blok 12 lbm 7

27
2.6 Bahan Sealant Berbasis Resin a. Bahan matriks resin Bahan matriksnya adalah bisfenol A-glisidil metakrilat (bis-GMA), suatu resin dimetakrilat. Karena bis-GMA memiliki berat molekul yang lebih tinggi dari metal metakrilat, kepadatan gugus metakrilat berikatan ganda adalah lebih rendah dalam monomer bis-GMA, suatu faktor yang mengurangi pengerutan polimerisasi. Penggunaan dimetakrilat juga menyebabkan bertambahnya ikatan silang dan perbaikan sifat polimer (Kenneth J Anusavice, 2004: 230). Bis-GMA, urethane dimetrakilat (UEDMA), dan trietil glikol dimetakrilat (TEGDMA) adalah dimetakrilat yang umum digunakan dalam komposit gigi. Monomer dengan berat molekul tinggi, khususnya bis-GMA amatlah kental pada temperature ruang. Penggunaan monomer pengental penting untuk memperoleh tingkat pengisi yang tinggi dan menghasilkan konsistensi pasta yang dapat digunakan secara klinis. Pengencer bisa berupa monomer metakrilat dan monomer dimetakrilat (Kenneth J Anusavice, 2004: 230). Kebanyakan bahan resin saat ini menggunakan molekul bis- GMA, yang merupakan monomer dimetakrilat yang disintesis oleh reaksi antara bisfenol-A dan glisidil metakrilat. Reaksi ini dikatalisasi melalui sistem amine-peroksida (Lloyd Baum, 1997: 254). b. Partikel bahan pengisi

description

okok

Transcript of blok 12 lbm 7

2.6 Bahan Sealant Berbasis Resina. Bahan matriks resin Bahan matriksnya adalah bisfenol A-glisidil metakrilat (bis-GMA), suatu resin dimetakrilat. Karena bis-GMA memiliki berat molekul yang lebih tinggi dari metal metakrilat, kepadatan gugus metakrilat berikatan ganda adalah lebih rendah dalam monomer bis-GMA, suatu faktor yang mengurangi pengerutan polimerisasi. Penggunaan dimetakrilat juga menyebabkan bertambahnya ikatan silang dan perbaikan sifat polimer (Kenneth J Anusavice, 2004: 230).Bis-GMA, urethane dimetrakilat (UEDMA), dan trietil glikol dimetakrilat (TEGDMA) adalah dimetakrilat yang umum digunakan dalam komposit gigi. Monomer dengan berat molekul tinggi, khususnya bis-GMA amatlah kental pada temperature ruang. Penggunaan monomer pengental penting untuk memperoleh tingkat pengisi yang tinggi dan menghasilkan konsistensi pasta yang dapat digunakan secara klinis. Pengencer bisa berupa monomer metakrilat dan monomer dimetakrilat (Kenneth J Anusavice, 2004: 230).Kebanyakan bahan resin saat ini menggunakan molekul bis-GMA, yang merupakan monomer dimetakrilat yang disintesis oleh reaksi antara bisfenol-A dan glisidil metakrilat. Reaksi ini dikatalisasi melalui sistem amine-peroksida (Lloyd Baum, 1997: 254). b. Partikel bahan pengisiDimasukkannya partikel bahan pengisi ke dalam suatu matriks secara nyata meningkatkan sifat bahan matriks bila partikel pengisi benar-benar berikatan dengan matriks. Penyerapan air dan koefisiensi termal dari komposit juga lebih kecil dibandingkan dengan resin tanpa bahan pengisi. Sifat mekanis seperti kekuatan kompresi, kekuatan tarik, dan modulus elastis membaik, begitu juga ketahanan aus. Semua perbaikan ini terjadi dengan peningkatan volume fraksi bahan pengisi (Kenneth J Anusavice, 2004: 230-1).Bis-GMA saat ini merupakan matriks resin pilihan sebagai bahan sealant. Bisa dengan atau tanpa bahan pengisi. Penambahan bahan pengisi meliputi serpih kaca mikroskopis, partikel quartz dan bahan pengisi lainnya. Bahan ini membuat sealant lebih tahan terhadap abrasi (Norman O. Harris, 1999: 246).Bahan yang digunakan bahan pengisi makro adalah partikel-partikel halus dari komponen silika, cristalin quartz, atau silikat glass boron. Quartz telah digunakan secara luas sebagai bahan pengisi. Quartz memiliki keunggulan sebagai bahan kimia yang kuat. Sementara sifat radiopak bahan pengisi disebabkan oleh sejumlah kaca dan porselen yang mengandung logam berat seperti barium, strontium dan zirconium. Penambahan bahan pengisi mengurangi pengerutan pada saat polimerisasi dan menambah kekerasan (Lloyd Baum, 1997: 254).c. Bahan coupling Bahan pengisi sangatlah penting berikatan dengan matriks resin. Hal ini memungkinkan matriks polimer lebih fleksibel dalam meneruskan tekanan ke partikel yang lebih kaku. Ikatan antara 2 fase komposit diperoleh dengan bahan coupling. Aplikasi bahan coupling yang tepat dapat meningkatan sifat mekanis dan fisik serta memberikan kestabilan hidrolitik dengan mencegah air menembus sepanjang antar bahan pengisi dan resin. -metakriloksipropiltrimetoksi silane adalah bahan yang sering digunakan sebagai bahan coupling (Kenneth J Anusavice, 2004: 230-1).d. PenghambatUntuk mencegah polimerisasi spontan dari monomer, bahan penghambat ditambahkan pada sistem resin. Penghambat ini mempunyai potensi reaksi kuat dengan radikal bebas. Bila radikal bebas telah terbentuk, bahan penghambat akan bereaksi dengan radikal bebas kemudian menghambat perpanjangan rantai dengan mengakhiri kemampuan radikal bebas untuk mengawali proses polimerisasi. Bahan penghambat yang umum digunakan adalah butylated hydroxytoluene (Kenneth J. Anusavice, 2004: 232).e. Sifat bahan resin Secara umum resin memiliki sifat mekanis yang baik, kelarutan bahan resin sangat rendah. Sifat termis bahan resin sebagai isolator termis yang baik. Bahan resin memiliki koefisien termal yang tinggi. Kebanyakan resin bersifat radiopaque (E.C Combe, 1992: 176-7).Resin memiliki karakteristik warna yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan perawatan. Sifat mekanis yang baik sehingga dapat digunakan pada gigi dengan beban kunyah besar. Terjadinya pengerutan selama proses polimerisasi yang tinggi menyebabkan kelemahan klinis dan sering menyebabkan kegagalan. Kebocoran tepi akibat pengerutan dalam proses polimerisasi dapat menyebabkan karies sekunder. Pemolesan bahan harus bagus karena kekasaran pada permukaan komposit dapat dijadikan tempat menempelnya plak (Kenneth J Anusavice, 2004: 247).f. Indikasi fisure sealant berbasis resinPenggunaan sealant berbasis resin digukanan pada hal berikut:a. Digunakan pada geligi permanenb. Kekuatan kunyah besarc. Insidensi karies relatif rendahd. Gigi sudah erupsi sempurnae. Area bebas kontaminasi atau mudah dikontrolf. Pasien kooperatif, karena banyaknya tahapan yang membutuhkan waktu lebih lama.

