Tinjauan Pustaka atos blok 12 Malaria.docx

21

Click here to load reader

Transcript of Tinjauan Pustaka atos blok 12 Malaria.docx

Page 1: Tinjauan Pustaka atos blok 12 Malaria.docx

Tinjauan Pustaka

Mengetahui Jenis dan Penyebab Demam serta Karakteristik dari Penyakit Malaria

Albatross Wahyubramanto (102012077/A2)

Universitas Kristen Krida Wacana, Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat, 11510

[email protected]

Pendahuluan

            Penyakit merupakan suatu hal yang tidak bisa lepas dari kehidupan kita. Selama kita

hidup tentunya pernah mengalami terserang oleh suatu penyakit, apakah itu penyakit yang ringan

atau yang berat. Salah satu penyakit yang sering atau kebanyakan orang banyak mengalaminya

adalah demam. Demam ini juga banyak jenis-jenisnya, seperti demam malaria, demam tifoid,

demam berdarah dengue (DBD) dan masih banyak jenis yang lainnya lagi. Malaria adalah

penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai

dengan ditemukannya bentuk aseksual di dalam darah. Infeksi malaria memberikan gejala berupa

demam, menggigil, anemia, dan splenomegali. Dalam makalah ini, akan dibahas hal-hal yang

berkaitan dengan demam, baik itu penyebabnya, jenis nyamuknya, proses penularannya hingga

mengetahui jenis demam apa yang dialami oleh pasien (pada skenario) dari gejala-gejala klinik

yang didapatkan.1

Pembahasan

Di dalam suatu proses penelusuran penyakit, kita harus mempunyai pengetahuan tentang

keluhan-keluhan yang dialami pasien serta langkah-langkah dalam mendiagnosa suatu penyakit.

A. Anamnesa

Anamnesis merupakan deskripsi pasien tentang penyakit atau keluhannya,

termasuk alasan berobat. Anamnesis yang baik disertai dengan empati dari dokter

terhadap pasien. Perpaduan keahlian mewawancarai dan pengetahuan yang mendalam

tentang gejala (sintom) dan tanda (sign) dari suatu penyakit akan memberikan hasil yang

1

Page 2: Tinjauan Pustaka atos blok 12 Malaria.docx

memuaskan dalam menentukan diagnosis kemungkinan sehingga dapat membantu

menentukan langkah pemeriksaan selanjutnya, termasuk pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang.1 Dalam proses anamnesa dilakukan komunikasi dengan pasien

yang berkaitan dengan kondisi kesehatannya. Misalnya sesuai dengan skenario kita, maka

kita menanyakan kepada pasien apa keluhannya, sejak kapan, bagaimana pola

demamnya, apakah ada penyakit penyerta, dan asal penderita serta riwayat bepergian

apakah ada pergi ke daerah endemik.2 (2819) Pada skenario, kita dapatkan bahwa pasien

mengeluh demam sejak 2 hari yang lalu. Pola demam pada pasien, demamnya sempat

menghilang lalu kemudian naik lagi dan gejala penyertanya menggigil, berkeringat, sakit

kepala, dan mual-mual. Asal pasien dari Jakarta tapi pindah ke Papua sudah 1 bulan.

B. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik mempunyai nilai yang sangat penting untuk memperkuat

temuan-temuan dalam anamnesis. Tekhnik pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan

visual atau pemeriksaan pandang(inspeksi), pemeriksaan raba(palpasi), pemeriksaan

ketok(perkusi) dan pemeriksaan dengar dengan menggunakan stetoskop(auskultasi).1

Pada pemeriksaan fisik, ditemukan hal-hal sebagai berikut. Tanda-tanda vital didapatkan

suhu pasien 39oC, pernapasan 18 kali/menit, denyut nadi 98 kali/menit dan tekanan darah

120/80 mmHg (pada skenario). Pada pemeriksaan fisik abdomen, yaitu pembesaran limpa

(splenomegali) yang sering dijumpai pada penderita malaria dimana limpa akan teraba

setelah 3 hari dari serangan infeksi akut. Limpa menjadi bengkak, nyeri dan hiperemis.

