thalasemia

22

Click here to load reader

description

kedokteran

Transcript of thalasemia

Page 1: thalasemia

1Journal Reading β-Thalassemia

16 Desember 2011

Proses Klinis β-Thalassemia

Thalassemia adalah penyakit anemia yang bersifat herediter, yang disebabkan

oleh kegagalan produksi hemoglobin. β-thalassemia, yang disebabkan penurunan

produksi rantai β-globin, mempengaruhi organ-organ tubuh lain, dan dapat

meningkatkan angka kesakitan dan kematian. Oleh karena itu, perawatan jangka

panjang dan persiapan biaya untuk terapi yang mencukupi sangat dibutuhkan.

Thalassemia yang merupakan salah satu kelainan genetic yang paling umum

di dunia, 4,83% dari populasi dunia memiliki variasi rantai globin, termasuk 1,67%

dari populasi yang heterozigot α-thalassemia dan β-thalassemia. Selain itu, 1,92%

populasi memiliki hemoglobin sabit, 0,95% memiliki hemoglobin E, dan 0,29%

memiliki hemoglobin C. Dengan demikian, angka kelahiran yang memiliki kelainan

globin, baik yang homozigot maupun heterozigot, termasuk α-thalassemia dan β-

thalassemia, kurang dari 2,4 tiap 100 kelahiran, dimana 1,96 memiliki anemia sel

sabit dan 0,44 memiliki thalassemia.

Patogenesis Molekuler dan Seluler

β-thalassemia banyak disebabkan oleh lebih dari 200 macam mutasi dan

jarang karena delesi. Thalassemia sering ditemukan dalam klinis dalam bentuk

heterozigot, karena variasi lesi genetik pada kegagalan sintesis rantai globin.

Bagaimanapun, variabilitas genotip pada suatu lokus, sering tidak cukup menjelaskan

perbedaan fenotip tiap individu. Perbedaan fenotip dan genotip dapat terlihat pada

thalassemia intermedia dan thalassemia hemoglobin E. Bagaimanapun, faktor genetik

tidak cukup menjelaskan variabilitas yang ada, dan masih dapat terjadi perubahan

genetik lain.

Belakangan ini, sebuah protein penstabil α-hemoglobin yang mengikat dan

menstabilkan rantai α bebas telah teridentifikasi, sehingga menghalangi produksi

spesies oksigen reaktif dan mengurangi kerusakan oksidatif terhadap eritrosit. Protein

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamRSUD KudusPeriode 24 Oktober – 31 Oktober 2011

Page 2: thalasemia

2Journal Reading β-Thalassemia

16 Desember 2011

ini tampaknya dapat merubah gambaran klinis β-thalassemia di model murine, tapi

pada penelitian manusia masih belum ditemukan cara untuk merubah thalassemia.

Hemolisis dan terganggunya pembentukan eritrosit menyebabkan anemia

pada penyakit thalassemia. Peran kedua proses patologis ini bervariasi dalam

berbagai tipe thalassemia. Gambar 2 mengilustrasikan rantai kompleks peristiwa yang

terjadi pada eritrosit, dan hasil dari percepatan pemecahan eritrosit di perifer.

Sumsum tulang pasien dengan thalassemia, berisi 5-6 kali jumlah prekursor

eritroid seperti halnya pada sumsum tulang sehat., dan dengan 15 kali jumlah

apoptosis sel pada tahap polikromatofilik dan orthochromic. Peningkatan apoptosis

sel, yang merupakan penyebab utama dari terganggunya pembentukan eritrosit,

disebabkan karena kelebihan deposisi rantai α di dalam prekursor eritroid. Meskipun

mekanisme sebenarnya masih belum diketahui, jalur mediasi kematian reseptor

tampaknya terlibat dalam interaksi Fas-Fas Ligand. Dalam pembentukan eritrosit

normal, mekanisme apoptosis merupakan proses teratur yang terjadi secara normal

dan dibutuhkan untuk pematangan eritrosit. Peningkatan apoptosis berhubungan

dengan perningkatan paparan fosfatidilserin, yaitu tanda penting saat penghancuran

oleh makrofag, yang terjadi lebih cepat pada sumsum tulang pada pasien thalassemia.

