tgs kmb

download tgs kmb

of 29

Transcript of tgs kmb

KASUS & MAKALAH CRONIC KINDNEY DISEASEDisusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan medical bedah

Disusun oleH: KELOMPOK I

1. Rima angreeni 2. Dewi tresnawati 3. Tri astuti 4. Eha shohihah 5. Santi 6. Neng yulianti 7. Novita sari

220 220111100049 220111100050 220111100051 220111100052 220111100053 220111100054

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS PADJADJARAN JATINANGOR 2011

1. Jelaskan definisi dan etiologi kasus ini? A. Definisi Gagal ginjal kronik adalah gangguan fungsi renal yang progresif dan reversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit yang menyebabkan uremia (Suzanne C.Smeltzer, 2001). Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan

elektrolit,menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). (Brunner & Suddarth, 2001). Gagal ginjal kronik (GGK) biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap (Doenges, 1999). B. Etilogi Gagal ginjal kronik dapat disebabkan oleh penyakit sistemik seperti diabetes melitus; glomerulonefritis kronik; pielonefritis; hipertensi yang tidak dapat dikontrol; obstruksi traktus urinarius; lesi herediter seperti penyakit ginjal polikistik, gangguan vaskuler, infeksi, medikasi, atau agen toksik Menurut Guyton (1997) penyebab GGK adalah : a. Gangguan Imunologi Glomerulonefritis Poliarteritis Nodusa. Lupus Eritematosus. Diabetes mellitus. Amiloidosis.

b. Gangguan Metabolik

c. Gangguan Pembuluh Darah Ginjal. Arterosklerosis. Nefrosklerosis.

d. Infeksi. Pielonefritis. Tuberkulosis.

e. Obstruksi traktur Urinarius. Batu Ginjal

Hipertropi Prostat. Konstriksi Uretra.

f. Kelainan Kongenital Penyakit polikistik.

Tidak adanya jaringan ginjal yang bersifat kongenital ( hipoksia renalis 1. Patofisiologi cronic kidney disease PATOFISIOLOGI CKD

Penyakit sistemik penyakit pada ginjal

Kerusakan nefron

Penurunan GFR

Hipertropi nefron

Kemampuan mengkonsentrasikan urin menurun

Polyuri

Kerusakan nefron Urin output BUN

Fase oliguri, anuria

Uremia

Penurunan

fungsi renal dimana

kemampuan tubuh gagal dalam

mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elaktrolit menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) meskipun penyakit ginjal kronik terus berlanjut namun jumlah solut yang harus dieksresikan oleh ginjal untuk mempertahankan homeostatis tidaklah berubah kendati jumlah nefron yang bertugas melakukan fungsi tersebut sudah menurun secara progesif dan dua adaptasi penting dilakukan ginjal sebagai respon terhadap ancaman ketidakseimbangan cairan dan elektrolit maka sisa nefron yang ada mengalami hipertropi dalam usahanya untuk melaksanakan seluruh beban kerja ginjal. Terjadi peningkatan kecepatan filtrasi ,beban solut dan reabsorpsi tubulus dalam setiap nefron meskipun GFR untuk seluruh massa nefron yang terdapat dalam ginjal dibawah nilai normal tetapi bila > 75 % massa nefron sudah hancur maka kecepatan filtrasi dan beban solut bagi setiap nefron semakin tinggi sehinggamengakibatkan diuresis osmotik diman keseimbangan a glomerulus tubulus ( keseimbangan antara peningkatan filtrasi dan peningkatan reabsorpsi oleh tubulus ) tidak dapat lagi dipertahankan, fleksibilitas pada proses eksresi maupun proses konservasi solut dan air menjadi berkurang sehingga kemampuan memekatkan dan mengencerkan urin semakin menghilang menyebabkan berat jenis urin tetap pada nilai 1,00 atau 285 mOsmol dan merupakan penyebab nokturia dan poliuria 2. Hemodialisa A. Pengertian hemodialisa Hemodialisis adalah suatu teknik untuk memindahkan atau membersihkan solut dengan berat molekul kecil dari darah secara difusi melalui membran semipermeabel. Hemodialisis membutuhkan akses sirkulasi, yang paling baik adalah pembuatan fistula A-V pada vasa radial atau brachial dari lengan yang tidak dominan. www.pediatrik.com/pkb/20060220-mqb0gj-pkb.pdf diakses tgl 26 Mei 2011.

Hemodialisis (HD) adalah cara pengobatan / prosedur tindakan untuk memisahkan darah dari zat-zat sisa / racun yang dilaksanakan dengan mengalirkan darah melalui membran semipermiabel dimana zat sisa atau racun ini dialihkan dari darah ke cairan dialisat yang kemudian dibuang, sedangkan darah kembali ke dalam tubuh sesuai dengan arti dari hemo yang berarti darah dan dialisis yang berarti memindahkan. 3rr0rists.net/medical/hemodialisis.html diakses tgl 24 mei 2011 B. Indikasi hemodialisaa.

Segera Encephalopathy, pericarditis, neouropati perifer, hiperkalemi dan asidosis metabolic, hipertensi maligna, edema paru, oligouri berat atau anuri.

b.