Limpa merupakan organ yang penting dalam pertahanan tubuh terhadap infeksi malaria,

penelitian pada binatang percobaan limpa menghapuskan eritrosit yang terinfeksi.2(2817)

C. Diagnosis

Dari anamnesa dan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan, pasien didiagnosa

menderita penyakit malaria. Tetapi, ada juga diagnosa banding atau penyakit lain yang

mempunyai gejala hampir sama, seperti demam berdarah dengue (DBD), juga

leptospirosis, dan demam tifoid. Oleh karena itu, untuk menegakkan diagnosa dan

mengesampingkan diagnosa penyakit lain, dilakukan pemeriksaan penunjang.

D. Pemeriksaan Penunjang

Berikut adalah pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis penyakit malaria.

1. Pemeriksaan Tetes Darah untuk Malaria

2

Page 3: Tinjauan Pustaka atos blok 12 Malaria.docx

Pemeriksaan mikroskopik darah tepi untuk menemukan adanya parasit malaria

sangat penting untuk menegakkan diagnosis. Pemeriksaan satu kali dengan hasil

negatif, tidak mengesampingkan diagnosa malaria. Pemeriksaan 3 kali darah tepi

dengan hasil negatif maka diagnosa malaria dapat dikesampingkan. Pemeriksaan

sebaiknya dilakukan oleh tenaga laboratorik yang berpengalaman dalam pemeriksaan

parasit malaria. Pemeriksaan pada saat penderita demam atau panas dapat

meningkatkan kemungkinan ditemukannya parasit. Adapun pemeriksaan darah tepi

dapat dilakukan melalui:

a. Tetesan preparat darah tebal merupakan cara terbaik untuk menemukan parasit

malaria karena tetesan darah cukup banyak dibandingkan preparat darah tipis.

Sediaan mudah dibuat khususnya untuk studi di lapangan. Ketebalan dalam

membuat sediaan perlu untuk menudahkan indetifikasi parasit. Pemeriksaan

parasit dilakukan selama 5 menit (diperkirakan 100 lapang pandang dengan

pembesaran kuat). Preparat dinyatakan negatif bila setelah diperiksa 200 lapang

pandangan dengan pembesaran kuat 700-1000 kali tidak di temukan parasit.

b. Tetesan darah tepi di gunakan untuk mengidentiifikasi jenis plasmodium karena

bila dilakukan dengan preparat darah tebal, sulit ditentukan. Kepadatan parasit

dinyatakan sebagai hitung parasit (parasit count), dapat dilakukan berdasar jumlah

eritrosit yang mengandung parasit per 1000 sel darah merah. Bila jumlah parasit >

100.000 per mikro liter darah menandakan infeksi yang berat. Hitung parasit

penting untuk menentukan prognosa penderita malaria, walaupun komplikasi juga

dapat timbuk dengan jumlah parasit yang minimal. Pengecatab dilakukan dengan

cat Giemsa, Leishman’s, Field’s, atau Romanowsk. Tetapi, yang biasa digunakan

adalah pengecatan Giemsa karena mudah dipakai dengan hasil yang cukup baik.

2. Tes Antigen

Yaitu mendeteksi antigen dari P. Falciparum (Histidin Rich Protein II). Deteksi

ini sangat cepat, hanya 3-5 menit, tidak memerlukan latihan khusus, sensitivitasnya

baik, dan tidak memerlukan alat khusus. Deteksi untuk antigen vivaks sudah beredar

dipasaran yaitu dengan metode ICT. Tes sejenis dengan mendeteksi laktat

dehidrogenase dari plasmodium (pLDH) dengan cara immunochromatographic, telah

dipasarkan dengan nama tes OPTIMAL. Optimal dapat mendeteksi dari 0-200 parasit

3

Page 4: Tinjauan Pustaka atos blok 12 Malaria.docx

per mikri liter darah dan dapat membedakan apakah infeksi P. Falciparum atau P.

Vivax.

3. Tes Serologi

Mulai diperkenalkan sejak tahun 1962 dengan memakai tekhnik indirect

fluorescent antibody test. Tes ini berguna untuk mendeteksi adanya antibodi spesifik

terhadap malaria atau keadaan dimana parasit sangat minimal. Tes ini kurang

bermanfaat sebagai alat diagnostik sebab antibodi baru terjadi setelah beberapa hari

parasitemia. Manfaat tes serologi terutama untuk penelitian epidemiologi atau alat uji

saring donor darah. Titer > 1:200 dianggap sebagai infeksi baru dan test > 1:20

dinyatakan positif.

4. Pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction)

Pemeriksaan ini dianggap sangat peka dengan teknologoi amplikasi DNA, waktu

yang dipakai cukup cepat dan sensitivitas maupun spesifitasnya tinggi. Keunggukan

dari tes ini walaupaun jumlah parasit sangat sedikit dapat memberikan hasil positif.

Tetapi, tes ini baru dipakai sebagai sarana penelitian dan belum untuk pemeriksaan

rutin.

E. Gejala Klinik

Berikut akan dijelaskan beberapa gejala klinik dari deferensial diagnosis:2(2775, 2798, 2809, 2817),3

1. Malaria

Dikenal ada 4 jenis plasmodium (P) pada malaria, yaitu P. Vivax, merupakan

infeksi yang paling sering dan menyebabkan malaria tertiana, P. Falciparum,

memberikan banyak komplikasi dan mempunyai perlangsungan yang cukup ganas,

mudah resisten dengan pengobatan dan menyebabkan malaria tropika, P. Malariae,

cukup jarang namun dapat menimbulkan sindroma nefrotik dan menyebabkan malaria

quartana, dan P. Ovale dijumpai pada daerah Afrika dan dan Pasifik Barat,

memberikan infeksi yang paling ringan dan sering sembuh spontan tanpa pengobatan,

menyababkan malaria ovale.

(a.) Manifestasi umum malaria

Malaria mempunyai gambaran karakteristik demam periodik, anemia, dan

splenomegali. Masa inkubasi bervariasi pada masing-masing plasmodium.

Keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam berupa kelesuan,

4

Page 5: Tinjauan Pustaka atos blok 12 Malaria.docx

malaise, sakit kepala, sakit belakang, merasa dingin di punggung, nyeri sendi

dan tulang, demam ringab, anoreksia, perut tak enak, diare ringan dan kadang-

kadang dingin. Keluha prodromal sering terjadi pada P. Vivax dan P. Ovale.

Sedangkan pada P. Falciparum dan P. Malariae keluhan prodromal tidak jelas

bahkan gejala dapat mendadak.

Gejala yang klasik yaitu terjadinya “Trias Malaria”, secara berurutan

terbagi menjadi periode-periode berikut ini:

I. Periode dingin (15-60 menit), mulai mengigil, penderita sering

membungkus diri dengan selimut atau sarung dan pada saat

mengigil sering seluruh badan bergetar dan gigi-gigi saling

terantuk, diikuti dengan meningkatnya temperatur.

II. Periode panas, pada periode ini penderita mukanya merah, nadi

cepat, dan panas badan tetap tinggi dalam beberapa jam, lalu

diikuti dengan keadaan berkeringat.

III. Periode berkeringat, penderita berkeringat banyak dan temperatur

turun, dan penderita merasa sehat. Trias malaria lebih sering terjadi

pada infeksi P. Vivax, dan P. Falciparum menggigil dapat

berlangsung berat ataupun tidak ada.

Anemia merupakan gejala yang sangat sering dijumpai pada saat infeksi

malaria. Beberapa mekanisme terjadinya anemia: pengerusakan eritrosit

oleh parasit, hambatan eritropoiesis sementara, hemolisis oleh karena

proses complement mediated immune complex, eritrofagositosis,

penghambatan pengeluaran retikulosit, dan pengaruh sitokin. Pembesaran

limpa (splenomegali) sering dijumpai pada penderita malaria, limpa akan

teraba setelah 3 hari dari serangan infeksi akut, limpa menjadi bengkak,

nyeri dan hiperemis. 1(2775, 2798, 2809, 2817)

2. Demam Berdarah Dengue (DBD)

Manifestasi klinik infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik atau dapat

berupa demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dnegue atau

sindrom syok dengue (SSD). Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama

2-7 hari, yang diikuti fase kritis selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini, pasien sudah

