THEO PBL 17

21
Kolesistitis Tjhia Theonardy Gilroy 102013346 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Terusan Arjuna No. 6 Jakarta Barat 11510 [email protected] Pendahuluan Kolesistitis adalah proses inflamasi atau peradangan akut pada kandung empedu yang umumnya terjadi akibat penyumbatan pada saluran empedu yang disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan demam. Hingga kini pathogenesis penyakit yang cukup sering dijumpai ini masih belum jelas. Kasus kolesistitis ditemukan pada sekitar 10% populasi. Sekitar 90% kasus berkaitan dengan batu empedu, sedangkan 10% sisanya tidak. Kasus minoritas yang disebut juga dengan istilah acalculous cholecystitis ini, biasanya berkaitan dengan pascabedah umum, cedera berat, sepsis (infeksi berat), puasa berkepanjangan dan beberapa infeksi pada penderita AIDS. Individu yang berisiko terkena kolesistitis antara lain adalah jenis kelamin wanita, usia tua, obesitas, obat-obatan, kehamilan dan suku bangsa tertentu. Untuk memudahkan mengingat factor-faktor risiko terkena kolesistitis, digunakan akronim 4F yaitu female, forty, fat dan fertile. Selain itu kelompok penderita batu empedu tentu saja berisiko mengalami 1

description

cor pulmonale

Transcript of THEO PBL 17

Page 1: THEO PBL 17

KolesistitisTjhia Theonardy Gilroy

102013346

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Terusan Arjuna No. 6 Jakarta Barat 11510

[email protected]

Pendahuluan

Kolesistitis adalah proses inflamasi atau peradangan akut pada kandung empedu yang

umumnya terjadi akibat penyumbatan pada saluran empedu yang disertai keluhan nyeri perut

kanan atas, nyeri tekan dan demam. Hingga kini pathogenesis penyakit yang cukup sering

dijumpai ini masih belum jelas. Kasus kolesistitis ditemukan pada sekitar 10% populasi.

Sekitar 90% kasus berkaitan dengan batu empedu, sedangkan 10% sisanya tidak. Kasus

minoritas yang disebut juga dengan istilah acalculous cholecystitis ini, biasanya berkaitan

dengan pascabedah umum, cedera berat, sepsis (infeksi berat), puasa berkepanjangan dan

beberapa infeksi pada penderita AIDS. Individu yang berisiko terkena kolesistitis antara lain

adalah jenis kelamin wanita, usia tua, obesitas, obat-obatan, kehamilan dan suku bangsa

tertentu. Untuk memudahkan mengingat factor-faktor risiko terkena kolesistitis, digunakan

akronim 4F yaitu female, forty, fat dan fertile. Selain itu kelompok penderita batu empedu

tentu saja berisiko mengalami kolesistitis daripada yang tidak memiliki batu empedu. Insidens

kolesistitis dan batu empedu (kolelitiasis) di Negara kita relative lebih rendah dibandingkan

Negara-negara barat.1

1

Page 2: THEO PBL 17

Anamnesis

Pada anamnesis pertama tentu saja kita harus menanyakan indentitas pasien. Lalu pada

keluhan utama yaitu nyeri perut, kita tanyakan sejak kapan nyeri itu timbul dan lokasinya.

Apabila letak nyeri pada perut kanan atas penyakit yang mungkin diderita di antaranya

kolelitiasis, kolesistitis akut, kolangitis, amebiasis hati, hepatitis akut. Jika nyeri pada

abdomen kiri ke tengah dan menjalar ke punggung biasanya terjadi pada pankreatitis. Nyeri

menjalar ke pinggang, dapat dialami penderita amebiasis hati. Nyeri yang berlangsung >30

menit dan <12 jam kemungkinan akibat kolelitiasis atau koledokolitiasis. Kolesistitis akut

biasanya menimbulkan nyeri setelah makan makanan yang berlemak. Pada riwayat penyakit

sekarang ditanyakan apakah nyeri tersebut hilang timbul. Lalu ditanyakan juga apakah

terdapat kuning pada tubuh maupun sklera pasien. Selain itu kita juga harus menanyakan

keluhan penyerta lain seperti demam, anoreksia, fatique, mual, muntah, berat badan turun.