Manifestasi klinis dan terapi suportif

Terapi Anemia dan transfusi darah

Terapi transfusi, yang bertujuan mempertahankan kadar hemoglobin minimal

9-10 g/dl, membantu pertumbuhan dan perkembangan tubuh, mengurangi gejala

klinis hepatosplenomegali yang terjadi karena pembentukan darah extramedular, dan

mengurangi deformitas tulang. Tabel 2 menyimpulkan keuntungan dalam terapi

transfusi.

Penyakit endokrin dan tulang

Keterlambatan pertumbuhan dan penyakit endokrin terutama hipogonad

umumnya terjadi pada pasien thalassemia. Karena manifestasi ini berasal dari anemia

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamRSUD KudusPeriode 24 Oktober – 31 Oktober 2011

Page 3: thalasemia

3Journal Reading β-Thalassemia

16 Desember 2011

kronik dan kelebihan besi, hal ini lebih sering terjadi pada pasien lanjut usia atau

pasien yang tidak dapat diterapi dengan terapi kelat. Hormon pengganti diindikasikan

untuk kekurangan hormon endokrin. Terapi hormon pertumbuhan memiliki

keberhasilan yang bervariasi. Hipogonad merusak kesuburan, namun dapat dikoreksi

dengan penggunaan terapi pengganti hormonal pada pasien pria. Sejumlah kecil

pasien wanita, termasuk pasien dengan thalassemia mayor atau thalassemia

intermedia, juga dapat hamil, baik secara spontan (jika mendapat terapi kelat yang

adekuat) atau dengan bantuan teknik reproduksi. Kehamilan umumnya aman jika

fungsi keseluruhan jantung baik.

Pada pasien lanjut usia penyakit tulang dapat disebabkan oleh osteopeni dan

osteoporosis, dan sering disertai dengan nyeri pergerakan dan patah tulang. Proses

patologis ini kompleks dan multifaktorial. Pembesaran sumsum tulang terjadi karena

terganggunya pembentukan eritrosit, disfungsi endokrin, dan komplikasi dari terapi-

terapi pada thalassemia. Efek terapi kelat yang terlalu banyak dapat menyebabkan

displasia tulang, akibat terinduksi deferoxamine yang dapat memperlambat

pertumbuhan pada masa anak-anak dan namun masih bersifat reversible.

Penatalaksanaan penyakit tulang dapat berupa pemantauan terhadap terapi kelat,

penyesuaian gaya hidup (peningkatan konsumsi kalsium dan aktivitas fisik dan

berhenti dari kebiasaan merokok), terapi hormonal, dan terapi vitamin D. Penghambat

osteoklas, seperit bifosfonat mempunyai potensi untuk mengurangi resorbsi tulang

dan dapat menjadi terapi yang bermakna, namun masih dibutuhkan penelitian lebih

jauh lagi sebelum penggunaan rutin obat ini direkomendasikan.

KELEBIHAN ZAT BESI - PATOGENESIS, PENGUKURAN, DAN TERAPI

Kelebihan besi menyebabkan paling banyak angka kematian dan

kesakitannya, dihubungkan dengan thalassemia. Endapan besi terjadi dalam organ

viseral tubuh ( sebagian besar di jantung, hati, dan kelenjar endokrin ), menyebabkan

kerusakkan jaringan dan akhirnya terjadi disfungsi dan kegagalan organ. Kejadian

penyakit jantung yang disebabkan kelebihan besi masih menjadi penyebab utama

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamRSUD KudusPeriode 24 Oktober – 31 Oktober 2011

Page 4: thalasemia

4Journal Reading β-Thalassemia

16 Desember 2011

kematian. Transfusional besi yang berlebihan dan kelebihan penyerapan pencernaan

saling mendukung. Paradoksnya, kelebihan penyerapan besi pada pencernaan

bertahan meskipun peningkatan beban total besi tubuh besar.

Hepcidin, suatu peptida kecil yang bekerja menghambat penyerapan besi di

usus. Hepcidin secara normal akan meningkat ketika penyimpanan besi meningkat.

Tingkat hepcidin ditemukan tidak semestinya rendah pada pada pasien thalassemia

intermedia dan thalassemia major. Selain itu, serum dari pasien dengan thalasemia

terhambat hepcidin mRNA di baris sel HepG2, yang menunjukkan kehadiran faktor

humoral yang mengatur penurunan hepcidin. Pengamatan ini menyarankan bahwa

administrasi hepcidin atau agen yang meningkatkan hepcidin mungkin berguna untuk

terapi inhibisi penyerapan besi yang tidak pantas.