5

Page 6: Tinjauan Pustaka atos blok 12 Malaria.docx

tidak demam, akan tetapai mempunyai resiko untuk terjadi renjatan jika tidak

mendapat pengobatan adekuat.4

3. Leptospirosis

Masa inkubasi 2-26 hari, biasanya 7-13 hari, rata-rata 10 hari. Gambaran

klinisnya terbagi menjadi 2, yaitu yang sering dan yang jarang. Yang sering terjadi,

seperti demam, menggigil, sakit kepala, meningimus, anoreksia, mialgia, conjuctival

suffusion, mual, muntah, nyeri abdomen, ikterus, hepatomegali, ruam kulit, dan

fotopobi. Sedangkan yang jarang adalah pneumonitis, hemaptoe, delirium,

perdarahan, diare, edema, splenomegali, artralgia, gagal ginjal, proferal neuritis,

pankretitis, parotitis, epididimitis, hematemesis, asites, dan mikarditis.5

Jadi, dari keempat gejala klinik di atas, yang sesuai dengan kondisi pasien pada

skenario adalah penyakit malaria, untuk itu akan di bahas mengenai penyakit malaria,

sebagai berikut: 1(2813-14), 3,4

4. Demam tifoid

Gejala dari demam tifoid sendiri ialah panas lebih dari 4 hari kontinu terutama

pada malam hari. Keadaan umum penderita kurang, nafsu makan berkurang, mulai

apatis, somnolen sampao saporo komateus bila keadaan menjadi toktis. Fisik lidah

coatea, bercak roseola pada kulit, bradikardirelatif, Hb turun dan lain-lain.8

A. Definisi

Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang

menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual di dalam darah.

Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, menggigil, anemia, dan splenomegali.

Dapat berlangsung akut ataupun kronik. Infeksi malaria dapat berlangsung tanpa

komplikasi ataupun mengalami kompliksi sistemik yang dikenal sebagai malaria berat.6

B. Etiologi

Penyebab infeksi malaria ialah plasmodium, yang selain menginfeksi manusia

juga menginfeksi binatang seperti golongan burung, reftil, dan mamalia. Termasuk genus

plasmodium dari famili plasmodidae. Plasmodium ini pada manusia menginfeksi eritrosit

(sel darah merah) dan mengalami pembiakan aseksual di jaringan hati dan eritrosit.

Pembiakan seksual terjadi di tubuh nyamuk yaitu anopheles betina. Secara keseluruhan

6

Page 7: Tinjauan Pustaka atos blok 12 Malaria.docx

ada lebih dari 100 plasmodium yang menginfeksi binatang (82 pada jenis burung dan

reftil, dan 22 pada binatang primata.

            Parasit malaria yang terdapat di Indonesia, yang sering dijumpai adalah

plasmodium vivax yang menyebabkan malaria tertiana (benign malaria) dan plasmodium

falciparum yang menyebabkan malaria tropika (malignan malaria). P. Malariae pernah

juga dijumpai tetapi sangat jarang. Sedangkan P. Ovale pernah dilaporkan dijumpai di

Irian Jaya, pulau Timor, pulau Owi (utara Irian Jaya).7

C. Epidemiologi

            Parasit malaria yang terdapat di Indonesia, yang sering dijumpai adalah

plasmodium vivax yang menyebabkan malaria tertiana (benign malaria) dan plasmodium

falciparum yang menyebabkan malaria tropika (malignan malaria). P. Malariae pernah

juga dijumpai tetapi sangat jarang. Sedangkan P. Ovale pernah dilaporkan dijumpai di

Irian Jaya, pulau Timor, pulau Owi (utara Irian Jaya).6

D. Patofisiologi

Infeksi parasit malaria mulai bila nyamuk anopheles betina menggigit manusia

dan nyamuk akan melepaskan sporozoitnya ke dalam pembuluh darah dimana sebagian

besar dalam waktu 45 menit akan menuju ke hati dan sebagian kecil sisanya akan mati di

darah. Di dalam sel parenkim hati mulailah perkembangan aseksual. Perkembangan ini

memerlukan waktu 5,5 hari untuk P. Falciparum dan 15 hari untuk P. Malariae. Setelah

sel parenkim hati terinfeksi, terbentuk skizon hati yang apabila pecah aan banyak

mengeluarkan merozoit ke sirkulasi darah. Pada P. Vivax dan P. Ovale, sebagian parasit

di dalam sel hati membentuk hipnozoit yang dapat bertahan sampai bertahun-tahun dan

bentuk ini yang akan menyebabkan terjadinya relaps pada malaria.