Apabila ada muntah kita tanyakan apakah ada darah. Selain itu kita tanyakan apakah terdapat

riwayat penyakit yang sama pada pasien, keluarga. Riwayat pengobatan pasien juga perlu

ditanyakan.3

Hasil sesuai skenario: wanita, 46 tahun, nyeri di ulu hati terus menerus sejak 2 minggu,

demam tinggi sejak 2 hari, mual terus menerus, riwayat maag 2 tahun, sejak setahun yang lalu

diketahui ada batu empedu tetapi pasien menolak operasi.

Gambar 1. Anatomi hepatobilier.

Sumber: www.pustakakesehatan.com

Pemeriksaan fisik

Pertama, lakukan pemeriksaan tanda-tanda vital (TTV) meliputi tekanan darah, denyut nadi

per menit, frekuensi napas per menit, suhu tubuh.3

2

Page 3: THEO PBL 17

Inspeksi. Tentukan keadaan umum pasien (compos mentis, somnolen, tampak kesakitan,

menggigil, dll). Lakukan pemeriksaan sesuai pemeriksaan abdomen. Periksa pada seluruh

bagian tubuh termasuk skera apakah terdapat ikterus. Ikterus ringan biasanya pada kolesistitis

akut, kolelitiasis, dan kolangitis akut). Menggigil biasanya pada kolesistitis akut, kolangitis,

amebiasis hati.3

Palpasi. Lakukan palpasi sesuai kuadran dan regio. Nyeri tekan dan Murphy sign (+) pada

kolesistitis.3

Perkusi. Nyeri ketuk muncul pada kolangitis dan kolelitiasis.3

Hasil sesuai skenario: sklera kuning.

Gambar 2. Pemeriksaan Murphy Sign.

Sumber: www.medicalmystery.org

Pemeriksaan penunjang

Foto polos abdomen tidak dapat memperlihatkan gambaran kolesistitis akut. Hanya pada 15%

pasien kemungkinan dapat terlihat batu tidak tembus pandang (radiopak) oleh karena

mengandung kalsium cukup banyak.2

Kolesitografi oral tidak dapat memperlihatkan gambaran kandung empedu bila ada obstruksi

sehingga pemeriksaan ini tidak bermanfaat untuk kolesistitis akut.

Pemeriksaan USG sebaiknya dikerjakan secara rutin dan sangat bermanfaat untuk

memperlihatkan besar, bentuk, penebalan dinding kandung empedu, batu dan saluran empedu

ekstra hepatik. Nilai kepekaan dan ketepatan USG mencapai 90-95%.2

3

Page 4: THEO PBL 17

ERCP(Endoscopic retrograde choledochopancreaticography) sangat bermanfaat untuk

memperlihatkan adanya batu di kandung empedu dan ductus koledokus.2

Gambar 3. Gambaran USG pada pankreatitis akut.

Sumber: www.ultrasound-images.com

Gambar 4. Gambaran USG pada kolesistitis akut.

Sumber: emedicine.medscape.com

Diagnosis kerja

Kolesistitis dibagi menjadi dua, yaitu kolesistitis akut dan kronik.2

Kolesistitis akut merupakan reaksi inflamasi akut dinding kandung empedu yang disertai

keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan demam. Hingga kini patogenesis penyakit

yang cukup sering dijumpai ini masih belum jelas. Walaupun belum ada data epidemiologis

penduduk, insidens kolesistitis dan batu empedu (kolelitiasis) di negara kita relatif lebih

rendah dibandingkan negara-negara di barat.2

4

Page 5: THEO PBL 17

Kolesistitis kronik lebih sering dijumpai di klinis, dan sangat erat hubungannya dengan litiasis