2.7 Pengerasan Sealant Berbasis Resin Terdapat dua tipe bis-GMA yaitu yang mengalami polimerisasi setelah pencampuran komponen katalis dan yang mengalami polimerisasi hanya setelah sumber sinar yang sesuai. Sampai sekarang sinar ultraviolet (panjang gelombang 365 nm) telah digunakan, tetapi telah banyak digantikan oleh sinar tampak (biru) dengan panjang gelombang 430-490 nm (R.J Andlaw, 1992: 58). 2.7.1 Pengerasan Sealant Berbasis Resin secara OtomatisProses ini kadang disebut dengan cold curing, chemical curing, atau self curing. Bahan yang dipasok dalam 2 pasta, satu mengandung inisiator benzoil peroksida dan lainnya mengandung amin tersier. Bila kedua pasta diaduk, amin bereaksi dengan benzoil peroksida untuk membentuk radikal bebas dan polimerisasi tambahan dimulai (Kenneth J. Anusavice, 2004: 232).Sealant bis-GMA dipolimerisasi oleh bahan amina organik akselerator yang terdiri atas dua sistem komponen. Komponen pertama berisi bis-GMA tipe monomer dan inisiator benzoil peroksida, dan komponen kedua berisi tipe monomer bis-GMA dengan akselerator 5% amina organik. Monomer bis-GMA dilarutkan dengan monomer metal metakrilat. Sebuah bahan sealant komersil berisi pigmen putih, dimana mengandung 40% bahan partikel quartz dengan diameter rata-rata 2 mikrometer. Kedua komponen tadi bercampur sebelum diaplikasikan ke gigi dan berpolimerisasi ikatan silang sebagai reaksi sederhana (Norman O.Harris, 1979: 30) Pada bahan ini operator tidak memiliki kemampuan mengendalikan waktu kerja setelah bahan diaduk. Jadi pembentukan kontur restorasi harus diselesaikan begitu tahap inisiasi selesai. Jadi proses polimerisasi terus-menerus terganggu sampai operator telah menyelesaikan proses pembentukan kontur restorasi (Kenneth J. Anusavice, 2004: 235).

