulositopenia. Dan pada beberapa Negara antibiotika

golongan ini sudah dilaporkan resisten.

Ampicillin dan Amoxicillin, memiliki kemampuan yang lebih rendah

dibandingkan dengan chloramphenicol dan cotrimoxazole. Namun untuk anak-

anak golongan obat ini cenderung lebih aman dan cukup efektif. Dosis yang

diberikan untuk anak 100-200 mg/kg/hari dibagi menjadi 4 dosis selama 2

minggu. Penurunan demam biasanya lebih lama dibandingkan dengan terapi

chloramphenicol.

Sefalosporin generasi ketiga (Ceftriaxone, Cefotaxim, Cefixime),

merupakan pilihan ketiga namun efektifitasnya setara atau bahkan lebih dari

Chloramphenicol dan Cotrimoxazole serta lebih sensitive terhadap Salmonella

typhi. Ceftriaxone merupakan prototipnya dengan dosis 100 mg/kg/hari IVdibagi

dalam 1-2 dosis (maksimal 4 gram/hari) selama 5-7 hari. Atau dapat diberikan

cefotaxim 150-200 mg/kg/hari dibagi dalam 3-4 dosis. Bila mampu untuk sediaan

Per Oral dapat diberikan Cefixime 10-15 mg/kg/hari selama 10 hari.

Page 16: Tinpus Demam Tifoid

d) Terapi penyulit. Pada demam tifoid berat kasus berat seperti delirium,

stupor, koma sampai syok dapat diberikan kortikosteroid IV (dexametasone) 3

mg/kg dalam 30 menit untuk dosis awal, dilanjutkan 1 mg/kg tiap 6 jam sampai

48 jam. Untuk demam tifoid dengan penyulit perdarahan usus kadang- kadang

diperlukan tranfusi darah. Sedangkan yang sudah terjadi perforasi harus segera

dilakukan laparotomi disertai penambahan antibiotika metronidazol.

Page 17: Tinpus Demam Tifoid

DAFTAR PUSTAKA

1. Behrman, Kliegma dkk. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson edisi 15 volume Z.

Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC.

2. Hegar, Badriul dkk. 2010. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak

Indonesia Jilid 1. Jakarta: Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia.

3. Masjoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran edisi ketiga jilid 2. Jakarta:

Media Aesculapius.

4. Panitia Medik Farmasi dan Terapi RSU Dr. Soetomo. 2008. Pedoman Diagnosis

dan Terapi Bag/SMF Ilmu Kesehatan Anak Edisi III. Surabaya: RSU Dr. Soetomo

Surabaya.

5. Soedarmo, Poorwo Sumarmo S. dkk. 2010. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis

Edisi Kedua. Jakarta: Badan Peberbit IDAI.

6. Sudoyo, Aru W. dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam Jilid III Edisi IV.

Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia.

7. Wilson, dan Price. 2002. Patofisiologi Volume 1 Edisi Keenam. Penerbit Buku

Kedokteran EGC : Jakarta.