dan lebih sering timbul secara perlahan-lahan.2

Diagnosis banding

Pankreatitis akut

Merupakan inflamasi pankreas yang ditandai autodigesti pankreas oleh enzim

pankreas. Sel-sel pankreas mengalami cidera atau kematian sehingga terbentuk daerah

nekrosis dan perdarahan. Stimulasi sistem imun dan inflamasi menyebabkan pankreas

mengalami edema dan pembengkakan. Pankreatitis dapat terjadi akibat penyumbatan duktus

pankreatikus, biasanya disebabkan batu empedu di duktus biliaris komunis. Hiperlipidemia

adalah faktor risiko untuk perkembangan pankreatitis. Hiperlipidemia dapat menstimulasi

secara berlebihan pelepasan enzim-enzim pankreas, atau berperan menyebabkan terbentuknya

batu empedu. Alkoholisme kronis juga berkaitan dengan pankreatitis, mungkin akibat

stimulasi pelepasan enzim pankreas atau akibat kerusakan pada sfingter Oddi di usus halus.

Nyeri, sering di daerah epigastrium dan menyebar ke punggung, biasanya setelah makan

banyak atau minum alkohol berlebihan. Nyeri disebabkan pembengkakan dan peregangan

duktus pankreatikus. Nyeri mungkin sangat hebat. Mual dan muntah dapat menyertai

serangan pankreatitis. Pasien tampak sangat sakit. Analisis darah biasanya memperlihatkan

peningkatan kadar amilase dan lipase serum. Selama serangan akut sering terjadi

hiperglikemia dan hiperlipidemia. Hitung sel darah putih meningkat sewaktu terjadi inflamasi

dan semakin tinggi apabila terjadi infeksi. Komplikasi yang dapat terjadi yaitu penurunan

tekanan darah dan syok kardiovaskuler pada serangan yang hebat akibat pelepasan sistemik

mediator inflamasi. Dapat terjadi abses pankreas jika pankreas terinfeksi. Nekrosis jaringan

dapat menyebar. Hal ini dapat menyebabkan perdarahan, kolaps sirkulasi, atau sepsis.

Penatalaksanaan yang dilakukan pasien berpuasa makan dan minum untuk mengurangi

sekresi pankreas, cairan diberikan secara intravena untuk mempertahankan volume dan

tekanan darah, diberikan golongan narkotik biasanya meperidin (Demerol) untuk mengurangi

nyeri. Morfin, yang dapat menyebabkan spasme sfingter Oddi tidak diberikan.5

5

Page 6: THEO PBL 17

Koledokolitiasis

Batu empedu ada dalam duktus koledokus dalam sekitar 6%-12% dari semua pasien

yang menjalani kolesistektomi. Bila banyak pasien dengan koledokolitiasis adalah

asimptomatik, batu yang di dalam duktus biliaris dapat memberikan komplikasi bermakna

yang membahayakan jiwa, yaitu ikterus, pankreatitis, dan kolangitis.6

Batu duktus koledokus paling sering berasal dari batu kandung empedu, namun dapat

terbentuk dalam saluran empedu akibat struktur biliaris, kolangitis sklerotika primer atau

sekunder, atau pada penyakit Caroli. Gambaran klinisnya dapat asimptomatik. Gejala nya

mencakup kolik biliaris, nyeri intermiten atau konstan di kuadran kanan atas, mual dan

muntah. Ikterus yang berfluktuasi, nyeri tekan kuadran kanan atas dan kandung empedu yang

teraba pada 15% kasus. Demam dan rigor mengindikasikan kolangitis. Penatalaksanaan yang

dilakukan pertama-tama berikan analgesia, cairan iv dan antibiotik (misalnya amoksisilin dan

tobramisin). Pengangkatan batu paling baik dengan ERCP, sfingterotomi dan ekstrasi dengan

keranjang atau balon Dormia. Batu yang besar dapat dilarutkan atau dikurangi ukurannya

dengan methyl-tert-buthyl-ether atau mono-octanion yang diberikan melalui suatu selang

nasobiliaris. Fragmentasi batu secara mekanik dengan litotripsi mungkin terbukti sebagai

alternatif yang berguna.7

Kolangitis

Trias Charcot, terdiri dari demam, ikterus, dan nyeri kuadran kanan atas, menandai

kolangitis. Kolangitis berkembang bila ada obstruksi duktus biliaris dan infeksi. Organisme

gram negatif terus berlanjut menjadi penyebab utama, dengan spesies Klebsiella dan