Dini atau profilaksis a) Sindroma uremia, penyakit tulang, gangguan pertumbuhan. b) Laboratoriun abnormal : asidosis metabolic, azotemia (kreatinin 8 12 mg%, BUN 100 120 mg%, CCT kurang dari 5 10 mL.menit)

C. Prosedur hemodialisa Prinsip umum pada dialisis adalah : difusi, osmosis dan ultrafiltrasi. Selama hemodialisis, darah dipindahkan melalui akses vaskuler khusus, diberi heparin,dipompa melalui ginjal buatan (dializer) dan dikembalikan ke sirkulasi pasien. Setting hemodialisa dapat dilakukan pada pasien yang Ranap dan Rajal bahkan hemodialisa dapat dilakukan di rumah menurut sumber kami kurang lebih 1,3 % pasien melakukan hemodialisa dirumah. Bagian yang penting pada hemodialisa adalah : 1. Akses vaskuler Tipe dari akses hemidialisa diantaranya adalah AVFs (arteriovenous fistulas),dan AVGs (arteriovenous grafts), menggunakan cateter sementara atau semi permanen, melalui sukutan , dan shunts. 2. Dialyzers SOP Hemodialisa Pengertian :

Suatu tindakan memasukkan jarum AV Fistula ke dalam pembuluh darah untuk sarana hubungan sirkulasi yang akan digunakan selama proses hemodialisis.

Tujuan

:

Agar proses hemodialisis dapat berjalan lancar sesuai dengan hasil yang diharapkan Punksi dan kanulasi terdiri dari : 1. Punksi Cimino 2. Punksi Femoral Punksi Cimino a. Persiapan Alat-alat 1. 1 buah bak instrumen besar, yang terdiri dari : 3 buah mangkok kecil i. 1 untuk tempat NaCL ii. 1 untuk tempat Betadine iii. 1 untuk Alkohol 20% Arteri klem 2. 1 spuit 20 cc 3. 1 spuit 10 cc 4. 1 spuit 1 cc 5. Kassa 5 lembar (secukupnya) 6. IPS sarung tangan 7. Lidocain 0,5 cc (bila perlu) 8. Plester 9. Masker 10. 1 buah gelas ukur / math can 11. 2 buah AV Fistula 12. Duk steril

13. Perlak untuk alas tangan 14. Plastik untuk kotoran b. Persiapan Pasien 1. Timbang berat badan 2. Observasi tanda-tanda vital dan anamnesis 3. Raba desiran pada cimino apakah lancar 4. Tentukan daerah tusukan untuk keluarnya darah dari tubuh ke mesin 5. Tentukan pembuluh darah vena lain untuk masuknya darah dari mesin ke tubuh pasien 6. Beritahu pasien bahwa tindakan akan dimulai 7. Letakkan perlak di bawah tangan pasien 8. Dekatkan alat-alat yang akan digunakan

c. Persiapan Perawat 1. Perawat mencuci tangan 2. Perawat memakai masker 3. Buka bak instrumen steril 4. Mengisi masing-masing mangkok steril dengan: Alcohol, NaCl 0,9%, dan Betadine 5. Buka spuit 20 cc dan 10 cc, taruh di bak instrumen 6. Perawat memakai sarung tangan 7. Ambil spuit 1 cc, hisap lidocain 1% untuk anestesi lokal (bila digunakan) 8. Ambil spuit 10 cc diisi NaCl dan Heparin 1500u untuk mengisi AV Fistula

d. Memulai Desinfektan 1. Jepit kassa betadine dengan arteri klem, oleskan betadine pada daerah cimino dan vena lain dengan cara memutar dari arah dalam ke luar, lalu masukkan kassa bekas ke kantong plastik 2. Jepit kassa Alcohol dengan arteri klem, bersihkan daerah Cimino dan vena lain dengan cara seperti no.1 3. Lakukan sampai bersih dan dikeringkan dengan kassa steril kering, masukkan kassa bekas ke kantong plastik dan arteri klem diletakkan di gelas ukur

4. Pasang duk belah di bawah tangan pasien, dan separuh duk ditutupkan di tangan

e. Memulai Punksi Cimino 1. Memberikan anestesi lokal pada cimino (tempat yang akan dipunksi) dengan spuit insulin 1 cc yang diisi dengan lidocain. 2. Tusuk tempat cimino dengan jarak 8 10 cm dari anastomose 3. Tusuk secara intrakutan dengan diameter 0,5 cm 4. Memberikan anestesi lokal pada tusukan vena lain 5. Bekas tusukan dipijat dengan kassa steril

f. Memasukkan Jarum AV Fistula 1. Masukkan jarum AV Fistula (Outlet) pada tusukan yang telah dibuat pada saat pemberian anestesi lokal 2. Setelah darah keluar aspirasi dengan spuit 10 cc dan dorong dengan NaCl 0,9% yang berisi heparin, AV Fistula diklem, spuit dilepaskan, dan ujung AV Fistula ditutup, tempat tusukan difiksasi dengan plester dan pada atas sayap fistula diberi kassa steril dan diplester 3. Masukkan jarum AV Fistula (inlet) pada vena lain, jarak penusukan inlet dan outlet usahakan lebih dari 3 cm 4. Jalankan blood pump perlahan-lahan sampai 20 ml/mnt kemudian pasang sensor monitor 5. Program mesin hemodialisis sesuai kebutuhan pasien 6. Bila aliran kuran dari 100 ml/mnt karena ada penyulit, lakukan penusukan pada daerah femoral 7. Alat kotor masukkan ke dalam plastik, sedangkan alat-alat yang dapat dipakai kembali di bawa ke ruang disposal 8. Pensukan selesai, perawat mencuci tangan Punksi Femoral Cara Melakukan Punksi Femoral 1. Obeservasi daerah femoral (lipatan), yang aka digunakan penusukan