Setelah berada dalam sirkulasi darah, merozoit akan menyerang eritrosit dan

masuk melalui reseptor permukaan eritrosit. Pada  P. Vivax reseptor ini berhubungan

dengan faltor antigen duffy Fya atau Fyb. Hal ini menyebabkan individu dengan

golongan darah duffy negatif tidak terinfeksi penyakit malaria vivax. Dalam waktu

kurang dari 12 jam, parasit berubah menjadi bentuk rings. Pada P. Falciparum menjadi

bentuk stereo-headphones, yang mengandung kromatin dalam intinya dikelilingi

sitoplasma. Parasit tumbuh setelah memakan hemoglobin dan dalam metabolismenya

membentuk pigmen yang disebut hemozoin yang dapat dilihat secara mikroskopik.

7

Page 8: Tinjauan Pustaka atos blok 12 Malaria.docx

Eritrosit yang berparasit menjadi lebih elastik dan dinding berubah menjadi lonjong.

Setelah 36 jam invasi ke dalam eritrosit, parasit berubah menjadi sizont, dan bila sizont

pecah akan mengeluaran 6-36 merozoit dan siap menginfeksi eritrosit yang lain. Siklus

aseksual ini pada P. Falciparum, P. Vivax, P. Ovale adalah 48 jam dan pada P. Malariae

adalah 72 jam.

Di dalam darah sebagian parasit akan membentuk gamet jantan dan betina. Bila

nyamuk menghisap darah manusia yang sakit, akan terjadi siklus seksual dalam tubuh

nyamuk. Setelah terjadi perkawinan akan terbentuk zygote dan menjadi lebih bergerak

menjadi ookinet yang menembus dinding perut nyamuk dan akhirnya menjadi bentuk

ookista yang akan menjadi masak dan mengeluarkan sporozoit yang akan bermigrasi ke

kelenjar ludah nyamuk dan siap untuk menginfeksi manusia.

Lalu bagaimana dengan faktor imunitas terhadap infeksi parasit malaria di bagi

berdasarkan stadium siklus hidup parasit, yaitu:2(2816-7)

Imunitas pada stadium eksoeritrositer, terbagi menjadi eksoeritrositer ekstrahepatal

(stadium sporozoit) dan eksoeritrositer intrahepatik (stadium hepatozit). Respon imun

pada stadium sporozoit yaitu antibodi yang menghambat masuknya sporozoit ke

hepatozit, misalnya salah satu imunitasnya adalah sirkumsporozoid protein (CSP).

Respon imum pada stadium hepatozit yaitu mengasilkan antibodi pada stadium hepatozit,

salah satunya ialah limfosit T sitotoksik CD8+.

Imunitas pada stadium aseksual, berupa antibodi yang mengaglutinasi merozoit,

merupakan antibodi yang menghambat pelepasan atau menetralkan toksin-toksin parasit,

contohnya antibodinya adalah merozoit surface antigen.

Imunitas pada stadium seksual, berupa antibodi yang membunuh gametosit, antibodi

yang menghambat fertilisasi dan menghambat transformasi zigot menjadi ookinet,

misalnya  Pf-230 (transmission blocking antibody).

E. Penatalaksanaan

Pengobatan penderita malaria dapat dengan memakai ACT (Artemisinin base

Combination Therapy), dengan obat-obat non-ACT atau dengan penggunaan obat

kombinasi Non-ACT. Berikut penjelasannya: 2(2823-24),4

Secara global WHO telah menetapkan dipakainya pengobatan malaria dengan memakai

obat ACT. Golongan artemisinin telah dipilih sebagai obat utama karena efektif dalam 

8

Page 9: Tinjauan Pustaka atos blok 12 Malaria.docx

mengatasi plasmodium yang resisten dengan pengobatan. Selain itu artemisinin juga

bekerja dalam membunuh plasmodium dalam semua stadium termasuk gametosit juga

efektif terhadap spesies (plasmodium-plasmodium pada malaria). Laporan kegagalan

terhadap ART belum ada pada sat ini. Obat ini dapat diberi dengan cara oral,

parenteral/injeksi dan suppositoria. Catatan: Untuk pemakaian obat golongan

artemisinin, harus disertai bukti dengan pemeriksaan parasit yang positif, setidak-

tidaknya dengan tes cepat antigen yang positif. Bila malaria klinis/tidak ada hasil

pemeriksaan parasitologik, tetap menggunakan obat non-ACT.