Escherichia secara berurutan ada dalam 54% dan 39% infeksi. Organisme enterokokal dan

Bacteroides ada dalam 25% kasus. Pemeriksaan klinis dan evaluasi laboratorium memastikan

adanya sepsis dan ikterus. Ada atau tidaknya dilatasi biliaris dan/atau massa dapat diketahui

dengan pemeriksaan gelombang ultra pada abdomen atau CT scan. Hidrasi intravena dan

antibiotik harus dimulai secara dini. Pemilihan untuk panduan antibiotik meliputi

aminoglikosida, penisilin, dan obat antiaerobik. Banyak pasien dengan kolangitis pada

awalnya dapat ditangani dengan antibiotik saja. Kunci untuk penanganan pasien dengan

kolangitis adalah tercapainya dekompresi biliaris dan mempermudah drainse. Ini dapat

6

Page 7: THEO PBL 17

dilakukan secara pembedahan, endoskopik, atau perkutan. Beberapa studi acak tersamar

memperlihatkan keunggulan drainase endoskopik dengan angka kematian yang jauh lebih

rendah dan bersihan saluran empedu yang lebih baik dibandingkan operasi terbuka.6 Studi

dengan kontrol memperkuat kesimpulan bahwa angka kematian dengan ERCP hanya

sepertiga dibandingkan dengan operasi terbuka pada pasien dengan kolangitis yang berat.

Oleh karenanya ERCP merupakan terapi pilihan pertama untuk dekompresi bilier mendesak

pada kolangitis akut yang tidak respons terhadap terapi konservatif.7

Gambar 5. Berbagai lokasi obstruksi batu empedu.

Sumber: www.adamimages.com

Etiologi

Kolesistitis akut. Faktor yang mempengaruhi timbulnya kolesistitis akut adalah stasis cairan

empedu, infeksi kuman, dan iskemia dinding kandung empedu. Penyebab utama kolesistitis

akut adalah batu kandung empedu (kolesistitis akut kalkulus).2

Kolesistitis kronik. Sama seperti kolesistitis akut, kolesistitis kronik juga berhubungan erat

dengan batu empedu. Namun batu empedu tampaknya tidak berperan langsung dalam inisiasi

peradangan atau nyeri. Supersaturasi empedu mempermudah terjadinya peradangan kronik

dan terutama pembentukan batu. Mikroorganisme (E. coli dan enterokokus) dapat dibiak dari

empedu pada 1/3 kasus. Faktor resiko lainnya adalah wanita, 40 tahun , obesitas, kehamilan.

(4F) Kolesistitis kronis dapat merupakan kelanjutan dari kolesisititis akut. Diperkirakan 90-

95% penyebab utama dari kolesistitis akut adalah kolelitiasis (batu empedu) yang terletak di

duktus sistikus yang menyebabkan stasis cairan empedu. Sedangkan sebagian kecil kasus

timbul tanpa adanya batu empedu (akalkulus). Faktor lain yang mempengaruhi adalah

kepekatan cairan empedu, kolesterol, lisolesitin, dan prostaglandin yang merusak lapisan

mukosa dinding empedu diikuti reaksi inflamasi dan supurasi.2

7

Page 8: THEO PBL 17

Epidemiologi

Di dunia, faktor risiko utama untuk kolesistitis, memiliki peningkatan prevalensi di kalangan

orang-orang keturunan Skandinavia, Pima India, dan populasi Hispanik, dan jarang terjadi di

antara orang dari sub-Sahara Afrika dan Asia. Sejauh ini belum ada data epidemiologis