2. Letakkan posisi tidur pasien terlentang dan posisi kaki yang akan ditusuk fleksi 3. Lakukan perabaan arteri untuk mencari vena femoral dengan cara menaruh 3 jari di atas pembuluh darah arteri, jari tengah di atas arteri 4. Dengan jari tengah 1 cm ke arah medial untuk penusukan jarum AV Fistula

Melakukan Kanulasi Double Lumen Cara kerjanya : 1. Observasi tanda-tanda vital 2. Jelaskan pada pasien tindakan yang akan dilakukan 3. Berikan posisi tidur pasien yang nyaman 4. Dekatkan alat-alat ke pasien 5. Perawat mencuci tangan 6. Buka kassa penutup catheter dan lepaskan pelan-pelan 7. Perhatikan posisi catheter double lumen Apakah tertekuk? Apakah posisi catheter berubah? Apakah ada tanda-tanda meradang / nanah? Jika ada laporkan pada dokter

8. Memulai desinfektan Desinfektan kulit daerah kateter dengan kassa betadine, mulai dari pangkal tusukan kateter sampai ke arah sekitar kateter dengan cara memutar kassa dari dalam ke arah luar Bersihkan permukaan kulit dan kateter dengan kassa alkohol Pasang duk steril di bawah kateter double lumen Buka kedua tutup kateter, aspirasi dengan spuit 10 cc / 20 cc yang sudah diberi NaCl 0,9% yang terisi heparin.

9. Tentukan posisi kateter dengan tepat dan benar 10. Pangkal kateter diberi Betadine dan ditutup dengan kassa steril

11. Kateter difiksasi kencang 12. Kateter double lumen siap disambungkan dengan arteri blood line dan venus line 13. Alat-alat dirapikan, pisahkan dengan alat-alat yang terkontaminasi 14. Bersihkan alat-alat 15. Perawat cuci tangan

Kateter double lumen mempunyai 2 cabang berwarna Merah untuk inlet (keluarnya darah dari tubuh pasien ke mesin) Biru untuk outlet (masuknya darah dari mesin ke tubuh pasien)

D. Perawatan pasien yang menjalani hemodialisaa.

Selama hemodialisa perawat harus melakukan auscultasi untuk mendeteksi bruite dan melakukan palpasi untuk mendeteksi denyut pada tempat akses dan tidakadanya denyut pada tube selama dialisis.

b.

Tempat akses harus diperiksa karena kemungkinan mengalami perdarahan, pembentukan hematoma, perubahan warna kulit, kekeringan,dan rasa sakit.

c.

Penggunaan pakaian ketat pada bagian akses harus dihindari karena penyempitan pada pembuluh darah akan mendorong pembekuan pada piranti. Perawat harus menghindari pemeriksaan tekanan darah dan pengambilan spesimen laboratorium pada lokasi tempat alat akses. Infus dan injeksi tidak boleh dilakukan didekat alat akses. Jika pasien memiliki alat akses vena femoral atau subclavian, perawat harus melakukan palpase denyut pada cannulized area dan monitor pembentukkan hematoma dan perdarahan.Catheter harus diletakkan dengan baik untuk mencegah kebocoran, jika terjadi kebocoran, banyak darah yang akan hilang karena aliran deras yang melalui alat ini. Catheter ini memerlukan perawatan pada tempatnya dan pakaian harus selalu diganti untuk setiap 24-72 jam. Alat ini harus dibilas dengan saline heparinis setelah setiap penggunaannya.

d.

e. f.

g.

Sebelum dilakukan hemodialisis i. Pasien harus melakukan urinasi, ii. Perawat memeriksa tanda-tanda vital.

iii. Perawat timbang berat badan pasien dan dikomunikasikan dengan perawat dialisis. iv. Biasanya pemberian obat antihipertensi, sedatif dan vasodilator sebelum dilakukan terapi, ini sangat penting karena perubahan cardiovasculer yang terjadi selama dialisis.h.

Selama hemodialisis v. cek tanda-tanda vital pasien harus diperiksa setiap 30 meni. vi. Pasien harus tetap beristirahat ditempat tidur tetapi harus sering berubah posisi vii. Jelaskan pada pasien bahwa sakit kepala dan mual mungkin akan dialami dan harus lapor pada perawat. viii. Perawat harus memberikan makanan selama dialisis.

i.

Setelah hemodialisis ix. Perawat harus menimbang berat badan dengan menggunakan skala yang sama seperti yang digunakan sebelum dialisis, pasti terjadi reduksi berat badan setelah terapi. x. Kaji adakah komplikasi dari paska hemodialisis seperti syok hipovolume dan sindrom disequilibrium, jika ada beritahu dokter.

j.

Perawatan yang dilakukan oleh perawat adalah menjaga agar pasien tetap tenang dan memberikan analgesik ringan untuk mengontrol sakit kepala yang dirasakan.