2.7.2 Pengerasan Sealant Berbasis Resin dengan SinarRadikal bebas pemula reaksi polimerisasi terdiri atas foto-inisiator dan activator amin terdapat dalam satu pasta. Bila tidak terkena sinar, maka kedua komponen tersebut tidak bereaksi. Pemaparan terhadap sinar dengan panjang gelombang yang tepat (468 nm) merangsang fotoinisiator berinteraksi dengan amin untuk membentuk radikal bebas yang mengawali polimerisasi tambahan.Foto-inisiator yang digunakan adalah camphoroquinone. Sumber sinar modern biasanya berasal dari bohlam tungsten halogen melalui suatu filter sinar ultra merah dan spectrum sinar tampak dengan panjang gelombang 500 nm (Gambar10). Waktu polimerisasi sekitar 20-60 detik. Untuk mengimbangi penurunan intensitas sinar, waktu pemaparan harus diperpanjang 2 atau 3 kali (Kenneth J. Anusavice, 2004: 232-5).Saat ini telah tersedia bahan fissure sealant berbasis resin dalam syringe yang akan berpolimerisasi setelah diaktivasi dengan sinar (Gambar 9). Sealant bis-GMA berpolimerisasi dengan sinar ultraviolet (340-400 nm) adalah satu sistem tanpa diperlukan adanya pencampuran. Tiga bahan kental monomer bis-GMA dilarutkan dengan 1 bagian monomer metil metakrilat. Dengan aktivator berupa 2% benzoin metil eter (Robert G. Craig, 1979: 30).2.8 Teknik Aplikasi Fissure Sealant Berbasis Resin2.8.1 Pembersihan pit dan fisura pada gigi yang akan dilakukan aplikasi fissure sealant menggunakan brush dan pumis (Gambar 1)Syarat pumis yang digunakan dalam perawatan gigi:a. Memiliki kemampuan abrasif ringanb. Tanpa ada pencampur bahan perasac. Tidak mengandung minyakd. Tidak mengandung Fluore. Mampu membersihkan dan menghilangkan debris, plak dan stainf. Memiliki kemampuan poles yang bagus2.8.2 Pembilasan dengan air Syarat air: a. Air bersihb. Air tidak mengandung mineralc. Air tidak mengandung bahan kontaminan2.8.3 Isolasi gigiGunakan cotton roll atau gunakan rubber dam2.8.4 Keringkan permukaan gigi selama 20-30 detik dengan udara.Syarat udara :a. Udara harus keringb. Udara tidak membawa air (tidak lembab)c. Udara tidak mengandung minyakd. Udara sebaiknya tersimpan dalam syringe udara dan dihembuskan langsung ke permukaan gigi.2.8.4 Lakukan pengetsaan pada permukaan gigia. Lama etsa tergantung petunjuk pabrikb. Jika jenis etsa yang digunakan adalah gel, maka etsa bentuk gel tersebut harus dipertahankan pada permukaan gigi yang dietsa hingga waktu etsa telah cukup.c. Jika jenis etsa yang digunakan adalah berbentuk cair, maka etsa bentuk cair tersebut harus terus-menerus diberikan pada permukaan gigi yang dietsa hingga waktu etsa telah cukup.2.8.5 Pembilasan dengan air selama 60 detikSyarat air sama dengan point 2.2.8.6 Pengeringan dengan udara setelah pengetsaan permukaan pit dan fisuraa. Syarat udara sama dengan point 3. b. Cek keberhasilan pengetsaan dengan mengeringkannya dengan udara, permukaan yang teretsa akan tampak lebih putihc. Jika tidak berhasil, ulangi proses etsad. Letakkan cotton roll baru, dan keringkane. Keringkan dengan udara selama 20-30 detik2.8.7 Aplikasi bahan sealanta. Self curing: campurkan kedua bagian komponen bahan, polimerisasi akan terjadi selama 60-90 detik.b. Light curing: aplikasi dengan alat pabrikan (semacam syringe), aplikasi penyinaran pada bahan, polimerisasi akan terjadi dalam 20-30 detik.2.8.8 Evaluasi permukaan oklusala. Cek oklusi dengan articulating paperb. Penyesuaian dilakukan bila terdapat kontak berlebih (spot grinding)(Donna Lesser, 2001)