penduduk di Indonesia, insidens kolesistitis di Indonesia  relative lebih rendah di banding

negara-negara barat. Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita dan angka kejadiannya

meningkat pada usia diatas 40 tahun.2,4

Patogenesis

Batu kolesterol. Ketidakseimbangan dalam empedu antara kolesterol, garam empedu, dan

fosfolipid menghasilkan empedu litogenik. Keadaan ini berhubungan dengan penyakit

inflamasi usus.8

Batu bilirubinat. Hemolisis kronis, infeksi dengan bakteri yang memproduksi -

glukoronidase.8

Batu pigmen. Batu pigmen hitam yang kaya akan residu hitam tak terekstraksi.8

Di masyarakat Barat komposisi utama batu empedu adalah kolesterol, sedangkan di Jakarta

pada 51 pasien didapatkan batu pigmen pada 73% pasien dan batu kolesterol pada 27%

pasien.2

Ada tiga faktor penting yang berperan dalam patogensis batu kolesterol: 1) hipersaturasi

kolesterol dalam kandung empedu, 2) percepatan terjadinya kristalisasi kolesterol dan 3)

gangguan motilitas kandung empedu dan usus.2

Adanya pigmen di dalam inti batu kolesterol berhubungan dengan lumpur kandung empedu

pada stadium awal pembentukan batu.2

Patogenesis batu pigmen melibatkan infeksi saluran empedu, stasis empedu, malnutrisi, dan

faktor diet. Kelebihan aktivitas enzim -glukoronidase bakteri dan manusia (endogen)

memegang peran kunci dalam patogenesis batu pigmen pada pasien di negara timur.

Hidrolisis bilirubin oleh enzim tersebut akan membentuk bilirubin tak terkonjugasi yang akan

mengendap sebagai calcium bilirubinate. Enzim -glukoronidase bakteir berasal dari kuman

E.coli dan kuman lainnya di saluran empedu. Enzim ini dapat dihambat oleh glucarolactone

yang konsentrasinya meningkat pada pasien dengan diet rendah protein dan rendah lemak.2

8

Page 9: THEO PBL 17

Batu empedu yang berjalan melalui sistem bilier dapat menyebabkan kolik bilier atau

pankreatitis. Obstruksi akibat batu pada leher kandung kemih yang disertai infeksi akan

menyebabkan kolesistitis. Obstruksi pada CBD yang disertai infeksi menyebabkan kolangitis

septik. Migrasi batu berukuran besar kedalam usus dapat menyebabkan obstruksi usus (ileus

batu empedu).8

Kolesistitis akut. Inflamasi akut yang disebabkan oleh obstruksi batu empedu dimulai dengan

adanya iritasi kimia pada kandung empedu oleh asam-asam empedu dengan disertai pelepasan

zat-zat mediator inflamasi (isolesitin, prostaglandin), dismotilitas kandung empedu, distensi

dan iskemia; kontaminasi bakteri merupakan komplikasi lanjut. Pada sakit yang berat,

kolesistitis cenderung terjadi sebagai akibat dari gangguan yang bersifat iskemia. Pada

kolesistitis akut terlihat kandung empedu yang membesar, tegang, berwarna merah cerah

hingga hitam kehijauan, dengan diselubungi lapisan fibrin serosa. Isi di dalam lumennya

berkisar dari cairan yang keruh hingga purulen.2

Gambar 6. Contoh batu empedu.

Sumber: www.batuempedu.org

Gambar 7. Patogenesis kolesistitis akut.