Obat non-ACT

Walaupun resistensi terhadap obat-obat standar golongan non-ACT telah

dilaporkan dari seluruh propinsi di Indonesia, beberapa daerah masih cukup efektif

terhadap klorokuin maupun sulfadoksin pirimetamin (kegagalan masih kurang 25%). Di

beberapa daerah pengobatan menggunakan obat standar seperti klorokuin dan

sulfadoksin-pirimetamin masih dapat digunakan dengan pengawasan terhadap respon

pengobatan. Jenis-jenis obat non-ACT adalah klorokuin difosfat/sulfat, sulfadoksin-

pirimetamin (SP), kina sulfat, dan primakuin.

Penggunaan obat kombinasi non-ACT

Apabila pola resistensi masih rendah dan belum tejadi multiresistensi dan belum

tersedianya obat golongan artemisinin, dapat menggunakan obat standar yang

dikombinasikan. Contoh kombinasi ini adalah sebagai berikut:1

Kombinasi klorokuin + sulfadoksin pirimetamin.

Kombinasi SP + kina.

Kombinasi klotokuin + doksisiklin/tetrasiklin.

 Kombinasi kina + doksisiklin/tetrasiklin.

 Kombinasi kina + klindasimin.

F. Faktor resiko

Pada penderita malaria, jika tidak mendapat penanganan atau dibiarkan begitu

saja, resiko membahayakan dapat terjadi dengan komplikasi-komplikasi yang beragam.

Komplikasi yang timbul dari penderita malaria jika tidak ditangani adalah pasien dapat

mengalami penyakit yang disebut dengan “malaria berat”. Komplikasi malaria berat ini

9

Page 10: Tinjauan Pustaka atos blok 12 Malaria.docx

umumnya disebabkan karena P. Falciparum dan sering disebut pernicious

manifestations.2(2826)

G. Pencegahan dan Vaksin Malaria

Tindakan pencegahan`infeksi malaria sangat penting untuk setiap individu,

apalagi individu yang imunitasnya rendah. Oleh karena itu, masih sangat dianjurkan

untuk memperhatikan tindakan pencegahan untuk menghindari diri dari gigitan nyamuk,

yaitu dengan cara:2(2825)

1) Tidur dengan kelambu, sebaiknya dengan kelambu impregnated (dicelup

peptisida; pemethrin atau deltamethrin.

2) Menggunakan obat pembunuh nyamuk (gosok, spray, asap, atau elektrik.

3) Mencegah berada di alam bebas dimana nyakum dapat menggigit atau memakai

baju lengan panjang, kaus/stocking.

4) Memproteksi tempat tinggal/kamar tidur dari nyamuk dengan kawat anti nyamuk.

Dengan cara promotif juga dapat dilakukan pencegahan, yaitu dengan melakukan

penyuluhan gerakan 3M adalah sebagai berikut:4

a) Menguras bak mandi. Menguras bak mandi harus dilakukan sesering

mungkin. Tujuannya adalah supaya nyamuk tidak bertelur di bak mandi.

b) Menutup tampungan air. Tujuannya agar nyamuk tidak dapat masuk.

c) Menimbun barang-barang bekas, seperti kaleng, botol bekas dan plastik.

Tujuannya agar tidak menjadi tempat bersarangnya nyamuk.

Selain itu pencegahan juga dapat dilakukan dengan fogging, jumantik,

dan abatisasi. Berikut penjelasannya:

Fogging, yaitu upaya yang dilakukan dengan pengasapan.

Pengasapan ini dilakukan di lokasi-lokasi yang tinggi jumlah

peningkatan kasus DBD-nya agar penyebaran penyakit dapat

segera dikendalikan lewat pemberantasan vektor nyamuk Aedes

aegypti dewasa bersama-sama masyarakat dan sektor swasta.

Fogging dilakukan di daerah fokus-fokus penularan.

Jumantik adalah singkatan dari Juru Pemantau Jumantik, bertugas

untuk melaksanakn Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN). PSN

10

Page 11: Tinjauan Pustaka atos blok 12 Malaria.docx

ini diintensifkan lewat kegiatan Pemantauan Jentik Berkala (PJB)

dengan merekrut Juru Pemantau Jentik (Jumentik).

Abatisasi adalah menggunakan sejenis insektisida dengan merek

dagang Abate. Kegunaannya untuk mencegah larva berkembang

menjadi nyamuk dewasa.