2.9 Bahan Sealant Semen Ionomer KacaSemen ionomer kaca adalah nama generik dari sekelompok bahan yang menggunakan bubuk kaca silikat dan larutan asam poliakrilat. Bahan ini mendapatkan namanya dari formulanya yaitu suatu bubuk kaca dan asam ionomer yang mengandung gugus karboksil. Juga disebut sebagai semen polialkenoat. Bahan dalam semen ionomer kaca terdiri atas bubuk dan cairan. a. Bubuk semen ionomer kaca Bubuk adalah kaca kalsium fluoroaluminosilikat yang larut dalam asam. Komposisi dari bubuk semen ionomer kaca adalah silica, alumina, aluminium fluoride, calsium fluoride, sodium fluoride, dan aluminium phosphate. Bahan-bahan mentah digabung sehingga membentuk kaca yang seragam dengan memanaskannya samapi temperature 1100-1500 C. Lanthanum, strontium, barium, atau oksida seng ditambahkan untuk menimbulkan sifat radiopak (Kenneth J. Anusavice, 2004: 449).b. Cairan semen ionomer kaca Cairan yang digunakan untuk semen ini adalah larutan asam poliakrilat dengan konsentrasi 50%. Cairannya cukup kental dan cenderung membentuk gel setelah beberapa waktu. Pada sebagian besar semen, asam poliakrilat dalam cairan adalah dalam bentuk kopolimer dengan asam itikonik, maleik atau trikarbalik. Asam-asam ini cenderung menambah reaktivitas dari cairan, mengurangi kekentalan, dan mengurangi kecenderungan membentuk gel. Selain itu, memperbaiki karakteristik manipulasi dan meningkatkan waktu kerja dan memperpendek waktu pengerasan (Lloyd Baum, 1997: 254).c. PengerasanKetika bubuk dan cairan dicampur untuk membentuk suatu pasta (gambar 2), permukan partikel kaca akan terpajan asam. Ion-ion kalsium, aluminium, natrium dan fluorin dilepaskan ke dalam media yang bersifat cair. Rantai asam poliakrilat akan berikatan silang dengan ion-ion kalsium dan membentuk masa yang padat. Selama 24 jam berikutnya, terbentuk fase baru dimana ion-ion aluminium menjadi terikat dalam campuran semen. Ini membuat semen menjadi lebih kaku. Ion natrium dan fluorin tidak berperan serta di dalam ikatan silang dari semen. Beberapa ion natrium dapat menngantikan ion-ion hidrogen dari gugus karboksil, sementara sisanya bergabung dengan ion-ion fluorin membentuk natrium fluoride yang menyebar merata di dalam semen yang mengeras (Kenneth J. Anusavice, 2004: 451).Mekanisme pengikatan ionomer kaca dengan struktur gigi belum dapat diterangkan dengan jelas. Meskipun demikian, perekatan ini diduga terutama melibatkan proses kelasi dari gugus karboksil dari poliasam dengan kalsium di kristal apatit pada enamel dan dentin. Ikatan antara semen dengan enamel selalu lebih besar daripada ikatannya dengan dentin, mungkin karena kandungan anorganiknya enamel yang lebih banyak dan homogenitasnya lebih besar (Kenneth J. Anusavice, 2004: 452).d. Sifat semen ionomer kacaSemen ini memiliki sifat kekerasan yang baik, namun jauh inferior dibanding kekerasan bahan resin. Kemampuan adhesi melibatkan proses kelasi dari gugus karboksil dari poliasam dengan kalsium di kristal apatit enamel dan dentin. Semen ini memiliki sifat anti karies karena kemampuannya melepaskan fluor. Dalam proses pengerasan harus dihindarkan dari saliva karena mudah larut dalam cairan dan menurunkan kemampuan adhesi. Ikatan fisiko kimiawi antara bahan dan permukaan gigi sangat baik sehingga mengurangi kebocoran tepi tumpatan (Kenneth J. Anusavice, 2004: 453).e. Indikasi fisure sealant semen ionomer kacaIndikasi penggunaan Fissure sealant dengan semen ionomer kaca sebagai berikut:a. Digunakan pada geligi sulungb. Kekuatan kunyah relatif tidak besarc. Pada insidensi karies tinggid. Gigi yang belum erupsi sempurnae. Area yang kontaminasi sulit dihindarif. Pasien kurang kooperatif

2.10 Teknik Aplikasi Fissure Sealant dengan Sealant Semen Ionomer Kaca2.10.1 Pembersihan pit dan fisura pada gigi yang akan dilakukan aplikasi fissure sealant menggunakan brush dan pumis (Gambar 1)Syarat pumis yang digunakan dalam perawatan gigi:a. Memiliki kemampuan abrasif ringanb. Tanpa ada pencampur bahan perasac. Tidak mengandung minyakd. Tidak mengandung Fluore. Mampu membersihkan dan menghilangkan debris, plak dan stainf. Memiliki kemampuan poles yang bagus2.10.2 Pembilasan dengan air Syarat air: a. Air bersihb. Air tidak mengandung mineralc. Air tidak mengandung bahan kontaminan2.10.3 Isolasi gigiGunakan cotton roll atau gunakan rubber dam2.10.4 Keringkan permukaan gigi selama 20-30 detik dengan udara. Syarat udara :a. Udara harus keringb. Udara tidak membawa air (tidak lembab)c. Udara tidak mengandung minyakd. Udara sebaiknya tersimpan dalam syringe udara dan dihembuskan langsung ke permukaan gigi.2.10.5 Aplikasi bahan dentin kondisioner selama 10-20 detik (tergantung instruksi pabrik). Hal ini akan menghilangkan plak dan pelikel dan mempersiapkan semen beradaptasi dengan baik dengan permukaan gigi dan memberikan perlekatan yang bagus (Gambar 3). 2.10.6 Pembilasan dengan air selama 60 detikSyarat air sama dengan point 2.2.10.7 Pengeringan dengan udara setelah aplikasi dentin kondisioner permukaan pit dan fisura dilakukan pembilasana. Syarat udara sama dengan point 3. b. Keringkan dengan udara selama 20-30 detik2.10.8 Aplikasikan bahan SIK pada pit dan fisura (Gambar 4).2.10.9 Segera aplikasi bahan varnish setelah aplikasi fissure sealant dilakukan (Gambar 5).2.10.10 Evaluasi permukaan oklusala. Cek oklusi dengan articulating paperb. Penyesuaian dilakukan bila terdapat kontak berlebih (spot grinding)