Mengetahui ukuran penyimpanan besi, sangatlah penting dalam mengevaluasi

dan mengatur terapi kelat. Feritin serum yang paling sering diukur,oleh karena

merupakan indikator dalam simpanan besi. Jumlah feritin dibawah 2500mg/mL

dihubungkan dengan peningkatan kelangsungan hidup dan bebas dari penyakit

jantung. Akantetapi, feritin serum ini akan meningkat dengan tinggi pada penyakit

hati. Biasanya dilakukan biopsi hati untuk memastikannya.

Perlu diperhatikan, besi hepatik dapat menandakan adanya deposit besi dalam

organ vital lainnya, misal jantung. Kerusakan berat jantung telah diamati pada

beberapa pasien dengan chelation adekuat, myocardial iron dan fungsi ventrikel kiri

tampaknya tidak dapat diprediksi dari konsentrasi besi hati, tingkat feritin, atau

keduanya. Oleh karena itu, non-invasif teknik untuk pengukuran tingkat besi jantung

sedang dikembangkan. MRI untuk pengukuran besi di jantung secara teknis

bermasalah. Namun, penerapan T2 gradient-echo sequencing lebih sensitif terhadap

endapan hemosiderin dan tampaknya berguna untuk pengukuran myocardial iron

dalam thalasemia, tapi ini memerlukan pendekatan validasi lebih lanjut dan studi

jangka panjang untuk menentukan manfaatnya dalam menilai efektivitas chelation

therapy.

Tingginya simpanan besi jaringan merupakan salah satu komponen dari efek

kerusakan akibat kelebihan zat besi. Bentuk besi yang paling toksik , ikatan besi non–

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamRSUD KudusPeriode 24 Oktober – 31 Oktober 2011

Page 5: thalasemia

5Journal Reading β-Thalassemia

16 Desember 2011

transferrin, terbentuk ketika kapasitas pengikatan transferin telah melewati batas.

Ikatan besi non-transferin sangat beracun karena ia dapat mengkatalisis pembentukan

spesies oksigen reaktif melalui reaksi Fenton. Ikatan fraksi dari besi non–transferrin,

besi plasma labil, dapat diukur secara langsung dan dapat berfungsi sebagai tes klinis

guna untuk memantau besi-chelation therapy.

Besi-chelation therapy sebagian besar bertanggung jawab untuk

menggandakan harapan hidup pasien dengan Thalasemia Mayor.

Deferoxamine,merupakan agen kelat besi yang paling umum digunakan, tetapi

memiliki beberapa keterbatasan; kebutuhan pemberian parenteral (yang mana

menyakitkan dan mengurangi kepatuhan), efek samping, dan biaya (yang menjadi

penghalang di negara yang belum berkembang).

Banyak upaya yang telah diberikan dalam mengembangkan kelasi aktif oral

yang terbaru. Deferiprone, kelasi oral yang dianjurkan, yang mulanya dianggap

sebagai kelasi inadekuat, yang akan memperburuk fibrosis hepatic. Bagaimanapun,

kumpulan pengalaman dunia, menunjukkan bahwa obat tersebut aman dan efektif.

Penggunaan deferiprone jangka panjang tidak berkaitan dengan kerusakan hati. Efek

merugikan dari deferiprone meliputi artralgia, mual, gangguan GI, fluktuasi level

enzim liver, leukopeni, jarang agranulositosis dan defisiensie besi. Sebagian besar

dari efek-efek ini bisa dipantau dan dikontrol.

Deferiprone memiliki beberapa keuntungan dibanding deferoxamine, yaitu

bisa menembus membran sel dan logam beracun pada besi intraseluler. Pada studi

terdahulu, kadar hemoglobin meningkat dan kebutuhan transfusi menurun pada

beberapa pasien dengan hbE thalasemia yang diterapi dengan deferiprone selama

kira-kira 50 minggu. Yang paling penting, pembuktian baru-baru ini memberi kesan

bahwa deferiprone mungkin kebih effective dari deferoxamine dalam pemindahan

besi miokardial.