9

Page 10: THEO PBL 17

Sumber: www.medicastore.com

Manifestasi klinis

Pasien dengan batu empedu dapat dibagi menjadi tiga kelompok: pasien dengan batu

asimptomatik, pasien dengan batu empedu simptomatik dan pasien dengan komplikasi batu

empedu (kolesititis akut, iketerus, kolangitis, dan pankreatitis). Sebagian besar (80%) pasien

dengan batu empedu tanpa gejala, baik waktu diagnosis maupun selama pemantauan. Gejala

batu empedu yang dapat dipercaya adalah kolik bilier. Keluhan ini didefinisikan sebagai nyeri

di perut atas berlangsung lebih dari 30 menit dan kurang dari 12 jam. Biasanya lokasi nyeri di

perut aras atau epigastrium tetapi bisa juga di kiri idan prekordial.2

Keluhan yang agak khas untuk serangan kolesistitis akut adalah kolik perut di sebelah kanan

atas epigastrium dan nyeri tekan serta kenaikan suhu tubuh. Kadang-kadang rasa sakit

menjalar ke pundak atau skapula kanan dan dapat berlangsung sampai 60 menit tanpa reda.

Berat ringannya keluhan sangat bervariasi tergantung dari adanya kelainan inflamasi yang

ringan sampai dengan gangren atau perforasi kandung empedu.2

Pada kepustakaan barat sering dilaporkan bahwa pasien kolesistitis akut umumnya

perempuan, gemuk, dan berusia di atas 40 tahun, tetapi menurut Lesmana LA, dkk, hal ini

sering tidak sesuai untuk pasien-pasien di negara kita. Pada pemeriksaan fisis teraba masa

kandung empedu, nyeri tekan disertai tanda-tanda peritonitis lokal (tanda Murphy). Ikterus

dijumpai pada 20% kasus, umumnya derajat ringan (bilirubin < 4,0 mg/dl). Apabila

konsentrasi bilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya batu di saluran empedu ekstrahepatik.

Pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya leukosistosis serta kemungkinan peninggian

serum transaminase dan fosfatase alkali. Apabila keluhan nyeri bertambah hebat disertai suhu

tinggi dan menggigil serta leukositosis berat, kemungkinan terjadi empiema dan perforasi

kandung empedu perlu dipertimbangkan.2

Diagnosis kolesistitis kronik sering sulit ditegakkan oleh karena gejalanya sangat minimal dan

tidak menonjol seperti dispepsia, rasa penuh di epigastrium dan nausea khususnya setelah

makan makanan berlemak tinggi, yang kadang-kadang hilang setelah bersendawa. Riwayat

penyakit batu empedu di keluarga, ikterus dan kolik berulang, nyeri lokal di daerah kandung

empedu disertai tanda Murphy (+), dapat menyokong menegakkan diagnosis.2

Terapi

10

Page 11: THEO PBL 17

Penanganan profilaktik untuk batu empedu asimptomatik tidak dianjurkan. Sebagian besar

pasien dengan batu asimptomatik tidak akan mengalami keluhan dan jumlah, besar, dan

komposisi batu tidak berhubungan dengan timbulnya keluhan selama pemantauan. Kalaupun

nanti timbul keluhan umumnya ringan sehingga penanganan dapat elektif. Hanya sebagian

kecil yang akan mengalami symptom akut (kolesistitis akut, kolangitis, pankreatitis, dan

karsinoma kandung empedu).2

Untuk batu empedu simptomatik, teknik kolesistektomi laparoskopik yang diperkenalkan

pada akhir decade 1980 telah menggantikan teknik operasi kolesistektomi terbuka pada

sebagian besar kasus. Kolesistektomi terbuka masih dibutuhkan bila kolesistektomi

laparaskopi gagal atau tidak memungkinkan. Adapun kontraindikasi dari laparaskopi

kolesistektomi di antaranya adalah resiko tinggi terhadap anestesi umum, tanda-tanda

perforasi kandung empedu (fistula, abses, peritonitis), batu empedu yang besar atau dicurigai

keganasan, penyakit hati terminal dengan hipertensi portal dan gangguan sistem pembekuan

darah.2

Kolesistitis akut. Pengobatan umum termasuk istirahat total, pemberian nutrisi perenteral, diet

ringan, obat penghilang rasa nyeri seperti petidin dan antispasmodic. Pemberian antibiotik

pada fase awal sangat penting untuk mencegah komplikasi peritonitis, kolangitis, dan

septisemia. Golongan ampisilin, sefalosporin dan metronidazol cukup memadai untuk

mematikan kuman-kuman yang umum terdapat pada kolesistitis akut seperti E.coli, Strep.