Sealant pada gigi telah terbukti memiliki keefektifan tinggi dalam pencegahan karies oleh bahan sealant didasarkan penutupan pit dan fisura sehingga mikroflora dalam pit dan fisura tdak dapat menjangkau nutrisi yang dibutuhkan. Retensi adekuat sealant diperlukan untuk menutupi permukaan gigi terutama pada area yang dalam, pit dan fisura yang tidak teratur, dan aplikasinya dilakukan pada daerah yang bersih dan kering saat prosedur dilakukan.Kebanyakan sealant yang tersedia di pasaran adalah berbasis resin. Pemberian sealant berbasis resin memerlukan teknik khusus dan dipengaruhi banyak faktor. Seperti kekooperatifan pasien, ketrampilan operator dan kontaminasi area tindakan. Perlunya etsa pada prosedur sealant resin membuat sulit dilakukannya etsa pada molar yang erupsinya sebagian (Subramaniam, 2008).Menurut cara lama, etsa pada gigi sulung dilakukan selama 1 menit dan 1,5 menit pada gigi permanent. Pada studi klinis lain, diperoleh hasil bahwa lama etsa dengan bahan etsa yang serupa selama 20 detik memiliki kemampuan yang sama dengan etsa selam 1 dan 1,5 menit. selama 10 detik pada permukaan yang dietsa. Pastikan aliran air benar-benar mengenai bahan etsa dan tidak teserap dulu oleh cotton roll. Setelah dilakukan aliran air, dilakukan pengeringan dengan semprot udara untuk menghilangkan air (Norman O. Harris, 1999: 247).Menghindari kontaminasi saliva selama prosedur sealant sangat penting, proteksi saliva saat melakukan etsa merupakan kunci sukses dalam perawatan. Pada umumnya, isolasi dapat dilakukan melalui dua metode yaitu melalui penggunaan rubber dam dan isolasi dengan cotton roll (M John Hick dalam J.R Pinkham, 1994: 474).Bentukan hasil etsa menghasilkan struktur yang memungkinkan penetrasinya ke dalam enamel dan membentuk ikatan mekanikal yang efektif. Kerugian dari bahan resin adalah retensi pada struktur gigi hanya tergantung pada jumlah perlekatan mekanisnya. 15-20 detik pengetsaan memberikan retensi yang cukup bagi perlekatan sealant. Beberapa penelitian menunjukkan semen ionomer kaca memiliki kemampuan mencegah karies, dengan manipulasi lebih mudah, dan aplikasinya tidak memerlukan proses etsa terlebih dahulu. Semen ionomer kaca lebih memungkinkan dilakukannya sealant pada kondisi-kondisi sulit. Sulitnya kontrol terhadap kondisi lembab pada gigi yang belum erupsi sempurna, dan sulitnya manajemen pasien anak adalah beberapa kesulitan aplikasi sealant. Aplikasi yang mudah sangat mengurangi waktu tindakan. Bahan yang kompatibel dan mempunyai koefisien termal yang lebih rendah dari struktur gigi. Keuntungan glass ionomer lainnya adalah kemudahan penggunaan dalam program kemasyarakatan karena waktunya cepat dan efektif.Penambahan warna pada sealant meningkatkan persepsi saat aplikasi dan saat control berikutnya. Sebagai sealant yang terlihat, memberikan keuntungan untuk melihat adanya kehilangan sealant. Warna putih lebih estetis dan lebih diterima pasien.Pada studi yang dilakukan pada aplikasi berbahan resin setelah 1 tahun diperoleh 14,6% retensi utuh, 39,9% retensi sebagian, dan 46% sealant telah hilang. HampIr setengah apliaksi sealant pada anak-anak menghilang. Pertimbangan kegagalan sealant resin mungkin karena buruknya teknik penempatan, control kelembaban, tidak adekuatnya saat pembersihan dan pengeringan.Pada studi yang sama, sealant dilakukan dengan semen ionomer kaca diperoleh hasil 13,1% retensi utuh, 49% retensi sebagian dan 37,9% retensi selant telah hilang. Lebih dari setengah aplikasi sealant pada anak-anak menghilang. Kegagalan retensi semen ionomer kaca dikarenakan jeleknya retensi bahan sealant. Semen ionomer kaca tidak melekat adekuat pada gigi. Mungkin kontak dengan saliva sebelum proses setting glass ionomer mengakibatkan degenerasi bahan sealant dan kehilangan awal bahan sealant tersebut.Pemberian sealant pada awal-awal erupsi memerlukan frekuensi lebih sering untuk reaplikasi ulang pemberian fissure sealant. Resin melekat pada enamel melalui etsa asam yang menyediakan perlekatan mekanis yang lebih kuat dibandingkan perlekatan pada semen ionomer kaca. Dengan alasan ini, semen ionomer kaca sebagai fissure sealant sering tidak berhasil diletakkan pada fisura yang tidak dalam. Bagaimanapun aplikasinya, dengan segera akan hilang oleh abrasi atau erosi.Efek pencegahan karies dari sealant semen ionomer kaca tergantung pada retensi dan kemampuan melepaskan fluoridenya. Fluoride yang dilepaskan mencegah perkembangan karies setelah bahan sealant nampak menghilang. Secara mikroskopis, kemampuan ion fluoride yang menyebar pada enamel memberikan daya tahan terhadap proses demineralisasi

4.1 Kesimpulana. Sealant berbasis resin memiliki kemampuan retensi yang lebih baik daripada glass ionomerb. Bahan sealant berbasis resin digunakan pada gigi dengan beban kunyah besar, dan mahkota gigi telah erupsi sempurna.c. Bahan sealant semen ionomer kaca digunakan pada gigi dengan beban kunyah ringan, dan mahkota gigi belum erupsi sempurna