Dalam pendekatan baru yang disarankan untuk terapi kelasi yaitu pemberian

kombinasi efek dari deferiprone dan deferoxamine. Percobaan membuktikan bahwa

besi intraseluler yang terkelasi oleh defriprone ditransfer di plasma ke kelat yang

lebih kuat, deferoxamine, dikenal sebagai hipotesis antar jemput. Sebagai

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamRSUD KudusPeriode 24 Oktober – 31 Oktober 2011

Page 6: thalasemia

6Journal Reading β-Thalassemia

16 Desember 2011

konsekuensinya, lebih banyak besi diekskresikan menggunakan kombinasi terapi

daripada pemberian terpisah pada setiap obat. Lebih jauh lagi, keluhan pasien

membaik dengan penggunaan terapi kombinasi karena lebih sedikit injeksi yang

menyakitkan dari deferoxamine yang dibutuhkan.

Sebuah kelat besi oral sedang dalam perkembangan, defasirox IC 670 yang

efeknya secara terpisah menjanjikan., yang kurang lebih sama dengan deferoxamine.

Deferasirox diberikan satu kali sehari dan cenderung memiliki efek samping yang

bisa diterima. Efek beracun yang telah diamati, terutama berhubungan dengan

kehilagan zat besi dan gangguan GI sementara. Tidak ada kasus granulositosis yang

dilaporkan dalam beberapa fase 2 percobaan, meliputi ratusan pasien.

Dalam sebuah rangkuman, bukti dari pertumbuhan badan, memberi kesan

bahwa deferiprone merupakan sebuah alternatif yang bisa diterima oleh pasien yang

tidak dapat menerima deferoxamine. Kombinasi dari deferiprone dan deferoxamine

sepertinya sangat menjanjikan, tetapi membutuhkan verifikasi lebih jauh. Data

terdahulu pada deferasirox disarankan dan percobaan klinis jangka panjang masih

dibutuhkan. Akhirnya, teknologi noninfasif terbaik (termasuk tes foto dan darah),

untuk jumlah overload besi akan menyediakan informasi lebih nyata untuk menilai

efek terapi sekarang dan yang akan datang.

HIPERKOAGULASITAS

Fenomena tromboembolic, pada vena dan arteri, tidak normal ditemukan pada

pasien thalasemia, terutama pada pasien yang mengalami splenektomi dan transfusi

yang jarang. Ketidaknormalan pada faktor koagulasi dan inhibitornya, pernah

dilaporkan, berdasarkan pada apa yang dapat ditemukan dalam stadium

hiperkoagulasi kronis.

Keabnormalan membran eritrosit berpengaruh terhadap hiperkoagulabilitas.

Peroksidasi membran lipid meningkatkan respon permukaan anion fosfolipid,

misalnya fosfatidilserine. Pajanan terhadap fosfatifilserine pada eritrosit sangat

berhubungan dengan marker aktivasi platelet. Eritrosit yang terpajan fosfatidilserine

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamRSUD KudusPeriode 24 Oktober – 31 Oktober 2011

Page 7: thalasemia

7Journal Reading β-Thalassemia

16 Desember 2011

juga bisa berpengaruh langsung terhadap kerusakan vaskuler, yang ditemukan pada

thalasemia. Sebagai tambahan, eritrosit dan platelet dari pasien thalasemia

mengandung kadar oksigen reakif tinggi dan kadar glutation intraseluler lebih rendah

daripada eritrosit dan platelet orang normal, dan penemuan ini menandakan hasil

oksidatif dari pajanan terus menerus. Penelitian lebih lanjut diperlukan sebelum

rekomendasi pasti dibuat untuk antikoagulan profilaksis, terapi aniplatelet, dan bagi

pasien dengan thalasemia maupun yang beresiko (selama kehamilan atau masa post

operasi), atau pemakaian rutin pada beberapa pasien yang mengalami splenektomi.

Transplantasi Hematopoietic Stem Cell

Meskipun transplantasi hematopoietic stem cell adalah satu-satunya pengobatan

kuratif untuk thallasemia, tetapi terbatas oleh biaya yang mahal dan kelangkaan

kecocokan HLA. Beberapa tahun terakhir telah membawa kemajuan dalam regimen,

seleksi dan identifikasi donor serta pengembangan sumber alternative hematopoietic

stem cells.