faecalis dan Klebsiella.2

Saat kapan dilaksanakan tindakan kolesistektomi masih diperdebatkan, apakah sebaiknya

dilakukan secepatnya (3 hari) atau ditunggu 6-8 minggu setelah terapi konservatif dan

keadaan umum pasien lebih baik. Sebanyak 50% kasus akan membaik tanpa tindakan bedah.

Ahli bedah yang pro operasi dini menyatakan, timbulnya gangren dan komplikasi kegagalan

terapi konservatif dapat dihindarkan, lama perawatan di rumah sakit menjadi lebih singkat dan

biaya dapat ditekan. Sementara yang tidak setuju menyatakan, operasi dini akan menyebabkan

penyebaran infeksi ke rongga peritoneum dna teknik operasi lebih sulit karena proses

inflamasi akut di sekitar duktus akan mengaburkan anatomi. Sejak diperkenalkan tindakan

bedah kolesistektomi laparoskopik di Indonesia pada awal 1991, hingga saat ini sudah sering

dilakukan di pusat-pusat bedah digestif. Menurut kebanyakan ahli bedah tindakan ini

sekalipun invasive mempunyai kelebihan seperti mengurangi rasa nyeri pasca operasi,

11

Page 12: THEO PBL 17

menurunkan angka kematian, secara kosmetik lebih baik, memperpendek lama perawatan di

rumah sakit dan mempercepat aktivitas pasien.2

Pada sebagian besar pasien kolesistitis kronik dengan atau tanpa batu kandung empedu yang

simptomatik, dianjurkan untuk kolesistektomi. Keputusan untuk kolesistektomi agak sulit

untuk pasien dengan keluhan minimal atau disertai penyakit lain yang mempertinggi risiko

operasi.2

Gambar 8. Kolesistektomi laparaskopik dan terbuka.

Sumber: klinikonline.files.wordpress.com

Komplikasi

Empiema kandung empedu biasanya terjadi akibat perkembangan kolesistitis akut dengan

sumbatan duktus sistikus persisten menjadi superinfeksi empedu yang tersumbat tersebut

disertai kuman-kuman pembentuk pus. Biasanya terjadi pada pasien laki-laki dengan

kolesistitis akut akalkulus dan juga menderita diabetes mellitus. Gambaran klinis mirip

kolangitis dengan demam tinggi, nyeri kuadran kanan atas yang hebat, leukositosis berat dan

sering keadaan umum lemah. Empiema kandung empedu memiliki resiko tinggi menjadi

sepsis gram negatif dan atau perforasi. Diperlukan intervensi bedah darurat disertai

perlindungan antibiotik yang memadai segera setelah diagnosis dicurigai.9

Hidrops atau mukokel kandung empedu juga terjadi akibat sumbatan berkepanjangan duktus

sistikus biasanya oleh sebuah kalkulus besar. Dalam keadaan ini, lumen kandung empedu

yang tersumbat secara progresif mengalami peregangan oleh mukus (mukokel) atau cairan

transudat jernih (hidrops) yang dihasilkan oleh sel-sel epitel mukosa. Pada pemeriksaan fisis

sering teraba massa tidak nyeri yang mudah dilihat dan diraba menonjol dari kuadran kanan

atas menuju fossa iliaka kanan. Pasien hidrops kandung empedu sering tetap asimptomatik,