Ada beberapa macam teknik menyikat gigi :a. Teknik HorizontalMenyikat gigi dengan teknik horizontal merupakan gerakan menyikat gigi ke depan ke belakang dari permukaan bukal dan lingual (Ginanjar, 2006). Letak bulu sikat tegak lurus pada permukaan labial, bukal, palatinal, lingual, dan oklusal dikenal sebagai scrub brush. Caranya mudah dilakukan dan sesuai dengan bentuk anatomi permukaan kunyah (Ginanjar, 2006). Abrasi yang disebabkan oleh penyikatan gigi dengan arah horizontal dan dengan penekanan berlebih adalah bentuk yang paling sering ditemukan .

b. Teknik verticalMenyikat gigi dengan metode teknik vertical merupakan cara yang mudah dilakukan, sehingga orang-orang yang belum diberi pendidikan bisa menyikat gigi dengan teknik ini (Nio, B.K., 1987). Arah gerakan menyikat gigi ke atas ke bawah dalam keadaan rahang atas dan bawah tertutup. Gerakan ini untuk permukaan gigi yang menghadap ke bukal/labial, sedangkan untuk permukaan gigi yang menghadap lingual/palatal, gerakan menyikat gigi ke atas ke bawah dalam keadaan mulut terbuka. Cara ini terdapat kekurangan yaitu bila menyikat gigi tidak benar dapat menimbulkan resesi gusi sehingga akar gigi terlihat (Ginanjar, 2006).

c. Teknik RollMenyikat gigi dengan teknik roll merupakan gerakan sederhana, paling dianjurkan, efisien, dan menjangkau semua bagian mulut. Bulu sikat ditempatkan pada permukaan gusi, jauh dari permukaan oklusal. Ujung bulu sikat mengarah ke apex. Gerakan perlahan-lahan melalui permukaan gigi sehingga permukaan bagian belakang kepala sikat bergerak dalam lengkungan. Waktu bulu sikat melalui mahkota gigi, kedudukannya hampir tegak terhadap permukaan email. Ulangi gerakan ini sampai 12 kali sehingga tidak ada yang terlewat. Cara ini dapat menghasilkan pemijatan gusi dan membersihkan sisa makanan di daerah interproksimal (Ginanjar, 2006). Menyikat gigi dengan roll teknik untuk membersihkan kuman yang menempel pada gigi. Teknik roll adalah menggerakan sikat seperti berputar (Rubianto, 2006).

d. Teknik ChartersTeknik menyikat gigi ini dilakukan dengan meletakkan bulu sikat menekan pada gigi dengan arah bulu sikat menghadap permukaan kunyah/oklusal gigi. Arahkan 45 pada daerah leher gigi. Tekan pada daerah leher gigi dan sela-sela gigi kemudian getarkan minimal 10 kali pada tiap-tiap area dalam mulut. Gerak berputar dilakukan terlebih dulu untuk membersihkan daerah mahkota gigi. Metode ini baik untuk membersihkan plak di daerah sela-sela gigi, pada pasien yang memakai orthodontic cekat/kawat gigi dan pada pasien dengan gigi tiruan yang permanen (Donna Pratiwi, 2009)

e. Teknik BassTeknik penyikatan ini ditujukan untuk membersihkan daerah leher gingival dan untuk ini, ujung sikat dipegang sedemikian rupa sehingga bulu sikat terletak 45 terhadap sumbu gigi geligi. Ujung bulu sikat mengarah ke leher gingival. Sikat kemudian ditekan kearah gingiva dan digerakkan dengan gerakan memutar yang kecil sehingga bulu sikat masuk ke daerah leher gingival dan juga terdorong masuk diantara gigi geligi. Teknik ini dapat menimbulkan rasa sakit bila jaringan terinflamasi dan sensitive. Bila gingival dalam keadaan sehat, teknik bass merupakan metode penyikatan yang baik, terbukti teknik ini merupakan metode yang paling efektif untuk membersihkan plak (Depkes, 1991).

f. Teknik StillmanTeknik ini mengaplikasikan dengan menekan bulu sikat dari arah gusi ke gigi secara berulang-ulang. Setelah sampai di permukaan kunyah, bulu sikat digerakkan memutar. Bulu sikat diletakkan pada area batas gusi dan gigi sambil membentuk sudut 45 dengan sumbu tegak gigi seperti pada metode bass (Donna Pratiwi, 2009).

g. Teknik Fones / Teknik SirkulerMetode gerakkan sikat secara horizontal sementara gigi ditahan pada posisi menggigit atau oklusi. Gerakan dilakukan memutar dan mengenai seluruh permukaan gigi atas dan bawah (Donna Pratiwi, 2009).

h. Teknik FisiologisTeknik ini digunakan sikat gigi dengan bulu-bulu sikat yang lunak. Metode ini didasarkan pada anggapan bahwa penyikatan gigi menyerupai jalannya makanan, yaitu dari mahkota kearah gusi. Letak bulu sikat tegak lurus pada permukaan gigi, sedangkan tangkai sikat gigi dipegang horizontal