Pasien resiko rendah (thallasemia derajat 1 atau derajat 2 menurut klasifikasi

Lucarelli, klasifikasi tersebut digunakan untuk menilai faktor resiko ,hasil dan

prognosis serta derajat hepatomegali, fibrosis portal pada biopsy hati dan efektivitas

terapi sebelum transplantasi) memiliki hasil yang baik setelah transplantasi sumsum

tulang. Namun pasien dengan resiko derajat 3 (dengan kerusakan hati yang luas dari

kelebihan zat besi) memiliki hasil yan g buruk dimasa lalu karena adanya penolakan.

Regimen baru (hydroxyurea, azathioprine, fludarobine, busulfan dan

cyclophosphamide) secara substansial meningkatkan hasil pengobatan pada pasien

derajat 3 dibawah 17 tahun. Tingkat harapan hidup pasien adalah 53% dan tingkat

penolakan 8%.

Karena sulitnya mengeradikasi sumsum tulang endogen thallasemic, maka

penting untuk mengelola regimen myeloablative untuk transplantasi. Regimen non

myeloablative jarang dipakai karena penelitian yang masih kurang dan keuntungan

pengobatan ini masih belum jelas.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamRSUD KudusPeriode 24 Oktober – 31 Oktober 2011

Page 8: thalasemia

8Journal Reading β-Thalassemia

16 Desember 2011

Peningkatan ketersediaan donor dalam transplantasi sumsum tulang dicapai

dengan kecocokan donor. Haplotyping yang diperpanjang telah dikembangkan untuk

donor yang kurang cocok dan memberikan hasil yang sama dengan donor yang

cocok. Namun transplantasi cord blood sering tidak berhasil pada pengobatan

thallasemia karena banyaknya sel transplantasi yang harus diberikan untuk

mempertahankan hematopoiesis dan mencegah penolakan. Dalam sebuah study

menggunakan darah cord blood,7 dari 33 pasien anak-anak terjadi penolakan

pengcangkokan. Study lain melaporkan tingginya nonengrafftment dan penolakan

sekunder. Pada masa depan, transplantasi cord blood darah mungkin lebih berhasil

jika stem cell dapat diperluas secara ex vivo.

Kesimpulannya, transplantasi hematopoietic stem cell dengan menggunakan

donor yang cocok atau tidak cocok adalah alternatif yang memberikan hasil yang

sangat baik untuk pasien risiko rendah. Jika transplantasi berhasil, transfusi, dan

terapi khelat tidak lagi diperlukan. Terdapat risiko rendah pada komplikasi serius

(kematian, kegagalan graft atau penolakan dan penyakit graft versus host).

Selanjutnya,kegagalan pertumbuhan dan endocrinopathies, terutama disfungsi gonad,

masih dapat terjadi. semua faktor ini, dengan ketersediaan perawatan suportif adekuat

yang memadai di berbagai wilayah, harus dipertimbangkan ketika memutuskan

apakah akan melakukan transplantasi pada setiap pasien.

Therapy Experimental

Modifikasi molekuler dan sel

Proses sintesis hemoglobin janin seharusnya memperbaiki keparahan β

thallasemia. Obat seperti 5-azacytidine, HU, dan derivatif berbagai butirat telah

digunakan untuk tujuan ini. HU telah menunjukkan manfaat besar dalam

subkelompok pasien dengan anemia sel sabit dan telah digunakan lebih sering pada

thalassemia. Pada beberapa pasien anak dengan thalasemia, kebutuhan transfusi

tersingkir setelah pengobatan dengan HU sekitar 20 bulan.Secara umum, hasil yang

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamRSUD KudusPeriode 24 Oktober – 31 Oktober 2011

Page 9: thalasemia

9Journal Reading β-Thalassemia

16 Desember 2011

didapatkan pada sebagian kecil pasien tidak konsisten, dan dengan demikian peran

terapi tetap hidroksiurea di thalassemia tidak pasti.