E. Efek samping hemodialisaa.

Hipotensi Hipotensi dapat terjadi karena percepatan perpindahan volume vasculer (hipovolumia), penurunan cardiac output, dan penurunan resistensi sistem intravaskuler. Biasanya diberikan terapi penurunan jumlah cairan yang dipindahkan dan pemberian cairan infus nacl 0,9% sebanyak 100-300cc.

b.

Kram otot

Kram otot terjadi karena ketidakseimbangan cairan dan elektrolit serta uremia. Perpindahan cepat dari sodium dan cairan dari neuromuskulo, terapinya dengan mengurangi laju ultrafitrasi dan pemberian infus hipertonik saline atau a normal saline bolus.c.

Kehilangan darah. Kehilangan darah dapat terjadi akibat : kecelakaan lepasnya tubing atau cateter, robekan pada membran dializer, terjadi perdarahan pada tempat penusukan jarum post dialisis.

d.

Hepatitis Preventive yang kurang dari prosedure sehingga dapat hepatitis B dan C mudah menyebar.

e.

Sepsis Sepsis dapat terjadi pada tempat /akses menusukan jarum atau cateter yang dipasang menetap. Untuk mencegahnya lakukan teknik aseptik, perawat juga harus memonitor tanda dan gejala sepsis seperti demam, hipotensi dan peningkatan lekosit dalam darah.

f.

Sindrom disequilibrium. Sindrom disequilibrium dapat terjadi akibat cepatnya perubahan komposisi cairan ektra seluler. Sindrom disequilibrium adalah kondisi yang mengancam jiwa yang terjadi jika perpindahan urea darah lebih cepat daripada urea dari otak. Manifestasi kliniknya adalah mual dan muntah, hipotensi, disorientasi, kram kaki dan paresthesia peripheral. Pengobatan dengan cara dialisis dilakukan lambat atau di stop, Infus cairan hipertonik saline,albumin atau manitol.

3. Jelaskan terapi medik untuk kasus di atas berikut cara kerja dan potensial efek samping dari obat-obatan tersebut? Obat-obatannya : 2. Hipertensi : B adrenergic blocker (metoprolol), Ca channel blocker (nifedipin), ACE inhibitor (captopril, enapril) 3. CHF dan edemia paru : diuretik (furodemide, lasix), inotropik (digitalis,dobutamin) 4. Antikonvulsan : Diazepam (valium) dan dilantin 5. Epogen (Recombinan human erythropoietin) : anemia dan HT 6. Heparin: mencegah clotting saat dialysa

7. Obat mual-muntah : (Antasida,Ranitidin) 8. Supplement tinggi zat besi Uraiannya : Obat obat antihipertensi : 1. Diuretika, yang menurunkan tekanan darah dengan menghabiskan natrium tubuh dan mengurangi volume darah serta barangkali juga dengan mekanismemekanisme lainnya 2. Obat simpatopeglik, yang menurunkan tekanan darah dengan cara mengurangi resistensi vaskular tepi, menghambat fungsi jantung, dan meningkatkan penyimpanan darah vena yang besar. (kedua efek terakhir mengurangi curah jantung) 3. Vasodilator langsung, yang mengurangi tekanan dengan cara merelaksasi otot polos vaskular, sehingga mendilatasi pembuluh resisten dan sampai derajat yang berbeda-beda meningkatkan juga kapastian. 4. Obat-obat yang menghambat produksi dan k erja angiotensin dan oleh karena itu mengurangi tahanan perifer vaskular dan tekanan darah (secara potensial) Mekanisme Kerja dan Efek Hemodinamik Diuretika Diuretika menurunkan tekanan darah terutama mengosongkan simpanan narium tubuh. Mula-mula, diuretika menurunkan tekanan darah dengan mengurangi volume darah dan curah jantung. Resisten vaskuler meningkat. Setelah 6-8 minggu, curah jantung kembali ke arah normal sedangkan resistensi vaskular perifer menurun. Natrium diperkirakan berperan dalam resistensi vaskular dengan meningkatkan kekakuan pembuluh darah dan reaktifitas saraf, kemungkinan berhubungan dengan peningkatan pertukaran natrium-kalsium yang menghasilkan suatu peningkatan kalsium intraselular. Efek ini dilawan oleh diuretika atau pembatasan natrium. Beberapa diuretika memiliki efek vasodilatasi langsung di samping kerja diuretikanya. Indapamid adalah suatu sulfonamid diuretika nontiazid yang memiliki kedua efek diuretika dan aktifitas vasodilator. Sebagai akibat dari vasodilatasi, curah jantung tetap tidak berubah atau sedikit meningkat. Amilorid menghambat respon otot