Teknik KombinasiTeknik ini menggabungkan teknik menyikat gigi horizontal (kiri-kanan), vertical (atas-bawah) dan sirkular (memutar), (Rini, 2007). Setelah itu dilakukan penyikatan pada lidah di seluruh permukaannya, terutama bagian atas lidah. Gerakan pada lidah tidak ditentukan, namun umumnya adalah dari pangkal belakanglidah sampai ujung lidah (Donna Pratiwi, 2009)

Cara Kerja Fluor Dalam Manghambat Karies GigiMekanisme fluor dapat mencegah karies gigi belum dapat ditemukan secara jelas, namun pada intinya fluor dapat berikatan dengan enamel dengan membentuk ikatan fluoroapatit yang lebih stabil dibandingkan dengan hidroksiapatit yang kurang stabil terutama bila terpapar asam. Namun, dalam penemuan terbaru, selain pembentukan fluoroapatit, ditemukan pula adanya CaF2setelah pemberian topikal aplikasi fluoride. CaF2dapat menyediakan ion bebas fluor yang dapat digunakan untuk membentuk ikatan fluoroapatit atau juga untuk menghadapi proses kariogenik.Terdapat tiga prinsip perlekatan Fluor dengan permukaan enamel yakni sebagai berikut : Perpindahan ion antara Fdengan OHdalam apatit sehingga membentuk lapisan fluorapatit. Adanya pertumbuhan pembentukan kristal fluoropatit dari larutan supersaturasi. Pelarutan apatit dengan pembentukan CaF2Fluorapatit memiliki mekanisme pencegahan terhadap karies, sebagai berikut :1. Sistemik : Fluor bergabung dengan gigi pada waktu kalsifikasi bila sejumlah besar fluor terdapat dalam iar minum pada waktu kalsifikasi gigi gigi tersebut kandungan fluornya akan meningkat setelah erupsi.2. Lokal / TopikalMencegah demineralisasiGigi yang diberi fluor memiliki penurunan daya larut enamel dalam asam rongga mulut. Dengan cara mengurangi permeabilitas enamel maka mineral yang terkandung dalam gigi tidak cepat terlarut dalam saliva, melainkan digantikan oleh ion-ion F bebas pada permukaan enamel.Memiliki sifat antibakteriPada keadaan ph rendah, fluoride akan berdifusi ke dalam Hydrofluoric Acid. Hal ini menyebabkan fluoride menghambat metabolisme karbohidrat oleh bakteri kariogenik sehingga menghalangi pembentukan asam dari karbohidrat oleh mikroorganisme dalam mulut. Ini berlaku pula terhadap gigi yang mendapat fluor secara sistemik.Mempercepat remineralisasiDengan cara mengubah lingkungan permukaan enamel sehingga transfer ion antara saliva dan enamel dipercepat ke arah enamel. Keadaan ini mengakibatkan reionisasi pada permukaan yang terdemineralisasi menjadi lebih cepat.

Fluor mempunyai tiga mekanisme aksi dasar, yaitu:1. Menghambat metabolisme bakteri2. Menghambat demineralisasi3. Meningkatkan remineralisasi