H. Komplikasi

Komplikasi malaria umumnya disebabkan karena Plasmodium falciparum dan

sering disebut pernicious manifestations. Sering terjadi mendadak tanpa gejala-gejala

sebelumnya, dan sering terjadi pada penderita yang tidak imun seperti pada orang

pendatang dan kehamilan. Komplikasi terjadi 5-10% pada seluruh penderita malaria yang

dirawat di RS dan 20% dari padanya merupakan kasus yang fatal. Penderita malaria

dengan komplikasi umumnya digolongkan sebagai malaria berat yang menurut WHO

didefinisikan sebagai infeksi Plasmodium falciparum dengan satu atau lebih komplikasi

sebagai berikut:

Malaria serebral (coma): tidak disebabkan penyakit lain atau lkebih dari 30 menit setelah

serangan kejang

Acidemia/acidosis: pH darah <7,25

Anemia berat

Gagal ginjal akut

Hipoglikemi: gagal sirkulasi atau syok (tekanan sistolik <70mmHg) disertai keringat

dingin. Kejang berulang lebih dari 2 kali/24 jam.

Gangguan kesadaran ringan (GCS <15)

Kelemahan otot (tidak bisa duduk ataupun berjalan)

Hiperparasitemia >5%

Ikterik (bilirubin > 3mg/dl)

Hiperpireksia (temperature rektal > 400C) pada orang dewasa dan anak.

11

Page 12: Tinjauan Pustaka atos blok 12 Malaria.docx

I. Prognosis

Telah kita ketahui sebelumnya, bahwa dikenal ada 4 jenis plasmodium pada malaria.

Keempat jenis plasmodium ini memiliki masing-masing prognosis. Sebagai berikut:2(2818-

19)

  P. Vivax (baik, tidak menyebabkan kematian).

  P. Malariae (tanpa pengobatan dapat menimbulkan relaps 30-50 tahun).

  P. Ovale (baik).

  P. Falciparum (banyak komplikasi, menyebabkan malaria berat, juga kematian).

Kesimpulan

Jadi, dari gejala klinik keempat penyakit yang dapat menyebabkan demam di atas,

disimpulkan bahwa, laki-laki 30 tahun yang mengeluh demam sejak 2 hari yang lalu dengan sifat

demam yang sempat menghilang kemudian naik lagi disertai menggigil, berkeringat, sakit kepala

dan mual, menderita penyakit malaria.

Daftar Pustaka

1. Supartondo, Setiyohadi B. Buku ajar ilmu penyakit dalam: Anamnesis. Ed.5. Vol.1.

Jakarta. Interna Publishing, 2009. H. 25-7.

2. Suhendro, Nainggolan L, Pohan HT, Widodo J, Zein U, Harijanto PN. Demam berdarah

dengue, demam tifoid, leptospirosis, malaria, malaria berat. Dalam: Ilmu Penyakit

Dalam. Edisi ke-4. Jilid 3. Jakarta: InternaPublishing,2009.h. 2775.2798.2809.2813-

25.2826.

3. Staf Pengajar FKUI. Manifestasi klinik leptospira. Dalam: Mikrobiologi Kedokteran.

Jakarta: Binarupa Aksara,1994.h.219.

4. Suharmiati, Handayani L. Promotif dan preventif. Dalam: Demam berdarah dengue.

Jakarta: PT AgroMedia Pustaka Redaksi, 2007.h.13-5. 

5. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Aru W Sudoyo, dkk (editor).

Buku ajar: ilmu penyakit dalam. Ed IV. Jakarta: Pusat penerbitan departemen ilu penyakit

dalam fakultas kedokteran universitas indonesia; 2006.

12

Page 13: Tinjauan Pustaka atos blok 12 Malaria.docx

6. Harijanto PN. Buku ajar ilmu penyakit dalam:Malaria. Ed.5. Vol.3. Jakarta. Interna

Publishing, 2009. H. 2813-25.

7. Sutanto I, Ismid IS, Sjarifuddin PK, Sungkar S. Buku ajar parasitologi kedokteran. Ed.4.

Jakarta. Balai Penerbit FKUI, 2008. H. 212-35, 254-6.

8. Santoso M. Standart pelayanan medis penyakit dalam: Rumah Sakit Umum Daerah Koja.

Jakarta. Yayasan Diabetes Indonesia, 2004. H. 13-17.

13