polos terhadap rangsangan kontraktil, mungkin melalui efeknya pada gerakan kalsium transmembran dan intraselular yang tidak tergantung dari aksinya pada ekskresi natrium. Diuretika efektif menurunkan tekanan darah sebesar 10-15 mmHg pada sebagian besar penderita, dan diuretika sendiri sering memberikan hasil pengobatan yang memadai untuk hipertensi esensial ringan dan sedang. Untuk hipertensi yang lebih berat, diuretika digunakan dalam kombinasi dengan obat simpatoplegik dan vasodilator untuk mengontrol kecenderungan terjadi retensi natrium yang disebabkan oleh obat-obat tertentu. Kemampuan vaskular yaitu, kemampuan untuk kontriksi atau berdilatasi dikurangi oleh obat-obat simpatoplegik dan vasodilator, sehingga pembuluh darah berlaku seperti suatu tabung yang tidak fleksibel. Sebagai akibatnya, tekanan darah menjadi sangat peka terhadap volume darah. Jadi, pada hipertensi berat, dimana banyak obat yang digunakan, tekanan darah bisa d ikontrol dengan baik bila volume darah adalhah 95% dari normal tetapi sukar dikontrol bila volume darah adalah 100% dari normal. Pemilihan Diuretika Diuretika tiazid adalah cocok untuk kebanyakan penderita hipertensi ringan dan sedang dengan fungsi ginjal dan jantung yang normal. Diuretika-diuretika yang lebih kuat (misalnya, bekerja pada lengkung) diperlukan pada hipertensi berat, diman obat yang multipel dengan sifat-sifat menahan natrium digunakan dalam pengobatannya; pada insufiensi ginjal, ketika kecepatan filtrasi glomerulus kurang dari 30 sampai 40 mL/menit, dan pada payah jantung atau sirosis hati, dimana natrium sangat mencolok. Diuretika hemat kalium berguna untuk menghindari kehilangan kalium yang berlebihan, terutama pada penderita yang sedang mendapat terapi digitalis, dan untuk mempertinggi efek natriuretik dari diuretika lainnya. TOKSISITAS DIURETIKA Didalam pengobatan hipertensi, efek tak diinginkan dari diuretika yang paling sering (kecuali diuretika hemat kalium) adalah pengosongan kalium. Walaupun

hipokalemia ringan dapat ditoleransi dengan baik banyak penderita hipokalemia bisa berbahaya pada penderita yang sedang mendapat terapi digitalis, penderita dengan aritmia jantung kronis atau penderita dengan infark miokard akut. Hilangnya kalium bergandengan dengan reabsorpsi natrium, dan karena itu pembatasan asupan natrium dalam diet akan meminimalkan kehilangan natrium. Diuretika juga bisa menyebabkan pengosongan magnesium, merusak toleransi glukosa, dan meningkatkan lip[id serum dan konsentrasi asam urat. Kemungkinan peningkatan resiko dalam penyakit arteri koroner berkaitan dengan efek metabolik diuretika masih dalam penyelidikan. Namun, telah didapatkan bahwa penggunaan dosis rendah mengecilkan efek samping metabolik tanpa mengganggu efek antihipertensinya.

OBAT-OBAT SIMPATOLEGIK YANG BEKERJA SENTRAL Mekanisme & Tempat kerja Metildopa dan klonidin mengurangi aliran simpatis dari pusat-pusat vasopresor didalam batang otak tetapi menyebabkan pusat-pusat ini tetap atau bahkan meningkatkan kepekaannya kepada kontrol baroreseptor. Sesuai dengan itu, antihipertensi dan kerja toksik obat-obat ini umumnya tidak begitu tergantung pada psisi tubuh dibandingkan efek obat-obat seperti guanetidin yang secara langsung bekerja pada saraf simpatis tepi. METILDOPA Metildopa bermanfaat dalam pengobatan hipertansi ringan sampai sedang. Metildopa menurunkan tekanan darah terutama dengan mengurangi tahanan pembuluh darah tepi, dengan suatu frekuensi pengurangan denyut jantung dan curah jantung yang bervariasi. Refleks-refleks kardiovaskular umumnya tidak terganggu setelah pemberian metildopa, dan penurunan tekanan darah tidak sangat tergantung pada posisi tegak. Hipotensi postural (ortostatik) kadang-kadang terjadi, terutama pada penderita kurang cairan. Suatu keuntungan dengan metildopa adalah karena metildopa menyebabkan penurunan resistensi vaskular ginjal.

Farmakokinetik & Dosis Metildopa memasuki otak melalui suatu pompa yang mentranspor secara aktif asam-asam amino aromatik. Suatu dosis oral metildopa menghasilkan efek antihiprtensinya yang maksimal dalam waktu 4-6 jam, dan efeknya bisa menetap srampai paling lama 24 jam. Karena efek tersebut terantung pada akumulasi suatu metabolit alfa-metilnorepinefrin, kerja tersebut masih menetap setelah obat asal hilang dari sirkulasi. Efikasi maksimal metildopa dalam menurunkan tekanan darah adalah terbatas. Pada kebanyakan penderita, dosis 2 gram atau kurang akan akan menghasilkan penurunan yang maksimal pada hipertensi, jika masih tidak memuaskan, dosis yang lebih tinggi biasanya tidak akan memberikan efek yang lebih baik. Dosis terepeutik biasa adalah lebih kurang 1-2 gram perhari peroral dengan dosis terbagi. Pada banyak penderita terapi sekali sehari cukup efektif. Toksisitas Kebanyakan efek tak diinginkan dari metildopa adalah berhubungan dengan sistem saraf pusat. Di antaranya, yang paling sering adalah sedasi yang hebat, terutama pada saat permulaan pengobatan. Dengan pengobatan jangka panjang, penderita dapat mengalami kelemahan mental dan kerusakan konsentrasi mental. Mimpi buruk, depresi mental, vertigo, dan tanda-tanda ekstrapiramidal bisa terjadi tetapi jarang. Laktasi, oleh karena peningkatan sekresi prolaktin, dapat terjadi baik pada laki-laki maupun perempuan. Toksisitas ini mungkin disebabkan suatu hambatan terhadap mekanisme dopaminergik di hipotalamus. KLONIDIN Penelitian-penelitian hemodinamik menunjukkan bahwa penurunan tekanan darah oleh klonidin dihasilkan oleh pengurangan curah jantung yang disebabkan oleh penuunan frekuensi jantung dan relaksasi vena-vena kapasitan, dengan suatu penurunan resistensi vaskular perifer, khususnya ketika penderita dalam posisi berdiri (ketika tonus simpatis biasanya meningkat).