1.Menghambatmetabolismebakteri

Fluor yang terionisasi (F-) tidak dapat menembus dinding dan membran bakteri , tetapi dapat masuk ke sel bakteri kariogenik dalam bentuk HF. Ketika pH plak turun akibat bakteri yang menghasilkan asam, ion hydrogen akan berikatan dengan fluor dalam plak membentuk HF yang dapat berdifusi secara cepat ke dalam sel bakteri. Di dalam sel bakteri, HF akan terurai menjadi H+ dan F-. H+ akan membuat sel menjadi asam dan F- akan mengganggu aktivitas enzim bakteri. Contohnya fluor menghambat enolase (enzim yang dibutuhkan bakteri untuk metabolisme karbohidrat). Terperangkapnya fluor di dalam sel merupakan proses yang kumulatif.2. Menghambat demineralisasi Mineral di dalam gigi (email, sementum, dentin) dan tulang adalah karbonat hidroksiapatit, dengan formula Ca10-x(Na)x(PO4)6-y(CO3)z(OH)2-u(F)u. Pada saat perkembangan gigi, mineral pertama yang hilang adalah karbonat (CO3) yang menyebabkan terbentuknya ruangan di dalam kristal. Saat demineralisasi, mineral yang hilang adalah karbonat, tetapi selama remineralisasi karbonat tidak akan terbentuk kembali melainkan digantikan oleh mineral yang baru. Pada kristal yang mengalami defisiensi kalsium tetapi kaya karbonat, akan lebih rentan terhadap asam selama demineralisasi. Karbonat hidroksiapatit (CAP) lebih larut dalam asam daripada hidroksiapatit (HAP= Ca10(PO4)6(OH)2) dan fluorapatit (FAP= Ca10(PO4)6F2) dimana ion OH- pada hidroksiapatit digantikan oleh F- menghasilkan FAP yang sangat resisten terhadap disolusi asam. Fluor menghambat demineralisasi. Fluor yang menyelubungi kristal CAP lebih efektif menghambat demineralisasi daripada fluor yang tergabung di dalam kristal pada email. Fluor yang tergabung dalam kristal pada dosis 20-100 ppm, tidak memberikan pengaruh pada solubilitas terhadap asam. Namun, Fluor yang terkonsentrasi pada permukaan kristal yang baru selama remineralisasi dapat mengubah solubilitas terhadap asam. Pada saat bakteri menghasilkan asam, fluor dalam cairan plak akan masuk bersama asam ke bawah permukaan gigi yang kemudian diadsorpsi lebih kuat ke permukaan Kristal CAP (mineral email) dan menyebabkan mekanisme proteksi yang poten melawan disolusi asam pada permukaan kristal pada gigi. Fluor yang menyelubungi kristal berasal dari cairan plak melalui aplikasi topikal, seperti air minum atau produk fluor. Fluor yang tergabung dalam kristal tidak berperan signifikan dalam proteksi terhadap karies sehingga perlu diberikan fluor terus-menerus sepanjang hidup.3. Meningkatkan remineralisasi Ketika saliva mengenai plak dan komponen-komponennya, saliva dapat menetralisasi asam sehingga menaikkan pH yang akan menghentikan demineralisasi. Saliva bersama kalsium dan fosfat akan menarik komponen yang hilang ketika demineralisasi kembali menyusun gigi. Permukaan kristal yang terdemineralisasi yang terletak antara lesi akan bertindak sebagai nukleatordan permukaan baru akan terbentuk. Proses tersebut disebut remineralisasi, yaitu penggantian mineral pada daerah-daerah yang terdemineralisasi sebagian akibat lesi karies pada email atau dentin (termasuk bagian akar). Fluor akan meningkatkan remineralisasi dengan mengadsorpsi pada permukaan kristal menarik ion kalsium diikuti dengan ion fosfat untuk pembentukan mineral baru. Mineral yang baru terbentuk disebut veneer yang tidak mengandung karbonat dan komposisinya memiliki kemiripan antara HAP dan FAP. FAP mengandung sekitar 30.000 ppm fluor dan memiliki kelarutan terhadap asam yang rendah. Mineral yang baru terbentuk memiliki sifat seperti FAP yang kelarutan dalam asam lebih rendah daripada CAP.

Dosis yang direkomendasi Dosis fluor yang dibutuhkan untuk terjadinya remineralisasi jauh lebih sedikit daripada dosis untuk menghambat demineralisasi atau sebagai antibakteri. Saliva hanya mempunyai dosis fluor maksimal sebanyak 0.03 ppm dan dosis yang efektif untuk mencegah karies secara menyeluruh adalah sekitar 0.1 ppm. Walaupun pada tahap selanjutnya, dosis yang diperlukan disesuaikan dengan kekuatan asam yang terbentuk oleh proses fermentasi karbohidrat bakteri di mulut dan prevalensi karies individu tersebut. (Featherstone, 2006) Pemberian suplemen fluor tidak berpengaruh pada gigi desidui, tetapi pemberian suplemen fluor pada gigi permanen memberikan efek baik pada resistensi karies. Aplikasi fluor masih mempunyai efek samping berupa fluorosis ringan sampai sedang. Jumlah optimal fluoride dalam air minum adalah 1,2 mg/l. Pada jumlah ini menunjukkan adanya reduksi karies namun tanpa gejala fluorosis. Fluorosis adalah suatu kelainan email, bentuk ringan email menunjukkan bercak putih dan coklat muda yang kemudian menjadi lebih tua. Pada kondisi yang lebih parah ditemukan adanya cekungan-cekungan pada email. Berdasarkan suatu penelitian, ditemukan bahwa flouridasi air pada level optimal dapat mencegah terjadinya karies dan meminimalisasi dental fluorosis. Namun, penelitian lebih lanjut menujukkan bahwa aplikasi fluor untuk pencegahan karies lebih baik dilakukan secara topikal, terutama pada anak-anak. Jadi Karies merupakan penyakit gigi yang sering dialami oleh setiap individu. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu senyawa yang dapat menghambat atau mencegah perkembangan karies. Berdasarkan suatu penelitian, flour yang terdapat pada permukaan gigi dapat mencegah demineralisasi dengan membentuk kalsium fluor dan fluoroapatit yang akan mempertinggi remineralisasi email sehingga menjadi lebih resisten terhadap kerusakan oleh asam.

Ada 3 mekanisme aksi mendasar untuk mencegah dan menghambat terjadinya karies, yaitu:1. Menghambat metabolisme bakteri; dalam bentuk HF, fluor dapat menembus dinding sel bakteri dan mengubahnya menjadi asam sehingga metabolisme bakteri terhambat.2. Menghambat demineralisasi; Fluor yang diadsorpsi ke permukaan kristal CAP (mineral email) dan menyebabkan mekanisme proteksi yang poten melawan disolusi asam pada permukaan kristal pada gigi, sehingga demineralisasi dapat dihambat.3. Meningkatkan remineralisasi; Fluor akan meningkatkan remineralisasi dengan mengadsorpsi pada permukaan kristal menarik ion kalsium diikuti dengan ion fosfat untuk pembentukan mineral baru. Sehingga dalam mencegah terbentuknya karies pada gigi dibutuhkan asupan flour yang efisien dan efektif, yaitu sekitar 0.1 ppm.