Satu penjelasan yang mungkin untuk efek lain dari HU pada anemia sel sabit

yang berhubungan dengan talasemia adalah bahwa banyak pasien dengan thalasemia

adalah bergantung pada transfusi. Transfusi berlebihan menekan endogenous

eritropoiesis terutama tipe sel yang responsive terhadap HU. Oleh karena itu,

meskipun hidroksiurea mempunyai keuntungan pada eritropoiesis, tetapi akan sulit

untuk mengkoreksi anemia yang berhubungan dengan thallasemia pada pengguna

HU. Selain itu factor predisposisi genetik, seperti polimorfisme Xmnl dan type

thalasemia, seperti hemoglobin E talasemia dapat menentukan respon untuk

pengobatan HU.

Erythropoietin rekombinan manusia ditunjukkan untuk memberikan manfaat

dengan meningkatkan "thalassemic eritropoiesis "tanpa menaikkan hemoglobin janin.

Efek yang tampak tergantung dosis terutama pada pasien dengan b-thalassemia

intermedia yang telah menjalani splenectomy. Baru-baru ini, long-acting alfa

darbepoetin digunakan untuk meningkatkan kadar hemoglobin secara substansial

pada pasien dengan hemoglobin E-b-thalassemia. Dua hambatan penting pada

penggunaan recombinant human Erythropoietin adalah biaya yang relatif tinggi dan

subcutaneous administration route, yang dibatasi penggunaannya di negara

berkembang. Klinis protokol dibutuhkan untuk menggambarkan peran recombinant

human erythropoietin (tunggal atau dalam kombinasi dengan obat tersebut) dalam

pengobatan β-thalassemia.

Skrining senyawa baru untuk menambah produksi hemoglobin janin bisa

dilakukan teknik kultur sel dan berbagai hewan percobaan telah digunakan untuk

evaluasi potensial perangsang hemoglobin janin. Selain itu gangguan pertumbuhan

mengaktifkan gen janin spesifik.explorasi ini menyebabkan penemuan agen baru

farmakologis untuk pengobatan thallasemia.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamRSUD KudusPeriode 24 Oktober – 31 Oktober 2011

Page 10: thalasemia

10Journal Reading β-Thalassemia

16 Desember 2011

Potensi Peranan Antioksidan

Karna jenis oksigen reaktif memainkan peranan penting di dalam

patofisiologis thalassemia. Antioksidan bisa menjadi sebuah terapi yang

efektif.pasien dengan thalassemia memiliki tingkat plasma malonyldialdehide yang

sangat tinggi, sebuah hasil dari lipid peroksidasi.tingkat malonyldialdehid

berhubungan secara positif dengan serum Fe dan dengan ikatan transferin non

Fe.kenaikan tingkat dari jenis oksigen reaktif cenderung ke arah nilai perbaikan

respon melalui terapi oral dengan vitamin E, dengan memperlihatkan perbaikan dari

pasien di dalam keseimbangan oksidan-antioksidan plasma dan penurunan lipid

peroksidase di dalam eritrosit. Tumbuhan flavanoid (termasuk rutin dan curcumin)

adalah sebuah kelompok dari antioksidan lainnya yang memiliki potensi terapi

thalasemia. Komponen-komponen ini memiliki efek bemanfaat pada eritrosit yang

telah dirusak oleh proses oksidasi. Polifenol (komponen utama dari teh) berikatan

pada serum besi dan bisa juga melindungi eritrosit penderita thaassemia dari proses

oksidasi. Bagaimanapun, manfaat keberadaan mereka jelas terlihat, antioksida masih

belum ditunjukan untuk memperbaiki keadaan anemia dari pasien thalassemia.

Antioksidan bisa lebih efektif jika digunakan dengan kombinasi-

contohnya,sebagai sebuah lipid antioksidan seperti vitamin E, digunakan bersama

dengan N-asetilsistein, yaitusebuah protein antioksidan yang meningkatkan pelepasan

dari eritrosit rusak yang telah teroksidasi.

Percobaan Terapi Molekular

Usaha-usaha awal Terapi gen diarahkan terhadap penyakit dari gen b-globin.

Strategi terapi ini melibatkan penyisipan secara normal dari fungsi gen ϒ globulin

atau β globulin pada stem sel hematopoetic autolog pasien. Meskipun konsep relatif

mudah, tapi konsep tersebut telah diterapkan selama dua dekade untuk rintangan yang

tak dapat diatasi disuatu tempat namun telah baik dirangkum di tempat lain.