Penurunan tekanan darah arteri oleh klonidin disertai oleh penurunan tahanan vaskular ginjal dan aliran darah ginjal tidak terganggu. Seperti dengan metildopa, klonidin mengurangi tekanan darah posisi terlentang dan jarang sekali menyebabkan hipotensi postural. Efek presor klonidin tidk terlihat setelah pemberian dengan dosis terapi, terapi pada overdosis dapat terjadi hipertensi berat. Farmakopkinetik dan dosis Pada orang sehat, ketersediaan hayati klonidin rata-rata 75% dan waktu paruh adalah 8-12 jam. Kira-kira separuh dari klonidin dieliminasikan tanpa diubah melalui urin, hal ini menunjukkan bahwa dosis klonidin yang lebih rendah dari dosis biasa mungkin efektif pada penderita insufiensi ginjal. Klonidin bersifat larut lemak dan secara tepat dapat masuk otako melalui sirkulasi. Karena waktu paruhnya yang relatif pendek dari kenyataan bahwa efek antihistaminnya berhubungan lansung dengan kadar darah, maka klonidin harus diberikan dua kali sehari untuk mempertahankan kontrol tekanan darah yang baik. Dosis terapeutik klonidin biasanya antara 0,2 1,2 mg/hari. Namun, pada kasus metildopa, kurva dosis respons klonidin menunjukkan bahwa klonidin akan lebih efektif efek antihipertensinya bila dosis ditingkatkan (demikian juga lebih toksik). Dosis maksimal yang dianjurkan adalah 1,2 mg/hari. Suatu sediaan klonidin transdermal yang mengurangi tekanan darah selama 7 hari setelah suatu aplikasi tunggal juga tersedia. Sediaan ini tampaknya kurang memberikan sedasi daripada tablet klonidin tetapi sering dihubungkan dengan reaksi kulit setempat. Toksisitas Mulut kering dan sedasi merupakan efek toksik yang sering timbul. Kedua efek tersebut diperantarai secara sentral dan tergantung pada dosis serta kadangkadang bersamaan dengan efek antihipertensi klonidin. Klonidinntidk boleh diberikan pada penderita yang mempunyai resiko depresi mental dan obat harus dihentikan bila depresi mental terjadi selam masa terapi dengan klonidin. Terapi bersamaan dengan antihiperdepresan trisiklik dapat menghambat

efek antihipertensi klonidin. Interaksi tersebut diperkirakan disebabkan oleh aksi trisiklik yang memblokade adrenoseptor alfa. Penghentian klonidin setelah penggunaan yang lama, terutama dengan dosis tinggi (lebih besar dari 1 gram/hari), dapat menyebabkan krisis hipertensi yang sangat berbahaya bagi penderita, diperantarai oleh aktifitas saraf simpatis yang meningkat. Penderita memperlihatkan tanda-tanda gugup, takikardia, sakit kepala, dan berkeringat setelah menghentikan satu atau dua dosis klonidin. Walaupun insiden hipertensi krisis yang berat tidak diketahui, tetapi cukup tinggi untuk mengharuskan dokter memperingatkan penderita tentang kemungkinan terjadinya krisis hipertensi pada penghentian obat klonidin secara mendadak. Jika obat tersebut dihentikan, obat hgarus dikurangi perlahan-lahan sementara obat antihipertnsi lainnya mulai diberikan. Pengobatan krisis hipertensi terdiri dari adalah dengan cara memberikan kembali terapi klonidin atau penghambat alfa dan beta adrenoseptor. Antagonis Adrenoreseptor 1. PROPANOLOL suatu obat penghambat adrenoreseptor beta, yang sangat berguna untuk menurunkan tekanan darah pada hipertensi sedang. pada hipertensi berat, propanolol terutama berguna untuk mencegah terjadinya refleks takikardia yang sering timbul pada pengobatan dengan vasodilator. mekanisme kerjay y

Antagonis reseptor beta1 dan beta2 (beta bloker tidak selektif) Menghambat stimulasi produksi renin oleh ketekolamin (beta1) menekan sistem RAAs

farmakokinetiky y y y

Dosis p.o > i.v ok first passed effect yg ekstensif Masa kerja obat 3-6 jam Larut dalam lemak & mudah menembus SSP Dosis: awal 80 mg/hari (dosis terbagi); efektif 80-480 mg/hari

efek samping obat: Bradikardi, masking effect hipoglikemia, mimpi buruk, depresi mental

2. METOPROLOLy y

Potensinya sama dengan propanolol dalam menghambat beta1 dan 50-100x beta2 Dosis: 100-450 mg/hari

3. ATENOLOLy y y

beta1 bloker selektif Aman digunakan pada pasien yg mengalami bronkokontriksi dan DM Dosis: 50mg/hari