12

Page 13: THEO PBL 17

walaupun nyeri kuadran kanan atas kronik juga dapat terjadi. Kolesistektomi diindikasikan,

karena dapat timbul komplikasi empiema, perforasi atau gangren.9

Fistulisasi dalam organ yang berdekatan melekat pada dinding kandung empedu mungkin

diakibatkan inflamasi dan pembentukan perlekatan. Fistula dalam duodenum sering disertai

oleh fistul yang melibatkan fleksura hepatikakolon, lambung atau duodenum, dinding

abdomen dan pelvis ginjal.9

Ileus batu empedu menunjuk pada obstruksi intestinal mekanik yang diakibatkan oleh lintasan

batu empedu yang besar ke dalam lumen usus. Batu tersebut biasanya memasuki duodenum

melalui fistula kolesistoenterik pada tingkat tersebut. Tempat obstruksi oleh batu empedu

yang terjepit biasanya pada katup ileosekal, asalkan usus kecil yang lebih proksimal

berkaliber normal. Sebagian besar pasien tidak memberikan riwayat baik gejala traktus

biliaris sebelumnya maupun keluhan kolesistitis akut yang sugestif atau fistulisasi.9

Prognosis

Pada kasus kolesistitis akut tanpa komplikasi, perbaikan gejala dapat terlihat dalam 1-4 hari

bila dalam penanganan yang tepat. Penyembuhan spontan didapatkan pada 85% kasus,

sekalipun kadang kandung empedu menjadi tebal, fibrotik, penuh dengan batu dan tidak

berfungsi lagi. Tidak jarang pula, menjadi kolesistitis rekuren. Kadang-kadang kolesistitis

akut berkembang secara cepat menjadi gangren, empiema dan perforasi kandung empedu,

fistel, abses hati atau peritonitis umum pada 10-15% kasus. Bila hal ini terjadi, angkan

kematian dapat mencapai 50-60%. Hal ini dapat dicegah dengan pemberian antibiotik yang

adekuat pada awal serangan. Pasien dengan kolesistitis akut akalkulus memiliki angka

mortalitas sebesar 10-50%. Tindakan bedah pada pasien tua (>75 tahun) mempunyai

prognosis yang jelek di samping kemungkinan banyak timbul kompliasi pasca bedah.2

Penutup

Kolesistitis merupakan reaksi inflamasi pada dinding kandung empedu yang disertai keluhan

nyeri perut kanan atas, nyeri tekan, dan demam. Kolesistitis dibagi menjadi dua, akut dan

kronik. Keluhan nyeri pada kolesistitis akut kadang menjalar ke pundak atau skapula kanan

dan dapat berlangsung sampai 60 menit tanpa reda. Pasien yang mengalami penyakit ini

biasanya perempuan, gemuk, usia di atas 40 tahun, dan fertile (4F) meskipun hal ini kadang

tidak sesuai di Indonesia. Etiologi dan patogenesis kolesistitis diduga merupakan adanya batu

empedu/kalkulus (90%) dan sisanya tanpa batu empedu/akalkulus. Penatalaksanaan yang

13

Page 14: THEO PBL 17

dapat dilakukan berupa konservatif dan kolesistektomi. Prognosis dari kolesistitis akut

biasanya baik apabila segera ditangani.

Daftar pustaka

1. Perhimpunan dokter spesialis penyakit dalam Indonesia. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I. Edisi IV. Jakarta: Departemen penyakit dalam UI;2008.

2. Lesmana LA. Penyakit batu empedu. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, penyunting.

Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Interna Publishing; 2009.h.718-

26.

3. Gleade J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2007.h.81.

4. Bloom AA. Cholesystitis. Diunduh dari emedicine.medscape.com, 15 Juni 2013.

5. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGC; 2008.h.643.

6. Schwartz, Seymour I. Intisari prinsip-prinsip ilmu bedah. Jakarta: EGC; 2003.h.460-3.

7. Hayes, Peter C. Buku saku dan diagnosis. Jakarta: EGC; 2003.h.162-3.

8. Grace PA, Borley NR. At a glance ilmu bedah. Jakarta: Erlangga; 2007.h.120.

9. Isselbacher KJ, Braunwald E, Martin JB, Fauci AS, Kasper DR. Harisson: Prinsip-

prinsip ilmu penyakit dalam. Edisi ke-13. Jakarta: EGC; 2009.h.237-7.

14