Masalah utama dengan jenis terapi gen telah dikaitkan dengan konstruksi

vektor. Unsur genetik dari vektor yang penting untuk pengaturan semestinya dari

penempatan gen telah ditetapkan. namun, gen terapi harus ditempatkan di dalam stem

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamRSUD KudusPeriode 24 Oktober – 31 Oktober 2011

Page 11: thalasemia

11Journal Reading β-Thalassemia

16 Desember 2011

sel hematopoetik dan harus diperlihatkan pada tingkat tinggi, selama 1 periode jangka

waktu, dengan cara tertentu di dalam sebuah eritroid.sebagai tambahan, vektor harus

aman dari rekombinasi atau mutagenesis. Oncoretroviral dan vektor adenoviral telah

ditemukan untuk menjadi tidak cocok untuk berbagai alasan.

Pengenalan terhadap vektor lentiviral merupakan kemajuan yang penting.

karena virus ini tidak memerlukan pembelahan sel untuk masuk ke dalam sel-sel

eukariotik dan dapat stabil menggenggam DNA yg lbh besar lalu menyisipkan tanpa

penyusunan ulang. Inaktivasi diri sendiri dari lentiviral vektor dibangun untuk

menangani masalah-masalah keamanan. Lebih jauh lagi unsur wilayah lokus kontrol

dapat membatalkan posisi efek yang mengurangi ekspresi gen terapi. Masalah

hilangnya transduced gene telah dilakukan pendekatan dengan penggunaan isolator,

dimana urutan DNA tersebut diperkirakan berfungsi sebagai elemen-elemen batas

yang melindungi terhadap penghancuran chromatin yang bergantung pada aktivitas

genetik. Vektor lentiviral yang membawa gen β-globin dan insulator stably

memperbaiki β-talasemia fenotipe dalam sel asal β-thalassemia yang dipindahkan ke

tikus yang mengalami penurunan imun. Namun, sebuah laporan baru-baru ini

menunjukkan bahwa lentiviral konstruksi lebih terpadu disatupadukan di intragenic,

sering dalam gen yang mengatur hematopoiesis. selain dikaitkan dengan tingkat

ekspresi yang lebih rendah, intragenic integrasi menimbulkan keprihatinan baru

mengenai keselamatan vektor ini.

Gangguan kecil RNA adalah dasar strategi baru untuk menambah ekspresi β-

globin yang telah tertransduksi. gangguan kecil RNA sesuai dengan transkrip BP1

(protein yang negatif mengatur b-globin ekspresi dengan daerah Hulu) meningkatkan

b-globin promotor aktivitas dalam sel-sel erythroid.

Lain pendekatan molekul yang baru menggunakan teknologi antisense yang

disebut untuk koreksi cacat molekul yang disebabkan oleh mutasi talasemia. Sintesis

hemoglobin a dipulihkan dan splicing alternatif diperbaiki dengan menggunakan

antisense oligonucleotides yang diblokir splicing di tempat sambungan mutan

alternatif. sehingga memaksa mesin splicing untuk memilih tempat sambungan

normal. Selain itu, lentiviral vektor yang membawa berubah U7 kecil nuklir RNA gen

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamRSUD KudusPeriode 24 Oktober – 31 Oktober 2011

Page 12: thalasemia

12Journal Reading β-Thalassemia

16 Desember 2011

encoding antisense RNA diperlihatkan untuk dikoreksi kagagalan sambungan yang

disebabkan oleh mutasi talasemia.

Jelas, jenis terapi ini tetap sangat eksperimental; dengan demikian, potensi

klinis mereka tetap tidak menentu. Namun demikian, metode ini mungkin pendekatan

molekuler yang berguna untuk pengembangan terapi baru thalassemias.

Kemajuan Diagnosis Prenatal

Teknologi Polymerase-chain-reactin (PCR) telah digunakan lebih dari 1

dekade untuk mendeteksi mutasi atau penghapusan pada sample Chorionic-villus,

pada trimester 1, tes DNA pada thalasemia. Namun, karena terminasi kehamilan tidak

dapat diterima bagi beberapa orang (bahkan ketika janin sudah terbentuk), metode ini

dikembangkan, dimulai pada awal tahun 1990-an, untuk melakukan tes diagnosis

pengujian sebelum implantasi. Diagnosis genetik pre implantasi meliputi fertilisasi in

vintro konversional, diikuti dengan penghapusan 1 atau 2 sel dari blastosoma pada

hari ke 3. PCR kemudian digunakan untuk mendeteksi mutasi thalasemia dalam sel-

sel yang telah dihapus sehingga tidak terpengaruh blastosoma, memungkinkan dipilih

untuk implantasi. Diagnosis genetik pre implantasi memerlukan keahlian teknis

tingkat tinggi. Selain itu, fenomena “allele dropout” (kegagalan dalam memperkuat 1

dari 2 allele dalam sel-sel heterozygote) dapat menyebabkan kesalahan diagnostik.