4. OBAT-OBAT PENGHAMBAT alfa1 Mekanisme kerjay

Menghambat reseptor alfa1 pada arterio dan venula sehingga bisa menurunkan tekanan arteri dengan dilatasi pembuluh darah resistan maupun kapasitan

y y

Tekanan darah bisa turun lebih banyak pada posisi berdiri Efektif bila dikombinasi dengan diuretika ataupun beta bloker

Farmakokinetik 1. PRAZOSINy y y

Metabolisme filtrasi besar Absorbsinya baik & masa kerja obat 3-4 jam Dosis: mulai dosis rendah 1 mg 3x1 untuk mencegah hipotensi postural dan sinkope; dosis maksimal 5-20 mg/hari

2. TERAZOSINy y y

Metabolisme filtrasi sedikit Masa kerja obat 12 jam Dosis: 1x sehari, 5-20 mg/hari

3. DOKSAZOSINy y

Masa kerja obat 22 jam Dosis awal 1 mg/hari (1x1), ditingkatkan menjadi 4 mg/hari

5. CALCIUM CHANNEL BLOCKER 1. Golongan dihydroperidiny y

Misal: nifedipin, amlodipin, felodipin, isradipin, nikardipin Efektif sebagai vasodilator, depresi jantung lemah dibanding verapamil & diltiazem

y

Dosis: Amlodipin 5-10 mg 1x1, Nifedipin 20-40 mg/8jam p.o, Diltiazem 3080 mg/8 jam p.o

2. Golongan non dihydroperidiny y y y

Misal: Verapamil & Diltiazem Verapamil menurunkan denyut jantung dan curah jantung Diltiazem memiliki kerja intermediate Efek samping: cardiac arrest, bradikardi, flushing, edema, pusing, konstipasi

6. ACE-Inhibitory y y

Menurunkan tekanan darah dengan mengurangi tahanan vaskular perifer Curah jantung & denyut jantung tidak berubah Menurunkan proteinuria & memperbaiki fungsi ginjal dengan cara menurunkan resistensi arteriol efferent glomerulus.

1. KAPTOPRILy

Menghambat angiotensin II

enzim

yang

menghidrolisis

angiotensin

I

menjadi

y y

Absorpsi cepat dengan bioav 70% Bioav berkurang 30-40% bila diminum bersama makanan

y

Dosis: awal 25 mg 2-3x, 1-2 jam sebelum makan

2. ENALAPRILy y

Prodrug, diesterifikasi menjadi analaprilat (penghambat CE) Rute: IV biasanya untuk Hipertensi yg sifatnya emergency

3. LISINOPRILy

Absorpsi lambat Dosis: 10-40 mg/hari

y

9. Identifikasi dan jelaskan peran perawat yang terkait serta aspek kolaborasi dengan tim kesehatan lain dalam asuhan keperawatan pada klien CKD? Peran perawat : 1) Perawat sebagai pelaksana / pemberi pelayanan keperawatan (care provider) Perawat berperan dalam memberikan asuhan keperawatan secara profesional dan komprehensif yang meliputi : mempertahankan pola nafas yang efektif,

mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, meningkatkan asupan nutrisi yang adekuat, meningkatkan aktivitas yang dapat ditoleransi dan mencegah injury. 2) Perawat sebagai pendidik Perawat memberikan pendidikan kesehatan, khususnya tentang pembatasan diet, cairan, nutrisi. 3) Perawat sebagai koordinator Perawat membuat perencanaan asuhan keperawatan dan bekerja sama dengan tenaga kesehatan lainnya sehingga program pengobatan dan perawatan dapat berjalan dengan baik. 4) Perawat sebagai kolaborator Perawat berkolaborasi dalam pemberian terapi farmakologis pada pasien gagal ginjal kronik. 5) Perawat sebagai advokator Peerawat membela hak klien selama perawatan, seperti hak klien untuk mengetahui rasional penatalaksanaan medis, pemeriksaan penunjang, dan sebagainya.

Pengkajian Klien Ny B, 55 tahun, dirawat dengan penyakit Ginjal Kronik(CKD), klien mengeluh sesak nafas, mual,muntah-muntah dan kesadaran menurun. Pada pengkajian langsung didapat;edem ektermitas dan periorbital, urin output 150cc/24 jam, kulit pucat kekuningkuningan , TD 180/90 mmHg,RR 40 kali/menit, nadi 80 x/menit, ureum 120mg/dl, kreatinin 1,8 mg/dl, bunyi nafas ;ronchi daerah lateral kiri dan kanan. Pengelompokan data : Data subjektif:y y

Pasien mengeluh sesak nafas Pasien mengeluh mual muntah

Data objektify y y

Kesadaran menurun Edema ekstremitas dan periorbital Urin 150 cc/ 24 jam

y y y y y y y

TD 180/ 90mmHg RR : 40 x/ menit Nadi 80 x/ menit Bunyi nafas ronkhi daerah lateral kiri dan kanan Kulit pucat kekuning kuningan Hasil lab : ureum : 120 mg/ dl Kreatinin : 1,8 mg/dl

Diagnose keperawatan 1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urine, diet berlebihan dan retensi cairan serta natrium ditandi dengan : Edema ekstremitas dan periorbital Urin 150 cc/ 24 jam TD 180/ 90mmHg

y

Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urine, diet berlebihan dan retensi cairan serta natrium. Tujuan : mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan. Kriteria hasil :y y y y y

Menunjukkan pemasukan dan pengeluaran mendekati seimbang Turgor kulit baik Membran mukosa lembab Berat badan dan tanda vital stabil Elektrolit dalam batas normal

Intervensi 1. kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat diuretic Rasional : diuretic mampu membantu dalam mengeluarkan volume cairan. 2. observasi dan pantau status cairan : a. b. c. Timbang berat badan harian Keseimbangan masukan dan haluaran Turgor kulit dan adanya oedema periorbital dan sacral serta ekstremitas

d. e.

Distensi vena leher Tekanan darah, denyut dan irama nadi

Rasional : Pengkajian merupakan dasar dan data dasar berkelanjutan untuk memantau perubahan dan mengevaluasi intervensi. 2. Batasi masukan cairan baik oral maupun parenteral : Rasional : Pembatasan cairan akan menentukan berat badan ideal, haluaran urine dan respons terhadap terapi. Dan Sumber kelebihan cairan yang tidak diketahui dapat diidentifikasi. 3. Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan cairan. Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam pembatasan cairan akan meningkatkan tercapainya tujuan keperatan dan peningkatan pengetahuasn bagi keluarga dan pasien. 4. Pantau kreatinin dan BUN serum Rasional : Perubahan ini menunjukkan kebutuhan dialisa segera. 1. Kolaborasi dengan dokter dalam pemeriksaan laboratorium misal natrium, kalium, magnesium, dan fosfat. Rasional : kelebihan cairan yang menurunkan dengan drastic akan kadar elektrolit darah 2. Timbang berat badan tiap hari Rasional : Untuk membantu status cairan dan nutrisiy Gangguan oksigenasi berhubungan dengan ketidakadekuatan perfusi oksigen akibat

oedema paru. 1. Berikan posisi semifowler atau fowler sesuai dengan kenyamanan pasien Rasional : Posisi semifowler akan meningkatkan kapasitas paru 2. Berikan pasien oksigen sesuai dengan kebutuhan Rasional : Oksigen yang membantu memenuhi kebutuhan dari jaringan 3. 4. Kolaborasi dengan dokter untuk pemeriksaan AGD Control adanya

y

Resti perubahan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual dan muntah, Tujuan : Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat Kriteria hasil :

Mempertahankan berat badan ideal Intervensi 1. monitoring catat pemasukan diet Rasional : Membantu dalam mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan diet. Kondisi fisik umum gejala uremik dan pembatasan diet multiple mempengaruhi pemasukan makanan. 2. pasang NGT dalam memenuhi kebutuhan nutrisi rasional : dengan NGT akan terpenuhi kebutuhan nutrisi disamping menurunkan resiko terjadinya aspirasi. 3. Berikan makan sedikit tapi sering via NGT Rasionl : Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status uremik /menurunnya peristaltik. Dan menurunkan resiko aspirasi 4. Berikan pasien / orang terdekat daftar makanan / cairan yang diizinkan dan dorong terlibat dalam pilihan menu. Rasional : Memberikan pasien tindakan kontrol dalam pembatasan diet. Makanan dan rumah dapat meningkatkan nafsu makan. 5. sediakan makanan kesukaan pasien dalam batas-batas diet dengan tinggi kalori, rendah konsumsi lemak dan protein.serta garam Rasional : Mendorong peningkatan masukan diet 6. Timbang berat badan harian. Rasional : Untuk membantu status cairan dan nutrisi 7. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian anti emetic Rasional : akan menurukan terjadinya pembenrukan HCLy

Resti penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan beban jantung Tujuan : Resti penurunan curah jantung tidak terjadi setelah dengan criteria : mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah dan frekuensi jantung dalam batas normal, nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler

Intervensi: 1. Auskultasi bunyi jantung dan paru Rasional : Adanya takikardia frekuensi jantung tid ak teratur

2. Moitoring tanda tanda vital tiap 4 jam Rasional : peningkatan tekanan darah dapat terjadi karena gangguan pada sistem aldosteron-renin-angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal) . Penurunan tekanan darah bisa di akibatkan karena jantung tidak mampu berkompensasi. 3. Monitoring keluhan nyeri dada, perhatikan lokasi, relidiki keluhan nyeri dada, perhatikan lokasi, rediasi, beratnya (skala 0-10) Rasional : HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri 4. Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas Rasional : Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia

Daftar pustaka Brunner & Suddart. 2002. Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8. EGC. Jakarta Carpenito, Lynda Juall. (1999). Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan Edisi 2 EGC. Jakarta. Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 3. EGC. Jakarta Kaztung G.Bertran.2002.Farmakologi dasar dan klinik.Buku 2 Edisi 8.Salemba Medika;Jakarta Reeves,1999. Medical-surgical nursing. McGraw-Hill companies Inc.

Medical-surgical nursing :assesment and mangement of clinical problems. 2001. Mosby. www.pediatrik.com/pkb/20060220-mqb0gj-pkb.pdf diakses tgl 26 Mei 2011. 3rr0rists.net/medical/hemodialisis.html diakses tgl 24 mei 2011 harnawatiaj. wordpress. com/ 2008/ 03/ 09/ tehnik- dan- prosedur- hd/ diakses 24 Mei 2011