Namun, teknologi ini telah berhasil dan perbaikan dalam hasil telah menyebabkan

penggunaannya di banyak negara.

Baru-baru ini diagnosis genetik pre implantasi telah ditambahkan dalam HLA

typing pada biopsi embrio, yang mana pemilihan embrio ini tidak terpengaruh oleh

thalasemia dan dapat juga berfungsi sebagai donor sel induk untuk seorang anak yang

sebelumnya terinfeksi walaupun dalam satu keluarga yang sama. Laporan baru-baru

ini telah mengkonfirmasi bahwa pendekatan ini layak. Namun keprihatinan etis yang

serius telah timbul. Meskipun dianggap etis, untuk tidak menanamkan embrio

terpengaruh dengan kelainan genetik yang serius, negara-negara tertentu melarang

untuk memilih embrio yang perannya ditunjuk sebagai calon donor sel induk.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamRSUD KudusPeriode 24 Oktober – 31 Oktober 2011

Page 13: thalasemia

13Journal Reading β-Thalassemia

16 Desember 2011

Diagnosis prenatal di masa depan dapat dilakukan noninvasif dengan

menggunakan sample darah ibu untuk mengisolasi baik sel janin atau DNA janin

untuk analisis. Teknik ini layak tapi belum sempurna. Selain itu, teknik menggunakan

DNA dalam plasma ibu untuk mengecualikan thalasemia pada janin hanya berlaku

untuk pasangan ayah dan ibu dengan mutasi yang berbeda.

Pengobatan di Negara Maju versus Negara Terbelakang

Di negara-negara maju dunia seperti Amerika Serikat dan Eropa diperkirakan

terdapat 10.000 pasien dengan thalasemia homozygote dan jumlah kasus baru telah

semakin menurun secara progresif karena metode pencegahan yang efektif.

Umumnya, perawatan medis dengan kualitas yang tinggi tersedia di negara-negara

tersebut, dengan harapan hidup lebih lama dan kualitas hidup relative baik. Negara-

negara barat menekankan pada terapi kuratif., seperti transplantasi sumsum tulang

dan terapi gen, yang membutuhkan penyesuaian pasien terhadap cara pengobatan

terbaru dan fasilitas-fasilitas ilmiah yang canggih. Kebudayaan barat perlu

perkembangan untuk meningkatkan support pada pasien dengan talasemia dan

keluarganya. Hal tersebut akan mencegah masalah psikososial dari tindakan

ketidakpatuhan mereka.

Sebaliknya, pengobatan thalasemia sama sekali berbeda di negara-negara

kurang berkembang, dimana sebagian besar pasien dengan penyakit ini menetap.

Transfusi yang aman (dengan menggunakan filtrasi dan tes viral pada darah) dan

kelasi tidak seluruhnya tersedia. Akibatnya, banyak pasien dengan talasemia di

negara-negara terbelakang meninggal pada usia kanak-kanak atau remaja. Program

yang menyediakan perawatan yang dapat diterima meliputi tranfusi darah yang aman

dan terapi suportif seperti kelasi harus ditetapkan. Protokol pencegahan thalasemia

harus dikembangkan di negara-negara ini, dengan menggunakan pendidikan yang

lebih baik dan penyaringan dan peningkatan akses ke diagnosis prenatal. Tantangan

untuk masa depan adalah untuk memastikan bahwa orang-orang yang lahir dengan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamRSUD KudusPeriode 24 Oktober – 31 Oktober 2011

Page 14: thalasemia

14Journal Reading β-Thalassemia

16 Desember 2011

thalasemia berat akan terus berkembang, sementara pencegahan yang efektif pada

akhirnya mengurangi jumlah dari pasien di seluruh dunia.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamRSUD KudusPeriode 24 Oktober – 31 Oktober 2011